Fenom - Intentionality_kel 4

58
INTENTIONALITY “Setiap fenomena mental dikarakterisasikan oleh apa yang para ilmuwan abad pertengahan sebut sebagai kesengajaan (intentional) (atau mental) (dalam) keberadaan suatu objek, dan apa yang kita sebut, walapun tidak seluruhnya merupakan istilah yang tidak ambigu, sebagai acuan dari suatu konten atau, arah menuju objek tersebut . . .” Franz Brentano PSYCHOLOGIE VOM EMPIIRISCHEN STANDPUNKTE [Brentano] telah mendapakan keuntungan di jaman yang penting dalam membuat fenomenologi menjadi mungkin. Dia mempersembahkan dunia modern tentang idea dari Intentionality. . . . Edmund Husserl IDEEN_III INTRODUCTION Tesis mengenai Intentionality mempertahankan bahwa (1) setiap ‘tindakan’ dari kesadaran ditujukan secara langsung terhadap suatu ‘objek’, tetapi hal tersebut (2) objeknya tidak perlu nyata. Pilihan pertama adalah kesimpulan ringkas dari “Theory of Objects” dari filosofis Austrian bernama Alexius Meinong. Teorinya memberi pengaruh besar terhadap Husserl dan fenomenologi sebagaimana pengaruh negatifnya terhadap

description

Fenomenologi Psikologi

Transcript of Fenom - Intentionality_kel 4

INTENTIONALITY

“Setiap fenomena mental dikarakterisasikan oleh apa yang para ilmuwan

abad pertengahan sebut sebagai kesengajaan (intentional) (atau mental) (dalam)

keberadaan suatu objek, dan apa yang kita sebut, walapun tidak seluruhnya

merupakan istilah yang tidak ambigu, sebagai acuan dari suatu konten atau, arah

menuju objek tersebut . . .”

Franz Brentano PSYCHOLOGIE VOM EMPIIRISCHEN STANDPUNKTE

[Brentano] telah mendapakan keuntungan di jaman yang penting dalam

membuat fenomenologi menjadi mungkin. Dia mempersembahkan dunia modern

tentang idea dari Intentionality. . . .

Edmund Husserl

IDEEN_III

INTRODUCTION

Tesis mengenai Intentionality mempertahankan bahwa (1) setiap

‘tindakan’ dari kesadaran ditujukan secara langsung terhadap suatu ‘objek’, tetapi

hal tersebut (2) objeknya tidak perlu nyata. Pilihan pertama adalah kesimpulan

ringkas dari “Theory of Objects” dari filosofis Austrian bernama Alexius Meinong.

Teorinya memberi pengaruh besar terhadap Husserl dan fenomenologi

sebagaimana pengaruh negatifnya terhadap Brentano Russel dan analisis

logikanya. Selanjutnya ada sedikit karakterisasi dari perbedaan antara

“transcendence” dan “immanence,” yang mana menjadi inti dari konsep

mengenai ‘objek’ dalam tesis tersebut, sebagaimana yang di munculkan oleh

Husserl pertama kalinya dalam tulisannya yang dianggap benar-benar

fenomenologikal, yaitu The Idea of Phenomenology. Essay tersebut dibuat oleh

Hubert Dreyfus, seorang fenomenolog Amerika yang merasa simpatik dengan

filosofi dari Merleau-Ponty, dan mencoba untuk mengembangkan pernyataan

awal Husserl mengenai “intentionality” yang berkaitan dengan konsep intinya

tentang “’meaning” (Sinn). Selanjutnya adalah surat untuk Husserl dari Frenz

Brentano, gurunya, yang doktrin mengenai ketidaksengajaannya ia adopsi

(meskipun kemungkinan besar lebih banyak dari pada apa yang Brentano sendiri

katakana tentang doktrinnya). Akhirnya adalah kritik dari filosofer Oxford

terkemuka yaitu Gilbert Ryle, yang pada satu titik merupakan pengikut simpatik

dari pergerakan fenomenologikal.

MEINONG’S THEORY OF OBJECTSLEONARD LINSKY

Teori Meinong tentang objek berakar pada psikologi Brentano. Menurut

Brentano, karakteristik fenomena mental merupakan ‘intensionalitas’ atau

directedness terhadap objek. Seseorang dapat melihat, mendengar, membau,

dan merasakan beberapa benda. Seseorang bisa berpendapat, mengandaikan,

mengetahui, atau mempercayai sesuatu. Dengan demikian Meinong dapat

melihat kemungkinan adanya ilmu baru atau bidang pengetahuan, teori benda,

dengan demikian jelas bahwa ada diantara ilmu yang tidak ada ‘dimana kita bisa

mencoba mempertimbangkan teori benda seperti itu, atau setidaknya dari yang

kita bisa’.1

Tetapi bukankah metafisika merupakan disiplin ilmu yang dapat kita lihat?

Metafisika merupakan bidang studi ‘being qua being’. Tentunya hal ini dalam

disiplin ilmu kita dapat menemukan studi mengenai benda. Tetapi, menurut

Meinong, metafisika itu masih belum cukup untuk mencakup ilmu umum

mengenai objek. Alasannya adalah apa yang telah ada dan akan ada, jauh lebih

kecil dibandingkan dengan totalitas objek, dari pengetahuan.2

Hal ini tidak dapat diketahui dengan mudah, menurut Meinong, karena

kita memiliki ‘prasangka tentang suatu hal’. Dengan prasangka ini, kita

menganggap bahwa bahwa apa yang tidak nyata adalah ‘hanya ada’. Oleh

karena itu kita menyimpulkan bahwa yang tidak nyata merupakan sesuatu yang

tidak memiliki ilmu pengetahuan.

Aplikasi ‘atau setidaknya ada aplikasi yang bermanfaat’. Pandangan ini

dapat dikatakan keliru karena adanya pertimbangan ‘benda ideal’. Benda yang

ideal memang bertahan lama, tetapi tidak ada. Oleh karena itu, mereka tidak

ada, dalam arti tidak nyata. Hubungan kesamaan dan perbedaan adalah contoh

benda yang ideal. Mereka mungkin bertahan antara realitas tetapi mereka bukan

‘bagian dari realitas’ tersebut. Ide, pendapat, dan asumsi sering berhubungan

dengan benda-benda tersebut. Nomor-nomor merupakan ‘contoh benda yang

ideal, tidak ada dalam penjumlahan (hanya ada nomor). Terkadang, tentu saja,

jika nomor tidak ada, sebagai contoh kita dapat menghitung mitologi dewa-dewa

di Olympus.

Dalam ilmu baru, satu perbedaan penting pada benda yang diamati dan diselidiki

adalah perbedaan di antara benda yang bersifat indrawi dan kenyataan.

Tindakan mental diarahkan pada objek, tindakan kognitif (pengetahuan,

kepercayaan, perkiraan) adalah jenis yang disebut objektif khusus .

Apa yang kita lihat adalah obyek dalam arti sempit, misalnya, kucing. Tapi

kami menyebut atau menganggap bukan kucing tetapi, misalnya, bahwa kucing

di atas tikar atau Meinong kadang mengatakan itu. Kita menyebut keberadaan

kucing di atas tikar. Ada, maka, selain benda-benda dalam arti sempit, kelas

khusus benda seperti keberadaan kucing di atas tikar atau tidak ada kucing di

atas tikar yang merupakan objek dari tindakan kognitif. Jika apa yang dinilai

benar, maka perkiraan tersebut bersifat objektif. Kucing dan tikar ada, tetapi

tujuan keberadaan kucing di atas tikar (bahwa kucing di atas tikar) tidak ada, itu

hanya perkiraan.

Dalam arti tujuan itu sendiri ‘dapat mengasumsikan fungsi tersebut

terhadap suatu objek dalam arti sempit '. Jika saya menilai 'Memang benar

bahwa antipoda ada' bahwa antipoda sesuai penilaian saya dalam cara yang

sama bahwa kucing dan tikar berhubungan dengan tujuan penilaian saya 'kucing

di atas tikar '. 'Kebenaran dianggap bukan antipoda, "tetapi untuk tujuan".' Tujuan

ini bisa. bertahan hidup, tetapi tidak seperti antipoda sendiri, tidak bisa. Hal ini

berlaku tujuan yang benar, 'sehingga setiap tindakan kognitif yang memiliki

tujuan sebagai objeknya mewakili hal yang mengetahui sesuatu yang tidak ada '.

Sebuah anggapan penting Meinong, yang dirumuskan dalam sebuah

'prinsip kemerdekaan sehingga kesejahteraan (Sosein) dari yang (Sein)'. Benda

ini memiliki banyak karakteristik tersendiri dalam keberadaannya. Kelompok

persegi adalah bulat dan persegi, meskipun itu tidak ada. Kami dapat membuat

pernyataan benar atau salah tentang apa yang tidak ada, misalnya, Zeus atau

Pegasus atau gunung emas. Akan salah jika mengatakan bahwa Pegasus

adalah seekor bebek dan benar jika mengatakan itu seekor kuda. Tapi jika

memang demikian, sehingga kesejahteraan (Sosein) dari Pegasus harus

independen keberadaannya (Sein). Pegasus memiliki karakteristik sebagai kuda

terlepas dari apakah dia ada ataupun tidak.

Hal tertentu adalah tidak nyata (Nichtseiendes) setidaknya mampu

melayani sebagai objek bagi mereka yang memahami penilaian yang

Nichtsein. ... agar mengetahui bahwa tidak ada Bujur sangkar, saya

hanya membuat penilaian tentang putaran persegi. … Mereka yang

bermode paradoks berekspresi sesuai dengan yang mereka katakan: Ada

objek yang benar untuk mengatakan bahwa tidak ada benda-benda

seperti '. {Es gibt Gegenstande, von denen gilt, dass es dergleichen

Gegenstande nicht gibt).

Doktrin Meinong mengenai 'Aussersein objek murni' adalah salah satu

yang paling sulit, tetapi juga dari sudut pandang buku ini, salah satu gagasan

yang paling menarik dan penting; Jika saya mengatakan, 'biru itu tidak ada', Saya

sedang berpikir hanya biru, dan sama sekali tidak dari presentasi dan kapasitas

yang mungkin..

"Seolah-olah biru harus berada di tempat pertama, sebelum kita bisa

menimbulkan pertanyaan eksistensinya (Sein) atau non-makhluk (Nicht-

sein) *. . . Biru atau benda lain apapun, bagaimanapun diberikan sebelum

tekad kami dari eksistensinya atau non-makhluk, dengan cara yang tidak

membawa prasangka apapun untuk bukan eksistensinya, ... Jika saya

harus bisa menilai bahwa objek tertentu tidak, maka saya tampaknya

harus memahami objek dalam beberapa cara sebelumnya, untuk

mengatakan hal tentang bukan eksistensinya, atau lebih tepatnya, untuk

menegaskan atau menyangkal anggapan bukan makhluk pada objek.

Ide kami merupakan akar dari salah satu masalah utama tentang

referensi yang disajikan dalam bab pertama. Teori Meinong tentang '’Aussersein

of the pure object’ merupakan upaya untuk memberikan solusi tentang referensi.

Solusinya, adalah chimera, kotak bulat, dan lainnya yaitu benda-benda yang

tidak nyata.

Doktrin mengenai ‘objek murni’ subjek proposisi subjek-predikat sangat

mungkin menunjukkan sesuatu yang tidak ada, misalnya, Santa Claus. Beberapa

proposisi tentang Santa Claus meyakini benar adanya dan beberapa

menganggap salah. Misalnya, ‘Santa Claus tinggal di Kutub Selatan adalah tidak

benar’. Santa Claus dilambangkan dengan istilah subjek proposisi, Santa Claus

bukan Paul Buhyan ataupun bukan keduanya. Doktrin kemerdekaan Sein dari

Soseat mengakui fakta bahwa beberapa proposisi tentang Santa Claus dan-Paul

Bunyari benar adanya dan beberapa mengatakan tidak ada.

