Post on 08-Apr-2016
description
INTENTIONALITY
“Setiap fenomena mental dikarakterisasikan oleh apa yang para ilmuwan
abad pertengahan sebut sebagai kesengajaan (intentional) (atau mental) (dalam)
keberadaan suatu objek, dan apa yang kita sebut, walapun tidak seluruhnya
merupakan istilah yang tidak ambigu, sebagai acuan dari suatu konten atau, arah
menuju objek tersebut . . .”
Franz Brentano PSYCHOLOGIE VOM EMPIIRISCHEN STANDPUNKTE
[Brentano] telah mendapakan keuntungan di jaman yang penting dalam
membuat fenomenologi menjadi mungkin. Dia mempersembahkan dunia modern
tentang idea dari Intentionality. . . .
Edmund Husserl
IDEEN_III
INTRODUCTION
Tesis mengenai Intentionality mempertahankan bahwa (1) setiap
‘tindakan’ dari kesadaran ditujukan secara langsung terhadap suatu ‘objek’, tetapi
hal tersebut (2) objeknya tidak perlu nyata. Pilihan pertama adalah kesimpulan
ringkas dari “Theory of Objects” dari filosofis Austrian bernama Alexius Meinong.
Teorinya memberi pengaruh besar terhadap Husserl dan fenomenologi
sebagaimana pengaruh negatifnya terhadap Brentano Russel dan analisis
logikanya. Selanjutnya ada sedikit karakterisasi dari perbedaan antara
“transcendence” dan “immanence,” yang mana menjadi inti dari konsep
mengenai ‘objek’ dalam tesis tersebut, sebagaimana yang di munculkan oleh
Husserl pertama kalinya dalam tulisannya yang dianggap benar-benar
fenomenologikal, yaitu The Idea of Phenomenology. Essay tersebut dibuat oleh
Hubert Dreyfus, seorang fenomenolog Amerika yang merasa simpatik dengan
filosofi dari Merleau-Ponty, dan mencoba untuk mengembangkan pernyataan
awal Husserl mengenai “intentionality” yang berkaitan dengan konsep intinya
tentang “’meaning” (Sinn). Selanjutnya adalah surat untuk Husserl dari Frenz
Brentano, gurunya, yang doktrin mengenai ketidaksengajaannya ia adopsi
(meskipun kemungkinan besar lebih banyak dari pada apa yang Brentano sendiri
katakana tentang doktrinnya). Akhirnya adalah kritik dari filosofer Oxford
terkemuka yaitu Gilbert Ryle, yang pada satu titik merupakan pengikut simpatik
dari pergerakan fenomenologikal.
MEINONG’S THEORY OF OBJECTSLEONARD LINSKY
Teori Meinong tentang objek berakar pada psikologi Brentano. Menurut
Brentano, karakteristik fenomena mental merupakan ‘intensionalitas’ atau
directedness terhadap objek. Seseorang dapat melihat, mendengar, membau,
dan merasakan beberapa benda. Seseorang bisa berpendapat, mengandaikan,
mengetahui, atau mempercayai sesuatu. Dengan demikian Meinong dapat
melihat kemungkinan adanya ilmu baru atau bidang pengetahuan, teori benda,
dengan demikian jelas bahwa ada diantara ilmu yang tidak ada ‘dimana kita bisa
mencoba mempertimbangkan teori benda seperti itu, atau setidaknya dari yang
kita bisa’.1
Tetapi bukankah metafisika merupakan disiplin ilmu yang dapat kita lihat?
Metafisika merupakan bidang studi ‘being qua being’. Tentunya hal ini dalam
disiplin ilmu kita dapat menemukan studi mengenai benda. Tetapi, menurut
Meinong, metafisika itu masih belum cukup untuk mencakup ilmu umum
mengenai objek. Alasannya adalah apa yang telah ada dan akan ada, jauh lebih
kecil dibandingkan dengan totalitas objek, dari pengetahuan.2
Hal ini tidak dapat diketahui dengan mudah, menurut Meinong, karena
kita memiliki ‘prasangka tentang suatu hal’. Dengan prasangka ini, kita
menganggap bahwa bahwa apa yang tidak nyata adalah ‘hanya ada’. Oleh
karena itu kita menyimpulkan bahwa yang tidak nyata merupakan sesuatu yang
tidak memiliki ilmu pengetahuan.
Aplikasi ‘atau setidaknya ada aplikasi yang bermanfaat’. Pandangan ini
dapat dikatakan keliru karena adanya pertimbangan ‘benda ideal’. Benda yang
ideal memang bertahan lama, tetapi tidak ada. Oleh karena itu, mereka tidak
ada, dalam arti tidak nyata. Hubungan kesamaan dan perbedaan adalah contoh
benda yang ideal. Mereka mungkin bertahan antara realitas tetapi mereka bukan
‘bagian dari realitas’ tersebut. Ide, pendapat, dan asumsi sering berhubungan
dengan benda-benda tersebut. Nomor-nomor merupakan ‘contoh benda yang
ideal, tidak ada dalam penjumlahan (hanya ada nomor). Terkadang, tentu saja,
jika nomor tidak ada, sebagai contoh kita dapat menghitung mitologi dewa-dewa
di Olympus.
Dalam ilmu baru, satu perbedaan penting pada benda yang diamati dan diselidiki
adalah perbedaan di antara benda yang bersifat indrawi dan kenyataan.
Tindakan mental diarahkan pada objek, tindakan kognitif (pengetahuan,
kepercayaan, perkiraan) adalah jenis yang disebut objektif khusus .
Apa yang kita lihat adalah obyek dalam arti sempit, misalnya, kucing. Tapi
kami menyebut atau menganggap bukan kucing tetapi, misalnya, bahwa kucing
di atas tikar atau Meinong kadang mengatakan itu. Kita menyebut keberadaan
kucing di atas tikar. Ada, maka, selain benda-benda dalam arti sempit, kelas
khusus benda seperti keberadaan kucing di atas tikar atau tidak ada kucing di
atas tikar yang merupakan objek dari tindakan kognitif. Jika apa yang dinilai
benar, maka perkiraan tersebut bersifat objektif. Kucing dan tikar ada, tetapi
tujuan keberadaan kucing di atas tikar (bahwa kucing di atas tikar) tidak ada, itu
hanya perkiraan.
Dalam arti tujuan itu sendiri ‘dapat mengasumsikan fungsi tersebut
terhadap suatu objek dalam arti sempit '. Jika saya menilai 'Memang benar
bahwa antipoda ada' bahwa antipoda sesuai penilaian saya dalam cara yang
sama bahwa kucing dan tikar berhubungan dengan tujuan penilaian saya 'kucing
di atas tikar '. 'Kebenaran dianggap bukan antipoda, "tetapi untuk tujuan".' Tujuan
ini bisa. bertahan hidup, tetapi tidak seperti antipoda sendiri, tidak bisa. Hal ini
berlaku tujuan yang benar, 'sehingga setiap tindakan kognitif yang memiliki
tujuan sebagai objeknya mewakili hal yang mengetahui sesuatu yang tidak ada '.
Sebuah anggapan penting Meinong, yang dirumuskan dalam sebuah
'prinsip kemerdekaan sehingga kesejahteraan (Sosein) dari yang (Sein)'. Benda
ini memiliki banyak karakteristik tersendiri dalam keberadaannya. Kelompok
persegi adalah bulat dan persegi, meskipun itu tidak ada. Kami dapat membuat
pernyataan benar atau salah tentang apa yang tidak ada, misalnya, Zeus atau
Pegasus atau gunung emas. Akan salah jika mengatakan bahwa Pegasus
adalah seekor bebek dan benar jika mengatakan itu seekor kuda. Tapi jika
memang demikian, sehingga kesejahteraan (Sosein) dari Pegasus harus
independen keberadaannya (Sein). Pegasus memiliki karakteristik sebagai kuda
terlepas dari apakah dia ada ataupun tidak.
Hal tertentu adalah tidak nyata (Nichtseiendes) setidaknya mampu
melayani sebagai objek bagi mereka yang memahami penilaian yang
Nichtsein. ... agar mengetahui bahwa tidak ada Bujur sangkar, saya
hanya membuat penilaian tentang putaran persegi. … Mereka yang
bermode paradoks berekspresi sesuai dengan yang mereka katakan: Ada
objek yang benar untuk mengatakan bahwa tidak ada benda-benda
seperti '. {Es gibt Gegenstande, von denen gilt, dass es dergleichen
Gegenstande nicht gibt).
Doktrin Meinong mengenai 'Aussersein objek murni' adalah salah satu
yang paling sulit, tetapi juga dari sudut pandang buku ini, salah satu gagasan
yang paling menarik dan penting; Jika saya mengatakan, 'biru itu tidak ada', Saya
sedang berpikir hanya biru, dan sama sekali tidak dari presentasi dan kapasitas
yang mungkin..
"Seolah-olah biru harus berada di tempat pertama, sebelum kita bisa
menimbulkan pertanyaan eksistensinya (Sein) atau non-makhluk (Nicht-
sein) *. . . Biru atau benda lain apapun, bagaimanapun diberikan sebelum
tekad kami dari eksistensinya atau non-makhluk, dengan cara yang tidak
membawa prasangka apapun untuk bukan eksistensinya, ... Jika saya
harus bisa menilai bahwa objek tertentu tidak, maka saya tampaknya
harus memahami objek dalam beberapa cara sebelumnya, untuk
mengatakan hal tentang bukan eksistensinya, atau lebih tepatnya, untuk
menegaskan atau menyangkal anggapan bukan makhluk pada objek.
Ide kami merupakan akar dari salah satu masalah utama tentang
referensi yang disajikan dalam bab pertama. Teori Meinong tentang '’Aussersein
of the pure object’ merupakan upaya untuk memberikan solusi tentang referensi.
Solusinya, adalah chimera, kotak bulat, dan lainnya yaitu benda-benda yang
tidak nyata.
Doktrin mengenai ‘objek murni’ subjek proposisi subjek-predikat sangat
mungkin menunjukkan sesuatu yang tidak ada, misalnya, Santa Claus. Beberapa
proposisi tentang Santa Claus meyakini benar adanya dan beberapa
menganggap salah. Misalnya, ‘Santa Claus tinggal di Kutub Selatan adalah tidak
benar’. Santa Claus dilambangkan dengan istilah subjek proposisi, Santa Claus
bukan Paul Buhyan ataupun bukan keduanya. Doktrin kemerdekaan Sein dari
Soseat mengakui fakta bahwa beberapa proposisi tentang Santa Claus dan-Paul
Bunyari benar adanya dan beberapa mengatakan tidak ada.
Salah satu masalah yang kami sajikan dalam bab pertama. Argumen
untuk menunjukkan bahwa obyek murni ausserseiend, ada ataupun tidak ada.
Argumennya adalah sebagai berikut. Bahwa A bukan merupakan tujuan,
sebanyak tujuan sebagai keberadaan A (Sein A). Tingkat kepastian yang kita
dibenarkan memiliki penegasan bahwa A tidak sama dengan tingkat kepastian
menurut teori Meinong. Sebuah tujuan dapat menjadi tujuan yang (Seinsobjektiv)
atau merupakan bukan tujuan (Nichtseinsobjektiv). 'Pegasus ada' menegaskan
tujuan-jenis pertama dan 'Pegasus tidak ada' tujuan dari jenis kedua. Tetapi
tujuan ini berada dalam suatu hubungan tertentu dengan objeknya, Pegasus.
Sebuah pemandangan alam (yang keliru menurut Meinong) adalah bahwa
hubungan tujuan dengan objeknyamerupakan suatu hal yang terpisah. Jika kita
membuat analogi, maka kita bisa menyimpulkan dari keberadaan tujuan, bahwa
Pegasus tidak ada (non-being of Pegasus). Tidak ada yang salah dengan
kesimpulan ini selama kita tidak memikirkan keberadaannya. Menurut Meinong,
pada satu waktu, mengatakan argumen bahwa ini menunjukkan bahwa objek
memiliki tiga urutan, baik subsisten seperti tujuan atau eksistensi seperti Plato.
