Post on 01-Dec-2015
BLOOD DISTRICT
ada cerita yang tak kau ketahui
Apa yang kau lihat tidak semua bercerita. Dengan saksi
kejadian, lumur darah dan kebisuan diri, sewaktu-waktu kau
akan mengetahuinya.
BLOOD DISTRICT
Penulis : Tea, Dika, Lala, Oki, dan Budi
Editor : Martha Tri Lestari
Penata Letak : Tea, Lala, Oki, dan Budi
Desainer sampul : Dika
Penerbit:
IKOM H - Institut Manajemen Telkom
Jl. Telekomunikasi No. 1 Dayeuhkolot, Bandung.
Email: HICC2012@yahoo.co.id
Dicetak oleh:
TIRTA ANUGRAH
Jl. Cikapayang No. 14 Bandung
Telp : 022-2536257 Email : tirtaanugrahprint@yahoo.com
Muchas Gracias! <3
Terima kasih kepada Tuhan: Nikmat-Mu yang mana lagi yang mau
kami dustakan. Kepada keluarga, yang selalu menyebutkan nama kita di
setiap ucap dan doa serta kasih sayang yang tiada hentinya.
Kepada teman terbaik dan sahabat, kepada IKOM H yang telat
makrab. Kompak terus!
Kepada kampus di tengah kegersangan hehe... Institut Manajemen
Telkom tersayang.
Terima kasih kepada Bu Martha, selaku dosen sekaligus editor buku
ini. Dengan semangat dan editorial yang tiada hentinya. Terima kasih ke
banyak orang yang langsung maupun tidak langsung telah mendoakan dan
mensupport buku ini hingga launching.
Buku ini memang tidak istimewa, namun semoga bermanfaat dan
selalu membayangi pikiran kalian yang telah membacanya. Ingat jangan
sendirian membaca buku ini dan bacalah doa sebelum memulai untuk
membacanya
Best Regard;
Lima sekawan dari IKOM H
Akhirnya sampai juga aku di kasurku tercinta.
Kegiatan hari ini sungguh menguras tenagaku.
Yasudahlah,yang terpenting sekarang aku sudah mendarat di
kasurku ditemani iringan musik menghanyutkan Coldplay
melalui speaker handphone.ku yang…hey handphone ini
ternyata sudah tidak diproduksi lagi. Sepertinya harus mulai
menyusun kalimat-kalimat manis untuk merayu ibuku agar
mengupgrade handphone.ku menjadi BB atau iPhone?!
Semoga.
*beep…beep…beep*
Tiba-tiba getaran sms dari handphoneku
menyadarkanku dari mengkhayal. Setelah kulihat ternyata
sms dari Tea,dia menyuruhku dating ke kosannya untuk
menyelesaikan tugas kelompok yang belum selesai. Di
kelompok kami cuma aku dan Tea yang belum mengerjakan
apapun jadi kami berdua yang mendapat tugas untuk
menyelesaikan sisa pekerjaan teman-teman kelompok kami
yang lain. Aku sebenarnya malas mengerjakannya malam
mini,dalam otakku mengatakan pura-pura tidur dan
mengabaikan sms dia tetapi hatiku mengatakan agar datang
saja dan membantu sebisaku. Dan ternyata hati nuraniku
yang menang. Kupaksakan datang walau badan ini terasa
lelah sekali setelah beraktivitas seharian. Aku ambil handuk
dan bersiap mandi agar saat ke kosan Tea nanti tidak
kelihatan kucel dan lelah.
tok tok tok
“ Assalamualaikum,Tea ini aku Budi.”
hening
“ Teaaaaa!” , aku mulai berteriak. Dan pintu pun
dibuka. Terlihat Tea yang masih memakai mukena.
“ Waalaikumsalam,maaf Bud Tea abis selese sholat
Isya jadi gak jawab salam Budi. Ayo masuk Bud,masih banyak
yang harus diselesein nih tugasnya.”, jawab Tea sambil
melepaskan mukenanya.
“ Jadi kita tinggal ngedit nih te video-video yang udah
dibikin anak-anak?”
“ Iya bud,Tea udah punya gambarannya kok gimana
ntar jadinya tugas Broadcast kelompok kita. Bakal wooooow
banget!”, jawab Tea sambil memasang muka sok imutnya
saat mengucapkan ‘woow’ versi dia.
Lalu malam itu kuhabiskan untuk mengerjakan tugas
dengan Tea di kamarnya. Saat sedang serius mengerjakan
tugas tiba-tiba terdengar suara ketawa mengerikan mirip
suara kuntilanak.
“ Te…Te..Te kamu denger gak suara ketawa
itu?denger gak te??”, tanyaku sambil merinding.
“Suara apa?? Ah iyaa,itu kan nada telepon dari
handphone Tea, ayo bud bantu cari handphone Tea sebelum
teleponnya mati.”,jawab Tea dengan tenangnya.
“ Gila,sakit lu ya Te nada telepon kok pake suara
gituan??? Didatengin baru mampus loe. Gue udah merinding
dari ujung kepala ampe kaki tauuu!”,
“ Hahahaha maaf Budi,Tea pake ringtone itu juga biar
buru-buru ngangkat teleponnya. Diem dulu ya bud ini mama
Tea yang nelpon.”, jawab Tea dengan santainya. Sialan.
Akhirnya kukerjakan saja tugasnya ketika Tea sedang
ngobrol di telepon dengan mamanya dan ketika Tea selesai
telepon aku pun sudah menyelesaikan tugasnya. Ternyata
tugas ini benar-benar menguras tenagaku dan membuatku
lapar. Kulihat jam dan ternyata sudah menunjukkan setengah
12 malam.
“ Te,laper gak? Cari makan yuk keluar,gue laper nih.”
, ajakku ke Tea.
“ Samaa,ayok kita cari tempat makan yang masih
buka jam segini. Bentar ya Tea pake jaket dulu.”
“ Yaudah cepet Te,laper nian awak ini.”,jawabku
menirukan logat Tea.
Setelah selesai berdandan berangkatlah kita mencari
makan di sekitaran kampus. Karena seingatku di Sukabirus
ada warung makan yang buka 24 jam,meluncurlah kami
kesana. Dan kejadian setelah ini akan aku ingat seumur
hidupku.
Jadi saat kami menuju Sukabirus,di kejauhan terlihat
gerombolan pemuda yang sedang nongkrong dan saat kami
mendekati mereka salah seorang dari mereka berdiri dan
menghentikan laju motor kami.
“ Woyy berhenti maneh,stop dulu stop.”,kata dia
sambil sempoyongan dan aroma alkohol keluar dari
mulutnya. Aku kira mereka habis menenggak minuman keras
sebelum kami datang.
“Punten kang,aya naon nyak? Kami cuma numpang
lewat doang kok,” jawabku memberanikan diri padahal
dalam otakku udah berpikir cara untuk kabur dari
gerombolan ini. Sementara Tea di belakang ketakutan dan
bersembunyi di pundakku.
“ Nyang lewat sini nih harus setor,sini serahin semua
barang-barang maneh! Dompet,Handphone pokoknya yang
bisa dijual!”, teriak dia sambil menodongkan pisau.
Sementara teman-temannya yang lain mulai merumuni kami.
Mampus,kataku dalam hati. Aku mulai berpikir
bagaimana cara untuk melarikan diri dari mereka. Kalo aku
melawan sepertinya bakal percuma karena mereka berbadan
2x lebih besar dariku. Tiba-tiba aku teringat sesuatu yang
mungkin bisa menyelamatkanku dan Tea malam ini. Lalu aku
memberi kode ke Tea agar jangan mengangkat
handphonenya. Aku merogoh handphone dan mulai
menelpon ke nomor Tea lalu berkumandanglah ringtone
handphone khas Tea,suara ketawa kuntilanak itu.
“ Eh eh suara apa itu? Kalian denger gak bro? kayak
suara kuntilanak gitu. HHiiiiii kabuuuurr….”, teriak salah satu
di antara mereka dan mulai lari disusul teman-temannya
yang lain.
“Pheww,selamat juga kita Te berkat ringtone
horormu itu hahahaha”, kataku lega setelah lolos dari para
preman itu.
“ Iya dong, handphone siapa dulu? Hehe”,
“ Yaudah buruan matiin geh ringtonenya Te,ngeri
lama-lama dengernya.”
