Post on 16-Jan-2016
description
Fisiologi Neonatal dan Pertimbangan Metabolik
Agostino Pierro, Paolo De Coppi, dan Simon Eaton
Kemajuan dalam perawatan intensif neonatal dan bedah sangat besar
meningkatkan angka kelangsungan hidup neonati dengan abnormalitas didapat
dan kongenital. Kemajuan ini juga menghasilkan perbaikan pemahaman kita
mengenai fisiologi bayi yang dilakukan pembedahan dan respon metabolik
mereka terhadap kelaparan, anestesi, stress operasi dan inflamasi sistemik. Bayi
baru lahir yang dilakukan pembedahan tidak hanya memiliki tubuh yang lebih
kecil dari orang dewasa; fisiologi mereka dalam hal thermoregulasi dan
kebutuhan cairan dan kalori dapat sangat berbeda, khususnya jika neonati
prematur atau mengalami gangguan pertumbuhan intra uterine (IUGR). Bab ini
berfokus pada fisiologi dan metabolisme bayi baru lahir yang dilakukan
pembedahan, penekanan khusus pada karakter bayi pre matur. Pada bab ini
pembahasan kita mengenai keseimbangan cairan dan elektrolit, metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Pada saat ini, kami menjelaskan pengetahuan
saat ini mengenai respon neonatal terhadap trauma operasi dan sepsis, yang
merupakan dua faktor utama yang merubah fisiologi mereka.
Prematur, Kecil Untuk masa kehamilan dan neonati dengan
gangguan pertumbuhan intra uterine
Kecepatan pertumbuhan tertinggi terjadi selama kehidupan janin. Pada
kenyataan melewati dari satu sel subur hingga neonati dengan berat 3.5 kg
menyebabkan peningkatan panjang hingga 5000 kali lipat, peningkatan pada
daerah permukaan 61 x 106, dan peningkatan pada berat badan 6 x 1012. angka
pertumbuhan post natal terbesar terjadi tepat setelah lahir. Biasanya pada
neonati yang dilakukan pembedahan ditemukan periode lambat atau henti
pertumbuhan selama penyakit kritis atau segera setelah pembedahan.
Neonati dapat diklasifikasikan sebagai bayi prematur, aterm atau post
matur berdasarkan pada usia kehamilan. Setiap bayi yang lahir sebelum usia
kehamilan 37 minggu diartikan sebagai prematur, bayi aterm adalah bayi dengan
usia kehamilan 37 sampai 42 minggu, dan neonati post matur adalah bayi yang
lahir setelah usia kehamilan 42 minggu. Sebelumnya setiap bayi dengan berat
badan kurang dari 2500 g disebut prematur. Definisi ini tidak tepat karena
banyak neonati dengan berat kurang dari 2500 g adalah bayi yang matur atau
post matur tetapi kecil untuk masa kehamilan (KMK); bayi ini memiliki gambaran
yang berbeda dan masalah yang berbeda dari bayi prematur. Usia kehamilan
dapat diperkirakan secara antenatal atau pada hari pertama setelah persalinan
menggunakan ballad skor (gambar 6-1). Dengan gambaran berat badan
dibandingkan dengan usia kehamilan (gambar 6-1), bayi barulahir dapat
diklasifikasikan sebagai bayi kecil, tepat atau beasr untuk masa kehamilan.
Lingkar kepala dan panjang juga diukur dibandingkan dengan usia kehamilan
untuk memperkirakan bertumbuhan intra uterine (gambar 6-3). Setiap bayi yang
memiliki berat badan di bawah persentil 10 untuk masa kehamilan diartikan
sebagai KMK. Besar untuk masa kehamilan adalah bayi yang memiliki berat
badan diatas 90 persentil untuk masa kehamilan (gambar 6-2). Pada umumnya
bayi prematur memiliki berat badan kurang dari 2500 gr, memiliki panjang
kepala tumit kurang dari 47 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm, dan lingkar
dada kurang dari 30 cm. Bayi permatur memiliki gangguan fisiologi karena
immaturitas fungsional dan anatomik dari berbagai organ. Suhu tubuh sangat
sulit dipertahankan, yang sering muncul adalah masalah kesulitan bernapas,
fungsi ginjal tidak matur, kemampuan untuk melawan infeksi tidak adekuat,
gangguan bilirubin konjugasi dan ekskresi, dan diathesis hemorargik merupakan
keadaan yang sering muncul.
Bayi prematur lebih lanjut dibagi lagi dalam sub kelompok berdasarkan
berat badan sebagai berikut :
1. Berat badan lahir rendah sedang (berat badan antara 1501 dan 2500 gr).
Kelompok ini mengenai 82% dari setiap bayi prematur. Angka kematian
pada kelompok ini adalah 40 kali daripada bayi aterm.
2. berat badan lahir sangat rendah (berat badan lahir antara 1001 dan 1500
gr). Kelompok ini mengenai 12% dari setiap bayi prematur. Angka
kematian pada kelompok ini adalah 200 kali lebih tinggi daripada bayi
baru lahir full term.
3. berat badan lahir yang sangat sangat rendah (berat badan lahir kurang
dari 1000g). Kelompok ini mengenai 6% dari setiap bayi prematur. Angka
kematian 600 kali lebih tinggi daripada bayi aterm.
Definisi IUGR sering membingungkan dan tidak jelas dalam literatur medis. IUGR
biasanya diartikan sebagai penurunan pertumbuhan intra uterine yang
ditemukan dengan ultrasonografi janin. IUGR dapat sangat penting,
menghasilkan ukuran neonatal yang normal pada saat lahir. Ada dua tipe IUGR :
simetrik dan asimerik. IUGR simetris diartikan dengan ukuran badan normal
(kecil kepala dan kecil badan) dan dianggap sebagai bentuk IUGR yang berat.
IUGR asimetris ditemukan lingkar perut kecil, penurunan lemak subkutaneus dan
lemak abdominal, penurunan massa otot skeletal, dan lingkar kepala dalam
kisaran normal. Bayi dengan IUGR asimetris memperlihatkan pertumbuhan
terhenti lebih sering pada bayi dengan IUGR simetris, meskipun10% sampai 30%
dari setiap bayi IUGR masih kelihatan pendek saat anak dan dewasa. Bayi
prematur diperkirakan akan mengalami henti pertumbuhan hingga usia 2 tahun.
Mereka yang lahir setelah usia kehamilan 29 minggu biasanya memperlihatkan
henti pertumbuhan, sedangkan bayi yang lahir setelah usia kehamilan 29 minggu
lebih sering mengalami penurunan pada pertambahan panjang dan berat badan,
yang ditemukan pada minggu pertama setelah kelahiran dan berlangsung hingga
2 tahun.
Gambar 6-1. Skor Ballard untuk usia kehamilan
Memprediksikan Angka Kematian Janin
Berbagai faktor mempengaruhi kematian neonati. Faktor yang paling sering
dapat dilihat pada tabel 6-1. meskipun angka kematian neonati mengalami
penurunan tajam karena perbaikan pada perawatan, kelihatan bahwa angka
kematian ini mencapai keadaan dimana perbaikan kecil pada perawatan neonati
diimbangi oleh kecenderungan sekuler seperti peningkatan pada kelahiran
prematur. Berat badan lahir dan usia kehamilan merupakan indikator kuat
kematian, tetapi suku bangsa juga merupakan salah satu faktor kuat (gambar 6-
4). Angka kelangsungan hidup neonati dengan berat 500 g dan usia kehamilan 22
minggu mencapai 0%. Dengan peningkatan usia kehamilan, angka kelangsungan
hidup meningkat mencapai 15% pada saat 23 minggu, 56% pada saat usia
kehamilan 24 minggu dan 79% pada saat usia kehamilan 25 minggu. Sistem
skoring untuk memprediksikan kematian secara khusus dipakai pada bedah
neonatal untuk merencanakan tindakan, untuk mengkonsulkan dengan orang
tua, dan untuk membandingkan hasil antara center berbeda. Namun sistem
skoring ini belum dikembangkan dan disahkan pada bedahh neonatal. sistem
skoring umum untuk neonati sudah ada tetapi sistem skoring ini tidak
mempertimbangkan abnormalitas fisiologi seperti hipotensi, hipertensi, asidosis,
hipoksia, hiperkapnia, anemia dan neutropenia (Skor untuk fisiologi akut
neonatal (SNAP)) atau parameter klinik seperti usia kehamilan, berat lahir,
anomali, asidosis dan fraksi oksigen inspirasi (FiO2) (Indeks risiko klinik untuk bayi
(CRIB)). CRIB mencakup 6 parameter yang dikumpulkan dalam 12 jam pertama
setelah lahir dan SNAP memiliki 26 variabel yang dikumpulkan selama 24 jam
pertama dan da berbagai modifikasi untuk sistem skoring ini (misalnya CRIB-II,
SNAP-II). Penulis baru-baru menggunakan skor gagal organ modifikasi (tabel 6-2)
yang didasrkan pada penilaian gagal organ pada sepsis (SOFA) yang diipakai pada
orang dewasa dan anak untuk memonitoring status klinik neonati dengan
kedarurtan abdominal akut yang memerlukan pembedahan. Kombinasi
keputusan ahli bedah dan skor objektif untuk menghasilkan penilaian akurat
perkembangan klinik atau neonati penyakit kritis dann memperkirakan risiko
kematian.
Gambar 6-2. Tingkat pertumbuhan intrauterine didasarkan pada berat badan
lahir dan usia kehamilan lahir hidup, bayi tunggal.
Gambar 6-3. Tingkat pertumbuhan intrauterine didasakan pada usia kehamilan,
panjang badan (A) dan lingkar kepala (B) pada saat lahir.
Tabel 6-1. Penyebab Utama Kematian Pada Neonati yang dilakukan Pembedahan
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Komposisi Cairan Tubuh
Isi dan distribusi cairan intraseluler dan ekstraseluler pada tubuh manusia
diartikan sebagai total cairan tubuh (TBW) dan TBW mengalami perubahan
dengan usia. TBW juga berbeda dengan isi lemak tubuh. Sel lemak berisi sangat
sedikit air, oleh karena itu anak dnegan lemak lebih banyak memiliki jumlah
cairan tubuh yang lebih sedikit daripada anak yang kurang lemak. Air dalam
jaringan tubbuh mencakup cairan intraseluler, yang merupakan cairan yang
berisi dalam sel, dan cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler lebih lanjut dibagi
menjadi cairan intravaskular (plasma), cairan interstitial (cairan sekitar sel
jaringan), dan cairan transeluler (misalnya cerebrospinal, synovial, pleural),
cairan peritoneal). Selama trimester pertama, hanya 1% massa tubuh adalah
lemak, 90% massa tubuh adalah TBW dengan 65% massa tubuh tersusun dari
cairan ekstraseluler. Namun, rasio ini mengalammi perubahan selama kehamilan
karena julah protein tubuh dan lemak meningkat. TBW adalah jumlah penurunan
massa tubuh dan mencapai 70% sampai 80% pada saat aterm. TBW terus
mengalami penurunan selama tahun pertama kehidupan mencapai 60% dari
total massa tubuh, yang akan menetap sampai memasuki dewasa. Keadaan ini
disertai dengan penurunan rasio isi cairan ruang ekstraseluler (ECF)/ isi cairan
ruang intraseluler (ICF). ECF adalah 60% dari total massa tubuh pada saat usia
kehamilan 20 minggu, menurun hingga 40% pada saat aterm, sedangkan ICF
meningkat dari 25% pada saat usia kehamilan 20 minggu sampai 35% massa
tubuh pada saat aterm dan kemudian 43% pada saat bayi berusia 2 bulan.
Karena cairan ekstraseluler lebih mudah hilang dari tubuh daripada cairan
intraseluler dan bayi memiliki rasio luas permukaan/ massa tubuh yang lebih
besar, mereka berisiko mengalami dehidrasi daripada anak yang lebih tua dan
dewasa.
Sdiantara bayi prematur, mereka yang SGA memiliki isi cairan tubuh lebih
tinggi (mencapai 90%) daripada bayi yang full term (mencapai 80%). Volume
darah diperkirakan sebanyak 106 ml/kg pada bayi prematur, 90 ml/kg pad
aneonati, 80 ml/kg pad abayi dan anak dan mencapai 65 ml/kg pada orang
dewasa. Perfusi sistemik yang adekuat tergantung pada volume intravaskular
yang adekuat, juga banyak faktor. Namun, bayi dan anak dapat berkompensasi
untuk kehilangan yang lebih besar dalam volume sirkulasi dan tanda dan gejala
syok dapat sulit diperiksa jika anak kehilangan lebih dari 25% dari volume
sirkulasi. Perpindahan cairan antara ruang vaskular dan jaringan tergantung pada
tekanan osotik, tekanan onkotik, tekanan hidrostatik, dan perubahan pada
permeabilitas kapiler. Memahami faktor-faktor ini sangat penting saat ingin
mencoba unutk ikut serta merubah volume intravaskular bayi.
