BAB III DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH SUMATERA …repository.uinsu.ac.id/4561/5/BAB III.pdf ·...
Transcript of BAB III DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH SUMATERA …repository.uinsu.ac.id/4561/5/BAB III.pdf ·...
BAB III
DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
A. Sejarah Singkat Berdirinya Muhammadiyah
Pada tanggal 18 November 1912 bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriah di
Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”.
Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim
”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang
kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam
”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal
Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Namanya
”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya ialah:
a) Menyebarkan pengajaran agama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi
Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan
b) Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.”.
Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan
kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci
yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Ahmad Dahlan
hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921,
Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud
Persyarikatan ini yaitu:
Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia
Nederland, dan
Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama
Islam kepada lid-lidnya.
Artinya ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak
mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan
mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada
umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana
yang maju dan menggembirakan.
Perubahan secara tajam, yakni hilangnya kata ”memajukan dan menggembirakan” sejak
Anggaran Dasar Muhammadiyah (AD) tahun 1946, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
tahun 1945, di era Ki Bagus Hadikusuma. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Tahun 1946
(tidak lagi menggunakan kata Statuten Muhammadiyah), dalam pasal 2 tentang maksud dan
tujuan disebutkan sebagai berikut: ”Maksud Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung
tinggi Agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Redaksi ”menegakkan dan menjunjung tinggi” inilah yang terus berlaku hingga Anggaran Dasar
tahun 2005 yang berlaku saat ini.
Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai
diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni
dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab
II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005
setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar
Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950
(dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan
dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena
paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam
diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan
Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan
tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD
Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.
Gagasan pembaruan Kyai Ahmad Dahlan yang memiliki aspek “pemurnian” (purifikasi)
selain dalam memurnikan aqidah dari syirik, bid’ah, khurafat, tahayul, juga dalam praktik
pelaksanaan ibadah. Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis
pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo,
gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Ahmad Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu
mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim
terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya. Lembaga
pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan
Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan
Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat
Islam secara umum. Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang
mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam
saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.
Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Ahmad Dahlan dapat dirujuk pada
pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun,
merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal
sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem
(PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi
transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu
min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan
masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari
Kyai Ahmad Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal
pembaruan lainnya di negeri ini.
Kyai Ahmad Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban
misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan
debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan
pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Quran sebagai Kitab Suci umat Islam
dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Ahmad Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat
Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren
dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan
bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid.
Kepeloporan pembaruan Kyai Ahmad Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya
Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917,
yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam
rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta
memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai
Ahmad Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad
Khan, dan lain-lain. Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Ahmad
Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan
bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan
”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Ahmad
Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang
berkemajuan.
Kyai Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, telah menampilkan
Islam sebagai ”sistem kehidupan manusia dalam segala seginya”. Artinya, secara
Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi
merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu,
aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam
benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah
memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam
sistem kehidupan yang nyata.
Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari
pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi
kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan
untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya
Muhammadiyah ialah antara lain:
1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga
menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat
Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula
agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya
ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir
kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;
4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta
serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan
tradisionalisme; dan
Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama
Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin
menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya
Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang
bukan Islam;
2. Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern;
3. Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan
4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar
Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada
Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan
hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Ahmad
Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik
(murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat
Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya
ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-
Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan
manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.
Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa
gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi
melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan
terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih
mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang
sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad
ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat,
instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.
Memformat gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah,
juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagamaan yang selama ini
melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa
huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu
menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam
pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok
orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang
munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat”
Muhammadiyah.
Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin
menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada kesadaran
iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap
kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi
Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata
kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi”
atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai
agama langit yang membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme
Islam di Indonesia.
B. Muhammadiyah Sumatera Utara
1. Sejarah Muhammadiyah Sumatera Utara
Pada tahun 1953, struktur Pemerintah RI membentuk RI membentuk Provinsi Sumatera
Utara, terdiri dari daerah Tapanuli, Sumatera Timur dan Aceh, maka Muhammadiyah
menyesuaikan diri dengan struktur pemerintahan tersebut. Sehingga PP Muhammadiyah
mengamanahkan kepada HM Bustami Ibrahim, H. Affan dan A. Abdullah Manaf, sebagai
Koordinator pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumatera Utara.1 Sedangkan ketua
Muhammadiyah Sumatera Timur diamanahkan kepada Bachtiar Yunus yang dijabatnya sampai
tahun 1955.
Untuk periode 1956-1959, dalam pemilihan pimpinan terpilih Abdul Mu'thi, tetapi karena
1 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emperium Sampai
Emperialisme, (Jakarta : Gramedia, 1987), hlm. 347
pergolakan politik (peristiwa Nainggolan), periode tidak sempat sampai selesai perubahan
struktur organisasi dimana setiap kabupaten/kodya menjadi daerah.
Hal ini dikukuhkan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-34 tahun 1959 di Yogyakarta,
bahwa perwakilan pimpinan pusat di provinsi menjadi pimpinan Wilayah yang tugasnya tetap
mengkoordinir keresidenan (gaya lama) dan lebih rinci pada muktamar Muhammadiyah ke-36
tahun 1965 di Bandung, menetapkan struktur organisasi Muhammadiyah dengan mempedomani
daerah administrasi pemerintahan RI dengan susunan sebagai berikut:
a. Cabang merupakan satuan anggota yang terbagi atas ranting-ranting.
b. Daerah ialah satuan cabang dalam daerah tingkat II (Kabupaten/Kodya),
c. Wilayah yaitu satuan daerah dalam Pemda Tingkat I.
Berdasarkan itulah Muhammadiyah Melikuidasi istilah konsul Muhammadiyah diganti
dengan Pimpinan Muhammadiyah Wilayah dan Daerah untuk tingkat I dan II.
Menurut HM Nur Rizali SH dalam Serasehan Sehari, sejarah Muhammmadiyah
Sumatera Utara tanggal 22 Juli 1990 di Kampus I UMSU menjelaskan khusus di daerah tingkat
II Kodya Medan pernah dibentuk struktur pimpinan dengan nama Badan Koordinasi Pimpinan
Muhammadiyah daerah Tingkat II Medan (BKPM) yang diketuai oleh Kapten Mukhtar Kamal.
