Post on 03-Jan-2020
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-
MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP)
(Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo)
Skripsi
Ditujukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
YESSY PUSPITO SARI
NIM. F 0106086
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul:
EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-
MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP) TAHUN 2009
(Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta guna melengkapi tugas-tugas
dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
Surakarta, 22 November 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
Keunggulan pemenang bukan dalam kelahiran yang mulia, IQ tinggi, atau dalam bakat.
Keunggulan pemenang hanya berada dalam sikap, bukan kecakapan. Sikap adalah
kriteria untuk sukses. Tetapi Anda tidak bisa membeli sikap dengan uang sejuta dolar.
Sikap tidak dijual.
(Denis Waitley)
Jangan kecewa apabila hasil yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan,
Percaya bahwa semuanya adalah kesuksesan, bukan kegagalan. Mengapa
saya punya banyak kesuksesan? Karena saya tahu banyak usaha yang gagal.
(Thomas Alfa Edison)
Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Karena bukan keadaan yang
mengendalikan kita, tapi kita yang harus mengendalikan keadaan.
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Yang paling utama
Tuhanku Yang Maha Esa ALLAH SWT
Serta:
Ibu dan Bapak tercinta yang telah mencurahkan segala kasih sayangnya, segala
pengorbanannya, harapan dan doa yang telah mereka berikan kepada saya.
Terima kasih.
Almamater yang aku banggakan
Sahabat-sahabatku yang berbagi suka dan duka bersama.
Teman-teman keluarga besar Ekonomi Pembangunan 2006.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
curahan ilmu, rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya selaku penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “EVALUASI PROGRAM
NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN
(PNPM-MP) TAHUN 2009 (Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo)”, dalam rangka memenuhi syarat kelulusan untuk memperoleh gelar
sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Sebela Maret Surakarta.
Sungguh suatu kehormatan yang besar bagi penulis atas segala bantuan dan
dorongan dari semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Maka dari itu dengan kesadaran dan rasa hormat yang tinggi, penulis sampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dwi Prasetyani, SE, M.Si, selaku dosen pembimbing, terima kasih atas
bimbingannya selama ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
4. Bapak Mulyanto, ME., selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas
segala nasehat yang telah diberikan dan bersedia mendengarkan segala curhatan
saya selama ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar yang telah memberikan ilmu dan
waktunya kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Bapak Sriyono, S.Sos, selaku Camat Kartasura yang telah memberikan ijin
sepenuhnya kepada penulis dalam melakukan penelitian.
7. Bapak Suyono, SH, MH, selaku Kepala Bappeda Kabupaten Sukoharjo yang
telah memberikan surat kuasa untuk melakukan penelitian di wilayah Kabupaten
Sukoharjo.
8. Semua pihak yang telah membantu selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surakarta, Oktober 2010
Penulis,
Yessy Puspito Sari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
ABSTRAK ........................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ......................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 12
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan .................................................................................. 13
B. Kemiskinan ..................................................................................... 15
1. Pengertian Kemiskinan ............................................................. 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
2. Kemiskinan di Negara Berkembang ........................................ 17
3. Ukuran Kemiskinan ................................................................. 18
4. Faktor Penyebab Kemiskinan .................................................... 19
5. Alternatif Penanggulangan Kemiskinan ................................... 23
C. Indikator Kesenjangan Distribusi Pendapatan ................................. 26
D. Indikator Kemiskinan ...................................................................... 27
E. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) .................. 29
1. Tujuan PNPM ............................................................................. 31
2. Prinsip Dasar ............................................................................... 32
3. Sasaran PNPM ............................................................................. 34
4. Strategi Pelaksanaan .................................................................... 34
5. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat ...................................... 35
6. Tahap PNPM ............................................................................... 36
7. Komponen Kegiatan .................................................................... 38
F. Penelitian Sebelumnya ...................................................................... 39
G. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 41
H. Hipotesis ............................................................................................ 42
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 43
B. Sumber Data ...................................................................................... 43
C. Definisi Operasional Variabel .......................................................... 44
D. Tehnik Pengambilan Sampel ............................................................. 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
E. Alat Analisis ...................................................................................... 53
1. Analisis Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ................ 53
2. Analisis Program Padat Karya (Fisik) ........................................ 55
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ……………………………… 57
1. Aspek Geografis ………………………………………………... 58
2. Aspek Demografi ……………………………………………… 59
3. Aspek Sosial …………………………………………………… 61
4. Kondisi Perekonomian ………………………………………… 63
B. Deskripsi Karakteristik Sosial-Ekonomi Sasaran PNPM-MP …….. 67
1. Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ............................... 67
2. Program Padat Karya (Fisik) ....................................................... 70
C. Analisis Data ...................................................................................... 78
1. Analisis Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ................. 78
a. Indikator Peningkatan Pendapatan ......................................... 79
b. Indikator Pengurangan Kemiskinan ....................................... 81
c. Indikator Efisiensi Penyaluran Program ................................ 82
d. Indikator Kelangsungan Dana ............................................... 85
2. Analisis Program Padat Karya (Fisik) ........................................ 87
a. Indikator Peningkatan Pendapatan ........................................ 87
b. Indikator Pengurangan Kemiskian ........................................ 88
c. Indikator Efisiensi Penyaluran Program ............................... 89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
d. Indikator Kelangsungan Dana .............................................. 91
3. Skoring Program .......................................................................... 92
a. Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) ......................... 92
b. Program Padat Karya (Fisik) ................................................. 93
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 96
B. Saran .................................................................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut
Daerah Tahun 1996-2008 ............................................................... 4
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2009 ..................................................................................... 6
Tabel 3.1 Penentuan Sampel menggunakan Model Stratified Random
Sampling .......................................................................................... 51
Tabel 3.2 Distribusi Populasi dan Sampel Program Kerja Mandiri (Ekonomi
Bergulir) di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 .............................. 52
Tabel 3.3 Distribusi Populasi dan Sampel Program Padat Karya (fisik)
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 .............................................. 52
Tabel 4.1 Deskripsi Letak, Batas dan Keadaan Alam di Kecamatan
Kartasura ........................................................................................ 58
Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan, Rata-rata per Jiwa
di Kecamatan Kartasura Tahun 2008 ............................................ 59
Tabel 4.3 Komposisi penduduk Kecamatan Kartasura Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Semua Kelompok Umur Tahun 2009 ......................... 62
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Kecamatan Kartasura Berdasarkan Kelompok
Umur Tahun 2005-2008 ................................................................. 63
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Sektor di Kecamatan
Kartasura Tahun 2007-2009 ............................................................ 64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Tabel 4.6 Distribusi PDRB Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2005-2008 (dalam %) ........................................................... 66
Tabel 4.7 Variabel Demografi Responden Ekonomi Bergulir di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 .................................................................... 67
Tabel 4.8 Variabel Sosial-Ekonomi Responden Program Ekonomi Bergulir
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ........................................... 69
Tabel 4.9 Variabel Demografi Responden Padat Karya di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 .................................................................... 71
Tabel 4.10 Pendidikan Responden Padat Karya di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009 ...................................................................................... 72
Tabel 4.11 Profesi Responden Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009 ...................................................................................... 73
Tabel 4.12 Jangka Waktu Bekerja dalam Program Padat Karya (Fisik) di
Kecamatan Kartasura Tahun 2009 .................................................. 74
Tabel 4.13 Motivasi Mengikuti Program Padat Karya (Fisik) di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ..................................................................... 75
Tabel 4.14 Persepsi Responden terhadap Program Fisik di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ..................................................................... 76
Tabel 4.15 Indikator Peningkatan Pendapatan Program Ekonomi Bergulir
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 .............................................. 79
Tabel 4.16 Indikator Pengurangan Kemiskinan Program Ekonomi Bergulir
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 .............................................. 82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel 4.17 Tambahan Pendapatan Bersih Usaha Responden Program Ekonomi
Bergulir di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 .............................. 83
Tabel 4.18 Efisiensi Penyaluran Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ...................................................................... 84
Tabel 4.19 Kelangsungan Dana Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ..................................................................... 86
Tabel 4.20 Indikator Peningkatan Pendapatan Program Padat Karya (fisik) di
Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ................................................. 87
Tabel 4.21 Indikator Pengurangan Kemiskinan Program Padat Karya (Fisik)
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 .............................................. 89
Tabel 4.22 Indikator Efisiensi Penyaluran Program Fisik di Kecamatan
Kartasura Tahun 2009 ..................................................................... 90
Tabel 4.23 Kelangsungan Dana Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009 ...................................................................................... 91
Tabel 4.24 Skor Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan Kartasura Tahun
2009 ................................................................................................. 92
Tabel 4.25 Skor Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura Tahun 2009 ... 94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan ...................................................... 22
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel Hasil Kuisioner Program Ekonomi Bergulir
2. Tabel Hasil Kuisioner Program Padat Karya (Fisik)
3. Persepsi Responden/pemanfaat terhadap Program Padat Karya (Fisik)
4. Kuisioner A (untuk Program Ekonomi Bergulir)
5. Kuisioner B (untuk Program Padat Karya/fisik)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
ABSTRAK
EVALUASI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-
MANDIRI PERKOTAAN (PNPM-MP) tahun 2009 (Studi Kasus di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo)
Yessy Puspito Sari
NIM. F0106086 Masalah kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dihadapi Indonesia. Pemerintah saat ini berkonsentrasi penuh dalam program penanggulangan kemiskinan, salah satunya adalah dengan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang sekarang berubah menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak PNPM-MP dalam meningkatkan pendapatan peserta program, menurunkan kemiskinan, mengetahui bagaimana efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dananya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan metode survei yang dilakukan di 12 desa Kecamatan Kartasura dengan jumlah responden sebanyak 98 orang. Penelitian ini menggunakan alat analisis yang telah dirumuskan dalam Manual Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan yang dibuat oleh ESCAP (Economic and Social Commision for Asia and Pasific), yang terdiri dari empat indikator yaitu Income Indicator (AI), Poverty Reduction (PR), Efficiency in Programme Delivery (EP), dan Financial Viability (FV). Untuk mempermudah penelitian, maka penelitian dibedakan menjadi dua program yaitu program kerja mandiri yang mencakup program ekonomi/dana bergulir dan program padat karya atau program yang berupa fisik (contoh membangun jembatan atau jalan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah mengikuti program PNPM-MP pendapatan peserta program ekonomi bergulir meningkat 23,8% dan berdampaak pada peningkatan pendapatan rumah tangga rata-rata sebesar 10,4%. Sedangkan pendapatan peserta program fisik mengalami penurunan sebesar 0,03%. Jumlah peserta program ekonomi bergulir dan fisik yang tergolong miskin menurun masing-masing 70,1% dan 3%. Efisiensi penyaluran program ekonomi bergulir sebesar 22%, lebih rendah dari program fisik yaitu 77%. Kelangsungan dana untuk program ekonomi bergulir dan fisik masing-masing 11,4% dan 2%. Skor keseluruhan untuk program ekonomi bergulir 30,73 dan program fisik diperoleh sebesar 16,38. Kesimpulannya adalah program ekonomi bergulir lebih berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah sampel dibanding program fisik. Saran dari penelitian ini adalah pengelola harus lebih selektif dalam memilih pemanfaat program sehingga dapat tepat sasaran dan pengelola harus memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
ketegasan dalam mengatasi kredit macet. Dalam program padat karya swadaya adalah nilai utama sehingga perlu ditingkatkan. Kata kunci: PNPM-MP, ESCAP, Ekonomi Bergulir, Program Fisik, income indicator, poverty reduction, efficiency in programme delivery, financial viability.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara-negara miskin mendapat perhatian utama yang terfokus pada
permasalahan yang kompleks antara pertumbuhan versus distribusi
pendapatan. Kedua hal tersebut sama-sama penting, namun hampir selalu
sangat sulit untuk diwujudkan secara bersamaan. Pengutamaan yang satu akan
mengorbankan yang lain. Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang
tinggi. Untuk itu pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan pilihan yang harus
diambil. Namun, yang menjadi masalah bukan hanya soal bagaimana caranya
memicu pertumbuhan, tetapi juga siapa yang melakukan dan berhak
menikmati hasil-hasilnya.
Beberapa negara berkembang yang cukup berhasil mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi mulai menyadari bahwa
pertumbuhan yang tinggi tersebut ternyata belum bisa memberikan manfaat
yang berarti bagi anggota masyarakat paling miskin dan membutuhkan
perbaikan taraf hidup. Standar hidup ratusan juta penduduk di negara
berkembang seperti di Asia, Afrika, dan di Amerika Latin memang belum
mengalami perbaikan yang berarti. Jika dihitung secara riil, standar hidup
mereka justru mengalami kemerosotan yang tajam.
Tingkat pengangguran dan semi pengangguran di daerah perkotaan
dan pedesaan meningkat bahkan ini terjadi di negara-negara yang tingkat
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
pertumbuhan ekonominya mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh
semakin terabaikannya distribusi pendapatan. Banyak orang yang mulai
merasa bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah gagal memberantas
atau sekedar mengurangi kemiskinan absolut yang semakin parah.
Kemiskinan massal yang terjadi di negara-negara yang baru merdeka
setelah Perang Dunia II lebih fokus pada keterbelakangan dari perekonomian
negara tersebut sebagai akar masalahnya (Kuncoro, 2004: 157). Penduduk
negara tersebut miskin karena hanya tergantung pada sektor pertanian yang
subsisten, metode produksi yang tradisional, yang seringkali diikuti dengan
sikap apatis terhadap lingkungan.
Masyarakat di negara maju maupun negara berkembang sekarang ini
banyak yang mulai menuntut untuk melakukan peninjauan kembali atas tradisi
pengutamaan GNP sebagai sasaran kegiatan ekonomi yang utama. Upaya
pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan pun mulai dijadikankan
sebagai fokus utama pembangunan.
Dua isu sentral masalah pembangunan yang masih menjadi pokok
masalah Bangsa Indonesia saat ini adalah pengangguran dan kemiskinan.
Masalah kemiskinan yang membelenggu penduduk miskin telah menggugah
perhatian masyarakat dunia, sehingga kemiskinan menjadi salah satu masalah
sentral dalam Millenium Development Goals atau MDGs (UNDP, 2003).
Kemiskinan diyakini sebagai akar permasalahan hilangnya martabat manusia,
hilangnya keadilan, tidak berjalannya demokrasi, dan terjadinya degradasi
lingkungan (Faturochman, dkk, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Faktor penyebab kemiskinan ada dua, yaitu faktor eksternal dan
internal. Kenaikan BBM adalah salah satu yang memicu terjadinya inflasi,
sehingga sangat menekan taraf hidup sebagian besar masyarakat. Rendahnya
kualitas sumber daya manusia pada keluarga miskin serta kondisi lainnya yang
membuat mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya. Pola
pengentasan kemiskinan yang cenderung kurang mendidik seperti BLT
(Bantuan Langsung Tunai) yang banyak menuai koreksi dari masyarakat, juga
memberi andil terhadap banyaknya masyarakat terutama kelompok dalam
kategori hampir miskin yang ingin tetap miskin agar mendapat bantuan.
Kemiskinan telah menjadi perhatian utama seluruh lapisan masyarakat
di Indonesia. Bahkan pemerintah sejak orde baru sampai sekarang berupaya
untuk mengatasinya. Salah satu upaya pemerintah untuk pengentasan
kemiskinan dan pemerataan pendapatan adalah dengan penetapan otonomi
daerah. Sebagai daerah otonom, kabupaten/kota diharapkan akan mempunyai
kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan pembangunan daerahnya,
sehingga diharapkan akan tercipta kondisi yang kondusif untuk mendukung
terselenggaranya akselerasi dan proses manajemen pembangunan yang lebih
baik lagi. Dalam posisi ini pemerintah daerah sebagai pelaku utama sehingga
pemerintah daerah akan lebih terdorong untuk tanggap terhadap masalah dan
kebutuhan daerahnya, khususnya dalam upaya pengentasan kemiskinan yang
merupakan permasalahan utama yang harus diatasi. Untuk itu diperlukan
upaya penanggulangan kemiskinan yang terarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Ketetapan RI No XV/MPR/1998 tentang peyelenggaraan daerah yang
dijabarkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 diganti dengan UU No. 32 Tahun
2004, karena undang-undang terdahulu sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undanganan. Jadi pemerintah
daerah harus menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan utama untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat,pelayanan umum dan daya saing
daerahnya.
Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia
Menurut Daerah Tahun 1996-2008
Tahun Jumlah Penduduk Miskin
(Juta) Presentase Penduduk Miskin
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
9,42 17,60 15,64 12,30 8,60 13,30 12,20 11,40 12,40 14,49 13,56 12,77
24,59 31,90 32,33 26,40 29,30 25,10 25,10 24,80 22,70 24,81 23,61 22,19
34,01 49,50 47,97 38,70 37,90 38,40 37,30 36,10 35,10 39,30 37,17 34,96
13,39 21,92 19,41 14,60 9,76 14,46 13,57 12,13 11,68 13,47 12,52 11,65
19,78 25,72 26,03 22,38 24,84 21,10 20,23 20,11 19,98 21,81 20,37 18,93
17,47 24,23 23,43 19,14 18,41 18,20 17,42 16,66 15,97 17,75 16,58 15,42
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan tingkat kemiskinan di
Indonesia pada tahun 1996 sampai 2008. Dari data diatas dapat diketahui
bahwa pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin di Indonesia
meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada
tahun 1996 menjadi 47,97 juta di tahun 1999 atau dalam bentuk presentasenya
meningkat dari 17,47% menjadi 23,43%. Berbeda dengan periode tahun 2000-
2005 yang jumlah penduduk miskin cenderung menurun cukup besar dari
19,14% pada tahun 2000 menjadi 15,97% pada tahun 2005.