Tabel 6-2. Modifikasi Skor gagal organ
KESEIMBANGAN CAIRAN NEONATAL
Sebelum dilahirkan, produksi cairan pulmonal mengalami penurunan melalui
penyerapan kembali cairan yang ada dan effluks melalui trakea mengalami
peningkatan dan percepatan selama persalinan, dengan cara demikian
mengeluarkan cairan dari paru. Sleama persalinan, peningkatan tekanan arterial
menyebabkan perubahan pada plasma dari ruang vaskular dan sedikit meningkat
pada nilai hematokrit. Transfusi plasma dapat terjadi jika terjadi keterlambatan
pada clamp tali pusat dan neonati ditempatkan pada atau dibawah level plasenta
mengakibatkan peningkatan hingga 50% pada sel darah merah dan volume
darah. Polisitemia ini dapat memberikan akibat berat seperti kerusakan
neurologis, pembentukan thrombus dan iskemia jaringan. Sat hari post partum,
neonati mengalami oligouric. Selama 1 sampai 2 hari, perubahan besar pada
cairan dari ruang intraseluler ke ruang ekstraseluler mengakibatkan diuresiis dan
natriuresis yang mempengaruhi kehilangan berat badan selama hari pertama
kehidupan. Keadaan ini mengenai 5% sampai 10% neonati aterm dan 10%
sampai 20% pada bayi prematur. Jumlah ECF dan ICF hingga kehilangan cairan
masih diperdebatkan dan mekanisme nya belum diketahui. Diuresis ini terjadi
berdasarkan intake cairan dan inssessible lossess dan dapat mengakibatkan
peningkatan dalam jumlah besar peptida natriuretik atrial. Keterbatasan dalam
metoda pengukuran ECF dan ICF membatasi pemahaman kita mengenai proses
ini. namun, sudah dijelaskan bahwa peningkatan besar pada intake cairan dan
kalori diperlukan untuk menurunkan kehilangan berat badan. Intake kalori yang
tinggi saja menurunkan kehilangan berat badan tetapi ECF masih menurun.
Akibatnya pertambahan berat badan kelihatan menghasilkan peningkatan pada
massa jaringan dan ICF per kilogram berat badan tetapi tidak ECF per kilogram
berat badan. Pada saat hari kelima post partum, ekskresi urin mulai
menggambarkan status cairan bayi.
FUNGSI GINJAL
Ginjal pada neonati memiliki glomerulus kecil yang belum matur dan karena
alasan ini kecepatan filtrasi glomerular (GFR) mengalami penurunan (sekitar 30
ml/menit/1.73 m2 pada saat lahirr hingga 100 ml/menit/1.73 m2 pada saat 9
bulan). Bahkan resistensi renovaskular menurun, engakkibatkan peningkatan
cepat pada GFR selama 3 bulan pertama kehidupan diikuti dengan peningkatan
lambat hingga dewasa pada saat usia 12 sampai 24 minggu. Bayi prematur dan
berat badan lahir rendah memiliki GFR yang lebih rendah daripada bayi ater, dan
peningkata cepat awal pada GFR tidak ada.
Osmolalitas cairan dikontrol oleh dua mekanisme. Urin terkonsentrasi
pada angsa henle menggunakan sistem countercurrent tergantung pada
osmolalitas interstitium medular. Pada neonati, osmolalitas rendah pada medua
ginjal yang berarti sistem countercurrent kurang efektif dan kapasitas
konsentrasi urin antara 50 dan 700 mOsm/kg dibandingkan 1200 mOsm/kg pada
ginjal orang dewasa; oleh karena itu terjadi toleransi yang kurang untuk
ketidakseimbangan cairan.
GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT YANG UMUM DAN
TERAPINYA
Sodium
Sodium serum merupakan penentu utama osmolalitas serum dan oleh karena itu
menentukan volume cairan ekstraseluler. Ekskresi sodium urin tergantung pada
GFR dan oleh karena itu rendah pada neonati bila dibandingkan dnegan orang
dewasa. Level sodium serum neonatal normal adalah 135 sampai 140 mmol/L,
dikontrol oleh ekskresi ginjal ringan. Selama periode oligouria pada hari pertama
kehidupan, suplementasi sodium yang tidak normal diperlukan. kebutuhan
mempertahankan sodium normal merubah diuresis normal sebesar 2 sampai 4
mmol/kg/hari.
Hiponatremia. Hiponatremia diartikan bila konsentrasi sodium serum kurang
dari 135 mmol/L. Terapi tergantung pada status cairan pada pasien dan pada
kasus hipovolemia atau hipervolemia, status cairan seharusnya dikoreksi
pertama kali. Bila normovolemik, level sodium serum seharusnya dikoreksi
secara perlahan-lahan dengan infus NaCl, tetapi tidak melebihi 0.8 mEq/kg/hari.
Gejala tidak dapat dipercaya untuk penanganan klinik karena gejala sering tidak
jelas sampai level sodium serum turun kurang dari 120 mmol/L, dan derajatnya
berhubungan langsung dengan kecepatan onset dan besarnya hiponatremia. Jika
dengan cepat tidak dikenali, hiponatremia dapat bermanifestasi seperti edema
serebral; apatis, nausea, muntah, sakit kepala dan koma. Konsentrasi sodium
urine dapat dipakai untuk menentukan penyebab dasar hiponatremia karena
respon ginjal terhadap penurunan level sodium serum melalui ekskresi urine
yang lebuih cair, tetapi sekresi hormon antidiuretik (ADH)/ vasopresin dalam
respon terhadap pengaruh hipovolemia. Konsentrasi sodium urine ini kurang dari
10 mmol/L menunjukkan respon ginjal yang tepat terhadap hiponatremia
euvolemik. Namun, jika konsentrasi sodium urine lebih dari 20 mmol/L keadaan
ini menunjukkan adanya kebocoran sodium dari kerusakan tubulus ginjal atau
hipervolemia.
Hipernatremia. Hipernatremia (konsentrasi sodium serum > 145 mmol/L) dapat
disebabkan oleh hemokonsetrasi/ kelebihan kehilangan cairan (misalnya diare).
Gejala dan tanda klinik seperti kekeringan mukosa membran, kehilangan turgor
kulit, iritabilitas, hipertonisitas, kelemahan dan koma. Terapi sekali lagi dengan
koreksi status cairan dengan cairan yang mengandung elektrolit. Penyebab lain
hipernatremia adalah insufisiensi ginjal dan respiratori, atau dapat disebbabkan
oleh pemberian obat.
Potassium
Pada 24 sampai 72 jam post partum, dalam jumlah besar potassium dipindahkan
dari ruang intraseluler ke ruang ekstraseluler terjadi, mengakibatkan level
potassium plasma meningkat. Keadaan ini diikuti oleh peningkatan ekskresi
potassium sampai konsentrasi serum normal sebesar 3.5 sampai 5.8 mmol/L
dicapai. Oleh karena itu suplementasi tidak diperlukan pada hari pertama
kehidupan, tetapi setelah neonatidiuresis intake dipertahankan sebesar 1 sampai
3 mg/kg/hari diperlukan.
Hipokalemia. Hipokalsemia merupakan keadaan iatrogenik yang sering, baik
disebabkan oleh intake potassium yang tidak adekuat atau penggunaan diuretik
tetpai dapat juga disebabkan oleh muntah, diare, alkalosis (yang berasal dari
potassium intraseluler) atau gagal ginjal poliuric. Sebagai akibatnnya, gradasi ion
normal diganggu dan predisposisi untuk abnormalitas konduksi otot (misalnya
aritmia kardiak, ileus paralitik, retensi urin, dan paralisis otot pernapasan). Terapi
menggunakan KCl.
Hiperkalemia. Hiperkalemia dapat disebabkan oleh iatrogenik atau karena
masalah ginjal tetapi dapat juga disebabkan oleh sindrom lisis sel (misalnya
karena trauma), atau hemolisis berat atau hipertemia malignan. Seperti pada
hipokalemia, hiperkalemia merubahan gradien kelistrikkan membran sel dan
pasien rentan mengalami aritmia kardiak seperti asistolik. Terapi dengan insulin
(ditambah glukosa untuk menghindari hipoglisemia) atau dengan salbutamol.
Kalsium
Kalsium memainkan peranan penting dalam aktivitas enzim, kontraksi otot dan
relaksasi, koagulasi darah, metabolisme tulang dan konduksi saraf. kalsium
dipertahankan konsentrasi dalam serum sebesar 1.8 sampai 2.1 mmol/L pada
neonati dan 2 sampai 2.5 mmol/L pada bayi aterm dan dibagi menjadi tiga fraksi.
Tiga puluh persen sampai 50% protein terikat dan 5% sampai 15% merupakan
kompleks sitrat, laktat, bikarbonat dan ion anorganik. Ion kalsium masih bebas
merupakan aktivitas metabolik dan fluktuasi konsentrasi dengan level albumin
serum. ion hidrogen bersaing secara reversibel dengan kalsium untuk tempat
ikatan albumin dan oleh karena itu konsentrasi bebas kalsium meningkatkan
asidosis. Metabolisme kalsium dibawah kontrol banyak hormon tetapi secara
primer adalah 1.25 diihidroksicholecalciferol (absorpsi usus kalsium, reabsorpsi
kalsium, meningkatkan reabsorpsi kalsium ginjal), hormon paratiroid (reserpsi
tulang, menurunkan ekskresi urin) dan kalsitonin (pembentukan tulang dan
peningkatan ekskresi urine). Kalsium secara aktif ditransportkan dari ibu ke
sirkulasi janin melawan konsentrasi gradien, mengakibatkan hiperkalsemia
peripartum. Terjadi penurunan sementara pada kalsium post partum sampai 1.8
sampai 2.1 mmol/L dan peningkatan secara berangsur-angsu level bayi normal
selama 24 sampai 48 jam.
Hipokalsemia. Fisiologi hipokalsemia pada neonati biasanya asimptomatik,
penyebab lain hipokalsema adalah hipoparatiroidisme, seperti sindrom Di
Geroge, dan insensitivitas hormon paratiroid pada bayi dari ibu diabetik, yang
dapat juga menyebabkan hipomagnesia. Manifestasi klinik adalah tremor, kejang
dan perpanjangan interval QT pada elektrokardiografi.
Hiperkalsemia. Keadaan lebh jarang daripada hipokalsemia tetapi dapat
mengakibatkan kelainan metabolisme saat lahir seperti hiperkalsemia
hipookaluria atau hiperparatiroid primer. penyebab iatrogenik adalah kelebihan
dosis vitamin A atau defisiensi intake phosphate makanan. Penyebab yan jarang
pada anak adalah hiperparatiroidisme tertier, sindrom paraneoplastik dan
penyakit tulang metastatik.
Magnesium
Kofaktor enzim yang penting, magnesium mempengaruhi metabolisme dan
glikolisis adenosine triphosphate (ATP). Hanya 20% dari magnesium total tubuh
yang dapat dirubah dengan bentuk ion bebas aktif secara biologis. Sisanya terikat
pada tulang atau protein intraseluler, RNA atau ATP, kebanyakan di dalam otot
dan hati. Absorpsi gastrointestinal magnesium dikontrol oleh vitamin D, hormon
paratiroid, dan reabsorpsi sodium. Seperti pernyataan sebelumnya,
hipomagnesium serig menyebabkan hipokalsemia dan seharusnya
dipertimbangkan.
Keseimbangan Asam-Basa
Asidosis (pH < 7.35) dan alkalosis (pH > 7.45) dapat diseabkan oleh penyebab
metabolik atau respirasi. Bila penyebab nya adalah respiratori – PaCO2 > 45
mmHg (asidosis) atau < 35 mmHg (alkalosis) terapi dengan dukungan respirasi
yang tepat. Pada kasus penyebab metabolik – bikarbonat < 21 mmol/L (asidosis)
atau > 26 mmol/L (alkalosis) – sangat berguna untuk memeriksan gap anion (Na+-
(Cl- + HCO3-) yang normalnya adalah 12 ± 2 mEq/L) untuk memahami penyebab
dasar. terapi seharusnya secara langsung mengatasi penyebab dasar, sebagai
contoh, asidosis metabolik disebabkan oleh dehidrasi atau sepsis. Infus lambat
buffer seperti sodium bikarbonat atau tris-hidroksimetilaminomethane (THAM,
sebuah buffer bebas sodium) seharusnya dipakai sebagai terapi tambahan,
jumlah sodium bikarbonat yang diperlukan dihitung menggunakan persamaan :
NaHCO3 (mmol) = kelebian bassa x berat badan (kg)
Keseimbangan asam basa dipertahankan oleh sistem kompleks yang
dicapai melalui sistem buffer intraseluler dan ekstraseluler, respirasi dan fungsi
ginjal. Sistem intraseluler terdiri dari pasangan asam basa konjugasi dalam
persamaan yang diperlihatkan melalui persamaan (A = asam, H = proton) :
HA ↔ H+A-
pH dapat dihasilkan dari persamaan Henderson-hasselbalch :
pH =
dimana pK adalah pemisahan tetap asam lemah, (A-) adalah konsentrasi
pemecahan asam dan (HA) adalah konsentrasi asam. Yang paling penting dari
sistem ini adalah sistem anhidrasi karbonik :
CO2 + H2O ↔ H+ + HCO3-
Sistem buffer adalah sama tetapi proton yang lepas menghasilkan protein,
hemoglobin atau phosphat dan berlangsung beberapa jam untuk dapat
seimbang.
Kompensasi respiratorik terjadi melalui sistem karbonik annhidrasi,
membawa karbon dioksida dan deng n cara demikian merubah persamaan
menjadi reaksi dan menurunkan jumlah proton. Kelebihan perubahan
dipengaruhi oleh transport aktif melintasi bikarbonat yang dipengaruhi oleh
transport aktif bikarbonat melalui barier otak-darah, dengan cara demikian
memicu respirasi sentral.
pH ekstraseluler normal dipertahankan pada 7.35 sampai 7.45. proses
metabolik normal menghasilkan asam karbonat, asam laktat, ketoasid, asam
phosphoric dan asam sulfuric, sehingga ekskresi dikontrol oleh sejumlah sistem
buffer.
