Post on 07-Mar-2021
DESKRIPSI KUALITATIF PERKEMBANGAN
IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Slamet Rianto Aji
NIM : 121124028
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
DESKRIPSI KUALIT ATIF PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KA BU PATEN KUT Al BARAT
PROGRAM STUDT PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Oleh:
/
Pembimbing
111
/ Slamet Rianto Aji l I
NIM: 121124028 .. \ ... __ .....
� . • 'I ......
Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed
11
Tanggal 11 Nopcmber 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIP ST
DESKRIPSI KUALIT ATIF PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KABUPATEN KUTAl BARAT
PROGRAM STUDI PENDTOIKAN AGAMA KATOLIK UNIVERSITAS SANA TA DHARMA
YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh
Slamet Rianto Aji
NIM: 121124028
: Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.f;:d
I; I \\ I J •:�I• /I SlJSUNAN PANl'T'JA PENGUJI
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal 28 Nopernber 2016
dan dinyatakan mcmcnuhi syarat
: Y oscph Kristianto, SFK., M.Pd.
anda tangan
···it;····· ,) ) .
: I. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed .. �
.. ..
.
2. Yoseph Kristianto, SfK., M.rd.;, .. ··.; ·.··_t ·.�
.. '1 ...
1i _,ff.Ji _._ ·) ··1 ······· 3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si /f/�/1.?.
Ketua
Sekrctaris
Anggota
Nama
Ill
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya dedikasikan bagi masyarakat Kabupaten Kutai Barat, Program
Studi PAK (Romo dan para dosen), kedua orang tuaku (Arief Mardian Aji dan
Rosalina Seria), Kakakku (Aji Suryanto), adik-adikku (Heri Ramadhan, Felisia
Vina Meriana, Stepanus Ardianto) dan seluruh keluarga yang terkasih,
sahabat-sahabat angkatan 2012, orang muda dan seluruh umat Paroki Santo
Yohanes Penginjil, serta semua orang yang mendukung penyusunan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Non Scholae, Sed Vitae Discimus
(belajar bukan untuk sekolah/nilai, tetapi untuk hidup)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENY AT AAN KEASLIAN KARY A
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Nopember 2016
�t�
Slamet Rianto Aji
Vl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENY AT AAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARY A ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dhanna
Y ogyakarta:
Nama : SlametRianto Aji
NIM : 121124028
Demi pengembangan ilmu pengetah.uan penulis memberikan wewenang kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul:
DESKRIPSI KUALITATIF PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA
MABASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian penulis
memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dhanna untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di media intemat atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta
ijin maupun memberikan royalti kepada penulis selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian. pemyataan ini penulis buat dengan sebenarnya,
Yogyakarta, 28 Nopember 2016 a,. Slamet Rianto Aji
vu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “DESKRIPSI PERKEMBANGAN IMAN
MAHASISWA-MAHASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA
DHARMA”. Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap
perkembangan iman para peserta program beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai
Barat yang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik. Dalam
kenyataannya sebagian besar mahasiswa-mahasiswi program beasiswa ini belum
menghayati dan mewujudkan imannya secara utuh. Pemerintah Kabupaten Kutai
Barat menggantungkan banyak harapan terhadap para peserta ini, terlebih bagi para
calon guru agama dan katekis. Mereka tidak hanya diharapkan menjadi tokoh dalam
bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang pastoral. Bagi seorang guru agama
atau calon katekis tugas utamanya adalah membantu siswa atau umat dalam
mengembangkan iman. Oleh sebab itu syarat utama sebagai guru agama atau
katekis harus memiliki iman terlebih dahulu. Bertolak dari keadaan ini penulis
tergerak untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten
Kutai Barat maupun instansi terkait dalam menyiapkan generasi muda sebagai
tokoh penggerak di tengah masyarakat.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah perkembangan iman para
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat selama kuliah di PAK dan upaya
yang perlu dilakukan untuk membantu mereka memperkembangkan iman. Untuk
menjawab persoalan tersebut penulis menggunakan studi pustaka dan penelitian.
Studi pustaka dilaksanakan dengan mempelajari berbagai sumber yakni Kitab Suci,
dokumen Gereja, serta pandangan dari beberapa ahli yang berkaitan dengan
perkembangan iman. Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian
kualitatif. Untuk memperoleh data guna keperluan penelitian penulis melakukan
wawancara terhadap 12 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi iman sebagian besar
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang paling berkembang selama 4
tahun belajar di PAK adalah dimensi kognitif dan masih berada dalam tahap
sintetis-konvensional. Dalam tahap ini iman belum dihayati sebagai milik pribadi,
sehingga hidup beriman hanya berdasarkan pendapat orang lain. Untuk
menindaklanjuti hasil penelitian ini, penulis mengusulkan program kegiatan retret
sebagai upaya untuk membantu para mahasiswa memiliki iman yang individuatif-
reflektif. Melalui kegiatan ini, para mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat
diharapkan dapat beriman dengan penuh kebebasan dan menjadikan iman sebagai
milik pribadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
This small thesis entitled "DESCRIPTION OF FAITH
DEVELOPMENT OF DISTRICT KUTAI BARAT STUDENTS
DEPARTMENT OF CATHOLIC RELIGION EDUCATION, SANATA
DHARMA UNIVERSITY". This title chosen based on the
writer's concerns regarding the faith development of the participants scholarship
program the Government of Kutai Barat District who studied in Department Of
Catholic Religion Education, Sanata Dharma University. In reality, most of the
students of this scholarship program is not living up to and realize his faith intact.
Government of Kutai Barat District rely much hope against the participants of this,
especially for prospective teachers of religion and catechists. They are not only
expected to be a prominent figure in the field of education, but also in the
pastoral field. For a religious teacher or catechist candidate whose main task is to
help students or people in developing faith. Therefore, the main requirement as a
religious teacher or catechist must have faith first. Starting from this state of the
writer moved to contribute thoughts for Kutai Barat District government and
related institutions in preparing young people as the driving figure in a society.
A key issue of this small thesis is the development of the faith of the
students of Kutai Barat District students during a lecture in Department Of Catholic
Religion Education, Sanata Dharma University as well as the efforts of what needs
to be done to help students develop their faith. To answer these problem, the writer
used literature study and research. A literature study is done by studying various
sources, namely the Bible, Church Documents, and experts opinions relating to the
development of faith. The type of research used by the writer is a qualitative
research. To obtain the data for the purposes of the research
writer did interviews against 12 respondents.
The results of this research show that the dimension of faith in the majority
of District Kutai Barat students which is most developed over four years of study
at Department Of Catholic Religion Education, Sanata Dharma University is the
dimension of cognitive and were still in the stage of the synthetic-conventional. In
this stage the faith has not live as private property, so that the life of faith based
solely on the opinions of others. To follow up on the results of this research, the
author proposes a program activity retreats as an attempt to help the students have
faith that individuatif-reflective. Through this activity, it is hoped the students of
Kutai Barat District can have faith in full freedom and to make the faith as their
personal property.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul DESKRIPSI
KUALITATIF PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI
KABUPATEN KUTAI BARAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA.
Skripsi ini disusun berdasarkan keprihatinan penulis terhadap
perkembangan iman para mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK, terlebih mahasiswa-
mahasiswi peserta program beasiswa Kabupaten Kutai Barat. Masyarakat ataupun
umat yang dalam hal ini diwakilkan oleh pemerintah memiliki harapan yang sangat
besar bagi para mahasiswa ini agar kelak dapat kembali ke daerah dan membawa
perubahan yang positif. Oleh sebab itu, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk
memberi sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Kutai Barat maupun
instansi-instansi terkait dalam menyiapkan generasi muda sebagai tokoh penggerak
di tengah masyarakat.
Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Maka pada kesempatan ini penulis dengan hati
penuh syukur mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed. selaku Kaprodi Program Studi
Pendidikan Agama Katolik sekaligus dosen pembimbing utama yang selalu
memberikan perhatian, meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
2. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen penguji II yang telah bersedia
membaca, menguji, memberikan kritik dan saran serta menyediakan waktu bagi
penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini.
3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si selaku dosen penguji III yang telah bersedia
membaca, menguji, memberikan kritik dan masukan, dalam
mempertanggungjawabkan skripsi ini.
4. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik
yang telah mendidik, dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan
studi di Program Studi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma
dengan baik.
5. Seluruh staf dinas pendidikan Kabupaten Kutai Barat dan Yohanes Salin yang
telah memberikan kesempatan serta bantuan moril bagi penulis, sehingga bisa
menyelesaikan seluruh proses studi.
6. Orang tua, kakak, adik, Margareta Ayu Panca Anggraini, Mas Hara, Helsi, Hida
(Sr. Donatila, PRR), Pater Tono, SVD, Pastor Aldus Muspida, SVD, Lewis dan
Bang Marto yang selalu memberi semangat, motivasi dan doa bagi penulis
dalam menyelesaikan perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.
7. Umat lingkungan Yohanes Paulus, Tukangan yang selalu mendukung penulis
dalam menggulati iman dan memberi motivasi, sehingga penulis mampu
menjalani rangkaian dinamika perkuliahan.
8. Sahabat-sahabat mahasiswa terkhusus angkatan 2012 yang selalu memberi
warna, semangat, motivasi, dorongan dan bantuan bagi penulis selama
mengikuti proses perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9. Teman-teman peserta beasiswa Pemerintah Kabupaten Kutai Barat angkatan
2012 yang telah memberi semangat clan berjuang bersama penulis dalam proses
belajar sampai pada penyelesaian skripsi ini.
10. Seluruh warga kampus Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah
menemani, memberi semangat serta dukungan doa hingga dari awal
perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan tulus ikhlas
memberi masukan dan dorongan hingga penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kek:urangan dan
keterbatasan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap segala saran clan kritik yang
bersifat membangun demi perbaikan dan pemanfaatan skripsi ini. Akhir kata,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyak:arta, 28 Nopember 2016
Slamet Rianto Aji
X11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi
PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Permasalahan ......................................................................... 6
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 6
D. Manfaat Penulisan ................................................................................. 6
E. Sistematika Penulisan ............................................................................ 6
BAB II. POKOK-POKOK PERKEMBANGAN IMAN ............................... 8
A. Perkembangan Iman ............................................................................. 8
1. Pengertian Perkembangan ................................................................. 9
2. Pengertian Iman ................................................................................ 9
a. Pengertian Iman Menurut Kitab Suci ........................................... 9
1) Perjanjian Lama ....................................................................... 9
2) Perjanjian Baru ........................................................................ 11
b. Pengertian Iman Menurut Dokumen Gereja ................................ 14
1) Konsili Vatikan II .................................................................... 14
2) Katekismus Gereja Katolik ...................................................... 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
c. Pengertian Iman Menurut Para Ahli ............................................. 17
1) Pengertian Iman Menurut Thomas H. Groome ....................... 17
2) Pengertian Iman Menurut Fowler ............................................ 20
B. Tahap-Tahap Perkembangan Iman Menurut Fowler .............................. 22
1. Tahap Intuitif-Proyektif (2-6 Tahun) ............................................... 23
2. Tahap Mitis-Harafiah (6-11 Tahun) ................................................ 23
3. Tahap Sintetis-Konvensional (12-21 tahun) ................................... 24
4. Tahap Individuatif-Reflektif (21-35 tahun) ..................................... 25
5. Tahap Konjungtif (Setengah Baya: 35-40 tahun) ............................ 27
6. Tahap Iman yang Mengacu Pada Universalitas (30 tahun ke atas) . 28
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Iman ..................... 29
1. Faktor Internal ................................................................................... 29
a. Kebebasan .................................................................................... 29
b. Suara Hati ..................................................................................... 30
c. Tanggungjawab ............................................................................ 31
2. Faktor Eksternal ................................................................................ 32
a. Keluarga ....................................................................................... 32
b. Gereja ........................................................................................... 34
c. Sekolah ......................................................................................... 35
d. Lingkungan Masyarakat .............................................................. 37
D. Tantangan Perkembangan Iman ........................................................... 38
1. Pragmatisme .................................................................................... 39
2. Individualisme ................................................................................. 40
3. Konsumerisme ................................................................................. 41
4. Hedonisme ....................................................................................... 41
E. Penghayatan dan Perwujudan Iman ....................................................... 42
F. Gambaran Iman yang Berkembang ....................................................... 45
BAB III. DESKRIPSI PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-
MAHASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT SELAMA
BELAJAR DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA ...................... 50
A. Gambaran umum mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat ....... 51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
1. Latar belakang ................................................................................... 51
2. Harapan umat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat
Terhadap Guru Agama Katolik dan Katekis .................................... 58
B. Profil Prodi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma ... 61
C. Penelitian tentang gambaran perkembangan iman mahasiswa-
mahasiswi Kabupaten Kutai Barat ........................................................ 64
1. Rencana Penelitian ........................................................................... 64
a. Latar belakang ............................................................................ 64
b. Tujuan penelitian ....................................................................... 65
c. Definisi konseptual .................................................................... 66
d. Jenis penelitian ........................................................................... 66
e. Desain penelitian ........................................................................ 66
f. Responden .................................................................................. 67
g. Instrumen pengumpulan data ..................................................... 68
h. Tempat dan waktu penelitian ..................................................... 69
i. Variabel penelitian ..................................................................... 69
j. Kisi-kisi penelitian ..................................................................... 69
2. Laporan Hasil Penelitian .................................................................. 71
3. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................... 87
4. Kesimpulan Penelitian ..................................................................... 98
BAB IV. UPAYA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN IMAN
MAHASISWA-MAHASISWI MELALUI KEGIATAN
RETRET ......................................................................................... 100
A. Pemikiran Dasar Kegiatan ..................................................................... 100
B. Usulan Kegiatan Retret .......................................................................... 102
1. Tema ................................................................................................. 102
2. Tujuan ................................................................................................ 103
3. Peserta ............................................................................................... 103
4. Tempat dan Waktu ............................................................................ 103
5. Bentuk Kegiatan ................................................................................ 103
6. Metode .............................................................................................. 104
7. Sarana ................................................................................................ 104
8. Tim .................................................................................................... 104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
9. Susunan Acara .................................................................................. 104
10. Matriks Program ............................................................................... 106
C. Contoh Persiapan Sesi III Hari II ......................................................... 109
1. Pemikiran Dasar ............................................................................. 108
2. Materi ............................................................................................. 108
3. Sumber bahan ................................................................................. 108
4. Metode ............................................................................................ 109
5. Sarana ............................................................................................. 109
6. Langkah-Langkah Sesi III ............................................................. 109
a. Pengantar ................................................................................... 109
b. Penyampaian Materi .................................................................. 109
BAB V. Kesimpulan dan Saran ..................................................................... 114
A. Kesimpulan ......................................................................................... 114
B. Saran .................................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 117
LAMPIRAN .................................................................................................... (1)
Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian ............................................................ (1)
Lampiran 2 : Panduan Wawancara .......................................................... (2)
Lampiran 3 : Identitas Responden ........................................................... (3)
Lampiran 4 : Transkrip Hasil Wawancara ............................................... (4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikut Alkitab
Deuterokanonika © LAI 1976. (Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab
Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan
oleh Lembaga Biblika Indonesia. Terjemahan diterima dan diakui oleh
Konferensi Wali Gereja Indonesia). Jakarta: LAI, 2009.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang
Wahyu Ilahi, 18 November 1965.
GE : Gravissimum Educationis, Penyataan Konsili Vatikan II tentang
Pendidikan Kristiani, 28 Oktober 1965.
KGK : Katekismus Gereja Katolik, uraian tentang ajaran iman dan moral
Gereja Katolik, 22 Juni 1992.
KHK : Kitab Hukum Kanonik, susunan atau kodifikasi peraturan kanonik
dalam Gereja Katolik, 25 Januari 1983.
SC : Sacrosantum Concilium, Konstitusi Tentang Liturgi Suci.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
C. Singkatan Lain
Art : Artikel
IPM : Indeks Pembangunan Manusia
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
PAK : Pendidikan Agama Katolik
PRODI : Program Studi
R : Responden
SD : Sekolah Dasar
SDM : Sumber Daya Manusia
SMA/SMK : Sekolah Menengah Atas/Kejuruan
SMP : Sekolah Menengah Pertama
USD : Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan sumber daya manusia (SDM) merupakan hal yang mutlak
diperlukan terutama bagi daerah yang mayoritas penduduknya terisolir, seperti
Kabupaten Kutai Barat. Manusia yang berkualitas merupakan modal dasar
pembangunan. Dalam hal ini pendidikan merupakan salah satu jalan untuk membentuk
pribadi-pribadi berkualitas yang memiliki kecerdasan, daya saing dan integritas.
Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2002, Kabupaten Kutai
Barat mendapat angka 67,8 lebih rendah dari rata-rata IPM Provinsi Kalimantan Timur
yang mencapai 69,9. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas SDM
merupakan masalah yang penting bagi Kabupaten Kutai Barat (Nikolaus, 2007: 577).
Sejauh ini, kendala yang dihadapi oleh Kabupaten Kutai Barat dalam upaya
mengembangkan pendidikan selain kondisi geografis yang berupa daerah perbukitan
dan pegunungan serta dataran rendah yang rawan banjir, juga masalah tenaga kerja
dalam bidang pendidikan. Data yang dirilis oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai
Barat tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah guru cenderung mengalami penurunan
terutama di daerah hulu Sungai Mahakam (Nikolaus, 2007: 581).
Pemerintah Kabupaten terus berupaya untuk mengatasi kekurangan tenaga
kerja dan meningkatkan mutu pendidikan melalui program beasiswa untuk putra-putri
daerah yang berprestasi dan siap mengabdi. Pemerintah Kabupaten Kutai Barat
melakukan berbagai upaya untuk menyeleksi peserta beasiswa, sehingga yang terpilih
adalah yang terbaik. Melalui program beasiswa ini pemerintah berharap agar dapat
membentuk generasi muda yang dapat menjadi tokoh penggerak masyarakat, terutama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dalam pendidikan. Oleh sebab itu para peserta program beasiswa ini diharapkan dapat
belajar dan mengembangkan seluruh potensi diri, sehingga dapat menjadi guru yang
profesional dan berkompeten serta siap mengabdi kepada masyarakat.
Keprihatinan lain yang mendorong pemerintah Kabupaten Kutai Barat
mengirim mahasiswa-mahasiswi untuk menjadi guru agama dan katekis adalah kondisi
pembinaan iman umat yang sangat memprihatinkan. Hampir semua paroki tidak
memiliki tenaga kerja yang kompeten dalam membina iman umat. Selama ini
pendamping atau aktivis yang peduli dan mau terlibat dalam kegiatan pendampingan
iman di paroki atau lingkungan sebagian besar adalah relawan atau katekis volunteer
yang hanya bermodalkan pengalaman dan ketulusan.
Kegiatan-kegiatan pembinaan iman masih sangat minim dan dilaksanakan
dalam momen tertentu saja, misalnya Paskah atau Natal. Sebagai akibatnya umat tidak
memiliki banyak pengetahuan tentang imannya dan tidak mampu memaknai
pengalaman hidupnya, sehingga iman menjadi kering dan tidak relevan lagi.
Universitas Santa Dharma, Yogyakarta menjadi salah satu universitas yang
dipilih oleh pemerintah daerah kabupaten Kutai Barat. Universitas Sanata Dharma
(USD) memiliki perhatian besar terhadap tenaga pendidik (guru). Universitas Sanata
Dharma selalu berupaya meningkatkan kualitas para lulusan, agar tidak hanya unggul
secara intelektual, tetapi juga memiliki moral yang baik. Hal ini terlihat nyata dari
motto universitas Sanata Dharma, yakni Cerdas dan Humanis. Lulusan Santa Dharma
diharapkan mempunyai pemahaman yang mendalam dan juga peduli terhadap sesama.
Dr.Ir. P. Wiryono Priyotamtama, S.J. dalam sambutannya untuk mahasiswa-mahasiswi
baru angkatan 2012 menegaskan bahwa mahasiswa-mahasiswi Sanata Dharma, harus
memiliki karakter yang bercirikan competence, conscience dan commpassion.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Competence artinya mahasiswa-mahasiswi Sanata Dharma diharapkan memiliki
kemampuan akademik yang memadukan unsur-unsur pengetahuan, ketrampilan dan
sikap. Conscience berarti mahasiswa-mahasiswi diharapkan memiliki kemampuan
memahami alternatif dan menentukan pilihan secara pribadi. Sedangkan commpassion
artinya mahasiswa-mahasiswi diharapkan memiliki hasrat bela rasa dengan peduli dan
peka terhadap lingkungan dan sesama. Hal ini juga selaras dengan ungkapan Dr. C.
Kuntoro Adi S.J., M.A., M.Sc dalam kesempatan yang sama, beliau mengatakan:
“pendidikan Sanata Dharma lebih dari sekedar membantu tersedianya tenaga
berkualifikasi unggul, melainkan pribadi yang juga memperlihatkan kefasihan akan
logika dan bahasa dunia. Jernih dalam pemikiran, lurus dalam bertutur, unggul dalam
moral, dan bela rasa dalam kehidupan sosial” (Panduan Insadha, 2012 : 2-4).
Program Studi Pendidikan Agama Katolik (Prodi PAK) merupakan salah satu
program studi yang dipercaya oleh pemerintah Kabupaten Kutai Barat untuk mendidik
dan membimbing para mahasiswa-mahasiswinya. Prodi PAK memiliki visi yang sama
dengan harapan pemerintah yakni, mendidik calon Sarjana Pendidikan Agama Katolik
yang beriman tangguh dan profesional demi terwujudnya Gereja yang
memperjuangkan masyarakat Indonesia yang semakin bermartabat. PAK merupakan
salah satu program studi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma yang bertujuan untuk menghasilkan sarjana pendidikan yang beriman
mendalam, berkompeten, berkepribadian, dan berintegritas, dengan sikap yang unggul
dapat membantu sesama umat beriman mengembangkan imannya, yang dapat
berprofesi menjadi guru agama Katolik, katekis, dan pengembang karya katekese
melalui kerja sama dengan tokoh-tokoh umat dan pemimpin gerejawi lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Prodi PAK memiliki motto yakni, Pradnyawidya (cerdas dan bijaksana).
Mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK diharapkan menjadi insan yang cerdas, unggul
dalam bidang akademik dan juga bijaksana dalam bertindak. Selain belajar tentang
ilmu-ilmu kemanusian, mahasiswa-mahasiswi PAK juga dibekali dengan berbagai
pembinaan spiritual melalui kuliah spiritualitas, rekoleksi, retret, misa bersama,
kegiatan praktik di sekolah maupun paroki dan didukung dengan suasana belajar yang
kondusif.
Melalui semua proses ini diharapkan mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat yang
belajar di Prodi PAK-USD sungguh berkembang secara utuh. Bukan hanya pribadinya
tetapi juga imannya. Iman bukan hanya sebatas kata-kata atau pengakuan semata.
Menurut Groome (2010 : 81), iman memiliki tiga dimensi, yakni : believing, trusting,
dan doing. Dimensi yang pertama, believing berkenaan dengan aspek kognitif atau
pengetahuan akan apa yang diimani. Dimensi yang kedua adalah trusting berkaitan
dengan soal afeksi, tentang nilai-nilai yang diimani. Dimensi yang ketiga adalah doing
yakni, melakukan apa yang diimani.
Kualitas dalam hidup beriman berbeda dengan kualitas dalam bidang
ekonomi, misalnya dalam bidang ekonomi berkualitas artinya barang tersebut tahan
lama dan berfungsi dengan baik. Indikator untuk menentukan kualitas dalam bidang
ekonomi dapat dilihat secara fisik. Tetapi sangat berbeda dalam hal iman. Seseorang
yang rajin ke gereja, aktif dalam persekutuan doa dan kepengurusan paroki belum
tentu memiliki iman yang berkualitas.
Kualitas hidup beriman akan nyata bila seseorang sungguh hidup seperti
gambaran Gereja sendiri, yakni : sebagai umat Allah (persekutuan pribadi-pribadi yang
bebas dengan menekankan kasih Allah), Tubuh Kristus (solider dengan anggota Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
lainnya), Bait Roh Kudus (tempat perjumpaan dengan Allah), Misteri dan Sakramen
(menjadi keselamatan dan mewujudkan cinta Allah), dan persekutuan dengan Roh
Kudus. Krispurwana (2004: 67-69) menegaskan bahwa cara hidup beriman yang
sesungguhnya adalah pelayanan, bukan kekuasaan, sabda Allah bukan ajaran-ajaran,
karisma bukan jabatan dan memihak pada mereka yang miskin bukan hanya pada
mereka yang kaya. Maka hidup beriman ditandai dengan gerak peristiwa kehidupan
umat beriman.
Berdasarkan hal ini penulis ingin mendeskripsikan perkembangan iman
mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat setelah empat tahun belajar di Prodi PAK. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah
kabupaten Kutai Barat dan instansi yang bergerak dalam bidang pendidikan. Maka
penulis menyusun karya tulis ini dengan judul : Deskripsi Kualitatif Perkembangan
Iman Mahasiswa-Mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud sebagai perkembangan iman?
2. Sejauh mana perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat yang belajar
selama empat tahun di Prodi PAK, USD?
3. Kegiatan apa yang dapat menjadi usulan demi perkembangan iman mahasiswa-
mahasiswi yang berasal dari Kabupaten Kutai Barat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan arti perkembangan iman.
2. Mendeskripsikan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi program studi PAK,
USD.
3. Memberikan usulan kegiatan yang dapat dilakukan demi perkembangan iman
mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK, USD yang berasal dari Kabupaten Kutai Barat.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Secara teoritis
Tulisan ini diharapkan memberi sumbangan bagi perkembangan dalam bidang
pendidikan, serta menjadi acuan penelitian yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan dan perhatian bagi instansi
penyelenggara pendidikan di bidang agama, maupun bagi pemerintah daerah
kabupaten Kutai Barat dalam rangka memberikan arahan atau pembinaan terkait
perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi.
E. Sistematika Penulisan
Bab I akan menjabarkan pendahuluan yang berisikan gambaran umum
mengenai perkembangan iman dan tantangan dalam mengembangkan iman. Penulisan
ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,
manfaat penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II berisi pembahasan berkaitan dengan perkembangan iman berdasarkan
Kitab Suci, dokumen Gereja dan pandangan para ahli.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Sedangkan dalam Bab III ini penulis akan menggambarkan perkembangan
iman mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK melalui proses wawancara yang mendalam
(deep interview).
Dalam Bab IV ini penulis akan menyampaikan usulan atau sumbangan
pemikiran dalam bidang pendampingan iman, khususnya pendampingan iman
mahasiswa-mahasiswi.
Bab V menguraikan kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
POKOK-POKOK PERKEMBANGAN IMAN
Bab pertama telah menguraikan tentang latar belakang, rumusan
permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan serta
sistematika penulisan skripsi. Bab kedua akan membahas mengenai perkembangan
iman. Bab kedua ini merupakan jawaban terhadap rumusan masalah yang pertama,
yakni pokok-pokok yang berkaitan dengan perkembangan iman.
Bab ini membahas pandangan dari berbagai sumber yang berkaitan dengan
perkembangan iman. Pembahasan dalam bab ini dibagi ke dalam enam bagian, yakni
bagian pertama menjelaskan tentang konsep umum perkembangan dan pengertian
iman berdasarkan Kitab Suci, Dokumen Gereja dan pendapat para ahli. Bagian kedua
mengkaji tahap-tahap dalam perkembangan iman. Bagian ketiga menguraikan tema
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan iman. Bagian keempat
mengidentifikasikan tantangan dalam perkembangan iman. Bagian kelima membahas
tentang penghayatan dan perwujudan iman, sedangkan bagian keenam memberikan
gambaran iman yang berkembang.
A. Perkembangan Iman
1. Pengertian Perkembangan
Siti Rahayu (2006: 1) mengungkapkan pandangan Werner bahwa
“perkembangan menunjuk pada sebuah proses perubahan ke arah yang lebih sempurna
dan proses tersebut bersifat tetap serta tidak dapat diulangi kembali. Pandangan ini
menjelaskan bahwa perkembangan adalah sebuah perubahan menuju ke arah yang
lebih baik”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Siti Rahayu (2006: 2) juga membahasakan pandangan Knoers tentang
perkembangan. Knoers mengatakan “perkembangan berkaitan dengan proses belajar.
Dalam hal ini kebiasaan dan cara belajar menentukan apa yang akan berkembang.
Pendapat ini menyampaikan bahwa perkembangan akan terjadi bila ada upaya atau
proses belajar”.
Selain mengutip pandangan Werner dan Knoers, Siti Rahayu (2006: 2) juga
menguraikan pandangan Monks terhadap perkembangan. Monks mendefinisikan
perkembangan sebagai suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat
individu dan lingkungan menentukan tingkah laku. Pandangan ini menegaskan bahwa
perkembangan adalah proses yang terus bergerak maju dan mendapat pengaruh dari
lingkungan.
Dari tiga pendapat ini perkembangan dapat dipahami sebagai suatu proses
perubahan yang dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan hanya akan terjadi bila
ada proses belajar. Perkembangan mendapat pengaruh yang besar dari faktor luar,
yakni hubungan individu dengan lingkungan.
2. Pengertian Iman
a. Pengertian Iman Menurut Kitab Suci
1) Perjanjian Lama
Menurut Mardiatmadja (1985: 139) Teks-teks Kitab Suci Perjanjian Lama
menggunakan kata pέpoitha yang artinya adalah percaya atau diyakinkan. Kata
pέpoitha digunakan sebagai terjemahan dari kata batah dalam Ibrani yang berarti
percaya atau menaruh harapan. Kata percaya hasil terjemahan kata pέpoitha dalam
teks Perjanjian Lama mengarah pada dasar harapan umat Israel yakni, Yahwe (Yes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
10:20). Kepercayaan ini berlandaskan kesetiaan Yahwe akan janji-janji-Nya. Sehingga
kata “percaya” dalam konteks ini berbeda dengan kepercayaan terhadap manusia,
benda-benda dan berhala (bdk. Yes 36:7; Maz 118:8). Tetapi istilah pistis lebih sering
digunakan dalam Perjanjian Lama. Kata ini digunakan sebagai terjemahan dari kata
aman yang berarti benar, dapat dipastikan, setia dan teguh. Istilah pistis dapat
digunakan kepada manusia (Bil 12:7) dan juga terhadap Tuhan yang memberikan
kasih setia serta menepati janji-Nya (Ul 7:9). Semua istilah ini memiliki arti yang
sama yakni, percaya hanya konteks dan subyek penggunaan istilah-istilah tersebut
berbeda. Maka dari uraian ini iman dapat dimaknai sebagai tindakan percaya terhadap
kasih karunia Allah serta janji-Nya.
Iman dalam Perjanjian Lama dapat dipahami dengan rinci melalui kisah
Abraham. Ia meninggalkan tanah kelahirannya beserta sanak saudaranya ketika Allah
berfirman dan meminta ia menuju tanah terjanji yang tidak diketahuinya sama sekali.
Karena imannya terhadap Allah, Abraham rela pergi meninggalkan negerinya menuju
tanah Kanaan yang dijanjikan oleh Allah kepadanya (Kej 12:1-8). Abraham sangat
yakin bahwa yang dikatakan Allah kepadanya pasti akan terjadi. Sikap Abraham
digambarkan sebagai jawaban yang bebas terhadap Allah yang menjanjikan
perlindungan dan keturunan (Kej 15:7). Meskipun ia tahu bahwa Sarah istrinya adalah
seorang yang mandul, tetapi ia tetap menerima dan percaya akan janji yang diberikan
oleh Allah (Kej 16:1). Melalui tindakan ini, Abraham menaruh kepercayaan yang
mutlak terhadap Allah dan yakin akan perlindungan-Nya.
Mengimani Allah sebagai penyelamat ditampilkan secara lebih spesifik oleh
umat Israel dalam kitab Keluaran. Kisah pembebasan umat Israel dari perbudakan
Mesir menunjukkan bahwa Allah sungguh penyelamat dan menepati janji-Nya. Kisah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
pembebasan ini bermula dari penampakan Tuhan kepada Musa untuk mewahyukan
nama-Nya dan menawarkan kerelaan Musa untuk membebaskan Israel (Kel 3:1-22).
Menanggapi pengutusan tersebut Musa tidak yakin bangsa Israel akan percaya
kepadanya, lalu Tuhan memberikan mukjizat kepada Musa agar bangsa Israel
mempercayai-Nya. Allah meminta Musa untuk menyampaikan mukjizat tersebut
kepada Harun agar memberitakan mukjizat tersebut kepada bangsa Israel (Kel 4:1-
16). Bangsa Israel percaya bahwa Allah telah mengunjungi mereka dan sujud
menyembah (Kel 4:28-31). Setelah meninggalkan Mesir dan mengalami berbagai
kasih Allah, bangsa Israel percaya kepada Allah dan Musa, hamba-Nya (Kel 14:31).
Dalam sejarah keselamatan bangsa Israel ini beriman diartikan sebagai sikap tunduk
dan menerima sepenuhnya pewahyuan kekuasaan Ilahi dan percaya akan janji-janji
Allah .
Berdasarkan uraian ini maka iman dalam Perjanjian Lama dapat diartikan
sebagai sikap percaya sepenuhnya kepada kuasa Allah dan percaya akan janji-Nya
untuk menyelamatkan manusia serta patuh terhadap perintah-Nya. Percaya dalam hal
ini bukan hanya pengakuan semata melainkan diikuti dengan sikap tunduk dan hormat
terhadap Allah sumber keamanan dan ketentraman (Mardiatmadja, 1985: 139-142).
2) Perjanjian Baru
Dalam beberapa teks Kitab Suci Perjanjian Baru iman diartikan sebagai sikap
percaya sepenuhnya terhadap penyelenggaraan Allah. Percaya bahwa Allah yang
memprakarsai hidup manusia. Maka sebagai umat-Nya kita tidak perlu khawatir
dengan perhitungan-perhitungan manusiawi tentang hidup ini (Mat 6:31). Allah
sebagai pemberi kehidupan akan menyediakan semuanya itu bagi kita, asalkan kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
percaya terhadap penyelenggaraan-Nya (Mat 7:7; Luk 11:9-10; Yoh 14:13-14). Sikap
percaya yang dimaksud bukan semata-mata karena telah melihat bukti nyata yang
tampak oleh indra manusia. Iman pertama-tama menuntut penyerahan diri secara total
terhadap yang diimani, bukan bukti dari apa yang diimani.
Paulus dalam suratnya menyatakan bahwa alasan utama mereka beriman
bukan karena mereka telah melihat bukti, tetapi karena mereka percaya (2 Kor 5:7).
