Post on 11-Nov-2015
DASAR-DASAR PSIKOLOGIS PENDIDIKAN ISLAM:
MASA KANAK-KANAK, BALIG DAN DEWASA
Makalah
Disajikan pada Mata Kuliah
Dasar Prinsip dan Tujuan Pendidikan Islam
Dosen Pengasuh:
Prof. DR. H. Kamrani Buseri, M.A.
Oleh:
1. AGUNG NUGROHO NIM: 1302521127
2. MUHAMMAD ABU SAAD NIM: 1302521143
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ANTASARI
BANJARMASIN
2014
1
A. PENDAHULUAN
Pendidikan Islam bertujuan untuk mewujudkan manusia yang
berkepribadian muslim baik secara lahir maupun batin, mampu mengabdikan
segala amal perbuatannya untuk mencari keridhaan Allah SWT. Dengan
demikian, hakikat cita-cita pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia
yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang.
Pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat dengan psikologi.
Pendidikan merupakan suatu proses panjang untuk mengaktualkan seluruh potensi
diri manusia sehingga potensi kemanusiaannya menjadi aktual. Dalam proses
mengaktualisasi diri tersebut diperlukan pengetahuan tentang keberadaan potensi,
situasi dan kondisi lingkungan yang tepat untuk mengaktualisasikannya.
Pengetahuan tentang diri manusia dengan segenap permasalahannya akan
dibicarakan dalam psikologi umum.
Dalam hal pendidikan Islam yang dibutuhkan psikologi Islami, karena
manusia memiliki potensi luhur, yaitu fitrah dan ruh yang tidak terjamah dalam
psikologi umum (Barat). Sehingga, pendidikan Islam memiliki landasan
psikologis yang berwawasan kepada Islam, dalam hal ini dengan berpandu
kepada al-Quran dan hadits sebagai sumbernya, sehingga akhir dari tujuan
pendidikan Islam dapat terwujud dan menciptakan insan kamil bahagia di dunia
dan akhirat. Sebenarnya, banyak sekali istilah untuk menyebutkan psikologi yang
berwawasan kepada Islam. Diantara para psikolog ada yang menyebut dengan
istilah psikologi Islam, psikologi al-Quran, psikologi Qurani, psikologi sufi dan
2
nafsiologi. Namun pada dasarnya semua istilah tersebut memiliki makna yang
sama.
Tulisan ini memfokuskan pada dasar-dasar psikologis pendidikan Islam;
Masa kanak-kanak, balig dan dewasa. Dengan adanya adanya tahapan-tahapan
perkembangan psikologis diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
signifikan dalam pengembangan pendidikan Islam, baik dari aspek kurikulum,
materi, metode hingga media yang digunakan.
B. DASAR-DASAR PSIKOLOGIS PENDIDIKAN ISLAM
1. Pengertian Psikologi, Psikologi Pendidikan Islam dan Psikologi
Perkembangan
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kejiwaan manusia.
Peyelidikan tentang gejala-gejala kejiwaan itu sendiri awal mulanyanya dilakukan
oleh para filsuf Yunani kuno.1 Psikologi baru diakui menjadi cabang ilmu
independen setelah didirikan laboratorium psikologi oleh Wilhem Wund pada
tahun 1879. Yang kemudian sangat berpengaruh bagi perkembangan psikologi
selanjutnya. Metode-metode baru dikemukakan untuk pembuktian nyata dalam
psikologi sehingga lambat laun dapat disusun teori-teori psikologi yang terlepas
dari ilmu induknya.2
1Pada masa itu belum ada pembuktian empiris, melainkan segala teori dikemukakan
berlandaskan argumentasi-argumentasi akal belaka. Berabab-abad setelah itu, psikologi juga masih
bagian dari filsafat, antara lain di Perancis muncul Rene Descartes (1596-1650), di Inggris muncul
tokoh John Locke (1623-1704), mereka dikenal sebagai toko asosiasionisme, yaitu doktrin
psikologis yang menyatakan bahwa jiwa itu tersusun atas elemen-elemen sederhana dalam bentuk
ide-ide yang muncul dari pengalaman indrawi. Ide-ide ini bersatu dan berkaitan satu sama lain
lewat asosiasi-asosiasi. Lihat J.P. Chalplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 39. 2Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 2.
3
Sedangkan psikologi Islam didefinisikan oleh Bastaman sebagai psikologi
Islami dengan corak psikologi berdasarkan citra manusia menurut ajaran Islam,
yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan
pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan kerohanian,
dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan.3
Pengertian di atas menunjukkan bahwa psikologi Islam adalah usaha
membangun sebuah teori dari khazanah kepustakaan Islam, baik al-Quran dan
Hadis. Dari psikologi Islam inilah salah satu cabangnya membahas berkaitan
dengan psikologi pendidikan Islam.4
Psikologi pendidikan Islam adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengkaji
atau mempelajari tingkahlaku individu, di dalam usaha mengubah tingkahlakunya
yang dilandasi oleh nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan pribadinya atau
kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses
pendidikan.
Psikologi pendidikan Islam mencurahkan perhatian pada perilaku ataupun
tindak tanduk orang-orang yang melakukan kegiatan belajar dan mengajar atau
orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Psikologi pendidikan
Islam mempunyai dua objek, yaitu: Pertama, Peserta didik, yaitu orang-orang
(individu) yang sedang belajar, termasuk pendekatan, strategi, faktor
mempengaruhi dan prestasi yang dicapai. Kedua, guru (pendidik), yaitu orang-
3Hana Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam menuju psikologi Islami,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 10 4Ilmu pendidikan Islam merupakan ilmu yang membahas tentang teori dan konsep yang
berkaitan dengan komponen dan aspek pendidikan. Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar
mengajar, dan komponen pendidikan islam lainnya dapat dirumuskan dengan benar apabila
melibatkan kajian psikologi. Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan
Multidisipliner, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 167.
4
orang yang berkewajiban atau melakukan tanggung jawab mengajar, termasuk
metode, model, strategi, dan lain-lain yang berkaitan dengan aktivitas penyajian
pendidikan Islam.5
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, minimal ada dua bidang psikologi
yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan
psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik dalam merumuskan tujuan,
memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menetapkan metode
pembelajaran serta tekni-teknik penilaian.6
Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari
tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dimulai
dari konsepsi sampai mati.7 Perkembangan dapat diartikan sebagai suatu
perubahan progresif dan kontinu dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati.
Perkembangan juga diartikan sebagai perubahan-peribahan yang dialami oleh
individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
yang berlangsung secara sistemastis (saling ketergantungan atau saling
mempengaruhi antara bagian-bagian organisme dan merupakan suatu kesatuan
yang utuh), progresif (bersifat maju, meningkat dan mendalam baik secara
kuantitatif maupun kualitatif) dan berkesinambungan (secara beraturan, berurutan,
bukan secara kebetulan) menyangkut fisik maupun psikis.8
5Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2008), h.. 11. 6Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1997), h. 46. 7Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi, h. 13.
8Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan anak dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), h. 15
5
Pengertian di atas menunjukkan psikologi perkembangan Islam bertugas
untuk menjelaskan secara mendetail perubahan-perubahan yang terjadi pada
manusia, mulai masa anak-anak sampai dengan dewasa. Disinilah kemudian
penting psikologi perkembangan Islam sebagai dasar pengembangan pendidikan
Islam.
Pembahasan tentang tahapan-tahapan perkembangan psikologi manusia
termuat dalam Al-Quran. Allah menciptakan manusia dari berbagai tahap
progresif pertumbuhan dan perkembangan. Dengan kata lain, kehidupan manusia
memiliki pola dalam tahapan-tahapan tertentu termasuk tahapan dari pembuahan
sampai kematian. Tahapan yang terjadi yang dilewati manusia dalam
pertumbuhan dan perkembangannya terjadi bukan karena faktor peluang atau
kebetulan, namun ini merupakan sesuatu yang dirancang, ditentukan dan
ditetapkan langsung oleh Allah swt, sebagaimana firman Allah dalam surat al-
Furqaan ayat 2 di bawah ini:
Artinya: "Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia
tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam
kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya". (QS. Al-Furqaan
ayat2).
Menurut Al-Quran, pertumbuhan dan perkembangan manusia memiliki
pola umum yang dapat diterapkan pada manusia, meskipun terdapat perbedaan
individual. Pola yang terjadi adalah bahwa setiap individu tumbuh dari keadaan
6
yang lemah menuju keadaan yang kuat dan kemudian kembali melemah. Dengan
kata lain, pertumbuhan dan perkembangan, sesuai dengan hukum alam, ada
kenaikan dan penurunan. Ketika seseorang secara berangsur-angsur mencapai
puncak perkembangannya, baik fisik maupun kognitif, dia mulai menurun
berangsur-angsur. Al-Quran menyatakan sebagai berikut:
Artinya:"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi
kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali)
dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah
yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa". (QS. Ar-Rum:54)
Dengan demikian, maka bisa diartikan bahwa manusia pasti mengalami
fase-fase perkembangan. Adapun Ciri-ciri umum perkembangan adalah:
1. Terjadinya perubahan dalam aspek fisik (misalnya tinggi dan berat badan) dan
aspek psikis (misalnya bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya
kemapuan berpikir).
2. Terjadinya perubahan proporsi menyangkut aspek fisik (proporsi tubuh anak
berubah sesuai dengan fase perkembangan) dan aspek psikis (misalnya
perubahan imajinasi dari fantasi menuju realitas).
3. Menghilangnya tanda-tanda fisik dan psikis yang lama (misalnya hilangnya
rambut-rambut halus dan gigi susu, hilangnya masa mengoceh, merangkak
dan berinda impulsif).
7
4. Munculnya tanda-tanda fisik dan psikis yang baru (misalnya pergantian gigi
dan berkembangnya curiosity).9
Penjelasan di atas menunjukkan perkembangan manusia mulai fase anak
sampai dewasa memiliki ciri-ciri tertentu, baik aspek fisik, kognitif sampai
agama, berikut ini akan dibahas secara mendalam terkait dengan perkembangan
manusia sebagai dasar pendidikan Islam.
