Post on 27-Jun-2019
CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI DI-PHK
(STUDI ANALISIS PUTUSAN PERKARA NO. 590/Pdt.G/2009/PA.JT)
DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
MUHAMMAD RIZKI MAWARDI
NIM: 107044201334
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H /2011 M
ii
CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI DI-PHK
(STUDI ANALISIS PUTUSAN PERKARA NO. 590/Pdt.G/2009/PA.JT)
DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Muhammad Rizki Mawardi NIM: 107044201334
Di Bawah Bimbingan:
Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag.
NIP: 150 321 584
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI DI-PHK (STUDI
ANALISIS PUTUSAN PERKARA NO. 590/Pdt.G/2009/PA.JT) DI PENGADILAN
AGAMA JAKARTA TIMUR, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Agustus 2011.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Hukum Keluarga.
Jakarta, 12 September 2011
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum
Prof.Dr.H.M.Amin Suma, SH. MA. MM
NIP. 19550505 198203 1012
PANITIA UJIAN
Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA.
NIP: 19500306 197603 1001
Sekertaris : Hj. Rosdiana, MA.
NIP. 19690610 200312 2001
Pembimbing : Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag.
NIP. 150 321 584
Penguji I : Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM.
NIP. 19550505 198203 1012
Penguji II : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA.
NIP. 19500306 197603 1001
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 23 Mei 2011
Muhammad Rizki Mawardi
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillāhi Rabbil ‘ālamīn tiada
henti karena dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Salawat seiring salam
semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan pilihan Tuhan khātamul anbiyā’i
walmursalīn Muhammad SAW.
Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang
maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui.
Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena keterbatasan
pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang
didapat dalam penulisan skripsi ini.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada
bapak:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M. Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A. Ketua Program Studi Hukum Keluarga
dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A. Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga.
vi
3. Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag. Pembimbing utama penulis dalam
menyelesaikan skripsi, yang telah memberikan arahan, meluangkan waktu dan
pikiran disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, pengarahan,
semangat dan motivasi kepada penulis dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran.
4. Bapak dan Ibu Dosen dan civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga ilmu yang
diberikan bermanfaat bagi penulis.
5. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas serta
buku-buku yang penulis perlukan.
6. Bapak Hakim, Panitera Muda dan Para Staf di Pengadilan Agama Jakarta
Timur yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk
memberikan arahan dan informasi kepada penulis.
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Chotiri Aslam dan ibunda Siti Hapsoh
dengan segala curahan dan kasih sayangnya serta do’a dalam mendidik dan
mengasuh penulis hingga dapat menempuh kejenjang perguruan tinggi dengan
baik. Semoga segala jasa dan upaya yang diberikan menjadi amal sholeh yang
diterima disisi Allah swt. Dan menjadi tabungan kelak di akhirat. Amiin…
8. Kakak-kakakku Yayah Chairiyah, Amelia Hapsari, Arif Rahman dan Nur
Atikah, S.Pdi serta adinda Ahmad Faisal dan Nuzzatussaniyah yang
senantiasa memberikan support baik moril maupun materil sehingga penulis
vii
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segenap usaha dan tak lupa dengan
keponakanku Syauqih Alayda Yahya dan Muhammad Farraas Hazzami yang
selalu membawa canda tawa sehingga membuat om menjadi semangat
membuat skripsi.
9. Sahabat seperjuangan, teman-teman Konsentrasi Administrasi Keperdataan
Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan
2007.
10. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya, atas jasa bantuan semua pihak baik berupa moril dan materil,
sampai detik ini penulis panjatkan do’a semoga Allah memberikan balasan yang
berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir hingga
yaum al-akhir Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya. Semoga Allah senantiasa memberikan
kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok dan apa yang kita lakukan
diridhai oleh Allah swt.Amiin.
Jakarta: 19 Jumadil Akhir 1432 H
23 Mei 2011
Penulis
(Muhammad Rizki Mawardi)
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................ i
Persetujuan Pembimbing ....................................................................................... ii
Pengesahan Penguji ................................................................................................ iii
Pernyataan Keaslian ............................................................................................... iv
Kata Pengantar ....................................................................................................... v
Daftar Isi .................................................................................................................. viii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8
D. Review Studi Terdahulu .............................................................. 9
E. Metode Penelitian dan Tekhnik Penulisan .................................. 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................. 14
BAB II : PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A. Pengertian Cerai ......................................................................... 16
B. Cerai Gugat ................................................................................. 23
C. Dasar Hukum Cerai Gugat .......................................................... 24
D. Rukun dan Syarat Cerai Gugat .................................................... 27
E. Akibat dan Hikmah Cerai Gugat ................................................. 31
ix
BAB III : PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Jakarta Timur ..................... 33
B. Kedudukan dan Letak ................................................................. 39
C. Struktur Organisasi Pengadilan ................................................... 39
D. Wilayah Yuridiksi ....................................................................... 41
BAB IV : ANALISIS TERHADAP CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI
DI-PHK
A. Duduknya Perkara ....................................................................... 49
B. Pertimbangan Hukum Hakim ...................................................... 52
C. Analisis Penulis ........................................................................... 57
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 62
B. Saran ............................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 65
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga dan
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa).1 Undang-undang Nomor
1 tahun 1974 merupakan sebuah unifikasi hukum yang dilakukan oleh seluruh unsur
masyarakat Indonesia, yang di dalamnya diatur segala hal yang berkaitan dengan
perkawinan, baik itu untuk agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu,
dan Budha. Undang-undang ini juga menghapus segala peraturan ataupun undang-
undang perkawinan yang ada atau berlaku sebelumnya, dengan kata lain seluruh
peraturan yang mengatur perkawinan sejauh telah diatur dalam undang-undang ini
dinyatakan tidak berlaku, sebagaimanan bunyi pasal 66 UU No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Dalam setiap agama terdapat aturan-aturan perkawinan kepada pemeluknya.
Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan ialah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Sedangkan menuut Kompilasi Hukum
1 Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam Lingkungan
Peradilan Agama, (Jakarta: DEPAG RI, 2001), h. 131
2 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT
Pradnya Paramita, 1999), h. 537
2
Islam, Perkawinan menrurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau mitsaqon ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.3
Tujuan perkawinan adalah agar dapat terbinanya hubungan antara seorang
laki-laki dengan perempuan antara satu sama lain saling mencintai, menghasilkan
keturunan dan hidup berdampingan secara damai dan sejahtera sesuai dengan
perintah Allah dan petunjuk Rasulullah. 4
Fiqih pun telah menggariskan bahwa nikah berfungsi terjadinya akibat hukum
yaitu kehalalan untuk berjima’. Perkawinan merupakan jalan alami dan biologis yang
paling baik untuk mengeluarkan dan memuaskan naluri seksual. Kemudian akibat
dari perkawinan badan menjadi sehat, jiwa terasa tenang. Maka terpelihara dari
pandangan haram dan ketenangan jiwa menikmati sesuatu yang halal.5
Dalam hal ini Abduttawab Haikal dalam bukunya rahasia perkawinan
Rasulullah mengatakan bahwa dalam Islam, rumah tangga merupakan dasar dari
kehidupan manusia dan merupakan faktor utama dalam membina masyarakat.6
3 Tim. Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Focus Media, 2007), h. 7
4 A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum Islam (Syari‟ah), (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), Cet. Ke-1, h. 150
5 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Kairo: Daar al-Fath), Cet. Ke-1, Jilid 2, h. 9
6 Abduttawab Haikal, Rahasia Pekawinan Rasulullah saw, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1993), Cet. Ke-1, h. 1
3
Membina sebuah mahligai rumah tangga atau hidup berkeluarga merupakan
perintah agama bagi setiap muslim dan muslimah. Melalui rumah tangga yang Islami
diharapkan akan terbentuk komunitas kecil masyarakat Islam.7
Terjadinya akad nikah telah menimbulkan hak dan kewjiban bagi suami istri.
Hak suami berarti kewajiban yang harus diberikan oleh istrinya, dan hak istri berarti
suatu kewajiban yang harus diberikan oleh suaminya. Salah satu hak yang harus
dipenuhi oleh suami terhadap istrinya adalah nafkah. Nafkah seperti sandang, pangan,
papan sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari karena menyangkut kebutuhan
hidup yang tidak akan pernah lepas.
Hak merupakan sesuatu yang harus diterima, sedangkan kewajiban adalah
sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik. Begitu pula kehidupan antara suami
istri dalam setiap rumah tangga. Apabila dua hal tersebut tidak dijalankan
sebagaimana mestinya, niscaya akan timbul percekcokan dan perselisihan rumah
tangga.
Islam menjadikan nafkah merupakan hak yang wajib didapatkan oleh istri dan
sang suami, karena suami dianggap layak untuk mencari nafkah dengan kendala
segala kondisi yang dimiliki oleh kaum laki-laki, baik secara fisik maupun akal
fikiran. Secara kodrati para istri memang dianjurkan untuk tetap barada dirumah
mengurus segala hal yang berkenaan dengan urusan rumah tangga, dari mulai
mengurus dan mendidik anak, menyiapkan segala kebutuhan suami, juga merawat
7 M. Hasan Nur, Potret Wanita Saleha, (Jakarta: Penamadani, 2004), Cet. Ke-1, h. 61
4
dan membersihkan rumah, menjaga dan mengatur harta benda suaminya termasuk
yang melekat pada dirinya adalah termasuk harta yang paling berharga yang dimiliki
suaminya yang harus dijaga dan dipelihara kehormatannya karena berat dan besarnya
pula tanggung jawab yang dimiliki istri dalam rumah tangga, maka mencari nafkah
untuk mencukupi segala kebutuhan hidup dibebankan kepada suami.
Idealnya kehidupan rumah tangga adalah untuk hidup rukun, bahagia dan
tentram. Namun, sebuah perjalanan tidak selamanya mulus sesuai dengan yang
diharapkan kadang terdapat perbedaan pandangan dalam memahami kehidupan dan
kecekcokan pasangan suami istri tak terhindarkan, mereka merasa tidak nyaman dan
tentram lagi dengan perkawinan mereka, karena pada kenyataanya membina
hubungan keluarga tidaklah mudah bahkan sering kehidupan perkawinan tandas di
tengah jalan.8
Islam tidaklah mengharamkan perceraian karena Allah swt. hanya membenci
saja. Islam merupakan agama yang sangat toleran, memutuskan hubungan suami istri
(cerai) adalah solusi alternatif yang darurat, karena bisa membahayakan kehidupan
rumah tangga apabila tidak terjadi perceraian. Itupun harus dengan alasan-alasan
yang memadai kendatipun perceraian dihalalkan namun sangat dibenci Allah swt.9
8 Chuzaemah T Yanggo dan A Hafidz Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet. Ke-3, h. 73
9 Muhamad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2002), Cet. Ke-2, h. 102
5
Namun demikian tidak jarang terjadinya bahwa tujuan mulia tersebut tidak
sesuai dengan harapkan, karena pada kenyataanya membina suatu perkawinan yang
bahagia tidaklah mudah bahkan sering kehidupan perkawinan tandas ditengah jalan10
.
Akibatnya timbullah perceraian-perceraian merupakan problematika dalam keluarga
yang akan membawa kehancuran, terutama bagi anak-anak.11
Tidak sedikit anak-anak
yang menjadi korban karena orang tuanya berpisah, pendidikannya terlantar, tidak
terurus, dan kandas di tengah jalan.