Melalui suratnya kepada jemaat di Korintus ini Paulus menegaskan bahwa iman tidak
harus selalu dibuktikan dengan cara-cara yang tampak oleh indra manusia. Seseorang
percaya pada Allah bukan karena ia telah melihat Allah, tetapi karena ia mengalami
kasih Allah dalam hidupnya. Yesus sendiri berfirman "Berbahagialah mereka yang
tidak melihat, namun percaya" (Yoh 20:29). Teks Kitab Suci ini berisi tanggapan
Yesus terhadap tindakan Tomas, salah seorang murid-Nya yang tidak percaya bahwa
Ia telah bangkit karena tidak melihat Yesus dengan mata kepalanya sendiri (Yoh
20:29). Dalam uraian ingin ditegaskan bahwa iman bukan semata-mata diperoleh dari
apa yang kita lihat, pahami dan kita rasakan menggunakan indra kita. Iman diperoleh
melalui sikap berserah diri sepenuhnya terhadap Allah.
Salah satu tokoh dalam Perjanjian Baru yang menunjukkan sikap beriman
adalah Maria seorang gadis dari Nazaret. Di usianya yang masih muda dan belum
menikah ia berani menerima tanggungjawab untuk mengandung dan melahirkan
seorang anak. Meskipun bagi Maria hal ini adalah tidak mungkin, karena ia belum
bersuami. Tetapi karena imannya Maria mau mengambil bagian dalam rencana
keselamatan Allah dan siap menanggung segala konsekuensinya (Luk 1:26-38).
Keputusan ini bukanlah perkara yang mudah, mengandung tanpa suami adalah
keadaan yang sangat memalukan, terlebih pada saat jaman itu. Melalui peristiwa ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Maria menunjukkan kepada kita sikap beriman yang sejati yakni, percaya sepenuhnya
kendatipun bagi akal manusia hal tersebut tidak mungkin.
Selain dipahami sebagai kegiatan percaya, iman juga dimaknai sebagai
karunia atau anugerah dari Allah. Artinya, iman sesungguhnya bukanlah hasil dari
usaha manusia, melainkan anugerah yang diberikan oleh Allah. Kata anugerah
mengisyaratkan bahwa iman merupakan pemberian cuma-cuma oleh Allah bagi
manusia. Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus menyatakan bahwa
manusia seharusnya binasa karena perbudakan hawa nafsu. Tetapi melalui Yesus,
Allah menyelamatkan manusia. Iman akan Kristus inilah yang menyelamatkan
manusia dari kehancuran dan ini adalah karunia Allah (Ef 2:1-10; Kol 1:23).
Iman berkaitan dengan pengharapan akan keselamatan kekal yang diberikan
karena kasih karunia Allah. Kendati iman adalah sikap penyerahan diri seseorang dan
merupakan anugerah dari Allah, bukan berarti iman tidak ada hubungannya dengan
sesama. Rasul Yakobus mengajarkan, bahwa iman itu harus disertai perbuatan-
perbuatan kasih agar iman itu menyelamatkan. Iman memiliki kaitan yang sanga erat
dengan perbuatan, sebab hanya dengan perbuatan iman menjadi sempurna. Yakobus
menceritakan kembali kisah Abraham yang dibenarkan karena perbuatan-
perbuatannya, bukan hanya karena imannya. Sama seperti halnya tubuh tanpa nyawa
akan mati, demikian juga iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:22,24,26).
Gagasan ini menegaskan bahwa iman bukan hanya soal seberapa sering kita berdoa
dan merenungkan sabda Tuhan, tetapi juga menyangkut tindakan konkret dari apa
yang kita imani.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka iman dalam Perjanjian Baru dapat
dipahami sebagai penyerahan diri kita sepenuhnya kepada Allah dan menjadi bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dari kisah-Nya, melaksanakan sabda-Nya, menerima setiap anugerah cinta dan
keprihatinan-Nya bagi kita sebagai kebenaran dan mewujudkannya dalam setiap aspek
hidup kita. Bukan sekedar melaksanakan sesuai dengan yang baik menurut pikiran
kita, tetapi juga harus melibatkan hati dan seluruh hidup kita (Mardiatmadja. 1985:
154-155).
b. Pengertian Iman Menurut Dokumen Gereja
Pada bagian ini penulis akan menguraikan pandangan dokumen-dokumen
Gereja terkait dengan iman. Dokumen yang digunakan dalam pembahasan ini adalah
Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi yakni, Dei Verbum dan
Katekismus Gereja Katolik (KGK).
1) Dei Verbum
Iman memiliki korelasi dengan wahyu Ilahi, sebelum mendefinisikan iman
maka, wahyu harus dipahami terlebih dahulu. Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II
tentang Wahyu Ilahi yakni, Dei Verbum merumuskan Wahyu sebagai berikut :
Allah telah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia
kehendak-Nya. Dengan wahyu itu Allah yang tidak kelihatan dari
kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-Nya dan
bergaul dengan mereka, untuk mengundang mereka ke dalam persekutuan
dengan diri-Nya dan menyambut mereka di dalamnya (DV art.2).
Berdasarkan uraian ini, kita dapat memahami bahwa wahyu adalah tindakan Allah
menyatakan diri-Nya bagi manusia dengan memberikan jawaban atas keresahan
manusia akan makna hidupnya. Jawaban tersebut berupa janji Allah mengenai karya
keselamatan-Nya bagi manusia. Keselamatan itu adalah kesatuan antara Allah dan
manusia yang sepenuhnya terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Inilah yang dimaksud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
sebagai wahyu yakni, pernyataan diri Allah dan rencana keselamatan-Nya yang
mengundang manusia untuk ambil bagian di dalamnya.
Atas perbuatan Allah ini, manusia perlu memberikan tanggapan dalam
bentuk sikap percaya dan berserah sepenuhnya pada penyelenggaraan Allah.
Penyerahan diri ini merupakan suatu keputusan yang dilakukan dengan bebas dan
menyangkut seluruh aspek manusia: akal budi dan kehendak. Konsili Vatikan II
menyatakan :
Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan
“ketaatan iman”. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi
serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan
dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu dikaruniakan oleh-Nya
(DV art.5).
Berdasarkan rumusan ini maka iman dapat dimengerti sebagai penyerahan seluruh
hidup (kehendak dan budi) secara bebas kepada Allah yang telah mewahyukan dan
menyatakan diri-Nya kepada kita manusia. Penyerahan ini berupa kepatuhan akal budi
terhadap Allah, terutama dalam karya penciptaan dan sejarah keselamatan-Nya.
2) Katekismus Gereja Katolik (KGK)
Salah satu dokumen Gereja yang berbicara khusus mengenai iman adalah
Katekismus Gereja Katolik. KGK mendefinisikan iman sebagai berikut :
Iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah dan sekaligus tidak
terpisahkan dari itu, persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang
diwahyukan Allah. Sebagai ikatan pribadi dengan Allah dan persetujuan
terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah, iman Kristen berbeda dengan
kepercayaan yang diberikan kepada seseorang manusia. Menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah dan mengimani secara absolut apa yang Ia katakan
adalah tepat dan benar. Sebaliknya adalah sia-sia dan salah memberikan
kepercayaan yang demikian itu kepada seorang makhluk (KGK, art. 150).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Uraian dokumen ini menjelaskan bahwa unsur yang paling mendasar dari iman adalah
ikatan pribadi manusia dengan Allah yang berlandaskan kebebasan. Dalam ikatan
tersebut dengan penuh kebebasan manusia menyerahkan diri kepada Allah dan
percaya akan kebenaran yang diwahyukan-Nya.
Dalam artikel yang lainnya KGK juga menjelaskan bahwa iman merupakan
suatu rahmat cuma-cuma yang kita terima saat kita dengan sungguh-sungguh
memohonkannya. Iman menjadi kekuatan adikodrati yang mutlak diperlukan jika
ingin mencapai keselamatan. Kendati iman adalah rahmat yang diberikan secara
cuma-cuma, iman tetap menuntut kehendak bebas dan pemahaman yang jelas dari
seseorang ketika menerima undangan Ilahi ini. iman adalah kepastian yang mutlak
karena Yesus sendiri yang menjaminnya. Iman tidak akan mendapat kepenuhan jika
tidak dinyatakan lewat perbuatan cinta kasih yang nyata. Iman akan semakin
bertumbuh ketika kita semakin cermat mendengarkan sabda Tuhan dan menjalin relasi
dengan-Nya melalui doa. Iman memberikan kita kesempatan untuk menikmati
suasana surgawi (KGK, art.153-165, 179-180,183-184 ).
Berdasarkan uraian dokumen-dokumen ini dapat dipahami bahwa iman
adalah sebuah relasi pribadi yang terjalin antara manusia dengan Allah. Di mana Allah
terlebih dahulu mewahyukan diri-Nya kepada manusia. Kemudian, dengan rahmat dan
dorongan Roh Kudus, manusia tergerak untuk memberikan tanggapan terhadap wahyu
tersebut. Manusia memberi tanggapan terhadap Wahyu Allah ini dalam bentuk
penyerahan diri sepenuhnya pada Allah yang didasari dengan kebebasan (KWI, 2012:
127-129).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
c. Pengertian Iman Menurut Para Ahli
1) Pengertian Iman Menurut Thomas H. Groome
Groome (2010: 81) menyatakan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang
hidup memiliki tiga ciri yang mendasar, yakni : 1) keyakinan, 2) hubungan yang
penuh kepercayaan, 3) kehidupan agape yang hidup. Namun bila berbicara secara
khusus iman Kristen sebagai realitas yang hidup maka, ketiga ciri ini diekspresikan
dalam tiga dimensi, yakni iman sebagai keyakinan (faith as believing), iman sebagai
kepercayaan (faith as trusting) dan iman sebagai tindakan (faith as doing). Dalam
iman Kristen, ketiga dimensi ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dihayati secara
terpisah. Iman akan berkembang apabila tiga dimensi ini dapat berkembang secara
serentak. Groome menguraikan ketiga dimensi iman tersebut sebagai berikut:
a) Iman sebagai keyakinan (faith as believing)
Iman sebagai keyakinan (faith as believing) adalah dimensi iman yang
menekankan segi intelektual. Iman dipahami sebagai sebuah keyakinan, oleh sebab
itu iman harus direnungkan, dipahami dan didalami agar iman dapat diyakini dengan
teguh. Salah satu bentuk dari dimensi kognitif ini adalah kemampuan untuk
mengkritisi informasi yang diterima, bukan hanya menolak tetapi juga memandang
berbagai hal sebagai jalan untuk memperkembangkan iman. Dimensi kognitif iman
menekankan bahwa iman dapat dipertanggungjawabkan menurut daya akal budi.
Groome (2010: 82) mengungkapkan kembali pandangan David Tracy bahwa
keyakinan adalah simbol yang menjelaskan pernyataan kognitif, moral atau historis
tertentu yang terkandung dalam sikap iman. Sejauh keyakinan-keyakinan itu dapat
digunakan, dimengerti dan diterima maka ada dimensi iman yang kognitif atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
dimensi intelektual iman. Santo Agustinus adalah salah seorang tokoh Gereja yang
menekankan dimensi intelektual dalam iman yang menyatakan bahwa pemahaman
kognitif adalah hadiah dari iman. Artinya, keyakinan terhadap terang anugerah Allah
harus menuju pada pengertian tentang apa yang diyakini. Dalam hal ini “mengerti”
datang melalui kemampuan akal yang dibimbing oleh pernyataan dan pengajaran
Gereja.
Iman sebagai keyakinan (faith as believing) berkenaan dengan hal-hal yang
bersifat kognitif dari iman. Thomas Aquinas seorang tokoh Gereja yang juga memberi
perhatian pada dimensi kognitif dari iman menyatakan bahwa tindakan percaya adalah
tindakan kecerdasan berpikir yang menyetujui kebenaran Ilahi atas perintah kehendak
yang digerakkan oleh Allah. Pernyataan ini memang cenderung menyamakan iman
dengan kepercayaan yang maknanya direduksi menjadi persetujuan intelektual
terhadap ajaran-ajaran yang dinyatakan secara resmi. Dalam pemahaman Gereja
Katolik iman berarti memberi persetujuan intelektual terhadap ajaran magisterium.
Penekanan segi kognitif iman ini memang penting, tetapi harus dipahami
bahwa iman tidak bisa dianggap sama dengan keyakinan. Jika iman dianggap sama
dengan keyakinan maka dimensi lain dari iman akan terabaikan. Oleh karena itu
haruslah dipahami bahwa iman Kristen selalu merupakan anugerah Allah. Oleh
anugerah yang sama dan pengaruh kecerdasan berpikir milik kita sendiri,
kecenderungan untuk percaya diekspresikan dalam kepercayaan-kepercayaan yang
kita yakini dan setujui. Tetapi harus selalu dipahami bahwa deskripsi intelektual
bukanlah definisi yang lengkap dari iman Kristen, melainkan hanya sebagai salah satu
dimensi iman (Groome, 2010: 81-87).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
b) Iman sebagai kepercayaan (faith as trusting)
Iman sebagai kegiatan kepercayaan (trusting) lebih menekankan segi afektif
dari iman yang berdasarkan kepercayaan. Dimensi iman yang bersifat afektif ini
merupakan hubungan pribadi seseorang yang penuh kepercayaan dengan Allah yang
telah menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus Putera-Nya dalam bentuk
kesetiaan dan kasih. Karya penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus
menimbulkan kepercayaan, kekaguman, hormat, pemujaan, rasa terima kasih, dan
permohonan dari pihak kita. Perasaan-perasaan ini kemudian diungkapkan melalui
doa, baik secara pribadi maupun komunal. Doa merupakan dimensi dialogis dari
hubungan kita dengan Allah, tanpa dialog ini maka hubungan tersebut tidak akan
bertahan. Groome (2010: 90) menyampaikan pendapat Bonhoeffer bahwa iman dan
ketaatan tidak dapat dipisahkan karena iman akan nyata ketika ada ketaatan.
Iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) merupakan relasi pribadi
seseorang dengan Tuhan. Relasi ini menekankan segi afeksi atau rasa yang terkait
dengan hati nurani. Segi afeksi ini membahas soal isi hati, oleh karena itu hal yang
paling utama dalam dimensi afektif ini adalah mendengarkan suara hati. Selain itu,
untuk menjalin relasi tersebut harus ada rasa bangga terhadap apa yang di imani,
kebebasan, dan tanggungjawab.
c) Iman sebagai kegiatan melakukan (faith as doing)
Iman sebagai kegiatan melakukan (faith as doing) berkenaan dengan
ungkapan nyata dari iman dalam wujud tindakan. Yesus sendiri menegaskan bahwa
orang yang masuk Kerajaan Allah bukanlah mereka yang selalu berseru “Tuhan,
Tuhan”, tetapi mereka yang melakukan kehendak Allah (Mat 7:21). Dari kisah ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
ingin ditegaskan kembali bahwa iman tidak cukup hanya dengan kata-kata saja, iman
membutuhkan sebuah tindakan nyata. Oleh sebab itu iman sebagai realitas hidup
sangat penting. Artinya apa yang diimani harus sungguh dilaksanakan dalam
kehidupan nyata. Dalam tradisi Kristen tindakan tersebut terwujud dalam panggilan
hidup untuk saling mengasihi. (Groome, 2010: 90).
2) Pengertian Iman Menurut James W. Fowler
Groome (2010: 95-99) mengungkapkan pandangan Fowler tentang iman
berdasarkan prespektif strukturalis dengan berfokus pada struktur-struktur yang
mendasari pikiran dan kepercayaan manusia. Berikut pengertian iman menurut
Fowler:
a) Iman sebagai yang utama
Menurut Fowler iman adalah inti hidup manusia yang mewarnai dan
membentuk seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu, iman adalah fokus atau
orientasi utama manusia untuk memaknai kehidupan di dunia ini. Pengertian iman
sebagai yang utama ini menegaskan bahwa iman adalah hal yang mendasar bagi hidup
manusia dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia.
b) Iman sebagai kegiatan mengetahui yang aktif
Iman bukanlah keadaan yang statis yang tidak dapat bergerak dan
berkembang. Iman merupakan kegiatan mengetahui, mengartikan dan menafsirkan
pengalaman hidup. Pandangan ini menunjukkan bahwa iman adalah sebuah kegiatan.
Melalui iman manusia dapat mengetahui, mengartikan dan menafsirkan pengalaman
hidupnya sehingga pengalaman-pengalaman tersebut menjadi bermakna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
c) Iman sebagai hubungan
Bagi Fowler “iman adalah fenomena hubungan yang mutlak”. Hubungan
yang pertama adalah antara diri kita dengan sesama. Dalam hubungan ini iman
memiliki dua kutub yang bersifat sosial atau hubungan antara satu dengan yang lain.
Selain hubungan dengan sesama, iman juga merupakan “hubungan seseorang dengan
kondisi-kondisi akhir dan eksistensi yang lebih dalam”. Hubungan ini membentuk
kutub ketiga dari iman, dengan demikian iman adalah hubungan yang berkutub tiga.
Hubungan tiga serangkai ini adalah antara diri kita dengan sesama dan Allah yang
terwujud dalam diri Yesus Kristus.
d) Iman sebagai sesuatu yang rasional dan berhubungan dengan perasaan
Iman merupakan cara mengetahui dunia secara aktif dan cara berhubungan
dengan dunia, maka iman memiliki dimensi kognitif dan juga afektif. Dimensi
kognitif (rasionalitas) iman tidak dapat dipisahkan dari dimensi afektif (perasaan).
Dimensi perasaan adalah emosi afektif yang muncul dari iman sebagai cara
berhubungan, misalnya perasaan untuk mengasihi, memperhatikan, menghargai,
kagum, hormat, takut. Maka dengan demikian beriman berarti berhubungan dengan
seseorang atau sesuatu dengan cara sedemikian rupa, sehingga hati kita diarahkan,
perhatian diberikan dan harapan kita tertuju pada orang lain.
e) Iman sebagai hal yang universal yang ada dalam diri manusia
Groome (2010: 99) mengungkapkan kembali pandangan Fowler yang
menyatakan bahwa iman adalah hal yang universal dalam diri manusia. Fowler
menegaskan bahwa iman tidak selalu berhubungan langsung dengan agama, meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
agama memiliki hubungan dengan iman. Agama hanya menyediakan model-model
kegiatan iman dan model-model untuk membentuk iman dan menambah iman. Tetapi
iman jauh lebih luas dari ekspresi-ekspresi yang terorganisasi dalam agama.
B. Tahap-Tahap Perkembangan Iman Menurut Fowler
Cremers (1995: 95-96) mengungkapkan kembali pandangan Fowler bahwa
tahap perkembangan iman sebagai keseluruhan operasi pengertian dan penilaian yang
terintegrasikan dan spesifik secara kualitatif memungkinkan pribadi memiliki
gambaran tentang iman yang berbeda sesuai dengan masing-masing tahap. Cremers
berdasarkan pandangan Fowler membedakan dan mengidentifikasikan setiap tahap
perkembangan iman berdasarkan tendensi perkembangan tertentu. Tahap tersebut
dimulai dari struktur yang paling sederhana dan belum terdiferensiasi menuju struktur
yang lebih kompleks dan terdiferensiasi.
Penggunaan batas usia yang ditawarkan oleh Fowler dalam setiap tahap
merupakan tanda minimal rata-rata. Artinya batas usia tersebut bukanlah patokan yang
tidak dapat diubah, karena dalam kasus tertentu banyak orang mencapai suatu tahap
perkembangan iman pada umur yang berbeda dari patokan tersebut. Menurut Cremers
(1995: 95-96) setiap tahap perkembangan iman mencerminkan suatu kesadaran diri
yang semakin intens. Setiap tahap memiliki struktur yang utuh, tetapi tahap-tahap
tersebut juga saling berhubungan. Berikut adalah tahap-tahap perkembangan iman
yang dikemukakan oleh Cermers berdasarkan pandangan Fowler :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
1. Tahap Intuitif-Proyektif ( umur 2-6 tahun)
Dalam tahap ini anak terdorong oleh keinginan untuk mengekspresikan
dorongan hatinya yang disertai dengan ketakutan akan hukuman karena
kebebasannya. Anak mulai mempercayai orang lain, terutama orang tua yang telah
mengasuhnya dan memberikan kasih sayang. Pada tahap ini juga anak mulai
mengembangkan konsep tentang yang baik dan buruk. Mereka sering berimajinasi
tentang kekuasaan yang mengatur kelangsungan hidup setiap makhluk di muka bumi
ini. Bentuk-bentuk imajinasi yang sering muncul adalah gambaran tentang neraka,
surga, Tuhan, yang pernah mereka dengar dari orang tua atau kisah dalam buku
dongeng. Imajinasi anak pada tahap ini masih bersifat tidak masuk akal. Mereka
masih sulit untuk membedakan antara fantasi dan realitas (Cremers, 1995 : 104-112).
Pada tahap ini anak bersifat egoistis, mudah berubah dan tidak logis
(magical). Kepercayaan yang ia dapatkan dibentuk secara intuitif dengan meniru
orang dewasa. Dalam masa ini anak mulai menemukan realitas yang melampaui
pengalaman sehari-hari dan bertemu dengan batas-batas kehidupan, misalnya
kematian. Selain sikapnya yang masih egoistis, anak-anak juga sulit membedakan
antara pandangan orang tua dengan pandangannya sendiri, terutama pandangan
tentang Tuhan, malaikat dan iblis. Ketuhanan digambarkan secara pra-antropomorfis
dan magis berdasarkan kualitas fisik semata. Misalnya Allah digambarkan seperti
angin yang ada di mana-mana (Cremers, 1995 : 113-117).
2. Tahap Mitis-Harafiah (6-12 tahun)
Tahap ini adalah tahap di mana anak mulai memasuki usia sekolah. Anak
mulai berpikir secara logis dan membedakan hal-hal yang natural dari hal-hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
supranatural. Anak mulai mampu untuk menguji segala pikiran secara empiris atas
dasar pengamatan sendiri dengan mengecek apakah pandangan-pandangan
kepercayaannya sesuai dengan ajaran dan pendapat orang dewasa yang dihargainya.
Mereka juga dapat menyusun dan mengartikan dunia pengalamannya melalui cerita
sebagai sarananya. Mereka langsung mengambil pemahaman harafiah terhadap
pengalaman agama atau simbol-simbol agama seperti yang pernah mereka dengar.
Dalam tahap ini kepercayaan menjadi soal bagaimana harus menilai cerita-cerita yang
secara konkret mengandung seluruh simbol, kebiasaan, gambaran dan tradisi
kepercayaan dalam kelompok. Dimensi naratif menjadi sarana yang utama untuk
mengekspresikan kepercayaan anak pada suatu tatanan arti yang melampaui tingkat
dunia konkret, serta menjadi sarana penjamin janji-janji di masa sekarang dan
mendatang (Cremers, 1995 : 117-128).
Dalam tahap ini seorang anak secara lebih sadar bergabung dengan kelompok
atau komunitas iman terdekatnya. Kepercayaannya dibentuk melalui cerita-cerita dan
mitos-mitos yang diartikan secara harafiah. Allah tidak lagi dipandang sebagai orang
tua atau raja yang jauh dari jangkauan manusia, melainkan sebagai “seorang sahabat”
yang dekat dan akrab dengannya. Artinya, sumber nilai kebenaran dan kekuasaan
yang transenden mulai bersifat “pribadi” (Cremers, 1995 : 134).
3. Tahap Sintetis-Konvensional (12 – 21 tahun)
Pada umumnya yang masuk dalam tahap ini adalah anak usia remaja. Mereka
mampu berpikir abstrak mulai dari bentuk ideologis sistem keyakinan dan komitmen
sampai pada hal-hal yang ideal. Pada usia remaja mereka memasuki masa pencarian
identitas diri. Oleh sebab itu, mereka mengharapkan hubungan yang pribadi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
bersifat intim dengan Tuhan. Remaja mulai berpikir bahwa kegiatan imannya tidak
dapat dipuaskan oleh jawaban-jawaban yang ada dalam masyarakat, sehingga mereka
berupaya untuk mengikuti atau menjadi anggota organisasi keagamaan.
Dalam tahap ini iman masih ditafsirkan sesuai dengan petunjuk-petunjuk dan
kriteria yang dikatakan oleh orang dalam kelompoknya atau sesuai dengan
pemahaman yang populer. Iman didasarkan pada pandangan orang lain, artinya dalam
seluruh proses beriman seseorang akan menghidupi pandangan orang lain, sedangkan
jati dirinya yang sesungguhnya semakin tidak tampak atau hilang. Tahap ini
merupakan tahap penyesuaian diri di mana seseorang ingin sekali merespons dengan
setia pengharapan-pengharapan dan keputusan orang lain yang dianggap penting.
Mereka belum mampu memahami identitas pribadi untuk membuat keputusan-
keputusan yang otonom. Iman seseorang yang berada dalam tahap ini masih bersifat
“konvensional” (kesepakatan bersama) dan sintesis (diterima begitu saja) dengan
otoritas yang berada di luar dirinya (Groome, 2010 : 101-102).
4. Tahap Individuatif-Reflektif (21-35 tahun)
Pada tahap ini muncul kesadaran diri dan refleksi diri yang mendalam. Orang
dewasa muda semakin kritis melihat perbedaan jati dirinya yang dipersepsikan oleh
orang lain dengan yang ia alami sendiri. Dalam tahap ini refleksi diri tidak seluruhnya
bergantung pada pandangan orang lain. Melalui sikap refleksivitasnya yang tinggi,
orang muda mulai mengajukan pertanyaan kritis tentang keseluruhan nilai, pandangan
hidup, kepercayaan, dan komitmen yang selama ini ia terima dan jalani. Ia tidak dapat
lagi bersandar pada orang lain, tetapi dengan berani dan kritis ia harus memilih secara
pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang menghantar pada komitmen-komitmen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
kritis serta mawas diri dalam segala hubungan dengan tugasnya. Orang dewasa muda
dalam tahap ini sudah memahami dirinya dan orang lain, tidak hanya menurut pola
sifat “pribadi” atau “antar pribadi”, melainkan sebagai suatu bagian sistem sosial dan
institusional.
Tahap ini menghasilkan sikap kritis terhadap seluruh simbol, mitos dan lain
sebagainya atau sering disebut sebagai tahap “demitologisasi”. Segala macam simbol
dan mitos yang ia kenal selama ini mulai diselidiki dengan kritis dan radikal. Simbol
tidak lagi dipandang identik dengan kesakralan, melainkan sebagai sarana yang
memuat sejumlah arti tertentu. Ia menganggap agama sebagai organisasi yang
“konvensional” serta bertentangan dengan pengalaman religius yang ia alami. Sebagai
akibatnya, Allah tidak lagi dipandang sebagai pribadi yang paling mengenal hati dan
menentukan hidup seseorang, melainkan sebagai Pribadi yang bebas dan dinamis
mengundang setiap orang menjadi rekan-Nya.
Kekhasan tahap kepercayaan individuatif-reflektif ini adalah seorang dewasa
muda mengembangkan visi kepercayaannya sebagai hasil refleksi kritis semata-mata.
Dengan sikap kritis yang tinggi terhadap tradisi religiusnya, ia memeriksa satu persatu
ajaran dan gambaran religius, kemudian mulai meninggalkan hal-hal yang baginya
tidak masuk akal. Ia menciptakan suatu integrasi baru dalam pola kepercayaannya dan
berusaha memperoleh suatu pandangan religius pribadi yang baru. Kepercayaan
dalam tahap ini ditandai oleh kesadaran yang tajam akan individualitas dan otonomi.
Jika ia mengakui tokoh religius tertentu, misalnya Yesus, maka pengakuan itu bukan
berdasarkan tradisi Kristen yang mengumumkan dan mengesahkan tokoh tersebut
sebagai pendiri Gereja dan nabi yang utama, melainkan karena pribadi istimewa
tersebut dipandang sebagai tokoh yang sungguh menghayati hubungan dengan Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Bagi orang dewasa muda yang dijadikan kriteria adalah aspek penghayatan yang
sungguh-sungguh pribadi dan mesra sebagaimana diilhami dan disemangati oleh
Allah yang berkarya dan mendorong hati mereka. Dalam tahap ini seseorang
menemukan identitasnya dan terbuka pada realitas sosial yang ada (Cremers, 1995:
160-179).
5. Tahap Konjungtif (Setengah baya: 35-40 tahun)
Kepercayaan konjungtif biasanya muncul setelah usia paruh baya, yakni
sekitar usia 35 tahun. Pada tahap ini gambaran diri yang telah tersusun ditinjau
kembali secara lebih kritis. Berbagai pandangan hidup, kepribadian dan batas-batas
diri yang sebelumnya telah ditetapkan dengan jelas, kini seakan-akan tidak ada.
Muncul kesadaran baru dan pengakuan kritis terhadap berbagai macam ketegangan
yang dirasakan oleh sang pribadi dalam diri dan hidupnya. Kebenaran tidak lagi
dipandang sebagai hasil penangkapan arti yang bersifat rasional, konseptual dan jelas,
melainkan hasil perpaduan berbagai paradoks. Dalam tahap ini seseorang mengalami
tingkat kepolosan kedua yang mempengaruhinya dalam menafsirkan arti simbol.
Semua simbol, bahasa, cerita, mitos, dan lain sebagainya, diterima sebagai salah satu
sarana yang cocok untuk mengungkapkan realitas yang lebih mendalam (Cremers,
1995 : 185-205).
Seorang yang berada dalam tahap ini mulai melihat bahwa kenyataan sekitar
saling berkaitan. Mereka memiliki pengetahuan yang dialogis dengan pola komunikasi
yang lebih matang. Dialog dipahami sebagai jalan untuk mengenal dan memahami
pihak lain, sekaligus memperteguh imannya. Mereka mampu hidup dalam situasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
paradoks dan meyakini bahwa Allah adalah penopang hidup serta terang yang selalu
menyinari dari dalam (Heryatno, 2008 : 79).
6. Tahap Yang Mengacu Pada Universalitas (30 tahun ke atas).
Tahap ini dianggap sebagai tahap yang paling tinggi. Dalam tahap ini
keyakinan transendental mampu melampaui seluruh ajaran agama dan kepercayaan di
dunia. Pada tahap ini orang tidak lagi memikirkan dirinya sendiri, bahkan
kehadirannya dimaknai sebagai agen yang membawa perubahan di tengah dunia ke
arah yang sebenarnya (Kerajaan Allah). Pada tahap ini seseorang sangat mencintai
kehidupan, tetapi kehidupan tersebut tidak dipertahankan secara mati-matian. Dalam
istilah teologi tahap ini adalah tahap di mana Kerajaan Allah dialami sebagai realitas
kehidupan. Sedangkan dalam spiritualitas, tahap ini adalah keadaan penyatuan yang
paling sempurna dengan Allah yang dapat dilakukan dalam kekekalan (Cremers, 1995
: 96-218).
Seseorang yang berada dalam tahap ini memiliki pandangan hidup yang
menyeluruh (comprehensif, holistic, integratif) dan menembus sekat-sekat yang ada.
Mereka mampu mengatasi ego dan mengarah pada yang transenden. Orang-orang
miskin, tersingkir, menderita dan tertindas menjadi prioritas perhatian mereka.
Heryatno (2008: 79) mengungkapkan kembali pandangan Fowler yang menyatakan
bahwa Bunda Teresa, M. Gandhi dan Marthin Luther merupakan tokoh yang telah
mencapai tahap universalitas dalam beriman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perkembangan iman
1. Faktor Internal
a. Kebebasan
Menurut Chang (2001: 57) kebebasan adalah kemampuan untuk menentukan
pilihan yang berasal dari dalam diri tanpa ada paksaan dari pihak luar. Kendati
kebebasan merupakan masalah perseorangan bukan berarti kebebasan adalah sesuatu
yang tanpa aturan. Kebebasan harus ditempatkan dalam konteks hidup manusia yang
terbatas. Manusia selalu hidup berdampingan dengan orang lain, sehingga kebebasan
seseorang selalu terkait dengan tatanan nilai normatif yang disepakati bersama.
Perwujudan kebebasan dalam hubungan dengan batas-batas itu memungkinkan
manusia untuk menemukan dan mengamalkan kebebasan dalam arti yang utuh.
Dalam hal ini kebebasan terarah pada kebebasan interior manusia. Kebebasan
ini menghantar manusia untuk sampai pada kebebasan mengambil keputusan tanpa
paksaan atau tekanan dari pihak luar. Keputusan yang berasal dari dalam diri dan
disadari oleh akal budi adalah keputusan yang lahir dari kebebasan. Keputusan yang
diambil berdasarkan kebebasan ini sangat penting terutama keputusan dalam hal iman.
Karena iman menyangkut seluruh hidup maka harus dipastikan bahwa tindakan yang
dilakukan dalam upaya mewujudkan iman bukanlah intervensi dari pihak luar.
Tindakan yang penuh kebebasan ini akan menjadikan seseorang sungguh menyadari
apa yang ia lakukan dan menjadikan tindakan tersebut bagian dari hidupnya.
Kebebasan merupakan hal yang paling mendasar dalam hidup beriman. Karena iman
yang dewasa mengandaikan bahwa seseorang mampu memilih secara bebas, sehingga
ia menyadari dan bertanggungjawab atas pilihan yang ia tentukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
b. Suara Hati
Menurut Chang (2001: 129) suara hati dalam bahasa Latin disebut
conscientia yang terbentuk dari dua kata yakni, cum (dengan) dan scientia
(pengetahuan). Secara harafiah suara hati berarti “pengetahuan dengan”. Sedangkan
dalam bahasa Indonesia suara hati berarti hati yang telah mendapat cahaya Tuhan atau
perasaan yang paling murni. Dalam terjemahan bahasa Indonesia unsur “hati” lebih
ditekankan daripada pengetahuan.
Chang (2001: 129) juga mengemukakan kembali pemikiran Thomas Aquinas
tentang suara hati yakni, “conscienta dicitur cum alio scientia” (“hati nurani sebagai
pengetahuan beserta yang lain”). Kata “cum-scientia” dimengerti sebagai “manusia
mengetahui sesuatu dengan yang lain”. Suara hati dalam pemikiran Thomas Aquinas
mengandung pengertian yang lebih kaya, sebab bukan hanya “dengan pengetahuan”,
tetapi memuat dimensi kebersamaan atau keterkaitan antar pribadi. Definisi ini ingin
menegaskan bahwa suara hati tidak hanya mencakup unsur “pengetahuan” tetapi juga
“hati”, hal ini berarti mencakup seluruh pribadi manusia.