2. Fase Perkembangan Manusia; Kanak-kanak, Baligh dan Dewasa
a. Masa Kanak-kanak
Pada fase kanak-kanak ini hendaknya seorang ibu mulai memberikan air
susu ibu (ASI) sampai usia dua tahun. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat
233;
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban
ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Fase kanak-kanak terdiri dari:
1. Fase At-Thilf (Bayi)
Kata at-Thilf berarti yang kecil dari tiap sesuatu (anak-anak). Kata at-Thilf
menunjukkan sebutan bagi anak yang baru lahir. Pada usia awal kelahiran ini,
manusia amat lemah dan tidak memiliki kemampuan apa pun, tidak mampu
berpindah tempat bahkan pandangannya pun belum berfungsi. Salah satu rahmat
9 Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi,. h. 13.
8
Allah yang diberikan pada usia ini adalah rahmat gharizah/fitrah, menurut Flavell
disebut gerak refleks bawaan, atau menurut Nubarok disebut hidayah instink yang
fungsi gerakan yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan, yaitu minum
ASI (menyusui).10
Proses kelahiran merupakan proses panjang yang berat dan menyakitkan.
kelahiran terdiri dari tiga tahap utama, yang meliputi kotraksi ritmik uterus, proses
persalinan bayi dan keluarnya plasenta. Kelahiran bayi yang normal bersifat
spontan dan alamiah. Menit-menit pertama setelah kelahiran merupakan waktu
yang sangat khusus bagi seorang ibu. Menurut penelitian 6 sampai 12 jam setelah
kelahiran merupakan periode sensitif untuk tejadinya ikatan emosional antara ibu
dan anak. Ayah juga mengalami campuran antara emosi negatif dan positif, antara
ketajutan dan kegembiraan. Keduanya terpesona tehadap kelahiran bayi dan ingin
menyentuhnya.11
Hal-hal yang harus dilakukan oleh orang tua adalah sebagai berikut:
a) Membacakan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri ketika anak baru
lahir. (HR Abu Yala dari Husein bin Ali) hadis yang sama diriwayatkan juga
oleh al-Tarmidzi.
b) Memberi makanan yang bergizi.
c) Menyusui anaknya sampai dua tahun.
d) Memotong aqiqah dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor
kambing untuk anak perempuan.
10
Rafi Sapuri, Psikologi Islam; Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: Rajawali Pers,
2009), h. 129. 11
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam; Menyingkap Rentang
Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga pascakematian, (Jakarta: RajaGRafindo Persada,
2008), h. 94.
9
e) Memberi nama yang baik.
f) Membiasakan hidup yang bersih, suci dan sehat.12
2. Fase shaby (kanak-kanak yang belum cukup umur)
Kata shaby diterjemahkan kanak-kanak yang belum cukup umur, yaitu sekitar
usia dua minggu sampai tujuh tahun. Masa ini disebut dengan masa paling
menentukan.13
Hasil penelitian terhadap perkembangan jaringan otak
menunjukkan, bayi di bawah umur lima tahun (balita), yaitu pada usia tiga tahun
pertama yang lebih banyak menerima stimulus, jaringan otaknya akan
berkembang 80%. Sebaliknya, yang sedikit menerima stimulus, perkembangan
jaringan otaknya lebih lambat.
Tugas-tugas perkembangannya adalah sebagai berikut:
a) Pertumbuhan potensi-potensi indera dan psikologis, seperti pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Nahl
ayat 78:
Artinya: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur".(QS.Al-Nahl:78)
b) Mempersiapkan diri anak dengan cara membiasakan dan melatih hidup yang
baik. Seperti dalam berbicara, makan, bergaul, penyesuaian diri dengan
lingkungan, dan berperilaku. Pembiasaan ini terutama pada aspek-aspek
12
Ibid., 13
Ibid., 130
10
afektif (al-infiali), sebab jika aspek ini tidak dibiasakan sedini mungkin maka
ketika masa dewasanya akan sulit dilakukan.
c) Pengenalan aspek-aspek doktrinal agama, terutama yang berkaitan dengan
keimanan.
Arnold Gessel mengatakan bahwa anak pada usia 0-2 tahun punya
perasaan ketuhanan. Dan hendaknya pada usia ini mulai diperkenalkan
pendidikan. Misalnya diperlihatkan gambar-gambar dan amalan yang bersifat
keagamaan. Dan usia dua tahun sampai tujuh tahun selalu diberikan makanan
yang penuh gizi waktu bermain lebih banyak dan bervariasi untuk meningkatkan
kreativitasnya.14
3. Fase Mumayyis (aqil)
Kata mumayyiz diartikan dengan anak yang telah berakal, yaitu mampu
membedakan baik dan buruk menurut pandangan logika. Fase ini dimulai dari
anak berusia tujuh tahun sampai sembilan tahun.15
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam fase ini adalah sebagai berikut:
a) Mulai menuntut ilmu, belajar membaca, menulis dan berhitung.
b) Memperbanyak waktu bermain (bersosial).
c) Belajar memahami orang lain.
d) Mencintai kebersihan diri dan lingkungan.
14
Ibid. 15
Ibid., 131.
11
4. Fase Murahiq (awal adolense)
Kata murahiq diartikan dengan anak yang hampir balig, yaitu dalam istilah
disebut dengan remaja awal. Fase ini dimulai sejak anak berusia sembilan tahun
sampai sebelas tahun.
Pada fase murahiq, anak mulai mencari suri tauladan untuk dijadikan
idola. Biasanya pada tahapan ini mereka sering menjadikan orang yang paling
dekat dan kenal baik olehnya sebagai idola. Kesempatan baik yang harus
digunakan oleh orang tua agar anak-anak lebih merasa nyaman tinggal dan
berkumpul dengan keluarga, lebih bersahabat dan lebih terbuka (curhat). Kontrol
psikologis orang tua kepada anaknya harus terus berjalan harmonis.16
5. Fase Yafi (adolense)
Kata yafi diartikan dengan anak yang telah besar, telah hampir balig.
Masa ini disebut masa remaja (juvenile). Fase ini dimulai pada anak berusia
sebelas tahun. Dalam fase ini terjadi pertumbuhan jasmani yang luar biasa
pesatnya.
Erikson mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa pencarian
identitas diri. Pembentukan identitas ini tentunya mengarah pada perkembangan
arah individualitas yang mantap.17
Adapun Perkembangan pada masa kanak-kanak terdiri dari:
1) Perkembangan Fisik
Perkembangan (development) adalah proses atau tahapan pertumbuhan ke
arah yang lebih maju. Pertumbuhan sendiri (growth) berarti tahapan peningkatan
16
Ibid., 132. 17
Ibid., 133
12
sesuatu dalam hal jumlah, ukuran dan arti pentingnya. Pertumbuhan juga berarti
sebuah tahapan perkembangan (a stage of development).18
Umat Islam mempercayai bahwa Allah telah menciptakan dan
menyempurnakan tubuh manusia. Melalui hukum penciptaan Allah, telah
mencipatakan tahap demi tahap bentuk tuubuh manusia. Dengan mengganti
unsur-unsur yang tidak bermanfaat dengan unsur yang lebih baik, sehingga terjadi
keseimbangan, proporsi dan simetris yang baik.
Untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan, Islam mengajarkan
manusia unrtuk memperhatikan perkembangan fisik mereka agar mencapai
perkembangan fisik yang optimal. Dengan perkebangan fisik yang optimal,
seseorang dapat beribadah dan bekerja dengan baik.19
Al-Quran menggambarkan perkembangan fisik manusia dari lahir sampai
meninggal dalam satu siklus alamiah. Hal ini dinyatakan dalam QS. Ar-Rum ayat
54;
Artinya: Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi
kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali)
dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah
yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.
Dari ayat ini, terdapat empat kondisi fisik. Pertama, tahap lemah yang
ditafsirkan terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak. Kedua, tahap menjadi kuat,
18
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 40 19
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan,. h. 97
13
yang terjadi pada masa dewasa, ketiga, masa menjadi lemah kembali, terjadi
penurunan kembali dari masah penuh kekuatan. Keempat, masa dimana orang
sudah beruban, atau masa tua.20
Dari saat kelahiran sampai anak dapat berbicara, mereka disebut sebagai
bayi. Bayi menghabiskan banyak waktunya dengan tidur. Mulanya tidur dapat
berlangsung sepanjang hari dan malam, namun setelah beberapa bulan tidur bayi
menjadi lebih terpola mengikuti siang dan malam. Bayi pada masa ini berada
dalam enam keadaan yang bepasangan, meliputi: tidur tenang dan tidur aktif,
terjaga tenang dan terjaga aktif, serta meringis dan mengangis. Bayi merespon
berbeda-beda terhadap stimulus ketika berada dalam keadadan yang berbeda-
beda.21
Pada awal kelahirannya bayi masih memiliki penglihatan yang buruk.
Mereka melihat namun masih kabur. Kemampuan penglihatan ini akan bertambah
sepanjang waktu, tergantung pengalaman. Bayi yang kurang dari dua bulan juga
masih buta warna. Pendengaran telah berkembang sebelum lahir dan kesenangan
terhadap bunyi detak jantung ibu telah terbentuk.22
Untuk memperoleh perkembangan bayi yang optimal pada tahap
selanjutnya, bayi membutuhkan stimulus dari luar. Nabi muhammad Saw.
Menunjukkan pentingnya sentuhan, ciuman, gendongan, pelukan terhadap bayi
atau anak-anak dengan kata-kata manis. Awal dua tahun pertama setelah kelahiran
bayi merupakan periode sensorimotorik. Pada tahap ini, bayi belajar untuk
20
Ibid, h. 98 21
Ibid, h. 102 22
Ibid, h. 102
14
meningkatkan kemampuan penginderaan dan kemampuan motoriknya yang
penting untuk melatih kemampuan berpikir kelak.23
Pada usia kanak-kanak, bermain merupakan hal yang penting. Dengan
bermain mereka dapat mempelajari banyak hal. Melalui bermain mereka melatih
kemampuan motorik mereka untuk menguasai berbagai keterampilan fisik yang
dibutuhkan. Mereka dapat belajar memecahakan maslah yang mereka hadapi
dalam permainan itu. Mereka juga belajar untuk bersosialisasi dan memahami
aturan sosial yang ada melalui peremainan bersama dengan teman-temannya.
