Ceramah Asi

of 30 /30
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu masalah gizi yang paling utama pada saat ini di Indonesia adalah kurang kalori, protein hal ini banyak ditemukan bayi dan anak yang masih kecil dan sudah mendapat adik lagi yang sering disebut “kesundulan” artinya terdorong lagi oleh kepala adiknya yang telah muncul dilahirkan. Keadaan ini karena anak dan bayi merupakan golongan rentan. Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurang juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu botol dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. Hal ini pertanda adanya perubahan sosial dan budaya yang negatif dipandang dari segi gizi Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral utama

Embed Size (px)

description

koass obstetri dan ginekologi

Transcript of Ceramah Asi

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu masalah gizi yang paling utama pada saat ini di Indonesia adalah kurang kalori, protein hal ini banyak ditemukan bayi dan anak yang masih kecil dan sudah mendapat adik lagi yang sering disebut kesundulan artinya terdorong lagi oleh kepala adiknya yang telah muncul dilahirkan. Keadaan ini karena anak dan bayi merupakan golongan rentan.

Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurang juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu botol dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. Hal ini pertanda adanya perubahan sosial dan budaya yang negatif dipandang dari segi gizi

Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar empat bulan. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral utama untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras.

Diperkirakan 80% dari jumlah ibu yang melahirkan ternyata mampu menghasilkan air susu dalam jumlah yang cukup untuk keperluan bayinya secara penuh tanpa makanan tambahan. Selama enam bulan pertama. Bahkan ibu yang gizinya kurang baikpun sering dapat menghasilkan ASI cukup tanpa makanan tambahan selama tiga bulan pertama.

ASI sebagai makanan yang terbaik bagi bayi tidak perlu diragukan lagi, namun akhir-akhir ini sangat disayangkan banyak diantara ibu-ibu meyusui melupakan keuntungan menyusui. Selama ini dengan membiarkan bayi terbiasa menyusu dari alat pengganti, padahal hanya sedikit bayi yang sebenarnya menggunakan susu botol atau susu formula. Kalau hal yang demikian terus berlangsung, tentunya hal ini merupakan ancaman yang serius terhadap upaya pelestarian dari peningkatan penggunaan ASI.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiASI adalah air susu yang keluar dari seorang ibu pasca melahirkan bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup seperti sel darah putih, antibodi, hormon, faktor-faktor pertumbuhan, enzim, serta zat yang dapat membunuh bakteri dan virus. ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa makanan dan minuman lain, baik berupa susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, maupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim (Roesli, 2005). Air Susu Ibu merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama, karena mengandung zat gizi yang diperlukan bayi untuk membangun dan menyediakan energi (Pudjiadi, 2000).

ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu, secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Sistem pencernaan bayi usia dini belum diberikan pada bayi ASI saja hingga usia 6 bulan, tanpa tambahan minuman atau makanan apapun (Arief, 2009).Pada tahun 2001 World Health Organization / Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya (bahwa ASI eksklusif itu cukup empat bulan) sudah tidak berlaku lagi.

B. KomposisiBerdasarkan stadium laktasi komposisi ASI dibagi menjadi 3 bagian yaitu kolostrum, ASI transisi/ peralihan, dan ASI matur. Kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi yaitu 10-17 kali lebih dibanding ASI matur, serta kadar karbohidrat dan lemak yang rendah, volume tersebut mendekati kapasitas lambung bayi yang baru berusia 1-2 hari dan kolostrum harus diberikan pada bayi (Roesli, 2000). ASI transisi atau peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sebelum menjadi ASI matang, kadar protein semakin rendah sedangkan karbohidrat dan lemak semakin tinggi dan volume makin meningkat. ASI matur merupakan ASI yang keluar sekitar hari ke-14 sampai seterusnya, dengan komposisi yang relatif konstan. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI yang cukup, ASI merupakan satu-satunya makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai 6 bulan (Roesli, 2000).Berdasarkan sumber dari food and Nutrition Boart, National research Council Washington tahun 1990 diperoleh perkiraan komposisi Kolostrum ASI dan susu sapi untuk setiap 100 ml seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 1. Komposisi Kolostrum, ASI dan susu sapi untuk setiap 100 ml

