CONGESTIVE HEART FAILURE.docx

Post on 08-Mar-2016

215 views 0 download

Transcript of CONGESTIVE HEART FAILURE.docx

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DEFINISI Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald).

ETIOLOGI1. Kelainan Otot Jantung Penderita kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit oto degeneratif atau inflamasi.2. Aterosklerosis KoronerMengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.3. Hipertensi Sistemik atau PulmonalMeningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.4. Peradangan dan Penyakit Miokardium DegenaratifBerhubungan dengan gagal jantung kerena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.5. Penyakit Jantung LainMekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik dapat mengakibatkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial.6. Faktor Sistemik - Meningkatnya laju metabolisme (demam, tirotoksikosis) - Hipoksia dan anemia - Asidosis (respiratori atau metabolik) - Disritmia jantung

Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4 kalainan fungsional : Timbul sesak pada aktifitas fisik berat Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan Timbul sesak pada aktifitas sangat ringan/istirahat

PATOFISIOLOGIMekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah jantung kurang, sistem syaraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal unutk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka vlume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Jika curah jantung gagal dipertahankan maka akan terjadi gagal jantung kongestif karena kontraktlitas, karena preload, kontraktilitas dan afterload terganggu.

MANIFESTASI KLINIS1. Meningkatnya volume intravaskuler2. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat3. Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek4. Edema perifer umum dan perubahan berat badan akibat tekanan sistemik5. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.

Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, yaitu :a. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri Tanda dan Gejala - Dispenia : akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas- Ortopnea : kesulitan bernapas saat berbaring- Paroximal : nokturna dispnea- Batuk : bisa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak kadang disertai banyak darah- Mudah lelah : akibat cairan jantung yang kurang- Kegelisahan : akibat gangguan oksigenasi jaringan

b. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan Tanda dan Gajala Edema ekstremitas bawah atau edema dependen Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen Anoreksia dan mual akibat pembesaran vena Nokturna : rasa ingin kencing pada malam hari Lemah : akibat menurunnya curah jantung

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1. EKG : disritmia ( takikardia, fibrilasi atrial )2. Sonogram : menunjukkan dimensi pembesaran bilik3. Scan jantung : penyuntikan fraksi dan perkiraan gerakan dinding 4. Kateteresasi jantung5. Rontgen dada : menunjukkan perubahan ukuran jantung

Pemeriksaan fisik umuma. Keadaan umum pasien : - kelainan - umur pasien - tampak sakit atau tidak - kesadaran dan keadaan emosi - sikap dan tingkah laku

b. Tanda vital : - pernapasan - nadi - tekanan darah - suhu

PENATALAKSANAAN MEDIKa. Terapi Non-Farmakologis Anjuran umum 1. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan 2. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa sesuai kemampuan fisik 3. Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang

Tindakan umum 1. Diet rendah garam 2. Hentikan rokok 3. Aktivitas fisik 4. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat, dan eksaserbasi akut

b. Terapi Farmakologis 1. Glikosida jantungDigitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantungEfek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, dan peningkatan diurisi dan mengurangi edema.Ex : Digoxin- Digoxin memiliki efek inotropik positif (bekerja meningkatkan kontraksi otot jantung ) pada irama sinus dan menyebabkan perbaikan simptomatis serta menurunkan tingkat perwatan di rumah sakit walaupun tidak mempengaruhi tingkat mortilitas.- Penghambat FosfodiesteraseHambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatan kadar kalsium intrasel, ex : Mirinon dan Amirinon