Namun katanya dipenghujung tahun 1967 di Musda pertama Kodya Medan, istilah
BKPM diatas diganti dengan struktur Pimpinan Muhammadiyah Daerah Kodya Medan terpilih
ketua lama, sehingga susunan pimpinan selengkapnya menjadi
Ketua Mukthar Kamal, Wakil Ketua I Lukman St. Sati, Wakil Ketua II Harris Muda
Nasution, Wakil Ketua III Usman Yakub Siregar, Sekretaris Dasyaruddin Ajus, Wakil Sekretaris
I M. Nur Rizali SH, Bendahara H. Monang Samosir, Anggota-anggota Bachtiar Ibrahim, Syafii
Khatib dan Darwisah Mukhtar.
Kemudian pada tanggal 21 s/d 23 April 1967 diadakan pula Musyawarah Wilayah-
I Muhammadiyah Sumatera Utara, di Jalan Sempurna 66 Cabang Muhammadiyah Teladan
Medan. Dalam Muswil I ini sepakat menetapkan struktur organisasi tingkat wilayah dengan
sebutan Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumatera Utara dan kepemimpinan dipercayakan
kepada ND. Pane ( Nashruddin Daud Pane ) ia merupakan tokoh pertama menjadi Ketua
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, yang dilengkapi Wakil Ketua I Bapak A.2
Mu'thi SH, dan Wakil Ketua II Moenir Naamin SH, dan Wakil Ketua III, Mukhtar
Kamal serta Sekretaris pertamanya Bapak Usman Yakub Siregar. Dengan Peta da'wah
Muhammadiyah terdiri dari bekas keresidenan Tapanuli dan Sumatera Timur meliputi 17
Kabupaten, periode ini sampai tahun 1968 Muswil II di Belawan.
Muswil ke-2 Muhammdiyah Sumatera Utara di Belawan ini beralangsung sejak tanggal
20-22 Nopember1968-1971, dan berhasil merumuskan program keda, dan melahirkan personalia
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Periode 1968-1971 sebagai berikut :
Penasehat HM. Bustami Ibrahim, Ketua H. ND Pane, Wakil Ketua I Moenir Naamin, SH, Wakil
Ketua II Abdullah, Wakil Ketua III Drs. HM. Yamin Lubis, Sekretaris Ishaq Djar, Wakil
Sekretaris Amiruddin Rasyid, Bendahara Macshan Pasaribu, Wakil Bendahara A Kusni Surya.
Menurut HM. Nur Rizali, SH bahwa organisasi Muhammadiyah tingkat Pimpinan
Wilayah (PW) Sumatera Utara pada awal periode ini sudah eksis, seperti PW. Aisyiyah diketuai
Rasyimah Ilyas, PW. Nasyiatul Aisyiyah, diketuai Juliana Naini, BA. PW. Pemuda
Muhammadiyah diketuai oleh OK Kamil Hisyan/M. Rasul Harahap dan Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah yang diketuai A Nur Rizali/M. Nawir, BA. PW.3 Ikatan Pelajar Muhammadiyah
2 Heather Sutherland, Terbentuknya Sebuah Elit Birokrasi, (Jakarta : Sinar Harapan, 1983), hlm. 97
3 Ibid, hlm.43
diketuai saudara Arkadius Rasyid, Ikatan Karyawan Muhammadiyah diketuai oleh S. By
Tanjung dan Petisi diketuai Harris Muda Nasution.4
Kualitas assabiqul awwalun diatas, berhasil melakukan pembinaan daerah sepanjang
periode 1968-1971 sudah terbentuk 12 Pimpinan Daerah yaitu :
1. Kota Medan : TA Lathief Rousydi Kaliman Sunar
2. Kabupaten Langkat : Bachtiar Hasan
3. Kabupaten Deli Serdang : Hasan Basri
4. Kabupaten Karo : Syamsuddin Tanjung
5. Kabupaten Dairi : M. Nuh Rahim
6. Kabupaten Tebing Tinggi : A.R. St. Tamenggung
7. Kab. Asahan/Tanjung Balai : A.H. Syahlan
8. Kab. Simalungun/P. Siantar : St. B. Kasim
9. Tapanuli Tengah : Kadiruddin
10. Tapanuli Selatan : Yahya Siregar
11. Labuhan Batu : A. Manan Malik
12. Nias : A.R. Khatib Basa
Dalam Periode 1968-1971 PMW Surnatera Utara telah pula dilaksanakan musyawarah
wilayah tahunan tanggal 21-23 Pebruari 1970 di Padang Sidempuan. Dengan beberapa rangkaian
kegiatan, antara lain: Sidang Lajnah, Tarjih Muhanunadiyah.
Sesuai Muktamar Muhammdiyah yang ke-38 tahun 1971 di Ujung Pandang, maka
Muhammadiyah Sumatera Utara melaksanakan Musyawarah Wilayah ke-3, tanggal 25-27
Desember 1971 bertempat di Kompleks Muhammadiyah Daerah Binjai. Pada Musyawarah
4 Snouck Hurgronje, Islam di Hindia Belanda (Jakart a: Bharataa, 1983), hlm. 32-46
Muhammadiyah ke-3 ini dipandang lebih semarak dibandingkan dengan Musyawarah Wilayah
sebelumnya. Seremonial pembukaan dipusatkan di gedung bioskop Ria Binjai yang dihadiri oleh
para pejabat tingkat I Sumatera Utara dan Tingkat II Binjai/Langkat. Dari PP Muhammadiyah
hadir Drs. A Djasman Alkindi. 5Dengan jumlah peserta yang hadir sebanyak 144 orang, dari
utusan daerah dan cabang-cabang Muhammadiyah se Sumatera Utara.6
Musyawarah Wilayah ke-3 ini berhasil memilih pimpinan Muhammadiyah Sumatera
Utara periode 1971-1974 dengan susunan sebagai berikut :
Penasehat Ahli HM. Bustami Ibrahim, Ketua N. D. Pane, Wakil Ketua I T.A. Latief Rousydy,
Wakil Ketua II Drs. M. Yamin Lubis, Wakil Ketua III M. Nuh Harahap, Sekretaris Ishaq Djar,
Wakil Sekretaris Rush Saleh, Wakil Sekretaris II Mukhtar Abdullah, Bendahara Abdullah,
Anggota Rasyimah Ilyas, Dra. Nurlaili, Chairuman Pasaribu.