Pada neonati, kehilangan adaptasi dan maturasi pengaruh sirkulasi
fetomaternal dan respirasi ibu dan mekanisme kompensasi ginjal. Ada anggapan
bahwa sensitivitas pusat respirasi untuk fluktuasi pada perubahan pH membuat
neonati dapat mengontrol lebih banyak keseimbangan asam basa. Peningkatan
pada massa protein intrseluler membuat buffer intraseluler lebh besar. Sistem
buffer ekstraseluler sudah berfungsi.
Kompensasi respirasi menjadi aktif karena respirasi tetap. Hal ini
menyandarkan pada fungsi pulmonal dan maturasi paru dan oleh karena itu
neonati dengan penyakit paru dapat mengalami kerusakan kompensasi respirasi.
Karbon dioksida secara bebas masuk pada barier darah-otak, membuat respon
segera terhadap asidosis respiratori dari pusat respirasi. Respon terhadap
asidosis metabolik tertunda karena bikarbonat interstitial memerlukan beberapa
jam untuk seimbang dengan bikarbonat cerebral.
Kompensasi ginjal merupakan mekanisme paling sering tersedia bagi
neonati untuk keseimbangan asam basa. Penyesuaian keasaman urin ditemukan
segera beberapa jam post partum tetapi memerlukan 2 sampai 3 jam untuk
benar-benar matur. Akibat dari perubahan pada fungsi renal dan perfusi telah
dijelaskan sebelumnya kemampuan neonati untuk menangani keseimbangan
asam-basa terbatas pada beberapa hari pertama kehidupan. Tubulus proksimal
bertanggung jawab untuk reabsorpsi sebesar 85% sampai 90% menyaring
bikarbonat tetapi fungsi kurang cukup pada neonati prematur. Reabsorpsi dapat
juga dipengaruhi oleh beberapa obat yang dipakai pada neonati. Dopamin
menghambat aktivitas pompa sodium/ protonpada tubulus proksimal dan oleh
karena itu menurunkan jumlah bikarbonat yang diserap kembali. Reabsorpsii
bikarbonat masih berlangung dalam tubulus distal, tetapi berbeda dari tubulus
proksimal pada keadaan tidak adanya karbonik anhidrasi. Aldosterone
merupakan hormon yang paling penting yang mempengaruhi fungsi tubulus
distal. Namun, nephron distal pada bayi prematur dalam perkembangan tidak
sensitif terhadap aldosterone. Proton dieksresi dalam urine sebagai phosphate,
sulfat dan garam ammonium. Hal ini meningkat dengan usia dan gestasi. Namun,
memberikan obat yang mengandung phosphate meningkatkan antaran phosphat
ke tubulus distal dan oleh karena itu dapat meningkatkan kapasitas untuk
ekskresi H+. Dopamin menurun reabsorpsi proton pada tubulus distal denganc
ara demikian meningkatkan ekskresi proton.
Pemberian Cairan Intravena
Mempertahankan cairan. Pemberian cairan berbeda-beda dengan usia sebagai
akibat dari perbedaan pada komposisi TBW dan perbedaan mekanisme
kompensasi. Bayi baru lahir dapat memiliki kisaran luas mempertahankan
kebutuhan, tergantung pada keadaan klinik. tentusaja, secara khusus pada bayi
prematur, pemebrian cairan seharusnya juga dapat menyebabkan kehilangan
berat fisiologis selama 7 sampai 10 hari pertama kehidupan (mencapai nilai
maksimum 10 % dari berat badan), selalu mempertahankan output urine lebih
besar atau sama dengan 0.5 ml/kg/jam (tabel 6-3).
Tidak hanya jumlah cairan tetapi jua tipe cairan yang diberi berbeda-beda
berdasarkan usia. Pada bayi baru lahir, 10% cairan dekstrosa dianjurkan.
Suplementasi sodium tidak selalu diperlukan dalam 24 jam pertama (output
urine yang rendah) dan setelah waktu itu dapat diberikan 2 sampai 4
mmol/kg/hari (secara primer disesuaikan pada nilai sodium serum dan
perubahan pada berat badan). Potassium (1 sampai 3 mmol/kg/hari) dan kalsium
(1 mmol/kg/hari) biasanya ditambahkan setelah 2 hari pertama kehidupan. Pada
bayi dan anak berbagai cairan intravena dipakai (tabel 6-4); kemungkinan yang
paling sering 5% dekstrosa dengan salin normal. Potassium biasanya tidak
diperlukan kecuali jika cairan intravena diberikan untuk waktu yang lebih lama.
Cairan dapat diberikan secara intravena baik secara perifer atau secara sentral
dengan pemasangan kateter. Pada bayi baru lahir, atau pada keadaan lain
dimana dekstrosa diberikan lebih dari 10%, pemberian perifer tidak dianjurkan
karena komplikasi yang disebabkan oleh cairan hiperosmolar.
Metabolisme energi
Energi untuk melakukan pekerjaan dan sangat penting bagi setiap proses
kehidupan. Unit energi adalah kalori atau joule (J). Salah satu kalori = 4.184 J.
Satu kalori sama dengan energi yang diperlukan untuk peningkatan 1 g air dari
150 sampai 160 sentrigrade. Unit medis yang paling sering dipakai adalah
kilokalori (kcal), yang sama dengan 1000 kalori. Satu joule sama dengan ennergi
yang diperlukan untuk menggerakkan 1 kilocalori dengan jarak 1 meter dengan
kekuatan 1 newton. Hukum pertama thermodinamik menyatakan bahwa energi
tidak dapat dihasilkan atau dihilangkan. Jadi :
Energi masuk = energi keluar + cadangan energi
Pada kasus neonati, persamaan ini dapat dijelaskan sebagai :
Intake energi = energi yang hilang dalam excreta + cadangan energi
+ Energi sintesis jaringan
+ energi meningkatkan aktivitas fisik
+ kecepatan metabolik basal
INTAKE ENERGI
Pada dasar nya makan adalah karbohidrat, lemak dan protein (lihat bagian
berikutnya). Energi yang pennting dapat berasal dari makanan ini adalah energi
yang dilepaskan saat makanan selesai diserap dan dioksidasi. Energi yang dapat
dimetabolisme adalah beberapa energi yang kurang dari energi yang dipakai,
karena energi yang hilanng dalam feses dalam bentuk elemen yang tidak diserap
dan dalam urine dalam bentuk senyawa yang tidak sempurna dimetabolisme
seperti urea dari asam amino, badan keton dari lemak.
Tabel 6.3 Kebutuhan mempertahankan Cairan Normal
Tabel 6-4. Cairan Intravena yang umum
Jadi energi yang dapat dimetabolisme diihitung dengan persamaan berikut :
Metabolisme energi = asupan energi – energi yang hilang dalam urin dan tinja
Makanan dimetabolisme melalui berbagai kompleks jalur metabolik.
Metabolisme yang lengkap dari makanan memerlukan dioksidasi menjadi karbon
dioksida, air dan pad akasus urea protein dan amonia. Jadi metabolisme
berlangsung berdasrakan persamaan stoichiometrik yangd apat diprediksi. Energi
dibebaskan lewat oksidasi tidak dipakai secara langsung tetapi dipakai untuk
menghasilkan energi segera, darimana ennergi dapat dilepaskan dimana dan bila
diperlukan. intermediate segera adalah ATP (setiap tipe sel) dan creatine
phosphate (otot dan otak) tetapi ada yang lain.
Cadangan intermediate energi ini dalam bentuk ikatan phosphate energi
yang tinggi. Energi dilepaskan saat ikatan dihidrolisis. Pembentukan intermediate
energi tinggi dapat dihasilkan secara langsung dari langkah pada jalur metabolik.
Namun, lebih sering dihasilkan secara tidak langsung sebagai akibat
phosphorilasi oksidatif pada mitokondria, proses dimana senyawa dioksidasi oleh
rangkaian ion hidrogen, yang kemudian ditransferkan melalui berbagai
flavoprotein dan sitokrom sampai mereka dikombinasikan dengan oksigen untuk
memghasilkan air. Proses ini melepaskan dalam jumlah besar energi yang dipakai
untuk membentuk ikatan phosphate energi tinggi dalam intermediates. Jadi
energi dalam makanan dipakai untuk menghasilkan intermediate energi tinggi,
bentuk energi yang dipakai untuk setiap proses kehidupan. Proses ini adalah
proses yang mengkonsumsi oksigen utama dalam tubuh dan terus memerlukan
ATP untuk setiap proses yang memerlukan energi hal ini menjelaskan mengapa
antara oksigen ke mitokondria pada setiap sel sangat penting untuk
kelangsungan hidup sel dan akhirnya tubuh sebagai keseluruhan.
Hasil bagi respiratori dihitung sebagai produksi karbon diaoksida dibagi
oleh konsumsi oksigen dan berbagai substarat yang dioksidasi. Memiliki nilai
angka sebesar 1.0 untuk oksidasi glukosa dan 0.70 sampai 0.72 untuk oksidasi
lemak, tergantung pada panjang rantai lemak yang dioksidasi. Jadi hasil bagi
respirasi, diukur dengan kalorimetri tidak langsung, menggambarkan
keseimbangan substrat yang dipakai. Keadaan ini merupakan komplikasi oleh
oksidasi parsial, sebagai contoh, lemak untuk keton bodies atau perubahan
karbohidrat merubah lemmak, yang akan memebrikan hasil bagi respirasi lebih
dari 1. tabel nilai hasil bagi respirasi untuk karbohidrat individual, lemak dan
asam amino tersedia.
Kelahiran merupakan perubahan dari keadaan janin, dimana karbohidrat
pada dasarnya merupakan substrat energi (mencapai 80$ energi) untuk keadaan
janin, dimana karbohidrat dan lemak dipakai untuk menghasilkan energi.
Perubahan ini dibuktikan oleh perubahan hasil bagi respirasi, dimana mengalami
penurunan dari 0.97 pada saat lahir menjadi 0.8 pada sat berusia 3 jam, lemak
seperti itu memberikan sekitar 60% sampai 70% kebutuhan energi. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh kenyataan bahwa bayi baru lahir memiliki
beberapa kesulitan awal dalam mendapatkan energi eksogen yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan energi mereka dan sehingga sangat tergantung pada
cadangan energi endogen. Setelah itu, hasil bagi respirasi kelihatan mengalami
sedikit peningkatan selamma minggu pertama kehidupan, yang menegaskan
bahhwa bayi baru lahir secara istimewa memetabolisme lemak pada saat
pertama kali. Bayi denngan berat badan lahir rendah memiliki hasil bagi respirasi
lebih dari 0.9 karena keterbatasan cadangan lemak bayi dan tergantung pada
glukosa eksogen.
CADANGAN ENERGI
Meskipun glukosa merupakan sumber penting energi, sirulasi hanya berisi 200
mg glukosa pada saat lahir pada bayi aterm, yang hanya cukup mendukung
seluruh kebutuhan tubuh selama 15 menit. Tubuh tidak menyimpan glukosa
secara langsung karena masalah osmotik, tetapi glukosa dapat secara tidak
langsung disimpan dalam hati, ginnjal dan otot (dan mengalami penurunan pada
sel lain) sebagai glikogen. Glikogen otot dapat hanya dipakai in situ tetapi
glikogen hati dan ginjal hanya dapat dipakai untuk menghasilkan glukosa untuk
metabolisme pada tempat lain. Cadangan glikogen pada bayi aterm mencapai 35
g (≈140 kcal), cukup untuk mempertahankan kebutuhan energi untuk 12 dan 24
jam. Energi disimpan terutama sebagai lemak, yang memiliki dua keuntungan.
Pertama, ada lebih banyak energi yang diisimpan per gram lemak (9 kcal/g)
daripada glikogen (4 kcal/g). Kedua, meskipun lemak disimpan sebagai globule
dalam jaringan adiposit dan memerlukan sedikit hidrasi (≈15% massanya sendiri
dalam air) glikogen disimpan sebagai polimer hidrat dan memerlukan empat kali
massa nya dalam air. Memperhitungkan kedua faktor dalam pertimbangan, 9.4
kali lebih banyak massa glikogen (yang menghasilkan air) akan diperlukan untuk
menyimpan sejumlah kalori lemak. Bayi aterm memiliki sekitar 460 g lemak,
yang dapat menghasilkan 4140 kcal energi pada oksidasi, meskipun energi
selama 21 hari puasa. Protein dalam jumlah besar melakukan fungsi lain selain
simpanan ennergi, meskipun beberapa dari 525 g protein (≈ 60% intraseluler, ≈
40% ekstraseluler) pada bayi aterm dapat dipakai sebbagai energi selama puasa
berat menghasilkan 4 kal/g. Akibat serius dari oksidasi protein seperti limbah,
menghasilkan penyembnuhan luka, edema, kegagalan pertumbuhan/
perkembangan neurologis, dan menurunkan resistensi terhadap infeksi. jumlah
relatif lemak dan cadangan karbohidrat dengan jumlah massa tubuh yang
berubah pada trimester terakhir kehamilan dengan penurunan hidrasi, sehingga
bayi prematur memiliki cadangan kalori lebih rendah daripada bbayi aterm
(gambar 6-5).
