Post on 02-Jan-2016
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru
leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pnumotoraks dapat terjadi spontan,
traumatik dan iatrogenik. Pneumothoraks spontan terbagi atas pneumothoraks
primer dan sekunder. Pneumothoraks spontan primer dapat muncul pada individu
sehat sedangkan pneumothoraks spontan sekunder muncul sebagai akibat
komplikasi dari penyakit dasar.1
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak dan
tidak diketahui. Perbandingan pria dan wanita 5:1. Pneumotoraks spontan
merupakan jenis pneumotoraks yang paling banyak ditemukan dengan
kecenderungan semakin meningkat.1 Pada penelitian terkini dari 505 pasien di
Israel dengan pneumothoraks spontan sekunder didapatkan penyebab terbanyak
adalah PPOK 348 orang, tumor 93 orang, sarkoidosis 26 orang, tuberkulosis 9
orang, penyakit infeksi paru lainya 16. Data di RSU dr.Soetomo tahun 2000-2004
menyebutkan terdapat 392 orang pasien pneumotoraks spontan sekunder yang
dirawat di bangsal paru, dan pasien dengan penyakit dasar tuberkulosis paru
sebanyak 304 orang (76%).2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapatnya udara dalam
rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi oleh udara
sehingga paru-paru dapat kempang kempis. Udara dalam kavum pleura ini
dapat ditimbulkan oleh :3
1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang memasuki
alveolus akan memasuki rongga pleura. Pneumotoraks seperti ini disebut
dengan closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura viseralis berfungsi
sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tidak bisa keluar lagi
dari cavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya udara semakin lama
semakin banyak sehingga mendorong mediastinum ke arah kontralateral
dan menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.
2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar
dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung melewati lubang tersebut
dibandingkan dengan traktus respiratorius yang sebenarnya. Pada saat
inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar
masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan paru kolaps
pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat,
akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi
ini disebut sebagai open pneumotoraks.
Gambar 2.1 Pnemuotoraks
2
2.2 Klasifikasi
Pneumotoraks diklasifikasikan menjadi :1
1. Pneumotoraks spontan
a. Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa ada riwayat penyakit
paru yang mendasari sebelumnya. Umumnya disebabkan oleh
pecahnya suatu bleb subpleura yang biasanya terdapat di daerah
apeks paru.
b. Pneumothoraks spontan sekunder
Terjadi sebagai komplikasi penyakit paru dasarnya (underlying
lung disease). Beberapa penyakit yang sering menjadi penyebab
pneumothoraks antara lain PPOK tipe emfisema dan tuberkulosis
paru.
2. Pneumothoraks traumatik non iatrogenik
Terjadi sebagai akibat trauma, baik trauma tumpul maupun trauma tajam
di dinding dada.
3. Pneumotoraks iatrogenik
Terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan
tersebut, misalnya pada tindakan parasentesis dada, biopsi pleura, dll
2.3 Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks spontan sekunder terjadi karena terdapatnya penyakit paru
yang mendasari. Pneumotoraks ini merupakan komplikasi dari penyakit
paru tersebut.
2.3.1 Etiologi
Penyakit yang dapat menyebabkan penumotoraks meliputi :4
- Penyakit paru obstruksi kronis
- Tuberkulosis
- Asma
- Pneumonia
- Karsinoma bronkogenik atau metastase
3
2.3.2 Patogenesis
Pneumotoraks spontan sekunder bisa disebabkan oleh penyakit paru
obstruksi kronis, tuberkulosis, asma, pneumonia dll. Menurut penelitian di RS
Sutomo penyebab terbesar dari pneumotoraks spontan sekunder itu adalah
tuberculosis (76%).
Pada tuberkulosis, proses bermula dari terbentuknya sarang dini mula-mula
berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan
mengikuti salah satu jalan berikut :5
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri, menjadi
lebih keras, terjadi perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
Sebaliknya dapat juga terjadi bahwa sarang tadi menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kavitas mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya akan menjadi
tebal (kavitas sklerotik). Yang kemudian akan terjadi :
- Mungkin belum kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru,
sarang ini akan mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan di atas.
- Dapat memadati dan membungkus diri (encapsulated) dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi
mungkin juga aktif kembali mencair lagi dan menjadi kavitas lagi.
- Kavitas bisa juga menjadi bersih dan menyembuh dengan membungkus
diri dan akhirnya mengecil. Mungkin berakhir sebagai kavitas yang
terbungkus, dan menciut kelihatan seperti bintang (stellate shaped),
srang-sarang aktif yang membentuk eksudatif, Sarang-sarang yang
terletak antara aktif dan sembuh.
