Post on 04-Mar-2018
1
ANALISIS KEBIJAKAN TRANSFORMASI PT. JAMSOSTEK (PERSERO)
MENJADI BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
KETENAGAKERJAAN DI KANTOR WILAYAH BANTEN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh :
MELIYANA AGUSTINA
NIM. 6661110133
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Serang, Maret 2016
2
ABSTRAK
Meliyana Agustina. NIM: 6661110133. Skripsi. 2016. Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I, Rahmawati, S.Sos., M.Si., Pembimbing II, Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si.
Kata Kunci: Analisis Kebijakan, Transformasi.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan dan fenomena yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan transformasi PT. Jamosostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten, yaitu perubahan struktur organisasi, dimana adanya penambahan karyawan akibat dibentuknya Kantor Cabang Perintis, kurangnya perluasan sosialisasi yang mengakibatkan belum semua tenaga kerja dan perusahaan di wilayah Banten menjadi pendaftar kepesertaan dalam BPJS Ketenagakerjaan, perubahan badan hukum yang semula privat, berubah menjadi badan hukum publik, perubahan sistem kerja Umum dan SDM dalam pengadaan barang dan jasa, perubahan program dan manfaat, kurangnya pantauan dan koordinasi dari pemerintah daerah dan lembaga kepolisian selama proses berlangsungnya transformasi, kurangnya penanganan dan Ketidaksigapan karyawan mengenai pencairan iuran JHT kepada tenaga kerja,. Peneliti tertarik untuk menganalisis kebijakan transformasi PT. Jamosostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan dengan menggunakan teori Dunn tentang Tahap-tahap Analisis Kebijakan. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan masih belum dilaksanakan secara optimal, karena sosialisasi masih belum dijalankan dengan baik dan meluas ke seluruh daerah atau tempat, kurang sigapnya karyawan dalam menangani pencairan Jaminan Hari Tua. Peneliti merekomendasikan agar pihak BPJS Ketenagakerjaan melakukan proses pengawasan untuk mengatasi masalah di BPJS Ketenagakerjaan, dan meningkatkan lagi sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya BPJS Ketenagakerjaan.
3
ABSTRACT
Meliyana Agustina. NIM: 6661110133. Thesis. 2016. Analysis of The
Transformation of PT. Jamsostek (Persero) Into The Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan in the Regional Office Banten. Public
Administration Departement. Faculty of Social and Political Sciences. Sultan
Ageng Tirtayasa University. Ist Advisor , Rahmawati, S.Sos., M.Si., 2
nd Advisor,
Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si.
Keyword: Analysis of Policy, Transformation.
This research was motivated by the problems and phenomenon related to the implementation of the transformation policy from PT. Jamsostek (Persero) into The BPJS Ketenagakerjaan in the Regional Office Banten, which is the strructural change in organization the addition of employees due to establishment of office channeling branch offices pioneer, still lack of expansion of socialization that cost not all workers and companies in Banten became the registrator of participation in the BPJS Ketenagakerjaan, the legal entity which was orginally a privat, it turns into the public, change of a system of public and human resources in the procurment of goods and services, change progrmas and benefits, lack of monitoring and coordination from the regional goverment and the police during the process of transformation, the lack of handling and spryness from the employees regarding the disbursement of Old Age Security dues to labor. Researchers are interested to analyze the transformation policy PT. Jamsostek (Persero) into The BPJS Ketenagakerjaan using Dunn's theory about the stages of Policy Analysis. Data collection techniques used by researchers is interview, observation and documentation. The results showed that the implementation of policies The BPJS Ketenagakerjaan is still not implemented optimally, because the socialization process is still not well and not extended throughout the area or place, employees who are not eager to deal with the disbursement of Old Age Security. Researchers recommend that the BPJS Ketenagakerjaan conduct the regulatory process to address the problems in The BPJS Ketenagakerjaan, and further increase public education about the importance of the BPJS Ketenagakerjaan.
4
5
6
7
“Kerja keras, Usaha, dan Ikhtiar adalah bagian dari Proses Keberhasilan. Dimana puncak kesuksesannya adalah ketika dia bisa berbagi ilmunya untuk
orang-orang disekitarnya”
Skripsi ini saya persembahkan
untuk Mamah, dan kakak-
kakakku. Tanpa doa dan semangat
kalian, keberhasilan ini tidak akan
terwujud. Terima kasih untuk
kalian. I Do Love You...
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah Subhanahu Wata‟ala yang telah
menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya serta karunia-Nya kepada seluruh umat
manusia. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad
Shallahu‟alahi Wassalam yang telah menjadi suri tauladan dan menjadi penerang
dalam menggapai ridha Allah. Terimakasih yang mendalam penulis ucapkan kepada
kedua orang tua yang selalu memberikan doa, motivasi, dan kasih sayangnya yang
tidak terhingga.
Skripsi ini diajukkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul “Analisis
Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten”.
Dalam penyusunan skripsi ini tentunya tak lepas dari support dan bantuan banyak
pihak yang selalu mendukung penulis baik secara moril maupun materil. Untuk itu,
peneliti sampaikan rasa terima kasih kepada Allah Subhanahu Wata‟ala, karena atas
keridhaan-Nya, penulis diberikan kemudahan, kelancaran, dan kemajuan dalam
pengerjaan skripsi. Tak lupa peneliti juga ingin sampaikan rasa terima kasih kepada:
9
1. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa;
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
3. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dosen Pembimbing I, terima kasih
atas arahan dan bimbingannya yang sabar dan tulus selama proses pengerjaan
skripsi;
4. Bapak Iman Mukhroman, S. Ikom., M. Si., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M, Si., Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Sekaligus sebagai
Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas arahannya dari semester 1
hingga semester 9;
6. Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si, Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
7. Bapak Riswanda , MPA., Wakil Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa;
8. Ibu Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si, Dosen Pembimbing II, terima kasih atas
arahan dan bimbingannya yang sabar dan tulus selama proses pengerjaan
skripsi;
10
9. Ibu Ipah Ema Jumiati, S. Sos., M. Si, Dosen Penguji Skripsi, terima kasih atas
arahan dan koreksinya dalam skripsi ini;
10. Seluruh Dosen dan Staff Program Ilmu Administrasi Negara yang telah
memberikan ilmu dan didikannya selama perkuliahan serta kemudahan kepada
saya dalam menyelesaikan skripsi;
11. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten
yang sudah membantu dalam penyediaan data untuk menyelesaikan skripsi;
12. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Banten yang sudah membantu
dalam penyediaan data untuk menyelesaikan skripsi;
13. Lembaga Administrasi Negara, yang sudah memberikan kesempatan dan
arahan kepada saya untuk bisa belajar (magang) disana, khususnya kepada Ibu
Septiana Dwiputrianti, S.E.,M.Com,PhD, Bapak Bambang Suhartono, S.Sos,
ME, Ibu Mid Rahmalia, SE, M.Si, Bapak Al Zuhruf, S.Sos,M.Si, Bapak Octa
Soehartono, SE, Bapak Pracoyo Cipto Nugroho, S.St, Bapak Trimo, S.Sos,
MAP, Bapak Syamsuarman, S.Sos,M.Si, dan Ibu Supinah, S.Sos;
14. Rasa terimakasih yang besar kepada keluarga terutama Ibu, yang selama ini
selalu memberikan semangat, motivasi, dan doa kepada saya, Ibu yang selalu
memperjuangkan saya untuk bisa berpendidikan tinggi walaupun tanpa sosok
seorang Ayah, kepada kaka saya Farida Wahyuni, yang selalu memberikan
semangat, yang selalu setia mendengarkan curahan hati adiknya;
11
15. Ibu kedua saya, yaitu Bunda Kiki. Yang juga selalu memberikan doa dan
memberikan support yang baik untuk saya, semoga Allah selalu melindungimu
dan menjagamu bunda;
16. Rasa terimakasih yang besar juga kepada orang yang selama ini selalu
menemani saya, memberikan semangat kepada saya, yang tak pernah jenuh
memberikan arahan kepada saya, yang In Syaa Allah menjadi Calon Pasangan
hidup saya, yaitu Andhira Alif Pratama;
17. Sahabat terbaik saya yaitu Maleowati, Laila, Wiwin, Novi, Puput, Lisa,
Rabistiarni, Emak Aan, Nunu, Yafie, Galang, Eja, Tian, Akew, terimakasih
banyak kalian selalu ada dan selalu memberikan canda tawa;
18. Teman sekaligus sahabat seperjuangan Ilmu Administrasi Negara, yang selalu
menemani saya, memberikan semangat untuk saya dalam mengerjakan skrispsi
ini, Lita, Lilla, ika, Ombes, Lulu, Tata, Diana, Dina, Aida, Risda, Herdandi,
Indriyani, Hanisa, Firstyana, Desy, Ocha, dan Ayu.
19. Teman Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) di Desa Panyaungan Jaya Ciomas,
yaitu Fenny, Suci, Rivani, Sari, Uci, Mbak Eni, Rizki, Jaelani, Dwiki, dan
Faisal. Terima kasih kalian sudah menjadi teman yang solid, kerja sama, dan
kebersamaan kita akan selamanya saya kenang;
20. Ibu Lurah Panyaungan Jaya, terima kasih karena ibu sudah menjadi ibu yang
baik untuk kami kelompok KKM di Desa Panyaungan Jaya, ibu sudah
memberikan kami kasih sayang, dan kesabaran ibu akan menjadi panutan untuk
kami;
12
21. Terima kasih juga kepada Rangga, sahabat baru saya, yang sudah membantu
saya, untuk bisa penelitian di PT. Krakatau Steel, dan terima kasih karena sudah
memberikan semangat untuk saya dalam mengerjakan skripsi;
Akhir kata penulis berharap berdoa agar pihak-pihak yang telah banyak
membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini mendapat imbalan dari Allah
Subhanahu Wata‟ala serta penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya bagi para pembaca umumnya.
Serang, Februari 2015
Meliyana Agustina
13
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 18
1.3. Batasan Masalah .......................................................................................... 19
1.4. Rumusan Masalah ........................................................................................ 19
1.5. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 19
1.6. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 20
1.7. Sistematika Penulisan .................................................................................. 21
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1. Landasan Teori ............................................................................................. 29
2.1.1. Pengertian Kebijakan ......................................................................... 30
2.1.2 Pengertian Transformasi ..................................................................... 50
iii
14
2.1.3. Pengertian Pengembangan Organisasi ............................................... 55
2.1.4. Perubahan di dalam Organisasi .......................................................... 61
2.1.5. PT. Jamsostek (Persero) ..................................................................... 73
2.1.6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan .................... 75
2.2. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 80
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................... 85
2.4. Asumsi Dasar ............................................................................................... 89
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian .............................................................. 90
3.2. Fokus Penelitian .......................................................................................... 91
3.3. Lokasi Penelitian ......................................................................................... 91
3.4. Variabel Penelitian....................................................................................... 92
3.4.1. Definisi Konsep ................................................................................. 92
3.4.2. Definisi Operasional .......................................................................... 95
3.5. Instrumen Penelitian ................................................................................... 99
3.6. Informan Penelitian ..................................................................................... 105
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................................ 107
3.8. Jadwal Penelitian ........................................................................................ 110
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian .................................................................................. 112
4.1.1. Deskripsi BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten .......................... 112
4.2. Deskripsi Data ..................................................................................................... 137
4.2.1. Deskripsi Data Penelitian ............................................................................ 137
4.2.2. Deskripsi Informan Penelitian ..................................................................... 139
4.2.3. Analisis Data ............................................................................................... 140
15
4.2.4. Deskripsi Hasil Penelitian .......................................................................... 142
4.3. Pembahasan ......................................................................................................... 169
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 185
5.2. Saran ..................................................................................................................... 187
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. xi
LAMPIRAN
16
DAFTAR TABEL
1.1 Persentase Ketercapaian Kepesertaan Tenaga Kerja di BPJS Ketenaga-
kerjaan Kanwil Banten (Januari 2014-April 2015) .............................................. 11
1.2 Persentase Ketercapaian Kepesertaan Perusahaan di BPJS Ketenaga-
kerjaan Kanwil Banten (Januari 2014-April 2015) .............................................. 13
1.3 Perubahan Program dan Manfaat ......................................................................... 15
2.1 Pendekatan Pemantauan Hasil Kebijakan ............................................................ 44
2.2 Tahap Analisis Kebijakan Subarsono .................................................................. 48
3.1 Pedoman Wawancara ........................................................................................... 101
3.2 Informan Penelitian .............................................................................................. 106
3.3 Jadwal Rencana Penelitian ................................................................................... 111
4.1 Langkah-langkah Kepesertaan Program Jaminan Hari Tua ................................ 119
4.2 Iuran dan Tata Cara Pembayaran ......................................................................... 121
4.3 Pembayaran Iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja ...................................... 123
4.4 Manfaat dari Program Jaminan Kecelakaan Kerja .............................................. 124
4.5 Daftar Informan ................................................................................................... 140
4.6 Pembagian Iuran BPJS Ketenagakerjaan antara Pekerja dan Perusahaan ........... 170
4.7 Pembahasan dan Temuan di Lapangan ................................................................ 183
iv
17
DAFTAR GAMBAR
1.1 Struktur Organisasi PT. Jamsostek (Persero) Kanwil Banten ............................. 9
1.2 Struktur Organisasi BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten ................................ 10
2.1 Konteks Sistem Kebijakan ................................................................................... 37
2.2 Empat Macam Tipe Perubahan Keorganisasian .................................................. 65
2.3 Model Perubahan Tiga Langkah .......................................................................... 67
2.4 Kerangka Berpikir ................................................................................................ 88
3.1 Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif........................................ 108
4.1 Infrastruktur Hirarki Peraturan, Kebijakan dan Pedoman Good Governance
BPJS Ketenagakerjaan .......................................................................................... 172
4.2 Pendaftaran Online Pengajuan Klaim .................................................................. 180
4.3 Alur Pelayanan Tenaga Kerja yang Mengalami Kecelakaan Kerja ..................... 182
v
18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Surat Ijin Penelitian
2 Surat Keterangan Penelitian
3 Pedoman Wawancara
4 Catatan Lapangan dan Membercheck
5 Kategorisasi Data Penelitian
6 Matriks Hasil Wawancara
7 Dokumentasi Penelitian
8 Data Pendukung Penelitian
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan kehidupan masyarakat semakin hari semakin
mengalami perubahan. Hal ini sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Persoalan perubahan ini, tentunya sejalan juga
dengan perubahan yang ada di dalam suatu organisasi atau birokrasi. Manusia
hidup selalu membutuhkan organisasi atau birokrasi pemerintahan untuk
dapat mengatur dan menjalankan sistem pemerintahan di suatu daerah. Di
dalam organisasi atau birokrasi, untuk mencapai tujuan, harus diiringi dengan
proses perubahan. Proses perubahan inilah yang nantinya akan menjadikan
organisasi atau birokrasi tersebut akan semakin menjadi lebih baik.
Organisasi atau birokrasi harus mampu melakukan berbagai perubahan
dan inovasi organisasional, dan tidak bisa melepaskan diri dari perubahan
yang tak terhindarkan. Untuk itu, para birokrat harus selalu siap untuk
menghadapi segala macam perubahan dan persoalan-persoalan yang datang.
Untuk mengelola perubahan, pemimpin seharusnya mengembangkan
pendekatan-pendekatan yang sesuai dalam mengadopsi dan
mengimplementasikan perubahan itu. Sehingga proses perubahan yang akan
dilaksanakan memperoleh dukungan dari semua
2
anggota organisasi. Pemimpin juga harus mendukung proses perubahan melalui
upaya penciptaan organisasi pembelajaran sebagai bagian budaya organisasi.
Negara Indonesia memiliki tujuan yaitu salah satunya adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini tertuang didalam Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 alinea keempat, yakni tujuan dari pembentukkan
Pemerintahan di Indonesia adalah untuk memajukkan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Berdasarkan hal ini, pemerintah melakukan upaya-upaya dalam mewujudkan
keadaan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Untuk itu pemerintah membuat
dan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia.
Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program negara yang bertujuan
memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: dalam Pasal
28 H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dan Pasal 34 ayat (1) ayat (2) dan melalui
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/2001, dimana Presiden
ditugaskan untuk membentuk sistem jaminan sosial nasional dalam rangka
memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang lebih menyeluruh dan
terpadu. Jaminan sosial ini merupakan satu bentuk sistem perlindungan sosial.
Sehubungan dengan ditetapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai wujud komitmen pemerintahan
3
dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional, selanjutnya ditindaklanjuti
dengan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berdasarkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. Badan penyelenggara Jaminan Sosial, akan dilaksanakan oleh 2 (dua) Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu badan Penyelenggara Jaminan sosial
(BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan. Transformasi badan-badan penyelenggara jaminan sosial tersebut
akan dilanjutkan dengan pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai,
serta hak dan kewajiban.
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga akan
melahirkan transformasi kelembagaan dari beberapa perusahaan persero yang
selama ini ada. Ada tiga derajat transformasi dalam Undang-undang BPJS. Tingkat
tertinggi adalah transformasi tegas. Undang-undang BPJS dengan tegas mengubah
PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan, membubarkan PT.
Jamsostek (Persero) dan mencabut UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.
Tahap partama masa peralihan PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November 2011 sampai
dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan pendirian BPJS
Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014. Tahap kedua, adalah tahap penyiapan
operasionalisasi BPJS Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian sesuai
4
dengan ketentuan Undang-undang SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung
selambat-lambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya BPJS
Ketenagakerjaan untuk menyelenggarakan keempat program tersebut sesuai dengan
ketentuan Undang-undang SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015.
Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT. Jamsostek
(Persero) ditugasi untuk menyiapkan: pengalihan program Jaminan Kesehatan PT.
Jamsostek (Persero) kepada BPJS Kesehatan, pengalihan asset dan liabititas serta
hak dan kewajiban program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT. Jamsostek
(Persero) ke BPJS Kesehatan, penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan
berupa pembangunan sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program Jaminan
Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian,
serta sosialisasi program kepada publik, yang terakhir adalah pengalihan asset dan
liabilitas pegawai serta hak dan kewajiban PT. Jamsostek (Persero) ke BPJS
Ketenagakerjaan.
Tingkat kedua adalah transformasi tidak tegas. Undang-undang BPJS tidak
secara eksplisit mengubah PT. Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan, maupun
pencabutan peraturan perundangan terkait pembentukan PT. Askes (Persero) . UU
BPJS hanya menyatakan pembubaran PT. Askes (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan sejak beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014. Perubahan
PT. Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan tersirat dalam kata pembubaran PT.
Askes (Persero) dan beroperasinya BPJS Kesehatan.
5
Masa persiapan transformasi PT. Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan
adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November 2011 sampai dengan 31
Desember 2013. Dalam masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT. Askes
(Persero) ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta
menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT.
Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan. Penyiapan operasional BPJS Kesehatan
mencakup: penyusunan sistem dan prosedur operasioan BPJS Kesehatan,
sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan, penentuan program jaminan
kesehatan yang sesuai dengan Undang-undang SJSN, koordinasi dengan
Kementrian Kesehatan untuk mengalihkan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas), koordinasi dengan Kementrian Pertahanan, Tentara
Nasional Indonesia, dan Polisi Republik Indonesia untuk mengalihkan
penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/POLRI, yang
terakhir koordinasi dengan PT. Jamsostek (Persero) untuk mengalihkan
penyelenggaraan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek.
Tingkat ketiga adalah tidak bertransformasi. Undang-undang BPJS tidak
menyatakan perubahan maupun pembubaran PT. Asabri (Persero) dan PT. Taspen
(Persero). UU BPJS hanya mengalihkan fungsi kedua Persero yaitu
penyelenggaraan program perlindungan hari tua dan pembayaran pensiun yang
diselenggarakan oleh keduanya ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat pada tahun
2029. Undang-undang BPJS mendelegasikan pengaturan tatacara pengalihan
6
program yang diselenggarakan oleh keduanya ke peraturan Pemerintah. Berikut
ketentuan yang mengatur pengalihan program PT. Asabri (Persero) dan PT. Taspen
(Persero): Pasal 65 ayat 1, PT. Asabri (Persero) menyelesaikan pengalihan program
Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran
pension ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029. Pasal 65 ayat 2, PT.
Taspen (Persero) menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan
program pembayaran tabungan hari tua dan program embayaran pensiun dari PT.
Taspen (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029. Undang-
undang mewajibkan PT. Asabri (Persero) dan PT. Taspen (Persero) untuk
menyusun roadmap transformasi paling lambat tahun 2014.
Program PT. Jamsostek diselenggarakan dengan pertimbangan selain untuk
memberikan ketenangan kerja juga karena dianggap mempunyai dampak positif
terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktifitas tenaga kerja. Program
Jamsostek diselenggarakan untuk memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya. Program Jamsostek
juga merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan
tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
Sebagai badan hukum publik, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib
menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat
publik yang diwaliki oleh Presiden. BPJS menyampaikan kinerjanya dalam bentuk
laporan. Adapun laporan-laporan tersebut adalah pengelolaan program dan laporan
7
keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden. Laporan
tersebut harus dengan tembusan kepada DJSN, paling lambat 30 Juni tahun
berikutnya. (www.jamsosindonesia.com)
Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial memberi kata „transformasi‟ sebagai
perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan sosial,
menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Perubahan bentuk bermakna
perubahan karakteristik badan penyelengara jaminan sosial sebagai penyesuaian
atas perubahan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial. Perubahan
karakteristik berarti perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian,
ruang lingkup kerja dan kewenangan badan. Siagian (2007:230) mengemukakan
bahwa transformasi organisasi bermakna upaya perubahan yang dilakukan bersifat
drastis dan mendadak yang diarahkan pada tiga faktor organisasional, yaitu:
struktur organisasi, proses manajemen, dan kultur organisasi.
Terkait perubahan filosofi penyelenggaraan jaminan sosial ini, misi yang
dilaksanakan oleh keempat Persero (PT. Jamsostek, PT. Askes, PT. Asabri dan PT.
Taspen) merujuk pada peraturan perundangan yang mengatur program jaminan
sosial bagi berbagai kelompok pekerja. Walaupun program-program jaminan sosial
yang tengah berlangsung saat ini diatur dalam peraturan perundangan yang
berlainan, keempat Persero mengemban misi yang sama. Misi keempat Persero
(PT. Jamsostek, PT. Askes, PT. Asabri dan PT. Taspen) yaitu untuk meningkatkan
8
atau menggairahkan semangat kerja para pekerja. Sehingga pekerja tidak
merasakan dihawatirkan bilamana terjadinya masalah atau kecelakaan pada waktu
mereka berangkat kerja ataupun sedang kerja.
Untuk memperkecil pembahasan dan lokus penelitian, peneliti mengambil
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ini untuk peneliti fokuskan
pada pembahasan skripsi. Di dalam lapangan yang berlokuskan di BPJS
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten, peneliti menemukan adanya fenomena
terkait dengan kebijakan transformasi dari PT. Jamsostek menjadi BPJS
Ketenagakerjaan. Adapun fenomena yang peneliti temukan disini adalah, Pertama,
adanya perubahan pada struktur organisasi di BPJS Ketenagakerjaan Kantor
Wilayah Banten. Perubahan pertambahan kepegawaian di BPJS Ketenagakerjaan
Kantor Wilayah Banten, dipengaruhi dari pembentukan Kantor Cabang Perintis
(KCP). Hal ini membutuhkan tenaga kerja-tenaga kerja baru dalam membantu
tugas dan tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten.
Sehingga merekrut kepegawaian lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya.
Adapun dibawah KC Serang terdapat 4 KCP yaitu: KCP Lebak, KCP Labuan, KCP
Cilegon, dan KCP Cikande. Dibawah KC BSD terdapat 2 KCP yaitu: KCP Ciputat,
KCP Bintaro. Dibawah KC Cimone terdapat 1 KCP yaitu KCP Pasar Kamis.
Dibawah KC Batu Ceper ada 1 KCP yaitu KCP Dadap. Untuk KC Cikupa dan KC
Cikokol, pembentukan KCP masih dalam proses pembentukan. Adapun Perubahan
struktur organisasi bisa dilihat pada gambar 1.1 dan 1.2 berikut ini.
9
Gambar 1.1
Struktur Organisasi PT. Jamsostek (Persero) Kanwil Banten
(Sumber: BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wiayah Banten)
Kepala KANWIL Banten
Sekretaris
Pemasaran Wilayah
Pelayanan Wilayah
Umum & SDM
Wilayah
Keuangan & Teknologi Informasi Wilayah
Manajemen Mutu & Risiko
Wilayah
Senior Analis
Wilayah
Spesialis Pemasaran
Formal Kanwil
Spesialis Manajemen
Program JPK-JKK
Penata Madya Umum
Penata Madya
Keuangan
Penata Umum
Manajemen Mutu
Spesialis Manajemen
Account Kanwil
Penata Umum
Manajemen Pelayanan
Penata Madya SDM
Penata Madya TI
Penata Utama
Manajemen Risiko
Penata Utama
Pemasaran Informal Kanwil
Penata Utama
Manajemen Program JHT-Jk
Penata Utama Pengendalian
Internal
Penata Madya
Pengelolaan PKP
Kantor Cabang
10
Gambar 1.2
Struktur Organisasi BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
m
(Sumber: BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wiayah Banten)
Kepala KANWIL Banten
Pemasaran Wilayah
Sekretaris
Pelayanan Wilayah
Umum & SDM
Wilayah
Keuangan & Teknologi Informasi Wilayah
Manajemen Mutu & Risiko
Wilayah
Senior Analis
Wilayah
Penata Senior
Pemasaran Penerima
Upah
Penata Utama
Manajemen Pelayanan
Penata Madya Umum
Penata Madya
Keuangan
Penata Utama Manajemen
Mutu
Penata Senior
Manajemen Account Kanwil
Penata Senior Pemasaran
Bukan Penerima
Upah
Penata Madya Pemasaran
Penata Madya
Pelayanan
Penata Madya SDM
Penata Madya TI
Penata Utama Manajemen
Risiko
Penata Utama Pengendalian
Internal
Kantor Cabang
Petugas Pengawasan dan Pemeriksaan
11
Kedua, kurangnya perluasan sosialisasi dalam menggerakkan pertambahan
kepesertaan sehingga belum semua tenaga kerja dan perusahaan di wilayah Banten
menjadi pendaftar kepesertaan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan. Berikut adalah tabel 1.1 Kepesertaan Tenaga Kerja dan Tabel 1.2
Kepesertaan Perusahaan di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
wilayah Banten.
Tabel 1.1
Persentase Ketercapaian Kepesertaan Tenaga Kerja di BPJS Ketenagakerjaan wilayah Banten (Januari 2014-April 2015)
No Kacab
Tenaga Kerja Penerima Upah
Tenaga Kerja Jasa Konstruksi Tenaga Kerja BPU
Tenaga Kerja Jaminan Pensiun
Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi %
1 Serang 132823 18696 14,1% 21949 18407 83,9% 35195 785 2,2% 11259 - -
2 Cikokol 146971 26274 17,9% 21649 2647 12,2% 12550 1930 15,4% 12558 - -
3 Cimone 57796 9310 16,1% 1380 571 41,4% 2612 1785 68,3% 4863 - -
4 BSD 50172 9021 17,9% 15734 4815 30,6% 2145 180 8,4% 4036 - -
5 Cikupa 104604 12725 12,2% 2597 1596 61,4% 13160 440 3,3% 8966 - -
6 Batuceper 50416 15271 30,3% - - - 2635 769 29,2% 3729 - -
Total 542782 91297 16,8% 63309 28036 44,3% 68297 5889 8,6% 45411 - - (Sumber: BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten)
Dari tabel 1.1 tersebut menjelaskan bahwa kepesertaan tenaga kerja di BPJS
Ketenagakerjaan wilayah Banten pada realisasinya belum maksimal dengan kata
lain belum sampai mencapai target yang telah ditentukan dari pusat, karena untuk
persentase ketercapaian kepesertaan tenaga kerja bila dibandingkan dengan apa
yang telah di tergetkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
masih sangat jauh. Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan, menargetkan tenaga kerja
12
penerima upah dengan jumlah kepesertaan 542.782 tenaga kerja. Namun pada
realisasinya hanya mencapai 91.297 tenaga kerja yang aktif dengan persentase
ketercapaian 16,8% dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di wilayah Banten.
Selanjutnya Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan menargetkan tenaga kerja jasa
konstruksi dengan jumlah kepesertaan 63.309 tenaga kerja. Namun pada
realisasinya hanya mencapai 28.036 tenaga kerja yang aktif dengan persentase
ketercapaian 44,3% dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di wilayah Banten.
Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan juga menargetkan tenaga kerja bukan
penerima upah dengan jumlah kepesertaan 68.297 tenaga kerja. Namun pada
realisasinya hanya mencapai 5.889 tenaga kerja yang aktif dengan persentase
ketercapaian 8,6% dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di wilayah Banten.
Terakhir Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan menargetkan tenaga kerja jaminan
pensiun dengan jumlah 45.411 tenaga kerja. Namun disini, pada realisasinya tidak
ada satupun tenaga kerja yang ikut turut menjadi kepesertaan di BPJS
Ketenagakerjaan wilayah Banten di karenakan tenaga kerja jaminan pensiun,
jaminannya masih dicover oleh perusahaan jaminan pensiunnya itu sendiri.
Sehingga tenaga kerja jaminan pensiun tidak ada realisasi dan persentase
ketercapaiannya.
13
Tabel 1.2
Persentase Ketercapaian Kepesertaan Perusahaan di BPJS Ketenagakerjaan wilayah Banten (Januari 2014-April 2015)
No Kacab
Perusahaan Penerima Upah
Perusahaan Jasa Konstruksi
Perusahaan Program Jaminan Pensiun
Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi %
1 Serang 655 212 32% 1717 547 32% 36 - -
2 Cikokol 663 204 31% 627 29 5% 43 - -
3 Cimone 342 108 32% 47 15 32% 22 - -
4 BSD 502 121 24% 177 24 14% 27 - -
5 Cikupa 448 108 24% 72 24 33% 28 - -
6 Batuceper 560 171 31% - - - 24 - -
Total 3170 924 29% 2640 639 24% 180 - -
(Sumber: BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten)
Dari Tabel 1.2 tersebut menjelaskan bahwa kepesertaan perusahaan di BPJS
Ketenagakerjaan di wilayah Banten belum maksimal, dengan kata lain belum
sampai mencapai target yang telah ditentukan dari pusat. Kantor Pusat BPJS
Ketenagakerjaan menargetkan perusahaan penerima upah dengan jumlah
kepesertaan 3.170 perusahaan. Namun pada realisasinya hanya mencapai 924
perusahaan yang menjadi kepesertaan aktif dengan persentase ketercapaiannya
adalah 29% di BPJS Ketenagakerjaan wilayah Banten. Sedangkan pada perusahaan
jasa konstruksi, kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan menargetkan kepesertaan
dengan jumlah 2.640 perusahaan. Namun realisasinya hanya 639 perusahaan yang
menjadi kepesertaan aktif dengan persentase ketercapaiannya adalah 24% di BPJS
Ketenagakerjaan wilayah Banten. Terakhir, Kantor Pusat BPJS menargetkan
14
perusahaan program jaminan pensiun dengan jumlah kepesertaan 180 perusahaan.
Namun pada realisasinya tidak ada satupun perusahaan yang menjadi kepesertaan
di BPJS Ketenagakerjaan wilayah Banten. Dikarenakan perusahaan jaminan
pensiun masih memiliki program jaminan yang mengcover tenaga kerjanya
sebelum adanya BPJS Ketenagakerjaan, perusahaan masih mempercayai program
yang sebelumnya sudah ditetapkan, belum adanya keputusan dari perusahaan untuk
bisa menjadi kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan. Sehingga tidak adanya realisasi
dari perusahaan program jaminan pensiun.
Ketiga, perubahan status badan hukum organisasi, dimana ketika menjadi
PT. Jamsostek (Persero) merupakan badan hukum persero/privat, berorientasi profit
(keuntungan), fokus pelanggan dan pemegang saham yang berkoordinasi dibawah
Kementerian BUMN, berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik, berorientasi sosial,
memfokuskan pada kepentingan warga negara sesuai mandat Undang-undang dan
peraturan pelaksanaannya yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.
Keempat, perubahan sistem kerja bagian Umum dan SDM dalam pengadaan
barang dan jasa atau belanja modal. Ketika masih menjadi PT. Jamsostek, dalam
transaksi pengadaan barang dan jasa atau belanja modal masih melakukan secara
manual yaitu, pertemuan langsung atau tatap muka langsung. Sekarang menjadi
BPJS ketenagakerjaan sudah menggunakan teknologi yang dapat memudahkan
transasksinya. Berasarkan wawancara peneliti kepada Kepala Umum dan SDM,
15
dikemukakan bahwa Perubahan sistem kerja Umum dan SDM dalam pengadaan
barang dan jasa atau belanja modal yang sekarang sudah melakukan transaksi
secara teknologi, tujuan perubahan ini, meminimalisir kecurangan yaitu adanya
money game (permainan uang) yang terjadi saat terjadinya transaksi secara
langsung atau manual. Akan tetapi perubahan sistem kerja yang sekarang tentunya
tidak lepas dari hambatan atau kelemahannya, yaitu dimulai dari adanya gangguan
internet yang tentunya bisa menghambat atau sering kali mengagalkan transaksi,
dan sistem yang sekarang digunakanpun masih belum sempurna, atau efektif.
Kelima, perubahan program dan manfaat. Perubahan program cenderung
akan berdampak pada kurangnya pemahaman tenaga kerja dan perusahaan
mengenai program dan manfaat sistem penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial
Nasional dimana terdapat penambahan dan pengurangan program sebagai berikut:
Tabel 1.3
Perubahan Program dan Manfaat
NO PROGRAM LAMA (PT.JAMSOSTEK)
PROGRAM BARU (BPJS KETENAGAKERJAAN)
1 Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
2 Jaminan Kematian (JKM) Jaminan Kematian (JKM) 3 Jaminan Hari Tua (JHT) Jaminan Hari Tua (JHT)
4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jaminan Pensiun (JP)
(Sumber: BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten)
16
Sistem Jaminan Sosial Nasional mengamanahkan perluasan program
perlindungan dan manfaatnya kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia yaitu:
1. Jaminan Pensiun (JP) untuk tenaga kerja swasta dan informal.
2. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) untuk seluruh penduduk.
Keenam, kurangnya pantauan dan koordinasi Pemerintah Daerah dan
Lembaga Kepolisian selama proses berlangsungnya transformasi. Pemerintah
Daerah berperan sebagai monitoring kebijakan yang dilaksanakan BPJS
Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten, agar dapat mengetahui dapat berjalan
efektif atau tidak pelaksanaan kebijakan tesebut. Lembaga Kepolisian berperan
sebagai pelindung tenaga kerja, dan juga mengawasi bila terjadi hal-hal yang tidak
sejalan dengan tujuan. Wawancara peneliti kepada Kepala Umum dan SDM Kantor
Wilayah Banten, dikemukakan bahwa saat ini BPJS Ketenagakerjaan Kanwil
Banten kurang adanya kerjasama dengan Pemerintah Daerah dan Lembaga
Kepolisian. Hal ini salah satu penyebab bahwa pelaksanaan kebijakan Trasformasi
PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan masih kurang maksimal
dalam mengatasi masalah terkait pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan.
Ketujuh, masalah kurangnya penanganan mengenai pencairan iuran Jaminan
Hari Tua kepada tenaga kerja. Ketidaksigapan karyawan atau pegawai BPJS
Ketenagkerjaan Kanwil Banten, mengakibatkan tenaga kerja mengalami kesulitan
dalam pengajuan klaim. Lamanya prosedur pemberian berkas formulir Jaminan
Hari Tua kepada pihak BPJS Ketenagakerjaan. Mereka yang sudah tidak bekerja
17
lagi pada perusahaan yang lama, kesulitan mengklaim Jamian Hari Tua mereka,
karena terdaftar BPJS Ketenagakerjaan di perusahaan yang baru. Wawancara
peneliti kepada salah satu tenaga kerja penerima upah, dikemukakan bahwa Jika
tidak bisa dicairkan ketika tenaga kerja sudah bekerja diperusahaan yang baru,
maka seharusnya iuran Jaminan Hari Tua di perusahaan yang lama disatukan
saldonya dengan BPJS Ketenagakerjaan yang baru, hal inilah yang membuat saya
kecewa karena harus menjadi pengangguran terlebih dahulu untuk bisa mencairkan
iuran Jaminan Hari Tua nya. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
saat ini dalam sehari hanya melayani 150 peserta yang ingin mencairkan Jaminan
Hari Tua (JHT), hal ini menyulitkan peserta karena harus mengambil nomor
antrean dari pukul 04.00 pagi bila tidak ingin didahului oleh peserta lainnya.
Dilaksanakannya perubahan pada PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan, adalah semata-mata mengemban misi perlindungan finansial
untuk terpenuhinya kehidupan dasar warga Negara dengan layak. Setiap manusia
berhak mendapatkan hak yang sama tentunya berhak mendapatkan kehidupan yang
lebih baik, dan demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia sesuai dengan tujuan negara Indonesia yang tercantum di dalam Undang-
undang Dasar 1945. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti
tertarik untuk membahas dan mengangkat penelitian ini dengan judul “Analisis
Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten”.
18
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan melakukan penelitian langsung ke
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten,
di dapatlah beberapa situasi sosial. Adapun yang menjadi situasi sosial dalam
penelitian ini antara lain adalah:
1. Perubahan struktur organisasi dari PT. Jamsostek menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
2. Kurangnya perluasan sosialisasi yang mengakibatkan belum semua tenaga kerja
dan perusahaan di wilayah Banten menjadi pendaftar kepesertaan dalam Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
3. Perubahan badan hukum organisasi, yang semula persero/privat, berubah
menjadi badan hukum publik.
4. Perubahan sistem kerja Umum dan SDM dalam pengadaan barang dan jasa atau
belanja modal.
5. Perubahan program dan manfaat. Program PT. Jamsostek yaitu Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan, sedangkan program BPJS Ketenagakerjaan yaitu
Jaminan Pensiun.
6. Kurangnya pantauan dan koordinasi dari Pemerintah Daerah dan Lembaga
Kepolisian selama proses berlangsungnya transformasi.
7. Kurangnya penanganan dan Ketidaksigapan karyawan mengenai pencairan iuran
Jaminan Hari Tua kepada tenaga kerja.
19
1.3. Batasan Masalah
Untuk mempermudah peneliti dalam proses kajian penelitian, maka peneliti
membatasi fokus penelitian pada: “Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek
(Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor
Wilayah Banten”.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka peneliti
melakukan perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah Proses Analisis
Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten?
1.5. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah
untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan transformasi PT. Jamsostek
(Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor
Wilayah Banten, Selain itu penelitian ini diajukan sebagai salah satu tugas akhir
dan syarat untuk memperoleh gelar sarjana ilmu sosial pada konsentrasi kebijakan
publik, program studi ilmu administrasi negara.