Katekismus Gereja Katolik memberikan uraian yang sangat jelas mengenai
suara hati yakni, sebagai berikut :
Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya
dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati selalu menyerukan
kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan
menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam
lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia
menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi
hukum, hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya;
di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam
batin (KGK, art. 1776)
Berdasarkan uraian ini suara hati dapat dipahami sebagai bisikan atau suara yang
menyerukan untuk selalu berbuat kebaikan. Suara hati adalah kesadaran moral yakni,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
kesadaran tentang hal yang baik dan yang jahat. Suara hati tidak hanya sekedar
kesadaran moral tetapi juga kemampuan untuk mengambil keputusan untuk
melakukan yang baik dan menghindari yang jahat. Suara hati adalah inti terdalam dari
manusia, karena melalui suara hati seseorang dapat mendengar suara Allah yang
menggema.
c. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk memberikan tanggapan
atas tindakannya. Tanggapan tersebut berupa jawaban atas pertanyaan mengapa
tindakan tersebut dilakukan dan kesanggupan untuk menanggung konsekuensi dari
tindakan tersebut. Dalam konteks moral, tanggung jawab tidak hanya dimaknai
sebagai kesanggupan memberi jawaban dan menanggung konsekuensi, tetapi
merupakan komitmen untuk melakukan kebaikan (Dapiyanta, 2013: 34)
Chang (2001: 59) mengungkapkan kembali pandangan Vidal tentang tiga
unsur penting dalam menentukan tanggung jawab moral seseorang atas tindakannya
yakni, unsur afektif, pengetahuan dan kehendak. Unsur afektif termasuk dalam bagian
mendasar dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Karena
tindakan manusia lahir dari iklim kejiwaan seseorang. Tatanan afektif manusia bukan
hanya bersifat perasaan, tetapi sungguh mencerminkan kesatuan dalam diri manusia.
Namun harus tetap dipahami bahwa masalah moral bukanlah masalah sentimental,
karena moral berdasarkan kedalaman dan maksud tindakan seseorang. Unsur afektif
dalam tindakan dijadikan sebagai kategori tindakan bertanggungjawab.
Sedangkan unsur pengetahuan menyangkut keterlibatan akal budi manusia
dalam melakukan suatu tindakan. Unsur pengetahuan mencakup perhatian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
pertimbangan mendalam dan batasan-batasan yang terkontrol. Pengetahuan dalam hal
ini tidak hanya mengacu pada kebenaran secara umum, tetapi mengacu pada arti
pengetahuan akan nilai-nilai moral yang perlu ditempatkan dalam visi sejarah
keselamatan. Unsur lain yang menentukan tanggungjawab moral seseorang adalah
kehendak. Unsur ini menjadi penyatu antara unsur-unsur lain dalam tindakan.
Kehendak merupakan suatu kesatuan kepribadian manusia yang diungkapkan dalam
tindakan. Dalam tindakan yang berdasarkan kehendak tidak ada unsur paksaan, karena
kehendak berasal dari dalam diri manusia. Unsur kehendak menunjuk pada aspek
kebebasan seseorang untuk berbuat sesuatu.
Berdasarkan uraian tersebut maka tanggungjawab dapat diartikan sebagai
kesanggupan untuk memberi tanggapan terhadap tindakan yang ia lakukan dan
merupakan sebuah komitmen untuk melakukan kebaikan. Sedangkan tanggungjawab
moral adalah tindakan yang didasari oleh perasaan, pertimbangan akal budi dan
kehendak bebas.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga adalah tempat perkembangan iman yang pertama dan utama. Dalam
sebuah keluarga orang tua memiliki peran yang sangat strategis untuk mendidik dan
memperkembangkan iman anak-anaknya. Salah satu dokumen Konsili Vatikan II,
Gravisimum Educationis tentang Pendidikan Kristen menyatakan bahwa orang tua
memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar mereka mengabdi Allah
sesuai dengan iman permandiannya dan disiapkan untuk memasuki masyarakat serta
umat Allah sebagai orang dewasa (GE, art. 3). Keluarga adalah tempat penyemaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
benih-benih iman. Orang tua hendaknya memberikan teladan yang baik bagi anak-
anaknya, sehingga benih-benih iman yang tertanam dalam diri anak-anak mereka
dapat berkembang (GE, art. 11).
Kitab Hukum Kanonik (KHK) menyatakan :
Orang tua, karena telah memberi hidup kepada anak-anaknya, terikat
kewajiban yang sangat berat dan mempunyai hak untuk mendidik mereka,
maka dari itu adalah pertama-tama tugas orang tua kristiani untuk
mengusahakan pendidikan kristiani anak-anak menurut ajaran yang
diwariskan Gereja (Kan. 226, § 2).
Orang tua memiliki tugas yang cukup berat yakni, bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan dan pendidikan anaknya. Orang tua adalah pendidik yang pertama dan
utama untuk anak-anaknya terutama dalam hidup beriman. Suasana yang penuh
dengan kehangatan kasih sayang dan penghargaan adalah tempat yang sangat kondusif
untuk perkembangan iman anak. Oleh sebab itu perlulah suasana tersebut diusahakan
agar tercipta dalam keluarga, sehingga semua anggota keluarga merasa saling
memiliki. Perkembangan iman seseorang mendapat pengaruh yang sangat besar dari
keluarganya. Jika dalam keluarga seorang anak tidak pernah mengalami pendidikan
iman dan teladan yang baik, maka dapat dipastikan setelah dewasa ia akan kesulitan
mempertanggungjawabkan imannya.
Suasana dalam keluarga sangat menentukan perkembangan iman seseorang.
Oleh sebab itu keluarga diharapkan mampu untuk menunjukkan sikap cinta terhadap
kehidupan. Sikap tersebut ditandai dengan keyakinan yang teguh bahwa hidup
sebagaimana adanya harus dihadapi oleh setiap keluarga seperti yang dikehendaki
sang pencipta. Hidup keluarga adalah tawaran kasih karunia Allah yang menghendaki
segalanya menjadi baik. Maka setiap keluarga diharapkan mampu menjadikan
segalanya baik (Darmawijaya, 1994: 7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Keluarga sering juga di sebut sebagai lingkungan primer karena merupakan
tempat bagi anak untuk mengalami pembinaan iman yang pertama. Oleh sebab itu
peran keluarga sangat penting dan mendasar bagi perkembangan iman anak. Jika
dalam keluarga diselenggarakan pembinaan iman yang kondusif dan relevan serta
signifikan maka iman anak akan terbentuk sampai ia dewasa. Sebaliknya jika dalam
lingkungan primer gagal memberikan pembinaan iman yang layak, maka
kemungkinan dalam tahap sekunder juga akan gagal.
b. Gereja
Menurut Mardiatmadja (1985: 15) kata Gereja berasal dari bahasa Portugis
Igreja yang berakar dari Bahasa latin Ecclesia. Kata-kata ini merupakan terjemahan
dari Bahasa Hibrani Qahal, yang berarti pertemuan. Kata ini seringkali digunakan
untuk menyebut pertemuan dalam rangka perayaan kepada Yahwe yang disebut Qahal
Yahwe. Istilah ini juga bermakna sebagai pertemuan meriah umat Allah. Sementara
dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah kerk yang serumpun dengan kirche
dalam bahasa Jerman. Kedua kata ini berasal dari bahasa Yunani riake yang berarti
milik Tuhan. Dalam bahasa Indonesia istilah Gereja mengandung kedua arti tersebut
dan digunakan untuk menyebut paguyuban umat beriman.
Katekismus Gereja Katolik menguraikan makna Gereja sebagai Berikut :
Gereja itu dalam Kristus bagaikan Sakramen, yakni tanda dan sarana
persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Tujuan
utama Gereja ialah menjadi sakramen persatuan manusia dengan Allah
secara mendalam. Oleh karena persatuan di antara manusia berakar dalam
persatuan dengan Allah, maka Gereja adalah juga sakramen persatuan umat
manusia. Di dalam Gereja kesatuan ini sudah mulai, karena ia
mengumpulkan manusia-manusia dari segala bangsa dan suku dan kaum dan
bahasa. Serentak pula Gereja adalah tanda dan sarana untuk terwujudnya
secara penuh kesatuan yang masih dinantikan KGK, art. 775).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Dari uraian ini Gereja dapat dipahami sebagai persatuan antara manusia dengan Allah
dan sesama. Melalui Gereja manusia menjalin hubungan personal yang mendalam
dengan Allah. Tetapi istilah Gereja bukan hanya mengacu pada urusan rohani semata,
Gereja juga merupakan persatuan antara umat manusia. Kedua dimensi ini tidak dapat
dihayati secara terpisah, artinya persatuan dengan Allah harus tampak dalam
persatuan dengan manusia.
Persatuan yang dimaksud bukanlah persatuan yang seringkali dibatasi oleh
perbedaan-perbedaan. Namun persatuan dalam hal ini adalah persatuan yang universal
tanpa membedakan suku, ras dan bahasa. Dalam konteks inilah Gereja memiliki
pengaruh terhadap perkembangan iman seseorang. Karena Gereja sebagai paguyuban
umat beriman adalah wadah untuk memperkembangkan iman. Melalui komunitas
umat beriman ini berbagai ajaran dan tradisi iman diwariskan. Maka keterlibatan
dalam berbagai kegiatan Gereja akan mempengaruhi perkembangan iman seseorang
(Mardiatmadja, 1985: 23-26).
c. Sekolah
Sekolah pada umumnya adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki
jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Sekolah menjadi
tempat untuk belajar berbagai macam disiplin ilmu mulai dari membaca, berhitung,
menulis, hingga nilai-nilai moral. Melalui sistem dan manajemen yang cukup
kompleks sekolah bertujuan untuk mencerdaskan dan membentuk pribadi seseorang
menjadi lebih dewasa (Papo, 1990: 13).
Dalam kultur masyarakat yang semakin jauh dari penghargaan nilai-nilai
kemanusian dan moral, sekolah menjadi tempat yang strategis dalam membentuk,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
melatih, dan mengembangkan semangat kewarganegaraan dalam siri anak didik
melalui penanaman nilai-nilai moral. Sekolah menjadi wahana bagi aktualisasi
pendidikan nilai. Di dalam sekolah siswa-siswi diharapkan belajar mengaktualisasikan
nilai-nilai yang telah mereka terima secara langsung (Doni, 2007: 224-225).
Uraian ini menegaskan bahwa sekolah bukan hanya mencerdaskan seseorang
dalam bidang kognitif tetapi hal-hal yang bersifat rohani juga menjadi perhatian
utama. Sekolah dipandang memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk
pribadi menjadi cerdas dan beriman. Hal ini juga senada dengan pandangan Konsili
Vatikan II dalam dokumennya tentang pendidikan yakni, Gravissimum Educationis :
Di antara segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang istimewa.
Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi,
berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberikan
penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah
dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan
tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk
rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka macam watak dan
perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling
memahami. Kecuali itu, sekolah bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan yang
serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam
perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan
keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia (GE, art. 5)
Uraian artikel dokumen ini menegaskan kembali pentingnya sebuah sekolah guna
perkembangan seseorang. Di sekolah tidak hanya diajari ilmu yang berkaitan dengan
fisik dan akal budi, tetapi ilmu tentang nilai-nilai luhur hidup manusia juga diajarkan.
Sekolah juga menjadi tempat terjalinnya rasa persahabatan antar pribadi yang
berbeda-beda latar belakangnya. Sekolah menjadi promotor kemajuan di tengah
masyarakat yang melibatkan semua pihak, sehingga sekolah bukanlah tanggung jawab
para guru saja, tetapi merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Melalui peran strategisnya ini sekolah juga memberikan pengaruh yang besar
terhadap perkembangan iman seseorang. Karena melalui sekolah diajarkan berbagai
macam ajaran yang telah tersusun secara sistematis guna memperkembangkan hidup
beriman seseorang. Keadaan dan iklim belajar di sekolah misalnya, ketersediaan guru,
sarana dan prasarana menjadi penunjang dalam proses perkembangan iman mereka
yang sedang menempuh pendidikan di sekolah tersebut (Doni, 2007: 225).
d. Lingkungan Masyarakat
Kehidupan masyarakat sekitar memberi pengaruh yang besar terhadap
perkembangan pribadi seseorang. Masyarakat yang terdiri dari orang yang tidak
terpelajar dan memiliki kebiasaan tidak baik akan memberikan pengaruh yang negatif
terhadap pribadi anggota masyarakat lainnya, terlebih anak-anak dan kaum muda.
Mereka akan tertarik untuk mengikuti dan berbuat seperti yang dilakukan orang-orang
di sekitarnya. Misalnya seseorang yang tinggal di lingkungan perokok, kemungkinan
besar ia akan menjadi perokok (Slameto, 2013: 71).
Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan
seseorang, termasuk perkembangan iman. Melalui lingkungan karakter dan
kepribadian akan perlahan terbentuk sesuai dengan keadaan lingkungan. Hal ini juga
berlaku terhadap perkembangan iman seseorang. Jika lingkungannya terdiri dari
orang-orang yang tidak peduli terhadap perkembangan iman, maka kecenderungan
untuk melakukan hal yang sama sangat besar. Oleh para ahli pemahaman ini disebut
sebagai paham konvergensi yakni, pemahaman yang menganggap bahwa
perkembangan ditentukan oleh lingkungan (Suryabrata, 1982: 11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
D. Tantangan Perkembangan Iman
Perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang
teknologi memberi dampak yang cukup signifikan terhadap peradaban manusia.
Perubahan ini sering kali disebut modernisasi atau globalisasi. Iswarahadi (2013: 46)
mengungkapkan kembali pandangan Arthur yang menyatakan bahwa “globalisasi
adalah keseluruhan proses baik bidang industri, ekonomi, teknologi, maupun ilmu
pengetahuan”. Globalisasi “merobohkan” batas-batas regional (suku, agama, bangsa)
yang membendung pengaruh dari luar. Di jaman ini informasi sangat berlimpah dan
aksesnya terbuka lebar. Perkembangan ini memang patut disyukuri, tetapi di lain
pihak perkembangan ini justru membawa dampak yang negatif. Media jaman ini lebih
cepat mengubah hidup manusia dari pada agama. Masyarakat begitu mudah terbius
oleh media, dan menganggap agama tidak cocok lagi untuk dijadikan dasar hidup
jaman ini, karena tidak mampu menawarkan solusi yang instan (Iswarahadi, 2013:
48).
Mangunhardjana (1997: 5) mengatakan bahwa melalui berbagai alat media
massa, radio, televisi, surat kabar, majalah dan internet berbagai macam peristiwa di
belahan dunia dengan cepat diketahui banyak orang sehingga berbagai pemikiran,
penemuan dan ideologi secara langsung maupun tidak langsung menyebar ke seluruh
penjuru dunia. Peristiwa globalisasi inilah yang memicu munculnya berbagai macam
ideologi baru. Ideologi-ideologi baru ini sering kali bertentangan dengan prinsip
beriman. Berikut adalah ideologi-ideologi yang muncul akibat globalisasi dan menjadi
tantangan dalam memperkembangkan iman di jaman ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
1. Pragmatisme
Menurut Mangunharjana (1997: 189) istilah pragmatis berakar pada bahasa
Yunani pragmatikos dalam bahasa Latin menjadi pragmaticus. Secara harafiah
pragmatikos adalah keahlian dalam urusan hukum, perkara negara dan dagang. Istilah
ini dalam bahasa Inggris menjadi kata pragmatic yang artinya berkaitan dengan hal-
hal praktis. Pragmatisme dapat diartikan sebagai pendekatan terhadap masalah hidup
apa adanya dan secara praktis di mana hasilnya dapat langsung dimanfaatkan.
Pragmatisme berpendapat bahwa pengetahuan dicari bukan sekedar untuk diketahui,
tetapi untuk mengerti masyarakat dan dunia. Pragmatisme lebih memprioritaskan
tindakan daripada pengetahuan dan ajaran. Menurut kaum pragmatis otak berfungsi
untuk membimbing perilaku manusia. Pemikiran, teori dan gagasan merupakan alat
perencanaan untuk bertindak. Kebenaran segala sesuatu dibuktikan melalui tindakan
atau realisasi. Jika tidak dapat dilaksanakan maka tidak dapat dipandang sebagai
kebenaran.
Kaum pragmatis beranggapan bahwa yang baik adalah yang dapat
dilaksanakan dan dipraktikkan serta mendatangkan dampak positif bagi kehidupan.
Karena itu baik buruk perilaku dan cara hidup ditinjau dari segi praktis, dampak yang
terlihat serta manfaat bagi yang bersangkutan. Pandangan ini pada dasarnya sangat
positif dan mampu membawa perubahan yang nyata dalam masyarakat. Karena
menekankan korelasi antara perkataan dan perbuatan, sehingga perilaku munafik
dalam masyarakat dapat dihindari. Akan tetapi, pragmatisme juga mengandung
kelemahan-kelemahan yang sangat mendasar. Paham pragmatisme cenderung
mempersempit kebenaran menjadi terbatas pada kebenaran yang dapat dipraktikkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Berdasarkan hal ini pragmatisme menolak kebenaran-kebenaran yang tidak secara
langsung dapat dipraktikkan.
Pandangan pragmatisme cenderung mengarah pada pendangkalan akan
makna hidup, karena segala sesuatu dinilai berdasarkan nilai praktisnya. Pemikiran
dan permenungan yang mendalam bukan menjadi hal yang penting untuk
dilaksanakan, sehingga makna hidup semakin direduksi dan terkikis. Sebagai akibat
dari paham ini orang tidak percaya akan kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh
agama. Terlebih dalam hal iman yang seringkali berkaitan dengan hal-hal abstrak dan
sulit untuk dilaksanakan misalnya, kesetiaan suami terhadap istrinya, meskipun
istrinya sering kali menghianati janji perkawinan mereka.
2. Individualisme
Menurut Mangunhardjana (1997: 107) individualisme berasal dari bahasa latin
individuus, dalam kata sifatnya menjadi indiviualis yang berarti ‘pribadi’ atau bersifat
‘perorangan’. Menurut paham individualisme pribadi memiliki kedudukan utama dan
kepentingan pribadi merupakan urusan yang paling tinggi. Individualisme
beranggapan bahwa dasar kehidupan etis adalah pribadi perorangan bukan kelompok.
Norma yang menjadi acuan adalah kepentingan pribadi sehingga pengambilan
keputusan akan berdasar pada selera pribadi, bukan pada nilai yang berlaku dan
disepakati dalam masyarakat. Seseorang yang menganut paham individualisme akan
bertindak berdasarkan dorongan sesaat (insting). Jika dorongan tersebut terasa
nyaman, maka tindakannya tersebut dianggap benar, dan sebaliknya jika dorongan
tersebut terasa tidak nyaman dengan sendirinya ia akan menilai tindakan tersebut
jahat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
3. Konsumerisme
Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau
kelompok melakukan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang
hasil produksi secara berlebihan secara sadar dan berkelanjutan. Perilaku ini
menjadikan manusia sebagai pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan
sangat sulit dihilangkan. Sifat konsumtif seseorang terus mengejar pemenuhan
keinginannya, sehingga kebutuhan yang paling mendasar cenderung dilupakan.
Konsumerisme akan menjadikan Tuhan sebagai sarana untuk memperoleh produk
tertentu sehingga kebesaran Tuhan akan ditentukan dari kesanggupan-Nya memenuhi
kebutuhan materi (Mangunhardjana, 1997: 120).
4. Hedonisme
Hedonisme berasal dari bahasa Yunani hendone yang berarti kenikmatan.
Hedonisme beranggapan bahwa nilai hidup tertinggi dan tujuan utama serta terakhir
hidup manusia adalah kenikmatan. Hedonisme sering kali berhenti pada pencarian
kenikmatan sensual, indriawi yang dapat dirasakan secara lebih cepat dan dekat. Oleh
karena itu hedonisme sangat erat kaitannya dengan konsumerisme. Secara
umum hedonisme dapat dipahami sebagai pandangan hidup yang menganggap bahwa
orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan
sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Prinsip ini
sangat bertolak belakang dengan hidup beriman yang mengajarkan untuk saling
berbagi dan rela berkorban untuk orang lain (Mangunhardjana, 1997: 90).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
E. Penghayatan dan Perwujudan Iman
Banawiratma (1986: 119-122) menyatakan bahwa iman bersifat otonom. Iman
Kristiani sebagai jawaban dan penyerahan diri terhadap Allah disebut otonom, karena
menyangkut seluruh hidup manusia. Otonomi yang dimaksud adalah hubungan yang
berlandaskan kebebasan. Kendati merupakan kebebasan, bukan berarti dalam iman
kita bisa memilih seperti halnya memilih barang duniawi. Dalam iman manusia
berhadapan dengan Allah, nilai yang paling tinggi. Maka kebebasan akan terwujud
jika ada jawaban yang bebas dari pihak manusia. Tanpa tanggung jawab dari pihak
manusia, iman hanya akan menjadi angan-angan atau khayalan semata. Relasi akan
terjalin jika manusia memberikan jawaban dari hati atas gema sapaan Allah.
Bentuk jawaban manusia terhadap sapaan inilah yang disebut sebagai
penghayatan dan perwujudan iman. Ungkapan iman adalah tindakan-tindakan yang
secara eksplisit berhubungan dengan iman misalnya, doa-doa dan kewajiban religius
lainnya. Sedangkan perwujudan iman adalah tindakan-tindakan yang tidak secara
langsung berhubungan dengan iman, seperti menjalin relasi dengan umat agama lain,
belajar dengan tekun, dll. Banawiratma (1986: 120) mendefinisikan penghayatan iman
sebagai heils-ethos (etos keselamatan) dan perwujudan iman sebagai welt-ethos (etos
duniawi). Etos keselamatan adalah perbuatan religius yang diatur oleh hukum-hukum
agama. Sedangkan etos duniawi adalah perbuatan-perbuatan yang diarahkan oleh
aturan-aturan akal sehat dan pertimbangan moral manusia.
Penghayatan dan perwujudan iman terlaksana dalam lima tugas Gereja seperti
yang digambarkan oleh Lukas dalam kehidupan jemaat perdana (Kis 2:42-47).
Pertama, mereka bertekun dalam pengajaran para rasul (kerygma), kedua mereka
selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (liturgia), ketiga semua orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
yang telah dibaptis tersebut tetap menjadi satu (koinonia), keempat, selalu ada dari
mereka yang menjual hartanya untuk keperluan bersama (diakonia), dan kelima, apa
yang mereka lakukan disukai banyak orang (martyria).
Berdasarkan uraian ini maka penghayatan iman dan perwujudan iman bagi
mahasiswa dapat dibedakan berdasarkan kegiatannya sebagai berikut :
1. Pengahayatan iman
a. Liturgi (Liturgia)
Liturgi adalah perayaan iman umat. Dalam hal ini iman berarti dihayati
melalui kegiatan-kegiatan liturgis yang dilakukan secara konsisten. Bentuk nyata
penghayatan iman dalam bidang ini adalah kebiasaan berdoa secara pribadi dan doa
bersama. Doa tidak sama dengan mendaraskan rumus-rumus hafalan. Doa berarti
mengarahkan hati kepada Tuhan. Oleh sebab itu berdoa tidak membutuhkan banyak
kata-kata, tidak terikat waktu dan tempat tertentu serta tidak menuntut gerak-gerik
yang khusus (KWI, 2012: 393).
Dalam liturgi yang utama bukanlah sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan
kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah karya
Kristus sang Imam Agung serta Tubuh-Nya, yakni Gereja. Oleh karena itu liturgi
bukan hanya kegiatan suci yang sangat istimewa, tetapi juga sebagai wahana utama
untuk menghantar Gereja ke dalam persatuan dengan Kristus (SC, art. 7). Penghayatan
iman dalam bidang liturgi dapat dilihat dari partisipasi aktif dalam perayaan-perayaan
sakramen misalnya, mengikuti misa pada hari minggu dan misa harian, kegiatan doa
di lingkungan, menerima sakramen tobat serta doa-doa pribadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
b. Pewartaan (Kerygma)
Pewartaan berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah
menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya.
Pewartaan merupakan tugas dan panggilan setiap orang yang percaya kepada Kristus
(KWI, 2012: 390).
Penghayatan iman dalam bidang pewartaan menjadi nyata melalui
keterlibatan dalam kegiatan pewartaan kabar suka cita bagi sesama. Dalam konteks
hidup mahasiswa tugas ini dapat dilaksanakan melalui peran aktif dalam kegiatan
pendalaman Kitab Suci dan pendalaman iman. Namun yang paling utama adalah
menerapkan pesan Kitab Suci dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menjadi
teladan bagi orang lain.
2. Perwujudan iman
a. Persekutuan (Koinonia)
Persekutuan berarti ikut serta dalam communio atau persaudaraan sebagai
anak-anak Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh Kudus-Nya.
Membangun persekutuan sering kali dibatasi hanya dalam lingkup Gereja (umat
seiman). Dalam perwujudan iman, persekutuan mendapat makna yang lebih luas
yakni, membangun suatu komunitas yang berlandaskan nilai persaudaraan tanpa
membedakan suku, ras dan agama. Maka perwujudan iman dalam bidang persekutuan
ini akan menjadi nyata ketika kita mampu menjalin relasi dengan sesama yang
berbeda ras, suku dan agama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
b. Pelayanan (Diakonia)
Yesus pernah bersabda; “Sabat untuk manusia, bukan manusia untuk Sabat”.
Bertolak dari sabda Yesus itu dapat diartikan bahwa Gereja untuk manusia, bukan
manusia untuk Gereja dengan segala ajaran dan ibadatnya. Gereja dipanggil untuk
melayani seluruh umat manusia (KWI, 2012: 445).
Pelayanan berarti ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif / cinta kasih
melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang miskin,
telantar dan tersingkir, misalnya memberi donasi, perhatian kepada kaum kecil, lemah
tersingkir dan difabel. Dalam perwujudan iman pelayanan bukan hanya dimaksudkan
untuk mereka yang lemah dan tidak mendapat perhatian. Pelayanan bisa berupa
pemberian diri untuk kepentingan bersama, misalnya, menjadi pengurus organisasi
sosial, aktivis lingkungan, dll.
F. Gambaran Iman yang Berkembang
Syarat yang paling mendasar dalam hidup beriman adalah kebebasan. Tanpa
kebebasan iman hanya akan menjadi kewajiban semata yang tidak memiliki makna
bagi kehidupan. Kebebasan dalam beriman akan menghantar seseorang untuk
menghayati imannya dengan sadar dan bertanggung jawab. Maka perkembangan iman
seseorang akan ditinjau dari kebebasannya dalam beriman. Mengingat pembahasan
mengenai perkembangan iman sangat luas, maka pada bagian ini secara khusus hanya
menggambarkan perkembangan iman mahasiswa.
Injil Matius memberikan gambaran iman yang berkembang melalui sebuah
perumpamaan tentang orang yang sedang membangun rumah. Seorang yang
mendengarkan dan melaksanakan sabda Tuhan adalah orang yang membangun rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
di atas batu. Ketika hujan dan badai melanda rumah tersebut tidak rusak, karena
didirikan di atas batu. Sedangkan orang yang hanya mendengarkan dan tidak
melaksanakannya sama seperti orang bodoh yang membangun rumah di atas pasir.
Ketika hujan dan badai menerpa rumah tersebut hancur berantakan (Mat 7:24-27).
Kisah ini menegaskan bahwa iman yang berkembang adalah iman yang
sungguh dihayati dan diwujudkan. Sebagai seorang mahasiswa jika hanya mengetahui
tentang apa yang ia imani sama seperti orang bodoh yang membangun rumah di atas
pasir. Ketika diterjang oleh berbagai macam persoalan mulai menjauh dari iman,
mencari jalan pintas dan tidak mampu bertahan. Sementara orang yang mendengarkan
dan melaksanakan sabda Tuhan adalah mereka yang membangun rumah di atas batu.
Ketika masalah datang menerpa, ia tetap teguh dan semakin tekun menghayati
imannya.
Cremers mengungkapkan kembali pandangan Fowler (1995: 160-179) yang
menyatakan bahwa iman yang berkembang berada pada tahap keempat yakni, tahap
individuatif-reflektif sekitar usia 21-35 tahun. Pada tahap ini muncul kesadaran dan
refleksi diri yang mendalam. Dalam tahap ini seseorang semakin kritis melihat
perbedaan jati dirinya yang dipersepsikan oleh orang lain dengan yang ia alami
sendiri. Refleksi dan penilaian diri tidak lagi seluruhnya bergantung pada pandangan
orang lain. Melalui sikap reflektif ini akan muncul pertanyaan kritis tentang
keseluruhan nilai, pandangan hidup, kepercayaan, dan komitmen yang selama ini
diterima dan dijalani.
Tahap individuatif-reflektif ini adalah tahap di mana seseorang dengan
berani dan kritis memilih secara pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang
menghantar pada komitmen-komitmen kritis serta mawas diri dalam segala hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini sudah memahami dirinya dan
orang lain, tidak hanya menurut pola sifat “pribadi” atau “antar pribadi”, melainkan
sebagai suatu bagian sistem sosial dan institusional.
Iman dalam tahap ini ditandai oleh kesadaran yang tajam akan individualitas
dan otonomi. Jika ia mengakui tokoh religius tertentu, misalnya Yesus, maka
pengakuan itu bukan berdasarkan tradisi Kristen yang mengumumkan dan
mengesahkan tokoh tersebut sebagai pendiri Gereja dan nabi yang utama melainkan
karena pribadi istimewa tersebut dipandang sebagai tokoh yang sungguh menghayati
hubungan dengan Allah. Bagi orang dewasa muda yang dijadikan kriteria adalah
aspek penghayatan yang sungguh-sungguh pribadi dan mesra sebagaimana diilhami
dan disemangati oleh Roh Allah yang berkarya dan mendorong hati mereka.
Dalam tahap ini seseorang menemukan identitasnya dan terbuka pada
realitas sosial yang ada. Dasar imannya sungguh berasal dari kebebasan dalam dirinya
bukan lagi iman yang bergantung pada orang lain dan lingkungan. Meskipun
lingkungan sekitar dan orang-orang terdekat tidak menunjukkan sikap beriman
misalnya, tidak pergi ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi, hal ini tidak lagi
memberi pengaruh terhadap niatnya untuk mengikuti perayaan Ekaristi.
Groome (2010: 81) juga menggambarkan iman yang berkembang adalah
iman yang mencakup tiga dimensi yakni, iman sebagai keyakinan (faith as believing),
iman sebagai kepercayaan (faith as trusting), iman sebagai tindakan (faith as doing).
Iman sebagai keyakinan (faith as believing) berkenaan dengan hal-hal yang bersifat
kognitif dari iman, misalnya sebagai orang Katolik ia mengetahui dan menyadari apa
yang ia imani. Sedangkan iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) berhubungan
dengan afeksi atau perasaan misalnya, merasa senang dan bersuka cita atas pilihannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
menjadi seorang Katolik. Sementara iman sebagai tindakan (faith as doing) adalah
tindakan konkret dari iman tersebut.
Iman yang berkembang adalah iman yang mencakup dimensi kognitif,
afektif dan tindakan. Ketiga dimensi ini tidak bisa dihayati secara terpisah-pisah. Jika
iman hanya mencakup dimensi percaya dan mempercayakan maka iman tersebut tidak
ada artinya. Sebaliknya jika hanya dimensi tindakan iman tersebut tidak memiliki
makna. Maka gambaran iman yang berkembang adalah iman yang mencakup dimensi
kognitif, afektif dan tindakan. Artinya ada kesatuan antara pikiran, perasaan dan
tindakan.
Dalam kehidupan sehari-hari iman yang berkembang dapat ditinjau dari lima
tugas Gereja. Pertama, liturgia atau liturgi adalah kegiatan doa secara pribadi dan doa
bersama. Doa bersama meliputi misa harian, misa pada hari minggu dan hari raya
serta ibadat-ibadat dalam lingkup lingkungan. Hidup doa adalah nafas dari iman,
maka seseorang yang imannya berkembang tidak pernah terlepas dari hidup doa.
Kedua, kerygma yakni, keterlibatan dalam kegiatan pewartaan. Bagi mahasiswa
kegiatan ini diwujudkan dengan cara membaca dan merenungkan Kitab Suci serta
terlibat dalam kegiatan pendalaman iman di lingkungan.
Ketiga, diakonia atau pelayanan yakni, mengamalkan cinta kasih bagi
mereka yang sangat membutuhkan. Sebagai seorang mahasiswa PAK kegiatan ini
dapat diwujudkan melalui peran serta dalam lembaga-lembaga sosial, misalnya POTA
(program orang tua asuh) yang ditujukan untuk anak-anak sekolah dasar Kanisius se-
Yogyakarta dan dipimpin oleh Romo B.A Rukyanto, SJ. Keempat, koinonia atau
persekutuan yakni, upaya untuk membangun komunitas yang berlandaskan hukum
cinta kasih. Bagi mahasiswa kegiatan ini diwujudkan dengan membangun relasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
sehat dengan setiap orang tanpa membedakan ras, suku, agama dan bangsa, terlebih
mereka yang sering tersingkirkan.
Keempat tugas Gereja ini merupakan medan perwujudan dan penghayatan
iman yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya untuk mencapai iman yang sungguh
berkembang, maka keempat tugas ini harus dilaksanakan dalam hidup sehari-hari.
Iman tidak akan berkembang secara utuh bila hanya dihayati dalam satu kegiatan saja,
misalnya melalui perayaan Ekaristi. Oleh sebab itu keempat tugas atau kegiatan ini
menjadi tolak ukur dalam menentukan perkembangan iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
DESKRIPSI PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI
KABUPATEN KUTAI BARAT SELAMA BELAJAR DI PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK,
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Dalam bab dua telah diuraikan kajian pustaka mengenai perkembangan
iman yang berdasarkan Kitab Suci, Dokumen Gereja, pendapat para ahli dan sumber
lainnya. Pada bab tiga ini penulis membahas mengenai perkembangan iman
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang belajar di Program Studi
Pendidikan Agama Katolik (PAK), Universitas Sanata Dharma (USD). Bab tiga ini
merupakan jawaban atas rumusan kedua yakni mengetahui sejauh mana
perkembangan mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat selama belajar di program studi
PAK, USD.
Untuk mendapatkan gambaran perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi
Kutai Barat program studi PAK, USD, penulis menyusun bab ini dalam tiga bagian.
Bagian yang pertama membahas mengenai gambaran umum mahasiswa-mahasiswi
Kabupaten Kutai Barat. Bagian pertama ini terdiri dari latar belakang mahasiswa-
mahasiswi Kabupaten Kutai Barat dan harapan umat melalui pemerintah Kabupaten
Kutai Barat. Bagian kedua membahas profil program studi PAK, USD.