Pada tahun 2006 terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari
35,10 juta (15,97%) pada tahun 2005 menjadi 39,30 juta (17,75%) pada tahun
2006. Penduduk miskin di pedesaan bertambah 2,11 juta, sementara di daerah
perkotaan bertambah 2,09 juta orang. Peningkatan jumlah penduduk miskin
tersebut terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama periode
tersebut naik sangat tinggi, sehingga mengakibatkan penduduk yang tergolong
tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan banyak
yang bergeser menjadi miskin.
Tahun 2007-2008 terjadi penurunan jumlah penduduk miskin yang
cukup besar yaitu dari 37,17 juta (16,58%) menjadi 34,96 juta (15,42%) pada
tahun 2008.
Penduduk di Kabupaten Sukoharjo berdasarkan data Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) pada akhir tahun 2009,
sebanyak 353.412 warga Sukoharjo termasuk kategori miskin, berarti 41%
dari total penduduk Sukoharjo yang berjumlah 854.007 jiwa adalah warga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
miskin. Tingginya angka kemiskinan di Kabupaten Sukoharjo tersebut
disebabkan oleh kurang meratanya pendidikan, kesehatan maupun kesempatan
kerja. Selain itu, rendahnya pengembangan industri kecil maupun industri
menengah sebagai salah satu indikasi rendahnya kemandirian serta daya saing
ekonomi juga menjadi penyebab tingginya angka kemiskinan.
Tabel 1.2 di bawah ini adalah data jumlah total warga dan warga
miskin per kecamatan di Kabupaten Sukoharjo sampai akhir 2009.
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan
di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2009
Kecamatan Jumlah Penduduk
Miskin
Presentase dari Total Penduduk
Sukoharjo
Total Penduduk
Weru Bulu Tawangsari Sukoharjo Nguter Bendosari Mojolaban Grogol Baki Gatak Kartasura
28.893 24.057 36.959 29.126 25.657 24.965 34.939 38.404 39.612 24.595 21.322
3,61 3,01 4,62 3,64 3,20 3,12 4,36 4,80 4,95 3,07 2,66
66.613 51.267 58.624 85.543 66.552 67.769 78.685 75.233
104.653 48.408 97.213
Total 2009 2008 2007 2006
353.412 357.689 260.356 239.882
41.04 43,27 30,98 28,93
854.007 826.699 840.477 829.054
Sumber: BPS Sukoharjo
Berdasarkan tabel 1.2 di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
yang tergolong miskin sebanyak 353.412 jiwa atau 41,04% warga Sukoharjo
dari 854.007 jiwa pada tahun 2009. Jumlah penduduk miskin tahun 2008
sendiri berjumlah 357.689 jiwa dari atau 43,27% dari total penduduk. Apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dibandingkan dengan tahun 2007, penduduk miskin di Sukoharjo pada tahun
2008 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu dari 30,98% menjadi
43,27% atau meningkat sebanyak 12,29%. Peningkatan jumlah penduduk
miskin yang cukup besar dari tahun 2007 ke 2008 terjadi karena dibukanya
penambahan data untuk mengisi kuota Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Untuk tahun 2006 presensentase penduduk miskin hanya
sebesar 28,93% dari total penduduk Sukoharjo seperti pada tabel 1.2 diatas.
Tabel 1.2 juga menunjukkan bahwa pada tahun 2009 penduduk miskin
yang terbesar terdapat di Kecamatan Baki. Sementara di Kecamatan Kartasura
jumlah penduduk miskin sebesar 2,66% atau berjumlah 21.322 jiwa dari
seluruh penduduk Sukoharjo atau merupakan jumlah terkecil dari seluruh
kecamatan di Sukoharjo.
Penanggulangan kemiskinan merupakan sebuah langkah kebijakan
yang harus dilaksanakan mengingat jumlah penduduk miskin di Indonesia
yang masih cukup besar. Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1998 telah
berkembang menjadi krisis multidimensi di berbagai aspek sehingga
memberikan kondisi iklim yang tidak pasti dalam kegiatan perekonomian
yang kemudian menurunkan pendapatan per kapita dan pertumbuhan
ekonomi. Realita ini yang menyebabkan kemiskinan semakin membesar dan
membutuhkan penanganan yang serius dari pemerintah. Bentuk dari
kepedulian pemerintah pusat terhadap masalah kemiskinan telah diwujudkan
dengan pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) melalui
Keputusan Presiden No. 124 tahun 2001 dan No. 8 tahun 2002. Pembentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
KPK dengan tujuan untuk memberikan arahan, dorongan dan dukungan
kepada pemerintah kabupaten/kota dalam pengentasan Kemiskinan.
Upaya yang telah dilakukan dalam rangka penanggulangan
kemiskinan, antara melalui program jaring pengaman sosial dan program
penanggulangan kemiskinan baik melalui kebijakan struktural, regional
maupun khusus. Program penanggulangan kemiskinan yang pernah
dilaksanakan, yaitu; P4K, KUBE, TPSP-KUD, UEDSP, Program
Pengembangan Kecamatan (PPK), Pembangunan Prasarana Pendukung Desa
Tertinggal (P3DT), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP),
Pemberdayaan Desa Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE),
P2MPD, dan program pembangunan sektoral telah berhasil memperkecil
dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan (Santosa, dkk. 2003:145).
Program penanggulangan kemiskinan yang saat ini sedang digalakkan
oleh pemerintah salah satunya adalah Program Pemerintah Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri yang mulai diresmikan Pemerintah Indonesia
pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu-Sulawesi Tengah. PNPM sendiri
pada hakekatnya adalah gerakan nasional dalam wujud pembangunan berbasis
masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman bagi
pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka
penanggulangan kemiskinan.
Pemberdayaan masyarakat dipahami sebagai strategi untuk mencapai
tujuan meningkatnya kesejahteraan masyarakat terutama keluarga miskin.
Harmonisasi kebijakan melalui PNPM untuk perbaikan pemilihan sasaran baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
wilayah maupun kelompok masyarakat, prinsip dasar, strategi, pendekatan,
indikator, mekanisme, dan prosedur yang diperlukan untuk mempercepat
penanggulangan kemiskinan dan mempercepat penciptaan lapangan kerja.
Nilai-nilai positif yang hendak dicapai dari program ini salah satunya
adalah kejujuran, yang sampai saat ini masih merupakan hal mudah diucapkan
namun sulit untuk dilaksanakan. PNPM Mandiri mengharapkan kejujuran dari
masyarakat, karena mereka lah yang mengelola sepenuhnya program ini.
Dalam program ini peran masyarakat sangat dioptimalkan, karena orang-orang
yang terjun didalamnya melibatkan unsur masyarakat sepenuhnya.
PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) dilahirkan dari embrio yang
berbentuk P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan). Sebelum
adanya PNPM Mandiri Perkotaan, pelaksanaan PNPM Mandiri tahun 2007
dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar
pengembangan pemberdayaan masyarakat di pedesaan beserta program
pendukungnya seperti PNPM Generasi, Program Penanggulangan Kemiskinan
di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat
di perkotaan.
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
dilaksanakan sejak Tahun 1999 sebagai salah satu upaya untuk membangun
kemandirian masyarakat bersama pemerintah dalam menanggulangi
kemiskinan secara berkelanjutan. Melalui P2KP fase 1 sampai fase 3 telah
terbentuk 6.168 BKM/ Badan Keswadayaan Masyarakat yang merupakan
kelembagaan masyarakat yang representatif, dan mengakar bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
pengembangan (modal sosial) masyarakat. Masyarakat dalam BKM telah
menyusun PJM Pronangkis (Perencanaan Jangka Menengah Program
Penanggulangan Kemiskinan) secara partisipatif, sebagai prakarsa
menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Jadi dapat
disimpulkan bahwa P2KP adalah salah satu motor program PNPM Mandiri di
wilayah perkotaan, disamping PPK (Program Pemberdayaan Kecamatan).
PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM-P2KP) di Kabupaten Sukoharjo
diluncurkan perdana pada tanggal 17 Januari 2008, di Balai Desa Pabelan
Kecamatan Kartasura. Sampai tahun 2008 pelaku maupun masyarakat P2KP
berjumlah 5.170 anggota dan relawan. Penanggulangan kemiskinan di
Kabupaten Sukoharjo melalui P2KP bukan merupakan satu-satunya program
penanggulangan kemiskinan, tetapi melalui program ini Pemerintah berupaya
untuk mengurangi kemiskinan khususnya di wilayah perkotaan.
Pemerintah berupaya untuk semakin menajamkan program
penanggulangan kemiskinan di Indonesia dengan mencari metode evaluasi
dan monitoring yang tepat agar kualitas pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan menjadi semakin baik di masa datang. Dengan indikator-indikator
yang obyektif dan terukur para pengambil keputusan menjadi lebih mudah
melakukan perbaikan-perbaikan dari berbagai segi agar program
penanggulangan kemiskinan menjadi lebih berkelanjutan (sustainable) dan
tidak bersifat charity. Dengan demikian kegagalan suatu program di masa lalu
bukan berarti telah gagal dalam segala aspeknya sehingga harus diganti
dengan program baru. Pengalaman selama ini menunjukkan kecenderungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
bahwa jika program dianggap telah gagal berarti program itu sudah tidak perlu
diingat-ingat lagi, dan perlu program baru untuk mengganti program lama
(Santosa dkk., 2003:145).
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka penelitian ini akan
menganalisa apakah pelaksanaan program PNPM-MP berdampak terhadap
peningkatan pendapatan dan penurunan tingkat kemiskinan. Serta bagaimana
efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dana PNPM-MP sebagai
keberhasilan program.
B. Perumusaan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalah sebagai berikut:
1. Apakah terjadi peningkatan pendapatan bagi individu penerima program
PNPM-MP dan dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga di
Kecamatan Kartasura?
2. Apakah terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin setelah mengikuti
program PNPM-MP di Kecamatan Kartasura?
3. Bagaimana tingkat efisiensi penyaluran program PNPM-MP bagi Rumah
Tangga Miskin di Kecamatan Kartasura?
4. Bagaimana kelangsungan dana untuk program PNPM-MP di Kecamatan
Kartasura?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
C. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai program penanggulangan kemiskinan di
Kabupaten Sukoharjo memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah terjadi peningkatan pendapatan individu penerima
program PNPM-MP dan dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga di
Kecamatan Kartasura.
2. Mengetahui apakah terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin setelah
mengikuti program PNPM-MP di Kecamatan Kartasura.
3. Mengetahui efisiensi penyaluran program PNPM-MP bagi Rumah Tangga
Miskin di Kecamatan Kartasura.
4. Mengetahui kelangsungan dana untuk program PNPM-MP di Kecamatan
Kartasura.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan
pertimbangan bagi pemerintah daerah Sukoharjo dalam menyusun
perencanaan dan kebijakan-kebijakan pembangunan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan dan ilmu tentang
program penanggulangan kemiskinan.
3. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
bahan referensi untuk penelitian sejenis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembangunan
Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari
sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang
lebih bersifat statis dalam kurun waktu cukup lama untuk menciptakan dan
mempertahankan kenaikan tahunan atas GNP-nya pada tingkat, katakanlah 5
persen hingga 7 persen, atau bahkan lebih tinggi lagi, jika hal itu memang
memungkinkan (Todaro, 2000:17).
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai proses yang menyebabkan
pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka
panjang, seperti yang diungkapkan oleh Meier dan Baldwin. Dari definisi
tersebut mengandung tiga unsur (Suryana, 2000:3), yaitu:
1. Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses, berarti perubahan yang terus
menerus yang di dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan
sendiri untuk investasi baru.
2. Usaha meningkatkan pendapatan per kapita.
3. Kenaikan pendapatan per kapita harus berlangsung dalam jangka panjang.
Awalnya upaya pembangunan di negara berkembang identik dengan
upaya untuk meningkatkan pendapatan per kapita, atau biasa disebut dengan
strategi pertumbuhan ekonomi. Banyak yang beranggapan bahwa yang
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
membedakan negara maju dengan Negara yang Sedang Berkembang (NSB)
adalah dari pendapatan rakyatnya. Dengan ditingkatkannya pendapatan per
kapita diharapkan mampu mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, dan
ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi NSB, misalnya dengan
”dampak merembes ke bawah” (tricle down effect).
Pada akhir dasawarsa 1960-an, banyak NSB yang mulai menyadari
bahwa ’pertumbuhan’ (growth) tidak identik dengan ’pembangunan’
(development). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan melampaui negara-
negara maju pada tahap awal pembangunan memang dapat dicapai, namun
dibarengi dengan masalah-masalah sperti pengangguran, kemiskinan, di
perdesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidaksinambungan
struktural. Fakta ini memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan syarat yang diperlukan (necessary) tetapi tidak mencukupi
(sufficient) bagi proses pembangunan (Esmara dan Meier). Dengan kata lain
pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai sasaran
pembangunan, tetapi pembangunan ekonomi diwujudkan dalam upaya
meniadakan, atau setidaknya mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan
ketimpangan (Seers, 1973).
Model pembangunan yang berorientasi pada penciptaan lapangan
kerja, sasaran yang harus dicapai adalah pada peningkatan dalam kesempatan
kerja produktif dan meningkatkan produksi. Model pembangunan ini
ditekankan pada sektor informal di perkotaan dan sektor tradisional di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
pedesaan melalui pembangunan pedesaan, padat karya di perkotaan, dan
pemanfaatan fasilitas-fasilitas berupa pendidikan, jasa kredit, dan lain-lain.
Model pembangunan lain adalah yang berorientasi pada penghapusan
kemiskinan. Tujuan strategi ini adalah mengurangi atau menghapuskan
kemiskinan, peningkatan kesempatan kerja produktif dan peningkatan GNP
kelompok miskin. Strategi ini dapat dilakukan dengan redistribusi kekayaan
harta produktif melalui kebijakan fiskal dan kredit, pemanfaatan fasilitas-
fasilitas, reorientasi produksi melalui proyek padat karya dan realokasi sumber
daya produktif yang menguntungkan golongan miskin melalui pengalihan
investasi dan konsumsi serta penekanan sektor tradisional dan informal di
perkotaan (Suryana, 2000:71).
B. Kemiskinan
1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan didefinisikan sebagai standar hidup yang rendah, yaitu
adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar
kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Secara ekonomis, kemiskinan juga dapat diartikan sebagai kekurangan
sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
sekelompok orang. Kemiskinan memberi gambaran situasi serba
kekurangan seperti terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya
pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya
pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi dan terbatasnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
kesempatan berperan serta dalam pembangunan. Ketidakmampuan
penduduk miskin disebabkan mereka tidak memiliki aset sebagai sumber
pendapatan dan juga karena struktur sosial ekonomi yang tidak membuka
peluang orang miskin ke luar dari lingkungan kemiskinan yang tak
berujung pangkal (Mubyarto, 1997).
Komite Penanggulangan Kemiskinan (2005) mendefinisikan
kemiskinan dari pendekatan hak, yaitu kondisi dimana seseorang atau
sekelompok orang, laki-laki atau perempuan, tidak terpenuhi hak-hak
dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan
yang bermartabat. Dengan ini kemiskinan tidak lagi dipahami hanya
sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-
hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang
dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Di negara-negara miskin dan berkembang memiliki masalah
kemiskinan yang rumit apabila dibandingkan dengan negara-negara maju.
Tidak jarang masalah kemiskinan dihubungkan dengan distribusi
pemerataan pendapatan, karena pembangunan ekonomi yang terus
menerus tidak selalu dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau
pertumbuhan ekonomi tidak berkorelasi positif terhadap distribusi
pemerataan pendapatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
2. Kemiskinan di negara berkembang
Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan sangat erat dikaitkan
dengan negara yang sedang bekembang, berikut ini adalah karakteristik
atau ciri-cri umum negara berkembang:
1) Standar hidup yang relatif rendah, debagai akibat dari tingkat
pendapatan yang rendah, ketimpangan pendapaan yang parah, kurang
memadainya pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan.
2) Tingkat produkivitas yang rendah.
3) Tingkat pertumbuhan penduduk serta beban ketergantungan yang
tinggi.
4) Angka pengangguran, terbuka maupun terselubung , yang sangat tinggi
dan akan terus bertambah tinggi, sementara penyediaan lapangan kerja
semakin terbatas.
5) ketergantungan pendapatan yang sangat besar kepada produksi sektor
pertanian serta sektor produk-produk primer (bahan-bahan mentah).
6) Pasar yang tidak sempurna, dan informasi yang tersedia pun sangat
terbatas.
7) Dominasi, ketergantungan, dan kerapuhan ang parah pada hampir
semua aspek hubungan internasional.