Salah satu masalah yang kami sajikan dalam bab pertama. Argumen

untuk menunjukkan bahwa obyek murni ausserseiend, ada ataupun tidak ada.

Argumennya adalah sebagai berikut. Bahwa A bukan merupakan tujuan,

sebanyak tujuan sebagai keberadaan A (Sein A). Tingkat kepastian yang kita

dibenarkan memiliki penegasan bahwa A tidak sama dengan tingkat kepastian

menurut teori Meinong. Sebuah tujuan dapat menjadi tujuan yang (Seinsobjektiv)

atau merupakan bukan tujuan (Nichtseinsobjektiv). 'Pegasus ada' menegaskan

tujuan-jenis pertama dan 'Pegasus tidak ada' tujuan dari jenis kedua. Tetapi

tujuan ini berada dalam suatu hubungan tertentu dengan objeknya, Pegasus.

Sebuah pemandangan alam (yang keliru menurut Meinong) adalah bahwa

hubungan tujuan dengan objeknyamerupakan suatu hal yang terpisah. Jika kita

membuat analogi, maka kita bisa menyimpulkan dari keberadaan tujuan, bahwa

Pegasus tidak ada (non-being of Pegasus). Tidak ada yang salah dengan

kesimpulan ini selama kita tidak memikirkan keberadaannya. Menurut Meinong,

pada satu waktu, mengatakan argumen bahwa ini menunjukkan bahwa objek

memiliki tiga urutan, baik subsisten seperti tujuan atau eksistensi seperti Plato.

Keberadaan bertentangan dengan non-eksistensi. Santa Claus tidak ada

pada kenyataannya. Hanya benda ideal, angka, tujuan, dapat hidup Sama

seperti keberadaan bertentangan dengan non-eksistensi, sehingga subsisten

bertentangan dengan non-subsisten. Tujuan yang Santa Clous tidak ada,

subsists, tetapi tujuan yang Santa Claus ada, tidak bertahan hidup Keunikan dari

urutan ketiga ini yang adalah bahwa hal itu bertentangan dengan apa-apa. Tidak

ada objek dapat gagal untuk memilikinya Untuk sup¬pose bahwa ada beberapa

variasi dari non-makhluk lawan jenis menjadi, karena ada sesuatu dari jenis yang

sama seperti keberadaan dan subsisten menentang mereka. Kemudian bagi kita

untuk menilai tikar objek memiliki jenis non-makhluk kita harus menganggap jenis

keempat menjadi ke objek, oleh ^ argumen yang sama yang digunakan di atas.

FROM THE IDEA OF PHENOMENOLOGYEdmund Husserl

Saya mengatakan bahwa kognisi dengan kritik kognisi harus berisi apa

yang akan dipertanyakan. keduanya harus berisi epistemologi dan memberikan

dorongan untuk berpikir kritis. Hal ini diperlukan untuk refleksi dan akan

memberikan manfaat untuk kita.

Jika kita melihat lebih dalam pada apa yang begitu misterius, dalam

perjalanan refleksi selanjutnya tentang kemungkinan kognisi, apa yang

menyebabkan malu, kita akan merasa transendensi kognisi. Mengenai semua

kognisi alami, dan terutama pra-ilmiah, adalah kognisi yang membuat objeknya

transenden. Ini berarti objek tersebut ada, untuk mencapai hal-hal fakta yang

tidak "tegas diberikan kepadanya," untuk itu tidak "immanent".

Tetapi transendensi ini diakui ambigu. Yang dimaksud dengan

transendensi adalah bahwa objek kognisi tidak benar (reell) yang terkandung

dalam tindakan kognitif sehingga seseorang akan berarti oleh "yang benar-benar

diberikan" atau "immanently given" bahwa obyek tindakan kognitif adalah benar-

benar terkandung dalamtindakan: tindakan kognitif, cogitatio, merupakan bagian

abstrak asli benar-benar merupakan itu-tetapi hal fisik yang bermaksud atau

"seharusnya merasakan atau mengingat, dan lainnya, tidak dapat ditemukan

dalam cogitatio itu sendiri, seperti proses mental; hal fisik tidak dapat ditemukan

bukan sebagai sesuatu yang benar-benar ada dalam cogitatio mati. Jadi mati

yang dimaksud adalah: bagaimana bisa proses mental sehingga untuk berbicara

transenden sendiri immanent di sini berarti imanen dalam proses kasar kognitif.

Tetapi disini masih transendensi lain yang berlawanan adalah imanensi

yang sama sekali berbeda, yaitu, givenness mutlak dan jelas, givenness dalam

arti mutlak. Givenness ini, yang mengatur keraguan, terdiri dari hanya dari

"melihat" dan menangkap objek yang dimaksudkan itu sendiri seperti itu, dan itu

merupakan konsep yang tepat dari bukti (Evi-Denz) dipahami sebagai bukti

langsung. Semua kognisi yang tidak jelas, yang meskipun bermaksud atau

berpendapat sesuatu objektif namun tidak melihatnya sendiri. Dalam kognisi

seperti kita melampaui apa yang setiap saat benar-benar diberikan, melampaui

apa yang bisa langsung "melihat" dan ditangkap. Pada titik ini kita mungkin

bertanya: Bagaimana bisa kognisi menempatkan sesuatu yang sudah ada yang

tidak langsung dan benar-benar diberikan di dalamnya?

Pada awalnya, sebelum kita melanjutkan ke tingkat refleksi epistemologi

yang lebih kritis, kedua jenis imanensi dan transcendence saling mempengaruhi.

Siapapun yang memiliki pertanyaan pertama tentang kemungkinan transendensi

adalah pada saat yang sama benar-benar juga menimbulkan pertanyaan kedua:

yaitu, bagaimana bisa ada transendensi di luar givenness? Dalam hal ini ada

pendapat yang tak tersampaikan ini merupakan givenness abstrak yang

terkandung dalam tindakan kognitif. Dari objektivitas kognisi yang tidak benar,

yang terkandung dalam tindakan yang dianggap sebagai teka-teki dan

bermasalah. Sekarang kita dapat menafsirkan transendensi di satu sisi atau di

sisi yang lain. Pada awalnya memiliki arti yang dikatakan ambigu, tetapi

transendensi merupakan awal yang baik untuk masalah utama dari kritik kognisi.

Dapat memberikan solusi untuk masalah yang dianggap sebagai kritik kognisi.

SINN dan Objek Intensional Hubert L. Dreyfus

Logische Untersuchung yang ke-enam merupakan usaha pertama

Husserl dalam analisis persepsi secara fenomenologis. Tetapi, kita harus

memulai dari penjelasan singkat mengenai konsep-konsep dasar yang

digunakan oleh Husserl dalam Logische Untersuchungnya yang pertama tentang

analisis ekspresi linguistik, yang merupakan usaha Husserl dalam

menggeneralisasi pengertian tersebut, ia awalnya diterapkan dalam level

konseptual, hingga akhirnya terbentuk anggapan yg berujung pada teori baru

tentang persepsi, kesulitan dan reformulasinya. Hal-hal tersebut nanti akan kita

lihat selama mempelajari tentang hasil kerja Husserl.

Penelitian pertama membicarakan tentang ekspresi dan maknanya

(Ausdruck dan Bedeutung). Menurut Husserl, manifestasi fisik dalam ekspresi

linguistik tidak hanya berupa suara atau suatu tanda tetapi juga tindakan yang

sadar yang memiliki suatu makna. Selain itu, meskipun suatu ekspresi memiliki

makna, orang akan kesulitan dalam mengartikan kecuali tindakan yang memiliki

makna tersebut diikuti dengan tindakan dari intuisi. Observasi ini memberikan

suatu hasil yang tiga tingkatan yang berbeda, yang menurut Husserl, tingkatan

pertama adalah hubungan antara manifestasi fisik dan ekspresi, meaning-

conferring (bedeutungsverleihendre Akt) dan meaning-filling acts

(bedeutungsfullende Akt). [Husserl, LU 38]

Beralih ke analisis mengenai meaning-conferring, atau yang Husserl

biasa sebut di mana saja sebagai “signifying act (tindakan yang menandakan

sesuatu),” dapat kita ketahui bahwa tindakan tersebut memiliki makna atau tanda

bahwa mereka memiliki isi atau tidak. Hal tersebut berdasarkan pengertian

bahwa suatu ekspresi memiliki maksud atau makna (meint) sebagai suatu objek,

tidak peduli apakah sosok objek (germeint) tersebut benar-benar ada di dalam

pengalaman kita. Walaupun objek tersebut tidak benar-benar ada, walaupun

tidak dapat dibayangkan seperti bulatan yang kotak, setiap kali saya

membayangkan objek tersebut atau memahami hal-hal yang mengacu oada

objek tersebut, saya melakukannya karena hal tersebut memiliki suatu makna

yang berhubungan dengan tindakan saya. Dikarenakan makna tidak tergantung

pada keberadaan segala sesuatu yang melebihi tindakan itu sendiri, makna

tersebut dapat kita katakan sebagai konten atau isi (Inhalt) dari tindakan tersebut.

Dan selama kontennya objektif, sebagai contoh intersubjektif dan dapat diulangi,

tetapi tidak secara fisik benar-benar nyata, maka konten tersebut dapat kita

katakan sebagai ideal. Konten yang ideal dari sense-conferring acts disebut

sebagai Bedeutung oleh Husserl.

Sudah dipastikan bahwa tidak ada yang salah tentang apa yang kita

sebut sebagai Bedeutungen itu meliputi kesatuan ideal yang ketat, yang

ditampilkan dalam kemajemukan suatu ekspresi dan pemikiran di dalam

kemajemukan suatu tindakan, tapi tetap harus dibedakan dari

pengalaman si pemikir yang tidak disengaja sebagaimana ekspresi yang

tidak disengaja. [Husserl LU 92]

Konten yang ideal ini, menurut Husserl, tidak berasal dari dunia nyata

yang individunya selalu berubah dan tidak juga berada di dalam aliran kesadaran

kita, karena konten ini berada di dalam “temporal sphere.” Bahkan, makna dalam

konten tersebut menciptakan suatu “kelas – kelas konsep yang berarti “objek

universal” yang, sebagaimana konsep-konsep lainnya, konsep ini tidak berada di

dalam ruang dan waktu. [Husserl, LU 101]

Husserl menyatakan bahwa kebutuhan untuk membedakan antara objek

yang nyata dan konten yang ideal dari suatu tindakan akan menjadi lebih jelas,

ketika kita dapat menyadari bahwa suatu ekspresi mungkin benar untuk

beberapa objek, seperti dalam istilah umum, beberapa ekspresi mungkin memiliki

makna yang berbeda (bedeutung) yang lebih mencolok dan semuanya memiliki

objek yang sama (Gegestand). [Husserl, LU 47] Agar dapat

mengkonseptualisasikan hubungan antara makna dan objek ini kita harus

membedakannya dalam tiga tingkatan : the meaning-conferring act, the meaning

of the act, dan the object meant. Arti dari objek itu sendiri mungkin menjadi

kesatuan yang ideal sebagaimana dalam kasus objek matematis, atau mungkin

objek material dalam ruang dan waktu. Jika kita membatasi diskusi kita dengan

persepsi sehingga objek satu-satunya yang menjadi berada di bawah

pertimbangan adalah objek material, yang Husserl sebut sebagai “nyata”,

[Husserl, LU 399] kita dapat mengatakan bahwa tiga tingkatan Husserl meliputi :

tindakan yang riil (reell), makna yang ideal, dan objek yang nyata (real).

Pembagian atas tiga bagian ini tepat berkaitan dengan pembagian antara

idea, sense dan reference milik Frege dalam artikelnya yang berjudul “Sinn un

Bedeutung.” [Frege, BG 59] Ini bukanlah sebuah kebetulan. Dalam buku pertama

Husserl, The Philosophy of Arithmetic, yang sempat dikritisi oleh Frege karena

terlalu psikologistik, sebagai contoh “mengaburkan perbedaan antara image dan

concept, antara imajinasi dan pikiran.” Image, sebagaimana yang Frege

debatkan, adalah kejadian psikis yang terbatas dalam benak seseorang,

sedangkan “kita bisa berpikir : satu atau pemikiran yang sama bisa dipahami oleh

banyak orang.” [Frege, BG 79] Menurut Frege, makna atau arti dari suatu

ekspresi itu universal dan abadi.

