Post on 11-Aug-2015
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Ergonomi
3.1.1. Defenisi Ergonomi
Istilah “Ergonomi” berasal dari bahasa Latin, yaitu Ergon (kerja) dan
Nomos (hukum), sehingga ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang
aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi,
fisiologi, psikologi, engineering, manajemen, dan desain/perancangan. Ergonomi
berkenaan juga dengan optimisasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan
kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah, dan dimana saja manusia berada1
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah :
.
Ergonomi merupakan studi tentang manusia, fasilitas kerja dan lingkungan yang
saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan
manusia.
3.1.2. Tujuan Ergonomi
2
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental dan
mengupayakan kepuasan kerja.
1 Eko Nurmianto, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, edisi kedua, Guna Widya, Surabaya, 2004, p.1 2 Tarwaka.dkk, Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press, Surakarta, 2004, p.7
Universitas Sumatera Utara
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,
mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan
jaminan sosial baik selama waktu produktif maupun setelah tidak produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,
antropologis dan budaya dari sistem kerja, sehingga tercipta kualitas kerja dan
kualitas hidup yang tinggi.
3.1.3. Tipe-tipe Masalah Ergonomi 3
a. Anthropometric
Masalah ergonomi dapat dikategorikan ke dalam bermacam-macam grup
yang berbeda, bergantung kepada wilayah spesifik dari efek tubuh seperti :
Antropometri berhubungan dengan dimensi antara ruang geometri fungsional
dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan pengukuran dari dimensi
tubuh secara linier, termasuk berat dan volume, jarak jangkauan, tinggi mata
saat duduk, dan lain-lain. Masalah antropometri merupakan ketidaksesuaian
antara dimensi terhadap desain ruang dan sarana kerja. Pemecahan masalah ini
dengan memodifikasi desain dan menyesuaikan kenyamanan.
b. Cognitive
Masalah cognitive muncul ketika beban kerja berlebih atau berada di bawah
kebutuhan proses. Keduanya dalam jangka waktu panjang maupun dalam
jangka waktu pendek dapat menyebabkan ketegangan. Pada sisi lain fungsi ini
tidak sepenuhnya berguna untuk pemeliharaan tingkat optimum. Pemecahan
3 Tarwaka.dkk, Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press, Surakarta, 2004, p.8
Universitas Sumatera Utara
masalah ini dengan melengkapkan fungsi manusia dengan fungsi mesin untuk
meningkatkan performansi.
c. Musculoskeletal
Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini. Hal tersebut
dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif. Pemecahan
masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja atau
mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai dengan
batas kemampuan manusia.
d. Cardiovaskular
Masalah ini diakibatkan oleh ketegangan sistem sirkulasi, termasuk jantung.
Jantung memompa lebih banyak darah ke otot untuk memenuhi tingginya
permintaan oksigen. Pemecahan masalah ini dengan mendesain kembali
pekerjaan untuk melindungi pekerja dan melakukan rotasi pekerjaan.
e. Psychomotor
Permasalahan dalam hal ini adalah ketegangan pada sistem psychomotor.
Pemecahannya adalah dengan menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk
disesuaikan dengan kemampuan manusia dan menyediakan bantuan
performansi pekerjaan.
3.1.4. Aplikasi Ergonomi untuk Perancangan Tempat Kerja
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun
(desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras
seperti misalnya perkakas kerja (tools), control and display, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
Ergonomi dapat berperan sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi,
misalnya penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja
(shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain.
Ergonomi juga memberikan peranan penting dalam meningkatkan faktor
keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya desain suatu sistem kerja untuk
mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot manusia dan
desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (Visual Display Unit Station). Hal
tersebut untuk mengurangi ketidaknyamanan visual, postur kerja, serta desain
suatu perkakas kerja untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu peletakan
instrumen dan sistem pengendalian untuk mendapatkan optimasi dalam proses
transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan
meminimumkan resiko kesalahan serta upaya untuk mendapatkan optimasi,
efisiensi kerja dan hilangnya resiko kesehatan akibat metode kerja yang kurang
tepat.
Ilmu ergonomi dalam penerapannya perlu informasi yang lengkap
mengenai kemampuan manusia dengan segala keterbatasannya. Manusia tidak
cukup mempelajarinya dari satu segi ilmu saja, tetapi diperlukan berbagai disiplin
ilmu antara lain psikologi, antropologi, faal kerja, biologi, sosiologi, perencanaan
kerja, fisika, dan lain-lain. Disiplin ilmu tersebut berfungsi sebagai pemberi
informasi dan para ahli teknis bertugas untuk meramu masing-masing informasi
sebagai pengetahuan untuk merancang fasilitas sehingga fasilitas tersebut
Universitas Sumatera Utara
mencapai kegunaan yang optimal. Usaha yang dapat ditempuh untuk memperoleh
informasi tersebut adalah4
a. Penyelidikan tentang display
:
Display adalah bagian dari lingkungan yang mengkomunikasikan keadaannya
langsung kepada manusia dalam bentuk lambang atau tanda. Persoalan yang
sering terjadi adalah display yang tidak mengkomunikasikan keadaan secara
langsung dan oleh karena itu kita perlu memikirkan bagaimana merancang
suatu alat yang bisa menerjemahkan informasi sehingga mudah dimengerti
manusia. Display harus dirancang dengan baik agar dapat menjalankan
fungsinya untuk menyajikan informasi yang diperlukan manusia dalam
melaksanakan pekerjaannya. Perancangan display yang baik adalah apabila
display tersebut dapat menyampaikan informasi selengkap mungkin tanpa
menimbulkan banyak kesalahan dari manusia yang menerimanya.
b. Penyelidikan Mengenai Hasil Kerja Manusia dan Proses Pengendaliannya
Dalam hal ini dilakukan penyelidikan tentang aktivitas manusia pada saat
bekerja dan kemudian mempelajari cara mengukur setiap aktivitas tersebut.
Penyelidikan ini banyak berhubungan dengan biomekanika. Hal ini
mencakup pengukuran kekuatan/daya tahan fisik manusia ketika bekerja dan
mempelajari bagaimana cara bekerja sehingga peralatan harus dirancang agar
sesuai dengan kemampuan fisik manusia ketika melakukan aktivitas tersebut.
Pengukuran kekuatan fisik manusia dalam hal ini adalah mengukur berapa
besarnya tenaga yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk melaksanakan
4 Sutalaksana, dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Laboratorium Tata Cara Kerja dan Ergonomi Departemen Teknik Industri, ITB, 1979, p.64
Universitas Sumatera Utara
pekerjaannya. Secara umum kriteria pengukuran aktivitas dapat dibagi dalam
dua kelas, yaitu:
1. Kriteria Fisiologi
Kriteria ini merupakan kegiatan manusia yang ditentukan berdasarkan
kecepatan denyut jantung dan pernafasan. Usaha untuk menentukan
besarnya tenaga yang akurat berdasarkan kriteria ini agak sulit karena
perubahan fisik dari keadaan normal menjadi keadaan fisik yang aktif akan
melibatkan beberapa fungsi fisiologis, seperti tekanan darah, peredaran
udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang digunakan, jumlah
karbondioksida yang dihasilkan, temperatur badan dan sebagainya.
2. Kriteria Operasional
Kriteria ini melibatkan teknik untuk mengukur atau menggambarkan hasil
yang bisa dilakukan tubuh atau anggota tubuh pada saat melaksanakan
gerakan. Secara umum gerakan yang dapat dilakukan tubuh atau anggota
tubuh dapat dibagi dalam bentuk range (rentang) gerakan, pengukuran
aktivitas berdasarkan kekuatan, ketahanan, kecepatan dan ketelitian.
c. Penyelidikan Mengenai Tempat Kerja.
Ukuran tempat kerja harus sesuai dengan ukuran dimensi tubuh manusia. Hal
ini dipelajari di antropometri. Data hasil pengukuran (data antropometri)
dijadikan sebagai data untuk perancangan peralatan.
d. Penyelidikan Mengenai Lingkungan Fisik.
Lingkungan fisik meliputi ruangan dan fasilitas yang digunakan manusia
serta kondisi lingkungan kerja yang keduanya banyak mempengaruhi tingkah
Universitas Sumatera Utara
laku manusia. Pendekatan khusus yang ada dalam disiplin ergonomi adalah
aplikasi yang sistematis dari segala informasi relevan yang berkaitan dengan
karakteristik dari prilaku manusia dalam perancangan peralatan, fasilitas dan
lingkungan kerja yang dipakai. Untuk analisa dan penelitian maka ergonomi
akan meliputi hal yang berkaitan dengan :
1. Anatomi (struktur), fisiologi, dan antropometri tubuh manusia.
2. Psikologi yang fisiologis mengenai berfungsinya otak dan sistem syaraf
yang berperan dalam tingkah laku manusia.
3. Kondisi kerja yang dapat mencederai baik dalam waktu yang pendek
maupun panjang, atau membuat celaka manusia sehingga diperlukan
desain kondisi kerja yang dapat membuat nyaman manusia dalam bekerja.
3.1.4.1. Desain Stasiun Kerja untuk Sikap Kerja Duduk
Posisi tubuh saat bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan. Masing-masing posisi kerja memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap tubuh. Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain:5
1. Mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari dua jam.
2. Mempunyai derajat stabilitas tubuh yang tinggi.
3. Operator memerlukan sedikit istirahat dan lebih produktif.
Posisi duduk mempunyai keuntungan maupun kerugian. Sikap duduk
terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan
melengkung, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh 5 Tarwaka.dkk, Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press, Surakarta, 2004, p.23
Universitas Sumatera Utara
buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan jenis pekerjaan apa saja yang paling
baik untuk posisi duduk yaitu sebagai berikut :
1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki.
2. Memerlukan ketelitian pada tangan.
3. Tidak memerlukan tenaga dorong yang besar.
4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih
dari 15 cm dari landasan kerja.
5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi.
6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama.
7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan
posisi duduk.
Salah satu pertimbangan dasar dalam perancangan tempat duduk adalah
tinggi permukaan bagian atas dari landasan tempat duduk diukur dari permukaan
lantai. Jika suatu landasan tempat duduk terlalu tinggi letaknya, bagian bawah
paha akan tertekan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan gangguan
peredaran darah. Landasan tempat duduk yang tidak memungkinkan telapak kaki
untuk menapak pada permukaan lantai menyebabkan stabilitas tubuh akan
melemah, sebaliknya jika letak suatu landasan tempat duduk terlalu rendah, kaki
akan memanjang dan posisinya maju ke depan. Pada posisi demikian kaki akan
meniadakan stabilitas tubuh.
Secara antropometrik, tinggi lipatan dalam lutut (jarak diukur secara
vertikal dari permukaan lantai hingga bagian bawah paha tepat di bagian belakang
lutut) harus menjadi ukuran pada data yang digunakan untuk menentukan tinggi
Universitas Sumatera Utara
landasan tempat duduk. Rentang data yang terkecil misalkan data persentil 5
merupakan pedoman yang tepat karena data ini mencakup bagian populasi yang
berukuran tubuh paling kecil.
Pertimbangan lainnya dalam perancangan tempat duduk adalah kedalaman
landasan tempat duduk (jarak yang diukur dari bagian depan hingga belakang
sebuah tempat duduk). Apabila kedalaman landasan tempat duduk terlalu sempit,
dapat menyebabkan posisi tidak stabil karena berkurangnya penopang pada
bagian bawah paha. Secara antropometrik, jarak dari pantat ke lipatan dalam lutut
(jarak horizontal dari permukaan paling belakang pantat hingga bagian belakang
dari kaki bagian bawah) merupakan pedoman penentuan kedalaman tempat duduk
yang tepat.
Tempat duduk dengan alas yang keras dan datar tidak akan nyaman
digunakan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengatasi masalah ini salah
satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pemberian bantalan pada dasarnya.
Tujuan pemberian bantalan ini dapat juga sebagai upaya penyebaran tekanan.
Tetapi jika peracangan bantalan tidak tepat, tegangan tekanan yang dihasilkan
akan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Rekomendasi yang dapat dijadikan
pedoman dalam perancangan bantalan adalah :6
- Untuk busa bantalan medium, ketebalan bantalan 1,5 inci atau 3,8 cm.
- Untuk busa bantalan yang rapat, ketebalan bantalan 0,5 inci atau 1,3 cm.
Tempat duduk yang dipakai harus memungkinkan untuk melakukan
variasi perubahan posisi. Ukuran tempat duduk disesuaikan dengan antropometri 6 J.Panero dan M.Zelnik. Human Dimension & Interior Space. New York: Watson-Guptill. 2003 .p.51-64
Universitas Sumatera Utara
pemakainya. Fleksi lutut membentuk sudut 900 dengan telapak kaki bertumpu
pada lantai atau injakan kaki. Tulang belakang akan membungkuk ke depan jika
landasan kerja terlalu rendah dan bahu akan terangkat pada posisi rileks jika
landasan kerja terlalu tinggi. Prinsip untuk mengatur ketinggian landasan kerja
pada posisi duduk, yaitu :7
1. Jika memungkinkan sediakan meja yang dapat diatur turun dan naik.
2. Landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks
dari bahu dan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit
menurun.
3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang
berlebihan.
3.1.5. Sistem Manusia-Mesin
Sistem manusia-mesin adalah kombinasi antara satu atau beberapa
manusia dengan satu atau beberapa mesin yang saling berinteraksi untuk
menghasilkan keluaran berdasarkan masukan yang diperoleh. 8
7 Sanders dan Mc.Cormick. Human Factor in Engineering and Design, Mc.Graw-Hill, New York, 1987.p.344 8 Sutalaksana, dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Laboratorium Tata Cara Kerja dan Ergonomi Departemen Teknik Industri, ITB, 1979, p.62
Mesin adalah
mencakup semua objek fisik seperti peralatan, perlengkapan, fasilitas dan benda
yang digunakan manusia dalam melaksanakan kegiatannya, sehingga dengan
mempelajari manusia sebagai salah satu komponen sistem manusia-mesin,
diharapkan dapat meletakkan fungsi manusia dengan segala kemampuan dan
keterbatasannya untuk merancang sistem manusia-mesin yang terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
manusia, peralatan dan lingkungan kerja sedemikian rupa sehinga memberikan
hasil akhir yang optimal.
Dalam sistem manusia mesin dikenal tiga macam hubungan, yaitu :9
1. Sistem Manusia Mesin Manual (Manual Man-Machine System)
Dalam system ini input akan langsung ditransformasikan oleh manusia
menjadi output. Manusia memegang kendali secara penuh dalam
melaksanakan aktivitasnya. Peralatan kerja yang ada hanya sekedar
menambah kemampuan atau kapabilitas dalam menyelesaikan pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.
2. Sistem Manusia Mesin Semi Otomatis (Semi Automatic Man-Machine
System)
Terdapat mekanisme khusus yang akan mengolah input atau informasi dari
luar sebelum masuk ke dalam sistem kerja manusia, demikian pula reaksi
yang berasal dari sistem ini akan diolah atau dikontrol terlebih dahulu
melewati suatu mekanisme tertentu sebelum suatu output berhasil diproses.
Pada sistem ini mesin akan memberikan power (tenaga) dan manusia akan
melaksanakan fungsi control.
3. Sistem Manusia Mesin Otomatis (Automatic Man-Machine System)
Sistem berlangsung secara otomatis, mesin akan melaksanakan dua fungsi
sekaligus yaitu menerima ransangan dari luar (sensing) dan pengendali
aktivitas seperti umumnya dijumpai pada prosedur kerja yang normal. Fungsi
operator hanyalah memonitor dan menjaga agar mesin tetap bekerja dengan
9 Sritomo Wignjosoebroto. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya, 1995.p.35-40.
Universitas Sumatera Utara
baik serta memasukkan data atau mengganti dengan program-program baru
apabila diperlukan.
Merancang sistem manusia mesin yang efektif dan efisien perlu dipahami
keunggulan masing-masing serta memanfaatkan keunggulan tersebut secara
optimum. Kegiatan yang merupakan keunggulan manusia dan kegiatan yang
merupakan keunggulan mesin adalah: 10
1. Keunggulan Manusia
- Mengindra stimulus yang sangat rendah seperti bunyi, cahaya, rasa, dan
lain-lain.
- Mendeteksi pola stimulus yang kompleks yang bervariasi dengan situasi.
- Mengindra kejadian yang tidak umum dalam lingkungannya.
- Menyimpan informasi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama
dalam ingatan.
- Mengeluarkan informasi dari ingatan dalam frekuensi yang cukup tinggi.
- Mengambil manfaat/pelajaran dari berbagai pengalaman masa lalu.
- Menggunakan prinsip untuk memecahkan problema yang bervariasi.
- Membuat estimasi dan evaluasi subjektif.
- Mengembangkan penyelesaian masalah secara menyeluruh.
- Mengonsentrasikan diri pada kegiatan terpenting jika mengalami situasi
padat.
- Mengadaptasikan diri terhadap variasi dalam lingkungan operasional.
10 Sanders dan Mc.Cormick. Human Factor in Engineering and Design, Mc.Graw-Hill, New York, 1987.p.526
Universitas Sumatera Utara
2. Keunggulan Mesin
- Mengindra stimulus yang berada di luar kepekaan normal manusia.
- Memonitor kejadian yang telah terspesifikasi.
- Menyimpan informasi yang telah terkode dengan kecepatan tinggi.
- Mengeluarkan informasi yang telah terkode secara cepat dan akurat
melalui instruksi yang spesifik.