Selain itu terjadinya perbedaan dan pertentangan kemarahan, dan segala yang
mengingkari cinta diantara suami istri. Kalau kasih cinta sudah hilang akan
berubahlah pilar-pilar perkawinan. Mereka jatuh kelembah kehidupan yang susah dan
pemikiran yang bimbang karena pada dasarnya kesatuan dan kekompakkan dalam
segala hal merupakan kunci kesuksesan dan kebahagiaan serta sumber segala
ketenangan. Lain halnya kalau akan menghilangkan bagi kedua belah pihak.12
Fenomena cerai gugat merupakan fenomena yang banyak terjadi belakangan
ini dari mulai artis hingga masyarakat umum. Kasus istri yang menggugat cerai
bukanlah hal tabu lagi, sebagian besar perceraian didominani oleh perempuan yang
menuntut cerai. Penyebabnya sangat umum, dari mulai faktor ekonomi, sang suami
10 Chuzaemah T Yanggo dan A Hafidz Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, Cet. Ke-3, h. 73
11
Departemen Agama, Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian, (Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Jenderal Pembinaan badan
Peradilan Agama Islam, 1997), h. 2
12
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. Ke-2, h. 218
6
kurang bertanggung jawab, sampai masalah perselingkuhan. Selain itu masalah yang
kerap melekat bagi seorang istri bahwa “istri ikut suami sudah tidak zamannya lagi”.
Dan istri akan menderita bila ditinggalkan suami sudah usang juga buktinya kalau
dulu kaum suamilah yang menceraikan istri, tapi sekarang istrilah yang banyak
menceraikan suami.
Apabila masalah yang ada sudah tidak dapat lagi diselesaikan selain dengan
perceraian dan sampai terjadi keadaan demikian (tidak memberikan nafkah), yang
dilatar belakangi oleh banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu diantaranya
adalah semakin resah gelisahnya para lapisan masyarakat khususnya kalangan
menengah kebawah terhadap imbas dari kenaikan harga BBM yang berlangsung pada
bulan Oktober 2005 dan krisis global yang mendera seluruh dunia sehingga imbasnya
pada perusahaan yang tidak mampu lagi membiayai biaya operasional perusahaanya,
akibatnya perusahaan-perusahaan merumahkan sebagian karyawannya untuk
mengurangi dan mengatasi biaya tersebut. Sehingga para kepala rumah tangga tidak
dapat lagi menafkahkan keluarganya, akan memungkinkan para kepala rumah tangga
ditinggal oleh istrinya karena tidak mampu lagi memberi nafkah pada keluarganya.
Penulis pun merasa berat beban yang dipikul oleh kepala rumah tangga (suami),
selain itu juga faktor lain dimana suami tidak memberikan nafkah adalah
pertengkaran, perselisihan terus menerus dan perbedaan kehendak yang
mengakibatkan tidak ada harapan lagi untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah
mawadah warohmah. Disinilah permasalahan kian terpuruk, sementara apabila
melihat pendapatan suami yang sangat minim sekali, bahkan kebutuhan-kebutuhan
dan tuntutan keluargapun tidak dapat dipungkiri lagi.
7
Permasalahannya adalah bagaimana apabila suami tidak mampu dalam
menghadapi problematika rumah tangga tersebut (suami tidak mampu lagi memenuhi
kebutuhan nafkah sehari-hari terhadap istri dan anak-anaknya, dan pertengkaran pun
tidak dapat dipungkiri lagi). Kemudian apakah dia harus bercerai karena melihat
kenyataan nasib suami seperti ini dan sangat sudah tidak memungkinkan lagi untuk
melangsungkan penghidupan keluarganya, akan tetapi masih mempertahankan
perkawinannya sementara perselisihan dan pertengkaran antara suami istri terus
berkepanjangan? Inilah sorotan penulis untuk dikaji pada bab berikutnya.
Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin untuk membantu dengan sedikit
banyak memberikan jawaban dan pengetahuan tentang hal tersebut. Oleh karena itu,
penulis mencoba mengkaji analisis penelitian tentang “CERAI GUGAT AKIBAT
SUAMI DI-PHK (Pemutusan Hak Kerja) (Analisis Putusan Perkara No.
590/Pdt.G/2009/PA.JT di Pengadilan Agama Jakarta Timur).”
Dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan ini adalah untuk
mengetahui pandangan para hakim yang ada di Indonesia khususnya yang ada pada
Pengadilan Agama Jakarta Timur dimana saya melakukan analisis dan observasi
mengenai proses perkara cerai gugat akibat suami di-PHK, lalu lebih jauh lagi tentang
akibat-akibat yang terjadi dalam perceraian khususnya cerai gugat.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang permasalahan maka fokus masalah yang ingin dibahas
cerai gugat dalam skripsi ini dibatasai pada tidak ada kecocokan lagi antara suami
8
istri dikarenakan suami tidak lagi bekerja akibat di-PHK, dan putusan perkara
No.590/Pdt.G/2009/PA.JT di Pengadilan Agama Jakarta Timur dibatasi pada perkara
yang terjadi perselisihan dalam kehidupan rumah tangga dikarenakan masalah
ekonomi dan tidak ada lagi kecocokan.
2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan tugas seorang istri terhadap keluarga, atas dasar setia pada
pernikahan istri seharusnya memberi dorongan dan semangat kepada suami yang di-
PHK, pada kenyataannya istri menggugat cerai suami dengan serta merta.
Sejalan dengan pembatasan dan rumusan masalah di atas, timbul beberapa
pertanyaan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah suami di-PHK bisa dijadikan alasan dalam perceraian ?
b. Apa yang menjadi dasar hukum hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur
dalam memutuskan perkara cerai gugat akibat suami di-PHK ?
c. Bagaimana proses penyelesaian perkara cerai gugat akibat sumai di-PHK di
Pengadilan Agama Jakarta Timur ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai melalui penulisan ini adalah
1. Untuk mengetahui bisa tidaknya suami di-PHK menjadi alasan suatu
perceraian.
2. Untuk mengetahui dasar hukum hakim dalam memutuskan perkara cerai
gugat akibat suami di-PHK di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
9
3. Untuk mengetahui proses penyelesaian perkara cerai gugat akibat suami di-
PHK di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah
1. Untuk Kalangan Akademis: Seperti mahasiswa dan pengamat akademis
dengan adanya skripsi ini yang menyajikan wacana pemikiran, dan juga bisa
dijadikan informasi untuk dibahas lebih lanjut dan bahan untuk didiskusikan.
2. Untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan: Memberikan sumbangan khususnya
fiqh munakahat sehingga mengetahui tentang pandangan hukum Islam
mengenai faktor ekonomi sebagai pemicu perceraian di Pengadilan Agama.
D. Review Study Terdahulu
Dalam karya ilmiah ini, penulis menemukan data yang berhubungan dengan
bahasan mekanisme penyelesaian permohonan cerai gugat akibat suami di-PHK,
antara lain:
1. Judul skripsi “Cerai Gugat Karena Suami Tidak Mampu Memberikan Nafkah
(studi analisis putusan perkara No.732/Pdt.G/2006/PA.Bdg-Jawa Barat)” yang
ada pada wilayah Bandung dengan kejadian perkara adalah tahun 2006,
skripsi ini disusun oleh Nurhayani, skripsi tersebut membahas tentang
menurut pertimbangan hakim dan menekankan pada realitanya yang mencari
nafkah tidak hanya suami tapi istri pun juga bisa mencari nafkah dalam
kehidupan modern.
2. Judul skripsi “Penyelesaian Perceraian Karena Suami Tidak Memberikan
Nafkah (studi kasus pada putusan No.269/Pdt.G/2005/PA.Bgr-Jawa Barat)”
10
yang ada pada wilayah Bogor, skripsi ini disusun oleh Muhamad Khaliludin,
skripsi tersebut membahas menekankan analisanya pada prosedur
penyelesaiannya terhadap kasus perceraian karena suami tidak memberikan
nafkah, yang ditangani di Pengadilan Agama Bogor.
3. Judul skripsi “Gugat Cerai Suami Yang Tidak Memberikan Nafkah Karena
Penyakit Yang Sulit di Obati Menurut Fikih dan KHI (studi kasus pada
putusan No.1228/Pdt.G/2007/PA.JS)” yang ada pada wilayah Jakarta Selatan,
skripsi ini disusun oleh Robitatul Adawiyah. Skripsi tersebut membahas
tentang pengertian nafkah, alasan istri menggugat cerai suami, dan analisa.
Substansi dalam karya ilmiah tersebut di atas jelas berbeda dengan penemuan
yang penulis bahas, yakni:
1. Wilayah kejadian perkara yang penulis analisis adalah di Pengadilan Agama
Jakarta Timur
2. Penggugat bernama Eryanawati binti M. Husin dan tergugat bernama Syaiful
Aswan bin Sulaiman
3. Tergugat meninggalkan keluarga selama 4 tahun dikarenakan masalah
ekonomi sebab tergugat tidak bekerja lagi (PHK)
4. Tahun kejadian perkara tahun 2009
Dengan demikian penulis menggaris bawahi bahwasanya bahasan ini tidak
ada kesamaan isi dan pertimbangan hakim berdasarkan data yang diperoleh dari
Pengadilan Agama Jakarta Timur, karena perkara cerai gugat akibat suami di-PHK
dengan nomor perkara 590/Pdt.G/2009/PA.JT, terjadi di Pengadilan Agama Jakarta
11
Timur dan menganalisis tentang ketidak adilan terhadap suami yang telah
memberikan nafkah, dan pada saat tidak bekerja lagi dikarenakan faktor kemiskinan
struktural, yaitu kemiskinan disebabkan kesalahan sistem yang digunakan negara
dalam mengatur urusan rakyat, lalu suami digugat cerai.
E. Metode Pembahasan dan Tekhnik Penulisan
Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan untuk menyusun skripsi ini,
maka antara lain penulis menggunakan beberapa metode antara lain:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatannya adapun jenis penelitian setelah penulis menggunakan dalam
penelitian ini adalah memakai metode penelitian normatif,13
yaitu suatu prosedur
penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum
dari sisi normatif nya, yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan
atau data sekunder belaka.14
2. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian setelah penulis melihat data yang dibutuhkan dalam
judul skripsi ini, maka termasuk dalam kategori penelitian kualitatif lebih khususnya
dengan menggunakan penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang memberikan
data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejalanya. Adapun tujuan
13 Jhony Ibrahim, Teory dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Banyumedia
Publishing, 2007), Cet. Ke-3. h. 57
14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: CV Rajawali, 1985), h. 14
12
dari penelitian deskriptif ini adalah untuk menggambarkan suatu objek secara
sistematis.15
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder. Di
bawah ini akan dirinci satu per satu apa saja yang termasuk ke dalam data primer dan
sekunder.
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek yang
diteliti,16
yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.17
Dalam hal ini berupa berkas
putusan perkara perceraian yang didapatkan dari Pengadilan Agama Jakarta Timur
yang berkekuatan hukum tetap yakni putusan cerai gugat akibat suami di-PHK
dengan nomor perkara 590/Pdt.G/2009/PA.JT, selain itu juga data primer diperoleh
lewat interview (wawancara) terhadap hakim yang memeriksa perkara ini, kemudian
data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan
masalah yang dikaji.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi
kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang
15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 43
16
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), h. 5
17
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), Cet. Ke-7, h. 113
13
diajukan, yamg memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Dokumen-
dokumen yang dimaksud adalah Al-Qur,an Hadist, buku-buku ilmiah, jurnal-jurnal,
dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilsai Hukum
Isalam (KHI), serta peraturan lainnya yang dapat mendukung skripsi ini.
4. Tekhnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Observasi, yaitu untuk menentukan data-data awal penelitian.
b. Interview atau wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan
data dengan jalan komunikasi,18
yakni tanya jawab lisan antara dua orang
atau lebih secara langsung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang
ada kaitannya denagan judul skripsi ini yaitu hakim yang memeriksa
perkara cerai gugat akibat suami di-PHK. Disini penulis menggunakan
wawancara tersruktur yang tentunya dipersiapkan terlebih dahulu daftar
pertanyaan yang akan ditanyakan kepada majelis hakim yang di
wawancarai. Dengan tujuan agar memperoleh data yang lengkap untuk
kesempurnaan skripsi ini.
c. Studi dokumenter, untuk mendapatkan data-data tentang masalah yang
diangkat.
d. Studi Pustaka
18 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, h. 72
14
5. Teknik Analisis Data dan Pedoman Penulisan
Metode data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut
secara jelas dari data yang sudah diperoleh berupa putusan pengadilan dan
mengambil isinya dengan menggunakan metode content analysis. Data kemudian
dianalisis dan di interpretasikan dengan demikian akan nampak rincian jawaban atas
pokok permasalahan yang diteliti.