“ Lho,handphone Tea udah gak geter kok. Udah
mati.”
“ Lha terus itu suara ketawa darimana dong????
Aaaarrghhhh kaburrr”, aku gas sekencang-kencangnya
motorku dengan Tea yang juga ketakutan.
“Jadi lo ga mau ngikutin gue nih?”
“Jangan disana dong gue mohon banget sama lo.
Emangnya lo ga tau?”
“Apaan?”
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!
Tugas kelompok mata kuliah Statistika membuat Reyn
dan Noval harus pulang larut malam, mereka tahu jika
mereka tidak mengerjakan bersama teman-teman lainnya,
mereka tidak akan mendapatkan nilai minimal yaitu B. Mau
tidak mau, mereka harus mengerjakan bersama teman-
teman kelas.
“Reyn, gue ga mau tau. Malem ini kalo bisa kita kerjain
barengan anak-anak. Lo mau kita kehilangan nilai B+ ?”
“Berisik. Iya, kan gue udah bilang” Jawab Reyn sambil
memakai jaket hoodie barunya.
“Punya siapa?”
“Gue lah. Hahahhahaha”
“Baru?”
“Iya dong, awal bulan kan hahaha. Gue udah bilang
nyokap kalo gue mau beli hoodie baru, jaket gue udah kucel
banget kayak kain lap”
“Udah belom?” teriak Noval dari teras rumah Reyn.
Noval memanaskan motor dan segera memakai helm.
Begitu juga dengan Reyn, memakai helm dan memanaskan
motornya.
“Mereka dimana?” tanya Noval.
“Kontrakannya Resti. Di Pesona Bali.” Reyn mengegas
motornya dan menujur gerbang.
Jarak rumah Reyn menuju rumah Resti lumayan jauh.
Reyn dan Noval pergi dari rumah pukul 19.00. Suasana di
jalan masih sangat ramai. Terlihat orang-orang masih berlalu-
lalang dengan kendaraannya. Pertokoan masih terbuka dan
terang. Memang, jalanan di kota ini kurang penerangan
sehingga jalanan terkesan gelap. Pengendara kendaraan
bermoton maupun pejalan kaki harus berhati-hati. Selain
gelap, seringkali ditemukan jalan berlubang dan
membahayakan pengendara.
Banyak yang bilang kalau jalanan ini salah satu jalan
yang berbahaya. Bahaya? Dalam konteks apa? Bahaya dalam
konteks keselamatan dan keamanan. Terowongan.
Terowongan inilah yang termasuk rawan. Terowongan ini ada
dua, kedua-duanya membahayakan. Keadaan di terowongan
ini gelap dan jalan berlubang. Tidak heran jika ada saja
kejadian atau kecelakaan yang terjadi.
“Halo semuanya. Sorry telat ya, gue tadi sama Noval isi
bensin dulu soalnya” Reyn meletakkan helm dan segera
membuka tasnya lalu mengeluarkan setumpuk kertas
statistika.
“Banyak banget materi lo, udah selesai semua tuh?”
Tanya Resti menyela.
“Hahahahaha ngehina banget lo, Ti. Nggak lah,
makanya gue bawa banyak-banyak biar lo ajarin gue malem
ini.”
“Eh temen-temen, kalo mau minum ambil di belakang
ya. Kalo mau makan beli sendiri lah, gue ga ada stok
makanan” Resti melanjutkan belajar.
Statistika bagi mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi bisa
dibilang musuh terbesar mereka. Bayangkan saja, mereka
harusnya tidak belajar Matematika dalam jurusannya, tapi
entah kenapa kampus ini mewajibkan mata kuliah ajaib satu
ini. Sebagian mahasiswa ada yang menyukai dan ada yang
tidak menyukai mata kuliah Statistika. Mereka beranggapan
bahwa Statistika ini sulit dan merepotkan. Selain itu juga
mengharuskan mahasiswa mengulang jika mendapat nilai C-.
Mau tidak mau, mahasiswa berusaha keras dalam mata
kuliah ajaib ini. Salut.
“Terus udah ditulis gini, diapain lagi?” Tanya Noval
mengerutkan keningnya.
“Dimasukin rumus, eh udah tau rumusnya ga?”
“Res, gue tuh palinf ga suka hitung-hitungan. Please,
ajarin detail-detail dan ubah gue biar biar kayak lo. Pintar dan
berbakat menghitung.” Noval merayu Resti.
Resti mengambil catatan dan segera mengajari Noval,
sementara itu di sudut ruangan.....
Reyn tertidur pulas.
“Re bangun! Lo masih mau nilai A ga?”
“Astaghfirullah!!!” Reyn tersentak. “Kok ga bangunin
gue sih?”
“Makanya jangan tidur. Udah jam 11 malem nih,
pulang sekarang?” tanya Noval.
“Terus gue besok ngisi apaan?” Reyn cemas.
“Ya udah ntar di rumah gue ajarin lagi. Buru siap-siap
pulang.”
Noval dan Reyn pamit pulang. Angin malam yang
dingin membuat Reyn semakin malas untuk membawa
motor. Ditambah lagi jalan gelap membuat Reyn ragu
melanjutkan perjalanan.
“Val, gelap banget takut gue.”
Noval tidak menghiraukan Reyn. Ia terus melajukan
motornya, santai, seperti hembusan angin. Hawa dingin
menusuk hingga rongga dada. Bersin dan ngantuk membuat
Noval tidak bisa berkonsentrasi.
“Punten, Pak....” sapa Noval pada bapak-bapak yang
lagi kumpul di Pos Ronda. Pos Ronda tersebut memang
sering ramai jam segini.
“Kang, hati-hati ya Kang. Tadi ada yang seliweran di
jalan sana. Kita susul mereka malah ngilang”
“Maksudnya, Pak?”
“Tadi ada 2 orang yang serem gitu”
“HAH?!?!”
Noval dan Reyn mengegas motor dengan kencang.
Kalau saja pol-an gas tidak ada batasnya, mereka akan
mengegas sekencang mungkin.
Akhirnya mereka sampai di rumah dengan selamat.
Anak Kecil
Pagi itu matahari tampak cerah dari hari biasanya.
Noval membuka pintu kamar dan meraih handuk yang
tergantung di balkon kamarnya. Tampak seorang anak kecil
yang menangis ketakutan di depan pagar.
“Hu..hu..hu..hu....”
“Kamu kenapa dek? Kok nangis?” Noval menghampiri
anak kecil tersebut.
“Kak, kak.. Tadi malem aku digangguin” anak kecil itu
terisak-isak menjawab pertanyaan Noval.
“Sama siapa?”
“Ga tau ga kenal kak” anak kecil itu semakin menangis.
“Kamu diem dulu ya disini” Noval memanggil Reyn.
“Reyn!!”
“Apaan?” Reyn menghampiri Noval.
“Nih anak kecil ini nangis-nangis tadi malem
digangguin sama orang”
“Kamu digangguin dimana dek?” Tanya reyn pada anak
kecil itu.
“Sama bapak-bapak. Dua orang di deket situ” Anak
kecil itu menunjuk ke arah jalan menuju terowongan.
“Ya udah kamu kita antar pulang aja ya. Rumahnya
dimana?”
“Di komplek sebelah kak” Anak kecil itu masih saja
menangis terisak-isak. Seperti kebingungan. Ia hanya ingin
pulang.
Reyn heran. 2 hari lalu penjaga pos kamling pernah
bilang kalau ada bapak-bapak yang sering berhenti di
terowongan. Tadi malam kawasan perumahan dikejutkan
dengan rampok di rumah yang tak jauh dari terowongan, dan
pagi ini anak kecil menangis ketakutan karena diganggu oleh
dua orang bapak-bapak di dekat terowongan yang sama. Apa
yang terjadi sebenarnya?
Penghuni Baru
Tasya, penghuni rumah baru nomor 5 yang hanya
berjarak 150 meter dari rumah Reyn tampak sedang
menurunkan barang-barangnya dari mobil. Kotak-kotak besar
dan beberapa tas tampak di depan pintu.
“Mas, bisa tolong bantu saya ga?” pinta Tasya
kepada Reyn.
“Oh bisa mbak. Sini saya bantu” Reyn menuju mobil
Tasya untuk membantu menurunkan barang-barangnya.