Keberadaan bertentangan dengan non-eksistensi. Santa Claus tidak ada
pada kenyataannya. Hanya benda ideal, angka, tujuan, dapat hidup Sama
seperti keberadaan bertentangan dengan non-eksistensi, sehingga subsisten
bertentangan dengan non-subsisten. Tujuan yang Santa Clous tidak ada,
subsists, tetapi tujuan yang Santa Claus ada, tidak bertahan hidup Keunikan dari
urutan ketiga ini yang adalah bahwa hal itu bertentangan dengan apa-apa. Tidak
ada objek dapat gagal untuk memilikinya Untuk sup¬pose bahwa ada beberapa
variasi dari non-makhluk lawan jenis menjadi, karena ada sesuatu dari jenis yang
sama seperti keberadaan dan subsisten menentang mereka. Kemudian bagi kita
untuk menilai tikar objek memiliki jenis non-makhluk kita harus menganggap jenis
keempat menjadi ke objek, oleh ^ argumen yang sama yang digunakan di atas.
FROM THE IDEA OF PHENOMENOLOGYEdmund Husserl
Saya mengatakan bahwa kognisi dengan kritik kognisi harus berisi apa
yang akan dipertanyakan. keduanya harus berisi epistemologi dan memberikan
dorongan untuk berpikir kritis. Hal ini diperlukan untuk refleksi dan akan
memberikan manfaat untuk kita.
Jika kita melihat lebih dalam pada apa yang begitu misterius, dalam
perjalanan refleksi selanjutnya tentang kemungkinan kognisi, apa yang
menyebabkan malu, kita akan merasa transendensi kognisi. Mengenai semua
kognisi alami, dan terutama pra-ilmiah, adalah kognisi yang membuat objeknya
transenden. Ini berarti objek tersebut ada, untuk mencapai hal-hal fakta yang
tidak "tegas diberikan kepadanya," untuk itu tidak "immanent".
Tetapi transendensi ini diakui ambigu. Yang dimaksud dengan
transendensi adalah bahwa objek kognisi tidak benar (reell) yang terkandung
dalam tindakan kognitif sehingga seseorang akan berarti oleh "yang benar-benar
diberikan" atau "immanently given" bahwa obyek tindakan kognitif adalah benar-
benar terkandung dalamtindakan: tindakan kognitif, cogitatio, merupakan bagian
abstrak asli benar-benar merupakan itu-tetapi hal fisik yang bermaksud atau
"seharusnya merasakan atau mengingat, dan lainnya, tidak dapat ditemukan
dalam cogitatio itu sendiri, seperti proses mental; hal fisik tidak dapat ditemukan
bukan sebagai sesuatu yang benar-benar ada dalam cogitatio mati. Jadi mati
yang dimaksud adalah: bagaimana bisa proses mental sehingga untuk berbicara
transenden sendiri immanent di sini berarti imanen dalam proses kasar kognitif.
Tetapi disini masih transendensi lain yang berlawanan adalah imanensi
yang sama sekali berbeda, yaitu, givenness mutlak dan jelas, givenness dalam
arti mutlak. Givenness ini, yang mengatur keraguan, terdiri dari hanya dari
"melihat" dan menangkap objek yang dimaksudkan itu sendiri seperti itu, dan itu
merupakan konsep yang tepat dari bukti (Evi-Denz) dipahami sebagai bukti
langsung. Semua kognisi yang tidak jelas, yang meskipun bermaksud atau
berpendapat sesuatu objektif namun tidak melihatnya sendiri. Dalam kognisi
seperti kita melampaui apa yang setiap saat benar-benar diberikan, melampaui
apa yang bisa langsung "melihat" dan ditangkap. Pada titik ini kita mungkin
bertanya: Bagaimana bisa kognisi menempatkan sesuatu yang sudah ada yang
tidak langsung dan benar-benar diberikan di dalamnya?
Pada awalnya, sebelum kita melanjutkan ke tingkat refleksi epistemologi
yang lebih kritis, kedua jenis imanensi dan transcendence saling mempengaruhi.
Siapapun yang memiliki pertanyaan pertama tentang kemungkinan transendensi
adalah pada saat yang sama benar-benar juga menimbulkan pertanyaan kedua:
yaitu, bagaimana bisa ada transendensi di luar givenness? Dalam hal ini ada
pendapat yang tak tersampaikan ini merupakan givenness abstrak yang
terkandung dalam tindakan kognitif. Dari objektivitas kognisi yang tidak benar,
yang terkandung dalam tindakan yang dianggap sebagai teka-teki dan
bermasalah. Sekarang kita dapat menafsirkan transendensi di satu sisi atau di
sisi yang lain. Pada awalnya memiliki arti yang dikatakan ambigu, tetapi
transendensi merupakan awal yang baik untuk masalah utama dari kritik kognisi.
Dapat memberikan solusi untuk masalah yang dianggap sebagai kritik kognisi.
SINN dan Objek Intensional Hubert L. Dreyfus
Logische Untersuchung yang ke-enam merupakan usaha pertama
Husserl dalam analisis persepsi secara fenomenologis. Tetapi, kita harus
memulai dari penjelasan singkat mengenai konsep-konsep dasar yang
digunakan oleh Husserl dalam Logische Untersuchungnya yang pertama tentang
analisis ekspresi linguistik, yang merupakan usaha Husserl dalam
menggeneralisasi pengertian tersebut, ia awalnya diterapkan dalam level
konseptual, hingga akhirnya terbentuk anggapan yg berujung pada teori baru
tentang persepsi, kesulitan dan reformulasinya. Hal-hal tersebut nanti akan kita
lihat selama mempelajari tentang hasil kerja Husserl.
Penelitian pertama membicarakan tentang ekspresi dan maknanya
(Ausdruck dan Bedeutung). Menurut Husserl, manifestasi fisik dalam ekspresi
linguistik tidak hanya berupa suara atau suatu tanda tetapi juga tindakan yang
sadar yang memiliki suatu makna. Selain itu, meskipun suatu ekspresi memiliki
makna, orang akan kesulitan dalam mengartikan kecuali tindakan yang memiliki
makna tersebut diikuti dengan tindakan dari intuisi. Observasi ini memberikan
suatu hasil yang tiga tingkatan yang berbeda, yang menurut Husserl, tingkatan
pertama adalah hubungan antara manifestasi fisik dan ekspresi, meaning-
conferring (bedeutungsverleihendre Akt) dan meaning-filling acts
(bedeutungsfullende Akt). [Husserl, LU 38]
Beralih ke analisis mengenai meaning-conferring, atau yang Husserl
biasa sebut di mana saja sebagai “signifying act (tindakan yang menandakan
sesuatu),” dapat kita ketahui bahwa tindakan tersebut memiliki makna atau tanda
bahwa mereka memiliki isi atau tidak. Hal tersebut berdasarkan pengertian
bahwa suatu ekspresi memiliki maksud atau makna (meint) sebagai suatu objek,
tidak peduli apakah sosok objek (germeint) tersebut benar-benar ada di dalam
pengalaman kita. Walaupun objek tersebut tidak benar-benar ada, walaupun
tidak dapat dibayangkan seperti bulatan yang kotak, setiap kali saya
membayangkan objek tersebut atau memahami hal-hal yang mengacu oada
objek tersebut, saya melakukannya karena hal tersebut memiliki suatu makna
yang berhubungan dengan tindakan saya. Dikarenakan makna tidak tergantung
pada keberadaan segala sesuatu yang melebihi tindakan itu sendiri, makna
tersebut dapat kita katakan sebagai konten atau isi (Inhalt) dari tindakan tersebut.
Dan selama kontennya objektif, sebagai contoh intersubjektif dan dapat diulangi,
tetapi tidak secara fisik benar-benar nyata, maka konten tersebut dapat kita
katakan sebagai ideal. Konten yang ideal dari sense-conferring acts disebut
sebagai Bedeutung oleh Husserl.
Sudah dipastikan bahwa tidak ada yang salah tentang apa yang kita
sebut sebagai Bedeutungen itu meliputi kesatuan ideal yang ketat, yang
ditampilkan dalam kemajemukan suatu ekspresi dan pemikiran di dalam
kemajemukan suatu tindakan, tapi tetap harus dibedakan dari
pengalaman si pemikir yang tidak disengaja sebagaimana ekspresi yang
tidak disengaja. [Husserl LU 92]
Konten yang ideal ini, menurut Husserl, tidak berasal dari dunia nyata
yang individunya selalu berubah dan tidak juga berada di dalam aliran kesadaran
kita, karena konten ini berada di dalam “temporal sphere.” Bahkan, makna dalam
konten tersebut menciptakan suatu “kelas – kelas konsep yang berarti “objek
universal” yang, sebagaimana konsep-konsep lainnya, konsep ini tidak berada di
dalam ruang dan waktu. [Husserl, LU 101]
Husserl menyatakan bahwa kebutuhan untuk membedakan antara objek
yang nyata dan konten yang ideal dari suatu tindakan akan menjadi lebih jelas,
ketika kita dapat menyadari bahwa suatu ekspresi mungkin benar untuk
beberapa objek, seperti dalam istilah umum, beberapa ekspresi mungkin memiliki
makna yang berbeda (bedeutung) yang lebih mencolok dan semuanya memiliki
objek yang sama (Gegestand). [Husserl, LU 47] Agar dapat
mengkonseptualisasikan hubungan antara makna dan objek ini kita harus
membedakannya dalam tiga tingkatan : the meaning-conferring act, the meaning
of the act, dan the object meant. Arti dari objek itu sendiri mungkin menjadi
kesatuan yang ideal sebagaimana dalam kasus objek matematis, atau mungkin
objek material dalam ruang dan waktu. Jika kita membatasi diskusi kita dengan
persepsi sehingga objek satu-satunya yang menjadi berada di bawah
pertimbangan adalah objek material, yang Husserl sebut sebagai “nyata”,
[Husserl, LU 399] kita dapat mengatakan bahwa tiga tingkatan Husserl meliputi :
tindakan yang riil (reell), makna yang ideal, dan objek yang nyata (real).
Pembagian atas tiga bagian ini tepat berkaitan dengan pembagian antara
idea, sense dan reference milik Frege dalam artikelnya yang berjudul “Sinn un
Bedeutung.” [Frege, BG 59] Ini bukanlah sebuah kebetulan. Dalam buku pertama
Husserl, The Philosophy of Arithmetic, yang sempat dikritisi oleh Frege karena
terlalu psikologistik, sebagai contoh “mengaburkan perbedaan antara image dan
concept, antara imajinasi dan pikiran.” Image, sebagaimana yang Frege
debatkan, adalah kejadian psikis yang terbatas dalam benak seseorang,
sedangkan “kita bisa berpikir : satu atau pemikiran yang sama bisa dipahami oleh
banyak orang.” [Frege, BG 79] Menurut Frege, makna atau arti dari suatu
ekspresi itu universal dan abadi.
… suatu kebutuhan tanpa beban dalam membicarakan suatu arti,
sedangkan dalam kasus pembicaraan mengenai suatu ide, seseorang
harus dengan tegasnya menambahkan milik siapa ide tersebut dan pada
saat apa. [Frege, BG 79]
Husserl menerima pendapat Frege tentang perbedaan tiga tingkat
mengenai kejadian psikis (termasuk kondisi dan tindakan) yang pribadi dan
sementara, yang maknanya universal dan non-temporal, dan objeknya yang
memiliki makna yang dimaksudkan.