Sedangkan bagian ketiga membahas penelitian tentang perkembangan iman
mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat yang belajar di program studi PAK, USD. Bagian
ini terdiri dari rencana penelitian, laporan penelitian dan pembahasan hasil
penelitian, serta kesimpulan penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
A. Gambaran Umum Mahasiswa-Mahasiswi Kabupaten Kutai Barat
1. Latar Belakang Mahasiswa-Mahasiswi Kabupaten Kutai Barat
Dalam bagian ini penulis mengandalkan referensi dan sumber informasi dari
buku karangan Nikolaus, dkk yang berjudul “Etnografi: Komunitas Kampung
Kabupaten Kutai Barat”. Buku ini diterbitkan oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Kutai Barat (BPPD) bekerja sama dengan Center
For Ethnoelogy Research And Development Kampung Linggang Melapeh pada
tahun 2007. Kajian utama dalam buku ini adalah antropologi pembangunan
Kabupaten Kutai Barat dan profil kampung-kampung yang berada di Kabupaten
Kutai Barat.
Kabupaten Kutai Barat memiliki luas sekitar 31.628,70 Km2 atau kurang
lebih 15 persen dari luas provinsi Kalimantan Timur dan jumlah penduduk
berdasarkan sensus tahun 2010 sebanyak 165.934 jiwa. Secara geografis Kabupaten
Kutai Barat terletak antara 113'048'49" sampai dengan 116'032'43" Bujur Timur
serta di antara 103'1'05" Lintang Utara dan 100'9'33" Lintang Selatan. Adapun
wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah Kabupaten Mahakam
Ulu, Kabupaten Malinau dan Negara Serawak (Malaysia Timur) di sebelah Utara,
Kabupaten Kutai Kartanegara di sebelah Timur, Kabupaten Penajam Paser Utara di
sebelah Selatan dan untuk sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Utara,
Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah serta Kabupaten Kapuas
Hulu Provinsi Kalimantan Barat.
Kabupaten Kutai Barat terdiri dari 21 kecamatan dan 238 kampung. Kedua
puluh satu Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bongan, Kecamatan Jempang,
Kecamatan Penyinggahan, Kecamatan Muara Pahu, Kecamatan Muara Lawa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Kecamatan Damai, Kecamatan Barong Tongkok, Kecamatan Melak, Kecamatan
Long Iram, Kecamatan Long Hubung, Kecamatan Long Bagun, Kecamatan Long
Pahangai, Kecamatan Long Apari, Kecamatan Bentian Besar, Kecamatan Linggang
Bigung, Kecamatan Nyuatan, Kecamatan Siluq Ngurai, Kecamatan Manor Bulatn,
Kecamatan Sekolaq Darat, Kecamatan Tering dan Kecamatan Laham (Nikolaus,
2007: 174-181).
Mahasiswa-mahasiswi peserta program beasiswa pemerintah Kabupaten
Kutai Barat ini berasal dari berbagai penjuru Kabupaten Kutai Barat dengan bahasa
dan budaya yang berbeda-beda. Selain latar belakang budaya yang berbeda
mahasiswa-mahasiswi ini juga memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman
yang berbeda. Sebagian besar mahasiswa-mahasiswi ini langsung melanjutkan
pendidikan ke bangku kuliah setelah lulus sekolah menengah atas (SMA) sedangkan
sebagiannya bekerja terlebih dahulu. Mahasiswa-mahasiswi ini berjumlah 13 orang
yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Penulis merupakan salah
satu bagian dari mahasiswa program beasiswa ini, maka responden dalam penelitian
ini berjumlah 12 orang. Dalam penulisan bagian ini penulis menggunakan kode R
untuk memudahkan penulis mengidentifikasi mahasiswa-mahasiswi yang dijadikan
subyek penelitian.
R1 berasal dari Kampung Barong Tongkok, Kecamatan Barong Tongkok
yang merupakan pusat pemerintahan kabupaten Kutai Barat. Kecamatan Barong
Tongkok merupakan salah satu kecamatan yang berada di dataran tinggi dan jauh
dari Sungai Mahakam. Karena memiliki daerah yang relatif datar maka pada jaman
penjajahan Belanda kecamatan ini dijadikan sebagai lahan bandar udara yang
dikenal dengan nama bandar udara Belintuut dan Melalatn. Sampai sekarang bandar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
udara Melalatn masih digunakan untuk penerbangan komersil dari dan menuju Kutai
Barat. Kampung Barong Tongkok mengalami kemajuan dan pertambahan jumlah
penduduk setelah Kutai Barat resmi menjadi kabupaten dengan ibukota yang berada
dalam wilayah Barong Tongkok. Luas kampung Barong Tongkok adalah 52,43 Km2
dengan jumlah penduduk 4.893 jiwa. Etnik yang dominan adalah etnik Tonyooi
(salah satu bagian dari suku Dayak Tunjung). Etnik lain yang juga berdomisili di
Barong Tongkok adalah etnik Bugis, Jawa dan Banjar. Mata pencaharian utama
masyarakat Barang Tongkok adalah menyadap pohon karet, namun sebagian besar
warga Barong Tongkok kini berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS), Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dan polisi (Nikolaus, 2007: 273-274).
R2 berasal dari Kampung Linggang Melapeh, Kecamatan Linggang
Bigung. Kampung Linggang Melapeh berdiri pada tahun 1919. Pendiri pertama
kampung Linggang Melapeh ini adalah Bangun Arum yang berasal dari Luuq
Tokokng (Kampung Tokokng). Nama Melapeh berasal dari nama jenis kayu kelapeh
yang kemudian diubah menjadi Melapeh. Kampung Linggang Melapeh oleh
masyarakat setempat digolongkan sebagai kampung yang berjenis kelamin
perempuan, karena udaranya yang sejuk dan masyarakatnya sangat mencintai
suasana damai, aman dan tenteram. Luas kampung Linggang Melapeh adalah 49,15
Km2 dengan jumlah penduduk mencapai 1.096 jiwa. Suku yang mendiami
Kampung Linggang Melapeh ini adalah suku Dayak Rentenukng (salah satu bagian
dari suku Dayak), tetapi terdapat juga etnik lain dalam jumlah yang kecil seperti
Flores, Jawa dan Benuaq (salah satu bagian dari suku Dayak). Kegiatan
perekonomian yang utama kampung Linggang Melapeh adalah menyadap pohon
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
karet, selain itu ada juga yang berladang, berternak sapi, babi, ayam kampung,
menjadi karyawan swasta dan pegawai pemerintahan (Nikolaus, 2007:454).
R3 berasal dari Kampung Bigung Baru yang merupakan pemekaran dari
Kampung Linggang Bigung dengan luas 109,86 KM2 dan jumlah penduduk
sebanyak 406 jiwa. Etnik yang berdomisili di Kampung Bigung Baru adalah etnik
Rentenukng. Suku lain yang juga berdomisili di Kampung Bigung Baru adalah
Jawa, Toraja, Bahau (suku Dayak yang berdomisili di pesisir Sungai Mahakam).
Mata pencaharian utama penduduk Bigung Baru adalah menyadap pohon karet,
berladang, berternak ayam kampung, sapi, babi dan budidaya ikan (Nikolaus, 2007:
452).
R4 berasal dari Kampung Kelubaq yang awalnya merupakan kampung
etnik Rentenukng, tapi kemudian dijadikan sebagai wilayah transmigran asal Flores.
R4 merupakan keturunan Flores yang lahir di Kabupaten Kutai Barat dan menjadi
warga Kutai Barat. Kampung Kelubaq ini merupakan bagian dari Kecamatan Tering
dengan luas 64,08 Km2 dan jumlah penduduk sebanyak 399 jiwa. Nama Kampung
Kelubaq berasal dari salah satu anak sungai Mahakam, yakni Sungai Kelubaq.
Masyarakat Kampung Kelubaq sebagian besar masih berladang dan menjadi petani
karet (Nikolaus, 2007: 510).
R5 dan R6 berasal dari Kampung Datah Bilang Ilir yang memiliki luas
36,62 Km2 dengan jumlah penduduk 1.316 jiwa. Etnik yang dominan dalam
Kampung Datah Bilang Ilir ini adalah etnik Kenyah. Secara umum kebudayaan
etnik Kenyah sudah mengalami perubahan ke arah yang lebih modern, namun adat
istiadat masih dijadikan sebagai pedoman hidup. Mata pencaharian utama penduduk
kampung ini adalah bercocok tanam di dataran tinggi (gunung). Tanaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
perkebunan yang dibudidayakan adalah komoditas karet, kopi dan kemiri. Mata
pencaharian lain yang juga masih dominan adalah menangkap ikan, membuat ukiran
dan anyam-anyaman, seperti tikar, topi, tas dan lain sebagainya. Dalam keseluruhan
struktur sosial masyarakat Kampung Datah Bilang, lembaga adat memiliki peranan
yang sangat penting yakni, sebagai pembuat tata-tertib, pelaksana upacara adat dan
sebagai hakim dalam perkara-perkara kampung (Nikolaus, 2007:247).
R7 adalah keturunan Flores yang berdomisili di Kampung Resak, sekitar 31
Km dari Kota Samarinda. Kampung Resak terletak persis di tepi jalur darat trans
Kaltim yang berada di tepi kawasan hutan dan sepanjang aliran sungai Kedang
Kanan. Luas Kampung Resak adalah 100,38 Km2 yang merupakan bagian dari
Kecamatan Bongan. Jumlah penduduk yang berdomisili di kampung ini sebanyak
617 jiwa dengan mayoritas etnik Benuaq. Sebagian besar penduduk di kampung ini
berprofesi sebagai petani ladang dan pencari rotan, ada juga yang menjadi petani
karet. Penduduk di kampung ini masih menjunjung tinggi adat istiadat yang
diwariskan oleh leluhur secara turun temurun. Hal ini sangat terlihat jelas melalui
upacara-upacara adat misalnya, acara potong kerbau (Nikolaus, 2007: 401-402).
R8 berasal dari Kampung Long Pakaq yang dominan dengan etnik Kayan
(suku Dayak yang berasal dari sungai Kayan Kalimantan Tengah), etnik lain
misalnya Bahau, Aoheng dan Kenyah juga terdapat di Kampung ini. Luas Kampung
Long Pakaq adalah 287,95 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.105 jiwa.
Kampung ini terletak di ulu Sungai Mahakam yang kini menjadi bagian dari
Kabupaten Mahakam Ulu. Mata pencaharian utama penduduk Kampung Long
Pakaq adalah berladang dan mencari hasil hutan, ada juga yang berburu dan
menangkap ikan (Nikolaus, 2007: 223).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
R9 berasal dari Kampung Muara Asa dikenal juga dengan nama Jolokng
dengan luas 20,48 Km2 dan jumlah penduduknya sebanyak 704 jiwa. Etnik yang
dominan adalah etnik Tonyooi. Penduduk di kampung ini masih memegang teguh
tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang, misalnya Beliatn (upacara adat untuk
memohon kesembuhan dan lain sebagainya), Ngerangkau (ritual untuk menghormati
roh leluhur) dan potong kerbau. Mata pencaharian utama penduduk Kampung Muara
Asa adalah menyadap karet, berladang, menangkap ikan dan berdagang (Nikolaus,
2007: 285).
R10 berasal dari Kampung Datah Suling atau sering juga disebut Kampung
Long Isun. Kampung ini terletak di daerah lembah aliran Sungai Maraseh, anak
Sungai Mahakam. Kampung Long Isun ini memiliki luas 781 Km2 dan merupakan
kampung paling luas di Kecamatan Long Pahangai. Jumlah penduduk kampung ini
relatif sedikit yakni hanya 389 jiwa. Etnik yang dominan adalah etnik Dayak Bahau.
Masyarakat Long Isun masih memegang teguh tradisi yang diwariskan oleh nenek
moyang terutama dalam upacara menanam padi yang dalam bahasa Dayak Bahau
disebut lalii’ugaal. Upacara adat ini merupakan yang paling meriah dari upacara-
upacara lainnya. Mata pencaharian utama penduduk Kampung Long Isun adalah
berladang, namun ada juga yang menangkap ikan dan mencari hasil hutan (Nikolaus,
2007: 225).
R11 berasal dari Kampung Ngenyan Asa, Kecamatan Barong tongkok.
Kampung Ngenyan Asa ini berbatasan langsung dengan Kampung Barong Tongkok
yang merupakan pusat pemerintahan, sehingga kampung ini mengalami kemajuan
yang cukup pesat. Etnik yang dominan di kampung ini adalah etnik Tonyooi, namun
karena jaraknya yang cukup dekat dari pusat kota maka banyak etnik pendatang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
seperti Bugis, Jawa, Flores yang juga berdomisili di kampung ini. Luas Kampung
Ngenyan Asa ini adalah 31,13 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 926 jiwa.
Kampung ini juga masih sering menyelenggarakan ritual-ritual adat yang diwariskan
oleh nenek moyang misalnya belian, pejeaak petakaar (upacara yang terkait dengan
adat) dan lain sebagainya. Sebagian besar penduduk asli Ngenyan Asa berprofesi
sebagai penyadap karet, namun etnik pendatang kebanyakan membuka usaha
seperti: warung, bengkel dan pencucian kendaraan (Nikaulaus, 2007: 289).
R12 berasal dari Kampung Pepas Ehekng yang terkenal dengan kerajinan
anyam-anyaman dari rotan. Kegiatan menganyam biasanya dilakukan pada sore hari
secara bersama-sama. Kampung Pepas Ehekng memiliki jumlah penduduk sebanyak
878 jiwa dengan luas wilayah 21,30 Km2. Kampung ini masih memegang teguh
tradisi nenek moyang yang sudah jarang ditemui, misalnya upacara beliant (upacara
mohon kesembuhan, syukur dan penghormatan pada leluhur). Etnik yang
berdomisili di kampung ini adalah etnik Benuaq. Sebagian besar penduduk
berprofesi sebagai petani dan penyadap karet (Nikolaus, 2007: 276).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Kabupaten Kutai Barat terdiri berbagai macam suku dan budaya serta bahasa.
Keberagaman ini merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki Kabupaten Kutai
Barat, kendati begitu banyak perbedaan masyarakat tetap hidup rukun dan damai
sesuai dengan norma adat yang berlaku. Aturan adat masih dipandang sebagai aturan
tertinggi yang berlaku dalam masyarakat, sehingga berbagai perkara misalnya,
sengketa lahan, perceraian, perkelahian dan lain sebagainya selalu diselesaikan
secara adat terlebih dahulu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Pada umumnya Kabupaten Kutai Barat memiliki tanah yang subur,
sehingga tidak mengherankan jika mayoritas penduduk bergerak di bidang
pertanian. Komoditas utama pertanian masyarakat Kabupaten Kutai Barat adalah
karet. Pohon karet dipilih sebagai tanaman utama dalam pertanian, karena dianggap
tidak merusak ekosistem lingkungan, dari segi ekonomis hasil dari perkebunan
karet cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Selain itu, menyadap
pohon karet tidak membutuhkan waktu yang lama, biasanya hanya setengah hari,
sehingga masyarakat masih bisa melakukan aktivitas lain misalnya, berladang.
Namun akhir-akhir ini harga karet mengalami penurunan yang cukup drastis,
sehingga karet tidak dapat menjadi jaminan untuk pemenuhan kebutuhan hidup
masyarakat.
2. Harapan Umat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat Terhadap
Guru Agama Katolik dan Katekis
Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2002,
Kabupaten Kutai Barat mendapat angka 67,8 lebih rendah dari rata-rata IPM
Provinsi Kalimantan Timur yang mencapai 69,9. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan kualitas SDM merupakan masalah yang penting bagi Kabupaten Kutai
Barat (Nikolaus, 2007: 577).
Sejauh ini, kendala yang dihadapi oleh Kabupaten Kutai Barat dalam upaya
mengembangkan pendidikan selain kondisi geografis yang berupa daerah perbukitan
dan pegunungan serta dataran rendah yang rawan banjir, juga masalah tenaga kerja
dalam bidang pendidikan. Data yang dirilis oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai
Barat tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah guru cenderung mengalami
penurunan terutama di daerah hulu Sungai Mahakam (Nikolaus, 2007: 581).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Pemerintah Kabupaten terus berupaya untuk mengatasi kekurangan tenaga
kerja dan meningkatkan mutu pendidikan melalui program beasiswa untuk putra-
putri daerah yang berprestasi dan siap mengabdi. Pemerintah Kabupaten Kutai Barat
melakukan berbagai upaya untuk menyeleksi peserta beasiswa, sehingga yang
terpilih adalah yang terbaik. Melalui program beasiswa ini pemerintah berharap agar
dapat membentuk generasi muda yang dapat menjadi tokoh penggerak dalam bidang
pendidikan. Oleh sebab itu para peserta program beasiswa ini diharapkan dapat
belajar dan mengembangkan seluruh potensi diri, sehingga dapat menjadi guru yang
profesional dan berkompeten serta siap mengabdi kepada kepentingan masyarakat.
Selain bergerak di bidang pendidikan, para peserta beasiswa ini juga
diharapkan dapat mengembangkan kearifan lokal yang dimiliki oleh Kabupaten
Kutai Barat, misalnya gotong royong, toleransi, menjaga alam, dan lain sebagainya .
Kearifan lokal atau sering disebut dengan istilah local wisdom adalah semua bentuk
pengetahuan, pemahaman, wawasan dan etika yang menuntun perilaku manusia
dalam komunitas. Seperti diuraikan pada bagian awal, Kabupaten Kutai Barat
merupakan kabupaten yang sangat kaya akan keberagaman suku dan budaya. Oleh
sebab itu sangat dibutuhkan tokoh yang dapat mengelola kearifan lokal agar
masyarakat dapat hidup harmonis baik dengan sesama maupun dengan alam.
Mahasiswa-mahasiswi yang belajar di program studi Pendidikan Agama
Katolik tidak hanya dibentuk menjadi seorang guru yang profesional dan tokoh
dalam masyarakat, tetapi juga menjadi katekis yang dapat diandalkan dan siap
melayani, karena situasi pembinaan iman umat di Kabupaten Kutai Barat sangat
memprihatinkan. Sebagian besar paroki tidak memiliki kegiatan pendampingan yang
rutin dan sistematis untuk anak-anak, remaja dan orang dewasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Selama ini kegiatan yang dilaksanakan masih bersifat insidental, misalnya
merayakan hari anak misioner, Paskah dan Natal. Pembinaan iman yang intensif dan
berjenjang masih menjadi harapan, karena tidak tersedianya tenaga yang
berkompeten di bidang tersebut. Hampir seluruh pendamping atau aktivis yang
peduli dan mau terlibat dalam kegiatan pendampingan iman di paroki atau
lingkungan adalah relawan atau katekis volunter yang hanya bermodalkan
pengalaman dan ketulusan. Kegiatan-kegiatan pembinaan iman seperti retret,
rekoleksi, camping rohani, sarasehan, pendalaman iman dan gerakan-gerakan
devosional masih sangat jarang dijumpai. Pelajaran agama yang diajarkan di sekolah
pun masih sebatas pengetahuan semata. Sebagai akibatnya umat tidak memiliki
banyak pengetahuan tentang imannya dan tidak mampu memaknai pengalaman
hidupnya, sehingga iman menjadi kering dan tidak relevan lagi.
Umat melalui pemerintah daerah Kabupaten Kutai Barat berharap agar para
peserta beasiswa yang dikirim untuk menjadi guru agama dan katekis dapat menjadi
solusi terhadap masalah kekurangan tenaga kerja baik di bidang pendidikan maupun
bidang katekese. Guru agama dan katekis inilah yang menjadi ujung tombak
terciptanya Gereja yang dicita-citakan oleh umat dan pemerintah daerah Kabupaten
Kutai Barat, yakni Gereja yang sungguh beriman pada Kristus menurut kebudayaan,
nilai-nilai dan cara hidup umat setempat (LG art.1), sekaligus Gereja yang siap
menjadi saksi Kristus di tengah kehidupan bermasyarakat (GS art.1), sehingga
Gereja sungguh memiliki iman yang mendalam, relevan dan misioner. Oleh sebab
itu para calon guru agama dan katekis ini pertama-tama harus memiliki iman yang
mendalam, berintegritas, memiliki pemikiran yang kritis, berkepribadian dewasa dan
memiliki ketrampilan yang bisa diandalkan oleh Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
B. Profil Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata
Dharma
Pada bagian ini penulis mengandalkan informasi dari Borang Akreditasi
Prodi PAK-USD dan Laporan Evaluasi Diri Prodi PAK-USD yang disusun oleh tim
akreditasi tahun 2013.
Prodi PAK merupakan salah satu Prodi yang dipercaya oleh pemerintah
Kabupaten Kutai Barat untuk mendidik dan membimbing para mahasiswa-
mahasiswinya. Prodi PAK memiliki visi yang sama dengan harapan pemerintah
yakni, mendidik calon Sarjana Pendidikan Agama Katolik yang beriman tangguh
dan profesional demi terwujudnya Gereja yang memperjuangkan masyarakat
Indonesia yang semakin bermartabat. PAK merupakan salah satu Prodi dari Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang bertujuan untuk
menghasilkan sarjana pendidikan yang beriman mendalam, berkompeten,
berkepribadian, dan berintegritas, dengan sikap yang unggul dapat membantu
sesama umat beriman mengembangkan imannya, yang dapat berprofesi menjadi
guru agama Katolik, katekis, dan pengembang karya katekese melalui kerja sama
dengan tokoh-tokoh umat dan pemimpin gerejawi lainnya.
Selama kurang lebih 54 tahun Prodi ini secara konsisten menyiapkan calon
katekis dan guru agama yang siap melayani sesama serta memiliki ketrampilan dan
pengetahuan yang memadai. Dengan semboyan Pradnyawidya Prodi ini berupaya
untuk membentuk pribadi yang cerdas dan juga bijaksana. Upaya ini diwujudkan
melalui sistem kurikulum yang menekankan pendidikan secara utuh bagi
mahasiswa-mahasiswi. Pendidikan secara utuh ini bertujuan agar mahasiswa-
mahasiswi tidak hanya berkembang secara kognitif saja, tetapi aspek afektif dan
psikomotorik juga berkembang. Pendidikan secara utuh yang dilaksanakan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Prodi ini dapat dilihat dalam tiga kegiatan pokok dari kurikulum, yakni: kurikuler,
ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler.
Kegiatan kurikuler Prodi ini mencakup proses perkuliahan yang memuat
mata kuliah keilmuan dan ketrampilan, keahlian berkarya serta mata kuliah
kehidupan bermasyarakat. Bidang ilmu yang diajarkan meliputi kateketik, teologi,
Kitab Suci, filsafat dan pendidikan. Kegiatan kurikuler ini bertujuan untuk
memberikan bekal pengetahuan bagi para calon katekis dan guru agama dalam
melaksanakan karya pelayanan.
Kegiatan ko-kurikuler yang dilaksanakan oleh Prodi guna mendukung
perkembangan mahasiswa meliputi: pembinaan spiritualitas, suasana kekeluargaan
dan perhatian pada setiap pribadi. Kegiatan pembinaan spiritualitas ini dilaksanakan
di setiap semester dengan tema yang berbeda-beda. Kegiatan ini bertujuan untuk
membimbing para mahasiswa-mahasiswi agar dapat merefleksikan pengalaman
hidup sehari-hari dan memakani setiap pengalaman tersebut.
Prodi ini juga sangat menekankan suasana kekeluargaan yang bertujuan
untuk memupuk relasi antara dosen, karyawan dan mahasiswa. Suasana ini sangat
mendukung perkembangan pribadi mahasiswa-mahasiswi terlebih mereka yang
berasal dari luar Pulau Jawa. Melalui suasana ini tidak ada yang merasa terasing,
karena semua merupakan satu keluarga. Prodi ini memberikan perhatian terhadap
setiap pribadi atau sering dikenal dengan istilah cura personalis yang terwujud
dalam kegiatan pendampingan oleh dosen pembimbing akademik (DPA). Perhatian
ini sangat penting, karena setiap mahasiswa memiliki latar belakang dan
permasalahan yang berbeda-beda, sehingga perlu diadakan pendekatan atau
perhatian secara personal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Selain kegiatan kurikuler dan ko-kurikuler, Prodi ini juga
menyelenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler guna mengembangkan bakat dan minat
mahasiswa. Kegiatan ini dilaksanakan dalam kerja sama dengan Himpunan
Mahasiswa Program Studi (HMPS), di Prodi PAK disebut Himpunan Mahasiswa
Kateketik (HIMKA). Kegiatan pengembangan bakat dan minat ini dikoordinir oleh
seorang dosen yang ditunjuk sebagai kepala bidang kemahasiswaan. Kegiatan-
kegiatan yang dikoordinir oleh HIMKA dikelompokkan dalam empat bidang, yaitu:
bidang organisasi dan administrasi, bidang penalaran dan keilmuan, bidang
kesejahteraan dan bidang pengabdian masyarakat.
Kegiatan-kegiatan dalam bidang organisasi dan administrasi mencakup
antara lain: kaderisasi pengurus HIMKA, pembentukan kepengurusan, penyusunan
rencana kegiatan dan rencana anggaran, pelaksanaan tugas administrasi harian
HIMKA, evaluasi program, membangun jejaring dengan organisasi lain, terutama
dalam lingkup Universitas Sanata Dharma. Kegiatan penalaran dan keilmuan antara
lain ceramah ilmiah membahas permasalahan-permasalahan yang aktual dengan
mengundang narasumber dari luar Prodi guna mengisi acara pembinaan umum yang
diadakan secara rutin setiap hari Kamis/Jumat minggu ketiga, menerbitkan majalah
dinding dan majalah Gema Pradnyawidya secara berkala.
Kegiatan di bidang kesejahteraan meliputi kegiatan olahraga (sepak bola,
volley, bulu tangkis, tenis meja, dan bela diri), kesenian (paduan suara
Pradnyawidya, band kampus, teater rakyat, tari), kesehatan, kursus ketrampilan
(kursus elektronik, komputer, internet, media murah, fotografi), kegiatan keakraban
meliputi malam keakraban dengan mahasiswa baru pada awal tahun akademik, hari
Prodi, pentas seni, nonton bareng, piknik dan kegiatan rohani: misa kampus setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
awal bulan, ziarah, doa bersama, pelayanan misa di paroki-paroki. Dalam bidang
kesejahteraan ini ada tiga seksi yang bertanggungjawab, yakni seksi olahraga,
keakraban seksi liturgi. Kegiatan-kegiatan di bidang pengabdian masyarakat antara
lain: posko bencana, donor darah, gerakan penghijauan, pelayanan tugas gerejani di
berbagai paroki, retret dan rekoleksi untuk siswa dari berbagai sekolah, bina iman
anak dalam rangka BKSN dan Kristianitas di SMA Pangudi Luhur Van Lith.
Setelah mengalami seluruh pendidikan yang ditawarkan oleh Prodi, para
lulusan diharapkan memiliki kompetensi yang integratif, mencakup ranah kognitif
(competence), afektif (conscience) dan psikomotorik (compassion). Kompetensi
lulusan yang integratif ini digambarkan sebagai berikut: mempunyai integritas,
kritis, dewasa, bisa diandalkan oleh Gereja, mampu mendampingi umat dalam
pencarian makna dan mampu memberikan jawaban yang tegas dalam soal-soal
iman.
C. Penelitian Tentang Gambaran Perkembangan Iman Mahasiswa-Mahasiswi
Kabupaten Kutai Barat
1. Rencana Penelitian
a. Latar Belakang Penelitian
Iman yang mendalam merupakan salah satu syarat yang mutlak bagi
seorang calon guru agama. Iman bukan hanya menyangkut hal-hal yang bersifat
religius atau hanya berhubungan dengan Tuhan, tetapi meliputi seluruh aspek dalam
kehidupan. Iman memiliki tiga dimensi yang tidak dapat dipisah-pisahkan, yakni
believing, trusting, and doing. Ketiga dimensi ini menyangkut segi kognitif, afektif
dan motorik seseorang, sehingga bila membahas mengenai perkembangan iman
sesungguhnya adalah membahas perkembangan pribadi seseorang secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
menyeluruh. Iman hanya akan berkembang jika seluruh pengalaman dan
pengetahuan yang diperoleh selama masa studi direfleksikan atau dibatinkan, tetapi
bila hal ini tidak dilaksanakan, maka seluruh proses perkuliahan hanya sebatas
menambah wawasan. Oleh sebab itu sangat penting bagi mahasiswa-mahasiswi
Prodi PAK untuk merefleksikan seluruh pengetahuan yang diperoleh, sehingga
kegiatan perkuliahan menjadi sarana untuk mencapai tujuan dan alasan mahasiswa-
mahasiswi menempuh pendidikan di Prodi PAK.
Berdasarkan hal ini penulis ingin mendapatkan gambaran apakah
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang telah belajar di Prodi PAK ini
berkembang imannya sesuai dengan harapan pemerintah Kabupaten Kutai Barat dan
profil alumni Prodi PAK. Penelitian ini dilaksanakan untuk mendeskripsikan
perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat selama belajar
di Prodi PAK. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
bagi pemerintah Kabupaten Kutai Barat dalam merencanakan program beasiswa
dan menjadi referensi dalam kegiatan pendampingan mahasiswa.
b. Tujuan Penelitian
Menurut Groome (2010: 81) iman Kristen memiliki tiga dimensi yang
diekspresikan dalam tiga kegiatan yakni, iman sebagai keyakinan (faith as
believing), iman sebagai kepercayaan (faith as trusting), dan iman sebagai tindakan
(faith as doing). Dalam konteks mahasiswa Universitas Sanata Dharma kegiatan ini
diterjemahkan dalam triple C, yakni, competence, conscience dan compassion.
Berdasarkan penjelasan ini maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
1. Mendeskripsikan sejauh mana dimensi-dimensi iman mahasiswa-mahasiswi
Kabupaten Kutai Barat Prodi PAK berkembang.
2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat perkembangan iman mahasiswa-
mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Prodi PAK.
c. Definisi Konseptual
Groome (2010: 81) menyatakan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang
hidup meliputi tiga dimensi yakni, iman sebagai keyakinan (faith as believing), iman
sebagai kepercayaan (faith as trusting), iman sebagai tindakan (faith as doing).
d. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif.
Menurut Sugiyono (2013 : 14), penelitian kualitatif adalah penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme yakni, penelitian yang digunakan untuk
meneliti kondisi alamiah di mana peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian.
Penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
e. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah desain ex post facto.
Desain ini menunjuk kepada perlakuan atau manipulasi variabel bebas telah terjadi
sebelumnya, sehingga peneliti tidak perlu memberikan perlakuan lagi, tinggal
melihat efeknya pada variabel terikat. Menurut Sugiyono (2013: 50) penelitian
dengan desain ex post facto adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti
peristiwa yang terjadi dan kemudian melihat ke belakang untuk mengetahui faktor-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
faktor yang menimbulkan kejadian tersebut. Dalam penelitian ini masalah yang
diteliti adalah perkembangan iman.
f. Responden
Menurut Sugiyono (2013: 117) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dengan demikian populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek
atau subjek yang menjadi komunitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa-mahasiswi program beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang
sedang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta angkatan 2012 yang berjumlah 13 orang.
Salah satu syarat sampel adalah harus bersifat representatif, artinya bisa
mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
sampling jenuh atau sensus, yakni mengambil seluruh anggota populasi sebagai
sampel. Hal ini karena jumlah populasi relatif kecil atau kurang dari 30 orang
(Sugiyono, 2013: 124).
Karena peneliti merupakan bagian dari mahasiswa-mahasiswi program
beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang sedang belajar di Program Studi
Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta angkatan 2012,
maka responden dalam penelitian ini menjadi 12 orang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
g. Instrumen Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2012: 193) pengumpulan data dapat dilakukan dengan
berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara. Apabila dilihat dari setting-nya,
data dalam penelitian ini dapat dikumpulkan pada setting alamiah misalnya di
tempat tinggal (rumah) responden. Jika berdasarkan sumbernya, pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan sumber primer yakni, sumber data langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Selanjutnya bila dilihat dari segi
instrumen pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan wawancara.
Sugiyono (2010: 317) menyampaikan kembali pandangan Esterberg tentang
wawancara yakni, pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur
(in depth interview). Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di
mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang sistematis, melainkan
hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Menurut Sugiyono (2010: 320) wawancara tidak terstruktur atau terbuka
adalah wawancara yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih
mendalam tentang responden. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum
mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih
banyak mendengarkan apa yang diceritakan responden. Berdasarkan analisis
terhadap jawaban responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan pertanyaan
berikutnya yang lebih terarah pada tujuan penelitian.
Dalam melakukan wawancara tidak terstruktur peneliti dapat menggunakan
cara “berputar-putar baru menukik” artinya pada awal wawancara yang dibicarakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
adalah hal-hal yang tidak berkaitan dengan tujuan, jika sudah terbuka kesempatan
untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan wawancara, maka segera
ditanyakan. Kondisi responden harus diperhatikan dengan teliti dalam proses
wawancara ini, sehingga data yang diperoleh adalah data yang akurat.
h. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kampus PAK, Universitas Sanata Dharma pada
bulan Juni-Agustus 2016.
i. Variabel Penelitian
1. Dimensi iman mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat Program studi PAK-USD.
2. Faktor pendukung dan penghambat perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi
Kutai Barat Program studi PAK-USD tentang perkembangan iman.
j. Kisi-kisi Penelitian
Tabel 1
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
No. Variabel Aspek Indikator Jumlah
Soal
Nomor
1. Perkembangan
Iman
Competence
(faith as
believing)
Meyakini imannya 1
1,2
Conscience
(faith as
trusting)
Bahagia dan
bertanggungjawab
menjadi Katolik
2
3,4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Compassion
(faith as doing)
Memiliki semangat
untuk melayani
umat
Memiliki
Kebebasan
Mendengarkan
Suara hati
Bertanggungjawab
1
1
1
3
5
6
7
8-10
2.
Faktor
pendukung
dan
penghambat
perkembangan
iman
Keluarga
Gereja
Sekolah
Masyarakat
Teknologi
komunikasi
Pendidikan iman
dari orang tua
Pendalaman iman
dan kegiatan orang
muda Katolik
Pelajaran agama
Katolik
Kebiasaan-
kebiasaan setempat
Memanfaatkan
teknologi secara
bijak
1
1
1
1
1
11
12
13
14
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
2. Laporan Hasil Penelitian
Pada bagian ini penulis akan mendeskripsikan secara kualitatif
perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang belajar di
program studi Pendidikan Agama Katolik (PAK), Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
wawancara terbuka yang melibatkan 12 responden. Metode ini dipilih karena
melalui metode ini penulis dapat memperoleh data yang lebih mendalam dan dapat
berinteraksi secara langsung dengan responden. Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 26 Juli sampai tanggal 17 Agustus 2016. Dalam melaksanakan wawancara,
penulis menyampaikan 15 pertanyaan pokok. Pertanyaan yang disampaikan
mengenai perkembangan iman selama studi di PAK serta faktor-faktor yang
mempengaruhi. Penulis akan memaparkan hasil wawancara berdasarkan aspek
variabel penelitian dan membahasnya menurut variabel masing-masing aspek.