Berbagai aspek emosi terlihat ketika bermain, seperti, kegembiraan, kekecewaan,
kesabaran, ketahanan dalam berkompetisi. Dengan demikian, bermain setidaknya
mendorong perkembangan berbagai aspek meliputi perkembangan fisik,
intelektual, sosial dan emosional.24
Permainan dapat bersifat olahraga yang melatih kemampuan fisik. Selain
lomba lari seperti yang dilakukan oleh nabi Muhammad Saw. bersama Aisyah r.a.
jenis olahraga lain dapat juga dilakukan seperti berenang, memanah dan berkuda.
Permainan sebaikknya dapat melatih berbagai otot sekaligus dan melatih
kemampuan motorik kasar maupun motorik halus.
2) Perkembangan kognitif
Periode ini adalah tahap dimana kemampuan berpikir manusia mengalami
peningkatan yang cukup signifikan, terutama pada awal masa kelahirannya. Pada
tahap ini kemampuan berpikir manusia berkembang sampai mencapai
kematangannya yang sejalan dengan pertumbuhan otak manusia secara
23
Ibid, h. 103 24
Ibid, h. 106
15
psikologis. Periode ini merupakan periode untuk mengembangkan kemampuan
struktur kognitif atau skema.
Skema adalah pola-pola pikiran atau pola-pola tindakan yang biasa dikenal
sebagai strategi atau konsep. Kemampuan manusia untuk melakukan operasi
berbagai konsep. Kemampuan manusia untuk melakukan operasi berbagai konsep
inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dalam al-quran
dijelaskan Allah mengajarkan Nabi adam berbagai konsep (nama), yang
merupakan karakteristik khusus manusia.25
Sebagaimana dalam alquran QS. Al-
Baqarah ayat 31-33:
Artinya: dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!" Mereka menjawab: "Maha suci
Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah
kepada mereka Nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya
kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah
Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia
langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang
kamu sembunyikan?"
Pengajaran nama-nama merupakan proses pengembangan konsep atau
skema. Penelitian menunjukkan bahwa anak merupakan penjelajah aktif yang
melakukan konstruksi terhadap berbagai jenis skema, yaitu mulai dari perilaku, 25
Ibid, h. 135
16
simbolik sampai operasional. Skema perilaku adalah pola terorganisasi dari
perilaku yang dipergunakan anak-anak untuk mewakili dan menanggapi suatu
objek atau pengalaman secara langsung. Skema simbolik adalah simbol internal
(citra atau kode verbal) yang memungkinkan seseorang menyajikan aspek-aspek
dari pengalamannya. Skema operasional adalah pola aktivitas mental internal
yang memungkinkan seseorang mengambil kesimpulan melalui proses berpikir
logis.26
Dalam perkembangan kognitif, berpikir kritis merupakan hal yang penting.
Ketika anak tertarik pada subjek tertentu, keterampilan berpikir mereka menjadi
lebih kompleks. Di lain pihak, ketika anak mengalami kebingungan terhadap
subjek tertentu, keterampilan berpikir menjadi lebih intensif. Islam mengajarkan
bahwa berpikir kritis merupakan sesuatu yang penting.27
Perkembangan kognitif pada anak-anak terjadi melalui urutan yang
berbeda. Tahapan ini membantu menerangkan cara anak berfikir, menyimpan
informasi dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Jian Pieget terdapat
empat tahapan perkembangan kognitif, yaitu: Tahap pertama disebut periode
sensorik motorik (0-2 tahun). Pada tahap ini, bayi menggunakan alat indra dan
kemampuan motorik untuk memahami dunia sekitarnya. Bayi mengalami
perkembangan dari gerak refleks sederhana menuju beberapa langka skematik
yang lebih terorganisasi.
Tahap kedua disebut juga periode praoperasional (sekitar 2-7 tahun). Anak
dapat membuat penyesuaian perseptual dan motorik terhadap objek dan kejadian
26
Ibid, h. 136 27
Ibid, h. 136
17
yang direpresentasikan dalam bentuk simbol dalam meningkatkan bentuk
organisasi dan logika. Tahap ketiga adalah periode konkret opersional (sekitar 7-
11 tahun). Anak mendapatkan struktur logika tertentu yang membuatnya dapat
melaksanakan berbagai macam operasi mental, yang merupakan tindakan
terinternalisasi yang dapat dikeluarkan bila perlu.
Tahap keempat adalah periode formal operasional (sekitar 11-15 tahun).
Operasi mental diaplikasikan pada kalimat verbal atau logika, yang tidak hanya
menjangkau kenyataan juga kemungkinan, tidak hanya menjangkau masda kini
tetapi juga masa depan.28
3) Perkembangan emosi
Kekayaan ekspresi emosi manusia berkembang sesuai dengan tahap usia
dan pengalaman seseorang. Untuk merumuskan teori tentang perkembangan
emosi manusia dapat diteliti melalui ekspresi wajah dan prilaku umum.
Bayi yang baru lahir umumnya menangis. Pada usia enam sampai sepuluh
minggu, senyum sosial muncul, diikuti dengan tindakan yang menunjukkan
kesenangan lain., seperti menggumam dan mengunyah. Senyum sosial ini muncul
sebagai tanggapan dari senyum dan interaksi dengan orang dewasa. Siklus ini
muncul sebagai pola timbal balik dimana bayi dan orang lain mendapatkan
kesenangan dari interaksi sosial. Ketika bayi lebih menyadari lingkungannya,
senyum muncul sebagai tanggapan dari berbagai konteks. Mereka dapat
tersenyum ketika melihat mainan, menerima pujian karena melakukan tugas yang
sulit dan lain-lain. Bayi mulai tertawa pada usia 3 atau 4 bulan, tergantung tingkat
28
Ibid, h. 138
18
perkembangan kognitif, karena tertawa terjadi ketika terhadap hal-hal yang diluar
kebiasaannya, seperti dicium pada perut, permainan petak umpet, dan lain-lain.
Tertawa juga meningkatkan perkembangan sosial, karena memancing interaksi
sosial timbal balik.29
Ketika bayi lebih besar (7-12 bulan), bayi mulai mengeskpresikan takut,
jijik dan marah karena kematangan kognitif yeng mereka miliki. Kemarahan
diekspresikan dengan menangis, ia merupakan emosi yang sering ditunjukkan
bayi.30
Pada usia 1-2 tahun, bayi mulai menunjukkan emosi sekunder seperti
malu-malu dan kesombongan. Pada tahap ini bayi mulai belajar bahasa yang
kemungkinannya lebih memahami alasan suatu emosi serta mengekspresaikan
perasaannya secara verbal.31
Pada usia prasekolah (3-6 tahun), kapasitas anak untuk mengatur perilaku
emosinya meningkat. Orang tua membantu anak pada usia ini untuk menghadapi
emosi negatif dengan mengajarkan dan mencontohkan dengan menggunakan
penalaran dan penjelasan verbal. 32
Anak pada usia 7-12 tahun menunjukkan keterampilan regulasi diri dengan
variasi yang lebih luas. Kecanggihan dalam memahami dan menunjukkan
tampilan emosi yang sesuai dengan aturan sosial meningkat pada tahap ini. Anak
mulai mengetahui kapan harus mengontrol ekspresi emosi sebagai juga mereka
menguasai keterampilan regulasi perilaku yang memungkinkan mereka
29
Ibid, h. 167 30
Ibid, h. 168 31
Ibid, h. 168 32
Ibid, h. 168
19
menyembunyikan emosinya dengan cara yang sesuai dengan aturan sosial. Anak
lebih sensitif terhadap isyarat lingkungan sosial yang keputusan dalam
mengontrol emosi negatif.33
4) Perkembangan sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia harus berinteraksi dengan pihak lain.
Interaksi sosial menjadi lebih harmonis jika manusia saling mengenal
karakteristik orang lain. Kemampuan untuk memahami karakteristik sosial
dikenal dengan kognisi sosial.
Menurut pakar perkembangan, kemampuan kognisi sosial anak bergantung
pada perkembangan kognitif mereka. Anak berusia dibawah 7 atau 8 tahun
mampu menggambarkan teman atau kenalan mereka dengan gambaran deskriftif
yang konkret seperti mereka menggambarkan diri mereka dan kurang mampu
menggambarkan karakter kepribadian. Antara 7 sampai 16 tahun, anak menjadi
lebih sedikit menbicarakan atribut konkret, namun lebih menggambarkan
karakteristik psikologik teman atau kenalan mereka.
Anaka usia 6 8 tahun mulai memiliki kecenderungan untuk membentuk
kesan terhadap orang lain dengan membandingkan perilaku orang lain (behaviour
comparisons phase). Anak kemudian melihat adanya keteraturan perilaku pada
usia sekitar 10 tahun, mereka mulai memiliki kecenderungan untuk membentuk
impresi terhadap orang lain melalui asumsi awal (psychological constructs phase).
Dengan berkembangnya kemampuan abstraksi, pada usia kira-kira 11
tahun anak mulai memiliki kecenderungan untuk membentuk impresi terhadap
33
Ibid, h. 169.
