Post on 19-Feb-2016
description
DAKRIOSISTITIS
I. Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis,
kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.1
Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini bentuk dan ukuranya mirip dengan biji almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata.2
Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase2
1
Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding medial orbita.2
Sistem Sekresi Air Mata
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di
fossa glandulae lakrimal di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk
kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang
lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan system
duktulusnya yang bermuara ke forniks temporal superior.
Kelenjar lakrimal aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa
kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan
Wolfring identik dengan kelenjar utama, tetapi tidak memiliki duktulus. Kelenjar
kelenjar ini terletak didalam konjungtiva, terutama di fornix superior. Sel-sel
goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein
dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian
palpebra member lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar
keringat yang juga ikut membentuk film air mata.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epifora).
Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai “pensekresi dasar”. Secret yang
dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel
goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar
lakrimal.
2
Komposisi air mata terdiri dari :
Sel goblet pada konjungtiva membentuk lapisan terdalam air mata
dengan mensekresi musin, dimana distribusinya merata pada permukaan
mata.
Glandula lakrimalis dan glandula aksesorius membentuk lapisan
intermediate akuos pada air mata.
Kelenjar Meibom memproduksi minyak pada lapisan terluar air mata,
yang mengurangi penguapan lapisan dasar akuos.4
Sistem Ekskresi Air Mata
Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap kali berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting –
mulai di lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan
menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali
mengedip, muskulus orbicularis okuli akan menekan ampula sehingga
memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan
sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang
sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan
masuk ke punkta sebagian karena hisapan kapiler.
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang
mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan,
palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi
sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan
negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus,
yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat
dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan serupa
katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata dan
udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di
ujung distal duktus nasolakrimalis. Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air
mata yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli
dan sistem lakrimal inferior.5
3
Gambar 2. Anatomi normal pada sistem ekskresi air mata.2
Penguapan air mata mengurangi jumlah air mata sekitar 10% pada usia
lebih muda dan 20% pada usia lebih tua. Sebagian besar aliran air mata secara
aktif dipompa dari tear lake dengan adanya aktifitas otot orbikularis.beberapa
bentuk teori mekanisme pompa air mata telah dikemukakan. Mekanisme menurut
Rosengren-Doane, kontraksi orbikularis memberikan kekuatan. Kontraksi tersebut
menghasilkan tekanan positif di dalam sakus lakrimalis, mendorong air mata
menuju hidung. Ketika kelopak mata membuka dan menutup rapat, sakus
lakrimalis akan memberikan tekanan negatif. Tekanan ini akan memberi tahanan
pada kelopak mata dan juga punktum. Ketika kelopak mata terbuka sempurna,
punktum terbuka dan tekanan negative mendorong air mata menuju kanalikuli,4
4
Gambar 3. Pompa lakrimasi. A,pada saat istirahat. B dengan menutupnya kelopak mata,
terjadi kontraksi orbicularis. Penekanan pada orbikularis pre tarsal dan penutupan
kanalikuli.Orbikularis preseptal, yang menuju sakus lakrimalis, menarik sakus lakrimalis
hingga terbuka. Membuat adanya tekanan negatif yang menyebabkan air mata masuk ke
sakus lakrimalis.C, dengan terbukanya kelopak mata, relaksasi m.orbikularis, dan
keelastisannya akan membentuk tekanan positif dalam sakus yang mengalirkan air mata
turun sampai ke duktus.4
II. Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1
III. Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40
tahun, terutama perempuan dengan puncakinsidensi pada usia 60 hingga 70
tahun.3Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan.3Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila
didahului dengan infeksi jamur.1
5
IV. Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis , yaitu3 :
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada
sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan
dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya
juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan
selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis
kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang
berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang
indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi
kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.
Gambar 4. Dakriosistitis Akut3 Gambar 5. Dakriosistitis Kongenital3
V. Faktor Predisposisi Dan Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus
nasolakrimalis :
6
Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan
kalsium, atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada
sinus maksilaris.
Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram
negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-
Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis
kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga
merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.6
VI. Patomekanisme
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misalnya adanya polip hidung.
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air
mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri. 6
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 6. Tahapan-tahapan
tersebut antara lain:
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
7
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk
suatu kista.6
VII. Gejala Klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada
dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora)
yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus
lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke
kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan,
maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.Pada dakriosistitis kronis gejala
klinis yang dominan adalah lakrimasi yang berlebihan terutama bila terkena angin.
Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang disertai nyeri.
Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret yang mukoid dengan pus di
daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu dengan lainnya.
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata
pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air
mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak
tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora).1,2
VIII.Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.1
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis
8
adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.
Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan
anel test. 1,3,10
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.1
Gambar 6. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah
itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien
diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue
didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.1,4
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi
lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada
Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.
Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau
berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II,
caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak
9
didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada
sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas,
maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih
dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah
dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang
terganggu. 3,10
Gambar 7. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II8
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa
masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.1,5
10
Gambar 8. Anel Test8
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalam penegakkan
diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab
obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk
mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.3
Gambar 9. Probing Test8
IX. Diagnosis Banding
a. Selulitis Orbita
Selulitis orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar
intraorbita di belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala
demam, mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau
11
eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan
menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis
pembuluh vena dengan edema papil.3 Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan
lunakorbita yang terletak posterior dari septum orbita. Lebih dari 90% kasus
selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder karena sinusitis bakterial akut atau
kronis. Gambaran klinisnya antara lain demam (lebih dari 75% kasus
disertailekositosis), proptosis, kemosis, hambatan pergerakanbola mata dan nyeri
pergerakan bola mata. Keterlambatan pengobatan akan mengakibatkan
progresifitas dari infeksidan timbulnya sindroma apeks orbita atau trombosis sinus
kavernosus. Komplikasi yang terjadi antara lain kebutaan,kelumpuhan saraf
kranial, abses otak, dan bahkan dapat terjadi kematian.3
Gambar 10 .Selulitis orbita pada mata kiri dengan tanda eritema, proptosis, dan ptosis.
Juga terdapat kemosis dan hypo-opyhalmia.3
Karena sebagian besar selulitis orbita merupakanmanifestasi dari sinusitis,
maka pemeriksaan CT Scan padasinus paranasal merupakan keharusan. Dilakukan
konsultasi dengan bagian otolaringologi untuk pemeriksaan sinus.Penyebab dan
faktor predisposisi selulitis orbitaantara lain sinusitis, trauma okuli, riwayat
operasi,dakriosistitis, sisa benda asing di mata dan periorbita,infeksi gigi
(odontogen), tumor orbita atau intraokuler,serta endoftalmitis.3
b. Hordeolum
12
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata.Dikenal
bentuk hordeolum internum dan eksternum.Horedeolum eksternum merupakan
infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.
Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak.Pada hordeolum externum nanah
dapat keluar dari pangkal rambut. Hordeolum internum atau radang kelenjar
Meibom memberikan penonjolan terutama ke daerah konjungtival tarsal.
Hordeolum internum biasanya berukuran lebih besar dibandingkan hordeolum
internum. Adanya pseudoptosis atau ptosis terjadi akibat bertambah beratnya
kelopak sehingga sukar diangkat. Pada pasien dengan hordeolum kelenjar
preaurikuler biasanya ikut membesar. Sering hordeolum ini membentuk abses dan
pecah dengan sendirinya. Pada nanah dari kantong nanah yang tidak dapat keluar
dilakukan insisi.1,5,9
X. Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%)7 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali
sehari 1.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering 1,7.Dari analisis antibiogram yang di isolasikan telah menemukangolongan gentamisin, ciprofloxacin dan kloramfenikol merupakan golongan yang sensitif terhadap bakteri gram positif mahupun gram negative. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), dan apabila perlu dilakukan perawatan di rumah
13
sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 7. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase 1. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi. 1
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser. 7
14
Gambar 12. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal3
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya
yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi
dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada
fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa
membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-
rata hanya 12,5 menit). 3
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut
dan kontraindikasi relatif12. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang
menjadi kontraindikasi absolut antara lain:3
Kelainan pada kantong air mata :
- Keganasan pada kantong air mata
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
15
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopi
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis3
Gambar 13. Teknik Dakriosistorinostomi Internal3
XI. Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita.
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen
superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik
pascaoperasi yang tampak jelas.5
XII. Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara
tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
16
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga
prognosisnya dubia ad bonam.5
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy
for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell
Publishing, Inc .
3. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online].
http://www.emedicine.com/. [30 Mei 2015].
4. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Singapore:American
Academy of Ophtalmology.
5. Riordan, P., Anatomi dan Embriologi Mata, in Vaughan & Asbury
Oftalmologi Umum, P. Riordan and J.P. Whitcher, Editors. 2007, Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta
6. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007.
Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial
online]. http://www.eye.com/. [28 Mei 2015].
7. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of
Optometry, The Handbook of Occular Disease Management Twelfth
Edition. [serial online]. http://www.revoptom.com/. [29 Mei 2015]
8. Leitman, M.W. 2007. Manual for Eye Examination and Diagnosis Seventh
Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .
9. Michael, P.E. 2011. Hordeolum. [serial online].
http://www.emedicine.com/. [29 Mei 2015].
10. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online].
http://eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [28 Mei 2015]
18