2. Diuretik Dasar untuk terapi simptomatik. Dosisnya harus cukup besar untuk menghilangkan edema paru dan/atau perifer. Efek samping utama adalah hipokalemia ( berikan suplemen K+ atau diuretik hemat kalium seperti amilorid) Ex : Spironolakton, suatu diuretik hemat kalium (antagonis aldosteron), memperbaiki prognosis pada CHF berat.3. Inhibitor ACE Menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, memotong respon neuroendokrin maladaptif, menimbulkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Obat ini dapat memicu gagal ginjal pada stenosis arteri renalis bilateral. Efek samping lain : batuk kering persisten4. Antagonis Reseptor Angiotensin II Ex : Losartan, menghambat angiotensin II dengan antagonisme langsung terhadap reseptornya. Efek dan manfaatnya sama seperti inhibitor ACE.5. -Bloker Ex : Bisoprolol, Metoprolol, Karvedilol -Bloker diberikan hanya pada pasien yang stabil, dengan dosis sangat rendah, dinaikkan bertahap. Menurunkan kegagalan pompa serta kematian mendadak akibat aritmia.6. Kombinasi Hidralazin dengan Isosorbid Dinitrat Untuk pasien yang intoleran dengan inhibitor ACE7. Terapi Umum Obati penyebab yang mendasari dan aritmia bila ada. Kurangi asupan garam dan air, pantau terapi dengan mengukur berat badan setiap hari. Obati faktor resiko hipertensi dan PJK dengan tepat.KOMPLIKASI1. Tromboemboli Resiko terjadinya bekuan vena ( trombosis vena dalam DVT/deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang menyebabkan perburukan dramatis. Dapat diberikan digoxin atau -Bloker dan pemberian warfarin.3. Kegagalan pompa kongestif Bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis yang ditinggikan.4. Aritmia Ventrikel Sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau kematian jantung mendadak ( 25- 50% kematian pada CHF ).DEEP VEIN TROMBOSIS

BAB ITINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISIDeep Vein Trombosis (DVT) atau trombosis vena dalam adalah penggumpalan darah yang terjadi di pembuluh darah balik (vena) sebelah dalam. DVT seringkali diawali dari paha atau kaki oleh karena adanya perlambatan aliran darah pada pembuluh balik. Hal ini bisa terjadi oleh karena ada masalah pada jantung, infeksi atau akibat imobilisasi lama dari anggota gerak. Gumpalan darah beku yang terjadi disebut emboli yang bisa terbawa ke jantung hingga menyebabkan komplikasi serius. Proses koagulasi atau penggumpalan darah terjadi melalui mekanisme kompleks yang diakhiri dengan pembentukan fibrin.1

2. ANATOMI VENAVena merupakan pembuluh darah yang dilewati sirkulasi darah kembali menuju jantung sehingga disebut juga pembuluh darah balik. Dibandingkan dengan arteri, dinding vena lebih tipis dan mudah melebar. Kurang lebih 70% volume darah berada dalam sirkuit vena dengan tekanan yang relatif rendah. Kapasitas dan volume sirkuit vena ini merupakan faktor penentu penting dari curah jantung karena volume darah yang diejeksi oleh jantung tergantung pada aliran balik vena.Sistem vena khususnya pada ekstremitas bawah terbagi menjadi 3 subsistem:1. Subsistem vena permukaan2. Subsistem vena dalam3. Subsistem penghubung ( saling berhubungan)