20
1.6. Manfaat Penelitian
Bila tujuan penelitian ini dapat tercapai, maka hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat tentunya bagi mahasiswa, masyarakat
umum, dan Instansi terkait. adapun manfaat teoritis dan manfaat praktis dalam
penelitian tentang Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero)
menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah
Banten adalah.
a. Manfaat Teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wacana
bagi peneliti.
2) Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangan
tersendiri bagi perkembangan teori-teori ilmu sosial, khususnya teori
mengenai analisis kebijakan dan transformasi.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Peneliti
Penelitian ini berguna untuk memperluas wawasan peneliti
mengenai Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero)
Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di
Kantor Wilayah Banten.
21
2) Bagi Badan atau Instansi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah
Banten, lebih memperbaiki tugasnya sehingga dapat memberikan
perubahan yang besar bagi kesejahteraan masyarakat dan menjamin
kehidupan masyarakat.
3) Bagi Pihak Lain
Pihak lain disini bisa masyarakat, dosen, maupun mahasiswa
lainnya. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
terkait kondisi real yang terjadi di lapangan dan dapat dijadikan sebagai
masukan positif bagi semua pihak yang terkait hasil penelitian yang
dilakukan.
1.7. Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Latar belakang menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah
yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling
umum hingga menukik ke masalah yang paling spesifik, yang relefan dengan judul
skripsi. Materi dari uraian ini dapat bersumber pada hasil penelitian yang sudah ada
sebelumnya, hasil seminar ilmiah, hasil pengamatan, pengalaman pribadi, dan
22
intuisi logis. Latar belakang berkaitan timbulnya masalah perlu diuraikan secara
jelas, faktual, dan logis.
1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah mengidentifikasi dikaitkan dengan
tema/topik/judul dan fenomena yang akan diteliti.
1.3. Batasan masalah
Pembatasan masalah memfokuskan pada masalah spesifik yang akan
diajukkan dalam rumusan masalah. Pembatasan masalah dapat diajukkan dalam
bentuk pernyataan. Selain itu, pembatasan masalah juga perlu menjelaskan lokus,
tujuan, dan waktu penelitian. Pembatasan masalah adalah sebagai pembatas fokus
dari penelitian yang akan diteliti. Sehingga memudahkan peneliti agar tidak
terjebak di lapangan.
1.4. Rumusan Masalah
Setelah identifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah memilih dan
menetapkan masalah yang paling urgen yang berkaitan dengan judul penelitian.
Kalimat yang biasa dipakai dalam perumusan masalah ini adalah kalimat
pertanyaan. Perumusan masalah adalah mendefinisikan permasalahan yang telah
ditetapkan dalam bentuk definisi konsep dan definisi operasional.
23
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian, terhadap masalah yang telah dirumuskan. Isi
dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah penelitian.
1.6. Manfaat Penelitian
Menjelaskan mengenai manfaat teoritis dan manfaat praktis dari hasil
penelitian atau dari temuan penelitian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS/ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1. Landasan Teori
Mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep yang relevan dengan
permasalahan penelitian, kemudian menyusunnya secara teratur dan rapi yang
digunakan untuk merumuskan hipotesis atau asumsi dasar. Dengan mengkaji
berbagai teori dan konsep-konsep maka peneliti akan memiliki konsep penelitian
yang jelas, dapat menyusun pertanyaan dengan rinci untuk penyelidikan sehingga
memperoleh temuan lapangan yang menjadi jawaban atas masalah yang telah
dirumuskan. Hasil penting lainnya dari kajian teori adalah didapatkan kerangka
konseptual menurut peneliti, yang didalamnya tergambar pedoman wawancara.
24
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik Skripsi,
Tesis, Disertasi atau Jurnal Penelitian. Jumlah jurnal yang digunakan minimal 2
jurnal.
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Kerangka berpikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan
dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca mengapa ia
mempunyai anggapan seperti yang dinyatakan dalam asumsi dasar atau hipotesis,
biasanya untuk memperjelas maksud peneliti, kerangka berpikir dapat dilengkapi
dengan sebuah bagan yang menunjukkan alur pikir peneliti. Bagan tersebut disebut
juga dengan nama paradigma atau model penelitian.
2.4. Asumsi Dasar
Menyajikan prediksi penelitian yang akan dihasilkan sebagai hipotesa kerja
yang mendasari penulisan sebagai landasan awal penelitian.
25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian menjelaskan tentang metode yang dipergunakan dalam
penelitian. Metode penelitian antara lain dapat berbentuk: ex post facto,
exsperiment, survey, descriptive, case study, action research, dan sebagainya.
3.2. Fokus Penelitian
Bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian
yang akan dilakukan.
3.3. Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan. Menjelaskan tempat
penelitian, serta alasan memilihnya. Jika dipandang perlu dapat diberi deskripsi
tentang tempat penelitian dilaksanakan.
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1. Definisi Konsep
Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel
yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka teori yang
digunakan.
26
3.4.2. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel
penelitian dalam rincian yang terukur (indikator penelitian). Variabel penelitian
dilengkapi dengan table matriks variabel, indikator, sub indikator, dan nomor
pertanyaan sebagai lampiran. Dalam penelitian kualitatif tidak perlu dijabarkan
menjadi indikator maupun sub indikator tetapi cukup menjabarkan fenomena
yang akan diamati.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif,
instrumennya adalah peneliti itu sendiri. Sehingga perlu disampaikan pedoman
wawancara yang akan digunakan dalam pengumpulan data. Kemudian untuk
peneliti kuantitatif diuraikan pula kisi-kisi instrument penelitian.
3.6. Informan Penelitian
Sub bab ini menjelaskan tentang orang yang dijadikan sumber untuk
mendapatkan data dan sumber yang diperlukan dalam penelitian. Dapat diperoleh
dari kunjungan lapangan yang dilakukan di lokasi penelitian, dipilih secara Teknik
purposive sampling.
27
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan dan analisis data menjelaskan tentang teknik analisa
beserta rasionalisasinya. Teknik analisis data harus disesuaikan dengan sifat data
yang diteliti. Dalam pengumpulan data kualitatif, melalui pengamatan berperan
serta, wawancara, dokumen dan bahan-bahan visual. Analisis data dilakukan
melalui pengkodean dan pengkodingan data (berdasarkan kategori data),
interpretasi data, penulisan hasil laporan dan keabsahan data.
3.8. Jadual Penelitian
Terakhir tentang lokasi dan jadwal penelitian, menjelaskan lokasi dan
alasan memilih tempat dan jadwal penelitian tersebut dilaksanakan.
BAB IV. HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi dari instansi
tempat penelitian dilaksanakan serta hal-hal lain yang terkait dengan objek
penelitian.
4.2. Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data menyah dengan
mempergunakan teknik analisis data yang relevan, baik data kualitatif maupun data
kuantitatif.
28
4.3. Pembahasan
Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data. Terhadap
hipotesis yang diterima barangkali tidak ada persoalan, tetapi terhadap hipotesis
yang ditolak harus diberikan berbagai dugaan yang menjadi penyebabnya.
Pembahasan akan lebih mendalam jika dikonfrontir atau didiskusikan dengan hasil
penelitian orang lain yang relevan (sejenis). Pada akhir pembahasan, peneliti dapat
mengemukakan berbagai keterbatasan yang mungkin terdapat dalam pelaksanaan
penelitiannya, terutama sekali untuk penelitian eksperimen. Keterbatasan ini dapat
dijadikan rekomendasi terhada penelitian lebih lanjut dalam bidang yang menjadi
objek penelitiannya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas, dan
mudah dipahami. Selain itu kesimpulan penelitian juga harus sejalan dan sesuai
dengan permasalahan serta hipotesis penelitian.
5.2. Saran
Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti
secara teoritis maupun praktis.
29
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1. Landasan Teori
Teori merupakan seperangkat konsep asumsi dan generalisasi yang dapat
digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai
organisasi. Silalahi (2010:90) menyatakan bahwa definisi deskripsi teori adalah
satu set atau seperangkat konstruk (variabel) yang saling berhubungan, definisi, dan
proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan
memerinci hubungan-hubungan diantara variabel dengan tujuan menjelaskan dan
memprediksi gejala itu. Selain itu deskripsi teori merupakan suatu rangkaian
penjelasan yang mengungkapkan suatu fenomena atau realitas tertentu yang
dirangkum menjadi suatu konsep gagasan, pandangan, sikap, dan atau cara-cara
yang pada dasarnya menguraikan nilai-nilai serta maksud dan tujuan tertentu yang
teraktualisasi dalam proses hubungan situasional, hubungan kondisional, atau
hubungan fungsional diantara hal-hal yang terekam dari fenomena atau realitas
tertentu. Dalam deskripsi teori, peneliti melakukan kajian teori yang relevan dengan
permasalahan dalam penelitian, kemudian peneliti menyusun secara teratur dan rapi
yang digunakan untuk merumuskan asumsi penelitian.
30
2.1.1. Pengertian Kebijakan
Suharto (2010:7), Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih
untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Kebijakan juga merupakan
seperangkat pernyataan strategis yang didukung oleh fakta, bukan oleh gossip atau
kabar burung. Pernyataan masalah kebijakan, karenanya harus didukung oleh bukti
atau fakta yang relevan, terbaru, akurat, dan memadai. Menurut Ealau dan Prewitt
(1973), kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh
perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yan
mentaatinya (yang terkena kebijakan itu). Kamus Webster memberi pengertian
kebijakan sebagai prinsip atau cara yang bertindak yang dipilih untuk mengarahkan
pengambilan keputusan. Titmuss (1974) mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-
prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu.
Kebijakan menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-
oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-
prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan
konsisten dalam mencapai tujuan tertentu (Suharto, 2010:7).
31
2.1.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Suatu negara yang terdapat pemerintahan daerah didalamnya diperlukan
sebuah kebijakan seperti salah satunya peraturan-peraturan yang dapat
dilaksanakan dalam kehidupan bernegara untuk kemudian peraturan-peraturan
tersebut dapat memberikan suatu gagasan yang dilakukan oleh para stakeholder
untuk dapat memajukan kondisi yang tertata rapih pada masing-masing daerah.
Menurut Jones dalam (Winarno, 2007:19) istilah kebijakan (policy term)
digunakan dalam praktek sehari-hari akan tetapi digunakan untuk menggantikan
kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan
dengan goals (tujuan), Decisions (Keputusan), standard, proposal, dan grand
design. Sedangkan kebijakan menurut Dye di jelaskan bahwa:
“ Kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (policy is whatever government chose to do or not to do)”. ( Abidin, 2012: 6). Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengani
“tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat
publik semata, disamping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh atau dampak yang
sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu. Sedangkan pengertian
lain mengenai kebijakan menurut Hogwood and Gunn dalam (Suharto, 2011:4)
32
menyatakan bahwa: “Kebijakan pubik adalah seperangkat tindakan pemerintah
yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu”. Menurut Chandler dan Plano
sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:1) menyatakan bahwa :
“Kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas”.
Melihat pada beberapa pengertian tersebut, Frederick dalam (Agustino,
2006: 7). menjelaskan juga definisi kebijakan publik sebagai berikut:
“Serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (Kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu”.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijelaskan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah suatu upaya, tindakan atau kegiatan
yang tersusun secara sistematis oleh para pembuat kebijakan untuk mencapai hasil-
hasil tertentu dari suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan publik
ataupun masyarakat luas. Lingkup kebijakan itu sendiri sangat luas karena
mencakup berbagai hal, sektor ataupun bidang pembangunan, seperti pertanian,
pendidikan, kepariwisataan, kepemudaan, kesehatan, transportasi, pertanahan, dan
sebagainya. Disamping itu apabila dilihat dari hierarkinya, kebijakan publik dapat
33
bersifat lokal, regional, nasional maupun didunia internasional, seperti halnya
undang-undang, peraturan pemerintah pusat, perauran pemerintah propinsi,
peraturan pemerintah kabupaten/kota, keputusan bupati/walikota, program-program
pemerintah, dan sebagainya (Subarsono,2012:5).
Konsep kunci untuk lebih memahami berbagai definisi dalam kebijakan
publik terdapat didalam buku kebijakan publik oleh Suharto (2011: 44) yaitu:
1. Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah suatu tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politisi dan finansial untuk melakukannya.
2. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan publik berupaya untuk memberikan solusi atas permasalahan dan kebutuhan yang berkembang dimasyarakat.
3. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Dalam hal kebijakan publik biasanya bukanlah keputusan yang tunggal melainkan terdapat keputusan-keputusan atau pilihan lain pada tindakan atau strategi yang telah didisiapkan untuk mencapai pada orientasi tujuan tertentu demi kepentingan publik.
4. Sebuah keputusan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Segala hal tentang kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan untuk memecahkan masalah sosial. Akan tetapi, kebijakan publik pula yang telah dirumuskan mampu menjawab masalah sosial yang terjadi melalui kerangka kebijakan yang sudah ada sehingga tidak memerlukan tindakan tertentu.
5. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang aktor. Kebijakan publik berisi sebuah langkah atau rencana tindakan yang telah dirumusn melalui sebuah justifikasiatau pernyataan, bukan sebuah maksud yang belum dirumuskan.
Berdasarkan konsep kunci yang telah dijelaskan diatas mengenai kebijakan
publik maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik itu adalah suatu tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga yang terkait dengan masyarakat luas
34
atau publik yang kemudian dibuat sebuah keputusan berupa undang-undang
maupun peraturan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan-pemasalahan
publik.
2.1.1.2. Tahap-tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks
karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena
itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik
membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap-
tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam
mengkaji kebijakan publik. Akan tetapi beberapa ahli mungkin membagi tahap-
tahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut Dunn
sebagaimana dikutip Winarno (2007 : 32-34) adalah sebagai berikut :
1. Tahap penyusunan agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada
agenda publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan pada perumus kebijakan. Pada tahap ini mungkin suatu masalah tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pemabahasan, atau adapula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
2. Tahap formulasi kebijakan Masalah yang tidak masuk ke dalam agenda kebijakan kemudian ditulis
oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian diberi pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternative/ policy options) yang ada. Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk
35
memecahkan masalah. Dalam tahap ini masing-masing actor dapat bersaing untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
3. Tahap Adopsi Kebijakan Terdapat sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan para
perumus kebijakan. Pada tahap ini akan ada beberapa analisis dan peramalan untuk mendapatkan alaternatif kebijakan. Pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan peradilan.
4. Tahap Impelementasi Kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan bersaing .
5. Tahap Evaluasi Kebijakan Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan.
2.1.1.3. Pengertian Analisis Kebijakan
Dalam (Wahab, 2014:40), Ericson mengemukakan, dalam tulisannya, “The
Policy Analysis Role of the Contemporary University,” merumuskan analisis
kebijakan publik sebagai berikut: “… public policy analysis is a future-oriented
inquiry into the optimum means of achieving a given set of social objectives”.
Artinya, penyelidikan yang berorientasi ke depan dengan menggunakan sarana
yang optimal untuk mencapai serangkaian tujuan sosial yang diinginkan.
Sedangkan Kent dalam (Wahab, 2014:41) mendefinisikan analisis kebijakan
sebagai berikut:
36
“…that kind of systematic, disciplined, analytical, scholarly, creative study whose primary motivation is to produce well-supported recommendations for action dealing with concrete political problems.”
Artinya, sejenis studi yang sistematis, berdisiplin, analitis, cerdas, dan
kreatif yang dilakukan dengan maksud untuk menghasilkan rekomendasi yng andal
berupa tindakan-tindakan dalam memecahkan masalah-masalah politik yang
konkret.
Menurut Dunn, dalam (Nugroho, 2007:7), Analisis Kebijakan adalah
aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis
menilai, dan mengomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan.
Analisis kebijakan adalah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai
metode pengkajian multipel dalam konteks argumentasi dan debat politik untuk
menciptakan, secara kritis menilai, dan mengomunikasikan pengetahuan yang
relevan dengan kebijakan. Analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual
yang dilakukan dalam proses politik. Analisis kebijakan tidak dimaksudkan
menggantikan politik dan membangun elit teknokrtis. Analisis kebijakan diletakkan
pada konteks sistem kebijakan, yang menurut Dunn, dengan mengutip (Dye:1995),
dapat digambarkan pada gambar 2.1 sebagai berikut:
37
Gambar 2.1
Konteks Sistem Kebijakan
(Sumber: Nugroho, 2007-8)
Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin ilmu dengan tujuan
memberikan informasi yang bersifat deskriptif, evaluative, dan/ atau preskriptif.
Analisis kebijakan menjawab tiga macam pertanyaan (Nugroho, 2007:8) yaitu:
1. Nilai, yang pencapaiannya merupakan tolok ukur utama untuk menilai apakah
suatu masalah sudah teratasi.
2. Fakta, yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian
nilai-nilai.
3. Tindakan, yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.
Pelaku Kebijakan
Kebijakan Publik
Lingkungan Kebijakan
38
Analisis kebijakan adalah kombinasi keterampilan tingkat tinggi,
sebagaimana dikatakan Patton dan Savicky, dengan mengutip pemikiran E.S
Quade:
“policy analysis has been characterized as art, craft, compromise, argument, and persuasion, activities that depend to a large extent on the skill, judgement, and intuition of the analyst” (Nugroho, 2007:59).
Analisis kebijakan harus mampu mengangkat masalah yang penting dengan
cara yang logis, valid, dan dapat direplikasi serta mempresentasikan informasi
berupa produk analisis kebijakan yang dapat digunakan oleh pengambil keputusan
sehingga produk tersebut harus sinambung secara ekonomi, secara teknis, dan etis
mungkin dikerjakan fisibel dengan mudah, dan dapat diterima secara politik
sebagai cara untuk menyelesaikan masalah-masalah publik. Kegiatan
penganalisisan kebijakan dapat bersifat formal dan hati-hati yang melibatkan
penelitian mendalam terhadap isu-isu atau masalah-masalah yang berkaitan dengan
evaluasi suatu program yang telah dilaksanakan. Namun demikian, beberapa
kegiatan analisis kebijakan dapat pula bersifat informal yang melibatkan tidak lebih
dari sekadar kegiatan berfikir secara cermat dan hati-hati mengenai dampak-
dampak diterapkannya suatu kebijakan.
39
2.1.1.4. Proses Analisis Kebijakan
Dunn dalam (Nugroho, 2007: 16-27) mengemukakan proses analisis
kebijakan sebagai berikut:
1. Merumuskan Masalah
Masalah kebijakan adalah nilai, kebutuhan, atau kesempatan yang
belum terpenuhi, yang dapat diidentifikasi, untuk kemudian diperbaiki atau
dicapai melalui tindakan publik. Masalah kebijakan mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Terdapat saling kebergantungan antar masalah kebijakan.
b. Mempunyai subjektivitas.
c. Buatan manusia, karena merupakan produk penilaian subjektif dari
manusia.
d. Bersifat dinamis.
Fase-fase perumusan masalah kebijakan dapat disusun sebagai berikut:
a. Pencarian masalah
b. Pendefinisian masalah
c. Spesifikasi masalah
d. Pengenalan masalah
40
Untuk menuju analisis kebijakan, sejak perumusan masalah sudah harus
dikenali model-model kebijakan, yaitu:
1) Model deskriptif, yng bertujuan menjelaskan dan/atau memprediksi
sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi pilihan-pilihan kebijakan.
2) Model normtif, yang selain bertujuan sama dengan model deskriptif,
juga memberikan rekomendasi untuk meningkatkan pencapaian nilai
atau kemanfaatan.
2. Peramalan Masa Depan Kebijakan
Peramalan atau forecasting adalah prosedur untuk membuat informasi
aktual tentang situasi sosial di masa depan atas dasar informasi yang telah ada
tentang masalah kebijakan. Peramalan mengambil tiga bentuk, yaitu:
1) Peramalan ekstrapolasi, yaitu ramalan yang didasarkan atas ekstrapolasi
hari ini ke masa depan, dan produknya disebut proyeksi. Teknik yang
digunakan antara lain analisis antar-waktu, estimasi tren linear,
pembibitan eksponensial, transformasi data, dan katastrofi metodologi.
Peramalan ni menggunakan tiga asumsi dasar: persistensi (pola yang
diamati di masa lampau akan tetap ditemui di masa depan), keteraturan
(visi di msa lalu sebagaimana ditunjukkan oleh kecenderungan akan
terulang secara ajek di masa depan), dan reabilitas-validitas data.
2) Peramalan teoretis, yaitu ramalan yang didasarkan pada suatu teori, dan
produknya disebut prediksi. Teknik yang digunakan antara lain
41
pemetaan teori, model kausal, analisis regresi, estimasi titik dan
interval, dan analisis korelasi. Apabila peramalan ekstrapolatif
menggunakan logika induktif, peramalan teoretis menggunakan logika
deduktif.
3) Peramalan penilaian pendapat, yaitu ramalan yang didasarkan pada
penilaian para ahli atau pakar, dan produknya disebut perkiraan
(conjecture). Teknik yang digunakan antara lain Delphi kebijakan,
analisis dampak silang, dan penlilaian fisibilitas (kelayakan). Teknik
peramalan penilaian pendapat (judgemental forecasting) berusaha
memperoleh pendapat para ahli. Logika yang digunakan bersifat
retroduktif karena analisis dimulai dengan dugaan tentang suatu
keadaan, dan kemudian berbalik kedata asumsi yang digunakan untuk
mendukung dugaan tersebut. Meskipun pada praktiknya, ketiga logika
tersebut (induktif, deduktif, retroduktif) tidak dipisahkan satu sama lain.
3. Rekomendasi Kebijakan
Tugas membuat rekomendasi kebijakan mengharuskan analisis
kebijakan menentukan alternatif yang terbaik dan mengapa. Karenanya,
prosedur analisis kebijakan berkaitan dengan masalah etika dan moral.
Rekomendasi pada dasarnya adalah pernyataan advokasi, dan advokasi
mempunyai empat pertanyaan yang harus dijawab, yaitu:
1) Apakah pernyataan advokasi dapat ditindaklanjuti (actionable)?
2) Apakah pernyataan advokasi bersifat prospektif?
42
3) Apakah pernyataan advokasi bermuatan “nilai” selain fakta?
4) Apakah pernyataan advokasi bersifat etik?
Isu yang muncul adalah advokasi-multipel dari analisis kebijakan, yaitu
banyaknya kepentingan yang harus dipertimbangkan dalam memilih alternatif
kebijakan. Dalam memutuskan alternatif kebijakan, salah satu pendekatan yang
paling banyak digunakan adalah rasionalitas. Namun, rasionalitas juga berarti
multirasionalitas, yang berarti terdapat dasar-dasar rasional ganda yang
mendasari sebagian besar pilihan-pilihan kebijakan, yaitu:
a. Rasionalitas teknis, berkenaan dengan pilihan efektif.
b. Rasionalitas ekonomis, berkenaan dengan efisiensi.
c. Rasionalitas legal, berkenaan dengan legalitas.
d. Rasionalitas sosial, berkenaan dengan akseptabilitas.
e. Rasionalitas susbstantif, yang merupakan kombinasi dari keempat
rasionalitas di atas.
Rekomendasi kebijakan terdapat enam criteria utama, yaitu:
1) Efektivitas, berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil
yang diharapkan.
2) Efisiensi, berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk
menghasilkan tingkat efektivitas yang dikehendaki.
43
3) Kecukupan, berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas
memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan
adanya masalah.
4) Perataan (equity), berkenaan dengan pemerataan distribusi manfaat
kebijakan.
5) Responsivitas, berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat
memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok
masyarakat yang menjadi target kebijakan.
6) Kelayakan (appropriateness), berkenaan dengan pertanyaan “apakah
kebijakan tersebut tepat untuk suatu masyarakat?”.
Pendekatan dalam membuat rekomendasi dapat dibuat dengan beberapa
pilihan. Pertama, public choice versus private choice. Pendekatannya adalah
mempertanyakan apakah kebijakan dilakukan dengan pendekatan pemerintah
atau swasta. Apakah diselesaikan dengan intervensi negara atau diserahkan
kepada mekanisme pasar. Kedua, pendekatan penawaran versus permintaan.
Ketiga, pilihan publik murni. Keempat, analisis cost-benefit yang menghitung
dalam ukuran moneter. Kelima, analisis cost-effectiveness, sama dengan cost-
benefit, namun perbandingannya dengan efektivitas kebijakan.
4. Pemantauan Hasil Kebijakan
Pemantauan atau monitoring merupakan prosedur analisis kebijakan
yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat
44
kebijakan publik. Pemantauan, setidaknya memainkan empat fungsi dalam
analisis kebijakan, yaitu eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan, dan kepatuhan
(compliance). Hasil kebijakan dibedakan antara keluaran (outputs), yaitu
produk layanan yang diterima kelompok sasaran kebijakan, dan impak
(impacts), yaitu perubahan perilaku yang nyata pada kelompok sasaran
kebijakan. Dalam melakukan pemantauan, terdapat beberapa pilihan
pendekatan yang dijabarkan dalam matriks sebagai berikut:
Tabel 2.1
Pendekatan Pemantauan Hasil Kebijakan
Pendekatan Jenis Pengendalian Jenis Informasi yang
dibutuhkan
Akuntansi sistem sosial Kuantitatif Informasi lama dan baru
Eksperimentasi sosial Manipulasi langsung Informasi baru dan bersifat
kuantitatif
Pemeriksaan sosial Kuantitatif dan akualitatif Informasi baru
Sintesis riset-praktik Kuantitatif dan kualitatif Informasi lama
(Sumber: Nugroho, 2007:26)
45
5. Evaluasi Kinerja Kebijakan
Jika pemantauan menekankan pada pembentukkan premis-premis
faktual mengenai kebijakan publik, evaluasi menekankan pada penciptaan
premis-premis nilai dengan kebutuhan untuk menjawab pertanyaan: “Apa
perbedaan yang dibuat?” Kriteria untuk evaluasi diterapkan secara
restrospektif (ex post), sementara kriteria untuk rekomendasi diterapkan secara
prospektif (ex ante).
Sedangkan menurut Patton dan Sawicky (1993) membagi proses analisis
kebijakan dalam enam tahapan yaitu:
1. Melihat, Memahami, dan Merinci Masalah
Menyusun dan merumuskan masalah kebijakan merupakan salah satu
keterampilan yang harus dimiliki seorang analis. Selama proses analisis,
seorang analis harus mampu mendefinisi ulang masalah agar masalah itu dapa
dipecahkan. Proses ini disebut “pemecahan masalah terbalik” (backward
problem solving).
2. Menyusun Kriteria Evaluasi
Supaya alternatif-alternatif kebijakan dapat diperbandingkan, diukur,
dan dipilih, maka kriteria evaluasi yang relevan harus disusun. Beberapa ukuran
yang umum digunakan mencakup: biaya, keuntungan bersih, keefektivan,
keefisiensian, administrasi yang mudah, legalitas dan dapat diterima secara
politis.
46
3. Mengidentifikasi Kebijakan-kebijakan Alternatif
Pada proses ini analisis harus memiliki suatu pemahaman tentang nilai-
nilai, tujuan-tujuan, dan sasaran-ssaran tidak hanya dari pemberi pemerintah
untuk menganalisis tetapi juga meliputi kelompok orang-orang lainnya. kriteria
yang sudah ditentukan sebelumnya dapat dipergunakan untuk menilai alternatif-
alternatif, menolong analis menghasilkan alternatif kebijakan. Alternatif dapat
diidentifikasi melalui banyak cara misalnya dengan penelitian dan eksperimen-
eksperimen , melakukan test atas ide-ide dengan meminta pemikiran orang lain
melalui survey atau brainstorming. Membaca literature yang terkait seperti
buku, jurnal hasil penelitian, juga dapat dilakukan identifikasi alternatif
kebijakan yang paling sederhana dilakukan melalui teknik-teknik
brainstorming.
4. Mengevaluasi Kebijakan-kebijakan Alternatif
Sifat masalah dan tipe kriteria evaluasi akan member gambaran metode
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan-kebijakan alternatif.
Beberapa masalah membutuhkan analisis kuantitatif, dan lainnya membutuhkan
analisis kualitatif, bahkan banyak yang membutuhkan keduanya. Informasi
dapat diketemukan selama identifikasi dan evaluasi kebijakan yang mungkin
menampakan aspek-aspek baru dari masalah yang memerlukan tambahan atau
perbedaan kriteria evaluasi.
47
5. Memperlihatkan dan Menyeleksi Kebijakan-kebijakan Alternatif
Hasil evaluasi dapat ditampilkan sebagai suatu daftar alternatif-
alternatif, penjumlahan/penghitungan kriteria, dan laporan tingkat/derajat
kriteria yang dipenuhi oleh masing-masing alternatif. Menggunakan matrik
yang memperbandingkan alternatif-alternatif merupakan cara yang sangat baik,
yang memudahkan orang lain membaca dan memahami. Hal ini jika kriteria
dapat dibuat dalam istilah kuantitatif, skema perbandingan nilai secara ringkas.
Hasil evaluasi dapat juga ditampilkan sebagai scenario dengan agar metode
kuantitatif, analisis kualitattif, dan pertimbangan-pertimbangan politis dapat
diketahui.
6. Memonitor Hasil
Setelah suatu kebijakan diimplementasikan, mungkin ada keraguan
apakah masalah telah diatasi dengan tepat dan apakah kebijakan yang terpilih
diimplementasikan sebagaimana mestinya. Ada kebutuhan untuk
memperhatikan bahwa kebijakan-kebijakan dan program-program dipelihara
dan dimonitor selama pelaksanaan. Hal ini dilakukan untuk: (1) menjamin
bahwa kebijakan tidak berubah bentuk dengan tidak disengaja, (2) mengukur
dampaknya, (3) menentukkan apakah kebijakan memiliki dampak yang
diharapkan, dan (4) memutuskan apakah kebijakan akan diteruskan,
dimodifikasi atau dihentikan.
48
2.1.1.5. Tahap-tahap Analisis Kebijakan
Subarsono dalam (Nugroho, 2007:113) merumuskan proses analisis
kebijakan dalam sekuensi (1) perumusan masalah, (2) forecasting, (3)
pengembangan alternatif kebijakan, dan (4) rekomendasi kebijakan. Pemikiran
Subarsono banyak mengambil dari pemikiran Dunn yaitu:
Tabel 2.2
Tahap Analisis Kebijakan Subarsono
Tahap Karakteristik
Perumusan
Masalah
Memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan
masalah.
Forecasting Memberikan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari
diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk apabila tidak membuat
kebijakan.
Rekomendasi
Kebijakan
Memberikan informasi mengenai manfaat bersih dari setiap alternatif
kebijakan yang paling memberikan manfaat bersih paling tinggi.
Monitoring
Kebijakan
Memberikan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu
dari diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk kendala-kendalanya.
Evaluasi
Kebijakan
Memberikan informasi mengenai kinerja atau memberikan hasil dari
suatu kebijakan.
(Sumber: Nugroho, 2007:113)
49
2.1.1.6. Bentuk-bentuk Analisis Kebijakan
Menurut Dunn (2000:117), bahwa hubungan antara komponen-komponen
informasi kebijakan dan metode-metode analisis kebijakan memberikan landasan
untuk membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan, antara lain:
1. Analisis Kebijakan Prospektif Analisis ini identik produksi atau transformasi informasi sebelum aksi
kebijakan dimulai diimplementasikan cenderung mencirikan cara beroperasi para ekonom, analisis sistem, dan peneliti operasi. Analisis prospektif seringkali menimbulkan jurang pemisah yang besar antara pemecahan masalah yang diunggulkan dan upaya-upaya pemerintah untuk memecahkan.
2. Analisis Kebijakan Retrospektif Analisis ini dalam banyak hal sesuai dengan deskripsi penelitian
kebijakan, juga dijelaskan sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan, hal ini mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembangkan oleh tiga kelompok analis, yaitu: (1) kelompok analis yang berorientasi pada disiplin, (2) kelompok analis yang berorientasi pada masalah, (3) kelompok analis yang berorientasi pada aplikasi.
3. Analisis Kebijakan yang Terintegrasi Analisis ini merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya
operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan prospektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat. Hal ini berarti bahwa analis dapat terlibat dalam transformasi komponen-komponen informasi kebijakan searah dengan perputaran jarum jam berulangkali sebelum akhirnya pemecahan masalah kebijakan yang memuaskan ditemukan.
50
2.1.2. Pengertian Transformasi
Menurut Siagian (2007:230) Transformasi organisasi adalah upaya
perubahan yang dilakukan bersifat drastis dan mendadak yang diarahkan pada tiga
faktor organisasional, yaitu: (a) struktur organisasi sebagai keseluruhan, (b) proses
manajemen, dan (c) kultur organisasi. Karena sifat dan bentuk sasarannya yaitu
kelanjutan kelangsungan hidup organisasi dalam lingkungan yang sangat
kompetitif, perubahan yang ingin diwujudkan melalui transformasi organiasi belum
tentu perubahan yang bersifat pengembangan dan juga mungkin tidak
menggunakan pendekatan yang sifatnya partisipatif. Bahkan di negara-negara
industri yang sudah maju pengertian transformasi organisasi tidak jarang dikaitkan
dengan perubahan yang bersifat ambil alih, penggabungan (merger), penutupan
pabrik yang tentunya berarti terjadi penciutan besaran organisasi pada skala besar,
pemutusan hubungan kerja dan restrukturisasi yang bersifat massif. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa perubahan yang bersifat transformasional berarti
tiga hal, yaitu:
1) Ia merupakan transisi berskala besar yang secara fundamental mengubah cara yang digunakan oleh suatu organisasi berinteraksi dengan lingkungannya, caranya menjalankan bisnis, caranya berproduksi dan berbagai faktor strategis lainnya.
2) Bila perubahan yang terjadi bersumber dari berbagai faktor ketidakpastian dalam lingkungan eksternal, seperti deregulasi, debirokratisasi, pengambilan alihan, persaingan baru dan sejenisnya memaksa para manajer bertindak reaktif padahal yang diperlukan adalah sikap yang proaktif, perubahan harus berlangsung dengan kecepatan tinggi.
51
3) Dalam kondisi krisis demikian, tidak ada pilihan bagi manajemen kecuali melaksanakan transformasi organisasi, sebab apabila tidak dipertaruhkan adalah kelangsungan keberadaan organisasi yang bersangkutan.
2.1.2.1. Ciri-ciri Transformasi Organisasi
Dari apa yang sudah dijelaskan diatas, kiranya sudah jelas bahwa strategi
pelaksanaan transformasi organisasi berlaku pada saat organisasi menghadapi krisis
sebagai akibat perubahan yang terjadi dengan cepat pada lingkungan eksternal
organisasi. Berangkat dari kondisi yang demikian, ciri-ciri transformasi organisasi
yang perlu dikenali adalah sebagai berikut:
1) Diskontinuitas Lingkungan
Berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukkan
bahwa penggunaan transformasi organisasi tepat dilakukan bila kondisi suatu
organisasi tidak cocok lagi dengan lingkungan yang bersifat kompetitif karena
perubahan yang cepat berlangsung secara dramatik dalam lingkungan tersebut
atau apabila organisasi menghadapi krisis yang apabila tidak diatasi akan
berakibat pada kehancuran organisasi yang bersangkutan. Artinya, transformasi
organisasi diperlukan apabila perubahan yang terjadi pada lingkungan telah
sedemikian rupa sehingga cara mengemudikan dan menjalankan roda organisasi
berdasarkan strategi dan praktek-praktek manajerial yang lama idak dapat
digunakan lagi. Tegasnya berbagai perubahan besar dalam lingkungan
52
mengharuskan suatu organisasi untuk melakukan penyesuaian dalam bidang
strategi, struktur dan proses pengelolaan organisasi tersebut.
2) Perubahan yang Bersifat Revolusioner
Pelaksanaan transformasi organisasi dapat dikatakan bersifat
revolusioner karena yang terjadi ialah berlangsungnya pergeseran yang cepat
dan mendadak dalam cara organisasi berfungsi, misalnya mengambil tindakan
memperkecil besaran organisasi atau melakukan restrukturisasi yang sifatnya
mendasar. Artinya, transformasi organisasi dilaksanakan karena para manajer
dalam organisasi menghadapi berbagai faktor yang di luar kemampuannya
untuk mengendalikan seperti dalam hal fluktuasi perekonomian, perubahan
dalam bidang politik, restrukturisasi industri pada umumnya, terjadi pergeseran
pada situasi pasar dan harga serta perkembangan teknologi yang mengubah
situasi pasar secara mendasar.
3) Perubaan Pendekatan Mewujudkan Perubahan
Dalam pembahasan tentang penyelenggaraan pengembangan organisasi
telah ditekanan bahwa pendekatan yang digunakan oleh manajemen
mewujudkan perubahan adalah pendekatan yang partisipatif. Tidak demikian
halnya dengan transfomasi organisasi. Menyelenggarakan transformasi
organisasi biasanya menggunakan pendekatan direktif. Artinya pendekatan
transformasi organisasi adalah pendekatan “dari atas ke bawah” karena:
a) Manajemenlah yang memprakarsai perubahan.
b) Manajemen yang memutuskan kapan prakarsa itu akan diambil.
53
c) Manajemen yang memutuskan bentuk, sifat dan jenis perubahan yang akan
dibuat.
d) Manajemen yang menetapkan waktu pelaksanaan perubahan.
e) Manajemen pulalah yang menunjuk siapa yang akan diserahi. Tanggung
jawab untuk melaksanakan keputusan yang menyangkut perubahan
dimaksud.
Terlihat dari pembahasan diatas bahwa dinamika transformasi organisasi
cenderung dibentuk oleh pendekatan penggunaan kekuasaan oleh manajemen
puncak, bahkan kalau perlu dengan paksaan dan bukan karena pendekatan
kolaboratif atau partisipatif. Dikalangan para konsultan pengembangan
organisasi tampaknya disepakati bahwa pendekatan kekuasaan itulah satu-
satunya cara yang cocok apabila perubahan yang diinginkan diarahkan pada
kemampuan organisasi untuk dengan cepat dan segera melakukan penyesuaian
yang dituntut oleh lingkungannya.
4) Strategi Perubahan
Agar perubahan yang dilakukan membuahkan hasil yang diharapkan,
tiga dimensi strategi yang harus diperhatikan adalah: (a) kerangka waktu
perubahan, apakah jangka panjang atau jangka pendek, (b) tingkat dukungan
dari kultur organisas, dan (c) bentuk, jenis dan tingkat ketidakpastian pada
lingkungan. Dengan memperhatikan tiga dimensi tersebut, akan dikenali empat
tipologi strategi perubahan yang dapat digunakan.
54
Pertama, Strategi Berdasarkan Pendekatan Evolusi Partisipatif.
Strategi ini dikenal pula dengan istilah “strategi incremental”. Strategi ini
digunakan apabila yang menjadi sasaran adalah memelihara kondisi yang sudah
ada tentang kesesuaian organisasi dengan lingkungannya sambil mengantisipasi
terjadinya perubahan. Artinya strategi ini dapat dan tepat digunakan apabila
perubahan yang perlu dilakukan tidak bersifat mendasar dan tersedia waktu
untuk melakukannya. Dalam kondisi demikian, pendekatan evolusi partisipatif
tepat digunakan dengan dukungan dan partisipasi para anggota organiasi.