Zat-zat GiziKolostrumASISusu Sapi

Energi (K Cal)

Protein (g)

- Kasein/whey

- Kasein (mg)

- Laktamil bumil (mg)

- Laktoferin (mg)

- Ig A (mg)

Laktosa (g)

Lemak (g)

Vitamin

- Vit A (mg) - Vit B1 (mg)

- Vit B2 (mg)

- Asam Nikotinmik (mg)

- Vit B6 (mg)

- Asam pantotenik

- Biotin

- Asam folat

- Vit B12

- Vit C

- Vit D (mg)

- Vit Z

- Vit K (mg)

Mineral

- Kalsium (mg)

- Klorin (mg)

- Tembaga (mg)

- Zat besi (ferrum) (mg)

- Magnesium (mg)

- Fosfor (mg)

- Potassium (mg)

- Sodium (mg)

- Sulfur (mg) 58

2,3

140

218

330

364

5,3

2,9

151

1,9

30

75

-

183

0,06

0,05

0,05

5,9

-

1,5

-

39

85

40

70

4

14

74

48

2270

0,9

1 : 1,5

187

161

167

142

7,3

4,2

75

14

40

160

12-15

246

0,6

0,1

0,1

5

0,04

0,25

1,5

35

40

40

100

4

15

57

15

1465

3,4

1 : 1,2

-

-

-

-

4,8

3,9

41

43

145

82

64

340

2,8

,13

0,6

1,1

0,02

0,07

6

130

108

14

70

12

120

145

58

30

Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI

Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.

Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak.

Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).

C. Volume Produksi ASI Pada bulan terakhir kehamilan kelenjar-kelenjar pembuat air susu mulai menghasilkan ASI. Dalam kondisi normal, pada hari pertama dan kedua sejak lahir, air susu yang dihasilkan sekitar 50-100 ml sehari. Jumlahnyapun meningkat hingga 500 ml pada minggu kedua. Dan produksi ASI semakin efektif dan terus menerus meningkat pada hari 10 14 hari setelah melahirkan. Bayi yang sehat mengkonsumsi 700 -800 ml ASI setiap hari. Setelah memasuki masa 6 bulan volume pengeluaran ASI mulai menurun (Prasetyono, 2009).

D. Struktur Payudara Payudara wanita dirancang untuk memproduksi ASI. Pada setiap payudara terdapat 20 lobus dan setiap lobus memiliki sistem saluran (duct sistem). Saluran utama bercabang menjadi saluran-saluran kecil yang berakhir pada sekelompok sel-sel yang memproduksi susu, yang dinamakan alveoli. Saluran melebar menjadi tempat penyimpanan susu, yang bermuara pada puting payudara. Adapun sel-sel otot mengelilingi alveoli (Prasetyono, 2009).

E. Produksi ASI Setelah melahirkan, laktasi dikontrol oleh dua macam reflek. Pertama, reflek produksi air susu (milk production refleks). Bila bayi menghisap puting payudara, maka akan diproduksi suatu hormon yang disebut prolaktin (prolactin), yang mengatur sel-sel dalam alveoli agar memproduksi air susu. Air susu tersebut dikumpulkan dalam saluran-saluran air susu. Kedua, refleks mengeluarkan (let down reflex). Isapan bayi juga merangsang produksi hormon lain yang dinamakan oksitosin (oxytocin), yang membuat sel-sel otot di sekitar alveoli berkontraksi, sehingga air susu didorong menuju puting payudara. Jadi, semakin bayi menghisap semakin banyak air susu yang dihasilkan (Prasetyono, 2009).

Reflex let down adalah rangsangan dari isapan bayi dilanjutkan ke neurohipofise (hipofisis posterior) yang mengeluarkan oksitosin. Hormon oksitosin diangkut ke uterus melalui aliran darah yang menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Oksitosin sampai ke alveoli mempengaruhi sel miopitelium. Kontraksi dari sel akan memeras susu keluar dari alveoli masuk ke ductus yang akan mengalir melalui ductus lactiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang meningkatkan reflex let down adalah melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium dan memikirkan bayi, sedangkan yang menghambat adalah keadaan bingung atau pikiran kacau, takut, merasa sakit, atau malu ketika menyusui dan cemas (Kristiyanasari, 2009).