Untuk memudahkan penulis dalam menyampaikan hasil wawancara, maka penulis
memberikan kode pada setiap responden dengan nama R.
a. Identitas Responden
Tabel 2
Identitas Responden
No. Nama Jenis
Kelamin Nama Kampung Kode
1. Sesilia Perempuan Barong Tongkok R1
2. Kristina Verawati Perempuan Melapeh Lama R2
3. Natalia Yustika Perempuan Bigung Baru R3
4. Maria Dolorosa Tonis Perempuan Kelubaq R4
5. Klaudius Himang Laki-Laki Datah Bilang R5
6. Christina Lunau Jalung Perempuan Datah Bilang R6
7. Maria Fransiska F. Radja Perempuan Resak R7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
8. Antonius Kerung Laki-Laki Long Pakaq R8
9. Martalina Perempuan Muara Asa R9
10. Agustina Havui Batoq Perempuan Datah Suling R10
11. Yohana Susmi Perempuan Ngenyan Asa R11
12. Deodatus Asri Biantoro Laki-Laki Pepas Ehengk R12
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa responden yang
diwawancara berjumlah 12 orang yang terdiri dari 3 Laki-Laki dan 9 perempuan.
b. Dimensi Kognitif (faith as believing)
Iman sebagai keyakinan (faith as believing) adalah dimensi iman yang
menekankan segi intelektual. Iman dipahami sebagai sebuah keyakinan, oleh sebab
itu iman harus direnungkan, dipahami dan didalami agar iman dapat diyakini dengan
teguh. Salah satu bentuk dari dimensi kognitif ini adalah kemampuan untuk
mengkritisi informasi yang diterima, bukan hanya menolak tetapi juga memandang
berbagai hal sebagai jalan untuk memperkembangkan iman. Dimensi kognitif iman
menekankan bahwa iman dapat dipertanggungjawabkan menurut daya akal budi.
Berdasarkan hasil penelitian ke 12 responden merasa bahwa iman mereka
semakin berkembang setelah melalui proses belajar di PAK. Pergulatan dalam
dinamika studi di PAK membantu para mahasiswa untuk semakin mendalami iman.
R1 dan R11 menyatakan bahwa mereka semakin menyadari akan rencana Tuhan
atas hidup ini, oleh sebab itu hidup harus selalu dimaknai. Belajar di PAK
menjadikan pengalaman yang sangat pahit, yakni kehilangan orang tua menjadi
bermakna. Melalui pengalaman ini kasih Tuhan sungguh dirasakan dan menghantar
untuk semakin percaya kepada-Nya [lampiran 4: (4)-(7)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Menurut R2 sebelum kuliah di PAK sering kali ia menyalahkan Tuhan atas
apa yang kurang baik dalam hidupnya, namun setelah kuliah di PAK ia mendapat
kesempatan untuk mengolah dan merenungkan pengalaman tersebut, sehingga ia
menyadari bahwa semua pengalaman tersebut memiliki makna.
R3, R4, R7 dan R9 menyatakan bahwa sebelum kuliah di PAK perayaan
Ekaristi hanya di pandang sebagai rutinitas semata dan tidak ada hubungan dengan
kehidupan sehari-hari. Perayaan Ekaristi hanya menjadi sebuah ritual yang
melengkapi berbagai peristiwa, misalnya pernikahan dan kematian. Perayaan
Ekaristi di pandang tidak lebih dari penanda hari minggu dan sebagai kegiatan
sekunder setelah kegiatan-kegiatan pribadi, bahkan perayaan Ekaristi dianggap
sebagai kegiatan opsional, boleh dirayakan atau boleh juga tidak dirayakan. Setelah
belajar di PAK cara pandang tersebut berubah total. Kini perayaan Ekaristi di
pandang sebagai perayaan yang sangat bermakna, bahkan menjadi kebutuhan dasar
dalam hidup beriman yang harus terpenuhi [lampiran 4: (4)-(7)].
Menurut pengalaman R5, R6 dan R10 keterbatasan informasi dan
pengetahuan tentang agama menjadikan iman sangat dangkal. Iman tidak dipahami
dalam seluruh realitas hidup, namun hanya disempitkan pada perayaan Ekaristi.
Artinya dengan rajin mengikuti perayaan Ekaristi, maka iman akan semakin
bertambah. Kehidupan rohani tidak mendapat perhatian secara khusus, bahkan
kegiatan rohani, misalnya doa pribadi, refleksi dan lain sebagainya terasa sangat
asing. Dalam proses belajar di PAK pemahaman akan iman secara perlahan
mendapat titik terang. Iman tidak lagi dipahami sebagai bagian yang terpisah dari
kehidupan, namun justru nyata dalam kehidupan [lampiran 4: (4)-(7)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Sebelum kuliah di PAK sempat ragu-ragu akan adanya Tuhan dalam hidup
ini. Tidak ada pengalaman yang menegaskan bahwa Tuhan sungguh ada dan hadir
dalam hidup ini. Iman menjadi sangat kering dan tidak relevan untuk dijadikan
pedoman hidup. Namun, setelah mengalami dinamika perkuliahan di PAK
semuanya menjadi berbeda. Dalam dinamika perkuliahan ada kesempatan untuk
merenungkan dan menyadari kehadiran Tuhan dalam setiap sendi kehidupan,
sehingga sekarang menjadi sangat yakin bahwa Tuhan sungguh ada dan hadir dalam
setiap pengalaman hidup (R8).
R12 mengalami pergulatan yang sama yakni, tidak yakin akan kehadiran
Tuhan dalam hidup ini. Pengalaman sakit yang cukup parah membuatnya sadar akan
kehadiran Tuhan. Pengalaman sakit ketika sedang dalam masa studi di PAK
sungguh berbeda dari pengalaman sebelumnya. Pengalaman sakit ini justru
menjadikannya sadar bahwa Tuhan sungguh ada dan sangat murah hati. Proses
belajar yang ia alami di Prodi PAK mengubah pemahamannya terhadap
pengalaman-pengalaman yang selama ini ia lalui dan menjadikannya semakin yakin
dengan teguh akan kehadiran Tuhan [lampiran 4: (4)-(7)].
c. Dimensi Afektif (faith as trusting)
Iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) merupakan relasi pribadi
seseorang dengan Tuhan. Relasi ini menekankan segi afeksi atau rasa yang terkait
dengan hati nurani. Segi afeksi ini membahas soal isi hati, oleh karena itu hal yang
paling utama dalam dimensi afektif ini adalah mendengarkan suara hati. Selain itu,
untuk menjalin relasi tersebut harus ada rasa bangga terhadap apa yang di imani,
kebebasan, dan tanggungjawab.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Ke 12 responden menyatakan bahwa belajar di PAK menjadikan mereka
semakin bangga sebagai orang Katolik. Menurut R1 sebelum kuliah di PAK ia
sudah bangga menjadi seorang Katolik, ditambah pengetahuan yang ia dapat selama
kuliah di PAK menjadikannya semakin bangga dengan iman Katolik. R8 juga
menyatakan hal yang sama, yakni setelah kuliah di PAK dan banyak mendapat
pengetahuan tentang agama Katolik, ia menjadi sangat bangga sebagai seorang
Katolik, meskipun sebelumnya ia sempat merasa ragu-ragu sebagai orang Katolik.
R2 bangga karena sistem hirarkis dan model pelayanan yang ada dalam Gereja
Katolik. R5 juga menegaskan hal yang sama bahwa ia bangga menjadi Katolik,
karena pelayanan dalam Gereja Katolik sangat menekankan kasih. R3 mengatakan
belajar di PAK semakin menegaskan bahwa Katolik adalah pilihan yang tepat
baginya. Sedangkan menurut R4 dan R7 Katolik terdiri dari berbagai macam suku
dan budaya serta sangat menghargai pluralitas, inilah yang menjadikan mereka
bangga sebagai orang Katolik. R6 merasa bangga menjadi seorang Katolik karena
Katolik mampu menghantar dirinya untuk merasakan kasih Tuhan dalam
kehidupannya. Menurut pengalaman R9, R10 dan R11 Katolik adalah agama yang
membentuk kepribadian menjadi semakin dewasa, sehingga Katolik dianggap
sebagai jati diri yang tidak mungkin ditinggalkan. Rasa bangga menjadi Katolik
lahir dari keadaan umat di tempat asalnya yang masih kental dengan kepercayaan
lokal dan belum mengerti Katolik sepenuhnya. R12 melihat situasi ini ia merasa
sangat beruntung menjadi seorang Katolik dan merasa tertantang untuk memberikan
kesaksian hidup seorang Katolik bagi umat di kampung halamannya [lampiran 4:
(7)-(9)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Berdasarkan pengalaman R1 dan R10 dalam menjalani tanggung jawab
sebagai seorang beriman selama belajar di PAK terkadang muncul rasa terpaksa
untuk melaksanakannya, terlebih ketika sedang jenuh dan lelah. Dalam kegiatan
tertentu, misalnya doa pribadi dan mengikuti perayaan Ekaristi sudah dilaksanakan
dengan penuh kebebasan, tetapi dalam kegiatan lainnya masih ada rasa terpaksa (R2
dan R7). R3, R9, R11 dan R12 menyatakan, bahwa mengikuti perayaan Ekaristi
pada hari minggu merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri dan
dilaksanakan dengan penuh kebebasan, tanpa ada intervensi dari pihak luar. Berbeda
dengan kegiatan lain seperti: misa harian, doa lingkungan, pendalaman iman, koor
serta kegiatan lainnya sering kali dilaksanakan dengan terpaksa dan hanya untuk
memenuhi tugas kuliah [lampiran 4: (9)-(10)].
Sedangkan menurut R4 dan R5 selama belajar di PAK tidak ada rasa
terpaksa untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai orang beriman, misalnya
mengikuti Ekaristi, terlibat di lingkungan atau kegiatan rohani lainnya. R6 dan R8
menambahkan hal yang sama, yakni selama kuliah di PAK niat mereka semakin
dimurnikan, sehingga dalam menjalani tanggung jawab hidup beriman sungguh lahir
dan kesadaran dan kebebasan. Menurut R6 dan R8 semuanya itu memang tidak
terjadi begitu saja, tetapi harus melawati suatu proses dan dinamika yang panjang
selama belajar di PAK [lampiran 4: (9)-(10)].
Menurut pengalaman R1 dan R2 pergulatan dalam proses belajar di PAK
menjadikan mereka selalu mendengarkan suara hati. Menanggapi panggilan sebagai
katekis memang bukan perkara yang mudah, sering kali dihadapkan dengan
persoalan-persoalan yang membuat diri tidak yakin dengan panggilan tersebut (R1).
Dalam hal ini suara hati membantu untuk melihat tantangan dari berbagai aspek,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
sehingga ketika menghadapi masalah dalam proses studi tidak langsung menyerah
(R2). R1 menyatakan untuk dapat mendengar suara hati biasanya ia merenung dan
melihat kembali perjalanan hidup selama ini, dengan demikian ia akan mendapat
peneguhan untuk mengikuti bisikan dari dalam hati. R6 menambahkan bahwa
selama ini suara hati menjadi salah satu tolak ukur dalam pengambilan keputusan,
meskipun hal tersebut tidaklah mudah namun tetap ia usahakan. R8, R11 dan R12
juga menguatkan pernyataan R6 bahwa, selama belajar di PAK suara hati memiliki
peran yang sangat besar, terlebih ketika menghadapi situasi yang sulit, misalnya
kehilangan anggota keluarga (R8, R11), mengalami sakit yang parah (R12). Suara
hati menjadi acuan dan pendorong dalam usaha menyelesaikan tanggung jawab
sebagai mahasiswa yang diberikan kepercayaan oleh pemerintah [lampiran 4: (10)-
(11)].
R3, R4, R5, R7, R9 dan R10 mengalami hal yang berbeda, selama belajar
di PAK suara hati justru sering terabaikan. Suara hati belum mendapat peranan yang
besar dalam proses belajar selama 4 tahun ini, meskipun sering kali ada pergulatan
ketika menghadapi suatu pilihan. Pemenuhan akan keinginan pribadi menjadi lebih
dominan dari pada kebutuhan, sehingga pilihan selalu dijatuhkan pada hal-hal yang
bersifat menyenangkan semata dan hal-hal yang bermanfaat, misalnya menulis
skripsi sering kali tergantikan dengan menonton televisi atau chating, dan lain
sebagainya [lampiran 4: (10)-(11)].
Berdasarkan hasil wawancara, menurut R1, R4, R6, R7, R8, R10 dan R11
bentuk tanggung jawab yang telah dilakukan sebagai mahasiswa beasiswa adalah
mendapatkan indeks prestasi kumulatif (IPK) di atas standar yang ditentukan
pemerintah. Selain mendapatkan IPK yang cukup tanggung jawab tersebut juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
dilakukan dengan cara menjaga nama baik kampus dan pemerintah yang telah
memberikan kesempatan untuk belajar. R2 dan R3 menambahkan bentuk lain dari
tanggung jawab sebagai mahasiswa beasiswa adalah mengembangkan diri misalnya,
kursus public speaking (R2), terlibat dalam kepanitiaan (R3), kelompok paduan
suara (R5). Sedangkan menurut R9 dan R12 bentuk tanggung jawab mereka sebagai
mahasiswa beasiswa adalah menyelesaikan perkuliahan dengan baik [lampiran 4:
(12)-(13)].
d. Dimensi tindakan (faith as doing)
Iman sebagai tindakan (faith as doing) berkenaan dengan wujud nyata dari
iman berupa perhatian terhadap hidup rohani, keterlibatan dalam kegiatan Gereja
dan pelayanan bagi sesama. Sebanyak 6 dari 12 responden yang diwawancara
menyatakan bahwa studi di PAK semakin menambah semangat untuk mengikuti
perayaan Ekaristi (R1, R2, R4, R6, R11, R12). R1 dan R4 mengatakan bahwa pada
saat awal kuliah belum memiliki semangat dan antusias yang besar untuk mengikuti
perayaan Ekaristi. Semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi muncul setelah
merefleksikan panggilan hidup serta mengetahui makna perayaan Ekaristi. R6, R11
dan R12 menyatakan hal yang sama yakni, sebelum belajar di PAK mengikuti
perayaan Ekaristi masih sebagai formalitas semata dan sangat jarang dilaksanakan,
tetapi setelah belajar di PAK menjadi tahu makna perayaan Ekaristi dan semangat
untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Sedangkan R3 menambahkan bahwa kuliah di
PAK menghantar dirinya semakin dekat dengan Tuhan, kedekatan inilah yang
kemudian menjadi sumber semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi [lampiran 4:
(14)-(15)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
R2 juga menyatakan bahwa belajar di PAK sebenarnya memotivasi dirinya
untuk ambil bagian dalam perayaan Ekaristi, akan tetapi jarak dari tempat tinggal ke
gereja cukup jauh dan ia tidak memiliki alat transportasi, sehingga selama belajar di
PAK ia sangat jarang mengikuti perayaan Ekaristi. Sementara menurut pengalaman
R5 studi di PAK tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap semangat untuk
mengikuti perayaan Ekaristi. R7, R8, R9 dan R10 menguatkan pernyataan R5
dengan mengungkapkan bahwa selama belajar di PAK semangat untuk mengikuti
perayaan Ekaristi semakin berkurang, terlebih ketika memasuki semester akhir.
Faktor penyebab yang utama adalah rasa malas dan tugas-tugas kuliah yang sangat
banyak (R7, R10). Sedangkan menurut pengalaman R8 dan R9 faktor untuk yang
menyebabkan semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi menjadi berkurang
adalah lingkungan dan suasana yang baru. Sebelum kuliah di PAK R8 dan R9
tinggal di lingkungan (asrama) yang sangat kondusif dan memungkinkan mereka
untuk terlibat aktif dalam kegiatan rohani di gereja, tetapi setelah kuliah di PAK
suasana dan lingkungan menjadi sangat berbeda [lampiran 4: (14)-(15)].
Berdasarkan hasil wawancara 6 responden menyatakan bahwa tidak ada
waktu khusus yang disediakan secara rutin untuk hidup rohani, kendati demikian
selalu berusaha menyempatkan diri untuk berdoa. Selama ini yang paling sering
dilakukan adalah doa sebelum tidur, doa rosario dan membaca Kitab Suci,
sedangkan refleksi hanya dilaksanakan ketika awal-awal kuliah saja (R1, R4, R5,
R6, R7, R8, R10). R1, R7, R8, dan R10 menyatakan bahwa tugas kuliah dan
kegiatan-kegiatan kampus menyita waktu yang cukup banyak, sehingga kebiasaan
refleksi perlahan-lahan diabaikan. Sementara R4 mengungkapkan bahwa kamar
tidurnya sering dijadikan tempat berkumpul teman-teman satu kos hampir setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
malam, sehingga ia tidak lagi punya waktu pribadi untuk berefleksi. Sedangkan R6
mengatakan bahwa selama ini ia berefleksi ketika menghadapi masalah, misalnya
masalah dalam keluarga, relasi dengan teman, kuliah dan lain sebagainya. Menurut
R7 fasilitas yang ia dapatkan, misalnya mesin cuci, wi-fi¸ televisi, smartphone dan
lain sebagainya menjadikan ia sangat nyaman, sehingga banyak waktu yang
dihabiskan untuk menikmati fasilitas tersebut dan lupa untuk berefleksi [lampiran 4:
(13)-(14)].
Menurut R2 sebelum melakukan kegiatan ia menyediakan waktu 15 menit
untuk berdoa dan membaca Kitab Suci, hanya akhir-akhir ini sudah jarang
dilakukan. R9 juga menyatakan hal yang sama, yakni selama ini ia selalu
menyiapkan waktu untuk berdoa dan membaca Kitab Suci sesuai bacaan harian.
Sementara R3, R11 dan R12 mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada waktu
khusus untuk hidup rohani yang dilakukan hanya sebatas doa sebelum tidur. Lima
responden, yakni R2, R3, R9, R11 dan R12 menyatakan bahwa selama ini mereka
belum memiliki kebiasaan untuk berefleksi [lampiran 4: (13)-(14)].
Menurut R1, R10 pada tahun kedua kuliah di PAK ia rajin mengikuti
kegiatan-kegiatan rohani di paroki maupun di lingkungan, tetapi setelah mendapat
banyak tugas dari kampus kegiatan-kegiatan tersebut mulai ditinggalkan. Sedangkan
menurut pengalaman R2, R9 dan R12 keterlibatan dalam kegiatan paroki ataupun
lingkungan hanya pada saat-saat tertentu saja, misalnya pada bulan Maria dan bulan
Kitab Suci. R4, R6 dan R7 memiliki pengalaman yang sedikit berbeda, yakni tidak
terlibat aktif dalam kegiatan paroki atau lingkungan tempat tinggal mereka, tetapi
justru aktif dalam kegiatan di paroki lain, misalnya koor, lektor dan pendampingan
iman anak. Sementara R3, R5 dan R11 menyatakan bahwa selama belajar di PAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
tidak pernah terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani baik di tingkat paroki maupun
lingkungan tempat tinggal mereka. Pengaruh dari teman satu asrama sangat besar
terhadap keterlibatan dalam kegiatan rohani. R3 dan R5 mengungkapkan bahwa
rata-rata teman satu asrama terlebih yang beragama Katolik tidak ada yang terlibat
dalam kegiatan-kegiatan paroki atau lingkungan, sehingga kegiatan-kegiatan
tersebut tidak dipandang sebagai kegiatan yang penting [lampiran 4: (16)-(17)].
Menurut R1 bentuk pelayanan yang pasti dilaksanakan setelah
menyelesaikan studi di PAK adalah pendampingan bagi para prodiakon. R1 ingin
membagikan pengetahuan dan pengalaman yang ia dapatkan bagi prodiakon di
parokinya melalui program pendampingan ini. Sementara R2 dan R7 sejauh ini
belum memiliki gambaran yang pasti bentuk pelayanan macam apa yang akan
dilaksanakan setelah kembali ke kampung halaman. Sedangkan tiga responden
memiliki rencana yang sama, yakni memberdayakan kaum muda melalui berbagai
macam kegiatan (R3, R11 dan R12.) Selama ini kaum muda tidak memiliki banyak
kegiatan rohani, sehingga begitu banyak perilaku menyimpang yang terjadi,
misalnya nikah muda, narkoba dan lain sebagainya. Kaum muda ini memiliki
potensi yang besar dalam upaya menghidupkan Gereja. Oleh sebab itu kaum muda
perlu mendapat perhatian yang khusus (R3, R11). R12 menambahkan bahwa
keterlibatan kaum muda tidak cukup hanya dalam lingkup Gereja, tetapi harus
sampai pada lingkup masyarakat. Permasalahan inilah yang kemudian menggugah
R12 untuk peduli dan bersedia menjadi promotor kegiatan kaum muda di tempat
asalnya [lampiran 4: (17)-(18)].
R4, R5, R6, R9 dan R10 memiliki perhatian khusus pada kegiatan katekese.
Selama ini kegiatan lingkungan hanya sebatas doa rosario, itu pun sangat jarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
terjadi. Oleh sebab tidak heran iman umat sangat kering dan tidak sedikit umat yang
memilih untuk beralih ke agama lain. Kegiatan katekese seperti yang dialami selama
kuliah belum pernah dirasakan oleh umat yang ada kampung halaman (R4, R5, R6,
R9 dan R10), sehingga hal ini menjadi kesempatan yang sangat besar untuk
menerapkan ilmu dan pengalaman yang selama ini didapatkan. R8 menambahkan
bahwa ia memiliki rencana untuk membawakan katekese dalam bahasa daerah,
seperti yang terjadi di Jawa [lampiran 4: (17)-(18)].
e. Faktor Pendukung
Berdasarkan hasil wawancara terdapat beberapa faktor pendukung dalam
perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat. Faktor yang
pertama adalah pendidikan iman dari orang tua. R1 dan R9 menyatakan bahwa
pendidikan iman yang ia dapatkan dalam keluarga berupa teladan dari orang tua
yang sangat rajin membaca Kitab Suci dan terlibat aktif dalam hidup menggereja.
Menurut R1 dan R9 selain teladan dari orang tua pendidikan iman juga didapatkan
melalui kebiasaan-kebiasaan cara hidup Kristiani, misalnya berdoa bersama sebelum
makan, mengikuti perayaan Ekaristi bersama dan lain sebagainya. Orang tua cukup
tegas dalam hal iman, terlebih ibu yang sering memaksa agar terlibat dalam kegiatan
rohani. Sekarang dirinya menyadari bahwa yang telah dilakukan ibu sangat
bermanfaat untuk perkembangan iman (R6). R7 juga mengungkapkan pengalaman
yang hampir sama, pendidikan iman yang ia alami dalam keluarga melalui
kebiasaan-kebiasaan hidup Kristiani. Semenjak kecil R7 bersama keluarganya selalu
melakukan doa bersama setiap pukul 18.00. Selain itu R7 juga mengatakan bahwa
semasa kecil ia bersama saudara-saudarinya yang lain selalu diajarkan cara berdoa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
yang benar oleh ibunya, bukan hanya menghafal doa. R8 dan R12 juga mengalami
hal yang sama, namun karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh orang
tua, pendidikan iman yang dialami hanya sebatas pembiasaan untuk selalu berdoa
[lampiran 4: (18)-(19)].
Sedangkan R2, R3, R4, R5, R10 dan R11 mengalami pendidikan iman
yang sedikit berbeda, yakni hanya sebatas pergi ke gereja pada hari Minggu,
selebihnya tidak ada. Orang tua memang memberikan nasihat untuk selalu berdoa
dan aktif mengikuti kegiatan rohani di Gereja, tetapi cara berdoa dan teladan aktif
dalam kegiatan hidup menggereja tidak pernah diajarkan (R11). Pendidikan iman
yang dirasakan berupa nasihat dan perintah (R2, R3, R11).
Faktor pendukung yang kedua adalah kegiatan-kegiatan rohani yang
diselenggarakan oleh paroki asal mahasiswa, misalnya rekoleksi, retret dan lain
sebagainya (R1). R1 merasa bahwa paroki di mana ia berasal memiliki cukup
banyak kegiatan untuk menunjang perkembangan imannya. R7 dan R10 merasakan
hal yang sama, terlebih ketika duduk di bangku SMA (sekolah menengah atas)
mereka tinggal di asrama, sehingga begitu banyak kegiatan rohani yang di alami
[lampiran 4: (19)-(21)].
R3, R5, R6, R8, R9 dan R12 memiliki pengalaman yang sedikit berbeda,
meskipun memiliki antusias dan semangat untuk terlibat, tetapi kegiatan yang
diselenggarakan oleh paroki sangat sedikit. Kegiatan-kegiatan tersebut masih sebatas
senang-senang saja, belum mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi
perkembangan iman (R3). Hampir seluruh paroki di Kabupaten Kutai barat
mengalami kekurangan tenaga profesional yang mampu mengurus berbagai macam
kegiatan pastoral, terlebih kegiatan bagi kaum muda. Oleh sebab itu tidak heran jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
kegiatan-kegiatan rohani hanya terjadi pada saat Natal dan Paskah dan kegiatannya
hanya sebatas latihan koor serta mendekorasi gedung gereja [lampiran 4: (19)-(21)].
Faktor pendukung yang ada di Prodi PAK menurut R1, R2, R4, R5, R6, R8,
R10, R11 dan R12 kurikulum di PAK menjadi salah satu pendukung perkembangan
iman. Kurikulum di PAK banyak memuat mata kuliah terkait dengan iman, sehingga
wawasan tentang iman menjadi semakin luas. Selain itu, kurikulum di PAK juga
membantu mahasiswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan pastoral
maupun katekese, sehingga bukan hanya pengetahuan yang bertambah. R7
menambahkan bahwa suasana kekeluargaan yang ada di lingkungan kampus PAK
sangat mendukung perkembangan iman [lampiran 4: (25)].
Prodi PAK juga menyelenggarakan pembinaan spiritualitas bagi
mahasiswa. Kegiatan ini sangat membantu mahasiswa untuk mendalami imannya.
Selain itu, Prodi PAK juga mengadakan kegiatan retret yang sudah terjadwal dengan
baik, sehingga mahasiswa sungguh terbantu untuk menghayati imannya (R1, R2,
R4, R5, R6, R7, R8, R10, R11, R12). Sedangkan menurut R3 dosen yang mayoritas
adalah para imam menjadikan suasana kampus sangat mendukung perkembangan
iman. Para imam yang siap sedia membimbing para mahasiswa, bukan hanya dalam
urusan akademis menjadi sumbangan besar bagi perkembangan iman para
mahasiswa. R9 menambahkan faktor pendukung perkembangan iman dari Prodi
PAK adalah kebiasaan-kebiasaan untuk peduli terhadap orang lain, misalnya
mengumpulkan uang bagi korban bencana alam atau teman yang berduka.
Kebiasaan-kebiasaan ini melatih mahasiswa untuk peka dan mau beraksi secara
nyata bagi sesama [lampiran 4: (25)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
f. Faktor Penghambat
Dalam proses perkembangan iman terdapat faktor penghambat yang berasal
dari luar maupun dari dalam diri seseorang. Ke-12 responden menyatakan bahwa
faktor penghambat yang muncul dari dalam diri adalah rasa malas. Sedangkan faktor
dari luar adalah pelajaran agama sewaktu sekolah, lingkungan tempat tinggal dan
alat komunikasi (smartphone).
Menurut pengalaman R1, R7, R8 dan R12 guru yang mengampu PAK di
sekolah tidak memiliki kreativitas dan sering kali hanya meminta siswa untuk
mencatat. Hal ini menjadikan PAK sangat membosankan dan tidak memberikan
manfaat bagi siswa (R1, R7 dan R12). Berdasarkan pengalaman R8, PAK di sekolah
menjadi pelajaran yang membosankan ketika ia duduk di bangku SMP. Ketika
SMA, PAK semakin tidak ada kejelasan, bahkan selama 3 tahun, PAK hanya
dialami sebanyak 2 kali [lampiran 4: (21)-(22)].
Berdasarkan pengalaman R2, R3, R4, R5, R6 dan R11 PAK di sekolah
adalah pelajaran yang sangat membosankan semenjak di bangku SD. Sebagian besar
waktu pelajaran PAK digunakan untuk mencatat. Guru PAK tidak memiliki
kreativitas dan inovasi dalam mengajar, sehingga PAK di sekolah menjadi sangat
monoton dan membosankan (R2, R3, R11). Selain itu figur guru yang mengampu
PAK tidak mencerminkan diri sebagai seorang guru agama serta ditambah dengan
jadwal PAK yang selalu ditempatkan di akhir menjadikan PAK di sekolah semakin
tidak menarik [lampiran 4: (21)-(22)].
Menurut pengalaman R3, R4, R5, R6, R9 dan R12 lingkungan tempat
tinggal kurang mendukung perkembangan iman mereka. Orang-orang di sekitar
lingkungan tempat cenderung memikirkan diri sendiri dan tidak peduli dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
kehidupan bersama, sehingga kebiasaan-kebiasaan baik yang harusnya ada dalam
suatu komunitas tidak terjadi (R3 dan R5). R4 menambahkan bahwa selama ini
kamarnya dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul, sehingga waktu untuk berdoa
pribadi dan berefleksi menjadi terganggu. Hal inilah yang menjadikan lingkungan
tempat tinggal kurang kondusif bagi proses perkembangan iman [lampiran 4: (22)-
(23)].
Pada zaman sekarang ini, alat komunikasi (smartphone) merupakan
kebutuhan pokok agar dapat terhubung dengan orang lain. Penggunaan smartphone
juga dapat menjadikan informasi dan konten rohani sangat mudah didapatkan, kapan
saja dan di mana saja (R1, R2, R6 dan R7). Akan tetapi Smartphone justru sering
kali menyita waktu untuk belajar, berkumpul bersama teman, bahkan menggantikan
waktu untuk berdoa (R3, R5, R10, R11, R12). Konten rohani dan aplikasi-aplikasi
yang bernuansa rohani sering kali hanya selesai pada tahap download saja, meng-
update status dan upload foto ke media sosial lebih menyita perhatian dari pada
mengakses konten rohani [lampiran 4: (23)-(24)].
Faktor penghambat selama studi di PAK menurut R1 suasana lingkungan
kampus belum kondusif bagi perkembangan iman, terlebih untuk kegiatan doa.
Letak kampus yang berada di tengah keramaian menjadikan suasana hening sangat
sulit ditemukan. Sedangkan menurut R3 di Prodi PAK terlalu banyak tugas dan
lebih mengedepankan kuantitas daripada kualitas. Hampir seluruh mahasiswa
berlomba untuk mendapat nilai yang baik, sangat sedikit yang berjuang untuk
keutamaan hidup. R10 menambahkan, teladan dari dosen masih kurang, terlebih
terkait dengan ajaran iman Katolik [lampiran 4: (25)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
3. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bagian ini penulis akan membahas dan mendeskripsikan secara
kualitatif perkembangan iman mahaisiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat
Program Studi Pendidikan Agama, Katolik Universitas Sanata Dharma. Deksripsi
kualitatif perkembangan iman para mahasiswa ini dibagi menjadi 4 bagian. Pertama
akan mendeskripsikan identitatas responden. Bagian kedua mendeskripsikan
dimensi kognitif iman, ketiga mendeskripsikan dimensi afektif dan keempat
mendeskripsikan dimensi tindakan.
a. Identitas Responden
Berdasarkan data yang diperoleh, kedua belas responden ini berasal dari
berbagai penjuru Kabupaten Kutai Barat dengan bahasa dan budaya yang berbeda-
beda. Selain latar belakang budaya yang berbeda mahasiswa-mahasiswi ini juga
memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Sebagian besar
mahasiswa-mahasiswi ini langsung melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah
setelah lulus sekolah menengah atas (SMA) sedangkan sebagiannya bekerja terlebih
dahulu. Mahasiswa-mahasiswi ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari 4 orang laki-
laki dan 9 orang perempuan. Penulis merupakan salah satu bagian dari mahasiswa
program beasiswa ini, maka responden dalam penelitian ini berjumlah 12 orang
[lampiran 3: (3)].
b. Dimensi Kognitif
Menurut Groome (2010: 81) dimensi kognitif dari iman adalah sebuah
keyakinan (faith as believing). Untuk dapat sampai pada keyakinan, maka iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
harus direnungkan, dipahami dan didalami. Bentuk dari dimensi kognitif ini adalah
kemampuan untuk mengolah dan mengkritisi pengalaman maupun informasi yang
diperoleh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belajar di PAK memberikan sumbangan
yang cukup signifikan dalam perkembangan iman para responden. Perkembangan
tersebut terlihat dari perubahan cara pandang terhadap kegiatan-kegiatan rohani
yang selama ini dijalani. Sebelum belajar di PAK kegiatan-kegiatan rohani hanya
dipandang sebagai rutinitas dan kewajiban semata, namun sekarang kegiatan
tersebut dipandang sebagai kebutuhan yang harus terpenuhi. Pengalaman yang
selama ini hanya berlalu begitu saja, kini dapat dimaknai dan menjadi sangat berarti,
sekalipun pengalaman tersebut merupakan pengalaman yang sedih [lampiran 4: (4)-
(7)].
Groome (2010: 98 ) mengutip pernyataan Fowler yakni, iman bukanlah
keadaan yang statis yang tidak bergerak dan berkembang. Iman merupakan kegiatan
mengetahui, mengartikan dan menafsirkan pengalaman hidup. Pandangan ini
menunjukkan bahwa iman adalah sebuah kegiatan. Melalui iman manusia dapat
mengetahui, mengartikan dan menafsirkan pengalaman hidupnya sehingga
pengalaman-pengalaman tersebut menjadi bermakna.
Dimensi kognitif dari iman menuntut sebuah pengakuan yang didasari oleh
kebebasan. Pengakuan tersebut terwujud dalam tindakan meyakini dengan teguh
terhadap apa yang diimani, tanpa ada paksaan dari pihak luar. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa keyakinan yang teguh terhadap iman akan muncul manakala
iman tersebut dipahami, direnungkan dan didalami. Berkaitan dengan hal ini
Dokumen Konsili Vatikan II memberikan penjelasan sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan
“ketaatan iman”. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi
serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan
dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu dikaruniakan oleh-
Nya (DV art.5).
Berdasarkan rumusan artikel dokumen di atas dapat dilihat bahwa syarat utama
dalam iman adalah penyerahan seluruh hidup, termasuk di dalamnya kehendak dan
akal budi secara bebas kepada Allah. Iman dapat dipahami sebagai sebuah
keyakinan terhadap penyelenggaraan Allah dalam hidup ini.
Hasil wawancara menunjukkan sebagai besar responden menyatakan
semakin menyadari dan merasakan campur tangan Allah dalam hidup mereka.