Adapun teknik penulisan pada skripsi ini penulisan menggunakan standar
buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007”, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist dalam penulisannya diketik
satu spasi walaupun kurang dari enam baris.
b. Kutipan dari buku-buku yang masih dalam ejaan lama disesuaikan dengan
ejaan yang disempunakan (EYD).
c. Dalam daftar pustaka Al-Qur’an ditulis pada urutan pertama sebelum
sumber lainnya, yang kemudian disusul dengan sumber berikutnya sesuai
dengan urutan alphabet.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi atas lima bab, tiap bab terdiri dari
sub-sub bab. Perincian sistematika tersebut adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, Dalam bab ini memuat tentang pendahuluan yang
menguraikan tentang batasan dan rumusan masalahan, latar belakang masalah, tujuan
15
dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, sistematika
penulisan, dan diakhiri dengan penutup.
Bab Kedua, Dalam bab ini akan dikemukakan tentang pengertian
perceraian termasuk pengertian cerai gugat, rukun dan syarat, akibat perceraian, dasar
hukum perceraian dan macam-macam perceraian dan hikmah.
Bab Ketiga, Pada bab ini akan dipaparkan penjelasan secara terperinci
terkait dengan gambaran wilayah Pengadilan Agama Jakarta Timur, sekilas tentang
Pengadilan Agama Jakarta Timur, struktur organisasi di Pengadilan Agama Jakarta
Timur, dan wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur.
Bab Keempat, Merupakan bab inti dalam skripsi ini, karena dalam bab ini
akan membahas terkait dengan duduk perkara cerai gugat akibat suami di-PHK di
Pengadilan Agama Jakarta Timur No. 590/Pdt.G/2009/PA.JT, landasan yuridis dan
análisis putusan perkara cerai gugat akibat suami di-PHK.
Bab Kelima, Dalam bab ini sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan
dan saran, tidak lupa penulis mencantumkan lampiran yang diperlukan.
16
BAB II
PERCERAIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A. Pengertian Perceraian
Perceraian diambil dari kata ”cerai” dan dalam bahasa Arab sering disebut
dengan ”thalaq”. Thalaq secara etimologis adalah sebagaimana tertera di dalan kitab
Lisan al-Arab karangan Ibnu Manzur yang mempunyai arti ”melepaskan atau
meninggalkan”.1 Perceraian adalah merupakan akibat dari suatu hubungan yang
disebabkan oleh adanya hubungan perkawinan. Keduanya (antara perkawinan dan
perceraian) saling berhubungan, dimana percerian hanya dapat terjadi karena adanya
sebuah ikatan perkawinan.
Thalaq menurut bahasa adalah membuka ikatan, sedangkan menurut syara’
adalah melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri tali pernikahan antara suami istri.2
Sedangkan thalaq menurut istilah adalah memutuskan tali perkawinan yang sah dari
pihak suami dengan kata-kata yang khusus, atau dengan apa yang dapat mengganti
kata-kata tersebut.3
Dalam Kompilasi Hukum Islam mendefinisikan thalaq sebagai ikrar suami
dihadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan,
1 Abi Abdullah bin Yazid al-Qazuainy, Sunan Ibnu Majah, (Beirut, Lebanon: Daar el-Fikr,
1994), h. 633
2 Djaman Nur, Fiqh Munakahat, (Semarang: Dinan Utama, 1993), Cet Ke-1, h. 134
3 S. Ziyad Abbas, Fiqh Wanita Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991), h. 43
17
degan cara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131.4 Kompilasi
Hukum Islam memberikan pernyataan yang hampir sama dengan Undang-undang
Perkawinan No. 1 tahun 1974, dijelaskan pada bab XVI pasal 115 yang berbunyi:
”Perceraian hanya dapat dilakuan di depan sidang pengadilan Agama setelah
Pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.5
Penulis tidak menjumpai pengertian yang jelas tentang perceraian dalam
hukum positif yang mengatur tentang perkawinan. Dalam UUP No. 1 tahun 1974
pasal 38 dan KHI pasal 113 hanya menyebutkan sebab-sebab putusnya perkawinan
yaitu disebabkan karena kematian, perceraian, dan putusan pengadilan.
1. Dasar Hukum
Aturan main perceraian (thalaq) dalam Islam telah diatur melalui koridor-
koridor Al-Qur’an dan Sunah. Dengan adanya aturan-aturan perceraian dalam kedua
sumber tadi (Al-Qur’an dan Sunah) dapat dijadikan landasan bahwa agama Islam
membolehkan perceraian, adapun lebih jelasnya dalil yang menjelaskan tentang
thalaq adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an surat at-Thalaq ayat 1
4 Tim. Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, h. 39
5 Tim. Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, h. 38
18
Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddah (yang
wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah
tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan
janganlah mereka diizinkan keluar kecuali kalau mereka mengerjakan
perbuatan yang keji yang terang. Itulah hukum-hukum allah dan barang
siapa yang melanggar hukum-hukum allah, maka sesungguhnya mereka
telah berbuat lalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui
baranmg kali allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”.
b. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 229
Artinya: ”Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa
atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah
mereka itulah orang-orang yang lalim”.
19
c. Al-Hadist
6
Artinya: ”Dari Ibnu Umar r.a, berkata: Rasulullah saw. bersabda:Diantara
barang-barang yang halal yang dibencioleh Allah swt. adalah thalaq.
(Diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan disahkan oleh hakim
dan Abu Hatim menguatkan kemursalannya)”.
2. Macam-macam Hukum Perceraian
a. Wajib
Apabila perselisihan antara suami istri lalu tidak ada jalan yang dapat
ditempuh kecuali dengan mendatangkan dua hakim yamg mengurus perkara
keduanya. Jika kedua orang hakim tersebut memandang bahwa peceraian lebih baik
bagi mereka, maka saat itulah menjadi wajib.7
b. Makruh
Yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan. Sebagaiman
ulama ada yang mengatakan mengenai talak yang ini terdapat dua pendapat. Pertama,
bahwa talak tersebut haram dilakukan, karena dapat menimbulkan mudharat bagi
dirinya juga bagi istrinya, serta tidak mendatangkan manfaat apapun. Kedua,
menyatakan bahwa talak seperti itu dibolehkan. 8
6 Muh Sjarief Sukandy, Tarjamah Bulugul Maram Fiqh Berdasarkan Hadist, (Bandung: al-
Ma’arif, 1976), Cet. Ke-2, h. 393
7 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 208
8 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 209
20
c. Mubah
Talak yang dibutuhkan karena kebutuhan. Misalnya karena buruknya akhlak
istri dan kurang baiknya pergaulan yang hanya mendatangkan mudharat dan
menjauhkan mereka dari tujuan pernikahan.
d. Sunnah
Yaitu talak yang dilakukan pada saat istri mengabaikan hak Allah yang
diwajibkan kepadanya, misalnya shalat, puasa, dan kewajiban lainnya, sedangkan
suami juga sudah tidak sanggup lagi memaksanya.
e. Mazhur (terlarang)
Yaitu talak yang dilakukan ketika istri sedang haid. Para ulama di Mesir telah
sepakat untuk mengharamkannya. Talak ini juga disebut dengan talak bid’ah. Disebut
bid’ah karena suami yang menceraikan ini menyalahi sunnah Rasul dan mengabaikan
perintah Allah dan Rasulnya. 9
3. Pembagian Talak
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak itu, maka talak itu dibagi tiga
macam, sebagai berikut:
a. Talak Sunni
Yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah dan karenaya
disepakati keabsahannya oleh para ulama. Talak Sunni ialah talak satu kali (bukan
9 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 211
21
dua kali atau tiga kali sekaligus) yang dijatuhkan seorang suami terhadap istrinya
yang dalam keadaan suci dan tidak dicampuri dalam masa sucinya yang sekarang.10
b. Talak Bid’i
Yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan
sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni. Termasuk talak bid’i ialah:
1) Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik dipermulaan haid
maupun dipertengahannya.
2) Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci tapi pernah digauli
oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud.11
c. Talak La Sunni Wala Bid’i
Yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula talak
bid’i, yaitu:
1) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.
2) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau istri yang
telah lepas haid.
3) Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.
Para ulama sepakat bahwa talak itu bid’i adalah haram hukumnya, dan
karenanya barang siapa melakukannya, maka ia dianggap telah berdosa.
10 Muhamad Bagir al-Habsiy, Hukum Fikih Praktis Menurut Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan
Media Utama, 2002), Cet. Ke-1, h. 194
11
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 191
22
Ditinjau dari segi tegas atau tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai
ucapan talak, maka dibagi dua macam:
a. Talah Sharih
Yaitu talak dengan mempergunakan dengan kata-kata yang jelas dan tegas,
dapat dipahami sebagai pernyataan atau cerai seketika diucapkan, tidak mungkin
dipahami lagi.
b. Talak Kinayah
Yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata sindiran, atau samar-samar.
Seperti suami berkata kepada istri ”keluarlah engkau dari rumah ini sakarang”.
Ditinjau dari segi ada atau tidak adanya kemungkinan bekas suami meruju’
kembali bekas istri, maka talak dibagi menjadi dua:
a. Talak Raj’i
Yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap istrinya yang telah pernah
digauli, bukan karena memperoleh ganti harta dari istri, talak yang pertama kali atau
kedua kali dijatuhkan.12
b. Talak Ba’in
Yaitu talak yang putus secara penuh dalam arti tidak memungkinkan suami
kembali kepada istrinya kecuali dengan nikah baru.
Talak ba’in terbagi dua macam:
12 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 196-197
23
1) Talak Bain Sughra, ialah talak yang suami tidak boleh ruju’ kepada mantan
istrinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhalil.
2) Talak Bain Kubra, yaitu talak yang tidak memungkinkan suami ruju’ kembali
kepada mantan isrinya. Dia boleh kembali lagi kepada istrinya setelah
istrinya itu kawin dengan laki-laki laindan bercerai pula dengan laki-laki itu
dan habis masa iddahnya.13
B. Cerai Gugat
Gugat cerai (khulu’) terdiri dari lafdz kha-la-‟a yang berasal dari bahasa arab,
secara etimologi berarti menanggalkan atau membuka pakaian. Dihubungkan kata
khulu’ dengan perkawinan karena dalan Al-Qur’an disebutkan suami itu sebagai
pakaian bagi istrinya dan istrinya merupakan pakaian bagi suaimnya14
.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 187 Allah swt berfirman :
Artinya: ”Mereka merupakan pakaian bagimu dan kamu merupakan pakaian bagi
mereka”.
Khulu’ menurut bahasa berarti tebusan. Dan menurut istilah khulu’ ialah talak
yang diucapkan istri dengan mengembalikan mahar yang pernah dibayarkan suami,15
Muhammad Jawad Mughniyah dalam fiqh lima mazhab bahwa khulu’ ialah
13 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 221-222
14
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet.
Ke-1, h. 231
15
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006), Cet. Ke-5, h. 305
24
penyerahan harta yang dilakukan oleh istri untuk menebus dirinya ikatan perkawinan
dari suaminya.16
Khulu’ secara harfiah berarti ”lepas” atau ”copot”, ulama mendenifisikan
فر قة بعو ض بلفط طال ق او خلع17
Artinya: ”Peceraian dengan tebusan (dari pihak isteri kepada pihak suami) dengan
menggunakan lafadz talak atau khulu”.
Dari beberapa definisi dapat ditarik kesimpulan bahwa khulu’ ialah
permintaan cerai oleh pihak istri kepada pihak suami dengan memberi kembali mahar
yang telah diberikan suami.
C. Dasar Hukum Cerai Gugat
Khulu’ itu peceraian dengan kehendak istri. Hukumnya menurut ulama adalah
boleh atau mubah. Khulu’ boleh dilakukan apabila ada sebab yang menghendakinya,
seperti bentuk suami atau akhlaknya yang buruk atau suami mengganggu istri dan
tidak menunaikan haknya, atau istri takut jauh dari Allah dalam bergaul dengan
suaminya. Jika tidak ada sebab yang mendorongnya, maka khulu’ dilarang. Dasar
dari kebolehannya tedapat dalam surat Al-Baqarah ayat 229:18
16 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Beirut: Dar al-Jawad, 2006), h. 456
17
Amir Syarifudin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2003), Cet.
