Post on 21-Oct-2015
Fraktur Instrumen ProTaper Rotary Selama Preparasi Saluran Akar:
sebuah Perbandingan antara Teknik Rotari dan Hibrid
Abstrak
Tujuan: tujuan dari studi ini adalah untuk membandingkan frekuensi fraktur
isntrumen ProTaper rotari dengan teknik preparasi saluran rotari (konvensional)
dan hibrid (rotari dan file). Tujuan sekunder adalah untuk menentukan apakah ada
hubungan antara fraktur file protaper dengan bentuk saluran akar dan untuk
membandingkan mean time yang diperlukan untuk preparasi saluran akar dalam
kedua teknik.
Metoda: sebuah percobaan in vitro dilakukan pada 216 saluran bukal dari molar
pertama maksla dan mandibula yang telah diekstraksi.
Seperti pembuatan akses kavitas dan glide path untuk tiap saluran, dibuat
radiografi periapikal dan bentuk saluran diukur dengan teknik Schneider. Saluran
tersebut kemudian secara acak dibagi kedalam Kelompok A (teknik rotari) dan
Kelompok B (teknik hibrid). Panjang jarum ProTaper diukur sebelum dan sesudah
preparasi saluran. Waktu yang diperlukan untuk preparasi saluran dicatat.
Hasil: total tujuh file ProTaper fraktur dalam kelompok A (P=0,014) dalam
saluran dengan lengkungan >25 derajat (P<0,001). Mean time yang diperlukan
untuk preparasi saluran akar adalah 104,04 detik (±55,7 detik) dalam kelompok A
versus 122,88 detik (±41,67 detik) dalam kelompok B (P=0,007).
Kesimpulan: dalam studi gigi, teknik hibrid untuk preparasi saluran akar dengan
file ProTaper rotari, walaupun memakan banyak waktu, lebih aman dalam saluran
akar yang memiliki lengkungan lebih dari 25 derajat.
Pendahuluan
Instrumen rotari Nickel-Titanium (NiTi) telah memodernisasi perawatan
saluran akar dengan memperbaiki kemampuan operator untuk mempreparasi
saluran akar secara efektif dan efisien, tanpa terlalu merubah konsentrisitasnya,
lengkungnya atau panjangnya. Meskipun demikian, fraktur instrumen alat yang
tidak diinginkan merupakan kerugian utama yang berkaitan dengan instrumen ini.
Lebih jauh, instrumen fraktur bisa memblok saluran sempit dan bengkok dan
mencegah tindakan shaping dan cleaning yang baik.
Fraktur instrumen merupakan fenomena kompleks. Berbagai studi telah
ditujukan pada mekanisme fraktur instrumen rotari ProTaper, beserta dendan efek
dari bentuk disain, kecepatan dan torsi terhadap resistensi instrumen rotari NiTi
terhadap fraktur. Tidak ada perbedaan dalam distorsi file atau patahnya file yang
ditemukan dengan handpiece elektrik atau air-driven. Studi lain memeriksa
sejumlah total 7.159 instrumen mengenai adanya kecacatan dan menyimpulkan
bahwa pengaruh paling penting terhadap banyaknya cacat adalah operator, yang
mungkin terkait dengan keahlian klinis atau keputusan memakai instrumen dalam
waktu tertentu atau sampai terjadi cacat. Sebuah survei menunjukkan bahwa 76%
klinisi yang memakai instrumen LightSpeed (SybronEndo Corporation, Orange,
CA, USA) mengalami paling sedikit sebuah instrumen fraktur. Namun demikian,
dalam studi ini penyebab sebenarnya fraktur tidak jelas. File yang dipakai pada
kecepatan rotasi 350 rpm kemungkinan akan fraktur dibandingkan dengan pada
250 rpm atau pada kecepatan 150 rpm. Berkurangnya sudut kelengkungan saluran
juga mengurangi kemungkinan terjadinya fraktur.