- Mengolah informasi yang kuantitatif berdasarkan program tertentu.
- Merespon secara cepat dan konsisten terhadap signal input.
- Melakukan kegiatan berulang-ulang secara handal.
- Memelihara kinerja yang relatif stabil dalam periode kerja yang relatif
panjang.
- Menghitung jumlah dengan kecepatan sangat tinggi.
- Melakukan operasi secara efisien pada kondisi beban yang tinggi.
3.1.6. Pengembangan Metode untuk Mengefektifkan dan Mengefisienkan
Kerja
Analisa metode (Methods Analysis) adalah kegiatan pencatatan secara
sistematis dan pemeriksaan dengan seksama mengenai cara yang berlaku atau
diusulkan untuk melaksanakan kerja. Hal ini dimaksudkan untuk mempelajari
prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengaturan kerja yang optimal dalam suatu
sistem kerja. Sistem kerja merupakan komponen kerja seperti manusia, mesin,
material serta lingkungan fisik berinteraksi dengan aturan tertentu untuk mencapai
suatu tujuan.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat 4 macam komponen sistem kerja yang harus dipelajari untuk
memperoleh metode kerja yang sebaik-baiknya, yaitu :
1. Komponen Material
Material meliputi bahan baku, komponen, produk jadi, limbah, dan
sebagainya. Hal yang perlu diperhatikan adalah cara menempatkan material,
jenis material yang mudah diproses, dan sebagainya.
2. Komponen Manusia
Hal yang perlu diperhatikan adalah posisi orang pada saat bekerja sehingga
memberikan gerakan yang efektif dan efisien.
3. Komponen Mesin
Desain dari mesin merupakan faktor utama yang harus disesuaikan dengan
prinsip ergonomi.
4. Komponen Lingkungan Kerja Fisik
Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah kondisi lingkungan fisik aman dan
nyaman.
Dalam menganalisa dan mengevaluasi metode kerja untuk memperoleh
metode kerja yang lebih efisien, perlu dipertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi
gerakan (The Principles of Motion Economy). Berikut ini diuraikan aplikasi
prinsip ekonomi gerakan :11
11 Sritomo Wignjosoebroto. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya,1995. p.100-104.
Universitas Sumatera Utara
a) Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan dengan Penggunaan Anggota Tubuh
Manusia
- Manusia memiliki kondisi fisik dan struktur tubuh yang memberi
keterbatasan dalam melaksanakan gerakan kerja.
- Apabila memungkinkan kedua tangan harus memulai dan menyelesaikan
gerakan dalam waktu yang bersamaan.
- Kedua tangan jangan menganggur pada waktu bersamaan kecuali sewaktu
istirahat.
- Gerakan tangan harus simetris dan berlawanan arah
- Untuk menyelesaikan pekerjaan hanya bagian tubuh yang memang
diperlukan saja yang bekerja agar tidak terjadi penghamburan tenaga dan
kelelahan yang tidak perlu.
- Hindari gerakan yang patah-patah karena akan cepat menimbulkan
kelelahan.
- Pekerjaan harus diatur sehingga gerak mata terbatas pada bidang yang
menyenangkan tanpa perlu sering merubah fokus.
b) Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan dengan Tempat Kerja
- Tempat tertentu yang tidak sering dipindahkan harus disediakan untuk
semua alat dan bahan sehingga dapat menimbulkan kebiasaan tetap (gerak
rutin).
- Letakkan bahan dan peralatan kerja pada jarak yang dapat dengan mudah
dan nyaman dicapai pekerja sehingga mengurangi waktu mencari-cari.
Universitas Sumatera Utara
- Tata letak bahan dan peralatan kerja diatur sehingga memungkinkan
ururtan gerakan yang baik.
- Tinggi tempat kerja atau mesin harus disesuaikan dengan ukuran tubuh
manusia sehingga pekerja dapat mengerjakan pekerjaan dengan mudah dan
nyaman. Prinsip antropometri diperlukan untuk merancang fasilitas kerja
tersebut.
- Kondisi ruangan pekerja seperti penerangan, temperature, kebersihan,
ventilasi udara dan sebagainya yang berkaitan dengan persyaratan
ergonomis harus diperhatikan sehingga dapat diperoleh area kerja yang
lebih baik.
c) Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan dengan Desain Peralatan Kerja
- Kurangi sebanyak mungkin pekerjaan tubuh (manual) apabila hal tersebut
dapat dilaksanakan dengan peralatan kerja.
- Usahakan menggunakan peralatan kerja yang dapat melaksanakan
berbagai macam pekerjaan sekaligus, baik yang sejenis maupun yang
berlainan.
- Siapkan dan letakkan semua peralatan kerja pada posisi tepat untuk
memudahkan pemakaian dan pengambilan pada saat diperlukan tanpa
harus bersusah payah mencari-cari.
Prinsip ekonomi gerakan ini dapat digunakan untuk menganalisa gerakan
kerja setempat yang terjadi dalam suatu stasiun kerja dan dapat juga untuk
kegiatan kerja yang berlangsung secara menyeluruh antar stasiun kerja.
Universitas Sumatera Utara
3.1.7. Peta Kerja
3.1.7.1. Definisi Peta Kerja
Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara
sistematis dan jelas. Dengan menggunakan peta kerja dapat dilihat semua langkah
atau kejadian yang dialami oleh benda kerja mulai dari masuk ke pabrik yang
berbentuk bahan baku, kemudian menggambarkan semua langkah yang
dialaminya seperti transportasi, operasi, pemeriksaan dan perakitan, sampai
menjadi produk, baik produk jadi atau produk setengah jadi. Dengan
menggunakan peta kerja maka usaha memperbaiki metode kerja dari suatu proses
produksi akan lebih mudah dilaksanakan. Peta kerja merupakan alat yang baik
untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga akan mudah untuk menganalisa dan
memperbaiki kesalahan, dan akan sangat bermanfaat dalam perencanaan sistem
kerja. Perbaikan yang mungkin dilakukan antara lain :
- Menghilangkan operasi yang tidak perlu.
- Menggabungkan suatu operasi dengan operasi lainnya.
- Menemukan urutan kerja/proses produksi yang lebih baik.
- Menentukan mesin yang lebih ekonomis.
- Menghilangkan waktu menunggu antar operasi.
Pada dasarnya semua perbaikan tersebut ditujukan untuk mengurangi
biaya produksi secara keseluruhan, jadi peta ini merupakan alat yang baik untuk
menganalisis suatu pekerjaan sehingga mempermudah perencanaan perbaikan.
Universitas Sumatera Utara
3.1.7.2. Jenis-jenis Peta Kerja
Berdasarkan kegiatannya peta kerja dibagi atas dua kelompok besar, yaitu:
1. Peta kerja untuk menganalisis kegiatan kerja keseluruhan.
Yang termasuk peta kerja keseluruhan yaitu :
a. Peta Proses Operasi (Operation Process Chart)
b. Peta Aliran Proses (Flow Process Chart)
c. Peta Proses Perakitan (Assembly Process Chart)
d. Peta Proses Kelompok Kerja (Gang Process Chart)
e. Diagram Aliran (Flow Diagram)
2. Peta-peta kerja untuk menganalisis kegiatan kerja setempat.
Yang termasuk peta kerja setempat yaitu :
a. Peta Pekerja dan Mesin (Man-Machine Chart)
b. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan
tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk
membuat produk yang bersangkutan. Sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan
kerja setempat apabila kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang
biasanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas. Hubungan antara
kedua macam kegiatan adalah untuk menyelesaikan suatu produk diperlukan
beberapa stasiun kerja, di mana satu sama lainnya saling berhubungan dan
kelancaran proses produksi secara keseluruhan tergantung pada kelancaran setiap
stasiun kerja.
Universitas Sumatera Utara
3.1.7.3. Peta Pekerja dan Mesin (Man-Machine Chart)
Peta pekerjaan dan mesin merupakan suatu grafik yang menggambarkan
koordinasi antara waktu bekerja dan waktu menganggur dari kombinasi antara
pekerja dan mesin. Dengan demikian peta ini merupakan alat yang baik digunakan
untuk mengurangi waktu menganggur. Kegunaan peta pekerja dan mesin antara
lain berupa informasi yang paling penting diperoleh melalui peta pekerja dan
mesin yaitu hubungan yang jelas antara waktu kerja operator dan waktu operasi
mesin yang ditanganinya. Dengan informasi ini, kita mempunyai data yang baik
untuk melakukan penyelidikan, penganalisaan, dan perbaikan terhadap suatu
sistem kerja.
Dalam beberapa hal, hubungan antara operator dengan mesin sering
bekerja secara bergantian, yaitu sementara mesin menganggur, operator bekerja
atau sebaliknya. Waktu menganggur adalah suatu kerugian, sehingga harus
dihilangkan atau setidaknya diminimumkan, tetapi harus masih berada dalam
batas-batas kemampuan manusia dan mesinnya.
3.1.7.4. Kegunaan Peta Pekerja dan Mesin
Informasi paling penting yang diperoleh melalui peta pekerja-mesin ialah
hubungan yang jelas antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin yang
ditanganinya. Dengan informasi ini dapat diambil data yang memadai untuk
melakukan penyelidikan, penganalisaan, dan perbaikan suatu kegiatan kerja,
sehingga efektifitas penggunaan pekerja dan mesin dapat ditingkatkan serta
keseimbangan kerja antara pekerja dan mesin dapat lebih diperbaiki.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan efektifitas penggunaan dan perbaikan keseimbangan kerja
tersebut dapat dilakukan, misalnya dengan cara :
1. Merubah Tata Letak Tempat Kerja
Tata letak tempat kerja merupakan salah satu factor yang menentukan
lamanya waktu penyelesaian suatu pekerjaan. Penataan kembali suatu tata
letak tempat kerja diharapkan dapat menempatkan elemen sistem kerja pada
tempat yang tepat sehingga benar-benar dapat menghemat waktu
penyelesaian.
2. Mengatur Kembali Gerakan-gerakan Kerja.
Gerakan kerja merupakan faktor yang menentukan waktu penyelesaian suatu
pekerjaan. Penataan kembali gerakan-gerakan yang dilakukan pekerja akan
sangat membantu meningkatkan efektivitas kerja dan mempengaruhi efisiensi
penggunaan tenaga.
3. Merancang Kembali Mesin dan Peralataan
Keadaan mesin dan peralatan seringkali perlu dirancang kembali untuk
meningkatkan efektivitas pekerja dan mesin. Misalnya untuk mengurangi
waktu mengangkut dan sekaligus menghemat tenaga pekerja, maka pekerjaan
memindahkan barang terutama barang berat yang tadinya menggunakan
gerobak dorong dapat menggunakan alat peluncur atau yang bertenaga motor.
Dengan demikian selain diperoleh keuntungan seperti di atas, kapasitas
pemindahan dapat jauh lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
4. Menambah Pekerjaan bagi Sebuah Mesin atau sebaliknya, Menambah Mesin
bagi Seorang Pekerja.
Apabila ditemukan bahwa efektivitas pekerja yang menangani sebuah atau
beberapa mesin itu rendah, seperti pekerja banyak menganggur, sementara di
tempat lain banyak terdapat mesin yang menganggur, maka penambahan tugas
bagi pekerja tersebut mungkin dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi.
Sebaliknya jika terdapat pekerja yang terlampau sibuk dalam menangni
tugasnya sehingga tidak memungkinkan baginya untuk dapat melepas lelah
dan melakukan kepentingan pribadi lainnya, tentu hal ini pun akan merugikan,
baik bagi perusahaan atau pekerja itu sendiri. Pekerja akan cenderung lebih
banyak melakukan kesalahan, sehingga ini mungkin saja dapat mengakibatkan
kerusakan pada mesin atau menurunkan kualitas produksi. Dampak negatif
yag dialami pekerja, terutama yang dirasakan dalam jangka panjang akan
mengakibatkan menurunnya kondisi tubuh pekerja tersebut. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan pekerja sehingga
keseimbangan antara pekerja dan mesin dapat diperoleh.
3.1.7.5. Prinsip-prinsip Pembuatan Peta Pekerja dan Mesin
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat peta pekerja
dan mesin, yaitu
1. Nyatakan identifikasi peta yang dibuat.
Biasanya dibagian paling atas kertas dinyatakan “ PETA PEKERJA DAN
MESIN “ sebagai kepalanya, kemudian diikuti oleh informasi-informasi yang
Universitas Sumatera Utara
melengkapi, meliputi : nomor peta, nama pekerja yang dipetakan, metoda
sekarang atau usulan, tanggal dipetakan, dan nama orang yang membuat peta
tersebut.
2. Uraikan semua elemen pekerjaan yang terjadi.
Tiga jenis kolom (bar) digunakan untuk melambangkan elemen-elemen yang
bersangkutan. Kolom tersebut dibuat memanjang dari atas hingga ke bawah
dengan panjang masing-masing sebanding dengan lamanya waktu
pelaksanaan elemen pekerjaan tersebut.
3. Buatlah kesimpulan dalam bentuk ringkasan yang memuat waktu menganggur
dan waktu kerja, sehingga dapat diketahui penggunaan waktu dari pekerja
atau mesin tersebut. Satuan waktu biasanya digunakan dalam detik. Lambang
yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Peta pekerja dan mesin ini, seperti peta-peta lainnya mempunyai fungsi
khusus, sehingga penganalisis harus dapat memilih mana diantara peta kerja
tersebut yang paling cocok untuk pekerjaan yang akan dianalisis. Peta pekerja dan
mesin dapat digunakan hanya jika terdapat hubungan kerja sama antara mesin
atau fasilitas kerja dengan pekerja/operator. Dari peta ini dapat dihitung waktu
menganggur dari pekerja dan mesin serta menentukan jumlah mesin yang dapat
ditangani oleh seorang pekerja.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Lambang Peta Pekerja dan Mesin
No. Lambang Fungsi Keterangan
1.
Menunjukkan waktu
menganggur
Digunakan untuk menyatakan
pekerja atau mesin yang sedang
menganggur atau salah satu sedang
menunggu yang lain
2.
Menunjukkan kerja
independen
Jika ditinjau dari pekerjanya, keadaan
ini menunjukkan seorang pekerja yang
sedang bekerja dan independen
dengan mesin dan pekerja lainnya,
sebaliknya jika ditinjau dari pihak
mesin, mesin sedang beroperasi tanpa
bantuan pekerja.
3.
Menunjukkan kerja
kombinasi
Jika ditinjau dari pihak pekerja,
lambang ini digunakan apabila
diantara operator dan mesin atau
dengan operator lainnya sedang
bekerja secara bersama-sama. Jika
ditinjau dari pihak mesin, mesin
tersebut memerlukan pelayanan dari
operator.
Universitas Sumatera Utara
3.1.8. Keluhan Muskuloskeletal 12
1. Keluhan sementara (Reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
otot menerima beban statis, keluhan tersebut segera hilang apabila
pembebanan dihentikan.
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada otot skeletal yang dirasakan
oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai pada yang sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang
lama, maka dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen,
dan tendon. Keluhan hingga kerusakan ini disebut juga musculoskeletal disorders
(MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
2. Keluhan menetap (Persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih berlanjut.
Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi oleh beberapa penyebab,
diantaranya adalah :
1. Peregangan otot yang berlebihan.
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh
pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar
seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang
berat.
12 Tarwaka.dkk, Ergonomi Untuk keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press, Surakarta, 2004, p.117-120
Universitas Sumatera Utara
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan sebagainya. Keluhan otot
terjadi karena otot menerima tekana akibat beban kerja secara terus-menerus
tanpa memperoleh waktu untuk relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah.
Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala
terangkat, dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot skeletal.
4. Faktor penyebab skunder.
Faktor skunder yang juga berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal
adalah tekanan, getaran dan mikroklimat.
5. Penyebab kombinasi
Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila
dalam melakukan tugasnya pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko
dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas
mengangkat beban di bawah tekanan panas matahari.
Langkah-langkah untuk mengatasi keluhan muskuloskeletal sebagai berikut:
1. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif sebagai
berikut :
Universitas Sumatera Utara
- Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang
dapat dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang
mengharuskan menggunakan peralatan yang ada.
- Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang
aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur
penggunaan peralatan
- Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja,
contonya memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja
lainnya.
- Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko
sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
2. Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan sebagai berikut :
- Pendidikan dan pelatihan
Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami
lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan lebih inovatif dalam
upaya pencegahan resiko sakit akibat kerja.
- Pengaturan waktu kerja istirahat yang seimbang
Menyesuaikan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan
sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber
bahaya.
Universitas Sumatera Utara
- Pengawasan yang intensif
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara
lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya resiko sakit akibat kerja.
3.1.8.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
Ada beberapa cara dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui
hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran
terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif
seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Salah satunya adalah
melalui Standard Nordic Questionnaire (SNQ). Melalui kuesioner ini dapat
diketahui bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari
Tidak Sakit (TS), Agak Sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit (SS). Dengan
melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 3.1. maka dapat
diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.