Tindakanku dalam menilai adalah pengalaman yang sementara, dimana
muncul lalu hilang kembali. Tetapi ini bukanlah kasus yang membuat
saya merasakan hal tersebut, kontennya… sesering saya atau orang lain
mengutarakan ekspresi yang sama dalam arti yang sama, sebuah
keputusan telah dibuat. Tindakan dalam menilai berbeda di setiap
kasus, tetapi hal yang dinilai, dan hal yang ditegaskan didalam
pernyataan, selalu sama. Hal tersebut dikarenakan, arti yang paling ketat
di dunia, semuanya identikal…. [Husserl, LU 44]
Perubahan yang dilakukan Husserl pada analisis Frege hanya berupa
istilah saja. Husserl mengusulkan untuk menggunakan istilah “object
(Gegenstand) untuk reference (Bedeutung), dan Bedeutung dan sinn secara
bergantian menjadi sense (Sinn), dikarenakan “hal tersebut lebih dekat dengan
penggunaan bahasa Jerman” dan “akan lebih mudah jika kita memmiliki istilah
yang berhubungan dengan investigasi semacam ini dimana maknanya benar-
benar Bedeutung yang sedang kita pelajari ini.” [Husserl, LU 32-53]
Makna dari Bedeutung atau Sinn beserta fungsinya dalam ilmu
pengetahuan adalah subjek dari semua penelitian Husserl, dan tugas kita adalah
untuk mengikuti berbagai variasinya. Tindakan pertama yang Husserl lakukan
untuk membuat gagasan suatu makna, yang dimana makna tersebut dikenalkan,
adalah dengan menunjukan bahwa meaning-conferring act pada dasarnya
berhubungan dengan makna, yang berhubungan dengan tindakan yang
memenuhi atau tidak.
Satu hal yang pasti, setiap ekspresi yang atau tidak memiliki fungsi
epistimologis (yaitu, apakah tujuannya dapat atau bisa diisi dengan intuisi
yang sesuai) memiliki maknanya masing-masing (Meinung) . . . dan
bahwa bedeutung merupakan karakter yang terpadu secara spesifik dari
meinung. [Husserl, LU 45]
Observasi ini dapat digunakan untuk mendukung prekonsepsi filosofikal
Husserl, yaitu doktrin intensionalitas yang dia ambil dari gurunya Franz Brentano.
Husserl mengatakan dengan persetujuan Brentano bahwa:”dalam persepsi
sesuatu dirasakan, dalam imajinasi sesuatu diimajinasikan, dalam sautu ekspresi
sesuatu diekspresikan, dalam cinta sesuatu dicintai, . . dsb”, dan ditambah
dengan “apa yang dapat dilihat dari kesamaan dari contoh tersebut adalah
bahwa Brentano berpikir bahwa : “Setiap fenomena psikis dikarakterisasikan
dengan apa yang para pelajar abad pertengahan sebut dengan ketidakberadaan
intensional (mental) dari objek tersebut, dan apa yang kita sebut sebagai . . .
rujukan dari konten, yang diarahkan menuju suatu objek (yang tidak berarti
bahwa sesuatu itu nyata) atau objektivitas imanen (Gegenstandlichkeit)’.”
[Husserl, LU 366-367]
Husserl mengikuti gurunya dalam melihat “relasi dari tujuan . . . sebagai
dasar yang menentukan semua tindakan psikis,” sebagai contoh, ia
menggunakan definisi tindakan milik Brentano bahwa “fenomena yang di
dalamnya mengandung objek intensional” menjadi “definisi dasar.” [Husserl, LU
368]
Jika tindakan yang disadari itu ada, maka dengan demikian, dengan
kebohongan ini, saya tekankan, bahwa pada esensinya, tujuan dari ‘relasi
terhadap suatu objek’ telah disempurnakan dan dengan demikian suatu
objek dinyatakan ‘ada secara disengaja. . .’ [Husserl, LU 372]
Akan tetapi, apa sebenarnya objek yang pada dasarnya dimiliki oleh
suatu tindakan? Apakah itu Sinn? Kita telah menegaskan bahwa Sinn adalah
konten penting atau ada hubungannya dengan setiap tindakan tetapi bukan
sebagai objeknya. Sinn adalah Meinung dan bukan Gemeint. Tetapi, tetap saja
kita sedang mencari suatu objek intensional dan hal-hal apa saja yang dapat
disebut sebagai objek intensional itu belum cukup jelas.
Kata intensional, seperti apa yang orang harapkan dari bentuknya, bisa
diterapkan kedalam sense sebagaimana diterapkan pada maksud dari
tujuan itu sendiri. Bahwa pada suatu objek, suatu kesatuan yang
disengaja tidak benar-benar memiliki arti bahwa kesatuan itu disengaja.
[Husserl, LU 97n]
Dapat kita pahami bahwa, suatu objek yang “ada secara disengaja”
adalah suatu acuan atau objek yang aktual atau nyata (meint), sedangkan dalam
artian lain objek yang ada secara disengaja itu adalah Bedeutung.
Jika seseorang berharap dapat mempertahankan teorinya mengenai
kesengajaan (intentionality) sesuai dengan setiap tindakan yang memiliki objek,
maka seseorang dapat dengan bebasnya memanfaatkan ketidakpasian gagasan
mengenai objek tersebut, dan dapat mengidentifikasi arti suatu tindakan dengan
objek yang disengaja (intentional) nya. “Objek yang disengaja (intentional)” akan
berarti sama dengan apa yang telah kita sebut sebagai korelasi ideal dari suatu
tindakan (ideal correlate of the act), dan korelasi dasar dari suatu tindakan
(essential correlation of act) dan objek yang dituntut dalam suatu thesis akan
terjamin. Walaupun begitu, Husserl, tidak memanfaatkan keambiguan hal ini.
Demi suatu kejelasan dan kemungkinan yang dikarenakan pada kasus tindakan
yang disengaja ini yang memiliki objek, objek yang berada di pikiran kita lah yang
dijadikan acuan dan bukan yang kita rasakan, ia mengubah pernyataan Brentano
dan menggunakan “intentional correlate” atau “objek yang disengaja dan
sebagainya” untuk mengacu pada acuan tersebut dan bukan pada artinya. Ia
sama sekali tidak konsisten pada penggunaan pernyataan itu tetapi ini adalah
satu-satunya cara agar orang mengerti suatu ungkapan yang mengatakan
bahwa : “seseorang hanya butuh untuk mengatakannya dan semua orang harus
mengakuinya bahwa : presentasi dari objek yang disengaja tidak pernah berubah
(Derselbe) sebagai objek luar yang nyata [Husserl, LU 424-425]
Untuk mengekspresikan kenyataan bahwa acuan yang sama bisa
dianggap sebagai objek yang disengaja dengan makna yang berbeda, Husserl
terpaksa mengenalkan perbedaan baru antara “objek seperti yang dimaksudkan
(Object as it is intended)” dan “objek yang dimaksudkan (object which is
intended).” Keduanya merupakan acuan tetapi objek seperti yang dimaksudkan
itu adalah objek yang menurut pandangan orang yang melakukan tujuan atau
maksud yang dimaksudkan. Dalam kasus Frege mengenai bintang fajar, bintang
malam, dan planet Venus, objek seperti yang dimaksudkan akan berarti bintang
fajar atau bintang malam. Karena hal tersebut, Husserl kemudian membedakan
antara apa yang dimaksudkan dalam suatu objek dan maksud dari objek (the
object intended) atau, seperti apa yang telah ia katakan, bahwa konten objek
tersebut disengaja (intentional) atau sangat-disengaja (extra-intentional). Husserl
tidak mendiskusikan permasalahan dari perbedaan yang muncul seperti, apakah
konten objek yang disengaja (intentional content of the object) itu nyata atau
ideal atau apakah objek tersebut memiliki semacam tiga status ontologis?
Bagaimana konten yang disengaja itu berhubungan satu dengan yang lainnya
dan terhadap konten yang sangat-disengaja. Pada akhirnya, bagaimana cara kita
mengkonseptualisasikan kenyataan bahwa “objek seperti yang dimaksudkan” itu
benar-benar seperti yang dimaksudkan dengan cara lian? Semua pertanyaan ini
akan muncul dan akan di tuntaskan dalam Ideas dimana konten objek yang
disengaja dan yang sangat-disengaja dapat diserap di dalam korelasi atau
Noema.
Untuk saat ini, permasalahan kita adalah bagaimana cara menyimpan
tesis yang intensional. Jika objek yang disengata itu identik dengan objek yang
nyata maka suatu tindakan mungkin akan gagal dalam memiliki objek yang
disengaja dalam arti ini. Kompensasi yang harus kita temukan dalam Sinn, jika
bukan objek yang disengaja, maka setidaknya semacam korelasi obyektif tak
terelakkan dari tindakan yang disengaja.
Kita harus dapat membedakan antara dua orientasi dari subjek yang
melakukan tindakan yang disengaja. Kita telah mengatakan bahwa dalam sikap
yang biasa kita lakukan sehari-hari, apa yang kita pikirkan menjadi acuannya,
bukan Sinn, dalam setiap tindakan kita. Kita bisa menganggap bahwa Sinn
sebagai suatu objek, akan tetapi, jika kita beralih dari sikap yang natural menjadi
sikap yang reflektif.
Bukannya diserap kedalam tindakan sejenis yang dilipatgandakan dan
sedemikian naifnya memposisikan sebagai keberadaan atau telah
ditentukan, atau secara hipotetis, objek ini akan bermakna dalam
tindakan yang kita lakukan, lebih baik kita ‘merefleksikannya’, yaitu, kita
harus membuat tindakan dan immanent sense mereka kedalam objek
kita. [Husserl, LU 9]
Metode refleksi ini dipraktekan oleh para fenomenologis, dimana ia
mengubah korelasi objektif tindakannya menjadi suatu objek, bukanlah suatu
metode yang diciptakan oleh para fenomenologis. Walaupun orientasi hal
tersebut tidak natural (wider-naturlich) dalam aktivitas yang melibatkan suatu
individu, untuk para pemikir reflektis hal tesebut sangatlah natural, dan
sebenarnya sejak awal sudah dipraktekan oleh para logicians.
Jika kita melakukan suatu tindakan dan dalam waktu yang sama hidup
didalamnya maka kita akan secara natural mengacu padanya bukan pada
perasaannya. Jika, misalnya, kita membuat suatu pernyataan yang tegas,
lalu kita menilai tentang keadaannya, dan bukannya tentang makna dari
pernyataannya yang tegas maka penilaian masuk akal. Bedeutung
menjadi objek yang memiliki makna tindakan reflektis pertama yang tidak
hanya kita lihat ketegasannya, tetapi juga menampilkan abstraksi yang
penting (atau bahkan, ideation). Refleksi logis ini bukanlah suatu tindakan
yang hanya berada di bawah kondisi buatan (kunstlich) dan di kasus
tertentu; tetapi refleksi logis merupakan bahan yang normal dari
pemikiran yang logical. [Husserl, LU 103]
Penting bagi kita untuk mencatat bahwa tindakan dari refleksi logis tidak
dibingungkan dengan pengurangan fenomenologis yang mana Husserl rasa
bahwa kontribusi awalnya dan apa yang dia lakukan sebelumnya tidak
menemukan bentuk final sampai akhir dari kuliahnya dalam fenomenologi tahun
1907.
Dalam refleksi logis kita menjadi lebih paham dengan apa yang kita
lakukan dan tidak hanya sekedar menyadarinya saja, salah satunya, ketika kita
memikirkan, berharap, atau memberikan penilaian tentang keadaan atau suatu
objek, ada suatu pemikiran bahwa harapan atau penilaian itu diikutsertakan.
Antara pemikiran kita dan objek atau acuan pemikiran kita terdapat suatu arti,
yang dimana, menurut Frege, “tidak lagi subjektif seperti idea, tetapi tidak juga
menjadi objek.” Frege menggunakan analogi sugestif untuk menunukan peran
dari makna objektif dalam konsepsi.