Studi yang menjelaskan instrumen rotasi NiTi, walaupun membandingkan
teknik preparasi berbeda, jumlahnya terbatas. Dalam sebuah studi
membandingkan preparasi saluran akar dengan LightSpeed (LS) saja dan LS plus
instrumentasi tangan, ditemukan sekitar 3,4% fraktur instrumen LS saja terjadi di
bagian apikal saluran akar, sementara LS plus instrumen tangan tidak
memperlihatkan adanya fraktur. Demikian halnya, fraktur instrumen ProFile
dengan teknik rotari murni adalah 26,9% sementara dengan teknik hibrid (ProFile
dan hand file) tidak ditemukan fraktur instrumen.
Sepengetahuan penulis, belum pernah ada studi lokal maupun
internasional yang membandingkan frekuensi fraktur instrumen sistem rotari
ProTaper NiTi (Dentsply Maillefer, Tulsa, OK, USA) dengan teknik
rotari(konvensional) dan hibrid (rotari plus hand file). Penulis memlih sistem
rotari ProTaper NiTi karena studi sebelumnya memperlihatkan bahwa disain taper
yang tajamlah yang sangat berperan untuk memperbaiki fleksibilitas dan efisiensi
memotong tetapi pada saat yang sama sistem ini juga menyebabkan tingginya
frekuensi fraktur dibandingkan dengna sistem rotari lainnya.
Tujuan
Tujuan studi ini adalah untuk menghitung frekuensi fraktur instrumen
menggunakan teknik sistem rotari ProTaper dan hibrid sehingga suatu teknik lebih
aman (teknik dengan sedikit fraktur instrumen) dapat ditemukan dan diadopsi
dalam praktek klinik.
Tujuan dari studi ini adalah:
Untuk membandingkan frekuensi fraktur instrumen rotari ProTaper antara
teknik preparasi saluran rotari dan hibrid.
Untuk menentukan suatu hubungan antara fraktur instrumen dengan
lengkung saluran.
Untuk membandingkan waktu yang diperlukan bagi preparasi saluran akar
dalam kedua teknik.
Hipotesa Null
Tidak ada perbedaan frekuensi fraktur instrumen antara teknik preparasi
saluran rotari ProTaper dan hibrid ProTaper.
Tidak ada perbedaan waktu yang diperlukan untuk teknik preparasi
saluran rotari ProTaper dan hibrid ProTaper
Metoda
Dua ratus dan enam belas saluran dari molar pertama maksila dan
mandibula yang telah dicabut (saluran mesiobukal dan distobukal dari molar
maksila dan saluran mesiobukal dari molar mandibula) disertakan dalam studi ini.
Semua pasien yang giginya telah dicabut dan dipakai dalam studi ini memberikan
pernyataan tertulis yang mengizinkan giginya dijadikan bahan percobaan.
Penghitungan ukuran sampel
Ukuran sampel dihitung memakai kalkulator ukuran sampel (Sample Size
Determination in Health Studies, World Health Organization) sebagai berikut.
Laporan insidensi fraktur instrumen dengan teknik ProTaper saja adalah 22%.
Insidensi fraktur instrumen dengan teknik hibrid manual adalah kurang dari 1%.
Data dari studi mengenai instrumen ProFile dan LightSpeed memperlihatkan
fraktur instrumen 1% dengan teknik hibrid (tidak ada data tersedia untuk fraktur
instrumen dengan teknik hibrid ProTaper. Karena itu dengan suatu perbedaan
sebesar 21% (P1 22% + P 21% = 21%), tenaga pada 80% dan α pada 5%, ukuran
sampel ternyata 36 gigi (108 saluran) dalam tiap kelompok. Sehingga total 216
saluran bukal dar gigi molar yang diekstraksi diperlukan dalam studi ini.
Pemilihan sampel
Kriteria inklusi:
Gigi molar pertama mandibula dan maksila manusia yang telah dicabut,
dengan apeks yang telah benar-benar matang dari kedua gender, dari
kelompok usia antara 15-40 tahun disertakan dalam studi ini.
Kriteria Eksklusi:
Gigi dengan saluran terkalsifikasi atau bersklerosis.
Gigi dengan resorpsi akar internal atau eksternal dan apeks terbuka
Gigi yang sebelumnya telah dirawat saluran akar.