Gambar 1 : Anatomi Vena Ekstremitas Inferior

Vena permukaan terletak di jaringan subkutan tungkai dan menerima aliran vena dari pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil di dalam kulit, jaringan subkutan dan kaki. Sistem permukaan terdiri dari Vena Safena Magna dan Vena Safena Parva. Vena Safena Magna merupakan vena terpanjang di tubuh, berjalan dari Maleolus naik ke bagian medial betis dan paha, bermuara ke Vena Femoralis tepat di bawah selangkangan. Vena Safena Magna mengalirkan darah dari bagian anteromedial betis dan paha. Vena Safena Parva berjalan di sepanjang sisi lateral dari mata kaki melalui betis menuju lutut, mendapatkan darah dari bagian posterolateral betis dan mengalirkan darah ke Vena Poplitea, titik pertemuan keduanya disebut Safenopoplitea. Diantara Vena Safena Magna dan Parva banyak didapat anastomosis, hal ini merupakan rute aliran kolateral yang memiliki peranan penting saat terjadi obstruksi vena.Sistem vena dalam membawa sebagian besar darah dari ekstremitas bawah yang terletak didalam kompartemen otot. Vena-vena dalam menerima aliran darah dari venula kecil dan pembuluh intra muskuler. Sistem vena dalam cenderung berjalan sejajar dengan pembuluh arteri tungkai bawah dan diberi nama yang sama dengan arteri tersebut. Sebagai akibatnya, termasuk dalam sistem vena ini adalah Vena Tibialis Anterior dan Posterior, Peroneus, Poplitea, Femoralis, Femoralis Profunda dan pembuluh-pembuluh darah betis yang tidak diberi nama. Vena Iliaka juga dimasukkan ke dalam sistem vena dalam ekstremitas bawah karena aliran vena dari tungkai ke vena cava tergantung pada patensi dan integritas dari pembuluh-pembuluh ini.Subsistem vena-vena dalam dan permukaan dihubungkan oleh saluran-saluran pembuluh darah yang disebut vena penghubung yang membentuk subsistem penghubung ekstremitas bawah. Aliran biasanya dari vena per mukaan ke vena dalam dan selanjutnya ke vena kava inferior.Pada struktur anatomi vena didapatkan katup-katup semilunaris satu arah yang tersebar diseluruh sistem vena. Katup-katup tersebut adalah lipatan dari lapisan intima yang terdiri dari endotel dan kolagen, berfungsi untuk mencegah terjadinya aliran balik, mengarahkan aliran kearah proksimal dan dari sistem permukaan ke sistem dalam melalui penghubung. Kemampuan katup untuk menjalankan fungsinya merupakan faktor yang sangat penting sebab aliran darah dari ekstremitas menuju jantung berjalan melawan gravitasi.Fisiologi pada aliran vena yang melawan gaya gravitasi tersebut dipengaruhi oleh faktor yang disebut pompa vena. Ada 2 komponen pompa vena yakni perifer dan sentral. Komponen pompa vena perifer adalah adanya kompresi saluran vena selama kontraksi otot yang mendorong aliran maju di dalam sistem vena dalam, katup-katup vena bekerja mencegah aliran retrograde atau refluks selama otot relaksasi dan adanya sinus- sinus vena kecil yang tak berkatup atau venula yang terletak di otot berperan sebagai reservoir darah selanjutnya akan mengosongkan darahnya ke vena-vena dalam selama terjadi kontraksi otot. Pada komponen pompa vena sentral yang berperan memudahkan arus balik vena adalah pengurangan tekanan intratoraks saat inspirasi, penurunan tekanan atrium kanan dan ventrikel kanan setelah fase ejeksi ventrikel.

3. PATOFISIOLOGITrombosis adalah pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah, dalam hal DVT bekuan darah terjadi di pembuluh darah balik (vena) sebelah dalam, bisa terjadi terbatas pada sistem vena kecil saja namun juga bisa melibatkan pembuluh vena besar seperti Vena Iliaka atau Vena Kava. Mekanisme yang mengawali terjadinya trombosis berdasarkan trias Vircow ada 3 faktor pendukung yakni:1. Adanya stasis dari aliran darah2. Timbulnya cedera pada endotel pembuluh darah3. Pengaruh kiperkoagulabilitas darahStasis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis, yang menjadi faktor pendukung terjadinya stasis adalah adanya imobilisasi lama yakni kondisi anggota gerak yang tidak aktif digerakkan dalam jangka waktu yang lama. Imobilisasi lama seperti masa perioperasi atau akibat paralisis, dapat menghilangkan pengaruh dari pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi hingga terjadi pengumpulan darah di ekstremitas bawah. Terjadinya stasis darah yang berada di belakang katup vena menjadi faktor predisposisi timbulnya deposisi trombosit dan fibrin sehingga mencetuskan terjadinya trombosis vena dalam. Cedera endotel meski diketahui dapat mengawali pembentukan trombus, namun tidak selalu dapat ditunjukkan adanya lesi yang nyata, pada kondisi semacam ini nampaknya disebabkan adanya perubahan endotel yang samar seperti akibat terjadinya perubahan kimiawi, iskemia atau anoksia atau peradangan. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah adanya trauma langsung pada pembuluh darah, seperti akibat fraktur dan cedera pada jaringan lunak, tindakan infus intra vena atau substansi yang mengir itasi seperti kalium klorida, kemoterapi ataupun antibiotik dosis tinggi.Hiperkoagulabilitas darah tergantung pada interaksi kompleks antara berbagai variabel termasuk endotel pembuluh darah, faktor- faktor pembekuan dan trombosit, komposisi dan sifat-sifat aliran darah, sistem fibrininolitik intr insik pada sistem pembekuan darah. Keadaan hiperkoagulasi bisa terjadi jika terjadi perubahan pada salah satu dari variabel-variabel tersebut. Trombosis vena, apapun rangsangan yang mendasarinya, akan meningkatkan resistensi aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah vena. Trombosis bisa melibatkan kantong katup hingga merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau yang inkompeten mempermudah terjadinya stasis dan penimbunan darah di ekstremitas.Dalam perjalanan waktu dengan semakin matangnya trombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah. Sebagai akibatnya, resiko embolisasi menjadi lebih besar pada fase-fase awal trombosis, namun demikian ujung bekuan tetap dapat terlepas dan menjadi emboli sewaktu fase organisasi. Selain itu perluasan trombus dapat membentuk ujung yang panjang dan bebas selanjutnya dapat terlepas menjadi emboli yang menuju sirkulasi paru-paru. Perluasan progresif juga meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan daerah-daerah tambahan dari sistem vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin dapat distabilkan dalam derajat tertentu atau direkanalisasi dengan retraksi bekuan dan lisis melalui system fibrinolitik endogen. Tetapi beberapa kerusakan residual tetap bertahan.