Reyn mengikuti Tasya menuju dalam rumah. Rumah kecil
sederhana. Tembok berwarnakan krem dan ruang tamu yang
tertata rapi.
“Baru pindah?”
“Iya. Dulu yang disini tanteku, tapi dia pindah ke
Australia sekarang. Jadi aku yang pindah kesini, sekalian
kampusku dekat sini.” Tasya mengurai senyum dan kembali
merapikan barang-barangnya.
“Oh begitu. Sekarang apa lagi yang bisa aku bantu?”
“Ga ada, udah kok semuanya. Makasih banyak ya. Oh
ya, nama aku Tasya. Kamu?”
“Reyn. Reyn Zafiero.” Reyn mengulurkan tangannya
dan mereka bersalaman.
“Reyn kalau aku ada apa-apa, aku hubungi kamu ya.
Karena aku kan masih newbie banget nih hahahaha” Tasya
tertawa dan Reyn pun mengangguk.
“Darimana lo?” Noval membuka pintu.
“Gila ya! Si Tasya cantik benget, Val!” Reyn
menghempaskan badannya ke sofa.
Noval kebingungan. Ia menggeleng-gelengkan
kapalanya dan kembali ke dapur menyiapkan sarapan.
“Lo buat sendiri ya, gue males buatin sarapan buat lo.
Hahahaha resiko lah ya. Udah gede bro!” Teriak Noval dari
dapur.
“GUE GA MAUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU!”
Reyn kembali meneriakkan Noval.
Reyn dan Noval sering bertengkar hanya karena
sarapan namun tidak membuat keduanya pisah rumah. Sejak
SMA, Reyn dan Noval bersahabat. Tak banyak yang
mengatakan bahwa mereka merupakan skandal homo. Ah,
mereka sudah terbiasa dengan ledekan sepert itu.
***
“Jadi tadi malam yamg dicopet itu dibunuh?”
“Iya, Mas. Wong saya ngelihat sendiri mayatnya
dipinggirin sama polisi disitu”
“Wah serius? Ngeri banget. Yang bunuh siapa, Pak?”
“Katanya sih yang sering seliweran di daerah sana,
Mas. Kurang tahu saya kalau itu”
Noval terkejut. Ia tersedak setelah mendengar obrolan
dua orang bapak di warung makan. Ia pun melihat ke arah
bapak itu.
“Mari dek, saya duluan” sapa Bapak tadi
melengkungkan senyum. Nova pun membalas senyum.
Ada yang aneh di daerah ini. Beberapa waktu lalu
perempuan dirampok, beberapa hari setelahnya anak kecil
menghampiri rumah Reyn meminta tolong sambil menangis,
dan sekarang ditemukan mayat perempuan. Apa yang terjadi
sebenarnya?
Bayangan?
Tasya memasukkan mobilnya ke garasi. Ia melihat
melalui spion ada yang berdiri di depan pagar rumahnya.
Tasya memperhatikan bayangan itu dari spion, seorang laki-
laki dengan jaket hitam dan........golok. Sesaat Tasya
menghentikan nafasnya. Ia bingung mencari cara bagaimana
ia bisa keluar mobil dengan selamat. Laki-laki tersebut
menghilang.
Waktu menunjukkan pukul 11 malam. Tasya masih
belum bisa tidur. Ingatannya kembali pada laki-laki perjaket
hitam dengan sebuah golok di tangannya. Ia masih
mengingatnya dengan jelas. Ia heran, bagaimana bisa laki-laki
itu hadir tiba-tiba dan langsung mengarah ke kaca spion
mobil Tasya. Tasya segera menelepon ibunya.
“Halo, Ma. Belum tidur?”
“Belum, Nak. Ada apa?”
“Ma, barusan aku diincar sama orang. Cowok, pakai
jaket hitam dan yang lebih mengerikan dia bawa golok, Ma.”
“Terus kamu ga apa-apa?”
“Ya aku di dalam mobil tadi. Aku sekarang udah di
rumah. Ma, kapan kapan pindah kesini? Biar aku ada
temennya. Ajak Reza juga”
“Iya, 2 minggu lagi ya. Ini masih ngemas-ngemasi
barang”
“Oke ma, udah dulu ya. I love you, Mom.” Tasya
mematikan telepon.
Hari yang gelap pun terasa begitu panjang. Hawa
dingin ruangan membuat Tasya semakin sulit untuk tidur
sampai akhirnya adzan Subuh terdengar bersahutan di surau-
surau perumahan. Sepi, hanya gumaman lafadz Allah yang
terdengar dan kokokan ayam jantan yang merongrong jelas
dan tinggi. Namun hawa dingin ini malah membuat Tasya
tertidur pulas setelah alarm handphonenya berbunyi dengan
volume maksimal berkali-kali. Matahari pukul 09.00 yang
masuk dari sela-sela tirai lumayan menyilaukan matanya.
Setelah cuci muka dan berkumur-kumur, Tasya beranjak ke
meja makan untuk sarapan.
Sendiri. Hanya ada roti tadi malam dan gelas kosong.
Tasya menyiapkan sarapan dan membuka pintu depan.
“Selamat pagi, Tasya” Reyn menyapa tersenyum.
“Pagi Reyn. Tumben bangun jam segini lo?”
“Hahaha iya gue mau kuliah jam 10.30 soalnya”
“Oh ya udah semangat ya. Sarapan gak? Sini masuk
rumah aku aja.” Ajak Tasya.
“Gak usah Tas, makasih ya”
Tasya kembali masuk dan menutup pintu. Jam
menunjukkan pukul 10.00 WIB.
Sonya?
Tasya terbangun dari tidurnya. Dilihatnya jam
menunjukkan pukul 5 pagi. Tasya segera ke kamar kecil dan
menyelesaikan tugasnya.
Heran. Beberapa hari ini Tasya merasa ada yang
memberikan isyarat untuk pindah rumah. Tasya pun
melupakan isyarat buruk itu dan kembali menyelesaikan
tugasnya.
Tok..tok..tok..
Ketukan pintu rumah Tasya bergeming. “Pagi-pagi
begini bertamu?”
Tasya membuka pintunya. Perempuan cantik
berambut pendek mengenakan baju berwarna ungu dan flat
shoes berwarna merah.
“Siapa?” Tasya mengerutkan dahinya.
“Maaf mengganggu. Saya boleh numpang toiletnya
sebentar?”
Tasya melirik sekitarnya. Tidak ada satupun kendaraan.
Lalu perempuan ini kesini pakai apa? Pikirnya.
“Boleh, silahkan masuk” Jawab Tasya ragu.
Perempuan itu masuk ke dalam tanpa membuka flat
shoes merahnya. Ia berjalan menuju kamar kecil yang telah
ditunjukkan oleh Tasya. Tasya menyimpan sejuta keraguan.
Dia siapa?
“Terima kasih ya.. Nama saya Sonya” perempuan itu
tersenyum.
Tasya membuat secangkir teh. kelelahan tampak pada
wajah perempuan cantik itu. Ia duduk di sofa di ruang TV. Ia
melepaskan gelangnya dan jam tangannya. Meletakkan
keduanya di atas meja. Ia menaikkan kedua kakinya ke atas
sofa kemudian meluruskannya. Rebahan tubuh perempuan
itu sangat perlahan membuat Tasya kembali bingung. Dia
siapa? Dan mengapa?
Tasya membuka obrolan.
“Kamu kesini sama siapa?”
Perempuan itu tidak menjawab. Ia memejamkan
matanya dan tertidur. Perempuan itu sangat cantik. Sangat
cantik.
Tasya membiarkan Sonya –tamu misteriusnya- tertidur
di sofa ruang TV. Tasya membuat sarapan.
“Reyn, Noval. Kalian sarapan di rumah gue aja yuk sini”
panggil Tasya dari halaman rumah. Reyn dan Noval tidak
sungkan. Mereka segera masuk ke rumah Tasya.
“Loh itu siapa Tas?” Tanya Noval.
“Tamu. Tadi pagi dia datang. Sonya namanya.”
“Gila! Cantik banget. Jomblo?” susul Reyn.
“Mana gue tau lah. Sok tanya aja ke orangnya langsung
biar pasti hahaha”
Reyn dan Noval tertawa kecil. Mereka menuju meja
makan dan Tasya berinisiatif untuk membangunkan Sonya.
