Post on 06-Feb-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup,
produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-
anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat
langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu masalah gizi yang paling utama pada saat ini
di Indonesia adalah kurang kalori, protein hal ini banyak ditemukan bayi dan anak yang
masih kecil dan sudah mendapat adik lagi yang sering disebut “kesundulan” artinya terdorong
lagi oleh kepala adiknya yang telah muncul dilahirkan. Keadaan ini karena anak dan bayi
merupakan golongan rentan.
Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurang
juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu botol dengan cara dan jumlah
yang tidak memenuhi kebutuhan. Hal ini pertanda adanya perubahan sosial dan budaya yang
negatif dipandang dari segi gizi
Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI
yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut.
ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar
empat bulan. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral
utama untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras.
Diperkirakan 80% dari jumlah ibu yang melahirkan ternyata mampu menghasilkan air
susu dalam jumlah yang cukup untuk keperluan bayinya secara penuh tanpa makanan
tambahan. Selama enam bulan pertama. Bahkan ibu yang gizinya kurang baikpun sering
dapat menghasilkan ASI cukup tanpa makanan tambahan selama tiga bulan pertama.
ASI sebagai makanan yang terbaik bagi bayi tidak perlu diragukan lagi, namun akhir-
akhir ini sangat disayangkan banyak diantara ibu-ibu meyusui melupakan keuntungan
menyusui. Selama ini dengan membiarkan bayi terbiasa menyusu dari alat pengganti, padahal
hanya sedikit bayi yang sebenarnya menggunakan susu botol atau susu formula. Kalau hal
yang demikian terus berlangsung, tentunya hal ini merupakan ancaman yang serius terhadap
upaya pelestarian dari peningkatan penggunaan ASI.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
ASI adalah air susu yang keluar dari seorang ibu pasca melahirkan bukan sekedar
sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup seperti
sel darah putih, antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim, serta zat yang dapat
membunuh bakteri dan virus. ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan
dan minuman lain, baik berupa susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, maupun makanan
padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli, 2005).
Air Susu Ibu merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama pada bulan-bulan
pertama, karena mengandung zat gizi yang diperlukan bayi untuk membangun dan
menyediakan energi (Pudjiadi, 2000).
ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling
sempurna bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang
dibutuhkan bayi. Selain itu, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ
pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Sistem pencernaan bayi usia dini
belum diberikan pada bayi ASI saja hingga usia 6 bulan, tanpa tambahan minuman atau
makanan apapun (Arief, 2009).
Pada tahun 2001 World Health Organization / Organisasi Kesehatan Dunia
menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang
terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya (bahwa ASI eksklusif itu cukup empat
bulan) sudah tidak berlaku lagi.
B. KOMPOSISI
Berdasarkan stadium laktasi komposisi ASI dibagi menjadi 3 bagian yaitu kolostrum,
ASI transisi/ peralihan, dan ASI matur.
Kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan
berprotein tinggi yaitu 10-17 kali lebih dibanding ASI matur, serta kadar karbohidrat dan
lemak yang rendah, volume tersebut mendekati kapasitas lambung bayi yang baru berusia 1-2
hari dan kolostrum harus diberikan pada bayi (Roesli, 2000).
ASI transisi atau peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sebelum
menjadi ASI matang, kadar protein semakin rendah sedangkan karbohidrat dan lemak
semakin tinggi dan volume makin meningkat.
ASI matur merupakan ASI yang keluar sekitar hari ke-14 sampai seterusnya, dengan
komposisi yang relatif konstan. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI yang cukup, ASI
merupakan satu-satunya makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai 6 bulan
(Roesli, 2000).