4. FAKTOR RESIKOPasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam yaitu:- Riwayat trombosis (stroke)- Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi- Imobilisasi lama terutama paska trauma/ penyakit berat- Luka bakar- Gagal jantung akut atau kronik- Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi- Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok.- Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen- Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya trombosis

5. GEJALA KLINISTrombosis vena dalam (DVT) menyerang pada pembuluh-pembuluh darah sistem vena dalam . Serangan awalnya disebut trombosis vena dalam akut, adanya riwayat trombosis vena dalam akut merupakan predisposisi terjadinya trombosis vena dalam berulang. Episode DVT dapat menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena kerusakan katup-katup vena dalam. Emboli paru adalah resiko yang cukup bermakna pada trombosis vena dalam. Kebanyakan trombosis vena dalam berasal dari ekstremitas bawah, banyak yang sembuh spontan dan sebagian lainnya menjadi parah dan luas hingga membentuk emboli. Penyakit ini dapat menyerang satu vena atau lebih, vena di daerah betis adalah vena-vena yang paling sering terserang. Trombosis pada vena poplitea, femoralis superfisialis dan segmen-segmen vena iliofemoralis juga sering terjadi.Trombosis vena dalam (DVT) secara khas merupakan masalah yang tidak terlihat karena biasanya tidak bergejala, terjadinya emboli paru dapat menjadi petunjuk klinis pertama dari trombosis. Pembentukan trombus pada sistem vena dalam dapat tidak terlihat secara klinis karena kapasitas system vena yang besar dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengitari obstruksi. Diagnosisnya sulit karena tanda dan gejala klinis DVT tidak spesifik dan beratnya keadaan tidak ber hubungan langsung dengan luasnya penyakit. Gejala-gejala dari trombosis vena dalam berhubungan dengan rintangan dari darah yang kembali ke jantung dan aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejala-gejala termasuk nyeri, bengkak, hangat dan kemerahan. Tanda yang paling dapat dipercaya adalah bengkak atau edema dari ekstremitas yang bersangkutan. Pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume intravaskuler akibat bendungan darah vena, edema menunjukkan adanya perembesan darah disepanjang membrane kapiler memasuki jaringan interstisial yang terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik. Vena permukaan dapat pula berdilatasi karena obstruksi aliran ke sistem dalam atau sebaliknya aliran darah dari sistem dalam ke permukaan. Meski biasanya hanya unilateral, tetapi obstruksi pada iliofemoral dapat mengakibatkan pembengkakan bilateral.Nyeri merupakan gejala yang paling umum, biasanya dikeluhkan sebagai rasa sakit atau berdenyut dan bisa terasa berat. Ketika berjalan bisa menimbulkan rasa nyeri yang bertambah. Nyeri tekan pada ekstremitas yang terserang bisa dijumpai saat pemeriksaan fisik. Ada dua teknik untuk menimbulkan nyeri tekan yakni dengan mendorsofleksikan kaki dan dengan mengembungkan manset udara di sekitar ekstremitas yang dimaksud. Tanda lain adalah adanya peningkatan turgor jaringan dengan pembengkakan, kenaikan suhu kulit dengan dilatasi vena superficial, bintik-bintik dan sianosis karena stagnasi aliran, peningkatan ekstraksi oksigen dan penurunan hemoglobin. Gangguan sekunder pada arteri dapat terjadi pada trombosis vena luas akibat kompresi atau spasme vaskuler, denyut arteri menghilang dan timbul warna pucat.