Untuk mengatasi masalah di atas diperlukan pembangunan, baik
pembangunan nasional maupun daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
3. Ukuran Kemiskinan
Para ahli ekonomi mengelompokkan kemiskinan menjadi dua,
yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
a. Kemiskinan absolut
Kemiskinan absolut diartikan sebagai suatu keadaan dimana
tingkat pendapatan dari seseorang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, pemukiman,
kesehatan, dan pendidikan. Ukuran ini terkait dengan batasan pada
kebutuhan pokok atau kebutuhan minimum. Jadi, konsep kemiskinan
pada umumnya selalu dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan,
kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar ( basic need).
b. Kemiskinan relatif
Kemiskinan relatif berkaitan dengan distribusi pendapatan yang
mengukur ketidakmerataan. Dalam kemiskinan relatif, seseorang
yang telah mampu memenuhi kebutuhan minimumnya belum tentu
disebut tidak miskin, karena apabila dibandingkan dengan penduduk
sekitarnya, ia memiliki pendapatan yang lebih rendah.
Semakin besar ketimpangan antara tingkat hidup orang kaya dan
miskin maka semakin besar jumlah penduduk yang selalu miskin
(Kincaid, 1975). Sehingga Bank Dunia (world bank) membagi aspek
tersebut dalam tiga bagian antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
a. Jika 40 persen jumlah penduduk berpendapatan rendah menerima
kurang dari 12 persen pendapatan nasionalnya maka pembagian
pembangunan sangat timpang.
b. Apabila 40 persen lapisan penduduk berpendapatan rendah
menikmati antara 12-17 persen pendapatan nasional dianggap
sedang.
c. Jika 40 persen dari penduduk berpendapatan menengah menikmati
lebih dari 17 persen pendapatan nasional maka dianggap rendah.
Pengukuran tingkat kemiskinan dapat dilakukan dengan
Headcount Index (HCI), yaitu pengukuran tingkat kemiskinan yang
sederhana dengan menghitung jumlah orang miskin sebagai proporsi
dari populasi, disertai dengan poverty gap (Meier). Poverty gap
digunakan untuk mengatasi kelemahan headcount index yang
menghitung transfer yang akan membawa pendapatan setiap penduduk
miskin sampai di atas garis kemiskinan sehingga kemiskinan dapat
dilupakan.
4. Faktor Penyebab Kemiskinan
Dipandang dari sudut ekonomi, penyebab kemiskinan dapat
dilihat dari beberapa sisi, yaitu:
a. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan
pola kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
timpang. Penduduk miskin memiliki sumber daya terbatas dan
kualitasnya rendah.
b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya
manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti
produktivutasnya rendah, dan menyebabkan upahnya rendah.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya
tingkat pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya
diskriminasi, atau karena keturunan.
c. Kemiskinan muncul karena akibat perbedaan akses dalam modal.
Sektor pertanian merupakan pusat kemiskinan di Indonesia ada
tiga faktor penyebab utama antara lain:
a. Tingkat produktivitas yang rendah disebabkan oleh jumlah pekerja di
sektor tersebut terlalu banyak sedangkan tanah, kapital, dan
teknologi terbatas serta tingkat pendidikan petani yang rata-ratanya
sangat rendah.
b. Daya saing petani atau dasar tukar domestik (term of trade) komoditi
pertaian terhadap out put industri semakin lemah.
c. Tingkat diversifikasi usaha disektor pertanian ke jenis-jenis komoditi
non food yang memiliki prospek pasar (terutama ekspor) dan harga
yang lebih baik masih sangat terbatas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Menurut World Bank (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah:
a. Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal.
b. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan
prasarana.
c. Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor.
d. Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan
sistem yang kurang mendukung.
e. Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor
ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern).
f. Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam
masyarakat.
g. Budaya hidup yang dikaikan dengan kemampuan seseorang
mengelola sumber daya alam dan lingkungannya.
h. Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good
governance).
i. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak
berwawasan lingkungan.
Negara berkembang sampai kini masih saja memiliki ciri-ciri
terutama sulitnya mengelola pasar dalam negerinya menjadi pasar
persaingan yang lebih sempurna. Ketika mereka tidak dapat mengelola
pembangunan ekonomi, maka kecenderungan kekurangan kapital dapat
terjadi, diikuti dengan rendahnya produktivitas, turunnya pendapatan riil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
rendahnya tabungan dan investasi mengalami penurunan sehingga
melingkar ulang menuju kurangnya modal. Demikian seterusnya,
berputar. Oleh karena itu, setiap usaha memerangi kemiskinan
seharusnya diarahkan untuk memotong lingkaran dan perangkap
kemiskinan ini (Kuncoro, 2000:130).
Definisi dari lingkaran setan kemiskinan (The Vicious Circle)
adalah suatu rangkaian kekuatan yang mempengaruhi satu sama lain
sedemikian rupa, sehingga menimbulkan keadaan suatu negara akan
tetap miskin dan akan mengalami banyak kesulitan untuk mencapai
pembangunan pada tingkat yang sangat tinggi .
Ketidaksempurnaan pasar,
Keterbelakangan,
Ketertinggalan
Kekurangan Modal
Investasi rendah produktivitas rendah
Tabungan rendah Pendapatan rendah
Gambar 2.1
Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Negara miskin dan berkembang mengalami perangkap
kemiskinan dan stagnasi adalah tidak benar. Alasannya yang pertama
yaitu variabel-variabel yang digunakan dalam lingkaran perangkap
kemiskinan sebagai penghambat dalam pembangunan memiliki peran
yang kurang penting dalam menentukan laju pembangunan serta
interaksi antar variabel tidak sesuai dengan faktanya. Kedua, fakta dari
negara-negara maju di Asia seperti Singapure, Cina, Brunei dulunya
adalah negara yang miskin.
Sedangkan Meier dan Baldwin mengemukakan bahwa lingkaran
perangkap kemiskinan itu timbul dari hubungan yang saling
mempengaruhi di antara keadaan masyarakat yang masih terbelakang
dan tradisional serta kekayaan alam yang masih belum dikembangkan
(Suryana, 2000:43).
Agar negara-negara berkembang dapat melepaskan diri dari
lingkaran tersebut, perlu dilaksanakan program pembangunan seimbang,
yaitu dalam waktu bersamaan dilaksanakan penanaman modal di
berbagai industri yang mempunyai kaitan erat satu sama lain (Suryana,
2000:70).
5. Alternatif Penanggulangan Kemiskinan
Pengalaman di Negara-negara Asia menunjukkan adanya
berbagai mobilisasi perekonomian perdesaan untuk memerangi
kemiskinan, antara lain dengan mendasarkan pada mobilisasi tenaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
kerja yang masih belum didayagunakan (idle) dalam rumah tangga
petani gurem agar terjadi pembentukan modal di pedesaan
(Nurkse,1951). Ide bahwa tenaga kerja yang masih belum
didayagunakan pada rumah tangga petani kecil dan guren merupakan
sumberdaya yang tersembunyi dan merupakan potensi tabungan.
Selain dengan pendayagunaan tenaga kerja, cara untuk
menanggulangi kemiskinan juga dapat dilakukan dengan
menitikberatkan pada transfer sumber daya pertanian ke industri
melalui mekanisme pasar (Lewis, 1954; Fei dan Ranis, 1964). Ide
bahwa penawaran tenaga kerja yang tidak terbatas dan rumah tangga
petani kecil dapat meningkatkan tabungan dan formasi modal lewat
proses pasar, mulanya tidak berkaitan sama sekali dengan mobilisasi
pedesaan.
Cara yang ketiga yaitu dengan menyoroti potensi pesatnya
pertumbuhan dalam sektor pertanian yang dibuka dengan kemajuan
teknologi dan kemungkinan sektor pertanian menjadi sektor yang
memimpin (Schultz, 1963 ; Mellor, 1976). Model ini dikenal dengan
nama Model Pertumbuhan Berbasis Teknologi, atau Rural-Led
Development. Beberapa permasalahan dalam strategi pembangunan
dengan sektor pemimpin pertanian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Kebijakan penanggulangan kemiskinan secara umum dapat
dibagi atas dua kelompok, yaitu:
a. Kebijakan yang secara tidak langsung meliputi upaya menciptakan
ketentraman dan kestabilan ekonomi,sosial dan politik. Selain itu
juga mengendalikan jumlah penduduk, melestarikan lingkungan
hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui
kegiatan pelatihan.
b. Kebijakan langsung, seperti penyediakan data dasar (base data)
dalam penentuan kelompok sasaran, penyediaan kebutuhan dasar
(pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan), menciptakan
kesempatan kerja, program pembangunan wilayah.
Strategi program penanggulangan kemiskinan dalam era
otonomi daerah yaitu (Departemen Keuangan, 2001):
a. Upaya penanggulangan harus bersifat desentralistik, bottom-up dan
lokal spesifik, artinya penanggulangan kemiskinan harus
dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat lokal sesuai kondisi
setempat dengan mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan
pemberdayaan ekonomi rakyat di tingkat akar rumput.
b. Upaya penanggulangan kemiskinan dalam era otonomi daerah juga
harus diikuti dengan perbaikan akses penduduk miskin terhadap
faktor produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
c. Upaya penanggulangan kemiskinan harus dilakukan dengan
pendekatan pembangunan ekonomi rumah tangga, artinya harus
dimulai dengan menjadikan rumah tangga berorientasi ekonomi
dan selanjutnya penduduk miskin bisa mengatasi sendiri
masalahnya sehingga keluar dari jeratan kemiskinan.
C. Indikator Kesenjangan Distribusi Pendapatan
Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan
distribusi pendapatan adalah rasio gini (gini ratio) dan kriteria Bank Dunia
(BPS, 1994). Nilai gini ratio berkisar antara nol dan satu. Bila rasio gini sama
dengan nol berarti distribusi pendapatan amat merata sekali karena setiap
golongan penduduk menerima bagian pendapatan yang sama. Namun, bila
rasio gini sama dengan satu menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan
distribusi pendapatan yang sempurna karena seluruh pendapatan hanya
dinikmati oleh satu orang saja. Jadi, semakin tinggi nilai rasio gini maka
semakin timpang distribusi pendapatan suatu negara. Dan sebaliknya, semakin
rendah nilai rasio gini berarti semakin merata distribusi pendapatannya.
Kriteria Bank Dunia mendasarkan penilaian distribusi pendapatan atas
pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk berpendapatan terendah.
Kesenjangan distribusi pendapatan dikategorikan:
1) Tinggi, bila 40 persen penduduk perpenghasilan terendah menerima
kurang dari 12 persen bagian pendapatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
2) Sedang, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima 12-
17 persen bagian pendapatan.
3) Rendah, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih
dari 17 persen bagian pendapatan.
Mengenai keadaan distribusi pendapatan di beberapa negara,
analisanya memberi gambaran mengenai distribusi pendapatan relatif maupun
distribusi pendapatan mutlak. Yang dimaksud distribusi pendapatan relatif
adalah perbandingan jumlah pendapatan yang diterima oleh berbagai golongan
penerima pendapatan, dan penggolongan ini didasarkan kepada besarnya
pendapatan yang mereka terima. Sementara distribusi pendapatan mutlak
adalah presentasi jumlah penduduk yang pendapatannya mencapai suatu
tingkat pendapatan tertentu atau kurang daripadanya. Diantara negara-negara
berkembang terdapat negara-negara yang distribusi pendapatannya lebih baik
dari pada distribusi pendapatan rata-rata di negara-negara maju. Dan
sebaliknya, terdapat negara-negara berkembang yang masalah
ketidakmerataan pendapatan mereka sangat serius. Keadaan distribusi
pendapatan mutlak di berbagai negara berkembang dengan melihat jumlah
penduduk yang menerima pendapatan di bawah ’garis kemiskinan’.
D. Indikator Kemiskinan
Indikator kemiskinan umumnya menggunakan kriteria garis
kemiskinan (poverty line) untuk mengukur kemiskinan absolut. Semua ukuran
kemiskinan dipertimbangkan berdasarkan pada norma tertentu. Pilihan norma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tersebut sangat penting terutama dalam hal pengukuran kemiskinan yang
didasarkan konsumsi. Garis kemiskinan yang didasarkan pada konsumsi
(consumption-based poverty line) terdiri dari dua elemen, yaitu yang
pengeluaran yang diperlukan untuk membeli standar gizi minimum dan
kebutuhan dasar lainnya. Kedua, jumlah kebutuhan lain yang sangat
bervariasi, yang mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari.
Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda.
Ini disebabkan oleh adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup.
BPS menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per
kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan
makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan
patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum
bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka
barang dan jasa. Dengan kata lain BPS menggunakan dua macam pendekatan,
yaitu: pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan
head count index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang
sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan
sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Head Count
Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut.
Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan
minimum makanan dan nonmakanan. Makanan dan non makanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
mempengaruhi penentuan pemilihan komoditi. Harga, selera, dan pendapatan
akan mempengaruhi pilihan komoditi yang akan dikonsumsi dan besarnya
nilai pengeluaran nonmakanan. Artinya, pengeluaran proporsi non makanan
merupakan fungsi harga-harga, selera dan pendapatan.
Besar kecilnya penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis
Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-
rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Berdasarkan data dari Susenas selama Maret 2008-Maret 2009, Garis
Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dari Rp182.636,- per kapita per
bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret
2009.
E. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Program PNPM yang diluncurkan oleh Presiden RI tanggal 30 April
2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah sesungguhnya merupakan salah satu
upaya pemerintah untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan
perluasan kesempatan kerja melalui konsolidasi program-program
pemberdayaan masyarakat yang ada di berbagai kementriam/lembaga.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pada
hakekatnya adalah gerakan nasional dalam wujud pembangunan berbasis
masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman bagi
pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka
penanggulangan kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat dipahami sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
strategi untuk mencapai tujuan meningkatnya kesejahteraan masyarakat
terutama keluarga miskin. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi
dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program,
penyediaan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi
masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.
Harmonisasi kebijakan melalui PNPM untuk perbaikan pemilihan
sasaran baik wilayah maupun kelompok masyarakat, prinsip dasar, strategi,
pendekatan, indikator, mekanisme, dan prosedur yang diperlukan untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan dan mempercepat penciptaan
lapangan kerja.
Pemberdayaan terjadi pada saat masyarakat mampu mengdentifikasi
masalah/penyebab kemiskinan dan alternatif penyelesaiannya, mampu
mengidentifikasi sumber daya yang tersedia di wilayahnya, mampu
memutuskan tindakan yang harus dilaksanakan (peningkatan kemampuan
masyarakat berorganisasi dalam skala kelompok dan menjadi mitra
pemerintah dalam pembangunan desa/kelurahan).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri terdiri
dari PNPM Mandiri Pedesaan, PNPM mandiri Perkotaan, serta PNPM
Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal.
Pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan untuk melaksanakan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dengan P2KP
(Program Penganggulangan Kemiskinan di Perkotaan) sebagai salah satu
motor program di wilatah perkotaan, disamping PPK (Program
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Pengembangan Kecamatan). PNPM pada dasarnya merupakan program
payung (umbrella policy) untuk mensinergikan berbagai program
pemberdayaan masyarakat, yang dimulai dengan sinergi P2KP dengan PPK.
1. Tujuan PNPM
Tujuan dari PNPM sendiri adalah untuk mewujudkan harmonisasi
dan sinergi berbagai program pemberdayaan. Dengan PNPM diharapkan
peranan Pemerintah Daerah dan Instansi sektoral semakin nyata dan
terpacu menerapkan model pembangunan partisipatif serta memperkuat
kemitraan masyarakat dengan pemerintah dan kelompok peduli setempat
dalam penanggulangan kemiskinan. Selain itu, juga diharapkan capaian
manfaat program kepada kelompok sasaran (masyarakat miskin) semakin
efektif.
Tujuan umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) adalah sebagai upaya untuk mempercepat pengurangan
kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan. Sedangkan secara khusus
bertujuan untuk, sebagai berikut:
a) Meningkatkan penghasilan kelompok masyarakat miskin.
b) Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat termasuk masyarakat
miskin, kelompok perempuan, dan kelompok lainnya yang selama ini
terpinggirkan.
c) Menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat terutama masyarakat
miskin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
d) Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap berbagai pelayanan
dasar.
e) Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap kegiatan ekonomi
produktif serta akses terhadap modal, pasar, informasi dan inovasi.
f) Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat.
g) Memperbaiki distribusi pendapatan masyarakat.
h) Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan layanan
masyarakat terutama masyarakat miskin.
2. Prinsip Dasar
Sesuai dengan Pedoman Umum, PNPM Mandiri mempunyai
prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan
dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil
dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri. Prinsip-prinsip
tersebut meliputi:
a) Bertumpu pada pembangunan manusia, artinya masyarakat hendaknya
memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya
pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata.
b) Otonomi, artinya masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur
diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi negatif
dari luar.
c) Desentralisasi, artinya memberikan ruang yang lebih luas kepada
masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah
sesuai dengan kapasitas masyarakat.
d) Berorientasi pada masyarakat miskin, segala keputusan yang diambil
berpihak pada masyarakat miskin.
e) Partisipasi, masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur
tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi,
perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan yang memberikan
sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materiil.
f) Kesetaraan dan keadilan gender, masyarakat baik laki-laki dan
perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan
program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan,
kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat
situasi konflik.
g) Demokratis, masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara
musyawarah dan mufakat.
h) Transparansi dan Akuntabel, masyarakat memiliki akses terhadap
segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga
pengelolaan kepada kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan
dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun
administratif.
i) Prioritas, masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan
mempertimbangkan apa yang paling penting dan didahulukan serta
manfaat untuk pengentasan kemiskinan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
j) Keberlanjutan, dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan
pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah
mempertimbangkan sistem pelestariannya.