Berdasarkan sumber dari food and Nutrition Boart, National research Council
Washington tahun 1990 diperoleh perkiraan komposisi Kolostrum ASI dan susu sapi untuk
setiap 100 ml seperti tertera pada tabel berikut:
Tabel 1. Komposisi Kolostrum, ASI dan susu sapi untuk setiap 100 ml
Zat-zat Gizi Kolostrum ASISusu
Sapi
Energi (K Cal)
Protein (g)
- Kasein/whey
- Kasein (mg)
- Laktamil bumil (mg)
- Laktoferin (mg)
- Ig A (mg)
Laktosa (g)
Lemak (g)
Vitamin
- Vit A (mg)
- Vit B1 (mg)
- Vit B2 (mg)
- Asam Nikotinmik (mg)
- Vit B6 (mg)
- Asam pantotenik
- Biotin
58
2,3
140
218
330
364
5,3
2,9
151
1,9
30
75
-
183
0,06
70
0,9
1 : 1,5
187
161
167
142
7,3
4,2
75
14
40
160
12-15
246
0,6
65
3,4
1 : 1,2
-
-
-
-
4,8
3,9
41
43
145
82
64
340
2,8
- Asam folat
- Vit B12
- Vit C
- Vit D (mg)
- Vit Z
- Vit K (mg)
Mineral
- Kalsium (mg)
- Klorin (mg)
- Tembaga (mg)
- Zat besi (ferrum) (mg)
- Magnesium (mg)
- Fosfor (mg)
- Potassium (mg)
- Sodium (mg)
- Sulfur (mg)
0,05
0,05
5,9
-
1,5
-
39
85
40
70
4
14
74
48
22
0,1
0,1
5
0,04
0,25
1,5
35
40
40
100
4
15
57
15
14
,13
0,6
1,1
0,02
0,07
6
130
108
14
70
12
120
145
58
30
Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI
Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi
sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan
pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada
retina mata.
Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak
jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel
otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin
pertumbuhan dan kecerdasan anak.
Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi
pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6
(asam linoleat).
C. VOLUME PRODUKSI ASI
Pada bulan terakhir kehamilan kelenjar-kelenjar pembuat air susu mulai menghasilkan
ASI. Dalam kondisi normal, pada hari pertama dan kedua sejak lahir, air susu yang dihasilkan
sekitar 50-100 ml sehari. Jumlahnyapun meningkat hingga 500 ml pada minggu kedua. Dan
produksi ASI semakin efektif dan terus menerus meningkat pada hari 10 – 14 hari setelah
melahirkan. Bayi yang sehat mengkonsumsi 700 -800 ml ASI setiap hari. Setelah memasuki
masa 6 bulan volume pengeluaran ASI mulai menurun (Prasetyono, 2009).
D. STRUKTUR PAYUDARA
Payudara wanita dirancang untuk memproduksi ASI. Pada setiap payudara terdapat
20 lobus dan setiap lobus memiliki sistem saluran (duct sistem). Saluran utama bercabang
menjadi saluran-saluran kecil yang berakhir pada sekelompok sel-sel yang memproduksi
susu, yang dinamakan alveoli. Saluran melebar menjadi tempat penyimpanan susu, yang
bermuara pada puting payudara. Adapun sel-sel otot mengelilingi alveoli (Prasetyono, 2009).
E. PRODUKSI ASI
Setelah melahirkan, laktasi dikontrol oleh dua macam reflek. Pertama, reflek produksi
air susu (milk production refleks). Bila bayi menghisap puting payudara, maka akan
diproduksi suatu hormon yang disebut prolaktin (prolactin), yang mengatur sel-sel dalam
alveoli agar memproduksi air susu. Air susu tersebut dikumpulkan dalam saluran-saluran air
susu. Kedua, refleks mengeluarkan (let down reflex). Isapan bayi juga merangsang produksi
hormon lain yang dinamakan oksitosin (oxytocin), yang membuat sel-sel otot di sekitar
alveoli berkontraksi, sehingga air susu didorong menuju puting payudara. Jadi, semakin bayi
menghisap semakin banyak air susu yang dihasilkan (Prasetyono, 2009).
Reflex let down adalah rangsangan dari isapan bayi dilanjutkan ke neurohipofise
(hipofisis posterior) yang mengeluarkan oksitosin. Hormon oksitosin diangkut ke uterus
melalui aliran darah yang menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari
organ tersebut. Oksitosin sampai ke alveoli mempengaruhi sel miopitelium. Kontraksi dari
sel akan memeras susu keluar dari alveoli masuk ke ductus yang akan mengalir melalui
ductus lactiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang meningkatkan reflex let down
adalah melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium dan memikirkan bayi, sedangkan
yang menghambat adalah keadaan bingung atau pikiran kacau, takut, merasa sakit, atau malu
ketika menyusui dan cemas (Kristiyanasari, 2009).
Bayi mempunyai suatu refleks pengisapan (suckling reflex). Dengan adanya refleks
ini, air susu akan diperas dari ampula menuju mulut bayi. Pengisapan puting menunjukan
gerakan yang berbeda, jika dibandingkan dengan pengisapan dot (Prasetyono, 2009).