Kedua, Transformasi yang Bersifat “Kharismatik”. Strategi ini digunakan
apabila sasarannya adalah melakukan perubahan yang sifatnya radikal dalam
waktu yang singkat dan kultur organisasi mendukungnya. Ketiga, Evolusi yang
Dipaksakan. Strategi ini digunakan dalam hal perubahan yang diperlukan tidak
bersifat mendasar dan berlaku untuk jangka panjang, akan tetapi kultur
organisasi tidak mendukungnya. Keempat, Transformasi Diktatorial. Strategi
ini tepat digunakan mewujudkan perubahan dalam hal organisasi menghadapi
krisis, restrukturisasi diperlukan meskipun diketahui bahwa restruktursasi
dimaksud bertentangan dengan kepentingan kultur organisasi yang sudah
mapan.
Yang menjadi tantangan bagi manajemen dan konsultan pengembangan
organisasi adalah mengetahui dengan tepat strategi perubahan mana yang cocok
digunakan. Pemahaman yang tepat itu sangat tergantung pada kemahiran
manajemen, dengan bantuan konsultan, melakukan analisis tentang siuasi
55
perubahan yang dihadapinya. Peranan konsultan menjadi sangat penting dan
oleh karena itu, ia harus mampu memilih proses dan strategi perubahan yang
paling efektif. Seorang konsultan yang bona fide tidak akan mengandalkan
strategi tertentu hanya karena strategi tersebut sesuai dengan nilai-nilai
organisasional yang dianutnya.
2.1.3. Pengertian Pengembangan Organisasi
Pengembangan organisasi adalah suatu proses sadar dan terencanakan.
Pengembangan organisasi merupakan suatu kegiatan keorganisasian dengan pola
tertentu dalam hubungan tertentu di antara berbagai prosesnya. Baik para peserta
maupun para anggota organisasi lainnya mengetahui dalam hal apa mereka terlibat,
dan mengapa mereka terlibat (Rochmulyati, 1993:4). Pengembangan organisasi
juga merupakan suatu proses sadar dan terencana untuk mengembangkan
kemampuan suatu organisasi sehingga mencapai dan mempertahankan suatu tingkat
optimum prestasi yang diukur berdasarkan efisiensi dan kesehatan. Unsur-unsur
definisi ini menggambarkan maksud dan tujuan pengembangan organisasi. Unsur-
unsur ini penting dan pantas dikembangkan dan digarisbawahi. (Rochmulyati,
1993:6).
Pengembangan organisasi adalah suatu normative untuk memperhatikan
pertanyaan: “Dimana nyatanya kita berada??”, “Dimana kita seharusnya berada?”,
“Bagaimana dari tempat kita nyatanya berada dapat mencapai tempat dimana
56
seharusnya kita berada?” proses ini dilaksanakan oleh para anggota organisasi
dengan mempergunakan aneka ragam teknik, sering dengan kerja sama seorang
konsultan ilmu perilaku (Rochmulyati, 1993:11). Pengembangan organisasi
merupakan upaya untuk memperbaiki efektivitas menyeluruh sesuatu organisasi.
Konsep yang disajikan bersifat luas. Ada macam-macam definisi tentang konsep
tersebut dalam literatur teori organisasi dan pengembangan organisasi (Winardi,
2009:205). French dalam (Winardi, 2009:206) mengemukakan pengembangan
organisasi merupakan sebuah upaya jangkan panjang. Guna memperbaiki proses-
proses pemecahan masalah dan pembaharuan sesuatu organisasi, terutama melalui
manajemen kultur organisasi yang lebih efektif, serta lebih kolaboratif, terhadap
tim-tim kerja formal. Hal itu dengan bantuan seorang agen perubahan atau katalis ,
dan penggunaan teori dan teknologi ilmu behavioral terpakai, termasuk di
dalamnya apa yang dinamakan action research. Apabila kita ingin memahami
persoalan pengembangan organisasi, perlu mempersoalkan istilah-istilah inti
berikut (Winardi, 2009:206):
1. Upaya Jangka Panjang
Mengingat bahwa seluruh organisasi merupakan fokus perhatian bagi
perubahan, maka perbaikan-perbaikan tidak mungkin kita ekspektasi terjadi
dalam waktu semalam. Dalam kondisi tertentu, tidak mungkin
menyelenggarakan perubahan dalam jangka pendek. Akan tetapi, supaya
perubahan demikian terjadi, maka diperlukan hal-hal berikut:
57
a. Upaya perubahan tersebut perlu diarahkan terhadap sebagian kecil dari
organisasi yang bersangkutan.
b. Pengaruh faktor eksternal harus demikian besar, hingga ia dapat mengatasi
setiap penolakan normal terhadap perubahan. (Contoh : dalam kondisi
krisis moneter, banyak PHK terjadi, dan gaji sebagian dari karyawan
diturunkan).
2. Pemecahan Problem dan Proses-proses Pembaharuan
Proses-proses dengan apa organisasi-organisasi mengadaptasi diri dan
memanfaatkan perubahan-perubahan internal dan eksternal, dapat berupa proses
pemecahan masalah atau proses pembaharuan. Pada proses pemecahan
masalah, keputusan-keputusan diambil guna memecahkan problem-problem
spesifik yang dihadapi oleh organiasi yang bersangkutan. Pada proses kedua
juga diambil keputusan-keputusan khusus. Akan tetapi, titik berat di sini adalah
pada tindakan menciptakan bauran tepat dari unsur-unsur personil, uang, dan
bahan-bahan untuk ketahanan organisasi yang bersangkutan. Maka dapat
dikatakan bahwa proses-proses pembaharuan merupakan cara-cara dengan apa,
“kehidupan” diinjeksi ke dalam organisasi yang bersangkutan.
3. Manajemen Kolaboratif
Sebaliknya, dibandingkan dengan struktur manajemen tradisional,
berupa perintah-perintah dikeluarkan pada tingkat-tingkat tinggi dan
58
dilaksanakan oleh tingkat lebih rendah, pengembangan organisasi menekankan
usaha kerja sama (kolaborasi) antara berbagai tingkat sebelum keputusan
diambil. Organisasi-organisasi dipandang dari sudut konteks sistem yang
mengakui adalanya kausalitas berganda, dan antarhubungan antara subsistem-
subsistem keorganisasian.
4. Kultur Organisasi
Kultur sesuatu organisasi mencakup hal-hal berikut:
a. Pola-pola perilaku yang diterima dan diakui b. Norma-norma c. Sasaran-sasaran keorganisasian d. Sistem-sistem nilai e. Teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa.
Singkatnya, semua faktor yang memungkinkan kita untuk
mendiferensiasi organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Kultur
sesuatu organisasi perlu dipahami oleh pihak manajemen dan bawahan
sehingga dapat dikembangkan pemecahan-pemecahan atau solusi-solusi yang
konsisten dengan kultur tersebut.
5. Tim-tim Kerja Formal
Pengembangan organisasi menekankan pengembangan tim. Dalam hal
ini ditekankan kelompok kerja kecil, dan diupayakan untuk memanfaatkan
energi yang inharen dengan kelompok-kelompok tersebut. Andai kata kita ingin
59
memperbaiki sebuah organisasi secara total, kita harus mengupayakan agar
mengawalinya dengan skala yang lebih kecil.
6. Agen Perubahan (Change Agent)
Sebuah aspek penting dari banyak program-program pengembangan
organisasi adalah dimanfaatkannya seorang konsultan internal atau eksernal.
Konsultan itu kita namakan agen perubahan. Hal itu guna membantu dan
menunjang kagiatan organisasi yang bersangkutan.
Pengembangan organisasi bukan hanya perubahan keorganisasian yang
direncanakan saja. Mungkin definisi pengembangan organisasi yang paling umum
ialah “perubahan keorganisasian yang direncanakan”. Perspektif ini diterima secara
luas oleh para manajer, oleh karena kedengarannya mendasar, dan karena
membatasi lingkupnya dengan dinamika yang dikenal oleh para manajer yaitu
perencanaan dan perubahan. Pengembangan organisasi mengukur prestasi optimum
suatu organisasi dari segi efisiensi, efektivitas, dan kesehatan. Para manajer sudah
lama menyadari bahwa walaupun laba dan produksi penting sekali, hal itu saja
tidak cukup untuk mengukur prestasi keorganisasian. Gairah kerja, kreativitas, dan
iklim atau suasana organisasi semuanya merupakan unsur kategori ketiga yang
dipergunakan oleh para manajer untuk mengukur baik prestasi mereka sendiri
maupun prestasi organisasi mereka. Secara luas, ukuran ketiga ini adalah kesehatan
60
keorganisasian, bidang yang dipikirkan untuk memaksimumkan potensi manusia
dan mendorong pertumbuhan pribadi oleh manajemen maupun karyawan.
Untuk dapat mengembangkan organisasi, tentunya melibatkan budaya
organisasi yang ada di dalamnya, budaya organisasi menurut Robbins (1996:289),
adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
Robbins (1996:294) mengemukakan fungsi budaya dalam organisasi adalah sebagai
berikut:
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas dari pada kepentingan diri individual seseorang. d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat utuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Ciri-ciri budaya organisasi menurut Robbins (1996:289), ada 7 (tujuh) yaitu:
1) Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko.
2) Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
3) Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannnya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4) Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang didalam organisasi itu.
5) Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu.
6) Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan. 7) Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya
organisasi yang sudah baik.
61
2.1.4. Perubahan di dalam Organisasi
Tiada kehidupan tanpa perubahan. Setiap kehidupan dalam masyarakat
sedikit maupun banyak, besar ataupun kecil pasti mengalami berbagai perubahan.
Demikian pula organisasi sebagai salah satu bentuk kehidupan dalam masyarakat
pasti mengalami perubahan. Organisasi menghadapi berbagai tantangan baik yang
berasal dari dalam diri organisasi maupun yang berasal dari lingkungan yang
merupakan penyebab organisasi harus diubah. Tantangan penyebab perubahan
yang berasal dari dalam diri organisasi misalnya volume kegiatan yang bertambah
banyak, adanya peralatan baru, perubahan tujuan, penambahan tujuan, perluasan
wilayah kegiatan, tingkat pengetahuan, tingkat keterampilan, sikap, serta perilaku
para pegawai. Tantangan penyebab perubahan yang berasal dari lingkungan
misalnya adanya peraturan baru, perubahan kebijaksanaan dari organisasi tingkat
yang lebih tinggi, perubahan selera masyarakat terhadap produksi pabrik,
perubahan model, perubahan gaya hidup masyarakat. Sutarto (2006) Dalam
menghadapi berbagai tantangan penyebab perubahan tersebut organisasi dapat
menyesuaikan diri dengan jalan:
1) Merubah struktur yaitu menambah satuan, mengurangi satuan, merubah kedudukan satuan, menggabung beberapa satuan menjadi satuan yang lebih besar, memecah satuan besar menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, merubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi atau sebaliknya, merubah luas sempitnya rentangan kontrol, merinci kembali kegiatan atau tugas, menambah pejabat, mengurangi pejabat.
2) Merubah tata kerja yang dapat meliputi tata cara, tata aliran, tata tertib, dan syarat-syarat melakukan pekerjaan.
62
3) Merubah orang, dalam pengertian merubah sikap, tingkah laku, perilaku, meningkatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dari para pejabat.
4) Merubah peralatan kerja.
Antara keempat macam perubahan tersebut saling berkaitan. Perubahan
yang satu akan mengakibatkan perubahan yang lainnya. Tidak semua usaha
perubahan berjalan dengan mudah, kadang-kadang usaha perubahan berhadapan
dengan perlawanan. Perlawanan terhadap usaha perubahan timbul karena para
pejabat dalam organisasi khawatir kehilangan jabatan, kedudukan, fasilitas,
penghasilan, kawan sekerja yang selama ini telah mampu bekerja sama dengan
baik, suasana kerja yang selama ini menyenangkan, khawatir memperoleh
pimpinan baru yang belum dapat diperkirakan gaya kepemimpinannya, belum
jelasnya peranan yang akan dilakukan setelah adanya perubahan, takut
kemungkinan adanya alih jabatan, alih wilayah, masih meragukan apakah
perubahan akan menimbulkan kemajuan, keuntungan ataukah sama saja atau
bahkan mengalami kemunduran dan kerugian.
Guna menghindarkan kemungkinan timbulnya perlawanan terhadap
perubahan, maka dalam setiap usaha perubahan harus diawali dengan rencana yang
matang, pemberian informasi yang jelas kepada semua pihak yang akan terlibat
dalam perubahan, menumbuhkan keyakinan bahwa perubahan yang akan
dilaksanakan tidak akan menimbulkan akibat negatif baik bagi para pejabat maupun
bagi organisasi. Hal ini perlu dilakukan oleh karena tujuan setiap usaha perubahan
63
adalah penyempurnaan. Usaha perubahan yang menimbulkan akibat negatif harus
dihindarkan karena tidak sesuai dengan ide pokok usaha perubahan adalah menuju
kesempurnaan.
Lewin mengemukakan model tiga tahap urutan proses perubahan yaitu
“unfreezing” yang menunjukkan pola perilaku saat ini, kedua “changing” yang
menunjukkan pengembangan pola perilaku baru yang diperoleh para pejabat dalam
organisasi melalui proses “identification” yaitu berperilaku seperti agen
pembaharu, dan proses “internalization” yaitu berperilaku baru apabila mereka
menemukan dalam situasi yang memerlukan untuk penampilan yang efektif, ketiga
“refreezing” yang menunjukan penguatan pola perilaku baru.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai-nilai sosial manusia yang
dikombinaskan dengan macam-macam perubahan di dalam lingkungan organisasi
atau bisnis menyebabkan bentuk organisasi biroratis tradisional makin lama makin
menjadi usang. Bennis telah mengidentifikasi berbagai macam tipe problem pokok,
yang dihadapi oleh organisasi-organisasi besar dewasa ini sebagai dampak dari
perubahan-perubahan tersebut. Di dalamnya pun termasuk problem-problem:
1) Integrasi 2) Kolaborasi 3) Adaptasi (Bennis, 1969:26-32).
Menurut Bennis, masalah integrasi mencakup upaya “bagaimana cara
mengintegrasi kebutuhan-kebuthan individual dan tujuan-tujuan keorganisasian”.
64
Dengan perkataan lain, ia merupakan konflik yang tidak terhindarkan antara
kebutuhan-kebutuhan individual (misalnya menggunakan waktu luang untuk
bersantai dengan keluarga) dan tuntutan-tuntutan organisasi (misalnya penyelesaian
pekerjaan menurut waktu yang ditetapkan). Solusi problem yang demikian
tergantung pada upaya mencapai suatu keseimbangan yang layak antara kedua
macam kekuatan motivasional tersebut.
Masalah kolaborasi yang dihadapi oleh organisasi-organisasi besar
merupakan masalah memanaje dan memecahkan konflik-konflik. Proses-proses
kelompok dan dinamika kelompok dapat bersifat efektif dalam hal menyelesaikan
konflik-konflik sosial. Masalah adaptasi meliputi kesulitan untuk bereaksi terhadap
perubahan-perubahan di dalam sebuah lingkungan yang menjadi lebih dahsyat dan
kurang dapat diprediksi. Hal itu karena teknologi dan pengetahuan yang
berkembang dengan cepatnya. Kondisi-kondisi tersebut cenderung merongrong
birokrasi, yang tergantung sekali pada sebuah teknologi stabil dan simplisitas tugas.
2.1.4.1. Tipe-tipe Perubahan Keorganisasian
Semua manajer dewasa ini di dunia internasional memahami bahwa
perubahan merupakan sesuatu hal yang tidak mungkin dihindari, dan hal yang tetap
adalah perubahan itu sendiri. Dalam sejarah umat manusia, senantiasa terlihat
gejala bahwa organisasi-organisasi yang dibentuk senantiasa mengalami perubahan,
baik perubahan yang bersifat revolusioner, maupun perubahan yang bersifat
65
inkremental. Sesungguhnya pendekatan yang berorientasi pada manusia merupakan
inti bidang perilaku keorganisasian. Dua orang konsultan manajemen yang bernama
Nadler dan Tushman baru-baru ini mengembangkan sebuah tipologi instruktif
perubahan keorganisasian seperti diperlihatkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2
Empat Macam Tipe Perubahan Keorganisasian
(Sumber: Nadler, et.al.,1990)
Pada sumbu horizontal, tercantum skop sesuatu perubahan tertentu yang
bersifat inkremental atau strategik. Perubahan inkremental mencakup penyesuaian-
penyesuaian subsistem yang diperlukan guna memungkinkan organisasi
bersangkutan tetap pada jalur yang dipilih. Perubahan-perubahan strategis
mengubah bentuk umum atau arah organisasi yang bersangkutan. Sebagai contoh,
dapat dikatakan bahwa tindakan menambah ploeg kerja malam (night shift) untuk
menghadap permintaan yang tidak diduga meningkat terhadap produk perusahaan,
merupakan sebuah perubahan inkremental. Sebuah perusahaan pembangunan
Perbaikan Terus-menerus Re-Orientasi
Adaptasi Re-Kreasi
Inkremental
Reaktif
Strategis
Antisipatif
66
rumah, yang beralih dari pembangunan rumah ke kompleks-kompleks apartemen
bertingkat, merupakan sebuah perubahan strategis, dalam model Nadler-Thusman
tentang perubahan keorganiasian terdapat empat macam tipe, yakni:
A. Perbaikan Terus Menerus (Tuning)
Ini merupakan tipe perubahan yang beresiko paling kecil, yang bersifat
paling kurang intens dan yang paling umum. Nama-nama lain untuknya
mencakup istilah “pemeliharaan preventif” dan konsep Jepang “Kaizen”
(perbaikan terus-menerus).
B. Adaptasi (Adaptation)
Seperti halnya “tuning”. Adaptasi mencakup perubahan-perubahan
inkremental. Akan tetapi, kini perubahan-perubahan yang terjadi berupa reaksi
terhadap problem-problem eksternal, kejadian-kejadian, atau tekanan-tekanan
yang dihadapi organiasasi yang bersangkutan. Sewaktu perusahaan mobil Ford
mencapai sukses luar biasa dengan gaya aerodinamikanya, maka perusahaan
General Motor dan Chrysler cepat menirunya.
C. Reorientasi (Reorientation)
Tipe perubahan ini bersifat antispatoris, dan skopnya adalah strategis.
Nadler dan Thusman menamakan “reorientasi” mengubah frame (frame
bending) karena organisasi yang berangkutan secara signifikan diubah.
67
D. Re-Kreasi (Recreation)
Tekanan-tekanan kompetitif noral menyebabkan timbulnya tipe
perubahan keorganisasian demikian yang bersifat lebih intens dan penuh resiko.
Initilah Nadler dan Thusman di sini adalah “frame breaking”.
2.1.4.2. Pendekatan untuk Memanaje Perubahan Keorganisasian
A. Model Tiga Langkah dari Kurt Lewin
Lewin berpendapat bahwa perubahan di dalam organisasi-organisasi yang
berhasil, harus mengikuti tiga macam langkah sebagai berikut (Winardi, 2009:226):
1. Mencairkan (unfreezing) keadaan status quo 2. Gerakan (movement) ke keadaan baru 3. Membekukan kembali (refreezing) perubahan baru untuk
menyebabkannya menjadi permanen (Lewin, 1951)
Gambar 2.3
Model Perubahan Tiga Langkah
(Sumber: Lewin, 1951)
Pencairan
(Unfreezing)
Gerakan
(Movement)
Pembekuan kembali
(Refreezing)
68
Keterangan:
Kondisi “status quo” dapat kita anggap sebagai sebuah keadaan
keseimbangan untuk bergerak meninggalkan keadaan keseimbangan tersebut,
maksudnya untuk mengatasi tekanan-tekanan penolakan individual dan
konformitas kelompok diperlukan tindakan “pencairan” (unfreezing).
B. Action Research
Action research yaitu suatu proses perubahan yang berlandaskan
pengumpulan data secara sistematis, dan pemilihan suatu kegiatan perubahan
(change action) yang didasarkan pada apa yang diindikasi oleh data yang dianalisis
(Warrick, 1985:438). Proses “action research”, terdiri dari lima macam langkah
sebagai berikut:
1. Diagnosis
Sang agen perubahan, yang sering kali merupakan seorang konsultan
luar , dalam action research mengawali tindakan-tindakannya dengan jalan
mengumpulkan informasi tentang problem-problem, hal-hal pokok, dan
perubahan-perubahan yang diperlukan dari para anggota yang ada. Diagnosis
demikian, analog dengan upaya pencarian seorang dokter. Itu guna mengetahui,
apa yang sesungguhnya merupakan penyakit seorang pasien. Pada action
research, sang agen perubahan mengajukkan pertanyaan-pertanyaan. Ia juga
69
melakukan wawancara dengan para karyawan, meneliti catatan-catatan atau
arsip yang ada dan mendengar apa yang dianggap penting oleh karyawan.
2. Analisis (Analysis)
Informasi yang berhasil dikumpulkan pada tahapan diagnostik,
kemudian dianalisis. Problem-problem apa yang sedang dirisaukan oleh orang-
orang di dalam organisasi yang bersangkutan? Bagaimanakah pola problem-
problem tersebut? Kemudian ang agen perubahan menyintesiskan informasi
tersebut dalam kelompok: hal-hal pokok, bidang-bidang problem dan tindakan-
tindakan yang dapat dilakukan.
3. Umpan Balik (Feedback)
Action research mencakup keterlibatan secara ekstensif dari target-
target perubahan. Maksudnya, orang-orang yang akan terlibat dalam suatu
program perubahan harus terlibat secara aktif dalam hal menentukkan apa
problem yang sedang dihadapi. Mereka pun harus berpartisipasi dalam hal
mencari solusi problem. Jadi langkah ketiga berarti berbagai informasi tentang
apa yang telah dicapai dari langkah nomor 1 dan nomor 2, kepada para
karyawan. Selanjutnya, para karyawan tersebut dengan bantuan agen
perubahan, mengembangkan rencana-rencana kegiatan untuk menimbulkan
perubahan-perubahan yang dianggap perlu.
4. Tindakan (Action)
Kini, pada tahap ini, bagian “tindakan” dari action research tersebut
mulai digerakkan. Para karyawan dan pihak agen perubahan melaksanakan
70
kegiatan-kegiatan spesifik guna memperbaiki problem-problem yang telah
diindentifikasi.
5. Evaluasi (Evaluation)
Akhirnya, konsisten dengan landasan ilmiah dari action research, sang
agen perubahan mengevaluasi efektivitas dari rencana-rencana tindakan yang
telah dijalankan. Dengan memanfaatkan data inisial yang dikumpulkan sebagai
titik-titik referensi, maka setiap perubahan yang terjadi dapat dibandingkan
serta dievaluasi. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa action research
sedikitnya memberikan dua macam keuntungan kepada sesuatu organisasi.
Pertama, ia bersifat terfokuskan pada problem yang dihadapi. Sang agen
perubahan secara objektif mencari problem-problem. Tipe problem yang
dihadapi akan mendeterminasi tipe tindakan perubahan.
Walaupun apa yang dikemukakan sebelumnya jelas sekali, perlu diingat
bahwa banyak aktivitas-aktivitas perubahan, tidak dilaksanakan dengan cara
demikian. Mereka lebih berpusat pada solusi atau pemecahan (problem).
Kedua, mengingat bahwa action research sangat intensif melibatkan para
karyawan dalam proses berlangsung, maka penolakan-penolakan terhadap
perubahan akan berkurang.
71
2.1.4.3. Model Perubahan
Besar
Dampak
Pada Kultur
Kecil
Kecil Tingkat Perubahan Besar
(Sumber: Siagian, 2007)
Dari model terlihat bahwa terdapat empat kemungkinan situasi perubahan,
yaitu:
Pertama, “Perubahan kecil dengan dampak kecil pula”, situasinya adalah
bahwa jika perubahan yang hendak diwujudkan itu kecil, berdampak tidak kuat
pada berbagai segi kehidupan organisasi yang sudah mapan, kemungkinan
penolakan pun menjadi kecil. Berarti keberhasilan konsultan dan kliennya
mewujudkan perubahan akan menjadi semakin terjamin. Kedua, “Perubahan kecil
dengan dampak yang besar”, apabila perubahan yang kecil yang terwujud akan
tetapi mempunyai dampak yang besar terhadap kultur organisasi, misalnya, suatu
tingkat penolakan dapat diharapkan terjadi dan tergantung pada intensitas
Ada Resistensi:
Kemungkinan Berhasil
Sedang
Resistensi Tinggi:
Kemungkinan Berhasil
Rendah
Resistensi Rendah:
Kemungkinan Berhasil Besar
Ada Resistensi:
Kemungkinan Berhasil
Sedang sampai Tinggi
72
penolakan itu, cepat tidaknya perubahan dapat diwujudkan akan juga dipengaruhi.
Ketiga, “Perubahan besar dengan dampak yang kecil”, dalam situasi seerti ini bisa
saja perubahan besar terjadi tetapi dampaknya terhadap kultur kecil. Jika situasi
demikian yang dihadapi berarti meskipun tidak intensif kecenderungan menolak
perubahan tetap ada, akan tetapi dengan sikap manajemen yang arif dan dukungan
konsultan yang kompeten situasi itu biasanya dapat diatasi. Keempat, “Perubahan
besar dengan dampak yang kuat pula”, apabila tingkat perubahan yang diwujudkan
besar disertai oleh dampak yang kuat terhadap berbagai segi kehidupan
berorganisasi, manajemen dan konsultan dapat meramalkan intensitas perubahan
yang akan terjadi. Akan tetapi meskipun demikian, kemungkinan keberhasilan
biasanya kecil.
Pengalaman banyak orang yang meramalkan pengembangan organisasi
menunjukkan bahwa dalam mengelola perubahan, manajemen sering menganggap
remeh tingkat dan intensitas penolakan yang terjadi dan diperlukan waktu untuk
melaksanakan perubahan itu. Oleh karena itu, cara yang biasanya ditempuh oleh
penyelenggara pengembangan organisasi ialah untuk memperkenalkan perubahan
secara bertahap dalam waktu yang relatif lama. Keuntungan menggunakan
alternatif ini ialah bahwa oleh karena dampaknya yang tidak kuat dan para anggota
organisasi tidak terancam, tingkat dan intensitas penolakan berada pada kondisi
yang dapat diatasi tanpa terlalu banyak kesulitan.
73
2.1.5. PT. Jamsostek (Persero)
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang
penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Program ini
memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat
manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang
terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial ekonomi yang
ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan,
sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua, dan meninggal dunia. Yang mengakibatkan
berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja atau membutuhkan
perawatan medis.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengusaha adalah orang, persekutuan atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri. Perusahaan adalah setiap
bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari
untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara.
Pelaksanaan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan di Indonesia secara
umum meliputi penyelenggaraan program-program PT. Jamsostek, PT. Askes, PT.
Taspen, dan PT. Asabri. Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana didasarkan
74
pada UU No.3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi
pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema PT.
Jamsostek (Persero) meliputi program-program yang terkait dengan resiko, seperti
Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan,
dan Jaminan Hari Tua, dan pada dasarnya program PT. Jamsostek (Persero)
merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem
pendanaan penuh (full funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi
kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi.
Penyelenggaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully
funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan
untuk berkontribusi terhadap penyelenggaraan sistem asuransi sosial, atau paling
tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelenggara apabila
mengalami defisit. Pengertian Jamsostek secara resmi yang diatur dan ditegaskan
dalam pasal 1 Ayat (1) Undang-undang No.3 Tahun 1992 kemudian dapat
diuraikan lebih rinci sehingga ditemukan beberapa aspek dari Jamsostek tersebut,
meliputi:
1. Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimal untuk tenaga kerja serta keluarganya.
2. Jamsostek merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka
bekerja.
75
3. Dengan adanya upaya perlindungan dasar tersebut maka Jamsostek akan
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai
pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.
4. Jamsostek menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan
terhadap resiko sosial dan ekonomi.
5. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja
diharapkan akan meningkatkan produktivitas kerja dari para karyawan.
6. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian
dan harga diri manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial
ekonomi.
(Sumber: www.yahoo.com Jamsostek, Jakarta)
2.1.6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS
Ketenagakerjaan) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada
presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan hari tua, jaminan
pension, jaminan kematian, dan jaminan kecelakaan kerja bagi seluruh pekerja
Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia. (Sumber: UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS)
76
Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang asuransi
sosial BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT.Jamsostek (Persero)
merupakan pelaksana undang-udang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (Jaminan Sosial
Tenaga Kerja), yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU
No.24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan sejak tanggal 1 Januari 2014.
Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program
jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS
memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan
demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus
dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara
transparan.
BPJS Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4
program, yaitu program jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan
kematian, dan jaminan pensiun.
Program Jaminan Hari Tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar
peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat
total tetap, atau meninggal dunia. Iuran Program Jaminan Hari Tua: Ditanggung
Perusahaan = 3,7%, Ditanggung Tenaga Kerja = 2%.
77
Kemanfaatan Jaminan Hari Tua adalah sebesar akumulasi iuran ditambah
hasil pengembangannya. Jaminan Hari Tua akan dikembalikan/dibayarkan sebesar
iuran yang terkumpul ditambah dengan hasil pengembangannya, apabila tenaga
kerja: sudah resign atau di PHK oleh tempat kerjanya, atau meninggal dunia, atau
cacat total tetap, atau pergi keluar negeri tidak kembali lagi. Persyaratan untuk
pencairan JHT sudah direvisi pemerintah sesuai PP. Nomor 60 Tahun 2015
Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah, yang ditindaklanjuti PERMEN
Nomor 19 Tahun 2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat
JHT.
Pencairan manfaat JHT bisa dilakukan bila pekerja sudah di PHK, atau
Resign dari perusahaan, dengan menunggu sebulan setelah berhenti bekerja.
Namun juga pencairan manfaat JHT dapat juga diambil selama pekerja aktif
bekerja. Dengan catatan masa kepesertaan minimal 10 Tahun dan manfaat dapat
diberikan paling banyak 30% dari saldo JHT yang diperuntukkan guna kepemilikan
rumah, dan 10% untuk keperluan persiapan pribadi.
Program Jaminan Kecelakaan Kerja adalah program untuk orang-orang
yang mengalami kecelakaan saat bekerja ataupun kecelakaan saat sedang pergi
bertugas. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang
diakibatkan oleh adanya risiko-risiko sosial seperti kematian atau cacat karena
kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan
78
kecelakaan kerja. Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung
jawab pengusaha sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk membayar iuran
jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24% - 1,74% sesuai kelompok
jenis usaha. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) memberikan kompensasi dan
rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat dimulai
berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat
hubungan kerja. Iuran untuk program JKK ini sepenuhnya dibayarkan oleh
perusahaan.
Selanjutya Program Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari
peserta program Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja.
Jaminan Kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik
dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Program jaminan
kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial
dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan kepada ahli
waris peserta yang meninggal dunia.
Program ini memberikan manfaat kepada keluarga tenaga kerja seperti:
Santunan Kematian: Rp 14.200.000,- , biaya pemakaman: Rp 2.000.000,-, dan
santunan berkala: Rp 200.000,-/ bulan (selama 24 bulan).
Kemudian Program Jaminan Pensiun diselenggarakan secara nasional
berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk mempertahankan
79
derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang
penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti. Dalam
menjalankan dan melaksanakan setiap program, dan setiap fungsi, BPJS bertugas
untuk:
1. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta. 2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja. 3. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah. 4. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta. 5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial. 6. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program jaminan sosial. 7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan
sosial kepada peserta dan masyarakat.
Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan
pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima
bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran
manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian
informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan
informasi. Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas BPJS
berwenang:
1. Menagih pembayaran Iuran. 2. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
80
3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional.
4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah.
5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan. 6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja
yang tidak memenuhi kewajibannya. 7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah, seperti
skripsi, tesis, jurnal ataupun desertasi. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti
memasukkan dua penelitian terdahulu, yang dalam fokus penelitian membahas
mengenai Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi Badan
Penyelengara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten. Dasar
ataupun acuan berupa teori atau teman-teman melalui hasil berbagai penelitian
sebelumnya merupakan hal sangat perlu dan dapat disajikan sebagai data
pendukung. Penelitian terdahulu ini bermanfaat dalam mengelola atau memecahkan
masalah yang timbul. Dalam penelitian mengenai Analisis Kebijakan Transformasi
PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
81
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten, tentu saja peneliti perlu adanya
resume-resume atau masukan-masukan yang lebih dalam proses penelitian yang
akan diteliti. Untuk itu sebagai bahan pembelajaran dan acuan, peneliti
menggunakan hasil penelitian terdahulu sebagai berikut ini.
Pertama, Judul skripsi mengenai Analisis Pengaruh Perilaku Pemimpin dan
Pendekatan Komunikasi Humanistik Terhadap Konflik Fungsional Dalam BPJS
Ketenagakerjaan Semarang. Hasil Skripsi ini dibuat oleh Khansa Ghina
Khairunnisa Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponogoro
Semarang Tahun 2004. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menemukan
dampak secara langsung perilaku pemimpin dengan pemilihan komunikasi
humanistik di dalam perusahaan BPJS Ketenagakerjaan demi mencapai tujuan
perusahaan, (2) mengetahui dampak secara langsung atau tidak langsung
komunikasi humanistik terhadap konflik fungsional, (3) menemukan dampak
komunikasi humanistik secara langsung sebagai penghubung antara perilaku
pemimpin dengan konflik fungsional di dalam perusahaan BPJS Ketenagakerjaan,
(4) mengevaluasi perilaku pemimpin ketika terjadi konflik dan mengemas konflik
tersebut menjadi konflik fugsional untuk menjadi landasan perubahan perusahaan
selanjutnya, dan (5) menemukan dan menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam
suatu perusahaan untuk dapat menjadikan konflik yang fungsional guna mencapai
tujuan perusahaan. Dari penelitian ini, peneliti mendapatkan informasi terkait
permasalahan mengenai perilaku pemimpin dan bagaimana pendekatan komunikasi
82
humanistiknya. Masalah mengenai perilaku pemimpinnya belum dianggap optimal
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Dalam penelitian mengenai
Pengaruh Perilaku Pemimpin dan Pendekatan Komunikasi Humanistik Terhadap
Konflik Fungsional Dalam BPJS Ketenagakerjaan Semarang, menggunakan teori
perilaku kepemimpinan menurut Stoner (1978) dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif.
Kedua, judul skripsi mengenai Komunikasi Antarbudaya dalam
Meningkatkan Harmonisasi Kerja Di BPJS Ketenagakerjaan Banda Aceh. Hasil
skripsi ini dibuat oleh Siti Khairiyani yang merupakan mahasiswi jurusan ilmu
komunikasi di salah satu Universitas di Banda Aceh Tahun 2014. Tujuan dari
penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui proses komunikasi antarbudaya yang
terjadi pada karyawan di BPJS Ketenagakerjaan di kantor cabang Banda Aceh
dalam meningkatkan harmonisasi kerja, dan (2) mengetahui upaya apa yang
dilakukan untuk mengatasi permasalahan komunikasi antarbudaya dalam
meningkatkan harmonisasi kerja. BPJS Ketenagakerjaan di Provinsi Aceh memiliki
4 kantor cabang yaitu di Banda Aceh, Aceh Barat, Lhokseumawe dan Langsa.
BPJS Ketenagakerjaan Banda Aceh memiliki 4 bidang yaitu Pemasaran, Teknologi
Informasi dan Keuangan, Pelayanan dan Umum. Karyawan BPJS Ketenagakerjaan
Banda Aceh merupakan orang dari latar belakang budaya yang berbeda meskipun
mayoritas etnik Aceh. Perbedaan budaya memberikan nuansa kerja yang berbeda
dari pola komunikasi, dan kebiasaannya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini
83
adalah teori Interaksionalisme Simbolik. Adapun pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Ketiga jurnal mengenai Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Cabang Darmo
Surabaya (Studi Pada Implementasi Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013
Tentang Penahapan Kepesertaan Jaminan Sosial). Jurnal ini dibuat oleh Heru
Purnawan Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya Jurusan Ilmu Administrasi
Negara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penelitian
deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Heru Purnawan menggunakan teknik pengumpulan data adalah
observasi dengan pengamatan secara langsung di lapangan, wawancara teknik
pengumpulan data dengan melakukan proses Tanya jawab langsung, dan
dokumentasi cara untuk memperoleh data dengan melakukan pencatatan pada
sumber-sumber data yang ada pada lokasi penelitian. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara (interview guide), catatan
lapangan (field note), dan peneliti sendiri. Pada penelitiannya, Heru Purnawan
berpijak pada teori model implementasi Grindle. Pengimplementasian kebijakan
dalam Content of Policy: kepentingan menjamin keselamatan tenaga kerja
bermanfaat bagi kenyamanan tenaga kerja saat bertugas disambut respon baik
peserta menanggapi kebijakan kepesertaan, dimana para pelaksana kebijakan yang
telah lebih dari cukup dan berkompetensi bagus serta didukung dengan sumberdaya
84
yang lengkap dan modern. Dari Context of Policy: keputusan yang dipegang penuh
di kantor pusat dan pemerintahan menjadikan BPJS Ketenagakerjaan badan non
provit yang lebih bertanggungjawab tanpa membeda-bedakan status peserta,
sehingga pelaksana lebih patuh dan disiplin. Namun masih banyaknya perusahaan
dan tenaga kerja yang belum terdaftar karena kurang detailnya informasi kebijakan
kepesertaan. BPJS Ketenagakerjaan perlu meningkatkan strategi sosialisasi.
Keempat, jurnal mengenai Analisis Akuntansi Pendapatan Asuransi Sosial
di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Tanjung Pinang. Jurnal
ini dibuat oleh Dwi Haryati, Mahasiswi Universitas Maritim Raja Ali Haji,
program studi Akuntansi. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
kualitatif, dengan penelitian deskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis pendefinisian, pengakuan, pengukuran, pengungkaan pendapatan
berdasarkan PSAK No.23 pada BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tanjungpinang.
Hasil penelitian menunjukkan, pendefinisian pendapatan sangat sesuai dalam
perlakuan akuntansi pendapatan pada BPJS Ketenagakerjaan Cabang
Tanjungpinang. Pengakuan pendapatan pada BPJS Ketenagakerjaan Cabang
Tanjungpinang diakui berdasarkan cash basis dimana pendapatan diakui apabila
pendapatan yang hanya diperhitungkan berdasarkan penerimaan dan pengeluaran
kas yang diterima atau sebesar nilai wajar imbalan yang diberikan untuk
memperoleh pendapatan tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
85
data primer dan data sekunder. Dengan melakukan pengumpulan data dengan cara
penelitian lapangan, observasi, dan wawancara.
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Penelitian ini akan meneliti tentang Analisis Kebijakan Transformasi PT.
Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada
presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan hari tua, jaminan
pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kecelakaan kerja bagi seluruh pekerja
Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia. Penyelenggaraan transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan ini, adalah untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat
sebagai tenaga kerja baik yang terikat dalam suatu instansi pemerintah, ataupun
swasta. Hak adanya perlindungan ini kepada para tenaga kerja sudah ditetapkan di
dalam UU BPJS, yaitu UU No. 24 Tahun 2011.