“Sarapan dulu yuk, aku udah buat makanan. Ada Reyn
dan Noval juga. Mungkin kalian bisa berkenalan.”
Sonya mengangguk. Perempuan ini tidak banyak
bicara.
“Selamat pagi, maaf mengganggu ya” sapa Sonya
sambil tersenyum.
Sonya mengalihkan pandangan Reyn dan Noval.
Keduanya terpesona dan berhenti mengunyah.
“Loh? Kok bengong?” Sonya tertawa malu.
“Hehehe..gak kenapa-kenapa. Ayo dimakan.” Reyn
menyadarkan diri.
Sonya tersenyum. Menyuap nasi goreng buatan Tasya
ke dalam mulutnya. Bibir yang seksi dan tatapan yang manis.
Sonya menelan makanannya.
Bukan manusia?
Ketukan pintu rumah Tasya berbunyi. Kali ini yang
datang Pak RT.
“Neng, ada tamu ya?”
“Iya” jawab Tasya heran. “Ada apa, Pak?”
“Perempuan?”
“Iya. Kenapa pak?” Tasya semakin heran.
“Bisa kita mengobrol sebentar di dalam?”
“Bisa pak”
Tasya semakin heran dengan hari ini. Tamu misterius,
kedatangan Pak RT. Kali ini....
“Neng, jangan sembarang nerima tamu.”
“Loh kenapa pak?” Jawab Tasya heran. “Sebentar ya
pak.”
Tasya memanggil Sonya. Namun tidak ada sahutan.
Tasya semakin heran. Ia menuju kamar tamu. Namun tidak
ditemukan wujud Sonya. Kemana dia?
“Ada apa neng?”
“Ga ada apa-apa sih Pak. Saya nyari tamu saya tadi
pagi, tapi sekarang malah ga ada. Mungkin di toilet” Tasya
kembali mendengarkan pak RT.
“Neng. Dia bukan manusia” jawab Pak RT tiba-tiba.
“Hah?”
“Ya sudah, kalau ada apa-apa neng bisa hubungi saya.”
Pak RT pulang.
Tasya kembali heran. Wajahnya pucat dan langsung
menemui Sonya.
“Sonya, kamu dari mana?”
Sonya tersenyum. Tidak menjawab.
Itu Siapa?
Reyn menyalakan motornya setelah mengalami mogok
di jalan. Reyn mendorong motornya hingga terowongan.
Tidak ada sinyal. Reyn tidak tahu harus menghubungi siapa.
“Ada apa?” sapa bapak-bapak berjaket hitam.
“Pak. Tolong motor saya dong pak. Rumah saya hampir
dekat ini” pinta Reyn.
“Baiklah”
Mesin motor Reyn puas dibongkar dan dikotak-katik
oleh bapak-bapak itu. Reyn tidak kenal bapak itu siapa.
Hanya ada dia saat itu.
“Pak, udah?”
Bapak itu tidak menjawab. Ia terus menunduk.
“Sudah, mas” suara berat bapak itu mengagetkan
Reyn.
“Maka....” belum selesai Reyn berbicara, bapak itu
menghilang. Tanpa sepatah kata. Seluruh bulu tubuh Reyn
merinding. Reyn menyalakan motornya dan membaca ayat
kursi berkali-kali.
Rahasia terjawab
Tasya menghubungi pak RT dengan cepat. Beberapa
hari ini Sonya bertingkah aneh. Ia menghilang dan terkadang
menyanyi-nyanyi di tengah malam. Tasya sering melihat
Sonya di depan pintu tanpa alasan. Dan terakhir, Tasya
melihat Sonya tidak menapak tanah. Apa yang terjadi
sebenarnya?
“Pak, dimana? Bantu saya pak.” Pinta Tasya.
Reyn dan Noval mengetuk-ngetuk pintu rumah Tasya.
Mereka tampak ketakutan.
“Ada apa?”
“Tas! Si Sonya masuk ke rumah kita tiba-tiba tadi
malam. Terus dia senyum-senyum gitu.”
“Tadi malam gue nemuin hantu di terowongan.”
Celetuk Reyn.
“Assalamu alaikum” Pak RT datang.
“Pak. Mereka juga diganggu”
“Sama siapa? Sonya?”
“Kok bapak tau?” Reyn dan Noval heran.
“Kan saya sudah bilang kemarin kalau dia bukan
manusia”
Tiba-tiba Sonya datang. Tampah ketakutan dan cemas.
Sonya berbalik badan. Tiba-tiba sekujur tubuhnya berubah.
Berlumur darah, kusut dan pucat. Pakaian yang dikenakan
tak lagi indah, sekujur tubuhnya dipenuhi darah dan kakinya
tidak menapak bumi. Benar, Sonya bukan manusia.
Perempuan itu menunduk dan menangis. Lalu ia berteriak
kencang dan mengisahkan tragedi kematiannya.
Aku bersikukuh untuk terus pergi. Hujan deras dan
gemuruh petir tidak menjadi kendala bagiku. Luapan emosi
dan ketidak-sabaranku kembali menguak. Agi, pacarku,
sukses membuat aku kelabakan. Agi memintaku untuk
segera mengantarnya ke Bandara pukul 02.00 dini hari.
“Kamu kenapa gak bilang daritadi sih? Jadinya aku
buru-buru kan” bentakku melalui telepon genggam. Aku
terus menggerutu di telepon. Hujan semakin deras dan
menyulitkan aku untuk melihat jalan. Agi sewaktu-waktu
menjadi malaikat dan bisa sewaktu-waktu menjadi setan
berkepala dua. Sifatnya yang hobi dadakan membuatku
cukup handal menahan emosi meski teru-terusan diteror
kejengkelan.
“Aku lagi gak ada yang ngantar, sayang. Maaf ya.
Aku tunggu di rumah, kamu hat-hati.”
Aku mematikan telepon dengan kesal. Lagi-lagi
Sonya menggerutu.
01.00 WIB, suasana jalanan tampak sepi dan gelap.
Hanya ada lampu-lampu mobil lalu lalang yang dijadikan
peneran jalan.
“Agi keterlaluan.”
Tiba-tiba aku membunyikan klakson. Tanpa sadar,
mobil itu berhenti tepat di depan mobilku.
“Ada apa ya?” Tanyaku sambil membuka pintu
mobilnya dan menuju mobil depan.
“Neng, bisa tolong saya?” Bapak-bapak itu
menghadapku.
“Saya harus buru-buru, ini udah malam. Saya mau ke
bandara. Maaf ya, Pak.” Aku kembali ke mobil dan
melanjutkan perjalanannya.
Tibalah aku di depan rumah Agi.
“Sekarang?”
“Iya lah, jadi mau kapan?”
“Kamu berangkat terus. Lagi dan lagi. Mau kemana
lagi kali ini?”
“Palangkaraya. Ada tugas mendadak dari bos.”
“Oke. Nih” Aku melemparkan kunci mobil kepada Agi.
Kali ini Agi yang menyetir.
100 km/jam tertera di speedometer mobil. Mobil
Honda CR-V bernomor B 1562 JZ berwarna abu-abu
mengkilap itu melaju dengan kencang di jalan tol menuju
bandara. Tidak seperti saat aku di perjalanan, kali ini tidak
ada hujan ataupun petir.
02.30 aku dan Agi sampai di bandara. Untuk kesekian
kalinya kami menjalani hubungan jarak jauh sementara.
“Hati-hati ya, aku pulang dulu”
“Iya. Kabarin aku ya. I love you” Agi mengecup
keningku dengan lembut. Aku berbalik dan berjalan menuju
parkiran.
Aku melajukan mobilnya. Sudah pukul 03.30 dan aku
merasakan kantuk yang luar biasa. Aku berniat untuk
mampir di sebuah masjid untuk istirahat dan menunggu
adzan untuk sholat subuh.
Jalanan tidak sesepi tadi. Sudah banyak kendaraan
melintas di jalan tol. Tidak hanya Aku. Aku menghela napas
lega.
Aku tak dapat menahan kantuknya. Sesekali aku
memejamkan mata dan mengusap-usap matanya. Aku
benar-benar dalam keadaan kantuk.
Rumahku sudah hampir dekat, namun ketika
memasuki sebuah terowongan, tanpa sadar dan dengan
kecepatan tinggi mobil aku menabrak sebuah sepeda motor
dan sebuah pohon. Aku tak sadarkan diri.