F. MANFAAT ASI
Besarnya manfaat ASI telah dikampanyekan oleh UNICEF (United Nations
Children’s Fund) melalui pekan menyusui sedunia atau World 9 BreastfeedingWeek yang
diselenggarakan setiap tanggal 17 Agustus. Kampanye itu antara lain mengajak masyarakat
diseluruh dunia, terutama kaum ibu untuk memberikan manfaat ASI kepada bayi serta
mengenal manfaat pemberian ASI bagi dirinya sendiri (Novianti, 2009).
Manfaat ASI untuk ibu yang menyusui adalah sebagai berikut :
Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan meningkatkan kontraksi
rahim, yang berarti mengurangi resiko perdarahan.
Memberikan ASI juga membantu memperkecil ukuran rahim ke ukuran
sebelum hamil.
Menyusui (ASI) membakar kalori sehingga mempercepat penurunan berat
badan.
Menyusui mengurangi resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara.
ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan keluar rumah tanpa harus
membawa perlengkapan seperti botol, kaleng susu formula dan air panas.
ASI tidak basi karena selalu diproduksi oleh payudara.
Manfaat ASI untuk bayi adalah sebagai berikut :
ASI adalah makanan alamiah yang disediakan untuk bayi dengan komposisi
nutrisi yang sesuai untuk perkembangan bayi.
ASI mudah dicerna oleh bayi.
ASI kaya akan antibodi yang membantu melawan infeksi dan penyakit
lainnya.
ASI menurunkan resiko diare, infeksi saluran kemih dan menurunkan resiko
kematian bayi mendadak.
Manfaat ASI untuk keluarga adalah sebagai berikut :
Menghemat pengeluaran karena tidak harus membeli susu formula
Bayi sehat, sehingga keluarga bisa berhemat untuk biaya perawatan kesehatan.
Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi alamiah dari menyusui.
(Novianti, 2009).
G. LANGKAH- LANGKAH MENYUSUI YANG BENAR
Langkah-langkah menyusui yang benar adalah : (a) Sebelum menyusui, ASI
dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini
mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu. (b) Bayi
diletakkan menghadap perut ibu atau payudara. (c) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas
dan jari yang lain menopang di bawah. Jangan menekan puting susu saja atau areolanya saja.
(d) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara menyentuh pipi dengan puting
susu atau menyentuh sisi mulut bayi. (e) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala
bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi. (f)
Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu
berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI ke luar dari tempat
penampungan ASI yang terletak di bawah areola. (g) Setelah bayi mulai menghisap, payudara
tidak perlu disanggah lagi (Perinasia, 2003).
H. FAKTOR PENYEBAB BERKURANGNYA ASI
a. Faktor Menyusui
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah tidak melakukan inisiasi,
menjadwal pemberian ASI, bayi diberi minum dari botol atau dot sebelum ASI keluar,
kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui.
b. Faktor Psikologi Ibu
Setelah proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi
yang baru lahir, dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan
positif bagi ibu.
Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu
nifas menjadi sangat sensitif, sehingga diperlukan pengertian dari keluarga terdekat. Peran
perawat sangat penting dalam hal memberi pegarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta
pendekatan psikologis yang dilakukan perawat pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan
psikologis yang patologis (Bobak, 2004).
Persiapan psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui. Ibu yang tidak
mempunyai keyakinan mampu memproduksi ASI umumnya produksi ASI akan berkurang.
Stress, khawatir, ketidakbahagiaan ibu pada periode menyusui sangat berperan dalam
mensukseskan pemberian ASI. Peran keluarga dalam meningkatkan percaya diri ibu sangat
besar (IDAI, 2008).
Berdasarkan Konsep teori Mercer Perkembangan identitas peran ibu sangat
terpengaruh oleh kondisi psikologis dan perilaku ibu dan bayi. Pada bayi respon
perkembangan yang berpengaruh terhadap interaksi dengan perkembagan identitas peran ibu
antara lain adanya kontak mata sebagai isyarat komunikasi, refleks menggenggam, refleks
tersenyum dan tingkah laku yang tenang sebagai respon terhadap perawatan ibu, konsistensi
tingkah laku interaksi dengan ibu serta respon ibu terhadap bayinya dapat meningkatkan
pergerakan bayi (Bobak, 2004).