4
Apabila kavitas yang terbentuk ini pecah maka akan terjadi pneumotoraks
di mana udara dari dalam paru akan masuk ke dalam rongga pleura sehingga paru
menjadi kolaps melalui fistula bronkopleura.
2.3.3 Diagnosis1
a. Anamnesis :
Sesak nafas (didapatkan pada 80-100% kasus)
Nyeri dada ( didapatkan pada 75-90% kasus)
Batuk-batuk (didapatkan pada 25-35% kasus)
b. Pemerikasaan fisik
Pada pneumotoraks yang kecil, biasanya hanya menimbulkan takikardia
ringan dan gejala yang tidak khas. Pada pneumotoraks yang besar, biasanya
didapatkan takikardia berat, hipotensi serta pada pemeriksaan toraks ditemukan:
Inspeksi : dinding dada yang terkena tertinggal pada pergerakan, pergeseran
mediastinum atau trakea ke arah paru yang sehat
Palpasi : vokal fremitus menurun pada hemitoraks yang terkena
Perkusi : bisa normal atau meningkat (hipersonor) pada hemitoraks yang
terkena
Auskultasi : VBS menurun, Vocal resonan menurun sampai menghilang
Pemeriksaan penunjang :
Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan.
Pada pemeriksaan foto toraks bisa didapatkan daerah hiperlusen, corakan
vaskular paru menghilang, dengan garis paru pada sisi medial
Hilangnya suara pernafasan dapat mengindikasikan bahwa paru tidak
memenuhi rongga dada. Tanda ini disertai oleh hipersonor pada pemeriksaan
perkusi di dinding dada menambah dugaan pneumotoraks. Jika tanda-tanda
pneumotoraks meragukan maka dilakukan foto rontgen. Pada posisi supine
rontgen akan didapatkan deep sulcus sign, yang dikarakteristikan sebagai sudut
5
rendah lateral dari costophrenicus pada sisi yang terinfeksi. Tempat di mana rusuk
dan diafragma bertemu terlihat lebih rendah pada rontgen dengan deep sulcus sign
memberikan diagnostik pneumotoraks.
2.3.4 Penatalaksanaan6
Penatalaksanaan bertujuan :
1. Menghilangkan udara dalam rongga pleura
2. Menurunkan atau mencegah kemungkinan terjadinya pneumotoraks
spontan berulang
Penatalaksanaan pneumotoraks (bergantung dari derajat atau luasnya
pneumotoraks tersebut) mulai dari yang ringan sampai dengan berat adalah
sebagai berikut:
- Non operatif
a. Observasi
Pasien dengan luas pneumotoraks <15% saja yang dapat dilakukan
terapi observasi ini, karena proses absorbsi ini berjalan lambat dan
bertahap. Kirtchel dan Swartzel melaporkan bahwa 1,25% udara dalam
rongga pleura diabsorbsi selama 24 jam.
b. Pemberian O2
Pemberian O2 mempercepat rasio absorbsi udara rongga pleura.
Berdasarkan penelitian pada pasien dengan pneumotoraks spontan yang
diberi oksigen konsentrasi tinggi memperlihatkan absorbsi udara rongga
pleura 4 kali lebih cepat.
c. Aspirasi
Aspirasi dilakukan dengan cara menusukkan jarum melalui dinding dada
sampai masuk ke rongga pleura, sehinggta tekanan udara positif pada
rongga pleura akan keluar melalui jarum tersebut. Tindakan ini
dilakukan pada pasien dengan luas pneumotoraks >15%.
d. Pemasangan Water Sealed Drainage (WSD)
Pemasangan WSD dilakukan untuk mengalirkan udara dari dalam
rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga pleura.
6
Pemasangan WSD dilakukan pada ICS 5 linea mid aksilaris pada
hemitoraks yang terkena. Untuk WSD dicabut apabila ketika pasien
disuruh untuk batuk, undulasi cairan pada botol WSD sudah tidak
terdapat lagi. Untuk mengevaluasi keberhasilan WSD dalam
mengembangkan paru, maka dilakukan pemeriksaan rontgen kembali.
- Operatif
e. Pleurodesis
Dilakukan pada pneumotoraks berulang atau habitualis. Dilakukan
dengan merekatkan pleura parietal dan pleuran viseral.
f. Torakoskopi
Torakoskopi merupakan suatu tindakan untuk melihat langsung ke
dalam rongga toraks menggunakanalat bantu torakoskop. Torakoskopi
bisa untuk diagnosis maupun untuk terapi.
g. Torakotomi
Torakotomi merupakan tindakan pembedahan pada rongga toraks.