Seseorang mengamati bulan melalui teleskop. Saya membandingkan
bulan tersebut dengan acuan; bahwa bulan adalah objek observasi,
ditengahi oleh gambaran nyata yang di proyeksikan oleh kaca objek di
dalam teleskop, dan dengan gambaran melalui retina si pengamat.
Semakin saya membandingkannya dengan akal, semakin hal tersebut
menjadi idea atau pengalaman. Gambaran optic dalam teleskop memang
satu sisi dan tergantung pada dimana posisi observer berada; tetapi tetap
saja hal tersebut objektif, sebagaimana hal tersebut dilakukan oleh
observer yang lain. [Frege, BG 60]
Gambaran nyata yang berada di teleskop tidak seperti yang biasanya kita
amati. Jika itu bisa diamati oleh pengamat saat ia merubah posisinya dan melihat
dengan alat yang sama yang melibatkan gambaran yang nyata, situasi akan
lebih dapat dibayangkan dengan apa yang para fenomenologis atau logician
lakukan. Para fenomenologis dapat dengan sesuka hati, melalui tindakan yang
refletif, merubah korelasi yang mereka sengaja menjadi objek kedua dari
tindakan yang disengaja. Mereka dapat memikirkan apa yang mereka pikirkan
daripada objek yang mereka pikirkan dan kemudian sadar bahwa pemikiran
tersebut sebenarnya sudah ada sejak awal. Dengan refleksi kita akan dapat
menemukan sesuatu yang kita pikirkan dalam semua yang kita pikirkan, sesuatu
yang kita harapkan dalam semua yang kita harapkan, sesuatu yang kita nilai
dalam semua penilaian, dsb. walaupun objek dari pemikiran, harapan, dan
penilaian ini ada atau tidak. Malaupun kita tidak biasanya sadar secara reflektif
tentang kenyataannya, tetapi hal tersebut akan tercermin dalam tata bahasa kita
yang memperlakukan objek dari apa yang kita pikirkan, harapkan dan nilai, dsb.
sebagai objek yang indirect, dengan catatan bahwa objek langsungnya adalah
pemikiran, penilaian dan harapan. Tindakan yang menandakan tersebut dapat
kita katakan bahwa tindakan tersebut memiliki objek perantara, yaitu the sense,
apakah itu berkorelasi dengan tindakan yang mendukung atau tidak, sebagai
contoh, apakah objek itu sesuai atau tidak dengan segala objek yang nyata dan
keadannya.
Dengan begitu intentionally thesis telah terselamatkan, setidaknya untuk
tindakan yang berarti seperti berpikir, menilai dsb. tetapi bagaimana dengan
tindakan-tindakan lain yang disebutkan oleh Brentano? Brentano mengatakan
bahwa : “dalam persepsi sesuatu [selalu] dipersepsikan, dalam cinta sesuatu
[selalu] dicintai, . . . etc.” Tinggalkan sejenak tentang tindakan emosional seperti
cinta yang mana menengahi antara tindakan yang berarti dan tindakan yang
memenuhi yang mana menyajikan masalah yang lebih special, kita harus
memutuskan apakah tindakan yang memenuhi seperti persepsi akan di jelaskan
dalam tiga tingkatan analisis Frege.
Kita harus berharap untuk dapat menemukan suatu kesulitan karena
tindakan yang memenuhi, tidak sama dengan tindakan yang berarti, yang
menyesuaikan sebagai jembatan antara kesadaran dan objeknya. Perbedaan
yang sangat jelas antara tindakan yang berarti dan tindakan yang memenuhi
dibangun dalam bahasa kita dan dapat kita tampilkan dalam cara-cara berikut.
(1) With Respect to Referential Opacity
Dikarenakan Frege dan Husserl menyatakan bahwa objek yang sama
dapat dimaknai dengan makna yang berbeda, konteks tindakan yang berarti
terkadang harus ditafsirkan sebagai referentially opaque. (akan lebih mudah
disini untuk mengadopsi istilah tentang Principia Mathematica.) Sebagai contoh,
walaupun bintang fajar dan bintang malam adalah objek fisik yang sama, saya
bisa memilih salah satu bintang sebagai bintang fajar, atau berpikir tentang
bintang fajar, tanpa harus memilih bintang tersebut sebagai bintang malam atau
berpikir tentang bintang malam. Di sisi lain, saya pernah sekali melihat bintang
fajar, dan juga bintang malam –walaupun saya mungkin tidak sadar jam berapa
pada saat itu. Sekali saya setuju bahwa bintang fajar itu adalah objek yang sama
dengan bintang malam saya harus setuju bahwa saya telah melihat bintang
malam selama ini, walaupun dikasus pemikiran yang lain, masuk akal bila saya
belumpernah berpikir sebelumnya tentang bintang malam. Tindakan yang
memenuhi tersebut tidak akan bisa di tafsirkan sebagai referentially opaque
dalam wacana biasa, ketika tindakan yang berarti mungkin dapat ditafsirkan
sebagai opaque [cf. Chisholm, Perceiving, Ch. V]
Mungkin saja ada suatu kasus dimana tindakan yang memenuhi dapat
ditafsirkan sebagai opaque, contohnya kaus dimana saya bisa mempersepsikan
objek yang sama dengan cara yang berbeda, sama halnya dengan contoh dari
Wittgenstein tentang bebek-kelinci. Mungkin tampaknya ketika saya melihat
bebek tersebut saya tidak melihat kelincinya, seperti saat saya memikirkan
tentang bintang malam saya tidak berpikir tentang bintang fajar. Tetapi dalam
kasus tertentu seperti bebek-kelinci, transparansi antara persepsi
dimanisfestasikan menjadi lebih halus, tapi untuk alasan itu, dengan bentuk yang
lebih meyakinkan, sehingga kita dapat mengatakan bahwa we see the figure
sebagai bebek atau kelinci, dan kita dapat menyatakan bahwa we see the figure
di kasus yang lain.
Kita dapat melihat nanti ketika reduksi fenomenologis dapat dilihat
sebagai tehnik untuk mengungkapkan ketidakjelasan antara tindakan yang
memenuhi tersebut, tapi hal itu membutuhkan pengalaman yang lebih spesial
dari tindakan yang memenuhi tersebut dan istilah tehknis yang lebih special yang
mana Husserl belum kembangkan pada saat ia menulis Logische Untersuchung.
Tindakan yang memenuhi sangatlah unik untuk kita ketahui dan dapat
dibedakan denan emosional sebagaimana tindakan yang berarti. Tindakan
emosional menunjukan ketidakjelasan karakteristik dari tindakan yang berarti.
Seseorang mungkin membenci pembunuh istrinya tapi mencintai tetangganya.
Ketika dia menemukan bahwa tetangganya adalah pembunuhnya mungkin dia
akan membencinya sejak saat itu, tapi akan aneh apabila kita mengatakan
bahwa ia membencinya dari dulu, walaupun jika dia menemui tetangganya setiap
hari akan sangat natural jika kita mengatakan bahwa dia telah mengenali
pembunuhnya sejak dulu (walaupun dia tidak mengetahuinya). Pada
kenyataannya, di persidangan, demi melindungi tetangganya (anggap saja
motivnya adalah keagamaan Kristen), dia bersaksi bahwa dia tidak pernah
melihat pembunuhnya sampai saat kejadian itu terungkap, maka tidak aka nada
cara lin lagi untuk menafsirkan pernyataan tersebut kecuali dengan sumpah
palsu.
(2) As Reflected in Our Grammar
a) Secara tata bahasa, kata kerja persepsi, yang merupakan lawan kata dari
kata kerja untuk mengekspresikan signifying act, lebih tepat
menggunakan objek yang langsung (direct) daripada yang tidak langsung
(indirect). (dalam tahap ini, tindakan emosional harus dikelaskan dengan
persepsi)
b) Dalam bahasa persepsi kit tidak memiliki makna yang sesungguhnya
yang dapat dibedakan dari object of act-verbs dengan cara yang “harapan
(the wish),” “Pikiran (the thought),” “Penilaian (the judgement),” dsb. dapat
dibedakan dengan “apa yang diharapkan (the wished for),” “apa yang
dipikrkan (the thought about),” dan “apa yang dinilai (the judged).”
‘Sosok’ dari objek yang mungkin dimaksudkan untuk menampilkan suatu
fungsi tetapi dalam bahasa Inggris yang biasanya, ‘sosok’ dari suatu
objek berarti bagaimana objek tersebut terlihat, apa yang Husserl akan
sebut sebagai objek yang disengaja (intentional) benar-benar disengaja.
Sosoknya tidak akan selalu terlihat apakah ada acuan yang objektif atau
tidak, sebagaimana dalam kasus tindakan yang berarti, “apa yang
disetujui adalah kesamaan dasar antara apakah objek yang mewakili itu
ada, apakah dapat dibayangkan, atau bahkan kontradiktif.” [Husserl, LU
373]
Ada dua gerakan tradisional yang Husserl mungkin akan buat dalam titik
ini untuk menyelamatkan penggeneralisasian dari intentionalist thesis untuk
tindakan yang memenuhi (filling acts), yaitu, dalam rangka untuk mendebatkan
apakah tindakan tersebut dapat deiartikan sebagai sesuatu yang selalu memiliki
objek. Seseorang dapat mengatakan bahwa mempersepsikan dalam arti yang
benar dan apabila tidak ada objek maka tidak akan ada proses mempersepsikan;
atau orang dapat mengatakan bahwa, dengan data teoris yang masuk akal, akan
ada sesuatu yang dipersepsikan, walaupun persepsinya benar atau tidak.
Husserl menolak argument baru, tetapi argument yang mendukung orientasi
fenomenologikalnya akan diterima. Dalam kasus ilusi, ketika kita berada dalam
ilusi dari tindakan kesadaran kita, selama subjek mengalami hal tersebut, dapat
kita katakan bahwa hal tersebut hampir sama dengan mempersepsikan –kita
harus melakukannya, atau kita akan ditipu oleh ilusi—dan oleh karena itu secara
fenomenologis tindakan yang berdasarkan dengan kesadaran seperti itu harus
diperlakukan sebagai tindan atas persepsi meskipun mereka sebenarnya tidak
memiliki objek. “Ilusi sebenarnya, selama tidak diketahui sebagai tipuan, maka itu
sebenarnya hanya persepsi semata.” [Husserl, LU 442] tapi jika kita
mengasumsikan bahwa kita sedang mempersepsikan, maka munculah
permasalahan baru : ini adalah tindakan atas persepsi yang mana objeknya tidak
ada. Bagaimana bisa kita mengklaim bahwa setiap tindakan atas persepsi adalah
persepsi dari sesuatu?
Dalam Logische Untersuchungen, Husserl tidak berusaha untuk
menyembunyikan fakta yang paradox tentang persepsi yang dia klaim untuk
bekerja secara langsung pada objek tanpa perantara, namun tidak
melakukannya, maka kenyataannya mungkin memang tidak ada objek :
. . . . Persepsi, karena diklaim bahwa memiliki objeknya sendiri, yang
berarti bahwa tidak mungkin hanya sekedar niat belaka, tetapi lebih
kepada tindakan yang mana membutuhkan pemenuhan lebih lanjut, tetapi
juga tidak membutuhkan pemenuhan lebih lanjut. [Husselr, LU II 26]
Tetapi kebanyakan, sebagai contoh dari kasus persepsi ‘luar’, hal ini
hanya klaim semata. Objeknya tidak benar-benar ditemukan, yang mana,
tidak benar-benar dan seutuhnya terbentuk seperti itu. [Husserl, LU II 56]
Brentano menggunakan cara lain untuk menyelamatkan intentionalist
thesisnya, dengan memegang ucapan bahwa kita bisa melihat data yang masuk
akal. Husserl juga mendebatkan bahwa peran dari data yang masuk akal ini
dalam persepsi, tetapi, seperti yang kita lihat, dia terlalu berhati-hati untuk
membuat para fenomenologis menerima pendapatnya yang mengatakan bahwa
data yang masuk akal ini adalah objeknya atau bahkan objek implisit dari
tindakan perseptual yang biasa.