Pengalaman inilah yang menjadi titik tolak keyakinan terhadap rencana dan karya
Allah dalam hidup ini. Kehadiran dan peran Allah dalam hidup kini semakin
mendapat kejelasan dan tidak lagi diragukan. Secara kualitatif dimensi kognitif iman
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat mengalami perkembangan [lampiran
4: (4)-(7)].
c. Dimensi afektif
Groome (2010: 87) menyatakan bahwa dimensi afektif dari iman adalah
sebuah kepercayaan. Berbeda dengan dimensi kognitif yang menekankan pengakuan
dalam iman, dimensi afektif ini lebih menekankan relasi personal seseorang terhadap
apa yang ia imani. Dalam hal ini relasi tersebut berarti hubungan personal seseorang
dengan Allah. Karya penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus
menimbulkan kepercayaan, kekaguman, hormat, pemujaan, rasa terima kasih, dan
permohonan dari pihak manusia. Perasaan-perasaan ini kemudian diungkapkan
melalui doa, baik secara pribadi maupun komunal. Doa merupakan dimensi dialogis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
dari hubungan kita dengan Allah, tanpa dialog ini maka hubungan tersebut tidak
akan bertahan.
Groome (2010: 99) membahasakan kembali pandangan Fowler yang
menyatakan bahwa iman merupakan cara mengetahui dunia secara aktif dan cara
berhubungan dengan dunia, maka iman memiliki dimensi kognitif dan juga afektif.
Dimensi kognitif (rasionalitas) iman tidak dapat dipisahkan dari dimensi afektif
(perasaan). Dimensi perasaan adalah emosi afektif yang muncul dari iman sebagai
cara berhubungan, misalnya perasaan untuk mengasihi, memperhatikan,
menghargai, kagum, hormat, takut. Maka dengan demikian beriman berarti
berhubungan dengan seseorang atau sesuatu dengan cara sedemikian rupa, sehingga
hati kita diarahkan, perhatian diberikan dan harapan kita tertuju pada orang lain.
Bertolak dari pernyataan di atas, maka untuk mendapatkan gambaran
perkembangan dimensi afektif iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat,
penulis mengajukan beberapa pertanyaan pokok yang berkaitan dengan kebanggaan
sebagai orang Katolik, kebebasan, suara hati dan tanggungjawab.
Sebagian responden menyatakan bahwa pergulatan dalam proses belajar di
PAK semakin menegaskan peran suara hati dalam hidup mereka. Suara hati semakin
didengarkan dan dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam membuat
keputusan. Sedangkan enam responden lainnya menyatakan, bahwa selama ini suara
hati jarang didengarkan, meskipun sering kali bergulat dengan suara hati [lampiran
4: (10)-(11)].
Suara hati dapat dipahami sebagai bisikan atau suara yang menyerukan
untuk selalu berbuat kebaikan. Suara hati adalah kesadaran moral yakni, kesadaran
tentang hal yang baik dan yang jahat. Suara hati tidak hanya sekedar kesadaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
moral tetapi juga kemampuan untuk mengambil keputusan untuk melakukan yang
baik dan menghindari yang jahat. Suara hati adalah inti terdalam dari manusia,
karena melalui suara hati seseorang dapat mendengar suara Allah yang menggema
(KGK, art. 1776). Oleh sebab itu dalam hidup beriman suara hati sangat penting
untuk selalu didengarkan.
Berdasarkan hasil wawancara semua responden menyatakan bahwa setelah
belajar di PAK mereka semakin bangga menjadi orang Katolik, bahkan beberapa
responden mengungkapkan bahwa Katolik adalah jati diri mereka yang tidak
mungkin ditinggalkan. Rasa bangga sebagai orang Katolik memang sudah ada sejak
kecil, akan tetapi rasa bangga tersebut semakin diteguhkan ketika mengalami
dinamika perkuliahan di PAK. Rasa bangga sebagai seorang Katolik ini belum
sampai mengakar dan menjadi dasar dalam hidup beriman dan cenderung hanya
berupa pengakuan semata. Sebagian besar responden menyatakan belum mampu
menjalankan tanggungjawab sebagai orang Katolik dengan penuh kebebasan.
Pengaruh dari luar masih menjadi alasan utama dalam menjalankan tanggungjawab
sebagai orang Katolik. Hal ini menunjukkan bahwa iman sebagai seorang Katolik
merupakan iman yang diwariskan, bukan iman yang menjadi milik pribadi [lampiran
4: (7)-(9)].
Hasil wawancara menunjukkan hampir seluruh responden menyatakan
bahwa bentuk tanggungjawab yang dilakukan selama ini sebagai mahasiswa adalah
mendapatkan indeks prestasi (IP) yang cukup. Sedangkan menurut responden
lainnya bentuk tanggungjawab sebagai mahasiswa adalah menyelesaikan
perkuliahan dengan baik [lampiran 4: (12)-(13)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Tanggungjawab adalah kemampuan seseorang untuk memberikan
tanggapan atas tindakannya. Tanggapan tersebut berupa jawaban atas pertanyaan
mengapa tindakan tersebut dilakukan dan kesanggupan untuk menanggung
konsekuensi dari tindakan tersebut. Dalam konteks moral, tanggungjawab tidak
hanya dimaknai sebagai kesanggupan memberi jawaban dan menanggung
konsekuensi, tetapi merupakan komitmen untuk melakukan kebaikan (Dapiyanta,
2013: 34).
Bertolak dari definisi tanggungjawab, maka dapat dipahami bahwa bentuk
tanggungjawab bukan hanya sebatas pemenuhan target semata. Dalam konteks
perkuliahan, tanggungjawab tidak hanya berhenti pada indeks prestasi.
Bertanggungjawab dalam konteks perkuliahan harus dimaknai sebagai proses
mengembangkan seluruh potensi diri agar kelak dapat melayani lebih banyak orang.
Secara kualitatif perkembangan dimensi afektif iman mahasiswa-mahasiswi
Kabupaten Kutai Barat berbeda dengan perkembangan dimensi kognitif. Dimensi
afektif tidak terlalu berkembang, mengingat dimensi afektif bukan hanya ungkapan
perasaan semata, tetapi merupakan relasi yang personal dengan Tuhan.
d. Dimensi Tindakan
Iman sebagai kegiatan melakukan (faith as doing) berkenaan dengan
ungkapan nyata dari iman dalam wujud tindakan. Yesus sendiri menegaskan bahwa
orang yang masuk Kerajaan Allah bukanlah mereka yang selalu berseru “Tuhan,
Tuhan”, tetapi mereka yang melakukan kehendak Allah (Mat 7:21). Dari Sabda
Yesus ini ingin ditegaskan kembali bahwa iman tidak cukup hanya dengan kata-kata
saja, iman membutuhkan sebuah tindakan nyata. Oleh sebab itu iman sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
realitas yang hidup sangat penting, artinya apa yang diimani harus sungguh
dilaksanakan dalam kehidupan nyata.
Bertolak dari pernyataan ini, maka untuk mendapatkan gambaran
perkembangan iman, khususnya dimensi tindakan penulis mengajukan pertanyaan
pokok yang berkaitan dengan hidup doa pribadi maupun komunal dan bentuk
pelayanan yang akan diberikan kepada umat setelah menyelesaikan studi.
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden menyatakan bahwa
tidak memiliki perhatian khusus terhadap hidup rohani, terlebih setelah memasuki
tahun terakhir masa studi hidup rohani mulai ditinggalkan. Selama ini bentuk
perhatian terhadap hidup rohani hanya berupa doa yang umum dilaksanakan oleh
semua orang, misalnya doa sebelum tidur dan lain sebagainya. Hasil penelitian juga
menunjukkan semua responden tidak lagi memiliki kebiasaan untuk berefleksi,
bahkan beberapa responden menyatakan sejak awal kuliah sampai sekarang tidak
memiliki kebiasaan refleksi [lampiran 4: (13)-(14)].
Menurut Cremers (1995: 160-179), ciri utama iman yang dewasa adalah
bersifat reflektif. Kemampuan refleksi adalah syarat dasar untuk mencapai tahap
iman yang dewasa, karena melalui refleksi pengalaman hidup akan memiliki makna.
Oleh sebab itu kebiasaan refleksi merupakan hal yang sangat penting, terlebih bagi
para calon katekis dan guru agama yang bertugas untuk membantu orang lain agar
bertumbuh dalam iman.
Selama kuliah di PAK sebagian responden merasa bahwa semangat mereka
dalam mengikuti perayaan Ekaristi semakin meningkat. Perayaan Ekaristi tidak lagi
dipandang sebagai kewajiban semata, tetapi merupakan kebutuhan yang mendasar.
Sedangkan sebagian responden lainnya merasa bahwa selama kuliah di PAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi semakin hari semakin menurun,
meskipun menyadari bahwa Ekaristi merupakan perayaan yang sangat penting
dalam hidup beriman. Semua responden menyatakan bahwa tindakan tersebut lahir
dari kebebasan tanpa intervensi dari pihak luar. Artinya semua tindakan yang
dilakukan, misalnya mengikuti perayaan Ekaristi ataupun tidak sungguh dilakukan
dengan penuh kesadaran [lampiran 4: (14)-(15)].
Dimensi tindakan juga mencakup keterlibatan dalam hidup menggereja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden tidak ada yang terlibat secara
aktif dalam kegiatan di lingkungan maupun di tingkat paroki. Keterlibatan dalam
berbagai kegiatan hidup menggereja hanya terjadi pada awal-awal perkuliahan,
bahkan tiga responden menyatakan bahwa selama belajar di PAK tidak pernah ambil
bagian dalam kegiatan-kegiatan lingkungan dan paroki, kecuali dalam rangka
pemenuhan tugas kuliah.
Selain keterlibatan dalam kegiatan lingkungan dan paroki, dimensi tindakan
juga dilihat dari bentul pelayanan yang akan diberikan bagi umat setelah
menyelesaikan studi. Sebagian besar responden sudah memiliki gambaran kegiatan
yang pasti dilakukan setelah kembali ke kampung halaman. Bidang-bidang yang
perhatian khusus dalam pelayanan adalah bidang katekese dan pembinaan kaum
muda. Sementara responden lainnya sejauh ini belum memiliki gambaran bentuk
pelayanan yang akan diberikan kepada umat.
Secara kualitatif perkembangan dimensi tindakan iman mahasiswa-
mahasiswi Kabupaten Kutai Barat tidak jauh berbeda dengan perkembangan dimensi
afektif. Sebagian besar dimensi tindakan dari iman masih berhenti pada taraf niat,
belum sampai pada aksi nyata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
e. Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Iman
Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung perkembangan iman
mahasiswa Kabupaten Kutai Barat, penulis mengajukan pertanyaan pokok yang
terkait dengan pendidikan iman dalam keluarga, kegiatan rohani dalam Gereja, PAK
di sekolah dan lingkungan sekitar.
Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar responden menyatakan bahwa
pendidikan iman yang didapatkan dalam keluarga sangat menunjang perkembangan
iman mereka. Pendidikan iman yang terjadi dalam keluarga dalam bentuk
pembiasaan untuk hidup menurut tata cara Kristiani, misalnya berdoa bersama,
mengikuti Misa dan membaca Kitab Suci. Sedangkan bentuk pendidikan iman
dalam keluarga yang dirasakan oleh responden lainnya masih berupa perintah untuk
mengikuti Misa dan kegiatan rohani. Tidak semua responden mendapatkan teladan
cara hidup beriman dari orang tua, karena keterbatasan informasi dan pengetahuan
[lampiran 4: (18)-(19)].
Mengacu pada dokumen Gereja, keluarga adalah tempat perkembangan
iman yang pertama dan utama. Dalam sebuah keluarga orang tua memiliki peran
yang sangat strategis untuk mendidik dan memperkembangkan iman anak-anaknya.
Salah satu dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen menyatakan
bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar mereka
mengabdi Allah sesuai dengan iman permandiannya dan disiapkan untuk memasuki
masyarakat serta umat Allah sebagai orang dewasa (Gravisimum Educationis, art.
3). Keluarga adalah tempat penyemaian benih-benih iman. Orang tua hendaknya
memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya, sehingga benih-benih iman yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
tertanam dalam diri anak-anak mereka dapat berkembang (Gravisimum Educationis,
art. 11).
Kegiatan rohani yang diselenggarakan oleh paroki juga menjadi faktor
pendukung dalam perkembangan iman para responden. Sebagian besar responden
menyatakan memiliki keinginan yang besar untuk mengikuti kegiatan rohani, tetapi
tidak banyak paroki yang memiliki kegiatan bagi kaum muda. Hampir seluruh
paroki di Kabupaten Kutai Barat mengalami kekurangan tenaga profesional yang
mampu mengurus berbagai macam kegiatan pastoral, terlebih kegiatan bagi kaum
muda. Oleh sebab itu tidak heran jika kegiatan-kegiatan rohani hanya terjadi pada
saat Natal dan Paskah dan kegiatannya hanya sebatas latihan koor serta mendekorasi
gedung gereja
Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah yang dialami responden
berbeda-beda. Secara umum responden merasa PAK di sekolah dasar (SD) sangat
menyenangkan. Hal ini sangat berbeda dengan PAK di SMP dan SMA, sebagian
besar responden merasa sangat membosankan, bahkan cenderung tidak bermanfaat.
Faktor penyebab kejadian ini adalah kurangnya guru agama yang profesional dan
memiliki hati untuk anak didiknya, sehingga PAK di sekolah dilaksanakan dengan
seadanya saja. Padahal bila bertolak pada dokumen Gereja, sekolah sangat penting
bagi perkembangan seseorang. Di sekolah tidak hanya diajari ilmu yang berkaitan
dengan fisik dan akal budi, tetapi ilmu tentang nilai-nilai luhur hidup manusia.
Sekolah juga menjadi tempat terjalinnya rasa persahabatan antar pribadi yang
berbeda-beda latar belakangnya. Sekolah menjadi promotor kemajuan di tengah
masyarakat yang melibatkan semua pihak, sehingga sekolah bukanlah tanggung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
jawab para guru saja, tetapi merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat (GE, art.
5).
Berdasarkan hasil wawancara hampir seluruh responden terpengaruh oleh
keadaan sekitar. Lingkungan tempat tinggal memberikan pengaruh yang sangat
besar terhadap seorang individu, maka pemilihan lingkungan tempat tinggal sangat
menentukan perkembangan pribadi seseorang (Slameto, 2013: 71). Sebagian besar
responden merasa bahwa selama ini lingkungan tempat tinggal tidak begitu kondusif
bagi perkembangan iman. Hal ini terlihat keterlibatan anggota komunitas lingkungan
tempat tinggal mereka dalam berbagai kegiatan rohani masih sangat kurang
[lampiran 4: (22)-(23)].
Alat komunikasi (smartphone) yang sangat akrab dengan kaum muda
merupakan alat yang dapat menjadi sarana perkembangan iman, tetapi juga bisa
menjadi penghambat. Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar responden
menyatakan bahwa penggunaan smartphone justru menjadi faktor penghambat
dalam perkembangan iman, karena smartphone sering kali lebih menarik dari
kegiatan lainnya. Dengan demikian sebagian besar waktu dihabiskan untuk bermain
smartphone, sehingga waktu untuk belajar maupun hidup rohani sangat sedikit,
bahkan tidak ada [lampiran 4: (23)-(24)].
Berdasarkan hasil wawancara faktor pendukung perkembangan iman yang
ada di Prodi PAK adalah kurikulum PAK yang disusun dengan sangat proporsional
antara materi dan praktik, sehingga mahasiswa tidak hanya mendapatkan teori, tetapi
juga mengalami praktik secara langsung. Kegiatan-kegiatan kerohanian, misalnya
pembinaan spiritualitas, rekoleksi dan retret yang rutin diselenggarakan oleh Prodi
PAK memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan iman mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Selain itu suasana kekeluargaan yang ada dalam lingkungan Prodi PAK juga turut
memberi sumbangan positif bagi perkembangan iman mahasiswa. Hasil wawancara
menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa tidak ada faktor penghambat
yang ada di Prodi PAK terkait perkembangan iman. Faktor penghambat yang ada
lebih banyak muncul dari dalam diri buka dari luar [lampiran 4: (25)].
4. Kesimpulan Penelitian
Dari tiga dimensi iman yang dikemukakan oleh Groome (2010: 81), penulis
menyimpulkan dimensi iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang
paling berkembang adalah dimensi kognitif (faith as believing). Dimensi kognitif
atau iman sebagai keyakinan adalah dimensi iman yang menekankan segi
intelektual. Hal ini bertolak dari hasil wawancara yang menunjukkan bahwa para
responden belum mampu untuk menghayati dan mewujudkan imannya secara
konkret. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi kognitif mengalami
perkembangan yang cukup signifikan dibandingkan kedua dimensi lainnya
[lampiran 4: (4)-(7)]. Sementara dimensi afektif masih sebatas ungkapan perasaan
(just feeling) yang belum menjadi pengalaman pribadi [lampiran 4: (7)-(13)].
Dimensi tindakan juga tidak jauh berbeda dengan dimensi afektif, wujud konkret
dari iman masih berhenti pada taraf perencanaan atau niat semata, belum sampai
pada tindakan nyata [lampiran 4: (13)-(18)].
Mengacu pada pandangan Fowler yang diungkapkan oleh Groome (2010:
101-102) tahap perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat
sebagian besar berada pada tahap sintetis-konvensional. Dalam tahap ini iman masih
ditafsirkan sesuai dengan petunjuk-petunjuk dan kriteria yang dikatakan oleh orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
dalam kelompoknya atau sesuai dengan pemahaman yang populer. Tahap ini
merupakan tahap penyesuaian diri di mana seseorang ingin sekali merespons dengan
setia pengharapan-pengharapan dan keputusan orang lain yang dianggap penting.
Dalam tahap ini seseorang belum mampu memahami identitas pribadi untuk
membuat keputusan-keputusan yang otonom. Iman dalam tahap ini masih bersifat
“konvensional” (kesepakatan bersama) dan sintesis (diterima begitu saja) dengan
otoritas yang berada di luar dirinya. Iman belum dijadikan sebagai milik pribadi.
Faktor penghambat yang utama dalam proses perkembangan iman
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat adalah tidak ada kebiasaan untuk
merefleksikan pengalaman. Iman akan berkembang jika direfleksikan dan dijadikan
sebagai milik pribadi. Seseorang yang beriman dengan cara ini berada pada tahap
individuatif-reflektif (Cremers, 1995: 160-179).
Tahap individuatif-reflektif ini adalah tahap di mana seseorang dengan
berani dan kritis memilih secara pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang
menghantar pada komitmen-komitmen kritis serta mawas diri dalam segala
hubungan dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini sudah memahami
dirinya dan orang lain, tidak hanya menurut pola sifat “pribadi” atau “antar pribadi”,
melainkan sebagai suatu bagian sistem sosial dan institusional. Faktor lain yang juga
mempengaruhi perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat
adalah pendidikan iman dari orang tua yang tidak semua mendapatkannya. Kegiatan
rohani yang dialami mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat sangat sedikit.
Selain itu PAK di sekolah belum mampu memberikan sumbangan bagi
perkembangan iman, lingkungan tempat tinggal yang kurang kondusif dan alat
komunikasi yang belum digunakan secara bijak [lampiran 4: (18)-(25)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
UPAYA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN IMAN
MAHASISWA-MAHASISWI MELALUI KEGIATAN RETRET
Pada bab III telah dibahas mengenai gambaran perkembangan iman
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat, rencana penelitian dan hasil penelitian.
Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian pada bab III penulis menyampaikan usulan
kegiatan sebagai upaya meningkatkan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi
Kabupaten Kutai Barat.
Bab IV ini merupakan tanggapan terhadap hasil penelitian. Penulis
mengusulkan kegiatan retret mahasiswa sebagai upaya dalam meningkatkan
perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat. Bab ini terdiri dari
tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan pemikiran dasar kegiatan, bagian kedua
berupa usulan kegiatan dan bagian ketiga adalah contoh persiapan retret mahasiswa.
A. Pemikiran Dasar Kegiatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perkembangan iman
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat masih berhenti pada taraf kognitif,
belum sampai pada tindakan. Hal ini menegaskan bahwa selama ini seluruh kegiatan
perkuliahan hanya berhenti pada pemahaman dan keinginan semata, belum sampai
pada pemaknaan. Hidup rohani belum menjadi perhatian yang utama dalam
keseluruhan proses studi. Pengaruh dari luar masih menjadi penentu dalam
pengambilan keputusan dalam bertindak, sehingga hidup dijalani sebagai pemenuhan
tuntutan semata. Akibatnya sebagian besar mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai
Barat mengalami dis-orientasi dalam proses studi. Dampak yang terlihat dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
perubahan orientasi ini adalah sulit membedakan antara sarana dan tujuan, bahkan
sering kali sarana dipandang sebagai tujuan.
Permasalahan ini muncul karena seluruh proses studi dan nilai-nilai pokok
yang ditawarkan oleh universitas, fakultas maupun prodi belum direfleksikan serta
diinternalisasikan, sehingga sebagian besar materi maupun pengalaman yang diperoleh
hanya menjadi sebuah informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh
responden tidak lagi memiliki kebiasaan berefleksi. Refleksi sangat penting terlebih
bagi para calon guru agama dan katekis ini, karena hanya melalui refleksi pengalaman
akan menjadi bermakna. Tanpa refleksi seseorang akan kehilangan jati dirinya dan
kehilangan tujuan hidupnya, sehingga hidup hanya dijalani apa adanya. Sebagai
mahasiswa yang mendapat kepercayaan dari pemerintah tentu tujuan utamanya adalah
membaktikan diri bagi pemerintah, dalam hal ini pemerintah adalah masyarakat yang
memberikan kesempatan dan dukungan untuk belajar di perguruan tinggi. Untuk dapat
melayani masyarakat, maka syarat utamanya adalah memiliki kompetensi sebagai
pelayan masyarakat. Dalam konteks mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat
yang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik kompetensi tersebut adalah
membantu umat untuk memperkembangkan imannya. Oleh sebab itu sebagai calon
guru agama atau katekis syarat utama untuk melayani umat (masyarakat) adalah
memiliki iman yang mendalam. Menurut Groome (2010: 81) iman mencakup tiga
aspek yakni, kognitif, afektif dan tindakan, maka berbicara tentang iman berarti
berbicara tentang keseluruhan hidup seseorang. Meminjam istilah latin Nemo dat quod
non habet yang berarti kita tidak dapat memberi apa yang tidak kita miliki. Bagi
seorang guru agama atau katekis tidak mungkin mengajarkan tentang iman, sedangkan
dirinya sendiri tidak memiliki iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Berdasarkan permasalahan di atas maka retret dipilih sebagai kegiatan yang
membantu para mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat untuk semakin
menghayati imannya. Prodi PAK memang selalu menyelenggarakan retret setiap
tahunnya untuk para mahasiswa, tetapi retret tersebut menggunakan model preaching
retreat, yakni retret model ceramah/kotbah. Program retret ini tidak menggunakan
model preaching retreat. Retret ini akan bertolak dari pengalaman peserta dengan
menggunakan langkah life, faith, new life. Melalui retret ini para peserta diharapkan
dapat merefleksikan pengalaman hidup beriman mereka selama ini dalam terang ajaran
Gereja supaya dapat menentukan sikap.
B. Usulan Kegiatan Retret
Dalam merancang usulan kegiatan, penulis menyusun langkah-langkah yang
perlu dipersiapkan dalam retret. Hal ini guna mempermudah dan memperlancar
pelaksanaan retret untuk meningkatkan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi
Kabupaten Kutai Barat.
1. Tema
Tema umum dalam kegiatan retret ini adalah “Iman Yang Individuatif dan
Reflektif”. Tema ini dipilih untuk membantu para mahasiswa mengenali jati diri dan
tujuan hidup yang sesungguhnya. Melalui tema ini para mahasiswa diajak untuk
melihat kembali pengalaman studi selama 4 tahun terakhir. Dengan merefleksikan
pengalaman selama menempuh studi diharapkan peserta dapat mengendapkan
(menginternalisasikan) pengalaman serta pengetahuan yang diperoleh menjadi
pengalaman yang bermakna dan dapat dibagikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
2. Tujuan
Peserta dapat beriman secara individuatif dan reflektif
3. Peserta
Peserta retret adalah mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Prodi
Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma angkatan 2012.
4. Tempat dan Waktu
a. Tempat : Wisma USD Penting Sari, Kaliurang
b. Waktu : Desember 2016
5. Bentuk Kegiatan
Kegiatan retret ini dilaksanakan berdasarkan tiga langkah, yakni life, faith and
new life. Peserta akan mengungkapkan pengalaman selama menempuh studi di PAK
dan merefleksikannya dalam terang iman Katolik, kemudian menentukan sikap baru
dalam hidup beriman. Bentuk kegiatan retret ini berupa refleksi pengalaman,
menonton film inspiratif dan penyampaian materi serta menentukan sikap . Retret ini
dilaksanakan dalam suasana yang hening supaya para peserta sungguh-sungguh
merenungkan pengalaman studi selama ini. Pemutaran film dan penyampaian materi
merupakan sarana untuk meneguhkan seluruh kegiatan refleksi yang dilaksanakan.
Pada akhir kegiatan retret ini para peserta mengambil sikap dan mewujudkan hasil
refleksi pengalaman studi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
6. Metode
Metode yang dilaksanakan adalah metode refleksi, penyampaian materi,
sharing, peneguhan dan ibadat.
7. Sarana
a. Multimedia : laptop, proyektor, speaker, pengeras suara
b. Alat musik : gitar dan keyboard
c. Alkitab, madah bakti, buku refleksi pribadi.
8. Tim
Retret ini dipandu oleh tim khusus yang berpengalaman dalam
menyelenggarakan retret serta kerja sama dengan dosen pendamping mahasiswa
beasiswa Prodi PAK-USD.
9. Susunan Acara
Tabel 3
Susunan Acara
Waktu Acara
Hari I : Life
15.00-15.30 Registrasi
15.30-16.00 Snack
16.00-16.30 Pengantar
16.30-18.00 Sesi I :
Pengalaman suka- duka di PAK
18.00-19.00 Makan
19.00-21.00 Sesi II :
Gambaran imanku
Hari II: faith
06.30-07.00 Doa pagi
07.00-08.00 Sarapan
08.00-10.00 Sesi III : Iman yang sungguh berkembang
10.00-10.30 Snack
10.30-12.00 Sesi IV : Sharing
12.00-13.00 Makan siang
13.00-16.00 Istirahat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
16.00-16.30 Snack
16.30-19.00 Sesi V : Menonton Film “Mother Teresa of Calcuta”
19.00-19.30 Makan malam
19.30-21.00 Sesi VI : Sharing mengenai film “Mother Teresa of Calcuta”
Hari III : New Life
06.30-07.00 Doa pagi
07.00-08.00 Sarapan
08.00-09.00 Sesi VII : Menentukan sikap dalam beriman
09.00-10.00 Sharing mengenai sikap/aksi konkret yang akan dilakukan
10.00-10.30 Ibadat penutup
10.30 Sayonara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Tabel 4
Matriks Program
10. Matriks Program
Tema : Menjadi Pribadi Yang Reflektif
Tujuan : Peserta dapat beriman secara individuatif dan reflektif.
No Acara Tujuan Materi Metode Sarana Sumber bahan
Hari I : life Mengungkapkan
pengalaman faktual
peserta
Pengalaman
peserta selama
studi di PAK
Refleksi
Diskusi
sharing
- Laptop
- Proyektor
- Soundsystem
Pengalaman peserta
Hari II : faith Mengkomunikasikan
nilai-nilai Tradisi
dan Visi Kristiani
agar lebih mengena
bagi kehidupan
peserta
- Tahap-tahap
perkembangan
iman
- 3 dimensi iman
- Kebebasan
Informasi
Sharing
Penayangan
film “Mother
Theresa of
Calcuta”
- Laptop
- Proyektor
- Soundsystem
- Agus, Cremers.
(1995). Tahap -
Tahap
Perkembangan
Iman. Yogyakarta:
PT. Kanisius
- Groome, Thomas
H. (2010).
Christian Religius
Education.
Jakarta: Gunung
Mulia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
- Setyawan, A,
SJ.(2011). Saat
Tuhan Tiada; dari
cermin Anthony de
Mello, SJ.
Yogyakarta: PT.
Kanisius
Hari III : new
life
Mengajak peserta
untuk menemukan
nilai hidup yang
hendak
digarisbawahi dan
merumuskan
tindakan nyata
terkait hidup
beriman
- Pengalaman
hidup peserta
- Hasil sharing
sesi I dan II
Refleksi
Diskusi
Sharing
- Laptop
- Proyektor
- Soundsystem
Pengalaman peserta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
C. Contoh Persiapan Sesi III Hari II
1. Pemikiran dasar
Pada bagian sesi I dan II peserta telah mengungkapkan dan membagikan
pengalaman suka maupun duka selama belajar di Prodi PAK. Peserta juga telah
melihat kembali bagaimana perkembangan iman mereka selama menempuh studi
di PAK. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah konteks hidup para peserta yang
akan menjadi bahan utama dalam retret ini.
Pada sesi ini peserta diajak untuk belajar dari refleksi para ahli tentang
hidup beriman. Peserta diajak untuk mengkritisi cara hidup beriman mereka
selama ini dan menimba inspirasi dari refleksi para ahli tentang iman.
Perbandingan antara pengalaman dengan refleksi para ahli akan membantu peserta
untuk menjadi seorang Kristiani yang dewasa.
2. Tujuan
Peserta mendapatkan inspirasi tentang iman yang berkembang dan
tergerak hatinya untuk memperbarui hidup berimannya selama ini.
3. Materi
a. Tahap-tahap perkembangan iman
b. 3 dimensi iman
4. Sumber bahan
a. Tahap - Tahap Perkembangan Iman. Yogyakarta: PT. Kanisius
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
b. Groome, Thomas H. (2010). Christian Religius Education. Jakarta: Gunung
Mulia.
5. Metode
a. Informasi
b. Tanya Jawab
6. Sarana
a. Laptop
b. Proyektor
c. Soundsystem
7. Langkah-langkah sesi III : Gambaran iman yang berkembang
a. Pengantar
Teman-teman yang terkasih pada sesi I dan II kita telah berbagi
pengalaman suka-duka menempuh studi di PAK dan merefleksikan pengalaman
hidup beriman kita selama ini. Teman-teman telah melihat bagaimana
perkembangan hidup beriman teman-teman selama menempuh studi di PAK.
Maka pada kesempatan ini, kita bersama-sama akan mendalami refleksi para ahli
terkait hidup beriman. Harapannya setelah mendalami refleksi para ahli terkait
hidup beriman, teman-teman menemukan ilham atau inspirasi untuk menjadi
seorang Kristiani yang dewasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
b. Penyampaian materi
1) Iman yang berkembang menurut Fowler
Cremers (1995: 95-96) mengungkapkan kembali pandangan Fowler
bahwa tahap perkembangan iman sebagai keseluruhan operasi pengertian dan
penilaian yang terintegrasikan dan spesifik secara kualitatif memungkinkan
pribadi memiliki gambaran tentang iman yang berbeda sesuai dengan masing-
masing tahap. Fowler menyusun tujuh tahap dalam perkembangan iman. Menurut
Fowler gambaran iman yang berkembang berada pada tahap individuatif-reflektif
(21-35 tahun). Pada tahap ini muncul kesadaran diri dan refleksi diri yang
mendalam. Orang dewasa muda semakin kritis melihat perbedaan jati dirinya
yang dipersepsikan oleh orang lain dengan yang ia alami sendiri. Dalam tahap ini
refleksi diri tidak seluruhnya bergantung pada pandangan orang lain. Melalui
sikap refleksivitasnya yang tinggi, orang muda mulai mengajukan pertanyaan
kritis tentang keseluruhan nilai, pandangan hidup, kepercayaan, dan komitmen
yang selama ini ia terima dan jalani. Ia tidak dapat lagi bersandar pada orang lain,
tetapi dengan berani dan kritis ia harus memilih secara pribadi ideologi, filsafat
dan cara hidup yang menghantar pada komitmen-komitmen kritis serta mawas diri
dalam segala hubungan dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini
sudah memahami dirinya dan orang lain, tidak hanya menurut pola sifat “pribadi”
atau “antar pribadi”, melainkan sebagai suatu bagian sistem sosial dan
institusional.
Tahap ini menghasilkan sikap kritis terhadap seluruh simbol, mitos dan
lain sebagainya atau sering disebut sebagai tahap “demitologisasi”. Segala macam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
simbol dan mitos yang ia kenal selama ini mulai diselidiki dengan kritis dan
radikal. Simbol tidak lagi dipandang identik dengan kesakralan, melainkan
sebagai sarana yang memuat sejumlah arti tertentu.
Kekhasan tahap kepercayaan individuatif-reflektif ini adalah seorang
dewasa muda mengembangkan visi kepercayaannya sebagai hasil refleksi kritis
semata-mata. Dengan sikap kritis yang tinggi terhadap tradisi religiusnya, ia
memeriksa satu persatu ajaran dan gambaran religius, kemudian mulai
meninggalkan hal-hal yang baginya tidak masuk akal. Ia menciptakan suatu
integrasi baru dalam pola kepercayaannya dan berusaha memperoleh suatu
pandangan religius pribadi yang baru.
Kepercayaan dalam tahap ini ditandai oleh kesadaran yang tajam akan
individualitas dan otonomi. Jika ia mengakui tokoh religius tertentu, misalnya
Yesus, maka pengakuan itu bukan berdasarkan tradisi Kristen yang
mengumumkan dan mengesahkan tokoh tersebut sebagai pendiri Gereja dan nabi
yang utama, melainkan karena pribadi istimewa tersebut dipandang sebagai tokoh
yang sungguh menghayati hubungan dengan Allah. Bagi orang dewasa yang
dijadikan kriteria adalah aspek penghayatan yang sungguh-sungguh pribadi dan
mesra sebagaimana diilhami dan disemangati oleh Allah yang berkarya dan
mendorong hati mereka. Dalam tahap ini seseorang menemukan identitasnya dan
terbuka pada realitas sosial yang ada (Cremers, 1995: 160-179).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
2) Iman Menurut Thomas H. Groome
Groome (2010: 81) menyatakan bahwa iman memiliki tiga dimensi,
yakni : 1) iman sebagai keyakinan (faith as believing), 2) iman sebagai
kepercayaan (faith as trusting), 3) iman sebagai tindakan (faith as doing).
Dimensi kognitif dari iman adalah sebuah keyakinan yang teguh terhadap apa
yang diimani dan kemampuan untuk mengkritisi serta memaknai pengalaman
maupun informasi yang diperoleh.