Terapi ini digunakan bila terapi dengan torakospoi gagal dilakukan.
7
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. EJP
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Sopir
Status : Menikah
Alamat : Pekanbaru
ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Riwayat Penyakit Sekarang
- 3 bulan SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas yang tiba-tiba sewaktu
pasien tidur menonton tv di kamar.
- Pasien mengeluhkan adanya batuk dan nyeri dada kanan.
- Keluhan demam disangkal, begitu juga dengan nafas berbunyi (mengi)
- Pasien mengaku mempunyai kebiasaan merokok sejak umur 20 tahun,
merokok sebanyak 2 bungkus/hari.
- Pasien juga mengaku pernah mengonsumsi OAT pada tahun 1995 (18
tahun yang lalu) selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh.
Riwayat Penyakit Dahulu
- TB (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
-
8
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
- Pasien adalah seorang sopir
- Riwayat kebiasaan merokok sejak usia 20 tahun
- Riwayat kebiasaan merokok dalam 1 hari sebanyak 2 bungkus.
Pemeriksaan Umum
- Kesadaran : Komposmentis
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Tekanan Darah : 100/60mmHg
- Nadi : 110x/menit
- Napas : 38x/menit
- Suhu : afebris
- Keadaan gizi : BB = 30 kg TB = 165 cm = Buruk
Pemeriksaan Fisik
Kepala
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik-/-, pupil isokor, diameter 3mm,
reflek cahaya +/+
- Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH2O, denyut vena
jugularis (-)
Toraks
Paru :
- Inspeksi : pergerakan dinding dada asimetris, dada kanan tertinggal
- Palpasi : vokal fremitus kanan melemah
- Perkusi : hipersonor di hemitoraks kanan, sonor di hemitoraks kiri
- Auskultasi : vesikuler melemah pada hemitoraks kanan, ronki (-/-)
Wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : iktus kordis terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba
9
- Perkusi : batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra.
Batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS
- Auskultasi : Suara jantung normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : perut datar, venektasi (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : perut supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas
Pitting Edema (-), clubbing finger (-), akral teraba hangat, CRT <2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Rontgen
Kesan : terlihat garis putih tipis pada tepi paru, pleura viseral. Tidak terdapat
corakan paru antara tepi paru dan dinding dada.
10
Resume
Tn.EJP, 34 tahun datang ke RSUD Arifin Achmad dengan keluhan sesak nafas
sejak 3 bulan SMRS. Dari anamnesis didapatkan keluhan sesak nafas, batuk dan
nyeri pada dada kanan. Riwayat kebiasaan merokok sejak usia 20 tahun sebanyak
2 bungkus per hari. Pasien juga terdapat riwayat dalam pengobatan TB18 tahun
yang lalu selama 6 bulan dan dinyatakan sembuh. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan, frekuensi pernafasan meningkat, gerakan dada kanan yang tertinggal
ketika bernafas, pada palpasi didapatkan vokal fremitus yang melemah pada paru
sebelah kanan, perkusi ditemukan hipersonor pada paru kanan, auskultasi
ditemukan nafas vesikuler melemah pada paru kanan.
Daftar Masalah
1. Sesak nafas
2. Nyeri dada
3. Batuk
4. Riwayat TB 18 tahun yang lalu
Rencana Pemeriksaan
1. BTA sputum
2. Laboratorium rutin
Diagnosis
Pneumotoraks spontan sekunder ec susp.TB
Rencana Penatalaksanaan
Non Farmakologi : - Istirahat
- Berhenti merokok
- Pemasangan WSD
- Diet TKTP ( jika BTA +)
11
Farmakologi : O2 nasal kanule 3 LPM
IVFD NaCl 0,9% 20gtt/menit
OAT kategori II (kalau BTA sputum +)
12
BAB IV
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis pneumotoraks spontan sekunder dapat berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
didapatkan adanya keluhan sesak nafas yang muncul tiba-tiba, batuk dan dada
sebelah kanan terasa nyeri.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan dispneu, dinding dada yang asimetris
dimana dada kanan tertinggal ketika pasien bernafas, vokal fremitus kanan
melemah dibandingkan kiri, pada perkusi didapatkan hipersonor pada paru-paru
kanan, pada auskultasi suara nafas pada paru kanan melemah. Pada foto toraks
terlihat lapangan paru kanan lebih radio lusen, terdapat garis putih tipis pada tepi
paru yang merupakan pleura viseral, tidak terdapat corakan paru antara tepi paru
dan dinding dada (avaskuler).