Ke-1, h. 131
18
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), Cet. Ke-1, h. 184
25
Artinya: ”Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan
cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal
bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka (istriu) kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya
tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, merreka itulah orang-
orang yang dianiaya (Al-Baqarah: 229)”.
Dalam melaksanakan kehidupan suami istri kemungkinan terjadi kesalah
pahaman antara suami istri, atau salah satu dari mereka, atau keduanya tidak
melaksanakan kewajiban-kewajibannya, dan tidak adanya kepercayaan satu sama
lain. Keadaan tersebut adakalanya dapat diselesaikan dan hubungan suami istri
tersebut menjadi baik, adakalanya hal tersebut tidak dapat diselesaikan dan bahkan
kadang-kadang menimbulkan kebencian, kebengisan dan pertengkaran yang terus
menerus terjadi antara suami istri tersebut. Melanjutkan perkawinan yang demikian
akan dapat menimbulkan perceraian yang lebih besar dan meluas diantara anggota-
anggota keluarga yang telah dibentuk.19
19 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 145
26
Untuk menjaga hubungan keluarga dan menghindari suatu pertengkaran yang
terjadi terus menerus, maka agama Islam mensyari’atkan perceraian, akan tetapi
bukan berarti agama Islam menyukai perceraian, agama Islam tetap memandang
perceraian sebagai suatu yang tidak diharapkan.20
Adapun dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum perceraian adalah
1. Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 19
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita
dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena
hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.
dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak”.
2. Al-Hadist
)21(
20 Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 147
21
Al-Imam Hafidz Abi Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, (Kairo: Dar al-Harin, 1988 M/1408
H), Juz 2, h. 261
27
Artinya: ”Dari Ibnu Umar ra, berkata bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda:
sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak
(perceraian). (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Al Hakim dari Ibnu
Umar)”.
Karena itu hadits tersebut menunjukkan bahwa talak atau perceraian
merupakan alternatif terakhir sebagai ”pintu darurat” yang boleh ditempuh manakala
bahtera kehidupan rumah tangga tidak dapat lagi dipertahankan keutuhan dan
kesinambungannya. Sifatnya sebagai alternatif terakhir karena Islam menunjukkan
sebelum terjadinya talak atau perceraian, harus ditempuh jalan damai terlebih dahulu
antara kedua belah pihak dengan melalui hakim (arbirator) dan kedua belah pihak.22
D. Rukun dan Syarat Cerai Gugat
Didalam khulu’ itu terdapat bebeapa unsur yang merupakan rukun yang
menjadi karakteristik dari khulu’ itu dan didalam setiap rukun terdapat beberapa
syarat yang hampir keseluruhannya menjadi pertimbangan ulama. Adapun yang
menjadi rukun khulu’ adalah:
1. Suami yang menceraikan isrtinya dengan tebusan.
2. Istri yang meminta cerai dari suaminya dengan uang tebusan.
3. Uang tebusan
4. Alasan untuk terjadinya khulu’.
22 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), Cet. Ke-
6, h. 269
28
Khulu’ sah apabila telah ada syarat-syarat berikut:
1. Kerelaan dan Persetujuan
Sepakat ahli fikih bahwa khulu’ dapat dilakukan berdasatkan kerelaan dan
persetujuan dari suami istri, asal kerelaan dan persetujuan itu tidak berakibat di pihak
orang lain.
Apabila suami tidak mengabulkan permintaan khulu’ dari istrinya, sedang
pihak istri tetap merasa dirugikan haknya sebagai seorang istri. Maka ia dapat
mengajukan gugatan untuk bercerai kepada pengadilan. Hakim hendaklah memberi
keputusan perceraian antara kedua suami istri itu, apabila ada alat-alat bukti yang
dijadikan daar-dasar gugatan oleh pihak istri.
Sepakat para ahli fiqh bahwa istri yang dapat dikhulu’ adalah istri yang
mukallaf dan telah terikat akad nikah yang sah dengan suaminya. Adapun istri yang
tidak atau belum mukallaf, yamg berhak mengadakan atau mengajukan khulu’ kepada
suami ialah wali.
Istri yang mengajukan khulu’ kepada suaminya diisyaratkan hal sebagai
berikut:
a. Ia adalah seorang yang berada dalam wilayah si suami.
b. Ia adalah yang telah dapat betindak atas harta, karena untuk kepeluan
pengajuan khulu’ memerlukan harta.23
23 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 235
29
2. Iwadh
Iwadh merupakan ciri khas dari khulu’, selama iwadh belum diberikan istri
kepada suami, maka selama itu pula tergantung perceraian. Setelah iwadh disahkan
oleh pihak istri kepada suami barulah terjadi perceraian. Bentuk iwadh sama seperti
mahar. Benda apa saja yang dapat dijadiakan mahar dapat pula dijadikan iwadh.
Mengenai jumlah iwadh yang terpenting ialah persetujuan pihak-pihak suami dan
istri, apakah jumlah yang disetujui itu kurang atau lebih dari jumlah mahar yang
pernah dijadikan oleh pihak istri diwaktu terjadinya diakad nikah.
3. Shigat
Shigat atau ucapan cerai yang disampaikan oleh suami yamg dalam ungkapan
tersebut dinyatakan ”uang ganti” atau ”iwadh”. tanpa menyebutkan ganti ini ia
menjadi talak biasa, seperti ucapan suami ”saya ceraikan kamu dengan tebusan
sebuah motor”. Dalam hal shigat tau ucapan khulu’ ini terdapat beda di kalangan
ulama. Menurut ulama ucapan khulu ada dua macam:
a. Sharih
Sharih itu tebagi menjadi tiga yaitu:
1) Lafaz khulu’ itu sendiri seperti ucapan suami ”saya khulu’ kamu dengan
iwadh sepeda motor”
2) Lafaz tebusan seperti ucapan suami ”saya cerai dengan tebusan sekian....”
3) Lafaz fasakh seperti ucapan suami ”saya fasakh dengan iwadh sebuah
kitab suci Al-Qur’an”.
30
b. Kinayah
Yaitu lafaz lain yang tidak langsung berarti perceraian tapi dapat digunakan
untuk itu. Terjadi khulu’ dengan lafaz kinayah ini disyaratkan harus disertai
dengan niat. Umpamanya ucapan suami ”pergilah pulang ke rumah orang tuamu
dan kamu membayar iwadh sebanyak sejuta rupiah”.24
4. Adanya Alasan Untuk Terjadinya Khulu’
Baik dalam ayat Al-Qur’an dan sunnah terlihat adanya alasan untuk terjadinya
khulu’ yaitu khawatir tidak akan mungkin melaksanakan tugasnya sebagai yang
menyebabkan dia tidak dapat menegakkan hukum Allah.
Ada beberapa syarat bagi pasangan suami istri untuk bisa melakukan khulu’.
Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Seorang istri boleh meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu’ jika
tampak adanya bahaya yang mengancam dan ia merasa takut tidak akan
menegakkan hukum Allah swt.
b. Khulu’ itu hendaknya dilakukan sampai selesai tanpa dibarengi dengan
tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh suami. Jika pihak suami
melakukan penganiayaan. Maka ia tidak boleh mengambil sesuatu pun dari
istrinya.25
24 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 236
25
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 304
31
E. Akibat dan Hikmah Cerai Gugat
1. Akibat Cerai Gugat
Adapun akibat dari cerai gugat adalah bahwa seorang istri yang telah dikhulu’
oleh suaminya, ia berhak atas dirinya karena istri telah memiliki dirinya, ia bebas
menentukan dirinya sendiri. Menurut jumhur ulama termasuk imam mazhab
berpendapat bahwa suami tidak boleh merujuk lagi dengan mantan istrinya setelah ia
menerima iwadh sebagai tebusan dari sang istri.26
Dan mantan suami tersebut tidak
berhak rujuk dalam masa iddah, sebab dengan khulu’ tersebut telah terjadi talak
bain.27
a. Rujuk
Rujuk sesudah khulu’ jumhur ulama berpendapat bahwa tidak boleh
melakukan rujuk setelah khulu’, karena meskipun khulu’ itu berbentuk talak, namun
termasuk talak bain sugra yang tidak memungkinkan untuk rujuk kembali, kecuali
dengan pernikahan yang baru, dimana harus terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat
sahnya nikah.
b. Iddah
Wanita yang diceraikan melalui proses khulu’ harus menunggu sampai ia haid
satu kali sebelum nikah dengan lelaki lain. Dikisahkan bahwa Rabiah binti Mu’awidz
diceraikan melalui proses khulu’ oleh suaminya. Ia lalu mendatangani Ustman dan
26 Tengku Muhamad Hasbi Ash-Shidieqiy, Koleksi Hadist-hadist Hukum, (Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra, 2001), h. 290
27
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. M.Abdul Ghaffar.E.M, h. 307
32
bertanya, ”bagaimana iddah ku?” Ustman menjawab tidak ada kewajiban iddah
bagimu. Jika engkau baru saja diceraikan melalui khulu’, maka engkau tidak boleh
menikah hingga engkau mengalami haid satu kali. Dalam hal ini, aku mengikuti
keputusan Rasulullah saw terhadap Maryam al-Mughaliyah, istri Tsabit bin Qais
yang meminta khulu’ dari suaminya.28
2. Hikmah Cerai Gugat
Adapun hikmah dari cerai gugat adalah hikmah dibolehkan khulu’ adalah
memberikan kemaslahatan kepada umat manusia yang telah dan sedang menempuh
hidup berumah tangga dalam masa perkawinan itu mungkain ditemukan hal-hal yang
tidak memungkinkan keduanya mencapai tujuan perkawinan. Menurut Amir
Syarifuddin bahwa hikmah khulu’ adalah tampaknya keadilan Allah sehubungan
dengan hubungan suami istri. Bila suami berhak melepaskan diri dari hubungan
dengan istrinya menggunakan dengan cara talak, istri juga mempunyai hak dan
kesempatan bercerai dari suaminya dengan cara khulu’.29
Jadi jelas dengan adanya khulu’, pihak istri bisa menggunakan haknya yang
mana hak bercerai bukan untuk pihak laki-laki (suami) saja, melainkan istri bisa
mempergunakannya dan dengan alasan-alasan yang tepat.
28 Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), h. 264
29 Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 234
33
BAB III
PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA TIMUR
A. Sejarah Singkat
Di wilayah Nusantara, sebelum pemerintahan kolonial Belanda terdapat empat
macam lembaga Pengadilan, Pengadilan Pradata, Padu, Adat dan Peradilan Serambi.
Pengadilan Pradata merupakan Pengadilan Kerajaan yang menangani kasus-kasus
tindak pidana dan kasus-kasus makar yang ditangani oleh Raja secara langsung.
Sedangkan Pengadilan Padu ditangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Raja
menangani kasus-kasus perdata dan pidana ringan.
Pengadilan Adat menangani yang berhubungan dengan sengketa masyarakat
adat ditangani oleh Kepala Adat kebanyakan terdapat di wilayah Indonesia diluar
Pulau Jawa. Pengadilan Serambi, pada masa Sultan Agung memerintah kerajaan
Mataram, mengggantikan pengadilan Pradata yang kewenangannya meliputi kasus
pidana dan perdata. Kekuasaan Pengadilan serambi dijabat oleh Raja, akan tetapi
dalam prakteknya ditangani oleh para Penghulu yang diangkat oleh Raja.1
Pada awal pemerintahan Kolonial Belanda, keberadaan Pengadilan Agama
masih tetap dipertahankan. Bahkan keberadaanya diakui dalam Staats Blaad 1882
Nomor 152 tanggal 19 Januari 1882 untuk Pengadilan Agama di wilayah Jawa dan
Madura dan dalam Staatsblaad 1937 Nomor 638 untuk Pengadilan Agama diwilayah
Kalimantan Selatan dan Timur, meliputi perkawinan, perceraian, waris dan wakaf.