Motor yang aku tabrak ringsek dan pengendaranya
meninggal di tempat. Mobilku rusak parah pada bagian
depan dan......aku meninggal di tempat.
Tasya, Reyn dan Noval menahan ludahnya. Rasanya,
tidak ada udara yang masuk ke dalam paru-paru. Tasya tidak
mengedipkan mata sedikitpun.
“Terima kasih, Tasya. Kau manusia yang baik.
Mengizinkan aku untuk tinggal bersamamu. Maaf,
kehadiranku membuat kau takut. Aku akan pergi”
Tasya tidak menjawab. Tangis dan gemetar ketakutan
semakin menguak. Sonya tersenyum. Ia menghilang
perlahan-lahan.
“Kejadian ini menjadi kejadian paling tragis di daerah
setempat. Belum pernah sebelumnya terjadi kecelakaan yang
menyebabkan pengendaranya meninggal.” Kata Pak RT
sambil pamit pulang.
“Saya lihat, mobilnya kencang sekali. Setelah itu
menabrak bapak-bapak pengendara motor. Korbannya satu
perempuan, satu laki-laki” kata Pak RT. “Ditemukan KTP milik
korban perempuan bernama Sonya Latifah”. Tasya, Reyn,
dan Noval ketakutan.
Dulu awal-awal saya ke Bandung saya masuk di salah
satu universitas swasta di Bandung, dimana tahun angkatan
kami di haruskan untuk mengikuti asrama selama setahun,
awalnya saya tidak mau untuk tinggal diasrama tersebut
namun karena sudah dibayar oleh ayah saya, saya terpaksa
untuk tinggal disana.pertama kali saya masuk asrama
tersebut biasa-biasa saja namun asrama ini cukup gelap ,saya
juga tidak tau kenapa lampu di sekitar tangga mati.namun
karena saya memeiliki banyak teman hal tersebut tidak saya
hiraukan.
Tiga hari awal tinggal disana tidak terasa karena kami
harus sudah meninggalkan asrama pukul 6 pagi dan balik lagi
sekitar jam 8 malam ,dan samapai asrama pun kami langsung
tidur karena kami mengikuti ospek di kampus saat itu.setalah
ospek tidak ada yang aneh dari asarama tesebut dan pada
suatu hari hal mistis tersebut akhirnya terjadi.
Kring-kring suara handphone saya berbunyi ,saya
mengankat telephone tersebut ,halo- halo ,ternyata ibu saya
yang menelpon namun karena saat itu sangat ramai sekali
dikamar sehingga saya tidak dapat mendengar telephone
tersebut akhirnya saya keluar kamar,setelah diluar kamar
sinyal telephone bermasalah dan saya pun mencari sinyal
samapai akhirnya di tangga yang lampunya mati
tersebut,awalnya masih biasa namun lama kelamaan saya
merasakan aura yang berbeda disana sontak saya pun mulai
merinding dan tetap ngomong ditelpon sama ibu saya ,tiba-
tiba saya mendengar suara cewek sedang menangis ,lalu
saya mematikan telpon dan bertanya-tanya pada diri sendiri
suara siapa itu,saya pun baru sadar bahwa orang-orang yang
tinggal diasrama itu laki-laki semua,dan semakin membuat
saya makin merinding akhirnya tidak pikir panjang lagi saya
pun lari dengan cepat untuk kembali ke kamar,dan
menceritakan kepada teman-teman saya.
Keesokan harinya saya dan teman-teman saya mencari
tau tentang asrama tersebut,memang disamping asrama ini
ada sepetak kuburan ,namun hanya sedikit sekali dan
kuburan tersebut pun sepertinya lahannya juga di ambil oleh
puhak pengelola asrama dan hal tersebut semakin membuat
saya yakin bahwa suara yang saya dengar tersebut bukan
khayalan saya.beberapa hari selanjutya teman saya
mengatakan bahwa teman dia melihat seseorang berpakaian
putih sedang duduk di pinggir tangga yang lampunya mati
tersebut,hal tersebut semakin membuat saya yakin bahwa
asrama ini mulai tidak aman dari hal-hal mistis.
Aula kampus terasa sesak oleh nafas kebahagiaan
karena mahasiswa tingkat akhir yang wisuda. Tak terkecuali
dengan 3 sahabat ini, Arbi, Ata, dan Reihan. Arbi dan Reihan
terlihat tampan dengan mengenakan setelan jas warna
hitam, sementara Ata terlihat cantik dengan kebaya coklat
dan tatanan sanggul modern serta make up tipis yang
menghiasi wajahnya.
“Harusnya kita wisuda berempat ya” kata Arbi.
“Kita berempat ko, Leo ada kali disini. Parah banget ga
ngerasain Leo disini” jawab Ata.
“Kerumahnya Leo yuk. Leo harus liat dandanan kita
nih” ajak Reihan sambil berjalan mundur.
Setelah berpamitan ke orang tua mereka masing-
masing. Selesai acara, mereka langsung tancap gas ke
Jakarta. Rumah yang mereka katakan adalah bukan rumah
yang penuh kehidupan. Tapi rumah yang begitu sunyi dan
penuh kedamaian. Rumah yang dimaksud adalah makam.
Sebelum mereka sampai di makamnya Leo, mereka singgah
sebentar untuk membeli bunga dan air mawar. Ditengah
belanja Reihan nyeletuk “Ta lo gamau bawain Leo bunga
yang lain? Leo bosen kali Ta tiap lo ke rumahnya dibawain
mawar putih mulu”
“Kenapa jadi lo yang protes ya Rei. Leo-nya aja
gapernah protes” timpal Ata.
“Dia protes pasti ta, cuma gak bisa nyampeinnya aje”
“Berisik banget ya lo berdua” sambung Arbi sambil
menggiring dua sahabatnya itu masuk ke mobil.
Seperti biasa, setiap perjalanan menuju rumah Leo.
Ata selalu diam. Jiwa usilnya ilang, kekagumannya pada
pemandangan di jalan tol menghilang. Mata kosongnya me-
rewind kejadian dua tahun lalu. Kejadian yang merenggut
nyawa sahabatnya itu.
*****
Arbi, Ata, Leo dan Raihan resmi menjadi seorang
mahasiswa baru setelah tiga hari mereka di ospek. Waktu
ospek mereka tak saling kenal, boro-boro kenal juga tidak.
Kelas B lah yang menjadi saksi bisu bagaimana persahabatan
mereka dimulai.
“Hari pertama kuliah ngapain ya? Langsung ke materi
apa perkanalan dulu apa cerita tentang masa masa sekolah”
tanya Ata pada dirinya sendiri sambil ngaca merapikan
pakaiannya.
Masuk ke kelas, Ata disambut oleh keheningan. Dan
muka-muka asing yang memperhatikannya dari sejak ia
membuka pintu hingga duduk. Tak heran, untuk ukuran
perempuan, Ata adalah perempuan cantik. Kulitnya yang
kuning langsat, matanya jernih, dan rambutnya? Sebahu dan
agak ikal dengan warnanya yang hitam kilau. Ata memiliki
postur tubuh yang juga bagus. Ata memang pas banget untuk
dipandang dari ujung kepala hingga ujung mata kaki. Dan
lebihnya, Ata tak perlu pusing dengan dandanan karena
wajahnya yang sudah cantik.
Lima menit sebelum kelas dimulai, Arbi, Leo dan
Reihan masuk. Berhubung bangku yang tersisa tiga hanya ada
di dekat Ata, mereka berempat duduk berderet. Suasana asik
sendiri adalah suasana yang tergambar di kelas mereka.
Maklum, namanya juga masih belum kenal. Ada yang main
BB, asik nge-game, narsis di tab terus di upload ke instagram
dan ada juga yang gambar anime, ada juga yang nyanyi.
Kalau yang lainnyabegitu, Ata lebih senang mengamati
teman-teman kelasnya sambil berimajinasi akan jadi apa
suasana kelasnya nanti.
“Kok lo doang sih yang ga asik sendiri?” Arbi memulai
percakapan
“Eh? Asik sendiri kok gue. Asik ngamatin orang-orang.
Gue Ata, lo?” sambil mengulurkan tangan, tanda perkenalan.
“Arbi. Dari Jakarta ya?”