Dimensi afektif dari iman adalah sebuah kepercayaan. Berbeda dengan
dimensi kognitif yang menekankan pengakuan dalam iman, dimensi afektif ini
lebih menekankan relasi personal seseorang terhadap apa yang ia imani. Dalam
hal ini relasi tersebut berarti hubungan personal seseorang dengan Allah. Karya
penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus menimbulkan kepercayaan,
kekaguman, hormat, pemujaan, rasa terima kasih, dan permohonan dari pihak
manusia. Perasaan-perasaan ini kemudian diungkapkan melalui doa, baik secara
pribadi maupun komunal. Doa merupakan dimensi dialogis dari hubungan kita
dengan Allah, tanpa dialog ini maka hubungan tersebut tidak akan bertahan.
Iman sebagai tindakan (faith as doing) berkenaan dengan ungkapan nyata
dari iman dalam wujud tindakan. Yesus sendiri menegaskan bahwa orang yang
masuk Kerajaan Allah bukanlah mereka yang selalu berseru “Tuhan, Tuhan”,
tetapi mereka yang melakukan kehendak Allah (Mat 7:21).
Untuk mencapai iman yang dewasa maka ketiga dimensi ini harus
berkembang secara seimbang. Dengan demikian hidup beriman berarti mencakup
seluruh aspek dalam pribadi seseorang (kognitif, afektif dan psikomotorik). Iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan hidup seseorang, bahkan iman akan
menjadi nyata jika sungguh dihadirkan dalam pengalaman hidup sehari-hari.
c. Refleksi
Teman-teman yang terkasih kita telah mendalami bersama refleksi para
ahli tentang iman. Dalam bagian kita akan diberi waktu untuk merefleksikan
hidup beriman kita selama ini. Untuk membantu kita dalam berefleksi, telah
disediakan beberapa panduan berikut ini :
1. Apa saja kriteria iman yang berkembang ?
2. Apakah selama ini imanku sudah berkembang?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan imanku?
Teman-teman bebas memilih tempat untuk berefleksi dan silakan kembali
berkumpul sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati.
d. Sharing
Setelah kita merefleksikan hidup beriman kita selama ini, sekarang
adalah kesempatan untuk kita saling memperkaya satu dengan yang lain melalui
sharing hasil refleksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
Bab ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian pertama menyampaikan
kesimpulan berdasarkan rumusan permasalahan. Kemudian bagian kedua akan
mengemukakan saran untuk beberapa pihak yang terkait demi perkembangan iman
para mahasiswa-mahasiswi.
A. Kesimpulan
Perkembangan iman menunjuk pada tiga dimensi dalam kehidupan manusia
yakni, kognitif, afektif dan tindakan. Ketiga dimensi ini tidak dapat dihayati secara
terpisah, artinya iman akan berkembang jika ketiga dimensi ini berkembang secara
serentak. Iman yang dewasa adalah iman yang bersifat reflektif dan di dasari oleh
kebebasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan iman mahasiswa-
mahasiswi Kabupaten Kutai Barat rata-rata berada dalam tahap kognitif. Para
mahasiswa ini sebagian besar belum mampu untuk menghayati setiap proses
perkuliahan baik materi ataupun dinamika yang terjadi di dalamnya, sehingga proses
perkuliahan menjadi kegiatan untuk menambah informasi.
Faktor utama yang menyebabkan iman kurang dihayati adalah tidak adanya
kebiasaan refleksi. Tanpa refleksi seluruh proses perkuliahan yang dijalani tidak
akan memiliki makna. Refleksi sangat penting untuk mengendapkan setiap
pengalaman dan informasi yang diperoleh, sehingga semua itu sungguh menjadi
milik pribadi yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Retret perlu dilaksanakan sebagai upaya untuk membantu para mahasiswa-
mahasiswi menghayati imannya. Melalui retret ini, para mahasiswa memiliki waktu
dan kesempatan serta suasana yang tepat untuk merefleksikan seluruh pengalaman
studi, sehingga para mahasiswa sungguh memiliki iman yang individuatif dan
reflektif. Iman yang menjadi milik pribadi, bukan lagi iman yang berdasarkan
pendapat orang lain.
B. Saran
Berdasarkan realitas yang ada, penulis menyampaikan beberapa saran
kepada pihak yang terkait sebagai upaya meningkatkan perkembangan iman
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat.
1. Bagi Pemerintah Daerah Kutai Barat, supaya mengupayakan kegiatan pertemuan
rutin bagi mahasiswa beasiswa untuk melihat perkembangan sekaligus memberi
motivasi bagi para mahasiswa beasiswa dalam upaya menimba ilmu misalnya,
pertemuan rutin setiap bulan atau setiap akhir semester.
2. Bagi Prodi PAK, supaya lebih mengintensifkan lagi kegiatan refleksi yang
selama ini telah dilaksanakan dan terus memperbarui kegiatan-kegiatan
pendampingan agar tetap relevan dengan para mahasiswa yang terdiri dari
berbagai generasi misalnya dengan menerapkan paradigma pedagogi Ignasian
dalam seluruh mata kuliah.
3. Bagi mahasiswa beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat Prodi PAK harus
memiliki jadwal rutin untuk berefleksi dan berdoa agar seluruh proses
perkuliahan dapat dijadikan sebagai sarana mencapai tujuan, bukan sebagai
kegiatan untuk menambah informasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Daftar Pustaka
Agus, Cremers. (1995). Tahap - Tahap Perkembangan Iman. Yogyakarta: PT.
Kanisius.
Banawiratma, JB. (1986). Gereja dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Chang, William. (2005). Pengantar Teologi Moral. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Krispurwana Cahyadi,T. (2014). Gereja di tengah pergumulan hidup. Bogor:
Mardi Yuana.
Creswell, John. W. (2016). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dapiyanta, F.X. (2008). Pendidiakan Agama Katolik Pada Tingkat Dasar.
Yogyakarta: IPPAK-USD.
Darmawijaya, St. (2011). 12 Pola Keluarga Beriman. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Dawson, Catherine. (2002). Metode Penelitian Praktis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (1990). Sarosantum Consilium
Groome, Thomas H. (2010). Christian Religius Education. Jakarta: Gunung
Mulia.
Koesoema A, Doni. (2011). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.
Konferensi Wali Gereja Indonesia .(1996). Iman Katolik :Buku informasi dan
referensi. Yogyakarta: Kanisius-Obor.
. (2007). Katekismus Gereja Katolik. Ende: Nusa Indah.
. (2013). Dokumen Konsili Vatikan II. Bogor: Mardi Yuana.
Iswarahadi, Y.I, SJ. (2003). Beriman dan Bermedia. Yogyakarta: PT. Kanisius.
. (2009). Media DI Era Digital. Yogyakarta: Pusat Pastoral
Yogyakarta.
. (2013). Media Pewartaan Iman. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Mangunhardjana, A. (1997). Isme-isme dari A sampai Z. Yogyakarta: PT.
Kanisius.
Mardiatmadja, B.S, SJ. (1985). Beriman Dengan Bertanggungjawab. Yogyakarta:
PT. Kanisius
, (1985). Beriman Dengan Sadar. Yogyakarta: PT. Kanisius
Moelang, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdarkarya.
Nasution, S, M.A. (2002). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung:
Tarsito.
Nikolous, Dkk. (2007). Etnografi: Komunitas Kampung Kabupaten Kutai Barat.
Sendawar: BPPD Kabupaten Kutai Barat dan Center for ethnoecology
reaserch and development.
Panitia Insadha. (2012). Panduan Insadha 2012. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Papo, Jacob. (1989). Pendidikan Hidup Beriman Dalam Lingkup Sekolah.
Yogyakarta: PT. Kanisius
Slameto.(2013). Belajar dan Fakto-Faktor yang mempengaruhi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Staf Dosen PAK. (2012). Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: IPPAK-USD.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Suryabrata, Sumadi. (1982). Perkembangan Individu. Jakarta : Rajawali
Tim Akreditasi Prodi PAK-USD. (2013). Borang Akreditasi Prodi PAK-USD
Wono Wulung, Heryatno. (2008). “Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik Di
Sekolah”.Manuskrip. Yogyakarta : Prodi IPPAK-USD.
Wono Wulung, Heryatno. (2012). Diktat Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah.
Yogyakarta : Prodi IPPAK-USD.
Sumber dari internet :
http://www.usd.ac.id/deskripsi.php/ids=br_1650, diakses pada tanggal 22 Februari
2016, pukul 04.30 WIB.
http://www.humaskubar.info/profil/visi-misi-pemkab/, diakses pada tanggal 25
Februari 2016, pukul 21. 40 WIB
http://www.rri.co.id/post/berita/149599/daerah/tenaga_guru_di_kutai_barat_mini
m.html, diakses pada tanggal 25 Februari 2016, pukul 22. 20 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat diakses pada tanggal 18 mei
2016 pukul 16.15
http://www.kubarkab.go.id/sejarah-kutai-barat.html diakses pada tanggal 18 Mei
2016 pukul 17.10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
1. Menurut pengalamanmu selama studi di Prodi IPPAK apakah kamu merasa
imanmu semakin berkembang? Ceritakanlah !
2. Dari tiga dimensi iman (kognitif, afektif dan psikomotorik) dimensi mana
yang menurutmu paling berkembang ? Mengapa demikian ? Yang mana yang
belum ? alasannya ?
3. Berdasarkan pengalamanmu apakah selama Belajar di Prodi menjadikan
kamu semakin bangga sebagai seorang Katolik ? mengapa?
4. Apakah kamu memberi perhatian khusus terhadap hidup rohani selama ini,
misalnya melalui bacaan rohani, bimbingan rohani dan refleksi ? Ceritakanlah
!
5. Menurut pengalamanmu apakah selama studi di Prodi IPPAK semakin
menambah semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi ?
6. Menurut pendapatmu apakah selama ini kamu sungguh merasa bebas dalam
menjalani tanggungjawab sebagai seorang beriman ? Ceritakanlah !
7. Menurut pengalamanmu apakah selama ini kamu sungguh mendengarkan
suara hati ? Bagaimana caranya ?
8. Berdasarkan pengalamanmu sebagai seorang mahasiswa apa yang telah
kamu lakukan sebagai bentuk tanggungjawab? Ceritakanlah !
9. Apakah selama ini kamu ambil bagian dalam kegiatan rohani di lingkungan ?
ceritakanlah !
10. Apakah kamu memiliki gambaran tentang bentuk atau model pelayanan yang
akan kamu berikan untuk umat/masyarakat di daerah asalmu ? jelaskanlah!
11. Bagaimana proses pendidikan iman yang ada dalam keluaragamu?
Ceritakanlah !
12. Kegiatan rohani apa saja yang pernah kamu alami ? ceritakanlah!
13. Bagaimana suasana pelajaran agama Katolik yang kamu rasakan sewaktu
masih sekolah ? Ceritakanlah !
14. Apakah suasana masyarakat sekitar tempat tinggalmu mendukung
perkembangan iman? Ceritakanlah !
15. Apakah selama ini kamu memanfaatkan sarana komunikasi (media sosial,
internet) untuk menunjang perkembangan imanmu ? ceritakanlah!
Lampiran 2 : Panduan Wawancara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
No. Nama Jenis Kelamin Kode
1. Sesilia Perempuan R1
2. Kristina Verawati Perempuan R2
3. Natalia Yustika Perempuan R3
4. Maria Dolorosa Tonis Perempuan R4
5. Klaudius Himang Laki-Laki R5
6. Christina Lunau Jalung Perempuan R6
7. Maria Fransiska F. Radja Perempuan R7
8. Antonius Kerung Laki-Laki R8
9. Martalina Perempuan R9
10. Agustina Havui Batoq Perempuan R10
11. Yohana Susmi Perempuan R11
12. Deodatus Asri Biantoro Laki-Laki R12
Lampiran 3 : Identitas Responden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
1. Kognitif
a. Perkembangan iman selama studi di PAK
R1 Selama kuliah di PAK saya merasa ada peningkatan iman saya, jika
dibandingkan dulu sebelum masuk PAK. Perkembangan tersebut memang tidak
konstan, ada saat-saat tertentu juga merasa malas.
R2 Secara pribadi sekarang merasa lebih baik dibandingkan dulu, sebelum masuk
PAK saya sempat menyalahkan Tuhan karena keadaan hidup yang saya alami
(suasana keluarga, status sosial, ekonomi,dll). Namun sekarang saya menyadari
bahwa. Tuhan punya rencana terhadap hidup saya meskipun hidup saya berantakan
dan rencana Tuhan untuk hidup saya ini sangat saya syukuri.
R3 Merasa semakin berkembang, dulu sebelum masuk PAK ke gereja hanya
sebagai formalitas, terlebih dulu bapakku adalah ketua umat maka mau ga mau aku
harus rajin ke gereja. Tapi sekarang sudah beda.
R4 Menurut saya iman itu adalah hidup doa. Saya merasa iman (hidup doa) saya
selama studi PAK lebih baik dibandingkan dengan dulu sebelum saya di PAK. Di
sini saya cukup sering berdoa dan mengikuti kegiatan-kegtiatan rohani, dulu saya
tidak pernah tertarik untuk mengikuti kegiatan-kegiatan seperti ini.
R5 Sebelum masuk PAK merasa sangat asing dengan agama, tidak ada perhatian
khusus terhadap perkembangan iman. Selama di PAK banyak belajar tentang iman
dan terlibat dala, kegiatan perkembangan iman.
R6 Setelah belajar di PAK saya merasa iman saya berkembang, terutama dalam
relasi dengan sesama. Sebelum kuliah saya kira iman hanya sebatas pergi ke gereja,
tetapi setelah studi di PAK ternyata iman sangat luas, bahkan justru lebih banyak
ditemukan dalam dinamika hidup bersama, ke gereja hanya salah satu aspek dari
iman. Iman menjadi nyata ketika dilakukan. Kedua adalah penyerahan diri pada
Tuhan lebih terasa mendalam setelah belajar di PAK.
R7 Saya merasa semakin berkembang, terutama ketika mengikuti ret-ret saya
merasa sungguh dekat dengan Tuhan. Dulu saya hanya sebatas menajalani
kewajiban agama.
R8 Saya merasa cukup berkembang meskipun tidak signifikan, dulu saya merasa
ragu-ragu akan apa yang
saya imani. Tetapi sekarang saya merasa lebih yakin kalau Tuhan itu ada dan
percaya akan pertolongan Tuhan dalam hidup ini.
Lampiran 4 : Transkrip wawancara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
R9 Saya merasa semakin berkembang dan lebih baik bila di bandingkan dengan
awal-awal studi. Dulu tidak terlalu peduli dengan kegiatan rohani, terutama misa,
tapi sekarang jika tidak misa ada sesuatu yang hilang.
R10 Aku merasa iman berkembang meskipun masih naik turun, menurutku iman
itu kepercayaan dan karunia yang diberikan Tuhan. Pengalaman dari PAK yang
penuh pergulatan membuat saya semakin tahu dengan apa yang saya imani dan
pengetahuan ini membuat saya semakin percaya.
R11 Saya merasa semakin berkembang, karena semakin hari saya semkin percaya
rencana Tuhan dan mampu memaknai setiap pergulatan hidup saya, terlbih
pengalaman kehilangan ibu saya.
R12 Saya merasa iman saya cukup berkembang, terlebih ketika saya mengalami
sakit yang serius. Melalui Pengalaman ini saya menyadari bahwa hidup
mempunyai makna dan perlu terus untuk dimaknai. Saya menyadari semua ini,
karena dinamika perkuliahan di PAK. Sebelum kuliah di PAK saya tidak pernah
berpikir bahwa setiap harus dimaknai, bahkan dulu saya sangat jarang mengikuti
misa, karena tidak tahu makannya bagi hidupku.
b. Dimensi iman yang berkembang
R1 Selama kuliah di PAK saya mendapat begitu banyak pengetahuan akan apa yang
saya alami, ketiga dimensi iman ini sudah diupayakan untuk berkembang, namun
dalam prakteknya masih belum maksimal. Menurut pengalaman saya dimensi iman
yang paling berkembang selama kuliah di PAK adalah segi afektif, karena sangat
mudah merasa iba dengan penderitaan orang lain, terlebih lagi kuliah di PAK
mengasah kepedulian saya. Yang masih kurang adalah tindakan sering kali saya
hanya berhenti pada simpati tidak sampai melakukan sesuatu, karena kadang saya
tidak tahu harus berbuat apa terhadap penderitaan orang lain.
R2 Dari tiga dimensi iman ini saya merasa dimensi afektif saya lebih berkembang
selama di PAK, selama di PAK banyak persoalan yang saya alami dan suara hati
membantu saya untuk melihat persoalan dari berbagai aspek dan memaknai
persoalan tersebut, tidak lagi sempit.Yang saya rasa masih kurang yakni dimensi
kognitif, bagi saya pengetahuan tentang sangat luas dan cukup rumit untuk saya
pelajari.
R3 Saya rasa yang paling berkembang adalah segi afektif, dulu saya tidak dekat
dengan orang tua dan selalu menghindar dari orang tua, tapi dari PAK saya belajar
untuk mengolah rasa itu dan sekrang menyadari bahwa orang tua sebenarnya
mengasihi saya.Yang paling kurang adalah tindakan, faktor penyebab utamanya
adalah rasa malas dari dalam diri sendiri, faktor lain yang juga mempengaruhi
adalah teman sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
R4 Dimensi yang berkembang adalah segi hati, saya merasa kuliah di PAK
menjadikan saya semakin peka dan peduli terhadap orang lain. Sering ada teman-
teman yang pinjam uang, meskipun saya juga butuh tapi saya sering memberikan,
karena mereka lebih membutuhkan. Yang masih kurang adalah segi kognitif,
karena selama ini saya masih kurang baca.
R5 Dari tiga iman yang paling menonjol adalah kognitif, karena selama 4 tahun
belajar tentang agama yang otomatis membuat saya banyak tahu tentang iman.
Yang paling kurang adalah psikomotorik atau dimensi tindakan, hal ini dikarenakan
menjalin relasi dan interaksi/terlalu sibuk dengan diri sendiri. Faktor lain yang juga
mempengaruhi adalah teman asrama yang tidak ada yang terlibat di lingkungan.
Kampus menciptakan iklim yang tidak kondusif, ke lingkungan hanya karena ada
tugas.
R6 Menurut pengalamanku dimensi iman yang paling berkembang adalah dimensi
afektif. Karena sebelum di PAK saya tidak pernah peduli dengan hidup orang lain,
tetapi pengalaman di PAK menyadarkan saya bahwa banyak sekali yang terlibat
dalam hidupku dan aku rasa ini adalah perkembangan iman yang aku rasakan. Yang
dirasa kurang berkembang adalah aspek tindakan, masih sulit mewujudkan iman.
Terutama keterlibatan dalam komunitas iman, alasannya karena hidup di
lingkungan baru, tidak mengerti bahasa dan tidak ada yang memebri teladan. Kalo
dalam bidang sosial saya rasa selama ini sudah cukup diusahakan. Masalah yang
utama ini muncul dari dalam diri.
R7 Dari tiga dimensi ini saya merasa dimensi yang paling berkembang adalah
tindakan, karena saya merasa kuliah di PAK semakin menggerakan saya untuk
membantu orang lain. Terlebih karena saya sendiri pernah mengalami situasi yang
sulit dan saya bersuaha semampu saya untuk membantu teman yang mengalami
kesulitan. Dimensi yang kurang berkembang adalah dimensi afektif, saya belum
mampu mengolah hati dengan bijaksana, penyebabnya adalah dari dalam diri
sendiri. Dari pihak kampus sudah cukup membantu, namun saya masih belum
mampu.
R8 Selama kuliah di PAK saya merasa suara hati saya semakin berkembang,
terlebih ketika dihadapkan dengan niat-niat jahat saya mendapat bisikan dan
masukan dari dalam (suara hati). Suara hati ini berkembang karena kebiasaan di
PAK untuk berefleksi. Yang masih kurang adalah tindakan, kadang kita tahu untuk
melakukan hal baik, tetapi untuk menjalankan niat baik tersebut sangat susah
karena tidak sanggup menanggung risiko, malas, dll
R9 Saya merasa aspek yang paling berkembang adalah tindakan, karena saya
merasa ketika kuliah di PAK saya semakin ringan tangan dan rela membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(7)
kesulitan orang lain. Yang dirasa masih kurang adalah dimensi afektif, karena saya
sangat mudah terpengaruh omongan orang dan cenderung mengabaikan suara hati.
R10 Menurut pengalaman saya selama studi di PAK dimensi iman yang paling
berkembang adalah dimensi tindakan, ketika saya liburan pulang kampung, dulu
saya tidak pernah memimpin ibadat, tetapi setelah studi di PAK saya lebih berani
untuk bertindak. Yang masih kurang berkembang adalah aspek afektif, relasi saya
dengan Tuhan, saya sering mengingat Tuhan di saat butuh saja, saya menyadari apa
yang saya lakukan, faktor penyebab yang paling utama adalah rasa malas.
R11 Saya merasa dimensi afektif yang paling perkembang, karena saya merasa saya
mulai mampu memaknai pengalaman hidup. Yang masih kurang adalah dimensi
tindakan, karena saya sulit untuk memaafkan, faktor utamanya adalah kerelaan
untuk berbuat baik bagi sesama masih sangat sulit saya lakukan.
R12 Menurut pengalaman saya selama ini dimensi iman yang paling berkembang
adalah dimensi afektif. Sekali lagi ini karena pengalaman ketika saya jatuh sakit.
Ketika sakit saya sungguh merasa bahwa Tuhan sungguh dekat dan selalu
membantu saya dalam proses penyembuhan, sekrang saya sembuh serta bsia
melanjutkan kuliah lagi. Ketika kuliah di PAK saya menyadari relasi saya dengan
Tuhan semakin terasa nyata. Yang masih kurang adalah tindakan, selama ini saya
banyak belajar dan menghayati nilai-nilai agama Katolik, namun masih sangat sulit
untuk mempraktekannya, karena rasa malas dan belum memiliki niat yang cukup
untuk bertindak.
2. Afektif
a. Bangga menjadi Katolik
R1 Sebelum kuliah di PAK saya mersa bangga menjadi orang Katolik ditambah
pengetahuan kulih tentang agama Katolik saya menjadi semkin memahami agama
Katolik, kendati aktif di Gereja. Sekarang saya banyak tahu dan semakin bangga.
R2 Saya bangga, karena saya kagum dengan sistem hirarkis gereja dan di PAK saya
memperoleh banyak pengetahuan tentang ini. Selain itu saya juga bangga dengan
pelayanan yang diajarkan oleh agama Katolik, terlebih kesaksian hidup di tengah
masyarakat.
R3 Dulu memang Katolik hanya formalitasnya saja, tapi sekarang saya bangga
menjadi Katolik dan tidak ragu lagi, belajar di PAK semakin menegaskan bahwa
Katolik adalah agama pilihan saya yang benar. Memang pernah terlintas untuk
pindah agama dan merasa kering dengan ritus agama Katolik, sehingga harus
mencari ke gereja lain, tapi dengan ini malah saya semakin bangga dengan Katolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(8)
R4 Saya bangga menjadi Katolik, pertama semua keluarga saya menjadi Katolik.
Dari PAK saya belajar bahwa Katolik sangat terbuka dan menghargai agama orang
lain, ini yang menjadikan saya sangat bangga menjadi Katolik.
R5 Merasa sangat bangga, karena ternyata menjadi Katolik banyak hal yang dapat
dilakukan. Katolik sangat menekankan kasih yang menggugah saya untuk berbagi.
Inilah yang membuat saya bangga
R6 Saya merasa sangat bangga, karena Katolik menghantar saya untuk merasakan
kehadiran Tuhan. Melalui agama Katolik saya menjadi tahu bahwa beriman tidak
hanya sebatas mampu bernyanyi atau main musik.
R7 Setelah kuliah di PAK saya semakin bangga dengan Katolik, terlebih karena
saya berasal dari keluarga Katolik yang fanatik. Perjumpaan dengan teman-teman
yang berasal dari pulau dan suku lain yang juga beragama Katolik menjadikan saya
bangga, karena ternyata orang Katolik juga banyak dan bermacam-macam suku.
R8 Saya merasa sangat bangga, karena sebelum kuliah di PAK saya tidak banyak
pengetahuan tentang agama, terlebih ketika sma saya tidak memiliki guru agama
dan agama lain selalu punya kegiatan yang tampaknya menyenangkan, saya mersa
iri karena Katolik tidak punya. Tapi setelah saya kuliah di PAK ternyata Katolik
juga punya banyak kegiatan rohani, hanya saja belum dilaksanakan.
R9 Saya semakin bangga, karena melalui studi di PAK saya semakin banyak
pengetahuan akan agama Katolik dan mengenal lebih dalam agama Katolik, agama
Katolik adealah agama yang baik bagi saya dan belum pernah terpikirkan untuk
pindah agama.
R10 Saya sangat bangga dan saya yakin menjadi Katolik. Saya Katolik bukan
karena saya terlanjur di baptis menjadi orang Katolik, tetapi karean memang
Katolik telah menjadi jati diri saya dan saya merasa Katolik adalah diris saya. Yang
saya banggakan dari Katolik adalah sikap toleransinya.
R11 Saya sangat bangga, karena melalui agama Katoliklah saya belajar untuk
memaknai hidup dan mengenal Tuhan. Agama Katolik memberikan saya banyak
kesempatan, misalnya untuk belajar dan membentuk kepribadian saya.
R12 Saya merasa bangga, karena di kampung halaman saya agama hanya sebatas
formalitas semata, terlebih kampung saya masih sangat kental dengan kepercayaan
lokal, sehingga agama bukan di pandang sebagai jati diri, tetapi hanya pelengkap
saja. Keadaan ini memotivasi saya untuk memahami Katolik lebih dalam dan
menggugah niat saya untuk membangun serta menghidupakan keKatolikan di
kampung saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(9)
b. Memiliki kebebasan
R1 Saya masih sering merasa terpaksa menjalani tanggungjawab saya, terlebih
ketika saya merasa jenuh dan lelah menjalani tanggungjawab sebagai mahasiswa.
Tapi dalam saat tertentu saya menjalani tanggungjawab saya dengan ikhlas hati dan
tanpa ada paksaan dari luar.
R2 Selama ini saya menjalani tanggup jawab sebagai orang beriman misalnya
berdoa dll sungguh karena kesadaran dan dorongan hati saya sendiri. Tetapi ketika
belajar di kampus saya sering merasa terpaksa dan melakukan hanya demin ujian.
R3 Kalau mengikuti misa saya sudah merasa bebas, tetapi untuk ikut kegiatan
rohani, misalnya di lingkungan masih sering terpaksa dan ikut orang lain, di
lingkungan juga masih bingung mau buat apa dan haru bagaimana, karena masih
takut di cap macam-macam oleh umat, misalnya sok rajin, dsb.
R4 Selama ini saya melakukan tanggungjawab saya sungguh dari hati tidak ada
intervensi dari pihak luar, misalnya kalau saya memang niat saya akan
melakukannya. Misalnya, pada saat KBP saya sering misa pagi dan rumah tempat
saya tinggal sampai sekarang ikut misa pagi.
R5 Selama ini sudah merasa bebas dalam bertindak, ketika mengikuti misa tidak
lagi karena perintah orang lain, tetapi karena kerinduan yang sungguh lahir dari
dalam hati saya.
R6 Selama menjalani studi di PAK, saya semakin merasa dimurnikan dan merasa
ini semua adalah campur Tangan Tuhan, sehingga apapun yang aku lakukan
sungguh lahir dari kebabasan hatiku, bukan lagi karena keterpaksaan dan intervensi
dari luar seperti sebelum kuliah di PAK.
R7 Kalau terkait dengan hidup rohani saya sungguh melakukannya dengan bebas
dan dari dalam lubuk hati. Tetapi kalu terkait perkuliahan, memang awalnya ada
rasa terpaksa, tapi sekrang sudah tidak lagi.
R8 Sekarang saya merasa sungguh melaksanakan tanggungjawab saya sebagai
sebagai orang beriman dari dalam hati. Beda ketika waktu masih sekolah, saya ke
gereja hanya untuk terlihat rajin dan cari teman.
Terkait dengan perkuliahan saya juga tidak ada merasa terpaksa, hanya kdang malas
dan jenuh.
R9 Saya merasa sangat bebas ketika mengikuti misa, tidak ada paksaan, karena
sungguh lahir ddari dalam hari, tapi untuk kegiatan rohani lain misalnya, kegiatan
lingkungan saya masih bmerasa sangat terpaksa untuk mengikutinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(10)
R10 Saya masih sering melakukan tanggungjawab saya berdasarkan tuntutan
semata, misalnya pengalaman liburan kemarin, sebenarnya saya malas tapi karena
saya adalah guru agam maka saya harus ikut misa tiap minggu.
R11 Untuk misa saya memang menyiapkan hati dengan sungguh-sungguh tanpa
ada paksaan dari pihak luar, untuk kegiatan rohani lain saya masih melakukan
sesuai mood saya.
R12 Selama ini saya merasa cukup bebas untuk melaksanakan kewajiban saya
sebagai orang beriman, misalnya misa. Namun, ada saat-saat tertentu saya juga
merasa malas dan terpaksa melakukan kewajiban tersebut. Tetapi selama kuliah di
PAK saya merasa lebih banyak bertindak dengan kebebasan tanpa intervensi dari
luar, terlebih ketika menjalankan kewajiban hidup beriman, msialnya misa.
c. Mendengarkan suara hati
R1 Saya sering sekali, terutama terkait dengan panggilan hidup saya sebagai
seorang katekis. Dinamika di PAK bersama teman-teman dan suasana sering kali
membuat saya tidak yakin dengan pilihan saya, tetapi hati saya selalu berbisik untuk
tetap bertahan dan mensyukuri apa yang ada. Inilah cara saya untuk mendengar
suara hati, yakni dengan merenung dan berdoa.
R2 Iya tentu (idem No. 2) Dari tiga dimensi iman ini saya merasa dimensi afektif
saya lebih berkembang selama di PAK, selama di PAK banyak persoalan yang saya
alami dan suara hati membantu saya untuk melihat persoalan dari berbagai aspek
dan memaknai persoalan tersebut, tidak lagi sempit.
Yang saya rasa masih kurang yakni dimensi kognitif, bagi saya pengetahuan
tentang sangat luas dan cukup rumit untuk saya pelajari.
R3 Saya sering bergulat dalam hati, tetapi sering kali saya abaikan dan tidak peduli
dengan suara yang berbisik.
R4 Selama ini saya sering melawan, biasanya terjadi ketika saya mau mengerjakan
tugas dan dihadapkan tawaran lain (jalan, main HP) dan saya cenderung memilih
untuk tidak mendengarkan suara hati.Untuk mendengarkan suara hati biasanya saya
flashback kembali pengalaman hidup.
R5 Selama ini saya tidak begitu mendengarkan suara hati, memang pergulatan
tersebut ada dalam hati saya, tetapi saya cenderung mengabaikannya. Misalnya
ketika mengakses internet, saya lebih sering mengakses situs porno, padahal bisikan
dalam hati saya melarang.
R6 Selama ini saya merasa suara hati adalah suara yang selalu memberi
pertimbangan dalam hati ketika mengahadapi suatu permasalahan. Baru-baru ini
saya ada masalah dengan ibu saya, suara hatilah yang mendorong saya untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(11)
meminta maaf dan melawan ego saya. Biasanya untuk mempertimbangkan suara
hati saya melihat dampak dari keputusan yang akan saya ambil dan mencari yang
terbaik dengan demikian meskipun berat saya mampu mendengarkan suara hati.
R7 Saya merasa masih belum bisa mendengarkan suara hati, karena masih sulit
mengelola hati/perasaan. Untuk mendengarkan suara hati biasanya saya merenung.
R8 Persolaan terkait suara hati yang paling besar adalah ketika saya kehilnagan
ayah saya saat tengah mengikuti ujian akhir semester. Saya sudah merasa sangat
gelap dan ingin memutuskan untuk pulang dan tidak melanjutkan ujian, tetapi suara
hati saya berbisik lain, toh meskipun saya pulang juga tidak ada yang dapat saya
lakukan. Akhirnya saya memutuskan untuk bertahan dan menyelesaikan dulu ujian
akhir semseter, mekipun demikian penyesalan-penyesalan dan keinginan untuk
pulang masih sangat besar. Dalam pengalaman ini saya merasa suara hati sungguh
saya dengarkan dan memabntu saya untuk bertahan.
R9 Saya sering bergulat dengan rasa malas, sering kali suara hati saya abaikan,
karena tawaran dari luar lebih menyenangkan. Untuk mendengarkan suara hati saya
harus memaksakan diri untuk melawan rasa malas yang muncul dari dalam diri.
R10 Selama ini saya sering bertentangan dengan suara hati, sering kali saya
mengabaikan suara hati terlebih ketika menghadapi rasa malas. Sangat berta untuk
dapat mengikuti suara hati.
R11 Saya sering mendengrakan suara hati, tapi suara hati sering saya abaikan.
Namun akgir-akhri ini saya sungguh mendengarkan suara hati, terutama ketika
kehilangan ibu saya, saya sempat berpikir untuk tidak melanjutkan studi, tapi suara
hati saya terus berbisik untuk tetap melanjutkan studi karena walaupun ibu sudah
tidak ada dia akan bahagia bila saya bisa menyelesaikan studi saya. Akhir-akhir ini
suara hati lebih dominan.
R12 Selama ini saya selalu merasa ada pertimbangan dalam hati saya, terutama
dalam pengalaman kuliah. Saya selalu berusaha untuk mendengarkan suara hati,
meskipun berat. Biasanya saya memaksakan diri dan mengalahkan ego pribadi
untuk mendengarkan suara hati.
d. Bertanggungjawab
R1 Tanggungjawab yang saya lakukan dari segi akademik saya sudah memenuhi
harapan dan target yang ditentukan pemerintah. Sekarang masih ada
tanggungjawab yang harus saya lakukan yakni menyelesaikan skripsi.
R2 Menurut saya kegiatan yang saya lakukan sebagai bentuk tangungjawab saya
bagi pemerintah adalah belajar public speaking dan sayarasa hanya itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(12)
R3 Selama ini yang saya lakukan sebagai tanggungjawab sebagai mahasiswa adalah
belajar dengan baik dan mengembangkan diri melalui kegiatan-kegiatan kepanitian.
Sebagai mahasiswa beasiswa saya menggunakan uang yang diberikan oleh
pemerintah sesuai dengan tujuan uang tersebut.
R4 Belajar dengan baik dan tidak membuat masalah.
R5 Tanggungjawab yang saya lakukan sebagai mahasiswa selama ini hanya
mengikuti salah satu kegiatan kampus yakni, paduan suara pradnyawidya dan
tugas-tugas koor. Tapi tugas yang esensi misalnya, terlibat aktif di lingkungan
masih belum.