Universitas Sumatera Utara
(Sumber : Gempur Santoso, Ergonomi : Manusia, Peralatan dan Lingkungan)
Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire
3.1.9. Antropometri
Istilah Antropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan
“metri” yang berarti ukuran. Antropometri dapat diartikan sebagai satu studi yang
berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia13
13 Sritomo Wignjosoebroto. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya, 1995.p.60
. Manusia pada umumnya
NO JENIS KELUHAN TINGKAT KELUHAN Tida
k Sakit
Agak Sakit
Sakit Sangat Sakit
0 Sakit kaku di leher bagian atas 1 Sakit kaku di leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri 3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit lengan atas kiri 5 Sakit di punggung 6 Sakit lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan 12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan
kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri 17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan 24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki
kanan
26 Sakit pada kaki kiri 27 Sakit pada kaki kanan
Universitas Sumatera Utara
memiliki bentuk, ukuran, berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan lainnya.
Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara
lain dalam hal :
- Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain)
- Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas, dan sebagainya.
- Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan lain-
lain.
- Perancangan lingkungan kerja fisik.
Pada dasarnya peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil referensi
dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range
ukuran tubuh dari populasi yang akan memakainya. Kemampuan penyesuaian
(adjustability) suatu produk merupakan satu prasyarat yang sangat penting dalam
proses perancangan, terutama untuk produk yang berorientasi ekspor.
Beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia dan
seorang perancang produk harus memperhatikan faktor tersebut, yaitu :
a) Umur
Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar
dengan bertambahnya umur sejak awal kelahiran sampai dengan umur sekitar
20 tahunan.
b) Jenis kelamin (Sex)
Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan
dengan ukuran tubuh wanita, kecuali untuk beberapa ukuran tubuh tertentu
seperti pinggul, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
c) Suku/bangsa (Ethnic)
Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karekteristik fisik
yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.
d) Posisi tubuh (Posture)
Posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran karena
berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Pengukuran posisi tubuh dapat dilakukan
dengan dua cara pengukuran yaitu:
- Pengukuran dimensi struktur tubuh (Structural Body Dimension).
Posisi tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak.
Istilah lain dari pengukuran tubuh dengan cara ini dikenal dengan “Static
Anthropometry”. Ukuran diambil dengan persentil tertentu seperti 5-th,
50-th dan 95-th.
- Pengukuran dimensi fungsional tubuh (Functional Body Dimensions).
Disini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat melakukan
gerakan tertentu. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi
fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya
berkaitan erat dengan gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk
melaksanakan kegiatan tertentu. Cara pengukuran semacam ini juga biasa
disebut dengan “Dynamic Anthropometry”.
e) Cacat tubuh
Data antropometri diperlukan untuk perancangan produk bagi orang cacat
seperti kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
f) Tebal/tipisnya pakaian yang dipakai
Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variansi yang berbeda pula
dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi
tubuh orangpun akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.
g) Kehamilan (Pregnancy)
Kondisi ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus bagi
perempuan). Hal tersebut jelas membutuhkan perhatian khusus terhadap
produk yang dirancang bagi segmentasi ini.
Agar rancangan suatu produk dapat sesuai dengan ukuran tubuh manusia
yang akan mengoperasikannya, maka prinsip penggunaan data antropometri harus
sesuai. Prinsip tersebut adalah :14
1. Prinsip Perancangan Produk Bagi Individu Dengan Ukuran Yang Ekstrim.
Rancangan produk dibuat agar dapat memenuhi dua sasaran produk, yaitu:
a. Dapat sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi
ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-
rata.
b. Dapat digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari
populasi yang ada).
Ukuran yang diaplikasikan agar memenuhi sasaran pokok tersebut yaitu :
- Dimensi minimum yang ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya
didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th, atau 99-th.
14 Sutalaksana, dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Laboratorium Tata Cara Kerja dan Ergonomi Departemen Teknik Industri, ITB, 1979. p.78
Universitas Sumatera Utara
Contoh kasus ini dapat dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan
tinggi dari pintu darurat, dan lain-lain.
- Dimensi maksimum yang ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang
terendah, seperti 1-th, 5-th, atau 10-th dari distribusi data antropometri yang
ada. Contohnya penetapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang
harus dioperasikan oleh seorang pekerja.
2. Prinsip Perancangan Produk yang Dapat Dioperasikan Pada Rentang Ukuran
Tertentu (Adjustable).
Rancangan dapat berubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan
oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang
paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang letaknya bisa
digeser maju dan mundur, begitu juga dengan sandarannya bisa dirubah
sudutnya sesuai dengan keinginan. Untuk mendapatkan rancangan yang
fleksibel hal semacam ini umumnya mengaplikasikan data antropometri
dalam rentang persentil 5-th s/d 95-th.
3. Prinsip Perancangan Produk dengan Ukuran Rata-rata.
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran
manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini adalah justru sedikit
sekali mereka yang berada dalam ukuran rata-rata.
Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses
perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa
Universitas Sumatera Utara
saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah sebagai
berikut :15
a. Tetapkan anggota tubuh yang mana yang akan difungsikan untuk
mengoperasikan rancangan tersebut.
b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,
dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah mengunakan data static
anthropometry atau dynamic anthropometry.
c. Tentukan apakah produk dirancang khusus untuk individu tertentu, untuk
semua populasi, atau dilakukan pengambilan sampel dengan tujuan mewakili
populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target
utama pemakai rancangan produk tersebut.
d. Untuk perancangan fasilitas atau produk dengan target pemakainya adalah
populasi, tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti misalnya apakah
rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, adjustable, ataukah
ukuran rata-rata.
e. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasi selanjutnya
pilih/tetapkan nilai ukurannya apakah dilakukan pengukuran langsung
terhadap dimensi tubuh tersebut atau ukurannya telah tersedia dan dapat
diambil dari tabel data antropometri yang sesuai.
f. Jika data berasal dari sampel dan perancangan produk atau fasilitas kerja
diaplikasikan untuk populasi atau tujuan perancangan untuk ukuran rata-rata,
15 Sanders dan Mc.Cormick. Human Factor in Engineering and Design, Mc.Graw-Hill, New York, 1987.p.338
Universitas Sumatera Utara
pilih persentil populasi yang harus diikuti; persentil 90-th, 95-th, 99-th
ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.
g. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila
diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian
yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan, dan
sebagainya.
Pengukuran antropometri pada posisi berdiri dan posisi duduk dapat
dilihat pada Gambar 3.2. Nama dimensi tubuh untuk pengukuran antropometri
dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Gambar 3.2. Pengukuran Antropometri Posisi Berdiri dan Posisi Duduk
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2. Antropometri Posisi Berdiri dan Posisi Duduk
No. Nama Dimensi 1 Tinggi tubuh posisi berdiri tegak 2 Tinggi mata posisi berdiri tegak 3 Tinggi bahu posisi berdiri tegak 4 Tinggi siku posisi berdiri tegak (siku tegak lurus) 5 Tinggi kepalan tangan yang berjulur lepas posisi berdiri tegak 6 Tinggi tubuh posisi duduk 7 Tinggi mata posisi duduk 8 Tinggi bahu posisi duduk 9 Tinggi siku posisi duduk 10 Tebal atau lebar paha 11 Panjang paha diukur dari pantat sampai ujung lutut 12 Panjang paha diukur dari pantat sampai bagian belakang dari lutut/betis 13 Tinggi lutut diukur baik dalam posisi berdiri maupun duduk 14 Tinggi tubuh posisi duduk yang diukur dari lantai sampai paha 15 Lebar dari bahu 16 Lebar pinggul/pantat 17 Lebar dari dada (tidak tampak dalam gambar) 18 Lebar perut 19 Panjang siku diukur dari siku sampai ujung jari dalam posisi siku tegak
lurus 20 Lebar kepala 21 Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai ujung jari 22 Lebar telapak tangan 23 Lebar tangan posisi tangan terbentang lebar ke samping kiri-kanan 24 Tinggi jangkauan tangan posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai
dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas 25 Tinggi jangkauan tangan posisi duduk tegak (tidak ditunjukkan dalam
gambar) 26 Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan, diukur dari bahu sampai
ujung jari tangan
3.1.10. Postur Kerja
Pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja dapat
membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu postur
kerja berdiri, duduk maupun postur kerja lainnya. Pada beberapa jenis pekerjaan
terdapat postur kerja yang tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang
Universitas Sumatera Utara
lama. Hal ini akan mengakibatkan keluhan sakit pada bagian tubuh, cacat produk
bahkan cacat tubuh. Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan
dengan postur tubuh saat bekerja :
1. Semaksimal mungkin mengurangi keharusan pekerja untuk bekerja dengan
postur membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka
waktu yang lama. Untuk mengatasi masalah ini maka stasiun kerja harus
dirancang dengan memperhatikan fasilitas kerjanya yang sesuai dengan
kondisi fisik pekerja, agar operator dapat menjaga postur kerjanya dalam
keadaan tegak dan normal. Ketentuan ini sangat ditekankan khususnya pada
pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam keadaan berdiri.
2. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jangkauan maksimum. Pengaturan
postur kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal. Untuk
hal-hal tertentu operator harus mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya
agar memperoleh postur kerja yang nyaman.
3. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri dengan leher, kepala, dada atau
kaki berada dalam posisi miring.
Beberapa sikap kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Hindari posisi kepala dan leher yang terlalu menengadah ke atas
2. Hindari tungkai yang menaik
3. Hindari postur memutar atau asimetris
4. Sediakan sandaran bangku yang cukup di setiap bangku
Universitas Sumatera Utara
3.1.11. The Quick Exposure Check (QEC)
QEC adalah suatu alat untuk penilaian terhadap resiko kerja yang
berhubungan dengan ganguan otot (Work Related Musculoskeletal Disorders –
WMSDs) pada tempat kerja. QEC menilai gangguan resiko yang terjadi pada
bagian belakang punggung (back), bahu/lengan (should arm), pergelangan tangan
(hand wrist), dan leher (neck).
Alat ini mempunyai beberapa fungsi, antara lain :
a. Mengidentifikasi faktor resiko WMSDs
b. Mengevaluasi gangguan resiko untuk daerah/bagian tubuh yang berbeda-beda.
c. Mengevaluasi efektivitas dari suatu intervensi ergonomi di tempat kerja.
d. Menyarankan suatu tindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi
gangguan resiko yang ada.
e. Mendidik para pemakai tentang resiko muskuloskeletal di tempat kerja.
Penilaian QEC dilakukan kepada peneliti dan pekerja. Selanjutnya dengan
penjumlahan setiap skor hasil kombinasi masing-masing bagian diperoleh skor
dengan kategori level tindakan.
Tabel 3.3. Penilaian Pekerja (Worker) QEC
Faktor Kode 1 2 3 4
Beban a ≤ 5 kg 6-10 kg 11-20 kg > 20 kg
Durasi b < 2 jam 2-4 jam > 4 jam
Kekuatan
tangan c <1 kg 1-4 kg 4 kg
Vibrasi d Tidak
ada/kecil Sedang Tinggi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3. Penilaian Pekerja (Worker) QEC (Lanjutan)
Faktor Kode 1 2 3 4
Visual e Tidak
diperlukan
Diperlukan untuk
melihat detail
Langkah f Tidak susah Kadang-kadang
susah
Lebih sering
susah
Tingkat stres g Tidak ada Kecil Sedang tinggi
Sumber : www.hse.gov.uk
Tabel 3.4. Penilaian Observer QEC
Faktor Kode 1 2 3
Belakang A Hampir netral Berputar atau
bengkok sedikit
Cenderung
berputar atau
bengkok
Frekuensi pergerakan
bagian belakang B ≤ 3 / menit Kira-kira 8 / menit ≥12 / menit
Tinggi tugas C
Pada atau
setinggi
pinggang
Setinggi dada Setinggi bahu
Gerakan bahu /
lengan D Sesekali
Reguler / teratur
dengan jeda Hampir kontinu
Postur pergelangan
tangan/tangan E Hampir lurus Bengkok / berputar
Pergerakan
pergelangan
tangan/tangan
F ≤ 10 / menit 11-20 / menit ≥ 20 / menit
Postur leher G Hampir netral
Kadang-kadang
bengkok/berputar
secara berlebihan
pada kepala/leher
Bengkok/ berputar
secara berlebihan
pada kepala/leher
Sumber : www.hse.gov.uk
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.5. Nilai Level Tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor Tindakan Total Skor
Exposure 1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan 71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
4 71-100% Tindakan sekarang juga 124-176
Sumber : www.hse.gov.uk
Exposure level (E) dihitung berdasarkan persentase antara total skor aktual
exposure (X) dengan total skor maksimum (Xmaks) yaitu :
% 100 X
X (%) Emaks
×=
Dimana :
X = total skor yang diperoleh dari penilaian terhadap postur (punggung
+ bahu / lengan + pergelangan tangan + leher )
Xmaks = total skor maksimum untuk postur kerja ( punggung + bahu / lengan +
pergelangan tangan + leher ).
Xmaks adalah konstan untuk tipe-tipe tugas tertentu. Pemberian skor
maksimum (Xmaks = 162) apabila tipe tubuh adalah statis, termasuk duduk atau
berdiri dengan /tanpa pengulangan (repetitive) yang sering dan penggunaan
tenaga/beban yang relatif rendah. Untuk Pemberian skor maksimum (Xmaks = 176)
apabila dilakukan manual handling, yaitu mengangkat, mendorong, menarik, dan
membawa beban.
Universitas Sumatera Utara
3.2. Statistik Deskriptif
Metode statistik adalah prosedur yang digunakan dalam pengumpulan,
penyajian, analisis dan penafsiran data. Metode tersebut terbagi dalam dua kelompok
yaitu statistika deskriptif dan inferensia statistik.
Statistika deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan data
dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna.
Sedangkan inferensia statistik adalah metode yang berhubungan dengan analisis
sebagian data untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan
mengenai keseluruhan data. Beberapa pengolahan data dalam statistika deskriptif
yaitu :
1. Perhitungan Rata-rata (Mean)
Perhitungan rata-rata biasanya dapat disingkat dengan rata-rata yaitu jumlah
dari semua data dibagi dengan banyaknya data. Rata-rata untuk sampel
biasanya dinyatakan dengan simbol X dan untuk populasi dinyatakan dengan
simbol µ. Data terbagi atas data yang dikelompokkan dan data yang tidak
dikelompokkan. Perhitungan rata-rata untuk data yang tidak dikelompokkan
yaitu dengan menjumlahkan semua data yang dibagi dengan banyaknya data
dapat dinyatakan dengan rumus:
X = n
Xin
i∑=1
Keterangan :
Σ = Tanda jumlah
n = Banyaknya data
Universitas Sumatera Utara
Xi= Besarnya tiap-tiap data.
Untuk mencari rata-rata data yang dikelompokkan biasanya disusun dalam
distribusi frekuensi. Rata-ratanya dapat dicari dengan rumus:
X = ∑
∑
=
=k
ii
n
iui
f
fX
1
1
Keterangan :
k = banyaknya kelas
f = frekuensi
2. Standar Deviasi
Standar deviasi menunjukkan penyimpangan data dari rata-ratanya. Pada
standar deviasi untuk menghilangkan pengaruh positif dan negatif selisih data
dengan rata-rata tidak dengan harga mutlak, tetapi dengan dikuadratkan
kemudian jumlah dari kuadratnya diakarkan. Standar deviasi untuk populasi
biasanya diberi simbol σ, sedangkan untuk sampel diberi simbol s. Rumus
untuk data yang tidak dikelompokkan adalah sebagai berikut:
σ = n
UXik
i∑=
−1
2)( atau ∑∑
==
−=n
i
n
iXiXin
n 1
2
1
2 )(.1σ
)1(
)( 2
1
−
−=∑=
n
XXis
n
i atau )1(
)(1 1
22
−
−=
∑ ∑= =
nn
XXns
n
i
n
iii
Universitas Sumatera Utara
3. Nilai Maksimum dan Minimum
Nilai maksimum adalah nilai terbesar dari sejumlah data yang disimbolkan
dengan Xmaks. Nilai minimum adalah nilai terkecil dari sejumlah data
dilambangkan dengan Xmin.
4. Range
Range adalah wilayah sekumpulan data yang merupakan selisih antara
pengamatan terbesar dan pengamatan terkecil dengan rumus :
minXXR maks −=
5. Median
Median dari segugus data yang telah diurutkan dari data terbesar hingga data
terkecil adalah pengamatan yang tepat di tengah bila data itu ganjil atau rata-
rata dua pengamatan di tengah bila data itu genap. Untuk data yang telah
dikelompokkan rumus yang dipakai adalah:
−+=
2
2
221
f
FnCLM e
6. Modus
Modus segugus pengamatan adalah nilai yang paling sering terjadi atau
memiliki frekuensi yang paling tinggi.
+
+=21
1
dddCLM o
Universitas Sumatera Utara
3.2.1. Statistik Nonparametrik
Istilah nonparametrik sendiri pertama kali digunakan oleh Wolfowitz,
1942. Istilah lain yang sering digunakan antara lain distribution-free statistics dan
assumption-free test. Dari istilah ini dengan mudah terlihat bahwa metode statistik
nonparametrik merupakan metode statistik yang dapat digunakan dengan
mengabaikan segala asumsi yang melandasi metode statistik parametrik terutama
yang berkaitan dengan distribusi normal.
Uji statistik parametrik diterapkan/dipakai sebagai uji statistik apabila
skala data/pengukuran sekurang-kurangnya berskala interval dan data yang
dimiliki terdistribusi normal. Apabila salah satu atau kedua syarat pada uji
statistik parametrik ini tidak terpenuhi, maka uji statistika parametrik tidak dapat
dipergunakan/diterapkan, sehingga diperlukan uji lain, yaitu uji statistik
nonparametrik.