Pada pasien ini terdapat faktor predisposisi terjadinya pneumotoraks
spontan sekunder karena pasien ini mempunyai riwayat tuberkulosis 18 tahun
yang lalu. Pada penderita dengan riwayat tuberkulosis terdapatnya adanya kavitas
yang terbentuk dari proses perkejuan, jika kavitas yang terbentuk ini pecah maka
akan terjadi pneumotoraks di mana udara dari dalam paru akan masuk ke dalam
rongga pleura sehingga paru menjadi kolaps. Pecahnya kavitas ini bisa terjadi
pada TB yang sedang diobati ataupun bekas TB. Pada pasien ini belum dilakukan
pengecekan terhadap BTA sputum, jika dilakukan pemeriksaan BTA sputum dan
hasilnya positif, maka penyebab terjadinya pneumotoraks pada pasien ini adalah
TB relaps. Tetapi jika hasilnya negatif makan penyebabnya adalah bekas TB.
Gejala batuk yang dikeluhkan pasien bisa merupakan gejala TB relaps, tetapi pada
pasien dengan pneumotoraks batuk juga merupakan gejala yang sering
dikeluhkan. Demam yang merupakan gejala paling sering atau khas dikeluhkan
oleh pasieb TB tidak terdapat pada pasien ini.
Sesak pada pasien ini terjadi karena peningkatan tekanan pada alveoli
sehingga udara masuk dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskuler.
Pneumotoraks spontan sekunder pada pasien ini terjadi karena pecahnya kavitas,
13
sehingga terakumulasi cairan di rongga pleura. Sesak berhubungan dengan
luasnya pneumotoraks, pada pneumotoraks yang luas akan menyebabkan
penekanan pada paru ipsilateral. Pneumotoraks akan menyebabkan penurunan
kapasitas vital, rasio ventilasi perfusi yang menurun akibat hipoksemia.
Keluhan lain yang membantu diagnosis penumotoraks adalah nyeri pada
dada kanan. Nyeri dada terjadi karena adanya udara intrapleura yang
menyebabkan regangan pada pleura parietal. Pasien juga mempunyai kebiasaan
merokok, pasien ini mempunyai indeks Brinkman (IB) = 123, menurut kategori
ini pasien dikategorikan perokok ringan (IB<200). Walaupun pasien
dikategorikan perokok ringan, hal ini akan tetap memberikan kontribusi terhadap
keluhan yang pasien rasakan sekarang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan didapatkan dispneu, dinding dada yang
asimetris dimana dada kanan tertinggal ketika pasien bernafas, vokal fremitus
kanan melemah dibandingkan kiri. Hal ini terjadi karena terperangkapnya udara di
dalam cavum pleura, pada perkusi juga didapatkan hipersonor pada paru-paru
kanan, pada auskultasi suara nafas pada paru kanan melemah.
Pada pasien ini dilakukan pemasangan WSD. WSD dipasang jika pasien
dengan sesak nafas yang berat dan luas pneumotoraks >20%. Dengan pemasangan
WSD udara yang ada di cavum pleura bisa dikeluarkan dan tekanan pada rongga
pleura menjadi negatif kembali. Untuk mengetahui keberhasilan pemasangan,
setelah klinis membaik maka dilakukan pemeriksaan rontgen ulang untuk
mengetahui pengembangan paru.
Rencana pemeriksaan untuk pasien ini adalah BTA sputum, jika pada
pemeriksaan didapatkan hasil + maka pasien ini dikategorikan sebagai kasus
relaps dan harus diobati dengan OAT kategori II yaitu 2RHZES/RHZE/5R3H3E3.
Selain itu juga diberi penatalaksanaan diet untuk pasien ini yaitu tinggi kalori
tinggi protein
14
DAFTAR PUSTAKA
1. FK UI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jilid II. Jakarta: 2007
2. Majalah Kedokteran Respirasi Vol. 1. No. 3 Oktober 2010
3. Loddenkemper, R dan Frank, W, 2003, Pleural Disease in Respiratory
Medicine, 3rd Edition, Vol. 2, Hal 1184-1937
4. Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit
Paru.Surabaya:Airlangga University Press.2005
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
TB di Indonesia. Jakarta. 2011.
6. Sahn S, Heffner J. Spontaneus Pneumothorax. NEJM. 2000
15