Gambar 6-5. Cadangan energi dan air berdasarkan usia kehamilan
ENNERGI PERTUMBUHAN DAN SINTESIS JARINGAN
Pada dewasa matur yang stabil sedikit energi yang diperlukan untuk
pertumbuhan. namun pada neonati kebutuhan energi untuk pertumbuhan
dipertiimbangkan. Pada bayi mencapai 50% intake energi dapat dipakai untuk
pertumbuhan. kebutuhan energi menyandarkan pada cadangan jaringan seperti
dua komponen : (1) cadangan energi dalam jaringan itu sendiri (yang berarti 9
kcal/g lemak, 4 kcal/g karbohidrat atau protein) dan (2) penggunaan ennergi
yang diperlukan untuk merubah makan menjadi bentuk yang dapat disimpan dan
substrat yang dapat dipakai. Penelitian memperlihatkan penambahan sebesar
5% sampai 30% nilai energi jaringan. Kecepatan pertumbuhan bayi prematur
sebesar 17 sampai 19 g/kg/hari, dimana bayi full term adalah 4 sampai 8
g/kg/hari. Tentusaja, kecepatan pertumbuhan bayi prematur lebih pada
pertambahan berat protein. Meskipun protein memiliki nilai energi yang lebih
rendah per unit berat badan daripada lemak, lemak memerlukan lebih banyak
anergi dipakai. Jadi biaya energi pertumbuhan lebih besar pada bayi prematur
sebagian besar karena kecepatan akresi protein. Kecepatan dalam pertumbuhan
bayi prematur, biaya metabolik ini untuk pertumuhan diperkirakan 1.2 kcal/g
pertambahan berat, yang merupakan 30% dari total beban energi.
KEHILANGAN ENERGI
Bayi kehilangan energi dalam ekreta. Karena immaturitas saluran cerna dan
ginjal, dan potensial suplay yang tidak adekuat dari kantung empedu,
pengeluaran asam, tinja dan urin dapat lebih tinggi daripad aorang dewasa. Hal
ini secara khusus tepat untuk bayi yang dilakukan pembedahan atau mereka
dengan masalah gastroenterologi. Sebaliknya pemberian makanan bayi secara
parenteral memiliki kehilangan energi yang rendah atau tidak ada pada tinja,
meskipun dapat terjadi kehilangan energi melalui urin.
ENERGI YANG DIPAKAI DALAM AKTIVITAS
Penelitian menjelaskan bahwa kebutuhan energi berbeda-beda berdasarkan
pada perubahan pada aktivitas janin. Sejumlah aktivitas seperti menangis dapat
memiliki beban ennergi dua kali, karenna kebanyakan waktu diperlukan untuk
tidur, kebutuhan energi pada aktivitas kurangd ari 5% dari total kebutuhan
energi tootal harian. Penelitian menjelaskan bahwa kebutuhan energi harian
berhubungan dengan durasi dan level aktivitas.
KECEPATAN METABOLIK BASAL DAN KEBUTUHAN ENERGI ISTIRAHAT
Kecepatan metabolik dasar merupakan jumllah ennergi yang dipakai oleh tubuh
untuk homeostasis; mempertahankan gradien ion, aktivitas neurologi,
mempertahankan sel, sintesis protein ekstraseluler seperti albumin dan lain-lain.
Karena pertimbangan suku bangsa, sangat tidak mungkin untuk mempuasakan
bayi baru lahir selama 14 jam yang diperlukan untuk mengukur kecepatan
metabolik basal. Sebagai akibatnya kebutuhan energi sisa (REE) lebih sering
dipakai sebagai dasar pemeriksaan metabolik. REE dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, seperti usia, komposisi badan, ukuran organ vital dan intake ennergi.
Usia
REE full term, bayi dengan berat cukup untuk masa kehamilan mengalami
peningkatan dari 33 kcal/kg/hari pada saat lahir, hingga 48 kcal/kg/hari pada
akhir minggu pertama kehidupan. Masih tetap sampai 1 bulan sebelum
penurunan. REE lebih tinggi pada bayi prematur dan SGA daripada bayi full term
dan bayi cukup untuk masa kehamilan. Perbbedaan yang dibahas kemungkinan
menggambarkanperubahan pada komposisi tubuh, meskipun diitegaskan bahwa
peningkatan pada metabolisme basal selama minggu pertama kehidupan
merupakan peningkatan aktivitas enzim dalam fungsi organ.
Komposisi Tubuh
Selama minggu pertama kehidupan, bayi kehilangan cairan tubuh. Hal ini disertai
dengan kehilangan berat badan. Segera setelah lahir, bayi aterm mencapai 75%
cairan tetapi pada saat 1 bulan usia bayi kandungan cairan mengalami
penurunan 45%. Jadi peningkatan pada REE ditemukan selama minggu pertama
kehidupan menggambarkan peningkatan pada jaringan tubuh dan penurunan
apda cairan tubuh. Perbedaan pada komposisi tubuh juga menghasilkan
perubahan pada rasio kcecepatan metabolik basal/ cadangan energi non protein
(gambar 6-6).
Ukuran Organ Vital
Otak, hati, jantung dan ginjal terhitung mencapai 66% kecepatan metabolik basal
pada orang dewasa menyusun 7% berat badan total. Pada bayi organ ini, secara
khusus otak, terhitung dalam jumlah besar berat badan. Dipercaya bahwa otak
saja terhitung untuk 60% sampai 65% kecepatan metabolik basal selama bulan
pertama kehidupan. Pada bayi prematur dan bayi SGA, organ vital kuranng
dipengaruhi oleh malnutrisi intrauterine dan ekstrauterine daripad aorgan lain.
Jadi hal ini mempengaruhi metabolisme basal yang lebih besar. Otak saja
terhitung 70% metabolisme basal. Bayi prematur dan SGA cenderung memiliki
nilai lebui besar yang aktif secara metabolik jaringan adiposa cokleat daripada
ketidakaktivan jaringan adiposit putih. Sebaliknya, bayi full term atau cukup
untuk masa kehamilan dapat memiliki 400 g jaringan adiposa cokelat yang sama
dengan 520 g jaringan adiposit putih.
Intake Diet
REE berhubungan dengan intake kalorik dan pertambahan berat badan. Korelasi
linear beasr dari peningkatan REE dengan peningkatan intake energi yang
sebelumnya sudah dijelaskan. REE meningkat sebesar 8.5 kcal/kg/hari setelah
makan, yang sama dengan 5.7% intake energi kasar, yang berhubungan dengan
kebutuhan energi untuk pertumbuhan. Salomon dan rekan mengukur diet yang
menginduksi thermogenesis pada tiap diet yang diberikan pada bayi. Mereka
menemukan bahwa asam amino meningkatkan REE sebesar 11% (4.4 % intake
kalori), lemak meningkatkan REE sebesar 8% (3% intake kalori), dan glukosa tidak
meningkatkan REE. Penelitian ini agak pada odd dengan hasil penelitian lain
memperlihatkan bahwa REEE meningkatkan perubahan isi glukosa khususnya
pada dosis tinggi.
Metabolisme energi pada neonati berbeda dari orang dewasa dan anak
dan hal ini menggambarkan status fisiologis khusus pada neonati. Bayi baru lahir
memiliki kecepatan metabolik lebih tinggi dan kebutuhan energi per unit berat
badan lebih tinggi daripada anak dan orang dewawa, kebutuhan energi total
untuk berat badan lahir sangat sangat rendah (berarti < 1000 g) pemberian
makanan bayi prematur secara enteral adalah 130 sampai 150 kcal/kg/hari dan
bayi aterm adalah 130 sampai 150 kcal/kg/hari dan bayi aterm adalah 100
sampai 120 kcal/kg/hari dibandingkan dnegan 60 sampai 80 kcal/kg/hari untuk
anak berusia 10 tahun dan 30 sampai 40 kcal/kg/hari untuk individu berusia 20
tahun (gambar 6.7). pembagi eneri ini juga berbeda dari orang dewasa. Dari 100
sampai 120 kcal/kg/hari yang diperlukan oleh bayi aterm, mencapai 40 sampai
70 kcal/kg/hari diperlukan untuk mempertahankan metabolisme, 50 sampai 70
kcal/kg/hari untuk pertumbuhan (sintesis jaringan dan penyimpanan energi) dan
mencapai 20 kcal/kg/hari untuk mengganti kehilangan eneri pada ekskreta. Bayi
baru lahir menerima nutrisi parenteral total lebih sedikit kalori (110 sampai 120
kcal/kg/hari untuk bayi prematur dan 90 sampai 100 kcal/kg/hari untuk bayi
aterm) karena tidak ada kehilangan energi pada ekskreta dan pada kenyataan
bahwa energi tidak diperlukan untuk thermoregulasi bila bayi di dalam
inkubator. Data ini dapat dilihat pada gambar 6-8.
Gambar 6-6. Rasio kecepatan metabolik dasar/ cadangan energgi dari non
protein
Beberapa pertanyaan telah dikeluarkan untuk memprediksikan
kebutuhan energi pada orang dewasa. Pada neonati yang stabil yang dilakukan
bedah, REE dapat diprediksikan dari parameter seperti berat badan, jumlah
denyut jantung dan usia menggunakan persamaan berikut :
Sisa energi yang diperlukan (cal/menit)
= -74.436 + (34.661 x berat badan dalam kilogram) + (0.496 x jumlah
denyut jantung / menit) + (0.178 x usia dalam hari)
(r = 0.92; F = 230.07; F besar < 0.00001)
Prediktor utama REE dalam persamaan sebelumnya adalah berat badan, yang
juga merupakan prediktor paling kuat individu pada REE dan merupakan massa
tutal jaringan hidup. Prediktor lain adalah denyut jantung, yang memebrikan
pengukuran tidak langsung hemodinamik dan status metabolik janin dan usia
post natal, yang kelihatan mempengaruhi REE pada beberapa minggu pertama
kehidupan.
Gambar 6-7. Kebutuhan energi dari periode neonatal sampai dewasa
Gambar 6-8. pembagi metabolisme energi pada bayi prematur dan aterm
menerima nutrisi enteral (EN) atau nutrisi parenteral (PN). Meningkatkan
kecepatan metabolik basal, aktivitas, meningkatkan energi yang berada pada
jaringan di bawah dan thermoregulasi, jaringan adalah jumlah energi sebenarnya
yang disimpan dalam jaringan baru, hilang termasuk hilang dalam tinja dan
lainnya.
Thermoregulasi
Setelah melahirkan suhu rendah dan penguapan sisa cairan amniotik dari kulit
lebih lanjut meningkatkan kehilangan panas pada bayi baru lahir. Neonati adalah
homeotherm. Mereka sangat rendah terhadap perubahan suhu ruangan
daripada orang dewasa karena mereka memiliki massa yang kecild an daerah
permukaan yang relatif luas, mereka relatif sedikit memiliki jaringan seperti
rambut dan lemak, mereka tidak dapat beradaptasi dengan perubahan seperti
peningkatna pada suhu sentral atau memberikan pakaian ekstra dan mereka
memiliki keterbatasan cadangan energi. Daerah thermoneutral sangat penting
pada bayi dan lebih tinggi (32 sampai 340 sentrigrade untuk full term tepat untuk
usia kehamilan) daripada orang dewasa. Ada sejumlah tabel yang dipublikasikan
yang memberikan suhu lingkungan optimum untuk bayi dengan suhu dan berat
badan berbeda. Sejumlah penelitian menjelaskan bahwa morbiditas dan
mortalitas bayi diluar daerah thermoneutral, mengalami peningkatan besar.
Namun, ada indikasi seperti iskemia hipoksia ensefalopati dimana terapi
hipotermia ringan dipakai, dan berbeda dari hipotermia iatrogenik (berpotensial
dengan pemanasan yang tidak terkontrol cepat) dan terapi hipotermia kontrol
(dengan kontrol pemanasan kembali yang lambat) seharusnya ditekankan.
RESPON TERHADAP DINGIN
Panas yang hilang melalui radiasi/ konduksi/ konveksi (70%), penguapan (25%),
peningkatan suhu pada saat makan (3%) dan dengan eksreta (2%). Respon bayi
terhadap dingin tergantung pda maturitas regulasi hipotalamik dan ketersediaan
substrat untuk thermogenesis. Respon awal, yang dimediasi oleh sistem saraf
simpatetik, menurunkan kehilangan panas dengan vasokonstriksi dan untuk
meningkatkan produksi panas dengan thermogenesis menggigil atau tidak
menggigil. Tempat yang paling penting thermogesis tanpa menggigil adalah
jaringan adiposa cokelat. Hal ini diketahui pada saat usia kehamilan 22 mingu
dan mencapai 90% dari total lemak tubuh pada saat usia kehamilan 29 minggu.
Tempat lain seperti otak, hati dan ginjal. Penelitian memperlihatkan bahwa
bahkan bakar yang disukai untuk thermogenesis tanpa menggigil adalah asam
lemak bebas. beban energi thermoregulasi pada lingkungan dingin
dipertimbangkan. Bahkan dalam daerah thermoneutral, thermoregulasi
terhitung mencapai 8% dari total kebutuhan energi total. REE dapat dua kali bila
thermogenesis tanpa menggigil penuh berlangsung.
Neonati dilakukan bedah mayor menerima analgesik umum sering
menjadi hipotermia. Dibandingkan dengan orang dewasa bayi baru lahir
mengalami banyak kesulitan dalam mempertahankan suhu tubuh fisiologis pada
keadaan adanya lingkungan yang dingin. Hipotermia dapat meningkatkan
insidensi komplikasi post operasi seperti asidosis, kerusakan fungsi imun dan
keterlambatan penyembuhan luka. Bayi baru lahir tidak dapat memberikanr
espon terhadap paparan dingin dengan menggigil tetapi memiiliki jariangan yang
sangat khusus, lemak cokelat, kemampuan untuk menghasilkan panas tanpa
adanya menggigil (thermogenesis tanpa menggigil). Karena suhu lingkungan
mengalami penurunan, peningkatan aliran darah ke cadangan lemak cokelat
ditemukan dan panas dihasilkan pada mitokondria lemak cokelat. Selama operasi
neonati yang terpapar tidak hanya terhadpa lingkungan dingin tetapi juga
berbagai agen anestesi dan paralitik yang dapat memberikan pengaruh merusak
terhadap produksi panas (kebutuhan energi) dan inti panas. Thermogenesis
tanpa menggigil dihambat oleh agen anestesi pada hewan. Albanese dan rekan
menjelaksan penghilangan anestesi umum selama paparan dingin menyebabkan
peningkatan cepat pada thermogenesis tanpa menggigil. Hal ini menjelaskan
peningkatan cepat dan mendadak kebutuhan energi yang ditemukan pada bayi
muda pada akhir operasi.