Uji pada statistik nonparametrik digunakan pada saat berikut :
1. Apabila hipotesis yang harus diuji tidak melibatkan suatu parameter populasi.
2. Apabila data telah diukur dengan skala yang lebih lemah dibanding yang
dipersyaratkan oleh uji pada statistik parametrik yang semestinya digunakan.
Sebagai contoh, data mungkin terdiri atas data hitung atau data peringkat,
sehingga menghalangi penerapan uji pada statistik parametrik yang
semestinya lebih tepat.
3. Apabila asumsi yang diperlukan agar penggunaan suatu uji pada statistik
parametrik, misalnya data yang dimiliki terdistribusi normal, menjadi
kabur/tidak valid. Dalam banyak hal, rancangan suatu proyek riset mungkin
Universitas Sumatera Utara
menganjurkan penggunaan uji pada statistik parametrik tertentu. Pemeriksaan
data mungkin mengungkapkan bahwa salah satu atau beberapa asumsi yang
mendasari pengujian betul-betul tidak dapat dipenuhi/dipatuhi. Dalam hal ini,
uji pada statistik nonparamaterik merupakan pengganti satu-satunya.
4. Apabila hasil riset harus segera disajikan dan perhitungan dikerjakan manual.
3.2.2. Uji Chi -Square (Uji Kai Kuadrat)16
Uji distribusi normal adalah uji untuk mengukur apakah data berdistribusi
normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik. Cara yang biasa dipakai
untuk menghitung masalah ini adalah Chi-Square dan Kolmogorov-Smirnov (K-
S). Kedua tes dinamakan masuk dalam kategori Goodness of Fit Test, yaitu uji
apakah data empirik yang didapatkan dari lapangan sesuai dengan distribusi
teoritik tertentu. Kedua uji ini memiliki perbedaan yang dapat dijadikan landasan
dalam memilih uji yang tepat untuk data yang akan diolah. Perbedaan tersebut
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3. Perbedaan Antara Chi-Square dan Kolmogorov-Smirnov
No. Chi-Square Test K-S Test 1. Ukuran sampel besar Ukuran sampel kecil 2. Mengelompokkan data ke
dalam kategori Data tidak dikelompokkan
3. Membandingkan distribusi teoritik dan empirik (observasi) berdasarkan kategori
Membandingkan frekuensi kumulatif distribusi teoritik dan frekuensi kumulatif distribusi empirik (observasi)
4. Dapat diaplikasikan ke distribusi diskrit dan kontiniu
Hanya untuk distribusi yang kontiniu
5. Approximate Exact Sumber : Engineering Statistic Handbook
16 Andi Supangat, Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Nonparametrik, Jakarta, Kencana, 2008, p.307-311
Universitas Sumatera Utara
Dalam statistik, chi-square (dilambangkan dengan X2) termasuk dalam
statistik nonparametrik. Distribusi nonparametrik adalah distribusi dimana
besaran-besaran populasi tidak diketahui. Distribusi ini sangat bermanfaat dalam
melakukan analisis statistik jika kita tidak memiliki informasi tentang populasi
atau jika asumsi-asumsi yang dipersyaratkan untuk penggunaan statistik
parametrik tidak terpenuhi. Pengujian menggunakan uji chi-square dilakukan
dengan membandingkan antara fakta yang diperoleh berdasarkan hasil observasi
dengan fakta yang didasarkan secara teoritis (yang diharapkan). Hal ini sejalan
dengan konsep kenyataan yang sering terjadi bahwa hasil observasi biasanya
selalu tidak tepat dengan yang diharapkan (tidak sesuai) dengan yang
direncanakan berdasarkan konsep dari teorinya (sesuai dengan aturan teori
probabilitas).
Tahap pengujian dengan menggunakan chi-squre pada dasarnya hanya
menentukan nilai berdasarkan hasil observasi dan harapannya untuk kemudian
dibandingkan dengan nilai berdasarkan nilai kritis yang menunjukkan luas di
bawah kurva berdasarkan tingkat kepercayaan dan derajat kebebasannya. Nilai
kritis tersebut ditetapkan dari tabel chi-square . Dalam menentukan uji nyata
dari suatu persoalan yang diungkapkan, jumlah derajat kebebasan (v) ditentukan
oleh:
a. v = k - 1, (k: banyaknya peristiwa yang terjadi)
Derajat kebebasan ini digunakan jika frekuensi yang diharapkan dapat
dihitung tanpa menduga parameter populasi dari statistik sampelnya.
Universitas Sumatera Utara
b. v = k – 1 - m
Derajat kebebasan ini digunakan jika frekuensi yang diharapkan dapat
dihitung hanya dengan menduga m parameter populasi dari statistik
sampelnya.
c. Tingkat keyakinan (1- α) atau tingkat ketidakyakinan (taraf nyata) α
ditetapkan sebagai nilai kritis untuk menarik kesimpulan dari yang
diobservasi, selanjutnya dapat ditunjukkan ada beda atau tidaknya setelah
dibandingkan hasil perhitungan nilai yang diobservasi dan nilai
berdasarkan nilai kritisnya.
d. Penarikan kesimpulan untuk menyatakan ada beda atau tidak dinyatakan
sebagai berikut : jika > maka ada perbedaan yang nyata dan
jika < maka tidak ada perbedaan yang nyata antara hasil
observasi dan yang diharapkan.
e. Secara umum tahapan pengujian didasarkan pada penetapan hipotesis nol
(Ho), yaitu menetapkan kesimpulan sementara berdasarkan asumsi dari yang
membuat pengamatan sedangkan hipotesis alternatif (Ha) adalah kebalikan
dari hipotesis nol.
f. Untuk mengambil kesimpulan diterima atau ditolaknya kesimpulan semantara
(hipotesis) sering digunakan taraf nyata 1%, 5% dan 10% atau dengan kata
lain pengamatan dilakukan dengan tingkat keyakinan antara 99%, 95% dan
90%. Selanjutnya batas pengamatan ini dijadikan sebagai batas nilai kritis
untuk menolak atau menerima hipotesis dengan ketentuan seperti di atas.
Universitas Sumatera Utara
g. Jika nilai mendekati nol, dapat diartikan bahwa frekuensi yang diamati
hampir sama dengan frekuensi yang diharapkan.
h. Uji chi-square dapat dipakai untuk menentukan apakah distribusi teoritis
seperti distribusi normal dan lainnya sesuai dengan distribusi empiris, yaitu
distribusi yang diperoleh dari data sampel yang dijadikan sebagai objek
pengamatan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di UD. Tiga Bawang yang beralamat di jalan Ujung
Serdang Pasar III Kecamatan Tanjung Morawa. UD. Tiga Bawang merupakan
usaha pembuatan keripik ubi dengan merek Dora yang mengolah 6 ton ubi kayu
setiap harinya.
Penelitian pendahuluan dilakukan pada tanggal 5 Juni 2009 untuk
mengetahui kondisi perusahaan dan menganalisa permasalahan yang terjadi di
usaha tersebut. Pengambilan data yang diperlukan untuk penelitian melalui
wawancara, observasi (pengamatan dan pengukuran secara langsung) dimulai
pada bulan Agustus hingga bulan November 2009.
4.2. Rancangan Penelitian
Studi pada penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu studi eksploratif
yang dilakukan pada penelitian pendahuluan untuk mengetahui secara mendalam
tentang kondisi perusahaan serta proses produksi sehingga dapat dirumuskan
permasalahan serta tujuan penelitian. Studi eksploratif yang dilakukan adalah
dengan cara mewawancarai pemilik perusahaan dan pekerja. Wawancara
dilakukan untuk mengetahui tentang sejarah dan latar belakang perusahaan dan
juga mengetahui keluhan yang dialami oleh pekerja.
Universitas Sumatera Utara
Studi yang kedua adalah studi deskriptif dengan jenis studi kasus, yaitu penelitian
yang berusaha untuk memaparkan pemecahan masalah terhadap suatu masalah
yang ada sekarang secara sistematis dan faktual berdasarkan data-data. Jadi
penelitian ini meliputi proses pengumpulan, penyajian, dan pengolahan data, serta
analisis dan interpretasi. Studi ini dilakukan dengan mengumpulkan data keluhan
muskuloskeletal, dimensi mesin perajang dan data antropometri pekerja dengan
melakukan pengukuran secara langsung.
4.3. Objek Penelitian
Objek yang diteliti pada penelitian ini adalah fasilitas kerja perajangan ubi
kayu, operator laki-laki di UD. Tiga Bawang dan prosedur kerja pada stasiun
perajangan. Pada stasiun perajangan terdapat tiga fasilitas kerja yang dioperasikan
oleh tiga operator. Operator bertugas merajang ubi kayu dari stasiun pengupasan
yang diangkut ke stasiun perajangan oleh petugas transportasi. Petugas
transportasi bertugas menyediakan input atau bahan-bahan yang diperlukan oleh
setiap stasiun kerja dan mengangkat output dari stasiun kerja tersebut ke stasiun
kerja berikutnya.
4.4. Variabel Penelitian
Variabel adalah setiap hal dalam suatu penelitian yang datanya diperlukan
untuk penelitian tersebut (Mustafa, 2006). Pada penelitian ini terlebih dahulu
dilakukan pengumpulan dan pengolahan data tingkat keluhan muskuloskeletal dan
postur kerja aktual operator pada stasiun perajang untuk mengidentifikasi keluhan
Universitas Sumatera Utara
muskuloskeletal dan postur kerja yang tidak ergonomis pada operator perajangan.
Dari hasil pengolahan data dirumuskan perbaikan rancangan yang akan dilakukan
pada fasilitas kerja yaitu penyesuian dimensi fasilitas kerja dengan dimensi tubuh
operator, perbaikan bentuk dan bahan yang digunakan, dan perbaikan prosedur
kerja. Dari perbaikan dimensi fasilitas kerja dapat ditentukan variabel penelitian
yaitu data antropometri yang sesuai untuk melakukan perbaikan rancangan terdiri
dari tinggi bahu duduk, lebar pinggul pada posisi duduk, panjang popliteal, tinggi
popliteal dan jangkauan tangan. Variabel berikutnya adalah dimensi fasilitas
kerja. Untuk perbaikan prosedur kerja diperlukan variabel waktu dan urutan
proses kerja aktual.
Variabel dalam penelitian ini dibedakan atas variabel bebas (yang
mempengaruhi) dan variabel terikat (variabel akibat). Yang merupakan variabel
terikat adalah dimensi dan postur kerja pada fasilitas kerja usulan, sedangkan
variabel bebasnya adalah:
1. Data keluhan muskuloskeletal operator di stasiun perajangan. Diukur
dengan menggunakan Standart Nordic Questionnaire.
2. Postur kerja aktual operator pada stasiun perajangan. Diukur dengan
menggunakan Quick Exposure Check (QEC).
3. Data antropometri operator, yaitu:
a. Tinggi bahu duduk, digunakan untuk menentukan tinggi maksimal
fasilitas kerja. Diukur dengan menggunakan human body martin.
b. Lebar pinggul pada posisi duduk, digunakan untuk menentukan lebar
kursi operator. Diukur dengan menggunakan human body martin.
Universitas Sumatera Utara
c. Panjang popliteal, digunakan untuk menentukan kedalaman kursi
operator. Diukur dengan menggunakan kursi antropometri.
d. Tinggi popliteal, digunakan untuk menentukan tinggi kursi. Diukur
dengan menggunakan human body martin.
e. Jangkauan tangan, digunakan untuk menentukan lebar fasilitas kerja.
Diukur dengan menggunakan human body martin.
4. Data dimensi fasilitas kerja
Dimensi yang diukur meliputi : tinggi mata pisau dari lantai, ukuran lubang
untuk memasukkan ubi serta panjang, tinggi dan lebar tempat duduk yang
digunakan. Diukur dengan menggunakan meteran.
5. Data waktu dan urutan proses kerja aktual pada stasiun perajangan. Diukur
dengan menggunakan stopwatch.
4.5. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk membantu dalam
pengumpulan data. Instrumen yang digunakan yaitu :
1. Panduan wawancara
Berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika melakukan wawancara
dengan pemilik usaha dan karyawan. Panduan wawancara ini dapat dilihat
pada lampiran.
2. Standart Nordic Questionnaire
Digunakan untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami operator
di stasiun perajangan.
Universitas Sumatera Utara
3. Kamera digital (merek Sony, 8 Megapixel)
Digunakan untuk mengambil foto postur kerja operator di stasiun perajangan.
4. Human body martin ( model YM-1)
Digunakan untuk mengukur dimensi tubuh operator.
5. Kursi antropometri ( model YM-1)
Digunakan untuk mengukur dimensi tubuh operator dalam posisi duduk
6. Meteran (merek Crossman, 5 m-Pro Power Tape dengan ketelitian 1mm.
Digunakan untuk mengukur dimensi fasilitas kerja
7. Stopwatch (merek Apparatus, tipe TN 102)
Digunakan untuk mengukur waktu proses perajangan ubi kayu di stasiun
perajangan.
4.6. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan terlebih dahulu melakukan penelitian
pendahuluan di perusahaan untuk mengidentifikasi masalah kemudian
merumuskan masalah dan tujuan penelitian. Penelitian pendahuluan ini
dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 2009. Tahap berikutnya adalah pengumpulan
data yang diperlukan untuk penelitian.
4.6.1. Pengumpulan Data
4.6.1.1. Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer. Data
primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan dan pengukuran langsung
Universitas Sumatera Utara
terhadap objek penelitian di lapangan. Data yang dikumpulkan dengan cara ini
adalah gambaran umum perusahaan, proses pembuatan produk, mesin yang
digunakan perusahaan, data keluhan muskuloskeletal, data postur kerja aktual
operator, data antropometri operator, data waktu dan uraian proses kerja di stasiun
perajangan, dan data dimensi fasilitas kerja. Pengambilan data gambaran umum
perusahaan, proses pembuatan produk, mesin yang digunakan perusahaan dan
data lain yang dianggap perlu untuk penelitian ini dilaksanakan tanggal 10 – 14
Agustus 2009, data keluhan muskuloskeletal dan penilaian postur kerja operator
pada tanggal 8 Oktober 2009, pengukuran antropometri operator dilaksanakan
pada tanggal 28-29 Oktober 2009 dan pengukuran data waktu dan uraian proses
kerja dilaksanakan pada 21 November 2009.
4.6.1.2. Cara Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara
sebagai berikut:
1. Wawancara
Melakukan tanya jawab dan diskusi tentang hal yang berhubungan dengan
penelitian dengan pimpinan atau karyawan.
2. Kuesioner
Menyebarkan Standart Nordic Questionnaire (SNQ) yang berisi daftar
pertanyaan kepada operator mesin perajang yaitu sebanyak tiga operator
untuk mengidentifikasi keluhan muskuloskeletal.
Universitas Sumatera Utara
3. Observasi
Melakukan pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan yaitu
melakukan pengamatan mesin dan proses produksi, pengukuran dimensi
fasilitas kerja, pengamatan dan pengambilan foto postur kerja aktual operator,
pengukuran dan pengamatan waktu dan uraian proses pada stasiun
perajangan, dimensi tubuh operator dan sebagainya.
Data pertama yang dikumpulkan adalah data keluhan muskuloskeletal
yang diidentifikasi melalui Standart Nordic Questionnare (SNQ) yang disebarkan
kepada operator di stasiun perajangan yang berjumlah 3 orang operator untuk
mengetahui tingkat keluhan muskuloskeletal yang dialami operator. sampel ini
diambil dengan teknik pengambilan sampel dengan tujuan tertentu (purposive
sample) dengan cara mengambil subjek didasarkan atas strata, random atau daerah
didasarkan atas tujuan tertentu. Kemudian dilakukan dilakukan penilaian postur
kerja aktual dengan menggunakan Quick Exposure Check (QEC) untuk
mengetahui gerakan yang tidak sesuai dengan postur kerja alami manusia. Dari
hasil pengolahan data SNQ dan QEC dapat diketahui bagian tubuh operator yang
mengalami keluhan sakit dan pegal serta postur kerja yang tidak alamiah yang
menjadi masalah dan diupayakan penyelesaiannya dengan penelitian ini.
Data yang dikumpulkan selanjutnya adalah data antropometri operator
yang didapat dengan melakukan pengukuran dimensi tubuh operator laki-laki di
UD. Tiga Bawang yang berusia antara 20 sampai 35 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Dimensi fasilitas kerja selanjutnya diukur untuk menentukan dimensi
aktual sehingga dapat dianalisa bagian yang perlu diperbaiki untuk mendapatkan
usulan perbaikan rancangan fasilitas kerja.
Data waktu dan urutan proses perajangan pada stasiun perajangan
selanjutnya diukur dan dikumpulkan sebagai data dalam pembuatan peta pekerja
dan mesin sehingga dapat dianalisa hubungan kerjasama antara fasilitas kerja
dengan operator dan hubungan tersebut dapat dibandingkan setelah dilakukan
usulan perbaikan rancangan fasilitas kerja.
4.7. Pengolahan Data
Pengolahan data terdiri dari :
1. Pengolahan Standart Nordic Questionnaire (SNQ).
SNQ yang telah dibagikan kepada operator mesin perajang yaitu sebanyak 3
operator direkapitulasi kemudian dilakukan pengolahan sehingga dapat
diketahui tingkat keluhan muskuloskeletal yang dialami operator.