3. Sasaran PNPM
a) Terbangunnya kelembagaan masyarakat (BKM) yang aspiratif,
representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya partisipasi dan kemandirian masyarakat.
b) Tersediannya Perencanaan Jangka Menengah Program
Penanggulangan Kemiskinan (PJM-Pronangkis) sebagai wadah sinergi
berbagai program penanggulangan kemiskinan yang sesuai dengan
aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
c) Meningkatnya akses dan pelayanan kebutuhan dasar bagi warga
miskin perkotaan menuju capaian sasaran Indeks Pembangunan
Manusia – Millenium Development Goals (IPM-MDGs)
4. Strategi Pelaksanaan
a) Melembagakan pola pembangunan partisipatif yang berpihak pada
masyarakat miskin dan berkeadilan, melalui pembangunan lembaga
masyarakat (BKM) representatif, akuntabel, dan mampu menyuarakan
kepentingan masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
serta perencanaan partisipasif dalam menyusun PJM Pronangkis
berbasis IPM-MDGs.
b) Menyediakan BLM secara transparan untuk mendanai kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang mudah dilakukan oleh masyarakat
dan membuka kesempatan kerja, melalui: pembangunan ekonomi
lokal, pembangunan sarana/prasarana lingkungan dan pembangunan
SDM/pelatihan-pelatihan).
c) Memperkuat keberlanjutan program dengan menumbuhkan rasa
memiliki dikalangan masyarakat melalui proses penyadaran kritis dan
pengelolaan hasil-hasilnya. Selain itu, juga meningkatkan kemampuan
perangkat pemerintah dalam perencanaan, penganggaran, dan
pengembangan paska proyek dan meningkatkan efektifitas
perancanaan dan penganggaran yang lebih pro-poor dan berkeadilan.
5. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Secara umum manfaat yang akan diperoleh melalui pendekatan
pemberdayaan masyarkat adalah penyediaan barang jasa skala kecil, tidak
kompleks, dikerjakan melalui kerjasama lokal (common pool, public, dan
civic goods). Kondisi kegagalan pasar akibat pasar yang idak sempurna
dapat diatasi jika program dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan
yaitu dengan tersedianya komplemen aktivitas publik.
Dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat maka diharapkan
dapat terjadi keberlanjutan (sustainability) yang relatif lebih tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
dibandingkan proyek sektoral karena adanya ownership masyarakat.
Efisiensi yang lebih dan efektifitas yang tinggi (penghematan 30-40
persen) akan lebih dirasakan apabila dibandingkan dengan menggunakan
kontraktor.
Pemberdayaan masyarakat mendorong terjadi internalisasi
pembangunan untuk masyarakat miskin dan marjinal penciptaan lapangan
kerja. Serta partisipasi penduduk miskin dalam pembangunan,
pembentukan modal sosial, tata pemerintahan yang baik.
6. Tahap PNPM
Dalam upaya mencapai tujuan PNPM, strategi yang diterapkan
adalah melalui pemberdayaan masyarakat seutuhnya dengan
mendayagunakan seluruh potensi dan sumberdaya lokal termasuk
sumberdaya manusia, alam, teknologi, sosial, kelembagaan dan
keberlanjutan, yaitu dengan berbagai tahap sebagai berikut:
a. Tahap Internalisasi
1) Tahap pembelajaran bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk
memahami pengelolaan pembangunan partisipatif.
2) Bantuan pendanaan merupakan faltor utama penggerak proses
pemberdayaan.
3) Peran pendamping (fasilitator/konsultan) masih sangat dominan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
b. Tahap Pelembagaan
1) Proses pelembagaan pembangunan partisipatif; pendanaan mikro
berbasis masyarakat; peningkatan kapasitas masyarakat dan
pemerintah lokal.
2) Bantuan pendanaan lebih bersifat stimulan.
3) Peran fasilitator/konsultan terfokus pada peningkatan kapasitas.
4) Masyarakat, pemerintah daerah, konsultan dan fasilitator
merupakan mitra sejajar.
5) Perencanaan partisipatif mulai terintregasi ke dalam sistem
perencanaan pembangunan reguler.
c. Tahap Keberlanjutan
1) Tahap persiapan masyarakat untuk mampu melanjutkan
pengelolaan pembangunan secara mandiri.
2) Masyarakat mampu menghasilkan keputusan yang rasional yang
adil, serta mampu membangun kemitraan dengan berbagai pihak.
3) Swadaya masyrakat merupakan faktor utama penggerak
pembangunan.
4) Pemerintah Daerah lebih tanggap dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat/pemda sesuai keahlian yang dibutuhkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
7. Komponen Kegiatan
b. Pengembangan Masyarakat, tujuannya adalah meningkatkan kapasitas
masyarakat dan kelembagaannya melalui penguatan pendamping yang
tepat. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan, tujuannya adalah sebagai
berikut:
1) Memperkuat lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat yang
dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola kegiatan PNPM.
2) Memfasilitasi penyelenggaraan kaji ulang produk hukum yang
berkaitan dengan pembangunan masyarakat desa/kelurahan.
3) Memperkuat forum-forum desa/kelurahan dan kecamatan.
c. Bantuan manajemen dan Pengembangan program, tujuannya adalah
mendukung pemerintah dalam pengelolaan program, termasuk
pengendalian mutu, studi dan evaluasi, serta pengembangan program
berdasarkan pembelajaran yang didapat selama pelaksanaan.
d. Bantuan Dana, tujuannya adalah memfasitasi proses dan mendanai
usulan kegiatan, yang terdiri dari: dana BLM, dana untuk PNPM
Generasi, dan dana Pendukung.
Dalam pelaksanaan PNPM di lapangan perlu adanya sinergi dari
masyarakat, pemerintah daerah dan kelompok peduli (swasta, asosiasi,
perguruan tinggi, media, LSM, dll) serta kemitraan diantara ketiganya. Untuk
itu agar semua pihak terlibat dalam program tersebut maka sosialisasi ke
masyarakat luas perlu dilakukan secara intensif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
F. Penelitian Sebelumnya
1. Evaluasi Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran
di Propinsi D.I. Jogjakarta
Penelitian ini ditulis oleh Awan Santosa, Dadit G. Hidayat, dan
Puthut Indriyono dari Universitas Gadjah Mada yang dimuat dalam Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.18, No. 2, 2003, hal 144-160.
Penelitian ini merupakan ujicoba metode ESCAP (Economic and Social
Commision for Asian and Pasific) yang digunakan untuk mengevaluasi
program penanggulangan kemiskinan di Yogyakarta secara kuantitatif.
Program yang dievaluasi meliputi progran Inpres Desa Tertinggal (IDT),
Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Proyek Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang ketiganya dikategorikan sebagai
prgram kerja mandiri, dan proyek pembangunan fisik dala program PPK
yang dikategorikan sebagai program padat karya.
Dalam penelitian ini kesimpulan yang dapat diambil untuk
program kerja mandiri, pendapatan rumah tangga meningkat sebesar
32,33% atau 3,87% untuk individu penerima program. Sedangkan
pendapatan peserta program padat karya menurun sebesar 2%.
Untuk jumlah penduduk miskin peserta program kerja mandiri
menurun sebesar 26,1%, sedangkan untuk program padat karya tidak
terjadi penurunan atau tetap. Efisiensi penyaluran program dari Program
Kerja Mandiri yaitu sebesar 192,1% atau lebih tinggi apaabila dibanding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dengan tingkat efisiensi penyaluran program padat karya yang hanya
sebesar 78,9%.
Kelangsungan dana untuk pelaksanaan program kerja mandiri lebih
tinggi dibanding dengan program padat karya yaitu sebesar 88,4% dan
54% untuk program padat karya. Nilai total dari program kerja mandiri
sebesar 68,34%, sedangkan nilai total Program Padat Karya sebesar
20,38%.
2. Analisis Dampak Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat – Program Pengembangan Kecamatan (PNPM-PPK) di
Kabupaten Karanganyar
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sulis Pasetyo ini bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar dampak PNPM-PPK dalam
meningkatkan pendapatan peserta program, seberapa besar dapat
menurunkan tingkat kemiskinan, serta mengetahui bagaimana efisiensi
penyaluran program dan kelangsungan dana yang dilakukan di 6 desa di 3
kecamatan di Kabupaten Karanganyar.
Penelitian ini juga menggunakan alat analisis yang dibuat oleh
Economic and Social Commision for Asian and Pasific (ESCAP) dengan 4
kategori, yaitu income indicator, poverty reduction, efficiency in
programme delivery, dan financial viability. Penelitian ini juga dibedakan
menjadi 2 bagian, yaitu program simpan pinjam kelompok perempuan
(SPKP) dan program fisik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini setelah mengikuti program
pendapatan peserta program SPKP meningkat 29,75% untuk rumah tangga
dan 33,86% untuk individu. Sedangkan pendapatan peserta program fisik
meningkat 12,38% untuk rumah tangga dan 8,88% untuk individu. Jumlah
masyarakat miskin peserta program SPKP dan fisik menurun masing-
masing 14,28% dan 6,91%. Efisiensi penyaluran program SPKP sebesar
130,03%, sedangkan program fisik 78,01%. Kelangsungan dana program
SPKP 121,95%, lebih tinggi dari program fisik yang hanya 59,17%. Skor
keseluruhan program SPKP 54,385, sedangkan program padat karya
sebesar 28,544. Dalam penelitian ini program SPKP lebih berhasil
dibandingkan dengan program fisik dalam menanggulangi kemiskinan.
G. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Peningkatan pendapatan
Pengurangan Kemiskinan
Efisiensi penyaluran
program
Kelangsungan dana
Pelaksanaan PNPM
Keberhasilan PNPM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Penelitian ini akan menganalisis apakah pelaksanaan program PNPM
Mandiri Perkotaan mempunyai dampak terhadap peningkatan pendapatan dan
penurunan tingkat kemiskinan. Selain itu juga akan dianalisis bagaimana
efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dana dari PNPM-MP. Hasil
analisis dari masing-masing indikator akan menunjukkan tingkat keberhasilan
program. Semakin tinggi nilai masing-masing indikator berarti semakin tinggi
tingkat keberhasilan PNPM-MP sebagai salah satu program penanggulangan
kemiskinan.
H. Hipotesis
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif jenis survei, yaitu
metode yang mengukur gejala-gejala tanpa menyelidiki timbulnya gejala-
gejala tersebut. Penelitian ini tidak perlu memperhitungkan hubungan antar
variabel dan lebih cenderung menggunakan data untuk memecahkan masalah
atau menjawab pertanyaan daripada untuk menguji hipotesis (Sevilla,
1993:73). Sehingga penelitian ini lebih untuk mengidentifikasi sejauh mana
keberhasilan dan dampak pelaksanaan PNPM-MP di Kecamatan Kartasura,
berdasarkan indikator-indikator yang telah ditetapkan.
Apabila Program PNPM-MP berhasil, maka dapat meningkatkan
pendapatan rumah tangga pemanfaat dan dapat mengurangi jumlah penduduk
miskin di Kecamatan Kartasura. Selain itu juga dapat diperoleh nilai efisiensi
penyaluran program yang tinggi dan kelangsungan dana yang besar untuk
menjaga keberlangsungan Program PNPM-MP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menekankan permasalahan pada Program
Penanggulangan Kemiskinan yang berbentuk Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) yang terdiri dari
Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) dan Program Padat Karya (fisik).
Untuk program ekonomi bergulir, ditekankan pada apakah terjadi perubahan
selama satu sampai dua bulan setelah mengikuti program. Lokasi penelitian
yang diambil adalah di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.
B. Sumber Data
Data primer : Data penilaian Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri yang memperhatikan aspek pendukung dan
aspek dampak menurut persepsi masyarakat diambil berdasarkan lembar
kuisioner yang ditujukan untuk para pemanfaat.
Data Sekunder : Data ini diambil dari BPS dan instansi-instansi
pemerintah terkait dan beberapa sumber media massa maupun elektronik
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri.
43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
C. Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini perlu
didefinisikan agar tidak terjadi kesalahan dalam penelitian dan untuk
membatasi pembahasan agar tidak keluar dari topik pembahasan.
a. Indikator peningkatan pendapatan (Income Indicator)
Merupakan indikator yang penting untuk menilai keberhasilan program.
Income indicator adalah perbandingan pendapatan rumah tangga peserta
program sebelum mengikuti program dengan pendapatan setelah program.
Dalam perhitungan ini juga dimasukkan faktor perubahan harga dengan
menggunakan Indeks Harga Konsumen untuk menilai pendapatan yang
lalu dengan nilai sekarang.
b. Indikator pengurangan kemiskinan (poverty reduction)
Indikator ini digunakan untuk mengukur presentase perubahan jumlah
penduduk miskin yang menjadi peserta program. Perhitungan dilakukan
dengan membandingkan jumlah penduduk miskin sebelum program dan
setelah mengikuti program.
c. Indikator Efisiensi Penyaluran Program (Efficiency Programme Delivery)
Indikator ini digunakan untuk menjelaskan perbandingan antara tingkat
manfaat dan biaya yang diukur dengan tambahan pendapatan bersih (net
additional income) dan investasi kredit dalam pengeluaran total. Dalam
perhitungan ini juga dimasukkan unsur-unsur lain seperti nilai penjualan,
biaya transaksi, bunga pinjaman, pengembalian pokok, biaya transaksi dan
biaya opportunity.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
d. Indikator Kelangsungan Dana (Financial Viability)
Kelangsungan dana merupakan indikator penting dari program
penanggulangan kemiskinan karena ketersediaan dana untuk membiayai
program terbatas. Jumlah pinjaman yang dikembalikan adalah variabel
utama untuk menunjang ketersediaan dana program. Pertimbangan lainnya
adalah bahwa pemerintah mendapatkan penerimaan dari peserta program
tersebut. Peserta program juga dikenai kewajiban untuk membayar pajak,
baik secara langsung maupun dari pajak pembelian barang yang mereka
lakukan dengan koefisien pajak.
e. Pendapatan rumah tangga sebelum program
Merupakan jumlah pendapatan keluarga dari berbagai sumber selama
sebulan, sebelum menjadi pemanfaat PNPM-MP, yang dihitung dengan
rupiah. Pendapatan rumah tangga dapat diketahui melalui pengeluaran
rumah tangga.
f. Pendapatan rumah tangga setelah program
Merupakan jumlah pendapatan keluarga dari berbagai sumber selama
sebulan setelah menjadi pemanfaat program PNPM-MP, diukur dengan
rupiah.
g. Penjualan barang dan jasa
Keseluruhan hasil atau pendapatan yang diterima oleh peserta PNPM-MP
(khususnya ekonomi bergulir) dari usaha yang dilakukan selama sebulan,
diukur dengan rupiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
h. Biaya Operasi
Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang dan jasa serta biaya-
biaya lain yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha selama sebulan,
dalam rupiah
i. Pendapatan kotor
Pendapatan peserta PNPM-MP (khususnya ekonomi bergulir) dari
penjualan barang atau jasa selama sebulan, setelah dikurangi total biaya.
j. Pengembalian pinjaman
Nominal yang harus disetorkan oleh pemanfaat (ekonomi bergulir) pada
pengelola PNPM-MP per bulannya.
k. Bunga pinjaman
Sejumlah uang tambahan yang harus dibayarkan oleh pemanfaat (ekonomi
bergulir) sebagai jasa dari pinjaman yang telah diterima setiap bulannya
bersama dengan angsuran pegembalian pimjaman.
l. Pendapatan bersih
Pendapatan peserta PNPM-MP (ekonomi bergulir) dari penjualan barang
dan jasa selama sebulan, setelah dikurangi dengan biaya operasi yang
dikeluarkan untuk produksi dan menjual produk, serta total biaya
(pengembalian pinjaman dan bunganya, biaya transaksi, biaya
opportunity)
m. Indeks Harga Konsumen (IHK)
IHK adalah petunjuk mengenai naik turunnya harga kebutuhan yang
secara tidak langsung juga mencerminkan tingkat inflasi. Variabel ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
dinyatakan dalam bentuk persentase per tahun. Data inflasi tahun 2009
sebesar 2,59 per tahun. Dengan demikian tingkat perubahan harga (Pt)
tahun 2009 terhadap tahun sebelumnya sebesar 114,42 atau 1,144 (BPS
Kab. Sukoharjo)
n. Jumlah orang miskin
Jumlah penduduk yang digolongkan miskin, dengan menbandingkan
pendapatannya dengan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. Jika
pendapatannya dalan satu bulan lebih kecil dari garis kemiskinan, maka
orang tersebut digolongakan sebagai orang miskin. Pada tahun 2008 , garis
kemiskinan BPS untuk desa dan kota sebesar Rp182.636 per kapita per
bulan. Jika rata-rata satu keluarga terdiri dari 4 orang, maka yang
digolongkan sebagai masyarakat miskin adalah mereka yang
berpendapatan kurang dari (Rp182.636 x 4)= Rp730.544 per bulan.