6. DIAGNOSISUntuk mendiagnosa penderita DVT dengan benar diperlukan pemeriksaan dan evaluasi pada penderita secara hati-hati dan seksama, meliputi keluhan dan gejala klinis serta adanya faktor resiko terjadinya trombosis vena yang didapat pada penderita sebagaimana dijelaskan pada gambaran klinis di depan. Namun karena keluhan dan gejala klinis penyakit vena tidak spesifik dan sensitif untuk menegakkan diagnosa sebagai DVT maka perlu ditambah dengan metode-metode evaluasi noninvasif maupun invasif. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk mendeteksi dan mengevaluasi obstruksi atau refluks vena melalui katup-katup yang tidak berfungsi baik.Scarvelis dan Wells tahun 2006 mengemukakan nilai probabilitas untuk penderita DVT yang dikenal dengan Wells score, guna menunjang arah diagnosa. Adapun skor yang dimaksud adalah sebagai berikut:

NOJENIS KRITERIANILAI

1.Menderita kanker aktif mendapat terapi 6 bulan terakhir atau perawatan paliatif1

2.Edema tungkai bawah > 3cm (diukur 10 cm bawah tuberositas tibial, bandingkan dengan sisi yang sehat)1

3.Didapatkan kolateral vena permukaan (non varises)1

4.Pitting edema1

5.Bengkak seluruh tungkai1

6.Nyeri disepanjang distribusi vena dalam1

7.Kelemahan, kelumpuhan atau penggunaan casting pada tungkai bawah1

8.Bedridden > 3 hari atau 4 minggu pasca operasi besar dengan anastesi regional1

9.Penegakan diagnosa alternatif -2

Interpretasi skor dari Wells adalah jika didapat minimal 2 point maka mengarah DVT dan disarankan dengan pemeriksaan penunjang radiologis. Apabila skornya kurang dari 2 belum tentu DVT, dipertimbangkan dengan pemer iksaan D-dimer untuk meniadakan diagnosa DVT. Diagnosa trombosis vena dalam antara lain:1. Tes dari Homan (Homans test) yakni dengan melakukan dorsofleksi pada kaki maka akan didapatkan peningkatan rasa nyeri pada betis belakang. Nilai diagnostic pemeriksaan ini rendah dan harus hati- hati karena bisa menjadi pemicu terlepasnya trombus.2. Tanda dari Pratt (Pratts sign) dilakukan squeezing pada otot betis maka akan timbul peningkatan rasa nyeri.Setelah penderita dilakukan anamnesa dan pemeriksaan klinis yang mengarah terjadinya DVT selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya:1. Pemeriksaan D-Dimermerupakan tes darah yang digunakan sebagai tes penyaringan (screening) untuk menentukan apakah ada bekuan darah. D-dimer adalah kimia yang dihasilkan ketika bekuan darah dalam tubuh secara berangsur-angsur larut atau terurai. Tes digunakan sebagai indikator positif atau negatif. Jika hasilnya negatif, maka tidak ada bekuan darah. Jika tes D-dimer positif, bukan berarti bahwa terjadi trombosis vena dalam, karena banyak kasus-kasus lain mempunyai hasil positif (kehamilan, infeksi, malignansi). Oleh sebab itu, pengujian D-dimer harus digunakan sebagai sarana skrening.2. Doppler ultrasoundTeknik Doppler dipakai untuk menentukan kecepatan aliran darah dan pola aliran dalam sistem vena dalam dan permukaan. Pola aliran vena normal ditandai dengan peningkatan alir an ekstremitas bawah selama ekspirasi dan menurun selama inspirasi. Pada obstruksi vena variasi pernafasan fasik tersebut tidak tampak. Terdapat sejumlah manuver yang dapat dipakai untuk membangkitkan pola aliran abnormal seperti manuver valsava dan kompresi vena. Bila didapat katup vena yang fungsinya tidak