20
orang lain dengan membandingkan individu pada dimensi psikologikal abstrak
(psychological comparisons phase). Remaja pada usia 14 16 tahun, tidak hanya
dapat melihat kesamaan dan ketidaksamaan disposisional kenalan mereka., tetapi
mereka mulai melihat berbagai faktor situasional, seperti penyakit, masalah
keluarga dan lain-lain, yang dapat membuat orang keluar dari karakternya.34
5) Perkembangan bahasa
Perkembangan bahasa sudah dimulai dari awal kehidupan. Bayi telah
dipersiapkan dengan baik dalam belajar bahasa. Selama tahap pralinguistik,
mereka dengan mudah membedakan suara yang mirif percakapan dan lebih
sensitif berbagai variasi bunyi bahasa dari pada orang dewasa. Mereka sensitif
terhadap isyarat intonasi dari awal dan pada usia 7-10 bulan dapat segmentasi dari
bunyi percakapan ke dalam frasa atau unit seperti kata.35
Bayi mulai mengeluarkan suara mendekut pada usia 2 bulan dan mulai
mengoceh pada usia 4 sampai 6 bulan. Kemudian, dalam tahun pertama bayi
dapat memasangkan intonasi dari ocehan mereka sesuai dengan kualitas nada dari
bahasa yang mereka dengar dan dapat menghasilkan perbendaharaan bahasa
sendiri untuk makna tertentu. Meskipun bayi yang belum berumur 1 tahun dapat
memahami sedikit makna kata, dan juga mungkin kata-kata, dan juga mungkin
kata-kata singkat, mereka telah belajar bahwa orang bergiliran dalam
mengucapkan suara dan memberikan isyarat yang dapat digunakan dalam
berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Ketika bayi telah memahami kata-kata
34
Ibid, h. 198 35
Ibid, h. 223
21
bahasa reseptif (receptive language) mereka lebih dahulu berkembang daripada
bahasa produktif (productive language).36
Pada usia 2,5-5 tahun, bahasa anak lebih mirip dengan orang dewasa.
Anak sudah mulai memproduksi bahasa yang lebih panjang dan mulai
menambahkan bunyi gramatik pada kalimat mereka, meskipun terkadang
menggunakan aturan gramatikal pada tempat yang tidak seharusnya.37
Masa kanak-kanak sampai masa remaja merupakan periode untuk
memperhalus bahasa. Anak mempelajari pengecualian khusus dalam aturan tata
bahasa dan mulai memahami struktur sintaktikal yang paling majemuk.
Perbendaharaan bahasa menjadi lebih meningkat. Selain itu anak juga
mengembangkan kemampuan untuk berfikir tentang bahasa dan memberikan
komentar dengan sebutan yang merupakan prediktor yang baik prestasi
membaca.38
6) Perkembangan moral
Dalam Islam, perilaku prososial dilakukan bukan untuk mendapatkan
penghargaan manusia atau memperoleh kenikmatan duniawi. Tujuan-tujuan untuk
mendapatkan penghargaan yang bersifat materialistik selain mencapai keridhaan
Allah dapat digolongkan sebagai kemusyrikan. Segala sesuatu dilakukan adalah
murni untuk Allah.
Indikator awal, moral pada anak seperti membagi mainan atau
menenangkan orang lain yang merasa tidak nyaman, telah muncul pada masa bayi
36
Ibid, h. 224. 37
Ibid, h. 225 38
Ibid, h. 226
22
dan kanak-kanak. Seling berbagi, saling membantu dan bentuk prilaku prososial
menjadi lebih umum pada usia prasekolah dan seterusnya.39
Empati adalah kontributor afektif yang pentik terhadap altruisme. Empati
merupakan tanggapan manusia yang universal yang dapat diperkuat atau ditekan
oleh pengaruh lingkungan. Bayi dan anak-anak telah dapat mengenali dan
bereaksi terhadap perasaan tidak nyaman dari seseorang. Beberapa anak kecil juga
memperlihatkan reaksi tertekan ketika menyaksikan penderitaan dan kesakitan
orang lain.40
Islam melihat perbedaan usia menentukan bagaimana pemikiran moral
seseorang. Orang yang lebih muda dipandang lebih tinggi daripada orang yang
lebih tua. Semntara orang yang lebih muda melakukan kesalahan, maka lebih
dapat diterima daripada orang yang lebih tua yang melakukan kesalahan tersebut.
Kematangan perkembangan intelektual dan pengalaman seseorang, pemahaman
terhadap moralitas semakin lebih berkembang.41
Pada fase ini, hingga berusia 5-6 tahun anak dididik budi pekerti, terutama
yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter sebagai berikut:
a) Jujur, tidak berbohong
b) Mengenal mana yang benar dan mana yang salah
c) Mengenal mana yang baik, mana yang buruk
39
Ibid, h. 264. 40
Ibid, h. 265. 41
Ibid h. 272.
23
d) Mengenal mana yang diperintah (yang dibolehkan) dan mana yang
dilarang (yang tidak boleh dilakukan).42
7) Perkembangan spiritual
Manusia diciptakan dari dua substansi yaitu substansi jasad atau materi,
yang bahan dasarnya adalah materi yang merupakan bagian dari alam semesta
ciptaan Allah Swt dan dalam pertumbuhan dan perkembangannya tunduk dan
mengikuti aturan Allah Swt yang berlaku di alam, dan substansi immateri atau ruh
yaitu penghembusan atau penipuan ruh ciptaan Allah Swt ke dalam diri manusia
sehingga manusia merupakan benda organik yang mempunyai hakekat
kemanusiaan serta mempunyai berbagai alat potensial atau fitrah.43
Dari kedua
substansi yang terdapat dalam diri manusia tersebut yang paling esensial adalah
substansi immateri.
Dalam diri manusia terdapat beberapa macam potensi yang dapat
dikembangkan, salah satu diantaranya adalah potensi beragama, yang mendorong
manusia untuk selalu pasrah, tunduk dan patuh pada Tuhan yang menguasai dan
mengatur segala aspek kehidupan manusia, potensi beragama ini merupakan
sentral yang mengarahkan dan mengontrol perkembangan potensi-potensi yang
lainnya.44
Muhaimin, mengemukakan bahwa pemahaman tentang fitrah beragama
tersebut di atas dalam agama Islam ditegaskan bahwa manusia memiliki fitrah
didasarkan pada firman Allah swt Q.S. Ar-Ruum ayat: 30
42
M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Perdaban Bangsa,
(Surakarta: UNS Press, 2010), h. 32-36 43
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 12 44
Ibid., hal. 18
24
Artinya: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah,
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui".
Perkembangan rasa agama pada anak usia awal memiliki karakteristik
tersendiri, Elizabeth B. Hurlock menyebutkan bahwa pada usia 7 atau 9 bulan
anak berusaha menirukan suara pembicaraan dan menirukan perbuatan dengan
isyarat yang sederhana.45
Jalaluddin mengungkapkan bahwa anak telah melihat dan mengikuti apa
yang dikerjakan orang dewasa dan orang tua tentang sesuatu yang berhubungan
dengan agama, orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan
prinsip eksplorasi yang dimiliki.46
James W. Fowler mengembangkan teori tentang tahap perkembangan
dalam keyakinan seseorang sepanjang rentang kehidupan manusia. Menurut
Fowler, keprcayaan merupakan orientasi holistik yang menunjukkan hubungan
antara individu dengan alam semesta.47
Teori perkembangan spiritual Fowler terbagi atas enam tahap, yang
meliputi kepercayaan intuitif-proyektif (intuitive-projective), mithikal-literal
(mythical-literal), sintetik konvensional (synthetic-conventional), individuatif-
45
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Terjemahan Med. Meitasari Tjandrasa,
Muslichah Zarkasih, (Jakarta: Erlangga, 1978), h. 259 46
Jalaluddin, Psikologi Agama,, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). 70 47
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan.., h. 298.
25
reflektif (individuative-reflective), konjungtif (conjunctive) dan universal
(universalizing). Pada tahap pertama,kepercayaan intuitif-proyektif (usia 3-7
tahun), masih terdapat karakter kejiwaan yang belum terlindungi dari
ketidaksadarn. Anak masih belajar untuk membedakan khayalannya dengan
realitas yang sesungguhnya. Pada tahap kedua kepercayaan mythikal-literal (usia
sekolah), seseorang telah mulai mengembangkan keimanan yang kuat dalam
kepercayaannya. Anak juga sudah mengalami prinsip saling ketegantungan dalam
alam semesta, namun ia masih melihat kekuatan kosmik dalam bentuk seperti
yang terdapat pada manusia (anthropomorphic). Pada tahap ketiga, kepercayaan
sintetik-konvensional (usia remaja), seseorang mengembangkan karakter
keimanan terhadap kepercayaan yang dimilikimya. Ia mempelajari sistem
kepercayaannya dari oarang lain disekitarnya,namun masih terbatas pada sistem
kepercayaan yang sama. Tahap keempat, kepercayaan individuatif-reflektif (usia
dua puluhan sampai awal empat puluhan), merupakan tahap percobaan dan
pergolakan, dimana individu mulai mengembangkan tanggung jawab pribadi
terhadap kepercayaan dan perasaannya. Individu memperluas pandangannya
untuk mencapai jalan dalam kehidupannya. Pada tahap kelima, kepercayaan
konjungtif, seseorang mulai mengenali berbagai pertentangan yang terdapat dalam
realitas kepercayaannya. Terjadi transendensi terhadap kenyataan dibalik simbol-
simbol yang diwariskan oleh sistem. Pada tahap keenam, kepercayaan universal,
terjadi sesuatu yang disebut pencerahan. Manusia mengalami transendensi pada
tingkat pengalaman yang lebih tinggi sebagai hasil dari pemahamannya terhadap
lingkungan yang konfliktual dan penuh paradoksal. Menurut Fowler, kebanyakan
26
manusia berhenti pada tahap 4, dan kebanyakan tidak pernah mencapai tahap 5
dan 6.48
Atas dasar itu, tentunya diperlukan pengembangan ajaran-ajaran normatif
agama melalui institusi sekolah, baik yang berkaitan dengan aspek kognitif,
afektif, maupun psikomotorik. Dalam hal ini Nabi SAW, artinya: Perintahlah
anak-anak kalian melakukan shalat ketika ia berusia tujuh tahun, dan pukullah ia
jika meninggalkannya apabila berusia sepuluh tahun, dan pisahkan ranjangnya.
(HR. Ahmad Dawud dan Al-Hakim dari Abd Allah ibn Amar).