… suatu kebutuhan tanpa beban dalam membicarakan suatu arti,

sedangkan dalam kasus pembicaraan mengenai suatu ide, seseorang

harus dengan tegasnya menambahkan milik siapa ide tersebut dan pada

saat apa. [Frege, BG 79]

Husserl menerima pendapat Frege tentang perbedaan tiga tingkat

mengenai kejadian psikis (termasuk kondisi dan tindakan) yang pribadi dan

sementara, yang maknanya universal dan non-temporal, dan objeknya yang

memiliki makna yang dimaksudkan.

Tindakanku dalam menilai adalah pengalaman yang sementara, dimana

muncul lalu hilang kembali. Tetapi ini bukanlah kasus yang membuat

saya merasakan hal tersebut, kontennya… sesering saya atau orang lain

mengutarakan ekspresi yang sama dalam arti yang sama, sebuah

keputusan telah dibuat. Tindakan dalam menilai berbeda di setiap

kasus, tetapi hal yang dinilai, dan hal yang ditegaskan didalam

pernyataan, selalu sama. Hal tersebut dikarenakan, arti yang paling ketat

di dunia, semuanya identikal…. [Husserl, LU 44]

Perubahan yang dilakukan Husserl pada analisis Frege hanya berupa

istilah saja. Husserl mengusulkan untuk menggunakan istilah “object

(Gegenstand) untuk reference (Bedeutung), dan Bedeutung dan sinn secara

bergantian menjadi sense (Sinn), dikarenakan “hal tersebut lebih dekat dengan

penggunaan bahasa Jerman” dan “akan lebih mudah jika kita memmiliki istilah

yang berhubungan dengan investigasi semacam ini dimana maknanya benar-

benar Bedeutung yang sedang kita pelajari ini.” [Husserl, LU 32-53]

Makna dari Bedeutung atau Sinn beserta fungsinya dalam ilmu

pengetahuan adalah subjek dari semua penelitian Husserl, dan tugas kita adalah

untuk mengikuti berbagai variasinya. Tindakan pertama yang Husserl lakukan

untuk membuat gagasan suatu makna, yang dimana makna tersebut dikenalkan,

adalah dengan menunjukan bahwa meaning-conferring act pada dasarnya

berhubungan dengan makna, yang berhubungan dengan tindakan yang

memenuhi atau tidak.

Satu hal yang pasti, setiap ekspresi yang atau tidak memiliki fungsi

epistimologis (yaitu, apakah tujuannya dapat atau bisa diisi dengan intuisi

yang sesuai) memiliki maknanya masing-masing (Meinung) . . . dan

bahwa bedeutung merupakan karakter yang terpadu secara spesifik dari

meinung. [Husserl, LU 45]

Observasi ini dapat digunakan untuk mendukung prekonsepsi filosofikal

Husserl, yaitu doktrin intensionalitas yang dia ambil dari gurunya Franz Brentano.

Husserl mengatakan dengan persetujuan Brentano bahwa:”dalam persepsi

sesuatu dirasakan, dalam imajinasi sesuatu diimajinasikan, dalam sautu ekspresi

sesuatu diekspresikan, dalam cinta sesuatu dicintai, . . dsb”, dan ditambah

dengan “apa yang dapat dilihat dari kesamaan dari contoh tersebut adalah

bahwa Brentano berpikir bahwa : “Setiap fenomena psikis dikarakterisasikan

dengan apa yang para pelajar abad pertengahan sebut dengan ketidakberadaan

intensional (mental) dari objek tersebut, dan apa yang kita sebut sebagai . . .

rujukan dari konten, yang diarahkan menuju suatu objek (yang tidak berarti

bahwa sesuatu itu nyata) atau objektivitas imanen (Gegenstandlichkeit)’.”

[Husserl, LU 366-367]

Husserl mengikuti gurunya dalam melihat “relasi dari tujuan . . . sebagai

dasar yang menentukan semua tindakan psikis,” sebagai contoh, ia

menggunakan definisi tindakan milik Brentano bahwa “fenomena yang di

dalamnya mengandung objek intensional” menjadi “definisi dasar.” [Husserl, LU

368]

Jika tindakan yang disadari itu ada, maka dengan demikian, dengan

kebohongan ini, saya tekankan, bahwa pada esensinya, tujuan dari ‘relasi

terhadap suatu objek’ telah disempurnakan dan dengan demikian suatu

objek dinyatakan ‘ada secara disengaja. . .’ [Husserl, LU 372]

Akan tetapi, apa sebenarnya objek yang pada dasarnya dimiliki oleh

suatu tindakan? Apakah itu Sinn? Kita telah menegaskan bahwa Sinn adalah

konten penting atau ada hubungannya dengan setiap tindakan tetapi bukan

sebagai objeknya. Sinn adalah Meinung dan bukan Gemeint. Tetapi, tetap saja

kita sedang mencari suatu objek intensional dan hal-hal apa saja yang dapat

disebut sebagai objek intensional itu belum cukup jelas.

Kata intensional, seperti apa yang orang harapkan dari bentuknya, bisa

diterapkan kedalam sense sebagaimana diterapkan pada maksud dari

tujuan itu sendiri. Bahwa pada suatu objek, suatu kesatuan yang

disengaja tidak benar-benar memiliki arti bahwa kesatuan itu disengaja.

[Husserl, LU 97n]

Dapat kita pahami bahwa, suatu objek yang “ada secara disengaja”

adalah suatu acuan atau objek yang aktual atau nyata (meint), sedangkan dalam

artian lain objek yang ada secara disengaja itu adalah Bedeutung.

Jika seseorang berharap dapat mempertahankan teorinya mengenai

kesengajaan (intentionality) sesuai dengan setiap tindakan yang memiliki objek,

maka seseorang dapat dengan bebasnya memanfaatkan ketidakpasian gagasan

mengenai objek tersebut, dan dapat mengidentifikasi arti suatu tindakan dengan

objek yang disengaja (intentional) nya. “Objek yang disengaja (intentional)” akan

berarti sama dengan apa yang telah kita sebut sebagai korelasi ideal dari suatu

tindakan (ideal correlate of the act), dan korelasi dasar dari suatu tindakan

(essential correlation of act) dan objek yang dituntut dalam suatu thesis akan

terjamin. Walaupun begitu, Husserl, tidak memanfaatkan keambiguan hal ini.

Demi suatu kejelasan dan kemungkinan yang dikarenakan pada kasus tindakan

yang disengaja ini yang memiliki objek, objek yang berada di pikiran kita lah yang

dijadikan acuan dan bukan yang kita rasakan, ia mengubah pernyataan Brentano

dan menggunakan “intentional correlate” atau “objek yang disengaja dan

sebagainya” untuk mengacu pada acuan tersebut dan bukan pada artinya. Ia

sama sekali tidak konsisten pada penggunaan pernyataan itu tetapi ini adalah

satu-satunya cara agar orang mengerti suatu ungkapan yang mengatakan

bahwa : “seseorang hanya butuh untuk mengatakannya dan semua orang harus

mengakuinya bahwa : presentasi dari objek yang disengaja tidak pernah berubah

(Derselbe) sebagai objek luar yang nyata [Husserl, LU 424-425]

Untuk mengekspresikan kenyataan bahwa acuan yang sama bisa

dianggap sebagai objek yang disengaja dengan makna yang berbeda, Husserl

terpaksa mengenalkan perbedaan baru antara “objek seperti yang dimaksudkan

(Object as it is intended)” dan “objek yang dimaksudkan (object which is

intended).” Keduanya merupakan acuan tetapi objek seperti yang dimaksudkan

itu adalah objek yang menurut pandangan orang yang melakukan tujuan atau

maksud yang dimaksudkan. Dalam kasus Frege mengenai bintang fajar, bintang

malam, dan planet Venus, objek seperti yang dimaksudkan akan berarti bintang

fajar atau bintang malam. Karena hal tersebut, Husserl kemudian membedakan

antara apa yang dimaksudkan dalam suatu objek dan maksud dari objek (the

object intended) atau, seperti apa yang telah ia katakan, bahwa konten objek

tersebut disengaja (intentional) atau sangat-disengaja (extra-intentional). Husserl

tidak mendiskusikan permasalahan dari perbedaan yang muncul seperti, apakah

konten objek yang disengaja (intentional content of the object) itu nyata atau

ideal atau apakah objek tersebut memiliki semacam tiga status ontologis?

Bagaimana konten yang disengaja itu berhubungan satu dengan yang lainnya

dan terhadap konten yang sangat-disengaja. Pada akhirnya, bagaimana cara kita

mengkonseptualisasikan kenyataan bahwa “objek seperti yang dimaksudkan” itu

benar-benar seperti yang dimaksudkan dengan cara lian? Semua pertanyaan ini

akan muncul dan akan di tuntaskan dalam Ideas dimana konten objek yang

disengaja dan yang sangat-disengaja dapat diserap di dalam korelasi atau

Noema.

Untuk saat ini, permasalahan kita adalah bagaimana cara menyimpan

tesis yang intensional. Jika objek yang disengata itu identik dengan objek yang

nyata maka suatu tindakan mungkin akan gagal dalam memiliki objek yang

disengaja dalam arti ini. Kompensasi yang harus kita temukan dalam Sinn, jika

bukan objek yang disengaja, maka setidaknya semacam korelasi obyektif tak

terelakkan dari tindakan yang disengaja.

Kita harus dapat membedakan antara dua orientasi dari subjek yang

melakukan tindakan yang disengaja. Kita telah mengatakan bahwa dalam sikap

yang biasa kita lakukan sehari-hari, apa yang kita pikirkan menjadi acuannya,

bukan Sinn, dalam setiap tindakan kita. Kita bisa menganggap bahwa Sinn

sebagai suatu objek, akan tetapi, jika kita beralih dari sikap yang natural menjadi

sikap yang reflektif.

Bukannya diserap kedalam tindakan sejenis yang dilipatgandakan dan

sedemikian naifnya memposisikan sebagai keberadaan atau telah

ditentukan, atau secara hipotetis, objek ini akan bermakna dalam

tindakan yang kita lakukan, lebih baik kita ‘merefleksikannya’, yaitu, kita

harus membuat tindakan dan immanent sense mereka kedalam objek

kita. [Husserl, LU 9]

Metode refleksi ini dipraktekan oleh para fenomenologis, dimana ia

mengubah korelasi objektif tindakannya menjadi suatu objek, bukanlah suatu

metode yang diciptakan oleh para fenomenologis. Walaupun orientasi hal

tersebut tidak natural (wider-naturlich) dalam aktivitas yang melibatkan suatu

individu, untuk para pemikir reflektis hal tesebut sangatlah natural, dan

sebenarnya sejak awal sudah dipraktekan oleh para logicians.

Jika kita melakukan suatu tindakan dan dalam waktu yang sama hidup

didalamnya maka kita akan secara natural mengacu padanya bukan pada

perasaannya. Jika, misalnya, kita membuat suatu pernyataan yang tegas,

lalu kita menilai tentang keadaannya, dan bukannya tentang makna dari

pernyataannya yang tegas maka penilaian masuk akal. Bedeutung

menjadi objek yang memiliki makna tindakan reflektis pertama yang tidak

hanya kita lihat ketegasannya, tetapi juga menampilkan abstraksi yang

penting (atau bahkan, ideation). Refleksi logis ini bukanlah suatu tindakan

yang hanya berada di bawah kondisi buatan (kunstlich) dan di kasus

tertentu; tetapi refleksi logis merupakan bahan yang normal dari

pemikiran yang logical. [Husserl, LU 103]

Penting bagi kita untuk mencatat bahwa tindakan dari refleksi logis tidak

dibingungkan dengan pengurangan fenomenologis yang mana Husserl rasa

bahwa kontribusi awalnya dan apa yang dia lakukan sebelumnya tidak

menemukan bentuk final sampai akhir dari kuliahnya dalam fenomenologi tahun

1907.