Sedangkan pada tahun 2009, garis kemiskina BPS untuk desa dan kota
sebesar Rp200.262 perkapita per bulan. Maka, jika rata-rata keluarga
terdiri dari 4 orang. Maka yang digolongkan sebagai rumah tangga miskin
adalah mereka yang berpendapatan kurang dari (Rp200.262 x 4) = Rp
801.048,- per bulan.
o. Koefisien pajak
Peserta program dikenai kewajiban untuk membayar pajak, baik langsung
maupun dari pembelian barang dan jasa yang mereka lakukan. Dalam
penelitian ini digunakan nilai perbandingan antara pajak daerah dengan
total pendapatan Kabupaten Sukoharjo tahun 2008 sebagai ukuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
koefisien pajak. Pajak daerah Kabupaten Sukoharjo tahun anggaran (TA)
2008 sebesar Rp15.421.729,- (dalam ribuan) sedangkan total pendapatan
daerah Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp687.729.032,- (dalam ribuan)
(BPS Kab. Sukoharjo). Dari nilai tersebut didapat koefisien pajak sebesar
0,02.
p. Rencana biaya konstruksi
Besarnya rencana anggaran yang akan digunakan untuk membangun suatu
proyek fisik dalam program padat karya.
q. Biaya konstruksi aktual
Merupakan realisasi biaya dalam pembangunan proyek fisik dalam
program padat karya.
r. Konstribusi pemerintah daerah
Komitmen pemerintah daerah (Pemda) dalam mendukung kelangsungan
program yang diukur dengan proporsi kontribusi Pemda terhadap total
pembiayaan program.
s. Coverage of Target Group (TAR)
Ketepatan sasaran dalam penyaluran program atau dengan kata lain peserta
program yang tergolong sebagai penduduk miskin menurut garis
kemiskinan BPS.
t. Total expenditure (pengeluaran total)
Dalam program kerja mandiri (ekonomi bergulir), total expenditure (TE)
merupakan total pinjaman yang disalurkan kepada seluruh sampel yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
menjadi peserta program. Sedangkan dalam program padat karya (fisik),
TE merupakan total pembiayaan proyek dalam PNPM-MP (upah).
u. Additional tax revenue (tambahan penerimaan pajak pemerintah)
Tambahan pajak yang diterima oleh pemerintah dari pendapatan bersih
yang diperoleh para peserta program, bisa diketahui dengan
memperhitungkan koefisien pajaknya.
v. Nilai swadaya
Sumbangan masyarakat berupa materiil (baik berupa uang maupun dalam
bentuk lain) khususnya dalam program padat karya, dimana merupakan
komitmen masyarakat dalam mendukung kelangsungan program, dan
dinyatakan dalam rupiah.
D. Tehnik Pengambilan Sampel
Untuk tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
rumus Slovin, yaitu sebagai berikut:
2.1 eNN
n+
=
n = Ukuran sampel
N = jumlah populasi untuk rumah tangga miskin penerima bantuan
PNPM di kecamatan Kartasura.
e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persentase
kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengamatan sampel
populasi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Nilai kritis untuk penelitian deskriptif yang dapat diterima adalah
sebesar 10% dari populasi (G. Sevilla et.al, 1993:161-162).
Dari rumus Slovin tersebut dapat dihitung banyaknya sample yang
dapat diambil pada program padat karya (fisik) dan program Keja mandiri
(ekonomi bergulir) dengan populasi sebesar 4818 pemanfaat dari 12 desa di
Kecamatan Kartasura, yaitu sebesar:
97,97
)1.0(481814818
2
=+
=
n
n
Jadi, dari perhitungan menggunakan rumus tersebut, diperoleh hasil
untuk pengambilan sampel pemanfaat PNPM Mandiri Perkotaan adalah
sebesar 97,97 responden atau dibulatkan menjadi 98 responden pemanfaat.
Tetapi jumlah sampel dapat diambil lebih besar dari rumus slovin tersebut.
Karena terjadi jumlah populasi yang sangat berbeda jauh antara
program fisik dan ekonomi bergulir yaitu untuk program fisik sebesar 4.649
pemanfaat, sedangkan untuk program ekonomi bergulir hanya 169 pemanfaat,
maka rumus stratified random sampling tidak efisien untuk digunakan karena
hanya diperoleh 3 sampel untuk program ekonomi bergulir.
Tabel 3.1 Penentuan Sampel menggunakan Model Stratified Random Sampling
Program Populasi % Sampel Ekonomi bergulir 169 3,51 3,44 (3) Padat karya (fisik) 4649 96,49 94,56 (95) Jumlah 4818 100 98 Sumber: data diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Supaya diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat maka pengambilan
sampel untuk Program Ekonomi Bergulir digunakan model menurut
Suharsimi Arikunto, yaitu suatu penelitian akan lebih baik apabila jumlah
sampel yang digunakan adalah 10% dari jumlah total populasi. Berdasarkan
tehnik tersebut dapat diambil sampel untuk program ekonomi bergulir yaitu
sebesar 16,9 pemanfaat atau dibulatkan menjadi 17 pemanfaat dari 169
populasi. Dan untuk program fisik sebesar 95 pemanfaat.
Untuk pengambilan sampel yang dilakukan secara acak di dalam
populasi yang sudah dikelompokkan dirumuskan sebagai berikut:
nNN
ni ´= 1
ni = jumlah sampel yang diambil
N1 = jumlah rumah tangga sasaran per desa
N = jumlah populasi
n = jumlah sampel yang ditentukan
Dengan rumus di atas diperoleh hasil secara acak dari 12 desa di
Kecamatan Kartasura dengan jumlah sampel untuk program padat karya
(fisik) 95 responden dan 17 responden untuk program kerja mandiri (ekonomi
bergulir), yaitu sebesar:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 3.2 Distribusi Populasi dan Sampel Program Kerja Mandiri
(Ekonomi Bergulir) di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
No Desa Pemanfaat Sampel 1 Ngemplak 11 1 2 Gumpang 12 1 3 Makamhaji 40 4 4 Pabelan - 0 5 Ngadirejo 24 2 6 Kartasura 33 3 7 Wirogunan 33 3 8 Ngabeyan - 0 9 Singopuran 16 2 10 Gonilan - 0 11 Kertonatan - 0 12 Pucangan - 0 Jumlah 169 17
Sumber: data diolah
Tabel 3.3 Distribusi Populasi dan Sampel Program Padat Karya
(Fisik) di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
No Desa Pemanfaat Sampel 1 Ngemplak 8 0 2 Gumpang 257 5 3 Makamhaji 1090 22 4 Pabelan 173 4 5 Ngadirejo 970 20 6 Kartasura 1065 22 7 Wirogunan 265 5 8 Ngabeyan 111 2 9 Singopuran 125 3 10 Gonilan 160 3 11 Kertonatan 85 2 12 Pucangan 340 7 Jumlah 4649 95
Sumber: data diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
E. Alat Analisis
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui
wawancara langsung (in-depth interview) dengan penerima program PNPM.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan alat yang
telah dirumuskan dalam Manual Evaluasi Program Penanggulangan
Kemiskinan yang dibuat oleh ESCAP (Economic and Social Commision for
Asia and Pasific), yang terdiri dari 4 kategori, yaitu Income Indicator(AI),
Poverty Reduction (PR), Efficiency in Program Delivery (EP), dan Financial
Viability (FV).
Untuk memudahkan cara penghitungan, maka program tersebut dapat
dibagi menjadi dua, yaitu program kerja mandiri dan program padat karya
dengan netode analisis sebagai berikut:
1. Analisis Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir)
a) Indikator Peningkatan Pendapatan (AI)
TARPY
PYYAI
t
tt ´´´-
=0
0 )(
Yt = pendapatan rumah tangga setelah mengikuti program
Yo = pendapatan rumah tangga sebelum mengikuti program
Pt = indeks harga konsumen pada tahun survei
TAR = target sasaran yang tercakup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
b) Indikator Pengurangan Kemiskinan
0
10
HCR
HCRHCRPR
-=
PR = Proverty Reduction
HCR0 = Head Count Ratio (jumlah penduduk miskin peserta
program sebelum mengikuti program) tahun dasar.
HCR1 = Head Count Ratio (jumlah penduduk miskin peserta
program setelah mengikuti program) tahun survei.
c) Indikator Efisiensi Penyaluran Program
t
t
PTE
PNAYEP
´´
=
EP = Efisiensi Program
NAY = Net average income (pendapatan usaha netto)
disesuaikan dengan faktor Indeks Harga Konsumen
(IHK).
NAY = Penjualan -biaya operasi – (biaya bunga + pengembalian
pokok pinjaman + biaya transaksi + biaya
opportunity)
TE = Total expenditure (pengeluaran total pinjaman)
d) Indikator Kelangsungan Dana
LDATRLR
FV)( +
=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
FV = Indikator Financial Viability
LR = Loan Repayment (jumlah pengembalian untuk tahun
tertentu).
ATR = Additional Tax Revenue (penerimaan pajak tidak
langsung pemerintah).
LD = Loan Disbursement (total pinjaman yang disalurkan).
2. Analisis program Padat Karya (fisik)
a) Indikator Peningkatan Pendapatan
TARPY
PYYAI
t
tt ´´´-
=0
0 )(
Yt = pendapatan rumah tangga setelah mengikuti program.
Yo = pendapatan rumah tangga sebelum mengikuti program.
Pt = indeks harga konsumen pada tahun survei.
TAR = target sasaran yang tercakup.
b) Indikator Pengurangan Kemiskinan
0
10
HCR
HCRHCRPR
-=
PR = Proverty Reduction
HCR0 = Head Count Ratio (jumlah penduduk miskin peserta
program sebelum mengikuti program) tahun dasar.
HCR1 = Head Count Ratio (jumlah penduduk miskin peserta
program setelah mengikuti program) tahun survei.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
c) Indikator Efisiensi Penyaluran Program
QACNC
EP ´=
EP = Efisiensi Program
NC = Norm of construction cost (rencana biaya pembangunan
proyek)
AC = Actual cost of construction (realisasi biaya pembangunan
proyek)
Q = Quality index (indeks kualitas proyek)
d) Indeks Kelangsungan Dana
TEATRDLRUC
FV)(
1
++=
FV = Financial Viability
UC = Utility Cost (biaya penggunaan proyek)
DLR = Directly Linked Revenue (pendapatan dari proyek dan
nilai swadaya)
ATR = Additional Tax Revenue (tambahan penerimaan pajak
pemerintah)
TE = Total Expenditure (pngeluaran untuk proyek)
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Kartasura adalah salah satu kecamatan yang berada di
Kabupaten Sukoharjo, Jawa tengah. Kartasura dapat dikatakan sebagai kota
satelit bagi Surakarta atau Solo, sama halnya dengan Solobaru yang juga
merupakan sebuah area yang dikembangkan di Kabupaten Sukoharjo.
Kecamatan Kartasura merupakan persimpangan jalan Negara Surabaya-Solo-
Yogyakarta dan Solo-Semarang (wikipedia).
Kecamatan Kartasura secara ekonomi menjadi salah satu
pengembangan Kota Surakarta ke arah barat karena lokasinya yang berbatasan
langsung dengan kota itu. Sedangkan untuk menuju ibukota kabupatennya
sendiri, warga Kecamatan Kartasura harus melewati Kota Surakarta.
Kecamatan Kartasura memiliki lokasi yang strategis, sehingga
pernah akan digabung dengan Kotamadya Surakarta, tetapi ditolak oleh
pemerintah Kabupaten Sukoharjo. Bahkan warga setempat sempat
berkeinginan untuk membentuk wilayah kotamadya atau administrasi kota
sendiri. Jika Kartasura membentuk kota sendiri, maka luasnya kurang lebih
sama dengan Kota Salatiga dengan jumlah penduduk sekitar 120.000 jiwa.
Namun keinginan tersebut sampai sekarang belum terpenuhi.
57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
1. Aspek Geografis
Luas wilayah Kecamatan Kartasura pada tahun 2008 tercatat 1.923
Ha atau sekitar 4,12 persen dari luas keseluruhan Kabupaten Sukoharjo
(46.666 Ha). Desa Gonilan merupakan desa yang terluas wilayahnya yaitu
232 Ha atau 12,06 persen, sedangkan yang terkecil wilayahnya adalah
Desa Ngabeyan sebesar 118 Ha atau 6,14 persen.
Kecamatan Katasura terdiri dari 515 Ha atau 26,78 persen lahan
persawahan dan sisanya 1.408 Ha atau 73,22 persen merupakan lahan
bukan persawahan. Lahan bukan sawah antara lain digunakan untuk
pekarangan sebesar 89,42 persen dari total luas lahan.
Tabel 4.1 Deskripsi Letak, Batas dan Keadaan Alam
Di Kecamatan Kartasura
Karakteristik Keterangan
1. Letak Geografi
Luas wilayah Kecamatan Kartasura
1.923 Ha.
Jarak dari Barat ke Timur ± 8,0 Km,
Jarak dari Utara ke Selatan ± 5,0 Km,
Jarak dari Ibukota Kecamatan ke
Ibukota Kabupaten Sukoharjo ± 23,0
Km.
2. Batas Wilayah Utara : Kabupaten Karanganyar
Timur : Kota Surakarta
Selatan : Kecamatan Gatak
Barat : Kabupaten Boyolali
3. Keadaan Alam Rata-rata curah hujan dalam satu tahun
adalah 25mm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
2. Aspek Demografi
Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan, Rata-rata per Jiwa
di Kecamatan Kartasura Tahun 2008
No Desa/
Kelurahan Luas
Wilayah (Ha)
Jumlah Penduduk
Kepadatan/ Ha
Rata-rata Jiwa/
Keluarga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kertonatan Wirogunan Ngabeyan Singopuran Kartasura Pucangan Ngemplak Ngadirejo Gumpang Pabelan Gonilan Makamhaji
120 133 118 133 134 228 170 121 192 131 232 211
3.229 3.778 4.327 6.162
15.284 12.168
2.924 9.321 6.453 6.555 4.329
15.481
27 28 37 46
114 53 17 77 34 50 19 73
3.36 2.95 3.50 4.26 4.48 3.89 3.95 3.80 3.43 3.69 3.06 4.14
Jumlah 1.923 90.011 47 3.84 Sumber: BPS Sukoharjo
Luas wilayah seluruh Kecamatan Kartasura adalah 1.923 Ha atau
19,23 km2 dari 12 desa. Desa Gonilan merupakan desa yang memiliki
wilayah paling luas dengan 232 Ha, sedangkan wilayah yang paling
sempit berada di desa Ngabeyan dengan 118 Ha.
Jumlah penduduk Kecamatan Kartasura adalah sebesar 90.011 jiwa
pada akhir 2008 dan meningkat menjadi 98.996 jiwa di tahun 2009.
Kepadatan pendudk di Kecamatan Kartasura dapat dikatakan cukup padat
mengingat Kecamatan Kartasura terletak di wilayah strategis yang dilalui
seluruh jalur transportasi darat. Jumlah penduduk terbanyak berada di
Desa Makamhaji yaitu 15.481 jiwa. Selain Desa Makamhaji, Kelurahan
Kartasura dan Desa Pucangan juga memiliki jumlah penduduk yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
banyak karena berada di pusat kecamatan yaitu masing-masing sebesar
15.284 dan 12.168 jiwa penduduk. Sedangkan desa yang berpenduduk
paling sedikit berada di Desa Ngemplak yaitu hanya berjumlah 2.924 jiwa.
Rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Kartasura adalah
sebesar 47 jiwa per Ha. Tingkat kepadatan paling tinggi berada di
Kelurahan Kartasura yaitu sebesar 114 jiwa per Ha dari luas keseluruhan
yang hanya 134 Ha. Selain Kelurahan Kartasura terdapat 2 desa yang
memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi yaitu di Desa Ngadirejo
dan Makamhaji yang masing-masing memiliki kepadatan sebesar 77
jiwa/Ha dan 73 jiwa/Ha. Hal ini disebabkan karena Desa Ngadirejo
terletak di daerah yang cukup strategis dan dekat dengan jalan raya
sehingga alat transportasi mudah diperoleh. Sedangkan untuk Desa
Makamhaji terletak dekat dengan Kota Surakarta sehingga banyak yang
berdomisili di desa tersebut. Desa Gonilan dan Ngemplak memiliki
kepadatan penduduk yang kecil yaitu masing-masing sebesar 19jiwa/Ha
dan 17 jiwa/Ha . Ini disebabkan karena Desa Gonilan adalah Desa yang
paling luas wilayahnya dari seluruh Kecamatan Kartasura dan terletak
cukup jauh dari jalan raya. Selain itu juga karena masih banyaknya
masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani. Desa Ngemplak
memiliki kepadatan penduduk paling kecil karena berada jauh dari jalan
raya dan struktur tanahnya yang tidak rata, sehingga masyarakat pendatang
enggan untuk menetap di desa ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Satu keluarga di Kecamatan Kartasura rata-rata memiliki 3,84 atau
dibulatkan menjadi 4 anggota keluarga. Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa
Desa/Kelurahan Singopuran, Kartasura, dan Makamhaji memiliki rata-rata
satu keluarga berjumlah 4-5 orang, sedangkan ke-9 desa lainnya memiliki
3-4 orang dalam satu keluarga.
3. Aspek Sosial
a. Kesehatan
Peningkatan sarana kesehatan sangat dibutuhkan sebagai upaya
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, selain pemerintah peran
swasta cukup tinggi. Pada tahun 2008 untuk jumlah puskesmas di
Kecamatan Kartasura ada sebanyak 2 puskesmas induk dan 2
puskemas pembantu. Selain itu juga terdapat 6 Rumah Bersalin dan 18
tempat praktek dokter.