Mercer menjelaskan bahwa untuk mencapai peran menjadi seorang ibu (Maternal
Role Attainment) merupakan sekumpulan siklus dari mikrosistem, mesosistem dan
makrosistem. (Tomey, Aligood 2006).
Mikrosistem adalah lingkungan segera dimana peran pencapaian ibu terjadi. Komponen
dari mikrosistem ini antara lain fungsi keluarga, hubungan ibu, ayah, dukungan sosial,
status ekonomi, kepercayaan keluarga dan stresor bayi baru lahir yang dipandang sebagai
individu yang melekat dalam sistem keluarga.
Mesosistem meliputi, mempengaruhi dan berinteraksi dengan individu di mikrosistem.
Mesosistem mencakup perawatan sehari-hari, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah dan
lingkungan yang umum berada dalam masyarakat.
Makrosistem adalah budaya pada lingkungan individu. Makrosistem terdiri atas sosial,
politik. Lingkungan pelayanan kesehatan dan kebijakan sistem kesehatan yang
berdampak pada pencapaian peran ibu.
Menurut Reva Rubin, dalam menjalani adaptasi pasca melahirkan, ibu akan
mengalami fase-fase sebagai berikut, (Bobak, 2004) :
1. Fase Taking In
Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai
hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu terutama pada dirinya
sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahannya
membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah
tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh
karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini,
perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya, disamping nafsu
makan ibu yang memang sedang meningkat.
2. Fase Taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu
merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.
Selain itu perasaan yang sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya
kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan
bayinya, sehingga tumbuh rasa percaya diri, termasuk penyuluhan tentang proses laktasi.
3. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
c. Faktor Bayi
Ada beberapa faktor kendala yang bersumber pada bayi misalnya bayi sakit,
prematur, dan bayi dengan kelainan bawaan sehingga ibu tidak memberikan ASI-nya
menyebabkan produksi ASI akan berkurang.
d. Faktor Fisik Ibu
Ibu sakit, lelah, menggunakan pil kontrasepsi atau alat kontrasepsi lain yang
mengandung hormon, ibu menyusui yang hamil lagi, peminum alkohol, perokok atau ibu
dengan kelainan anatomis payudara dapat mengurangi produksi ASI .
I. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN ASI
Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI dapat disebabkan oleh bermacam-macam
faktor, antara lain umur ibu saat melahirkan, pendidikan Faktor yang mempengaruhi
pemberian ASI dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor, antara lain umur ibu saat
melahirkan, pendidikan yang rendah, pengetahuan ibu tentang ASI dan macam persalinan.
Beberapa kondisi yang membuat ibu sulit menyusui antara lain : puting susu rata atau masuk
ke dalam, bedah payudara, ibu terserang penyakit, menyusui sambil minum obat, bayi
kembar, gangguan epidural dan tulang belakang serta bedah caesar (Prasetyono, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Fitriani di Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan tahun 2011
didapatkan bahwa ternyata masih terdapat ibu pasca Sectio Caesaria dengan bius regional
tidak dapat memberikan ASI segera setelah operasi. Hasil penelitian diperoleh data mayoritas
responden memberikan ASI pada hari pertama (3 jam pasca Sectio Caesaria) sebanyak 37,5
% dan minoritas responden memberikan ASI pada hari ke empat pasca Sectio Caesaria 12,5
%), kemudian 18,8 % menyusui pada hari ketiga pasca Sectio Caesaria dan 31,3 % menyusui
pada hari kedua pasca Sectio Caesaria.
Penelitian Kristina (2003) dengan desain penelitian cross sectional, memberikan hasil
tidak ada pengaruh antara usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-4 bulan (p >
0,05). Begitu pula penelitian yang dilakukan Madjid (2003) tidak ada hubungan antara umur
ibu melahirkan dengan praktik pemberian ASI selama tiga hari setelah kelahiran.
Pendidikan akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk membuka jalan pikiran
dalam menemui ide-ide atau nilai-nilai baru. Tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh
dalam pemberian kolostrum. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu makin rendah prevalensi
menyusui segera setelah lahir. Namun tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan
tinggi dengan praktik pemberian ASI dalam tiga hari setelah kelahiran (Madjid, 2003).
Paritas adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran bayi dalam keadaan
hidup dengan usia kehamilan yang lebih dari 28 minggu. Penelitian Madjid (2003)
menyimpulkan bahwa ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai anak (primipara) memiliki
masalah-masalah menyusui. Berbeda dengan ibu-ibu yang sudah menyusui sebelumnya lebih
baik daripada yang pertama.