Dalam refleksi logis kita menjadi lebih paham dengan apa yang kita

lakukan dan tidak hanya sekedar menyadarinya saja, salah satunya, ketika kita

memikirkan, berharap, atau memberikan penilaian tentang keadaan atau suatu

objek, ada suatu pemikiran bahwa harapan atau penilaian itu diikutsertakan.

Antara pemikiran kita dan objek atau acuan pemikiran kita terdapat suatu arti,

yang dimana, menurut Frege, “tidak lagi subjektif seperti idea, tetapi tidak juga

menjadi objek.” Frege menggunakan analogi sugestif untuk menunukan peran

dari makna objektif dalam konsepsi.

Seseorang mengamati bulan melalui teleskop. Saya membandingkan

bulan tersebut dengan acuan; bahwa bulan adalah objek observasi,

ditengahi oleh gambaran nyata yang di proyeksikan oleh kaca objek di

dalam teleskop, dan dengan gambaran melalui retina si pengamat.

Semakin saya membandingkannya dengan akal, semakin hal tersebut

menjadi idea atau pengalaman. Gambaran optic dalam teleskop memang

satu sisi dan tergantung pada dimana posisi observer berada; tetapi tetap

saja hal tersebut objektif, sebagaimana hal tersebut dilakukan oleh

observer yang lain. [Frege, BG 60]

Gambaran nyata yang berada di teleskop tidak seperti yang biasanya kita

amati. Jika itu bisa diamati oleh pengamat saat ia merubah posisinya dan melihat

dengan alat yang sama yang melibatkan gambaran yang nyata, situasi akan

lebih dapat dibayangkan dengan apa yang para fenomenologis atau logician

lakukan. Para fenomenologis dapat dengan sesuka hati, melalui tindakan yang

refletif, merubah korelasi yang mereka sengaja menjadi objek kedua dari

tindakan yang disengaja. Mereka dapat memikirkan apa yang mereka pikirkan

daripada objek yang mereka pikirkan dan kemudian sadar bahwa pemikiran

tersebut sebenarnya sudah ada sejak awal. Dengan refleksi kita akan dapat

menemukan sesuatu yang kita pikirkan dalam semua yang kita pikirkan, sesuatu

yang kita harapkan dalam semua yang kita harapkan, sesuatu yang kita nilai

dalam semua penilaian, dsb. walaupun objek dari pemikiran, harapan, dan

penilaian ini ada atau tidak. Malaupun kita tidak biasanya sadar secara reflektif

tentang kenyataannya, tetapi hal tersebut akan tercermin dalam tata bahasa kita

yang memperlakukan objek dari apa yang kita pikirkan, harapkan dan nilai, dsb.

sebagai objek yang indirect, dengan catatan bahwa objek langsungnya adalah

pemikiran, penilaian dan harapan. Tindakan yang menandakan tersebut dapat

kita katakan bahwa tindakan tersebut memiliki objek perantara, yaitu the sense,

apakah itu berkorelasi dengan tindakan yang mendukung atau tidak, sebagai

contoh, apakah objek itu sesuai atau tidak dengan segala objek yang nyata dan

keadannya.

Dengan begitu intentionally thesis telah terselamatkan, setidaknya untuk

tindakan yang berarti seperti berpikir, menilai dsb. tetapi bagaimana dengan

tindakan-tindakan lain yang disebutkan oleh Brentano? Brentano mengatakan

bahwa : “dalam persepsi sesuatu [selalu] dipersepsikan, dalam cinta sesuatu

[selalu] dicintai, . . . etc.” Tinggalkan sejenak tentang tindakan emosional seperti

cinta yang mana menengahi antara tindakan yang berarti dan tindakan yang

memenuhi yang mana menyajikan masalah yang lebih special, kita harus

memutuskan apakah tindakan yang memenuhi seperti persepsi akan di jelaskan

dalam tiga tingkatan analisis Frege.

Kita harus berharap untuk dapat menemukan suatu kesulitan karena

tindakan yang memenuhi, tidak sama dengan tindakan yang berarti, yang

menyesuaikan sebagai jembatan antara kesadaran dan objeknya. Perbedaan

yang sangat jelas antara tindakan yang berarti dan tindakan yang memenuhi

dibangun dalam bahasa kita dan dapat kita tampilkan dalam cara-cara berikut.

(1) With Respect to Referential Opacity

Dikarenakan Frege dan Husserl menyatakan bahwa objek yang sama

dapat dimaknai dengan makna yang berbeda, konteks tindakan yang berarti

terkadang harus ditafsirkan sebagai referentially opaque. (akan lebih mudah

disini untuk mengadopsi istilah tentang Principia Mathematica.) Sebagai contoh,

walaupun bintang fajar dan bintang malam adalah objek fisik yang sama, saya

bisa memilih salah satu bintang sebagai bintang fajar, atau berpikir tentang

bintang fajar, tanpa harus memilih bintang tersebut sebagai bintang malam atau

berpikir tentang bintang malam. Di sisi lain, saya pernah sekali melihat bintang

fajar, dan juga bintang malam –walaupun saya mungkin tidak sadar jam berapa

pada saat itu. Sekali saya setuju bahwa bintang fajar itu adalah objek yang sama

dengan bintang malam saya harus setuju bahwa saya telah melihat bintang

malam selama ini, walaupun dikasus pemikiran yang lain, masuk akal bila saya

belumpernah berpikir sebelumnya tentang bintang malam. Tindakan yang

memenuhi tersebut tidak akan bisa di tafsirkan sebagai referentially opaque

dalam wacana biasa, ketika tindakan yang berarti mungkin dapat ditafsirkan

sebagai opaque [cf. Chisholm, Perceiving, Ch. V]

Mungkin saja ada suatu kasus dimana tindakan yang memenuhi dapat

ditafsirkan sebagai opaque, contohnya kaus dimana saya bisa mempersepsikan

objek yang sama dengan cara yang berbeda, sama halnya dengan contoh dari

Wittgenstein tentang bebek-kelinci. Mungkin tampaknya ketika saya melihat

bebek tersebut saya tidak melihat kelincinya, seperti saat saya memikirkan

tentang bintang malam saya tidak berpikir tentang bintang fajar. Tetapi dalam

kasus tertentu seperti bebek-kelinci, transparansi antara persepsi

dimanisfestasikan menjadi lebih halus, tapi untuk alasan itu, dengan bentuk yang

lebih meyakinkan, sehingga kita dapat mengatakan bahwa we see the figure

sebagai bebek atau kelinci, dan kita dapat menyatakan bahwa we see the figure

di kasus yang lain.

Kita dapat melihat nanti ketika reduksi fenomenologis dapat dilihat

sebagai tehnik untuk mengungkapkan ketidakjelasan antara tindakan yang

memenuhi tersebut, tapi hal itu membutuhkan pengalaman yang lebih spesial

dari tindakan yang memenuhi tersebut dan istilah tehknis yang lebih special yang

mana Husserl belum kembangkan pada saat ia menulis Logische Untersuchung.

Tindakan yang memenuhi sangatlah unik untuk kita ketahui dan dapat

dibedakan denan emosional sebagaimana tindakan yang berarti. Tindakan

emosional menunjukan ketidakjelasan karakteristik dari tindakan yang berarti.

Seseorang mungkin membenci pembunuh istrinya tapi mencintai tetangganya.

Ketika dia menemukan bahwa tetangganya adalah pembunuhnya mungkin dia

akan membencinya sejak saat itu, tapi akan aneh apabila kita mengatakan

bahwa ia membencinya dari dulu, walaupun jika dia menemui tetangganya setiap

hari akan sangat natural jika kita mengatakan bahwa dia telah mengenali

pembunuhnya sejak dulu (walaupun dia tidak mengetahuinya). Pada

kenyataannya, di persidangan, demi melindungi tetangganya (anggap saja

motivnya adalah keagamaan Kristen), dia bersaksi bahwa dia tidak pernah

melihat pembunuhnya sampai saat kejadian itu terungkap, maka tidak aka nada

cara lin lagi untuk menafsirkan pernyataan tersebut kecuali dengan sumpah

palsu.

(2) As Reflected in Our Grammar

a) Secara tata bahasa, kata kerja persepsi, yang merupakan lawan kata dari

kata kerja untuk mengekspresikan signifying act, lebih tepat

menggunakan objek yang langsung (direct) daripada yang tidak langsung

(indirect). (dalam tahap ini, tindakan emosional harus dikelaskan dengan

persepsi)

b) Dalam bahasa persepsi kit tidak memiliki makna yang sesungguhnya

yang dapat dibedakan dari object of act-verbs dengan cara yang “harapan

(the wish),” “Pikiran (the thought),” “Penilaian (the judgement),” dsb. dapat

dibedakan dengan “apa yang diharapkan (the wished for),” “apa yang

dipikrkan (the thought about),” dan “apa yang dinilai (the judged).”

‘Sosok’ dari objek yang mungkin dimaksudkan untuk menampilkan suatu

fungsi tetapi dalam bahasa Inggris yang biasanya, ‘sosok’ dari suatu

objek berarti bagaimana objek tersebut terlihat, apa yang Husserl akan

sebut sebagai objek yang disengaja (intentional) benar-benar disengaja.

Sosoknya tidak akan selalu terlihat apakah ada acuan yang objektif atau

tidak, sebagaimana dalam kasus tindakan yang berarti, “apa yang

disetujui adalah kesamaan dasar antara apakah objek yang mewakili itu

ada, apakah dapat dibayangkan, atau bahkan kontradiktif.” [Husserl, LU

373]

Ada dua gerakan tradisional yang Husserl mungkin akan buat dalam titik

ini untuk menyelamatkan penggeneralisasian dari intentionalist thesis untuk

tindakan yang memenuhi (filling acts), yaitu, dalam rangka untuk mendebatkan

apakah tindakan tersebut dapat deiartikan sebagai sesuatu yang selalu memiliki

objek. Seseorang dapat mengatakan bahwa mempersepsikan dalam arti yang

benar dan apabila tidak ada objek maka tidak akan ada proses mempersepsikan;

atau orang dapat mengatakan bahwa, dengan data teoris yang masuk akal, akan

ada sesuatu yang dipersepsikan, walaupun persepsinya benar atau tidak.

Husserl menolak argument baru, tetapi argument yang mendukung orientasi

fenomenologikalnya akan diterima. Dalam kasus ilusi, ketika kita berada dalam

ilusi dari tindakan kesadaran kita, selama subjek mengalami hal tersebut, dapat

kita katakan bahwa hal tersebut hampir sama dengan mempersepsikan –kita

harus melakukannya, atau kita akan ditipu oleh ilusi—dan oleh karena itu secara

fenomenologis tindakan yang berdasarkan dengan kesadaran seperti itu harus

diperlakukan sebagai tindan atas persepsi meskipun mereka sebenarnya tidak

memiliki objek. “Ilusi sebenarnya, selama tidak diketahui sebagai tipuan, maka itu

sebenarnya hanya persepsi semata.” [Husserl, LU 442] tapi jika kita

mengasumsikan bahwa kita sedang mempersepsikan, maka munculah

permasalahan baru : ini adalah tindakan atas persepsi yang mana objeknya tidak

ada. Bagaimana bisa kita mengklaim bahwa setiap tindakan atas persepsi adalah

persepsi dari sesuatu?