2. Penilaian postur kerja dengan Quick Exposure Check (QEC).
Postur kerja aktual operator dianalisa dan dinilai dengan menggunakan QEC
sehingga dapat diketahui skor penilaian postur kerja dan level resiko. Dari
hasil pengolahan data dapat dirumuskan tindakan perbaikan yang mungkin
dilakukan terhadap fasilitas kerja berdasarkan hasil pengolahan SNQ dan
QEC.
Universitas Sumatera Utara
3. Uji kenormalan data antropometri.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah data diperoleh telah
memenuhi distribusi normal atau dapat didekati oleh distribusi normal
sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik. Pada penelitian ini uji
kenormalan data dilakukan dengan model chi-square dengan bantuan
software SPSS 15.0 for Windows. Metode Chi-Square digunakan karena data
antropometri yang digunakan adalah data parametrik yang dapat diketahui
nilai parameter/statistik data (rata-rata, standar deviasi, dan sebagainya),
merupakan data kontiniu (hasil pengukuran), dan ukuran sampel memenuhi
(34 sampel) sehingga metode Chi-Square dapat digunakan untuk melakukan
uji kenormalan data. Program ini akan secara otomatis menampilkan output
uji kenormalan data yang diinputkan.
4. Uji keseragaman data antropometri.
Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data dimensi tubuh
yang diambil seragam atau berada pada batas kendali atas (BKA) dan dan
batas kendali bawah (BKB). Apabila dalam satu pengukuran terdapat satu
jenis atau lebih data tidak seragam maka data tersebut akan langsung ditolak
atau dilakukan revisi dengan cara membuang data out of control tersebut dan
melakukan perhitungan kembali. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5% karena tujuan penelitian
yaitu merancang fasilitas kerja yang ergonomis tidak berpengaruh langsung
atau tidak memberikan dampak secara langsung terhadap tujuan pendirian
usaha tersebut yaitu memperoleh profit dari hasil penjualan untuk menambah
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan karyawan, sehingga dengan tingkat kepercayaan 95% dan
tingkat ketelitian 5% peneliti yakin data yang disajikan layak untuk membuat
rancangan fasilitas kerja tersebut. Persamaan yang digunakan untuk menguji
keseragaman data adalah:
σ2+= XBKA σ2−= XBKB
Jika X min > BKB dan Xmax < BKA maka data seragam.
Jika X min < BKB dan Xmax > BKA maka data tidak seragam.
5. Uji kecukupan data antropometri.
Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data dimensi tubuh
operator yang telah dikumpulkan dan telah melewati uji sebelumnya sudah
mencukupi untuk melakukan perbaikan rancangan mesin perajang. Untuk uji
kecukupan data dengan tingkat ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95%
digunakan persamaan :
2
1
2
11
240'
−
=
∑
∑∑
=
==
n
ii
n
ii
n
ii
X
XXNN
Keterangan:
NI = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan (dari hasil perhitungan)
N = Pengamatan pendahuluan
Jika NI < N, maka data pengamatan cukup
Jika NI > N, maka data pengamatan kurang dan perlu tambahan data.
Universitas Sumatera Utara
6. Penentuan usulan dimensi fasilitas kerja.
Data antropometri hasil pengukuran yang telah melewati uji statistik
selanjutnya menjadi ukuran untuk menentukan dimensi fasilitas kerja usulan
yang sesuai dengan dimensi operator.
7. Pembuatan peta pekerja dan mesin sekarang.
Data waktu dan urutan proses perajangan ubi kayu digambarkan dalam
sebuah peta yaitu peta pekerja dan mesin sekarang sebelum dilakukan
perbaikan. Langkah-langkah pembuatan peta kerja dan mesin adalah sebagai
berikut:
4. Nyatakan identifikasi peta yang dibuat.
Biasanya dibagian paling atas kertas dinyatakan “ PETA PEKERJA DAN
MESIN “ sebagai kepalanya, kemudian diikuti oleh informasi-informasi
yang melengkapi, meliputi : nomor peta, nama pekerja yang dipetakan,
metoda sekarang atau usulan, tanggal dipetakan, dan nama orang yang
membuat peta tersebut.
5. Uraikan semua elemen pekerjaan yang terjadi.
Tiga jenis kolom (bar) digunakan untuk melambangkan elemen-elemen
yang bersangkutan. Kolom-kolom tersebut dibuat memanjang dari atas
hingga ke bawah dengan panjang masing-masing sebanding dengan
lamanya waktu pelaksanaan elemen pekerjaan tersebut.
6. Buatlah kesimpulan dalam bentuk ringkasan yang memuat waktu
menganggur dan waktu kerja, sehingga dapat diketahui penggunaan waktu
Universitas Sumatera Utara
dari pekerja atau mesin tersebut. Satuan waktu biasanya digunakan dalam
detik.
4.8. Analisis Pemecahan Masalah
Analisis dan pemecahan masalah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Analisis hasil SNQ yang telah dibagikan kepada tiga operator fasilitas kerja
perajangan untuk mengetahui keluhan tingkat muskuloskeletal yang dialami
oleh operator yang menjadi landasan dalam menentukan perbaikan rancangan
fasilitas kerja.
2. Analisis postur kerja aktual pada fasilitas perajangan untuk mengetahui
gerakan yang tidak sesuai dengan postur kerja alami manusia sehingga dapat
ditentukan bagian-bagian fasilitas kerja yang harus diperbaiki.
3. Analisis kondisi aktual fasilitas kerja sehingga dimensi, bahan dan bentuk
yang tidak ergonomis dapat diperbaiki.
4. Analisis prosedur kerja aktual. Analisis ini dilakukan dengan menganalisis
hubungan antara operator dan fasilitas kerja ketika melaksanakan proses
perajangan ubi kayu dari peta manusia dan mesin sekarang.
5. Perancangan fasilitas kerja usulan. Hal yang menjadi pertimbangan adalah
dimensi, bahan dan bentuk yang tidak ergonomis sehingga dengan
dilakukannya perbaikan rancangan fasilitas kerja operator nyaman
mengoperasikan fasilitas kerja tersebut.
Universitas Sumatera Utara
6. Analisis postur kerja pada fasilitas kerja usulan. Postur kerja dianalisis
melalui gambar usulan yang memperlihatkan penggunaan fasilitas kerja
usulan.
7. Membandingkan fasilitas kerja aktual dengan fasilitas kerja usulan.
8. Membuat peta manusia dan mesin usulan.
Pembuatan peta manusia dan mesin usulan dilakukan untuk mendapatkan
perbaikan prosedur kerja berdasarkan peta pekerja dan mesin sekarang.
9. Membuat prosedur kerja baru sesuai dengan penggunaan fasilitas kerja
usulan.
10. Membandingkan prosedur kerja aktual dengan prosedur kerja usulan.
4.9. Kesimpulan dan Saran
Tahap terakhir yang dilakukan adalah penarikan kesimpulan yang berisi
butir penting dalam penelitian ini. Kesimpulan merupakan perumusan dari tahap
analisis sebelumnya. Saran-saran yang diberikan berguna untuk perbaikan hasil
penelitian dan pemberian saran kepada pihak perusahaan untuk
mengimplementasikan hasil penelitian ini. Blok diagram metodologi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Universitas Sumatera Utara
Studi Pendahuluan Melakukan pengamatan langsung ke tempat usaha
Melakukan Identifikasi MasalahPerumusan masalah & tujuan penelitian
Studi PustakaLiteratur antropometri, postur kerja, peta kerja, uji statistik
dan perancangan fasilitas kerja yang ergonomis
Penentuan Data yang dikumpulkan Tahap I : - Gambaran umum perusahaan - Proses produksi dan mesin yang digunakan - Data tingkat keluhan muskuloskeletal - Data postur kerja aktual
Penentuan Instrumen Penelitian : - Standart Nordic Questionnaire (SNQ) - Kamera
Teknik Pengumpulan Data Secara Langsung : - Wawancara dengan pemilik usaha dan karyawan - Observasi ke tempat usaha - Penyebaran SNQ
Pengumpulan Data Tahap I (Data Primer) : - Penyebaran dan rekapitulasi SNQ - Penilaian postur kerja aktual
Pengolahan Data : - Pengolahan SNQ - Penentuan skor dan level resiko postur kerja aktual - Merumuskan tindakan perbaikan rancangan fasilitas kerja - Penentuan dimensi antropometri yang sesuai
Penentuan Variabel Penelitian - Dimensi fasilitas kerja - Waktu dan uraian proses perajangan
Penentuan Instrumen Penelitian - Human body martin - Kursi antropometri - Meteran - Stopwatch
Teknik Pengumpulan Data Secara LangsungMelakukan observasi ke tempat usaha
Pengolahan Data : - Uji kenormalan data - Uji keseragaman - Uji kecukupan data - Perhitungan dimensi rancangan fasilitas kerja
Analisis Pemecahan Masalah - Analisis tingkat keluhan Muskuloskeletal - Analisis postur kerja aktual - Analisis kondisi fasilitas kerja aktual - Analisis peta pekerja dan mesin sekarang (prosedur kerja aktual) - Perancangan fasilitas kerja usulan - Analisis postur kerja pada fasilitas kerja usulan - Membandingkan fasilitas kerja aktual dengan usulan - Pembuatan peta pekerja dan mesin usulan - Pembuatan prosedur kerja yang baru - Membandingkan prosedur kerja aktual dengan usulan
Kesimpulan dan Saran
Pengumpulan Data Tahap II (Data Primer) : - Dimensi tubuh operator - Dimensi fasilitas kerja aktual - Pembuatan peta pekerja dan mesin sekarang
Gambar 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Data Keluhan Muskuloskeletal
Data yang dikumpulkan merupakan data primer yang dihasilkan melalui
pengisian SNQ. Data tersebut direkapitulasi dengan melakukan pembobotan
untuk mengetahui tingkat keluhan muskuloskeletal pada tiap bagian tubuh dengan
masing-masing kategori rasa sakit, sehingga dapat diketahui bagian tubuh mana
yang paling merasakan sakit untuk dilakukan perbaikan rancangan fasilitas kerja
yang dapat meminimalkan rasa sakit tersebut. Rekapitulasi bobot SNQ dapat
dilihat pada Tabel 5.1. Nilai bobot pada masing-masing kategori tersebut yaitu:
Tidak sakit : bobot 0
Agak sakit : bobot 1
Sakit : bobot 2
Sangat sakit : bobot 3
Kategori rasa sakit yang dirasakan saat bekerja adalah sebagai berikut:
Tidak sakit : Bagian tubuh operator tidak terasa nyeri sedikitpun karena
kontraksi otot yang terjadi berjalan normal, biasanya hal ini
terjadi jika bagian tubuh tidak langsung bersentuhan dengan
benda kerja.
Agak sakit : Bagian tubuh operator mulai terasa nyeri, namun rasa nyeri yang
timbul tidak membuat operator jenuh atau cepat lelah.
Universitas Sumatera Utara
Sakit : Bagian tubuh operator merasakan nyeri yang cukup hebat dan
keadaan ini membuat operator mulai jenuh dan cepat lelah.
Sangat sakit : Bagian tubuh operator merasakan nyeri yang sangat luar biasa
disertasi dengan ketegangan (kontraksi otot yang sangat hebat)
sehingga membuat operator merasakan jenuh dan kelelahan yang
cukup besar.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1. Hasil Pengolahan Standart Nordic Questionnaire
No. Operator Pertanyaan Ke Total keluhan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
1 Operator 1 1 1 3 3 2 1 2 1 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 1 1 1 1 0 0 0 0 24 2 Operator 2 0 0 3 3 2 1 2 1 3 3 2 2 2 2 3 1 2 1 3 3 0 0 2 2 0 0 0 0 20 3 Operator 3 0 0 3 3 2 1 2 1 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 1 1 0 0 0 0 0 0 20
Sumber : Hasil Penyebaran Standart Nordic Questionnaire
Keterangan :
1. Sakit pada leher bagian atas
2. Sakit pada leher bagian bawah
3. Sakit pada bahu kiri
4. Sakit pada bahu kanan
5. Sakit pada lengan atas bagian kiri
6. Sakit pada punggung
7. Sakit pada lengan atas bagian kanan
8. Sakit pada pinggang ke belakang
9. Sakit pada pinggul ke belakang
Universitas Sumatera Utara
10. Sakit pada pantat
11. Sakit pada siku kiri
12. Sakit pada siku kanan
13. Sakit pada lengan bawah bagian kiri
14. Sakit pada lengan bawah bagian kanan
15. Sakit pada pergelangan tangan kiri
16. Sakit pada pergelangan tangan kanan
17. Sakit pada telapak tangan kiri
18. Sakit pada telapak tangan kanan
19. Sakit pada paha kiri
20. Sakit pada paha kanan
21. Sakit pada lutut kiri
22. Sakit pada lutut kanan
23. Sakit pada betis kiri
24. Sakit pada betis kanan
25. Sakit pada pergelangan kaki kiri
26. Sakit pada pergelangan kaki kanan
27. Sakit pada telapak kaki kiri
28. Sakit pada telapak kaki kanan
Universitas Sumatera Utara
Hasil pengolahan data SNQ dapat dilihat pada Tabel 5.1. Histogram hasil
pengolahan SNQ dapat dilihat pada Gambar 5.1. dari histogram dapat diketahui
masing-masing kategori rasa sakit yang dirasakan oleh operator pada bagian tubuh
tertentu, yaitu :
1. Operator 1 merasakan sangat sakit pada bahu kiri, bahu kanan, pinggul ke
belakang, pantat, pergelangan tangan kiri, paha kiri dan paha kanan.
Merasakan sakit pada lengan atas bagian kiri, lengan atas bagian kanan, siku
kiri, siku kanan, lengan bawah bagian kiri, lengan bawah bagian kanan,
pergelangan tangan kanan dan telapak tangan kiri. Merasakan agak sakit pada
leher bagian atas, leher bagian bawah, punggung, pinggang ke belakang,
telapak tangan kanan, lutut kiri, lutut kanan, betis kiri dan betis kanan.
2. Operator 2 merasakan sangat sakit pada bahu kiri, bahu kanan, pinggul ke
belakang, pantat, pergelangan tangan kiri, paha kiri dan paha kanan.
Merasakan sakit pada lengan atas bagian kiri, lengan atas bagian kanan, siku
kiri, siku kanan, lengan bawah bagian kiri, lengan bawah bagian kanan,
telapak tangan kanan, telapak tangan kiri betis kiri dan betis kanan.
Merasakan agak sakit pada pergelangan tangan kanan, punggung dan
pinggang ke belakang.
3. Operator 3 merasakan sangat sakit pada bahu kiri, bahu kanan, pinggul ke
belakang, pantat, pergelangan tangan kiri, paha kiri dan paha kanan.
Merasakan sakit pada lengan atas bagian kiri, lengan atas bagian kanan,
pergelangan tangan kanan, siku kiri, siku kanan, lengan bawah bagian kiri,
lengan bawah bagian kanan dan telapak tangan. Merasakan agak sakit pada
Universitas Sumatera Utara
punggung telapak tangan kanan, pinggang ke belakang, lutut kiri dan lutut
kanan.
Dari hasil tersebut dapat diketahui kategori rasa sakit dirasakan oleh ketiga
operator pada bagian tubuh tertentu yaitu kategori sangat sakit, sakit, agak sakit
dan tidak sakit. Bagian tubuh yang mengalami kategori sangat sakit disebabkan
oleh postur kerja yang tidak alamiah dan sering terjadi gerakan secara berulang-
ulang (frekuensinya lebih dari 10x / menit) dalam waktu yang lama (jam kerja
operator 10 jam/hari) karena menjangkau ubi yang akan dirajang dilanjutkan
dengan merajang ubi. Bagian tubuh yang mengalami kategori sakit disebabkan
oleh postur kerja yang tidak alamiah dan terjadi gerakan secara berulang-ulang
dalam frekuensi > 10 x / menit karena mendorong ubi ke perajangan. Bagian
tubuh yang mengalami kategori agak sakit terjadi karena postur tubuh statis dan
tidak alamiah yang terjadi dalam waktu yang lama karena duduk dan harus
meletakkan kaki diantara keranjang penampung ubi.
Hasil tersebut juga memperlihatkan perbedaan kategori rasa sakit yang
terjadi pada bagian tubuh yang sama antar operator yaitu sebagai berikut :
1. Pergelangan tangan kanan
Operator 1 dan 3 merasakan sakit, sementara operator 2 merasakan agak
sakit.
2. Telapak tangan kanan
Operator 2 merasakan sakit, sementara operator 1 dan 3 merasakan agak
sakit.
Universitas Sumatera Utara
3. Betis kiri
Operator 2 merasakan sakit, operator 1 merasakan agak sakit dan operator 3
merasakan tidak sakit.
4. Betis kanan
Operator 2 merasakan sakit, operator 1 merasakan agak sakit dan operator 3
merasakan tidak sakit.
Perbedaan kategori sakit yang dirasakan oleh operator disebabkan
berbedanya antropometri operator pada setiap bagian tubuhnya. Contohnya
operator pada ukuran paling maksimum (paling panjang) pada tangan belum
tentu berada pada ukuran maksimum pada bagian tubuh yang lain. Untuk
mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penyesuain rancangan fasilitas kerja
dengan antropometri operator. Perbedaan ini juga disebabkan oleh tata letak
komponen pada masing-masing tempat kerja yang belum teratur. Masalah
tersebut dapat diatasi dengan melakukan pengaturan tata letak komponen
sehingga tata letak lebih teratur dan benda kerja berada jangkauan operator
dengan postur kerja yang alamiah.