Kurangnya pengetahuan tentang menyusui dari satu generasi bahkan lebih akan
menyebabkan banyak ibu masa kini mendapati bahwa ibu dan nenek mereka rendah
pengetahuan tentang menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan terhadap
pemberian ASI sehingga pemberian ASI tidak dapat diberikan (Welford, 2008).
1. Umur Ibu
Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun belum siap secara fisik dan mental dalam
menghadapi kehamilan dan persalinan. Dari segi fisik rahim dan panggul ibu belum tumbuh
mencapai ukuran dewasa, sehingga kemungkinan akan mendapatkan kesulitan dalam
persalinan. Dari segi mental ibu belum siap untuk menerima tugas dan tanggung jawab
sebagai orang tua sehingga diragukan ketrampilan perawatan diri dan bayinya
(Rochiyati,2003).
Berdasarkan hasil penelitian Kusmayanti (2005) bahwa semakin meningkat umur
maka presentase berpengetahuan semakin baik karena disebabkan oleh akses informasi,
wawasan dan mobilitas yang meningkat dan menurut pendapat Hurlock (2002), bahwa
semakin meningkatnya umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam berfikir dan
bekerja semakin matang.
Penelitian Kristina (2003) dengan desain penelitian cross sectional, memberikan hasil
tidak ada pengaruh antara usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-4 bulan ( p >
0.05). Begitu pula penelitian yang dilakukan Madjid (2003) tidak ada hubungan antara umur
ibu melahirkan dengan praktik pemberian ASI selama tiga hari setelah kelahiran
(Rinaningsih, 2007).
2. Pendidikan
Pendidikan adalah aktivitas proses belajar mengajar yang memberikan tambahan
pengetahuan, ketrampilan serta dapat mempengaruhi proses berfikir secara sistematis.
Tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh dalam pemberian kolostrum. Makin tinggi
tingkat pendidikan ibu makin rendah prevalensi menyusui segera setelah lahir. Penelitian
Darti (2005) dalam studi etnografi tentang pemberian ASI kolostrum menyatakan bahwa
penyebab lain yang menimbulkan pemahaman terhadap ASI kolostrum rendah adalah rata-
rata pendidikan informal adalah SD. Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan
seseorang dalam memaknai pesan dan memahami sesuatu (Sobur, 2000).
Hasil penelitian Deswani (2007) dari penelitian 96 ibu dengan tingkat pendidikan tinggi
sebanyak 88 ibu ( 97,1%) memutuskan untuk menyusui bayinya secara dini, dan 56 ibu
dengan pendidikan rendah 46 orang (81,7%) ibu yang menyusui bayinya secara dini
(P=0,07). Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat Lueckenote (2000) bahwa
tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang kuat dengan faktor kesehatan terutama
perilaku hidup sehat. Hal ini mungkin disebabkan ibu dengan pendidikan tinggi lebih
memilih memberikan susu formula. Kondisi ini terjadi karena ibu terpengaruh iklan susu
formula, sehingga ibu tidak merasakan pentingnya pemberian ASI secara dini. Pendapat ini
didukung hasil penelitian Paiman (2000) bahwa ibu dengan tingkat pendidikan rendah
mempunyai kemungkinan menyusui secara eksklusif 6 kali lebih besar dibandingkan dengan
ibu yang berpendidikan tinggi.
3. Lingkungan
Menurut Perinasia (2003) lingkungan menjadi faktor penentu kesiapan ibu untuk
menyusui bayinya. Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh oleh kebiasaan di
lingkungannya serta mendapat pengaruh dari masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Pada kebanyakan wanita di perkotaan, sudah terbiasa menggunakan susu formula
dengan pertimbangan lebih modern dan praktis. Menurut penelitian Valdes dan Schooley
dalam Briawan (2004) wanita yang berada dalam lingkungan modern di perkotaan lebih
sering melihat ibu-ibu menggunakan susu formula sedangkan di pedesaan masih banyak
dijumpai ibu yang memberikan ASI tetapi cara pemberian tidak tepat. jadi pemberian ASI di
pengaruhi oleh lingkungan.