1 Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, hal. 7
34
Sejak 1 April 1937, kewenangan Pengadilan Agama diwilayah Jawa dan Madura
dipersempit hanya berwenang mengadili kasus perkawinan dan perceraian, sedangkan
kasus waris dan wakaf menjadi wewenang Ladraad (sekarang Pengadilan Negeri).2
Sebagai kelanjutan dari sikap pemerintahan Hindia Belanda terhadap
Peradilan Agama, pada tahun 1982 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12
maret 1828 nomor 17 khusus untuk Jakarta ditiap-tiap distrik dibentuk satu majelis
distrik yang terdiri dari :
1. Komandan Distrik sebagai Ketua
2. Para Penghulu Masjid dan Kepala Wilayah sebagai anggota3
Majelis ada perbedaan semangat dan arti terhadap pasal 13 Staatsblad 1820
Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 Pemerintah dimasa itu
mengeluarkan penjelasan pasal 13 Staatsblad Nomor 22 tahun 1820 sebagai berikut :
“Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain
mengenai soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa
sejenis yang harus diputus menurut hukum Islam, maka “pendeta” memberi
keputusan, tetapi gugatan untuk mendapat pembiyaan yang timbul dari
keputusan dari para “pendeta” itu harus diajukan kepada pengadilan-
pengadilan biasa”. 4
Penjelasan ini dilatarbelakangi pula oleh adanya kehendak dari pemerintah
Hindia Belanda untuk memberlakukan politik konkordansi dalam bidang hukum,
2 R. Soepomo, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, 1970, hal. 68
3 Dadang Muttaqien, dkk, Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia, (Yogyakarta: UI Press, 1999), h. 41
4 Staatsblad No. 22 Tahun 1820.
35
karena beranggapan bahwa bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang
telah ada di Indonesia. Seperti diketahui bahwa pada tahun 1838 di Belanda
diberlakukan Burgerlijk Wetboek (BW).
Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten
van Oud Haarlem yang menjadi Ketua Komisi penyesuain Undang-undang Belanda
dengan keadaan istimewa di Hindia Belanda membuat sebuah nota kepada
pemerintahannya, dalam nota itu dikatakan bahwa5 :
“Untuk mencegah timbulnya keadaan yang tidak menyenangkan mungkin
juga perlawanan jika diadakan pelanggaran terhadap agama orang Bumi Putera,
maka harus diikhtiarkan sedapat-dapatnya agar mereka itu dapat tinggal tetap
dalam lingkungan (hukum) agama serta adat istiadat mereka”.
Secara khusus, sejarah lahirnya Pengadilan Agama kelas 1A Jakarta Timur di
pimpin oleh Menteri Agama RI yang tersebut dalam Keputusan Menteri Agama RI
Nomor 67 tahun 1963 jo Nomor 4 tahun 1967.6
Adapun kronologis Pengadilan Agama Jakarta Timur adalah Sebagai berikut:
a. Pada saat itu, Pengadilan Agama di tanah betawi hanya memiliki satu Pengadilan
Agama yaitu “Penghadilan Agama Istimewa Jakarta Raya” yang dibantu oleh dua
(2) kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Tengah. Kemudian warga ibukota
ini kian bertambah, sehingga terbitlah Keputusan Menteri Agama Nomor 67
5 Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011 dari www.pa-jakartatimur.net
6 Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, h. 21
36
tahun 1963 jo Nomor 4 tahun 1967 yang berbunyi antara lain: “Membubarkan
kantor-kantor cabang Pengadilan Agama (bentuk lama) dalam daerah khusus
Ibukota Jakarta Raya. (Keputusan Menteri Agama Nomor 67 tahun 1963 jo
Nomor 4 tahun 1967).7
b. Pada tahun 1966 Gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui
keputusan beliau Nomor Ib.3/1/1/1966 tanggal 12 Agustus 1966 membentuk
Ibukota Negara ini menjadi 5 wilayah dengan sebutan Kota Administratif.
Membentuk kantor-kantor Cabang Pengadilan Agama yang baru sederajat atau
setara dengan Kantor Agama tingkat II, yaitu :
1) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Pusat
2) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur
3) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat
4) Kntor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan
5) Kantor Cabang Pengadilan Agam Jakarta Utara.
c. Pengadilan Agama istimewa Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya yang daerah
hukumnya meliputi wilayah kekuasaan daerah ibukota Jakarta Raya, adalah
kantor induk Pengadilan Agama Jakarta Raya, ditetapkan berkedudukan di kota
Jakarta Pusat dan secara khusus bertugas pula sebagai Pengadilan Agama sehari-
hari bagi wilayah kekuasaan Jakarta Pusat.8
7 Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, h. 32
8 Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, h. 33
37
Berdasarkan pertimbangan tersebut, melalui Keputusan Gubernur kepala
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor Ib.3/I/I1966 tanggal 12 Agustus 1966, maka
pada tanggal 18 Februari 1967 diresmikan sebutan maupun operasional Pengadilan
Agama di lima wilayah daerah khusus ibukota, terutama Pengadilan Agama Jakarta
Timur menjadi berikut:
1. Pengadilan Agama Jakarta Pusat
2. Pengadilan Agama Jakarta Utara
3. Pengadilan Agama Jakarta Barat
4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan, dan
5. Pengadilan Agama Jakarta Timur
Pengadilan Agama Jakarta Timur, terbentuk dan berdiri berdasarkan
Keputusan Menteri Agama RI Nomor 4 tahun 1967 tanggal 17 Januari 1967.
Pendirian Pengadilan Agama diwilayah hukum daerah ibukota (DKI) Jakarta.9
Pada tanggal 1 Maret 2004 kantor lama di jl. Raya Bekasi km.18 Pulo Gadung
Jakarta Timur, pindah ke kantor barunya di jl. PKP no. 24 Kelapa II Wetan Ciracas
Jakarta Timur. Segala pelayanan masyarakat dan sidang berpindah pula di kantor
tersebut. Pada tanggal 16 Maret 2004, bersamaan dengan itu dilantik H. Helmy
Bakrie, S.H. Sebagai ketua yang menjabat sampai dengan tanggal 30 November
2004, dan selanjutnya di ketuai oleh Drs. H. Ruslan Harun al-Rasyid, S.H, M.H.
sampai dengan tanggal 6 Juni 2006, selanjutnya Pengadilan Agama Jakarta Timur
9 Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009, h. 35
38
diketuai oleh Drs. Syarif Usman, S.H. Dan tahun 2008 hingga sekarang dibawah
pimpinan Drs.H. Wakhidun AR, S.H, M. Hum.
Sebagai sebuah negara yang merdeka dan bedaulat yang dibentuk dengan
konstitusi made in Bangsa Indonesia sendiri, dimana setelah 25 tahun (seperempat
abad) tetap dalam mimpi indah yang panjang, kemudian tersentak bangun sehingga
terbitnya Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. Pada pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 10 ayat (1) dari undang-
undang yang baru disebutkan, terukir bahwa lembaga Peradilan Agama dilegitimasi
dan disejajarkan dengan badan-badan peradilan lainnya.
Untuk selanjutnya atas berkat rahmat Allah swt. yang dicerahkan kepada umat
Islam di bumi pertiwi ini, maka terbit pula Undang-undang No. 14 tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman tesebut di atas telah
diperbaiki dengan lahirnya Undang-undang RI No. 35 tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-undang No. 14 tahun 1970 pada pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa:
”Badan-badan peradilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) secara
organisasi administratif, dan finansial berada di bawah Kekuasaan Mahkamah Agung
RI.
Sedangkan pada pasal 11 A ayat (2) meyabutkan bahwa Pengadilan
organisasi, admiistratif, dan finansial bagi Peradilan Agama waktunya tidak
dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama tahun sejak Undang-
undang ini belaku, yaitu tanggal 31 Agustus 1999.
39
Menyikapi aspirasi tentang langkah unuk memasuki satu atap dibawah
Mahkamah Agung RI sebagaiamana tercemin pada pasal 4 ayat (1) KEPRES RI
tahun 2004 di Audtorium Mahkamah Agung RI jl. Medan Merdeka Utara No. 9-13
Jakarta, dengan dihadiri Ketua Mahkamah Agung RI Prof. DR. Bagir Manan, SH,
dan Menteri Agama RI Prof. DR. Said Agil al-Munawar, MA.
B. Kedudukan dan Letak
Pengadilan Agama Jakarta Timur berkedudukan di Kelapa Dua Wetan Alamat
Jl. PKP No. 24 Kelurahan Kelapa Dua Wetan Kecamatan Ciracas Kotamadya Jakarta
Timur. Telp. (021) 87717549, Faks. (021) 87717548. Kode Pos 13730. Gedung
Pengadilan Agama Jakara Timur bediri di atas tanah seluas 2.760 M2, dengan luas
bangunan 1400 M2 yang terdiri dari 3 lantai yang dibangun tahun 2003 dengan dana
APBD Pemda DKI. Dengan keadaan gedung kantor yang demikian besar dan volume
pekerjaan yang cukup padat, begitu pula dengan karyawan yang berjumlah 57 orang
dengan pegawai honorer 10 orang maka gedung kantor tersebut cukup memadai.
C. Struktur Organisasi
Berdasarkan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 004 tahun
1992 tentang susunan organisasi serta surat keputusan Menteri Agama RI Nomor 303
tahun 1990 tentang Susunan Organisasi ditetapkan bahwa struktur organisasi
Pengadilan Agama Jakarta Timur sebagaimana berlaku pada Pengadilan Agama di
lingkungan Departemen Agama RI, adalah sebagai berikut:10
10 Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
40
1. Ketua : Drs. H. Wakhidun AR, S.H, M. Hum
2. Wakil Ketua : Drs. H. Muh. Abduh Sulaeman, S.H, M.H
3. Dewan Hakim : a) Dra. Hj. Saniyah KH, b) Drs. Abu Semen
Bastoni, S.H, c) Drs. H. Fauzi M Nawawi, d) Dra. Nurroh Sunnah, S.H, e) Hj.
Nani Setyawati, S.H, f) Drs. H. M. Fadjri Rivai, S.H, M.H, g) Hj. Yustimar, S.H,
h) Drs. Nasrul, i) Elvin Nailani, S.H, M.H, j) Drs. Mahmudin, k) Drs. Uwaisul
Qumy, l) Drs. Achmad Harun Shofa, S.H, m) H. Abdillah, S.H, n) Drs. Achmad
Busyro, M.H, o) Hj. Munifah Djam’an, S.H.
4. Panitera/Sekertaris : Drs. H. Syaiful Anwar
5. Wakil Sekertaris : Drs. H. Ujang Mukhlis, S.H, M.H
6. Wakil Panitera : H. Hafani Baihaqi, Lc, S.H
7. Ka. Sub. Keuangan : Sanjaya Langgeng Santoso
8. Ka. Sub. Kepegawaian : Hamim Nafan, S.Hi
9. Ka. Sub. Umum : Muhammad Zuhri
10. Panmud Permohonan : H. Bambang Sri Pancala, S.H
11. Panmud Gugatan : Ali Mushofa, S.H
12. Panmud Hukum : Fahrurrozi, S.H
13. Panitera Pengganti : a) Drs. Ade Faqih, b) Siti Makbullah, S.H, c)
Aday, S.Ag, d) Syamsul Rizal, S.H, e) Sumaryuni, S.H, f) Hamdani, S.Hi, g)
Mustanah, S.H, h) Titiek Indriyati, S.H, i) Dra. Siti Nurhayati, j) Idris M Ali, S.H,
k) Nova Asrul Lutfi, S.H, l) Hj. Spa Ichtiyatun, S.H, M.H
14. Jurusita :
a. Moch. Sidik
41
b. Zulkipli
15. Jurusita Pengganti : a) Burhamzah, b) Budi Sukirno, c) Obang
Hasyim. A, d) Ikbal Bisry, e) Sri Mulyati, f) Veny Rahmawaty, g) Rahman
Sufiyah, S.H, h) Muhammad Sayhon, i) Tati Yulianti
D. Wilayah Yuridiksi
Wilayah hukum atau yuridiksi yang dimaksud pada pembahasan ini bermuara
pada istilah kewenangan memeriksa, memutuskan, dan menyelesaian suatu perkara
bagi pengadilan.