Penelitian ini diawali dengan berbagai permasalahan yang terdapat dalam
latar belakang masalah, peniliti dapat mengidentifikasi permasalahan sebagai
berikut :
86
1. Perubahan struktur organisasi dari PT. Jamsostek menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
2. Kurangnya perluasan sosialisasi yang mengakibatkan belum semua tenaga
kerja dan perusahaan di wilayah Banten menjadi pendaftar kepesertaan dalam
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
3. Perubahan badan hukum organisasi, yang semula persero/privat, berubah
menjadi badan hukum publik.
4. Perubahan sistem kerja Umum dan SDM dalam pengadaan barang dan jasa
atau belanja modal.
5. Perubahan program dan manfaat. Program PT. Jamsostek yaitu Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan, sedangkan program BPJS Ketenagakerjaan yaitu
Jaminan Pensiun.
6. Kurangnya pantauan dan koordinasi dari Pemerintah Daerah dan Lembaga
Kepolisian selama proses berlangsungnya transformasi.
7. Kurangnya penanganan dan Ketidaksigapan karyawan mengenai pencairan
iuran Jaminan Hari Tua kepada tenaga kerja.
Menurut Dunn, dalam (Nugroho:2007), Analisis Kebijakan adalah aktivitas
intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan
mengomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan.
Dunn dalam (Nugroho, 2007: 16-27) mengemukakan proses analisis
kebijakan sebagai berikut: (1) Merumuskan Masalah, (2) Peramalan masa depan
87
kebijakan, (3) Rekomendasi kebijakan, (4) Pemantauan hasil kebijakan, dan (5)
Evaluasi kinerja kebijakan.
Disini peneliti akan mengkaitkan antara situasi sosial yang peneliti temukan
di Badan Penyelengga Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kantor Wilayah banten,
dengan merujuk pada sebuah teori mengenai analisis kebijakan menurut Dunn.
Adapun alasan peneliti menggunakan teori proses analisis kebijakan Dunn, karena
analisis kebijakan dapat dilakukan sebelum dan sesudah kebijakan itu
diimplementasikan sehingga sesuai dengan apa yang berkaitan pada identifikasi
masalah peneliti. Teori ini memuat tahap proses analisis kebijakan dalam
menganalisis pelaksanaan kebijakan transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Untuk menggambarkan
alur pemikiran peneliti, dapat terlihat dalam kerangka berpikir pada gambar 2.4
sebagai berikut.
88
Gambar 2.4
Kerangka Berpikir
BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten
Masalah
1. Perubahan struktur organisasi dari PT. Jamsostek menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
2. Kurangnya perluasan sosialisasi yang mengakibatkan belum semua tenaga kerja dan perusahaan di wilayah Banten menjadi pendaftar kepesertaan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
3. Perubahan badan hukum organisasi, yang semula persero/privat, berubah menjadi badan hukum publik.
4. Perubahan sistem kerja Umum dan SDM dalam pengadaan barang dan jasa atau belanja modal. 5. Perubahan program dan manfaat. Program PT. Jamsostek yaitu Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK), sedangkan program BPJS Ketenagakerjaan yaitu Jaminan Pensiun. 6. Kurangnya pantauan dan koordinasi dari Pemerintah Daerah dan Lembaga Kepolisian selama
proses berlangsungnya transformasi. 7. Kurangnya penanganan dan ketidaksigapan karyawan mengenai pencairan iuran Jaminan Hari
Tua kepada tenaga kerja. (Sumber: Peneliti 2015)
Teori:
Proses Analisis Kebijakan Dunn (Nugroho, 2007:16-27): (1) Merumuskan Masalah, (2) Peramalan
Masa Depan Kebijakan, (3) Rekomendasi Kebijakan, (4) Pemantauan Hasil Kebijakan, dan (5)
Evaluasi Kinerja Kebijakan.
Output:
Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten
89
2.4. Asumsi Dasar
Asusmsi Dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan kajian
pustaka dan landasan teori yang digunakan sebagai dasar argumentasi. Berdasarkan
hasil observasi awal dan kerangka berpikir yang telah di paparkan terhadap fokus
penelitian, peneliti berasumsi bahwa pelaksanaan kebijakan transformasi PT.
Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah, terdapat masalah yaitu belum maksimalnya
jumlah kepesertaan tenaga kerja dan perusahaan yang masuk sebagai pendaftar
kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan wilayah Banten, Perubahan sistem kerja
Umum dan SDM dalam pengadaan barang dan jasa atau belanja modal yang masih
belum efektif sistemnya, kurangnya pantauan dan koordinasi dari Pemerintah
Daerah dan Lembaga Kepolisian, kurangnya penanganan dan ketidaksigapan BPJS
Ketenagakerjaan Kanwil mengenai pencairan iuran Jaminan Hari Tua kepada
tenaga kerja. Dari masalah-masalah tersebut, peneliti berasumsi proses kebijakan
transformasi BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten pada realisasinya
belum dapat berjalan dengan optimal.
90
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode dengan pendekatan
kualitatif. Pendekatan ini menggunakan data penelitian yang berupa kumpulan
kata-kata dan bukan rangkaian angka. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong,
2007:4), penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.
Penelitian kualitatif, pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan
tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Nasution, 1988:5). Penelitian kualitatif
merupakan pengamatan atas data bukanlah berdasarkan ukuran-ukuran matematis
yang terlebih dulu ditetapkan peneliti dan harus disepakati oleh pengamat lain,
melainkan berdasarkan ungkapan subjek penelitian, sebagaimana yang dikehendaki
dan dimaknai oleh subjek penelitian.
Metode kualitatif bisa menelaah pada keadaan di Suatu Badan atau Instansi
atau Lembaga Negara. Melalui berbagai langkah dalam proses pengumpulan data,
dengan melakukan proses wawancara dengan narasumber terkait, dan pengamatan
91
yang intensif yang dilakukan dengan merekam atau menuliskan setiap proses
pelayanan yang terjadi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Kabupaten Serang. Metode wawancara atau obrolan saja tanpa mengamati sikap,
perilaku di lingkungan tersebut belum cukup untuk menjadikan suatu data yang
valid atau benar. Untuk itu, perlu melakukan upaya dan cara lain selain dari
wawancara tersebut. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan suatu
uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati dari
suatu individu, kelompok, masyarakat, organisasi tertentu. Moleong berpendapat
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
motivasi, dan tindakan.
3.2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah Analisis Kebijakan
Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten.
3.3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian mengenai Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek
(Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor
92
Wilayah Banten, beralamat di Jalan Ahmad Yani Nomor 108 Serang Banten. Telp
(0254) 267140, Fax (0254) 228885. Dalam penelitian ini, alasan peneliti memilih
lokus penelitian di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kantor
Wilayah Banten adalah karena di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan Kantor wilayah Banten, peneliti bisa mengetahui data jumlah
kepesertaan tenaga kerja dan perusahaan di wilayah Banten. BPJS Ketenagakerjaan
Kantor Wilayah Banten bisa mengkoordinir data dari Kantor Cabang BPJS
Ketenagakerjaan daerah Serang, Cikokol, Cimone, BSD, Cikupa, dan Batuceper.
Sehingga data yang peneliti dapatkan lebih kompleks.
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1. Definisi Konsep
Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel
yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka teori yag
digunakan. Adapun definisi konsep dalam penelitian Analisis Kebijakan
Transformasi PT. Jamsostek Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten adalah:
1. Analisis Kebijakan
Menurut Dunn, dalam (Nugroho, 2007:7), Analisis Kebijakan adalah
aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis
93
menilai, dan mengomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses
kebijakan. Analisis kebijakan adalah disiplin ilmu sosial terapan yng
menggunakan berbagai metode pengkajian multipel dalam konteks argumentasi
dan debat politik untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan
mengomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Dunn dalam
(Nugroho, 2007: 16-27) mengemukakan proses analisis kebijakan sebagai
berikut: (1) Merumuskan Masalah, (2) Peramalan masa depan kebijakan, (3)
Rekomendasi kebijakan, (4) Pemantauan hasil kebijakan, dan (5) Evaluasi
kinerja kebijakan.
2. PT. Jamsostek (Persero)
Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu
yang penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Program
ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat
manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang
terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial ekonomi yang
ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan,
sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua, dan meninggal dunia. Yang
mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja atau
membutuhkan perawatan medis.
94
Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana didasarkan pada UU No.3
Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja
(yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema PT.
Jamsostek (Persero) meliputi program-program yang terkait dengan resiko,
seperti Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan, dan Jaminan Hari Tua, dan pada dasarnya program PT. Jamsostek
(Persero) merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan
pada sistem pendanaan penuh (full funded system), yang dalam hal ini menjadi
beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan
mekanisme asuransi.
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS
Ketenagakerjaan) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada
presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan hari tua, jaminan
pension, jaminan kematian, dan jaminan kecelakaan kerja bagi seluruh pekerja
Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia. (Sumber: UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS)
Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang
asuransi sosial BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT.Jamsostek
(Persero) merupakan pelaksana undang-udang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga
95
Kerja), yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No.24
Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan sejak tanggal 1 Januari 2014.
3.4.2. Definisi Operasional
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa fenomena yang akan
diamati dalam penelitian ini adalah mengenai Analisis Kebijakan Transformasi
PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten. Beberapa hal penting mengenai
fenomena yang akan diamati tersebut akan peneliti nilai dengan menggunakan
teori model analisis kebijakan menurut Dunn. Dunn dalam (Nugroho, 2007:16-
27) mengemukakan proses analisis kebijakan sebagai berikut:
1. Merumuskan Masalah
Masalah kebijakan adalah nilai, kebutuhan, atau kesempatan yang
belum terpenuhi, yang dapat diidentifikasi, untuk kemudian diperbaiki atau
dicapai melalui tindakan publik. Masalah kebijakan mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Terdapat saling kebergantungan antar masalah kebijakan.
b. Mempunyai subjektivitas.
96
c. Buatan manusia, karena merupakan produk penilaian subjektif dari
manusia.
d. Bersifat dinamis.
Fase-fase perumusan masalah kebijakan dapat disusun sebagai berikut:
a. Pencarian masalah
b. Pendefinisian masalah
c. Spesifikasi masalah
d. Pengenalan masalah
2. Peramalan Masa Depan Kebijakan
Peramalan atau forecasting adalah prosedur untuk membuat informasi
aktual tentang situasi sosial di masa depan atas dasar informasi yang telah ada
tentang masalah kebijakan. Peramalan mengambil tiga bentuk, yaitu:
a. Peramalan ekstrapolasi, yaitu ramalan yang didasarkan atas ekstrapolasi
hari ini ke masa depan, dan produknya disebut proyeksi. Teknik yang
digunakan antara lain analisis antar-waktu, estimasi tren linear,
pembibitan eksponensial, transformasi data, dan katastrofi metodologi.
Peramalan ni menggunakan tiga asumsi dasar: persistensi (pola yang
diamati di masa lampau akan tetap ditemui di masa depan), keteraturan
(visi di msa lalu sebagaimana ditunjukkan oleh kecenderungan akan
terulang secara ajek di masa depan), dan reabilitas-validitas data.
97
b. Peramalan teoretis, yaitu ramalan yang didasarkan pada suatu teori, dan
produknya disebut prediksi. Teknik yang digunakan antara lain
pemetaan teori, model kausal, analisis regresi, estimasi titik dan
interval, dan analisis korelasi. Apabila peramalan ekstrapolatif
menggunakan logika induktif, peramalan teoretis menggunakan logika
deduktif.
c. Peramalan penilaian pendapat, yaitu ramalan yang didasarkan pada
penilaian para ahli atau pakar, dan produknya disebut perkiraan
(conjecture). Teknik yang digunakan antara lain Delphi kebijakan,
analisis dampak silang, dan penlilaian fisibilitas (kelayakan). Teknik
peramalan penilaian pendapat (judgemental forecasting) berusaha
memperoleh pendapat para ahli. Logika yang digunakan bersifat
retroduktif karena analisis dimulai dengan dugaan tentang suatu
keadaan, dan kemudian berbalik kedata asumsi yang digunakan untuk
mendukung dugaan tersebut. Meskipun pada praktiknya, ketiga logika
tersebut (induktif, deduktif, retroduktif) tidak dipisahkan satu sama lain.
3. Rekomendasi Kebijakan
Tugas membuat rekomendasi kebijakan mengharuskan analisis
kebijakan menentukan alternatif yang terbaik dan mengapa. Karenanya,
prosedur analisis kebijakan berkaitan dengan masalah etika dan moral.
98
Rekomendasi pada dasarnya adalah pernyataan advokasi, dan advokasi
mempunyai empat pertanyaan yang harus dijawab, yaitu:
a. Apakah pernyataan advokasi dapat ditindaklanjuti (actionable)?
b. Apakah pernyataan advokasi bersifat prospektif?
c. Apakah pernyataan advokasi bermuatan “nilai” selain fakta?
d. Apakah pernyataan advokasi bersifat etik?
Isu yang muncul adalah advokasi-multipel dari analisis kebijakan, yaitu
banyaknya kepentingan yang harus dipertimbangkan dalam memilih alternatif
kebijakan. Dalam memutuskan alternatif kebijakan, salah satu pendekatan yang
paling banyak digunakan adalah rasionalitas. Namun, rasionalitas juga berarti
multirasionalitas, yang berarti terdapat dasar-dasar rasional ganda yang
mendasari sebagian besar pilihan-pilihan kebijakan, yaitu:
a. Rasionalitas teknis, berkenaan dengan pilihan efektif.
b. Rasionalitas ekonomis, berkenaan dengan efisiensi.
c. Rasionalitas legal, berkenaan dengan legalitas.
d. Rasionalitas sosial, berkenaan dengan akseptabilitas.
e. Rasionalitas susbstantif, yang merupakan kombinasi dari keempat
rasionalitas di atas.
99
4. Pemantauan Hasil Kebijakan
Pemantauan atau monitoring merupakan prosedur analisis kebijakan
yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat
kebijakan publik. Pemantauan, setidaknya memainkan empat fungsi dalam
analisis kebijakan, yaitu eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan, dan kepatuhan
(compliance).
5. Evaluasi Kinerja Kebijakan
Jika pemantauan menekankan pada pembentukkan premis-premis
faktual mengenai kebijakan publik, evaluasi menekankan pada penciptaan
premis-premis nilai dengan kebutuhan untuk menjawab pertanyaan: “Apa
perbedaan yang dibuat?” Kriteria untuk evaluasi diterapkan secara
restrospektif (ex post), sementara kriteria untuk rekomendasi diterapkan secara
prospektif (ex ante).
3.5. Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena
sosial maupun alam. Oleh karenanya dalam melakukan pengukuran harus ada alat
ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen
penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati.
100
Instrumen utama dalam penelitian tentang Analisis Kebijakan Transformasi
PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten ini adalah peneliti sendiri. Menurut
Moleong (2005:19), pencari tahu alamiah (peneliti) dalam pengumpulan data lebih
banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul. Penelitian ini
menggunakan alat pengumpul data berupa pedoman wawancara yaitu member
seperangkat pertanyaan dan pernyataan tertulis mengenai variabel yang diteliti
kepada informan untuk dijawab. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar
pertanyaan dalam wawancara tidak menyimpang dari variabel penelitian. Pedoman
wawancara yang dibuat oleh peneliti disusun berdasarkan poin-poin yang akan
ditanyakan kepada informan untuk memperoleh data yang dibutuhkan di dalam
penelitian. Hal ini bertujuan agar proses wawancara dapat berjalan secara
mendalam antara peneliti dengan informan sehingga wawancara bergulir dan data
yang didapat sesuai dengan yang dibutuhkan.
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara Tanya jawab, sambil bertatap muka (face to face) dengan si
narasumber atau informan. Menurut Sugiyono (2008:140), wawancara dapat
dilakukan secara terstruktur dan tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap
muka ataupun dengan menggunakan telepon. Pada penelitian kali ini menggunakan
wawancara tidak terstruktur untuk memperoleh data dalam penelitian ini. Tujuan
peneliti menggunakan metode wawancara adalah untuk memperoleh data secara
101
jelas, dan nyata memperdalam penelitian tentang Analisis Kebijakan Transformasi
PT. Jamsostek Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di
Kantor Wilayah Banten. Dalam penelitian ini, pedoman wawancara dibuat dan
disusun dengan mengacu pada teori Dunn dalam (Nugroho, 2007: 16-27) yang
mengemukakan proses analisis kebijakan sebagai berikut: (1) Merumuskan
Masalah, (2) Peramalan masa depan kebijakan, (3) Rekomendasi kebijakan, (4)
Pemantauan hasil kebijakan, dan (5) Evaluasi kinerja kebijakan. Adapun secara
rinci mengenai indikator serta informan yang dilibatkan dalam penelitian ini dapat
diuraikan dalam tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1
Pedoman Wawancara
Indikator Informan Subdimensi
1. Merumuskan
Masalah
(1) Kepala Umum dan SDM
Wilayah BPJS Ketenagakerjaan
Kanwil Banten
(2) Kepala Pemasaran Wilayah
BPJS Ketenagakerjaan Kanwil
Banten
(3) Penata Madya SDM BPJS
Ketenagakerjaan Kanwil
Banten
(1) Masalah pelaksanaan kebijakan
Transformasi di BPJS
Ketenagakerjaan Kantor Wilayah
Banten.
(2) Penyebab kurangnya sosialisasi
pertambahan kepesertaan.
(3) Adakah pantauan dan koordinasi
dari Pemerintah Daerah dan
Lembaga Kepolisian.
(4) Penyebab dari kurangnya
penanganan dan ketidaksigapan
102
2. Peramalan
Masa Depan
Kebijakan
3. Rekomendasi
Kebijakan
(1) Kepala Umum dan SDM
Wilayah BPJS Ketenagakerjaan
Kanwil Banten
(2) Kepala Pemasaran Wilayah
BPJS Ketenagakerjaan Kanwil
Banten
(3) Penata Senior (Account
Management) BPJS
Ketenagakerjaan Kanwil Banten
(1) Kepala Umum dan SDM
Wilayah BPJS Ketenagakerjaan
Kanwil Banten
(2) Kepala Pemasaran Wilayah
BPJS Ketenagakerjaan Kanwil
Banten
(3) Kasie. Pengupahan dan Jaminan
Sosial (Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Banten)
BPJS Ketenagakerjaan Kanwil
mengenai Jaminan Hari Tua.
(1) Dampak di masa akan datang dari
Program atau jaminan BPJS
Ketenagakerjaan.
(2) Manfaat dari transformasi PT.
Jamsostek yang berubah menjadi
BPJS Ketenagakerjaan.
(3) Peramalan dimasa depan mengenai
kebijakan pelaksanaan BPJS
Ketenagakerjaan.
(1) Rekomendasi yang ditawarkan
diharapkan mampu menjawab
permasalahan yang ada, sehingga
adakah alternatif kebijakan dalam
pelaksanaan kebijakan BPJS
Ketenagakerjaan.
103
4. Pemantauan
Hasil
Kebijakan
5. Evaluasi
Kinerja
Kebijakan
(1) Kepala Umum dan SDM
Wilayah BPJS Ketenagakerjaan
Kanwil Banten
(2) Kepala Pemasaran Wilayah
BPJS Ketenagakerjaan Kanwil
Banten
(3) Penata Senior BPJS
Ketenagakerjaan Kanwil Banten
(4) Tenaga Kerja Penerima Upah
(5) Tenaga Kerja Program Jasa
Konstruksi
(6) Perusahaan Penerima Upah
(1) Kepala Umum dan SDM
Wilayah BPJS Ketenagakerjaan
Kanwil Banten
(2) Kepala Pemasaran Wilayah
BPJS Ketenagakerjaan Kanwil
Banten
(3)Penata Senior BPJS
Ketenagakerjaan Kanwil
Banten
(1) Bagaimana pemantauan hasil
dalam pelaksanaan BPJS
Ketenagakerjaan.
(1) Hasil evaluasi dalam pelaksanaan
kebijakan BPJS Ketenagakerjaan
(2) Apa yang menjadi target serta
sasaran kebijakan BPJS
Ketenagakerjaan.
104
Selain wawancara sebagai alat bantu pengumpulan data utama, peneliti juga
menggunakan teknik pengumpulan data lainnya yang digunakan dalam penelitian
ini diantaranya:
a. Studi lapangan langsung (observasi), merupakan pengumpulan data uang
dibutuhkan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian. Menurut Nasution
dalam (Sugiyono, 2008:226), menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua
ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta
mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Observasi ini ini
dipergunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang
Bagaimana proses transformasi organisasi PT.Jamsostek (Persero) menjadi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah
Banten.
b. Studi dokumentasi, merupakan studi yang digunakan untuk mencari dan
memperoleh data skunder. Studi dokumentasi adalah setiap bahan tertulis baik
berupa karangan, memo, pengumuman, instruksi, majalah, buletin, pernyataan,
aturan suatu lembaga masyarakat, dan berita yang disiarkan kepada media
massa. Dari uraian diatas maka metode dokumentasi adalah pengumpulan data
dengan meneliti catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan
obyek penelitian. Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara
jelas dan konkret tentang bagaimana proses transformasi organisasi PT.
105
Jamsostek (Persero) menjadi Badan penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten.
3.6. Informan Penelitian
Informan adalah seseorang atau kelompok orang yang menjadi sumber data
dalam penelitian atau orang yang memberikan keterangan kepada peneliti.
Informan terbagi menjadi dua yaitu informan kunci dan informan susulan. Menurut
Morse dalam (Denzin, 2009:289), seorang informan yang baik adalah seseorang
yang mampu menangkap, memahami, dan memenuhi permintaan peneliti, memiliki
kemampuan reflektif, bersifat artikulatif, meluangkan waktu untuk wawancara, dan
bersemangat untuk berperan serta dalam penelitian. Penentuan informan dalam
penelitian mengenai Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero)
Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah
Banten menggunakan teknik Purposive Sampling. Menurut Patton dalam (Denzin,
2009:290). Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 3.2.
106
Tabel 3.2
Informan Penelitian
Kode
Informan
Informan
Peran dan Fungsi
I1-1 Kepala Umum dan SDM Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Pengarah, pemantau, pengendali kegiatan yang terkiat dengan pengelolaan SDM, pengadaan barang dan jasa.
I1-2 Kepala Pemasaran Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Pengarah, pemantau kegiatan pengebangan dan pengelolaan kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Banten.
I1-3 Penata Senior BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan kepesertaan, sebagai monitoring, dan controling kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
I1-4 Penata Madya SDM BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Melaksanakan kegiatan yang terkait dengan pengelolaan SDM di Kanwil, serta melakukan koordinasi untuk pengelolaan SDM di KCP.
I1-5 Kepala Seksi Pengupahan dan Jaminan Sosial (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi)
Stakeholder yang menggerakkan tenaga kerja dan perusahaan untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
I2-1 Tenaga Kerja Penerima Upah Peserta BPJS Ketenagakerjaan
I2-2 Tenaga Kerja Program Jasa Konstruksi
Peserta BPJS Ketenagakerjaan
I3-1 Perusahaan Penerima Upah Peserta BPJS Ketenagakerjaan
I3-2 Perusahaan Program Jasa Konstruksi Peserta BPJS Ketenagakerjaan
(Sumber: Peneliti, 2015)
107
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah menepatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2012:63). Kegiatan
analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini analisis
data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen dalam (Irawan, 2006:73), analisis data
kualitatif adalah:
“Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkip interview, catatan di lapangan, dan bahan-bahan lain yang anda dapatkan, yang kesemuanya itu anda kumpulkan untuk meningkatkan pemahaman anda (terhadap suatu fenomena) yang membantu anda untuk mempresentasikan penemuan anda kepada orang lain”.
Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknis data
kualitatif model interaktif dari Miles dan Hubberman dalam (Silalahi, 2010:339),
kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan sebagai sesuatu yang jalin
menjalin merupakan proses siklus dan interaktif pada saat sebelum, selama, dan
sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar untuk membangun wawasan
umum yang disebut analisis. Berikut komponen-komponen analisis data model
interaktif pada gambar 3.1.
108
Gambar 3.1
Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif
(Sumber: Miles dan Hubberman (Silalahi, 2010:340))
Berdasarkan gambar diatas dijelaskan bahwa dalam pandangan ini, tiga
jenis dalam kegiatan analsis data dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri
merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti bergerak diantara empat sumbu
kumpulan tersebut selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak-balik
diantara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan/verifikasi selama
sisa waktu penelitian. Untuk lebih jelasnya, maka kegiatan analisis data dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Koleksi Data
Koleksi data merupakan tahapan dalam proses penelitian yang penting,
karena hanya dengan mendapatkan data yang tepat maka proses penelitian akan
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Kesimpulan-kesimpulan
Penarikan/Verifikasi
109
berlangsung sampai peneliti mendapatkan jawaban dari perumusan masalah
yang sudah ditetapkan. Data yang kita cari harus sesuai dengan tujuan
penelitian.
2. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya
dapat ditarik dan diferivikasi. Reduksi data atau proses transformasi ini
berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap
tersusun. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,
kompleks, dan rumit. Untuk itu perlu dicatat secara rinci dan teliti. Kemudian
segera dilakukan analisis data melalui reduksi data.
3. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka alur yang kedua yang penting dalam
kegiatan analisis dalam penelitian kualitatif adalah penyajian data, yaitu sebagai
sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan
kesimpulan dan mengambil tindakan. Dalam penelitian kualitatif ini, penyajian
data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau teks naratif selain itu
dapat berupa grafik, matriks, network (jaringan kerja) dan bagan.
4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Hubberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi, yaitu menyiapkan dari
110
temuan-temuan penelitian untuk dijadikan suatu kesimpulan penelitian.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan, mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Oleh
karena itu, kesimpulan harus diverifikasi selama penelitian berlangsung.
3.8. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti bagaimana pelaksanaan
Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten. Adapun waktu
penelitian ini dimulai September 2014 sampai dengan Februari 2016. Jadwal
rencana penelitian terlampir pada tabel 3.3 berikut.
111
Tabel 3.3
Jadwal Rencana Penelitian
No Kegiatan Waktu Pelaksanaan
Bulan 2014 2015 2016
1 Pengajuan Judul Skripsi 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2
2 Pengumuman ACC Judul Skripsi
3
Perijinan dan Penelitian Awal
4 Pengumpulan
Data
5 Penyusunan Proposal
6
Bimbingan dan Revisi Proposal
7
Seminar dan Revisi Seminar Proposal
8 Observasi dan
Wawancara 9 Analisis Data
10 Penyusunan Hasil Penelitian
11 Sidang Skripsi
Keterangan:
(1) Januari, (2) Februari, (3) Maret, (4) April, (5) Mei, (6) Juni, (7) Juli, (8) Agustus, (9) September, (10) Oktober, (11) November, (12) Desember.
112
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Deskripsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Kantor Wilayah Banten
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan merupakan program
publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko
sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme
asuransi sosial.Sebagai Lembaga Negara yang bergerak dalam bidang asuransi
sosial BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT. Jamsostek (Persero)
merupakan pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja.
BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama PT. Jamsostek (Jaminan sosial
tenaga kerja), yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No. 24
Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan
sejak tanggal 1 Januari 2014. Direktur utama saat ini adalah Elvyn G. Masassya.
BPJS Ketenagakerjaan dipercaya untuk tetap menyelenggarakan program jaminan
sosial tenaga kerja, yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan
Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT) dengan penambahan Jaminan Pensiun
mulai 1 Juli 2015.
113
Kini dengan sistem penyelenggaraan yang semakin maju, program BPJS
Ketenagakerjaan tidak hanya memberikan manfaat kepada pekerja dan pengusaha
saja, tetapi juga memberikan kontribusi penting bagi peningkatan pertumbuhan
ekonomi bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
4.1.1.1. Sejarah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung
jawab dan kewajiban Negara - untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi
kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara.
Indonesia seperti halnya negara berkembang lainnya, mengembangkan program
jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang
didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.
Sejarah terbentuknya BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT. Jamsostek
mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951
tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo
PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan
kesehatan buruh, PMP No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh,
PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS),
diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara
kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.
114
Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut
landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun
1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial
tenaga kerja (PT. Astek), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta
dan BUMN untuk mengikuti program Astek. Terbit pula PP No.34/1977 tentang
pembentukan wadah penyelenggara Astek yaitu Perum Astek. Tonggak penting
berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (PT. Jamsostek). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT. Jamsostek
sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek
memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga
kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus
penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya
penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang
itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat
2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan
rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatkan
115
motivasi maupun produktivitas kerja. Kiprah Perusahaan yang mengedepankan
kepentingan dan hak normatif Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai
saat ini, PT. Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4 (empat) program,
yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian
(JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi
seluruh tenaga kerja dan keluarganya.
Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1
Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT
Jamsostek tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga
kerja, yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari
Tua, dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015. Pada tahun 2014
pemerintah menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
sebagai program jaminan sosial bagi masyarakat sesuai UU No. 24 Tahun 2011,
Pemerintah mengganti nama Askes yang dikelola PT. Askes Indonesia (Persero)
menjadi BPJS Kesehatan dan mengubah Jamsostek yang dikelola PT. Jamsostek
(Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
116
4.1.1.2. Filosofi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Filosofi Badan Penyelenggara Jamian Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan BPJS
Ketenagakerjaan dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi
risiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam
membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya
bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan
bukan dari belas kasihan orang lain. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal,
pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan dilakukan secara gotong royong,
dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit dan yang
berpenghasilan tinggi membantu yang berpenghasilan rendah.
4.1.1.3. Hak dan Kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan
A. Program Jaminan Hari Tua (JHT)
1. Kepesertaan:
1) Penerima upah selain penyelenggara negara:
a. Semua pekerja baik yang bekerja pada perusahaan dan perseorangan
b. Orang asing yang bekerja di Indonesia lebih dari 6 bulan
117
2) Bukan penerima upahPemberi kerja
a. Pekerja di luar hubungan kerja/mandiri
b. Pekerja bukan penerima upah selain poin 2
3) Pekerja bukan penerima upah selain pekerja di luar hubungan
kerja/mandiri
a. Jika pengusaha mempunyai lebih dari satu perusahaan, masing-
masing wajib terdaftar
b. Jika peserta bekerja di lebih dari satu perusahaan, masing-masing
wajib didaftarkan sesuai penahapan kepesertaan
c. Pendaftaran
2. Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang besarnya merupakan nilai
akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya, yang dibayarkan secara
sekaligus apabila :
1) Peserta mencapai usia 56 tahun
2) Meninggal dunia
3) Cacat total tetap
Usia pensiun termasuk peserta yang berhenti bekerja karena
mengundurkan diri, terkena PHK dan sedang tidak aktif bekerja atau peserta
yang meninggalkan wilayah Indonesia untuk selamanya. Hasil
pengembangan JHT paling sedikit sebesar rata-rata bunga deposito counter
118
rate bank pemerintah. Manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun dapat
diambil sebagian jika mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Diambil maksimal 10 % dari total saldo sebagai persiapan usia pensiun.
2) Diambil maksimal 30% dari total saldo untuk uang perumahan.
Pengambilan sebagian tersebut hanya dapat dilakukan sekali selama
menjadi peserta. Jika setelah mencapai usia 56 tahun peserta masih bekerja
dan memilih untuk menunda pembayaran JHT maka JHT dibayarkan saat
yang bersangkutan berhenti bekerja. Jaminan Hari Tua diselenggarakan
secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib (UU
No. 40 Tahun 2004 Pasal 35 ayat 1 dan penjelasannya). BPJS
Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada peserta mengenai
besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya 1 (satu) kali dalam
setahun. Apabila peserta meninggal dunia, urutan ahli waris yang berhak
atas manfaat JHT adalah janda/duda, anak, orang tua, cucu, saudara
kandung, mertua, pihak yang ditunjuk dalam wasiat, dan apabila tidak ada
ahli waris dan wasiat maka JHT dikembalikan ke Balai Harta Peninggalan.
119
Tabel 4.1
Langkah-langkah Kepesertaan Program Jaminan Hari Tua
Keterangan Penerima Upah Bukan Penerima Upah
Cara Pendaftaran
Didaftarkan melalui perusahaan
Jika perusahaan lalai, pekerja dapat mendaftarkan dirinya sendiri dengan melampirkan :
a. Perjanjian kerja atau bukti lain sebagai pekerja
b. KTP c. Kartu Keluarga
Dapat mendaftarkan dirinya kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai penahapan baik sendiri-sendiri maupun melalui wadah
Bukti Peserta 1. Nomor peserta diterbitkan 1 hari setelah dokumen pendaftaran diterima lengkap dan iuran pertama dibayar lunas
2. Kartu diterbitkan paling lama 7 hari setelah dokumen pendaftaran diterima lengkap dan iuran pertama dibayar lunas
3. Kepesertaan terhitung sejak nomor kepesertaan diterbitkan
1. Nomor peserta diterbitkan 1 hari setelah dokumen pendaftaran diterima lengkap dan iuran pertama dibayar lunas
2. Kartu diterbitkan paling lama 7 hari setelah dokumen pendaftaran diterima lengkap dan iuran pertama dibayar lunas
3. Kepesertaan terhitung sejak nomor kepesertaan diterbitkan
Pindah Perusahaan
Wajib meneruskan kepesertaan dengan harus menginformasikan kepesertaan Jaminan Hari Tua nya yang lama ke perusahaan yang baru
-
Perubahan data
Wajib disampaikan oleh perusahaan kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 hari sejak terjadinya perubahan
Wajib disampaikan oleh peserta atau wadah kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 hari sejak terjadinya perubahan
(Sumber: www.bpjsketenagakerjaan.go.id, diakses tanggal 05 Januari 2016)
120
Keterangan:
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan, langkah-langkah kepesertaan Jaminan
Hari Tua untuk tenaga kerja penerima upah dapat dimulai cara pendaftarannya di
daftarkan oleh perusahaan, namun bila perusahaan lalai, tenaga kerja bisa
mendaftarkan sendiri dengan panduannya sebagai berikut: adanya Perjanjian kerja
atau bukti lain sebagai pekerja, menyerahkan KTP dan Kartu Keluarga (KK).
Untuk tenaga kerja bukan penerima upah, cara pendaftarannya, dapat mendaftarkan
dirinya kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai penahapan baik sendiri-sendiri
maupun melalui wadah. Setelah melalui proses pendaftaran, waktunya tenaga kerja
untuk menunjukkan bukti kepesertaannya. Untuk tenaga kerja penerima upah
langkahnya adalah sebagai berikut: nomor peserta diterbitkan 1 hari setelah
dokumen pendaftaran diterima lengkap dan iuran pertama dibayar lunas, kartu
diterbitkan paling lama 7 hari setelah dokumen pendaftaran diterima lengkap dan
iuran pertama dibayar lunas, dan kepesertaan terhitung sejak nomor kepesertaan
diterbitkan. Untuk tenaga kerja bukan penerima upah langkahnya sebagai berikut:
nomor peserta diterbitkan 1 hari setelah dokumen pendaftaran diterima lengkap dan
iuran pertama dibayar lunas, kartu diterbitkan paling lama 7 hari setelah dokumen
pendaftaran diterima lengkap dan iuran pertama dibayar lunas, dan kepesertaan
terhitung sejak nomor kepesertaan diterbitkan. Bagi tenaga kerja penerima upah
yang akan pindah perusahaan, wajib meneruskan kepesertaan dengan harus
menginformasikan kepesertaan Jaminan Hari Tua nya yang lama ke perusahaan
121
yang baru. Yang terakhir adalah langkah untuk perubahan data. Bagi tenaga kerja
penerima upah untuk perubahan data, mereka wajib disampaikan oleh perusahaan kepada
BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 hari sejak terjadinya perubahan. Sedangkan untuk
tenaga kerja bukan penerima upah, wajib disampaikan oleh peserta atau wadah kepada
BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 hari sejak terjadinya perubahan.
Tabel 4.2
Iuran dan tata cara pembayaran
Keterangan Penerima Upah Bukan Penerima Upah
Besar Iuran 5,7% dari upah:
1. 2% pekerja 2. 3,7% pemberi kerja
1. Didasarkan pada nominal tertentu yang ditetapkan dalam daftar sesuai lampiran I PP
2. Daftar iuran dipilih oleh peserta sesuai penghasilan peserta masing-masing
Upah yang dijadikan dasar
Upah sebulan, yaitu terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap
-
Cara pembayaran
1. Dibayarkan oleh perusahaan 2. Paling lama tanggal 15 bulan
berikutnya
1. Dibayarkan sendiri atau melalui wadah.
2. Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya.
Denda 2% untuk tiap bulan keterlambatan dari iuran yang dibayarkan
-
(Sumber: www.bpjsketenagakerjaan.go.id, diakses tanggal 05 Januari 2016)
122
Keterangan:
Dari tabel tersebut dapat dijelaskan iuran dan tata cara pembayaran Jaminan
Hari Tua untuk tenaga kerja penerima upah yaitu 2% pekerja, dan 3,7% pemberi
kerja. Sedangkan untuk tenaga kerja bukan penerima upah besaran iuran yang
dibayarkan adalah didasarkan pada nominal tertentu yang ditetapkan dalam daftar
sesuai lampiran I PP, dan daftar iuran dipilih oleh peserta sesuai penghasilan
peserta masing-masing. Untuk tenaga kerja penerima upah, upah yang dijadikan
dasar yaitu upah sebulan, yaitu terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap. Cara
pembayaran untuk tenaga kerja penerima upah, yaitu dibayarkan oleh perusahaan,
dan paling lama tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan untuk tenaga kerja bukan
penerima upah dibayarkan sendiri atau melalui wadah, dan paling lama tanggal 15
bulan berikutnya. Denda yang harus dibayarkan oleh tenaga kerja penerima upah
bila pembayaran terlambat adalah sebesar 2% untuk tiap bulan keterlambatan.
B. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Jaminan Kecelakaan Kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 29 ayat 1 ). Memberikan
perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja
atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
123
Iuran dibayarkan oleh pemberi kerja yang dibayarkan (bagi peserta
penerima upah), tergantung pada tingkat risiko lingkungan kerja, yang besarannya
dievaluasi paling lama 2 (tahun) sekali, dan mengacu pada tabel 4.3 sebagai
berikut:
Tabel 4.3
Pembayaran Iuran Program Jaminan Kecelakaan Kerja
No Tingkat Risiko Lingkungan Kerja Besaran Persentase
1. tingkat risiko sangat rendah 0,24 % dari upah sebulan
2. tingkat risiko rendah 0,54 % dari upah sebulan
3. tingkat risiko sedang 0,89 % dari upah sebulan
4. tingkat risiko tinggi 1,27 % dari upah sebulan
5. tingkat risiko sangat tinggi 1,74 % dari upah sebulan
(Sumber: www.bpjsketenagakerjaan.go.id, diakses tanggal 05 Januari 2016)
Keterangan:
Dari tabel diatas dapat dijelaskan, pembayaran iuran program jaminan
kecelakaan kerja untuk tingkat risiko sangat rendah sebesar 0,24 % dari upah
sebulan, untuk tingkat risiko rendah sebesar 0,54 % dari upah sebulan, untuk
tingkat risiko sedang sebesar 0,89 % dari upah sebulan, untuk tingkat risiko tinggi
124
sebesar 1,27 % dari upah sebulan, yang terakhir untuk tingkat risiko sangat tinggi
sebesar 1,74 % dari upah sebulan.