Setelah dipendam dalam balok lilin, akses endodontik lurus untuk tiap saluran
dibuat dengan investigator utama (HF) memakai bor intan silindris. Peneliti utama
memiliki pengalaman dua tahun bekerja dengan ProTaper rotary system. Orifis
saluran ditemukan dengan probe DG16 dan saluran dibuka dengan K file stainless
steel (Mani, Utsunomiya Tochigi, Japan), ukuran 8 sampai 15, sampai ujung file
terlihat di foramen apikal, dan jung cusp terdekat dipakai sebagai titik referensi.
Radiografi periapikal digital (VixWin™ imaging software;Gendex Corporation,
Hatfield, PA, USA) dengan file ISO nomor 15 dibuat dan lenkungan saluran
diukur dengan meotda Schneider. Pelebaran koronal di tiap saluran dibuat dengan
file SX ProTaper. Pada tahap ini semua saluran secara acak ditempatkan dengan
metoda lempar koin ke dalam dua kelompok:
Kelompok A (teknik rotari)
Kelompok B (teknik hibrid)
Kelompok A (teknik rotari)
Saluran dalam kelompok A dipreparasi dengan teknik ProTaper konvensional,
yaituj, setelah membuat jalan masuk (seperti yang dijelaskan di atas) dengan file
ISO stainless steel nomor 15, file shaping ProTaper (S1 dan S2) dan file finishing
(F1 dan F2) dipakai sampai panjang kerja.
Kelompok B (teknik hibrid)
Dalam kelompok B, setelah membuat jalan masuk dengan file ISO tainless steel
nomor 15, file shapingProTaper (S1 dan S2) dan finishing file (F1 dan F2) dipakai
3 mm lebih pendek dari panjang keja. Tiga milimeter dari apikal dalam kelompok
B dipreparasi dengan hand file ISO 20, 25, dan 30.
Tiap saluran diirigasi dengan sodium hipoklorit 2,5% (10 ml), memakai jarum
disposabel. Sebelum dipakai, tiap file dilapisi dengan EDTA (RCPrep;Premier
Dental, Plymouth Meeting, PA,USA). Semua instrumen dioperasikan dalam
perbanding pengurangan roda gigi handpiece 16:1 dengan torsi dan kecepatan
motor listrik terkontrol (X-SMART; Dentsply-Mallifer, Tulsa, OK, USA). Besar
kecepatan dan torsi diset seperti yang direkomendasikan oleh pabrik. Setiap
pemakaian (satu pemakaian diartikan sebagai permulaan ketikda file dimasukan
ke dalam saluran dan berakhir ketika file diangkat dari saluran), file dilap dengan
lap direndam alkohol. Instrumen diukur sebelum dan sesudah tiap preparasi
saluran dengan skala pengukur untuk perubahan panjangnya. Setiap pengukuran
panjang instrumen dianggap sebagai kegagalan (fraktur). Tiap instrumen rotari
dipakai dalam sembilan saluran setelah itu dibuang (terlepas dari fraktur atau
tidak) dan diganti dengan yang baru. Waktu yang diperlukan untuk tiap preparasi
saluran dalam kedua teknik juga dihitung dalam detik memakai stopwatch.
Analisa Statistik
Software statistik (IBM SPSS Statistics version 19.0; IBM Data Collection, New
York, USA) dipakai untuk analisis data. Pearson’s chi-square test (Fisher’s exact
test jika diperlukan) juga dipakai untuk menentukan suatu hubungan antara:
Fraktur instrumen dan teknik preparasi
Fraktur instrumen dan lengkung saluran
t-test Sampel bebas dipakai untuk menentukan perbedaan dalam mean time yang
diperlukan untuk preparasi saluran dalam kedua teknik. Level signifikan
ditetapkan pada 0,05.
Hasil
216 saluran dibagi dalam dua kelompok, tiap kelompok terdiri dari 108
saluran. Gambar 1 memperlihatkan distribusi lengkung saluran dalam kedua
kelompok. Tujuh instrumen fraktur dalam tujuh saluran saat mempreparasi 216
saluran. Dari ketujuh instrumen ini, lima instrumen dipisahkan dalam sepertiga
apikal saluran. Hampir semua file fraktur saat dipakai delapan kali atau lebih.