Dalam istilah ”kewenangan” sama dngan sinonim dari kata ”kekuasaan”.
Adapun yang dimaksud dengan kewenangan dan kekuasaan itu terdapat dalam HIR
yang dikenal dengan istilah kompetensi.
Adapun pembahasan kompetensi ini terbagi dua aspek, yaitu:
1. Kompetensi Absolut, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang menyangkut
pokok perkara itu sendiri. Pada Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama disebut pada Bab III yang berjudul Kekuasaan Pengadilan pasal
49 ayat (1) yang berbunyi, ”Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingakat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a. Perkawinan
b. Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasrkan hukum Islam
c. Wakaf dan Shadaqoh Undang-undang No. 7 tahun 1989 Pasal 49 Ayat 1
42
Sejalan dengan bertambahnya kompetensi Peradilan Agama berdasarkan
Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan telah dirubah untuk kedua kalinya dengan
Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dimana kedudukan
Peradilan Agama sebagai salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yaitu:11
perkawinan, waris,
wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqoh, dan ekonomi syariah.
Dan selain perkara-perkara dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,
infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah, didalamnya juga diatur bahwa Pengadilan
Agama berwenang memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal
bulan pada tahun hijriyah dan memberikan keterangan atau nasehat mengenai
perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat.
Dalam penerimaan perkara hingga pengarsipan diselenggarakan dengan
sistem meja sebagaimana yang diatur dalam surat edaran Mahkamah Agung Republik
Indonesia tentang pola-pola pembinaan, pengendalian, administrasi peradilan
(BINDALMIN). Yang kemudian, dalam rangka pemanfaatan sistem teknologi dan
informasi yang kian canggih ada suatu kebijakan Mahkamah Agung untuk
menggabungkan pola BINDALMIN ini dengan sistem Administrasi Kepegawaian
(SIMPEG) secara online.12
11 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama Pasal 49
12
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur 2009, h. 4
43
2. Kompetensi Relatif, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa,
memutuskan, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang
berhubungan dengan wilayah atau domosili pihak atau para pihak pencari
keadilan. Hal demikian tersebut pada ketentuan sebagai berikut :
a. HIR pasal 118 ayat (1 s/d 4) jo. Pasal 142 (2) dan
b. Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 66 ayat 1
s/d 5 tentang kompetensi relatif ini bagi Pengadilan Agama yang
berkedudukan di lima wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah
ditetapkan pada saat kelahirannya, yaitu dalam Keputusan Menteri Agama
No. 4 tahun 1967 yang berbunyi antara lain:
1) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara yang daerah hukumnya
meliputi kekuasaan kota Jakarta Utara
2) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat yang daerah hukumnya
meliputi kekuasaan kota Jakarta Barat
3) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang daerah hukumnya
meliputi kekuasaan kota Jakarta Selatan
4) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Timur yang daerah hukumnya
meliputi kekuasaan kota Jakarta Timur
5) Khusus untuk Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya ditetapkan kantor
induk Pengadilan Agama Jakarta Raya yang daerah hukumnya meliputi
seluruh wilayah kekuasaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah juga
44
sebagai Pengadilan Agama yang meliputi wilayah kekuasaan kota Jakarta
Pusat.
Wilayah kekuasaan hukum (yuridiksi) Pengadilan Agama Jakarta Timur
adalah wilayah daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh)
kecamatan dan 65 kelurahan.
Adapun batas-batas wilayahnya adalah :
1. Sebelah utara dengan : Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat
2. Sebelah barat dengan : Kodya Jakarta Selatan
3. Sebelah selatan dengan : Kabupaten Bogor /Kodya Depok
4. Sebelah timur dengan : Kabupaten Bekasi/Kota Bekasi.13
Luas wilayah : 18.877.77 Ha. Jumlah penduduknya 3.050.713 jiwa
(bersumber data BAPEKO TAHUN 2003). Jumlah penduduk yang beragama Islam
2.569.390 jiwa (bersumber data Depag. Tahun 2003). Kodya Jakarta Timur adalah
wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, adapun 10 wilayah kecamatan
tersebut adalah sebagai berikut
a. Kecamatan Matraman, terdiri dai 6 (enam) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 153.484 jiwa :
1) Kelurahan Kebon Manggis
2) Kelurahan Palmerah
3) Kelurahan Pisangan Baru
13Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
45
4) Kelurahan Kayu Manis
5) Kelurahan Utan Kayu Utara
6) Kelurahan Utan Kayu Utara
7) Kelurahan Utan Kayu Selatan.14
b. Kecamatan Jatinegara, teridri dari 8 (delapan) Kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 250.186 jiwa :
1) Kelurahan Bali Mester
2) Kelurahan Bidaracina
3) Kelurahan Cipinang Besar Selatan
4) Kelurahan Cipinang Besar Utara
5) Kelurahan Cipinang Cempedak
6) Kelurahan Cipinang Muara
7) Kelurahan Rawa Bunga
8) Kelurahan Kampung Melayu Kecil.15
c. Kecamatan Pasar Rebo, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 240.074 jiwa :
1) Kelurahan Baru
2) Kelurahan Cijantung
3) Kelurahan Gedong
4) Kelurahan Kalisari
14 Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
15
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
46
5) Kelurahan Pekayon.16
d. Kecamatan Kramat Jati, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 175.883 jiwa :
1) Kelurahan Balekambang
2) Kelurahan Batu Ampar
3) Kelurahan Cawang
4) Kelurahan Cililitan
5) Kelurahan Dukuh
6) Kelurahan Kampung Tengah
7) Kelurahan Kramat Jati.17
e. Kecamatan Pulogadung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduk
sebanyak 250.878 jiwa :
1) Kelurahan Cipinang
2) Kelurahan Jati
3) Kelurahan Jatinegara Kaum
4) Kelurahan Kayu Putih
5) Kelurahan Pisangan Timur
6) Kelurahan Pulogadung
7) Kelurahan Rawamangun.18
16 Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
17
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
18
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
47
f. Kecamatan Cakung terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduknya
sebanyak 251.184 jiwa :
1) Kelurahan Cakung Barat
2) Kelurahan Cakung Timur
3) Kelurahan Jatinegara
4) Kelurahan Penggilingan
5) Kelurahan Pulogebang
6) Kelurahan Rawa Terate
7) Kelurahan Ujung Menteng.19
g. Kecamatan Ciracas, terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduknya
sebanyak 160.679 jiwa :
1) Kelurahan Cibubur
2) Kelurahan Ciracas
3) Kelurahan Kelapa Dua Wetan
4) Kelurahan Rambutan
5) Kelurahan Susukan.20
h. Kelurahan Cipayung terdiri dari 8 (delapan) kelurahan dengan jumlah
penduduknya sebanyak 171.883 jiwa :
1) Kelurahan Ceger
2) Kelurahan Cilangkap
19 Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
20
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
48
3) Kelurahan Cipayung
4) Kelurahan Lubang Buaya
5) Kelurahan Munjul
6) Kelurahan Pondok Rangon
7) Kelurahan Setu.21
i. Kecamatan Makasar terdiri dari 5 (lima) kelurahan dengan jumlah penduduk
sebanyak 193.085 jiwa :
1) Kelurahan Cipinang Melayu
2) Kelurahan Him
3) Kelurahan Kebon Pala
4) Kelurahan Pinang Ranti
5) Kelurahan Makasar.22
j. Kecamatan Duren Sawit terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah
penduduknya 203.280 jiwa :
1) Kelurahan Duren Sawit
2) Kelurahan Malaka Jaya
3) Kelurahan Pondok Kopi
4) Kelurahan Pondok Bambu
5) Kelurahan Klender.
21 Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
22
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011dari www.pa-jakartatimur.net
49
BAB IV
ANALISIS TERHADAP CERAI GUGAT AKIBAT SUAMI DI-PHK
A. Duduknya Perkara
Dalam duduk perkara mengenai cerai gugat akibat suami di-PHK dalam
putusan pengadilan dengan Nomor Perkara 590/Pdt.G/2009/PAJT. Antara
Eryanawati binti M. Husin, umur 45 tahun, tempat tinggal di Jalan H. Yahya No. 56
RT.002 RW.09 Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur,
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga sebagai penggugat melawan Syaiful Aswan bin
Sulaiman, umur 52 tahun, tempat tinggal dahulu di Jalan H. Yahya No. 56 RT. 002
RW. 09, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, sekarang tidak
diketahui alamat yang jelas, dan yang pasti di wilayah Indonesia (ghoib), Pekerjaan
wiraswasta.
Berdasarkan keterangan yang dikemukakan dari pihak Penggugat (Eryanawati
binti M. Husin) bahwa mereka (Antara Penggugat dan Tergugat) telah
melangsungkan pernikahan pada tahun 1983, dan dilakukan dihadapan pejabat PPN
KUA Kecamatan Cilamaya, Karawang. Setelah menikah Penggugat mengatakan
sebenarnya ia dan Tergugat setelah pernikahan hidup rukun, bahkan keduanya telah
dikaruniai tiga orang anak, yang pertama Nova Christa Wantari bernama lahir pada
tanggal 4 Februari 1983, yang kedua Victaria Fransisca lahir pada tanggal 5
November 1985, dan yang ketiga bernama Norria Da Silva lahir pada tanggal 19 Mei
1987. Akan tetapi sejak bulan Juli 2003 kehidupan rumah tangga Penggugat dengan
50
Tergugat mulai goyah dan terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus
dan sulit diatasi bahkan semakin tajam dan memuncak, sampai akhirnya pada bulan
Januari 2005 Penggugat dan Tergugat telah pisah tempat tinggal, karena Tergugat
telah pergi meninggalkan Penggugat kediaman bersama tanpa adanya nafkah lahir
dan batin, dan berlangsung selama 4 tahun maka hak dan kewajiban suami istri tidak
terlaksana sebagaimana mestinya. Ternyata keduanya tidak ada harapan lagi untuk
hidup rukun dalam bahtera rumah tangga.
Adapun penyebab percekcokan seperti yang dijelaskan oleh penggugat antara
lain:
a. Masalah ekonomi karena suami tidak bekerja lagi (PHK).
b. Sudah tidak ada kecocokan lagi dalam rumah tangga.
c. Meninggalkan keluarga tanpa sepengetahuan penggugat dan anak-anak
sampai saat ini selama 4 tahun.
Dengan alasan di atas Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Jakarta
Timur untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut:
a. Mengabulkan permohonan penggugat.
b. Mengizinkan penggugat untuk berpekara cuma-cuma.
c. Mengabulkan gugatan penggugat.
d. Menetapkan jatuhkan talak satu Syaiful Aswan bin Sulaiman.
e. Membebankan biaya perkara ini kepada negara, atau apabila pengadilan
berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
51
Pada surat putusan majelis hakim telah memikirkan adanya, bahwa Penggugat
selalu hadir dalam persidangan yang telah ditentukan, pemeriksaan tetap dilanjutkan
dengan pihak Tergugat yang tidak pernah hadir dan tidak mewakilkan pada orang
lain, sedangkan jurusita telah memanggil pihak tergugat dengan resmi dan patut.
Upaya majlis hakim tidak berhasil dengan upaya perdamaian dan menasehati pihak
Penggugat.
Penggugat meminta kepada majlis hakim untuk mengabulkan putusnya
perkawinan karena sering terjadi perselisihan atau percekcokan diantara kedua belah
pihak tersebut. Dan penggugat mempunyai alat bukti :
a. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang telah dilegalisir,
b. Keterangan dua orang saksi diantaranya:
1) Sarmada bin Hamin Awi
Bahwa hubungan saksi dengan penggugat adalah tidak ada hubungan famili
dan kenal dengan tergugat sebagai suami penggugat. Dan saksi mengetahui bahwa
penggugat orang yang tidak mampu karena segala keperluan ditanggung oleh orang
tuanya, bahwa penggugat dan tergugat mempunyai tiga orang anak yang diasuh oleh
penggugat. Penggugat dan tergugat sering terjadi cekcok masalah ekonomi karena
tergugat di-PHK, dan tegugat telah meninggalkan rumah selama 4 tahun.