Untuk kecelakaan kerja yang terjadi sejak 1 Juli 2015, harus diperhatikan
adanya masa kadaluarsa klaim untuk mendapatkan manfaat.Masa kadaluarsa klaim
selama selama 2 (dua) tahun dihitung dari tanggal kejadian kecelakaan. Perusahaan
harus tertib melaporkan baik secara lisan (manual) ataupun elektronik atas kejadian
kecelakaan kepada BPJS Ketenagakerjaan selambatnya 2 kali 24 jam setelah
kejadian kecelakaan, dan perusahaan segera menindaklanjuti laporan yang telah
dibuat tersebut dengan mengirimkan formulir kecelakaan kerja tahap I yang telah
dilengkapi dengan dokumen pendukung. Manfaat yang diberikan, antara lain:
Tabel 4.4
Manfaat dari Program Jaminan Kecelakaan Kerja
No Manfaat Keterangan
1. Pelayanan kesehatan (perawatan dan pengobatan), antara lain:
1. pemeriksaan dasar dan penunjang; 2. perawatan tingkat pertama dan lanjutan; 3. rawat inap dengan kelas ruang perawatan yang
setara dengan kelas I rumah sakit pemerintah; 4. perawatan intensif (HCU, ICCU, ICU); 5. penunjang diagnostic; 6. pengobatan dengan obat generik (diutamakan)
dan/atau obat bermerk (paten) 7. pelayanan khusus; 8. alat kesehatan dan implant; 9. jasa dokter/medis;
1. Pelayanan kesehatan diberikan tanpa batasan plafon sepanjang sesuai kebutuhan medis (medical need)
2. Pelayanan kesehatan diberikan melalui fasilitas kesehatan yang telah bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan (trauma center BPJS Ketenagakerjaan)
3. Penggantian biaya (reimbursement) atas perawatan dan pengobatan, hanya berlaku untuk daerah remote area atau didaerah yang tidak ada trauma center BPJS. Ketenagakerjaan. Penggantian biaya
125
10. operasi; 11. transfusi darah (pelayanan darah); dan 12. rehabilitasi medik.
diberikan sesuai ketentuan yang berlaku
2. Santunan berbentuk uang, antara lain:
A. Penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan kerja/penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;.
1. Angkutan darat/sungai/danau diganti maksimal Rp1.000.000,- (satu juta rupiah).
2. Angkutan laut diganti maksimal Rp1.500.000 (satu setengah juta rupiah).
3. Angkutan udara diganti maksimal Rp2.500.000 (dua setengah juta rupiah).
B. Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), dengan perincian penggantian, sebagai berikut:
1. 6 (enam) bulan pertama diberikan sebesar 100% dari upah.
2. 6 (enam) bulan kedua diberikan sebesar 75% dari upah.
3. 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan sebesar 50% dari upah.
C. Santunan Kecacatan 1. Cacat Sebagian Anatomis sebesar = % sesuai
tabel x 80 x upah sebulan. 2. Cacat Sebagian Fungsi = % berkurangnya fungsi
x % sesuai tabel x 80 x upah sebulan. 3. Cacat Total Tetap = 70% x 80 x upah sebulan.
D. Santunan kematian dan biaya pemakaman 1. Santunan Kematian sebesar = 60 % x 80 x upah
sebulan, sekurang kurangnya sebesar Jaminan Kematian.
A. Perhitungan biaya transportasi untuk kasus kecelakaan kerja yang menggunakan lebih dari satu jenis transportasi berhak atas biaya maksimal dari masing-masing angkutan yang digunakan dan diganti sesuai bukti/kuitansi dengan penjumlahan batasan maksimal dari semua jenis transportasi yang digunakan
B. Dibayarkan kepada pemberi kerja (sebagai pengganti upah yang diberikan kepada tenaga kerja) selama peserta tidak mampu bekerja sampai peserta dinyatakan sembuh atau cacat sebagian anatomis atau cacat sebagian fungsi atau cacat total tetap atau meninggal dunia berdasarkan surat keterangan dokter yang merawat dan/atau dokter penasehat.
C. Jenis dan besar persentase kecacatan dinyatakan oleh dokter yang merawat atau dokter penasehat yang ditunjuk oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI, setelah peserta selesai menjalani perawatan dan pengobatan.
D. Tabel kecacatan diatur dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang
126
2. Biaya Pemakaman Rp3.000.000,-. 3. Santunan berkala selama 24 bulan yang dapat
dibayar sekaligus= 24 x Rp200.000,- = Rp4.800.000,-.
Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
3. Program Kembali Bekerja (Return to Work) berupa pendampingan kepada peserta yang mengalami kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang berpotensi mengalami kecacatan, mulai dari peserta masuk perawatan di rumah sakit sampai peserta tersebut dapat kembali bekerja.
-
4. Kegiatan Promotif dan Preventif untuk mendukung terwujudnya keselamatan dan kesehatan kerja sehingga dapat menurunkan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
-
5. Rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi Peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat Kecelakaan Kerja untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Umum Pemerintah ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut serta biaya rehabilitasi medik.
-
6. Beasiswa pendidikan anak bagi setiap peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap akibat kecelakaan kerja sebesar Rp12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk setiap peserta.
-
7. Terdapat masa kadaluarsa klaim 2 tahun sejak kecelakaan terjadi dan tidak dilaporkan oleh perusahaan.
-
(Sumber: www.bpjsketenagakerjaan.go.id, diakses tanggal 05 Januari 2016)
127
C. Program Jaminan Kematian (JKM)
Jaminan Kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 43 ayat 1 ). Memberikan manfaat
uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia bukan
akibat kecelakaan kerja. Iuran Jaminan Kematian adalah:
1. Bagi peserta penerima gaji atau upah sebesar 0,30% (nol koma tiga puluh
persen) dari gaji atau upah sebulan.
2. Iuran JKM bagi peserta bukan penerima upah sebesar Rp 6.800,00 (enam
ribu delapan ratus Rupiah) setiap bulan.
Manfaat Jaminan Kematian dibayarkan kepada ahli waris peserta, apabila
peserta meninggal dunia dalam masa aktif (manfaat perlindungan 6 bulan tidak
berlaku lagi), terdiri atas:
1. Santunan sekaligus Rp16.200.000,00 (enam belas juta dua ratus ribu
rupiah).
2. Santunan berkala 24 x Rp200.000,00 = Rp4.800.000,00 (empat juta delapan
ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus.
3. Biaya pemakaman sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
4. Beasiswa pendidikan anak diberikan kepada setiap peserta yang meninggal
dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa iur paling
128
singkat 5 (lima) tahun yang diberikan sebanyak Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah) untuk setiap peserta.
D. Program Jaminan Pensiun
Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk
mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya
dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun,
mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Jaminan Pensiun
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan
wajib dan manfaat pasti (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 39 ayat 1, Pasal 39 ayat 3
dan penjelasannya). Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan setiap
bulan kepada peserta yang memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap,
atau kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia.
Kepesertaan Program Jaminan Pensiun
Peserta Program Jaminan Pensiun adalah pekerja yang terdaftar dan telah
membayar iuran. Peserta merupakan pekerja yang bekerja pada pemberi kerja
selain penyelenggara negara, yaitu peserta penerima upah yang terdiri dari:
1. Pekerja pada perusahaan
2. Pekerja pada orang perseorangan
129
Selain itu, pemberi kerja juga dapat mengikuti Program Jaminan Pensiun
sesuai dengan penahapan kepesertaan. Pekerja yang didaftarkan oleh pemberi kerja
mempunyai usia paling banyak 1 (satu) bulan sebelum memasuki usia pensiun.
Usia pensiun untuk pertama kali ditetapkan 56 tahun dan mulai 1 Januari 2019, usia
pensiun menjadi 57 tahun dan selanjutnya bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3
(tiga) tahun berikutnya sampai mencapai Usia Pensiun 65 tahun. Dalam hal
pemberi kerja nyata-nyata lalai tidak mendaftarkan Pekerjanya, Pekerja dapat
langsung mendaftarkan dirinya kepada BPJS Ketenagakerjaan.Dalam hal peserta
pindah tempat kerja, Peserta wajib memberitahukan kepesertaannya kepada
Pemberi Kerja tempat kerja baru dengan menunjukkan kartu peserta BPJS
Ketenagakerjaan. Selanjutnya Pemberi Kerja tempat kerja baru meneruskan
kepesertaan pekerja.
Iuran Program Jaminan Pensiun
Iuran program jaminan pensiun dihitung sebesar 3%, yang terdiri atas 2%
iuran pemberi kerja dan 1% iuran pekerja.
1. Upah setiap bulan yang dijadikan dasar perhitungan iuran terdiri atas upah
pokok dan tunjangan tetap. Untuk tahun 2015 batas paling tinggi upah yang
digunakan sebagai dasar perhitungan ditetapkan sebesar Rp 7 Juta (tujuh juta
rupiah). BPJS Ketenagakerjaan menyesuaikan besaran upah dengan
menggunakan faktor pengali sebesar 1 (satu) ditambah tingkat pertumbuhan
130
tahunan produk domestik bruto tahun sebelumnya. Selanjutnya BPJS
Ketenagakerjaan menetapkan serta mengumumkan penyesuaian batas upah
tertinggi paling lama 1 (satu) bulan setelah lembaga yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dibidang statistik (BPS) mengumumkan data produk
domestik bruto.
2. Mekanisme pembayaran iuran mengikuti program paket.
3. Pemberi kerja wajib membayar iuran paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
4. Pemberi kerja yang tidak memenuhi ketentuan pembayaran iuran dikenakan
denda sebesar 2% setiap bulan keterlambatan.
Manfaat Program Jaminan Pensiun
1. Manfaat Pensiun Hari Tua (MPHT)
Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta (yang
memenuhi masa iuran minimum 15 tahun yang setara dengan 180 bulan) saat
memasuki usia pensiun sampai dengan meninggal dunia.
2. Manfaat Pensiun Cacat (MPC)
Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta (kejadian
yang menyebabkan cacat total tetap terjadi paling sedikit 1 bulan menjadi
peserta dan density rate minimal 80%) yang mengalami cacat total tetap akibat
kecelakaan tidak dapat bekerja kembali atau akibat penyakit sampai meninggal
131
dunia. Manfaat pensiun cacat ini diberikan sampai dengan meninggal dunia
atau peserta bekerja kembali.
3. Manfaat Pensiun Janda/Duda (MPJD)
Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada janda/duda yang
menjadi ahli waris (terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan) sampai dengan
meninggal dunia atau menikah lagi, dengan kondisi peserta:
a. Meninggal dunia bila masa iur kurang dari 15 tahun, dimana masa iur yang
digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan ketentuan
memenuhi minimal 1 tahun kepesertaan dan density rate 80%.
b. Meninggal dunia pada saat memperoleh manfaat pensiun MPHT.
4. Manfaat Pensiun Anak (MPA)
Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada anak yang menjadi
ahli waris peserta (maksimal 2 orang anak yang didaftarkan pada program
pensiun) sampai dengan usia anak mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun,
atau bekerja, atau menikah dengan kondisi peserta:
a. Meninggal dunia sebelum masa usia pensiun bila masa iur kurang dari 15
tahun, masa iur yang digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15 tahun
dengan ketentuan minimal kepesertaan 1 tahun dan memenuhi density rate
80% dan tidak memiliki ahli waris janda/duda.
132
b. Meninggal dunia pada saat memperoleh manfaat pensiun MPHT dan tidak
memiliki ahli waris janda/duda.
c. Janda/duda yang memperoleh manfaat pensiun MPHT meninggal dunia.
5. Manfaat Pensiun Orang Tua (MPOT)
Manfaat yang diberikan kepada orang tua (bapak / ibu) yang menjadi
ahli waris peserta lajang, bila masa iur peserta lajang kurang dari 15 tahun,
masa iur yang digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan
ketentuan memenuhi minimal kepesertaan 1 tahun dan memenuhi density rate
80%.
6. Manfaat Lumpsum
Peserta tidak berhak atas manfaat pensiun bulanan, akan tetapi berhak
mendapatkan manfaat berupa akumulasi iurannya ditambah hasil
pengembangannya apabila:
a. Peserta memasuki Usia Pensiun dan tidak memenuhi masa iur minimum 15
tahun.
b. Mengalami cacat total tetap dan tidak memenuhi kejadian cacat setelah
minimal 1 bulan menjadi peserta dan minimal density rate80%.
c. Peserta meninggal dunia dan tidak memenuhi masa kepesertaan minimal 1
tahun menjadi peserta dan minimal density rate 80%.
133
7. Manfaat Pensiun diberikan berupa manfaat pasti yang ditetapkan sebagai
berikut:
a. Untuk 1 (satu) tahun pertama, Manfaat Pensiun dihitung berdasarkan
formula Manfaat Pensiun; dan
b. Untuk setiap 1 (satu) tahun selanjutnya, Manfaat Pensiun dihitung sebesar
Manfaat Pensiun dihitung sebesar Manfaat Pensiun tahun sebelumnya dikali
faktor indeksasi.
8. Formula Manfaat Pensiun adalah 1% (satu persen) dikali Masa iur dibagi 12
(dua belas) bulan dikali rata-rata upah tahunan tertimbang selama Masa Iur
dibagi 12 (dua belas).
9. Pembayaran Manfaat Pensiun dibayarkan untuk pertama kali setelah dokumen
pendukung secara lengkap dan pembayaran Manfaat Pensiun bulan berikutnya
setiap tanggal 1 bulan berjalan dan apabila tanggal 1 jatuh pada hari libur,
pembayaran dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.
10. Dalam hal peserta telah memasuki Usia Pensiun tetapi yang bersangkutan
diperkerjakan, Peserta dapat memilih untuk menerima Manfaat Pensiun pada
saat mencapai Usia Pensiun atau pada saat berhenti bekerja dengan ketentuan
paling lama 3 (tiga) tahun setelah Usia Pensiun.
11. Penerima manfaat pensiun adalah peserta atau ahli waris peserta yang berhak
menerima manfaat pensiun.
134
4.1.1.4. Visi dan Misi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
A. Visi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Menjadi Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berkelas dunia,
terpercaya, bersahabat dan unggul dalam Operasional dan Pelayanan.
B. Misi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang memenuhi
perlindungan dasar bagi tenaga kerja serta menjadi mitra terpercaya bagi:
a. Tenaga Kerja: Memberikan perlindungan yang layak bagi tenaga kerja dan
keluarga.
b. Pengusaha: Menjadi mitra terpercaya untuk memberikan perlindungan kepada
tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas.
c. Negara: Berperan serta dalam pembangunan.
4.1.1.5. Motto, Nilai-nilai, dan Etika Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan
A. Motto Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
“Menjadi Jembatan Menuju Kesejahteraan Pekerja”
135
B. Nilai-Nilai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
a. Iman: Taqwa, berfikir positif, tanggung jawab, pelayanan tulus ikhlas.
b. Profesional: Berprestasi, bermental unggul, proaktif dan bersikap positif
terhadap perubahan dan pembaharuan.
c. Teladan: Berpandangan jauh kedepan, penghargaan dan pembimbingan
(reward & encouragement), pemberdayaan.
d. Integritas: Berani, komitmen, keterbukaan.
e. Kerjasama: Kebersamaan, menghargai pendapat, menghargai orang lain.
C. Etika Kerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaa
a. Teamwork: Memiliki kemampuan dalam membangun kerjasama dengan
orang lain atau dengan kelompok untuk mencapai tujuan perusahaan.
b. Open Mind: Memiliki kemampuan untuk membuka pikiran dan menerima
gagasangagasan baru yang lebih baik.
c. Passion: Bersemangat dan antusias dalam melaksanakan pekerjaan.
d. Action: Segera melaksanakan rencana/pekerjaan/tugas yang telah disepakati
dan ditetapkan bersama.
e. Sense: Rasa memiliki, kepedulian, ikut bertanggung jawab dan memiliki
inisiatif yang tinggi untuk memecahkan masalah perusahaan.
136
4.1.1.6. Total Benefit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Pemberian manfaat yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja peserta BPJS Ketenagakerjaan dan atau keluarganya, serta membantu
badan/unit usaha yang mempunyai keterkaitan langsung dengan peningkatan
kesejahteraan peserta. Manfaat merupakan pengalihan dari aset dan liabilitas Dana
Peningkatan Kesejahteraan Peserta yang sebelumnya dikelola oleh BPJS
Ketenagakerjaan. Total benefit tidak dimaksudkan untuk memupuk keuntungan,
sehingga pengelolaan keuangannya berpedoman kepada ketentuan-ketentuan
pengelolaan nirlaba. Tujuannya yaitu memperluas peranan BPJS Ketenagakerjaan
dalam memberikan manfaat layanan tambahan untuk meningkatkan kesejahteraan
peserta BPJS Ketenagakerjaan. Housing Benefit Merupakan program
bersamaantara BPJS Ketenagakerjaan, Bank dan Developer untuk memberikan
manfaat tambahan berupa perumahan yang terjangkau untuk pekerja pada satu
lokasi.Program yang berlangsung saat ini menggunakan fasilitas Pinjaman
Perumahan Kerjasama Bank. Housing Benefit juga ditujukan untuk membentuk
komunitas pekerja yang nantinya akan diintegrasikan dengan benefit lainnya
sehingga akan mereduce Living Cost dari pekerja.
137
4.2. Deskripsi Data
4.2.1. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan dari hasil penelitian. Dalam penelitian ini mengenai Analisis Kebijakan
Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten menggunakan jenis dan analisis
data pendekatan kualitatif. Dalam penelitian kuaitatif, maka data yang diperoleh
berbentuk kata dan kalimat berdasarkan hasil wawancara dengan informan
penelitian, observasi lapangan serta studi dokumentasi yang relevan dengan fokus
penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan
sejumlah informan penelitian, yang memiliki informasi terkait permasalahan yang
sedang diteliti. Selain wawancara pengumpulan data juga dilakukan melalui
observasi langsung ke lokasi penelitian serta studi dokumentasi. Data tersebut
merupakan data-data yang berkaitan dengan Analisis Kebijakan Transformasi PT.
Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten. Hasil pengumpulan data-data tersebut,
kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif sehingga
data-data tersebut dapat menghasilkan suatu pemahaman yang baru. Data-data yang
telah diperoleh selama proses penelitian, peneliti ubah kedalam bentuk tertulis,
138
kemudian dilakukan pengkodingan pada aspek tertentu. Dalam menyusun jawaban
penelitian, peneliti memberikan kode yaitu:
1. Kode Q menunjukkan item pertanyaan.
2. Kode Q1,Q2,Q3,Q4 dan seterusnya menunjukkan daftar urutan pertanyaan.
3. Kode A menunjukkan item jawaban
4. Kode A1,A2,A3,A4 dan seterusnya menunjukkan daftar urutan jawaban.
5. Kode I menunjukkan informan.
6. Kode I1-1, I1-2, I1-3, I1-4, I1-5, menunjukkan daftar urutan informan dari
kategori Instansi/Badan yaitu terdiri dari Badan Penyeenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan, dan Dinas Tenaga Kerja.
7. Kode I2-1, I2-2, menunjukkan daftar urutan informan dari tenaga kerja yang
menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di
wilayah Banten.
8. Kode I3-1, I3-2, menunjukkan daftar urutan informan dari perusahaan yang
menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di
wilayah Banten.
Hasil pengkodingan yang telah dilakukan kemudian dikategorikan
berdasarkan jawaban-jawaban yang sama yang berkaitan dengan pembahasan.
Kategorisasi ini dilakukan untuk mempermudah peneliti dalam membaca dan
menelaah jawaban-jawaban tersebut sehingga mudah dipahami.
139
4.2.2. Deskripsi Informan Penelitian
Pada penelitian mengenai Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek
(Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor
Wilayah Banten, dalam menentukkan informan, peneliti menggunakan teknik
purposive merupakan teknik penentuan informan dengan berdasarkan pada kriteria-
kriteria tertentu yang disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan. Adapun
informan-informan yang peneliti tentukkan. Merupakan orang-orang yang menurut
peneliti ahli atau mengetahui banyak mengenai kebijakan transformasi PT.
Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten. Informan dalam penelitian ini adalah
orang-orang yang terikat dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan khususnya di Kantor Wilayah Banten, dan orang-orang yang
terlibat. Untuk keabsahan data dan untuk menggali secara mendalam mengenai
penelitian ini, maka peneliti mengambil informan dari beberapa peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dari tenaga kerja dan perusahaan.
Berikut informan yang telah bersedia diwawancarai adalah:
140
Tabel 4.5
Daftar Informan
Kode
Informan
Informan
Peran dan Fungsi
I1-1 Kepala Umum dan SDM Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Pengarah, pemantau, pengendali kegiatan yang terkiat dengan pengelolaan SDM, pengadaan barang dan jasa.
I1-2 Kepala Pemasaran Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Pengarah, pemantau kegiatan pengebangan dan pengelolaan kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Banten.
I1-3 Penata Senior (Account Management) BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan kepesertaan, sebagai monitoring, dan controling kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
I1-4 Penata Madya SDM BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Melaksanakan kegiatan yang terkait dengan pengelolaan SDM di Kanwil, serta melakukan koordinasi untuk pengelolaan SDM di KCP.
I1-5 Kepala Seksi Pengupahan dan Jaminan Sosial (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi)
Stakeholder yang menggerakkan tenaga kerja dan perusahaan untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
I2-1 Tenaga Kerja Penerima Upah Peserta BPJS Ketenagakerjaan
I3-1 Perusahaan Penerima Upah Peserta BPJS Ketenagakerjaan
(Sumber: Peneliti, 2015)
4.2.3. Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian Kebijakan Transformasi
PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan, ini menggunakan model analisis data menurut Miles dan
Hubberman, yang mana prosesnya mencakup beberapa langkah yaitu yang
pertama, data collection (Pengumpulan Data). Pada penelitian mengenai Analisis
141
Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten, dalam tahap
pengumpulan data dilakukan dengan review dokumentasi, pemaparan tim ahli,
wawancara, observasi, pengumpulan data melalui kajian pustaka dan dokumentasi.
Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan dalam penelitian ini valid dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Langkah selanjutnya yaitu data reduction (reduksi data). Reduksi data
artinya merangkum atau memilih hal-hal yang pokok dan memfokuskan hal yang
penting. Dalam penelitian mengenai Analisis Kebijakan Transformasi PT.
Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten. Pada tahap reduksi data dilakukan
dengan cara membaca ulang data-data yang didapatkan saat pengumpulan data, dan
memilih data-data yang sesuai dengan fokus penelitian untuk kemudian disajikan.
Kemudian langkah selanjutnya adalah data display (penyajian data).
Penelitian mengenai Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero)
Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah
Banten, dalam tahap penyajian data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara
sistematis dan dalam bentuk uraian singkat, bagan, kategori, dan disajikan berupa
teks naratif. Dengan mendisplay data dapat mudah memahami masalah apa yang
telah terjadi.
142
Langkah keempat yakni, melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Dalam penarikan kesimpulan didukung dengan bukti-bukti yang kuat berupa data
yang valid dan temuan di Lapangan. Dengan menghubungkan hasil observasi,
wawancara, studi dokumentasi, dan data-data yang ada kemudian dapat ditarik
sebuah kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
4.2.4. Deskripsi Hasil Penelitian
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data-data
dari hasil wawancara, observasi, maupun data dari dokumen-dokumen yang
diperoleh selama penelitian. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan
secara terus menerus data sejak data awal dikumpulkan sampai dengan penelitian
berakhir. Dalam mempertajam analisis penelitian yang berjudul Analisis Kebijakan
Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten, peneliti menggunakan teori
analisis kebijakan diambil dari konsepnya Dunn. Teori tersebut memberikan
gambaran tentang proses analisis kebijakan. Yang dimulai dari merumuskan
masalah, peramalan masa depan kebijakan, rekomendasi kebijakan, pemantauan
hasil kebijakan, dan evaluasi kinerja kebijakan. Adapun penjabarannya adalah
sebagai berikut:
143
1. Merumuskan Masalah
Masalah kebijakan adalah nilai, kebutuhan, atau kesempatan yang belum
terpenuhi, yang dapat diidentifikasi, untuk kemudian diperbaiki atau dicapai
melalui tindakan publik. Didalam kebijakan transformasi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial, peneliti menemukan masalah ataupun fenomena-fenomena terkait
dalam pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Adapun
perumusan masalah yang peneliti dapatkan dari penelitian ini adalah:
Pertama, mengenai perubahan struktur organisasi dari PT. Jamsostek
menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten mengalami
perubahan struktur organisasi, adapun perubahan tersebut berkenaan dengan
pertambahan kepegawaian. Adanya pertambahan kepegawaian disini dikarenakan
dipengaruhi dari pembentukan Kantor Cabang Perintis (KCP) wilayah Banten.
Berikut hasil wawancara peneliti dengan I1-4 yang mengungkapkan bahwa:
“Dalam pertambahan kepegawaian, BPJS Ketenagakerjaan membentuk Kantor Cabang Perintis untuk membantu tugas dan tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten. Dengan itu, BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten merekrut kepegawaian lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. Adapun KC Serang terdapat 4 KCP yaitu: KCP Lebak, KCP Labuan, KCP Cilegon, dan KCP Cikande. Dibawah KC BSD terdapat 2 KCP yaitu: KCP Ciputat, KCP Bintaro. Dibawah KC Cimone terdapat 1 KCP yaitu KCP Pasar Kamis. Dibawah KC Batu Ceper ada 1 KCP yaitu KCP Dadap. Untuk KC Cikupa dan KC Cikokol, masih dalam proses pembentukan. Pembentukkan KCP inilah yang akan berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.” (Wawancara di BPJS
144
Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten, 02 Desember 2015 pukul 13.00 WIB)
Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa upaya yang
dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kantor Wilayah
Banten dalam pertambahan kepegawaian adalah dengan tujuan agar tugas dan
tanggung jawab yang dikerjakan dapat lebih efektif dikerjakan, dengan sesuai pada
kemampuan dari masing-masing pegawai. Pertambahan kepegawaian ini
memudahkan proses kebijakan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten. Sehingga menghilangkan adanya tumpang
tindihnya tugas dan tanggung jawab atau menghilangkan adanya kegandaan tugas
dan tanggung jawab dari pegawai. Sehingga penyelenggaraan kebijakan
transformasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kantor Wilayah
Banten dapat berjalan dengan baik.
Kedua, kurangnya perluasan sosialisasi dalam menggerakkan pertambahan
kepesertaan sehingga mengakibatkan belum semua tenaga kerja dan perusahaan di
wilayah Banten menjadi pendaftar kepesertaan dalam Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan. Berikut hasil wawancara peneliti dengan I1-1 yang
mengungkapkan bahwa:
“Dalam perluasan sosialisasi ini, kami sudah menjalankan ketika saat PT. Jamsostek melakukan transformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 . Hanya saja kami belum melakukan sosialisasi ke masyarakat-masyarakat yang berada di kampung-kampung, Sebenarnya yang menjadi masalah bergabung atau
145
tidaknya tenaga kerja atau perusahaan, menjadi pendaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan termasuk kesadaran mereka sendiri dalam menyikapi atau menilai betapa pentingnya jaminan-jaminan yang sudah ditentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.” (wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten, 02 Desember 2015 pukul 14.00 WIB)
Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa perluasan
sosialisasi dalam tujuan pertambahan kepesertaan ini harus adanya kerja keras dari
setiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Upaya yang jitu
dalam menjalankan sosialisasi dibutuhkan disini, agar adanya ketertarikan dari
tenaga-tenaga kerja dan perusahaan-perusahaan untuk bisa masuk menjadi pendaftar
kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Apalagi untuk
menyebarluaskan sosialisasi ke masyarakat yang jauh dari kota, yaitu kampung-
kampung yang tingkat kesadaran akan kesejahteraan kehidupannya rendah, maka
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan harus medalami teknik
sosialisasi yang menarik masyarakat.
Ketiga, Perubahan status badan hukum organisasi, dimana ketika menjadi
PT. Jamsostek (Persero) merupakan badan hukum persero/privat, berorientasi profit
(keuntungan), fokus pelanggan dan pemegang saham yang berkoordinasi dibawah
Kementerian BUMN, berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik, berorientasi sosial, memfokuskan
pada kepentingan warga negara sesuai mandat Undang-undang dan peraturan
146
pelaksanaannya yang berkedudukan langsung dibawah Presiden. Berikut hasil
wawancara peneliti dengan I1-1 yang mengungkapkan bahwa:
“Perubahan status badan hukum organisasi yang sekarang merupakan badan hukum publik dan fokus pada kepentingan masyarakat menurut saya itu yang sudah paling ideal. Dimana fokus pada kepentingan warga negara merupakan kesesuaian tanggung jawab pemerintah yang sudah tertuang dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia alinea 4, yaitu memajukkan kesejahteraan umum. Artinya bahwa untuk untuk dapat menjalankan tujuan negara tersebut kita harus berfokuskan pada kepentingan masyarakat agar menjadi masyarakat yang sejahtera, dengan mengcover perlindungan kepada tenaga-tenaga kerja.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan, 02 Desember 2015 pukul 14.00 WIB)
Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa perubahan
yang dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan khususnya di
Kantor Wilayah Banten ini merupakan perwujudan dari tujuan yang telah ditetapkan
Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk memberikan yang terbaik bagi warga negara,
salah satunya adalah kesejahteraan para tenaga-tenaga kerja atau pekerja agar
terjamin kehidupannya. Perubahan status badan hukum yang saat ini menjadi badan
hukum publik ini, sudah merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah, bukan
lagi pada pemegang saham atau perusahaan. Karena yang sifatnya adalah berfokus
pada kepentingan publik atau masyarakat, bukan lagi mengejar pada keuntungan
saham atau pro laba.
Keempat, perubahan sistem kerja bagian Umum dan SDM dalam pengadaan
barang dan jasa atau belanja modal. Ketika masih menjadi PT. Jamsostek, dalam
transaksi pengadaan barang dan jasa atau belanja modal masih melakukan secara
147
manual yaitu, pertemuan langsung atau tatap muka langsung. Sekarang menjadi
BPJS ketenagakerjaan sudah menggunakan teknologi yang dapat memudahkan
transaksinya. Berikut hasil wawancara peneliti dengan I1-1 yang mengungkapkan
bahwa:
“Perubahan sistem kerja Umum dan SDM dalam pengadaan barang dan jasa atau belanja modal yang sekarang sudah melakukan transaksi secara teknologi, tujuan perubahan ini, meminimalisir kecurangan yaitu adanya money game (permainan uang) yang terjadi saat terjadinya transaksi secara langsung atau manual. Akan tetapi perubahan sistem kerja yang sekarang tentunya tidak lepas dari hambatan atau kelemahannya, yaitu dimulai dari adanya gangguan internet yang tentunya bisa menghambat atau sering kali mengagalkan transaksi, dan sistem yang sekarang digunakanpun masih belum sempurna, atau efektif.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan, 02 Desember 2015 pukul 14.00 WIB
Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa perubahan
yang dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam
sistem pengadaan barang dan jasa adalah dengan tujuan agar mempermudah
jalannya transaksi, selain itu, agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yaitu
khawatir adanya money game (permainan uang) yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang terlibat dalam proses transaksi pengadaan barang dan jasa. Namun akibat
adanya perubahan sistem pengadaan barang dan jasa ini, tak sedikit mengalami
gangguan atau kendala, sehingga masalah masih saja sering terjadi, yaitu kendala
dari sistem teknologi yang sering pula mengalami gangguan signal atau
semacamnya. Kendala ini, tentu saja masih menjadi fokus perbaikan dalam
transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
148
Sosial Ketenagakerjaan. Solusi dalam hal ini pemerintah melakukan koordinasi
dengan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam
membahas upaya terbaiknya yang harus diperbaiki dari masalah-masalah tersebut,
dan dengan bersama diskusi akan pengadaan barang dan jasa dilakukan secara
manual, atau secara menggunakan teknologi, atau dengan cara keduanya dilakukan.
Demi meminimalisir terjadinya gangguan sistem teknologi, dalam hal itu, secara
manual juga bisa dilakukan.
Kelima, perubahan program dan manfaat. Perubahan program cenderung
akan berdampak pada kurangnya pemahaman tenaga kerja dan perusahaan
mengenai program dan manfaat sistem penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial
Nasional dimana terdapat penambahan dan pengurangan program. Ketika menjadi
PT. Jamsostek Program dan manfaatnya adalah: Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK). Bertransformasi menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan program dan manfaatnya adalah: Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun
(JP).
Perubahan yang dapat terlihat disini adalah program dan manfaat Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK), diganti oleh Jaminan Pensiun (JP). Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mengalihkan program dan manfaat
dari Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dilaksanakan oleh Badan
149
Penyelenggara Sosial Jaminan Kesehatan, sehingga untuk mengcover tenaga kerja
dalam pemeliharaan kesehatan sudah bukan lagi tanggung jawab dari Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. perubahan ini digantikan oleh
program dan manfaat Jaminan Pensiun (JP), mengcover tenaga kerja agar adanya
jaminan perlindungan pada saat akan berhenti dari perusahaan dikarenakan sudah
pensiun, tidak lagi produktif dalam perusahaan. Sistem Jaminan Sosial Nasional
mengamanahkan perluasan program perlindungan dan manfaatnya kepada seluruh
lapisan masyarakat Indonesia yaitu: Jaminan Pensiun (JP) untuk tenaga kerja swasta
dan informal, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) untuk seluruh penduduk.
Berikut hasil wawancara peneliti dengan I1-4 yang mengungkapkan bahwa:
“ Program dan manfaat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dari PT. Jamsostek, diubah kedalam program dan manfaat yang menjadi Jaminan Pensiun ketika menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Sebenarnya data-data yang terkait Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) sudah diserahkan pada bulan Desember 2013. Namun kendala disini, data belum diserahkan keseluruhannya kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dikarenakan ketika itu masih banyak pasien peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) PT. Jamsostek yang masih di Rumah sakit, sehingga data terakhir diserahkan pada bulan Januari 2014. Bagi saya tentunya perubahan ini yang terbaik untuk masyarakat, karena Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan berfokus pada pelayanan kesehatan bagi masyarakat, sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan itu sendiri berfokus pada kesejahteraan tenaga-tenaga kerja.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten, 02 Desember 2015 pukul 13.00 WIB)
Berdasarkan wawancara tersebut, dapat peneliti ketahui bahwa perubahan
yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada
150
program dan manfaat merupakan kesepakatan yang telah dimusyawarahkan ketika
akan bertransformasi. Adapun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan ini sendiri telah mengubah program dan manfaat yang semula
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan menjadi Jaminan Pensiun akan menjadikan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang berfokuskan pada
kesejahteraan tenaga-tenaga kerja. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan berupaya agar Jaminan Pensiun yang dilaksanakan pada tanggal 1
Juli 2015 ini akan berdampak positif bagi tenaga-tenaga kerja khususnya. Namun
disini tak banyak masyarakat (tenaga kerja) bisa tercover oleh program Jaminan
Pensiun. Kondisi ini, bisa menyebabkan tenaga kerja surut akan semangat kerjanya,
dan kreatifitas tenaga kerja bisa mengalami penurunan.
Keenam, kurangnya pantauan dan koordinasi Pemerintah Daerah dan
Lembaga Kepolisian selama proses berlangsungnya transformasi. Pemerintah
Daerah berperan sebagai monitoring kebijakan yang dilaksanakan BPJS
Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten, agar dapat mengetahui dapat berjalan
efektif atau tidak pelaksanaan kebijakan tesebut. Lembaga Kepolisian berperan
sebagai pelindung tenaga kerja, dan juga mengawasi bila terjadi hal-hal yang tidak
sejalan dengan tujuan. Berikut hasil wawancara peneliti dengan I1-1 yang
mengungkapkan bahwa:
“Saat ini BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten kurang adanya kerjasama dengan Pemerintah Daerah dan Lembaga Kepolisian. Hal ini salah satu penyebab bahwa pelaksanaan kebijakan Trasformasi PT. Jamsostek
151
(Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan masih kurang maksimal dalam mengatasi masalah terkait pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan. ” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten , 05 Januari 2016 pukul 14.00 WIB)
Berdasarkan wawancara diatas dapat peneliti ketahui bahwa untuk dapat
melaksanakan kebijakan transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan haruslah adanya pentauan dan
koordinasi dari Pemerintah Daerah dan Lembaga Kepolisian. Hal ini bertujuan agar
pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan dapat berjalan dengan baik, karena
pihak BPJS Ketenagakerjaan dan Pemerintah Daerah dan Lembaga Kepolisian
bekerja sama selama proses pelaksanaan tersebut. Pemerintah daerah merupakan
wakil rakyat yang harus memberikan kontribusi yang nyata demi kemajuan
kehidupan masyarakat. Bila tidak adanya kontribusi yang nyata dari pemerintah
daerah, maka bisa dipastikan keadaan masyarakat tidak teratur. Disinilah peran
Pemerintah Daerah agar pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan dapat
berjalan dengan teratur. Lembaga kepolisian merupakan lembaga khusus bagi
perlindungan masyarakat dari kejahatan. Lembaga Kepolisian harus menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya sebagai lembaga perlindungan warga negara.
Mengatasi setiap masalah yang dialami oleh masyarakat merupakan peran dari
lembaga kepolisian, agar masyarakat dapat merasakan kenyamanan dan merasakan
dari perlindungan Lembaga Kepolisian. Untuk itu perlu adanya pantauan dan
koordinasi dari Lembaga Kepolisian dalam memberikan perlidungan kepada tenaga
152
kerja, dan juga mengawasi bila terjadi hal-hal yang tidak sejalan dengan tujuan,
sehingga keberadaan BPJS ketenagakerjaan dalam menjalankan kewajibannya untuk
menyelenggarakan program dan manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) , Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) , Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Pensiun (JP)
dapat berjalan dengan efektif.