Bayi mempunyai suatu refleks pengisapan (suckling reflex). Dengan adanya refleks ini, air susu akan diperas dari ampula menuju mulut bayi. Pengisapan puting menunjukan gerakan yang berbeda, jika dibandingkan dengan pengisapan dot (Prasetyono, 2009).

F. Manfaat ASI Besarnya manfaat ASI telah dikampanyekan oleh UNICEF (United Nations Childrens Fund) melalui pekan menyusui sedunia atau World 9 BreastfeedingWeek yang diselenggarakan setiap tanggal 17 Agustus. Kampanye itu antara lain mengajak masyarakat diseluruh dunia, terutama kaum ibu untuk memberikan manfaat ASI kepada bayi serta mengenal manfaat pemberian ASI bagi dirinya sendiri (Novianti, 2009).

Manfaat ASI untuk ibu yang menyusui adalah sebagai berikut :

Memberikan ASI segera setelah melahirkan akan meningkatkan kontraksi rahim, yang berarti mengurangi resiko perdarahan. Memberikan ASI juga membantu memperkecil ukuran rahim ke ukuran sebelum hamil.

Menyusui (ASI) membakar kalori sehingga mempercepat penurunan berat badan.

Menyusui mengurangi resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara.

ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan keluar rumah tanpa harus membawa perlengkapan seperti botol, kaleng susu formula dan air panas.

ASI tidak basi karena selalu diproduksi oleh payudara.

Manfaat ASI untuk bayi adalah sebagai berikut :

ASI adalah makanan alamiah yang disediakan untuk bayi dengan komposisi nutrisi yang sesuai untuk perkembangan bayi.

ASI mudah dicerna oleh bayi.

ASI kaya akan antibodi yang membantu melawan infeksi dan penyakit lainnya.

ASI menurunkan resiko diare, infeksi saluran kemih dan menurunkan resiko kematian bayi mendadak.

Manfaat ASI untuk keluarga adalah sebagai berikut :

Menghemat pengeluaran karena tidak harus membeli susu formula

Bayi sehat, sehingga keluarga bisa berhemat untuk biaya perawatan kesehatan.

Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi alamiah dari menyusui.(Novianti, 2009).

G. Langkah- Langkah Menyusui Yang Benar Langkah-langkah menyusui yang benar adalah : (a) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu. (b) Bayi diletakkan menghadap perut ibu atau payudara. (c) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang di bawah. Jangan menekan puting susu saja atau areolanya saja. (d) Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi. (e) Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi. (f) Usahakan sebagian besar areola dapat masuk ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI ke luar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola. (g) Setelah bayi mulai menghisap, payudara tidak perlu disanggah lagi (Perinasia, 2003).

H. Faktor Penyebab Berkurangnya ASI a. Faktor Menyusui

Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah tidak melakukan inisiasi, menjadwal pemberian ASI, bayi diberi minum dari botol atau dot sebelum ASI keluar, kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui. b. Faktor Psikologi Ibu

Setelah proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir, dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi ibu.

Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas menjadi sangat sensitif, sehingga diperlukan pengertian dari keluarga terdekat. Peran perawat sangat penting dalam hal memberi pegarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan perawat pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis (Bobak, 2004).

Persiapan psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui. Ibu yang tidak mempunyai keyakinan mampu memproduksi ASI umumnya produksi ASI akan berkurang. Stress, khawatir, ketidakbahagiaan ibu pada periode menyusui sangat berperan dalam mensukseskan pemberian ASI. Peran keluarga dalam meningkatkan percaya diri ibu sangat besar (IDAI, 2008).

Berdasarkan Konsep teori Mercer Perkembangan identitas peran ibu sangat terpengaruh oleh kondisi psikologis dan perilaku ibu dan bayi. Pada bayi respon perkembangan yang berpengaruh terhadap interaksi dengan perkembagan identitas peran ibu antara lain adanya kontak mata sebagai isyarat komunikasi, refleks menggenggam, refleks tersenyum dan tingkah laku yang tenang sebagai respon terhadap perawatan ibu, konsistensi tingkah laku interaksi dengan ibu serta respon ibu terhadap bayinya dapat meningkatkan pergerakan bayi (Bobak, 2004).