2) Hadi Arif Ramdani bin Edi Muryadi
Bahwa hubungan saksi dengan penggugat adalah adik ipar penggugat. Dan
saksi mengetahui bahwa penggugat orang yang tidak mampu karena segala keperluan
ditanggung oleh orang tuanya, bahwa penggugat dan tergugat mempunyai tiga orang
52
anak yang diasuh oleh penggugat. Penggugat dan tergugat sering terjadi cekcok
masalah ekonomi karena tergugat di-PHK, dan tergugat telah meninggalkan rumah
selama 4 tahun.
B. Pertimbagan Hukum Hakim
Pelaksanaan tugas Peradilan, seorang hakim tidak boleh dipengaruhi oleh
kekuasaan siapapun, bahkan Ketua Pengadilan sendiri tidak berhak ikut campur
dalam soal Peradilan yang dilaksanakannya. Hakim bertanggung jawab kepada diri
sendiri dan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas putusan yang telah ditetapkan.
Secara filosofis, Peradilan Agama dibentuk dan dikembangkan untuk
menegakkan hukum dan keadilan dalam pergaulan hidup manusia, khususnya
dikalangan orang-orang yang bergam Islam dalam bidang: perkawinan, kewarisan,
wasiat, hibah, wakaf, shadaqah, dan ekonomi syari’ah. Hukum yang ditegakkan
adalah hukum Allah yang telah disistematisasi oleh manusia melalui kekuasaan
negara.
Menimbang, berdasarkan posita dan petitum gugatan penggugat telah dengan
jelas menunjukan tentang adanya sengketa dalam kehidupan rumah tangga antara
pengugat dengan tergugat sebagaimana dalam gugatan pengugat dan keterangan para
saksi dipersidangan.
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan penggugat tentang kediaman
bersama juga sebagimana relaas panggilan pertama atas nama penggugat telah
penggugat tanda tangani dan diterima langsung dari jurusita, ternyata sah dan patut,
maka harus dinyatakan terbukti bahwa penggugat berdomisili diwilayah hukum atau
53
yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Timur, maka oleh karenanya berdasarkan Pasal
49 ayat (1) huruf (a) dan Pasal 73 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989,
Pengadilan Agama di Jakarta Timur berwenang memeriksa dan menyelesaikan
gugatan penggugat.
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan penggugat sebagaimana ternyata
dalam surat bukti Kutipan Akta Nikah Nomor 338/7/1983 tanggal 11 Juli 1983 harus
dinyatakan terbukti antara penggugat dengan tergugat telah terikat dalam pernikahan
yang sah dan tergugat terikat dengan ta’lik talak.
Menimbang, bahwa antara penggugat dan tergugat telah pernah hidup
bersama sebagai layaknya suami istri yang baik dalam keadaan rukun dan telah
dikarunia 3 orang anak oleh karena itu harus dinyatakan antara penggugat dan
tergugat telah terbukti telah mempunyai anak bernama:
a. Nova Christie Wantari, lahir tanggal 5 November 1983
b. Victaria Fransisca, lahir tanggal 4 Februari 1985
c. Norris Da Silva, lahir tanggal 19 Mei 1987
Menimbang, bahwa asas dan tujuan dari pernikahan sesuai dengan kehendak
ayat 21 surat Ar-Rum dan ayat 34 surat An-Nisa, antara lain adalah untuk
mewujudkan adanya sakinah, mawaddah, dan rahmah dalam kehidupan berumah
tangga suami istri, akan tetapi bilamana hal tersebut sudah tidak mungkin diwujudkan
maka, dapat dibenarkan salah satu pihak mengajukan perceraian dan hal ini sesuai
dengan kehendak pasal 34 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 77
ayat (5) Kompilasi Hukum Islam.
54
Menimbang, bahwa dalil-dalil penggugat tentang telah terjadinya peselisihan
atau pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga yang tercantum dalam gugatannya
sebagai berikut:
- Masalah ekonomi karena suami di PHK dan tidak ada kecocokan lagi dan tergugat
telah pergi meninggalkan penggugat selama 4 tahun tanpa nafkah lahir bathin dan
sekarang ini tidak diketahui alamat tempat tinggalnya dan nafkah lahir bathin.
Menimbang, bahwa penggugat termasuk orang yang tidak mampu
berdasarkan surat keterangan dari Kecamatan Jatinegara serta diketahui keterangan
dua orang saksi terbukti penggugat dinyatakan tidak mampu disarankan untuk
beracara secara prodeo.
Menimbang, bahwa karena ternyata tergugat, meskipun telah dipanggil
dengan patut, tidak datang menghadap dan pula tidak tenyata, bahwa tidak datangnya
disebabkan oleh suatu halangan yang sah, serta gugat tersebut tidak melawan hukum
dan beralasan, tergugat yang dipanggil dengan patut akan tetapi tidak datang
mengahadap harus dinyatakan tidak hadir dan gugat tersebut harus dikabulkan
dengan verstek.
Menimbang, bahwa para saksi penggugat masing-masing bernama Sarmada
bin Hamim Awi dan Hadi Arif Hamdan bin Edi Muryadi yang menyatakan
sebagai berikut:
1. Bahwa penggugat adalah orang yang tidak mampu karena semua
keperluannya ditanggung oleh orang tuanya dan yang besangkutan tidak
bekerja.
55
2. Bahwa antara penggugat dan tergugat sebagai suami istri dan telah dikaruniai
3 orang anak dan sekarang diasuh oleh penggugat.
3. Bahwa antara penggugat dan tergugat sering terjadi cekcok masalah ekonomi
karena tergugat di-PHK sudah 4 tahun dan tidak bekerja lagi.
4. Bahwa tergugat telah pergi meninggalkan penggugat selama 4 tahun dan tidak
diketahui alamat tempat tinggalnya sekarang ini.
Menimbang, bahwa dalil-dalil penggugat yang dibuktikan akan kebenarannya
dengan pengakuan langsung dan diperkuat dengan keterangan para saksi dan
keluarga, majelis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa antara penggugat dengan
terggugat dalam kehidupan rumah tangganya telah terbukti terjadi perselisihan atau
pertengkaran yang terus menerus yang sulit untuk dirukunkan lagi.
Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas gugatan penggugat
telah terbukti memenuhi ketentuan pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf (f) dan (g) Kompilasi Hukum Islam.
Menimbang, bahwa kehadiran pihak keluarga penggugat dimuka persidangan,
sementara majelis hakim telah dapat menarik kesimpulan sebagaimana tersebut di
atas dan yang menjadi penyebeb terjadinya perselisihan dan pertengkaran telah cukup
jelas, maka majelis berpendapat bahwa dikabulkan gugatan penggugat telah terbukti
dan memenuhi ketentuan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi Hukum Islam.
Menimbang, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana tersebut di
atas, yang telah membuktikan akibat tindakan dan pebuatan tergugat menimbulkan
56
perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dan terbukti, pula tergugat telah
melanggar ketentuan pasal 33, 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 oleh
karena gugatan penggugat dapat dipertimbangkan.
Menimbang, bahwa dengan jelasnya masalah pokok gugatan penggugat serta
ditemukan dasar hukum tentang gugatan tersebut, majelis hakim telah memberikan
pokok pikiran kepada pihak penggugat untuk mengurungkan niatnya bercerai, namun
ternyata penggugat tetap kepada pendiriannya karena sudah tidak sanggup lagi untuk
membina rumah tangga dengan tergugat, demikian majelis berpendapat bahwa antara
penggugat dengan tergugat telah terjadi perselisihan dan percekcokan yang sulit
untuk dibina lebih lanjut oleh karena itu majelis hakim menilai tergugat telah terbukti
melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 33 Undang-undang Nomor 1 tahun
1974 Jo. Pasal 116 huruf (f) dan (g) Kompilasi Hukum Islam.
Menimbang, bahwa majelis hakim berpendapat perlu mengetengahkan
petunjuk Allah swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi:
Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)
tiga kali kuru‟.
Menimbang, bahwa karena dalil-dalil gugat cerai dengan alasan menjatuhan
talak satu bain sugra telah terbukti maka gugatan penggugat dikabulkan.
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7
tahun 1989 Jo. Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 biaya perkara dalam bidang
57
perkawinan dibebankan kepada penggugat, karena penggugat tidak mampu dan
beracara secara prodeo maka biaya perkara dibebankan kepada negara.
Mengingat segala ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan hukum syara’ yang berkaitan dengan perkara ini.
C. Analisis Penulis
Disamping dapat dipandang upaya untuk meminimalkan perceraian, ketentuan
yang menyangkut keterlibatan Pengadilan Agama alasan-alasan yang bisa dijadikan
dasar perceraian tersebut di atas juga merupakan langkah ke arah menumbuhkan
kesadaran hukum masyarakat agar setiap perceraian yang terjadi benar-benar sah,
bukan perceraian haram, dan bukan kewajiban-kewajiban yang menjadi konsekuensi
logis dari perceraian bisa ditunaikan dengan baik, sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan.1
Dalam halaman sebelumnya penyebab percekcokan seperti yang dijelaskan
oleh penggugat ialah masalah ekonomi karena suami tidak bekerja lagi (PHK), sudah
tidak ada kecocokan lagi dalam rumah tangga, dan meninggalkan keluarga tanpa
sepengetahuan penggugat selama 4 tahun. Namun pada dasarnya alasan cerai gugat
karena suami di-PHK masih di dalam permasalahan ekonomi karena pekerjaan
menjadi faktor utama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, kalau suami
tidak bekerja maka kebutuhan hidup keluarga khususnya ekonomi menjadi tersendat,
sehingga kebutuhan ekonomi rumah tangga menjadi tidak berjalan dan suami tidak
1 Suheri Sidik Ismail, Ketentraman Suami Isteri, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1999), Cet. Ke-1, h.
29
58
melaksanakan kewajibannya terhadap keluarga. Dalam putusan majelis hakim
memutuskan perkara tersebut sudah tepat karena sudah terdapat alasan-alasan yang
menyebabkan putusnya perkawinan.
Mengenai penetapan putusan pengadilan dalam pekara perdata ini khususnya
pada perkara cerai gugat maupun cerai talak yang disebabkan dilatar belakangi faktor
ekonomi pada umumnya mengandung amar putusan tunggal, yaitu penetapan putusan
yang berupa pengabulan atau penolakan penggugat untuk melakukan perbuatan
hukum sebagaimana yang dimohonkan seperti:
1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya.
2. Mengizinkan penggugat untuk berperkara cuma-cuma.
3. Menjatuhkan talak satu kepada Syaiful Aswan bin Sulaiman.
4. Membebankan biaya perkara kepada negara.
5. Menjatuhkan putusan ini dengan seadil-adilnya.
Sudah kita ketahui di atas bahwa gugatan penggugat itu dikabulkan oleh
majelis hakim maka kita dapat tafsirkan mengenai pertimbangan alasan majelis
hakim menjatuhkan talak khul’i dari tergugat (Syaiful Aswan bin Sulaiman) ke
penggugat (Eryanawati binti M. Husin) adalah sesuai dengan ketentuan hukum Islam
maka telah jelas maka jatuhlah talak bain sugra yakni talak yang tidak boleh dirujuk
tapi boleh akad nikah baru dengan mantan suaminya meskipun dalam iddah,
sebagaimana tersebut dalam pasal 119 ayat (1) dan (2) huruf (b) Kompilasi Hukum
Islam, dengan terbukti tergugat melanggar sighat ta’lik talak. Dengan berdasarkan
pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 Jo. Undang-undang Nomor 3
59
tahun 2006 biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada penggugat,
karena penggugat tidak mampu dan beracara secara prodeo maka biaya perkara
dibebankan kepada negara.