Ketujuh, masalah kurangnya penanganan mengenai pencairan iuran
Jaminan Hari Tua kepada tenaga kerja. Ketidaksigapan karyawan atau pegawai
BPJS Ketenagkerjaan Kanwil Banten, mengakibatkan tenaga kerja mengalami
kesulitan dalam pengajuan klaim. Mereka yang sudah tidak bekerja lagi pada
perusahaan yang lama, kesulitan mengklaim Jamian Hari Tua mereka, karena
terdaftar BPJS Ketenagakerjaan di perusahaan yang baru. Berikut hasil wawancara
peneliti dengan I2-2 yang mengungkapkan bahwa:
“ Berbicara mengenai Jaminan Hari Tua ini, jika tidak bisa dicairkan ketika tenaga kerja sudah bekerja diperusahaan yang baru, maka seharusnya iuran Jaminan Hari Tua di perusahaan yang lama disatukan saldonya dengan BPJS Ketenagakerjaan yang baru, hal inilah yang membuat saya kecewa karena harus menjadi pengangguran terlebih dahulu untuk bisa mencairkan iuran Jaminan Hari Tua nya. Terlebih lagi sekarang ada kebijakan baru yaitu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan saat ini dalam sehari hanya melayani 150 peserta yang ingin mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT), hal ini tentunya menyulitkan kami karena harus mengambil nomor antrean lebih pagi dari biasanya.”(Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Serang,29 April 2015 pukul 10.00 WIB)
Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa permasalahan
yang terjadi mengenai Jaminan Hari Tua adalah permasalahan terkait pada
153
peraturan yang baru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Jaminan Hari Tua. Perubahan peraturan ini terkesan terburu-buru dan minimnya
sosialisasi dari pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam
memberikan informasi tentang Jaminan Hari Tua. Peserta tenaga kerja yang ingin
mencairkan, tidak sedikit yang mengalami kekecawaan. Dimulai dari kurangnya
penanganan pegawai dan ketidaksigapan pegawai dalam menangani peserta tenaga
kerja yang mengajukan klaim. Seharusnya pihak dari Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan jika peserta tenaga kerjanya terdaftar pada
perusahaan yang baru, saldo dari Jaminan Hari Tua itu bisa disatukan di perusahaan
yang baru tersebut. sehingga tidak membingungkan atau menyulitkan peserta
tenaga kerja. Karena tidak banyak dari peserta tenaga kerja harus rela melepas
pekerjaan yang barunya terlebih dahulu agar pencairan Jaminan Hari Tua bisa
dicairkan. Kondisi ini merupakan ketidaksigapan karyawan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
2. Peramalan Masa Depan Kebijakan
Langkah selanjutnya dalam analisis kebijakan menurut Dunn adalah
peramalan atau forecasting. Peramalan atau forecasting adalah prosedur untuk
membuat informasi aktual tentang situasi sosial di masa depan atas dasar informasi
yang telah ada tentang masalah kebijakan. Dalam penelitian mengenai Analisis
Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten, ada beberapa
154
peramalan yang dilakukan guna melihat sejauh mana dan seperti apa perkembangan
dari transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan, dan bagaimana keadaan dimasa depan apabila masalah
yang terjadi sekarang belum dapat ditangani atau diselesaikan. Peramalan ini
bertujuan untuk melihat masa yang akan datang dihubungkan dengan masalah yang
terjadi pada saat ini. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan I1-1,
mengungkapkan bahwa:
“Pada permasalahan sebelumnya yaitu ketika masih menjadi PT. Jamsostek, PT. Jamsostek memang masih kurang dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Khususnya di wilayah perkampungan atau desa yang yang tidak terdapatnya perusahaan, sehingga pada peramalan masa depan BPJS Ketenagakerjaan masih banyak masyarakat atau tenaga kerja informal masih belum dapat merasakan perlindungan dari jaminan-jaminan yang sudah menjadi program BPJS Ketenagakerjaan. seharusnya Bukan hanya tenaga kerja penerima upah saja yang harus tercover perlindungan kehidupannya, namun tenaga kerja informal seperti petani, pedagang, peternak, juga harus bisa terjamin dan tercover perlindungannya. ”(Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten,03 Maret 2016 pukul 14.00 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa,
berdasarkan permasalah sebelumnya yaitu saat masih menjadi PT. Jamsostek, PT.
Jamsostek masih kurang dalam melakukan pergerakan sosialisasi kepada tenaga
kerja informal khususnya di wilayah perkampungan atau desa, akibatnya pada
peraalan dimasa depan nanti bisa dipastikan masih banyak tenaga kerja informal
yang tidak tercover atau tidak terjamin perlindungan kehidupannya, akibat dari
tidak tercovernya jaminan kehidupan tenaga kerja akan banyak tenaga kerja
155
mengalami kesulitan dalam perlindungan kehidupannya. Seperti di Program
Jaminan Hari Tua, banyak tenaga kerja informal yang di hari tuanya tidak adanya
pegangan berupa material sebagai penunjang dihari tuanya. Tentunya juga dalam
melakukan kegiatan, tugas dan tanggung jawabnya sebagai tenaga kerja informal
atau tenaga kerja formal, selalu ada resiko-resikonya. Resiko itu bisa saja
mengakibatkan fatal bagi tenaga kerja. Tidak sedikit tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan kerja. seperti dalam perusahaan, sehingga harus adanya tanggung jawab
dari perusahaan untuk menangani kasus kecelakaan kerja pegawainya. Tanggung
jawab dari perusahaan, tentunya bisa melalui BPJS Ketenagakerjaan, karena tugas
dari BPJS Ketenagakerjaan adalah untuk menjamin kehidupan tenaga-tenaga kerja.
Kemudian peramalan dimasa depan yang dikhawatirkan lagi akan terjadinya
kasus hukum antara perusahaan dan pihak-pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan bila pengusaha-pengusaha masih tidak
mendaftarkan tempat usahanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan . Seperti
yang diungkapkan oleh I1-2 bahwa:
“Pada permasalahan sebelumnya yaitu ketika masih menjadi PT. Jamsostek, mengenai kurangnya Perusahaan yang tidak mematuhi peraturan perundang-undangan, maka dampak dimasa akan datang perusahaan akan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Dinas Tenaga Kerja dan Tramsmigrasi, Lembaga Kepolisian, dan Kejaksaan Tinggi. Sebetulnya kebijakan dari BPJS Ketenagakerjaan adalah tidak lain untuk bisa meningkatkan kesejahteraan tenaga-tenaga kerja, karena tugas kami adalah sebagai amanah dari pemerintah untuk berkoordinasi dan kerja sama dengan pemerintah demi tercapainya tujuan negara. Kalau tidak dimulai dari sekarang sekarang ini, justru akan semakin dipertanyakan bagaimana
156
kesejahteraan kehidupan tenaga kerja? Apakah seluruh tenaga kerja sudah terjamin kehidupannya? Tentunya untuk menjawab semua pertanyaan pertanyaan tersebut, kami harus menggerakkan seluruh tenaga kerja dan perusahaan untuk menjadi peserta di BPJS Ketenagakerjaan.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten, 05 Januari 2016 Pukul 14.30 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa prediksi
dari pihak BPJS Ketenagakerjaan mengenai akan banyak perusahaan yang terlibat
hukum dengan pihak-pihak yang terlibat dengan BPJS Ketenagakerjaan merupakan
suatu paksaan atau keharusan perusahaan untuk menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan. Artinya, BPJS Ketenagakerjaan sebagai Badan perlindungan
tenaga kerja tidak akan mengambil resiko jika nanti akan banyak juga tenaga kerja
yang mengalami kecelakaan kerja namun tidak ada peran dan tanggungjawab dari
BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu akan menjadi tanggungjawab perusahaan itu sendiri
untuk menangani kasus kecelakaan pekerjanya. Dampak kecelakaan kerjanya ini
merupakan prediksi BPJS Ketenagakerjaan karena sebagai bentuk kekhawatiran
yang nanti akan terjadi kepada tenaga kerja namun BPJS Ketenagakerjaan tidak
bisa mengambil alih tanggungjawab kasus tersebut karena akibat perusahaan yang
melanggar dengan tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Seperti yang kita tahu, bahwa pada Peraturan Kementerian Tenaga Kerja
(Permenaker) Nomor 16 Tahun 2015 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
Artinya mengharuskan tenaga kerja asing yang sudah berada di Indonesia selama
enam tahun harus masuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Dimasa akan
157
datang, tenaga kerja asing akan dihapus atau ditiadakan dari program dan jaminan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, hal itu diungkapkan oleh
I1-3 bahwa:
“Peramalan dimasa depan salah satunya adalah akan adanya rencana mengenai penghapusan tenaga kerja asing sebagai peserta wajib BPJS Ketenagakerjaan. Artinya Program dan Jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa mengcover tenaga kerja asing. Rencana ini dimaksudkan agar tidak terjadinya kesimpang siuran data-data, sehingga kami hanya berfokuskan pada upaya memberikan program dan jaminan kepada tenaga kerja Indonesia. Seperti yang kita ketahui, bahwa fokus dari pemerintah adalah mensejahterakan tenaga kerja Indonesia, bukan tenaga kerja asing. Konsep rencana ini sudah di musyawarahkan oleh pejabat-pejabat tinggi BPJS Ketenagakerjaan.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten, 05 Januari 2016 pukul 15.00)
Berdasarkan wawancara tersebut, dapat peneliti ketahui bahwa peramalan
dimasa depan terkait dengan penghapusan tenaga kerja asing merupakan kebijakan
dalam upaya pihak BPJS Ketenagakerjaan dalam fokus pada pengoptimalan kinerja
dari BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri terhadap para tenaga-tenaga kerja Indonesia.
Memberikan luang sebesarnya kepada tenaga kerja Indonesia agar masuk sebagai
peserta BPJS Ketenagakerjaan.
3. Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan adalah langkah ketiga dalam model analisis
kebijakan menurut Dunn. Setelah kita mengetahui bagaimana masalah yang terjadi,
kemudian selanjutnya melakukan peramalan untuk masa depan, langkah
selanjutnya adalah memberikan rekomendasi kebijakan yang sesuai dengan
158
masalah yang ada. Sehingga rekomendasi kebijakan diharapkan mampu menjawab
dan menyelesaikan permasalahan.
Dalam penelitian mengenai Analisis Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek
(Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor
Wilayah Banten, peneliti melakukan wawancara dengan I1-1 terkait dengan
rekomendasi kebijakan bahwa:
“Tidak adanya rekomendasi kebijakan dari saya, karena kebijakan yang sudah ditetapkan dari pemerintah adalah kebijakan yang terbaik bagi pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan, sehingga saya hanya menyarankan untuk semua tenaga kerja dan perusahaan, agar bisa membuka lebar mindset nya, karena memang tujuan dari pemerintah adalah yang terbaik untuk masyarakat, tentunya untuk tenaga-tenaga kerja sebagai kebutuhan jaminannya.”(Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten,05 Januari 2016 pukul 14.00 WIB)
Sama seperti informan I1-1, informan I1-2 juga mengungkapkan hal serupa bahwa:
“Tidak adanya rekomendasi yang harus ditetapkan, karena disini BPJS Ketenagakerjaan adalah bukan sebagai regulator, melainkan sebagai operator yaitu hanya menjalankan tugas yang telah diamanahkan oleh pemerintah. Karena semua aturan sudah diatur sesuai mekanisme pemerintah.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten, 05 Januari 2016 pukul 14.30 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut terkait dengan rekomendasi
kebijakan, dapat peneliti ketahui bahwa I1-1, dan I1-2 telah mempercayai
tanggungjawab penuh dari pemerintah sebagai regulator, pembuat peraturan
mengenai kebijakan dan perencanaan dari BPJS Ketenagakerjaan, sehingga apa
159
yang telah ditetapkan pemerintah merupakan tugas penuh bagi BPJS
Ketenagakerjaan untuk menjalankannya. Beda halnya pendapat dari I1-5 yang
mengungkapkan bahwa:
“Mengenai alternatif atau rekomendasi kebijakan dari saya, ya memang seharusnya adanya penyaluran surat himbauan kepada perusahaan-perusahaan yang masih belum terdaftar kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebagai salah dari sosialisasi atau usaha dalam pencapaian pertambahan kepesertaan BPSJ Ketenagakerjaan itu sendiri.” (Wawancara di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Banten, 11 Januari 2016 pukul 10.00 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat peneliti ketahui bahwa
rekomendasi kebijakan dengan menyalurkan surat himbauan kepada perusahaan-
perusahaan adalah agar untuk perusahaan dapat bisa mempertimbangkan kembali
karena jika sudah diberikan surat himbauan artinya adalah BPJS Ketenagakerjaan
menghimbau tegas agar perusahaan bisa menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Karena disini peran BPJS Ketenagakerjaan sebagai operator yaitu melaksanakan
sosialisasi kepada tenaga-tenaga kerja dan perusahaan-perusahaan.
4. Pemantauan Hasil Kebijakan
Pemantauan atau monitoring adalah langkah keempat dalam analisis
kebijakan menurut Dunn. Dalam pemantauan hasil kebijakan sering disebut juga
sebagai monitoring. Pemantauan atau monitoring merupakan penilaian dan
pengawasan saat kebijakan ini sedang dilaksanakan. Monitoring pelaksanaan
kebijakan transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi BPJS Ketenagakerjaan
160
dapat dilakukan oleh berbagai macam pihak termasuk akan adanya campur tangan
dari masyarakat karena masyarakat disini adalah sebagai penikmat dari program
dan jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini diungkapkan oleh I1-1 kepada
peneliti bahwa:
“Pemantauan hasil kebijakan wajib harus dilakukan karena agar tujuan dan hasil dapat berjalan dengan optimal dan memuaskan. Adapun pemantauan hasil kebijakan dari BPJS Ketenagakerjaan ini, harus adanya pemantauan dari Pemerintah daerah, lembaga terkait seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Perusahaan-perusahaan, dan adanya pemantauan dari para tenaga kerja.”(Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten, 05 Januari 2016 pukul 14.00 WIB)
Berdasarkan wawancara diatas, dapat peneliti ketahui bahwa pemantauan
atau monitoring kebijakan dilakukan dengan kesesuaian rencana dan pelaksanaan
program dan jaminan BPJS Ketenagakerjaan. Dalam pemantauan hasil kebijakan,
Pemerintah daerah berperan juga agar bisa mengetahui berjalan efektif atau tidak
pelaksanaan kebijakan yang dijalankan BPJS Ketenagakerjaan. Tenaga kerja
berperan penting agar bisa menilai bagaimana kebijakan BPJS Ketenagakerjaan,
sehingga bisa adanya perbaikan dari BPJS Ketenagakerjaan akan kekurangan dari
pelaksanaannya.
Dalam melakukan pemantauan hasil kebijakan masyarakat yang memiliki
peran penting harus bisa menilai demi tercapainya perbaikan BPJS
Ketenagakerjaan hal ini juga diungkapkan oleh I1-2, bahwa:
161
“Sebagai masyarakat, karena program dan peraturan BPJS Ketenagakerjaan harus dilaksanakan secara transparan, maka wajib bagi masyarakat untuk bisa melakukan penmantauan akan kebijakan yang telah dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan. hal ini bertujuan agar masyarakat bisa memberikan masukan demi perbaikan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten, 05 Januari 2016, pukul 14.30 WIB)
Berdasarkan wawancara diatas, dapat peneliti ketahui bahwa artinya sangat
berarti penilaian dari masyarakat akan proses berjalannya BPJS Ketenagakerjaan.
Karena tanpa adanya pemantauan dari masyarakat, BPJS Ketenagakerjaan tidak
bisa melakukan upaya pembaharuan atau perbaikan, karena merasa masyarakat
sudah merasa program dan jaminan BPJS Ketenagakerjaan sudah dilakukan dengan
baik. Pemantauan hasil kebijakan akan lebih baik bila dilakukan juga oleh Lembaga
Kepolisian. Agar berlangsungnya pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan
ada yang mengawasi. Hal ini diungkapkan oleh I1-3 bahwa:
“Selain adanya pantauan hasil kebijakan dari pemerintah daerah, dan masyarakat, Pemantauan hasil kebijakan BPJS Ketenagakerjaan juga harus adanya koordinasi dengan Lembaga Kepolisian. Dengan tujuan agar proses pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan dapat berlangsung dengan baik. Karena adanya pengawasan dari tim khusus lembaga kepolisian dalam kerjasama terhadap pelaksanaan program dan Jaminan BPJS Ketenagakerjaan.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten, 05 Januari 2016 pukul 15.00 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat peneliti ketahui bahwa dalam
pemantauan hasil kebijakan, peran Lembaga Kepolisian berpengaruh penting juga
pada proses pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan. Lembaga Kepolisian
162
termasuk salah satu bagian dari stakeholder pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun Lembaga Kepolisian disini akan memliki tugas sebagai pelindung dan juga
mengawasi bila terjadinya hal-hal yang tidak sejalan dengan tujuan. Sehingga
bilamana terjadinya kasus atau permasalahan, Lembaga Kepolisian dapat turun
tangan ikut andil dalam menanganinya.
Dalam pemantauan hasil kebijakan, tentunya melibatkan stakeholders yang
masing-masing saling bekerja sama dalam mengawasi dan memonitoring jalannya
pelaksanaan kebijakan transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan. Peran dari tenaga kerja-tenaga kerja untuk melakukan
pengawasan ini diharapkan lebih partisipatif. Wawancara peneliti dengan I2-1,
bahwa:
“Sebagai tenaga kerja, saya setuju dengan peran dari tenaga kerja itu sendiri dalam melakukan pengawasan terhadap kebijakan pelaksanaan program dan jaminan BPJS Ketenagakerjaan. Karena jujur, saya sangat berharap bahwa dengan adanya eksistensi BPJS Ketenagakerjaan, saya sangat berharap, bahwa kesejahteraan para tenaga kerja di utamakan. Kalau menurut saya sendiri, seharusnya pihak dari BPJS Ketenagakerjaan ini, harus lebih memperluas lagi jaringan atau sosialisasi bukan hanya kepada perusahaan, tapi kepada masyarakat yang bukan penerima upah juga seperti petani, dan pedagang. Harus bisa mengubah pandangan masyarakat akan keberadaan BPJS Ketenagakerjaan. Agar perlindungan dan kesejahteraan mereka juga bisa menjadi lebih baik karena ada program jaminan yang mengcover mereka.” (Wawancara di Krakatau Junction, 18 Januari 2016 pukul 12.46 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat peneliti ketahui bahwa
pemantauan hasil kebijakan salah satunya adalah dengan cara upaya melakukan
163
sosialisasi bukan hanya kepada perusahaan, namun juga kepada masyarakat yang
merupakan pekerja mandiri. Karena masyarakat pekerja mandiri juga tentu saja
menginginkan perlindungan dan kesejahteraan dalam kehidupannya. Namun
mereka masih berat menjadi bagian dari peserta BPJS Ketenagakerjaan dikarenakan
keterbatasan penghasilan tenaga kerja bukan penerima upah. Hal ini tentunya
menjadi tugas dan tanggungjawab BPJS Ketenagakerjaan dalam menyikapi
pandangan tersebut. Dengan berusaha mengubah mindset masyarakat yang
mengalami kesulitan, dengan memberikan solusi yang tepatnya.
Dalam melakukan sosialisasi juga, bukan hanya mensosialisasikan
mengenai program dan jaminan yang ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan, tapi
bagaimana nanti proses pencairan program dan jaminan juga harus dijelaskan dari
awal, sehingga ternaga kerja juga bisa lebih memahami prosedur dalam pengajuan
(klaim). Seperti yang diungkapkan oleh I2-2, bahwa:
“Seharusnya pihak BPJS Ketenagakerjaan dalam upaya melakukan sosialisasi, harus menjelaskan juga bagaimana jika nanti tenaga kerja melakukan pencairan jaminannya. Sehingga tidak adanya kesalahpahaman dari tenaga kerja akan prosedur pencairan atau pengajuan klaim. Seperti pengajuan klaim Jaminan Hari Tua, di Perusahaan yang lama atau sebelumnya, saya pernah melakukan pencairan klaim di BPJS Ketenagakerjaan, akan tetapi prosedurnya sangat bertele-tele. Karena untuk pemberian berkas kepada BPJS Ketenagakerjaan saja, saya harus menunggu waktu sampai 7 bulan. Tentu saja itu jangka waktu yang lama untuk bisa pencairan klaim. Terlebih lagi, pengajuan klaim sekarang bisa daftar melalui internet. Akan tetapi itu tidak semua tenaga kerja mengerti bagaimana penggunaan internet. Dalam sosialiasasi ini, pihak BPJS Ketenagakerjaan, bisa menjelaskan lebih rinci dan detail bagaimana proses pengajuan klaim.” (Wawancara di Cimuncang Gudang Garam (Kediaman Informan), 15 Januari 2016 pukul 14.00 WIB)
164
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat peneliti ketahui bahwa
sosialisasi terhadap pengajuan klaim sangat penting, agar memberikan petunjuk
atau prosedur yang jelas kepada para tenaga kerja jikalau nanti akan mengajukan
pencairan atau klaim. Karena seperti yang kita tahu bahwa masih banyak tenaga
kerja mengalami kesulitan dalam prosedur pencairan klaim akibat dari kurangnya
sosialisasi klaim ini. Bilapun BPJS Ketenagakerjaan sudah membuat kebijakan baru
dengan Pengajuan klaim bisa dilakukan lewat internet, namun pada umumnya
masyarakat masih memiliki keterbatasan untuk mengerti penggunaan internet, Hal
ini menjadi bagian penting saat sosialisasi pertama oleh BPJS Ketenagakerjaan
kepada tenaga kerja dan perusahaan.
Pada pelaksanaan program dan jaminan, pihak BPJS Ketenagakerjaan harus
memiliki strategi pelaksanaan yang baik sehingga dapat mudah dipahami banyak
tenaga kerja dan perusahaan, strategi untuk bisa lebih unggul daripada program dan
jaminan asuransi lain, seperti yang diungkapkan oleh I3-1, bahwa:
“Sebelum ada BPJS Ketenagakerjaan, semua agenda karyawan dicover oleh PT. Krakatau Steel. Namun setelah ada BPJS Ketenagakerjaan, terbentuklah dua sistem jaminan yang mencover para tenaga kerja. Pertama, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dari PT. Krakatau Steel, dan kedua, jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan. Adapun BPJS Ketenagakerjaan hanya mencover Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian di PT. Krakatau Steel. Jaminan Pensiun tidak tidak mengcover tenaga kerja di PT. Krakatau Steel karena PT. Karakatau Steel sudah menyelenggarakan atau sudah memiliki jaminan pensiun yang sudah dikelola oleh perusahaan PT. Krakatau Steel ini sendiri. Namun, dengan adanya BPJS Ketenagakerjaan, mayoritas tenaga kerja tidak berhubungan langsung dengan BPJS Ketenagakerjaan. Dikarenakan jaminan yang diberikan oleh perusahaan lebih baik dan lebih memberikan
165
kenyamanan kepada tenaga kerja. dengan itu BPJS Ketenagakerjaan perlu mempersiapkan strategi pelaksanaan yang dapat dipahami tenaga kerja dan harus memiliki strategi unggul daripada program dan asuransi yang lain.” (Wawancara di PT. Krakatau Steel Cilegon, 19 Januari 2016 pukul 14.00 WIB)
Berdasarkan wawancara diatas, dapat peneliti ketahui bahwa Tenaga Kerja
di PT. Krakatau Steel yang mayoritas tidak berhubungan langsung dengan BPJS
Ketenagakerjaan, karena mayoritas tenaga kerja ini sendiri mereka merasa kurang
nyaman dengan jaminan yang sudah ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan. Contohnya,
Jaminan Kecelakaan Kerja yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan tidak
memberikan efek keinginan dari tenaga kerja untuk bisa memanfaatkan Jaminan
Kecelakaan Kerja dari BPJS Ketenagakerjaan tersebut. Hal ini, diakibatkan karena
prosedur Jaminan Kecelakaan Kerja yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan tidak
secepat yang prosedur jaminan yang diberikan oleh PT. Krakatau Steel. Sehingga
dalam hal ini, justru PT. Krakatau Steel lah yang lebih mampu membawa tenaga
kerja menjamin perlindungan akan tenaga kerjanya. Dari hasil pemantauan
kebijakan oleh perusahaan PT. Krakatau Steel, mengenai kebijakan yang
dilaksanakan atau diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan dalam hal ini strategi
kebijakan BPJS Ketenagakerjaan dalam memberikan perlindungan, masih kurang
efektif.
166
5. Evaluasi Kinerja Kebijakan
Evaluasi Kinerja Kebijakan merupakan langkah terakhir dalam pola analisis
kebijakan menurut Dunn. Tujuan evaluasi kinerja kebijakan adalah untuk
mengetahui menilai yang mendasari tujuan, sasaran, dan kinerja dalam kebijakan
tersebut. Adapun evaluasi dalam penelitian mengenai Analisis Kebijakan
Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten, menurut hasil wawancara
peneliti dengan I1-1 bahwa:
“Suatu kebijakan tidak akan berjalan dengan sesuai tujuan, bila tidak dilakukannya evaluasi terhadap hasil dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Dari hasil pencapaian yang sudah dijalankan pihak BPJS Ketenagakerjaan, masih terasa kurang karena pencapaian kepesertaan dari tenaga kerja-tenaga kerja dan perusahaan-perusahaan yang ada di wilayah Banten, belum semua masuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, untuk itu harus lebih giat dan gencar lagi dalam memperkenalkan eksistensi BPJS Ketenagakerjaan ini. Kepada masyarakat yang awam sekalipun harus diperkenalkan dan disosialisasikan. Karena kembali lagi pada tujuan kita adalah, memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada tenaga kerja-tenaga kerja, baik tenaga kerja formal maupun tenaga kerja informal. Adapun harus adanya target pencapain yang maksimal yaitu seluruh tenaga kerja wilayah Banten harus menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten, 05 Januari 2016 pukul 14.00 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat peneliti ketahui bahwa evaluasi
kebijakan dalam analisis kebijakan publik bertujuan melihat sejauh mana kebijakan
tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan nilai, tujuan, dan target dalam kebijakan
tersebut. Dalam evaluasi kebijakan diperlukannya perbaikan pada perluasan
167
sosialisasi kepada masyarakat. Mengupayakan masyarakat bisa ikut berpartisipasi
terhadap sosialisasi yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan mengenalkan
BPJS Ketenagakerjaan dengan orang yang awam sekalipun. Karena perlindungan
dan kesejahteraan, bukan hanya milik orang yang mengerti atau paham mengenai
BPJS Ketenagakerjaan, akan tetapi orang yang masih awam atau tidak mengerti
sekalipun perlu juga diberikan pemahaman yang baik, dengan begitu perlahan
menanam mindset kepada masyarakat akan manfaat yang akan diterima masyarakat
dengan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Dalam melakukan sosialisasi
sangat penting melibatkan pihak-pihak yang terlibat atau stakeholders. Perlunya
koordinasi dan kerjasama antara beberapa pihak yang terlibat tersebut sangat
berpengaruh pada pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan. Seperti yang
diungkapkan oleh I1-2, bahwa:
“Proses evaluasi harus melibatkan para stakeholders yaitu Pemerintah Provinsi dan Kota hal ini sesuai dari amanah Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adapun target BPJS Ketenagakerjaan adalah ditahun 2018, seluruh masyarakat Banten bisa menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten,05 Januari 2016 pukul 14.30 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat peneliti ketahui bahwa evaluasi
pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan sangatlah penting pengaruh akan
keterlibatan pihak-pihak yang memang bisa bekerja sama dalam pelaksanaan
kebijakan BPJS Ketenagakerjaan. Pemerintah Provinsi dan Kota sangat besar
168
pengaruhnya bila ikut terlibat di dalamnya. Karena Pemerintah Provinsi dan Kota
ini sendiri bisa menjadi stakeholder yang bisa mengawasi atau memonitoring
bilamana pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan mengalami permasalahan.
Dalam Evaluasi perlunya kita membangun pencapaian Good Governance dan tertib
adiminstrasi secara transparan karena hal itu merupakan pokok penting yang dapat
juga membangun eksistensi BPJS Ketenagakerjaan menjadi lebih baik.
Pembahasan hal ini diungkapkan oleh I1-3, bahwa:
“Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan memperbanyak RSTC (Rumah Sakit Trauma Centre) rumah sakit yang ditunjuk oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan dengan tujuan membuat tenaga kerja yang mengalami kecelakaan bisa sembuh secara total, dilakukannya tertib administrasi, dan kebijakan secara transparansi dengan membangun Good Governance dengan mengubah sistem pengadaan barang dan jasa berbasis E-Procurement yaitu berbasis teknologi.” (Wawancara di BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten, 05 Januari 2016 pukul 15.00 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat peneliti ketahui bahwa untuk
membangun eksistensi BPJS Ketenagakerjaan menjadi lebih baik dimata
masyarakat, perlu adanya pendalaman pemahaman mengenai kepuasan akan
masyarakat itu sendiri. Dengan mengubah beberapa hal yang perlu diubah
sistemnya adalah langkah dalam transformasi. BPJS Ketenagakerjaan mengubah
sistem pengadaan barang dan jasa berbasis e-Procurement dengan membangun atau
terciptanya Good Governance. proses pelaksanaan tertib administrasi harus
dilakukan dengan mengedepankan peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang
169
bisa berkualitas. Dan dalam evaluasi kebijakan perlunya memperbanyak lagi RSTC
(Rumah Sakit Trauma Center) Rumah Sakit yang ditunjuk BPJS Ketenagakerjaan
untuk memfasilitasi tenaga kerja yang sakit atau kecelakaan. Hal itu merupakan
sebagai wujud dari perlindungan BPJS Ketenagakerjaan kepada tenaga kerja.
4.3. Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta
yang peneliti dapatkan dilapangan serta disesuaikan dengan teori yang digunakan.
Berdasarkan pemaparan diatas mengenai gambaran kebijakan transformasi PT.
Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten, sebenarnya tidak terlepas dari segala
macam permasalahan yang terkait pada pelaksanaannya. Dalam hal ini, keberadaan
masyarakat yang menjadi tenaga kerja dalam sektor formal maupun informal harus
diberikan program dan jaminan sebagai keberlangsungan di dalam pekerjaannya.
Untuk itu sebagai kewajiban tenaga kerja dan perusahaan sebagai peserta dari
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, adanya kerjasama untuk
membayar iuran tiap bulannya. Seperti yang dilihat pada tabel 4.6.
170
Tabel 4.6
Pembagian Iuran BPJS Ketenagakerjaan antara Pekerja dan Perusahaan
No Nama Program BPJS Ketenagakerjaan
Persentase Iuran (%)
Pekerja Perusahaan Total 1 Jaminan Hari Tua 2% 3,7% 5,7% 2 Jaminan Kecelakaan Kerja - 0,24% 0,24% 3 Jaminan Kematian - 0,30% 0,30% 4 Jaminan Pensiun 1% 2% 3%
Total 3% 6,24% 9,24% (Sumber: BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten)
Berdasarkan tabel tersebut adalah bahwa pada program Jaminan Hari Tua,
pekerja wajin membayar iuran sebesar 2% dari upah atau gajinya perbulan, dan
perusahaan harus membayar sebesar 3,7%, artinya, perusahaan wajib membayar
iuran Jaminan Hari Tua lebih besar daripada pekerjanya, sehingga total yang wajib
dibayarkan kepada BPJS Ketenagakerjaan pada program Jaminan Hari Tua sebesar
5,7%. Pada program Jaminan Kecelakaan Kerja, dari upah atau gajinya perbulan,
pekerja wajib membayar iuran sebesar 0,24% kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Namun 0,24% ini merupakan iuran yang tingkat resiko lingkungan kerjanya sangat
rendah, bila tingkat resikonya lebih tinggi, maka iuran yang dibayarkan lebih tinggi
dari yang ditetapkan sebesar 0,24%. Pada program Jaminan Kematian pekerja
membayar iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan sebesar 0.30% dari gaji atau
upahnya perbulan. Pada program Jaminan Pensiun, pekerja wajib membayar iuran
171
kepada BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari upah atau gajinya perbulan,
sedangkan perusahaan wajib membayarkan Program Jaminan Pensiun sebesar 2%.
Sehingga total yang harus dibayarkan kepada BPJS Ketenagakerjaan adalah sebesar
3%.
Sebagai badan hukum publik, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan memiliki kewajiban kepada warga negara untuk bisa menjamin
perlindungan sosial agar setiap orang atau warga negara berhak atas jaminan sosial
untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan
martabat nya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera. Untuk
mewujudkan itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
memfokuskan pada kepuasan masyarakat dengan menerapkan prinsip Good
Governance, dengan menciptakan prinsip Good Governance, diharapkan mampu
dalam perbaikan dan perngembangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan untuk dapat melaksanakan tugas kebijakannya dalam
menyelenggarakan program atau jaminan yang telah ditetapkan. Adapun
Infrastruktur Hirarki Peraturan, Kebijakan, dan Pedoman Good Governance dapat
dilihat pada gambar 4.1.
172
Gambar 4.1
Infrastruktur Hirarki Peraturan, Kebijakan dan Pedoman Good Governance BPJS Ketenagakerjaan
(Sumber:www.bpjsketenagakerjaan.go.id)
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori menurut Dunn, dimana
analisis kebijakan merupakan aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk
menciptakan, secara kritis menilai, dan mengomunikasikan pengetahuan tentang
dan dalam proses kebijakan. Analisis kebijakan dapat dilakukan sebelum atau
sesudah kebijakan itu dibuat. Dalam analisis kebijakan memiliki lima tahapan
yaitu: Merumuskan Masalah, Peramalan Masa Depan Kebijakan, Rekomendasi
173
Kebijakan, Pemantauan Hasil Kebijakan, dan Evaluasi Kinerja Kebijakan. Adapun
pembahasan yang dapat peneliti paparkan adalah sebagai berikut ini:
1. Merumuskan Masalah
Pada tahapan pertama yaitu merumuskan masalah. Dalam Analisis
kebijakan, masalah adalah nilai, kebutuhan, atau kesempatan yang belum terpenuhi,
yang dapat diidentifikasi untuk kemudian diperbaiki melalui tindakan publik.
Pada tahapan ini, peneliti mendapatkan situasi atau kondisi yang mengalami
perubahan dan permasalahan yang tengah dihadapi oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Pada perumusan masalah ini, peneliti angkat
untuk dibahas dalam skripsi mengenai transformasi PT. Jamsostek (Persero)
menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kantor Wilayah
Banten.
Adapun temuan lapangan yang peneliti angkat dan bahas disini adalah
pertama, adanya perubahan struktur organisasi dari PT. Jamsostek menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Perubahan struktur ini bisa dilihat
dari adanya pertambahan kepegawaian di BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah
Banten. Faktor pertambahan kepegawaian dipengaruhi dari pembentukan Kantor
Cabang Pembantu (KCP) Kantor Wilayah Banten. Hal ini membutuhkan tenaga
kerja-tenaga kerja baru dalam membantu tugas dan tanggung jawab di Kantor
Wilayah Banten. Sehingga merekrut kepegawaian lebih banyak dari tahun-tahun
174
sebelumnya. Adapun Kantor Cabang Pembantu Kantor Wilayah Banten ada 8
(delapan) Kantor Cabang Pembantu, yaitu: empat dibawah Kantor Cabang Serang,
2 dibawah Kantor Cabang BSD, dan 2 dibawah Kantor Cabang Batu Ceper. Kedua,
yaitu masalah kurangnya perluasan sosialisasi yang mengakibatkan belum semua
tenaga kerja dan perusahaan di wilayah Banten menjadi pendaftar kepesertaan
dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Ketiga, yaitu
perubahan badan hukum organisasi, yang semula PT. Jamsostek (Persero) berbadan
hukum persero/privat, berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan berbadan hukum publik. Keempat yaitu, perubahan sistem kerja
Umum dan SDM dalam pengadaan barang dan jasa atau belanja modal. Semula PT.
Jamsostek (Persero) masih menggunakan sistem secara manual, menjadi BPJS
Ketenagakerjaan sudah menggunakan teknologi dalam pengadaan barang dan jasa.
Kelima, yaitu perubahan program dan manfaat. Program PT. Jamsostek yaitu
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sedangkan program BPJS Ketenagakerjaan yaitu
Jaminan Pensiun. Keenam, yaitu perubahan tata kelola PT. Jamsostek berfokus
pada pro laba, dan BPJS Ketenagakerjaan berfokuskan pada pemenuhan hak
konstitusional warga negara. Ketujuh, yaitu kurangnya penanganan dan
Ketidaksigapan karyawan mengenai pencairan iuran Jaminan Hari Tua kepada
tenaga kerja, hal ini mengakibatkan tenaga kerja mengalami kesulitan dalam
pengajuan klaim. Lamanya prosedur pemberian berkas formulir Jaminan Hari Tua
kepada pihak BPJS Ketenagakerjaan. Tenaga kerja yang sudah tidak bekerja lagi
175
pada perusahaan yang lama, kesulitan mengklaim Jaminan Hari Tua mereka,
karena terdaftar BPJS Ketenagakerjaan di perusahaan yang baru.
2. Peramalan Masa Depan Kebijakan
Pada tahapan kedua yaitu peramalan masa depan kebijakan. Yang
merupakan suatu prosedur untuk membuat informasi faktual tentang situasi sosial
dimasa depan atas dasar informasi yang telah ada dimasa sekarang. Pada tahap
peramalan dimasa depan, apabila Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan masih minim dalam melakukan pergerakan sosialisasi, maka akan
berdampak bagi kesejahteraan tenaga kerja itu sendiri, karena akibat dari tidak
tercovernya jaminan kehidupan tenaga kerja. ketidaksejahteran masyarakat ini akan
semakin membuat beban kepada pemerintah, karena pada dasarnya pemerintah
memiliki tanggungjawab penuh kepada masyarakat. Tanggungjawab yang sudah
diamanahkan di dalam Undang-undang Dasar 1945. Selanjutnya hal yang
dihawatirkan lagi dimasa depan adalah akan terjadinya kasus hukum antara
perusahaan dan pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan BPJS
Ketenagakerjaan, salah satu pihak yang terlibat yang bertugas menangani kasus
hukum adalah lembaga pengadilan tinggi. Bila pengusaha-pengusaha masih tidak
mendaftarkan tempat usahanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, maka bisa
dipastikan akan terjadinya kasus hukum karena ketidakpatuhan perusahaan akan
peraturan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
176
Pada peramalan masa depan mengenai tenaga kerja asing, BPJS
Ketenagakerjaan akan menghapus daftar kepesertaan tenaga kerja asing dari
persyaratan sasaran BPJS Ketenagakerjaan. Terkait dengan penghapusan tenaga
kerja asing merupakan kebijakan dalam upaya pihak BPJS Ketenagakerjaan dalam
fokus pada pengoptimalan kinerja dari BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri terhadap
para tenaga-tenaga kerja Indonesia. Memberikan luang sebesarnya kepada tenaga
kerja Indonesia agar masuk sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Kemudian permasalahan mengenai pelayanan yang kurang maksimal.
Sehingga BPJS Ketenagakerjaan harus memaksimalkan pelayanan yang akan
diberikan kepada masyarakat. Menerapkan perbaikan-perbaikan akan sistem yang
kurang maksimal, dan sumberdaya manusia yang berkualitas.
3. Rekomendasi Kebijakan
Pada tahapan ketiga yaitu rekomendasi kebijakan. Yakni menghasilkan
informasi tentang kemungkinan aksi atau tindakan dimasa akan datang. Dari hasil
observasi penelitian di lapangan dalam kebijakan transformasi PT. Jamsostek
(Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor
Wilayah Banten. Dari pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Kantor wilayah Banten, mereka tidak memberikan rekomendasi kebijakan terkait
dengan pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan di Kantor wilayah Banten.