baik, saat dilakukan kompresi dengan manset pada tungkai akan meningkatkan tekanan di distal yang berakibat timbulnya refluks. Pemakaian Doppler memungkinkan penilaian kualitatif katup pada vena dalam, vena permukaan dan vena penghubung, juga mendeteksi adanya obstruksi pada vena dalam maupun vena permukaan. Pemer iksaan ini seder hana, tidak invasif tetapi memerlukan teknik dan pengalaman yang baik untuk menjamin akurasinya.3. Duplex ultrasonic scanningPemakaian alat ini untuk mendapatkan gambaran vena dengan teknik penggabungan informasi aliran darah Doppler intravaskuler dengan gambaran ultrasonic morfologi vena. Dengan teknik ini obstruksi vena dan refluks katup dapat dideteksi dan dilokalisasi.4. Pletismografi venaTeknik ini mendeteksi perubahan dalam volume darah vena di tungkai. Teknik pletismograf yang umum mencakup:1. Impedance plethysmography yakni arus listrik lemah ditransmisikan melalui ekstremitas dan tahanan atau resistensi dari arus diukur. Karena darah adalah penghantar listrik yang baik tahanan akan turun bila volume darah di ekstremitas meningkat sewaktu pengisian vena. Tahanan atau impedansi diukur melalui elektroda-elektroda pada suatu sabuk yang dipasang keliling pada anggota tubuh.2. Strain gauge plethysmography (SGP) yakni mendeteksi perubahan dalam ketegangan mekanik pada elektroda yang menunjukkan adanya perubahan volume darah.3. Air plethysmography adalah dengan mendeteksi perubahan volume melalui perubahan tekanan di dalam suatu manset berisi udara yang melingkari anggota gerak, saat volume vena bertambah maka tekanan di dalam manset akan bertambah pula.4. Photoplethysmography (PPG) adalah teknik baru yang bergantung pada deteksi pantulan cahaya dari sinar infra mer ah yang ditransmisikan ke sepanjang ekstremitas. Proporsi cahaya yang akan terpantulkembali ke transduser tergantung pada volume darah vena dalam jaringan pembuluh darah kulit.5. Venografi merupakan teknik yang dianggap paling dipercaya untuk evaluasi dan perluasan penyakit vena. Tetapi ada kelemahan mengingat sebagai tes invasif dibanding noninvasif yakni lebih mahal, tidak nyaman bagi pender ita, resiko lebih besar.

7. PENATALAKSANAANSecara umum penatalaksanaan penderita trombosis vena dalam meliputi upaya pencegahan, pengobatan non invasif dan tindakan pembedahan atau invasif.

1. PencegahanPencegahan adalah upaya terapi terbaik pada kasus trombosis vena dalam, terutama pada penderita yang memiliki resiko tinggi. Peranan ahli rehabilitasi medik sangat dibutuhkan pada upaya ini agar mereka yang berpotensi mengalami trombosis vena tidak sampai mengalami DVT. Ada beberapa program rehabilitasi medik yang berfungsi untuk mencegah timbulnya trombosis vena pada populasi resiko tinggi. Program-program tersebut adalah:1. Mobilisasi diniProgram ini diberikan pada penderita beresiko timbul DVT oleh karena keadaan yang mengakibatkan imobilisasi lama akibat kelumpuhan seperti penderita stroke, cedera spinal cord, cedera otak, peradangan otak. Dengan melakukan latihan pada tungkai secara aktif maupun pasif sedini mungkin aliran balik vena ke jantung bisa membaik.2. ElevasiMeninggikan bagian ekstremitas bawah di tempat tidur sehingga lebih tinggi dari jantung berguna untuk mengurangi tekanan hidrostatik vena dan juga memudahkan pengosongan vena karena pengaruh gravitasi.