Anggota pimpinan yang mengetuai majlis:
1. Majlis Tarjih : Masyur Luthan
2. Majlis Pendidikan : M. Nur Rizali SH
3. Majlis Hikmah : Harris Muda Nasution
4. Majlis PKU : M. Rasul Harahap
5. Majlis Ekonomi : H. Jamangarap Simanjuntak
6. Majlis Pemb. Karyawan : Kasim Mizan
7. Majlis Wakaf : Kalimin Sunar
8. Majlis Tabliqh : T.A Latief Rousdy
9. Majlis PAM Muhammadiyah : M. Nuh Harahap
5 PP Muhammadiyah, Sejarah Muhammadiyah, (Yogyakarta : Majelis Pustaka, 1995), hlm. 2
6 Ibid, hlm. 3
Pelaksanaan Musyawarah daerah Muhammadiyah dilingkungan Sumatera Utara, telah
mengalami pergantian pimpinan dan telah memiliki 93 cabang (1971-1974). Dan tercatat sebagai
ketua masing-masing daerah antara lain:
1. Medan : Kalimin Sunar
2. Langkat : Bachtiar Hasan
3. Deli Serdang : Hasan Basri
4. Karo : Syamsuddin Tanjung
5. Dairi : A.S. Berutu
6. Tebing Tinggi : A.R. St. Tamenggung
7. Asahan/Tanjung Balai : A.H. SyWan
8. Simalungun/P. Siantar : ST. B. Kasim
9. Labuhan Batu : A. Adian Manaf
10. Tap. Tengah/Sibolga : Nawawi Habeyahan
11. Tapanuli Selatan : Yahya Siregar
12. Nias : Kasirn Zaitun
Pembinaaan secara terus menerus baik secara kelembagaan maupun secara individu,
maka menjadikan Muhammadiyah berkembang secara dinamis, sehingga diadakan musyawarah
tahunan tanggal 27-29 Mei 1973 di Barus Tapanuli Tengah. Di samping Muswil juga
dilaksanakan Sidang Tarjih Muhaammadiyah tanggal 21-26 Mei 1973, dengan fokus
pembahasan ibadah dan hukum Islam lainnya, yaitu bilangan takbir pada Idul Fitri dan Idul Adha
(7 dan 5) adalah sunnah Rasullallah saw, sedangkan warga Muhammadiyah baru selama ini
memandang takbir 7 dan 5 tersebut dipandang Bid'ah, puasa ramadhan bagi wanita hamil dan
menyusukan bayi, iddah bagi perempuan kematian suami dan nikah bagi wanita hamil akibat
zina. Keputusan Tarjih Muhammadiyah di Barus, menetapkan bahwa nikah hamil akibat zina
hukumnya fasid (batal) dan keduanya wajib dipisahkan.
Sementara itu muktamar ke-39 di Padang Sumatera Barat, berlangsung dengan tertib dan
lancar pada tanggal 17-22 januari 1975. Biasanya usai muktamar dilanjutkan dengan
musyawarah wilayah se Indonesia. Waktu itu digelar Muswil ke-4 Muhammadiyah tanggal 25-
27 April 1975 di Pematang Siantar.
Fungsi musyawarah disamping evaluasi program kerja 1971-1974 jugs menetapkan
program kerja tiga tahun kedepan dan memilih pimpinan, maka peserta musyawarah Muswil ke-
4 ini telah berhasil memilih pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara periode 1974-
1978, dengan susunan sebagai berikut ini : Ketua ND Pane, Wakil Ketua I TA Lathief Rousydiy,
Wakil ketua II HM Nuh Harahap, Wakil ketua III Moenir Namin SH, Wakil ketua IV Ishaq Djar,
Sekretaris Drs. M. Yusuf Pohan, Wakil Sekretaris Mukhtar Abdullah, Wakil Sekretaris II:
Chairuman Pasaribu, Anggota-anggota :Anwar Effendi, Rasimah Ilyas dan Yusni A.R. Sedang
ketua-ketua Majlis tingkat wilayah Sumatera Utara: Majlis Tarjih Mansyur Luthan, Majlis
Pendidikan M. Nur Rizali, SH, Majlis Tabligh Bachtiar Ibrahim, Majlis Ekonomi Drs.
Zaharuddin Denai, Maj. Pemb. Karyawan Kasim. Mizan, Majlis Pustaka Sabir Syamsu, Majlis
wakaf dan kehartabendan Rush Saleh, Majlis Pemb. Kesejahteraan Ummat: Ishaq Djar, Majlis
Pemb. Angkatan Muda Muhammadiyah : HM Nuh Harahap untuk pelaksaan program kerja,
maka pembinaan masyarakat terutama diarahkan pada pembinaan dakwah jamaah dan inti
jamaah guna mewujudkan keluarga sakinah. Muhammadiyah, peningkatan mutu pimpinan dan
anggota Muhammadiyah, angkatan muda Muhammadiyah.
Diujung periodesasi ini diupayakan suatu gagasan untuk menjual tanah Muhammadiyah
di Jl. Sutrisno No. 55 Medan, agar tanah dan gedung SMA Muhammadiyah tersebut lebih
berhasil guna. Karena dimaksud merupakan wakaf seorang muslim, maka terdapat perbedaan
pendapat dalam menjual tanah itu, cukup lama baru dapat diwujudkan setelah permasalahannya
diambil ahli oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dijual dan dipindahkan ke lokasi baru di
Utama 276-A Medan.
Periode 1978-1985 disebut juga periode terpanjang, karena usia periodesasi kali ini
melampaui ketentuan AD dan ART Muhammadiyah. Hal ini disebabkan beberapa faktor:
1. Belum rampungnya Undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan sebagaimana
diamanahkan Tap MPR dalam GBHN 1983, dan pada tanggal 23 Juni 1984 baru pemerintah
mengajukan 5 rancangan Undang-undang kepada DPR RI, termasuk didalamnya RUU
keormasan.
2. Rentang waktu 1978-1985 terjadi perkembangan politik dan sosial kemasyarakatan, sehinga
ormas termasuk ormas islam agak enggan untuk melakukan secara berkeliber nasional.