Hadits di atas mengisyaratkan bahwa usia tujuh tahun merupakan usia
mulai berkembangnya kesadaran akan perbuatan baik dan buruk, benar dan salah,
sehingga Nabi SAW, memerintahkan kepada orang tua untuk mendidik shalat
kepada anak-anaknya. Ketika usia sepuluh tahun, tingkat kesadaran anak akan
perbuatan baik dan buruk, benar dan salah mendekati sempurna, sehingga Nabi
SAW, memerintahkan kepada orang tua untuk memukul anaknya yang
meninggalkan shalat. Makna "memukul" di sini tidak berarti bersifat fisik, seperti
memukul kepala atau anggota tubuh lainnya, melainkan bersifat psikis, seperti
menggugah kesadaran, memarahi atau memperingati.
b. Masa Balig
Masa balig adalah masa dimana usia anak telah sampai dewasa. Usia ini
anak telah mengalami kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi tanggung
jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial.49
Menurut al-Taftazani,
fase ini dianggap sebagai fase yang mana individu mampu bertindak menjalankan
48
Ibid, h. 298 49
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2006). h. 403.
27
hukum, baik yang bekaitan dengan perintah maupun larangan. Seluruh perilaku
mukallaf harus dipertanggungjawabkan, karena hal itu akan berimbas pada pahala
dan dosa.50
Masa balig berlangsung dari saat individu menjadi matang secara seksual
sampai usia delapan belas tahun, usia kematangan awal masa remaja berlangsung
sampai tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja berlangsung sampai usia
kematangan yang resmi.51
Fase ini merupakan fase yang terpenting dalam rentang kehidupan
manusia, karena fase ini merupakan awal aktualisasi diri dalam memenuhi
perjalanan yang pernah diucapkan di alam prakehidupan dunia. Menurut Ikhwan
al-Shafa, fase ini disebut dengan fase alam al-ardh al tsani (alam pertunjukan
kedua), dimana manusia dituntut untuk mengaktualisasikan perjanjian yang
pernah disepakati pada alam al-ardh al al-awal (alam pertunjukan awal), yakni
di alam arwah.52
Sedangkan Al-Ghazali menyebutnya dengan fase aqil, fase
dimana tingkat perkembangan intelektual seseorang dalam kondisi puncaknya,
sehingga ia mampu membedakan perilaku yang benar dan salah, baik atau
buruk.53
Kondisi aqil menjadi salah satu syarat wajib bagi seseorang untuk
menerima suatu beban agama, sementara kondisi gila (junun) menjadi penghalang
bagi penerimaan kewajiban agama.
50
Saad al-Din Masud ibnu Umar al-Taftazani, Syarh al-talwiahala al-Tawdhih, (Makkah: Dar al Baz, tt.), h. 142. Dikutip Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h. 403. 51
Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi., h. 41. 52
Abdul Mujib. Kepribadian, h. 403 53
Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan menurut al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
h. 69.
28
Secara psikologis, fase ini ditandai dengan kemampuan seseorang dalam
memahami suatu beban taklif, baik menyangkut dasar-dasar kewajiban, jenis-jenis
kewajiban, dan prosedur atau cara pelaksanaannya. Kemampuan memahami
menunjukkan adanya kematangan akal pikiran yang mana hal ini menandakan
kesadaran seseorang dalam berperilaku, sehingga ia pantas diberi taklif.54
Fase ini
juga ditandai dengan adanya dua hal, yaitu :
1. Pemahaman, dicapai dengan adanya pendayagunaan akal, karena dengan akal
seseorang memiliki kesadaran penuh dalam bertindak. Individu yang tidak
memiliki pemahaman yang cukup maka ia tidak terkena beban taklif, seperti
anak kecil, orang gila, orang lupa, orang terpaksa, orang tidur dan pingsan dan
orang yang tersalah.
2. Kecakapan, (al-ahliyyah), yaitu dipandang cakap melaksanakanhukum,
sehingga perbuatan apa saja yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan dan
memiliki implikasi hukum.55
Kecakapan terbagi atas dua macam, yaitu :
a. Kecakapan melaksanakan (ahliyyah ada), yaitu kecakapan bertindak
hukum yang telah dianggap sempurna untuk mempertanggungjawabkan
seluruh perbuatannya, baik positif maupun negatif. Kecakapan ini
disyaratkan aqil (berakal), baligh (sampai umur), dan cerdas dalam
memahami titah Tuhan.
b. Kecakapan kewajiban (ahliyyah wujub), yaitu kecakapan untuk menerima
kewajiban-kewajiban hukum dan hak-haknya.
54
Abdul Mujib, Kepribadian ., h. 404 55
Ibid, h. 404
29
Kewajiban penerimaan taklif bagi fase ini menjadi hilang apabila terjadi
dua halangan, yaitu (1) Halangan langit (al-waridh al-samawiyyah), yang mana
halangan itu langsung dari Allah Swt. Seperti gila, dungu, perbudakan, sakit yang
menyebabkan kematian. (2) Halangan yang diusahakan (al-waridh al-
muktasabah), yaitu halangan akibat perbuatan manusia sendiri seperti mabuk,
terpaksa bersalah, dan bodoh. Hilangnya kewajiban karena individu tidak
memiliki kesadaran penuh dalam bertindak.56
Masa baliq atau remaja berlangsung dari saat individu menjadi matang
secara seksual sampai usia delapan belas tahun, usia kematangan awal masa
remaja berlangsung sampai tuh belas tahun, dan akhir masa remaja berlangsung
smapai usia kematangan yang resmi.57
Perubahan sosial yang terpenting pada masa ini meliputi meningkatnya
pengaruh kelompok sebyam pola perilaku sisioal yang lebih matang,
pengelompokan sosial baru dan ni8lai-nilai baru dalam pemilihan teman dan
pemimpin, dan dalam dukungan sosial.
Perubahan pokok dalam moralitas selama masa remaja terdiri dari
menganti koinsep-konsep moral khusus dengan konsep-konsep moral tentang
benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode moral berdasarkan pada
prinsip-prinsip moral individu dan mengendalikan perilaku perkembangan hati
nurani.
Pada masa ini banyak sekali peristilahan yang digunakan orang untuk
mencirikan usia secara khusus dari sudut pandang mereka yang berbeda-beda.
56
Ibid, h. 405 57
Netty Hartati, dkk., Islam dan Psikologi., h. 41.
30
Ada yang meyebutnya usia reproduktif, karena pada usia ini terjadi perkembangan
alat-alat reproduksi. Ada yang menyebutnya dengan problem age, karena di usia
ini banyak terjadi masalah, yang psikologi Islam disebut usia diberlakukan hukum
takhlifi karena pada usia ini anak telah dibebani kewajiban menjalankan hukum-
hukum syariat Islam.58
Masa balig atau remaja berlangsung dari saat individu menjadi matang
secara seksual sampai usia seorang anak sudah mampu menggunakan pikiran dan
dapat memahami sesuatu di luar dirinya. Erikson menggunakan istilah Latensy,
yaitu fase dimana seorang anak manusia sudah dianggap memiliki kemampuan
yang membedakan dirinya dengan mahluk lain. Sementara itu, Piaget
menggunakannya dalam pembahasan tentang kognitif berada pada fase
operasional konkret (trial and error) dan operasional formal (problem solving).
Manusia pada fase ini sudah dapat befikir konkret, berhipotesis dan menganalisis.
Artinya pada masa ini manusia memiliki peluang yang amat penting untuk
mengasah diri dan mengembangkan petensi diri.59
Dengan demikian, fase ini di mana anak telah sampai dewasa. Usia ini
anak telah memiliki kesadaran penuh akan dirinya, sehingga ia diberi beban
tanggung jawab (taklif), terutama tanggung jawab agama dan sosial. Seperti dalam
firman Allah:
58
Ibid., 134 59
Ibid., h. 135.
31
Artinya : Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk
kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.
Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan
dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka
dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah
ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa
yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka
hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka.
Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (Q.S. An-
nisaa:6)
Adapun perkembangan pada masa balig terdiri dari:
1. Perkembangan Fisik
Pada masa puberitas dianggap sebagai periode sensitif yang memiliki
pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan individu. Periode ini menandai
perpindahan dari tahap ana-anak menjadi dewasa. Batas usia masa puberitas adal
15 tahun, namun pada saat ini usia puberitas terlihat lebih cepat. Perubahan fisik
yang terjadi pada masa puberitas merupakan pengaruh antara faktor genetik dan
lingkungan. Berbagai faktor seperti nutrisi, sikap sosial, ukuran keluarga dan
olahaaraga dapat mempengaruhi proses puberitas.60
Kata puberitas berasaal dari bahasa latin pubescere artinya menjadi
berbulu. Nabi muhammad Saw. Menggunakan konsep ini untuk membedakn
anak-anak dengan orang dewasa, masa ini disebut juga masa balig.
60
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan, h. 109
32
Usia puberitas digambarkan dalam al-Quran sebagai usia yang mencukupi
untuk menikah. Usia puberitas sebagai usia dimana individu telah memiliki
kematangan pada alat reproduksi seksual yang dimilikinya. Hal ini juga menandai
mulainya kematangan aspek lainnya.61
Pada masa puberitas terjadi percepatan perkembangan yang mencolok
(adolescent growth spurt) yang membuat seseorang dianggap berpindah dari masa
kanak-kanak menjadi masa kematangan fisik. Jika perempuan mengalami
menstruasi pertama (menarche), maka laki-laki mengalami hal yang disebut
spermache. Pada menstruasi, perempuan mengeluarkan darah dari klitorisnya,
yang menunjukkan alat reproduksinya telah matang untuk dibuahi. Spermache
merupakan ejakulasi yang pertama yang dapat terjadi karena mimpi basah
(ihtilam) atau masturbasi. Tidak seperti menerche, permulaan terjadinya
spermache masih sulit ditentukan. Namun, spermache yang terjadi sebelum
puncak percepatan pertumbuhan tinggi badan (peak growth spurt), ketika karakter
seksual sekunder tumbuh pada tahap awal perkembangan. Sebelum masa pubertas
yang ditandai dengan munculnya karakter sekunder seksual.62
Pertumbuhan biologis pada masa pubertas merupakan komponen universal
yang tidak hanya memiliki implikasi biologis, namun juga perkembangan kognitif
dan sosial. Perubahan biologis dapat memiliki dampak langsung dan tidak
langsung bagi perkembangan remaja. Misalnya percepatan perkembangan yang
cepat dapat membawa perubahan bagaimana remaja dipandang dan diperlakukan
oleh orang tuanya atau teman sebayanya, seperti juga bagaiman remaja memandan
61
Ibid, h. 110 62
Ibid, h. 111
33
dirinya sendiri. Perumbuhan pubertas dapat membawa remaja pada peran sosial
yang baru, seperi pasangan romantik,. Pentingnya perubahan ini juga terlihat dari
adanya ritual untuk menyambut kedewasaan pada suku tertentu.63
Perempuan bereaksi terhadap perubahan tubuhnya dengan berharap bahwa
mereka dapat tampil menarik dan khwatir terhadap perubahan berat badan yang
terjadi. Ketakutan yang terjadi dapat menimbulkan anorexia nervosa atau bulimia.