Gambar 2 : Elevasi Tungkai3. KompresiPemberian tekanan dari luar seperti pemakaian stocking, pembalut elastik ataupun kompresi pneumatik eksternal dapat mengurangi stasis vena. Tetapi pemakaian stocking dan pembalut elastik harus dikerjakan dengan hati-hati guna menghindari efek torniket oleh karena pemakaian yang ceroboh.4. LatihanProgram latihan yang melibatkan otot-otot ekstremitas bawah akan sangat membantu perbaikan arus balik pada sistem vena sehingga mengurangi tekanan vena dengan demikian dapat memperbaiki sirkulasi vena yang bermasalah dan beresiko timbulnya DVT. Berikut beberapa contoh sederhana latihan yang bisa diberikan pada kelompok resiko tinggi trombosis vena:1. Latihan dalam posisi berbaring: a. Posisi berbaring miring dengan posisi tungkai satu di atas dengan yang lain selanjutnya tungkai yang berada di atas diangkat hingga 45 r dipertahankan sesaat kemudian kembali keposisi awal, latihan dilakukan bergantian antara kanan dan kiri tungkai masing-masing 6 kali. b. Posisi terlentang kedua tungkai bawah lurus selanjutnya salah satu tungkai ditekuk dan ditarik kearah dada perlahan, di dipertahankan 15 detik sebelum kembali ke posisi awal. Latihan bergantian kanan dan kiri masing-masing 6 kali. c. Posisi terlentang dengan pergelangan kaki netral selanjutnya kaki diekstensikan atau plantar fleksi dengan ujung jari ditekankan ke bawah, pertahankan beberapa detik. Gerakan tersebut diulangi 6 kali per latihan.2. Latihan dalam posisi duduk: a. Lutut dipertahankan pada posisi fleksi selanjutnya diangkat keatas kearah dada dan kembali diturunkan, demikian gerakan dilakukan berulang secara bergantian antara sisi kiri dan kanan.b. Posisi sambil duduk kemudian lutut diekstensikan dan kembali keposisi semula, dilakukan bergantian sisi kanan dan kiri.c. Posisi duduk dengan lengan di samping, selanjutnya tungkai bawah diangkat lurus ke atas, pertahankan beberapa detik kemudian diturunkan. Gerakan diulang secara bergantian masing-masing 6 kali.d. Tumit diangkat keduanya selanjutnya dilakukan gerakan melingkar atau rotasi pada kedua kaki dengan arah putaran ber lawanan antara kiri dan kanan, gerakan dilakukan selama 15 detik dilanjutkan dengan arah putaran sebaliknya.e. Melakukan gerakan pumping pada kedua kaki dengan menekan lantai pada ujung jati kaki sementara tumit diangkat, dipertahankan 3 detik dan dilanjutkan dengan tumit menekan lantai sementara ujung jari terangkat juga dipertahankan selama 3 detik, demikian dilakukan berulang.

2. Pengobatan MedikamentosaPada kasus DVT pemberian terapi medikamentosa sangat bermanfaat untuk mencegah timbulnya komplikasi dan progresifitas penyakit. Terapi yang diberikan meliputi pemberian antikoagulan, trombolitik ataupun fibrinolitik dan anti agregasi trombosit. Antikoagulan diberikan sebagai terapi utama memiliki dua sasaran, pertama bertujuan mencegah terjadinya emboli paru, kedua berguna untuk membatasi area kerusakan dari venanya. Antikoagulan dalam jangka pendek sebaiknya diberikan pada semua penderita dengan trombosis vena dalam di tungkai. Pemakaian antikoagulan seperti heparin dalam jangka pendek yang efektif dan aman harus dipantau dengan pemeriksaan waktu pembekuan dan pemeriksaan waktu protrombin, pemeriksaan ini dilakukan tiap hari. Komplikasi perdar ahan biasanya tidak akan terjadi bila efektif antikoagulan cepat tercapai dan dosis dapat segera ditentukan dengan cepat pula.Terapi trombolitik adalah pemberian secara intravena suatu bahan fibrinolitik dengan tujuan agar terjadi lisis pada trombus vena. Pemberian kinase akan menyebabkan plasminogen berubah menjadi suatu enzim proteolitik aktif yaitu plasmin yang dapat menghancurkan fibrin menjadi polipeptida yang dapat larut. Berbagai obat yang tersedia saat ini seperti Streptokinase, Reteplase, Tenecteplase, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pilihan terapi ini harus hati-hati terhadap komplikasi perdarahn otak atau gastrointestinal terutama pada usia lanjut. Anti agregasi trombosit merupakan salah satu pilihan terapi yang memiliki hasil terapi efektif dan aman. Karena adesi dan agregasi trombosit adalah dasar dari pembentukan trombus hemostatik primer dalam skema koagulasi, maka obat-obatan antitrombosit seperti aspirin dipakai oleh beberapa ahli untuk menahan perkembangan trombosis.