Kemudian, Muktamar Muhammadiyah ke-40 tanggal 28-30 Juni 1987 di Surabaya, awal
dinamika Muhammadiyah menyahuti kebutuhan sosial, sehingga tumbuh kegairahan
berorganisasi kembali. Bagi Muhammadiyah Sumatera Utara dilaksanakan musyawarah wilayah
ke-5 Muhammadiyah Sumatera Utara pada tanggal 29-31Desember 1978 di Kompeleks
Muhammadiyah Cabang Medan, Jl. Demak No.3 Medan. Pada Muswil ke-5 berhasil
merumuskan program kerja dan evaluasi, kenapa Muhammadiyah mengalami masa stgnasi yang
cukup panjang serta mampu melahirkan personalia Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Sumut
Periode 1978-1985 sebagai berikut : Ketua ND Pane, Wakil Ketua I TA. Lhatief Rousydy, Wakil
Ketua II HM Nuh Harahap, Wakil Ketua III Mansyur Luthan, Wakil Ketua IV Ishaq Djar,
Sekretaris Kasim Mizan, Wakil Sekretaris I A. Kadir Muhammad, Wakil Sekretaris II A. Rivai
Hasan, Bendahara, Drs. Zaharuddin Denay, Wakil Bendahara Bachtiar Ibrahim. Anggota-
anggota pimpinan Drs. Agus Salim Siregar, Kalimin, Sunar , HM Arbie, Yahya Siregar, Rush
Saleh, Arkadius Rasyid, Drs. Alfian Arbie, Dra.Kamarisah Tahar dan Mariana, S.
Selanjutnya pada musyawarah Wilayah ke-6 di Kisaran, tanaggal 27-30 Maret 1986 telah
berhasil menetapkan program kerja disepakati terpilih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
Sumatera Utar a periode 1985-1990 sebagai berikut: Ketua ND Pane
Wakil Ketua I TA Lathief Rousydiy, Wakil Ketua II H Bachtiar Ibrahim, Wakil Ketua
III, M. Nuh Harahap, Wakil Ketua IV Drs. Mukhtar Abdullah, Sekretaris Drs. M. Yamin Lubis,
Wakil Sekretaris I Yunus Hannis, BA, Wakil Sekretaris II Drs. Chairuman Pasaribu, Bendahara :
Drs. Ahmad Purba (meninggal dunia) dan diganti Drs. Sidhi Mukhlis (tetapi karna kesibukannya
di Pemko Medan, lalu mengundurkan diri, digantikan oleh dr. Dalmi Iskandar) dan wakil
bendahara diamanahkan kepada saudara Abdul Karim. Ketua-ketua Majlis Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sumatera Utara periode 1985-1990 yaitu: Majlis pembinaan
kesejahteraan ummat: dr. OK Muhammad Kalim Hisyam, Majlis Tarjih Hamzah Meuraxa,
Majlis Tabligh Drs. Baniyamin Lubis, Majlis Pendidikan dan Kebudayaan Kasim Mizan, Majlis
Ekonomi dr. H. Dalmy Iskandar, Majlis Wakaf dan kehartabendaan Drs. Firdaus Naly, Majlis
Pustaka, Zamry Musy, Majlis Pembinaan Karyawan A. Kadir Muhammad, Badan Pendidikan
Kader Kalimin Sunar, Biro Hikmah TA Lathief Rousydiy, Badan Pembinaan Angkatan Muda
Muhammadiyah : Drs. Mukhtar Abdullah.
Program kerja yang cukup strategis, antara lain, pembangunan Gedung
Dakwah/Perkantoran Muhammadiyah memasuki tahap lantai dua, dengan pimpronya
diamanahkan kepada dr. Dalmi Iskandar, dibantu anggota lainnya terdiri dari Drs. Mukhtar
Abdullah dan Drs. Chairuman Pasaribu.
Dalam menghadapi pemili 1987 Muhammadiyah memagari diri dengan:
1) Baik pemimpin, Majlis dan Ortom tidak diperkenankan melakukan kampanye.
2) Gedung milik Muhammadiyah dan halamannya tidak diperkenankan untuk tempat
kampanye.
3) Bahwa Muhammadiyah tidak mempunyai hubungan organisator dan tidak berafliasi dari
suatu partai politik apapun.
4) Menghimbau seluruh anggota Muhammadiyah untuk mensukseskan Pemilu 1987 dengan
menggunakan hak pilihnya sesuai dengan asasi masing-masing.
5) Menonaktifkan anggota pimpinan Muhammadiyah yang menjadi Caleg pemilu 1987,
untuk Sumatera Utara terdapat di dua daerah (Tebing Tinggi dan Tapanuli Selatan).
Dalam menghadapi forum musyawarah level nasional telah ditetapkan anggota Tanwir
oleh anggota Muhammadiyah (lembaga musyawarah tertinggi dibawah Muktamar
Muhammadiyah), yang dipercayakan kepada : ND. Pane, TA. Latief Rousydy (karena wafat ,
digantikan oleh Bachtiar Ibrahim), Hamzah Meuraxa, dan Ruhum Harahap. Pada periode 1985-
1990 ini Muhammadiyah Sumatera Utara terdiri dari 13 daerah, 94 cabang, clan 364 ranting
Muhammadiyah.
Kepemimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 1985-1990 berjalan kompak,
konsolidasi terlaksana memadai, sehingga kegairahan bermuhammadiyah tetap hidup dan
berkembang di Sumatera Utara. Dalam lima tahun ini terasa perkembangan Perguruan Tinggi
Muhammadiyah sangat pesat, seperti yang terdapat pada Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara, (Rektor dr. Dalmi Iskandar, Drs. H. Chairuman Pasaribu, kini H. Bahdin Nur Tanjung,
SE,MM), Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (Rektor Maraginda Harahap, Drs.
Mansur Suadi Siregar dan kini H. Bahdin Nur Tanjung, SE,MM). Demikian juga kemajuan
pondok pesantren antara lain Pesantren KHA Dahlan Sipirok, Darul Arqam Kerajaan
Simalungun dan Pesantren Kuala Madu Binjai. Hal ini merupakan lembaga pendidikan
Muhammadiyah melahirkan kader-kader penerus Muhammadiyah yang akan datang.