Anorexia nervosa adalah rasa ketakutan yang berlebihan yang menghilangkan
selera makan. Sementara mereka yang mengalami bulimia dapat mengonsumsi
makanan dengan normal, kemudian memuntahkan makanan yang telah mereka
makan. Kedua penyakit ini dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya.
Mulai dari kekurangan gizi, sampai depresi berat.64
2. Perkembangan kognitif
Kematangan intelektual seseorang dinyatakan berkembang bersamaan
dengan kematangan organ seksual. Remaja mengalami benyak perubahan ketika
mereka mengalami transisi dari masa klanak menuju masa dewasa. Selain terjadi
perubahan fisik dan sosial, terjadi juga berbagai perubahgan dalam cara berfikir
dan pengolahan informasi. Anak-anak dan orang dewasa mengalami perbedaan
cara berfikir dalam subjek yang berbeda-beda sedangkan orang dewasa berfikir
dan memberikan tanggapan yang lebih kompleks dibanding anak-anak.65
Pada saat remaja mereka juga mengalami individuasi, dimana mereka
mengembangkan identitas diri mereka dan membentuk pendapat sendiri yang
63
Ibid, h. 111 64
Ibid, h. 112 65
Ibid, h. 139
34
mungkin berbeda dengan orang tuanya. Mereka mengalami deidealisasi terhadap
orang tua, remaja mulai menyadari bahwa oreang tua mereka tidak selalu benar.66
Al-Quran memberikan contoh bagaimana bentuk kebingungan yang
terbentuk dalam berbagai pernyataan yang membuat berpikir menjadi intensif,
sebagaimana firman Allah swt;
Artinya: Apakah yang terjadi padamu? bagaimana (caranya) kamu
menetapkan. Maka apakah kamu tidak memikirkan? Atau apakah kamu
mempunyai bukti yang nyata?(QS Al Shafaat: 154-156)
3. Perkembangan emosi
Pada masa remaja (12-18 tahun) mulai menjadi lebih canggih dalam
mengatur emosi mereka. Mereka memiliki banyak perbendaharaan untuk
mendiskusikan, dan memengaruhi keadaan emosi diri mereka sendiri dari orang
lain. Remaja lebih dapat menerjemahkan situasi sosial sebagai bagian dari proses
tampilan emosi. Remaja mengembangkan skema tentang berbagai variasi orang
tertentu dalam menunjukkan tampilan emosinya, dan mengatur tampilan emosi
mereka berdasarkan skema tersebut. Pada awalnya remaja mulai mencoba
melepas ikatan emosional mereka dengan orang tua dan lebih banyak
mengembangkan persahabatan dengan teman sebayanya. Remaja, terutama laki-
laki, lebih banyak menyembunyikan emosi mereka kepada orang tuanya
dibandingkan anak yang lebih muda, karena mereka mengharapkan untuk tidak
terlalu banyak mendapatkan dukungan emosional dari orang tuanya. Remaja
menjadi sangat memerhatikan dampak ekspresi emosi dalam interaksi sosial
66
Ibid, h. 139
35
mereka dan berusaha untuk mendapatkan persetujuan teman sebayanya. Jenis
kelamin memainkan peran penting dalam menunjukkan tampilan emosi, laki-laki
lebih berusaha menyembunyikan rasa takut dibandingkan perempuan.67
Dalam hal ini remaja sudah mulai bisa mengatur emosinya. Islam juga
mengajarkan agar manusia bisa mengatur emosinya agar manusia tidak berlebih-
lebihan dalam meluapkan emosinya. Firman Allah Swt.
Artinya: (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. al-
Hadid; 23)
4. Perkembangan sosial
Pada fase remaja atau balig, mereka mulai memasuki tahap pengambilan
peran sosial. Remaja mampu memahami perspektif orang lain dan melakukan
perbandingan berbagai perspektif dengan sistem sosial yang berlaku. Dengan kata
lain remaja mengharapkan orang lain memikirkan perspektif umum yang berlaku
dalam kelompok sosial mereka.68
Dalam konteks ini, remaja sudah mulai bersosialisasi dengan kelompok
sosial lainnya. Firman Allah Swt:
67
Ibid, h. 170 68
Ibid, h. 200
36
Artinya; Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS. Al-hujurat: 13)
5. Perkembangan bahasa
Ragam bahasa remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif.
Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang
akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang
lebih pendek seperti permainan diganti degan mainan, pekerjaan diganti dengan
kerjaan.
Kalimat-kalimat yang digunakan kebanyakan berstruktur kalimat tunggal.
Bentuk-bentuk elip juga banyak digunakan untuk membuat susunan kalimat
menjadi lebih pendek sehingga seringkali dijumpai kalimat-kalimat yang tidak
lengkap. Dengan menggunakan struktur yang pendek, pengungkapan makna
menjadi lebih cepat yang sering membuat pendengar yang bukan penutur asli
bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya. Kita bisa mendengar
bagaimana bahasa remaja ini dibuat begitu singkat tetapi sangat komunikatif.
Mengacu kepada tahapan perkembangan bahasa yang telah dipaparkan
terdahulu, sesuai dengan tingkatan usia kronologis yang telah dicapai,
karakteristik perkembangan bahasa remaja telah mencapai tahap kompetensi
lengkap. Pada usia ini, individu diharapkan telah mempelajari semua sarana
bahasa dan keterampilan-keterampilan performansi untuk memahami dan
menghasilkan bahasa tertentu dengan baik.
37
Sejalan perkembangan psikis remaja yang berada pada fase pencarian jati
diri, ada tahapan kemampuan berbahasa pada remaja yang berbeda dari tahap-
tahap sebelum atau sesudahnya yang kadang-kadang menyimpang dari norma
umum seperti munculnya istilah-istilah khusus di kalangan remaja. Karakteristik
psikologis khas remaja seringkali mendorong remaja membangun dan memiliki
bahasa relatif berbeda dan bahkan khas untuk kalangan remaja sendiri, sampai-
sampai tidak jarang orang di luar kalangan remaja kesulitan memahaminya.
Dalam perkembangan masyarakat modern sekarang ini, di kota-kota besar bahkan
berkembang pesat bahasa khas remaja yang sering dikenal dengan bahasa gaul.
Bahkan karena pesatnya perkembangan bahasa gaul ini dan untuk membantu
kalangan diuluat remaja memahami bahasa mereka, Debby Sahertian (2000) telah
menyusun dan menertibkan sebuah kamus khas remaja yang disebut dengan
Kamus Bahasa Gaul.
6. Perkembangan moral
Individu yang berada pada tahap ini melakukn penalaran berdasarkan
pandangan dan pengharapan kelompok sosial mereka. Aturan dan norma sosial
dipatuhi untuk mendapatkan persetujuan orang lain atau memelihara aturan sosial.
Penghargaan dan penolakan sosial mengganti hadiah atau hukuman yang konkrit
sebagai motivator perilaku etik.
Tahap perkembangan moral remaja juga termasuk pada tingkat moralitas
konvensional. Adapun ciri-ciri tahap perkembangan moral remaja adalah orientasi
anak baik-baik dan orientasi pemeliharaan otoritas. Contoh perilakunya adalah
38
anak mematuhi aturan untuk menghindari ketidaksetujuan sosial atau penolakan.
Contoh lainnya anak ingin menghindari kritikan orang lain atau pihak otoritas.69
Banyak ayat-ayat al-Quran yang diperuntukkan bagi para pelanggar moral.
Contoh ayat-ayat tersebut merupakan contoh dari ayat yang menggambarkan
hukuman fisik karena melakukan kesalahan. QS. Al-Syura ayat 40:
Artinya: dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,
Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik. Maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang
zalim.
Pada tahap ini perspektif yang berbeda-beda mulai diperhitungkan.
Dendam pribadi tidak dikehendaki dan memaafkan lebih baik daripada membalas
dendam. Hukuman dilakukan untuk menghalangi terjadinya perbuatan buruk.
7. Perkembangan spiritual (Agama)
Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti
yang khusus, namun begitu masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas
dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Secara jelas masa anak dapat
dibedakan dari masa dewasa dan masa tua. Anak masih harus banyak belajar
untuk dapat memperoleh tempat dalam masyarakat sebagai warga negara yang
bertanggung jawab dan bahagia.
Anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Ia tidak
termasuk golongan anak-anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan orang
69
Ibid, h. 275
39
dewasa atau orang tua. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Remaja
masih belum mampu untuk menguasai fungsi fisik maupun psikisnya.70
Setelah mengetahui faktor-faktor dan unsur-unsur yang mempengaruhi
sikap remaja terhadap agama, maka dapatlah kita bagi sikap tersebut sebagai
berikut:
a) Percaya turut-turutan;
Kebanyakan remaja percaya kepada Tuhan dan menjalankan ajaran agama
hanya karena lingkungannya yang beragama, maka mereka ikut percaya
dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar dengan
suasana lingkungan di mana ia hidup. Percaya seperti inilah yang disebut
dengan percaya turut-turutan. Mereka seolah-olah apatis, tidak ada
perhatian untuk meningkatkan agama, dan tidak mau aktif dalam kegiatan-
kegiatan agama.
b) Percaya dengan kesadaran;
Telah dijelaskan bahwa masa remaja adalah masa di mana perubahan dan
kegoncangan terjadi di segala bidang, yang dimulai dengan perubahan
jasmani yang sangat cepat, jauh dari kesinambungan dan keserasian.