Mercer menjelaskan bahwa untuk mencapai peran menjadi seorang ibu (Maternal Role Attainment) merupakan sekumpulan siklus dari mikrosistem, mesosistem dan makrosistem. (Tomey, Aligood 2006).

Mikrosistem adalah lingkungan segera dimana peran pencapaian ibu terjadi. Komponen dari mikrosistem ini antara lain fungsi keluarga, hubungan ibu, ayah, dukungan sosial, status ekonomi, kepercayaan keluarga dan stresor bayi baru lahir yang dipandang sebagai individu yang melekat dalam sistem keluarga. Mesosistem meliputi, mempengaruhi dan berinteraksi dengan individu di mikrosistem. Mesosistem mencakup perawatan sehari-hari, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah dan lingkungan yang umum berada dalam masyarakat. Makrosistem adalah budaya pada lingkungan individu. Makrosistem terdiri atas sosial, politik. Lingkungan pelayanan kesehatan dan kebijakan sistem kesehatan yang berdampak pada pencapaian peran ibu.

Menurut Reva Rubin, dalam menjalani adaptasi pasca melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut, (Bobak, 2004) :

1. Fase Taking In Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya. Oleh karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik. Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya, disamping nafsu makan ibu yang memang sedang meningkat.

2. Fase Taking hold Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaan yang sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya, sehingga tumbuh rasa percaya diri, termasuk penyuluhan tentang proses laktasi.

3. Fase Letting Go Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

c. Faktor Bayi

Ada beberapa faktor kendala yang bersumber pada bayi misalnya bayi sakit, prematur, dan bayi dengan kelainan bawaan sehingga ibu tidak memberikan ASI-nya menyebabkan produksi ASI akan berkurang.

d. Faktor Fisik Ibu

Ibu sakit, lelah, menggunakan pil kontrasepsi atau alat kontrasepsi lain yang mengandung hormon, ibu menyusui yang hamil lagi, peminum alkohol, perokok atau ibu dengan kelainan anatomis payudara dapat mengurangi produksi ASI .

I. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor, antara lain umur ibu saat melahirkan, pendidikan Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor, antara lain umur ibu saat melahirkan, pendidikan yang rendah, pengetahuan ibu tentang ASI dan macam persalinan. Beberapa kondisi yang membuat ibu sulit menyusui antara lain : puting susu rata atau masuk ke dalam, bedah payudara, ibu terserang penyakit, menyusui sambil minum obat, bayi kembar, gangguan epidural dan tulang belakang serta bedah caesar (Prasetyono, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Fitriani di Rumah Sakit dr. Pirngadi Medan tahun 2011 didapatkan bahwa ternyata masih terdapat ibu pasca Sectio Caesaria dengan bius regional tidak dapat memberikan ASI segera setelah operasi. Hasil penelitian diperoleh data mayoritas responden memberikan ASI pada hari pertama (3 jam pasca Sectio Caesaria) sebanyak 37,5 % dan minoritas responden memberikan ASI pada hari ke empat pasca Sectio Caesaria 12,5 %), kemudian 18,8 % menyusui pada hari ketiga pasca Sectio Caesaria dan 31,3 % menyusui pada hari kedua pasca Sectio Caesaria.

Penelitian Kristina (2003) dengan desain penelitian cross sectional, memberikan hasil tidak ada pengaruh antara usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-4 bulan (p > 0,05). Begitu pula penelitian yang dilakukan Madjid (2003) tidak ada hubungan antara umur ibu melahirkan dengan praktik pemberian ASI selama tiga hari setelah kelahiran.

Pendidikan akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk membuka jalan pikiran dalam menemui ide-ide atau nilai-nilai baru. Tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh dalam pemberian kolostrum. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu makin rendah prevalensi menyusui segera setelah lahir. Namun tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan tinggi dengan praktik pemberian ASI dalam tiga hari setelah kelahiran (Madjid, 2003).