Penulis pun setuju apa yang sudah menjadi ketetapan pertimbangan dari
majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur karena alasan-alasan yang sudah
didalilkan oleh penggugat, maka majelis hakim pun dapat menerapkan putusan yang
sudah dipertimbangkan karena melanggar ketentuan pasal 33 dan 34 ayat (1) Undang-
undang No. 1 tahun 1974 dan janji sighat ta’lik talak yang ke 4 yakni dengan
mengabulkan gugatan dari penggugat.
Kehadiran para saksi dari pihak penggugat dan tidak dihadiri pihak tergugat
untuk sementara majelis hakim dapat menarik kesimpulan sebagaimana tersebut di
atas dan menjadi sebab perselisihan dan percekcokan telah cukup jelas, meskipun
salah satu pihak tidak hadir namun sudah memenuhi syarat maka majelis hakim
berpendapat bahwa dikabulkan gugatan penggugat telah dapat memenuhi ketentuan
pasal 22 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Jo. Pasal 134 Kompilasi
Hukum Islam Jo. pasal 76 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989.
Dalam ketentuan yang termuat di atas maka kita dapat menafsirkan
bahwasannya gugatan yang sudah dilayangkan oleh penggugat untuk tergugat di
Pengadilan Agama Jakarta Timur telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-
sebab perceraian dan perselisihan itu dan juga sudah mendengar pendapat-pendapat
dari pihak penggugat saja karena pihak tergugat tidak hadir dalam persidangan
sampai putusan dibacakan oleh majelis hakim.
60
Dengan telah diperolehnya suatu fakta yang berkaitan dengan duduk perkara
antara penggugat dengan tergugat telah terjadi perselisihan yang tidak mungkin lagi
dirukunkan.2 Dinilai telah memenuhi alasan hukum baik berdasakan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana yang tersebut pada pasal
19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 maupun berdasarkan
ketentuan hukum Islam sebagaimana tersebut pada pasal 116 huruf (f) dan (g)
Kompilasi Hukum Islam.
Dalam pertimbangan majelis hakim sudah tepat mendalilkan pasal 33
Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 maupun berdasarkan ketentuan hukum
Islam sebagaimana tersebut pada pasal 116 huruf (f) dan (g) Kompilasi Hukum Islam
karena kalau dipaksakan rumah tangga untuk bersatu maka sudah tidak layak lagi
karena sudah melanggar pasal 3 Kompilasi Hukum Islam yaitu perkawinan bertujuan
untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Begitupun dalam proses penyelesaian perkara cerai gugat, peneliti
mendapatkan penjelasan oleh hakim bahwa proses cerai gugat dengan cerai talak,
pada umumnya sama hanya saja berbeda pada saat pembuktian. Peneliti pun setuju
dengan penjelasan hakim dalam proses penyelesaian perkara pada umumnya sama
antara cerai gugat dan cerai talak, hanya saja yang berbeda soal pembuktian
tergantung bagaimana gugatan dari para pihak. Yaitu pertama para hakim membuka
sidang, setelah hakim membuka sidang dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan
2 Arso Sastroatmodjo, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 60
61
kepada para pihak, ini hanya menanyakan idientitas para pihak apakah para pihak
sudah mengerti mengapa mereka dipanggil untuk hadir dalam persidangan.
Dilanjutkan dengan perdamaian, apabila kedua belah pihak masih
berkeinginan bercerai dan perdamaian menemui jalan buntu, maka sidang dinyatakan
tertutup untuk umum dilanjutkan ke tahap pemeriksaan dan diawali pembacaan
gugatan oleh penggugat atau pemohon. Selanjutnya tergugat atau termohon diberi
kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingan terhadap
penggugat atau pemohon. Kemudian dilanjutkan dengan tahap pembuktian dan alat
bukti oleh para pihak, lalu setelah itu sampai kepada kesimpulan dan terakhir tahap
yang menentukan ialah putusan.
Jadi perkara cerai gugat dan cerai talak proses penyelesaiannya sama hanya
alasan dan pembuktiannya yang berbeda, lainnya halnya dengan tergugat atau
termohon tidak hadir ke persidangan setelah dipanggil secara resmi oleh pengadilan
maka putusannya bersifat verstek. Maka penyelesaiannya pun lebih cepat.
Dengan demikian dijatuhkan amar terhadap putusan ini berarti Pengadilan
Agama Jakarta Timur telah memberikan pengabulan gugatan penggugat untuk
menceraikan suaminya (tergugat) dalam nomor perkara 590/Pdt.G/2009/PA.JT pada
hari rabu tanggal 19 Agustus 2009 M, bertepatan dengan tanggal 28 Sya’ban 1430 H,
oleh Drs. H. Achmad Busyro, M.H sebagai hakim ketua, serta Dra. Haulillah, M.H
dan Hj. Munifah Djam’an, S.H sebagai hakim anggota. Pada hari itu diucapkan dalam
persidangan yang terbuka untuk umum oleh ketua majelis hakim tersebut dihadiri
oleh Mastanah, S.H sebagai panitera pengganti serta dihadiri pihak penggugat dan
tanpa dihadiri pihak tergugat.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang terdahulu penulis mendapatkan beberapa
kesimpulan. Sebagai berikut:
1. Pada dasarnya alasan cerai gugat karena suami di-PHK tetap masalah ekonomi
karena masalah pekerjaan di-PHK menjadi masalah keuangan yang berdampak
pada kehidupan keluarga, presentasenya pun sangat kecil gugatan dengan alasan
suami di-PHK. Pada dasarnya PHK itu sendiri menyangkut dengan ekonomi.
Namun di Pengadilan Agama Jakarta Timur pun masih mengatagorikan dengan
percekcokan yang menjadi alasan-alasan cerai gugat adalah sesuai dengan Pasal
19 huruf a-f Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1975 Jo. Pasal 116 huruf a-h
Kompilasi Hukum Islam. Selain itu ada yang menyebabkan faktor-faktor
penyebab terjadinya perceraian diantaranya adalah pertama, moral diantaranya
poligami yang tidak sehat, krisis akhlak, cemburu dengan pasangannya; kedua,
meninggalkan kewajiban diantaranya kawin paksa, ekonomi, tidak ada tanggung
jawab; ketiga, kawin di bawah umur; keempat, menyakiti jasmani anataranya
kekejaman jasmani dan kekejaman rohani atau mental; kelima, salah satu pihak
dihukum; keenam, cacat biologis; ketujuh, terus menerus berselisih diantaranya
politis, gangguan pihak ketiga, dan tidak ada keharmonisan.
2. Dasar hukum yang diambil Pengadilan Agama Jakarta Timur dalam memutuskan
perkara di atas ialah diambil dari pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
63
1975, tentang kewajiban seorang suami dalam pasal 34 ayat (1) Undang-undang
No. 1 Tahun 1974, dan pasal 116 huruf (f) dan (g) Kompilasi Hukum Islam.
3. Prosesnya pada umumnya sama antara cerai gugat dan cerai talak, hanya saja
yang berbeda soal pembuktian tergantung bagaimana gugatan dari para pihak.
Jadi perkara cerai gugat dan cerai talak proses penyelesaiannya sama hanya alasan
dan pembuktiannya yang berbeda, lainnya halnya dengan tergugat atau termohon
tidak hadir ke persidangan setelah dipanggil secara resmi oleh pengadilan maka
putusannya bersifat verstek. Maka penyelesaiannya pun lebih cepat.
B. Saran
Berdasarkan kenyataan yang sudah diuraikan di atas, sebagai catatan akhir
maka penulis menyarankan:
1. Untuk menciptakan ikatan yang mitsaqan ghalizan pada perkawinan maka perlu
ada kesadaran pada dinas pendidikan agar dimasukkan suatu mata pelajaran
tentang kehidupan perkawinan disetiap sekolah-sekolah supaya setiap siswa dapat
mengetahui pandangan tentang perkawinan dan dapat menyikapi masalah-
masalah dalam kehidupan rumah tangga sejak dini supaya pada saat siswa-siswa
sudah dewasa dan menjalani kehidupan berumah tangga sudah dapat memahami
dan menghayati perlunya membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan
rahmah yang merupakan tujuan dari kehidupan berumah tangga itu sendiri.
Sehingga dapat meminimalisir angka perceraian karena sudah adanya pendidikan
sejak dini tentang perkawinan.
64
2. Kepada para hakim di Pengadilan Agama hendaknya memberikan gambaran
tentang dampak perceraian terhadap dirinya sendiri, anak-anaknya dan terhadap
lingkungannya juga. Dan diwajibkan untuk memberikan penasihat, yaitu
melakukan upaya-upaya perdamaian yang termuat pada PERMA No. 1 tahun
2008 yang isinya adalah setiap perkara sebelum memasuki pokok perkara itu
harus dimediasi „didamaikan‟ terlebih dahulu. Agar kepada para calon suami istri
yang ingin mengakhiri perkawinannya di Pengadilan Agama akan memikirkan
kembali atas keputusan yang akan diambil. Karena jika itu terjadi maka pada
akhirnya yang menjadi korban yaitu anaknya sendiri akibat perceraian kedua
orang tuanya.
65
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al Karim
Abbas, S. Ziyad, Fiqh Wanita Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991
Abdullah, Abi bin Yazid al-Qazuainy, Sunan Ibnu Majah, Beirut, Lebanon: Daar el-
Fikr, 1994
Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, 2004
Ali, Muhamad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002, Cet. Ke-2
Artikel diakses pada tanggal 1 April 2011 dari www.pa-jakartatimur.net
Ash-Shidieqiy, Tengku Muhamad Hasbi, Koleksi Hadist-hadist Hukum, Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra, 2001
Ayyub, Syeikh Hasan, Fikih Keluarga, Terj. M. Abdul Ghaffar. E.M, Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2006, Cet. Ke-5
Bagir al-Habsiy, Muhammad, Hukum Fikih Praktis Menurut Al-Qur‟an, Bandung:
Mizan Media Utama, 2002, Cet. Ke-1
Departemen Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Dalam
Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: DEPAG RI , 2001
Departemen Agama, Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian,
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Direktorat Jenderal Pembinaan badan Peradilan Agama Islam, 1997
Doi, A. Rahman I., Penjelasan Lengkap Hukum Islam (Syari‟ah), Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002 Cet. Ke-2
Ghazaly, Abd. Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006, Cet. Ke-2
Haikal, Abduttawab, Rahasia Pekawinan Rasulullah saw, Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1993, Cet. Ke-2
Ibrahim, Jhony, Teory dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:
Banyumedia Publishing, 2007, Cet. Ke-3
66
Ismail, Suheri Sidik, Ketentraman Suami Isteri, Surabaya: Dunia Ilmu, 1999, Cet.
Ke-1
Kamal, Abu Malik, Fiqh Sunnah Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007
Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur Tahun 2009
Muchtar, Kamal, Azas-azas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan
Bintang, 1974, Cet. Ke-1
Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab, Beirut: Dar al-Jawad, 2006
Muttaqien, Dadang, dkk, Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata
Hukum Indonesia, Yogyakarta: UI Press, 1999
Nur, Djaman, Fiqh Munakahat, Semarang: Dinan Utama, 1993, Cet Ke-1
Nur, M. Hasan, Potret Wanita Saleha, Jakarta: Penamadani, 2004, Cet. Ke-1
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005,
Cet. Ke-6
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Jilid 2, Kairo: Daar al-Fath, Cet. Ke-1
Sastroatmodjo, Arso, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1981
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta: CV Rajawali, 1985
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986
Soepomo, R, Sistem Hukum di Indonesia Sebelum Perang Dunia II, 1970
Subekti, R dan Tjitrosudibio, R, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: PT
Pradnya Paramita, 1999
Sukandy, Muh Sjarief, Tarjamah Bulugul Maram Fiqh Berdasarkan Hadist,
Bandung: al-Ma’arif, 1976, Cet. Ke-2
Sulaiman, Al-Imam Hafidz Abi Daud, Sunan Abi Daud, Kairo: Dar al-Hairin,
1988M/1408H, Juz 2
67
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2005, Cet. Ke-7
Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2003,
Cet. Ke-1
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006,
Cet. Ke-1
Tim. Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokus Media, 2007
Yanggo, Chuzaemah T dan Anshary A.Z , A Hafidz, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, Cet. Ke-3