Tanpa terasa lima tahun sudah berlalu, kini berlangsung pula Musyawarah Wilayah ke-7
tanggal 24-27 syawal 1411 H / 9-12 Mei 1991 di Padang Sidempuan, yang dibuka secara resmi
oleh gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar dan Bimbingan, pengarahan oleh Pimpinan
Pusat Muhammadiyah yang disampaikan oleh K.H Ahmad Azhar Basyir, MA dan pidato Ifitah
Ketua PWM Sumut Bapak ND Pane.
Dalam pemilihan pimpinan telah berhasil pula ditetapkan 12 orang personalia Pimpinan
Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara yaitu Drs. HM Yamin Lubis (175), Drs. H. Baniyamin
Lubis (174) H. ND Pane (159) Yunus Hanis (143) H. Bachtiar Ibrahim (128) Hamzah Meuraxa
(137) H. Ishaq Jar(131) dr. H. Dalmi Iskandar (128), Drs. H. Firdaus Naly (124) Drs. H.
Fachrurrozi Dalimunthe (123) Drs. H. Chairuman Pasaribu (118) Drs. h. Mukhtar Abdullah
(111) dan HM Nur Razali SH (104). Lalu ditetapkan 3 orang calon ketua yaitu ND Pane,
Bachtiar Ibrahim Dan HM Yamin Lubis, maka ditetapkan ketua PWM Sumatera Utara periode
1995-2000 adalah HM Yamin Lubis, sesuai dengan Surat Keputusan PP Muhammadiyah
No.A/2/SKW/07/91-95, sehingga susunan Pimpinan Wilayah Muhamadiyah Sumatera Utara
periode 1990-1995 sebagai berikut :
Ketua Drs. H.M. Yamin Lubis, Ketua I H. Bachtiar Ibrahim, Ketua II Drs. H Muchtar
Abdullah, Sekretaris Drs. I Drs. H. Firdaus Naly, bendahara Dr. H. Dalmi Iskandar, Wakil
Bendahara Yunus Hanis, BA.
Anggota Tajdid & Tabligh Drs. H. Baniyamin Lubis, Anggota Kabid Pendidikan dan
Kebudayaan Drs. H. Fachorrozi Dalimunthe, Anggota/Sosial Ekonomi H. Ishaq Jar, Anggota
kebijakan-kajian Hamzah Meuraxa, Anggota/Pembinaan Kader HM Nur Rizali, SH, Anggota
Pimpinan H. ND Pane.
Sesuai dengan tahapan kebijakan program Muhammadiyah baik jangka panjang maupun
jangka pendek, maka tahapan program periode 1990-1995, penekanannya pada pernantapan
kondisi gerakan, yaitu gerak juang dan cita-cita, Muhammadiyah sebagaimana telah dirintis dan
dijalani selama ini.
Pada periode ini Muhammadiyah telah menetapkan tujuan programnya yaitu terciptanya
gerak dan perkembangan Muhammadiyah yang makin kuat dan dinamis, baik kedalam maupun
keluar, dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Dengan demikian Muhammadiyah
Sumatera Utara 1990-1995 menetapkan tiga klasifikasi program yaitu: bidang konsolidasi
gerakan, bidang pengkajian dan pengembangan dan bidang dakwah, pendiidikan serta
pembinaan kesejahteraan ummat (lihat tahfiz hal.9). Dari pembidangan diatas, diharapkan
tercapai target antara lain :
1) Berfungsinya seluruh pimpinan persyarikatan beserta seluruh majlis,badan, lembaga serta
ortom Muhammadiyah tingkat wilayah sampai tingkat ranting, khususnya sesuai amanah
Muktamar Muhammadiyah ke-42 Yogyakarta.
2) Terdapat suatu kesamaan gerak pimpinan, terarah dan terkendali terutama level pimpinan
wilayah, dalam melaksanakan fungsi masing-masing secara efektif.
3) Tercapai suatu koordinasi yang efektif, produktif dan harmonis pada seluruh amal usaha
Muhammadiyah di Sumatera Utara.
Lima tahun kemudian, dilangsungkan Musyawarah Wilayah ke-8 di Sibolga pada tanggal
29-31 Desember 1995, yang dibuka secara resmi Oleh Gubernur Sumatera Utara H. Raja Inal
Siregar, menurut Gubsu dalam sambutannya pada acara pembukaan, menyatakan bahwa banyak
putara-puteri Indonesia berasal dari anak didik Muhammadiyah. Katanya mereka banyak
memegang posisi penting atau pimpinan di berbagai lapangan kehidupan, baik meliter, sipil,
tokoh masyarakat dan ulama. Selanjutnya Gubsu menjelaskan, Muhammadiyah dengan
kemandiriannya telah menata warganya dengan disiplin, tertib dan dengan semangat persatuan
dan kesatuan. (Waspada No. 17994 tanggal 30-12-95).
Muswil ke-8 telah berhasil memilih 13 orang dari 38 calon pemimpin untuk menjadi
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara , periode 1995-2000 yaitu: Drs. H. Firdaus
Naly (223 Suaira), Drs. H. Chairuman Pasaribu (186). H. Bachtiar Ibrahim (184), Drs. H.
Baniyamin Lubis (184), Drs. HM Yamin Lubis (183), H. Ishaq Jar (178), Drs. H. Mukhtar
Abdullah (170), dr, H. Zulkarnain Tala DSOG (167), Dr. H. Ali Yakub Matondang, MA (163),
dr. H. Dalmi Iskandar (131) dan H Yunus Anis , BA (131) acara pemilihan pimpinan ini tampak
demokratis, karena masing-masing pemilih harus menulis 13 nama dari 38 orang calon tetap
(Waspada 31-12-95).
Sedangkan hasil rapat 13 pimpinan terpilih berhasil menetapkan 3 calon ketua PWM
Sumut 1995-2000 untuk ditetapkan PP. Muhammadiyah yaitu H. Bachtiar Ibrahim (10 suara)
Drs. HM Yamin Lubis (9 suara) dan Drs .H. Firdaus Naly (6 suara), akhirnya PP.
Muhammadiyah menetapkan Drs. H. Firdaus Nali sebagai ketua Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sumatera Utara periode 1995-2000 dan sekretaris dijabat H. Ishak Jar.