5.2. Penilaian Postur Kerja Aktual dengan Quick Exposure Check (QEC)
Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan serta pengambilan foto
postur kerja operator pengukuran serta pengamatan waktu dan uraian proses pada
stasiun perajangan. Selanjutnya dilakukan penilaian postur kerja aktual operator
pada stasiun perajangan dengan menggunakan QEC untuk merumuskan perbaikan
Universitas Sumatera Utara
rancangan yang akan dilakukan terhadap fasilitas kerja berdasarkan tingkat
keluhan muskuloskeletal dan penilaian postur kerja tersebut.
Kondisi stasiun perajangan dapat dilihat pada Gambar 5.2. Layout kerja
karyawan dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Gambar 5.2. Stasiun Perajangan
Layout kerja karyawan dan aliran bahan pada stasiun perajangan adalah
sebagai berikut:
1
4
2
3
65
B
AC
1
4
2
3
65
B
AC
1
4
2
3
65
B
AC
Gambar 5.3. Layout Kerja Karyawan
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:
1. Tumpukan ubi kayu sebelum dirajang
2. Tumpukan keranjang kosong yang akan dijadikan tempat penampung ubi
3. Mesin perajang
4. Keranjang penampung ubi yang telah dirajang
5. Tempat duduk operator
6. Ubi yang telah dirajang dan akan dibawa ke stasiun pencucian
Aliran bahannya adalah sebagai berikut:
A. Operator mengambil ubi di atas lantai yang berada di samping kanan operator
B. Ubi yang telah dirajang ditampung dengan keranjang
C. Keranjang yang telah penuh diangkat ke samping kiri operator
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Quick
Exposure Check for Work-Related Musculoskeletal Risk 2003 Version. Elemen
kerja dari kegiatan perajangan, antara lain :
1. Menumpuk ubi kayu
Operator menumpuk ubi kayu di sekitar fasilitas kerja dengan jarak ± 50cm
dari tempat duduk operator.
Gambar 5.4. Menumpuk Ubi Kayu
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.2. Skor Postur Kerja Menumpuk Ubi Kayu
No. Kategori Skor 1 Belakang punggung 16 2 Bahu/lengan 18 3 Pergelangan tangan/tangan 22 4 Leher 8 5 Kekuatan tangan 1 6 Getaran 1 7 Langkah 1 8 Tingkat stres 1
Total 68 Sumber: Hasil pengolahan data
Persentase Exposure Level (E) dengan menggunakan rumus :
%100)(max
00 ×=
XXE
Dimana :
X = Total skor postur
Xmax = Total skor postur statis (162)
Sehingga :
%42%10016268(%) =×=E
Kategori level resiko ditunjukkan Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Nilai Level Tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor Tindakan
Total Skor Exposure
1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan 71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
4 71-100% Tindakan sekarang juga 124-176
Sumber: Hasil pengolahan data
Universitas Sumatera Utara
2. Mengambil keranjang kosong.
Operator mengambil keranjang kosong dari samping kanan dan meletakkan di
bawah mata pisau untuk menampung hasil rajangan dengan jarak ± 40cm dari
operator.
Gambar 5.5. Mengambil Keranjang Kosong
Tabel 5.4. Skor Postur Kerja Mengambil Keranjang Kosong
No. Kategori Skor 1 Belakang punggung 12 2 Bahu/lengan 22 3 Pergelangan tangan/tangan 10 4 Leher 8 5 Kekuatan tangan 1 6 Getaran 1 7 Langkah 1 8 Tingkat stres 1
Total 56 Sumber: Hasil pengolahan data
%35%10016256(%) =×=E
Kategori level resiko ditunjukkan Tabel 5.5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.5. Nilai Level Tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor Tindakan
Total Skor Exposure
1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan 71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
4 71-100% Tindakan sekarang juga 124-176
Sumber: Hasil pengolahan data
3. Mengatur posisi ujung goni
Operator mengatur posisi ujung goni mengarah ke keranjang dengan jarak ±
15 cm dari operator
Gambar 5.6. Mengatur Posisi Ujung Goni
Tabel 5.6. Skor Postur Kerja Mengatur Posisi Ujung Goni
No. Kategori Skor 1 Belakang punggung 10 2 Bahu/lengan 18 3 Pergelangan tangan/tangan 14 4 Leher 8 5 Kekuatan tangan 1 6 Getaran 1 7 Langkah 1 8 Tingkat stres 1
Total 54 Sumber: Hasil pengolahan data
Universitas Sumatera Utara
%33%10016254(%) =×=E
Kategori level resiko yang ditunjukkan Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Nilai Level Tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor Tindakan
Total Skor Exposure
1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan 71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
4 71-100% Tindakan sekarang juga 124-176
Sumber: Hasil pengolahan data
4. Menjangkau ubi kayu
Operator menjangkau ubi kayu yang akan dirajang dengan jarak ± 30 cm dari
operator.
Gambar 5.7. Menjangkau Ubi Kayu
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.8. Skor Postur Kerja Menjangkau Ubi Kayu
No. Kategori Skor 1 Belakang punggung 18 2 Bahu/lengan 18 3 Pergelangan tangan/tangan 14 4 Leher 8 5 Kekuatan tangan 1 6 Getaran 1 7 Langkah 1 8 Tingkat stres 1
Total 62 Sumber: Hasil pengolahan data
%38%10016262(%) =×=E
Kategori level resiko ditunjukkan Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Nilai Level Tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor Tindakan
Total Skor Exposure
1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan 71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
4 71-100% Tindakan sekarang juga 124-176
Sumber: Hasil pengolahan data
Universitas Sumatera Utara
5. Merajang ubi kayu
Gambar 5.8. Merajang Ubi Kayu
Tabel 5.10. Skor Postur Kerja Merajang Ubi Kayu
No. Kategori Skor 1 Belakang punggung 20 2 Bahu/lengan 20 3 Pergelangan tangan/tangan 20 4 Leher 12 5 Kekuatan tangan 4 6 Getaran 4 7 Langkah 1 8 Tingkat stres 1
Total 82 Sumber: Hasil pengolahan data
%51%10016282(%) =×=E
Kategori level resiko ditunjukkan Tabel 5.11.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.11. Nilai Level Tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor Tindakan
Total Skor Exposure
1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan 71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
4 71-100% Tindakan sekarang juga 124-176
Sumber: Hasil pengolahan data
6. Memasukkan ubi kayu yang masih menempel di goni ke keranjang
Gambar 5.9. Memasukkan Ubi ke Keranjang
Tabel 5.12. Skor Postur Kerja Memasukkan Ubi ke Keranjang
No. Kategori Skor 1 Belakang punggung 14 2 Bahu/lengan 18 3 Pergelangan tangan/tangan 18 4 Leher 6 5 Kekuatan tangan 1 6 Getaran 1 7 Langkah 1 8 Tingkat stres 1
Total 60 Sumber: Hasil pengolahan data
Universitas Sumatera Utara
%37%10016260(%) =×=E
Kategori level resiko ditunjukkan Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Nilai Level Tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor Tindakan
Total Skor Exposure
1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan 71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
4 71-100% Tindakan sekarang juga 124-176
Sumber: Hasil pengolahan data
7. Mengangkat keranjang ke samping kiri operator dengan jarak ± 40cm dari
operator
Gambar 5.10. Mengangkat Keranjang ke Samping Kiri
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.14. Skor Postur Kerja Mengangkat Keranjang ke Samping Kiri
No. Kategori Skor 1 Belakang punggung 16 2 Bahu/lengan 24 3 Pergelangan tangan/tangan 26 4 Leher 6 5 Kekuatan tangan 1 6 Getaran 1 7 Langkah 1 8 Tingkat stres 1
Total 76 Sumber: Hasil pengolahan data
%47%10016276(%) =×=E
Kategori level resiko ditunjukkan Tabel 5.15.
Tabel 5.15. Nilai Level Tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor Tindakan
Total Skor Exposure
1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan 71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
4 71-100% Tindakan sekarang juga 124-176
Sumber: Hasil pengolahan data
Universitas Sumatera Utara
Rekapitulasi analisis postur kerja dapat dilihat pada Tabel 5.16.
Tabel 5.16.Rekapitulasi Hasil Analisis Postur Kerja
No. Elemen Kerja Persentase Tindakan 1 Menumpuk ubi kayu
42 Diperlukan beberapa waktu
ke depan 2 Mengambil keranjang kosong
35 Aman
3 Mengatur posisi ujung goni 33 Aman
4 Menjangkau ubi kayu 38 Aman
5 Merajang ubi kayu 51 Tindakan dalam waktu dekat
6 Memasukkan Ubi ke Keranjang
37 Aman
7 Mengangkat keranjang ke samping kiri
47 Diperlukan beberapa waktu ke depan
Sumber: Hasil pengolahan data
Pada elemen kerja mengambil keranjang kosong, mengatur posisi ujung
goni, menjangkau ubi kayu, dan memasukkan ubi ke keranjang berada pada level
aman. Sementara elemen kerja menumpuk ubi, merajang ubi dan mengangkat
keranjang ke samping kiri postur kerjanya kurang baik disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1. Menumpuk ubi kayu, disebabkan oleh posisi belakang punggung dalam
keadaan membungkuk dan gerakan lengan dan pergelangan tangan yang
kontiniu dan posisi leher yang membungkuk.
2. Merajang ubi kayu, disebabkan oleh posisi belakang punggung yang kadang-
kadang dalam keadaan membungkuk, tinggi tugas setinggi dada dan gerakan
lengan dan pergelangan tangan yang kontiniu.
3. Mengangkat keranjang ke samping kiri, disebabkan oleh posisi belakang
punggung yang kadang-kadang dalam keadaan membungkuk, bangku yang
Universitas Sumatera Utara
kurang fleksibel, gerakan lengan dan pergelangan tangan yang kontiniu dan
posisi leher yang membungkuk.
Dari hasil pengolahan keluhan muskuloskeletal dengan SNQ bahwa
tingkat muskuloskeletal tertinggi dialami operator pada bahu kiri, bahu kanan,
pinggul ke belakang, pantat, pergelangan tangan kiri, paha kiri, dan paha kanan.
Dari penilaian postur kerja dengan QEC dapat disimpulkan bahwa terjadi postur
kerja yang tidak ergonomis pada operator yang disebabkan oleh posisi belakang
punggung dalam keadaan membungkuk, gerakan lengan dan pergelangan tangan
yang kontiniu dan posisi leher yang membungkuk. Hal ini disebabkan oleh
fasilitas kerja yang tidak ergonomis terutama pada tempat duduk operator yang
menyebabkan posisi punggung belakang sering membungkuk untuk menjangkau
benda kerja. Untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan perbaikan
rancangan pada tempat duduk operator agar sesuai dengan antropometri pekerja
dan bentuk serta bahan yang digunakan dapat memberikan kenyamanan pada
operator. Dimensi tubuh yang perlu diukur untuk mendapatkan data antropometri
yang akan dijadikan acuan dalam penentuan dimensi tempat duduk adalah lebar
pinggul digunakan untuk menentukan lebar tempat duduk, panjang popliteal
digunakan untuk menentukan kedalaman tempat duduk, tinggi popliteal
digunakan untuk menentukan tinggi tempat duduk dan jangkauan tangan
digunakan untuk menentukan jangkauan maksimum operator.
Posisi mata pisau juga harus disesuaikan dengan postur duduk operator
sehingga posisi mata pisau tetap berada pada jangkauan operator. Dimensi tubuh
Universitas Sumatera Utara
yang perlu diukur adalah tinggi bahu duduk digunakan untuk menentukan tinggi
maksimum mata pisau.
5.3. Data Antropometri
Untuk memperbaiki dimensi fasilitas kerja dilakukan pengukuran dimensi
tubuh operator. Data dimensi tubuh yang diperlukan berdasarkan hasil
pengukuran dapat dilihat pada Tabel 5.17.
Tabel 5.17. Data Antropometri Operator (dalam cm)
No. TBD LPD Ppo Tpo JKT 1 63,3 31,6 47,5 43,5 76,5
2 64,4 32 48 44,7 78,3
3 62,8 32,9 49,6 45 78,2
4 64,7 31,9 48,2 44,5 77
5 63,5 32,7 47 43,6 76,9
6 64,5 32 47,5 44,7 78,5
7 62,9 32,6 49 44,9 78,6
8 63 32,2 47,2 43,1 76
9 64,2 32,9 48,9 44,9 77,9
10 63,7 31,8 47,2 44 78
11 63,6 31,5 47,5 44,2 78,1
12 63,2 32,4 48 44,3 78,1
13 63,5 31,7 49,5 45 78,6
14 63,9 32,5 48,2 44,9 77,5
15 63,7 32 46,9 43 76,1
16 64 32,4 49,3 44,8 78
17 62,9 31,8 46,8 43,1 76,3
18 63,1 32,6 49 44,7 78,2
19 64,3 32,7 48,2 44 78,5
20 63,3 32,3 47,3 43,8 76,9
21 63,9 32,9 47,5 43,8 76,7
22 63,5 31,8 48,5 43,9 77
23 63,6 32,1 49,5 44,8 78,6
24 63,4 32 48,2 44,2 77,8
25 62,8 32,1 47 43,3 76,2
26 64 33 47,5 43,5 76,6
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.17. Data Antropometri Operator (Lanjutan)
No. TBD LPD Ppo Tpo JKT 27 63 33,2 48,2 43,9 76,8 28 64,3 31,8 49 44,5 76,7 29 64,1 32,5 48,2 44,1 77,1 30 62,5 32,8 47 43,1 76,2 31 63,5 33 47,5 43,2 76,2 32 64,2 32,6 48 44,4 78,1 33 62,6 31,9 49,6 44,8 78,3 34 62,9 32,6 48,2 44,1 76,9
Sumber : Hasil Pengukuran
Keterangan :
TBD = Tinggi bahu pada posisi duduk
LPD = Lebar pinggul pada posisi duduk
Ppo = Panjang popliteal
Tpo = Tinggi popliteal
JKT = Jangkauan tangan
5.4. Data Dimensi Fasilitas Kerja Aktual
Fasilitas kerja yang digunakan di UD. Tiga Bawang bermerek Daito
Cooper, tipe YCL80B-4, ½ HP, 1400 rpm. Gambar fasilitas kerja aktual dapat
dilihat pada Gambar 5.11. Data dimensi fasilitas kerja aktual dapat dilihat pada
Tabel 5.18.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.11. Fasilitas Kerja Aktual
Tabel 5.18. Data Dimensi Fasilitas Kerja Aktual
No
Dimensi
Ukuran (cm)
1 Jarak mata pisau ke lantai 60 2 Diameter pisau 35 3 Panjang lubang masuk ubi 12 4 Lebar lubang masuk ubi 10 5 Diameter bangku 21 6 Tinggi bangku 18,5 7 Diameter wadah penampung 30 8 Tinggi wadah penampung 20
Sumber : Hasil Pengukuran
Data antropometri hasil pengukuran diolah untuk dijadikan sebagai acuan
untuk menentukan dimensi fasilitas kerja yang baru. Data tersebut akan melewati
beberapa uji agar layak untuk membuat dimensi atau ukuran dalam perancangan
yang terdiri dari uji kenormalan data, keseragaman data dan kecukupan data.
Universitas Sumatera Utara
5.5. Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square
Salah satu syarat penggunaan data antropometri yang akan diaplikasikan
pada perancangan fasilitas untuk populasi tertentu adalah data harus berdistribusi
normal, sehingga perlu dilakukan uji normalitas. Pada penelitian ini pengujian
kenormalan data dilakukan dengan metode Chi-Square menggunakan software
SPSS 15.0 for windows. Metode Chi-Square digunakan karena data antropometri
yang digunakan adalah data parametrik yang dapat diketahui nilai
parameter/statistik data (rata-rata, standar deviasi, dan sebagainya), merupakan
data kontiniu (hasil pengukuran), dan ukuran sampel memenuhi (34 sampel)
sehingga metode Chi-Square dapat digunakan untuk melakukan uji kenormalan
data. Hasil seluruh pengujian dinyatakan normal karena chi kuadrat (X2) hitung <
chi kuadrat (X2) tabel. Pengujian kenormalan data dapat dilihat pada lampiran dan
hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19. Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square
No
Dimensi
Chi kuadrat (X2) hitung
Chi kuadrat (X2) tabel
Keterangan
1 TBD 7,176 30,14 Normal 2 LPD 10,000 26,30 Normal 3 Ppo 19,529 22,36 Normal 4 Tpo 5,176 27,59 Normal 5 JKT 7,176 30,14 Normal
Sumber : Hasil pengolahan data
5.6. Uji Keseragaman Data
Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data dimensi
tubuh yang diambil seragam atau berada pada batas kendali atas (BKA) dan batas
Universitas Sumatera Utara
kendali bawah (BKB). Apabila dalam suatu pengukuran terdapat satu jenis atau
lebih data tidak seragam maka data tersebut akan langsung ditolak atau dilakukan
revisi dengan cara membuang data out of control tersebut dan melakukan
perhitungan kembali. Pada penelitian ini peneliti menggunakan tingkat
kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5% karena tujuan penelitian yaitu
merancang fasilitas kerja yang ergonomis tidak berpengaruh langsung atau tidak
memberikan dampak secara langsung terhadap tujuan pendirian usaha tersebut
yaitu memperoleh profit dari hasil penjualan untuk menambah kesejahteraan
karyawan, sehingga dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat ketelitian 5%
peneliti yakin data yang disajikan layak untuk membuat rancangan fasilitas kerja
tersebut. Persamaan yang digunakan untuk menguji keseragaman data adalah :
σ2+= XBKA σ2−= XBKB
Jika X min > BKB dan Xmax < BKA maka data seragam.