“Iya. Hehe. Lo juga dari Jakarta kan?”
“Sotoy sih lo”
“Logat lo-guenya kentel banget coy. haha”
Perkenalan pun harus dihentikan, karena dosen yang
masuk kelas dan mulai memberikan materi kuliah.
*****
Sudah sebulan kuliah, tapi Ata baru mendapatkan Arbi
sebagai teman dekatnya. Teman kelasnya yang lain hanya
sekedar kenal dan tidak dekat.
“Bi, cariin gue temen dong. Masa temen gue lo doang”
pinta Ata
“Makanya kenalan dikelas, lo asik ngamatin doang sih.
Ngamatin gak bakal nambah temen Ta. haha”
“Gue tuh ngamatin mana yang bisa jadi temen mana
yang engga”
“Oy!!” tiba-tiba Arbi berteriak dan tangannya
memberikan kode pada Leo dan Raihan yang kebingungan
nyari lokasi duduknya Arbi di kantin.
Ata nengok ke belakang dan mendapati dua teman
kelasnya bergerak ke arah meja mereka.
“Request temen kan lo? Nih gue bawain dua”
Tanpa canggung Ata mengulurkan tangannya terlebih
dulu untuk memulai perkenalan. Mereka berempat pun larut
dalam perbincangan yang asik selama tiga jam.
****
Arbi BBM Ata
“Le, pindah dong. Gue mau tau rasanya dibonceng Rei.
Bosen sama Arbi mulu” pinta Ata sambil senyum jail ke arah
Arbi. Mereka berempat memang sudah jadi sahabat, tapi
tetep aja yang paling akrab ya Ata sama Arbi. Makanya, biar
jadi akrab semua, Ata minta pergantian posisi boncengan.
Langkah tepat memang, berkat pergantian posisi
boncengan. Ata jadi akrab sama Rei. Selama perjalanan
mereka asik cerita soal sekolahnya dulu dan cerita tentang
mantan pacar masing-masing. Arbi dan Leo gakalah asiknya
cerita, mereka asik banget cerita soal bola dan cewek. Yang
From : Arbi
Ta, lo dimana? Mau
ikut kita jalan-jalan
ga? Di sekitaran
kampus aja. Biar Tau
From : Ata
Masih jam 7 pagi ya
Bi. Udah ngajak jalan
aja lo. Mau deh, gue
mandi dulu ya
From : Arbi
Gue jemput jam 8 ya
Ta
perlu diketahui adalah mereka semua jomblo. Jadi ujung
obrolan mereka adalah mantan atau pencarian jodoh.
“Ta, gue denger denger kos-an lo daerahnya rada
rawan ya?” Leo membuka percakapan di tempat makan
“Katanya sih, tapi syukurnya ya gue ngerasa aman
aman aja Le. hehe” jawab ata
“Ati-ati aje ye ta. Kalo pulang malem jangan sendirian.
Telpon salah satu dari kita aja ta buat minta nganter” tambah
Reihan
“Rei? Mau bikin gue melting? Haha. Iya gampang soal
telfon mah”
“Asik banget sih bapak ibu ngobrolnya. Ikutan dong”
Arbi yang langsung ikut bergabung setelah mengantarkan
menu pesanan mereka.
“Enakan ngobrol tanpa lo Bi haha. Bercanda”
“Gak cuma kelakuan ya Ta yang ngeselin, ngomongnya
elu kadang ngeselin juga ya. Minta dijejelin sambel ya?” Arbi
tau betul kalo Ata gasuka pedes. Jadi setiap dia ngomong
iseng kaya tadi, rasanya pengen ngebalurin sambel di
mulutnya
“Bi, terowongan yang tadi kita lewatin itu serem kan
katanya ya? Suka ada yang malak gitu kalo malem” tanya Leo
“Iya gue juga dapet kabar gitu. Makanya kalo udah
malem, duduk manis ajalah gue di kosan. Daripada kenapa-
kenapa. Lagian emang daerah sini rawan orang jahat. Noh
daerah kos-an Ata, suka ada aja yang kemalingan. Dan di
jalan depan kampus pernah ada yang dicopet. Keras banget
ya idup disini haha”
Ga lama pesanan makanan mereka datang. Sembari
makan, ata memikirkan apa yang dibilang teman-temannya
soal daerah kampus yang rawan soal kejahatan. Ata jadi
merasa takut sendiri. Dan berfikir, gimana kalo salah satu
korban kejahatannya itu dia atau salah satu dari 3 temannya.
*****
BBM Ata di group discussion
From : Ata
Woooyyyy!!! Lo bertigaaa!!! Sombong banget ya pada ga kasih kabar.
Mentang-mentang lagi liburan. Ketemuan di Jakarta dong. Rumah pada di
Jakarta tapi ga ada yang ngajak gue jalan
balasan bbm dari Rei yang bikin ata hampir muntah
balesan bbm dari Arbi yang ngebuatnya geli karena sok
famousnya.
jawaban standart leo yang bikin ata berpikir ”Iya ya 2
minggu lagi ketemu”.
*****
Dua minggu yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba.
Hari pertama di semester kedua. Baru juga hari pertama,
From : Reihan
Liburan semester gue manfaatin di rumah ta. Sayang-sayangan
sama nyokap. Curhat-curhatan sama bokap. Ngusilin adek gue
From : Arbi
Gue jalan-jalan mulu Ta sama temen sekolah. Dari mulai temen SD sampe temen SMA.
From : Leo
Haha. Kabar gue baik Ta. Ah lu, dua minggu
lagi juga ketemuan di kampus. Sabar aja Ta
dosen udah ngasih tugas. Dan deadline tugasnya Rabu.
Alhasil Ata, Leo, Arbi dan Reihan memutar rencana mereka
yang semula jalan-jalan karena tau kuliah pulang cepat
menjadi mengerjakan tugas di perpus bersama-sama.
“Apa-apaan tau nih dosen. Gabisa liat mahasiswanya
nyantai dikit kali ya. Baru juga hari pertama. Udah tugas aja
dikasih, udah deadline aja yang terpampang” gerutu Arbi di
perpus
“Bikin sesek napas ye Bi?” tanya Leo sambil menepuk
nepuk pundak Arbi supaya agak tenang
Tiga jam mereka larut pada tugas, tiga jam itu juga
mereka larut dalam diskusi. Arbi yang sukanya ambil
kesimpulan, Leo yang analisis contoh kasus tugasnya, Reihan
yang ngerangkai kata katanya dan ata menjadi penengah saat
diskusi mulai ga kontrol, dan sebagai penambah ketika
materi ada yang kurang. Mereka berempat emang pinter,
kalo udh ngumpul diskusi terus debat tuh seru. Karena
masing masing punya argument yang kuat dan bener-bener
nunjukkin isi kepalanya. Kalo udah gitu, mereka ga liat status
sebagai temen. Ga heran kalo IP mereka semua di atas 3,5.
“Finally, finish!” teriak Ata girang
“Ntar malem pada ada acara ga? Makan bareng yuk.
Dinner” tanya Reihan pada tiga temennya
“Oke” jawab mereka serempak
Ga kerasa jam di tangan leo udah nunjukkin pukul
sembilan, suasana sekitar sih masih rame. Tapi kalo udah
masuk ke daerah kos-an Ata tuh… Horror sendiri.
Saat perjalanan pulang Ata samar-samar ngeliat dua
pemuda mabuk dan berusaha buat malakin orang orang yang
lewat situ.
“Rei, itu ada yang lagi mabok. Kita lewat situ?”
pertanyaan Ata yang membuat Rei ngerem mendadak dan
membuat Ata mencengkram pundak Rei karena kaget.
“Untung lo liat Ta. Ga ada jalan lain apa? Telfon Leo
coba Ta. Gue pulang biar ada temennya. Takut juga gue kalo
sendiri”
Ga lama Ata telfon, Leo dan Arbi menghampiri mereka
“Mane yang mabok?” Tanya Arbi
“Noh di depan gang-an kosan gue” jawab ata
“Mereka berdua, kita yang laki tiga. Yaudah, berantem-
berantem deh sampe bonyok kalo mereka nyentuh salah
satu dari kita” kata Arbi yang ngebuat Ata cemas
Tanpa pikir panjang, Arbi menyuruh Reihan buat
duluan. Dia sama Leo jaga jaga di belakang. Reihan menarik
tangan Ata supaya pegangan kuat, karena Reihan bakal nge-
gas motornya dengan kalap. Biar ga dicegat.