Setelah kegoncangan remaja pertama ini agak reda, yaitu pada umur kira-
kira 16 tahun di mana pertumbuhan jasmani hampir selesai, kecerdasan
juga sudah dapat berfikir lebih matang dan pengetahuan pun telah
bertambah. Kesadaran agama atau semangat agama pada masa remaja itu,
mulai dengan cenderungnya remaja kepada meninjau dan meneliti kembali
70
F. J. Monks, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta, Gadjah Mada University Press;
1999), h. 259
40
caranya beragama di masa kecil dulu. Biasanya semangat agama itu tidak
terjadi sebelum umur 17 atau 18 athun, semangat agama itu mempunyai 2
bentuk, yaitu:
c) Percaya, tapi agak ragu-ragu (bimbang);
Kebimbangan remaja terhadap agama itu berbeda antara satu dengan
lainnya, sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Ada yang
mengalami kebimbangan ringan, yang dengan cepat dapat diatasi dan ada
yang sangat berat sampai pada perubahan agama. Kebimbangan dan
kegoncangan keyakinan yang terjadi sesudah perkembangan kecerdasan
selesai.
d) Tidak percaya sama sekali, atau cenderung kepada atheis
Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada akhir masa remaja
adalah mengingkari ujud Tuhan sama sekali dan menggantinya dengan
keyakinan lain. Atau hanya tidak mempercayai adanya Tuhan saja secara
mutlak. Ketidak percayaan yang sungguh-sungguh itu tidak terjadi
sebelum umur 20 tahun. 71
Banyak cara dalam mendidik remaja, namun berhasil tidaknya sangat
dipengaruhi oleh pemilihan metodenya. Perkembangan jiwa agama yang benar
pada remaja menjadikan remaja tersebut siap menghadapi masa depannya dengan
penuh iman, sedangkan perkembangan jiwa agama yang salah akan berakibat fatal
bagi dirinya dan bahkan orang lain.
Di dalam Al-qur-an terdapat dalam firman Allah Swt surah An-Nahl:125:
71
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta, Bulan Bintang;1970), h. 91
41
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk. (Q.S. Al-Nahl : 125)
c. Masa Dewasa
Menurut Syathi seorang ahli Psikologi, dewasa adalah periode
perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua
puluhan tahun dan yang berakhir pada usia tiga puluhan tahun. Ini adalah masa
pembentukan kemandirian pribadi dan ekonomi, masa perkembangan karir, dan
bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang
secara akrab, memulai keluarga, dan mengasuh anak-anak.72
Perkembangan pada masa dewasa terdiri dari:
1. Perkembangan Fisik
Periode ini adalah tahap dimana pertambahan dalam pertumbuhan dan
perkembangan sudah sulit diamati. Pada fase ini dianggap sebagai tahap dimana
kemampuan fisik dan intelektual mencapai kematangan. Periode ini merupakan
tahap puncak dari kondisi fisik, sehingga seseorang berada dalam kondisi yang
sangat mendukung bagi segala usaha untuk memenuhi tantangan dalam mencapai
kekuasaan dan prestasi terbaik.73
72Bintusy Syathi, Maqal fi al-Insan (Tahapan Perkembangan Manusia), terj. Adib Arief,
Yogyakarta : LKPSM, 1997, h. 102 73
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan, h. 113
42
.
"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian
Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan
beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.(ar-Rum ayat : 54)
2. Perkembangan kognitif
Penalaran orang dewasa semakin berkembang, karena mereka lebih
berpengalaman dan banyak belajar. Mereka dapat berfikir tentang sesuatu melalui
proses berfikir logis dan abstraksi yang lebih kaya. Dengan meningkatnya usia,
seseorang menjadi lebih memahami berbagai konsep abstak, seperti keadilan,
kebenaran dan hak asasi. Mereka juga telah menimba pengalaman dari berbagai
konflik yang terjadi sebelumnya karena terjadi individualisasi selama masa
transisi dari anak-anak menuju masa dewasa.74
Artinya; Dan setelah Musa cukup umur dan Sempurna akalnya, kami
berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. dan Demikianlah
kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al-
Qashash: 14)
Pada usia 40 tahun, manusia memasuki usia dengan kematangan pemikiran
yang lebih baik. Pengalaman mereka lalaui semakin banyak, sehingga dengan
banyaknya belajar mereka lebih memiliki kebijaksanaan. Mereka juga mulai
74
Ibid, h. 140
43
menyadari bahwa usia mereka telah melewati pertengahan rentang kehidupan,
sehingga mereka lebih banyak melakukan evaluasi terhadap diri mereka.75
3. Perkembangan emosi
Pada fase dewasa awal memiliki kerbutuhan untuk merasakan keintiman
dan melakukan hubungan seksual. Mereka berusah menghindari parasaan
terasing, yang sebagai hasilnya mereka berjuanag untuk mendapatklan cinta dan
penghargaan. Pada usia ini, mereka belajar untuk mandiri dari segi penghasilan
dan lebih bertanggung jawab terhadap tugas-tugas dewasa. Pada masa ini dapat
terjadi sesuatu yang disebut krisis seperempat usia (quarter life crisis).
Karakteristik krisis pada masa ini adalah kebingunagn identitas, kegelisahan
terhadap masa depan dan ketidakamanan prestasi.76
Setelah mencapai awal 30-an, merupakan umumnya menjadi lebih tenang.
Mereka yang telah berhasil mengatasi krisis sebelummnya, mereka telah memiliki
investasi keuangan dan emosi untuk hidup mereka. Mereka lebih memfokuskan
diri untuk meningkatkan karier dan meraih kesetabilan dalam kehidupan mereka.
Umumnya mereka telah membentuk keluarga.77
Pada usia 40an tahun, mereka telah melewati masa-masa dimana mereka
brusaha untuk meraih prestasi hidup. Mereka mulai mengalami keadaan emosi,
mereka marasakan keraguan dan kecemasan terhadap kenyataan hidup yang telah
dilewati. Individu melakukan refleksi terhadap kehidupan mereka dan sering kali
merasakan banyak hal yang belum dapat terpenuhi. Kondisi ini juga disebut
75
Ibid, h. 141 76
Ibid, h. 171 77
Ibid, h. 171
44
sebagai awal dari proses individualisasi, proses aktiualisasi diri yang terus
berlangsung sampai kematian.78
4. Perkembangan sosial
Al-Quran mengajarkan manusia untuk mengetahui atau mengenali orang
atau kelompok sosial lainnya. Masyarakat tersusun dengan susunan yang
majemuk. Setiap anggota masyarakat memiliki fungsi masing-masing yang harus
dijalankan demi tercapainya dinamika sosial yang harmonis.
Perkembangan sosial pada fase dewasa di indikasikan pada adanya
pertemanan dan persahabatan, seks dan kerjasama. Pada fase ini individu
mencoba mencari identitas dirinya, merasakan keunikan masing-masing dan
mencari bayangan masa depan.79
Kebutuhan sosial manusia tidak disebabkan pengaruh yang datang dari
luar (stimulus) seperti layaknya pada binatang. Karena bentuk kebutuhan pada
manusia berbentuk nilai. Jadi kebutuhan itu bukan sekedar semata-mata
kebutuhan biologis melainkan juga kebutuhan rohani.
Selanjutnya Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya Peranan Agama dalam
Kesehatan Mental membagi kebutuhan manusia atas 2 kebutuhan pokok, yaitu:
a) Kebutuhan Primer, yaitu kebutahan jasmaniah
b) Kebutuhan Sekunder atau kebutuhan rohaniah: Jiwa dan sosial. Kebutuhan
ini sudah dirasakan manusia sejak masih kecil80
Selanjutnya beliau membagi kebutuhan sekunder yang pokok menjadi 6
macam, yaitu:
78
Ibid, h. 172 79
Ibid, h. 196 80
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), h. 86
45
1) Kebutuhan akan rasa kasih sayang
Kurangnya rasa kasih sayang pada diri seseorang terutama pada anak-anak
akan menyebabkan tembok pemisah antara mereka dengan orang tuanya.
2) Kebutuhan akan rasa aman
Tidak adanya rasa aman menyebabkan seseorang terganggu sikap
integritas dirinya dengan masyarakat dan lingkungannya.
3) Kebutuhan akan rasa harga diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang bersifat individual.
Diabaikannya kebutuhan akan rasa harga diri ini cenderung menimbulkan sikap
menyombongkan diri, ngambek, dan sebagainya.
4) Kebutuhan akan rasa bebas
Penyakuran rasa bebas ini merupakan upaya agar tercapai perasaan lega.
Kehilangan rasa bebas akan menyebabkan seseorang menjadi gelisah, tertekan
baik fisik maupun mental.
5) Kebutuhan akan rasa sukses
Penyaluran kebutuhan ini akan menambah rasa harga diri. Pemberian tugas
yang sesuai dengan kemampuan dan pengganjaran batin (remneration) merupakan
usaha untuk menyalurkan rasa sukses.
6) Kebutuhan akan rasa ingin tahu
Kebutuhan akan rasa ingin tahu akan memenuhi kepuasan dalam
pembinaan pribadi seseorang. Kebutuhan ini jika tidak disalurkan akan terarah
kepada tindakan-tindakan negatif yang kurang dapat dipertanggungjawabkan81
81
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), hal. 87.