4. Pengalaman
Menurut hasil penelitian Diana (2007) pengalaman wanita semenjak kecil akan
mempengaruhi sikap dan penampilan wanita dalam kaitannya dengan menyusui dikemudian
hari. Seorang wanita yang dalam keluarga atau lingkungannya mempunyai kebiasaan atau
sering melihat wanita yang menyusui bayinya secara teratur maka akan mempunyai
pandangan yang positif tentang menyusui sesuai dengan pengalaman sehari-hari. Tidak
mengheran bila wanita dewasa dalam lingkungannya hanya sedikit bahkan sama sekali tidak
memiliki informasi, pengalaman cara menyusui, keyakinan akan mampu menyusui. Sehingga
pengalaman tersebut mendorong wanita tersebut untuk menyusui atau sebaliknya.
5. Dukungan Keluarga
Kelompok ibu-ibu yang sehat dan produksi ASI-nya bagus, sebetulnya yang paling
memungkinkan dapat memberikan ASI dengan baik. Tetapi tidak semua suami atau orangtua
akan mendukung pemberian ASI. Misalnya suami merasa tidak nyaman apabila istrinya
menyusui. Pada waktu ibu melahirkan, keluarga besarnya atau kerabatnya berdatangan untuk
membantu merawat ibu dan bayinya dan pada saat itulah keluarga memberikan makanan atau
minuman pada usia yang dini. Pandangan suami yang merasa tidak nyaman dan keluarga
yang tidak mendukung dengan kegiatan menyusui merupakan alasan yang utama para ibu
memilih memberikan susu formula (Briawan, 2004).
Menurut penelitian Diana (2007) ibu yang tinggal serumah dengan ibunya atau nenek
mempunyai peluang sangat besar untuk memberikan MP-ASI dini pada bayi, bahkan ada ibu
yang memberikan MP-ASI mulai bayi usia 11 hari atau setelah tali pusat lepas. Walaupun ibu
mengetahui bahwa pemberian MP-ASI terlalu dini dapat mengganggu kesehatan bayi namun
mereka beranggapan bahwa jika bayi tidak mengalami gangguan maka pemberian MP-ASI
dapat dilanjutkan. Selain itu kebiasaan pemberian MP-ASI dini telah dilakukan turun-
temurun dan tidak pernah menimbulkan masalah.
Menurut Roesli (2000) ayah merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan atau
kegagalan menyusui. Banyak ayah yang berpendapat salah. Mereka berpendapat bahwa
menyusui adalah urusan ibu dan bayinya, dan menganggap cukup menjadi pengamat yang
pasif saja. Sebenarnya ayah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan
menyusui karena ayah akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI yang
sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu.
6. Pandangan Ibu Terhadap payudaranya
Ukuran payudara yang kecil sering dicemaskan sebagai faktor penyebab kegagalan
pemberian ASI. Padahal besar kecilnya payudara tidak berkaitan dengan kemampuan
memberikan ASI. Payudara besar mengandung lebih banyak jaringan lemak sedangkan ASI
dibentuk oleh jaringan kelenjar alveoli atau pembentuk ASI jadi besar kecilnya payudara
tidak menjadi ukuran keberhasilan menyusui (Perinasia, 2003).
Menyinggung ukuran payudara, Arlina dalam Siswono (2001) mengatakan besar atau
kecilnya payudara, serta bentuk payudara tidak terkait langsung dengan produksi ASI. Tidak
ada jaminan kalau payudara besar akan menghasilkan lebih banyak ASI, sedang payudara
kecil menghasilkan lebih sedikit.
7. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup, bukan jumlah janin
yang dilahirkan. Janin yang lahir hidup atau mati setelah viabilitas dicapai, tidak
mempengaruhi paritas (Bobak, 2004) Beberapa istilah yang berkaitan dengan paritas yaitu (1)
nullipara merupakan seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi, (2) primipara
adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kali, (3) multipara
adalah wanita yang pernah melahirkan bayi beberapa kali (sampai 5 kali), dan (4)
grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau mati
(Bobak, 2004).
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika
menyusui yang sebenarnya karena tidak tahu cara yang sebenarnya dan apabila ibu
mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik dari orang lain memungkinkan ibu
untuk ragu dalam memberikan ASI kepada bayinya (PERINASIA,2004).
Penelitian Madjid (2003) menyimpulkan bahwa ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai
anak (primipara) memiliki masalah-masalah menyusui. Berbeda dengan ibu-ibu yang sudah
menyusui pernah menyusui sebelumnya, lebih baik dibandingkan yang baru pertama kali
menyusui.