Sukses! Mereka berhasil nganterin Ata pulang sampe
depan kos-nya dan mereka juga berhasil pulang ke kos
masing masing dengan selamat tanpa lecet.
*****
Empat bulan terakhir, keadaan sekitar kampus semakin
mengkhawatirkan, Arbi, Leo dan Raihan juga ikut
mengkhawatirkan Ata. Karena Ata akhir-akhir ini sering
pulang malem, entah kerja kelompok entah rapat
kepanitiaan. Mereka bertiga pasti selalu mengantar Ata
pulang ke kos-annya. Kalo bertiga ga bisa, salah satu dari
merekalah yang ngantar Ata. Tapi kadang Ata lebih milih
pulang sendiri, karena gak mau merepotkan. Kalau emang
udah dirasa ga aman, Ata baru minta tolong buat dianterin
balik ke kosannya.
“Eh ada apaan kumpul-kumpul gini?” tanya Leo pada
temen sekelasnya yang sedang serius membicarakan sesuatu.
“Lah, lu ga tau Yo? Itu anak kelas F ada yang dikeroyok
pemalak. Sama anak kelas D ada yang kemalingan di kosan-
nya” jawab Fadil.
“Yang di maling itu daerah deket kosan-nya Ata loh Yo.
Coba tanya Ata aja nanti pas dia dateng. Mungkin tau”
tambah Dina
Kebetulan pagi itu Leo sampe duluan ke kampus.
Karena nungguin Reihan ga dateng dateng. Terpaksa dia
berangkat sendiri jalan kaki dari kos-annya. Dan tiga
temennya yang lain belom dateng
*****
“Kalian kenapa datengnya pada telat tadi?” tanya Leo
“Gue udah siap dari 15 menit sebelum kuliah dimulai
ya. Nunggu Reihan sama Arbi lama banget. Gue mau jalan
sendiri, ga dikasih sama mereka. Katanya suruh tunggu. Kalo
emang telat ya telat barengan” jawab ata sambil makan soto
ayam pesenannya
“Lo yang kepagian Le berangkatnya” kilah reihan
“Tau lo ya. Biasanya juga kita sampe kelas mepet
mepet udah ada dosennya” tambah Arbi
“Untung gue dateng pagi. Jadi gue tau berita soal
pemalakan sama kemalingan tuh di daerah kosan-nnya Ata”
“Iya Ta?” tanya Arbi dan Reihan nyaris serempak
Ata hanya mengangguk karena masih sibuk sama soto
ayam-nya
“Terus terus?” tanya Teihan
“Yang dipalak sih gue gatau daerah mana. Cuma
katanya dikeroyok gitu. Yang malak tiga yang dipalak sendiri
ya abis lah itu orang”
“Yang kemalingan?” giliran Arbi yang tanya
“Laptop, tab sama bb-nya ludes. Gila makin ngeri aja
ya daerah sini. Lo kenapa ga cerita ya Ta ada kasus
begituan?”
“Gue niat nyeritainnya sekarang. Tapi lo udah tau
duluan. Yaudah ga jadi”
“Fix lo kalo pulang ga boleh sendiri. Fix banget! Ga
boleh langgar ya, ketahuan pulang sendiri gue suruh lo
pindah ke kosan gue” gertak Arbi ke Ata
*****
Makin mendekati UAS, Ata, Arbi dan Leo makin
individual. Mereka jarang main bareng lagi, karena fokus
buat persiapan UAS. Namun, kadang tetap bersama-sama
kalau berangkat dan pulang bareng-bareng. Terutama Ata
dan Arbi mereka ga cuma ngurusin UAS, tapi ada organisasi
dan kegiatan mahasiswa lainnya yang mesti diurusin.
Drrrttt…Drrrrttt… getaran dari hape ata
From : Arbi
Ta, dimana? Udah pulang?
From : Ata
Belom Bi, masih di apartment temen gue nih. Kayanya
masih lama gue balik. Lo kalo udah kelar rapat balik aje.
“Rapatnya kita cukup sampe disini ya. Mungkin
setelah UAS baru kita lanjutin lagi. Tinggal bikin lampion
lampion yang bakal di pajang sepanjang jalan ke venue” ka
yosi sebagai ketua divisi dekorasi pun akhirnya menyudahi
rapat
Ata menelpon Arbi. Sialnya ata karena handphone Arbi
gabisa dihubungi, dan teman teman lainnya udah pada
pulang.
“Ta, lo ga balik? Nunggu siapa? Pacar?” tanya Bella
anggota sesame divisi dekorasi
“Iya nunggu temen Bel, bukan pacar hehe” jawab Ata
yang sambil sibuk menelpon Arbi
From: Arbi
Engga ta. Gue yang anter lo balik. Sampe lo pulang sama
temen apalagi sendiri. Gue bener inepin lo dikamar. Terus
From: Ata
Apaansih Bi, gue yang dipaksa masuk. Gue yang dibilangin
penyusup. Yaudah tunggu aja. Ntar gue kabarin kalo mau balik
“Yaudah tunggu aja disini ta, sayang sih kamar gue
udah penuh. Kalo masih ada kamar kosong. Lo gue suruh
nginep sini deh Ta”
“Gue malah minta maaf ya Bel. Numpang gini. Gatau
ini hapenya dia gabisa dihubungin”
Sementara itu dikampus Arbi ga sadar kalo hape-nya
ternyata udah lowbat dari 15 menit yang lalu karena dia
masih sibuk ngebahas soal acara kampusnya.
“Le, lo udah tidur belom? Gue minta tolong anterin
balik dong. Arbi gatau kemana nih le, dihubungin gabisa
hapenya. Nelfon Reihan, dia lagi pergi ternyata. Lagi ga
dikosannya. Tolong ya Le. Ga enak nih udah kelamaan
numpang di apartment temen” suara Ata setengah menahan
tangis saat menelfon Leo. Karena kebingungan.
“Sms-in alamatnya Ta gue meluncur. Jangan kemana
mana lo”
Di kampus. Arbi kaget karena baru sadar kalo hapenya
mati. Dia panik nyari charger. Dan setelah hapenya nyala, dia
kaget mendapati 15 miscall, ping attack dan 8 sms dari Ata.
“Ta lo dimana? Sorry Ta lobet hape gue. Baru sadar,
daritadi dikantong soalnya” tanya Arbi khawatir ke Ata via
telfon
“Masih ditempat temen. Lo telat gue udah minta
tolong sama Leo” jawab Ata sambil memutus telfonnya
karena kesal.
Leo pun dateng dengan membawa satu jaket lagi.
Karena dia tau Ata pelupa soal jaket.
“Bel pamit dulu ya, maaf ngerepotin” pamit Ata
“iya Ta. Take care ya. Temennya Ata, gue titip Ata ya.
Dia harus pulang selamat sampe kosannya”
“Pasti. Balik ya” pamit Leo
Ditengah perjalanan, Ata baru sadar kalo dia bakal
melewati terowongan yang katanya banyak kasus
pemalakan. Dan pemalaknya ga segan buat melukai
korbannya. Seketika perasaannya ga enak. Kemudian nanya
Leo
“Le, tadi lo lewat terowongan itu? Aman kan Le?”
tanyanya khawatir
“Aman ko Ta. Nih buktinya gue bisa jemput lo kan?
Tadi ga ada orang yang keliatannya serem ko. Banyak yang
lewat juga” Leo mencoba menenangkan ata
Sayangnya kondisi berbeda ditemui Ata dan Leo saat
mereka mau balik, terowongan udah sepi dan jackpot!
Banyak yang nongkrong nongkrong sambil ngerokok dan
minum minuman keras. Tampang mereka bahkan lebih
serem 10 kali lipat dari yang pernah mereka temuin di depan
gang kosan Ata. Jumlah mereka ada 3 orang.
Seketika Leo berhenti, sebelum memasuki
terowongannya.
“Ta, coba telfon Arbi suruh susul kesini ta. Buat bala
bantuan. Ini sial banget, tadi engga ada orang-orang sampah
itu ta”
Tanpa banyak bicara Ata menelfon dan menyuruh Arbi
menyusulnya ke depan terowongan.