Sudah lama diketahui bahwa jaringan adiposit cokelat menjadi penyebab
produksi panas, berisi protein (protein 1 tidak berpasangan) yang
menghilangkan gradien proton yang dibentuk pad amitokondria di dalam
membran selama oksidasi substrat. Namun, hanya beberapa tahun terakhrir
keboocoran proton untuk thermogenesis di dalam hati telah dipostulatkan.
Besarnya kebocoran proton dapat merupakan penentu utama kecepatan
metabolik. Kerusakan oksidatif nutrien melepaskan energi, yang merubah bahan
bakar kimia yang dipakai (ATP) di dalam mitokondria sel dengan phosphorilasi
oksidatif. Hal ini menggunakan proses yang menggunakan energi di dalam tubuh.
Selama fosforilasi oksidatif, proton adlaah pompa dari matriks mitokondria untuk
ruang intermembran. Pompa proton secara langsung mempengaruhi kecepatan
konsumsi oksigen dan menghasilkan dan mempertahankan perbedaan pada
potensial elektrokimia proton melewati membran bagian dalam. Proton kembali
ke matriks melalui satu atau dua rute; jalur phosphorilasi, yang menghasilkan
ATP, atau dengan jalur kebocoran, yang tidak menghasilkan dan melepaskan
energi sebagai panas. Jumllah besar (20% samai 30%) oksigen yang dikonsumsi
oleh hepatosit sisa pada tikus dewasa dipakai untuk menghasilkan panas yang
dihasilkan dari kebocoran proton. Jalur kebocoran ini di dalam hati dan organ
lain sangat beasr mempenagruhi reaksi yang menyusun REE standar dan oleh
karena itu menghasilkan produksi panas sisa yang sangat besar. Permeabilitas
proton pada membran mitokondria dalam ada di dalam mitokondria hati tikus
yang sangat tinggi pada janin dan sangat besar menurun selama kehidulan awal
neonatal dan mencapai nilai terendah yang dipertahankan sampai memasuki
dewasa. Penulis ini menganjurkan bahwa hal ini dapat memberikan mekkanisme
perlindungan fisiologis terhadpa adaptasi suhu pada tikus baru lahir selama
periode perinatal sebelum menentukan thermogenesis jaringan adiposit cokelat.
Mungkin bahwa manusia baru lahir di programkan kembali dengan mekanisme
perlindungan yang sama yang membuat mereka dapat bertahan terhadap stress
saat lahir (adaptasi dingin), pembedahan (pemotongan tali pusat) dan kelaparan
(hipoglikemia sementara).
Metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada neonati
Perubahan fisiologis yang jelas yang berlangsung pada periode perinatal
digambarkan oleh perubahan besar pada nutrisi dan metabolisme. Fetus ada
dalam lingkungan thermostabil dimana nutrisi terus menyuplai produk limbah
dan intravena yang cukup sama dengan pembuangan. Saat lahir, supley nutrisi ini
terus menghilang mengakibatkan periode singkat kelaparan. Pada akhir periode
kelaparan, nutrisi juga merubah suplay plasenta dari glukosa untuk susu, yang
tinggi dalam lemak dan rendah dalam karbohidrat. Ginjal dan paru pada neonati
harus menjadi lebih aktif secara metabolik dan neonati harus mempertahankan
suhu tubuh nya dengan aktivasi mekanisme metabolik dan fisiologis
thermogenesis dan mempertahankan panas, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Keberhasilan adaptasi neonati terhadap kehidupan ekstrauterine
memelrukan regulasi ketat perubahan pada glukosa dan metabolisme lemak,
bersamaan dengan penggunaan cadangan protein, sampai suplay nutrisi yang
adekuat dari protein atau asam amino atau keduanya sudah tetap. Pada akhir
periode neonati nutrisi sekali lagi mengalami perubahan karena janin kurus
diberikan diet yang kaya karbohidrat dan rendah lemak daripda diet susu pada
periode neonatal. oleh karena itu, neonatiyang sehat adlah dalam keadaan fluks
metbolik dan perubahan ini harus secara hati-hati diregulasi dalam usaha untuk
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan otak pada waktu penting.
Saat ini diketahui bahwa nutrisi dan pertumbuhan selama periode neonatal
sangat penting menentukan penyakit kardiovaskular dan perkembangan
neurologis. Stress fisiologis disebabkan oleh immaturitas, infeksi disfungsi
gastrointestinal, anestesia dan stress bedah merupakan tantangan bagi neonati
untuk memeprtahankan homeostasis metabolik. Penanganan secara hati-hati
nutrisi dan metabolisme oleh ahli bedah dan dokter sangat diperlukan untuk
menghindari tambahan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh
malnutrisi dan akibat neurologis dari hipoglikemia atau hiperglikemia. Metabolik
jangka panjang, neurologik akibat kardiovaskular dari pembedahan, nutrisi
paranterral atau sepsis selama periode neonatal tidak diketahui, tetapi
merupakan hal penting pada period ini yang memberikan pengaruh terhadap
perkembangan berikutnya, penanganan nutrisi pada neonati yang dilakukan
pembedahan sepertinya juga memainkan peranan penting pada orang dewasa
sehat.
METABOLISME GLUKOSA NEONATAL
Kebanyakan suplay energi (mencapai 70% total kalori sebbagai karbohidrat, <
10% sebagai lemak) pada fetus berasal dari suplay glukosa ibu. Pada saat lahir
perubahan dari diet tinggi karbohidrat menjadi diet yang kaya lemak dan rendah
karbohidrat (mencapai 40% kalori sebagai karbohidrat, 50% sebagai lemak) yang
berarti bahwa neonati harus tidak hanya beradaptasi terhadap perbedaan waktu
dan besarnya suplay karbohidrat tetapi juga regulasi pada level glikemia dengan
insulin/ glukoagon, glukoneogenesis dan mekanisme lain homeostasis glukosa.
Otak dapat menggunakan hanya glukosa atau badan keton; tidak dapat
mengoksidasi lipid secara langsung, sehingga mempertahankan euglikemia
selama periode neonatal secara khusus penting untuk akibat neurologis yang
baik. walaupun suplay beasr lemak sebagai sumber bahan bakar pada neonati
daripada orang dewasa, pengembalian glukosa lebih besar pada neonati (3
sampai 5 mg/kg/menit) daripada orang dewasa (2 sampai 3 mg kg/menit)
khususnya karena peningkatan rasio otak/badan. Bayi prematur memiliki nilai
pengembalian glukosa yang lebih beasr (5 sampai 6 mg/kg/menit) pada bayi
prematur dan aterm, 90% glukosa dipakai oleh otak, sedangkan nilai ini
menurukan sekitar 40% pada orang dewasa. Bayi aterm memiliki dua makna
penting produksi glukosa untuk mempertahankan euglikemia : glikogenolisis dan
glukoneogenesis. Produksi glukosa pada neonati aterm berasal dari glikogenolisis
(mencapai 40%) dan glukoneogenesis dari gliserol (20%), alanine dan asam
amino lain (10%) dan laktat (30%).
Aksis Glukagon/ Insulin pada Periode Perinatal
Meskipun janin dapat mensintesis dan melepaskan gkulkagon dan insulin, fungsi
insulin selama kehamilan kemungkinan meningkatkan anabolisme dan
meningkatkan pertumbuhan daripad aregulasi glukosa sirkulasi. Glukagon sangat
penting untuk induksi enzim glukoneogenesis selama kehamilan dan munul pada
glukagon pada saat lahir, dimana keadaan ini dihasilkan dari klamp tali pusat,
kemungkinan menjadi penyebab untuk peningkatan kapasitas glukoneogeneik
post natal. Fungsi sel Islet relatif tidak respon selama 2 minggu pertama
kehidupan neonatal sehingga peningkatan sekresi insulin dan penurunan pada
sekresi glukagon relatif rendah dalam respon terhadap peningkatan konsentrasi
glukosa. ada respon yang lambat terhadpa hipoglikemia pada neonati sehingga
jika neonati mulai menjadi hipoglikemia, beberapa waktu sebelum sekresi insulin
diturunkan dan sekresi glukagon ditingkatkan untuk merangsangan
glukoneogenesis. Sensitivitas insulin rendah pada akhir organ neonati daripada
orang dewasa sehingga insulin plasma kurang kuat hubungan dengan glukosa
darah, sedangkan glukagon plasma sangat kuat berhubungan dengan glikemia.
Maturrasi respon terhadap glukosa bahkan diperlambat pada bayi prematur
daripada neonati aterm.
Glikogen dan glikogenolisis pada Periode Perinatal
Selama trimester ketiga kehamilan, cadangan glukosa ibu sebagai glikogen
berlangsung. Kebanyakan cadangan jaini pada hati, meskipun beberapa glikogen
disimpan dalam otot skeletal janin, ginjal dan usus dan hanya derajat kecil dalam
otak. Glikogen hepatik dan ginjal dimobilisasi pada akhir segera setelah lahir
untuk mempertahankan konsentrasi glukosa sirkulasi; namun, cadangan glikogen
hepatik habis dalam 24 jam persalinan atau bahkan segera pada neonati
prematur (yang memendek atau tidak ada pada trimester ketiga), neonati SGA,
atau neonati yang mengalami stress perinatal yang luas dan oleh karena itu
mobilisasi merangsang catecholamine pada glikogen hati. Jaringan lain seperti
jantung, otot skeletal dan paru dapat memetabolisme cadangan glikogen
intraseluler tetapi tidak dapat memobilisasi nya ke dalam sirkulasi karena
kurangnya enzim glukosa 6 phosphatase. Mobilisasi dan penggunaan cadangan
glikogen berlangsung dalam respon terahdap pemunculan glukagon atau
catecholamine perinatal atau keduanya.
Glukoneogenesis pada Neonati
Enzim penting dari glukoneogenesis ada dalam janin dari awal kehamilan dan
meningkat selama kehamilan dan selama periode neonatal. namun,
glukoneogenesis in vivo janin belum jelas dan tidak diketahui apakah
karboksikinase phosphoenolpyrvate cytosolic (sangat penting untuk
glukoneogenesis dari asam amino atau laktat) atau glukosa 6-hpsphatase (sangat
penitng untuk glukoneogenesis dari setiap substrat dan untuk eksport glukoas
setelah glikogenolisis) terlihat secara adekuat untuk mendukung
glukoneogenesis oleh hati janin. Glukosa-6 hosphatase kelihatan rendah pada
janin tetpai meingkat dalam aktivitas dalam beberap ahari kelahiran pada
neonati. Penelitian mengukur glukoneogenesis dari gliserol pad ajain prematur
menegaskan bahwa beberapa glukoneogenesis dari gliseron dapat terjadi tetpai
hanya sebagai bagian kompensasi penurunan pada suplay glukosa eksogen pad
abayi prematur, kemungkinan karena keterbatasan level glukosa-6-phosphatase.
Gliserol parenteral, mendukung peningkatnan jumlah glukoneogenesis pada bayi
prematur, sedangkan tidak ada peningkatan glukonneogenesis yang ditemukan
oleh campuran asam amino atau alanine untuk neonati prematur, mendukung
hipotesis bahwa glukoneogenesis dari asam amino atau laktat terbatas oleh
kurangnya aktivitas phosphoenolpyruvate carboxikinase pada bayi prematur.
Glukoneogenesis merangsang lemak parenteral pad abayi prematur,
kemungkinan dengan memberikan substrat karbon (gliserol) dan asam lemak.
Oksidasi asam lemak dan tidak diperlukan untuk glukoneogenesis, melalui
karbon asam lemak tidak dapta dipakai untuk glukosa, oksidasi lemak
memberikan sumber energi (ATP) untuk mendukung glukoneogenesis dan asetil
koenzim A (acetyl CoA) untuk mengaktifkan karboksilase piruvat. Pada hewan
peningkatan pada rasio glukagon/ insulin pada saat lahir merangsang maturasi
enzim glukoneogenesis, secara khusus phosphoenolpyruvate carboksikinase,
meskkipun sedikit yang diketahui mengenai induksi glukoneogenesis pada
neonati manusia. Glukoneogenesis terbukti dalam 4 sampai 6 jam setelah
kelahiran pada neonati aterm.