Untuk tenaga kesehatan di seluruh Kecamatan Kartasura
terdapat 23 Dokter terdiri dari 20 Dokter Umum dan 3 Dokter Gigi,
Mantri Kesehatan/ Perawat sebanyak 31 orang, dan 13 bidan.
b. Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada di seluruh Kecamatan Kartasura
yaitu untuk TK terdapat 51 buah, SD terdapat 50 buah yang terdiri dari
43 SD Negeri dan 7 SD Swasta. SMP sebanyak 9 buah yaitu 3 SMP
Negeri dan 6 SMP Swasta. Selain itu juga terdapat Madrasah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Ibtida’iyah sebanyak 7 sekolah, Tsanawiyah 1 sekolah, dan Aliyah 1
sekolah.
Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Kecamatan Kartasura Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Semua Kelompok Umur Tahun 2009
No Jenis Pendidikan L P Total
1
2
3
4
5
6
7
8
Tamat Perguruan Tinggi
Tamat Akademi
Tamat SLTA
Tamat SLTP
Tamat SD
Tidak Tamat SD
Belum Tamat SD
Tidak Sekolah
6.701
10.700
13.015
16.015
14.144
4.005
7.500
2.602
5.802
8.010
11.505
15.415
14.006
6.205
8.415
2.040
12.503
18.710
24.520
31.430
28.150
10.210
15.915
4.642
Sumber: Statistik Kec.Kartasura
Dari tabel 4.3 dapat dilihat penduduk Kecamatan Kartasura
sebagian besar telah mencicipi bangku sekolah. Tapi masih banyak
penduduk yang tidak sekolah yaitu sebesar 4.642 jiwa. Penduduk yang
tidak sampai tamat SD sebesar 10.210 jiwa. Penduduk yang bisa
sampai tamat Perguruan Tinggi dan Akademi adalah masing-masing
12.503 jiwa dan 18.710 jiwa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
4. Kondisi Perekonomian
a. Penduduk dan Lapangan Usaha
Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Kecamatan Kartasura Berdasarkan
Kelompok Umur Tahun 2005-2008
Tahun Umur
Jumlah 0-14 15-64 65 ke atas
2005
2006
2007
2008
17.728
17.808
17.932
16.348
63.732
66.025
66.489
68.107
4.471
4.515
4.547
5.556
85.931
88.348
88.968
90.011
Sumber: BPS Sukoharjo
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada tahun 2008
penduduk Kecamatan Kartasura yang berumur 0-14 tahun berjumlah
16.348 jiwa. Usia produktif yaitu usia antara 15-64 tahun, penduduk
Kecamatan Kartasura yang berada pad usia produktif sebesar 68.107
jiwa. Dengan jumlah penduduk Kecamatan Kartasura berdasarkan usia
dapat pula diketahui tingkat ketergantungan penduduk sebagai berikut:
6415)65()140(
-++-
=umur
umurumurDR
16,32
100107.68
556.5348.16
=
+=
DR
xDR
Tingkat ketergantungan penduduk Kecamatan Kartasura di
tahun 2008 yaitu sebesar 32,16. Dengan demikian dapat dikatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
sebanyak 100 penduduk usia produktif di Kecamatan Kartasura
menanggung kehidupan 32,16 penduduk usia tidak produktif..
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa penduduk Kecamatan
Kartasura sebagian besar bekerja sebagai buruh industri yaitu sebesar
5.150 jiwa. Karena wilayah Kartasura masih memiliki lahan pertanian
yang cukup besar maka penduduk bekerja di bidang pertanian terbilang
cukup besar yaitu 1.332 penduduk merupakan petani sendiri dan 3.328
jiwa penduduk bekerja sebagai buruh tani.
Tabel 4.5 Komposisi Penduduk yang Bekerja Menurut Sektor
di Kecamatan Kartasura Tahun 2007-2009
No Mata Pencaharian 2007 2008 2009
1
2
3
4
5
6
7
Petani Sendiri
Buruh Tani
Pengusaha
Buruh Industri
Buruh Bangunan
Pedagang
PNS/TNI
1.297
3.288
232
4.989
1.598
403
2.852
1.311
3.298
243
5.086
1.685
428
2.897
1.332
3.328
255
5.150
1.630
450
2.951
Sumber: Kec.Kartasura
Pada tahun 2009 penduduk yang bekerja sebagai pagawai
sipil/PNS dan TNI berjumlah cukup besar yaitu sebanyak 2.951 jiwa,
ini disebabkan karena di Kecamatan Kartasura terdapat asrama TNI
AD atau biasa disebut Kopassus. Sebesar 1.630 penduduk Kecamatan
Kartasura bekerja sebagai buruh bangunan. Penduduk yang bermata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pencaharian sebagai pedagang di Kecamatan Kartasura terbilang cukup
kecil karena hanya berjumlah 450 orang saja, dan sebagian besar
tinggal di sekitar pasar Kartosuro. Pengusaha di Kecamatan Kartasura
juga memiliki jumlah yang sangat kecil yaitu hanya 255 orang saja.
Dengan komposisi seperti ini dapat diketahui bahwa penduduk
Kecamatan Kartasura sebagian besar dari kalangan menengah ke
bawah.
b. PDRB
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah
satu ukuran statistik yang menjadi indikator penting dalam mengukur
tingkat perkembangan perekonomian di suatu daerah. PDRB
sebenarnya merupakan nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor-sektor
ekonomi di suatu daerah pada kurun waktu tertentu (BPS Sukoharjo,
2008:1).
Dengan melihat nilai PDRB ini, maka akan banyak
didapatkan berbagai informasi mengenai perkembangan ekonomi
sektoral baik dalam hal volume produksi maupun harga.
Pada tabel 4.7 diketahui Distribusi PDRB Kecamatan
Kartasura terhadap PDRB Kabupaten Sukoharjo. Pada tahun 2008
besarnya PDRB perkapita atas dasar harga berlaku untuk tingkat
Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo berkisar dari 4,48 juta rupiah
sampai dengan 19,60 juta. Kecamatan Kartasura sendiri menyumbang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
sebesar 14,39 juta rupiah untuk PDRB kabupaten, dan menjadi
kecamatan ketiga setelah Kecamatan Grogol dan Sukoharjo yang
mempunyai andil besar terhadap perkembangan ekonomi kabupaten.
Tabel 4.6 Distribusi PDRB Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten
Sukoharjo Tahun 2005-2008 (dalam %)
Kecamatan 2005 2006 2007 2008
ADHB ADHK ADHB ADHK ADHB ADHK ADHB ADHK Weru Bulu Tawangsari Sukoharjo Nguter Bendosari Polokarto Mojolaban Grogol Baki Gatak Kartasura
3,83 3,14 4,34
19,59 4,54 5,34 5,80 6,91
24,46 3,22 3,46
15,36
3,92 3,24 4,39
19,51 4,63 5,43 5,83 6,91
24,18 3,25 3,44
15,22
3,84 3,05 4,29
19,79 4,37 5,28 5,61 6,85
24,66 3,25 3,33
15,67
3,90 3,13 4,32
19,80 4,44 5,37 5,61 6,82
24,40 3,27 3,33
15,61
3,94 2,99 4,27
19,66 4,26 5,42 5,67 7,07
24,45 3,27 3,34
15,65
3,97 3,04 4,27
19,79 4,31 5,45 5,59 7,01
24,40 3,25 3,30
15,63
3,72 2,88 4,30
19,87 4,11 5,36 5,40 7,10
24,76 3,24 3,25
16,02
3,80 2,97 4,37
19,93 4,21 5,44 5,38 7,05
24,54 3,22 3,23
15,86 Sumber: BPS Sukoharjo
Distribusi pada sektor ekonomi terhadap PDRB Kabupaten
Sukoharjo di Kecamatan Kartasura pada tahun 2008 sebesar 16,02%
berdasarkan atas dasar harga berlaku dan 15,86% atas dasar harga
konstan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan apabila
dibandingkan dengan tahun 2007, dimana distribusi pada sektor
ekonomi terhadap PDRB kabupaten atas dasar harga berlaku sebesar
15,65% dan sebesar 15,63% berdasarkan atas harga konstan. Pada
umumnya distribusi sektor ekonomi di Kecamatan Kartasura
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini menujukkan bahwa
perekonomian di Kecamatan Kartasura semakin berkembang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
B. Deskripsi Karakteristik Sosial-Ekonomi Sasaran PNPM-MP
1. Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir)
Jumlah populasi untuk program ekonomi bergulir tahun 2009
terbilang sangat sedikit karena program ini belum sepenuhnya di
sosialisasikan kepada masyarakat. Hanya beberapa masyarakat yang
berminat dan diyakini mampu mengembalikan pinjaman yang menerima
program ini. Dengan kuisioner yang dibagikan pada responden dapat
diketahui keadaan demografi dari pemanfaat program ekonomi bergulir
seperti pada tabel 4.9.
Tabel 4.7 Variabel Demografi Responden Ekonomi Bergulir
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Sumber: data diolah
Variabel Jumlah %
Kelompok Umur
Antara 16-30
Antara 31-50
51 ke atas
3
8
6
17,65
47,06
35,29
Total 17 100
Status Perkawinan
Kawin
Tidak Kawin
Janda/Duda
13
1
3
76,47
5,88
17,65
Total 17 100
Jumlah Keluarga
Rata-rata
Maksimum
Minimum
4,9 (5)
7
3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Pertama, berdasarkan kelompok umur dari 17 sampel yang
diambil. Untuk kelompok umur antara 16-30 tahun berjumlah 3 orang atau
17,65% dari seluruh sampel. Responden penerima program yang berumur
sekitar 31-50 tahun sebanyak 8 orang atau 47,06%. Dan sisanya sebesar
35,29 % atau sebanyak 6 orang yang berusia 51 tahun ke atas yang
menjadi pemanfaat program ekonomi bergulir.
Kedua adalah berdasarkan status perkawinan pemanfaat program.
Responden program ekonomi bergulir yang berstatus kawin atau
berkeluarga sebanyak 13 pemanfaat atau 76,47% dari 17 responden.
Pemanfaat program yang berstatus tidak kawin atau belum menikah hanya
satu orang saja atau 5,88%. Sedangkan untuk janda atau duda sebanyak 3
responden pemanfaat atau 17,65%.
Jumlah keluarga dari penerima manfaat program ekonomi
bergulir rata-rata berjumlah 4,9 orang atau 5 orang setiap keluarga. Dalam
responden program ekonomi bergulir ini palin banyak berjumlah 7 orang
dalam satu keluarga, dan paling sedikit berjumlah tiga orang dalam satu
keluarga pemanfaat.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden program
ekonomi bergulir, dapat dilihat dari tabel 4.10 tentang variabel sosial-
ekonomi. Pendidikan responden program ekonomi bergulir yang
berjumlah 17 pemanfaat, sebanyak 3 orang atau 17,65 % tidak pernah
merasakan bangku sekolah. Alasan mereka tidak sekolah adalah karena
ekonomi keluarga dan ada juga yang tidak sekolah karena masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
kepribadian. Responden yang hanya lulusan SD ada 4 orang atau 23,53%.
Mereka yang hanya lulusan SD rata-rata berusia 50-60 tahun dan
alasannya adalah karena pada waktu dulu, pemerintah hanya mewajibkan
belajar 6 tahun. Sisanya masing-masing 29,41% orang responden adalah
lulusan SMP dan SMA, yaitu sebanyak masing-masing 5 responden
Tabel 4.8 Variable Sosial-Ekonomi Responden Program Ekonomi Bergulir
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Variabel Jumlah %
Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
3
4
5
5
17,65
23,53
29,41
29,41
Total 17 100
Pekerjaan Sebelum Program
Tani(ternak)
Produksi
Buruh
Jasa
Dagang
3
2
3
2
7
17,65
11,76
17,65
11,76
41,18
Total 17 100
Sumber: data diolah
Dari jenis pekerjaan sebelum mengikuti program, masing-masing
sebanyak tiga orang berprofesi sebagai petani/peternak dan buruh.
Responden yang bekerja di bidang produksi dan jasa masing-masing
sebanyak dua orang atau 11,76 % dari 17 responden. Dan sisanya tujuh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
orang atau 41,18% dari keseluruhan responden program ekonomi bergulir
berprofesi sebagai pedagang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
sebelum program profesi/pekerjaan yang paling banyak mengikuti
program kerja mandiri (ekonomi bergulir) dari 17 responden adalah
pedagang. Alasannya adalah untuk menambah biaya operasi/ modal untuk
menghasilkan keuntungan yang lebih
2. Program Padat Karya (Fisik)
Tabel 4.12 menjelaskan tentang aspek demografi responden padat
karya. Berdasarkan kelompok umur, responden yang berusia antara 16-30
tahun berjumlah 30 orang atau sebesar 31,58 % dari total 95 responden.
Sebagian besar responden yang ikut dalam program padat karya ini berusia
antara 31 sampai 50 tahun yaitu sebanyak 47 orang atau 49,47%. Terdapat
pula responden yang berusia 51 tahun ke atas yang berjumlah 18 orang
dari total sampel 81 orang atau sebesar 18,95%.
Berdasarkan jenis kelaminnya, pemanfaat program padat karya
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 88 orang dari 95
sampel yang diambil atau 92,63%. Dan hanya tujuh orang responden yang
berjenis kelamin perempuan atau sebesar 7,37%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tabel 4.9 Variabel Demografi Responden Padat Karya
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Variabel Jumlah %
Kelompok Umur
Antara 16-30
Antara 31-50
51 ke atas
30
47
18
31,58
49,47
18,95
Total 95 100
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
88
7
92,63
7,37
Total 95 100
Status perkawinan
Kawin
Tidak kawin
Janda/Duda
61
25
9
64,21
26,32
9,47
Total 95 100
Jumlah Keluarga
Rata-rata
Maksimum
Minimum
4,74
8
3
Sumber: data diolah
Dari status perkawinannya, sebanyak 61 orang responden berstatus
menikah/kawin dan 25 orang tidak kawin/belum manikah. Sedangkan
sisanya 9 orang berstatus janda/duda. Apabila dimasukkan dalam persen
sebanyak 64,21% berstatus kawin, 26,32% orang tidak kawin/belum nikah
dan 9,47% berstatus janda/duda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Jumlah keluarga responden program fisik diperoleh rata-rata setiap
keluarga memiliki anggota keluarga sebanyak 4,74 atau dibulatkan
menjadi 5 orang per keluarga. Jumlah ini cukup besar karena jumlah
maksimum dalam satu keluarga berjumlah delapan orang, dan minimum
dalam satu keluarga berjumlah tiga orang.
Tabel 4.10 Pendidikan Responden Padat Karya di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Pendidikan Jumlah %
Tidak pernah sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
SMP&SMA
8
25
36
27
8,42
26,32
37,89
28,42
Total 95 100
Sumber: data diolah
Tabel 4.13 menunjukkan tingkat pendidikan responden program
padat karya (fisik). Dalam tabel tersebut dapat dilihat terdapat delapan
orang responden yang tidak pernah sekolah atau 8,42%. Sebesar 26,32%
atau 25 orang responden tidak meneruskan sekolahnya di tingkat sekolah
dasar (SD). Responden yang sudah menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Dasar (SD) sebanyak 36 responden atau sebesar 37,89 persen. Tetapi ada
juga yang sampai ke jenjang SMP dan SMA yaitu sebesar 27 orang
responden atau sebesar 28,42 persen dari total sampel program padat karya
(fisik). Dari fakta di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar
responden program padat karya masih berpendidikan rendah dan hanya 27
orang responden yang sudah menempuh wajib belajar 9 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Profesi atau pekerjaan responden program padat karya (fisik)
sebelum mengikuti program dapat dilihat dari tabel 4.14. Responden yang
berprofesi sebagai petani ada 10 orang atau dalam bentuk persen ada 12,35
%. Petani disini diartikan sebagai pekerja tani, bukan pemilik pertanian.
Responden yang bekerja di bidang produksi ada enam orang atau
6,32% dari total sampel. Produksi yang mereka kelola bermacam-macam
ada yang produksi kayu, emping, rambak/krupuk. Pedagang yang
mengikuti program ini berjumlah 11 orang atau 11,58 %. Responden yang
berprofesi sebagai buruh ada 27 orang atau 28,42 %. Selain itu ada 24
responden yang pekerjaannya di bidang jasa atau 25,26%. Dan sisanya 15
orang berprofesi sebagai pekerja lepas dan ada pula yang menganggur.
Pada umumnya alasan mereka mengikuti program ini untuk menambah
penghasilan, ada juga yang beralasan karena rumah/tempat tinggal mereka
berada di dekat tempat pembangunan.
Tabel 4.11 Profesi Responden Program Padat Karya
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Profesi Jumlah %
Tani
Produksi
Dagang
Buruh
Jasa
Lainnya
12
6
11
27
24
15
12,63
6,32
11,58
28,42
25,26
15,79
Total 95 100
Sumber: data diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Tabel 4.15 menyatakan jangka waktu bekerja dalam program
padat karya (fisik) dari 95 responden yang diteliti. Dalam tabel tersebut
responden yang bekerja kurang dari lima hari berjumlah delapan orang
atau dalam bentuk persen sebanyak 9,88%. Ada 33 orang yang bekerja
selam 6 sampai 10 hari dalam pembangunan fisik sampai selesai atau
40,74% dari total responden. Responden yang bekerja selama 11 sampai
15 hari ada sebesar 23,46% atau lebih tepatnya ada 19 orang dari seluruh
sampel yang diteliti. Sebanyak 12,34% atau 10 orang responden yang
bekerja selama 16 sampai 20 hari. Selain itu, ada enam responden yang
menyatakan bekerja selama 21 sampai 25 hari atau sebanyak 7,41%. Ada
juga responden yang bekerja selama lebih dari 26 hari yaitu sebanyak lima
orang atau 6,17 % dari seluruh responden program padat karya.