Fraktur satu instrumen baru juga ditemukan dalam saluran.
Suatu hubungan signifikan secara statistik dan teknik preparasi (P=0,014).
Ketujuh instrumen fraktur dalam Kelompok A dalam saluran dengan lengkungan
lebih dari 25 derajat (Tabel 1). Hubungan ini signifkan secara statistik (P<0,001).
Mean time yang diperlukan untuk preparasi saluran akar adalah 104,04 detik
(±41,67 detik) dalam Kelompok B (P=0,007) (Tabel 2).
Pembahasan
Beberapa faktor bisa berperan dalam fraktur instrumen rotari NiTi, disebut
cacat pembuatan, pengkondisian permukaan instrumen, sifat disain, kecepatan dan
torsi di mana instrumen dioperasikan, kemahiran operator, efek dari sterilisasi
panas, konfigurasi saluran, lama waktu pemakaian instrumen, dan teknik
preparasi. Studi ini mencoba menemukan efek dari teknik preparasi berbeda
terhadap frekuensi fraktur instrumen rotari ProTaper. Untuk menstandarisasi
kondisi-kondisi tersebut, satu merek instrumen NiTi (ProTaper rotary system)
dipakai dan berbagai variabel seperti kecepatan, torsi, pengkondisian
pengoperasian, efek sterilisasi dan jumlah pemakaian instrumen dijaga tetap
konsisten. Alokasi acak saluran ke dalam dua kelompok studi dipakai untuk
menghindari penyulit ini.
Sampai saat ini, hanya sedikit studi telah membandingkan frekuensi
fraktur instrumen NiTi memakai teknik preparasi berbeda. Hasil dari studi ini
memperliahtkan fraktur tujuh file ProTaper dalam kelompok A sementara
preparasi saluran dalam Kelompok B dituntaskan tanpa adanya fraktur instrumen.
Hasil ini sesuai dengan studi sebelumnya, yang juga memperlihatkan bahwa
pertambahan lengkung saluran di sepertiga apikal mengungkap berbagai bagian
berbeda dari instrumen rotari terhadap kelelahan fleksur dan siklik yang bisa
mengakibatkan fraktur instrumen.
Sebuah studi terkini menemukan bahwa instrumen ProTaper yang fraktur
di tengah atau sepertiga apikal saluran dan separasi 94% terjadi di sepertiga apikal
salura. Demikian halnya, studi lain memperlihatkan bahwa semua instumen rotari
(ProTaper, GT, Hero 642, RaCe, Flexmaster dan K3) dan stainless steel fraktur
saat bekerja di sepertiga apikal saluran. Studi ini gagal menemukan adanya
perbedaan antara instrumen manual dan rotari mengenai keamanan kerjanya
kecuali untuk ProTaper, yang memiliki frekuensi fraktur tertinggi jika
dibandingkan dengan sistem lain. Mereka membandingkan tingginya frekuensi
fraktur ini terhadap disain segitiga cekung potongan melintang. Analisis
fraktografik dari instrumen rotari yang fraktur juga memastikan temuan ini,
bahwa suatu kejadian kelebihan beban menyebabkan fraktur instrumen lebih
sering jika dibandingkan dengan proses akumulasi kelelahan.
Ditemukan fraktur empat instrumen LS dalam kelompok LS versus tanpa
fraktur instrumen dalam kelompok LS plus hands instrumen. Tidak ditemukan
separasi instrumen dalam teknik crown down/step back modifikasi (di mana
sepertiga apikal dipreparasi dengan hand file sebelum memakai instrumen rotari)
jika dihadapkan pada besaran separasi 27% dalam teknik crown down saja dengan
instrumen rotari saja.
Terlihat suatu hubungan signifikan secara statistik antara fraktur instrumen
dan lengkung saluran (P=0,001). Semua fraktur dalam studi ini terjadi dalam
saluran yang memiliki lengkungan lebih besar daripada 25 derajat. Suatu
pertambahan tiba-tiba dalam lengkung saluran menyebabkan kelebihan beban
instumen, meningkatkan beban berbagai arah (tensi, bengkokan dan torsi) yang
menyebabkan fraktur duktil. Penilaian praktek klinik menemukan fraktur sebesar
78% dari instrumen ProFile dalam saluran dengan lenkungan lebih besar dari 25
derajat. Sesuai dengan itu, dalam studi lain semua fraktur instrumen ProFile
tercatat dalam saluran dengan sudut lengkungan lebih besar daripada 30 derajat.