Jika X min < BKB dan Xmax > BKA maka data tidak seragam.
Contoh perhitungan untuk tinggi bahu duduk :
nX
nXXX nn ∑=+++
=Χ....21
Dimana:
n = Banyaknya pengamatan
= Jumlah pengamatan ke n dari i = 1 hingga j = 34
= Nilai rata-rata
cm55,6334
8,216034
9,62...8,624,643,63==
++++=Χ
nXΣ
X
Universitas Sumatera Utara
( )1
)( 1
2
−
−==∑=
n
XXSD
n
ii
σ
Nilai standar deviasi untuk data tinggi bahu duduk adalah :
59,0134
)55,639,62...()55,634,64()55,633,63()(222
=−
−+−+−== σSD
BKA = 63,55 + (2 x 0,59)
= 64,73 cm
BKB = 63,55 – (2 x 0,59)
= 62,38 cm
Output dari uji keseragaman data untuk dimensi tinggi bahu duduk dapat dilihat
pada Gambar 5.12.
Gambar 5.12. Peta Kontrol Dimensi Tinggi Bahu Duduk
Dari pengolahan data di atas dapat dilihat bahwa data tinggi bahu duduk
berada dalam batas kendali, hal ini berarti data tersebut seragam. Peta kontrol
dimensi tubuh yang lain dengan pengolahan data yang sama untuk dimensi tubuh
61
61,5
62
62,5
63
63,5
64
64,5
65
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33
TBD
rata-rata
BKA
BKB
Universitas Sumatera Utara
yang lain dapat dilihat pada lampiran. Hasil uji keseragaman data dapat dilihat
pada Tabel 5.20.
Tabel 5.20. Uji Keseragaman Data Antropometri
No Dimensi σ BKA BKB Keterangan 1 TBD 63,55 0,59 64,7 62,5 64,73 62,38 Seragam 2 LPD 32,32 0,46 33,2 31,5 33,25 31,39 Seragam 3 Ppo 48,08 0,86 49,6 46,8 49,80 46,36 Seragam 4 Tpo 44,13 0,64 45 43 45,40 42,85 Seragam 5 JKT 77,39 0,88 78,6 76 79,15 75,64 Seragam
Sumber : Hasil pengolahan data
5.7. Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data digunakan untuk membuktikan bahwa data yang
diambil sudah mewakili populasi yang ingin diteliti. Pengujian kecukupan data
sangat dipengaruhi oleh besarnya:
1. Tingkat ketelitian (dalam persen), yaitu penyimpangan maksimum dari hasil
pengukuran terhadap nilai yang sebenarnya.
2. Tingkat kepercayaan (dalam persen), yaitu besarnya keyakinan atau
probabilitas bahwa data terletak pada tingkat ketelitian yang telah ditentukan.
Untuk uji kecukupan data dengan tingkat ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan
95% digunakan persamaan :
2
1
2
11
240'
−
=
∑
∑∑
=
==
n
ii
n
ii
n
ii
X
XXNN
X
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:
'N = Jumlah pengamatan yang seharusnya dilakukan (dari hasil perhitungan)
N = Pengamatan pendahuluan
Jika NI < N, maka data pengamatan cukup
Jika NI > N, maka data pengamatan kurang dan perlu tambahan data.
Contoh perhitungan untuk dimensi tinggi bahu duduk :
cmXi 8,21069,62...8,624,643,63 =++++=∑
222222 cm 137336,69,62...8,624,643,63 =++++=∑ Xi
222 cm4669056,648,2106)( ==∑ X
13,08,2106
64,46690566,137336*3440'
2
=
−=N
Hasil pengolahan data yang dilakukan didapat < N (0,13 < 34), maka
dapat disimpulkan data yang diperoleh sudah cukup. Uji kecukupan data pada
dimensi antropometri lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.21.
Tabel 5.21. Uji Kecukupan Data Antropometri
No Dimensi N Keterangan 1 TBD 34 2160,8 137336,6 4669056,64 0,13 Cukup 2 LPD 34 1098,8 35517,78 1207361,44 0,32 Cukup 3 Ppo 34 1634,7 78619,77 2672244,09 0,50 Cukup 4 Tpo 34 1500,3 66216,39 2250900,09 0,32 Cukup 5 JKT 34 2631,4 203680,26 6924265,96 0,20 Cukup
Sumber : Hasil pengolahan data
Xi∑ 2Xi∑ 2)( Xi∑ 'N
'N
Universitas Sumatera Utara
5.8. Penentuan Dimensi Produk yang Akan Dirancang
Data antropometri digunakan sebagai data untuk perancangan peralatan.
Tiga prinsip antropometri yang digunakan dalam perancangan suatu produk
adalah :
1. Prinsip penggunaan data antropometri yang ekstrem
2. Prinsip penggunaan data antropometri rata-rata
3. Prinsip penggunaan data antropometri yang dapat disesuaikan.
Pengolahan data untuk menentukan dimensi rancangan mesin perajang ini
menggunakan prinsip penggunaan data antropometri yang ekstrim dengan tujuan
hasil rancangan dapat digunakan dengan nyaman oleh seluruh populasi yang ada
di UD. Tiga Bawang. Dimensi mesin tersebut adalah:
1. Lebar Dudukan Kursi (LDK)
a. Dimensi : Lebar Pinggul duduk
b. Ukuran data : Terbesar
c. Kelonggaran : Tidak ada
d. LDK : 33,2 cm
3. Panjang Dudukan Kursi (PDK)
a. Dimensi : Panjang popliteal
b. Ukuran data : Terbesar
c. Kelonggaran : tidak ada
d. PDK : 49,6 cm
4. Tinggi Dudukan Kursi (TDK)
a. Dimensi : Tinggi popliteal
Universitas Sumatera Utara
b. Ukuran data : Terkecil
c. Kelonggaran : tidak ada
d. TDK : 43 cm
5. Jarak Ubi yang Akan Dirajang ke Mesin
a. Dimensi : Jangkauan Tangan
b. Ukuran data : Terkecil
c. Kelonggaran : tidak ada
d. Jarak Ubi : 76 cm
6. Tinggi Mata Pisau (TMP)
a. Dimensi : tinggi bahu duduk + tinggi popliteal
b. Ukuran data : Terkecil
c. Kelonggaran : tidak ada
d. TMP : 62,5 cm + 43 cm = 105,5 cm
7. Tinggi Wadah Penampung Ubi Sebelum Dirajang
a. Dimensi : tinggi bahu duduk + tinggi popliteal – 20 cm
b. Ukuran data : Terkecil
c. Kelonggaran : 20 cm
d. Tinggi wadah : 62,5 cm + 43 cm – 20 = 85,5 cm
e. Tinggi meja penopang : 85,5 – 25 (tinggi keranjang) = 60,5 cm
Hasil perhitungan akan digunakan untuk ukuran dalam usulan rancangan
mesin perajang.
Universitas Sumatera Utara
5.9. Peta Pekerja dan Mesin Sekarang
Dari peta pekerja dan mesin sekarang dapat dilihat hubungan antara
pekerja dan mesin aktual. Peta pekerja dan mesin sekarang dapat dilihat pada
Gambar 5.13.
PETA PEKERJA DAN MESIN
PEKERJAAN : MERAJANG UBI KAYU NAMA MESIN : MESIN PERAJANG UBI KAYU PEKERJA : OPERATOR 1 SEKARANG DIPETAKAN OLEH : WINDI WIGUNA
TANGGAL : 18 NOV 2009
USULAN
Mengumpulkan ubi kayu di atas lantai dan menumpuknya di sekitar mesin
OPERATOR MESINWaktu (det)
Operasi Lambang
Mengambil keranjang kosong dari samping kanan operator untuk menampung hasil rajangan
Mengatur posisi ujung goni yang diikatkan pada mesin perajang mengarah ke keranjang agar hasil rajangan jatuh tepat ke dalam keranjang. Menjangkau ubi kayu ke-1 yang akan dirajang dari lantai
Mendorong sisa ubi kayu ke-1 yang belum terajang dengan ubi kayu ke-2
Memegang ubi kayu ke-1 yang sedang dirajang
79
6
3
2
6
2
1
6
Merajang ubi kayu
Memegang ubi kayu ke-2 yang sedang dirajang
Merajang ubi kayu
Menunggu
Menunggu
Menunggu
Menunggu
Menunggu
Waktu (det)Operasi Lambang
79
6
6
6
2
1
2
3
Merajang ubi kayu
Memegang sisa ubi kayu ke-1 yang belum terajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-2 yang akan dirajang dari lantai
Memegang sisa ubi kayu ke-2 yang belum terajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-3 yang akan dirajang dari lantai
2
Menunggu 2
Mendorong sisa ubi kayu ke-2 yang belum terajang dengan ubi kayu ke-3 1
6Memegang ubi kayu ke-3 yang sedang dirajang
Merajang ubi kayu 6
1Merajang ubi kayu
Memegang sisa ubi kayu ke-3 yang belum terajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-4 yang akan dirajang dari lantai
2
Menunggu 2
Mendorong sisa ubi kayu ke-3 yang belum terajang dengan ubi kayu ke-4 1
6Memegang ubi kayu ke-4 yang sedang dirajang
Merajang ubi kayu 6
1Merajang ubi kayu
Gambar 5.13. Peta Pekerja dan Mesin Sekarang
Universitas Sumatera Utara
PETA PEKERJA DAN MESIN
PEKERJAAN : MERAJANG UBI KAYU NAMA MESIN : MESIN PERAJANG UBI KAYU PEKERJA : OPERATOR 1 SEKARANG DIPETAKAN OLEH : WINDI WIGUNA
TANGGAL : 18 NOV 2009
USULAN
OPERATOR MESINWaktu (det)
Operasi Lambang
Mendorong sisa ubi kayu ke-4 yang belum terajang dengan ubi kayu ke-5
2
1
6
Memegang ubi kayu ke-5 yang sedang dirajang
Merajang ubi kayu
Menunggu
Waktu (det)Operasi Lambang
6
2
1Merajang ubi kayu
Memegang sisa ubi kayu ke-4 yang belum terajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-5 yang akan dirajang dari lantai
Memegang sisa ubi kayu ke-5 yang belum terajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-6 yang akan dirajang dari lantai
2
Menunggu 2
Mendorong sisa ubi kayu ke-5 yang belum terajang dengan ubi kayu ke-6 1
6Memegang ubi kayu ke-6 yang sedang dirajang
Merajang ubi kayu 6
1Merajang ubi kayu
Memegang sisa ubi kayu ke-6 yang belum terajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-7 yang akan dirajang dari lantai
2
Menunggu 2
Mendorong sisa ubi kayu ke-6 yang belum terajang dengan ubi kayu ke-7 1
6Memegang ubi kayu ke-7 yang sedang dirajang
Merajang ubi kayu 6
1Merajang ubi kayu
Memegang sisa ubi kayu ke-7 yang belum terajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-8 yang akan dirajang dari lantai
2
Menunggu 2
Mendorong sisa ubi kayu ke-7 yang belum terajang dengan ubi kayu ke-8 1
6Memegang ubi kayu ke-8 yang sedang dirajang
Merajang ubi kayu 6
1Merajang ubi kayu
Memegang sisa ubi kayu ke-8 yang belum terajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-9 yang akan dirajang dari lantai
2
Menunggu 2
Mendorong sisa ubi kayu ke-8 yang belum terajang dengan ubi kayu ke-9 1
6Memegang ubi kayu ke-9 yang sedang dirajang
Merajang ubi kayu 6
1Merajang ubi kayu
Gambar 5.13. Peta Pekerja dan Mesin Sekarang (Lanjutan)
Universitas Sumatera Utara
W = Waktu dalam detik
OPERATOR MESIN
187 69
- 118
187 187
WAKTU KERJA
WAKTU MENGANGGUR
WAKTU TOTAL
100% 0,37%PERSENTASE PENGGUNAAN
Memasukkan ubi kayu yang masih menempel di goni ke keranjang
Mengangkat keranjang ke samping kiri operator
8
2
Menunggu
Menunggu
8
2
Memegang sisa ubi kayu ke-9 yang belum terajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-10 yang akan dirajang dari lantai
2
Menunggu 2
Mendorong sisa ubi kayu ke-9 yang belum terajang dengan ubi kayu ke-10 1
6Memegang ubi kayu ke-10 yang sedang dirajang
Merajang ubi kayu 6
1Merajang ubi kayu
PETA PEKERJA DAN MESIN
PEKERJAAN : MERAJANG UBI KAYU NAMA MESIN : MESIN PERAJANG UBI KAYU PEKERJA : OPERATOR 1 SEKARANG DIPETAKAN OLEH : WINDI WIGUNA
TANGGAL : 18 NOV 2009
USULAN
OPERATOR MESINWaktu (det)
Operasi LambangWaktu (det)
Operasi Lambang
Gambar 5.13. Peta Pekerja dan Mesin Sekarang (Lanjutan)
Universitas Sumatera Utara
BAB VI
ANALISA DAN EVALUASI
6.1. Analisa Tingkat Keluhan Muskuloskeletal
Dari hasil pengolahan Standart Nordic Questionnaire (SNQ) persamaan
dan perbedaan tingkat dan kategori rasa sakit pada bagian tubuh operator. Untuk
tingkat dan kategori rasa sakit yang sama, keluhan muskuloskeletal disebabkan
oleh :
1. Kategori sangat sakit
Disebabkan oleh postur kerja yang tidak alamiah dan sering terjadi gerakan
secara berulang-ulang (frekuensinya lebih dari 10 x/menit) dalam waktu yang
lama (jam kerja operator 10 jam/hari).
2. Kategori sakit disebabkan oleh postur kerja yang tidak alamiah dan terjadi
gerakan secara berulang-ulang dalam frekuensi > 10 x / menit.
3. Kategori agak sakit terjadi karena postur tubuh statis dan tidak alamiah yang
terjadi dalam waktu yang lama.
Untuk tingkat kategori rasa sakit yang berbeda pada bagian tubuh yang
disebabkan berbedanya antropometri operator pada setiap bagian tubuhnya.
Contohnya operator pada ukuran paling maksimum (paling panjang) pada tangan
belum tentu berada pada ukuran maksimum pada bagian tubuh yang lain. Untuk
mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penyesuain rancangan fasilitas kerja
dengan antropometri operator. Perbedaan ini juga disebabkan oleh tata letak
Universitas Sumatera Utara
komponen pada masing-masing tempat kerja yang belum teratur. Masalah tersebut
dapat diatasi dengan melakukan pengaturan tata letak komponen sehingga tata
letak lebih teratur dan benda kerja berada jangkauan operator dengan postur kerja
yang ergonomis.
6.2. Analisa Postur Kerja Aktual
Dari hasil penilaian postur kerja dengan menggunakan metode QEC, pada
elemen kerja mengambil keranjang kosong, mengatur posisi ujung goni,
menjangkau ubi kayu, dan memasukkan ubi ke keranjang berada pada level aman.
Sementara elemen kerja menumpuk ubi, merajang ubi dan mengangkat keranjang
ke samping kiri postur kerja yang tidak ergonomis disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
4. Menumpuk ubi kayu, disebabkan oleh posisi belakang punggung dalam
keadaan membungkuk dan gerakan lengan dan pergelangan tangan yang
kontiniu dan posisi leher yang membungkuk.
5. Merajang ubi kayu, disebabkan oleh posisi belakang punggung yang kadang-
kadang dalam keadaan membungkuk, tinggi tugas setinggi dada dan gerakan
lengan dan pergelangan tangan yang kontiniu.
6. Mengangkat keranjang ke samping kiri, disebabkan oleh posisi belakang
punggung yang kadang-kadang dalam keadaan membungkuk, bangku yang
kurang fleksibel, gerakan lengan dan pergelangan tangan yang kontiniu dan
posisi leher yang membungkuk.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penilaian postur kerja tersebut dapat diketahui bahwa terdapat beberapa
postur kerja yang tidak ergonomis.
6.3. Analisa Kondisi Aktual Fasilitas Kerja
Fasilitas kerja yang digunakan di stasiun perajangan dianalisa kondisinya
untuk dilakukan perbaikan dan dibandingkan dengan fasilitas kerja pada usulan
perbaikan.
Pada fasilitas kerja aktual jarak mata pisau ke lantai 60 cm, hal ini
menyebabkan posisi operator pada saat mengoperasikan mesin harus
menyesuaikan dengan tinggi tempat duduk sehingga terjadi sikap kerja yang tidak
alamiah terutama pada kaki operator dengan posisi mengapit wadah penampung
ubi hasil rajangan dan tidak dapat bergerak dengan leluasa karena terbatasnya
ruang gerak operator. Lubang tempat masuk ubi kayu yang akan dirajang terlalu
dekat dengan mata pisau sehingga dapat menimbulkan resiko tangan tergores atau
terpotong dan lubang tersebut berbentuk persegi panjang yang kurang sesuai
dengan bentuk ubi kayu. Bentuk alas duduk (bangku) operator yang berbentuk
tabung dengan tinggi 18,5 cm dan diameter 21 cm tidak sesuai dengan
antropometri operator serta bahan yang digunakan yaitu kayu tidak memberikan
kenyamanan terutama pada bagian dudukan karena bahan tersebut terlalu keras.