Hipoglikemia neonatal
Level glukosa darah turun segera setelah lahir tetapi meningkat secara spontan
dari glikogenolisis / glukoneogenesis atau sebagai akibat dari makan. Periode
hipoglikemia ini tidak dianggap bermakna klinik, tetapi gambaran hipoglikemia
berikutnya seharusnya dihindari. Namun, ada perdebatan dimana level glukosa
darah seharusnya mempertimbangkan nilai titik potong dibawah dimana jaini
dianggap hipoglikemik. Juga diperdebatkan apakah durasi hipoglikemia
seharusnya sebelum pencegahan atau penilaian, atau keduanya, secara khusus
konsentrasi glukosa sangat berfluktuasi selama periode metabolik, fisiologi dan
perubahan nutrisi. Tentusaja gejala hipoglikemia neonatal tida spesifik dan dapat
mencakup tanda dan gejala yang diperlihatkan pada tabel 6-5, banyak dari ini
adalah subjektif. Anjuran saat ini untuk nilai ambang opearsional level glukosa
sirkulasi adalah kurang dari 45 mg/dl (2.5 mmol/L) untuk neonati aterm dengan
tanda klinik abnoral, menetap kurang dari 36 mg/dl (2.0 mmol/L0 untuk neonati
aterm dengan faktor risiko untuk ancaman adaptasi metabolik, 47 mg/dl (2.6
mmol/L0 untuk neonati prematur (meskipun data terbatas), dan
mempertahankan glukosa darah lebih besar dari 45 mg/dl (2.5 mmol/L) pada
setiap waktu pada bbayi yang diberikan makanan prenteral karena sepertinya
mengalami peningkatan insulin (dan oleh akrena itu menekan lipolisis dan
ketogenesis) pada neonati ini. penyebab hipoglikemia pada periode neonatal
dapat dilihat pada tabel 6-6. metabolisme glukosa secara khusus penting untuk
otak selama periode pertumbuhan penting ini, dan hipoglikemia kurang dari 2.6
mmol/L ditemukan menyebabkan perubahan neurofisiologis jangka pendek, dan
perkembangan neurologis yang buruk. Namun, penelitian ini sulit dipercaya
menggambarkan hipoglikemia sebagai faktor risiko bebas dari penyakit penyerta
dan menyebabkan hipoglikemia seperti prematuritas, hiperinsulinemia
kongenita, status SGA, atau ibbu diabetik dan ada ketidakpastian mengenai
frekuensi, derajat dan durasi hipoglikemia yang dapat menyebabkan masalah
neurologis. Kemajuan saat ini dlam bentuk pemeriksaan imaging cerebral
neonatal menegaskan spektrumm luas gambaran dapat dihasilkan dari
hipoglikemia neonatal. namun, ada sedikit bukti kuat mengenai level glukosa
darah yang merupakna dibawah nilai ambang yang memberikan pengaruh buruk
terhadpa perkembangan neurologis yang kemungkinan akan terjadi dan banyak
bayi sehat normal mengalami level glukosa dibawah nilai ambang ini tanpa
pengaruh buruk. Sepertinya bawah durasi hipoglikemia dan faktor metabolik lain
seperti level badan ketone (lihat berikutnya) sangat penting untuk menentukan
hasil. Terapi hipoglikemia pada neonati tergantung pad arute pemberian makan
dan apakah faktor risiko telah dikenali. Monitoring terus level glukosa darah
sangat penting dan terapi/ pemeriksaan dikombinasikan dengan peningkatan
pemberian makanan enteral dengan pemberian intravena glukosa jika tanda
klinik hipoglikemia ada.
Tabel 6-5. Gejala dan Tanda Hipoglikemia neonatal
Tabel 6-6. Penyebab Hipoglikemia pada neonati
Hiperglikemia neonatal
Hiperglikemia neonatal dapat juga terjadi dan telah lama dikenali sebagai
keadaan klinik yang berbeda. Diabetes mellitus dapat ada pada periode neonatal,
meskipun keadaanini jarang, mencapai 1 dalam 400.000 sampai 1 dalam 500.000
kelahiran hidup. Diabetes neonatal sementara dan permanen dapat terjadi.
Diabetes neonatal sementara yang biasanya menghilang dalam 3 sampai 6 bulan
tetapi dapat menyebabkan perkembangan diabetes permanen pada masa anak
atau remaja, merupakan sekitar 50% kasus dan diabetes mellitus neonatal
permanan ada pada sekitar 50% pasien lain. Diabetes mellitus sementara
disebabkan oleh kesalahan pencetakan paternal dan salah satu molekular yang
menyebabkan bentuk permanen sudah diketahui. Namun, hiperglikemia pada
neonati itu sendiri self limiting, menghilang secara spontan dan memiliki
beberapa gambaran umum diabetes. Sering terlihat meninkat bersamaan
dengan peningkatan kelangsungan hidp pada bayi yang lahir dengan berat badan
lahir sangat-sangat rendah yang diberikan makanan parenteral dan menerima
kortikosteroid. Etiologi hipoerglikemia neonatal belum sepenuhnya dipahami,
tetapi penyebab yang mungkin adalah ketidakseimbangan untuk menekan
glukoneogenesis dalam respon terhadap infus glukosa, kelebihan kecepatan
infus glukosa, resistensi insulin pada organ akhir, level insulin plasma yang
rendah dalam kombinasi dengan level katekolamin (misalnya disebabkan oleh
pemberian kortikosteroid), infeksi atau respon terhadap nyeri atau pembedahan
(lihat berikutnya). Penanganan hiperglikemia pada neonati adalah penanganan
penyebab, sebagai contoh, menganai infeksi atau nyeri atau menurunkan
kelebihan kecepatan infus glukosa. masih ada perdebatan mengenai pemberian
insulin; di satu sisi infus insulin membuat dapat mempertahankan kecepatan
infus glukosa yang tinggi (dan denganc ara demikian dapat meningkatkan berat
badan), sedangkan disisi lain ada laporan mengenai pengaruh buruk. Baik akut
atau akibat jangka panjang dari hiperglikemia pada neonati sudah diketahui.
Ketosis atau asidosis metabolik tidak terjadi sebagai akibat hiperglikemia, tetapi
diuresis osmotik dan glikosuria dapat menyebabkan dehidrasi. Hiperglikemia
ditmeukan menyebabkan peningkatan angka kematian pada bayi prematur.
Hiperglikemia juga menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas pad
aneonati dengan nekrotizing enterokolitis. Namun, pengecualian untuk
penelitian yang menghubungkan hiperglikemia dengan cedera white matter pada
bayi prematur, bukti untuk penyebab patologi serebral dan pengaruh buruk
terhadap perkembangan neurologis sebagai akibat hiperglikemia neonatal
diperiksa, meskipun ada risiko peningkatan perdarahan cerebral dari perubahan
osmotik. Ada perhatian beasr dalam kontrol ketat glukosa darah pada pasien
yang dirawat di unit perawatan intensif dewasa setelah penelitian Van Den
Berghe dan rekan. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, terpai
insulin untuk mempertahankan normoglikemia tidak ditemukan memperbaiki
hasil, sedangkan penelitian terakhir (mengikutsertakan beberapa neonati) dalam
kontrol glukosa pada unit perawatan intensif anak menegaskan bahwa terpai
insulin intensif memperbaiki pengaruh jangka pendek. Oleh karena itu masih
belum jelas apakahh kontrol ketat konsentrasi glukosa darah menguntungkan
pada neonati atau subkelompok neonati spesifik.
LEMAK NEONATAL DAN METABOLISME LEMAK
Lemak merupakan sumber utama energi bagi neonati, memberikan 40% sampai
50% kalori dalam susu atau formula. Seperti yang telah dibahas sebelumnya,
oksidasi lemak menjadi bahan bakar utama yang dipakai dalam 3 jam setelah
persalinan. Tentusaja lemak merupakan sumber utama energi dalam tubuh.
Meskipun kebanyakan asam lemak rantai panjang dapat dipakai sebagai energi,
asam lemak dalam bentuk phospholipid dan lipit yang berasl dari lemak,
merupakan komponen struktur yang sangat penting bagi membran sel, dan
fungsi dari membran ini sangat tergantung pada ketersediaan panjang rantai dan
derajat asam lemak tidak jenuh. Jadi selama periode pertumbuhan pada neonati,
pemeriksaan asam lemak berbeda, baik yang disuplai lewat makanan atau yang
dimetabolisme oleh tubuh, sangat penting untuk mendukung pertumbuhan,
khususnya pada otak yang kaya kompleks lipid.
Oksidasi asam lemak dan ketogenesis pada neonati
Oksidasi asam lemak beta merupakan proses utama dimana asam lemak
dioksidasi, oleh rangkaian pembuangan dua unit karbon dari rantai acyl,
memebrikan sumber ATP utama untuk jantung dan otot skeletal. Oksidasi beta
hepatik memberikan peranan berbeda yang diberikan oleh badan ketone
(acetoacetate dan β hidroksibutirat) untuk sirkulasi periferal dan mendukung
glukoneogenesis hepatik yang memberikan ATP dan asetil Coa untuk
mengaktifkan aktivitas karboksilase piruvat. Di dalam ginjal, usus halus, jaringan
adiposa putih dan astrosit otak kemungkinan ketogenik di bawah beberapa
keadaan. Badan keton merupakan bahan bakar besar untuk organ ekstrahepatik,
khususnya otak, bila level glukosa darah rendah. Berikutnya ketogenesis sangat
penting untuk memberikan bahan bakar alternatif untuk otak bila level glukosa
berubah-ubah karena perubahan pada pola pemberian makan dan adaptwasi
fisiologis dan homeostasis metabolik. Untuk oksidasi kelompok acyl yang
disimpan, diserap atau diinfus triasilgliserol berlangsung, asam lemak
nonesterifikasi harus dilepaskan. Hal ini berlangsung jauh dari tempat dipakai
oleh aksi lipase sensitif hormon (HSL) pada adiposit atau secara lokal oleh aksi
lipase lipoprotein endotelial (LPL). Asam lemak nonesterifikasi (NEFA) terikat
dnegan albumin memberikan substrat utama yang berlangsung dan dioksidasi
oleh jaringan. Tentusaja, cadangan triasilgliserol intraseluler dapta juga
memberikan sumber utama moieties asil untuk oksidasi beta di dalam jantung
dan otot skeletal, sekali lagi melalui aksi HSL. HSL dan LPL dibawah kontrol
homronal dan lingkungan nutrisi sehingga oksidasi asm lemak secara khusus
dikontrol oleh suplay NEFA ke jaringan. Pada periode segera post natal level
palsma NEFA meningkat dengan cepat dalam respon terhadpa glukagon/
catecholamine yang merangsang lipolisis dan turun pada insulin yang terjadi
sebagai akibat persalinan dan pemutusan tali pusat. Lipolisis ini juga
menghasilkan pelepasan gliserol yang dapat dipakai sebagai prekursor
glukoneogenik (lihat diskusi sebelumnya). Badan ketone dibentuk segera setelah
lahir, mencapai 0.2 sampai 0.5 mmol/L pada hari 1 post natal dan 0.7 sampai 1.0
mmol/L antara 5 dan 10 hari, meskipun hal ini dapat mengalami kerusakan pada
bayi prematur atau SGA. Selama hipoglikemia, konsentrasi badan keton dapat
meningkat 1.5 sampai 5 mmol/L. Enzim oksidasi asam lemak dan ketogenesis
kesemuanya meningkat pada aktivitas post natal pada hewan, terhitung untuk
peningkatan kapasitas pada oksidas asam lemak dan ketogenesis, meskipun
sedikit yang diketahui mengenai induksi enzim oksidasi asam lemak pada
manusia. Hidroksi methylglutaryl-CoA sintase dipikir sangat penting dalam
mengontrol ketogenesis dan subjek aktivasi jangka pendek dengan glukagon,
yang terhitung muncul pada ketogenesis pada saat lahir.
Penggunaan Badan Keton
Sdikit yang diketahui mengenai ontogenik enzim badan keton dipakai pada
jaringan jaringan manusia. Jantung, hati, ginjal dan otak kesemuanya dapat
menggunakan badan keton dan enzim diperlukan pada jaringan manusia. Pada
tikus aktivitas badan keton menggunakan enzim sangat aktif pada otak neonatal
dan penurunan, sedangkan mereka lebih rendah daripada level dewawsa pada
otot dan ginjal neonati, menegaskan secara khusus dipakai oleh otak.
Protein neonatal dan metabolisme asam amino
Sebaliknya pada orang dewasa sehat dalam keadaan keseimbangan nitrogen
netral, bayi memerlukan keseimbangan nitrogen positif dalam usaha untuk
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang memuaskan. Bayi cukup
mempertahankan nitrogen dan dapat menigkat hingga 80% dari intake protein
yang dapat dimetabolisme pada diet oral dan intravena. Metabolisme protein
tergantung pada intake protein dan energi. Pengaruh protein diet sudah
diketahui. Peningkatan intake protein kelihatan meningkatkan sintesis protein,
menurunkan pemecahan protein endogen, dan sehingga meingkatkan retensi
protein. Pengaruh intake energi non protein terhadap metabolisme protein
masih diperdebatkan. Retensi protein dapat ditingkatkan dengan memebrikan
karbohidrat atau lemak, yang disebut saingan protein. Melalui peneltiian yang
sama menegaskan bahwa pengaruh protein yang sama dari karbohidrat lebih
beasr daripada lemak, peneliti lain menegaskan bahwa pengaruh protein yang
saa dari lemak dapat sama atau lebih besar daripada karbohidrat. Penambahan
kalori lemak ke dalam diet intravena pada bayi baru lahir yang dilakukan
pembedahan menurunkan oksidasi protein dan pengaruh protein terhadap
kebutuhan eneri dan peningkatan rentensi protein. Dalam usaha untuk
penelitian lebih lanjut penga h positif ini terhadap metabolisme protein kami
meneliti berbagai komponen metabolisme protein yang dikombinasikan dengan
teknik kalorimetri tidak langsung dan istop stabil (13C-leucine). Dua kelmpok
neonati menerima isonitrogen dan isocalorik untuk nutrisi parenteral total yang
diteliti; satu kelompok menerima diet tinggi lemak dan yang lain menerima diet
tinggi karbohidrat. Tidak ada perbedaan besar antara kedua kelompok
berdasrkan pada komponen metabolisme protein; sintesis protein, pemecahan
protein, okidasi/ ekskresi protein, dan fluks protein total. Peneltiian ini
mennegaskan pengamatan sebelumnya bahwa bayi memiliki angka tinggi
pengembalian protein, sintesis dan pemecahan protein yang kemungkinan
delapan kali lebih beasr daripad ayang dilaporkan pada orang dewasa. Pada bayi
baru lahir menerima nutrisi parentaral, sintesis dan pemecahan protein endogen
melebihi intake dan oksidasi protein eksogen. Bayi sering mempertahankan
nitrogen dan karbohidrat dan lemak memiliki pengaruh yang sama terhadap
metabolisme protein. Hal ini mendukung penggunaan lemak intravena pada diet
intravena bayi baru lahi ryang dilakukan pembedahan.