Dalam Logische Untersuchungen, Husserl tidak berusaha untuk

menyembunyikan fakta yang paradox tentang persepsi yang dia klaim untuk

bekerja secara langsung pada objek tanpa perantara, namun tidak

melakukannya, maka kenyataannya mungkin memang tidak ada objek :

. . . . Persepsi, karena diklaim bahwa memiliki objeknya sendiri, yang

berarti bahwa tidak mungkin hanya sekedar niat belaka, tetapi lebih

kepada tindakan yang mana membutuhkan pemenuhan lebih lanjut, tetapi

juga tidak membutuhkan pemenuhan lebih lanjut. [Husselr, LU II 26]

Tetapi kebanyakan, sebagai contoh dari kasus persepsi ‘luar’, hal ini

hanya klaim semata. Objeknya tidak benar-benar ditemukan, yang mana,

tidak benar-benar dan seutuhnya terbentuk seperti itu. [Husserl, LU II 56]

Brentano menggunakan cara lain untuk menyelamatkan intentionalist

thesisnya, dengan memegang ucapan bahwa kita bisa melihat data yang masuk

akal. Husserl juga mendebatkan bahwa peran dari data yang masuk akal ini

dalam persepsi, tetapi, seperti yang kita lihat, dia terlalu berhati-hati untuk

membuat para fenomenologis menerima pendapatnya yang mengatakan bahwa

data yang masuk akal ini adalah objeknya atau bahkan objek implisit dari

tindakan perseptual yang biasa.

Setelah ditolah kedua kalinya hanya ada satu cara alternative yang

tersisa bagi Husserl jika dia mau mempertahankan keyakinannya tentang

intentionalist thesisnya sebagaimana yang Brentano katakan dapat diterapkan

dalam setiap tindakan. Dia harus menggeneralisasikan analisis tiga tingkatan

para Fregean tentang tindakan atas persepsi yang berarti, atau agar lebih luar,

untuk tindakan yang memenuhi. Dia harus menunjukan bahwa perngertian

persepsi dapat dikorelasikan denan tindakan mempersepsi, agar sesuai dengan

arti konseptual yang telah kita bahas sejauh ini.

Dalam Logische Untersuchungen, Husserl mengumumkan dengan tanpa

persiapan bahwa ketika sense-filling act memiliki suatu objek, ‘objek’ tersebut

busa berarti satu atau dua hal : di satu sisi, bisa berarti acuan atau, ‘dengan

pengertian yang lebih asli,’ ini bisa berarti baha “korelasi ideal antara acuan dan

the sense-filling act . . .dapat dikatakan sebagai,the fulfilling sense (erfullende

Sinn).” [Husserl, LU II 50] Kita tidak diberitahukan cara bagaimana kita dapat

mengetahui bahwa ada Sinn yang seperti itu atau dalam arti seperti apa

objeknya. Di dalam basis pernyataan yang tegas, Husserl kemudian melanjutkan

membedakan antara dua arti dari konten tindakan yang memenuhi : objeknya

(Gegenstand), dan fulfilling sense. Mengikuti analogi buatan dengan konsepsi,

Husserl mengajukan untuk menggunakan istilah ‘konten’ untuk mengacu pada

the fulfilling sense. Contohnya pada persepsi,

Kita harus membedkan antara konten, yang mana untuk menjelaskan

lebih signifikan (bedeutungsmassig) dalam persepsi, dan objek yang

dipersepsikan. [Husserl, LU 51]

Pada tahap ini, Husserl tidak lagi membenarkan pengenalan erfullende

Sinn dari analisis fenomenologi; tampaknya dia mengharapkan kita untuk

menerimanya dengan basis dari kaitan yang terimplikasi dengan analisisnya

mengenai sense-conferring acts.

Seperti apa yang konsepsi ideal tentang dasar intensional dari sense-

conferring act hasilkan yaitu makna yang sebenarnya sebagai suatu idea,

sehingga konsepsi ideal dari korelasi dasar dari the sense-filling act

menghasilkan the fulfilling-sense sebagai idea. Dengan persepsi bahwa

[fulfilling sense] memiliki konten yang identic, yang mana dimiliki oleh

totalitas dari seluruh kemungkinan tindakan mempersepsikan yang berarti

bahwa objeknya sama. . . Konten yang ide yang merupakan korelasi ideal

dari suatu objek, yang mana dapat lebih menyamarkan. [Husserl, LU II

51-52]

Apa konten identik yang dimiliki oleh semua tindakan mempersepsi yang

memiliki objek yang sama walaupun objeknya tidak diketahui keberadaanya?

Sejauh ini masih belum jelas. Husserl sadar bahwa “aplikasi dari istilah

Bedeutung dan Sinn, tidak hanya konten dari meaning-intention tetapi juga

konten dari hasil meaning-fulfillments di dalam pengelakan yang tidak

memuaskan untuk . . . tindakan yang mana memiliki tujauan dan makna yang

memenuhinya tidak bisa dipungkiri, berada di tahap yang sama.” [Husserl, LU II

52] Dia mencoba untuk membenarkan kegunaan dari Sinn dalam kedua kasus

dengan menunjuk pada “sifat khas dari kesatuan pemenuhan di kedua kasus

tersebut, sebagai kesatuan dari identifikasi atau kebetulan (Deckung),” tapi ia

tidak menjelaskannya, kita akan melihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat

penting dalam dua pernyataan yang melibatkan Sinn, yang mana lebih penting

daripada persamaannya. Meskipun begitu, pernyataan tegas mengenai

kesamaan dari pemenuhan konsepsi dan persepsi menyisakan ketidakbenaran

yang berada dibawah asumsi bahwa terdapat persepsi dari konten atau objek

yang membatasi yang sesuai dengan objek yang membatasi di dalam konsepsi.

Menurut investigasi ke-enam yang dilakukan oleh Husserl, ia tidak

mencoba untuk menunjukan cara bagaimana agar setiap tindakan yang

memenuhi berkorelasi dengan fulfilling-sense. Tetapi, ebelum kita beralih pada

investigasi kelima, akan sangat membantu bila kita dapat menyimpulkan apa

yang telah kita temukan di dalam investigasi pertama, dan dapat menunjukannya

dalam pandangan kita mengenai perkembangan Husserl. Hal ini bisa dilakukan

dengan mengingat karakteristik apa yang terdapat dalam fulfilling-sense yang

harus di atur untuk mendukung intentionalist thesis yang Husserl mengerti dari

gabungan hasil kerja Brentano dan Frege. Kesuksesan dari kombinasi ini di

ranah tindakan yang berarti (signifying act) menunjukkan bahwa Sinn bisa

menjadi apa yang Brentano katakana sebagai apa yang kita piker ketika kita

memikirkan sesuatu –apakah itu nyata atau tidak, dan korelasi ideal dari

kemajemukan tindakan yang sibjektif menurut Frege.

Dalam menggeneralisasikan karakteristik dari persepsi kita dapat

menemukan bahwa : (1) untuk memuaskan Brentano, apa yang dipersepsikan

kapanpun terdapat tindakan dalam mempersepsikan maka kita harus (a) tidak

menjadikannya objek persepsi dengan akal yang biasa, karena kita tahu bahwa

persepsi mungkin akan menipu kita dan kita tidak akan memiliki objek yang

berada dalam akal biasa; (b) kita harus berada saat mempersepsikan, apakah

kita mempersepsikan suatu objek materil atau tidak. (2) untuk memuaskan

Frege, basis yang ideal tentang objektifitas harus secara identic dikorelasikan

dengan semua tindakan mempersepsikan yang mana memiliki objek perseptual

yang sama.

Perkembangan Husserl dalam teori dari persepsi ini bisa kita lihat sebahai

penelitian untuk kesatuan yang kesuksesan teori intensionallnya di lapangan

tentang konsepsi membuatnya merasa bahwa dia harus eksis. Saya akan

bependapat bahwa, karena kealamiahan persepsi, Husserl tidak pernah

menemukan bahwa apa yang dia cari, tidak berada dalam Logische

Untersuchungennya ataupun di semua pekerjaan berikutnya. Dia hampir

mendekatinya di Indeen, dimana ia memuaskan para Brentanian dengan

pernyataannya tentang Noesis dan para Fregean dengan pernyataannya tentang

Noema perseptual, tapi bahkan sintesis yang dia lakukan gagal melalui penelitian

lebih lanjut. Walaupun begitu, dalam perjalanannya untuk meneliti, dia

menemukan sesuatu yang jauh lebih signifikan : perbedaan antara persepsi pre-

objektif dan objektif. Apa maksud dari perbedaan ini dan bagaimana hal itu

muncul dalam penelitiannya akan menjadi lebih jelas ketika kita mengikuti

perjalanan berliku-liku yang Husserl lakukan.

Mengantisipasi argument yang lebih detail, kita dapat katakan bahwa

perkembangan Husserl mengkonfirmasi segala kritik yang ada, yaitu ketika

Husserl selalu mengubah pikirannya ketika dia tidak mau menyerah dari posisi

yang ditolaknya. Tidak hanya itu, hal tersebut juga menunjukan bagaimana

Husserl dengan tidak peduli mengklaim bahwa ia secara terus-menerus dan

konsisten mengembangkan satu wawasan melalui karyanya, sejak penolakannya

tentang psychologism. Dalam setiap tahap perkembangannya Husserl mencoba

cara baru untuk menggabungkan Frege dan Brentano, dengan menggabungkan

konsepsi dan persepsi, dan setiap kali ia gagal. Meskipun mengalami

kemunduran, ia menggabungkan semua karyanya ke dalam karya selanjutnya

yang ia dapat dari wawasannya secara fenomenologis, dan melalui kerja

kerasnya ia menlanjutkan bahwa ada suatu objek untuk setiap tindakan

mempersepsikan dan objek ini berada dalam jangkauan Sinn. Dalam

perkembangan Sinn melalui karya Husserl, yang mana telah kita ajukan untuk

diikuti, dan untuk menunjukan bahwa bahkan Husserl memperluaskan makna

dari Sinn dalam indeen harus lebih diluaskan lagi lebih jauh di dalam Erfahrung

und Urteil dalam rangka untuk memperhitungkan wawasan Husserl sendiri.

Surat untuk HusserlFranz Brentano

Florence, 9 Januari 1905

Salam teman,

Saya berterima kasih kepadamu untuk keramahan surat anda dan keinginan baik

anda yang telah saya balas dengan hangat. Saya sudah membaca dengan minat

yang besar apa yang anda katakan tentang usaha anda, setelah sekian tahun

yang memisahkan kita, dan tentang sudut pandang anda ini.

Bila saya memahaminya dengan tepat, anda membagi sebuah logika ganda.

Yang pertama adalah seni, yang lainnya adalah sebuah disiplin teori. Yang

terakhir seharusnya terdiri atas semua matematika murni (geometri rupanya

menjadi disiplin ilmu yang hanya digunakan untuk ruang---bangun ruang). Apa

pokok persoalannya? Rupanya objek dari pertimbangan dan gabungan mereka.

Hal itu seharusnya adalah bagian dari filosofi dan bukan didasarkan dari

pengetahuan kita tentang psikologi.. Dan bagian terakhir ini sepertinya menjadi

bagian yang paling penting karena jika tidak validitas logika akan menjadi

dibatasi sesuatu yang terjadi untuk mempunyai kecakapan yang sama dengan

yang kita lakukan. Logika teoritis ini menjadi penting, bukan dengan bukti bagi

kita, tapi dari bukti dari kebenaran dalam mereka sendiri, seperti yang dapat

terlihat. Kamu menghargai Bolzano seperti guru dan penuntunmu.

***

Saya berpikir, anda mungkin membenarkan untuk meyakini bahwa matematika

murni tergolong bidang logika. Tapi yang nampaknya tidak jelas bagi saya adalah

apakah logika ini sesuatu yang berlainan dari seni berfikir.

***

Anda sepenuhnya benar dengan tegas menolak setiap teori yang akan

menghancurkan konsep dari ilmu pengetahuan dan kebenaran. Tetapi anda

keliru jika anda berpikir bahwa, dalam memosisiskan psikologi yang

berhubungan dengan logika, seseorang tidak mungkin mampu untuk

menghindari suatu kesalahan.