3. Tindakan Pembedahan Tindakan bedah dilakukan apabila pada upaya preventif dan pengobatan medikamentosa tidak berhasil serta adanya bahaya komplikasi. Ada beberapa pilihan tindakan bedah yang bisa dipertimbangkan antara lain:1. Ligasi vena, dilakukan untuk mencegah emboli paru. Vena Femoralis dapat diikat tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun, tetapi tidak meniadakan kemungkinan emboli paru. Ligasi Vena Cava Inferior secara efektif dapat mencegah terjadinya emboli paru, tapi gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih besar dibanding dengan pemberian antikoagulan dan trombolitik.2. Trombektomi dapat memberikan hasil yang baik jika dilakukan segera sebelum lewat 3 hari. Tujuan tindakan ini adalah mengurangi gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi katup dan mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis dan emboli paru.3. Femorofemoral grafts disebut juga cross-over-method dari Palma, tindakan ini dipilih untuk bypass vena iliaka serta cabangnya yang mengalami trombosis. Tekniknya vena safena diletakkan subkutan suprapubik kemudian disambungkan end-to-side dengan vena femoralis kontralateral.4. Saphenopopliteal by pass dilakukan bila rekanalisasi pada trombosis vena femoralis tidak ter jadi. Metoda ini dengan menyambungkan vena safena secara end-to-side dengan vena poplitea.

DAFTAR PUSTAKA

1. Andrews KL, Gamble GL, et al. Vascular Diseases. In: Delisa JA, editor. Physical Medicine & Rehabilitation Pr inciples and Practice, 4th Edition. Phyladelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. p. 787-806.2. Kesteven P. Epidemiology of Venous Tr ombosis. In: Labropoulos N, Stansby G, editors. Venous and Lymphatic Diseases. New York, NY 1001: Taylor & Francis Group; 2006. p. 143-51.3. Bhatti A, Labropoulos N. The Pathophysiology of Deep Venous Trombosis. In: Labr opoulos N, Stansby G, editors. Venous and lymphatic diseases. New York, NY 10016: Taylor & Francis Group; 2006. p. 131-6.4. Denekamp LJ, Folcarelli PH. Penyakit Pembuluh Dar ah. In: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Pr oses-proses Penyakit. 6 ed. Jakar ta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2002. p. 656-83.5. Caggiati A. Venous and Lymphatic Anatomy. In: Labropoulos N, Stansby G, editor s. Venous and Lymphatic Diseases. New York, NY 10016: Taylor & Francis Group; 2006. p. 9-16.6. Smith PDC. Physiology of the Veins and Lymphatics. In: Labropoulos N, Stansby G, editors. Venous and Lymphatic Diseases. New York, NY 10016: Taylor & Francis Group; 2006. p. 23-9.7. Jusi D. Dasar -Dasar Bedah Vaskuler. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2004. p. 228-45.8. Malone PC, Agutter PS. The aetiology of deep venous trombosis. Q J Med. [Review article]. 2006;99:58193.9. Rani AA, Soegondo, et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam I ndonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen I lmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas I ndonesia; 2006.10. Leon L, Labropoulos N. Diagnosis of Deep Vein Trombosis. In: Labropoulos N, Stansby G, editors. Venous and lymphatic diseases. New York, NY 10016: Taylor & Francis Group; 2006. p. 113-6.11. Scarvelis D, Wells PS. Diagnosis and treatment of deep-vein trombosis. Canadian Medical Association Journal [Review article]. 2006 October 24, 2006:1087-92.12. Palareti G, Cosmi B, et al. d-Dimer Testing to Determine the Duration of Anticoagulation Therapy. The new england journal o f medicine. [original article]. Oct 2006:1780-90.13. Anonym. Simple Movements, Awareness and Safety. In: DVT TCtP, editor. www.preventdvt.org2006.