Operator harus memutar badan untuk mengangkat keranjang penampung
ubi hasil rajangan ke samping kiri operator dan menjangkau ubi yang akan
dirajang serta sekali-kali harus berdiri jika jarak ubi yang akan dijangkau terlalu
jauh. Ubi kayu yang akan dirajang diletakkan di atas lantai dengan posisi di
Universitas Sumatera Utara
samping kanan tempat duduk operator. Hal ini merupakan sikap kerja yang tidak
alamiah yang dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal jika terjadi secara
terus-menerus.
Ubi hasil rajangan terkadang tidak jatuh persis di wadah penampung
sehingga ubi yang jatuh tersebut tidak mengikuti proses berikutnya dan menjadi
limbah, hal ini disebabkan penyekat di belakang mata pisau terlalu pendek. Pada
fasilitas kerja aktual untuk mencegah hal tersebut diikatkan goni pada bagian
belakang mata pisau. Operator harus mengatur posisi goni pada bagian bawah
mengarah ke dalam keranjang dan ketika keranjang tersebut penuh operator harus
membersihkan goni dari ubi hasil rajangan yang menempel. Hal ini menyebabkan
waktu menganggur bagi fasilitas kerja.
6.4. Analisa Prosedur Kerja Aktual
UD. Tiga Bawang belum mempunyai prosedur yang baku atau tertulis
bagi karyawan dalam menjalankan proses kerja. Dari peta pekerja dan mesin
sekarang dapat disimpulkan bahwa pada prosedur kerja pada fasilitas kerja aktual
terlalu banyak menganggur sedangkan waktu operator lebih banyak bekerja tanpa
melibatkan fasilitas kerja. Persentase aktivitas produktif operator adalah 100%
sedangkan fasilitas kerja hanya 0,37% dan selama operator bekerja independen
mesin perajang tetap dihidupkan sehingga terjadi pemborosan sumber daya yang
digunakan. Untuk itu prosedur kerja aktual perlu diperbaiki sehingga kerja
manusia dan mesin lebih seimbang dan karyawan dapat menjalankan proses kerja
dengan seragam dan gerakan yang efisien.
Universitas Sumatera Utara
6.5. Usulan Rancangan Fasilitas Kerja yang Baru
Bentuk, ukuran dan bahan yang digunakan untuk tempat duduk operator
diganti. Bahan dudukan dibuat dari busa bantalan yang rapat dengan ketebalan 1,3
cm yang dilapisi kulit sintetis sehingga lebih nyaman saat diduduki, tidak licin,
mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan tahan lama. Rangka kursi terbuat dari
stainless steel sehingga tahan karat. Hal ini cocok untuk kondisi di stasiun
perajangan yang selalu basah karena air yang berasal dari ubi yang telah dirajang.
Fasilitas kerja dilengkapi dengan tempat ubi kayu yang akan dirajang sehingga
mudah dijangkau oleh operator. Wadah berbahan plastik tersebut diletakkan di
atas landasan yang terbuat dari stainless steel dengan posisi di sebelah kiri
operator agar beban kerja lebih merata dan operator dapat menggunakan tangan
kiri dan tangan kanan secara bersamaan ketika proses perajangan berlansung.
Lubang mata pisau dirancang dengan bentuk tabung sehingga sesuai
dengan bentuk ubi kayu dan mencegah jari operator bersentuhan langsung dengan
mata pisau. Diameter lubang tersebut adalah 10 cm sesuai dengan ukuran
maksimal ubi kayu yang akan dirajang. Pada bagian bawah mata pisau dilengkapi
dengan plat yang terbuat dari baja karbon agar ubi hasil perajangan jatuh persis ke
dalam wadah penampung dan mencegah ubi kayu jatuh ke lantai.
Fasilitas kerja dirancang sesuai dengan antropometri seluruh operator laki-
laki di UD. Tiga Bawang agar rancangan ergonomis sehingga dapat mengurangi
postur kerja yang tidak alamiah yang dapat menyebabkan keluhan
muskuloskeletal. Ukuran fasilitas kerja usulan berdasarkan hasil pengolahan data
yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Jarak mata pisau ke lantai 105,5 cm
2. Tinggi wadah ubi kayu sebelum dirajang 85,5 cm
3. Jarak wadah ubi kayu sebelum dirajang ke mata pisau 76 cm
4. Tinggi kursi operator 43 cm
5. Panjang dudukan kursi 49,6 cm
6. Lebar dudukan kursi 33,2 cm
Gambar hasil rancangan fasilitas kerja usulan dapat dilihat pada Gambar
6.1.- 6.5.
Gambar 6.1. Fasilitas Kerja Usulan Pandangan Depan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6.2. Fasilitas Kerja Usulan Pandangan Belakang
Gambar 6.3. Fasilitas Kerja Usulan Pandangan Samping Kanan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6.4. Fasilitas Kerja Usulan Pandangan Samping Kiri
6.6. Analisa Postur Kerja pada Fasilitas Kerja Usulan
Analisa postur kerja ini dilakukan berdasarkan gambar pada fasilitas kerja
usulan. Gambar tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.5.-6.6. Penilaian postur
kerja dengan menggunakan metode QEC untuk setiap elemen kerja dari kegiatan
perajangan, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Menjangkau ubi kayu dari keranjang di samping kiri operator.
Gambar 6.5. Menjangkau Ubi Kayu
Tabel 6.1. Skor Postur Kerja Menjangkau Ubi Kayu
No. Kategori Skor 1 Belakang punggung 10 2 Bahu/lengan 14 3 Pergelangan tangan/tangan 10 4 Leher 4 5 Kekuatan tangan 1 6 Getaran 1 7 Langkah 1 8 Tingkat stres 1
Total 42 Sumber: Hasil pengolahan data
%26%10016242(%) =×=E
Universitas Sumatera Utara
Kategori level resiko ditunjukkan Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Nilai Level Tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor Tindakan
Total Skor Exposure
1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan 71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
4 71-100% Tindakan sekarang juga 124-176
Sumber: Hasil pengolahan data
2. Merajang ubi kayu.
Gambar 6.6. Merajang Ubi Kayu
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.3. Skor Postur Kerja Merajang Ubi Kayu
No. Kategori Skor 1 Belakang punggung 16 2 Bahu/lengan 16 3 Pergelangan tangan/tangan 20 4 Leher 8 5 Kekuatan tangan 1 6 Getaran 1 7 Langkah 1 8 Tingkat stres 1
Total 64 Sumber: Hasil pengolahan data
%40%10016264(%) =×=E
Kategori level resiko ditunjukkan Tabel 6.4.
Tabel 6.4. Nilai Level Tindakan QEC
Level Tindakan
Persentase Skor Tindakan
Total Skor Exposure
1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu ke depan 71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
4 71-100% Tindakan sekarang juga 124-176
Sumber: Hasil pengolahan data
Dari hasil penilaian postur kerja dengan menggunakan metode QEC untuk
setiap elemen kerja dari kegiatan perajangan pada fasilitas kerja usulan didapatkan
hasil semua elemen kerja berada pada level aman.
Universitas Sumatera Utara
6.7. Peta Pekerja dan Mesin Usulan
Hubungan antara pekerja dan mesin pada usulan perbaikan rancangan
fasilitas kerja dapat dilihat pada Gambar 6.7.
PETA PEKERJA DAN MESIN
PEKERJAAN : MERAJANG UBI KAYU NAMA MESIN : MESIN PERAJANG UBI KAYU PEKERJA : OPERATOR 1 SEKARANG DIPETAKAN OLEH : WINDI WIGUNA
TANGGAL : 26 NOV 2009
USULAN
OPERATOR MESINWaktu (det)
Operasi LambangMenjangkau ubi kayu ke-1 yang akan dirajang dari keranjang dengan tangan kananMemegang ubi kayu ke-1 yang sedang dirajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-2
2
6
6
Merajang ubi kayu
Menunggu
Waktu (det)Operasi Lambang
6
2
6
6
6
6
Memegang ubi kayu ke-2 yang sedang dirajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-3
Merajang ubi kayu 6
Memegang ubi kayu ke-3 yang sedang dirajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-4
Memegang ubi kayu ke-4 yang sedang dirajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-5
Memegang ubi kayu ke-5 yang sedang dirajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-6
Memegang ubi kayu ke-6 yang sedang dirajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-7
Memegang ubi kayu ke-7 yang sedang dirajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-8
Memegang ubi kayu ke-8 yang sedang dirajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-9
Memegang ubi kayu ke-9 yang sedang dirajang dengan tangan kiri dan tangan kanan menjangkau ubi kayu ke-10
6
6
6
Merajang ubi kayu 6
Merajang ubi kayu 6
Merajang ubi kayu 6
Merajang ubi kayu 6
Merajang ubi kayu 6
Merajang ubi kayu 6
Merajang ubi kayu 6
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6.7. Peta Pekerja dan Mesin Usulan
W = Waktu dalam detik
OPERATOR MESIN
62 60
- 2
62 62
WAKTU KERJA
WAKTU MENGANGGUR
WAKTU TOTAL
100% 96,77%PERSENTASE PENGGUNAAN
Memegang ubi kayu ke-10 yang sedang dirajang
PETA PEKERJA DAN MESIN
PEKERJAAN : MERAJANG UBI KAYU NAMA MESIN : MESIN PERAJANG UBI KAYU PEKERJA : OPERATOR 1 SEKARANG DIPETAKAN OLEH : WINDI WIGUNA
TANGGAL : 26 NOV 2009
USULAN
OPERATOR MESINWaktu (det)
Operasi LambangWaktu (det)
Operasi LambangMerajang ubi kayu
6 6
Gambar 6.7. Peta Pekerja dan Mesin Usulan (Lanjutan)
6.8. Pembuatan Prosedur Kerja yang Baru
Prosedur kerja yang baru yang diusulkan adalah sebagai berikut:
1. Karyawan transportasi mengangkat ubi kayu yang telah dikupas dari stasiun
pengupasan dengan menggunakan kereta sorong dan meletakkan ke dalam
keranjang tempat ubi yang belum dirajang di samping kanan operator.
2. Operator mesin perajang menjangkau ubi kayu dari keranjang tempat ubi
kayu yang belum dirajang kemudian merajang ubi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
3. Karyawan transportasi mengambil keranjang penampung ubi kayu hasil
perajangan yang telah penuh dan menukarnya dengan keranjang kosong
kemudian mengangkat keranjang yang telah terisi penuh tersebut dengan
menggunakan trolley ke stasiun pencucian.
Tabel 6.5. Perbandingan Prosedur Kerja Lama dan Baru
No. Prosedur Kerja Lama No. Prosedur Kerja Baru 1. Karyawan transportasi mengangkat
ubi kayu yang telah dikupas dari stasiun pengupasan dengan menggunakan kereta sorong dan meletakkan di atas lantai di samping kanan operator.
1. Karyawan transportasi mengangkat ubi kayu yang telah dikupas dari stasiun pengupasan dengan menggunakan kereta sorong dan meletakkan ke dalam keranjang tempat ubi yang belum dirajang di samping kanan operator.
2. Operator mesin perajang mengumpulkan ubi kayu di atas lantai dan menumpuknya di sekitar mesin
2. -
3. Operator mesin perajang mengambil keranjang kosong dari samping kanan operator dan meletakkan di bawah mata pisau untuk menampung hasil rajangan
3. -
4. Operator mesin perajang mengatur posisi ujung goni yang diikatkan pada mesin perajang mengarah ke keranjang agar hasil rajangan jatuh tepat ke dalam keranjang.
4. -
5. Operator mesin perajang menjangkau ubi kayu yang akan dirajang dari lantai
5. Operator mesin perajang menjangkau ubi kayu yang akan dirajang dari keranjang di samping kanan operator
6. Operator mesin perajang merajang ubi kayu
6. Operator mesin perajang merajang ubi kayu
7. Operator mesin perajang memegang sisa ubi kayu yang belum terajang dengan tangan kiri
7. -
8. Operator mesin perajang menjangkau ubi kayu yang akan dirajang dari lantai (ubi berikutnya) dengan tangan kanan
8. Operator mesin perajang menjangkau ubi kayu yang akan dirajang dari keranjang di samping kanan operator
9. Operator mesin perajang mendorong sisa ubi kayu yang
9. -
Universitas Sumatera Utara
belum terajang dengan ubi kayu yang baru
Tabel 6.5. Perbandingan Prosedur Kerja Lama dan Baru (Lanjutan)
No. Prosedur Kerja Lama No. Prosedur Kerja Baru 10. Operator mesin perajang merajang
ubi kayu 10. Operator mesin perajang merajang ubi
kayu 11. Operator mesin perajang
memasukkan ubi kayu yang masih menempel di goni ke keranjang
11. -
12. Operator mesin perajang mengangkat keranjang ke samping kiri operator
12. Karyawan transportasi mengambil keranjang penampung ubi kayu hasil perajangan yang telah penuh dan menukarnya dengan keranjang kosong kemudian mengangkat keranjang yang telah terisi penuh tersebut dengan menggunakan trolley ke stasiun pencucian.
Layout kerja karyawan dan aliran bahan pada usulan perbaikan rancangan
fasilitas kerja yang baru di stasiun perajangan adalah sebagai berikut:
1
23
4
BA
5
1
23
4
BA
5
1
23
4
BA
5
Gambar 6.8. Layout Kerja Karyawan dan Aliran Bahan
Keterangan:
7. Keranjang tempat ubi kayu sebelum dirajang
8. Mesin perajang
Universitas Sumatera Utara
9. Keranjang penampung ubi yang telah dirajang
10. Tempat duduk operator
11. Tumpukan keranjang kosong yang akan dijadikan tempat penampung ubi
Aliran bahannya adalah sebagai berikut:
D. Operator mengambil ubi kayu dari keranjang yang berada di samping kanan
operator
E. Ubi kayu yang telah dirajang ditampung dengan keranjang
F. Keranjang yang telah penuh diangkat karyawan transportasi ke stasiun
pencucian.
Universitas Sumatera Utara
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisa pemecahan masalah dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil pengolahan SNQ terdapat perbedaan tingkat kategori rasa sakit
pada bagian tubuh operator yang disebabkan berbedanya antropometri
operator pada setiap bagian tubuhnya. Perbedaan ini juga disebabkan oleh
tata letak komponen pada masing-masing tempat kerja yang belum teratur.
2. Dari hasil penilaian postur kerja aktual, elemen kerja mengambil keranjang
kosong, mengatur posisi ujung goni, menjangkau ubi kayu, dan memasukkan
ubi ke keranjang berada pada level aman. Sementara elemen kerja menumpuk
ubi, merajang ubi dan mengangkat keranjang ke samping kiri postur kerjanya
tidak ergonomis.
3. Tindakan perbaikan yang dilakukan pada rancangan fasilitas kerja yaitu
penyesuaian dimensi fasilitas kerja, penyesuaian bentuk serta bahan yang
digunakan. Dimensi antropometri yang digunakan untuk penyesuaian
dimensi fasilitas kerja adalah tinggi bahu duduk, lebar pinggul, panjang
popliteal, tinggi popliteal dan jangkauan tangan.
4. Perbaikan rancangan fasilitas kerja terdiri dari :
Universitas Sumatera Utara
1) Perbaikan dimensi,
a. Jarak mata pisau ke lantai 105,5 cm
b. Tinggi wadah ubi kayu sebelum dirajang 85,5 cm
c. Jarak wadah ubi kayu sebelum dirajang ke mata pisau 76 cm
d. Tinggi kursi operator 43 cm
e. Panjang dudukan kursi 49,6 cm
f. Lebar dudukan kursi 33,2 cm
2) Bentuk tempat duduk operator pada bentuk aktual berbentuk tabung
setelah perancangan berbentuk kursi dengan rangka kursi terbuat dari
stainless steel sehingga tahan karat.
3) Bahan tempat duduk yang terbuat dari busa bantalan yang rapat dengan
ketebalan 1,3 cm yang dilapisi kulit sintetis sehingga lebih nyaman saat
diduduki, tidak licin, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan tahan
lama.
4) Fasilitas kerja dilengkapi dengan tempat ubi kayu yang akan dirajang
sehingga mudah dijangkau oleh operator.
5) Lubang mata pisau dirancang dengan bentuk tabung dengan diameter 10
cm untuk mencegah jari operator bersentuhan langsung dengan mata
pisau.
5. Pada bagian bawah mata pisau dilengkapi dengan plat yang terbuat dari baja
karbon untuk mencegah ubi kayu jatuh ke lantai.
6. Dari hasil penilaian postur kerja pada fasilitas kerja usulan diperoleh semua
elemen kerja berada pada level aman.
Universitas Sumatera Utara
7. Pada prosedur kerja yang lama, waktu yang diperlukan untuk merajang 1
keranjang ubi kayu (6 kg) adalah 187 detik dan pada prosedur kerja usulan
waktu yang diperlukan adalah 62 detik. Terjadi penghematan waktu 125 detik
persiklus.
7.2. Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Usulan fasilitas kerja dan prosedur kerja yang baru ini sebaiknya digunakan di
lapangan untuk mengurangi keluhan muskuloskeletal yang dialami operator
dan memberikan rasa nyaman kepada operator saat mengoperasikan fasilitas
kerja tersebut serta cara kerja operator lebih seragam dan efisien.
2. Perlu dilakukan sosialisasi penggunaan fasilitas kerja dan prosedur kerja yang
baru kepada operator di UD. Tiga Bawang sebelum dilakukan penerapan di
lapangan.
3. Perlu dilakukan pemahaman tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan
kerja terhadap pemilik dan operator di UD. Tiga Bawang.
Universitas Sumatera Utara