Siapa pun yang benar-benar membuat keputusan berdasarkan bukti jelas benar-

benar tahu kebenaran dan pasti itu; siapa pun yang mengetahui sesuatu dengan

bukti langsung adalah secara langsung yakin dengan kebenaran. Hal ini tidak

dipengaruhi dengan fakta bahwa si orang yang mengetahui, sebagai seorang

yang melakukan penilaian, melakukannya sebagai seorang manusia, adalah

subjek dari hubungan sebab-akibat, dan bergantung atas fakta dari sistem kerja

otak yang dia punya. Untuk seseorang yang menilai dengan bukti, kebenaran itu

terjaga dengan sendirinya, dan bukan sebagai hasil dari pencerminan yang

terbentuk dari situasi sebelumnya.

***

Tidaklah dibutuhkan untuk mendalilkan apa pun yang semacam sebuah-

kebenaran-di-dalam-kebenaran ataupun sebuah-penilaian-dalam-penilaian. Ada

dari sebagian individu yang hanya sekedar menilai dan ada individual yang

menilai dengan bukti; yang mana, tanpa mempedulikan ranah kajian kita, bisa

hanya terdiri dari sesuatu yang ditentukan secara individual.

Apa yang kamu sebut “psikologisme” sebenarnya adalah [Man is the measure of

all things] dari Protagoras. Hal ini adalah laknat bagiku, seperti itu juga dengan

Anda. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa kita harus setuju dengan alam entitas dari

suatu alasan. Adalah hal yang sangat disayangkan bahwa pemikiran dari

sekaliber Bolzano yang dihormati harus menjadi terlalu tinggi dan akhirnya

kehilangan intinya pada titik ini. Untuk anggapan dari sebuah alam dapat terlihat

menjadi tidak masuk akal.

Tetapi saya berharap nasib anda baik pada pertemanan intelektual anda dengan

pemikiran yang tulus dan mulia ini. Walaupun kesalahan dari seseorang lebih

mengandung pembelajaran dibandingkan kebenaran yang mungkin adakalanya

ditemukan pada suatu obrolan yang fasih dari orang lainnya.

Sahabat baikmu,

F.B.

PhenomenologySaya ingin membedakan pertanyaan apakah itu fenomenologi dari beberapa

pertanyaan khusus tentang klaim tertentu yang khusus dibuat untuk itu.

I. Apa Itu Fenomenologi

Fenomenologi ini tidak secara khusus berkaitan dengan fenomena

dalam arti masuk akal. Jika tidak, tiap kejadian, ada semacam

phenomenalism.

Judul (yang merupakan salah satu yang keliru) berasal dari

sumber sejarah berikut ini. Bretano, berikut Herbart, menolak para

psikologi yang menjadikan kemampuan mental sebagai syarat utama

analisis psikologis, dan bersikeras kebenaran  tertinggi psikologi

adalah manifestasi khususnya kesadaran. Ini yang ia sebut

"fenomena psikis" tidak sebagai penampilan sebagai lawan nomena

atau hal-hal dalam diri mereka sendiri, tetapi sebagai manifestasi

langsung dilihat dari fungsi mental sebagai lawan yang disimpulkan

atau dibangun mental "kekuatan". Jadi "Fenomenologi" hanya berarti

sebagaimana adanya, ilmu manifestasi kesadaran dan mungkin telah

digunakan sebagai sebutan lain untuk psikologi.

Bretano selanjutnya membedakan antara dua macam

penyelidikan fungsi mental yang berbeda. Salah satunya empiris atau

apa yang disebutnya "genetik" - psikologi, yang bersifat induktif,

eksperimental dan statistik, dan kemungkinan kesimpulan yang hanya

generalisasi. Yang lain adalah penyelidikan ke dalam setiap konsep-

konsep atau praduga psikologi seperti empiris, yaitu, seperti

penyelidikan "apa yang menjadi kasus mengingat, menilai, dalam

menyimpulkan, berharap, memilih, menyesal, dll?" pertanyaanya. Apa

bentuk terakhir dari fungsi mental yang memberikan contoh dalam

kejadian tertentu, dan yang tidak terkait, dengan apa yang membuat

ini atau orang yang mengingat sesuatu, tetapi dengan apa gunanya

tindakan mental yang menjadi ingatan.

Dia mendapatkan posisi ini, yang saya kumpulkan, dalam cara ini.

Meyakini bahwa psikologis dan psikologi asosiasionis secara radikal

salah, ia harus memeriksa dan menolak prasangka- khususnya,

pengandaian. (1) Kehidupan mental adalah longsoran atomik "ide"

belaka dan (2) Bahwa "ide" ini tidak dalam arti apa-apa. Sebaliknya,

dikatakan, kita dapat mengetahui apriori. (1) bahwa setiap kasus

kesadaran bentuk apapun harus menjadi kasus kesadaran akan

sesuatu dan (2) bahwa ada jenis yang tak teruraikan dari jenis fungsi

mental, jadi sementara “ide” mungkin merupakan bahan dalam

menduga dan keinginan, menduga dan menginginkan tidak dapat

dianalisa tanpa redisu “ide” atau kompleks dari keduanya.

Apa yang mungkin pernah jadi garis pendekatannya, ia dan murid-

muridnya selalu sangat menjelaskan bahwa analisis jenis akar fungsi

mental adalah satu hal dan pencarian eksperimental atau statistik

untuk hukum-hukum alam yang mengatur terjadinya tindakan mental

dan menyatakan hal lain. Dan saya pikir mereka benar.

Husserl menggunakan istilah "Fenomenologi" untuk menunjukkan

analisis jenis akar fungsi mental. Dan ia mencoba untuk menunjukkan

(1) bagaimanapun juga fenomenologi merupakan bagian dari filsafat;

(2) bahwa ini merupakan penyelidikan yang dapat menjadi ilmu

pengetahuan yang ketat; (3) bahwa ini adalah apriori. (1) dan (3)

menurut saya itu benar; (2) tampaknya menurut saya salah atau

inovasi terminologis yang janggal. Karena saya tidak berpikir bahwa

filsafat atau bagian lain dari filsafat biasa disebut "sains." Metode

filosofis bukan merupakan yang ilmiah dan non ilmiah. Tapi ini bukan

pertanyaan yang saya ingin setujui.

Ini bukanlah penemuan atau teori baru yang menjadi bagian

penting dari filosofi yang mengandung dari investigasi analitik dari tipe

mental fungsional. Teori dari pengetahuan. Kepercayaan, pendapat,

persepsi, kesalahan, imajinasi, memori, kesimpulan, dan abstrak,

semua dapat di kategorikan bersama sebagai epistemology, sejak

Plato mengkonstitusikan bagian penting dari filosofi. Namun demikian

bagian besar dari Ethics, sejak Plato dan Aristotle, meliputi analisis

dari konsep motivasi, impulsi, hasrat, tujuan, kesimpulan, pilihan,

penyesalan, rasa malu, menyalahkan, pujian, dan keinginan. Dan

bagian dari perlakuan yang diberikan oleh filsafat bersejarah untuk

subjek ini belum analitis, tapi spekulasi atau hipotik atau dogmatik,

bagian lain selalu analis dan kritikal dan merupakan kasus dari apa

yang Husserl gambarkan sebagai metode fenomenologikal. Jadi tidak

ada yang menyimpan judul yang keliru telah diamankan, ia hanya

menegaskan bahwa ini dan itu seperti merupakan pernyelidikan

fenomenologis, itu semua adalah penyelidikan dalam alam lebih atau

kurang radikal dari mental fungsional.

Tentu saja, mengarah ke persetujuan lebih lanjut. Awal dari

pendapat dia, dalam oposisi, saya ambil itu, ke sekolah khusus dari

positivis dan psokologis eksperimental seperti halnya teori

asosiasionis dari psikologi, jenis mental fungsional telah dianalisakan

oleh ahli filsafat atau penomenologis ketika mereka tahu urusan

mereka cukup berbeda dari psikologi empiris ke dalam hukum

pemerintahan dalam kejadian mental, tindakan dan disposisi dalam

sejarah kehidupan seseorang di dunia. Untuk (1) metode dari filosofi

yang wajar adalah priori, dimana yang lain adalah induktif dan (2)

pertanyaan yang dikembagkan psikologi empiris mengandung konsep

analisis yang ditujukan pada fenomenologi. Jadi dua jalan yang

terkoneksi fenomenologi merupakan psikologi empiris independen: (1)

menjadi fenomenologi priori tidak dapat memakai seperti pendapat

observasi tertentu atau generalisasi induktif dari psikologi empiris dan

(2) menjadi analitik dan kritis memerlukan proposisi psikologikal atau

hal itu benar-benar terjadi (apakah itu benar atau salah), dan tidak

dapat memperoleh cahaya dari preposisi psikologikal tertentu yang

psikologis dikemukakan sebagai kebenaran atau kemungkinan.

Bagi saya ini benar dan dapat di generalisasikan. Tidak hanya

psikologi, tetapi semua ilmu pengetahuan dan segala jenis

pengetahuan atau kemungkinan mengarah pada penetapan preposisi

umum atau tertentu. Tetapi dalam kasus tertentu seperti preposisi

benar atau salah, analisis dari arti tersebut, atau apa yang akan

menjadi kasus apabila itu benar, berbeda dari dan di dalam prinsip

utama dalam penemuan dari apa yang membuktikan dan membuat itu

mungkin. Filosofi fisika tidak peduli pada jawaban yang ahli ilmu fisika

berikan pada pertanyaan fisika. Filosofi matematika tidak menunggu

jawaban dari semua qkuasi, dan kita haru mempunyai gagasan, dan

kita telah siap untuk menganalisa, kita dapat menentukan bahwa

tersangka layak mendapatkan hukuman.

Tidak ada preposisi filosofikal yang bersifat empiris dalam arti

perbedaan dari sifat subjek tertentu, atau dalam arti tersirat sebagai

preposisi dasar pemikiran. Ini tidak menyangkut bahwa pendapat

filosofi sebagiknya tidak mengandung referensi atau kasus tertentu

sebagai instansi atau contoh. Sebaliknya, contoh ilustratif yang baik

adalah faedah yang baik. Tetapi exempli gratia bukanlah ergo- seperti

yang ditunjukan bahwa faktanya khayalan sama bergunanya seperti

yang nyata, bukan merupakan kasus dalam argument induktif yang

murni.

Apriorisme Husserl, mungkin, tidak ada yang sangat

mengkhawatirkan. Tapi, pada saat abad terakhir, naturalisme dan

empirisisme begitu bergaya yang Husserl harus menuntut pertanyaan

yang logis sangat sulit dan melelahkan untuk membenarkan hal itu.

Dan pertama-tama kita harus melihat tiga poin kardinal dalam

laporannya tentang sifat proposisi filosofis apriori.

Apriorisme Hussel bukan sesuatu yang bahaya. Tetapi, pada abad

terakhir, naturalism dan empirisme sangat bergaya sehingga Husserl

menuntut pernyataan logical yang sangat sulit dan melelahkan untuk

membenarkan itu. Dan kita seharusnya mengetahui 2 poin utama

dalam akunnya dari preposisi filosofikal alam priori

1. Dia tidak berpikir bahwa filsafat sebaiknya membuat system

deduktif. Demonstrasi ordine geometrico tertuju pada matematika,

bukan filosofi. Dugaan Husserl Spinoza dari filosofi adalah bagian

dari geometri metafisika yang sepenuhnya keliru semacam

apriorisme. Dan aku pikir Husserl benar.

2. Selanjutnya, Husserl menolak untuk mengakui fenomenologi atau,

secara tersirat, dalam filsafat pada umumnya, apapun

membangun sistem metafisik atau konstruksi spekulatif. Metafisika

dogmatis diletakkan keluar pengadilan oleh Husserl seperti halnya

oleh Kant. (itu adalah, bagaimanapun, dikatakan bahwa beberapa

kesimpulan Husserl adalah sifat konstruksi metafisik. setengah

solipsisnya dan setengah akun monadological dunia yang

berpengalaman sama sekali tidak diharapkan untuk menemukan

apa yang berasal dari penyelidikan murni analitis dalam summa

genera manifestasi dari pikiran.) Tetapi dengan informasi baru

tentang dunia, untuk menganalisis bentuk yang paling umum dari

apa pengalaman menemukan yang dicontohkan dalam dunia saya

sepenuhnya setuju.