8. Pengetahuan
Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kedasarannya sendiri (Bahtiar, 2004). Pengetahuan adalah sesuatu proses untuk mengetahui
dan menghasilkan sesuatu yang didorong rasa ingin tahu yang bersumber dari kehendak dan
kemauan manusia (Suhartono, 2005).Sedangkan menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan
adalah hasil tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Penginderaan ini melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba.
Pengetahuan melandasi seseorang untuk berperilaku sehat atau tidak seperti perilaku
pemberian kolostrum sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki. Kurangnya
pengetahuan tentang menyusui dari satu generasi bahkan lebih akan menyebabkan banyak
ibu masa kini mendapati bahwa ibu dan nenek mereka rendah pengetahuan tentang menyusui
dan tidak mampu memberikan banyak dukungan terhadap pemberian ASI sehingga
pemberian ASI tidak dapat diberikan (Welford, 2008).
Menurut Suhartono (2005) pengetahuan diperlukan manusia untuk memecahkan
setiap persoalan yang muncul sepanjang kehidupan manusia dalam pencapaian tujuan hidup
yaitu kebahagiaan. Keadaan makmur, tentram, damai dan sejahtera baik pada taraf individual
maupun taraf sosial. Pengetahuan juga dapat membuat manusia memiliki kemampuan untuk
mempertahankan dan mengembangkan hidup. Pengetahuan juga berguna supaya manusia
tidak melakukan penyelidikan dan pemikiran mengenai sesuatu hal yang pada akhirnya
menjadi sia-sia.
Pengetahuan dibentuk oleh beberapa sumber yang lebih kompleks yaitu kepercayaan,
kesaksian orang lain, pengalaman, akal pikiran dan intuisi. Sumber pertama yaitu
kepercayaan berdasarkan adat-istiadat, tradisi dan agama yang merupakan nilai-nilai warisan
nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk norma atau kaidah yang kebenarannya tidak
dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit untuk dikritik atau diperbaiki karena
sumber pengetahuan ini sudah ditanamkan sejak seseorang dilahirkan.
Sumber kedua adalah kesaksian orang lain. Kesaksian ini biasanya didapatkan dari
orang yang berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas sebelumnya seperti orang tua,
guru, ulama dan orang yang dituakan dan apapun yang dikatakan mereka baik atau buruk,
benar atau salah biasanya diikuti tanpa kritik.
Sumber ketiga adalah pengalaman individu. Pengalaman sering dijadikan sebagai alat
vital dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pengalaman yang dimaksud dalam hal ini adalah
pengalaman indrawi karena dengan indera manusia dapat menggambarkan sesuatu dengan
benar (Bahtiar, 2004).
Sumber keempat adalah akal pikiran. Akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang
metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan bersifat tetap. Akal pikiran
cenderung memberikan pengetahuan lebih umum, objektif dan pasti sehingga dapat diyakini
kebenarnannya (Bahtiar, 2004; Suhartono,2005).
Sumber kelima yaitu intuisi. Intuisi merupakan pemahaman yang tertinggi, juga
merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung artinya berbuat dengan alasan yang
jelas. Dengan demikian pengetahuan intuisi kebenarnnya tidak dapat diuji karena hanya
berlaku secara personal saja (Suhartono, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain adalah faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri manusia yang
mengandung kebenaran lebih objektif, pasti dan dapat dipercaya. Faktor internal meliputi
motivasi, pendidikan, pengalaman dan persepsi yang bersifat bawaan. Faktor eksternal yaitu
dorongan dari luar yang memerlukan pengetahuan khusus dan pasti dalam mengelola sumber
daya yang ada sehingga dapat bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti
ekonomi, lingkungan, informasi dan kebudayaan (Notoadmojo, 2002; Suhartono, 2005).
Sebagian besar pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non
formal. Sedangkan pendididkan sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, ekonomi, tersedianya
fasilitas dan lingkungan yang mendukung perkembangan pengetahuan individu. Sedangkan
pengalaman didukung oleh pengetahuan yang didapat dan diingat dari kejadian sebelumnya.
Jadi, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pengetahuannya (Sudarmita, 2002).
9. Mitos-Mitos Tentang Menyusui
Menurut Hatta (2007) mitos merupakan hambatan dalam pemberian ASI. Mitos-mitos
seputar ASI diantaranya adalah : (a).Kolostrum tidak baik bahkan bahaya untuk bayi.