Paritas adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran bayi dalam keadaan hidup dengan usia kehamilan yang lebih dari 28 minggu. Penelitian Madjid (2003) menyimpulkan bahwa ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai anak (primipara) memiliki masalah-masalah menyusui. Berbeda dengan ibu-ibu yang sudah menyusui sebelumnya lebih baik daripada yang pertama.Kurangnya pengetahuan tentang menyusui dari satu generasi bahkan lebih akan menyebabkan banyak ibu masa kini mendapati bahwa ibu dan nenek mereka rendah pengetahuan tentang menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan terhadap pemberian ASI sehingga pemberian ASI tidak dapat diberikan (Welford, 2008).

1. Umur Ibu Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun belum siap secara fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Dari segi fisik rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai ukuran dewasa, sehingga kemungkinan akan mendapatkan kesulitan dalam persalinan. Dari segi mental ibu belum siap untuk menerima tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua sehingga diragukan ketrampilan perawatan diri dan bayinya (Rochiyati,2003).

Berdasarkan hasil penelitian Kusmayanti (2005) bahwa semakin meningkat umur maka presentase berpengetahuan semakin baik karena disebabkan oleh akses informasi, wawasan dan mobilitas yang meningkat dan menurut pendapat Hurlock (2002), bahwa semakin meningkatnya umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam berfikir dan bekerja semakin matang.

Penelitian Kristina (2003) dengan desain penelitian cross sectional, memberikan hasil tidak ada pengaruh antara usia ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-4 bulan ( p > 0.05). Begitu pula penelitian yang dilakukan Madjid (2003) tidak ada hubungan antara umur ibu melahirkan dengan praktik pemberian ASI selama tiga hari setelah kelahiran (Rinaningsih, 2007).

2. Pendidikan Pendidikan adalah aktivitas proses belajar mengajar yang memberikan tambahan pengetahuan, ketrampilan serta dapat mempengaruhi proses berfikir secara sistematis. Tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh dalam pemberian kolostrum. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu makin rendah prevalensi menyusui segera setelah lahir. Penelitian Darti (2005) dalam studi etnografi tentang pemberian ASI kolostrum menyatakan bahwa penyebab lain yang menimbulkan pemahaman terhadap ASI kolostrum rendah adalah rata-rata pendidikan informal adalah SD. Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam memaknai pesan dan memahami sesuatu (Sobur, 2000).

Hasil penelitian Deswani (2007) dari penelitian 96 ibu dengan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 88 ibu ( 97,1%) memutuskan untuk menyusui bayinya secara dini, dan 56 ibu dengan pendidikan rendah 46 orang (81,7%) ibu yang menyusui bayinya secara dini (P=0,07). Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat Lueckenote (2000) bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang kuat dengan faktor kesehatan terutama perilaku hidup sehat. Hal ini mungkin disebabkan ibu dengan pendidikan tinggi lebih memilih memberikan susu formula. Kondisi ini terjadi karena ibu terpengaruh iklan susu formula, sehingga ibu tidak merasakan pentingnya pemberian ASI secara dini. Pendapat ini didukung hasil penelitian Paiman (2000) bahwa ibu dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai kemungkinan menyusui secara eksklusif 6 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi.

3. Lingkungan Menurut Perinasia (2003) lingkungan menjadi faktor penentu kesiapan ibu untuk menyusui bayinya. Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh oleh kebiasaan di lingkungannya serta mendapat pengaruh dari masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pada kebanyakan wanita di perkotaan, sudah terbiasa menggunakan susu formula dengan pertimbangan lebih modern dan praktis. Menurut penelitian Valdes dan Schooley dalam Briawan (2004) wanita yang berada dalam lingkungan modern di perkotaan lebih sering melihat ibu-ibu menggunakan susu formula sedangkan di pedesaan masih banyak dijumpai ibu yang memberikan ASI tetapi cara pemberian tidak tepat. jadi pemberian ASI di pengaruhi oleh lingkungan.