Adapun kebijakan yang sudah ditetapkan atau dibuat oleh Pemerintah merupakan
177
kebijakan yang sudah tepat terhadap pelaksanaan transformasi PT. Jamsostek
(Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan ini. Sehingga bila peraturan sudah
ditetapkan oleh pemerintah, maka tugas dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan adalah melaksanakannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Alasan tidak adanya rekomendasi kebijakan dari pihak Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adalah karena pihak Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan hanya berperan sebagai operator
yaitu yang menjalankan kebijakan, bukan berperan sebagai regulator, atau sebagai
pembuat peraturan perundang-undangan. Sehingga sudah menjadi tugas pihak
BPJS Ketenagakerjaan menjalankan kebijakan demi tercapainya perlindungan dan
kesejahteraan para tenaga kerja sesuai dengan amanah Undang-undang Dasar 1945.
Beda halnya dengan pihak BPJS Ketenagakerjaan yang telah mempercayai
tanggungjawab penuh dari pemerintah sebagai regulator, pembuat peraturan
mengenai kebijakan dan perencanaan dari BPJS Ketenagakerjaan, Pihak Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Provinsi Banten memberikan rekomendasi
terkait dengan pelaksanaan kebijakan program dan jaminan BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun rekomendasi kebijakan yang diberikan adalah dengan menyebarluaskan
atau penyaluran surat himbauan kepada perusahaan-perusahaan yang masih belum
terdaftar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Penyaluran surat himbauan ini
178
sebagai salah satu upaya sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan dalam pertambahan
kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan di wilayah Banten.
4. Pemantauan Hasil Kebijakan
Pada tahapan keempat yaitu pemantauan hasil kebijakan. Pemantauan sering
disebut monitoring yang merupakan prosedur yang digunakan untuk memberikan
informasi sebab akibat saat kebijakan dilaksanakan. Pada pemantauan hasil
kebijakan mengenai Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan itu dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya yang pertama, pemantauan hasil kebijakan harus
dilakukan oleh pemerintah daerah. Melalui pemantauan dari pemerintah daerah
diharapkan pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan dapat berjalan denagn
efektif, sehingga sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau dirancang
sebelumnya. Pemantauan dari pemerintah daerah juga bertujuan agar target dan
sasaran dari kebijakan BPJS Ketenagakerjaan bisa lebih tepat. Selain pemantauan
dari pemerintah daerah, pemantauan hasil kebijakan juga dilakukan oleh
masyarakat dan tenaga kerja dengan tujuan agar masyarakat bisa menilai akan
kinerja, mengkritik, dan masukan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Melalui
pemantauan dari masyarakat dan tenaga kerja ini, BPJS Ketenagakerjaan bisa
melakukan perbaikan demi tercapainya keinginan dari masyarakat dan tenaga kerja.
179
Selain pemantauan dari pemerintah daerah dan masyarakat pemantauan
hasil kebijakan juga dapat pula dilakukan oleh Lembaga Kepolisian. Tujuan adanya
pemantauan dari Lembaga Kepolisian adalah agar proses pelaksanaan kebijakan
BPJS Ketenagakerjaan dapat berlangsung dengan baik, karena adanya pengawasan
dari tim khusus Lembaga Kepolisian dalam kerjasama terhadap pelaksanaan
program dan jaminan BPJS Ketenagakerjaan.
Dari pemantauan hasil kebijakan yang dilakukan oleh salah satu tenaga
kerja penerima upah, menginginkan adanya pelaksanaan sosialisasi bukan hanya
kepada perusahaan. Namun juga kepada masyarakat yang merupakan pekerja
mandiri. Karena masyarakat pekerja mandiri juga sama-sam menginginkan adanya
perlindungan bagi dirinya. Peran BPJS Ketenagakerjaan disini adalah melakukan
upaya memberi pengertian secara luas kepada masyarakat, agar bisa membuka
mindsetnya terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Tugas dan tanggungjawab BPJS
Ketenagakerjaan memberikan solusi tepatnya untuk tenaga kerja mandiri tersebut.
Kemudian dari pemantauan hasil kebijakan yang dilakukan oleh salah satu
tenaga kerja jasa konstruksi, menginginkan adanya sosialisasi terhadap pengajuan
klaim Jaminan Hari Tua. Sosialisasi pengajuan klaim Jaminan Hari Tua ini agar
memberikan arahan, dan prosedur yang jelas kepada para tenaga kerja jikalau nanti
ada tenaga kerja yang ingin mengajukan pencairan atau klaim Jaminan Hari Tua,
mereka bisa mengerti dan memahami petunjuk dan prosedurnya. BPJS
Ketenagakerjaan memfasilitasi pendaftaran klaim secara online, namun tidak
180
semua tenaga kerja bisa memahami internet, mengikuti perkembangan internet.
Untuk itu adanya sosialisasi pengajuan klaim untuk mempermudah pemahaman
tenaga kerja. pendaftaran secara online pengajuan klaim dapat dilihat di gambar 4.2
sebagai berikut:
Gambar 4.2
Pendaftaran Online Pengajuan Klaim
(Sumber: www.bpjsketenagakerjaan.go.id , diakses tanggal 05 Januari 2016)
Pemantauan hasil kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan, menginginkan
adanya strategi pelaksanaan yang baik yang dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun strategi tersebut bertujuan, agar jaminan BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri
bisa lebih unggul daripada asuransi lainnya.
5. Evaluasi Kinerja Kebijakan
Pada tahapan yang kelima yaitu evaluasi kinerja kebijakan. Yaitu
menyediakan informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan, kemudian
181
memberikan kritik yang mendasari tujuan, nilai-nilai, dan sasaran kebijakan.
Evaluasi adalah kegiatan pengukuran terhadap tingkat pencapaian pelaksanaan
kebijakan BPJS Ketenagakerjaan. Evaluasi menjadi tugas dan tanggungjawab dari
BPJS Ketenagakerjaan dan para stakeholders lainnya. Seperti Pemerintah Daerah,
dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Dalam evaluasi pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan, diharapkan
adanya perbaikan pada perluasan sosialisasi kepada masyarakat. Mengupayakan
masyarakat juga bisa ikut berpartisipasi terhadap sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan.
Dengan mengenalkan BPJS Ketenagakerjaan bukan dengan tenaga kerja dan
perusahaan saja, namun kepada orang yang awam sekalipun. Agar seluruh
masyarakat yang perlu dijaminkan perlindungan kehidupannya bisa dirasakan
secara keseluruhan masyarakatnya.
Dalam evaluasi diharapkan BPJS Ketenagakerjaan bisa bekerjasama dan
berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi dan Kota. Karena keterlibatan dengan
bekerjasama dan berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan Kota, dapat
terselenggaranya proses pelaksanaan kebijakan yang lebih baik. Pemerintah
Provinsi dan Kota bisa mengawasi dan memonitoring bilamana pelaksanaan
kebijakan BPJS Ketenagakerjaan mengalami kendala atau permasalahan.
Dalam evaluasi juga perlunya membangun pencapaian Good Governance
dan tertib administrasi yang transparan. Proses pelaksanaan tertib administrasi
182
harus dilakukan dengan mengedepankan peningkatan pelayanan kepada
masyarakat. Membentuk kerjasama lebih banyak lagi dengan Rumah Sakit
Trauma Center (RSTC) atau Rumah Sakit yang ditunjuk oleh BPJS
Ketenagakerjaan untuk berupaya menyembuhkan tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan di tempat kerjanya. Adapun alur pelayanan kepada tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan dapat dilihat digambar 4.3 sebagai berikut:
Gambar 4.3
Alur Pelayanan Tenaga Kerja yang Mengalami Kecelakaan Kerja
(Sumber: www.bpjsketenagakerjaan.go.id, diakses tanggal 05 Januari 2016)
Keterangan:
Berdasarkan gambar 4.3 diatas, dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa
alur pelayanan Return To Work dimulai saat tenaga kerja mengalami kecelakaan
kerja, lalu mendapatkan kuratif di Rumah Sakit Trauma Center melalui Manajer
Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja (KK PAK). Selanjutnya
apabila tenaga kerja dinyatakan cacat fisik terdapat proses rehabilitasi dimana pihak
183
perusahaan dan tenaga kerja yang mengalami cacat tersebut memberikan
persetujuan secara tertulis. Selanjutnya manajer Kasus Kecelakaan Kerja dan
Penyakit Akibat Kerja (KK PAK) akan mendampingi peserta dalam proses Return
To Work. “Dalam hal ini Manajer Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat
Kerja (KK PAK) berperan untuk menjembatani antara tenaga kerja, pihak medis,
manajemen perusahaan, serikat pekerja, dan balai pelatihan kerja. Setelah pelatihan
pasca kecelakaan, jika tenaga kerja dinyatakan sudah siap mental dan fisik, dalam
artian tenaga kerja sudah sehat dari kecelakaan dan penyakitnya, maka tenaga kerja
sudah bisa ditempatkan lagi ditempat kerjanya sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya.
Tabel 4.7
Pembahasan dan Temuan di Lapangan
No Kriteria Pembahasan Temuan di Lapangan 1 Merumuskan Masalah Menemukan masalah
ataupun fenomena-fenomena terkait dalam pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
1. Perubahan struktur organisasi dari PT. Jamsostek menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
2. Kurangnya perluasan sosialisasi yang mengakibatkan belum semua tenaga kerja dan perusahaan di wilayah Banten menjadi pendaftar kepesertaan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
3. Perubahan badan hukum organisasi, yang semula persero/privat, berubah menjadi badan hukum publik.
4. Perubahan sistem kerja Umum dan SDM dalam pengadaan barang dan jasa atau belanja modal.
5. Perubahan program dan manfaat. Program PT. Jamsostek yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sedangkan program BPJS Ketenagakerjaan yaitu Jaminan Pensiun.
6. Kurangnya pantauan dan koordinasi dari Pemerintah Daerah dan Lembaga Kepolisian selama proses pelaksanaan transformasi.
184
7. Kurangnya penanganan dan Ketidaksigapan karyawan mengenai pencairan iuran Jaminan Hari Tua kepada tenaga kerja.
2 Peramalan Masa Depan
Kebijakan
Prosedur untuk membuat informasi aktual tentang situasi sosial di masa depan BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Akibat kurangnya sosialisasi ketika masih menjadi PT. Jamsostek, pada peramalan dimasa depan banyak masyarakat yang tidak tercover perlindungannya oleh BPJS Ketenagakerjaan. Akibat dari kurangnya mematuhi peraturan perundang-undangan yang dil lakukan oleh perusahaan-perusahaan, maka peramalan dimasa depan akan banyak terjadinya kasus hukum antara perusahaan dan pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan bila pengusaha masih tidak mendaftarkan tempat usahanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan,
3 Rekomendasi Kebijakan
Memberikan rekomendasi kebijakan yang sesuai dengan masalah yang ada terkait dengan BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Menyalurkan surat himbauan kepada perusahaan-perusahaan artinya adalah BPJS Ketenagakerjaan menghimbau tegas agar perusahaan bisa menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Karena disini peran BPJS Ketenagakerjaan sebagai operator yaitu melaksanakan sosialisasi kepada tenaga-tenaga kerja dan perusahaan-perusahaan.
4 Pemantauan Hasil Kebijakan
Penilaian dan pengawasan saat kebijakan BPJS Ketenagakerjaan sedang dilaksanakan
Pemantauan harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kota), Masyarakat, Tenaga Kerja, Perusahaan, Lembaga Kepolisian.
5 Evaluasi Kinerja Kebijakan
Mengetahui menilai yang mendasari tujuan, sasaran, dan kinerja dalam kebijakan BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
1. Perbaikan pada perluasan sosialisasi kepada masyarakat. Mengupayakan masyarakat bisa ikut berpartisipasi terhadap sosialisasi yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan.
2. Membangun pencapaian Good Governance dan tertib adiminstrasi secara transparan karena hal itu merupakan pokok penting yang dapat juga membangun eksistensi BPJS Ketenagakerjaan menjadi lebih baik.
3. Proses pelaksanaan tertib administrasi harus dilakukan dengan mengedepankan peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang bisa berkualitas. Perlunya memperbanyak lagi RSTC (Rumah Sakit Trauma Center) Rumah Sakit yang ditunjuk BPJS Ketenagakerjaan untuk memfasilitasi tenaga kerja yang sakit atau kecelakaan.
(Sumber: Peneliti, 2016)
185
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di Lapangan yang telah di
paparkan pada bab sebelumnya, maka penyimpulan akhir mengenai Analisis
Kebijakan Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kantor Wilayah Banten belum dapat berjalan
secara optimal, dikarenakan masih banyak beberapa permasalahan dalam
pelaksanaannya. Adapun permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan kebijakan
transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan adalah, masih banyak tenaga kerja-tenaga kerja dan
perusahaan-perusahaan khususnya di wilayah Banten, belum masuk atau belum
menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, kurangnya
perluasan sosialisasi juga merupakan permasalahan yang diangkat, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan masih belum melakukan perluasan
sosialisasi ke wilayah perkampungan.
Tujuan dari sosialisasi ke wilayah perkampungan, berfokus pada tenaga
kerja yang termasuk tenaga kerja bukan penerima upah seperti para petani,
pedagang, dan para masyarakat yang bekerja mandiri, selain itu kurangnya
186
penanganan dan Ketidaksigapan karyawan mengenai pencairan iuran Jaminan Hari
Tua kepada tenaga kerja merupakan salah satu permasalahan yang terjadi dalam
pelaksanaan kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Pada peramalan masa depan, banyak hal-hal yang perlu diperhatikan, adapun hal-
hal yang bilamana akan terjadi ketidaksesuaian pada tujuan dimasa akan datang
nanti, maka hal itu harus diperbaiki dan segera di tindak lanjuti dicarikan jalan
keluar terbaiknya.
Dari tahap rekomendasi kebijakan, tidak adanya rekomendasi kebijakan
yang diberikan dari pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Karena mereka sudah memberikan hak penuh kepada pemerintah sebagai pembuat
kebijakan tersebut, untuk itu mereka hanya menjalankan kebijakan atau dengan
kata lain sebagai operator, tidak wajib memberikan rekomendasi kebijakan sebagai
alternatif kebijakan pada pelaksanaan kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan. Pada tahapan pemantauan hasil kebijakan, ini tidak hanya
menjadi tugas dan tanggungjawab pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan dalam memantau hasil kebijakan, namun menjadi tugas dan
tanggung jawab juga dari Pemerintah Daerah, Masyarakat, Perusahaan-perusahaan,
dan Lembaga Kepolisian. Mereka diikutsertakan dalam pemantauan hasil kebijakan
agar bisa memahami, menilai, dan bisa mengawasi hasil kinerja dari Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam menjalankan Program dan
Jaminan yang ditetapkan. Pada tahapan akhir dalam analisis kebijakan yaitu
187
evaluasi kebijakan. Dalam tahapan ini evaluasi dilaksanakan setiap program
tersebut dijalankan. Dalam evaluasi kebijakan, menerapakan perbaikan-perbaikan,
mengganti kebijakan yang masih kurang diterima masyarakat, dan dalam evaluasi
juga membangun kinerja para pegawai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan menjadi lebih baik.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian diatas, maka
peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan masukan dalam
kebijakan transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, adapun saran-saran tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kantor Wilayah
Banten, dalam menjadi operator atau sebagai pelaksana kebijakan yang sudah
ditetapkan pemerintah, perlu meningkatkan lagi koordinasi dengan berbagai
pihak yang terlibat. Yaitu Pemerintah, Dinas Tenaga Kerja, Lembaga
Kepolisian, Pengadilan Tinggi. Dengan masyarakat tentunya bekerja sama
dalam pemantauan pelaksanaan kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan, selain itu perlu juga meningkatkan sosialisasi ke
wilayah-wilayah, sekalipun wilayah tersebut masih minim pada inftrastruktur,
188
akan tetapi perlu diberikan sosialisasi, pemahaman bahwa Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bekerja penuh pada
kesejahteraan masyarakat, pada tenaga kerja-tenaga kerja baik sektor formal
maupun informal. Baik tenaga kerja penerima upah, maupun tenaga kerja
bukan penerima upah.
2. Dilakukan monitoring rutin setiap hari untuk mengatasi masalah dalam
ketidaksigapan pegawai. Hasil dari monitoring tersebut juga harus selalu
dievaluasi agar pegawai juga dapat memperbaiki kekurangan atau kesalahan
yang berakibat pada ketidakpuasan masyarakat. Monitoring tersebut dapat
dilakukan oleh setiap kepala bagian agar lebih efektif dan efisien.
3. Sosialisasi pengajuan atau pencairan klaim. Sosialisasi ini dimaksudkan agar
masyarakat dapat mudah dan memahami bagaimana prosedurnya, sehingga
masyarakat tidak dipersulit saat pengajuan klaim.
4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan harus lebih
mengoptimalkan dalam melakukan pengawasan kinerja, agar hasil dari kinerja
lebih efektif dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
5. Untuk pelaksanaan evaluasi, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten harus lebih transparan agar
masyarakat dapat mengetahui mengenai hasil penilaian kebijakan yang telah
dievaluasi, khususnya dalam evaluasi kebijakan transformasi PT. Jamsostek
(Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
189
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Abidin,Said Zainal. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Suara Bebas.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta.
Bennis, Warren G. 1969. Organizational Development. Its Nature, Origins and Prospects. Addison Wesley Publishing Company: Reading Mass.
Denzin, K Norman dan Younna, S Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.
Nasution, S. 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Moleong, Lexy J.2007. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nugroho, Riant. 2007. Analisis Kebijakan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Patton, Carl V.,& David S. Sawicky. 1993. Basic Methods of Policy Analysis and Planning. London: Prentice Hall.
Quade, E.S. 1982. Analysis for Public Decisions. New York: Elsevier Science.
Robbins, Steven P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jakarta: Prenhallindo
Siagian, Sondang P. 2007. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.
190
Silalahi, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Subarsono. 2012. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharto, Edi. 2010. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: PT. Alfabeta.
Sutarto, 2006. Dasar-dasar Organisasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Kebijakan Publik yang membumi. Yogyakarta: Lukman Offsein & YPAPI.
Wahab, Solichin Abdul. 2014. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke
Penyusunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Weimer, David L., & Aidan R. Vining. 1999. Policy Analysis: Concepts and Practice. New Jersey: Prentice Hall.
Winarno, B. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Persada.
DOKUMEN:
UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
191
SUMBER LAIN:
Bennis, Warren G. 1969. Organizational Development. Its Nature, Origins and Prospects. Addison Wesley Publishing Company. Reading Mass.
Lewin, Kurt. 1951. Field Theory in Social Science. New York: Harper and Row.
Nadler, David A. and Michael L. Thusman. 1990. Beyond the Charismatic Leader: Leadership and Organzational Change. California Management Review, 32.
Tiga Derajat Transformasi dalam Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan. Diunduh dari www.yahoo.com Jamsostek,
Jakarta. Tanggal 8 Maret 2015.
Pengertian Jamsostek Secara Resmi yang diatur Pasal 1 ayat 1 Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1992. Diunduh dari www.jamsosindonesia.com. Tanggal
17 Mei 2015.
Hak dan Kewajiban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Diunduh dari www.bpjsketenagakerjaan.go.id. Tanggal 05 Januari 2016.
192
LAMPIRAN I (Surat Ijin Penelitian)
193
194
195
196
LAMPIRAN II (Surat Keterangan Penelitian)
197
198
199
200
201
202
203
204
205
LAMPIRAN III (Pedoman Wawancara)
206
PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN
Dalam upaya memperoleh data, penelitian tentang “ Analisis Kebijakan
Transformasi PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan” dengan menggunakan wawancara sebagai metode utama dalam
melakukan pengkajian data secara mendalam. Berikut merupakan pedoman wawancara
yang ditujukkan kepada informan sesuai dengan indikator dari teori yang digunakan dalam
penelitian ini:
1. Merumuskan Masalah
a. Masalah apa saja yang berkaitan dalam pelaksanaan kebijakan transformasi PT.
Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan?
b. Apa yang menjadi penyebab dari kurangnya sosialisasi dalam pertambahan
kepesertaan?
c. Adakah pantauan dan koordinasi dari Pemerintah Daerah dan Lembaga
Kepolisian selama proses berlangsungnya transformasi.
d. Apa penyebab dari kurangnya penanganan dan ketidaksigapan BPJS
ketenagakerjaan dalam pencairan Jaminan Hari Tua?
2. Peramalan Masa Depan Kebijakan
a. Apa dampak di masa akan datang dari program atau jaminan BPJS
Ketenagakerjaan?
207
b. Apa manfaat dari transformasi PT. Jamsostek yang berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan?
c. Bagaimana Peramalan dimasa depan mengenai kebijakan pelaksanaan BPJS
Ketenagakerjaan?
3. Rekomendasi Kebijakan
a. Adakah rekomendasi kebijakan atau alternatif kebijakan bagi pelaksanaan
kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
4. Pemantauan Hasil Kebijakan
a. Bagaimana pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS
Ketenagakerjaan?
5. Evaluasi Kinerja Kebijakan
a. Apa hasil dari evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
b. Apa target dan sasaran kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
208
LAMPIRAN IV (Catatan Lapangan dan
Membercheck)
209
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Selasa, 05 Januari 2016
Waktu : Pukul 14.00 WIB
Tempat : Ruang Ka. Umum dan SDM BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Nama Informan : Wahyuni Wahab
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan/Jabatan : Kepala Umum dan SDM BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Q1 Masalah apa saja yang berkaitan dalam pelaksanaan kebijakan transformasi PT.
Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan?
A1 Dimulai dari masalah pencairan klaim Jaminan Hari Tua, yang sampai saat ini
masih dikeluhkan para tenaga kerja yang ingin mencairkan Jaminan Hari Tuanya,
dan masalah terhadap kinerja juga masih perlu kami perbaiki, dengan harapan
sesuai tugas dan tanggung jawab para pekerja BPJS Ketenagakerjaan Kanwil
Banten.
Q2 Apa yang menjadi penyebab dari kurangnya sosialisasi dalam pertambahan
kepesertaan?
A2 Memang untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat di desa atau perkampungan,
pegawai masih kurang giat dan kurang gencar. Kurang adanya motivasi untuk giat
dan gencar ini yg menjadi masalah pada masih kurangnya pertambahan kepesertaan
di BPJS Ketenagakerjaan khususnya wilayah Banten.
210
Q3 Adakah pantauan dan koordinasi Pemerintah Daerah dan Lembaga Kepolisian
selama proses berlangsungnya transformasi?
A3 Saat ini BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten kurang adanya kerjasama dengan
Pemerintah Daerah dan Lembaga Kepolisian. Hal ini salah satu penyebab bahwa
pelaksanaan kebijakan Trasformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan masih kurang maksimal dalam mengatasi masalah terkait
pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan.
Q4 Apa penyebab dari kurangnya penanganan dan ketidaksigapan BPJS
ketenagakerjaan dalam pencairan Jaminan Hari Tua?
A4 Penyebab dari kurangnya penanganan dan ketidaksigapan karyawan BPJS
Ketenagakerjaan dikarenakan masih kurang terlatihnya para karyawan, dan
perlunya melakukan proses belajar terus menerus setiap harinya agar karyawan bisa
lebih cekatan dalam segala sesuatunya.
Q5 Apa dampak di masa akan datang dari program atau jaminan BPJS
Ketenagakerjaan?
A5 Dimasa akan datang program-program jaminan BPJS Ketenagakerjaan akan
membantu seluruh tenaga kerja khususnya bagi keberlangsungan kesejahteraan para
tenaga kerja. Seperti para buruh yang bisa tercover dan terjamin kehidupannya,
tidak khawatir lagi akan kecelakaan kerja yang akan menimpanya. Untuk tenaga
kerja yang bergerak dibidang usaha mandiri, seperti tenaga kerja bukan penerima
upah, mereka akan terlindungi juga oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan catatan
211
adanya kesadaran dari mereka.
Q6 Apa manfaat dari transformasi PT. Jamsostek yang berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan?
A6 Manfaat dari transformasi PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan yaitu
BPJS Ketenagakerjaan sekarang sudah banyak melakukan perubahan dari sistem
pengadaan barang dan jasa. Perubahan ini sangat memberikan kemudahan kepada
pegawai BPJS Ketenagakerjaan khususnya BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten.
Kami dengan lebih mudah melakukan transaksi kepada penjual tanpa harus bertemu
atau tatap muka, tapi sekarang sudah menggunakan teknologi berbasis e-
procurment. Selain itu kesejahteraan tenaga kerja lebih ditingkatkan dan
difokuskan, karena sesuai dengan badan hukum yang sekarang, yaitu badan hukum
publik yang berarti mengutamakan kepentingan masyarakat (tenaga kerja).
Q7 Bagaimana Peramalan dimasa depan mengenai kebijakan pelaksanaan BPJS
Ketenagakerjaan?
A7 Peramalan masa depan BPJS Ketenagakerjaan terhadap para peserta yaitu
masyarakat akan dapat merasakan perlindungan dari jaminan-jaminan yang sudah
menjadi program BPJS Ketenagakerjaan. Bukan hanya tenaga kerja penerima upah,
tapi tenaga kerja yang bergerak dibidang usaha mandiri yaitu tenaga kerja bukan
penerima upah. Kedepannya mereka harus dilindungi namun harus ada kesadaran
dari masing-masing tenaga kerja.akan berdampak tidak baik, bila masih banyak
tenaga kerja dan perusahaan tidak memiliki kesadaran untuk menjadi peserta BPJS
212
Ketenagakerjaan. Karena kedepannya akan berdampak pada kurangnya
kesejahteraan dari tenaga-tenaga kerja, karena tidak tercover oleh BPJS
Ketenagakerjaan jaminan kehidupannya. BPJS Ketenagakerjaan kedepannya akan
lebih memasyarakat di sektor formal maupun informal. Adapun dilihat dari segi
manfaat, sebenarnya manfaat yang diberikan masih sama ketika masih menjadi
Persero. Namun sekarang, perbedaannya adalah BPJS Ketenagakerjaan tidak
mengambil keuntungan untuk pemegang saham, tapi apa yang telah diinvestasi dari
premi yang sudah diterima, dikembalikan lagi kepada peserta yaitu kepada tenaga
kerja. peramalan masa depan nantinya akan ada pemberdayaan tenaga kerja. Yaitu
pemberdayaan bagi peserta tenaga kerja yang mengalami kecelakaan dan
mengalami cacat akan diberikan pelatihan khusus kepada tenaga kerja yang sesuai
dengan kemampuan tenaga kerja tersebut.
Q8 Adakah rekomendasi kebijakan atau alternatif kebijakan bagi pelaksanaan
kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A8 Tidak adanya rekomendasi kebijakan dari saya, karena kebijakan yang sudah
ditetapkan dari pemerintah adalah kebijakan yang terbaik bagi pelaksanaan BPJS
Ketenagakerjaan, sehingga saya hanya menyarankan untuk semua tenaga kerja dan
perusahaan, agar bisa membuka lebar mindset nya, karena memang tujuan dari
pemerintah adalah yang terbaik untuk masyarakat, tentunya untuk tenaga-tenaga
kerja sebagai kebutuhan jaminannya.
Q9 Bagaimana pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
213
A9 Pemantauan hasil kebijakan wajib harus dilakukan karena agar tujuan dan hasil
dapat berjalan dengan optimal dan memuaskan. Adapun pemantauan hasil
kebijakan dari BPJS Ketenagakerjaan ini, harus adanya pemantauan dari
Pemerintah daerah, lembaga terkait seperti Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Perusahaan-perusahaan, dan adanya pemantauan dari para tenaga kerja.
Q10 Apa hasil dari evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A10 Suatu kebijakan tidak akan berjalan dengan sesuai tujuan, bila tidak dilakukannya
evaluasi terhadap hasil dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Dari hasil pencapaian
yang sudah dijalankan pihak BPJS Ketenagakerjaan, masih terasa kurang karena
pencapaian kepesertaan dari tenaga kerja-tenaga kerja dan perusahaan-perusahaan
yang ada di wilayah Banten, belum semua masuk menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan, untuk itu harus lebih giat dan gencar lagi dalam memperkenalkan
eksistensi BPJS Ketenagakerjaan ini. Kepada masyarakat yang awam sekalipun
harus diperkenalkan dan disosialisasikan. Karena kembali lagi pada tujuan kita
adalah, memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada tenaga kerja-tenaga
kerja, baik tenaga kerja formal maupun tenaga kerja informal.
Q11 Apa target dan sasaran kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A11 Target pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan yaitu harus adanya
pencapaian yang maksimal, seluruh tenaga kerja wilayah Banten harus menjadi
peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sasarannya yaitu tenaga kerja sektor formal
maupun informal.
214
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Selasa, 05 Januari 2016
Waktu : Pukul 14.30 WIB
Tempat : Ruang Kepala Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Nama Informan : Mu‟alif
Umur : 52 Tahun
Pekerjaan/Jabatan : Kepala Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Q1 Masalah apa saja yang berkaitan dalam pelaksanaan kebijakan transformasi PT.
Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan?
A1 Masalah yang timbul selama pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan yaitu
masih banyak perusahaan yang mangkir untuk menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan. Padahal kewajiban perusahaan untuk mendaftarkan tempat
usahanya ke BPJS Ketenagakerjaan merupakan hal yang wajib karena telah diatur
oleh UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu masalah
pada penyediaan fasilitas, kurangnya fasilitas dan masih terbatasnya Sumber Daya
Manusia di BPJS Ketenagakerjaan ini sendiri. Kami sedang melakukan peningkatan
atau perubahan menjadi lebih baik.
Q2 Apa yang menjadi penyebab dari kurangnya sosialisasi dalam pertambahan
kepesertaan?
215
A2 Berbicara mengenai kurangnya sosialisasi sebenarnya kami sudah melakukan
gerakan sosialisasi namun, sosialisasi yang kami laksanakan itu kami targetkan.
Pelaksanaan sosialisasi kami targetkan untuk daerah-daerah yang memiliki potensi
adanya pembangunan tempat-tempat usaha dan atau pabrik-pabrik yang dibangun
didaerah itu. Kami tidak melaksanakan sosialisasi ke daerah perkampungan
dikarenakan daerah perkampungan tidak banyak memiliki potensi tempat-tempat
usaha, maka dari itu percuma saja kami melakukan sosialisasi ketempat tersebut.
Q3 Apa penyebab dari kurangnya penanganan dan ketidaksigapan BPJS
ketenagakerjaan dalam pencairan Jaminan Hari Tua?
A3 Pencairan Jaminan Hari Tua masih terus akan mengalami perbaikan. Sebenarnya
ketidaksigapan karyawan BPJS Ketenagakerjaan dalam melayani para tenaga kerja
yang ingin melakukan pencairan atau klaim, dikarenakan keterbatasan tempat.
Tempat yang tidak cukup luas untuk menampung lebih dari 150 orang tenaga kerja
yang ingin klaim. Untuk itu pusat menstrandarisasikan bahwa tenaga kerja yang
ingin klaim hanya boleh 100-150 orang.
Q4 Apa dampak di masa akan datang dari program atau jaminan BPJS
Ketenagakerjaan?
A4 Dampak dimasa akan datang akan keberadaan program atau jaminan BPJS
Ketenagakerjaan akan mengcover banyak tenaga kerja sehingga bisa memberikan
perlindungan lebih kepada mereka. Maka dari itu, kalau tidak dimulai dari
sekarang, maka akan dipertanyakan, kapan lagi tenaga kerja akan sejahtera? Kapan
216
lagi tenaga kerja akan tercover kehidupannya, sampai pada kecelakaan kerjanya?
Prinsipnya dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial harus melindungi atau
mewajibkan mengcover kesejahteraan para tenaga kerja, khususnya bila nanti
tenaga kerja sudah pensiun, BPJS Ketenagakerjaan memberikan manfaat pensiun
kepada tenaga kerja dari hasil iuran yang dikeluarkan tenaga kerja dan perusahaan.
Q5 Apa manfaat dari transformasi PT. Jamsostek yang berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan?
A5 Manfaatnya sebenarnya masih sama ketika BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri
menjadi PT. Jamsostek (Persero). Hanya saja perbedaannya, kebebasan pengelolaan
dana bukan lagi dipegang oleh Pemegang saham melainkan oleh pemerintah
dengan dilanjutkan untuk dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan. Dan sekarang BPJS
Ketenagakerjaan mengupayakan adanya pemberdayaan tenaga kerja yang
mengalami kecelakaan dengan dibimbing untuk mengikuti pelatihan-pelatihan
sesuai dengan kemampuan para tenaga kerja.
Q6 Bagaimana Peramalan dimasa depan mengenai kebijakan pelaksanaan BPJS
Ketenagakerjaan?
A6 Peramalan dimasa akan datang, bila masih banyak perusahaan yang tidak mematuhi
peraturan perundang-undangan yang sudah ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan,
untuk wajib mendaftar sebagai Peserta BPJS Ketenagakerjaan, akan ditindaklanjuti
oleh pihak-pihak yang kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Dinas
Tenaga Kerja dan Tramsmigrasi, Lembaga Kepolisian, dan Kejaksaan Tinggi.
217
Sebetulnya kebijakan dari BPJS Ketenagakerjaan adalah tidak lain untuk bisa
meningkatkan kesejahteraan tenaga-tenaga kerja, karena tugas kami adalah sebagai
amanah dari pemerintah untuk berkoordinasi dan kerja sama dengan pemerintah
demi tercapainya tujuan negara. Kalau tidak dimulai dari sekarang sekarang ini,
justru akan semakin dipertanyakan bagaimana kesejahteraan kehidupan tenaga
kerja? Apakah seluruh tenaga kerja sudah terjamin kehidupannya? Tentunya untuk
menjawab semua pertanyaan pertanyaan tersebut, kami harus menggerakkan
seluruh tenaga kerja dan perusahaan untuk menjadi peserta di BPJS
Ketenagakerjaan.
Q7 Adakah rekomendasi kebijakan atau alternatif kebijakan bagi pelaksanaan
kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A7 Tidak adanya rekomendasi yang harus ditetapkan, karena disini BPJS
Ketenagakerjaan adalah bukan sebagai regulator, melainkan sebagai operator yaitu
hanya menjalankan tugas yang telah diamanahkan oleh pemerintah. Karena semua
aturan sudah diatur sesuai mekanisme pemerintah.
Q8 Bagaimana pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A8 Pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan harus bisa
dilakukan masyarakat, karena program dan peraturan BPJS Ketenagakerjaan harus
dilaksanakan secara transparan, maka wajib bagi masyarakat untuk bisa melakukan
penmantauan akan kebijakan yang telah dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan. hal
ini bertujuan agar masyarakat bisa memberikan masukan demi perbaikan kebijakan
218
BPJS Ketenagakerjaan.
Q9 Apa hasil dari evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan ?
A9 Proses evaluasi harus melibatkan para stakeholders yaitu Pemerintah Provinsi dan
Kota hal ini sesuai dari amanah Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional
dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan adapun target BPJS
Ketenagakerjaan adalah ditahun 2018, seluruh masyarakat Banten bisa menjadi
peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Q10 Apa target dan sasaran kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A10 Target pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan yaitu ditahun 2018 seluruh
masyarakat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sasarannya yaitu tenaga kerja
sektor formal maupun informal (swasta).
219
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Selasa, 05 Januari 2016
Waktu : Pukul 15.00 WIB
Tempat : Ruang Rapat BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Nama Informan : Ardiansyah
Umur : 46 Tahun
Pekerjaan/Jabatan : Penata Senior (Account Management) Kanwil Banten
Q1 Apa dampak di masa akan datang dari program atau jaminan BPJS
Ketenagakerjaan?
A1 Dampak dimasa akan datang mengenai program atau jaminan BPJS
Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan akan mengembangkan RSTC (Rumah
Sakit Trauma Center) bagi para tenaga kerja yang masuk menjadi peserta di BPJS
Ketenagakerjaan. Dengan akan berkembang dan bertambahnya jumlah kepesertaan
pada setiap tahunnya, maka BPJS Ketenagakerjaan akan terus meningkatkan
eksistensinya sebagai badan usaha publik yang menjamin perlindungan tenaga kerja
dan kesejahteraan tenaga kerja. BPJS Ketenagakerjaan juga akan terus berupaya
dalam perbaikan Sistem Informasi Pelayanan Terpadu (SIPT).
Q2 Apa manfaat dari transformasi PT. Jamsostek yang berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan?
A2 Manfaatnya yaitu BPJS Ketenagakerjaan yang sudah menjadi hukum publik
220
sekarang memberikan perlindungan maksimal kepada tenaga kerja, dimana apa
yang telah diinvestasikan dari tenaga kerja melalui pembayaran iuran atau premi,
tenaga kerja bisa menikmati hasil dari iuran atau premi tersebut, ketika kapan saja
tenaga kerja membutuhkan. Seperti mereka tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan kerja, dengan otomatis tenaga kerja tersebut akan diberikan
perlindungan oleh BPJS Ketenagakerjaan, sehingga tidak perlu khawatir akan
keselamatannya.
Q3 Bagaimana Peramalan dimasa depan mengenai kebijakan pelaksanaan BPJS
Ketenagakerjaan?
A3 Peramalan dimasa depan salah satunya adalah akan adanya rencana mengenai
penghapusan tenaga kerja asing sebagai peserta wajib BPJS Ketenagakerjaan.
Artinya Program dan Jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa mengcover
tenaga kerja asing. Rencana ini dimaksudkan agar tidak terjadinya kesimpang
siuran data-data, sehingga kami hanya berfokuskan pada upaya memberikan
program dan jaminan kepada tenaga kerja Indonesia. Seperti yang kita ketahui,
bahwa fokus dari pemerintah adalah mensejahterakan tenaga kerja Indonesia, bukan
tenaga kerja asing. Konsep rencana ini sudah di musyawarahkan oleh pejabat-
pejabat tinggi BPJS Ketenagakerjaan.
Q4 Bagaimana pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A4 Selain adanya pantauan hasil kebijakan dari pemerintah daerah, dan masyarakat,
Pemantauan hasil kebijakan BPJS Ketenagakerjaan juga harus adanya koordinasi
221
dengan Lembaga Kepolisian. Dengan tujuan agar proses pelaksanaan kebijakan
BPJS Ketenagakerjaan dapat berlangsung dengan baik. Karena adanya pengawasan
dari tim khusus lembaga kepolisian dalam kerjasama terhadap pelaksanaan program
dan Jaminan BPJS Ketenagakerjaan.
Q5 Apa hasil dari evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan ?
A5 Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan, BPJS
Ketenagakerjaan memperbanyak RSTC (Rumah Sakit Trauma Centre) rumah sakit
yang ditunjuk oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan dengan tujuan membuat tenaga
kerja yang mengalami kecelakaan bisa sembuh secara total, dilakukannya tertib
administrasi, dan kebijakan secara transparansi dengan membangun Good
Governance dengan mengubah sistem pengadaan barang dan jasa berbasis E-
Procurement yaitu berbasis teknologi.
Q6 Apa target dan sasaran kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A6 Targetnya yaitu membuat seluruh tenaga kerja dan perusahaan masuk BPJS
Ketenagakerjaan yang sesuai peraturan pemerintahan. Dan para tenaga kerja
dengan biaya yang minimal akan mendapatkan manfaat yang maksimal. Sasarannya
yaitu tenaga kerja sektor formal maupun informal (swasta).