Setelah ditolah kedua kalinya hanya ada satu cara alternative yang
tersisa bagi Husserl jika dia mau mempertahankan keyakinannya tentang
intentionalist thesisnya sebagaimana yang Brentano katakan dapat diterapkan
dalam setiap tindakan. Dia harus menggeneralisasikan analisis tiga tingkatan
para Fregean tentang tindakan atas persepsi yang berarti, atau agar lebih luar,
untuk tindakan yang memenuhi. Dia harus menunjukan bahwa perngertian
persepsi dapat dikorelasikan denan tindakan mempersepsi, agar sesuai dengan
arti konseptual yang telah kita bahas sejauh ini.
Dalam Logische Untersuchungen, Husserl mengumumkan dengan tanpa
persiapan bahwa ketika sense-filling act memiliki suatu objek, ‘objek’ tersebut
busa berarti satu atau dua hal : di satu sisi, bisa berarti acuan atau, ‘dengan
pengertian yang lebih asli,’ ini bisa berarti baha “korelasi ideal antara acuan dan
the sense-filling act . . .dapat dikatakan sebagai,the fulfilling sense (erfullende
Sinn).” [Husserl, LU II 50] Kita tidak diberitahukan cara bagaimana kita dapat
mengetahui bahwa ada Sinn yang seperti itu atau dalam arti seperti apa
objeknya. Di dalam basis pernyataan yang tegas, Husserl kemudian melanjutkan
membedakan antara dua arti dari konten tindakan yang memenuhi : objeknya
(Gegenstand), dan fulfilling sense. Mengikuti analogi buatan dengan konsepsi,
Husserl mengajukan untuk menggunakan istilah ‘konten’ untuk mengacu pada
the fulfilling sense. Contohnya pada persepsi,
Kita harus membedkan antara konten, yang mana untuk menjelaskan
lebih signifikan (bedeutungsmassig) dalam persepsi, dan objek yang
dipersepsikan. [Husserl, LU 51]
Pada tahap ini, Husserl tidak lagi membenarkan pengenalan erfullende
Sinn dari analisis fenomenologi; tampaknya dia mengharapkan kita untuk
menerimanya dengan basis dari kaitan yang terimplikasi dengan analisisnya
mengenai sense-conferring acts.
Seperti apa yang konsepsi ideal tentang dasar intensional dari sense-
conferring act hasilkan yaitu makna yang sebenarnya sebagai suatu idea,
sehingga konsepsi ideal dari korelasi dasar dari the sense-filling act
menghasilkan the fulfilling-sense sebagai idea. Dengan persepsi bahwa
[fulfilling sense] memiliki konten yang identic, yang mana dimiliki oleh
totalitas dari seluruh kemungkinan tindakan mempersepsikan yang berarti
bahwa objeknya sama. . . Konten yang ide yang merupakan korelasi ideal
dari suatu objek, yang mana dapat lebih menyamarkan. [Husserl, LU II
51-52]
Apa konten identik yang dimiliki oleh semua tindakan mempersepsi yang
memiliki objek yang sama walaupun objeknya tidak diketahui keberadaanya?
Sejauh ini masih belum jelas. Husserl sadar bahwa “aplikasi dari istilah
Bedeutung dan Sinn, tidak hanya konten dari meaning-intention tetapi juga
konten dari hasil meaning-fulfillments di dalam pengelakan yang tidak
memuaskan untuk . . . tindakan yang mana memiliki tujauan dan makna yang
memenuhinya tidak bisa dipungkiri, berada di tahap yang sama.” [Husserl, LU II
52] Dia mencoba untuk membenarkan kegunaan dari Sinn dalam kedua kasus
dengan menunjuk pada “sifat khas dari kesatuan pemenuhan di kedua kasus
tersebut, sebagai kesatuan dari identifikasi atau kebetulan (Deckung),” tapi ia
tidak menjelaskannya, kita akan melihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat
penting dalam dua pernyataan yang melibatkan Sinn, yang mana lebih penting
daripada persamaannya. Meskipun begitu, pernyataan tegas mengenai
kesamaan dari pemenuhan konsepsi dan persepsi menyisakan ketidakbenaran
yang berada dibawah asumsi bahwa terdapat persepsi dari konten atau objek
yang membatasi yang sesuai dengan objek yang membatasi di dalam konsepsi.
Menurut investigasi ke-enam yang dilakukan oleh Husserl, ia tidak
mencoba untuk menunjukan cara bagaimana agar setiap tindakan yang
memenuhi berkorelasi dengan fulfilling-sense. Tetapi, ebelum kita beralih pada
investigasi kelima, akan sangat membantu bila kita dapat menyimpulkan apa
yang telah kita temukan di dalam investigasi pertama, dan dapat menunjukannya
dalam pandangan kita mengenai perkembangan Husserl. Hal ini bisa dilakukan
dengan mengingat karakteristik apa yang terdapat dalam fulfilling-sense yang
harus di atur untuk mendukung intentionalist thesis yang Husserl mengerti dari
gabungan hasil kerja Brentano dan Frege. Kesuksesan dari kombinasi ini di
ranah tindakan yang berarti (signifying act) menunjukkan bahwa Sinn bisa
menjadi apa yang Brentano katakana sebagai apa yang kita piker ketika kita
memikirkan sesuatu –apakah itu nyata atau tidak, dan korelasi ideal dari
kemajemukan tindakan yang sibjektif menurut Frege.
Dalam menggeneralisasikan karakteristik dari persepsi kita dapat
menemukan bahwa : (1) untuk memuaskan Brentano, apa yang dipersepsikan
kapanpun terdapat tindakan dalam mempersepsikan maka kita harus (a) tidak
menjadikannya objek persepsi dengan akal yang biasa, karena kita tahu bahwa
persepsi mungkin akan menipu kita dan kita tidak akan memiliki objek yang
berada dalam akal biasa; (b) kita harus berada saat mempersepsikan, apakah
kita mempersepsikan suatu objek materil atau tidak. (2) untuk memuaskan
Frege, basis yang ideal tentang objektifitas harus secara identic dikorelasikan
dengan semua tindakan mempersepsikan yang mana memiliki objek perseptual
yang sama.
Perkembangan Husserl dalam teori dari persepsi ini bisa kita lihat sebahai
penelitian untuk kesatuan yang kesuksesan teori intensionallnya di lapangan
tentang konsepsi membuatnya merasa bahwa dia harus eksis. Saya akan
bependapat bahwa, karena kealamiahan persepsi, Husserl tidak pernah
menemukan bahwa apa yang dia cari, tidak berada dalam Logische
Untersuchungennya ataupun di semua pekerjaan berikutnya. Dia hampir
mendekatinya di Indeen, dimana ia memuaskan para Brentanian dengan
pernyataannya tentang Noesis dan para Fregean dengan pernyataannya tentang
Noema perseptual, tapi bahkan sintesis yang dia lakukan gagal melalui penelitian
lebih lanjut. Walaupun begitu, dalam perjalanannya untuk meneliti, dia
menemukan sesuatu yang jauh lebih signifikan : perbedaan antara persepsi pre-
objektif dan objektif. Apa maksud dari perbedaan ini dan bagaimana hal itu
muncul dalam penelitiannya akan menjadi lebih jelas ketika kita mengikuti
perjalanan berliku-liku yang Husserl lakukan.
Mengantisipasi argument yang lebih detail, kita dapat katakan bahwa
perkembangan Husserl mengkonfirmasi segala kritik yang ada, yaitu ketika
Husserl selalu mengubah pikirannya ketika dia tidak mau menyerah dari posisi
yang ditolaknya. Tidak hanya itu, hal tersebut juga menunjukan bagaimana
Husserl dengan tidak peduli mengklaim bahwa ia secara terus-menerus dan
konsisten mengembangkan satu wawasan melalui karyanya, sejak penolakannya
tentang psychologism. Dalam setiap tahap perkembangannya Husserl mencoba
cara baru untuk menggabungkan Frege dan Brentano, dengan menggabungkan
konsepsi dan persepsi, dan setiap kali ia gagal. Meskipun mengalami
kemunduran, ia menggabungkan semua karyanya ke dalam karya selanjutnya
yang ia dapat dari wawasannya secara fenomenologis, dan melalui kerja
kerasnya ia menlanjutkan bahwa ada suatu objek untuk setiap tindakan
mempersepsikan dan objek ini berada dalam jangkauan Sinn. Dalam
perkembangan Sinn melalui karya Husserl, yang mana telah kita ajukan untuk
diikuti, dan untuk menunjukan bahwa bahkan Husserl memperluaskan makna
dari Sinn dalam indeen harus lebih diluaskan lagi lebih jauh di dalam Erfahrung
und Urteil dalam rangka untuk memperhitungkan wawasan Husserl sendiri.
Surat untuk HusserlFranz Brentano
Florence, 9 Januari 1905
Salam teman,
Saya berterima kasih kepadamu untuk keramahan surat anda dan keinginan baik
anda yang telah saya balas dengan hangat. Saya sudah membaca dengan minat
yang besar apa yang anda katakan tentang usaha anda, setelah sekian tahun
yang memisahkan kita, dan tentang sudut pandang anda ini.
Bila saya memahaminya dengan tepat, anda membagi sebuah logika ganda.
Yang pertama adalah seni, yang lainnya adalah sebuah disiplin teori. Yang
terakhir seharusnya terdiri atas semua matematika murni (geometri rupanya
menjadi disiplin ilmu yang hanya digunakan untuk ruang---bangun ruang). Apa
pokok persoalannya? Rupanya objek dari pertimbangan dan gabungan mereka.
Hal itu seharusnya adalah bagian dari filosofi dan bukan didasarkan dari
pengetahuan kita tentang psikologi.. Dan bagian terakhir ini sepertinya menjadi
bagian yang paling penting karena jika tidak validitas logika akan menjadi
dibatasi sesuatu yang terjadi untuk mempunyai kecakapan yang sama dengan
yang kita lakukan. Logika teoritis ini menjadi penting, bukan dengan bukti bagi
kita, tapi dari bukti dari kebenaran dalam mereka sendiri, seperti yang dapat
terlihat. Kamu menghargai Bolzano seperti guru dan penuntunmu.
***
Saya berpikir, anda mungkin membenarkan untuk meyakini bahwa matematika
murni tergolong bidang logika. Tapi yang nampaknya tidak jelas bagi saya adalah
apakah logika ini sesuatu yang berlainan dari seni berfikir.
***
Anda sepenuhnya benar dengan tegas menolak setiap teori yang akan
menghancurkan konsep dari ilmu pengetahuan dan kebenaran. Tetapi anda
keliru jika anda berpikir bahwa, dalam memosisiskan psikologi yang
berhubungan dengan logika, seseorang tidak mungkin mampu untuk
menghindari suatu kesalahan.
Siapa pun yang benar-benar membuat keputusan berdasarkan bukti jelas benar-
benar tahu kebenaran dan pasti itu; siapa pun yang mengetahui sesuatu dengan
bukti langsung adalah secara langsung yakin dengan kebenaran. Hal ini tidak
dipengaruhi dengan fakta bahwa si orang yang mengetahui, sebagai seorang
yang melakukan penilaian, melakukannya sebagai seorang manusia, adalah
subjek dari hubungan sebab-akibat, dan bergantung atas fakta dari sistem kerja
otak yang dia punya. Untuk seseorang yang menilai dengan bukti, kebenaran itu
terjaga dengan sendirinya, dan bukan sebagai hasil dari pencerminan yang
terbentuk dari situasi sebelumnya.
***
Tidaklah dibutuhkan untuk mendalilkan apa pun yang semacam sebuah-
kebenaran-di-dalam-kebenaran ataupun sebuah-penilaian-dalam-penilaian. Ada
dari sebagian individu yang hanya sekedar menilai dan ada individual yang
menilai dengan bukti; yang mana, tanpa mempedulikan ranah kajian kita, bisa
hanya terdiri dari sesuatu yang ditentukan secara individual.
Apa yang kamu sebut “psikologisme” sebenarnya adalah [Man is the measure of
all things] dari Protagoras. Hal ini adalah laknat bagiku, seperti itu juga dengan
Anda. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa kita harus setuju dengan alam entitas dari
suatu alasan. Adalah hal yang sangat disayangkan bahwa pemikiran dari
sekaliber Bolzano yang dihormati harus menjadi terlalu tinggi dan akhirnya
kehilangan intinya pada titik ini. Untuk anggapan dari sebuah alam dapat terlihat
menjadi tidak masuk akal.
Tetapi saya berharap nasib anda baik pada pertemanan intelektual anda dengan
pemikiran yang tulus dan mulia ini. Walaupun kesalahan dari seseorang lebih
mengandung pembelajaran dibandingkan kebenaran yang mungkin adakalanya
ditemukan pada suatu obrolan yang fasih dari orang lainnya.
Sahabat baikmu,
F.B.
PhenomenologySaya ingin membedakan pertanyaan apakah itu fenomenologi dari beberapa
pertanyaan khusus tentang klaim tertentu yang khusus dibuat untuk itu.
I. Apa Itu Fenomenologi
Fenomenologi ini tidak secara khusus berkaitan dengan fenomena
dalam arti masuk akal. Jika tidak, tiap kejadian, ada semacam
phenomenalism.
Judul (yang merupakan salah satu yang keliru) berasal dari
sumber sejarah berikut ini. Bretano, berikut Herbart, menolak para
psikologi yang menjadikan kemampuan mental sebagai syarat utama
analisis psikologis, dan bersikeras kebenaran tertinggi psikologi
adalah manifestasi khususnya kesadaran. Ini yang ia sebut
"fenomena psikis" tidak sebagai penampilan sebagai lawan nomena
atau hal-hal dalam diri mereka sendiri, tetapi sebagai manifestasi
langsung dilihat dari fungsi mental sebagai lawan yang disimpulkan
atau dibangun mental "kekuatan". Jadi "Fenomenologi" hanya berarti
sebagaimana adanya, ilmu manifestasi kesadaran dan mungkin telah
digunakan sebagai sebutan lain untuk psikologi.
Bretano selanjutnya membedakan antara dua macam
penyelidikan fungsi mental yang berbeda. Salah satunya empiris atau
apa yang disebutnya "genetik" - psikologi, yang bersifat induktif,
eksperimental dan statistik, dan kemungkinan kesimpulan yang hanya
generalisasi. Yang lain adalah penyelidikan ke dalam setiap konsep-
konsep atau praduga psikologi seperti empiris, yaitu, seperti
penyelidikan "apa yang menjadi kasus mengingat, menilai, dalam
menyimpulkan, berharap, memilih, menyesal, dll?" pertanyaanya. Apa
bentuk terakhir dari fungsi mental yang memberikan contoh dalam
kejadian tertentu, dan yang tidak terkait, dengan apa yang membuat
ini atau orang yang mengingat sesuatu, tetapi dengan apa gunanya
tindakan mental yang menjadi ingatan.
Dia mendapatkan posisi ini, yang saya kumpulkan, dalam cara ini.
Meyakini bahwa psikologis dan psikologi asosiasionis secara radikal
salah, ia harus memeriksa dan menolak prasangka- khususnya,
pengandaian. (1) Kehidupan mental adalah longsoran atomik "ide"
belaka dan (2) Bahwa "ide" ini tidak dalam arti apa-apa. Sebaliknya,
dikatakan, kita dapat mengetahui apriori. (1) bahwa setiap kasus
kesadaran bentuk apapun harus menjadi kasus kesadaran akan
sesuatu dan (2) bahwa ada jenis yang tak teruraikan dari jenis fungsi
mental, jadi sementara “ide” mungkin merupakan bahan dalam
menduga dan keinginan, menduga dan menginginkan tidak dapat
dianalisa tanpa redisu “ide” atau kompleks dari keduanya.
Apa yang mungkin pernah jadi garis pendekatannya, ia dan murid-
muridnya selalu sangat menjelaskan bahwa analisis jenis akar fungsi
mental adalah satu hal dan pencarian eksperimental atau statistik
untuk hukum-hukum alam yang mengatur terjadinya tindakan mental
dan menyatakan hal lain. Dan saya pikir mereka benar.
Husserl menggunakan istilah "Fenomenologi" untuk menunjukkan
analisis jenis akar fungsi mental. Dan ia mencoba untuk menunjukkan
(1) bagaimanapun juga fenomenologi merupakan bagian dari filsafat;
(2) bahwa ini merupakan penyelidikan yang dapat menjadi ilmu
pengetahuan yang ketat; (3) bahwa ini adalah apriori. (1) dan (3)
menurut saya itu benar; (2) tampaknya menurut saya salah atau
inovasi terminologis yang janggal. Karena saya tidak berpikir bahwa
filsafat atau bagian lain dari filsafat biasa disebut "sains." Metode
filosofis bukan merupakan yang ilmiah dan non ilmiah. Tapi ini bukan
pertanyaan yang saya ingin setujui.
Ini bukanlah penemuan atau teori baru yang menjadi bagian
penting dari filosofi yang mengandung dari investigasi analitik dari tipe
mental fungsional. Teori dari pengetahuan. Kepercayaan, pendapat,
persepsi, kesalahan, imajinasi, memori, kesimpulan, dan abstrak,
semua dapat di kategorikan bersama sebagai epistemology, sejak
Plato mengkonstitusikan bagian penting dari filosofi. Namun demikian
bagian besar dari Ethics, sejak Plato dan Aristotle, meliputi analisis
dari konsep motivasi, impulsi, hasrat, tujuan, kesimpulan, pilihan,
penyesalan, rasa malu, menyalahkan, pujian, dan keinginan. Dan
bagian dari perlakuan yang diberikan oleh filsafat bersejarah untuk
subjek ini belum analitis, tapi spekulasi atau hipotik atau dogmatik,
bagian lain selalu analis dan kritikal dan merupakan kasus dari apa
yang Husserl gambarkan sebagai metode fenomenologikal. Jadi tidak
ada yang menyimpan judul yang keliru telah diamankan, ia hanya
menegaskan bahwa ini dan itu seperti merupakan pernyelidikan
fenomenologis, itu semua adalah penyelidikan dalam alam lebih atau
kurang radikal dari mental fungsional.
Tentu saja, mengarah ke persetujuan lebih lanjut. Awal dari
pendapat dia, dalam oposisi, saya ambil itu, ke sekolah khusus dari
positivis dan psokologis eksperimental seperti halnya teori
asosiasionis dari psikologi, jenis mental fungsional telah dianalisakan
oleh ahli filsafat atau penomenologis ketika mereka tahu urusan
mereka cukup berbeda dari psikologi empiris ke dalam hukum
pemerintahan dalam kejadian mental, tindakan dan disposisi dalam
sejarah kehidupan seseorang di dunia. Untuk (1) metode dari filosofi
yang wajar adalah priori, dimana yang lain adalah induktif dan (2)
pertanyaan yang dikembagkan psikologi empiris mengandung konsep
analisis yang ditujukan pada fenomenologi. Jadi dua jalan yang
terkoneksi fenomenologi merupakan psikologi empiris independen: (1)
menjadi fenomenologi priori tidak dapat memakai seperti pendapat
observasi tertentu atau generalisasi induktif dari psikologi empiris dan
(2) menjadi analitik dan kritis memerlukan proposisi psikologikal atau
hal itu benar-benar terjadi (apakah itu benar atau salah), dan tidak
dapat memperoleh cahaya dari preposisi psikologikal tertentu yang
psikologis dikemukakan sebagai kebenaran atau kemungkinan.
Bagi saya ini benar dan dapat di generalisasikan. Tidak hanya
psikologi, tetapi semua ilmu pengetahuan dan segala jenis
pengetahuan atau kemungkinan mengarah pada penetapan preposisi
umum atau tertentu. Tetapi dalam kasus tertentu seperti preposisi
benar atau salah, analisis dari arti tersebut, atau apa yang akan
menjadi kasus apabila itu benar, berbeda dari dan di dalam prinsip
utama dalam penemuan dari apa yang membuktikan dan membuat itu
mungkin. Filosofi fisika tidak peduli pada jawaban yang ahli ilmu fisika
berikan pada pertanyaan fisika. Filosofi matematika tidak menunggu
jawaban dari semua qkuasi, dan kita haru mempunyai gagasan, dan
kita telah siap untuk menganalisa, kita dapat menentukan bahwa
tersangka layak mendapatkan hukuman.
Tidak ada preposisi filosofikal yang bersifat empiris dalam arti
perbedaan dari sifat subjek tertentu, atau dalam arti tersirat sebagai
preposisi dasar pemikiran. Ini tidak menyangkut bahwa pendapat
filosofi sebagiknya tidak mengandung referensi atau kasus tertentu
sebagai instansi atau contoh. Sebaliknya, contoh ilustratif yang baik
adalah faedah yang baik. Tetapi exempli gratia bukanlah ergo- seperti
yang ditunjukan bahwa faktanya khayalan sama bergunanya seperti
yang nyata, bukan merupakan kasus dalam argument induktif yang
murni.
Apriorisme Husserl, mungkin, tidak ada yang sangat
mengkhawatirkan. Tapi, pada saat abad terakhir, naturalisme dan
empirisisme begitu bergaya yang Husserl harus menuntut pertanyaan
yang logis sangat sulit dan melelahkan untuk membenarkan hal itu.
Dan pertama-tama kita harus melihat tiga poin kardinal dalam
laporannya tentang sifat proposisi filosofis apriori.
Apriorisme Hussel bukan sesuatu yang bahaya. Tetapi, pada abad
terakhir, naturalism dan empirisme sangat bergaya sehingga Husserl
menuntut pernyataan logical yang sangat sulit dan melelahkan untuk
membenarkan itu. Dan kita seharusnya mengetahui 2 poin utama
dalam akunnya dari preposisi filosofikal alam priori
1. Dia tidak berpikir bahwa filsafat sebaiknya membuat system
deduktif. Demonstrasi ordine geometrico tertuju pada matematika,
bukan filosofi. Dugaan Husserl Spinoza dari filosofi adalah bagian
dari geometri metafisika yang sepenuhnya keliru semacam
apriorisme. Dan aku pikir Husserl benar.
2. Selanjutnya, Husserl menolak untuk mengakui fenomenologi atau,
secara tersirat, dalam filsafat pada umumnya, apapun
membangun sistem metafisik atau konstruksi spekulatif. Metafisika
dogmatis diletakkan keluar pengadilan oleh Husserl seperti halnya
oleh Kant. (itu adalah, bagaimanapun, dikatakan bahwa beberapa
kesimpulan Husserl adalah sifat konstruksi metafisik. setengah
solipsisnya dan setengah akun monadological dunia yang
berpengalaman sama sekali tidak diharapkan untuk menemukan
apa yang berasal dari penyelidikan murni analitis dalam summa
genera manifestasi dari pikiran.) Tetapi dengan informasi baru
tentang dunia, untuk menganalisis bentuk yang paling umum dari
apa pengalaman menemukan yang dicontohkan dalam dunia saya
sepenuhnya setuju.