4. Pengalaman Menurut hasil penelitian Diana (2007) pengalaman wanita semenjak kecil akan mempengaruhi sikap dan penampilan wanita dalam kaitannya dengan menyusui dikemudian hari. Seorang wanita yang dalam keluarga atau lingkungannya mempunyai kebiasaan atau sering melihat wanita yang menyusui bayinya secara teratur maka akan mempunyai pandangan yang positif tentang menyusui sesuai dengan pengalaman sehari-hari. Tidak mengheran bila wanita dewasa dalam lingkungannya hanya sedikit bahkan sama sekali tidak memiliki informasi, pengalaman cara menyusui, keyakinan akan mampu menyusui. Sehingga pengalaman tersebut mendorong wanita tersebut untuk menyusui atau sebaliknya.

5. Dukungan Keluarga Kelompok ibu-ibu yang sehat dan produksi ASI-nya bagus, sebetulnya yang paling memungkinkan dapat memberikan ASI dengan baik. Tetapi tidak semua suami atau orangtua akan mendukung pemberian ASI. Misalnya suami merasa tidak nyaman apabila istrinya menyusui. Pada waktu ibu melahirkan, keluarga besarnya atau kerabatnya berdatangan untuk membantu merawat ibu dan bayinya dan pada saat itulah keluarga memberikan makanan atau minuman pada usia yang dini. Pandangan suami yang merasa tidak nyaman dan keluarga yang tidak mendukung dengan kegiatan menyusui merupakan alasan yang utama para ibu memilih memberikan susu formula (Briawan, 2004).

Menurut penelitian Diana (2007) ibu yang tinggal serumah dengan ibunya atau nenek mempunyai peluang sangat besar untuk memberikan MP-ASI dini pada bayi, bahkan ada ibu yang memberikan MP-ASI mulai bayi usia 11 hari atau setelah tali pusat lepas. Walaupun ibu mengetahui bahwa pemberian MP-ASI terlalu dini dapat mengganggu kesehatan bayi namun mereka beranggapan bahwa jika bayi tidak mengalami gangguan maka pemberian MP-ASI dapat dilanjutkan. Selain itu kebiasaan pemberian MP-ASI dini telah dilakukan turun-temurun dan tidak pernah menimbulkan masalah.

Menurut Roesli (2000) ayah merupakan bagian yang vital dalam keberhasilan atau kegagalan menyusui. Banyak ayah yang berpendapat salah. Mereka berpendapat bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya, dan menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja. Sebenarnya ayah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. 6. Pandangan Ibu Terhadap payudaranya Ukuran payudara yang kecil sering dicemaskan sebagai faktor penyebab kegagalan pemberian ASI. Padahal besar kecilnya payudara tidak berkaitan dengan kemampuan memberikan ASI. Payudara besar mengandung lebih banyak jaringan lemak sedangkan ASI dibentuk oleh jaringan kelenjar alveoli atau pembentuk ASI jadi besar kecilnya payudara tidak menjadi ukuran keberhasilan menyusui (Perinasia, 2003).

Menyinggung ukuran payudara, Arlina dalam Siswono (2001) mengatakan besar atau kecilnya payudara, serta bentuk payudara tidak terkait langsung dengan produksi ASI. Tidak ada jaminan kalau payudara besar akan menghasilkan lebih banyak ASI, sedang payudara kecil menghasilkan lebih sedikit.

7. Paritas Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Janin yang lahir hidup atau mati setelah viabilitas dicapai, tidak mempengaruhi paritas (Bobak, 2004) Beberapa istilah yang berkaitan dengan paritas yaitu (1) nullipara merupakan seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi, (2) primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kali, (3) multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi beberapa kali (sampai 5 kali), dan (4) grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau mati (Bobak, 2004).

Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami masalah ketika menyusui yang sebenarnya karena tidak tahu cara yang sebenarnya dan apabila ibu mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik dari orang lain memungkinkan ibu untuk ragu dalam memberikan ASI kepada bayinya (PERINASIA,2004).

Penelitian Madjid (2003) menyimpulkan bahwa ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai anak (primipara) memiliki masalah-masalah menyusui. Berbeda dengan ibu-ibu yang sudah menyusui pernah menyusui sebelumnya, lebih baik dibandingkan yang baru pertama kali menyusui.