Sumber nitrogen nutrisi parenteral total biasanya diberikan oleh
campuran asam amino campuran kritalin. Cairan sudah tersedia di pasaran berisi
delapan asam amino yang dikeahui ditambah histidine, yang diketahui sangat
pentingpada anak. Komplikasi seperti azotemia, hiperammonemia dan asidosis
metabolik yang dijelaskan pada pasien yang menerima level tinggi asam amino
intravena. Komplikasi ini jaran ditemukan dengan intake asam amino sebsar 2
sampai 3 g/kg/hari. Pada pasien dengan malutrisi berat atau dengan
bertambahnya kehilangan (yang berarti pada mereka yang dilakukan jejunostomi
atau ileostomi) kebutuhan pasien lebih tinggi. Komposisi ideal cairan asam amino
masih diperdebatkan. Cysterine, taurine dan tirosine ditemukan merupakan
asam amino yang penting pada bayi baru lahir. Namun, penambahan cysteine
pada nutrisi parenteral neonati tidak menyebabkan setiap perbedaan pada
angka pertumbuhan dan retensi nitrogen. Asam amino esential ini dapat
berhubungan dengan sintesis neurotransmitter, garam empedu dan hormon.
Rangkaian kegagalan untuk menyuplai asam amino ini selama nutrisi parentral
yang lambat. Ada data mengenai waktu untuk mendukung pemilihan satu kristal
asam amino yang memiliki fungsi biologis, seperti bahan bkar yang baik selama
sepsis dan penambahan glutamine untuk pemberian makanan pareneral neonati
prematur atau mereka yang dilakukan pembedahan dapat membantu untuk
mempertahankan struktur mukosa, mencegah translokasi bakterial, dan dengan
cara demikian menurunkan jumlah infeksi dan waktuu sebelum pemberian
makanan enteral penuh dapat diberikan.
Respon Metabolik terhadap Stress
Badan memiliki sistem perkembangan respon terhadap berbagai perangsangan
yang dapat mengancam kelangsungan hidup. Pada beberapa hal respon ini
adalah stereotipikal dan menghasilkan respon stress. Stress dapat diartikan
sebagai faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan organisme dan oleh
karena itu dapat mengancam homeostasis. Memulai respon stress pada bayi
baru lahir mencakup trama operasi dan sepsis. Pada bagian ini, kami membahas
respon terahdap trauma operasi. perubahan fisiologis karena sepsis dibahas
pada bagian lain.
Trauma Operasi
Respon stress setelah prosedur operasi dimulai dan dikordinasikan oleh
beberapa messenger dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Trauma operqasi
dapat dianggap sebagai bentuk cedera terkontrol.
Setelah pembedahan ada perubahan pada metabolik, inflamasi, endokrin,
dan respon sistem imun. Respon ini dikembangkan untuk meningkatkan
kelangsungan hidup terhadap trauma dan infeksi pada keadaan tidak adanya
tindakan iatrogenik. Hal ini membatasi aktivitas pasien pada daerah cedera untuk
mencegah kerusakan sekunder dan memulai proses penyembuhan melalui signal
inflamasi. Perubahan pada metabolisme meningkatkan ketersediaan substrat
yang diperlukan oleh regenerasi dan penyembuhan jaringan. Perangsangan imun
untuk memastikan penyembuhan.
Berbeda dengan orang dewasa kebutuhan energi pada bayi dan anak
yang dilakukan bedah mayor kelihatan dapat dimodifikasi secara minimal oleh
trauma operasi. pada orang dewasa trauma atau pembedahan menyebabkan
periode singkat penekanan kecepatan metabolik setelah fase lambat yang
dikarakteristikan oleh peningkatan konsumsi oksigen untuk mendukung
pertukaran beasr substrat antar organ (gambar 6-9). Pada bayi baru lahir bedah
mayor abdominal dapat menyebabkan peningkatan ringan (15%) dan segera
(puncak pada 4 jam) konsumsi oksigen dan REE dan kecepatan pengembalian
pada nilai dasar pada 12 sampai 24 jam post operasi (lihat gambar 6-9). Tidak ada
lebih lanjut peningkatan pada kebutuhan energi pada 5 sampai 7 hari hari
pertama setelah operasi. waktu perubahan ini berhubungan dengan peningkatan
level katekolamin post operasi yang dijelaskan oleh Anand dan rekan. Endokrine
maksimun dan perubahan biokimia ditemukan segera setelah operasi dan secara
perlahan-lahan kembali ke normal selama 24 jam berikutnya. Menariknya bahwa
bayi yang dilakukan bedah mayor setelah berusia dua hari mengalami
peningkatan beasr pada REE daripad abayi yang dilakukan pembedahan dalam
48 jam pertama kehidupan. Penjelasan yang mungkin untuk hal ini
kemunbgkinan sekresi endogen opioid oleh bayi baru lahir. Ditegaskan bahwa
perangsangan nosiseptif selama operasi merupakan penyebab untuk respon
stres endokrin dan metabolik dan perangsangan ini dihambat oleh opioid. Hal ini
didukung oleh penelitian yang memperlihatkan dosis ringan opioid menurunkan
repson endokrin dan metabolik terhadap stress operasi pada bayi. Level opioid
endogen pada tali usat bayi baru lahir lima kali lebih tinggi daripada level plasma
pada orang dewasa. Jadi, kemungkinan bahwa hal ini menurunkan respon stres
metabolik yang ditemukan pada neonati berusia kurang dari 48 jam yang
disebabkan oleh peningkatan level sirkulasi opioid endogen. Mekanisme ini
merupakan mekanisme perlindungan rspon terhadap stress pada periode
neonatal. Chwals dan rekan menjelaskan bahwa peningkatan post operasi pada
kebutuhan energi dapat dihasilkan dari penyakit akut dasar yang berat, yang
sering memerlukan pembedahan (misalna sepsis atau inflamasi hebat). REE
secara langsung jumlah kecepatan pertumbuhan pada bayi sehat dan
pertumbuhan yang mengalami penurunan selama stress metabolik akut. Penulis
ini mengusulkan bahwa energi dipakai untuk pertumbuhan mencakup setelah
perubahan respon cedera akut pada neonati yang dilakukan pembedahan.
Penulis menunjukkan bahwa rangkaian pengukuran REE post operasi dapat
dipakai untuk mengurutkan tingkat beratnya cedera dan dapat dijadikan
parameter efektif untuk monitor kembali ke metabolisme pertumbuhan normal
pada neonati yang dilakukan pembedahan.
Trauma operasi mulai kumpulan jalur inflamasi yang meregulasi seluruh
respon tubuh terhadap stress operasi, yang sama dengan yang ditemukan
setelah cedera. Respon dapat dimulai dan dikontrol baik secara kimia/ signal
hormonal dan signal saraf afferent. Beberapa signal kimia menjadi penyebab
untuk respon yang berasal dari luka operasi dalam respon terhadap cedera
seluler.
Gambar 6-9. Perbedaan post operasi dalam kebutuhan energi pada orang
dewasa dan neonati yang dilakukan operasi mayor. Data mengenai bayi dapat
dilihat sebagai rata-rata ± SEM.
Sitokin
Salah satu sistem messenger kimia penting dalam kontrol dan koordinasi respon
terhadap cedera adalah sitokin. Sitokin adalah kelompok polipeptida atau
glikoprotein dengan berat molekular yang rendah, yang beraksi untuk meregulasi
fungsi imun lokal dan sistemik dan modulasi respon inflamasi. Mereka aktif pada
konsentrasi rendah, ditemukan biasnaya pada tingkat picogram, dan produksi
nya biasanya sementara. Sitokin membawa aksinya dengan merubah ekspresi
gen target sel. mereka beraksi dalam pola parakrine dan autokrine pad
akonsentrasi pada picomolar sampai nanomolar, tetapi dapat memiliki pengaruh
sistemik jika ada di dalam sirkulasi.
Sitokin umumnya memiliki banyak aksi di dalam tubuh. Sitokine biasanya
tidak disimpan dalam intraseluler dan oleh karena itu harus disintesis de novo
dan dilepaskan di dalam jaringan dengan perangsangan yang tepat dan
transkripsi gen. Salah satu kontrol yang penting dari gen sitokine adalah regulasi
faktor nuklear kappa B (NFKB), sebuah faktor transkripsi protein yang
meningkatkan transaksi berbagai gen sitokin. Limfosit diaktifkan pada tempat
cedera. Sel pertama yang direkrut pada tempat inflamasi adalah monosit dan
neutrofil, dimana mereka menghaislkan sitokin pada beberapa jam pertama
setelah onset luka bedah atau traumatik. Sitokin ini adalah chemoattracttant
dengan sel putih lain.
Sitokin dibagi menjadi tipe proinflamasi dan antiinflamasi berdasrkan
pada apakah perangsangan sistem imun atau penurunan atau pengurangan
respon imun. Meskipun kebanyakan sitokin memiliki respon proinflamasi atau
antiinflamasi yang jelas, beberapa memiliki sifat yang sama. Beberapa sitokin
memperlihatkan aksi proinflamasi pada sel tertentu atau keadaan tertentu tetapi
respon anti inflamasi pada sel berbeda atau pada keadaan berbeda. Adanya
sitokin antiinflamasi sangat penting dalam meredakan respon imun untuk
mencegah kerusakan jaringan yang lebih luas dan kematian. secara alamiah
adanya inhibitor membantu meredakan umpan balik positif yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih luas karena inflamasi yang luas.
Sitokin umumnya dilepas setelah trauma seperti interleukin pro inflamasi (Ils) UL-
1, dan IL-6 dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-α) dan antiinflamasi IL-1ra dan IL-
10.
Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi dihasilkan dalam respon terhadap
stress. Aliran sitokin utama adalah heterogen dan ditentukan oleh berbagai
faktor seperti tipe dan besarnya opeasi. Aliran sitokin dalam respon terhadap
operasi pada orang dewasa sudah diketahui. Ada keterbatasan penelitian pada
neonati. Sitokin terikat dengan reseptor membran spesifik pada organ target.
Aksi mereka pada rspon stress akut berupa (1) perubahan pada ekspresi gen dan
proliferasi, dengan cara demikian mempengaruhi penyembuhan luka dan
immunocompetence; (2) pelepasan hormon counterregulasi dan (3) memfaslitasi
komunikasi sel dengan sel. substrat juga dipengaruhi oleh pelepasan sitokin.
Transport glukosa ditingkatkan oleh TNF, hepatik glukoneogenesis yang
dirangsang oleh IL-1, dan lipogenesis hepatik yang dirangsang oleh IL-1, IL-6 dan
TNF. IL-1 dan TNF juga kelihatan mendukung proteolisis otot. Pada neonati IL-6
meningkat maksimal 12 jam setelah bedah mayor dan peningkatan derajat
traumat operasi, menunjukkan bahwa sitokin merupakan marker respon stress
pada neonati. IL-1 dan TNF dapat memiliki pengaruh sinergistik dalam
menghasilkan manifestasi metabolik yang ditemukan setelah cedera dan infeksi.
namun, pelepasan sitokin sistemik tidak terhitung untuk setiap perubahan
metabolik yang ditemukan setelah cedera karena sitokin tidak sama ditemukan
dalam aliran darah dari pasien yang mengalami cedera dan pemberian sitokin
sistemik tidak menghasilkan pengaruh metabolik yang ditemukan pada individu
dewasa yang mengalami cedera.
Mediator lain yang merupakan respon terhadap cedera jaringan adalah
istamin, sebuah mediator kimia yang sudah diketahui pda inflamasi akut yang
menyebabkan dilatasi vaskular dan fase sementara segera peningkatan
permeabilitas vaskular; 5-hidroksitryptamine (serotonin), sebuah
vasokonstriktor poten senyawa lysosomal yang dilepaskan dari netrofil aktif,
monosit dan makrofag; limphokines, melibatkan kimia pada inflamasi dengan
vasoaktif atau sifat kemotaktik; sistem komplemen, dan sistem kinin. Mediator
ini menyebbakan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular dan emigrasi
dan perangsangan sel darah putih. Perubahan post operasi dapat juga terjadi
yang mempengaruhi sistem imun. Ada periode perangsangan imun yang sering
diikuti oleh periode paresis imun. Ada respon proinflmasi yang diseimbangkan
oleh respon antiinflamasi. Keseimbangan sering menentukan dan
memprediksikan perkembangan komplikasi dan akibat dalam hal morbiditas dan
mortalitas.
Respon lain dapat dimulai secara periferal dan perangsangan sistem saraf
pusat. Efferen periferal dari reseptor nyeri, contohnya, dapat mengembalikan ke
sistem saraf pusat dan menghasilkan beberapa tanda klinik inflamasi dan respon
yang ditemukan setelah stress operasi. tentusaja blokade pada stimulus afferent
ini menyebabkan penurunan respon stress. Fentanyl dan morfin yang paling
sering dipakai dalam anestesi pediatrik untuk meredakan nyeri. Penelitian pada
bayi prematur dan neonati memperlihatkan bahwa fentanyl menurunkan respon
metabolik terhadap stres operasi.