Kemudian di tengah perjalanan periodesasi, Bapak Drs. H. Firdaus Naly pindah tugas
sebagai Kakanwil Departemen Agama Provinsi Sumatera Barat, maka pada Muswil di Tebing
Tinggi, beliau mengundurkan diri dan digantikan oleh H.Bachtiar Ibrahim (sebelumnya sebagai
wakil ketua PWM Sumatera Utara), Muswil juga menambah dua orang unsur sekretaris yaitu
Drts. HM Natsir Isfa dan Drs. Nizar Idris.
Muswil ke-8 Sibolga selain merumuskan program kedua, memilih pimpinan juga telah
menyatakan sikap yang tertuang dalam. rekomendasi yaitu memuat 17 pernyataan sikap.
1) Muhammadiyah mengajak para pemimpin islam, ulama, mubaligh dan pemerintah untuk
lebih menunjukkan perhatian/partisipasi /bimbingan untuk meningkatkan kesejahteraan
ummat secara halal.
2) Menghimbau umat islam untuk bertanggung jawab aktif sesuai kemampuan masing-
masing untuk mengisi pembangunan daerah tertinggal (IDT) di Sumatera Utara.
3) Menghimbau umat Islam di Sumatera Utara agar waspada terhadap isu-isu SARA yang
dapat memecah belah intern agama dan antar umat beragama.
4) Menghimbau masyarakat agar menegakkan amar makruf nahi munkar menghadapi
kemaksiatan seperti diskotik, panti pijat, minuman keras, dan narkoba yang dapat
merusak generasi bangsa.
5) Muhammadiyah menghimbau pihak berwenang agar lebih meningkatkan pengawasan
terhadap penyimpangan-penyimpangan ditengah-tengah masyarakat.
6) Muhammadiyah menekankan kepada produsen harus membuat label halal yang di
pandang penting oleh umat islam, mengingat konsumen terbesar adalah umat Islam.
7) Muhammadiyah menghimbau umat Islam agar dalam menghadapi kampanye Pemilu
1997 agar menghindarkan diri dari tindakan emosional yang menjurus kepada memecah
persatuan bangsa dan kesatuan umat Islam.
8) Muhammadiyah menghimbau pemerintah untuk menggalakkan parawisata di Sumatera
Utara salah satu sumber devisa negara.
9) Muhammadiyah dengan arif /bijaksana untuk mengimbangi nilai-nilai kepribadian
bangsa sehingga ticlak diracuni oleh budaya asing yang bersifat negatif dan deskruktif,
bila hal ini tercemari kita harus membayar mahal dalam upaya penyembuhannya.
10) Mengajak pemerintah dalam menggunakan media massa dan media elektronik untuk
memperbesar porsi acara, untuk membawa pesan-pesan Islam, sehingga memperkecil
tanyangan/berita berbau seks dan sadisme.
11) Muhammadiyah mengajak pemerintah untuk menyelesaikan kasus tanah, di samping
tetap berdiri diatas ketentuan hukum, pemerintah diharapkan senantiasa arif dan
bijaksana serta melindungi kepentingan rakyat kecil.
12) Muhammadiyah mendukung sepenuhnya upaya pemerintah menegakkan gerakan disiplin
nasional dengan menerapkannya dari pribadi masing-masing, pejabat dan tokoh
masyarakat dengan memberikan contoh pelaksanaannya.
13) Muhammadiyah menghimbau orang tua agar lebih mengintensifkan pengawasan dan
pengendalian putra-putrinya dari bahaya narkoba.
14) Muhammadiyah mengajak para pengusaha/idustri/pembantu rumah tangga untuk
menggunakan tenaga kerja mereka seefektif mungkin dengan menyediakan sarana dan
prasarana ibadah tanpa mengurangi produktifitas perusahaan serta memberlakukannya
secara manusiawi.
15) Muhammadiyah menghimbau dalam pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, terutama
tenaga kerja wanita mengharapkan kepada pihak berwenang untuk memberikan
perlindungan hukum dan bertindak tegas terhadap mereka yang menyalahgunakannya
dan menyengsarakan orang lain.
16) Muhammadiyah menilai gagasan Gubsu (Raja Inal Siregar) tentang marsipature Hutana
Be merupakan gagasan yang sesuai dan cukup produktif yang dilaksanakan secara
terencana dan intensif, sehingga Muhammadiyah mengajak seluruh keluarganya untuk
ikut berperan aktif dalam mensukseskannya.
17) Mengajak seluruh intern Muhammadiyah, memperhatikan perguruan Muhammadiyah di
pedesaan atau di perkotaan agar memperhatikan dan melaksanakan tugas secara serius,
terutama perguruan tinggi, sehingga produk perguruan Muhammadiyah tersebut mampu
bertugas dengan baik , sekaligus sebagai da'i dimana mereka ditugaskan.
Sesuai keputusan Muktamar ke-43 Aceh, program Muhammadiyah diwarnai oleh lima
prinsip doktrin Muhammadiyah yang cukup luwes untuk menghadapi tantangan-tantangan
Muhammadiyah ke depan yaitu :
Pertama: Doktrin Tauhid, menjadikan seluruh anggota Muhammadiyah sangat waspada
terhadap segala bentuk dan semua manipestasi tahyul, bid'ah dan khufarat. Karena disamping
memahami tuhid teoritis (ilmi) juga secara terus-menerus diasah tauhid sosialnya, dalam rangka
menegakkan keadilan sosial.
Kedua: Doktrin ilmu, menjadikan seluruh anggota Muhammadiyah hidup layak memiliki
martabat, clan harga diri atas dasar iman dan ilmu serta mewujudkan amal saleh, sehingga
anggota Muhammadiyah tidak tertinggal dalam peradaban moderen. Muhammadiyah sudah
berbuat selama ini di bidang pendidikan, dalam arti ta'lim, tarbiyah dan ta'dib, maka
sesungguhnya yang dilaksanakan Muhammadiyah selama ini sudah sesuai dengan tuntunan
ajaran Islam.
Ketiga: Amal saleh, menjadikan warga Muhammadiyah berorientasi pada pelaksanaan
program kerja dengan sebaik-baiknya. Sehingga kita bergembira hati melaksanakan amal saleh.