8. Pengetahuan Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kedasarannya sendiri (Bahtiar, 2004). Pengetahuan adalah sesuatu proses untuk mengetahui dan menghasilkan sesuatu yang didorong rasa ingin tahu yang bersumber dari kehendak dan kemauan manusia (Suhartono, 2005).Sedangkan menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan adalah hasil tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan ini melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan melandasi seseorang untuk berperilaku sehat atau tidak seperti perilaku pemberian kolostrum sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki. Kurangnya pengetahuan tentang menyusui dari satu generasi bahkan lebih akan menyebabkan banyak ibu masa kini mendapati bahwa ibu dan nenek mereka rendah pengetahuan tentang menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan terhadap pemberian ASI sehingga pemberian ASI tidak dapat diberikan (Welford, 2008).

Menurut Suhartono (2005) pengetahuan diperlukan manusia untuk memecahkan setiap persoalan yang muncul sepanjang kehidupan manusia dalam pencapaian tujuan hidup yaitu kebahagiaan. Keadaan makmur, tentram, damai dan sejahtera baik pada taraf individual maupun taraf sosial. Pengetahuan juga dapat membuat manusia memiliki kemampuan untuk mempertahankan dan mengembangkan hidup. Pengetahuan juga berguna supaya manusia tidak melakukan penyelidikan dan pemikiran mengenai sesuatu hal yang pada akhirnya menjadi sia-sia.

Pengetahuan dibentuk oleh beberapa sumber yang lebih kompleks yaitu kepercayaan, kesaksian orang lain, pengalaman, akal pikiran dan intuisi. Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan adat-istiadat, tradisi dan agama yang merupakan nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk norma atau kaidah yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit untuk dikritik atau diperbaiki karena sumber pengetahuan ini sudah ditanamkan sejak seseorang dilahirkan.

Sumber kedua adalah kesaksian orang lain. Kesaksian ini biasanya didapatkan dari orang yang berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas sebelumnya seperti orang tua, guru, ulama dan orang yang dituakan dan apapun yang dikatakan mereka baik atau buruk, benar atau salah biasanya diikuti tanpa kritik.

Sumber ketiga adalah pengalaman individu. Pengalaman sering dijadikan sebagai alat vital dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pengalaman yang dimaksud dalam hal ini adalah pengalaman indrawi karena dengan indera manusia dapat menggambarkan sesuatu dengan benar (Bahtiar, 2004).

Sumber keempat adalah akal pikiran. Akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan bersifat tetap. Akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan lebih umum, objektif dan pasti sehingga dapat diyakini kebenarnannya (Bahtiar, 2004; Suhartono,2005).

Sumber kelima yaitu intuisi. Intuisi merupakan pemahaman yang tertinggi, juga merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung artinya berbuat dengan alasan yang jelas. Dengan demikian pengetahuan intuisi kebenarnnya tidak dapat diuji karena hanya berlaku secara personal saja (Suhartono, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri manusia yang mengandung kebenaran lebih objektif, pasti dan dapat dipercaya. Faktor internal meliputi motivasi, pendidikan, pengalaman dan persepsi yang bersifat bawaan. Faktor eksternal yaitu dorongan dari luar yang memerlukan pengetahuan khusus dan pasti dalam mengelola sumber daya yang ada sehingga dapat bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti ekonomi, lingkungan, informasi dan kebudayaan (Notoadmojo, 2002; Suhartono, 2005).

Sebagian besar pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal. Sedangkan pendididkan sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, ekonomi, tersedianya fasilitas dan lingkungan yang mendukung perkembangan pengetahuan individu. Sedangkan pengalaman didukung oleh pengetahuan yang didapat dan diingat dari kejadian sebelumnya. Jadi, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pengetahuannya (Sudarmita, 2002).

9. Mitos-Mitos Tentang Menyusui Menurut Hatta (2007) mitos merupakan hambatan dalam pemberian ASI. Mitos-mitos seputar ASI diantaranya adalah : (a).Kolostrum tidak baik bahkan bahaya untuk bayi. (b).Bayi membutuhkan teh khusus atau cairan lain sebelum menyusui. (c).Bayi tidak mendapat cukup makanan atau cairan kalau hanya diberi kolostrum atau ASI.