3. Di sisi lain akun khusus Husserl tentang hakikat pemikiran apriori

menurut saya salah. Pegangannya mirip Meinong, atau

digunakan untuk menyimpan, bahwa universal atau esensi serta

proposisi, adalah obyek dari suatu tatanan yang lebih tinggi. Dan

ini kita bisa memiliki pengetahuan dengan perkenalan yang

dianalogikan (meskipun tatanan yang lebih tinggi) awal perkenalan

persepsi kami dengan keterangan seperti pohon ini dan orang itu.

Kita bisa, dia memegang, merasakan atau esensi intuisi dalam

jenis yang sama dengan cara seperti yang kita dapat melihat atau

keterangan intuisi, kecuali bahwa intuisi langsung dari esensi

membutuhkan untuk didirikan pada intuisi langsung contoh

tertentu itu (yang mungkin contoh nyata atau imajiner). Filsafat

adalah, sesuai, semacam ilmu observasional (seperti geografi);

hanya objek yang memeriksa tidak entitas spationtemporal tapi

benda semi-Platonis yang berada di luar ruang dan waktu. Ini

adalah berkorelasi dengan tindakan konsepsi dan penghakiman,

meskipun apakah itu penting bagi mereka untuk menjadi begitu

korelatif atau apakah itu disengaja, yang tersisa lebih jelas dalam

tulisan-tulisan Husserl. Saya suka bahwa Husserl menggunakan

untuk menganggap mereka sebagai independen hidup dan

sekarang menganggap mereka sebagai intrinsik dari isi

kemungkinan tindakan berpikir.

Saya sendiri tidak percaya bahwa frase seperti "menjadi begitu

dan begitu" "menjadi ini dan itu" dan "begitu dan begitu juga seperti

itu" tidak menunjukkan atribut objek atau subjek. Karena saya tidak

berpikir bahwa mereka menunjukkan setiap ekspresi. Oleh karena itu,

meskipun saya bisa tahu apa itu sesuatu yang menjadi begitu dan

begitu, saya berpikir bahwa pengetahuan ini salah digambarkan

sebagai "intuisi esensi." Untuk intuisi, yang saya ambil menjadi

sinonim untuk pengetahuan dengan perkenalan atau persepsi,

tampaknya menjadi atau melibatkan hubungan antara dua atribut

subjek, perseptor dan hal yang dirasakan. Dan saya tidak berpikir

bahwa apa yang Husserl sebut "esensi" tergantung pada setiap

atribut. Namun, saya tidak berpikir bahwa seluruh bagian

fenomenologi bergantung pada teori khusus ini, jadi saya tidak

berpikir bahwa itu perlu dibahas di sini. Tapi kita akan harus bahas

nanti pertanyaan yang lebih umum, yang dihubungkan dengan yang

satu ini, mengenai teori objek internasional.

Begitu banyak rencana umum untuk fenomenologi. Ini adalah

bagiannya, mereka bagian dari filosofi di mana jenis akar fungsi

mental dibedakan dan dianalisis. Dan kebanyakan filsuf telah

membicarakan fenomenologi, seperti M. Jourdain berbicara prosanya.

Apa yang telah dilakukan Husserl selama ini adalah (a) untuk

membedakannya, karena ia pendahulunya sebagian besar telah gagal

dilakukan, antara filsafat dan metode psikologis menyelidiki

kesadaran; (b) untuk membuat jelasnta bahwa bagaimanapun ini

bagian dari filsafat analitis dan tidak spekulatif atau hipotetis; dan (c)

akan menamakannya dengan nama yang agak disayangkan.

II. Sekarang untuk Doktrin utamanya dalam Fenomenologi

Ini adalah "intuisi yang penting", yang dapat diketahui apriori

bahwa semua kesadaran adalah kesadaran akan sesuatu. Berharap

untuk menginginkan sesuatu, menyesal akan sesuatu, mengingat,

kecuali, memutuskan dan memilih yang mengingat sesuatu, kecuali

sesuatu, memutuskan sesuatu dan memilih sesuatu. Untuk setiap

bagian dari fungsi mental ada intrinsik sesuatu korelatif yang

merupakan "akusatif" fungsi itu. Tapi meskipun semua kesadaran

"disengaja" atau "transitif," itu tidak semua disengaja atau transitif

dengan cara yang sama, tindakan mengingat mungkin memiliki objek

yang sama sebagai salah satu penyesalan, tetapi itu berbagai macam

fakta dan "memiliki" objeknya dalam cara yang berbeda. Selain itu,

beberapa jenis "kesadaran" menuntut sebagai platform mereka. Saya

tidak bisa menyesal tanpa mengingat, meskipun saya tidak dapat

mengingat tanpa penyesalan. Dan lagi, saya tidak dapat mengingat

tanpa sekali langsung dirasakan, tapi saya bisa merasakan tanpa

harus mengingat. Dan seterusnya.

Selanjutnya, semua pengalaman yang disengaja, apa pun itu

termasuk "accusatives" harus mengalami ego. Cogito ergo sum

adalah proposisi kardinal dalam fenomenologi Husserl. "apakah itu

menjadi saya?" Mungkin, cara yang paling umum merumuskan

pertanyaan fenomenologi - memang koin Husserl judul alternatif

menarik bagi fenomenologi " Deskriptif egology transendental."

Terdapat dua tanda pengalaman yang disengaja - yaitu, bahwa

dalam semua itu ada subjek utama dan semua dari mereka ada obje

utama tidak independen. Mereka intrinsik korelatif. Namun korelasi

dapat mengambil berbagai bentuk karena ada berbagai jenis

pengalaman disengaja. Untuk jenis sengaja hanyalah sebuah cara

dianalisa tidak jauh di mana seorang mungkin tentang sesuatu.

Di sisi lain, subjek-tiang, bagi Husserl sebagaimana bagi

Descartes, sesuatu realitas yang secara filosofis unimpugnable dan

anggapan kurang, sedangkan salah satu benda yang di mana

mungkin dari waktu ke waktu diarahkan mungkin tidak memiliki

realitas selain bahwa dengan yang dikaruniai dengan menjadi apa diri

sendiri bermimpi, misalnya, atau mengharapkan atau percaya.

Seperti yang akan kita lihat, Husserl tidak, pada kenyataannya,

berhenti dalam filsafat subyektivis atau egosentris, meskipun ia

berhati-hati untuk berpendapat bahwa itu bukanlah suatu bentuk

solipsisme.

The Phenomenological ReductionDalam bingkai pemikiran kita sehari-hari, dan khususnya dalam bingkai

pemikiran saintifik, kita memperlakukan dunia dan segala sesuatu yang terjadi

secara bebas. Oleh karena itu kita fokus kepada hubungan mereka dengan yang

lainnya dan mengabaikan fakta yang memaksa kita untuk mengaitkan

ketertarikan kita, atensi kita, pertanyaan-pertanyaan kita, keputusan-keputusan

kita, kemauan-kemauan kita, akan tetapi biasanya kita gagal untuk mengingat

bahwa mereka adalah konstituen dari keanekaragaman pengalaman kognisi,

kemauan, dan emosi kita. Kita berpikir mengenai banyak hal, tetapi pada

umumnya kita tidak memperhatikan mereka pada akhirnya, apapun itu, dan hal

apa yang mereka pikirkan.

Sekarang, Husserl berargumen, dalam pengalaman-pengalaman kita, kita

dapat secara langsung memiliki self-evident perception. Pemeriksaan secara

refleksi pada perilaku kesadaran kita dapat memberikan kita pengetahuan dalam

kesempurnaan indrawi. Saya dapat mengetahui keduanya bahwa saya membuat

sebuah perilaku dari sebuah penjelasan tertentu dan apa itu penjelasan tersebut.

Mereka lebih berasumsi dari pada berargumen, mengikuti Descartes yang tidak

memiliki self-evident atau mengetahui pemeriksaan secara khusus.

Karena itu marilah kita menggunakan Method of Doubt dengan merangkak

keluar atau mengesampingkan segala sesuatu yang kita terima dalam pola

pemikiran saintifik kita sehari-hari dan melebihi apa yang inspeksi reflektif kita

dapat jamin. Hal ini akan menghasilkan satu set data penting yang dapat diteliti,

fakta-fakta yang dapat kita tenerima seperti proposisi bahwa matahari lebih besar

dari bulan, tetapi kita akan mengesampingkan fakta (jika memang benar salah

satunya) bahwa matahari memang lebih besar dari bulan. Kita tertinggal dengan

Erlebnisse, dan itu berarti bahwa kita dibiarkan tertinggal dengan seluruh

pengalaman dunia. Tapi apa (jika ada) ada atau tidak terjadi tanpa konstituen

dari pengalaman adalah tema dari setiap proposisi fenomenologis.

Apa yang dimaksud dengan ‘objek’ adalah apa pun kecuali seperti apa

yang "disebutkan" adalah untuk mengurutkan apa yang dimaksud dengan

pengalaman yang disengaja. Hal itulah yang sebenarnya merupakan salah satu

fungsi mental yang menjelaskan tentang salah satu fungsi mental itu sendiri.

Dapat dikatakan bahwa, hal tersebut merupakan karakteristik special dari suatu

tindakan atau perilaku, atau, yang berguna untuk menjelaskan ekspresi yang

menyesatkan yang mana Husserl sangat suka, objek dari pengalaman yang

disengaja, yang mana diperlakukan sebagai makna atau arti dasar dari

pengalaman tersebut.

Dapat kita katakan bahwa apapun yang mungkin menjadi objek spesial dari

studi dan semacamnya sebagai fisik, biologis, astronomi, psikologi, dan ilmu

natural yang lainnya –sejarah, sosiologi, ekonomi dan hukum, bisnis, politik, dan

dalam kata lain dapat disebut sebagai pekerjaan yang menggunakan intelektual,

praktikal dan emosional, semua kesamaan telah dan telah menjadi unsur dasar

dari karakter yang dialami. Hal tersebut merupakan cara dimana Saya atau Kita

berfungsi.

Oleh karena itu, Husserl berpendapat bahwa, baik penelitian ilmiah untuk

suatu hukum yang mengatur keberadaan sesuatu dan analisis filosofis khusus

tentang dasarnya mengandaikan analisis filosofis sebagai salah satu tipe dari

fungsi mental dalam beberapa contoh yang mana objeknya mempresentasikan

dirinyya sendiri sebagai unsur dari individu atau hal tertentu.

Jadi fenomenologis merupakan filosofi pertama, atau ilmu dari ilmu.

Fenomenologis merupakan satu-satunya yang memiliki topic tentang summum

genus dari suatu objek yang ilmu dan kepentingan lain miliki. Fenomenologis

bahkan memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada logika.

Oleh sebab itulah, menurut Husserl, bagian dari alam yang semua atribut

subjeknya memungkinkan akan menjadi unsur dari pengalaman yang disengaja

dari “Aku”. Tetapi sebagaimana seseorang dengan istilah yang masuk akal

hanya bisa menemukan sesuatu secara empiris di dunia objek, yang sebenarnya

tidak empiris, melainkan suatu yang murni dan sukar untuk diamati

“kesengajaannya” yang sebenarnya menjadi rumah dari objek tersebut. Husserl

mengembangkan doktrin Kantian atau neo-Kantian tentang kemurnian atau

keabsahan subjek yang tidak lain adalah kamu atau Saya dengan alsan bahwa

kamu dan Saya hanyalah benda di dalam daftar tuduhan dari pengalaman yang

disengaja.