Tabel 4.12 Jangka Waktu Bekerja dalam Program Padat Karya (Fisik)
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Jumlah Hari Jumlah Orang %
Di bawah 5 hari
6-10 hari
11-15 hari
16-20 hari
21-25 hari
26 hari ke atas
8
36
22
15
9
5
8,42
37,89
23,16
15,79
9,47
5,26
Total 95 100
Sumber: data diolah
Pada umumnya pemanfaat program padat karya akan bekerja
selama proses pembangunan fasilitas yang dibangun dalam PNPM-MP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
sampai proyek tersebut selesai. Keterlibatan responden yang relatif lama
tersebut berkaitan dengan keahlian mereka di dalam bekerja (yaitu sebagai
tukang).
Tabel 4.13 Motivasi Mengikuti Program Padat Karya (Fisik)
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Motivasi Jumlah %
Tidak menemukan pekerjaan lain
Meningkatkan pendapatan
Gagal panen
Lainnya
15
21
2
57
15,79
22,11
2,11
60,00
Total 95 100
Sumber: data diolah
Dari dilihat dari tabel 4.16, terdapat 13 responden yang ikut
dalam program padat karya dengan motivasi tidak menemukan pekerjaan
lain dan 11 responden menyatakan ikut dalam program karena ingin
meningkatkan pendapatan. Selain itu hanya ada satu responden yang
termotivasi ikut program karena gagal panen.
Sebagian besar responden berpartisipasi dalam program padat
karya (fisik) bukan karena ketiga faktor di atas, tetapi karena faktor-faktor
lain seperti karena akan mendapatkan manfaat dari proyek baik secara
langsung maupun tidak langsung, bahkan ada sebagian responden yang
mengatakan akan tetap ingin berpartisipasi meskipun tanpa bayaran. Yang
menjadi faktor utama mengapa responden ingin berpartisipasi yaitu karena
ingin membangun desa dan lingkungan mereka agar lebih maju dan dapat
merasakan manfaat langsung dari pembangunan proyek program padat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
karya. Karena alasan inilah yang menjadi dasar sebagian besar responden
untuk ikut berpartisipasi dalam program. Selain itu juga karena ingin
menjaga sifat kegotongroyongan antar masyarakat desa. Bahkan ada
beberapa warga yang ikhlas memberikan sumbangan berupa materi
maupun moril untuk terselenggaranya proyek di desa mereka.
Tabel 4.14 Persepsi Responden terhadap Program Fisik
di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
No Items Ya/baik/ada tidak
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pengetahuan tentang program
Partisipasi dalam penentuan program
Program sesuai dengan aspirasi masyarakat
Lebih bermanfaat untuk rakyat miskin
Bisa dikerjakan masyarakat
Mendesak untuk dilaksanakan
Kualitas sarana fisik yang dibangun
Adanya sifat kegotong-royongan
Sumbangan dari masyarakat
Bermanfaat bagi masyarakat dan berpotensi
ke depan
35 (36,8%)
29 (30,5%)
59(62,1%)
24(25,3%)
70(73,7%)
77(81,1%)
80(84,4%)
82(86,3%)
64(67,4%)
64(67,4%)
60(63,2%)
66(69,5%)
36(37,9%)
71(74,7%)
25(26,3%)
18(18,9%)
15(15,8%)
13(13,7%)
31(32,6%)
31(32,6%)
Sumber: data diolah
Dalam tabel 4.17 dapat dilihat dari 95 responden yang
mengetahui tentang program padat karya dalam PNPM-MP hanya sebesar
36,8 %. Responden yang ikut berpartisipasi dalam penentuan program
hanya sebesar 30,5 % saja atau 29 responden. Sebesar 62,1 % responden
setuju bahwa program padat karya sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Tetapi hanya 25,3% responden yang setuju bahwa program lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
bermanfaat untuk rakyat miskin, karena sebagian besar responden
beranggapan bahwa tidak hanya masyarakat miskin yang mendapatkan
manfaat dari program padat karya ini, melainkan seluruh lapisan
masyarakat yang berada di lingkungan proyek. Berdasarkan persepsi
responden sebanyak 73,7 % setuju kalau program padat karya bisa
dikerjakan oleh masyarakat itu sendiri. Sebagian besar responden setuju
kalau program padat karya sangat mendesak untuk dilaksanakan yaitu
sebesar 81,1%. Persepsi responden padat karya tentang kualitas sarana
fisik yang dibangun sebanyak 80 responden atau 84,4% setuju kalau
kualitasnya cukup baik. Program padat karya (fisik) sangat
mengedepankan sifat kegotong royongan, terbukti dengan sebesar 86,3%
responden atau 82 orang setuju bahwa adanya sifat kegotong royongan
pada setiap pembangunan proyek. Selain bantuan materi dari pemerintah
daerah, sebagian masyarakat juga ikut serta memberikan sumbangan untuk
proyek yang dibangun, bukan hanya berupa materi tetapi juga secara
moral. Responden yang setuju dengan adanya sumbangan dari masyarakat
ini sebesar 67,4%, besarnya sama dengan persepsi responden tentang
manfaat program terhadap masyarakat dan potensi ke depannya dari
program tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
C. Analisis Data
Alat analisis data yang digunakan adalah alat yang telah
dirumuskan dalam Manual Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan
yang dibuat oleh ESCAP (Economic and Social Commision for Asia and
Pasific), yang dibagi dalam 4 kategori, yaitu Income Indicator (AI), Poverty
Reduction (PR), Efficiency in Program Delivery (EP), dan Financial Viability
(FV). Untuk memudahkan pembahasan analisis, maka evaluasi data dibagi
menjadi dua bagian sesuai dengan jenis program yang ada dalam Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), yaitu Program Kerja Mandiri
(ekonomi bergulir) dan Program Padat Karya (fisik).
1. Analisis Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir)
Program Ekonomi Bergulir dalam PNPM Mandiri adalah program
dimana pemanfaat yang terdiri dari kelompok-kelompok dimana satu
kelompok terdiri dari 5 orang anggota. Kelompok tersebut akan menerima
pinjaman berupa sejumlah uang yang di bagi rata setiap orangnya.
Pinjaman ini mempunyai tujuan agar digunakan pemanfaat untuk
membuka usaha baru atau meneruskan usaha yang telah dijalankan agar
memperoleh keuntungan yang lebih dari sebelum mengikuti program.
Pengembalian pinjaman diangsur selama 10 bulan dengan bunga pinjaman
sebesar 10 persen dalam sekali pinjam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
a. Indikator Peningkatan Pendapatan
Peningkatan pendapatan merupakan indikator yang paling
penting untuk menilai keberhasilan suatu program bagi penduduk
miskin. Konsep yang digunakan oleh ESCAP untuk mengukur
indikator ini adalah dengan membandingkan pendapatan rumah tangga
pemanfaat setelah mengikuti program dengan pendapatan sebelum
program. Dalam perhitungan ini juga dimasukkan faktor perubahan
harga dengan menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk
menilai pendapatan yang lalu dengan nilai sekarang.
Tabel 4.15 Indikator Peningkatan Pendapatan Program Ekonomi Bergulir
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Variabel Nilai
Pendapatan rumah tangga setelah program (2009) (Yt)
Pendapatan pemanfaat setelah program (2009) (Yt)
Pendapatan rumah tangga sebelum program (2008) (Yo)
Pendapatan pemanfaat sebelum program (2008) (Yo)
Indeks Harga (Pt)
Target sasaran yang tercakup (TAR)
Income Indikator rumah tangga (AI)
Income Indikator pemanfaat (AI)
1.277.941
569.706
948.529
354.412
1,144
0,588
0,104
0,238
TARPY
PYYAI
t
tt ´´´-
=0
0 )(
Sumber: data diolah
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan indikator
peningkatan pendapatan (AI) dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
program Ekonomi Bergulir dalam PNPM-MP di Kecamatan Kartasura
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
dapat meningkatkan pendapatan keluarga penduduk miskin peserta
program sebesar 0,238, yang berarti bahwa setelah menjadi pemanfaat
program pedapatan peserta program Ekonomi Bergulir meningkat rata-
rata 23,8%. Sedangkan untuk pendapatan rumah tangga dari peserta
program meningkat rata-rata 0,104 atau 10,4% dari pendapatan
sebelum mengikuti program.
Nilai indikator peningkatan pendapatan yang besar
menunjukkan bahwa program tersebut benar-benar bermanfaat bagi
penerima. Selain itu nilai indikator ini juga menunjukkan adanya
ketepatan sasaran (target) dalam penyaluran program. Tetapi apabila
nilai income indicator menunjukkan angka yang rendah atau bahkan
minus, berarti program tersebut tidak signifikan (berdaya guna rendah)
bagi penerima program. Perhitungan dengan income indicator di atas
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan sebesar 10,4%,
ini berarti bahwa setelah mengikuti program pendapatan rumah tangga
sasaran PNPM-MP hanya mampu meningkat sebesar 10,4%. Dengan
nilai tersebut walaupun mampu meningkatkan rata-rata pendapatan
rumah tangga namun dapat disimpulkan bahwa program ekonomi
bergulir masih belum signifikan atau masih berdaya guna rendah bagi
pemanfaat.
Peningkatan pendapatan peserta program dapat terjadi karena
keberhasilan dalam usaha mereka (net income naik) dan berkaitan
dengan sasaran program yang seharusnya ditujukan untuk penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
miskin. Namun pada kenyataannnya hanya sebesar 58,8% peserta
program yang dikategorikan miskin, ini dapat dilihat dari nilai
Coverage of Target Group (TAR) sebesar 0,588. Dan ini menunjukkan
bahwa masih terdapat 41,2% peserta program yang dikategorikan tidak
miskin. Data ini juga menggambarkan masih tidak adanya ketegasan
pengurus program (sense of priority dan sense of poverty), karena
keikutsertaan program dititikberatkan pada mereka yang berpotensi
mampu mengembalikan.
b. Indikator Pengurangan Kemiskinan
Indikator ini digunakan untuk mengukur presentase perubahan
jumlah penduduk miskin yang menjadi peserta program. Perhitungan
dilakukan dengan membandingkan jumlah penduduk miskin sebelum
program dan jumlah penduduk miskin setelah program. Dalam
perhitungan poverty reduction ini menggunakan konsep garis
kemiskinan untuk mengetahui jumlah responden yang tergolong
miskin.
Nilai poverty reduction peserta program ekonomi bergulir
adalah sebesar 0,701, yang artinya ada penurunan jumlah penduduk
miskin setelah dilaksanakan program ekonomi bergulir sebesar 70,1%.
Jumlah peserta program pada tahun sebelum program (2008) adalah
sebesar 58,8%, nilai tersebut turun menjadi 17,6% di tahun setelah
peserta menjadi pemanfaat program.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Tabel 4.16 Indikator Pengurangan Kemiskinan Program Ekonomi Bergulir
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Variabel Nilai
% jumlah orang miskin tahun program (2009) (HCR1)
% jumlah orang miskin tahun dasar (2008) (HCR0)
Pengurangan kemiskinan / Poverty Reduction (PR)
Garis Kemiskinan
2008 Rp182.636
2009 Rp 200.262
0,176
0,588
0,701
0
10
HCR
HCRHCRPR
-=
Sumber: data diolah
Penurunan jumlah penduduk miskin yang cukup besar ini dapat
diartikan sebagai adanya peningkatan pendapatan setelah program,
sebagian peserta program berada di sekitar garis kemiskinan sehingga
dengan peningkatan pendapatan yang relatif kecil dapat membantu
melewati garis kemiskinan, atau karena jumlah peserta program yang
tergolong sebagai masyarakat miskin berjumlah sedikit atau tidak tepat
sasaran. Sehingga ukuran ini bisa menyesatkan jika tidak dicermati
proporsi penduduk golongan miskin yang mengikuti program.
c. Indikator Efisiensi Penyaluran Program
Indikator efisiensi penyaluran program digunakan untuk
menjelaskan perbandingan antara tingkat manfaat dan biaya yang
diukur dengan tambahan pendapatan bersih (net income additional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
income) dan investasi kredit dalam pengeluaran total. Dalam indikator
ini juga dimasukkan unsur-unsur lain seperti nilai penjualan, biaya
transaksi, bunga pinjaman, pengembalian pokok, biaya transaksi dan
biaya opportunity.
Nilai total pinjaman untuk seluruh sampel sebesar Rp
11.200.000,- dan rata-rata pinjaman sebesar Rp 658.823,- per orang.
Dalam pembayaran pokok pinjaman dikembalikan atau diangsur
selama 10 bulan, jadi setiap bulannya mereka menbayar pokok
pinjaman sebesar (Rp 658.823,-/10) = Rp 65.883,- dengan bunga 10%
yaitu setiap bulannya sebesar Rp 6.588,- per orang.
Tabel 4.17 Tambahan Pendapatan Bersih Usaha Responden Program Ekonomi Bergulir di Kecamaatan Kartasura Tahun 2009
Variabel Nilai
Penjualan barang dan jasa rata-rata (TR)
Biaya operasi rata-rata (BO)
Pendapatan kotor rata-rata
Bunga pinjaman (BP)
Pembayaran pokok pinjaman (PP)
Biaya Transaksi (BTr)
Opportunity cost (OC)
Biaya total (BT)
Pendapatan Bersih(NAY)
622.353
407.059
215.294
6.588
65.882
0
0
72.470
142.824
NAY= TR-BO-BT
BT= BP+PP+BTr+OC
Sumber: data diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Berdasarkan perhitungan data sampel diperoleh efisiensi
penyaluran program. Sebelum mengetahui efisiensi penyaluran
program, perlu diketahui nilai pendapatan bersihnya seperti pada tabel
4.20 di atas. Nilai pendapatan bersih dari sampel peserta program
ekonomi bergulir adalah sebesar Rp142.824,-. Nilai biaya transaksi
dan biaya opportunity nol karena tidak ada pembebanan biaya untuk
keduanya dalam kegiatan usaha yang dijalankan oleh pemanfaat.
Setelah diketahui pendapatan bersihnya, maka dapat diketahui pula
nilai efisiensi penyaluran programnya seperti pada tabel 4.21 dibawah
ini.
Tabel 4.18 Efisiensi Penyaluran Program Ekonomi Bergulir
Di Kecamatan Kartasura Taun 2009
Variabel Nilai
Pendapatan bersih usaha (NAY)
Pengeluaran pinjaman rata-rata (TE)
Efisiency in programme delivery (EP)
142.824
658.824
0,22
t
t
PTE
PNAYEP
´´
=
Pt = 1,144
Sumber: data diolah
Tabel 4.21 menunjukkan bahwa tingkat efisiensi program
ekonomi bergulir adalah sebesar 0,22 atau dalam bentuk persen
sebesar 22%. Nilai ini menunjukkan masih terlalu rendahnya tingkat
pendapatan usaha bersih dalam program tersebut yang disebabkan
karena sebagian responden hanya memiliki usaha yang kecil dan jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
usaha yang mereka jalani tidak terlalu menguntungkan dan skala usaha
mereka relative kecil. Bahkan ada satu responden yang tidak
menggunakan pinjaman program untuk membuka atau menjalankan
usaha. Ada juga beberapa responden yang cenderung tidak sepenuhnya
menggunakan dana pinjaman untuk kepentingan usaha, sebagian dana
mereka gunakan untuk kebutuhan lain seperti pendidikan, kesehatan,
dan sebagainya. Selain itu juga ada responden yang memiliki tingkat
usaha yang cukup besar, sehingga pinjaman yang kecil tidak terlalu
berarti untuk pengembangan usaha.
d. Indikator Kelangsungan Dana
Kelangsungan dana (financial viability) adalah indikator
penting dalam program penanggulangan kemiskinan karena
ketersediaan dana untuk membiayai program terbatas. Jumlah
pinjaman yang dikembalikan adalah variable utama untuk menunjang
ketersediaan dana program. Pertimbangan lainnya adalah bahwa
pemerintah mendapatkan penerimaan dari peserta program tersebut.
Peserta program juga dikenai kewajiban untuk membayar pajak, baik
secara langsung maupun dari pajak pembelian barang yang mereka
lakukan. Dalam penelitian ini digunakan nilai perbandingan antara
pajak daerah dan total pendapatan daerah sebagai ukuran koefisien
pajak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Data responden sampel peserta program ekonomi bergulir dari
tabel 4.22 menunjukkan nilai financial viability sebesar 0,114. Jumlah
pinjaman yang telah dikembalikan peserta program ekonomi bergulir
adalah sebesar Rp72.471 dari total pinjaman yang direalisasikan
sebesar Rp658.824. Karena jangka pengembalian pinjaman adalah
diangsur sebanyak 10 kali dan pinjaman relatif kecil, maka nilai
pengambalian juga relatif kecil.