Menurut Danuatmaja (2003) mitos-mitos yang merupakan penghambat pemberian ASI adalah : (a).Menyusui mengubah bentuk payudara. (b).Menyusui menyebabkan penyusutan berat badan. (c). ASI belum keluar pada hari-hari pertama sehingga perlu ditambah susu formula. (d).Payudara kecil tidak menghasilkan cukup ASI. (e). ASI ibu kurang gizi sehingga kualitas ASI kurang baik. (f).ASI yang pertama kali keluar harus dibuang karena kotor. (g). Bayi alergi terhadap ASI.

Menurut Diana (2003) beberapa ibu percaya bahwa apa yang dimakan ibu dapat menyebabkan bayi sehat atau sebaliknya dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Semua ibu percaya bahwa makan sambal atau es dapat menyebabkan bayi terserang diare dan penyakit l jadi umumnya mereka menghindari atau mengkonsumsi tetapi sedikit.

10. Peran Petugas Kesehatan Menurut WHO (1991), dalam Linkages (2009) ada beberapa kewajiban untuk menolong ibu menyusui dengan baik seperti petugas kesehatan harus memiliki kewajiban tertulis mengenai pemberian ASI yang secara rutin di sampaikan pada ibu menyusui, memberitahukan pada ibu hamil tentang manfaat dan proses pemberian ASI, membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam waktu setengah jam setelah melahirkan, menunjukan pada ibu cara menyusui bayi dan cara mempertahankan kelancaran produksi ASI bila ibu harus terpisah dengan bayinya. Tidak memberikan makanan dan minuman lain selain ASI kepada bayi baru lahir, kecuali terdapat indikasi medis seperti ibu mengalami kanker payudara, menempatkan ibu dalam kamar sehingga selalu bersama-sama selama 24 jam sehari. Wikojosastro (2002) menganjurkan pemberian ASI sesuai dengan permintaan bayi, tidak memberikan dot kepada bayi dan menyusui, membina dibentuknya kelompok-kelompok pendukung pemberi ASI dan menganjurkan ibu menghubungi petugas kesehatan setelah mereka pulang dari rumah sakit atau klinik. Semua hal di atas adalah kebijakan yang dapat disampaikan petugas kesehatan demi mendukung lancarnya pemberian ASI.

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARANA. KESIMPULAN

1. Air Susu Ibu merupakan makanan yang terbaik bagi bayi yang harus diberikan pada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa makanan pendamping.

2. Adanya kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar persentase ASI secara Eksklusif.

3. Masih rendahnya tingkat pengetahuan ibu-ibu tentang pemberian ASI.

B. SARAN

1. Perlu peningkatan penyuluhan kesehatan secara umum khususnya tentang ASI dan menyusui kepada masyarakat, khususnya kepada ibu hamil tentang gizi dan perawatan payudara selama masa kehamilan, sehingga produksi ASI cukup.

2. Perlu ditingkatkan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit, klinik bersalin, Posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk kepada ibu hamil, ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang ASI dan menyusui.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hegar. Badriul. 2008. Bedah Asi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta

2. Stefani.Nindya. 2001. Dampak Pemberian ASI Eksklusif terhadap Penurunan Kesuburan Seorang Wanita. Manado: Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

3. Siregar.Arifin. 2004. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Sumatra Utara: Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara4. Anonim. 2011. Kebijakan Departemen Kesehatan Tentang Pengingkatan Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Pekerja Wanita. Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI5. Anonim.1997. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Direktorat Jendral Binkesmas, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.6. Krisnatuti, D. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta: Puspa Swara7. Banani, I. 2011. Asosiasi Ibu menyusui Indonesia: Tanda bayi Menyusu dengan Baik. (serial online), http://aimi-asi.org/2011/ulasan-polling-januari-2011/diakses taggal 5 agustus 20118. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. 2010. Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM9. Roesli, Utami. 2008.Inisiai Menysu Dini Plus Asi Eksklusif: Jakarta: Pustaka Bunda.