222
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Selasa, 02 Desember 2015
Waktu : Pukul 13.00 WIB
Tempat : Ruang Rapat BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Nama Informan : Wullanda Putri Cia
Umur : 26 Tahun
Pekerjaan/Jabatan : Penata Madya SDM BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Q1 Masalah apa saja yang berkaitan dalam pelaksanaan kebijakan transformasi PT.
Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan?
A1 Sebelum BPJS Ketenagakerjaan berubah menjadi badan hukum publik, yang
semulanya yaitu merupakan PT. Jamsostek (Persero) yang berbadan hukum privat,
masalah-masalah terhadap pelaksanaan kebijakan ini sudah ada, dimulai dari
permasalahan akan kekurangan Sumber Daya manusia dalam menjalankan peran
dan tanggung jawab di dalam BPJS Ketenagakerjaan, dan masalah pada
ketidakpatuhan perusahaan yang sampai sekarangpun masih ada. Masalah akan
perusahaan yang masih kurang patuh untuk mendaftarkan tempat usahanya
memang termasuk masalah yang cukup sulit untuk bisa diatasi. Ketidakpatuhan
perusahaan inilah yang membuat kami harus bisa aktif dan gencar
mensosialisasikan BPJS Ketenagakerjaan. Sampai perusahaan benar-benar bosan
mendengarkan sosialisasi ini.
223
Q2 Apa yang menjadi penyebab dari kurangnya sosialisasi dalam pertambahan
kepesertaan?
A2 Penyebab kurangnya sosialisasi adalah sulitnya menyatukan perbedaan pendapat
menjadi satu pendapat. Terkadang pendapat yang berlainan diantara masing-masing
orang yang terlibat dalam sosialisasi walapun memliki tujuan yang sama namun tak
jarang dari kami memiliki perbedaan pendapat dan pandangan. Namun terlepas dari
itu, kami akan terus bersatu untuk menyusun rencana atau strategi yang terbaik
untuk sosialiasasi yang tepat kepada masyarakat dan juga perusahaan-perusahaan.
Q3 Apa penyebab dari kurangnya penanganan dan ketidaksigapan BPJS
ketenagakerjaan dalam pencairan Jaminan Hari Tua?
A3 Sudah semaksimal mungkin kami memberikan penanganan yang terbaik untuk para
peserta. Adanya ketidaksigapan dari pelayanan dalam memberikan pelayanan
Jaminan Hari Tua karena adanya faktor permasalahan tempat. Tempat yang tidak
memungkinkan untuk kami bisa menampung banyak orang lebih dari 150 sangat
tidak efisien akan pelayanannya, sehingga untuk memberikan hal yang terbaiknya,
BPJS Ketenagakerjaan memberikan batasan pengunjung yang ingin mencairkan
Jaminan Hari Tua hanya 100-150 orang.
224
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : Senin, 11 Januari 2016
Waktu : Pukul 15.00 WIB
Tempat : Ruang Rapat BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten
Nama Informan : Karna Wijaya
Umur : 40 Tahun
Pekerjaan/Jabatan : Kasie. Pengupahan dan Jamsos Disnakertrans Provinsi Banten
Q1 Adakah rekomendasi kebijakan atau alternatif kebijakan bagi pelaksanaan
kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A1 Mengenai alternatif atau rekomendasi kebijakan dari saya, ya memang seharusnya
adanya penyaluran surat himbauan kepada perusahaan-perusahaan yang masih
belum terdaftar kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebagai salah dari sosialisasi
atau usaha dalam pencapaian pertambahan kepesertaan BPSJ Ketenagakerjaan itu
sendiri.
Q2 Bagaimana pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A2 Disatu sisi BPJS Ketenagakerjaan memberikan nuansa baru bagi asuransi Jaminan
Sosial. Namun disini BPJS Ketenagakerjaan juga tidak mengelak pasti banyak juga
kekurangannya, sebagai salah satunya adalah pelayanan yang kurang maksimal.
Biasanya, sebuah lembaga yang dikelola oleh PT atau Persero itu jauh lebih baik
dibandingkan dengan lembaga yang sudah dikelola oleh pemerintah atau adanya
225
campur tangan dari pemerintah. Karena lembaga yang dikelola oleh PT atau
Persero, mereka lebih mengedapankan pelayanan yang maksimal untuk masyarakat.
Bila ada hal-hal yang menjadi kekurangan didalamnya, pasti dengan gerak cepat
mereka merubah sistemnya. Namun bila, sebuah lembaga yang dikelola oleh
pemerintah, bisa dipastikan pelayanan menjadi kurang maksimal, karena setiap
harinya tidak menerpakan pembaharuan. Bila ada masyarakat yang merasa
dirugikan, mereka berpikir, pendapatan yang mereka hasilkan adalah dari
pemerintah. Melakukan atau tidak melakukan perbaikan atau pembaharuan, mereka
akan tetap digaji oleh pemerintah.
226
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : 18 Januari 2016
Waktu : Pukul 12.46 WIB
Tempat : Krakatau Junction
Nama Informan : Mochamad Reza Setiawan
Umur : 22 Tahun
Pekerjaan/Jabatan : Karyawan PT. Krakatau Steel
Q1 Bagaimana pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A1 Sebagai tenaga kerja, saya setuju dengan peran dari tenaga kerja itu sendiri dalam
melakukan pengawasan terhadap kebijakan pelaksanaan program dan jaminan
BPJS Ketenagakerjaan. Karena jujur, saya sangat berharap bahwa dengan adanya
eksistensi BPJS Ketenagakerjaan, saya sangat berharap, bahwa kesejahteraan para
tenaga kerja di utamakan. Kalau menurut saya sendiri, seharusnya pihak dari BPJS
Ketenagakerjaan ini, harus lebih memperluas lagi jaringan atau sosialisasi bukan
hanya kepada perusahaan, tapi kepada masyarakat yang bukan penerima upah juga
seperti petani, dan pedagang. Harus bisa mengubah pandangan masyarakat akan
keberadaan BPJS Ketenagakerjaan. Agar perlindungan dan kesejahteraan mereka
juga bisa menjadi lebih baik karena ada program jaminan yang mengcover mereka.
227
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : 15 Januari 2016
Waktu : 14.00 WIB
Tempat : Cimuncang Gudang Garam (Kediaman Informan)
Nama Informan : Rahmat Hidayat
Umur : 22 Tahun
Pekerjaan/Jabatan : Karyawan PT. Timah Industri
Q1 Bagaimana pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A1 Seharusnya pihak BPJS Ketenagakerjaan dalam upaya melakukan sosialisasi, harus
menjelaskan juga bagaimana jika nanti tenaga kerja melakukan pencairan
jaminannya. Sehingga tidak adanya kesalahpahaman dari tenaga kerja akan
prosedur pencairan atau pengajuan klaim. Seperti pengajuan klaim Jaminan Hari
Tua, di Perusahaan yang lama atau sebelumnya, saya pernah melakukan pencairan
klaim di BPJS Ketenagakerjaan, akan tetapi prosedurnya sangat bertele-tele.
Karena untuk pemberian berkas kepada BPJS Ketenagakerjaan saja, saya harus
menunggu waktu sampai 7 bulan. Tentu saja itu jangka waktu yang lama untuk bisa
pencairan klaim. Terlebih lagi, pengajuan klaim sekarang bisa daftar melalui
internet. Akan tetapi itu tidak semua tenaga kerja mengerti bagaimana penggunaan
internet. Dalam sosialiasasi ini, pihak BPJS Ketenagakerjaan, bisa menjelaskan
lebih rinci dan detail bagaimana proses pengajuan klaim.
228
MEMBER CHECK
Hari/Tanggal : 19 Januari 2016
Waktu : Pukul 14.00 WIB
Tempat : Ruang Kantor PT. Krakatau Steel Cilegon
Nama Informan : Sudirman
Umur : 49 Tahun
Pekerjaan/Jabatan : General Manager SDM
Q1 Bagaimana pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
A1 Seharusnya pihak BPJS Ketenagakerjaan dalam upaya melakukan sosialisasi, harus
menjelaskan juga bagaimana jika nanti tenaga kerja melakukan pencairan
jaminannya. Sehingga tidak adanya kesalahpahaman dari tenaga kerja akan
prosedur pencairan atau pengajuan klaim. Seperti pengajuan klaim Jaminan Hari
Tua, di Perusahaan yang lama atau sebelumnya, saya pernah melakukan pencairan
klaim di BPJS Ketenagakerjaan, akan tetapi prosedurnya sangat bertele-tele.
Karena untuk pemberian berkas kepada BPJS Ketenagakerjaan saja, saya harus
menunggu waktu sampai 7 bulan. Tentu saja itu jangka waktu yang lama untuk bisa
pencairan klaim. Terlebih lagi, pengajuan klaim sekarang bisa daftar melalui
internet. Akan tetapi itu tidak semua tenaga kerja mengerti bagaimana penggunaan
internet. Dalam sosialiasasi ini, pihak BPJS Ketenagakerjaan, bisa menjelaskan
lebih rinci dan detail bagaimana proses pengajuan klaim.
229
LAMPIRAN V (Kategorisasi Data Penelitian)
230
KATEGORISASI DATA
No Kategori Rincian Isi Kategori
1
Merumuskan Masalah
a. Masalah pencairan klaim Jaminan Hari Tua
b. Masalah terhadap kinerja pegawai BPJS
Ketenagakerjaan Kanwil Banten dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab
c. Masih banyaknya perusahaan yang masih
mangkir dan tidak patuh untuk menjadi peserta
di BPJS Ketenagakerjaan.
d. Masih kurang giat dan gencar dalam melakukan
perluasan sosialisasi kepada masyarakat
2
Peramalan Masa Depan
Kebijakan
a. Para peserta akan dapat merasakan perlindungan
dari jaminan-jaminan yang sudah menjadi
program BPJS Ketenagakerjaan. Bukan hanya
tenaga kerja penerima upah, tapi tenaga kerja
yang bergerak dibidang usaha mandiri yaitu
tenaga kerja bukan penerima upah
b. Bila masih banyak perusahaan yang tidak
mematuhi peraturan perundang-undangan yang
231
sudah ditetapkan BPJS Ketenagakerjaan, untuk
wajib mendaftar sebagai Peserta BPJS
Ketenagakerjaan, akan ditindaklanjuti oleh
pihak-pihak yang kerja sama dengan BPJS
Ketenagakerjaan, yaitu Dinas Tenaga Kerja dan
Tramsmigrasi, Lembaga Kepolisian, dan
Kejaksaan Tinggi.
c. Akan adanya rencana mengenai penghapusan
tenaga kerja asing sebagai peserta wajib BPJS
Ketenagakerjaan. Artinya Program dan Jaminan
dari BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa mengcover
tenaga kerja asing. Rencana ini dimaksudkan
agar tidak terjadinya kesimpang siuran data-data.
3
Rekomendasi Kebijakan
a. Dari pihak BPJS Ketenagakerjaan, tidak adanya
rekomendasi yang harus ditetapkan, karena
mereka mengungkapkan bahwa BPJS
Ketenagakerjaan adalah bukan sebagai regulator,
melainkan sebagai operator yaitu hanya
menjalankan tugas yang telah diamanahkan oleh
pemerintah. Karena semua aturan sudah diatur
sesuai mekanisme pemerintah.
232
b. Dari pihak Disnkertrans, memberikan
rekomendasi kebijakan dengan adanya
penyaluran surat himbauan kepada perusahaan-
perusahaan yang masih belum terdaftar
kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebagai salah
dari sosialisasi atau usaha dalam pencapaian
pertambahan kepesertaan
4
Pemantauan Hasil Kebijakan
a. Harus adanya pemantauan dari Pemerintah
daerah, lembaga terkait seperti Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, Perusahaan-perusahaan,
dan adanya pemantauan dari para tenaga kerja.
b. Pemantauan hasil kebijakan BPJS
Ketenagakerjaan juga harus adanya koordinasi
dengan Lembaga Kepolisian. Dengan tujuan agar
proses pelaksanaan kebijakan BPJS
Ketenagakerjaan dapat berlangsung dengan baik.
a. harus lebih giat dan gencar lagi dalam
memperkenalkan eksistensi BPJS
Ketenagakerjaan Kepada masyarakat yang
awam sekalipun harus diperkenalkan dan
233
5
Evaluasi Kinerja Kebijakan disosialisasikan.
b. Proses evaluasi harus melibatkan para
stakeholders yaitu Pemerintah Provinsi dan Kota
hal ini sesuai dari amanah Undang-undang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
234
LAMPIRAN VI (Matriks Hasil Wawancara)
235
MATRIKS HASIL WAWANCARA
1. Merumuskan Masalah
I
Q1
Masalah apa saja yang berkaitan dalam pelaksanaan kebijakan
transformasi PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan?
I1-1
Dimulai dari masalah pencairan klaim Jaminan Hari Tua, yang sampai saat
ini masih dikeluhkan para tenaga kerja yang ingin mencairkan Jaminan
Hari Tuanya, dan masalah terhadap kinerja juga masih perlu kami perbaiki,
dengan harapan sesuai tugas dan tanggung jawab para pekerja BPJS
Ketenagakerjaan Kanwil Banten.
I1-2
Masalah yang timbul selama pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan
yaitu masih banyak perusahaan yang mangkir untuk menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan. Padahal kewajiban perusahaan untuk mendaftarkan
tempat usahanya ke BPJS Ketenagakerjaan merupakan hal yang wajib
karena telah diatur oleh UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS
Ketenagakerjaan. Selain itu masalah pada penyediaan fasilitas, kurangnya
fasilitas dan masih terbatasnya Sumber Daya Manusia di BPJS
Ketenagakerjaan ini sendiri. Kami sedang melakukan peningkatan atau
perubahan menjadi lebih baik.
236
I1-4
Sebelum BPJS Ketenagakerjaan berubah menjadi badan hukum publik,
yang semulanya yaitu merupakan PT. Jamsostek (Persero) yang berbadan
hukum privat, masalah-masalah terhadap pelaksanaan kebijakan ini sudah
ada, dimulai dari permasalahan akan kekurangan Sumber Daya manusia
dalam menjalankan peran dan tanggung jawab di dalam BPJS
Ketenagakerjaan, dan masalah pada ketidakpatuhan perusahaan yang
sampai sekarangpun masih ada. Masalah akan perusahaan yang masih
kurang patuh untuk mendaftarkan tempat usahanya memang termasuk
masalah yang cukup sulit untuk bisa diatasi. Ketidakpatuhan perusahaan
inilah yang membuat kami harus bisa aktif dan gencar mensosialisasikan
BPJS Ketenagakerjaan. Sampai perusahaan benar-benar bosan
mendengarkan sosialisasi ini.
I
Q2
Apa yang menjadi penyebab dari kurangnya sosialisasi dalam
pertambahan kepesertaan?
I1-1
Memang untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat di desa atau
perkampungan, pegawai masih kurang giat dan kurang gencar. Kurang
adanya motivasi untuk giat dan gencar ini yg menjadi masalah pada masih
kurangnya pertambahan kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan khususnya
wilayah Banten.
Berbicara mengenai kurangnya sosialisasi sebenarnya kami sudah
237
I1-2
melakukan gerakan sosialisasi namun, sosialisasi yang kami laksanakan itu
kami targetkan. Pelaksanaan sosialisasi kami targetkan untuk daerah-
daerah yang memiliki potensi adanya pembangunan tempat-tempat usaha
dan atau pabrik-pabrik yang dibangun didaerah itu. Kami tidak
melaksanakan sosialisasi ke daerah perkampungan dikarenakan daerah
perkampungan tidak banyak memiliki potensi tempat-tempat usaha, maka
dari itu percuma saja kami melakukan sosialisasi ketempat tersebut.
I1-4
Penyebab kurangnya sosialisasi adalah sulitnya menyatukan perbedaan
pendapat menjadi satu pendapat. Terkadang pendapat yang berlainan
diantara masing-masing orang yang terlibat dalam sosialisasi walapun
memliki tujuan yang sama namun tak jarang dari kami memiliki perbedaan
pendapat dan pandangan. Namun terlepas dari itu, kami akan terus bersatu
untuk menyusun rencana atau strategi yang terbaik untuk sosialiasasi yang
tepat kepada masyarakat dan juga perusahaan-perusahaan.
I
Q3
Adakah pantauan dan koordinasi Pemerintah Daerah dan Lembaga
Kepolisian selama proses berlangsungnya transformasi?
I1-1
Saat ini BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banten kurang adanya kerjasama
dengan Pemerintah Daerah dan Lembaga Kepolisian. Hal ini salah satu
penyebab bahwa pelaksanaan kebijakan Trasformasi PT. Jamsostek
238
(Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan masih kurang maksimal dalam
mengatasi masalah terkait pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan.
I
Q4
Apa penyebab dari kurangnya penanganan dan ketidaksigapan BPJS
ketenagakerjaan dalam pencairan Jaminan Hari Tua?
I1-1
Penyebab dari kurangnya penanganan dan ketidaksigapan karyawan BPJS
Ketenagakerjaan dikarenakan masih kurang terlatihnya para karyawan, dan
perlunya melakukan proses belajar terus menerus setiap harinya agar
karyawan bisa lebih cekatan dalam segala sesuatunya.
I1-2
Pencairan Jaminan Hari Tua masih terus akan mengalami perbaikan.
Sebenarnya ketidaksigapan karyawan BPJS Ketenagakerjaan dalam
melayani para tenaga kerja yang ingin melakukan pencairan atau klaim,
dikarenakan keterbatasan tempat. Tempat yang tidak cukup luas untuk
menampung lebih dari 150 orang tenaga kerja yang ingin klaim. Untuk itu
pusat menstrandarisasikan bahwa tenaga kerja yang ingin klaim hanya
boleh 100-150 orang.
I1-4
Sudah semaksimal mungkin kami memberikan penanganan yang terbaik
untuk para peserta. Adanya ketidaksigapan dari pelayanan dalam
memberikan pelayanan Jaminan Hari Tua karena adanya faktor
permasalahan tempat. Tempat yang tidak memungkinkan untuk kami bisa
239
menampung banyak orang lebih dari 150 sangat tidak efisien akan
pelayanannya, sehingga untuk memberikan hal yang terbaiknya, BPJS
Ketenagakerjaan memberikan batasan pengunjung yang ingin mencairkan
Jaminan Hari Tua hanya 100-150 orang.
2. Peramalan Masa Depan Kebijakan
I
Q1
Apa dampak di masa akan datang dari program atau jaminan BPJS
Ketenagakerjaan?
I1-1
Dimasa akan datang program-program jaminan BPJS Ketenagakerjaan
akan membantu seluruh tenaga kerja khususnya bagi keberlangsungan
kesejahteraan para tenaga kerja. Seperti para buruh yang bisa tercover dan
terjamin kehidupannya, tidak khawatir lagi akan kecelakaan kerja yang
akan menimpanya. Untuk tenaga kerja yang bergerak dibidang usaha
mandiri, seperti tenaga kerja bukan penerima upah, mereka akan
terlindungi juga oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan catatan adanya
kesadaran dari mereka.
Dampak dimasa akan datang akan keberadaan program atau jaminan BPJS
Ketenagakerjaan akan mengcover banyak tenaga kerja sehingga bisa
memberikan perlindungan lebih kepada mereka. Maka dari itu, kalau tidak
dimulai dari sekarang, maka akan dipertanyakan, kapan lagi tenaga kerja
240
I1-2
akan sejahtera? Kapan lagi tenaga kerja akan tercover kehidupannya,
sampai pada kecelakaan kerjanya? Prinsipnya dalam penyelenggaraan
Jaminan Sosial harus melindungi atau mewajibkan mengcover
kesejahteraan para tenaga kerja, khususnya bila nanti tenaga kerja sudah
pensiun, BPJS Ketenagakerjaan memberikan manfaat pensiun kepada
tenaga kerja dari hasil iuran yang dikeluarkan tenaga kerja dan perusahaan.
I1-3
Dampak dimasa akan datang mengenai program atau jaminan BPJS
Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan akan mengembangkan RSTC
(Rumah Sakit Trauma Center) bagi para tenaga kerja yang masuk menjadi
peserta di BPJS Ketenagakerjaan. Dengan akan berkembang dan
bertambahnya jumlah kepesertaan pada setiap tahunnya, maka BPJS
Ketenagakerjaan akan terus meningkatkan eksistensinya sebagai badan
usaha publik yang menjamin perlindungan tenaga kerja dan kesejahteraan
tenaga kerja. BPJS Ketenagakerjaan juga akan terus berupaya dalam
perbaikan Sistem Informasi Pelayanan Terpadu (SIPT).
I
Q2
Apa manfaat dari transformasi PT. Jamsostek yang berubah menjadi
BPJS Ketenagakerjaan?
Manfaat dari transformasi PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan
yaitu BPJS Ketenagakerjaan sekarang sudah banyak melakukan perubahan
dari sistem pengadaan barang dan jasa. Perubahan ini sangat memberikan
241
I1-1
kemudahan kepada pegawai BPJS Ketenagakerjaan khususnya BPJS
Ketenagakerjaan Kanwil Banten. Kami dengan lebih mudah melakukan
transaksi kepada penjual tanpa harus bertemu atau tatap muka, tapi
sekarang sudah menggunakan teknologi berbasis e-procurment. Selain itu
kesejahteraan tenaga kerja lebih ditingkatkan dan difokuskan, karena sesuai
dengan badan hukum yang sekarang, yaitu badan hukum publik yang
berarti mengutamakan kepentingan masyarakat (tenaga kerja).
I1-2
Manfaatnya sebenarnya masih sama ketika BPJS Ketenagakerjaan itu
sendiri menjadi PT. Jamsostek (Persero). Hanya saja perbedaannya,
kebebasan pengelolaan dana bukan lagi dipegang oleh Pemegang saham
melainkan oleh pemerintah dengan dilanjutkan untuk dikelola oleh BPJS
Ketenagakerjaan. Dan sekarang BPJS Ketenagakerjaan mengupayakan
adanya pemberdayaan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan dengan
dibimbing untuk mengikuti pelatihan-pelatihan sesuai dengan kemampuan
para tenaga kerja.
I1-3
Manfaatnya yaitu BPJS Ketenagakerjaan yang sudah menjadi hukum
publik sekarang memberikan perlindungan maksimal kepada tenaga kerja,
dimana apa yang telah diinvestasikan dari tenaga kerja melalui pembayaran
iuran atau premi, tenaga kerja bisa menikmati hasil dari iuran atau premi
tersebut, ketika kapan saja tenaga kerja membutuhkan. Seperti mereka
tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja, dengan otomatis tenaga
242
kerja tersebut akan diberikan perlindungan oleh BPJS Ketenagakerjaan,
sehingga tidak perlu khawatir akan keselamatannya.
I
Q3
Bagaimana Peramalan dimasa depan mengenai kebijakan
pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan?
I1-1
Peramalan masa depan BPJS Ketenagakerjaan terhadap para peserta yaitu
masyarakat akan dapat merasakan perlindungan dari jaminan-jaminan yang
sudah menjadi program BPJS Ketenagakerjaan. Bukan hanya tenaga kerja
penerima upah, tapi tenaga kerja yang bergerak dibidang usaha mandiri
yaitu tenaga kerja bukan penerima upah. Kedepannya mereka harus
dilindungi namun harus ada kesadaran dari masing-masing tenaga
kerja.akan berdampak tidak baik, bila masih banyak tenaga kerja dan
perusahaan tidak memiliki kesadaran untuk menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan. Karena kedepannya akan berdampak pada kurangnya
kesejahteraan dari tenaga-tenaga kerja, karena tidak tercover oleh BPJS
Ketenagakerjaan jaminan kehidupannya. BPJS Ketenagakerjaan
kedepannya akan lebih memasyarakat di sektor formal maupun informal.
Adapun dilihat dari segi manfaat, sebenarnya manfaat yang diberikan
masih sama ketika masih menjadi Persero. Namun sekarang, perbedaannya
adalah BPJS Ketenagakerjaan tidak mengambil keuntungan untuk
243
pemegang saham, tapi apa yang telah diinvestasi dari premi yang sudah
diterima, dikembalikan lagi kepada peserta yaitu kepada tenaga kerja.
peramalan masa depan nantinya akan ada pemberdayaan tenaga kerja.
Yaitu pemberdayaan bagi peserta tenaga kerja yang mengalami kecelakaan
dan mengalami cacat akan diberikan pelatihan khusus kepada tenaga kerja
yang sesuai dengan kemampuan tenaga kerja tersebut.
I1-2
Peramalan dimasa akan datang, bila masih banyak perusahaan yang tidak
mematuhi peraturan perundang-undangan yang sudah ditetapkan BPJS
Ketenagakerjaan, untuk wajib mendaftar sebagai Peserta BPJS
Ketenagakerjaan, akan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang kerja sama
dengan BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Dinas Tenaga Kerja dan
Tramsmigrasi, Lembaga Kepolisian, dan Kejaksaan Tinggi. Sebetulnya
kebijakan dari BPJS Ketenagakerjaan adalah tidak lain untuk bisa
meningkatkan kesejahteraan tenaga-tenaga kerja, karena tugas kami adalah
sebagai amanah dari pemerintah untuk berkoordinasi dan kerja sama
dengan pemerintah demi tercapainya tujuan negara. Kalau tidak dimulai
dari sekarang sekarang ini, justru akan semakin dipertanyakan bagaimana
kesejahteraan kehidupan tenaga kerja? Apakah seluruh tenaga kerja sudah
terjamin kehidupannya? Tentunya untuk menjawab semua pertanyaan
pertanyaan tersebut, kami harus menggerakkan seluruh tenaga kerja dan
perusahaan untuk menjadi peserta di BPJS Ketenagakerjaan.
244
I1-3
Peramalan dimasa depan salah satunya adalah akan adanya rencana
mengenai penghapusan tenaga kerja asing sebagai peserta wajib BPJS
Ketenagakerjaan. Artinya Program dan Jaminan dari BPJS
Ketenagakerjaan tidak bisa mengcover tenaga kerja asing. Rencana ini
dimaksudkan agar tidak terjadinya kesimpang siuran data-data, sehingga
kami hanya berfokuskan pada upaya memberikan program dan jaminan
kepada tenaga kerja Indonesia. Seperti yang kita ketahui, bahwa fokus dari
pemerintah adalah mensejahterakan tenaga kerja Indonesia, bukan tenaga
kerja asing. Konsep rencana ini sudah di musyawarahkan oleh pejabat-
pejabat tinggi BPJS Ketenagakerjaan.
3. Rekomendasi Kebijakan
I
Q1
Adakah rekomendasi kebijakan atau alternatif kebijakan bagi
pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
I1-1
Tidak adanya rekomendasi kebijakan dari saya, karena kebijakan yang
sudah ditetapkan dari pemerintah adalah kebijakan yang terbaik bagi
pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan, sehingga saya hanya menyarankan
untuk semua tenaga kerja dan perusahaan, agar bisa membuka lebar
mindset nya, karena memang tujuan dari pemerintah adalah yang terbaik
untuk masyarakat, tentunya untuk tenaga-tenaga kerja sebagai kebutuhan
245
jaminannya.
I1-2
Tidak adanya rekomendasi yang harus ditetapkan, karena disini BPJS
Ketenagakerjaan adalah bukan sebagai regulator, melainkan sebagai
operator yaitu hanya menjalankan tugas yang telah diamanahkan oleh
pemerintah. Karena semua aturan sudah diatur sesuai mekanisme
pemerintah.
I1-5
Mengenai alternatif atau rekomendasi kebijakan dari saya, ya memang
seharusnya adanya penyaluran surat himbauan kepada perusahaan-
perusahaan yang masih belum terdaftar kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan
sebagai salah dari sosialisasi atau usaha dalam pencapaian pertambahan
kepesertaan BPSJ Ketenagakerjaan itu sendiri.
4. Pemantauan Hasil Kebijakan
I
Q1
Bagaimana pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS
Ketenagakerjaan?
I1-1
Pemantauan hasil kebijakan wajib harus dilakukan karena agar tujuan dan
hasil dapat berjalan dengan optimal dan memuaskan. Adapun pemantauan
hasil kebijakan dari BPJS Ketenagakerjaan ini, harus adanya pemantauan
dari Pemerintah daerah, lembaga terkait seperti Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Perusahaan-perusahaan, dan adanya pemantauan dari para
246
tenaga kerja.
I1-2
Pemantauan hasil dalam pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan
harus bisa dilakukan masyarakat, karena program dan peraturan BPJS
Ketenagakerjaan harus dilaksanakan secara transparan, maka wajib bagi
masyarakat untuk bisa melakukan penmantauan akan kebijakan yang telah
dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan. hal ini bertujuan agar masyarakat bisa
memberikan masukan demi perbaikan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan.
I1-3
Selain adanya pantauan hasil kebijakan dari pemerintah daerah, dan
masyarakat, Pemantauan hasil kebijakan BPJS Ketenagakerjaan juga harus
adanya koordinasi dengan Lembaga Kepolisian. Dengan tujuan agar proses
pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan dapat berlangsung dengan
baik. Karena adanya pengawasan dari tim khusus lembaga kepolisian
dalam kerjasama terhadap pelaksanaan program dan Jaminan BPJS
Ketenagakerjaan.
Disatu sisi BPJS Ketenagakerjaan memberikan nuansa baru bagi asuransi
Jaminan Sosial. Namun disini BPJS Ketenagakerjaan juga tidak mengelak
pasti banyak juga kekurangannya, sebagai salah satunya adalah pelayanan
yang kurang maksimal. Biasanya, sebuah lembaga yang dikelola oleh PT
atau Persero itu jauh lebih baik dibandingkan dengan lembaga yang sudah
dikelola oleh pemerintah atau adanya campur tangan dari pemerintah.
Karena lembaga yang dikelola oleh PT atau Persero, mereka lebih
247
I1-5 mengedapankan pelayanan yang maksimal untuk masyarakat. Bila ada hal-
hal yang menjadi kekurangan didalamnya, pasti dengan gerak cepat mereka
merubah sistemnya. Namun bila, sebuah lembaga yang dikelola oleh
pemerintah, bisa dipastikan pelayanan menjadi kurang maksimal, karena
setiap harinya tidak menerpakan pembaharuan. Bila ada masyarakat yang
merasa dirugikan, mereka berpikir, pendapatan yang mereka hasilkan
adalah dari pemerintah. Melakukan atau tidak melakukan perbaikan atau
pembaharuan, mereka akan tetap digaji oleh pemerintah.
I2-1
Sebagai tenaga kerja, saya setuju dengan peran dari tenaga kerja itu sendiri
dalam melakukan pengawasan terhadap kebijakan pelaksanaan program
dan jaminan BPJS Ketenagakerjaan. Karena jujur, saya sangat berharap
bahwa dengan adanya eksistensi BPJS Ketenagakerjaan, saya sangat
berharap, bahwa kesejahteraan para tenaga kerja di utamakan. Kalau
menurut saya sendiri, seharusnya pihak dari BPJS Ketenagakerjaan ini,
harus lebih memperluas lagi jaringan atau sosialisasi bukan hanya kepada
perusahaan, tapi kepada masyarakat yang bukan penerima upah juga seperti
petani, dan pedagang. Harus bisa mengubah pandangan masyarakat akan
keberadaan BPJS Ketenagakerjaan. Agar perlindungan dan kesejahteraan
mereka juga bisa menjadi lebih baik karena ada program jaminan yang
mengcover mereka.
Seharusnya pihak BPJS Ketenagakerjaan dalam upaya melakukan
248
I2-2
sosialisasi, harus menjelaskan juga bagaimana jika nanti tenaga kerja
melakukan pencairan jaminannya. Sehingga tidak adanya kesalahpahaman
dari tenaga kerja akan prosedur pencairan atau pengajuan klaim. Seperti
pengajuan klaim Jaminan Hari Tua, di Perusahaan yang lama atau
sebelumnya, saya pernah melakukan pencairan klaim di BPJS
Ketenagakerjaan, akan tetapi prosedurnya sangat bertele-tele. Karena untuk
pemberian berkas kepada BPJS Ketenagakerjaan saja, saya harus
menunggu waktu sampai 7 bulan. Tentu saja itu jangka waktu yang lama
untuk bisa pencairan klaim. Terlebih lagi, pengajuan klaim sekarang bisa
daftar melalui internet. Akan tetapi itu tidak semua tenaga kerja mengerti
bagaimana penggunaan internet. Dalam sosialiasasi ini, pihak BPJS
Ketenagakerjaan, bisa menjelaskan lebih rinci dan detail bagaimana proses
pengajuan klaim.
I3-1
Seharusnya pihak BPJS Ketenagakerjaan dalam upaya melakukan
sosialisasi, harus menjelaskan juga bagaimana jika nanti tenaga kerja
melakukan pencairan jaminannya. Sehingga tidak adanya kesalahpahaman
dari tenaga kerja akan prosedur pencairan atau pengajuan klaim. Seperti
pengajuan klaim Jaminan Hari Tua, di Perusahaan yang lama atau
sebelumnya, saya pernah melakukan pencairan klaim di BPJS
Ketenagakerjaan, akan tetapi prosedurnya sangat bertele-tele. Karena untuk
pemberian berkas kepada BPJS Ketenagakerjaan saja, saya harus
249
menunggu waktu sampai 7 bulan. Tentu saja itu jangka waktu yang lama
untuk bisa pencairan klaim. Terlebih lagi, pengajuan klaim sekarang bisa
daftar melalui internet. Akan tetapi itu tidak semua tenaga kerja mengerti
bagaimana penggunaan internet. Dalam sosialiasasi ini, pihak BPJS
Ketenagakerjaan, bisa menjelaskan lebih rinci dan detail bagaimana proses
pengajuan klaim.
5. Evaluasi Kinerja Kebijakan
I
Q1
Apa hasil dari evaluasi dalam pelaksanaan kebijakan BPJS
Ketenagakerjaan?
I1-1
Suatu kebijakan tidak akan berjalan dengan sesuai tujuan, bila tidak
dilakukannya evaluasi terhadap hasil dari pelaksanaan kebijakan tersebut.
Dari hasil pencapaian yang sudah dijalankan pihak BPJS Ketenagakerjaan,
masih terasa kurang karena pencapaian kepesertaan dari tenaga kerja-
tenaga kerja dan perusahaan-perusahaan yang ada di wilayah Banten,
belum semua masuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, untuk itu
harus lebih giat dan gencar lagi dalam memperkenalkan eksistensi BPJS
Ketenagakerjaan ini. Kepada masyarakat yang awam sekalipun harus
diperkenalkan dan disosialisasikan. Karena kembali lagi pada tujuan kita
adalah, memberikan perlindungan dan kesejahteraan kepada tenaga kerja-
250
tenaga kerja, baik tenaga kerja formal maupun tenaga kerja informal.
I1-2
Proses evaluasi harus melibatkan para stakeholders yaitu Pemerintah
Provinsi dan Kota hal ini sesuai dari amanah Undang-undang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan adapun target BPJS Ketenagakerjaan adalah ditahun
2018, seluruh masyarakat Banten bisa menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan.
I1-3
Evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan, BPJS
Ketenagakerjaan memperbanyak RSTC (Rumah Sakit Trauma Centre)
rumah sakit yang ditunjuk oleh pihak BPJS Ketenagakerjaan dengan tujuan
membuat tenaga kerja yang mengalami kecelakaan bisa sembuh secara
total, dilakukannya tertib administrasi, dan kebijakan secara transparansi
dengan membangun Good Governance dengan mengubah sistem
pengadaan barang dan jasa berbasis E-Procurement yaitu berbasis
teknologi.
I
Q2
Apa target dan sasaran kebijakan BPJS Ketenagakerjaan?
I1-1
Target pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan yaitu harus adanya
pencapaian yang maksimal, seluruh tenaga kerja wilayah Banten harus
251
menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sasarannya yaitu tenaga kerja
sektor formal maupun informal.
I1-2
Target pelaksanaan kebijakan BPJS Ketenagakerjaan yaitu ditahun 2018
seluruh masyarakat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sasarannya
yaitu tenaga kerja sektor formal maupun informal (swasta).
I1-3
Targetnya yaitu membuat seluruh tenaga kerja dan perusahaan masuk BPJS
Ketenagakerjaan yang sesuai peraturan pemerintahan. Dan para tenaga
kerja dengan biaya yang minimal akan mendapatkan manfaat yang
maksimal. Sasarannya yaitu tenaga kerja sektor formal maupun informal
(swasta).
252
LAMPIRAN VII (Dokumentasi Penelitian)
253
DOKUMENTASI PENELITIAN
Wawancara dengan Kepala Bidang Umum dan SDM BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten (Diambil Pada Rabu, 02 Desember 2015)
Wawancara dengan Penata Madya SDM BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten (Diambil Pada Rabu, 02 Desember 2015)
254
Wawancara dengan Kepala Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten (Diambil pada Selasa, 05 Januari 2016)
Wawancara Dengan Penata (Account Management) BPJS Ketenagakerjaan Kantor Wilayah Banten (Diambil Pada Selasa, 05 Januari 2016)
255
Wawancara dengan Kasie. Pengupahan dan Jamsos Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Banten (Diambil pada Senin, 11 Januari 2016)
Wawancara dengan Informan Karyawan PT. Timah Industri (Diambil pada Jumat, 15 Januari 2016)
256
Wawancara dengan Informan Karyawan PT. Krakatau Steel (Diambil pada Senin, 18 Januari 2016)
Wawancara dengan Informan General Manager Perusahaan PT. Karakatau Steel (Diambil pada Selasa, 19 Januari 2016)
257
Kantor PT. Krakatau steel (Diambil pada Selasa, 19 Januari 2016)
Laboratorium Mechanical HSM PT. Krakatau Steel (Diambil pada Selasa, 19 Januari 2016)
258
LAMPIRAN VIII (Data Pendukung Penelitian)
259
260
261
262
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA DIRI
Nama : Meliyana Agustina
Tempat dan Tanggal Lahir : Serang, 04 Agustus 1993
Alamat : Jl. Letnan Djidun No.98 Kavling Brimob Rt 01 Rw 09
Serang
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Lajang
Agama : Islam
Motto Hidup :Katakanlah suatu perkara walapun itu menyakitkan, karena
menyakitkan dari kejujuran sesungguhnya lebih baik.
Hobi : Bernyanyi dan Menulis
263
KONTAK
No. Kontak/HP : 087888876147
Email : Meli.agust@gmail.com
Perguruan Tinggi : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan : Ilmu Administrasi Negara
NIM : 6661110133
Riwayat Pendidikan
Tahun Jenjang Pendidikan Nama Institusi Pendidikan Sedang Ditempuh Strata 1 (S1) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2008-2011 Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 3 Kota Serang 2005-2008 Sekolah Menengah Pertama SMP Informatika Serang 1999-2005 Sekolah Dasar SDN Lontar Baru Serang
Organisasi
Tahun Jenis/Nama Organisasi 2006-2007 OSIS SMP Informatika Serang 2007-2008 Persatuan Remaja Pecinta Musik (PRPM) 2010-2011 Gita Bahana Banten 2012-2013 Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara 2012-2013 Lembaga Dakwah Kampus (LDK)