R6 Yang saya berikan selama ini sebagai bentuk tanggungjawab seorang
mahasiswa adalah mencoba memberikan yang terbaik, misalnya mendapatkan nilai
yang baik dan diatas standar yang diberikan pemerintah.
R7 Yang sudah saya lakukan yakni belajar dan memenuhi target pemerintah (IPK).
Selain itu mengembangkan pribadi melalui kegiatan-kegiatan kampus. kalau
sekarang yang saya lakukan adalah menyelesaikan skripsi.
R8 Yang sudah saya lakukan adalah memenuhi tuntutuan yang diberikan oleh
pemerintah dan berusaha untuk tidak dibawah standar yang di tentukan oleh
pemerintah. Meskipun kadang cukup berat, tapi tetap saya usahakan.
R9 Menyelesaikan kuliah, meskipun agak telat. Mengikuti seluruh perkuliahan.
R10 Menjaga nama baik pemerintah dan universitas dengan tidak melakukan
tindakan-tindakan yang melanggar peraturan. Selain itu saya ikut beberapa kegiatan
organisasi di Prodi maupun universitas.
R11 Kuliah dengan sungguh-sungguh, jangan sampai berhenti tengah jalan
meskipun berat rasanya, menyelesaikan skripsi.
R12 Menurut pengalaman saya bentuk tanggung jawab yang saya lakukan sebagai
mahasiswa adalah menyelesaikan perkuliahan hingga akhir. Meskipun saya pernah
sakit dan hampir tidak bisa melanjutkan kuliah, tetapi saya berusaha untuk tetap
melanjutkan sebagai tanggungjawab saya sebagai mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(13)
3. Psikomotorik
a. Waktu khusus untuk hidup rohani
R1 Ridak ada waktu khusus yang disediakan secara rutin, tetapi selalu ada waktu
khusus yang saya sediakan untuk mengasah hidup rohani saya, terlebih ketika ada
masalah. Yang paling sering dan rutin dilakukan hanya doa sebelum tidur.
Kalau refleksi dulu awal-awal kuliah saya rajin berefleksi, tetapi sekarang malah
hilang, karena banyak kegiatan dan kesibukan.
R2 Tentu, saya biasanya menyediakan waktu 15 menit sebelum bangun pagi,
namun akhir-akhir ini jarng saya lakukan. Saya selalu membaca Kitab Suci dengan
metode rema yakni semacam bisikan saat berdoa, tidak mengikuti kalender liturgi.
Kebiasaan ini saya dapatkan semenjak SMA ketika mengikuti pelayanan dari GBI.
Bacaan rohani yang saya baca biasanya kesaksian-kesaksian. Refleksi tidak ada.
R3 Waktu yang disediakan khusus setiap hari belum ada, selama ini hanya sebatas
doa pribadi saja. Refleksi belum ada sama sekali.
R4 Awalnya saya rajin berdoa dan baca bacaan rohani, namun akhir-akhir ini kamar
saya sering dijadikan sebagai tempat untuk nongkrong, maka otomatis kebiasaan-
kebiasaan saya menjadi terganggu dan lama-kelamaan tidak dijalani lagi.
Refleksi juga sudah sangat jarang, hanya awal-awal kuliah saja. Paling banyak yang
saya lakukan adalah merenung sebelum tidur.
R5 Yang masih dilakukan hanya doa pribadi, yang lainnya tidak ada lagi, hanya
ketika awal-awal kuliah saja, terlebih refleksi yang sudah tidak lagi dilakukan. Dulu
selalu ada waktu khusu yang luangkan untuk membina hidup rohani dengan
refleksi. Faktor yang utama adalah “kenyamanan”, semua fasilitas sudah tersedia,
terlebih sekarang sudah punya akses internet wi-fi yang menyita begitu banyak
waktu. Smartphone juga memberikan tawaran yang sangat menarik, sehingga
sangat sulit untuk lepas dari smartphone, bahkan begitu bangun tidur smartphone
adalah benda pertama yang di sentuh.
R6 Kalau waktu yang rutin, tidak ada, hanya biasanya doa sebelum tidur.
Saya sering berefleksi tapi dengan cara yang berbeda dari refleksi seperti biasanya.
Misalnya ketika menghadapi suatu permasalahan dalam keluarga saya langsung
merefleksikan pengalaman tersebut dan mencari maknanya. Melalui pengalaman
refleksi seperti ini saya merasa jauh lebih baik. Tidak ada waktu khusus yang
disediakan untuk berefleksi, hanya pada saat-saat tertentu.
R7 Selamam ini tidak ada waktu yang rutin yang saya siapkan, hanya saat-saat
tertentu, misalnya ketika ada masalah. Untuk refleksi saya lakukan saat awal kuliah
dan sekarang sudah jarang. Saya biasanya menulis di buka pengalaman sehari-hari,
dimakani lalu disykuri. Semenjak semester V semua ini sudah jarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(14)
R8 Kalau waktu khusus yang rutin belum ada, hanya waktu-waktu tertentu saja.
Tetapi selalu saya usahakan untuk menyediakan waktu untuk hidup rohani,
meskipun tidak setiap hari.
Dulu sebelum semeseter 7 saya sangat rajin untuk berefleksi dan merenungkan,
terutama saat banyak persoalan. Hanya saja sekarang malah jarang.
R9 Saya selalu menyediakan waktu khusus untuk kehidupan rohani, tapi hanya
untuk berdoa dan membaca Alkitab. Kalau refleksi belum sama sekali saya lakukan.
R10 Saya tidak punya waktu khusus utnuk hidup rohani, yang sering dilakukan
paling doa rosario dan baca Kitab Suci tapi tidak rutin. Refleksi masih sangat
jarang, karena selama ini selalu sibuk dengan diri sendiri.
R11 Saya tidak ada waktu khusus untuk kehidupan rohani, hanya sebatas doa dan
merenung, tapi untuk refleksi dan bacaan rohani masih belum dilakukan.
R12 Selama ini saya hanya sebatas berdoa, namun tidak ada waktu khusus yang
secara rutin saya siapkan. Refleksi masih belum saya lakukan, karena sangat sulit
untuk memulai.
b. Memiliki semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi
R1 Ketika awal saya memang sulit menyesuaikan dan tidak begitu semangat untuk
mengikuti misa, tetapi setelah berefleksi akan makna panggilan dan keberadaan
saya maka semangat itu tetap muncul untuk ikut setiap hari minggu, hanya saja
misa harian masih sulit.
R2 Sebenarnya kuliah di PAK menambah semangat saya untuk misa, tapi karena
keterbatasan alat transportasi jadi saya sering tidak ke gereja. Begitu pula dengan
kegiatan lingkungan.
R3 Saya baru-baru ini semangat untuk mengikuti misa, terlebih ketika ada
pengalaman diaman saya merasa Tuhan sungguh dekat dan tanpa sadar saya
menitikan air mata. Studi di PAK memang perlahan menambah semangat dan
kesadaran saya untuk mengikuti misa.
R4 Kuliah di PAK membuat saya semakin semangat utnuk ikut misa, terlebih
karena tuntutan panggilan saya sebagai guru agama. Tuntutan inilah yang
menjadikan saya semakin semangat ikut misa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(15)
R5 Studi di PAK tidak serta merta memberi pengaruh yang signifikan terhadap
semngat semangat untuk mengikuti misa. Selama ini mengikuti misa masih bersifat
musiman, kadang semangat kadang tidak.
R6 Saya merasa lebih semangat, karena dengan studi di PAK saya menjadi banyak
mengetahui tentang perayaan Ekaristi dan maknanya bagi hidup saya. Tidak lagi
seperti dulu, ke gereja hanya untuk menjalani kewajiban semata.
R7 Jujur saya selama di PAK malah lebih malas bila dibandingkan dengan saat saya
di rumah. Entah apa alasanya, mungkin karena semakin dekat dengan Tuhan
semakin banyak godaan.
R8 Saya merasa malah semakin hari semakin tidak semangat, beda dengan dulu.
Karena sekarang tahu bahwa kalu misa dengan hati terpaksa sebenarnya sia-sia.
Tetapi ketika di kampung ada kerinduan yang amat dalam untuk mengikuti misa.
R9 Selama studi di PAK saya merasa semangat untuk mengikuti ekaristi dan
kegiatan rohani mengalami kemunduran, dulu saya sangat rajin dan tidak ada
bolong sama sekali, tapi sekarang sering bolong-bolong.
R10 Selama studi di PAK saya merasa semangat utnuk mengikuti Misa sangat
berkurang drastis, dulu saya sangat dekat dengan kegiatan-kegiatan rohani. Tetapi
setelah masuk di PAK dengan banyaknya tugas saya tidak rajin seperti dulu lagi,
meskipun saya menyadari semua itu.
R11 Saya merasa sekarang menjadi lebih semangat karena dulu saya jarang ke
gereja, tapi sekarang rutin meskipun hanya hari minggu, misa harian masih jarang.
R12 Kuliah di PAK memang tidak serta merta menambah semangat untuk
mengikuti misa, tetapi memang ada perubahan yang saya dalam diri saya. Sebelum
kuliah di PAK saya tidak merasa bahwa misa adalah hal yang penting, tetapi ketika
kuliah di PAK saya menyadari bahwa misa sangat berarti bagi kehidupan beriman
dan kesadaran inilah yang menggugah saya untuk mengiktui misa.
c. Terlibat dalam kegiatan paroki atau lingkungan
R1 Saat peretngahn kuliah saya sering terlibat dalam komunitas-komunitas rohani
di gereja. Tapi sekarang ini sudah tidak pernah lagi, karena banyak kegiatan kampus
dan kesibukan lain. Kalau di lingkangan dulunya aktif, tapi karena hanya saya
sendiri yang ikut dan teman lain sering ditanyakan saya merasa tidak nyaman dan
terbebani ketika ditanya kemana teman lain. Hal ini membuat saya membutuskan
untuk tidak terlibat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(16)
R2 Iya pernah ambil bagian dalam kegiatan lingkungan misalnya bulan maria,
bulan kitab suci, hanya tidak rutin. Namun saya belum tahu nama lingkungan dan
ketua lingkungan.
R3 Tidak sama sekali, faktor utamanya memang dari dalam diri, yakni pikiran
negatif dari dalam diri. Teman asrama juga mempengaruhi, karena semua tidak ada
yang akftif jadi otomatis saya merasa tidak masalah untuk tidak iktu kegiatan
lingkungan.
R4 Kalau di lingkungan temapt tinggal sanagt jarang, kalau koor di paroki lain saya
cukup sering akhir-akhir ini.
R5 Tidak sama sekali, karena tidak ada relasi dan interaksi/terlalu sibuk dengan diri
sendiri. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah teman asrama yang tidak ada
yang terlibat di lingkungan. Kampus menciptakan iklim yang tidak kondusif, ke
lingkungan hanya karena ada tugas
R6 Kalau di lingkungan tempat tinggal saya jarang terlibat, tetapi di paroki biasanya
saya terlibat sebagai anggota koor dan lektor. Paling sering adalah sebagai lektor,
karena saya merasa memiliki kemampuan di bidang lektor dan saya bisa
memberikannya untuk melayani.
R7 Lumayanlah, kegiatan yang saya sering ikuti misalnya sembayangan, peseta
nama, koor. Kalau di paroki pringwulung saya menjadi pedamping PIA.
R8 Tidak begitu rutin, hanya kadang-kadang misalnya sembayangan, koor.
R9 Pada saat tertentu, misalnya paskah menjadi petugas tata laksana, pernah sekali
ikut koor, kalau untuk kegiatan rutin tidak ada. Penyebab utamanya adalah rasa
malas, meskipun banyak ajakan dari umat dan teman tapi rasa malas lebih besar.
R10 Awal-awal datang saya sering ikut terlibat, tapi sekarang sangat jarang karena
banyak kata-kata negatif yang saya dengar dari umat lingkungan.
R11 Selama tinggal di asrama tidak pernah ikut kegiatan di lingkungan yang rutin.
Hanya satu atau dua kali saja.
R12 Kegiatan lingkungan yang paling sering saya ikuti selama ini adalah
pendalaman iman yang lainnya masih belum. Pedalaman iman yang terjadi di
bulan-bulan tertentu.
d. Memiliki gambaran bentuk pelayanan bagi umat setelah selesai studi
R1 Kebetulan paman saya katekis jadi selama ini kami sudah banyak bercerita dan
membuat rencana untuk terlibat dalam pembinaan prodiakon. Program ini adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(17)
program yang dirancakan oleh paroki dan saya berencana untuk terlibat di
dalamnya, meskipun tidak dapat memberi banyak sumbangan. Selain prodiakon
saya juga bertugas untuk mendapampingi PIA danb OMK.
R2 Kegiatan yang akan saya lakukan setelah pulang lebih mengarah ke sekolah
yang saya beri nama komsel (kelompok sel), kegiatan untuk memotivasi siswa
untuk belajar dan terlibat di gereja.
R3 Saya ingin mengkaderisas kaum muda, terlebih karena di kampung saya banyak
orang muda Katolik yang nikah muda. Selain itu petugas liturgi atau aktifis gereja
masih sangat kurang. Kaum muda ini nantinya diharapkan dapat membantu
kegiatan gerejawi, misalnya memimpin ibadat, dll.
Kesulitan yang saya alami adalah respon dari mereka yang sangat kurang.
R4 Saya ingin melakukan katekese model SCP dan PIA. Sejauh ini masih dalam
tahap rencana belum ada kepastian yang detail untuk kegiatannya.
R5 Saya akan menghidupka kegiatan katekese di paroki saya dengan pengetahuan
dan ketrampilan yang saya miliki, karena selama ini hanya sebatas kegiatan doa
rosario.
R6 Melihat keadaan paroki saya yang sangat minim kegiatan rohani saya memiliki
niat untuk mengkatifkan kegiatan doa lingkungan. Karena selama ini doa
lingkungan hanya sebatas doa rosario dan sangat jarang terjadi dalam satu tahun
hanya beberapa kali terjadi. Inilah yang menggugah saya untuk mengaktifkan
kembali kegiatan doa lingkungan yang ada, jika lingkungannya hidup maka
parokipun akan hidup.
R7 Kalau jadi katekis Saya belum ada gambaran sama sekali dan belum kepikiran,
yang penting lulus dulu. Kalau jadi guru agama saya ingin membentuk pola pikir
anak didik saya bahwa pendidikan itu penting, tapi bentu kegiatannya belum
terpikirkan.
R8 Saya rasa yang sduah pasti saya lakukan adalah katekese dalam bahasa daerah,
karena disana belum ada kegiatan katekese sama sekali dan banyak tema yang bisa
diangkat. Selama ini kegiatan yang ada hanya sebatas doa dan ibadat. Mimpi
terbesar saya adalah membuat ibadat dan doa-doa dalam bahasa daerah saya.
R9 Setelah studi selain aktif di sekolah saya akan aktif di lingkungan misalnya
menjadi pemimpin doa, dll.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(18)
R10 Kegiatan pertama yang saya lakukan adalah doa lingkungan, dengan doa ini
saya ingin menyatukan kembali umat. Selain itu saya juga ingin menghidupkan
kembali kegiatan OMK dan memperbaiki administrasi paroki.
R11 Mengkader kaum muda menjadi petugas liturgi, supaya kaum muda paham
tentang liturgi dan bisa terlibat secara aktif dalam kegiatan liturgi.
R12 Saya mempunyai rencana untuk membangkitkan kembali kegiatan orang mdua
di kampung saya, tidak hanya sebatas dalam kegiatan rohani tetapi juga
bermasyarakat, misalnya kegiatan 17an. Dengan kemampuan dan pengalaman yang
saya dapatkan selama di PAK saya akan merancang kegaiatn untuk akum muda di
kampung saya. Karena bagi saya kaum muda adalah tulang punggung penggerak
gereja, terlebih kaum muda sangat rawan dengan perilaku menyimpang.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat
a. Keluarga
R1 Orang tua sangat taat dan rajin ke gereja dan membaca kitab suci, sejak kecil
orang tua selalu melibatkan saya dalam kegiatan-kegiatan rohani di gereja. Orang
tua sangat berperan dalam perkembangan iman saya melalui kebiasan-kebiasaan
misalnya, doa bersama saat makan, tidak pernah terlbat datang ke gereja.
R2 Ibu saya cukup tegas terkait kegiatan gerejawi dan mengharuskan saya untuk
terlibat dalam kegiatan gereja, sejauh ini hanya itu yang saya ingat.
R3 Dalam keluarga saya tidak ada pendidikan iman yang khusus, yang terjadi hanya
pergi ke gereja dan di minta aktif di gereja.
R4 Saya sejak kecil tidak bersama orang tua. Pendidikan iman yang saya ingat,
kakak saya sering mengajak saya untuk berdoa bersama dan misa hari minggu.
R5 Dalam keluarga tidak ada pendidikan iman yang khusus, hanya sebatas pergi ke
gereja untuk ikut misa.
R6 Ibu saya cukup tegas dalam hal pendidikan iman, dulu waktu kecil saya sering
dipaksa untuk ikut kegiatan anak-anak di gereja, bahkan sampai di pukul. Sekarang
saya sungguh merasakan buah dari apa yang dulu ibu lakukan, saya menjadi kuat
dalam iman Katolik.
R7 Dari kecil kami selalu dibiasakan untuk berdoa bersama setiap pukul 18.00 satu
keluarga kumpul dan sebelum tidur kami juga berdoa bersama. Mamaku selalu
mengajarkan saya cara berdoa yang benar, bukan hanya menghafal doanya tetapi
juga penghayatannya. Pembiasan-pembiasaan ini sangat membekas bagi saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(19)
R8 Yang masih saya ingat adalah dibiasakan untuk ikut misa dan berdoa sebelum
melakukan sesuatu, karena keterbatasan pendidikan orang tua, maka tidak banyak
yang dapat diajarkan oleh orang tua. Namun semenjak smp saya sudah tidak tinggal
di rumah, tetapi pembiasaan yang dulu saya dapat sangat membekas dan
membentuk pribadi saya.
R9 Dalam keluarga saya pendidikan iman sangat kondusif terjadi lewat teladan
orang tua, karena orang tua sangat rajin berdoa dan ikut misa secara konsisten.
Selalu mengajak ke gereja, ikut kegiatan rohani di gereja, dll. teladan ini sangat
besar bagi perkembangan iman saya
R10 Tidak ada yang secara spesifik, tetapi seingat saya orang tua sangat mendukung
saya dalam mengikuti kegiatan-kegaiatan rohani. Pendidikan iman yang rasakan
lebih berupa teladan dan perintah-perintah
R11 Dalam keluarga saya pendidikan iman terjadi hanya lewat perintah orang tua,
misalnya di suruh berdoa, tetapi tidak pernah diajarkan bagaimana cara berdoa dan
apa isi doanya. Tetapi teladan yang sangat kuat adalah dari almarhum ibu saya, saya
sangat rajin berdoa dan selalu memberikan nasihat untuk berdoa. Bahkan di saat-
saat terakhirnya ia tetap berkeinginan untuk ke gereja.
Karena memang sewaktu kecil keluarga kami tinggal di ladang sehingga akses ke
kegiatan rohani, dll menjadi sangat terbatas.
R12 Pendidikan iman yang saya rasakan dalam keluarga melalui teladan-teladan
yang orang tua berikan. Terlebih ibu yang sangat rajin berdoa. Teladan dari orang
tua inilah yang medasari iman saya sebagai seorang Katolik.
b. Gereja
R1 Kegiatan rohani di gereja sangat mendukung perkembnagan iman saya, terlebih
saya pernah di tunjuk untuk menjadi ketua OMK. Ketika saya menajdi ketua OMK
saya di pilih untuk terlibat dalam kegiatan retret di Malang. Pengalaman retret ini
menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi saya, terutama untuk
perkembanmgan iman saya. Rangkaian kegiatan rohani ini memang belum cukup
mengakomodasi perkembangan iman dan di rasa masih kurang.
R2 Kalau di paroki asal saya tidak terlebiat sama sekali, kalau di sini saya pernah
ikut mengajar PIA dan ikut koor. Saya rasa kegiatan yang ditawarkan gereja masih
kurang.
R3 Saya aktif dari SMP di kegiatan gereja, tapi kegiatan gereja masih sangat kurang
dan tidak berlanjut, kadang hanya sebatas senang-senang saja.
R4 Saya tidak terlibat sama sekali di kegiatan paroki, meskipun ada kegiatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(20)
R5 Kegiatan yang ada di paroki hanya saat natal dan paskah, itupun hanya terlibat
dalam kegiatan dekorasi dan koor saja. Kegiatan rohani misalnya rekoleksi, retret
belum ada sama sekali.
R6 Ketika di kampung halaman tidak banyak kegiatan rohani yang saya alami,
karena memang paroki dan stasi tempat saya tinggal tidak memiliki banyak
kegiatan, bahkan sekarang tidak ada. Ketika kuliah saya terlibat aktif dalam
komunitas lektor, tetapi akhir-akhir ini sudah jarang, karena banyak kegiatan.
R7 Kalau di Kalimantan saya tidak pernah terlibat, karena saya tinggal di asrama
dan semua kegiatan saya ikut dalam kegiatan asrama misalnya retret. Di asrama
sangat banyak kegiatan yang membentuk iman saya. Bangun pagi jam 03.30 lalu
ikut misa jam 6, lalu diajarkan untuk menajdi petugas liturgi dan koster. Ini
dilakukan secara rutin setia hari.
R8 Dari pihak gereja memang tidak ada kegiatan rohani yang diselenggarakan oleh
gereja, karena hanya sebatas koor saat paskah dan natal. Saya rasa kegiatan rohani
masih sangat minim. Hal ini membuat saya merasa asing dengan kebiasaan-
kebiasaan rohani di gereja.
R9 Kegiatan rohani yang saya alami, camping rohani, sekami tetapi kegiatan ini
tidak rutin terjadi hanya saat-saat tertentu dan sangat jarang. Saya lebih merasa
dorongan orang tua lebih besar pengaruhnya dari kegiatan rohani di gereja.
R10 Dulu sewaktu saya masih di kampung banyak sekali kegiatan rohani yang saya
ikuti, misdinar, orang muda Katolik dan sewaktu sma saya tinggal di asrama sangat
banyak kegiatan rohani yang saya alami.
R11 Saya tidak banyak tahu karena saya tidak terlibat aktif di paroki atau stasi,
hanya pernah sekali ikut pendalaman iman orang muda.
R12 Di stasi saya tidak ada sama sekali kegaiatan rohani, sampai sekarang.
c. Sekolah
R1 Waktu SD grunya mengajar dengna sangat baik dan menyenangkan, sehingga
waktu SD saya masih mengingat dengan sangat jelas sosok guru agama tersebut.
Waktu SMP gurunya sudah tua dan lebih banyak menyenangkan. Ketika SMA
pelajaran agama Katolik sangat kacau, hanya datang hari senin dan kami, kalaupun
datang hnaya untuk memberi tugas dan catatan.
R2 Sangat membosankan seingat saya, waktu SD gurujunya banya cerita, SMP
banyak teori begitu juga SMA hanya mencatat. PAK yang saya rasakan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(21)
memberikan sumbangan bagi iman saya, tapi malah mengalami kemunduruan
karena tidak jauh beda dengan pelajaran lain. PAK sangat monoton yang saya
rasakan.
R3 Sangat membosankan, karena PAK selalu mencatat, hanya ketika SMP PAK
lumayan menarik karena gurunya sungguh mengajar dengan baik.
R4 PAK yang saya alami tidak terlalu menyenangkan, karena guru PAK tidak
mencerinkan pribadi seorang guru PAK. Jika disimpulkan PAK yang saya alami
selama masa sekloh masih sangat kurang.
R5 Sewaktu sekolah PAK kegiatan hanya mencatat dan tidak pernah berubah,
ditambah lagi figur guru PAK yang tidak menarik (pemarah). Jadi PAK tidak ada
beda dengan pelajaran lain, bahkan cenderung tidak menarik dan tidak menunjang
perkembangan iman.
R6 Suasana PAK di sekolah sangat tidak menarik, karena pelajarannya selalu
dijadwalkan diakhir dan gurunya tidak memberikan hati untuk mengajar, sehingga
PAK yang saya rasakan sungguh membosankan dan tidak memiliki makna serta
sumbangan bagi perkembangan iman saya.
R7 SD-SMP saya di NTT pelajaran agama sangat menyenagkan. Tetapi ketiika
SMA saya rasa PAK sangat kering, karena hanya mencatat dan mengerjakan tugas.
PAK tidak ada beda dengan pelajaran lain, bahkan lebih buruk.
R8 Waktu sd pelajaran agama menyenangkan karena memang gruunya adalah
seorang katekis dan sering langsung praktek ketika belajar. Waktu SMP PAK
sangat menyeramkan, karena gurunya agak malasan dan bukan guru agama. Waktu
SMA saya tidak mendapat PAK, hanya 2 kali dalam 3 tahun dan sekedar formalitas
saja. Menurut saya PAK yang saya lami sangat kurang.
R9 Sewaktu sekolah PAK tidak hanya mencatat tapi juga gurunya menjelaskan dan
sering meminta menghafalkan alat liturgi, saya rasa PAK cukup menyenagkan dan
membangkitkan semangat saya untuk pergi ke gereja
R10 Sangat menyenangkan, karena gurunya sangat menarik dan dekat dengan
muridnya. Gurunya tidak hanya mengajar dengan ceramah, tetapi juga dengan
variasi-variasi.
R11 PAK yang saya alami dari SMP sampai SMA selalu mencatat dan mencatat,
saat ujian hanya diminta menghafaal doa.
PAK tidak ada jauh beda dengan pelajaran lainnya dan sangat membosankan, tapi
waktu SMA saya senang karena PAK hanya mencatat dan kami boleh ribut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(22)
R12 Ketika SMP PAK bagi saya sangat menyenangkan, tetapi ketika SMA PAK
tidak terlalu menarik dan tidak memberi sumbangan bagi pekembangan iman saya,
karena PAK tidak jauh beda dengan pelajaran lain.
d. Lingkungan
R1 Lingkungan tempat saya tinggal tidak terlalu memberi pengaruh yang besar
terhadap perkembangan iman saya. Menurut pengalaman pribadi saya lingkungan
tempat saya tinggal cukup kondusif dan nyaman bagi saya untuk menjalankan
kewajiban agama saya.
R2 saya rasa tempat tinggal saya (asrama) cukup mendukung, karena melalui teman
asrama saya justru belajar banyak untuk mengolah perasaaan dan melatih
kesabaran. Secara umum teman asrama mendukung poerkembangan iman saya,
sering mengajak untuk ikut kegiatan, hanya saja saya jarang menanggapi.
R3 Kurang mendukung, karena rata-rata semua memikirkan diri sendiri dan
cenderung tidak peduli dengan yang lain. Ditambah mereka yang lebih tua tidak
mampu memberi teladan bagi yang muda.
R4 Lingkungan terutama teman kos tidak terlalu mendukung perkembangan iman
saya, karena sering kali mengganggu jadwal doa dan tidak membangun suasana
yang positif, msialnya untuk terlibat di lingkungan dll.
R5 Masyakat sekitar, terlebih teman asrama tidak terlalu mendukung
perkembangan iman. Karena tidak ada kebiasan-kebiasaan yang mendukung
perkembangn iman.
R6 Menurut saya pengalaman saya tempat tinggal (kos) tidak terlalu mendukung
perkembangan iman saya, karena memang saya tinggal di kos yang mayoritas
muslim, sehingga tidak ada suasana yang mendukung untuk perkembangan iman
saya.
R7 Teman-teman di kos sangat mendukung perkembangn iman, terutama teman
dekat saya sering mengajak doa rosario dan doa malam bersama. Suasana ini sangat
kondusif bagi perkembangan iman saya.
R8 Menurut pengalama saya sangat mendukung, meskipun sebagai minoritas saya
tidak mendapat gangguan untuk melaksanakan kewajiban agama saya. Apalagi
kampung asal saya sangat mendukung perkemngan iman saya, saya sangat di
percaya di kampung saya untuk memimpin doa dan ibadat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(23)
R9 Saya merasa tempat saya tinggal cukup mendukung perkembangan iman saya,
terlebih saat di rumah.
Teman asrama sangat mempengaruhi, karena sering kali saya berpatokan pada
teman lain, kalau teman tidak gereja saya cenderung tidak ikut juga.
R10 Cukup mendukung, karean banyak kegiatn-kegiatan yang dapat saya ikuti.
R11 Saya rasa lingkungan tempat tinggal cukup mendukung perkembangan iman
saya, sering ada teman asrama mengajak untuk terlibat di kegiatan lingkungan atau
ikut misa, tapi saya sendiri jarang menanggapinya.
R12 Lingkungan sekitar tidak terlalu mendukung dan juga tidak menghambat
perkembangan iman saya, karena lingkungan tempat saya tinggal biasa-biasa saja
dan tidak terlalu mepengaruhi perkembangn iman saya.
e. Kemajuan teknologi
R1 Saya aktif di media sosial, dan saya rasa media sosial sangat membantu
perkembangan iman saya. Karena melalui internet saya bisa mengakses informasi-
informasi dari luar terkait perkembangan iman saya. Saya selalu merasa tertarik
dengan konten-konten rohani dan sering mengakses konten rohani dalam dunia
digital. Bagi saya alat komunkasi yang saya miliki sudah dimanfaatkan dengan bijak
untuk perkembangan iman saya.
R2 Pengalaman selama menggunakan gadget cukup menunjang perkembangan
iman, terutama dalam aspek pengetahuan. Karena melalui gadget saya dapat
terhubung dengan banyak orang dan bertukar pendapat. Saya biasanya mengakses
konten rohani melalui aplikasi e-Katolik, blog rohani: Gereja GBI alitea (kesaksian
mereka).
Kalau dipersentasikan dalam sehari :
25% : saya gunakan untuk kegiatan rohani
15 % : untuk chating
35% : wawasan
25% : lain-lain
Situs-situs Katolik jarang saya akses.
Bagi saya gadget cukup mendukung perkembangan iman saya.
R3 Selama ini saya gunakan gadget hanya untuk chating dan browsing, hal-hal yang
menyenangkan saja. Utnuk hal-hal yang bersifat rohani masih sangat jarang, kadang
kao perlu saja.
R4 Saya sering mengakses konten rohani, melalui aplikasi-aplikasi yang tersedia.
Hanya masih sebatas download.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(24)
Menurut saya gadget cukup mendukung perkembangan iamn saya, namun sering kali
gadget menjadi penghambat, karena sering kali saya menghabiskan waktu untuk
bermain gadget.
R5 Belum, selama ini internet lebih banyak saya gunakan untuk chating dan
mengupdate status, belum digunakan untuk menunjang perkembangan iman.
R6 Menurut saya gadget memang terkadang menghambat perkembangan iman,
tetapi dari pengalaman saya selama ini gadget sungguh membantu saya dalam
mendapatkan informasi dan cukup mendukung perkembangan iman saya.
R7 Selama ini saya sering mengakases sesawinet dan e-Katolik untuk mebaca
renungan dan doa-doa. saya memanfaatkan 30% handphone saya untuk kebutuhan
rohani. Menurut pengalam saya selama ini alat komunikasi ini sangat menunjang
perkembanmgan iman saya tidak menjadi penghambat.
R8 Konten rohani masih jarang diakses, kadang saat diperlukan. Menurut
pengalaman saya aalat komunkasi sangat membantu terlebih pengetahun tentang
iman saya. Saya masih mampu mengelola alat komunikasi, sehingga tidak
menghambat proses studi, dll.
R9 Kebanyakan menjadi penghambat, karena banyak waktu untuk gadget
R10 Selama ini saya sering mengakses konten-konten rohani misalnya e-Katolik, FB
liturgi. Dari pengalaman saya gadget masih menjadi pengahmbat, karena sering kali
waktu doa dan hening digantikan dengan main gadget.
R11 Gadget sangat menunjang, tapi pengalaman saya gadget justru penggunaannnya
menjadi bias, banyak waktu tersita, terlebih waktu untuk hening dan doa untuk
bermain gadget.
R12 Pengalaman saya selama ini alat komunikasi justru menajdi penghambat dalam
proses perkembangn iman saya. Karena sering kali gadget terlebih wi-fi yang ada
mengalihkan perhatian saya, sehingga berdoa dan belajar sering ditinggalakan.
f. Kampus
Pendukung :
Menurut R1, R2, R4, R5, R6, R8, R10, R11 dan R12 kurikulum di PAK menjadi
salah satu pendukung perkembangan iman. Kurikulum di PAK banyak memuat
mata kuiah terkait dengan iman, sehingga wawasan tentang iman menjadi semakin
luas. Selain itu, kurikulum di PAK juga membantu mahasiswa untuk terlibat
langsung dalam kegiatan-kegiatan pastoral maupun katekese, sehingga bukan
hanya pengetahuan yang bertambah. R7 menambahkan bahwa suasana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(25)
kekeluargaan yang ada di lingkungan kampus PAK sangat mendukung
perkembangan iman.
Prodi PAK juga menyelenggarakan pembinaan spiritualitas bagi mahasiswa.
Kegiatan ini sangat membantu mahasiswa untuk mendalami imannya. Selain itu,
Prodi PAK juga mengadakan kegiatan retret yang sudah terjadwal dengan baik,
sehingga mahasiswa sungguh terbantu untuk menghayati imannya (R1, R2, R4, R5,
R6, R7, R8, R10, R11, R12). Sedangkan menurut R3 dosen yang mayoritas adalah
para imam menjadikan suasana kampus sangat mendukung perkembangan iman.
Para imam yang siap sedia membimbing para mahasiswa, bukan hanya dalam
urusan akademis menjadi sumbangan besar bagi perkembangan iman para
mahasiswa. R9 menambahkan faktor pendukung perkembangan iman dari Prodi
PAK adalah kebiasaan-kebiasaan untuk peduli terhadap orang lain, misalnya
mengumpulkan uang bagi korban bencana alam atau teman yang berduka.
Kebiasaan-kebiasaan ini melatih mahasiswa untuk peka dan mau beraksi secara
nyata bagi sesama.
Penghambat :
Menurut R1 suasana lingkungan kampus belum kondusif bagi perkembangan iman,
terlebih untuk kegiatan doa. Letak kampus yang berada di tengah keramaian
menjadikan suasana hening sangat sulit ditemukan. Sedangkan menurut R3 di Prodi
PAK terlalu banyak tugas dan lebih mengedepankan kuantitas daripada kualitas.
Hampir seluruh mahasiswa berlomba untuk mendapat nilai yang baik, sangat
sedikit yang berjuang untuk keutamaan hidup. R10 menambahkan, teladan dari
dosen masih kurang, terlebih terkait dengan ajaran iman Katolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI