Case Paru Tb Kelenjar

31
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Pasien Nama : Ny. D Umur : 62 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Slahung, Ponorogo Pekerjaan : IRT Status perkawinan : Kawin Agama : Islam Suku : Jawa Tanggal masuk RS : 3 September 2014 Tanggal pemeriksaan : 4 September 2014 II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama Mual-mual B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Harjono Ponorogo dengan keluhan mual. Mual dirasakan kurang lebih sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, mual tidak disertai dengan muntah. Keluhan mual muncul setelah pasien mengkonsumsi obat OAT 1

description

Case Paru Tb Kelenjar

Transcript of Case Paru Tb Kelenjar

Page 1: Case Paru Tb Kelenjar

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Pasien Nama : Ny. D

Umur : 62 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Slahung, Ponorogo

Pekerjaan : IRT

Status perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal masuk RS : 3 September 2014

Tanggal pemeriksaan : 4 September 2014

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Mual-mual

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Harjono Ponorogo dengan

keluhan mual. Mual dirasakan kurang lebih sejak 3 hari sebelum masuk

rumah sakit, mual tidak disertai dengan muntah. Keluhan mual muncul

setelah pasien mengkonsumsi obat OAT dari puskesmas sejak ?. Mual

disertai dengan batuk berdahak berwarna putih sudah sejak ? Pasien

mengaku nafsu makan menurun, kadang keringat malam, dan terdapat

penurunan berat badan. Mual yang dirasakan tidak disertai dengan sesak,

nyeri dada (-), demam (-), flu (-), nyeri ulu hati (-),

Pasien juga mengaku memiliki riwayat operasi benjolan pada leher

kiri sekitar kurang lebih 18 hari yang lalu, benjolan sebesar apa? Benjolan

1

Page 2: Case Paru Tb Kelenjar

nyeri gak ? benjolan tumbuh sejak kapan? BAK dan BAB dalam batas

normal.

C. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes mellitus : disangkal

Riwayat TBC : disangkal

Riwayat pengobatan dengan OAT : diakui, sejak kpn?

Riwayat asma : disangkal

Riwayat batuk lama : disangkal, dapet OAT masa

ga pernah batuk?

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat opname : disangkal, post op gak

nginep kah?

Riwayat operasi : diakui

D. Riwayat Pribadi

Riwayat Merokok : disangkal

Minum-minuman beralkohol : disangkal

Minum jamu : disangkal

E. Riwayat keluarga

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes mellitus : disangkal

Riwayat TBC : disangkal

Riwayat pengobatan dengan OAT : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat batuk lama : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat menderita kanker : disangkal

2

Page 3: Case Paru Tb Kelenjar

F. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Tempat tinggal pasien dihuni oleh 6 orang dengan 3 kamar tidur.

Ventilasi cukup di ruangan keluarga dan kamar tidur, matahari dapat

masuk ke dalam rumah. Keluarga yang tinggal satu rumah, tetangga, dan

teman kerja tidak ada yang menderita batuk lama. Toilet dan kamar mandi

menjadi satu, berada di dalam rumah. Tidak terdapat limbah maupun

tempat pembuangan sampah di sekitar rumah.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Vital sign

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 78x/ menit

Respirasi rate : 19x/ menit

Suhu : 36,5 0 C

B. Pemeriksaan fisik :

Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), nafas cuping

hidung (-)

Leher : Retraksi supra sternal (-), deviasi trachea (-), peningkatan

JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (-/+) post op msh ada

benjolan kah?

Thorax : Paru-paru

Inspeksi : dada simetris, tidak ada benjolan, tidak

ditemukan ketinggalan gerak, tidak ditemukan retraksi

intercostae, inspirasi sama dengan ekspirasi

Palpasi :

Ketinggalan gerak : depan: belakang:

Kanan Kiri kanan kiri

- - - -

3

Page 4: Case Paru Tb Kelenjar

- - - -

- - - -

Fremitus : depan : belakang:

Kanan Kiri kanan kiri

N N N N

N N N N

N N N N

Perkusi : depan : belakang:

Kanan Kiri kanan kiri

Sonor Sonor Sonor Sonor

Sonor Sonor Sonor Sonor

Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi :

depan: belakang:

Kanan Kiri kanan kiri

Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N

Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N

Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N Vesikuler N

Abdomen :

Suara tambahan: Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-).

Jantung : Bunyi jantung I-II murni reguler, bising

jantung tidak ditemukan.

Supel. Peristaltik usus normal. Perkusi : timpani

Tidak ada nyeri tekan pada seluruh regio abdomen. Tidak

4

Page 5: Case Paru Tb Kelenjar

Ekstremitas :

Urogenital :

ditemukan hepatosplenomegali.

Clubbing finger tidak ditemukan, edema tidak ditemukan,

akral hangat pada ke empat extremitas.

BAK : lancar, tidak nyeri, tidak ada darah, warna

kekuningan, dalam batas normal

BAB : lancar, tidak ada lendir darah, dalam batas normal

Genetalia: dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Laboratorium darah rutin ( tanggal 4 September 2014 )

No Nama Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

1. DBIL 0,38 mm/dl 0 - 0,35 mm/dl

2. TBIL 1,09 mm/dl 0,2 - 0,12 mm/dl

3. SGOT 44,9 U/L 0 - 38 U/L

4. SGPT 21,5 U/L 0 - 40 U/L

5. ALP 253 98 - 279 U/L

6. Uric acid 4,5 mg/dl 3,4 - 7 mg/dl

7. GDA 161 mg/dl <140 mg/dl

8 WBC 14,0 x 103 uL 4,0 – 10,0

9 HGB 10,1 g/dl 11,0 – 16,0

10 Gran# 12,5 x 103/uL 2,0 – 7,0

11 Gran% 89,1 % 50,0 – 70,0

12 Lymph# 4,7 x 103/uL 0,8 – 4,0

13 Lymph% 13,4 % 20,0 – 40,0

10 RBC 5,63 x 106 uL 3,50 – 5,50

11 HCT 45,4 % 37,0 – 50,0

12 PLT 262 x 103 100 – 300

LED ?

5

Page 6: Case Paru Tb Kelenjar

2) Foto Rontgen Thorak PA

Hasil rontgen tanggal 28 Agustus 2014

6

Page 7: Case Paru Tb Kelenjar

V. RESUME/DAFTAR MASALAH (yang ditemukan positif)

A. Anamnesis

Pasien perempuan, usia 62 tahun datang ke IGD RSUD Dr.

Harjono Ponorogo dengan keluhan mual. Mual dirasakan kurang lebih

sejak 3 hari sebelum MRS. Keluhan mual muncul setelah pasien

mengkonsumsi obat OAT dari puskesmas. Mual disertai dengan batuk

berdahak berwarna putih, nafsu makan menurun, kadang keringat malam,

dan terdapat penurunan berat badan, muntah (-), sesak (-), nyeri dada (-),

demam (-), flu (-), nyeri ulu hati (-) Pasien memiliki riwayat operasi

benjolan pada leher kiri ± 18 hari lalu.

RPD: pasien memilki riwayat pengobatan OAT dari Puskesmas,

riwayat batuk lama? Riwayat opname ? riwayat operasi benjolan pada

leher kiri ± 18 hari lalu.

Status interna: TD: 120/80 mmHg, N: 78x/menit S: 36,5ᵒC, RR:

19x/menit. Pada pemeriksaan kepala leher ditemukan bekas operasi

benjolan pada leher sebelah kiri

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 14,0 x 103 uL,

HGB 10,1 g/dl, Gran% 89,1 %, DBIL 0,38 mm/dl, TBIL 1,09 mm/dl,

SGOT 44,9 U/L,

Pada foto toraks ditemukan gambaran ??? di isi yoow bro

VI. ASSESMENT/DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING

7

Page 8: Case Paru Tb Kelenjar

Diagnosis kerja : TB limfadenitis cervikalis sinistra ato Tb paru dengan

Limfadenitis TB???

Diagnosis banding : ?????

POMR

Assessment Planning

diagnosis

Planning terapi Planning monitoring

TB limfadenitis

cervikalis

sinistra

- Rontgen

Thorax PA

- Pemeriksaan

Sputum

- Pungsi pleura

PA

- DL, LED

- Inf D5 14 tpm

- O2 2L/m

- Injeksi cefotaxim

3x1 gr

- OBH syrup 3x1

- Obs Vital sign

- Obs Gejala klinis

- Obs hasil sputum

- Obs hasil Ro thorax

- Hasil pmx PA

- Foto toraks

- Pungsi pleura

PA

- CT Scan

thorax

- Bronkoskopi

- Bronkografi

- Terapi sesuai

stadium

- Vit B complex

3x1 tablet

-Observasi TTV

- Observasi gejala

klinis

- Observasi tanda-

tanda metastasis

8

Page 9: Case Paru Tb Kelenjar

- LED dan DL

- Foto toraks

- Sputum BTA

- OAT sesuai

kategori

- Antibiotik :

Ciprofloxacin tab

500 mg 2x1

- TTV

- Gejala klinis

- Rontgen

- Sputum BTA

- DL LED

1. Medika mentosa

Pengobatan TB kategori 3 kriterianya yaitu TB Paru (kasus baru) dengan

pemeriksaan BTA negatif dan terdapat TB di luar paru dengan kasus

ringan.

Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 R3H3

Alternatif : 2 RHZ/ 4RH atau 6 RHE

2. Non medika mentosa

Edukasi kepada pasien :

a. Penderita disarankan menggunakan masker agar percikan pada saat

batuk atau bersin tidak menyebarkan kuman ke udara

b. Penderita disarankan tinggal dalam ruangan yang memilki ventilasi

yang baik dan terpapar sinar matahari langsung serta tidak boleh

lembab

c. Penderita tidak diperbolehkan menekan-nekan benjolan pada leher

kanan

d. Penderita dianjurkan untuk tidak keluar pada malam hari dan tidak

boleh terlalu capek.

9

Page 10: Case Paru Tb Kelenjar

LEMBAR FOLLOW UP

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning

4.9.

2014

mual (+), batuk

(+), sesak (-),

susah tidur

TD: 120/80 mmHg | N:

78x/m | RR: 19x/m S :

37,10 C

Thorak :

Inspeksi : simetris (+),

ekspirasi memanjang (-),

ketinggalan gerak (-)

Palpasi : ketinggalam

gerak (-)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : vesikuler N /

vesikuler N, Rh(-/-), Wh

(-/-)

- Tb

kelenjar coli

sisnistra

- Inf RL 14 tpm

- Injeksi Cefotaxim

3x1 gr

- Injeksi Ranitidin

2x1 amp

-Injeksi

Metoclopramid

3x1 amp

-Antasida syr 3x1

cth

5.9.

2014

Mual (+) ,

sesak (-), batuk

(-),

TD: 14/90 mmHg | N:

78x/m | RR: 19x/m S :

36,50 C

Thorak :

Inspeksi : simetris (+),

ekspirasi memanjang (-),

ketinggalan gerak (-)

Palpasi : ketinggalam

gerak (-)

- Tb kelenjar

coli sisnistra

- Inf RL 14 tpm

- Injeksi Cefotaxim

3x1 gr

- Injeksi Ranitidin

2x1 amp

-Injeksi

Metoclopramid

3x1 amp

-Antasida syr 3x1

cth

10

Page 11: Case Paru Tb Kelenjar

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : vesikuler N /

vesikuler N, Rh(-/-), Wh

(-/-)

6.9.2014 Mual (-) ,

sesak (-), batuk

(-),

TD: 12/80 mmHg | N:

84x/m | RR: 20x/m S :

36,3 C

Thorak :

Inspeksi : simetris (+),

ekspirasi memanjang (-),

ketinggalan gerak (-)

Palpasi : ketinggalam

gerak (-)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : vesikuler N /

vesikuler N, Rh(-/-), Wh

(-/-)

- Tb kelenjar

coli sisnistra

Inf RL 14 tpm

- Injeksi Cefotaxim

3x1 gr

- Injeksi Ranitidin

2x1 amp

-Injeksi

Metoclopramid

3x1 amp

-Antasida syr 3x1

cth

11

Page 12: Case Paru Tb Kelenjar

BAB II

ANALISIS KASUS

12

PEMERIKSAAN FISIKANAMNESIS

Mual, kurang lebih sejak 3

hari SMRS.

Kadang keringat malam

Nafsu makan menurun.

Memiliki riwayat minum

OAT

Memiliki riawat operasi

benjolan pada leher kiri

TD: 120/80 mmHg | N: 78x/m | RR: 19x/m S : 36,5C

Thorak :

Inspeksi : simetris (+), ekspirasi memanjang (-), ketinggalan gerak (-)

Palpasi : ketinggalam gerak (-)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : vesikuler N / vesikuler N, Rh(-/-), Wh (-/-)

Diagnosis Banding:

Limfadenitis TBLimfomaLimfadenopati

Diagnosis

Pemeriksaan Penunjang

Ro Thoraks

Lab Lengkap

Cek Sputum

Biopsi kalenjar getah bening

LED

LAB

Lab Lengkap

LED

GDA

Foto Thoraks

Page 13: Case Paru Tb Kelenjar

I. PROGNOSIS

Prognosis baik jika penderita patuh menjalani pengobatan secara rutin dan

tidak putus obat.

13

Page 14: Case Paru Tb Kelenjar

BAB III

PEMBAHASAN DAN TEORI YANG MENDUKUNG

Tinjauan Pustaka Kasus

1. Definisi

Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah

bening. Jadi, limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada

kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis

(Ioachim, 2009).

Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut

dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher

inilah yang biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula

diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates

(460-377 S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya

(Mohaputra, 2009). Penyakit ini juga sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa

pada zaman pertengahan dengan nama “King’s evil”, dimana dipercaya

bahwa sentuhan tangan raja dapat menyembuhkannya (McClay, 2008).

Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung

tuberkulosis ke kulit dari struktur dasar atau terpajan melalui kontak

dengan tuberkulosis disebut dengan scrofuloderma (Dorland, 1998).

2. Epidemiologi

Limfadenitis tuberkulosis perifer merangkum ~ 10% dari kasus-kasus

tuberkulosis di Amerika Serikat. Karakteristik epidemiologi termasuk

perbandingan 1.4:1 untuk perempuan kepada laki-laki , memuncak pada rentang

usia 30-40 tahun, dan dominan untuk pendatang asing, terutama Asia Timur.

(Fontanilla et al. , 2011).

14

Page 15: Case Paru Tb Kelenjar

Tinjauan literatur menunjukkan limfadenopati servikal menjadi predileksi

paling sering untuk limfadenitis TB diikuti oleh limfadenopati aksilaris dan

limfadenopati sangat jarang di lokasi inguinal. Insiden kelompok leher terlibat

dalam 74% - 90% kasus, kelompok aksilaris dalam 14%-20% kasus dan

kelompok inguinal dalam 4-8% kasus. (Bezabih et al., 2002)( Seth et al., 1995).

Satu studi di India yang dilakukan di Orissa menunjukkan bahwa keterlibatan

nodus limfa inguinal adalah lebih umum daripada limfadenopati. aksilaris

(Danpadat, 1990) Keterlibatan kelompok nodus limfa inguinal ini juga sering di

kelompok etnis Igbos di Nigeria. (Onuigbo, 1975)

3. Etiologi

Infeksi Mikrobakterium tuberculosis sp.

4. Patofisiologi

Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB

pulmoner dan TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan

menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB

primer sering terjadi pada anak-anak sehingga sering disebut child-type

tuberculosis, sedangkan TB post-primer (sekunder) disebut juga adult-type

tuberculosis karena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB

primer dapat juga terjadi pada orang dewasa (Raviglione, 2010). Basil

tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut

sebagai TB ekstrapulmoner. Menurut Raviglione (2010), organ

ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar

getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, meningens, peritoneum, dan

perikardium. TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar

terhadap basil tuberkulosis (Raviglione, 2010). Basil TB ini masuk ke paru

dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh

makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan

mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup

15

Page 16: Case Paru Tb Kelenjar

dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar

secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen.

Demikian itu, patogenesis Lifadenitis tuberkulosis inguinalis terisolasi

dapat dijelaskan oleh reaktivasi lokal infeksi dormant, akibat dari penyebaran

limfogen Mycobacterium dari fokus paru subklinis. Penyebaran basil TB ini

pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional hilus , dimana

penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di

sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional

(limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4 minggu

setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan

membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam

makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus

Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut

dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua

hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah

terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus

Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB

dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa

tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Datta, 2004).Jika terjadi reaktivasi

atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler,

hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan

membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai

dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer,

basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe

menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004). Kelenjar limfe hilus,

mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi

TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009). Basil TB juga dapat

menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu sebelum menginfeksi paru.

Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui

inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan

dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004).

16

Page 17: Case Paru Tb Kelenjar

Peningkatan ukuran nodus mungkin disebabkan oleh berikut: 1.Multiplication

sel dalam node, termasuk limfosit, plasma sel, monosit, atau histiosit 2.Infiltrasi

sel-sel dari luar nodus, misalnya sel ganas atau neutrofil.3.Drainase sumber

infeksi oleh kelenjar getah bening.

5. Gejala Klinis

Limfadenitis TB ekstremitas bawah ini sering di kelenjar getah bening

inguinalis lateralis dan femoralis.Ukuran nodus membesar dan harus berhati-hati

karena yang tercatat meningkat tajam dalam ukuran dapat menunjukkan potensi

untuk keganasan. Bentuk nodus limfa biasanya satu,namun beberapa kelenjar bisa

berkonfluensi. Konsistensi mungkin termasuk kusut, fluksus, tegas, kenyal, atau

keras. Dalam tahap awal, nodus dalam tuberkulosis adalahg dengan berbatas

tegas, mobil, tidak lembut, dan tegas. Jika infeksi tetap tidak diobati, nodus

melunakkan, menjadi fluksus, dan melekat pada kulit yang mungkin menjadi

eritematus. Pada nodus-nodus multiple,perlunakan tidak serentak. Jika terjadi

abses, abses lanjut menjadi fistel multipel berubah menjadi ulkus- ulkus khas :

bentuk tidak teratur, sekitar livide,dinding bergaung, jaringan granulasi tertutup

pus seropurulen, krusta kuning- sikatriks memanjang, tidak teratur. Fiksasi

kelenjar getah bening pada kulit dan jaringan lunak dapat berarti keganasan. Kulit

atasnya mungkin eritematus dalam etiologi infeksi. Sinus drainase dapat

berkembang pada pasien dengan adenopati tuberkulosis. Gejala seperti penyakit

saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan, otalgia, coryza, konjungtivitis, dan

impetigo sering ditemukan ditambah dengan demam, iritabilitas dan anoreksia.

Limfadenitis bisa terjadi tanpa radang akut.

6. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis definitif adalah dengan kultur atau amplifikasi nucleic

amplifikasi Mycobacterium tuberculosis; demonstrasi basil tahan asam dan

peradangan granulomatosa dapat membantu. Biopsi eksisional memiliki kepekaan

tertinggi pada 80%, tetapi aspirasi jarum kurang invasif dan mungkin berguna,

17

Page 18: Case Paru Tb Kelenjar

terutama pada hos dengan immunitas rendag dan pengaturan sumber daya

terbatas. (Fontanilla JM, Barnes A, von Reyn CF, 2011)

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukakan termasuk:

1. Pemeriksaan Laboratorium

Peningkatan laju endap darah (LED) dan mungkin disertai

leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis.

Newanda (2009) melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis

didapatkan 33% anak dengan laju endap darah yang normal.

Uji Mantoux positif

Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein) pada 66 % dari 35 pasien

spondilitis tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan abses.

Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam

sirkulasi.

Pemeriksaan dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent

Assay) dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan

ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada

populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi

sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.

Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) masih terus

dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman

tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA,

amplifikasi menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai

DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. Pada pemeriksaan

mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10 basil

permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil

permililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan

bakteriologik adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan

diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4

minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC

(Becton Dickinson Diagnostic Instrument System). Dengan system ini

18

Page 19: Case Paru Tb Kelenjar

identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala yang sering

timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat

dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus

dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya (Newanda,

2009).

2. Bakteriologis

Kultur kuman tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis.

Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengonfirmasi diagnosis

klinis dan radiologis secara mikrobakteriologis. Masalah terletak pada

bagaimana mendapatkan spesimen dengan jumlah basil yang adekuat.