3. Di sisi lain akun khusus Husserl tentang hakikat pemikiran apriori
menurut saya salah. Pegangannya mirip Meinong, atau
digunakan untuk menyimpan, bahwa universal atau esensi serta
proposisi, adalah obyek dari suatu tatanan yang lebih tinggi. Dan
ini kita bisa memiliki pengetahuan dengan perkenalan yang
dianalogikan (meskipun tatanan yang lebih tinggi) awal perkenalan
persepsi kami dengan keterangan seperti pohon ini dan orang itu.
Kita bisa, dia memegang, merasakan atau esensi intuisi dalam
jenis yang sama dengan cara seperti yang kita dapat melihat atau
keterangan intuisi, kecuali bahwa intuisi langsung dari esensi
membutuhkan untuk didirikan pada intuisi langsung contoh
tertentu itu (yang mungkin contoh nyata atau imajiner). Filsafat
adalah, sesuai, semacam ilmu observasional (seperti geografi);
hanya objek yang memeriksa tidak entitas spationtemporal tapi
benda semi-Platonis yang berada di luar ruang dan waktu. Ini
adalah berkorelasi dengan tindakan konsepsi dan penghakiman,
meskipun apakah itu penting bagi mereka untuk menjadi begitu
korelatif atau apakah itu disengaja, yang tersisa lebih jelas dalam
tulisan-tulisan Husserl. Saya suka bahwa Husserl menggunakan
untuk menganggap mereka sebagai independen hidup dan
sekarang menganggap mereka sebagai intrinsik dari isi
kemungkinan tindakan berpikir.
Saya sendiri tidak percaya bahwa frase seperti "menjadi begitu
dan begitu" "menjadi ini dan itu" dan "begitu dan begitu juga seperti
itu" tidak menunjukkan atribut objek atau subjek. Karena saya tidak
berpikir bahwa mereka menunjukkan setiap ekspresi. Oleh karena itu,
meskipun saya bisa tahu apa itu sesuatu yang menjadi begitu dan
begitu, saya berpikir bahwa pengetahuan ini salah digambarkan
sebagai "intuisi esensi." Untuk intuisi, yang saya ambil menjadi
sinonim untuk pengetahuan dengan perkenalan atau persepsi,
tampaknya menjadi atau melibatkan hubungan antara dua atribut
subjek, perseptor dan hal yang dirasakan. Dan saya tidak berpikir
bahwa apa yang Husserl sebut "esensi" tergantung pada setiap
atribut. Namun, saya tidak berpikir bahwa seluruh bagian
fenomenologi bergantung pada teori khusus ini, jadi saya tidak
berpikir bahwa itu perlu dibahas di sini. Tapi kita akan harus bahas
nanti pertanyaan yang lebih umum, yang dihubungkan dengan yang
satu ini, mengenai teori objek internasional.
Begitu banyak rencana umum untuk fenomenologi. Ini adalah
bagiannya, mereka bagian dari filosofi di mana jenis akar fungsi
mental dibedakan dan dianalisis. Dan kebanyakan filsuf telah
membicarakan fenomenologi, seperti M. Jourdain berbicara prosanya.
Apa yang telah dilakukan Husserl selama ini adalah (a) untuk
membedakannya, karena ia pendahulunya sebagian besar telah gagal
dilakukan, antara filsafat dan metode psikologis menyelidiki
kesadaran; (b) untuk membuat jelasnta bahwa bagaimanapun ini
bagian dari filsafat analitis dan tidak spekulatif atau hipotetis; dan (c)
akan menamakannya dengan nama yang agak disayangkan.
II. Sekarang untuk Doktrin utamanya dalam Fenomenologi
Ini adalah "intuisi yang penting", yang dapat diketahui apriori
bahwa semua kesadaran adalah kesadaran akan sesuatu. Berharap
untuk menginginkan sesuatu, menyesal akan sesuatu, mengingat,
kecuali, memutuskan dan memilih yang mengingat sesuatu, kecuali
sesuatu, memutuskan sesuatu dan memilih sesuatu. Untuk setiap
bagian dari fungsi mental ada intrinsik sesuatu korelatif yang
merupakan "akusatif" fungsi itu. Tapi meskipun semua kesadaran
"disengaja" atau "transitif," itu tidak semua disengaja atau transitif
dengan cara yang sama, tindakan mengingat mungkin memiliki objek
yang sama sebagai salah satu penyesalan, tetapi itu berbagai macam
fakta dan "memiliki" objeknya dalam cara yang berbeda. Selain itu,
beberapa jenis "kesadaran" menuntut sebagai platform mereka. Saya
tidak bisa menyesal tanpa mengingat, meskipun saya tidak dapat
mengingat tanpa penyesalan. Dan lagi, saya tidak dapat mengingat
tanpa sekali langsung dirasakan, tapi saya bisa merasakan tanpa
harus mengingat. Dan seterusnya.
Selanjutnya, semua pengalaman yang disengaja, apa pun itu
termasuk "accusatives" harus mengalami ego. Cogito ergo sum
adalah proposisi kardinal dalam fenomenologi Husserl. "apakah itu
menjadi saya?" Mungkin, cara yang paling umum merumuskan
pertanyaan fenomenologi - memang koin Husserl judul alternatif
menarik bagi fenomenologi " Deskriptif egology transendental."
Terdapat dua tanda pengalaman yang disengaja - yaitu, bahwa
dalam semua itu ada subjek utama dan semua dari mereka ada obje
utama tidak independen. Mereka intrinsik korelatif. Namun korelasi
dapat mengambil berbagai bentuk karena ada berbagai jenis
pengalaman disengaja. Untuk jenis sengaja hanyalah sebuah cara
dianalisa tidak jauh di mana seorang mungkin tentang sesuatu.
Di sisi lain, subjek-tiang, bagi Husserl sebagaimana bagi
Descartes, sesuatu realitas yang secara filosofis unimpugnable dan
anggapan kurang, sedangkan salah satu benda yang di mana
mungkin dari waktu ke waktu diarahkan mungkin tidak memiliki
realitas selain bahwa dengan yang dikaruniai dengan menjadi apa diri
sendiri bermimpi, misalnya, atau mengharapkan atau percaya.
Seperti yang akan kita lihat, Husserl tidak, pada kenyataannya,
berhenti dalam filsafat subyektivis atau egosentris, meskipun ia
berhati-hati untuk berpendapat bahwa itu bukanlah suatu bentuk
solipsisme.
The Phenomenological ReductionDalam bingkai pemikiran kita sehari-hari, dan khususnya dalam bingkai
pemikiran saintifik, kita memperlakukan dunia dan segala sesuatu yang terjadi
secara bebas. Oleh karena itu kita fokus kepada hubungan mereka dengan yang
lainnya dan mengabaikan fakta yang memaksa kita untuk mengaitkan
ketertarikan kita, atensi kita, pertanyaan-pertanyaan kita, keputusan-keputusan
kita, kemauan-kemauan kita, akan tetapi biasanya kita gagal untuk mengingat
bahwa mereka adalah konstituen dari keanekaragaman pengalaman kognisi,
kemauan, dan emosi kita. Kita berpikir mengenai banyak hal, tetapi pada
umumnya kita tidak memperhatikan mereka pada akhirnya, apapun itu, dan hal
apa yang mereka pikirkan.
Sekarang, Husserl berargumen, dalam pengalaman-pengalaman kita, kita
dapat secara langsung memiliki self-evident perception. Pemeriksaan secara
refleksi pada perilaku kesadaran kita dapat memberikan kita pengetahuan dalam
kesempurnaan indrawi. Saya dapat mengetahui keduanya bahwa saya membuat
sebuah perilaku dari sebuah penjelasan tertentu dan apa itu penjelasan tersebut.
Mereka lebih berasumsi dari pada berargumen, mengikuti Descartes yang tidak
memiliki self-evident atau mengetahui pemeriksaan secara khusus.
Karena itu marilah kita menggunakan Method of Doubt dengan merangkak
keluar atau mengesampingkan segala sesuatu yang kita terima dalam pola
pemikiran saintifik kita sehari-hari dan melebihi apa yang inspeksi reflektif kita
dapat jamin. Hal ini akan menghasilkan satu set data penting yang dapat diteliti,
fakta-fakta yang dapat kita tenerima seperti proposisi bahwa matahari lebih besar
dari bulan, tetapi kita akan mengesampingkan fakta (jika memang benar salah
satunya) bahwa matahari memang lebih besar dari bulan. Kita tertinggal dengan
Erlebnisse, dan itu berarti bahwa kita dibiarkan tertinggal dengan seluruh
pengalaman dunia. Tapi apa (jika ada) ada atau tidak terjadi tanpa konstituen
dari pengalaman adalah tema dari setiap proposisi fenomenologis.
Apa yang dimaksud dengan ‘objek’ adalah apa pun kecuali seperti apa
yang "disebutkan" adalah untuk mengurutkan apa yang dimaksud dengan
pengalaman yang disengaja. Hal itulah yang sebenarnya merupakan salah satu
fungsi mental yang menjelaskan tentang salah satu fungsi mental itu sendiri.
Dapat dikatakan bahwa, hal tersebut merupakan karakteristik special dari suatu
tindakan atau perilaku, atau, yang berguna untuk menjelaskan ekspresi yang
menyesatkan yang mana Husserl sangat suka, objek dari pengalaman yang
disengaja, yang mana diperlakukan sebagai makna atau arti dasar dari
pengalaman tersebut.
Dapat kita katakan bahwa apapun yang mungkin menjadi objek spesial dari
studi dan semacamnya sebagai fisik, biologis, astronomi, psikologi, dan ilmu
natural yang lainnya –sejarah, sosiologi, ekonomi dan hukum, bisnis, politik, dan
dalam kata lain dapat disebut sebagai pekerjaan yang menggunakan intelektual,
praktikal dan emosional, semua kesamaan telah dan telah menjadi unsur dasar
dari karakter yang dialami. Hal tersebut merupakan cara dimana Saya atau Kita
berfungsi.
Oleh karena itu, Husserl berpendapat bahwa, baik penelitian ilmiah untuk
suatu hukum yang mengatur keberadaan sesuatu dan analisis filosofis khusus
tentang dasarnya mengandaikan analisis filosofis sebagai salah satu tipe dari
fungsi mental dalam beberapa contoh yang mana objeknya mempresentasikan
dirinyya sendiri sebagai unsur dari individu atau hal tertentu.
Jadi fenomenologis merupakan filosofi pertama, atau ilmu dari ilmu.
Fenomenologis merupakan satu-satunya yang memiliki topic tentang summum
genus dari suatu objek yang ilmu dan kepentingan lain miliki. Fenomenologis
bahkan memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada logika.
Oleh sebab itulah, menurut Husserl, bagian dari alam yang semua atribut
subjeknya memungkinkan akan menjadi unsur dari pengalaman yang disengaja
dari “Aku”. Tetapi sebagaimana seseorang dengan istilah yang masuk akal
hanya bisa menemukan sesuatu secara empiris di dunia objek, yang sebenarnya
tidak empiris, melainkan suatu yang murni dan sukar untuk diamati
“kesengajaannya” yang sebenarnya menjadi rumah dari objek tersebut. Husserl
mengembangkan doktrin Kantian atau neo-Kantian tentang kemurnian atau
keabsahan subjek yang tidak lain adalah kamu atau Saya dengan alsan bahwa
kamu dan Saya hanyalah benda di dalam daftar tuduhan dari pengalaman yang
disengaja.
Saya berpikir sendiri bahwa Husserl (dan Kant) sebenarnya bingung
dengan “I-ness” dan “I” yang baru. Proposisi mengenai “bewusstein uberhaupt”
sebenarnya mengenai bagaimana rasanya Aku (I) memiliki suatu pengalaman,
dan tidak hanya aku yang memiliki pengalaman tersebut. Tapi saya meragukan
jika itu akan berguna untuk merubah diskusi kita menjadi suatu pertanyaan.