Tabel 4.19 Kelangsungan Dana Program Ekonomi Bergulir
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Variable Nilai
Rata-rata pengembalian pinjaman (LR)
Koefisien pajak pendapatan
Pendapatan bersih rata-rata
Rata-rata pendapatan pajak (ATR)
Total pinjaman (LD)
Financial viability (FV)
72.471
0,02
142.824
2.857
658.824
0,114
LDATRLR
FV)( +
=
Sumber: data diolah
Dari semula program ekonomi bergulir ditujukan bagi
penduduk miskin, namun dengan pertimbangan agar tidak terjadi
kesulitan dalam program, maka pinjaman dialihkan pada masyarakat
yang berpotensi mengembalikan. Keadaan ini justru melemahkan
usaha pengelola program untuk lebih fokus pada upaya menanggulangi
kemiskinan di wilayahnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
2. Analisis Program Padat Karya (fisik)
Program padat karya dalam PNPM biasa disebut dengan program
fisik adalah program yang berorientasi pada pembangunan sarana fisik
seperti jalan, jembatan, saluran air, atau sarana umum lainnya. Dalam
program fisik ini masyarakat terlibat langsung mulai dari perencanaan
sampai pembangunan selesai. Dana yang dipergunakan untuk
pembangunan diperoleh dari dana APBD dan APBN, selain itu juga
berasal dari sumbangan masyarakat (swadaya).
a. Peningkatan Pendapatan (Income Indicator)
Tabel 4.20 Indikator Peningkatan Pendapatan Program Padat Karya (Fisik)
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Variabel Nilai
Rata-rata pendapatan rumah tangga setelah program (2009) (Yt)
Pendapatan rumah tangga sebelum program (2008) (Yo)
Indeks Harga (Pt)
Target sasaran yang tercakup (TAR)
Income Indikator rumah tangga (AI)
1.015.284
904.832
1,144
0,40
-0,008
TARPY
PYYAI
t
tt ´´´-
=0
0 )(
Sumber: data diolah
Metode perhitungan indikator ini sama dengan metode pada
program kerja mandiri. Dari data responden sampel diperoleh nilai
rata-rata pendapatan rumah tangga sebelum program yaitu sebesar
Rp904.832,- dan Rp 1.015.284,- setelah mengikuti program. Peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
program yang termasuk sasaran program padat karya hanya sebesar
40% yang tergolong penduduk miskin. Dengan menggunakan angka
Indeks Harga Konsumen sebesar 1,144 diperoleh Income Indicator
program padat karya sebesar -0,008.
Nilai tersebut menggambarkan terjadinya penurunan
pendapatan rumah tangga responden sebesar 0,8%. Penurunan
pendapatan rumah tangga ini disebabkan oleh periode kerja program
padat karya yang sangat singkat (rata-rata 2 minggu) sehingga hasilnya
tidak signifikan dalam menaikkan penadapatan rumah tangga. Selain
itu penurunan ini dapat disebabkan faktor lain, seperti berkurangnya
tingkat penghasilan, atau peralihan pekerjaan. Tingkat kenaikan harga
atau Indeks Harga Konsumen (IHK) juga dapat menurunkan nilai
nominal pendapatan tahun sekarang.
b. Indikator Pengurangan Kemiskinan (Poverty Reduction)
Metode perhitungan sama dengan metode pada program kerja
mandiri, yaitu membandingkan jumlah orang miskin peserta program
program sebelum dan sesudah program berdasarkan jumlah sampel
yang diambil.
Hasil dari perhitungan data responden sampel pada tahun
2008 diperoleh nilai Head Count Ratio (HCR) sebesar 0,40 dan di
tahun 2009 nilai HCR sebesar 0,40. Artinya tidak ada perubahan
responden padat karya yang tergolong miskin sebelum dan sesudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
program. Sehingga berdasarkan data tersebut untuk indikator
pengurangan kemiskinan pada program padat karya sebesar 0,00 atau
tetap.
Tabel 4.21 Indikator Pengurangan Kemiskinan Program Padat Karya (Fisik)
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Variabel Nilai
% jumlah orang miskin tahun program (2009) (HCR1)
% jumlah orang miskin tahun dasar (2008) (HCR0)
Pengurangan kemiskinan / Poverty Reduction (PR)
Garis Kemiskinan
2008 Rp 182.636
2009 Rp 200.262
0,40
0,40
0,00
0
10
HCR
HCRHCRPR
-=
Sumber: data diolah
c. Efisiensi Penyaluran Program Padat Karya (Fisik)
Program padat karya atau fisik pada umumnya ditujukan untuk
pembangunan proyek yang dapat diakses langsung oleh masyarakat
luas. Pengukuran efisiensi penyaluran program dilakukan dengan
membandingkan rencana biaya pembangunan proyek dengan realisasi
dana pembangunan proyek. Jika nilai realisasi lebih besar dari nilai
rencana pembangunan, maka dapat dikatakan proyek tersebut tidak
efisien. selain itu juga digunakan nilai indeks kualitas proyek, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
merupakan persepsi masyarakat terhadap kualitas hasil pembangunan
proyek.
Tabel 4.22 Indikator Efisiensi Penyaluran Program Fisik
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Variabel Nilai
Rencana biaya konstruksi (NC)
Biaya kontruksi actual (AC)
Indeks kualitas proyek (Q)
Efisiensi penyaluran program (EP)
644.640.701
682.999.850
0,84
0,79
QACNC
EP ´=
Sumber: data diolah
Nilai rencana biaya pembangunan proyek se-Kecamatan
Kartasura pada tahun 2009 adalah sebesar Rp 644.640.701,-. Dengan
nilai realisasi biaya pembangunan proyek sebesar Rp 682.999.850,-
dan indeks kualitas proyek sebesar 0,84 yang diperoleh dari persepsi
masyarakat terhadap kualitas proyek yang dibangun. Sehingga
diperoleh nilai efisiensi penyaluran program sebesar 0,79 (79%).
Tetapi karena rencana biaya konstruksi lebih besar dibanding dengan
biaya konstruksi aktual, jadi dapat disimpulkan bahwa penyaluran
program padat karya di Kecamatan Kartasura masih belum efisien
sebesar 23%, sehingga diperlukan rencana pembangunan atau
konstruksi yang lebih baik lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
d. Indikator Kelangsungan Dana
Tabel 4.23 Kelangsungan Dana Program Padat Karya
Di Kecamatan Kartasura Tahun 2009
Uraian Nilai
Biaya penggunaan proyek (UC)
Pendapatan dari proyek (DLR)
Rata-rata pembiayaan program (TE)
Rata-rata pendapatan bersih
Jumlah peserta proyek
Koefisien pajak
Tambahan penerimaan pajak (ATR)
Indeks kelangsungan dana (FV)
0
0
367.337
359.990
95
0,02
7.347
0,02
TEATRDLRUC
FV)( ++
=
Sumber: data diolah
Dengan nilai koefisien pajak 0,02, dan jumlah sampel program
padat karya sebanyak 81 orang, dan dengan rata-rata pendapatan bersih
Rp359.990,- diperoleh nilai financial viability proyek padat karya
tersebut sebesar 0,02 atau senilai dengan 2%. Kelangsungan dana
untuk program padat karya sangat kecil karena tidak adanya biaya
penggunaan proyek dan tidak ada pendapatan yang dapat diambil dari
pembangunan proyek tersebut. Sejak awal program ini memang
ditujukan untuk pembangunan sarana desa yang lebih bertujuan agar
dapat digunakan oleh masyarakat desa secara keseluruhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
3. Skoring Program
Proses skoring ini diperoleh dari perhitugan masing-masing
indikator yang dapat digunakan yang dapat digunakan untuk menyusun
skor setiap indikator dari setiap program dan skor secara keseluruhan.
Perhitungan skor dilakukan dengan memberikan bobot yang berbeda untuk
masing-masing indikator. Sesuai dengan alat yang digunakan oleh
ESCAP, penelitian ini memberikan bobot:
Peningkatan Pendapatan / income indicator = 4
Pengurangan Kemiskinan / poverty reduction = 3
Efisiensi Penyaluran Program = 2
Kelangsungan Dana / financial viability = 1
a. Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir)
Tabel 4.24 Skor Program Ekonomi Bergulir di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009
Indikator Nilai
(V)
Bobot
(W) V x W
Indikator pendapatan (AI)
Pengurangan Kemiskinan (PR)
Efisiensi penyaluran program (EP)
Kelangsungan Dana (FV)
10,4
70,1
22,0
11,4
4
3
2
1
10
41,6
210,3
44,0
11,4
307,3
30,73
Sumber: data diolah
Program kerja mandiri memiliki skor sebesar 30,73 seperti
ditunjukkan pada tabel 4.27. Walaupun indikator peningkatan
pendapatan adalah faktor yang paling penting untuk mengurangi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
jumlah masyarakat miskin, namun dalam program ekonomi bergulir
ini indikator pengurangan kemiskinan mempunyai nilai yang paling
besar yaitu 70,1%. Sedangkan untuk peningkatan pendapatan hanya
sebesar 10,4%.
Hal ini disebabkan oleh peserta yang ikut dalam program ini
hampir setengahnya merupakan golongan yang tidak miskin. Dan yang
tergolong masyarakat miskin sebelum program sebagian besar berada
tidak jauh dari garis kemiskinan. Sehingga indikator pengurangan
kemiskinan nilainya cukup besar.
b. Program Padat Karya (fisik)
Skoring untuk program padat karya (fisik) adalah sebesar
16,38. Nilai ini sangat kecil apabila dibandingkan dengan program
ekonomi bergulir karena program padat karya lebih mengedepankan
pada pembangunan desa yang bisa dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat. Selain itu juga karena masa kerja yang relatif singkat,
sehingga peningkatan pendapatan tidak signifikan. Dan yang menjadi
pemanfaat program pada umumnya adalah masyarakat yang berada
disekitar wilayah pembangunan baik dari golongan miskin maupun
bukan miskin. Dan proyek dapat terselesaikan dengan baik karena
merupakan kebutuhan bersama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Tabel 4.25 Skor Program Padat Karya di Kecamatan Kartasura
Tahun 2009
Indikator Nilai
(V)
Bobot
(W) V x W
Indikator pendapatan (AI)
Pengurangan Kemiskinan (PR)
Efisiensi penyaluran program (EP)
Kelangsungan Dana (FV)
-0,8
0,00
79,00
2,00
4
3
2
1
10
-3,2
0,00
158
2
156,8
15,68
Sumber: data diolah
Sesuai dengan prinsip awal penganggulangan kemiskinan
bersasaran, yaitu indikator yang merupakan prioritas (income indikator
dan poverty reduction), dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program
kerja mandiri lebih berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di
wilayah sampel dibandingkan dengan program padat karya. Secara
keseluruhan pelaksanaan program padat karya tidak dapat digunakan
sebagai alat penanggulangan kemiskinan. Karena dalam program padat
karya tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan dalam
tingkat pendapatan dan pengurangan kemiskinan. Selain itu juga
program padat karya lebih berorientasi pada solidaritas masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
BAB V
PENUTUP
Dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran-saran
yang diharapkan mampu membuat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) khususnya di Kecamatan Kartasura lebih maju
dan lebih tepat sasaran.
A. Kesimpulan
1. Dalam Program Kerja Mandiri (Ekonomi Bergulir) pada indikator income
indicator terjadi peningkatan pendapatan rata-rata sebesar 23,8% untuk
peserta program (individu), sehingga mampu menaikkan pendapatan
rumah tangga rata-rata sebesar 10,4%. Untuk Program Padat Karya terjadi
sedikit penurunan yaitu menurun sebesar 0,8%. Pada program Ekonomi
Bergulir terjadi peningkatan pendapatan yang lebih besar dibanding pada
program fisik ini karena peningkatan pendapatan pemanfaat dalam
program ekonomi bergulir dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Sedangkan pada program padat karya apabila dilihat dari sisi ekonominya
terjadi penurunan pendapatan rumah tangga, ini disebabkan oleh periode
kerja dalam program padat karya sangat singkat dan lebih mengedepankan
solidaritas sosial dan kegotongroyongan, sehingga nilai swadaya
masyarakat juga besar.
96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
2. Jumlah responden yang dikategorikan sebagai masyarakat miskin pada
program kerja mandiri (ekonomi bergulir) mengalami penurunan yang
sangat besar yaitu 70,1%, sedangkan untuk program padat karya sebesar
0,00% artinya tidak terjadi penurunan jumlah penduduk setelah mengikuti
program. Hal ini disebabkan karena pada program ekonomi bergulir
sebagian besar responden yang tergolong miskin sebelum program tidak
jauh dari garis kemiskinan, sehingga setelah mengikuti program dapat
meningkatkan pendapatannya dan melewati garis kemiskinan. Sedangkan
dalam program padat karya (fisik), tidak terjadi pengurangan kemiskinan
karena program ini lebih ditujukan untuk kepentingan bersama/umum
sehingga tidak berpengaruh besar pada indikator ini dan hasilnya lebih
terlihat dalam jangka panjang.
3. Efisiensi penyaluran program dari program ekonomi bergulir lebih rendah
dibanding dengan program padat karya yaitu 22% dan 79%. Rendahnya
efisiensi penyaluran program ekonomi bergulir disebabkan oleh sebagian
responden tidak menggunakan uang pinjaman untuk mengembangkan
usaha, melainkan untuk keperluan lain seperti pendidikan, kesehatan, dan
lain sebagainya. Efisiensi penyaluran program padat karya ini juga
memasukkan persepsi peserta program terhadap kualitas pembangunan
proyek, sehingga diperoleh nilai efisiensi yang cukup besar.
4. Kelangsungan dana untuk pelaksanaan program kerja mandiri lebih tinggi
dibanding kelangsungan dana untuk Program Padat Karya. Pada program
kerja mandiri sebesar 11,4% dan program padat karya hanya 2%. Kecilnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
nilai indikator kelangsungan dana ini disebabkan oleh kecilnya jumlah
pinjaman yang diperoleh dan sebagian besar pemanfaat mempunyai
pinjaman dari sumber lain. Selain itu juga masih adanya kredit macet dari
beberapa pemanfaat, dan mereka enggan untuk melunasinya karena kredit
macet satu anggota ditanggung oleh satu kelompok. Sedangkan untuk
program padat karya (fisik), rendahnya indikator kelangsungan dana ini
disebabkan karena program ini lebih mementingkan nilai swadaya dari
masyarakat.
Skoring program kerja mandiri setelah diberi bobot adalah sebesar
30,73%. Sedangkan untuk program padat karya hanya sebesar 15,68%. Hasil
penelitian pada program padat karya tidak menunjukkan adanya perubahan
yang signifikan dalam tingkat pendapatan dan tingkat kemiskinan, ini karena
waktu pelaksanaan program yang terlalu pendek dan orientasi nilai masyarakat
yang lebih mengedepankan solidaritas sosial, sehingga nilai swadaya
masyarakat juga besar. Dan proyek merupakan kebutuhan bersama.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
program kerja mandiri (ekonomi bergulir) lebih berhasil dalam
menanggulangi kemiskinan dengan syarat harus tepat sasaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
B. Saran
Berikut ini saran yang dapat diambil dari evaluasi program PNPM-MP
di Kecamatan Kartasura tahun 2009:
1. Pada indikator peningkatan pendapatan untuk program ekonomi bergulir,
diharapkan agar pemanfaat program dapat menggunakan pinjaman untuk
membuka usaha baru atau mengembangkan usaha yang sudah dibangun.
Sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Sedangkan untuk
pengelola program, diharapkan mampu untuk memberikan arahan kepada
pemanfaat program agar menggunakan pinjaman untuk keperluan usaha.
2. Pada indikator pengurangan kemiskinan untuk program ekonomi bergulir
lebih berhasil dalam mengurangi kemiskinan karena progam ini lebih
bersifat jangka pendek. Sedangkan untuk program padat karya (fisik) lebih
bersifat jangka panjang, sehingga diharapkan untuk para pemanfaat dan
masyarakat pada umumnya dapat terus merawat fasilitas atau sarana fisik
yang telah dibangun.
3. Indikator efisiensi program dapat ditingkatkan apabila pada program
ekonomi bergulir pengelola mampu tegas untuk menentukan masyarakat
yang berhak menerima pinjaman (yang termasuk kategori miskin).
Sedangkan pada program padat karya diharapkan biaya aktual untuk
membangun obyek sarana fisik tidak melebihi rencana biaya, agar dapat
diperoleh nilai efisiensi yang sempurna.
4. Nilai indikator kelangsungan dana dapat ditingkatkan apabila pengelola
dapat lebih tegas dalam mengatasi kredit macet pada program ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
bergulir, seperti dengan pemberian sanksi atau denda. Dan ketegasan dari
anggota kelompok lain apabila ada satu anggota yang terlambat
mengangsur (kredit macet). Pada program padat karya, nilai swadaya dari
masyarakat sangat diutamakan, sehingga nilai swadaya masyarakat yang
tinggi, diharapkan mampu meningkatkan nilai kelangsungan dana dari
program padat karya tersebut.
Pemerintah harus menjaga kelangsungan program dengan
meningkatkan proporsi dalam pembiayaan program khususnya program padat
karya pada tahun-tahun berikutnya.
Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis untuk program
padat karya diharapkan tidak hanya mengamati manfaat yang diterima peserta
program saja, tetapi juga memperhitungkan seberapa besar manfaat baik
langsung, maupun tidak langsung dari proyek yang dibangun, termasuk juga
biaya langsung maupun tidak langsungnya. Sistem nilai sosial yang kondusif
bagi pelaksanaan program padat karya dapat dimasukkan sebagai indikator
keberhasilan program dalam penelitian.