46
Pada masa ini juga tahapan sosial yang dilakukan adalah:
a) Berumah tangga
Rasulullah Saw Berdabda: Wahai golongan pemuda, barang siapa
diantara kamu yang mempunyai modal (lahir dan batin untuk menikah), maka
hendaklah menikah. Sesungguhnya perkawinan itu dapat menjaga pendangan
mata dan menjaga kehormatan. Maka barang siapa yang tidak kuasa, hendaklah
berpuasa karena berpuasa itu dapat menjadi obat. (H.R al-Bukhari dan Muslim
dari Abdullah)
Rasulullah juga bersabda: Empat macam sunah Rasul yaitu; nikah,
bersiwak (sikat gigi), memakai wewangian. Dan memakai daun inai. (HR al-
Tarmidzi)
b) Mengelola Keluarga
c) Mengasuh anak
d) Mencari lingkungan yang baik buat keluarga.
e) Memilih tokoh idola.82
5. Perkembangan bahasa
Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola
kehidupan baru dan harapan-harapan baru. Pada tahapan ini Keterampilan
berbahasa lebih dikuasai, dan lebih supel serta mudah berkomunikasi dengan
orang lain. Selain itu, Keterampilan berbahasa lebih sopan, agak bijak dan lebih
dewasa.
82
Rafy Sapuri, Psikologi Islami h. 139
47
6. Perkembangan moral
Perkembangan moral pada fase ini berfokus pada prinsip-prinsip etika.
Pada tahap ini menyadari bahwa individu merupakan suatu yang berbeda dari
masyarakat secara umum, perspektif seseorang harus dipertimbangkan sebelum
memikirkan masyarakat secara umum.83
Perkembangan moral berada pada tingkat pascakonvensional, orientasi
legalistik kontraktual dan prinsip etika universal. Contoh perilakunya, orang
memilih prinsip moral untuk hidup, bertingkahlaku dengan cara menghormati
harga diri semua orang.84
7. Perkembangan spiritual
Dengan berakhirnya masa remaja, maka berakhir pulalah kegoncangan-
kegoncangan jiwa yang menyertai pertumbuhan remaja itu. Yang berarti bahwa
orang yang telah melewati usia remaja, mempunyai ketentraman jiwa, ketetapan
hati dan kepercayaan yang tegas, baik dalam bentuk positif, maupun negatif.
Kendatipun demikian, dalam kenyataan hidup sehari-hari, masih banyak orang
yang merasakan kegoncangan jiwa pada usia dewasa. Bahkan perubahan-
perubahan kepercayaan dan keyakinan kadang-kadang masih terjadi saja. Keadaan
dan kejadian-kejadian itu, sangat menarik perhatian ahli agama, sehingga mereka
berusaha terus-menerus mengajak orang untuk beriman kepada Allah dan
berusaha memberikan pengertian-pengertian tentang agama.85
Dengan perkataan
lain, orang dewasa sudah memahami nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha
83
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan, h. 274 84
Ibid, h. 275 85
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama.. h. 136-137.
48
untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki
identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap86
Sikap keagamaan yang dipilih, akan dipertahankan sebagai identitas dan
kepribadian mereka. Sikap demikian akan membawa mereka merasa mantap
dalam menjalankan ajaran agama yang dianutnya. Pilihan tersebut didasarkan
pada ajaran yang telah memberikan kepuasan batin dan atas pertimbangan akal
sehat.87
Sikap keberagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas
didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan ini
umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman
tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama bagi orang dewasa sudah
merupakan sikap hidup dan bukan sekadar ikut-ikutan.
Kestabilan dalam pandangan hidup beragama dan tingkah laku keagamaan
seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. Melainkan kestabilan yang dinamis,
di mana pada suatu ketika ia mengenal juga adanya perubahan-perubahan. Adanya
perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang
dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada.88
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan
pada orang dewasa antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang
matang, bukan sekadar ikut-ikutan.
86
Ibid, 87
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2004), h. 86 88
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Radar Jaya, 2007), hal. 65.
49
b) Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
c) Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk
mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
d) Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab
diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
e) Bersikap lebih terbuka dan wawasan lebih luas.
f) Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan
beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas
pertimbangan hati nurani.
g) Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian
masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam
menerima, memahami serta melaksanakn ajaran agama yang diyakininya.
h) Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan
sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan
sudah berkembang.89
C. Arah Pengembangan Keperibadian Islam
Pengembangan kepribadian islam adalah usaha sadar yang dilakukan oleh
individu untuk memaksimalkan daya-daya insaninya, agar ia mampu realisasi dan
aktualisasi diri lebih baik, sehingga memperoleh kualitas hidup di dunia dan di
89
Sururin, Ilmu Jiwa Agama,.h. 86
50
akhirat.90
Pengembangan kepribadian islam diharapkan dapat menjadi terapi bagi
mereka yang sakit dan menjadi daya pendorong bagi mereka yang sehat. Bagi
yang punya kepribadian amarah dapat beranjak menuju kepribadian lawwama,
dari kepribadian lawwama menuju muthmainnah, dan dari kepribadian
muthmainnah taraf minimal dapat menuju taraf maksimal, atau pendekatan
kuantitas menuju pada pendekatan kualitas.91
Pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua pendekatan.
Pertama, pendekatan konten (materi), yaitu serangkaian metode dan materi dalam
pengembangan kepribadian yang secara hierarkis dilakukan oleh individu dari
jenjang yang terendah menuju yang paling tinggi, untuk penyembuhan atau
peningkatan kepribadiannya. Kedua, pendekatan rentang kehidupan, yaitu
serangkaian perilaku yang dikaitkan dengan tugas-tugas perkembangan menurut
rentang usia.92
Asumsi pendekatan ini adalah bahwa dalam setiap rentang
kehidupan, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus diperankan
menurut jenjang usia.
Pendekatan kedua sudah dijelaskan secara terperinci pada pembahasan
sebelumnya. Sedangkan pendekatan konten terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
a) Tahapan permulaan. Pada tahapan ini manusia rindu kepada Khaliknya. Ia
sadar bahwa keinginan untuk berjumpa itu terdapat tabir yang menghalangi
interkasi dan komunikasinya, sehingga ia berusaha menghilangkan tabir
tersebut.
90
Abdul Mujib, Kepribadian dalam .., h. 387 91
Abdul Mujib, Kepribadian dalam psikologi Islam.., h. 388. 92
Ibid, h. 388.
51
b) Tahapan kesungguhan dalam menempuh kebaikan. Pada tahapan ini
kepribadian seseorang telah bersih dari sifat-sifat tercela dan maksiat.93
Selanjutnya struktur kepribadian manusia terdiri atas tiga yaitu qalbu
(sruktur terdalam pada manusia dikendalikan oleh roh, rekan kerjanya adalah
wahyu dan ilham), Jism (struktur terluar pada manusia yang dikendalikan oleh
fisik/badan, rekan kerjanya adalah hawa nafsu dan nafsu syahwat), dan nafs
(unsur yang menjadi perpaduan qalbu dan jism dikendalikan oleh rasio qakbani
dan rasio nafsani, rekan kerjanya adalah qalbu, pancaindra dan seluruh anggota
tubuh).
Qalbu adalah bagian spriritual manusia. Ia ada tapi keberadaanya hanya
dapat dirasakan, seperti tiupan angin yang semilir terasa menyejukkan. Untuk
dapat merasakanya dibutuhkan seni tersendiri, yaitu menghaluskan segala gerak
dan daya, baik dengan zikir, itikap, muhasabah, shalat dan sebagainya.
Psikis merupakan gejala psikologis yang dapat disaksikan dan diinderai,
jika telah terakumulasi dalam bentuk tingkah laku, baik yang disengaja ataupun
pada gerakan refleks, yaitu gerakan yang terjadi tanpa disadari. Hal positif dari
dari nilai psikis adalah rasa sayang dan ramah, sedangkan negatifnya akan
ditemukan pada sifat emosi, marah, dengki dan sebagainya.94
93Rafy Sapuri, Psikologi Islam., h. 115 94
Ibid, h. 165
52
STRUKTUR KEPRIBADIAN MANUSIA
PSIKIS (NAFS) SEBAGAI PUSAT TIMBULNYA PERILAKU.95
D. KESIMPULAN
Perubahan dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari
perubahan psikis, dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik.
Perubahan kualitatif tersebut sering disebut dengan perkembangan, seperti
perubahan dari tidak mengetahui menjadi mengetahuinya, dari kekanak-kanakan
menjadi dewasa, dst. Sedangkan perubahan kuantitatif sering disebut dengan
pertumbuhan, seperti perubahan tinggi dan berat badan.
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang progresif dan
kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati.
Pengertian lain dari perkembangan adalah perubahan-perubahan yang yang
ialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau
95
Ibid, h. 176
Ilham
AKAL
QALB
NAFS
JISM
Hawa Nafasu Nafsu Syahwat
Wahyu
Mati
Sakit
Sehat
Hidup Tidak bisa berpikir Miss-Opsi
mmmm
mi
Berpikir sehat
Berpikir sakit
Tidak bisa berfikir
Disfungsi
PERILAKU (Behavior)
53
kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan
berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).
Secara garis besar tahapan perkembangan manusia dapat diamati pada
tahap kanak-kanak, baliq dan dewasa. Ciri perkembangan dapat dilihat dari
berbagai aspek diantaranya perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial, bahasa,
moral dan spiritual.
Pengembangan kepribadian manusia memperhatikan struktur kepribadian
manusia terdiri atas tiga yaitu qalbu (sruktur terdalam pada manusia dikendalikan
oleh roh, rekan kerjanya adalah wahyu dan ilham), Jism (struktur terluar pada
manusia yang dikendalikan oleh fisik/badan, rekan kerjanya adalah hawa nafsu
dan nafsu syahwat), dan nafs (unsur yang menjadi perpaduan qalbu dan jism
dikendalikan oleh rasio qakbani dan rasio nafsani, rekan kerjanya adalah qalbu,
pancaindra dan seluruh anggota tubuh). Perkembangan ketiga struktur tersebut
sangat menentukan perilaku manusia.
54
Daftar Pustaka
Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2006)
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009).
Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islam; Menyingkap
Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga pascakematian,
(Jakarta: RajaGRafindo Persada, 2008)
Bintusy Syathi, Maqal fi al-Insan (Tahapan Perkembangan Manusia), terj. Adib Arief, Yogyakarta : LKPSM, 1997)
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Terjemahan Med. Meitasari
Tjandrasa, Muslichah Zarkasih, (Jakarta: Erlangga, 1978).
F. J. Monks, Psikolog