Saat ini Husserl sepertinya sedang mencapai posisi dimana tidak ada yang
eksis –tentu saja, tidak masuk akal jika kita mebicarakan tentang keberadaan--,
di satu sisi, subjek dari pengalaman yang murni, ata beberapa subjek sejenis
yang berada pada haknya masing-masing, dan, di satu sisi, seluruh bidang objek
yang disengaja, dan segala sesuatu yang sesuatunya ‘disengaja’.
Kesimpulan ini sepertinya salah menurutku, dan dengan segala bentuk
doktrin yang merasa penting bahwa fenomenologis sebenarnya logis sebelum
semua pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan filosofis itu ada. Fenomenologi
sepertinya telah berbalik di tangan Husserl menjadi metafisik egosentris. Tapi
sepertinya ini merupakan hasil dari satu atau dua kegagalan teori yang tidak
akan pernah dan tidak buth untuk masuk kedalam analisis dari fungsi mental.
(a) The Doctrine of Intentional Objects
Sebuah asumsi berakar di dalam teori Cartesian dan Lockean tentang
keadaan mental bahwa ketika Saya sadar bahwa saya menyadari sesuatu maka
itu pastilah “ide”. Kita tidak perlu menyulitkan otak kita untuk mengetahui definisi
dari “idea” (yang mana ketidaksatuan tidak perlu dibahas), tetapi setidaknya kita
bisa mengatakan bahwa idea merupakan sesuatu yang mental dan sesuatu yang
ada atau terjadi di dalam pikiran yang kita sadari. Teori tentang ketidaksengajaan
adalah pendekatan tentang bukan sebagai penolakan melainkan untuk merubah,
mengelaborasikan dan menata ulang epistemology dari “ide”. Modifikasi pertama
adalah perbedaan antara tindakan dan objeknya, ideation dan ideatum,
contohnya, ide sebuah lingkaran, lingkaran adalah sesuatu dengan tengah tetapi
dalam pengertian ideanya tidak. Tapi tetap saja bahwa lingkaran benar-benar
ada atau terjadi di pikiran kita bersamaan dengan tindakan yang mana
menggambarkan “kontennya”. Sama halnya dengan, proposisi yang saya nilai
dan sesuatu yang diinginkan dengan yang saya inginkan, kita masih tetap bisa
tinggal di tempat yang ditinggali.
Walaupun begitu, Husserl, sama dengan Meinong dalam hal ini, menolak
bahwa suatu tindakan yang mana mengandung dasar di atau menyatu dengan
tindakannya. “Konten” bukan merupakan bagian dari fungsi mental. Instropeksi
tidak dapat menemukannya. (ini terbukti dengan kenyataan bahwa dua tindakan
yang waktunya berbeda bisa memiliki objek yang sama)
Tidak semua “konten” bisa diajukan kedalam dunia nyata yang terdiri dari
ruang dan waktu. Untuk apa yang kita sukai, harapkan, inginkan, konsepsi tidak
dapat ditemukan dimanapun. Husserl nampaknya, walaupun terlambat, menolak
teori hidup para Platonis dan Meinongian, dan sangat sulit memperkirakan
apakah “intentional objects” objek utama atau hanya merupakan pendamping.
Seharusnya ia memegang (yang saya percaya) bahwa apa yang kita dulu
sempat panggil sebagai “objek atau konten dari suatu tindakan yang disadari”
sebenarnya merupakan karakteristik spesifik atau alamiah dari suatu tindakan,
tujuan dari suatu ide bukanlah hubungan dari ide tersebut dan hal lain tetapi
merupakan bagian yang spesifik yang menjadi pembeda atau dalam beberapa
kasus merupakan terjemahan subjektif dari kasus tersebut. Pada kenyataannya
dia melanjutkan pembicaraannya bahwa setiap tindakan yang disengaja itu
memiliki keterkaitan, meskipun kaitannya terkait dengan relasi internal dari atribut
asli dari subjeknya.
Saya mendesak untuk menolak pandangan yang mana (1) bahwa adalah
suatu kesalahan dalam dirinya sendiri (2) bahwa hal itu berasal dari asumsi yang
salah bahwa “kesadaran dari…” adalah benar-benar summum genus yang mana
beberapa bentuk dari fungsi mentallnya (termasuk pengetahuan) merupakan
spesies homogeny yang sebenarnya.
1. Ini tentu saja merupakan idiom yang sesuai dan populer untuk
dibicarakan, "objek dari" imajinasi, keinginan, keyakinan, pengetahuan,
dll, ketika kita ingin merujuk pada apa yang seseorang bayangkan,
inginkan, percaya atau ketahui. Dan seperti yang sering kita gunakan
"objek" sebagai sinonim untuk "sesuatu" seperti ketika kita sebut kursi
Chippendale "yang bagus" atau "objek mahal," bahwa bagaimanapun
juga motif ini ibaratnya beberapa atribut subjek yang dimaksudkan ketika
kita sedang berbicara tentang apa yang bayangkan Jones atau dinginkan
atau dipercayai atau ketahui. Tapi anggapan ini tampaknya menjadi
keliru. misalnya untuk frase "objek yang diingikan Jones 'mewah’," tidak
selalu digunakan secara berbeda "dengan" - frase, lebih dari "dengan" -
phrase ini adalah "Poincare bukan Raja Perancis." hampir ekspresi
sistematis yang pasti keliru. Karena tidak ada yang bisa kita katakan
benar atau bahkan keliru " atau yang merupakan objek keinginan Jones
mewah." Kami memang dapat kondisi atribut Jones yang membayangkan
sesuatu yang ditandai dengan atau apa saja fitur situasinya, tidak adanya
tarif atau perubahan yang Jonas putuskan. Namun pernyataan ini tidak
akan mengharuskan kita untuk menggunakan frase deskriptif mengacu
keganjilan benda non-aktual. Referensi tersebut tidak dapat dibuat untuk
mereka akan saling bertentangan.
Bila, kemudian, doktrin intensionalitas menyiratkan bahwa setiap kasus fungsi
mental apa pun jenis harus ada korelatif, sesuatu yang istimewa digambarkan
sebagai "objek yang disengaja," maka doktrin ini tampaknya menjadi salah
2. Husserl mengasumsikan bahwa semua bentuk fungsi mental adalah
spesies atau suatu sub-spesies yang disebut genus summum "kesadaran
akan ..." dan dengan "kesadaran akan ..." yang artinya untuk
menunjukkan tidak mengetahui, tetapi hanya spesies sesuatu yang untuk
mengetahui adalah, dengan percaya, menebak, bermimpi, keinginan, dll.,.
Dari hal ini, tentu saja harus diikutu yang sering kali saya "sadar akan"
sesuatu yang tidak diketahui realitasnya dan tidak nyata sama sekali.
(tidak mungkin untuk menyatakan singkat pandang ini dengan cara yang
tak dapat digugat.)
3. Sekarang menurut saya Cook Wilson telah menunjukkan secara benar
seluruh asumsi fenomenologi yang kejam. Mengetahui tidak satu jenis
didefinisikan dari "kesadaran akan ..." antara lain, itu adalah sesuatu yang
bagaimanapun bagian dalam hal percaya, mengkhayal, menebak,
menginginkan dan sisanya harus didefinisikan. Keyakinan, misalnya,
adalah keadaan pikiran melibatkan referensi pengetahuan ganda ini
konsekuensinya "intensionalitas" tindakan mental yang harus didefinisikan
dalam istilah bukan dari "kesadaran akan ..." tetapi "pengetahuan ..." dan
seperti itu, jika tidak diri yang nyata, bagaimanapun juga yang masuk akal
untuk mengatakan bahwa apa yang saya tahu untuk kasus ini apakah
saya tahu atau tidak, sebuah fenomenologi beroperasi dengan gagasan
ini dimodifikasi internasionalitas tidak akan jelas terikat untuk
menghentikan metafisika egosentris, atau untuk mengklaim prioritas atas
semua lainnya tentang cabang filsafat, seperti logika atau filsafat fisika.
Karena tidak lagi penting untuk setiap atribut subjek untuk menjadi
"akusatif" untuk tindakan mental. Saat ini Intensionalitas tidak akan
menjadi hubungan internal.
(b) Immanent terhadap Persepsi Transcendent
Sebuah lokasi yang penting dalam argumen Husserl yang membantu
untuk melibatkan teorinya dalam kesimpulan semi-solipsistik diri bukti persepsi
immanent dan falibilitas persepsi transenden.
Dengan "Persepsi immanent" yang mengacu pada pengakuan langsung
atau inspeksi yang saya dapat memiliki keadaan mental saya sendiri dan ACS,
saat ini bersamaan dengan melakukan pemeriksaan terhadap mereka. Saya
membawanya dia mengacu pada apa yang kita sebut introspeksi. Ketika, yang
cukup jarang terjadi, saya mengintrospeksi pada saat Erlebnis saya, saya bisa
tahu dalam arti sempit bahwa saya menikmati Erlebnis ini dan jenis yang Erlebnis
itu. Introspeksi mengatakan kebenaran, seluruh kebenaran dan hanya
kebenaran.
Tapi (1), sementara saya tidak melihat alasan untuk meragukan bahwa
kita dapat memeriksa dan mengenali keadaan dan tindakan pikiran kita sendiri,
saya berpikir bahwa introspeksi ini tidak benar-benar persepsi hanyalah ingatan
dikendalikan oleh khusus oleh perhatian khusus. Tapi apapun itu, tampak jelas
bahwa kita sering membuat kesalahan tentang kondisi mental kita. Sangat
mungkin ini tidak boleh dikaitkan dengan "introspeksi keliru" tetapi kesalahan
karena kelalaian tanpa disadari untuk introspeksi. Tapi kemudian kegemaran
yang sama harus dibiarkan untuk apa yang sangat mungkin salag disebutkan
"persepsi keliru" dalam lingkup "persepsi transenden" yang Husserl sebut.
Jadi saya tidak melihat alasan untuk menyangkal secara universal bahwa
kita dapat memiliki pengetahuan dengan persepsi hal-hal fisik dan peristiwa.
Argumen Husserl dalam hal ini, yang belum saya uraikan, tampaknya saya
hanya menunjukkan bahwa persepsi tertentu tidak menceritakan seluruh
kebenaran tentang obyek mereka. Tetapi jika mereka bisa memberitahu kami
kebenaran dan hanya kebenaran, tidak ada kesimpulan yang merugikan dunia ini
tampaknya muncul dari perbandingan semacam ini persepsi dengan introspeksi.
Kesimpulan saya adalah, maka, ini: - (1) ada bagian penting dari filsafat
digambarkan sebagai filsafat psikologi. Hal ini, seperti bagian lain dari filsafat,
sebuah apriori dalam arti bahwa metodenya tidak induktif dan itu adalah objek
yang bukan sebagai yang fakta berbeda dari hal tertentu. Ini adalah penyelidikan
fakta ke dalam bentuk kelas-kelas tertentu, atau, untuk memasukkannya ke
dalam cara lain, bertanya apa yang sebenarnya dimaksud dengan itu, "" Jones
ingin ini tetapi memilih itu, "" Jones mengambil apa yang dia lihat menjadi begitu
dan begitu, "" saya begini dan begitu. "dan kita bisa, jika kita suka, menyebutnya
bagian dari filosofi" fenomenologi. "
(2) fakta bahwa Husserl menyimpulkan bahwa dunia terdiri dari tidak lain
hanyalah pengalaman mental yang bipolar, dan karenanya fenomenologi yang
"filsafat pertama" adalah hasil dari penerimaannya dari satu atau dua teori yang
tidak benar dan tidak tiba di dengan asli analisis fenomenologi.