Saya berpikir sendiri bahwa Husserl (dan Kant) sebenarnya bingung

dengan “I-ness” dan “I” yang baru. Proposisi mengenai “bewusstein uberhaupt”

sebenarnya mengenai bagaimana rasanya Aku (I) memiliki suatu pengalaman,

dan tidak hanya aku yang memiliki pengalaman tersebut. Tapi saya meragukan

jika itu akan berguna untuk merubah diskusi kita menjadi suatu pertanyaan.

Saat ini Husserl sepertinya sedang mencapai posisi dimana tidak ada yang

eksis –tentu saja, tidak masuk akal jika kita mebicarakan tentang keberadaan--,

di satu sisi, subjek dari pengalaman yang murni, ata beberapa subjek sejenis

yang berada pada haknya masing-masing, dan, di satu sisi, seluruh bidang objek

yang disengaja, dan segala sesuatu yang sesuatunya ‘disengaja’.

Kesimpulan ini sepertinya salah menurutku, dan dengan segala bentuk

doktrin yang merasa penting bahwa fenomenologis sebenarnya logis sebelum

semua pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan filosofis itu ada. Fenomenologi

sepertinya telah berbalik di tangan Husserl menjadi metafisik egosentris. Tapi

sepertinya ini merupakan hasil dari satu atau dua kegagalan teori yang tidak

akan pernah dan tidak buth untuk masuk kedalam analisis dari fungsi mental.

(a) The Doctrine of Intentional Objects

Sebuah asumsi berakar di dalam teori Cartesian dan Lockean tentang

keadaan mental bahwa ketika Saya sadar bahwa saya menyadari sesuatu maka

itu pastilah “ide”. Kita tidak perlu menyulitkan otak kita untuk mengetahui definisi

dari “idea” (yang mana ketidaksatuan tidak perlu dibahas), tetapi setidaknya kita

bisa mengatakan bahwa idea merupakan sesuatu yang mental dan sesuatu yang

ada atau terjadi di dalam pikiran yang kita sadari. Teori tentang ketidaksengajaan

adalah pendekatan tentang bukan sebagai penolakan melainkan untuk merubah,

mengelaborasikan dan menata ulang epistemology dari “ide”. Modifikasi pertama

adalah perbedaan antara tindakan dan objeknya, ideation dan ideatum,

contohnya, ide sebuah lingkaran, lingkaran adalah sesuatu dengan tengah tetapi

dalam pengertian ideanya tidak. Tapi tetap saja bahwa lingkaran benar-benar

ada atau terjadi di pikiran kita bersamaan dengan tindakan yang mana

menggambarkan “kontennya”. Sama halnya dengan, proposisi yang saya nilai

dan sesuatu yang diinginkan dengan yang saya inginkan, kita masih tetap bisa

tinggal di tempat yang ditinggali.

Walaupun begitu, Husserl, sama dengan Meinong dalam hal ini, menolak

bahwa suatu tindakan yang mana mengandung dasar di atau menyatu dengan

tindakannya. “Konten” bukan merupakan bagian dari fungsi mental. Instropeksi

tidak dapat menemukannya. (ini terbukti dengan kenyataan bahwa dua tindakan

yang waktunya berbeda bisa memiliki objek yang sama)

Tidak semua “konten” bisa diajukan kedalam dunia nyata yang terdiri dari

ruang dan waktu. Untuk apa yang kita sukai, harapkan, inginkan, konsepsi tidak

dapat ditemukan dimanapun. Husserl nampaknya, walaupun terlambat, menolak

teori hidup para Platonis dan Meinongian, dan sangat sulit memperkirakan

apakah “intentional objects” objek utama atau hanya merupakan pendamping.

Seharusnya ia memegang (yang saya percaya) bahwa apa yang kita dulu

sempat panggil sebagai “objek atau konten dari suatu tindakan yang disadari”

sebenarnya merupakan karakteristik spesifik atau alamiah dari suatu tindakan,

tujuan dari suatu ide bukanlah hubungan dari ide tersebut dan hal lain tetapi

merupakan bagian yang spesifik yang menjadi pembeda atau dalam beberapa

kasus merupakan terjemahan subjektif dari kasus tersebut. Pada kenyataannya

dia melanjutkan pembicaraannya bahwa setiap tindakan yang disengaja itu

memiliki keterkaitan, meskipun kaitannya terkait dengan relasi internal dari atribut

asli dari subjeknya.

Saya mendesak untuk menolak pandangan yang mana (1) bahwa adalah

suatu kesalahan dalam dirinya sendiri (2) bahwa hal itu berasal dari asumsi yang

salah bahwa “kesadaran dari…” adalah benar-benar summum genus yang mana

beberapa bentuk dari fungsi mentallnya (termasuk pengetahuan) merupakan

spesies homogeny yang sebenarnya.

1. Ini tentu saja merupakan idiom yang sesuai dan populer untuk

dibicarakan, "objek dari" imajinasi, keinginan, keyakinan, pengetahuan,

dll, ketika kita ingin merujuk pada apa yang seseorang bayangkan,

inginkan, percaya atau ketahui. Dan seperti yang sering kita gunakan

"objek" sebagai sinonim untuk "sesuatu" seperti ketika kita sebut kursi

Chippendale "yang bagus" atau "objek mahal," bahwa bagaimanapun

juga motif ini ibaratnya beberapa atribut subjek yang dimaksudkan ketika

kita sedang berbicara tentang apa yang bayangkan Jones atau dinginkan

atau dipercayai atau ketahui. Tapi anggapan ini tampaknya menjadi

keliru. misalnya untuk frase "objek yang diingikan Jones 'mewah’," tidak

selalu digunakan secara berbeda "dengan" - frase, lebih dari "dengan" -

phrase ini adalah "Poincare bukan Raja Perancis." hampir ekspresi

sistematis yang pasti keliru. Karena tidak ada yang bisa kita katakan

benar atau bahkan keliru " atau yang merupakan objek keinginan Jones

mewah." Kami memang dapat kondisi atribut Jones yang membayangkan

sesuatu yang ditandai dengan atau apa saja fitur situasinya, tidak adanya

tarif atau perubahan yang Jonas putuskan. Namun pernyataan ini tidak

akan mengharuskan kita untuk menggunakan frase deskriptif mengacu

keganjilan benda non-aktual. Referensi tersebut tidak dapat dibuat untuk

mereka akan saling bertentangan.

Bila, kemudian, doktrin intensionalitas menyiratkan bahwa setiap kasus fungsi

mental apa pun jenis harus ada korelatif, sesuatu yang istimewa digambarkan

sebagai "objek yang disengaja," maka doktrin ini tampaknya menjadi salah

2. Husserl mengasumsikan bahwa semua bentuk fungsi mental adalah

spesies atau suatu sub-spesies yang disebut genus summum "kesadaran

akan ..." dan dengan "kesadaran akan ..." yang artinya untuk

menunjukkan tidak mengetahui, tetapi hanya spesies sesuatu yang untuk

mengetahui adalah, dengan percaya, menebak, bermimpi, keinginan, dll.,.

Dari hal ini, tentu saja harus diikutu yang sering kali saya "sadar akan"

sesuatu yang tidak diketahui realitasnya dan tidak nyata sama sekali.

(tidak mungkin untuk menyatakan singkat pandang ini dengan cara yang

tak dapat digugat.)

3. Sekarang menurut saya Cook Wilson telah menunjukkan secara benar

seluruh asumsi fenomenologi yang kejam. Mengetahui tidak satu jenis

didefinisikan dari "kesadaran akan ..." antara lain, itu adalah sesuatu yang

bagaimanapun bagian dalam hal percaya, mengkhayal, menebak,

menginginkan dan sisanya harus didefinisikan. Keyakinan, misalnya,

adalah keadaan pikiran melibatkan referensi pengetahuan ganda ini

konsekuensinya "intensionalitas" tindakan mental yang harus didefinisikan

dalam istilah bukan dari "kesadaran akan ..." tetapi "pengetahuan ..." dan

seperti itu, jika tidak diri yang nyata, bagaimanapun juga yang masuk akal

untuk mengatakan bahwa apa yang saya tahu untuk kasus ini apakah

saya tahu atau tidak, sebuah fenomenologi beroperasi dengan gagasan

ini dimodifikasi internasionalitas tidak akan jelas terikat untuk

menghentikan metafisika egosentris, atau untuk mengklaim prioritas atas

semua lainnya tentang cabang filsafat, seperti logika atau filsafat fisika.

Karena tidak lagi penting untuk setiap atribut subjek untuk menjadi

"akusatif" untuk tindakan mental. Saat ini Intensionalitas tidak akan

menjadi hubungan internal.

(b) Immanent terhadap Persepsi Transcendent

Sebuah lokasi yang penting dalam argumen Husserl yang membantu

untuk melibatkan teorinya dalam kesimpulan semi-solipsistik diri bukti persepsi

immanent dan falibilitas persepsi transenden.

Dengan "Persepsi immanent" yang mengacu pada pengakuan langsung

atau inspeksi yang saya dapat memiliki keadaan mental saya sendiri dan ACS,

saat ini bersamaan dengan melakukan pemeriksaan terhadap mereka. Saya

membawanya dia mengacu pada apa yang kita sebut introspeksi. Ketika, yang

cukup jarang terjadi, saya mengintrospeksi pada saat Erlebnis saya, saya bisa

tahu dalam arti sempit bahwa saya menikmati Erlebnis ini dan jenis yang Erlebnis

itu. Introspeksi mengatakan kebenaran, seluruh kebenaran dan hanya

kebenaran.

Tapi (1), sementara saya tidak melihat alasan untuk meragukan bahwa

kita dapat memeriksa dan mengenali keadaan dan tindakan pikiran kita sendiri,

saya berpikir bahwa introspeksi ini tidak benar-benar persepsi hanyalah ingatan

dikendalikan oleh khusus oleh perhatian khusus. Tapi apapun itu, tampak jelas

bahwa kita sering membuat kesalahan tentang kondisi mental kita. Sangat

mungkin ini tidak boleh dikaitkan dengan "introspeksi keliru" tetapi kesalahan

karena kelalaian tanpa disadari untuk introspeksi. Tapi kemudian kegemaran

yang sama harus dibiarkan untuk apa yang sangat mungkin salag disebutkan

"persepsi keliru" dalam lingkup "persepsi transenden" yang Husserl sebut.

Jadi saya tidak melihat alasan untuk menyangkal secara universal bahwa

kita dapat memiliki pengetahuan dengan persepsi hal-hal fisik dan peristiwa.

Argumen Husserl dalam hal ini, yang belum saya uraikan, tampaknya saya

hanya menunjukkan bahwa persepsi tertentu tidak menceritakan seluruh

kebenaran tentang obyek mereka. Tetapi jika mereka bisa memberitahu kami

kebenaran dan hanya kebenaran, tidak ada kesimpulan yang merugikan dunia ini

tampaknya muncul dari perbandingan semacam ini persepsi dengan introspeksi.

Kesimpulan saya adalah, maka, ini: - (1) ada bagian penting dari filsafat

digambarkan sebagai filsafat psikologi. Hal ini, seperti bagian lain dari filsafat,

sebuah apriori dalam arti bahwa metodenya tidak induktif dan itu adalah objek

yang bukan sebagai yang fakta berbeda dari hal tertentu. Ini adalah penyelidikan

fakta ke dalam bentuk kelas-kelas tertentu, atau, untuk memasukkannya ke

dalam cara lain, bertanya apa yang sebenarnya dimaksud dengan itu, "" Jones

ingin ini tetapi memilih itu, "" Jones mengambil apa yang dia lihat menjadi begitu

dan begitu, "" saya begini dan begitu. "dan kita bisa, jika kita suka, menyebutnya

bagian dari filosofi" fenomenologi. "

(2) fakta bahwa Husserl menyimpulkan bahwa dunia terdiri dari tidak lain

hanyalah pengalaman mental yang bipolar, dan karenanya fenomenologi yang

"filsafat pertama" adalah hasil dari penerimaannya dari satu atau dua teori yang

tidak benar dan tidak tiba di dengan asli analisis fenomenologi.