Pemeriksaan mikroskopis dengan pulasan Ziehl-Nielsen membutuhkan 104

basil per mililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 103 basil per

mililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapakan pemeriksaan

bakteriologis adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh

setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya.

Saat ini mulai dipergunakan sistem BACTEC (Becton Dickinson Diagnostic

Intrument System). Dengan sistem ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10

hari. Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih

tingginya harga alat dan juga karena sistem ini memakai zat radioaktif. Untuk

itu dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya (Newanda, 2009).

7. Terapi

Terapi antimycobacteria oral (OAT) tetap menjadi dasar dari perawatan,

tetapi respon lebih lambat dibandingkan dengan dalam tuberculosis paru; sakit

terus-menerus dan pembengkakan itu sering, dan reaksi paradox meningkat dapat

terjadi di 20% dari pasien. Peran steroid kontroversial. Pada awal perjalanan

penyakit biopsy eksisional layak diberi pertimbangan bagi kedua-dua diagnosis

optimal dan manajemen untuk tanggapan yang lambat terhadap terapi OAT.

(Fontanilla JM, Barnes A, von Reyn CF, 2011)

19

Page 20: Case Paru Tb Kelenjar

2.7.1 Oral Antimycobacteria Therapy

Mengenai pengobatan, pada prinsipnya sama dengan pengobatan pada

Tuberkulosis paru. Saat ini direkomendasikan pengobatan dengan menggunakan

obat paru lini pertama (selain injeksi streptomycin) dengan kombinasi 4 obat

selama 2 bln dan dilanjutkan INH, Rifampicin selama 4 bln. Atau dapat diberikan

dengan kombinasi 3 jenis obat dan dilanjutkan dengan INH dan Rifampicin

selama 7 bulan. Mengenai suntikan streptomycin untuk limfadenits maka saat ini

tidak direkomendasikan oleh WHO. Hal ini juga dibuktikan oleh BTS (British

Thoracic Society) yang melakukan clinical trial menggunakan suntikan

streptomycin dan hasilnya memperlihatkan tidak jauh lebih baik dibanding

kombinasi HRZE (INH, Rifampicin, Pyrazinamid dan Etambutol).

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Farmakologi FK UGM. 2008. Farmakoterapi Antiinfeksi/Antibiotika. Petunjuk Kuliah Diskusi Untuk Kalangan Sendiri.

Bezabih M, Mariam DW, Selassie SG. Fine needle aspiration cytology of suspected

tuberculous lymphadenitis. Cytopathology 2002; 13 (5) : 284-90.

20

Page 21: Case Paru Tb Kelenjar

Dandapat MC, Mishra BM, Dash SP, Kar PK. Peripheral lymph node tuberculosis: a

review of 80 cases. Br J Surg 1990; 77 (8) : 911-2.

Fontanilla JM, Barnes A, von Reyn CF, Current diagnosis and management of peripheral

tuberculous lymphadenitis. Clin Infect Dis. 2011;53(6):555.

Koch, AL. 2003. Bacterial Wall as Target for Attack: Past, Present, and Future Research. Clinical Microbiology Reviews. Clin Microbiol Rev. 2003 October; 16(4): 673–687

Madigan M; Martinko J (editors). (2005). Brock Biology of Microorganisms (11th ed.). Prentice Hall.

Madoff, LC. 2008. Introduction to Infectious Diseases: Host–Pathogen Interactions. Harrison’s Internal of Medicine. Ney York: BooksOvid

Miller, N. 2008. Antibiotic Guideline. New York

Newanda, JM. 2009. Spondilitis tuberkulosa. (Online), (http://newandajm.wordpress.com/2009/09/03/spondilitis-tuberkulosa/.

Onuigbo WI. Tuberculous peripheral lymphadenitis in the Igbos of Nigeria. Br

J Su

Rehm, SJ., 2011. Guidelines for Antimicrobial Usage 2011-2012. Cleveland Clinic

Seth V, Kabra SK, Jain Y, Semwal OP, Mukhopadhyaya S, Jensen RL

tubercular lymphadenitis: clinical manifestations. Indian J Pediatr 1995; 62 (5) : 565.

Todar, K. 2008. Online Textbook of Bacteriology.

21