Dalam studi follow up, kelompok studi yang sama terlihat bahwa pertambahan
sudut lengkung dari <30 derajat menjadi >30 derajat menyebabkan pertambahan
insidensi fraktur untuk instrumen ProTaper dan K3.
Untuk meminimalisasi fraktur instrumen dalam saluran bengkok,
instrumen rotari harus dipakai dalam saluran bengkok sesingkat mungkin. Jika file
K ukuran 15 pada panjang kerja longgar di dalam saluran akar dan jalan masuk
lancar telah dipastikan, file rotari taper lebih besar akan secara pasif mengikuti
kontur saluran untuk melakukan instrumentasi selanjutnya. Pilihan lain adalah
untuk mempreparasi sepertiga apikal menggunakan instrumen manual dalam
saluran sangat bengkok untuk meminimalisasi fraktur instrumen karena
kebanyakan fraktur instrumen di sepertiga apikal saluran, di mana ada
pertambahan lengkungan secara tiba-tiba. Hasil dari studi ini memperlihatkan
bahwa mean time yang diperlukan untuk preparasi saluran dalam Kelompok A
adalah 104,04 detik (±55,7) dan dalam Kelompok B adalah 122,88 detik (±41,67
detik). Dari hasil studi ini jelas bahwa teknik rotari lebih cepat daripada teknik
hibrid. Waktu kerja sangat tergantung atas operator dan tipe instrumen yang
dipakai, yaitu, ProTaper memakai lebih sedikit instrumen dan mempreparasi
saluran lebih cepat daripada ProFile, LS atau sistem apapun yang memakai lebih
banyak instrumen. Fakta ini juga didukung oleh berbagai studi sebelumnya, yang
jelas memperlihatkan bahwa perbedaan-perbedaan dalam waktu kerja
merefleksikan derajat tinggi pengalaman operator dan efektivitas dalam preparasi
saluran akar. Berbagai studi telah membandingkan waktu yang diperlukan untuk
preparasi saluran manual dan rotari bersama dengan perbandingan waktu kerja
antara sistem rotari berbeda, tetapi literatur mengenai perbandingan waktu kerja
antara teknik konvensional dan hibrid memakai sistem rotari tunggal adalah
jarang.
Satu studi yang membandingkan mean time antara kedua teknik memakai
ProFile bahwa waktu yang diperlukan untuk preparasi saluran akar adalah 8 menit
24 detik (8,24±4,64 menit) dalam teknik ProFile konvensional (rotari) dan 7 meit
30 detik (7,30±3,69 menit dalam kelompok hibrid. Metodologi dalam studi
mereka memperlihatkan bahwa mereka memakai lebih sedikit instrumen rotari
ProFile bersama dengan instrumen tangan stainless steel dalam teknik hibrid
dibandingkan dengan teknik konenvional preparasi saluran akar.
Kekuatan studi ini adalah variabel membaurkan seperti kecepatan, torsi,
jumlah dari pemakaian ulang instrumen dan disain instrumen (hanya satu merek
instrumen yang dipakai) diatur secara konstan dalam kedua kelompok dan ada
alokasi acak dalam kedua kelompok. Fakta bahwa hanya satu operator yang
melakukan studi bisa diangap sebagai kelemahan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari studi ini, disimpulkan bahwa:
Teknik konvensional preparasi saluran akar lebih cepat dan dapat dengan
aman dipakai dalam saluran akar yang memiliki lengkungan kurang dari
25 derajat.
Teknik hibrid preparasi saluran akar, walaupun memakan waktu lama,
lebih aman dalam saluran sempit dan yang memiliki lengkungan lebih
besar dari 25 derajat
Pembuatan jalan masuk memakai instrumen rotari merupakan kunci
meminimalisasi fraktur instrumen.