Sebab sebelum Muhammadiyah didirikan, umat islam Indonesia melaksanakan amal saleh secara
sporadis, terserak-serak, berdasarkan inisiatif individu semata-mata. Sedangkan Muhammadiyah
sudah dapat menggelar amal salehnya secara kolektif, yang merupakan karya monumental yang
didasari iman mewarnai amal saleh orang Muhammadiyah.
Keempat: Kerjasama yang didasari ketaqwaan, dan menolak dalam berbuat dosa dan
permusuhan dengan siapapun. Kerjasama Muhammadiyah dengan pemerintah yang sepanjang
sejarahnya bersifat kritis-korektif dan tidak pernah mengambil sikap konfradiktif-konfrontatif.
Kelima: Menjauhi Politik Praktis, sikap ini memagari Muhammadiyah dari institusi
politik yang dapat merusak kesinambungan kehidupan Muhammadiyah. Dalam hal ini, bukanlah
Muhammadiyah buta politik, akan tetapi jati diri Muhammadiyah tidak melibatkan diri dalam
persatuan politik praktis, yang sering kali menimbulkan konflik dan pertikaian.
Tanpa terasa lima tahun dijalani dengan kelebihan dan kekurangannya, maka
Muhammadiyah Sumatera Utara melaksanakan Muswil ke-9 di Binjai tanggal 20-22 Syakban
1421 H / 17-19 November 2000. Pada acara seremonial pembukaannya di Gedung Olahraga
Binjai, dihadiri oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Dr. Ahmat Watik Pratiknya) sekaligus
memberikan ceramah dengan judul Kebijakan Stategis Program Muhammadiyah periode 2002-
2005. Menurut Watik bahwa Missi Muhammadiyah adalah:
Menegaskan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang dibawa
oleh Rasulullah yang disyari'ahkan sejak Nabi Nuh alaihissalam sampai Nabi Muhammad swa.
1. Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam
untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.
2. Menyebarluaskan ajaran yang bersumber pada Alquran, sebagai kitab Allah yang terakhir
untuk ummat manusia dan Sunnah Rasul.
3. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Dengan demikian, Muhammadiyah memiliki komitmen yang tinggi untuk senantiasa
istikomah menegakkan keyakinan tauhid, meresponi perubahan sosial yang sangat cepat,
sehingga islam menyebar luas keseluruh lini kehidupan masyarakat , dengan menggunakan
langkah-langkah strategis. Oleh Watik Praktiknya dijelaskan bahwa ada depan langkah strategis
program Muhammadiyah periode 2000-2005 yaitu:
1) Aktualisasi spriritual dan gerakan tajdid.
2) Revitalisasi keunggulan amal usaha Muhammadiyah dan kemampuan bersaing.
3) Dinamisasi dan fungsi keteladanan Pimpinan Muhammadiyah.
4) Dinamisasi peranan Muhammadiyah dalam masyarakat.
5) Peningkatan pemberdayaan ukhuwah Islamiyah.
6) Optimalisasi Kinerja dan Jaringan serta fungsi Organisasi Muhammadiyah.
7) Peningkatan kualitas kader.
8) Peningkatan aktivitas pemberdayaan Ranting Muhammadiyah.
Hal itu harus sejalan dengan visi Muhammadiyah, sesuai keputusan Muktamar Muhammadiyah
ke-44 Jakarta, yakni Muhammadiyah adalah gerakan Islam, bersumber pada Alquran dan
Sunnah, sesuai watak tajdidnya mengajakl masyarakat untuk stikomah dan aktif berdakwah
Islam amar makruf nahi munkar, sehingga berfungsi sebagai Rahmatan tilalamin menuju
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan tujuan program Muhammadiyah tiada lain
adalah untuk terciptanya kualitas dan keunggulan Sumber Daya Manusia dalam pemberdayaan
ummat Islam, menuju masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
2. Struktur Organisasi Muhammadiyah Sumatera Utara
Berdasarkan surat keputusan pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Nomor :
32/KEP/II.0/D/2015 tentang susunan pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Periode
2015-2020 sebagai berikut7 :
Ketua : Prof. Dr. H. Hasyimsyah Nasution, MA
Wakil Ketua : Drs. H. Ahmad Hosen Hutagalung, MA
Wakil Ketua : Prof. Dr. H. Nawir Yuslem, MA
Wakil Ketua : Ihsan Rambe, SE, M.Si
Wakil Ketua : Dr. Abdul Hakim Siagian, SH., M.Hum
Wakil Ketua : Drs. H. Ibrahim Sakty Batubara, MAP
Wakil Ketua : Dr. Muhammad Qorib
Wakil Ketua : Dr. H. Kamal Basri Siregar, M.Ked
Wakil Ketua : Prof. Dr. Ibrahim Gultom, M.Pd8
Sekretaris : Irwan Syahputra, MA
7 Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2015-2020
8 Sumber Data: Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara “Profile Muhammadiyah Sumatera Utara”
Wakil Sekretaris : Drs. Mutholib, MM
Bendahara : Dr. Agussani, MAP
Selain dari itu kekuatan yang dimiliki Muhammadiyah sebenarnya tidak terlepas dari berbagai
aspek kehidupan sosial budaya masyarakat. Struktur kepengurusan yang memadai di tiap
kabupaten kota merupakan modal berharga bagi Muhammadiyah untuk menggapai tujuannya,
hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2
Jumlah Cabang dan Ranting Muhammadiyah Sumatera Utara
No Daerah Jumlah Cabang Jumlah Ranting
1 Kota Medan 28 113
2 Kota Binjai 5 28
3 Kota Pematang Siantar 3 13
4 Kota Tebing Tinggi 4 13
5 Kabupaten Asahan 11 64
6 Kabupaten Tapanuli Tengah 9 30
7 Kota Sibolga 3 11
8 Kabupaten Tapanuli Selatan 14 84
9 Kabupaten Langkat 8 43
10 Kabupaten Deli Serdang 6 47
11 Kabupaten Labuhan Batu 8 40
12 Kabupaten Simalungun 5 22
13 Kabupaten Nias 2 18
14 Kabupaten Karo 1 7
15 Kabupaten Dairi 1 4
16 Kabupaten Tapanuli Utara 4 10
17 Kota Tanjung Balai 4 4
18 Kabupaten Mandailing Natal 8 33
19 Kabupaten Serdang Bedagai 5 20
20 Kabupaten Pak-pak Barat - -
TOTAL 129 604
( Sumber : Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2015-2020)
3. Visi dan Misi Muhammadiyah Sumatera Utara
Visi:
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al – Qur’an dan As –
Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan aktif dalam
melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di semua bidang dalam upaya
mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin menuju terciptanya / terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar – benarnya.9
Misi:
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar memiliki misi :
9Sumber Data: Visi Misi Muhammadiyah Sumatera Utara “Prrofile Muhammadiyah Sumatera Utara”
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT yang
dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi Muhammad saw.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam
untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan – persoalan kehidupan.
3. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al – Qur’an sebagai kitab Allah
terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan – amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat.
4. Amal Usaha Muhammadiyah
Muhammadiyah Sumatera Utara dalam mewujudkan visi dan misi geraknya menempuh
langkah – langkah / usaha sebagai berikut :
1. Mempergiat dan memperdalam penyelidikan agama Islam untuk mendapatkan
kemurniannya dan kebenarannya.
2. Memperteguh iman, menggembirakan dan memperkuat ibadah serta mempertinggi
akhlak.
3. Memajukan dan inovasi dalam bidang pendidikan serta memperluas ilmu
pengetahuan, teknologi dan penelitian.
4. Mempergiat dan menggembirakan tabligh.
5. Menggemberikan dan membimbing masyarakat untuk membangun dan memelihara
tempat ibadah dan wakaf.
6. Meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan menurut tuntunan agama Islam.
7. Membina dan menggerakkan angkatan muda sehingga menjadi kader
Muhammadiyah, kader agama dan kader bangsa.
8. Membimbing masyarakat ke arah perbaikan kehidupan dan penghidupan ekonomi
sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah ini, Pimpinan Muhammadiyah
Sumatera Utara di bantu oleh Majelis dan Lembaga yang bertindak sesuai fungsi dan kerjanya.
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah yang berfungsi sebagai pengembangan mutu
pendidikan baik secara kuantitas maupun kualitas memiliki sarana dan prasarana pendidikan
yang cukup banyak sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Lembaga Pendidikan Amal Usaha
Muhammadiyah Sumatera Utara
No Daerah TPA TK SD SMP SMA SMEA STM MDA MIB MATS MAL PON
PES
PT
1 Kota Medan 43 42 28 16 4 4 1 48 0 2 0 0 1
2 Kota Binjai 5 4 5 2 1 1 0 10 0 2 2 1 0
3 Kota Pematang Siantar 1 2 3 1 0 1 0 3 1 0 0 0 0
4 Kota Tebing Tinggi 2 4 1 0 0 0 0 6 1 0 0 0 0
5 Kabupaten Asahan 1 11 12 6 1 2 0 9 6 3 3 0 2
6 Kabupaten Tapanuli Tengah 0 5 9 2 0 1 0 1 0 1 0 0 0
7 Kota Sibolga 2 4 2 1 1 1 0 2 1 1 0 0 1
8 Kabupaten Tapanuli Selatan 0 6 13 3 1 0 0 22 5 3 1 1 1
9 Kabupaten Langkat 6 4 4 4 3 0 0 12 0 1 1 0 0
10 Kabupaten Deli Serdang 1 4 4 3 1 0 0 9 2 5 2 0 0
1 Kabupaten Labuhan Batu 0 7 7 4 2 1 0 2 4 0 0 0 0
12 Kabupaten Simalungun 0 6 2 4 2 0 0 2 1 1 1 1 0
13 Kabupaten Nias 0 5 2 1 0 0 0 0 3 0 1 0 0
14 Kabupaten Karo 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0
15 Kabupaten Dairi 0 1 0 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0
16 Kabupaten Tapanuli Utara 0 1 3 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0
17 Kota Tanjung Balai 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0
18 Kabupaten Mandailing Natal 0 4 7 3 1 0 0 0 2 5 2 0 0
19 Kabupaten Serdang Bedagai 0 2 2 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0
20 Kabupaten Pak-pak Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL 61 115 106 54 18 11 1 132 28 25 13 3 5
(Sumber : Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2015-2020)
Sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah, Muhammadiyah juga
mendirikan Masjid dan Mushollah yang dikoordinir oleh majelis tabliq dan dakwah, lihat tabel
4. Masjid dan mushollah yang didirikan ini dipergunakan selain sebagai tempat sholat juga
dipergunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan Muhammadiyah lainnya seperti pengajian rutin
dan pelatihan-pelatihan lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan militansi anggota terhadap
organisasi.
Tabel 4
Rumah Ibadah Amal Usaha Muhammadiyah
Sumatera Utara
No Daerah Masjid Mushollah
1 Kota Medan 52 30
2 Kota Binjai 32 6
3 Kota Pematang Siantar 5 3
4 Kota Tebing Tinggi 6 4
5 Kabupaten Asahan 55 4
6 Kabupaten Tapanuli Tengah 22 20
7 Kota Sibolga 3 1
8 Kabupaten Tapanuli Selatan 90 1
9 Kabupaten Langkat 30 8
10 Kabupaten Deli Serdang 34 6
11 Kabupaten Labuhan Batu 10 11
12 Kabupaten Simalungun 10 4
13 Kabupaten Nias 4 2
14 Kabupaten Karo 5 0
15 Kabupaten Dairi 5 1
16 Kabupaten Tapanuli Utara 0 0
17 Kota Tanjung Balai 1 2
18 Kabupaten Mandailing Natal 20 9
19 Kabupaten Serdang Bedagai 0 0
20 Kabupaten Pak-pak Barat 0 0
374 112
( Sumber : Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2015-2020)
Muhammadiyah Sumatera Utara selain bergerak dalam bidang dakwah dan pendidikan
juga bergerak di bidang lainnya seperti bidang ekonomi seperti pembentukan koperasi, bidang
kesehatan melalui rumah bersalin, rumah sakit dan Klinik. Dalam bidang Hukum dan HAM
Muhammadiyah Sumatera Utara memiliki Biro Bantuan Hukum UMSU dan juga dalam bidang-
bidang lainnya yang langsung bersentuhan langsung terhadap anggota, simpatisan dan
masyarakat luas yang berada di Sumatera Utara.