(b).Bayi membutuhkan teh khusus atau cairan lain sebelum menyusui. (c).Bayi tidak
mendapat cukup makanan atau cairan kalau hanya diberi kolostrum atau ASI.
Menurut Danuatmaja (2003) mitos-mitos yang merupakan penghambat pemberian ASI
adalah : (a).Menyusui mengubah bentuk payudara. (b).Menyusui menyebabkan penyusutan
berat badan. (c). ASI belum keluar pada hari-hari pertama sehingga perlu ditambah susu
formula. (d).Payudara kecil tidak menghasilkan cukup ASI. (e). ASI ibu kurang gizi sehingga
kualitas ASI kurang baik. (f).ASI yang pertama kali keluar harus dibuang karena kotor. (g).
Bayi alergi terhadap ASI.
Menurut Diana (2003) beberapa ibu percaya bahwa apa yang dimakan ibu dapat
menyebabkan bayi sehat atau sebaliknya dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Semua ibu
percaya bahwa makan sambal atau es dapat menyebabkan bayi terserang diare dan penyakit l
jadi umumnya mereka menghindari atau mengkonsumsi tetapi sedikit.
10. Peran Petugas Kesehatan
Menurut WHO (1991), dalam Linkages (2009) ada beberapa kewajiban untuk
menolong ibu menyusui dengan baik seperti petugas kesehatan harus memiliki kewajiban
tertulis mengenai pemberian ASI yang secara rutin di sampaikan pada ibu menyusui,
memberitahukan pada ibu hamil tentang manfaat dan proses pemberian ASI, membantu ibu
mulai menyusui bayinya dalam waktu setengah jam setelah melahirkan, menunjukan pada ibu
cara menyusui bayi dan cara mempertahankan kelancaran produksi ASI bila ibu harus
terpisah dengan bayinya. Tidak memberikan makanan dan minuman lain selain ASI kepada
bayi baru lahir, kecuali terdapat indikasi medis seperti ibu mengalami kanker payudara,
menempatkan ibu dalam kamar sehingga selalu bersama-sama selama 24 jam sehari.
Wikojosastro (2002) menganjurkan pemberian ASI sesuai dengan permintaan bayi, tidak
memberikan dot kepada bayi dan menyusui, membina dibentuknya kelompok-kelompok
pendukung pemberi ASI dan menganjurkan ibu menghubungi petugas kesehatan setelah
mereka pulang dari rumah sakit atau klinik. Semua hal di atas adalah kebijakan yang dapat
disampaikan petugas kesehatan demi mendukung lancarnya pemberian ASI.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik bagi bayi yang harus diberikan
pada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa makanan pendamping.
2. Adanya kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar
persentase ASI secara Eksklusif.
3. Masih rendahnya tingkat pengetahuan ibu-ibu tentang pemberian ASI.
B. SARAN
1. Perlu peningkatan penyuluhan kesehatan secara umum khususnya tentang ASI
dan menyusui kepada masyarakat, khususnya kepada ibu hamil tentang gizi dan
perawatan payudara selama masa kehamilan, sehingga produksi ASI cukup.
2. Perlu ditingkatkan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit, klinik bersalin,
Posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk kepada ibu hamil, ibu
baru melahirkan dan ibu menyusui tentang ASI dan menyusui.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hegar. Badriul. 2008. Bedah Asi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI
Jakarta
2. Stefani.Nindya. 2001. Dampak Pemberian ASI Eksklusif terhadap Penurunan
Kesuburan Seorang Wanita. Manado: Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
3. Siregar.Arifin. 2004. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Sumatra Utara: Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
4. Anonim. 2011. Kebijakan Departemen Kesehatan Tentang Pengingkatan Pemberian
Air Susu Ibu (ASI) Pekerja Wanita. Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI
5. Anonim.1997. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas
Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Direktorat Jendral Binkesmas, Direktorat
Bina Gizi Masyarakat.
6. Krisnatuti, D. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta: Puspa Swara
7. Banani, I. 2011. Asosiasi Ibu menyusui Indonesia: Tanda bayi Menyusu dengan Baik.
(serial online), http://aimi-asi.org/2011/ulasan-polling-januari-2011/diakses taggal 5
agustus 2011
8. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. 2010. Rancangan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jakarta: Kementerian
Hukum dan HAM
9. Roesli, Utami. 2008.Inisiai Menysu Dini Plus Asi Eksklusif: Jakarta: Pustaka Bunda.