Respon Endokrin
Berbagai penelitian menjelaskan respon endokrin terhadap pembedahan pada
bayi dan anak. Peneltian ini menyatakan bahwa respon berlangsung antara 24
dan 48 jam post operasi. respon berbeda-beda pada berbagai aspek terhadap
orang dewasa, yang biasanya berlangsung lebih lama. Dibandingkan dnegan nilai
yang ditemukan setelah puasa sepanjang malam, terjadi peningkatan pada level
insulin pada awal periode post operasi. namun, peningkatan pada level insulin ini
tidak disertai dengan peningkatan glukosa. terjadi perubahan pada rasio
insulin/glukosa pada periode post operasi, yang berlangsung lebih dari 24 jam
post operasi. Anand dan rekan menemukan bahwa neonati memperlihatkan
penurunan awal pada rasio insulin/ glukosa pada periode segera post operasi
yang disimpan selama 6 jam. Ward Platt dan rekan menemukan peningkatan
segera dan terus dalam rasio bayi yang lebih tua dan anak.
Costisol mengalami peningkatan besar dan masih tetap tinggi selaa 24
jam pertama post operasi dan disertai dengan peningkatan catecholamines.
Kedua hormon memiliki pengaruh antiinsulin. Peningkatan pada cortisol dan
catecholamine secara khusus berasal dari respon hiperglikemik post operasi dan
dapat menjadi penyebab untuk insensitivitas insulin pada periode post operasi.
Anand dan rekan menemukan hubungan yang sangat kuat antra level glukosa
dan adrenaline pad aneonati pada akhir bedah abdominal. Terjadi peningkatan
pada level laktat pada periode post operasi pada orang dewasa dan bayi/ anak.
Peningkatan pada laktat pada periode post operasi berhubungan dengan
perubahan metabolisme glukosa dan lebih akut adanya hipoperfusi jaringan yang
berhubungan dengan pembedahan. Peningkatan pada laktat dapat berarti
perbedaan beasr pada stress operatif. Bersamaan dengan perubahan pada level
hormon berhubungan dengan beasrnya stress operasi dan kelihatna pad
abebrapa tetapi tidak setiap prosedur menurun oleh bedah laparoskopik.
Pengaruh Operasi Terhadap Metabolisme Glukosa Pada Neonati
Pembedahan pada orang dewasa sudah diketahui menyebabkan hiperglikemia,
dan respon hiperglikemia terhadap pembedahan juga sudah dijelaskan pada
neonati, dengan derajta hiperglikemia memiliki hubungan negatif dengan usia.
Namun, berbeda dengan orang dewasa, dimana konsentrasi glukosa darah masih
tetap tinggi selama beberapa hari post operasi, peningkatan pada level glukosa
pada neonati pada waktu singkat, berlangsung hanya mencapai 12 jam. Pada
peneltiian yang luas, Anand dan Aynsley-Green memperlihatkan hubungan kuat
antara derajat stress pembedahan dan peningkatan level glukosa. pada
penelitian yang sama skor stress juga memiliki hubungan yang kuat dengan level
plasma adrenalin, noradrenalin, glukagon, insulin, dan kurang kuat dengan
kortisol. Respon hiperglikemia terhadap pembedahan kemungkinan
multifaktorial, termasuk peningkatna glikogenolisis dan glukoneogenesis dalam
respon terhadap peningkatan catecholamine plasma dan berikutnya glucagon.
Pada respon insulin terhadap hiperglikemia dapat rendah, khususnya pada
neonati prematur yang dilakukan pembedahan, dan jaringan dapat relatif sukar
disembuhkan karena insulin. Dukungan untuk hipotesis ini adalah bahwa
pengaruh ini berasal dari catecholamine yang dilepaskan sepertiyang dijelaskan
oleh kelompok Anand, pada rangkaian penelitian menjelaskan penurunan respon
catecholamine terhadap operasi oleh modulasi rejimen anestesi yang
menghasilkan penurunan respon hiperglikemia/ endokrin terhadap
pembedahan. Waktu adrenaline, nor adrenalin dan respon glukosa teradpa
bedah neonati dapat dilihat pada gambar 6-10.
Karbohidrat dirubah menjadi lemak (lipogenesis) terjadi bila intake
glukosa melebihi kebutuhan metabolik. Risiko yang menyertai proses ini ada
dua : pertama akumulasi lemak sintesis baru di dalam hati dan peningkatan
asidosis respirasi yang diakibatkand ari peningkatan produksi karbon dioksida,
khususnya pada pasien dengan gangguan fungsi pulmonal. Jones dan rekan
menjelaskan bahwa terjadi hubungan linear negatif antara intake glukosa (gram
per kilogram per hari) dan lemak yang dipakai (oksidasi dan perubahan lemak)
terlihat dalam gram per kilogram per hari (y = 4.547-0.254x; r = -0.937; P =
< .0001) pada bayi yang dilakukan pembedahan yang menerima nutrisi
parenteral. Dari persamaan ini dihitung bahwa sintesis lemak dari glukosa
melebihi nilai oksidasi lemak bila intake glukosa lebih beasr dari 18 g/kg/hari.
Jones dan rekan juga menemukan hubungan kuat antara intake glukosa dan
produksi karbon dioksida (milimeter per kilogram per menit) (y = 3.849 + 0.18.3 x
; r = 0.825; P = < 0001). Kecondongan hubungan ini adalah langkah bila intake
glukosa melebihi 18 g/kg/ hari (y = 2.62 + 0.24 4x; r = 0.746; P = < 05) daripad
abila intake glukosa kurang dari 18 g/kg/hari (y = 5.30 + 0.069x; r = 0.264; P
= .461). jadi perubahan glukosa menjadi lemakk menghasilkan peningkatan beasr
pada produksi karbon dioksida. Intake glukosa melebihi 18 g/kg/hari juga
menyebabkan peningkatan besar pada kecepatan respirasi dan level trigliserida
plasma. Ringkasan :
1. intake glukosa merupakan penentu utama karbohidrat dan penggunaan
lemak.
2. kapasitas oksidatif maksimal untuk glukosa pad abayi yang dilakukan
pembedahan adalah 18g/kg/hari, yang sama dengan kebutuhan energi
pada bayi.
3. jika glukosa diberikan melebihi kapasitas oksidatif maksimal : (a) oksidasi
lemak berhenti; (b) sintesis lemak dimulai; (c) pengaruh thermogenik dari
glukosa meningkat dan cukup dimana metabolisme glukosa mengalami
penurunan; (d) produksi karbon dioksida dan peningkatan kecepatan
respirasi; (e) level trigliserida plasma meningkat.
Oleh karena itu dianjurkan pada bayi stabil yang dilakukan pembedahan dan
memerlukan nutrisi parenteral tidak melebihi 18 g/kg/hari untuk intake glukosa
intravane.
Gambar 6-10. Respon adrenaline, noradrenaline, dan glukosa terhadap
pembedahan pada neonati.
Pengaruh Operasi terhadap Metabolisme lemak pada Neonati
Pembedahan pada neonati menyebabkan peningkatan pada NEFA dan level
ketone bodies, yang menurun oleh modulasi pelepasan catecholamine,
menegaskan bahwa catecholamine merangsang lipolisis yang menjadi penyebab
untuk peningkatan ini. pierro dan rekan meneliti penggunaan lemak intravena
dengan melakukan tes menggunakan intralipid. Tetap memberikan infus selama
4 jam intralipid 10% dalam jumalh isocaloric dan isovolemik dengan campuran
yang diberikan sebelumnya dengan glukosa dan asam amino. Pertukaran gas
diukur dengan kalorimetri tidak langsung untuk menghitung konsumsi oksigen
pasien dan produksi karbon dioksida dan penggunaan lemak. Penelitian
memperihatkan bahwa (1) bayi yang dilakukan pembedahan memebrian
adaptasi cepat (dalam 2 jam) terhadap infus lemak intravena; (2) lebh dari 80%
lemak eksogen dapat dioksida dan (3) produksi karbon dioksida diturunkan
selama infus lemak sebbagai akibat penghentian karbohidrat yang berubah
menjadi lemak. Penelitan ini tidak mengukur kecepatan penggunaan lemak
selama pencampuran diet intravena termasuk karbohidrat, asam amino dan
lemak. Penelitian lebih baru pada bayi stabil yang dilakukan pembedahan
menerima jumllah campuran karbohidrat dan asam amino dan berbagai jumlah
trigliserida rantai panjang intravana (LCT) emulsi lemak memperlihatka bahwa
intake karbohidrat sebesar 15 g/kg/hari (56.3 kcal/kg/hari) jumlah metabolisme
energi yang berasal dari oskidasi lemak tidak melebihi 20% bahkan dengan intake
lemak sebeasr 6 g/kg/hari. Pada intake karbohidrat sebesar 10 g/kg/hari jumlah
ini dapat menigkat 50%. Penelitian ini memperlihatkan bahwa selama nutrisi
parenteral pada neonati yang dilakukan bedah mayor pemberian infus lemak
intravena tidak dioksidasi tetapi disimpan. Oksidasi lemak kelihatan sangat
dipengaruhi oleh intake karbohidrat dan oleh REE pada neonati. Bila intake kalori
glukosa melebihi REE pada bayi, oksidasi lemak minimal berdasarkan intake
lemak. Dalam usaha untuk menggunakan infus lemak sebagai sumber energi
(misalnya oksidasi untuk karbon dioksidan dan air), oleh karena itu sangat pentn
untuk mempertahankan intake karbohidrat kurang dari kebutuhan energi basal.
Emulsi lemak yang paling sering dipakai untuk nutrisi parenteral pada
anak didasrkan pata LCT. Kecepatan oksidasi lemak intravena selama nutrisi
parenteral total dapat diteorikan dengan peningkatan oleh penambahan L-
carritine atau trigliserida rantai medium (MCT), baik untuk diet intravena.
Perbedaan penting telah ditemukan antara mCT dan LCT berdasarkan sifat fisik
dan metabolik. MCT bersih di dalam aliran darah pada kecepatan yang cepat dan
dioksidasi lebih sempurna untuk produksi energi daripada lCT. Oleh karena itu
kelihatan memberikan sebagai sumber energi untuk badan. Kami menilai
pengaruh MCT terhadap penggunaan lemak intravena selama nutrisi parenteral
total pada bayi stabil yang dilakukan pembedahan. Dua kelompk neonati yang
dilakukan pembedahan dan menerima nutirisi parenteral total diteliti : satu
kelompok menerima LCT dasar (1000% LCT) emulsi lemak dan kelompok lain
menerima isocaloric jumlah MCT dasar (50% MCT + 50% LCT) emulsi lemak. Pada
bayi baru lahir yang menerima kalori karbohidrat melebihi pengukuran REE (56
kcal/kg/hari), oksidasi lemak tidak ditingkatkan dengan pemberian MCT dasr
emulsi lemak. Sebaliknya pada bayi yang menerima kalori karbohidrat kurang
dari REE (41 kcal/kg/hari), pemberian MCT emulsi lemak menigkatkan oksidasi
lemak dari 0.6 α 0.2 sampai 1.7 α 0.2 g/kg/hari. Pemberian MCT didasrakan pada
emulsi lemak tidak meningkatkan ekceaptan metabolik pada bayi. Lemak yang
tidak dipakai dapat dijadikan substrat untuk peroksidasi bebas lemak dan
produksi radikal bebas. peroksidase secara khusus berhubungan dnegan lipid
pada nutrisi parenteral dan kelihatan tergantung pad ajumlah karbohidrat. Jika
oksidasi lemak tidak berlangsung karena intake karbohidrat yang tinggi, lebih
banyak lipid untuk peroksidasi.
Pengaruh Pembedahan terhadap Metabolisme Protein dan Asam Amino Pada
Nenati
Stress bedah mayor pada orang dewasa menghasilkan keseimbangan nitrogen
negatif karena katabolisme protein otot. Neonati dalam posisi lebih berbahaya
berdasarkan keseimbangan nitrogen, sehingga katabolisme protein yang besar
berlangsung pada neonati yang dilakkan operasi, pertumbuhan dan fungsi
penting lain akan mengalami kerusakan. Kehilangan nitrogen meningkat setelah
dilakukan pembedahan pada neonati. Namun, peruahanini relatif sinigkat dan
dapat diatas dengan pengawasan penambahan nitrogen atau kalori diet atau
keduanya. Powis dan rekan meneliti kinetik metabolisme protein pad abayi dan
anak yang dilakukan bedah mayor. Pasien diteliti selama 4 jam preoperatif dan 6
jam pertama setelah pembedahan. Tidak ada perbedaan beasr pada angka
perbedaan keseluruhanprotein tubuh, sintesis protein, oksidasi asam amino dan
degradasi protein antara waktu preoperatif dan post operasi, menunjukkan
bahwa anak dan bayi tidak mengalami peningkatan pengembalian protein
setelah bedah mayor. Kemungkinan bahwa bayi dana nak dapat merubah
kelebihan energi pada pertumbuhan menjadi engeri yang secara langsung untuk
perbaikan dan penyembuhan, dengan cara demikian secara keseluruhan
meningkatkan kebutuhan energi dan katabolisme yang ditemukan pada orang
dewasa. Namun, sedikit yang diketahui mengenai komponen protein pada
neonati yang dilakukan pembedahan. Penelitina yang tersedia, pada enam
neonati dengan kekrotizing enterocolitis, memperlihatkan tidak ada perbedaan
pada pengembalian protein antara fase akut dan penyembuhan penyakit.