“Arbi lama ya Ta?” Leo mulai cemas
“Iya Le. Apa kita terabas aja nih mereka. Lo bisa nge
gas sekenceng valentine rossi kan? Anggep aja ini di sirkuit
Le”
Leo memilih untuk melaksanakan apa yang ata
katakan. Tapi sayang, pemalak itu berhasil meraih tas yang
diselempang Ata, saat posisi Leo ngebut dan berusaha
menghindari mereka. Mereka nyaris terjatuh karena pemalak
itu mengambil tas yang masih melekat di badan Ata. Ata
menjerit dan Leo menghentikan motornya.
“Temen lo cantik. Boleh lah kalo kita bawa pulang”
kata salah satu preman dengan muka sangar dan mulutnya
yang bau alkhohol.
“Nyentuh aja lo ga boleh apalagi ngebawa dia pulang”
jawab Leo.
Ata berdiri di belakang Leo, sambil mencengkram
lengan Leo kuat kuat. Ga lama, Arbi dateng dan kaget untuk
kesekian kalinya karena melihat temennya udah dicegat
preman preman.
“Lo ngebawa temen? Buat apaan? Minta bantuan?
Haha percuma. Lo bawa sekampung juga gabakal bisa
ngalahin kita yang bertiga” teriak preman yang dibelakang
“Untung lo dateng. Gue bisa mampus kalo sendirian”
bisik Leo
“Minus Reihan nih. Kalo ada pas kita tiga lawan tiga”
jawab Arbi
Para preman itu masih terus berusaha menggoda Ata,
Leo dan Arbi berusaha melindungi. Kalap Arbi menghajar
preman yang di depan matanya. Perkelahian pun terjadi. Ata
berusaha menelpon polisi tapi sayangnya, preman yang ga
berhadepan dengan Arbi atau Leo berhasil mengambil
handphone dan membuangnya. Ata yang saat itu teriak.
Membuat Leo dan Arbi menjadi beringas, karena dua preman
yang di depan matanya udah kelelahan Leo dan Arbi segera
mundur ke belakang melindungi Ata. Leo menghajarnya,
sementara Arbi menjaga Ata. Leo mengira preman itu udah
gabisa berkutik lagi, sayang perkiraannya salah. Sesaat
setelah mereka mau balik ke motornya masing masing, salah
satu dari preman itu bangkit dengan membawa pisau. Dia
berjalan ke arah Leo, menepuk pundaknya yang membuat
Leo nengok dan preman itu menikamnya.
“Argh…” teriak Leo
Tanpa pikir panjang, Arbi kembali menghajar preman
tersebut hingga preman tersebut pingsan. Ata berusaha
membaringkan tubuh Leo, dan menekan lukanya. Ata bisa
merasakan darah Leo mengalir di tangannya.
*****
Di rumah sakit Ata, menangis tanpa henti. Arbi
berusaha menenangkan dengan memeluk dan menepuk-
nepuk pundaknya. Ga lama kemudian, Reihan datang.
“Lo berdua kenapa penuh darah gini? Muka lo juga
bonyok. Leo mana? Mana?” tanya Reihan sambil
mengguncang-guncangkan pundaknya Arbi
“Di UGD, dia ditusuk preman Rei” jawab Arbi menahan
tangis
Rei mendangakan kepalanya, berusaha menahan air
matanya agar tidak tumpah dan menahan amarahnya pada
preman preman yang udah ngebuat ketiga teman-temannya
ga karuan.
“Sorry Bi, gue bukan temen yang baik ternyata ya. Gue
ga ada disitu sama kalian. Keluarga Leo udah dihubungin?”
“Udah”
Rei mendekati Ata yang duduk sambil menutup
matanya karena mangis terisak.
“Ta…” belom sempat Rei melanjutkan omongannya.
Ata udah keburu bersandar padanya. Rei mengurungkan
niatnya untuk berbicara. Dia lebih memilih merangkul Ata
dan menenangkannya.
*****
“Keluarga dari pasien Leo” tanya dokter
“Iya dok. Kami temannya” jawab Arbi
“Kondisinya Leo dok?” tanya reihan
“Kami minta maaf. Karena kami tidak bisa
menyelamatkan teman kalian. Leo ditusuk tepat di organ
vitalnya dan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Saya
minta maaf sekali. Semoga kalian tabah” Jawab dokter sambil
meninggalkan mereka.
Suasana ruang tunggu pun menjadi bising karena
pecahnya tangis Ata, Arbi dan Reihan.
“Kondisi Leo gimana Bi? Kalian kenapa nangis?” tanya
tante Leo
“Dokter gabisa menyelamatkan Leo tan. Leo udah
dipanggil Tuhan” jawab Arbi sambil menangis
Tante Leo pun seketika lemas dan nyaris pingsan.
Beruntung ada suaminya yang bisa menahan di belakang
*****
“Senen udah UAS kenapa lo pergi Le? Ntar siapa yang
bantuin gue nganalisis contoh kasus? Ntar kalo diskusi ga ada
yang analisis kasus dong Le? Kan lo doang yang ahli diantara
kita-kita” Ucap Arbi di pusara Leo.
“Lo udah kangen mamah papah lo di surga ya? Udah
pengen ketemu mereka? Tapi ga harus sekarang kan Le lo
ketemunya?” ucap Ata.
Leo memang anak yatim piatu sejak smp. Dan yang
mengurus Leo semenjak saat itu adalah om dan tantenya.
“Kalo pergi tuh lo pamit sama gue Le. Jangan
mendadak gini. Ngeselin lo ah!” kekesalan Reihan yang
bercampur dengan kesedihan.
Puas bercengkrama di atas pusara Leo. Mereka bertiga
balik ke Bandung menggunakan mobil Reihan. Reihan sering
membawa mobilnya ke Bandung, dan ngajak ketiga
temennya buat jalan jalan. Sekalian buat tebengan pulang ke
Jakarta dan balik ke Bandung. Biasanya di perjalanan mobil
ini penuh canda tawa, tapi sekarang semua hening. Hanya
suara isakan yang terdengar.
Setelah kejadian itu, polisi mengusut kasus dan
berhasil menangkap ketiga pelakunya.
*****
Sesampainya di makam. Ata menaruh mawar putih di
atas pusaranya Leo. Arbi menebar kembang dan Reihan
menuang air mawar. Dua tahun yang lalu mereka bersedih
disini. Tapi sekarang mereka membawa senyum. Karena
mereka sudah mengikhlaskan.
“Le, lo belom pernah liat gue dandan kan? Nih gue
dateng full kebaya, make up sama sanggul. Udah kaya putri
Indonesia Le hehe” ucap Ata.
“Boong Le boong. Si narsis ini emang selalu bilang dia
cantik padahal biasa aja yakan Le? Dia aja yang PD banget
kan Le? haha” jawab Arbi
“Pokoknya ya Le, kita dateng kesini dengan pakaian
spesial. Kalo lo ada dan bergaya kaya kita gini ya. Lo pasti
ganteng, tapi tetep aja sih gabisa ngalahin gantengnya gue
hahaha” ucapan Reihan yang membuat Ata dan Arbi
mengernyitkan dahi.
Berakhir dengan doa, mereka pamit ke Leo. Pasca
kejadian dua tahun lalu itu, Ata dan Arbi amat enggan untuk
melewati terowongan itu, trauma dan takut kejadian itu
terulang. Hingga saat ini, terowongan itu tetap tidak berhenti
melakukan terror-nya. Masih ada saja pemalakan yang terjadi
meskipun tidak sampe merenggut nyawa seperti yang
dialami Leo.
Aku dan teman-temanku mememulai pertualangan
kami diBandung yaitu di asrama hehe,tentunya kami sangat
senang sekali karena kami selalu berkumpul bersepuluh
bersama-sama di kamar saya. kami setiap hari menghabiskan
malam dengan bermain fifa atau hanya sekedar cerita-cerita
dengan ditemani kopi.kami selalu tidak menghiraukan apa
yang telah terjadi di sekitar kamar asrama , kami selalu asik
dengan cerita kami sendiri.
Tapi kami mendengar bahwa diasrama mulai tidak baik
auranya karena kami mendengar bahwa ada seseorang
perempuan yang sering menampkan dirinya di sebelah
tangga dekat lift lantai kami, yah tentunya kami tidak takut
karena kami selalu bersepuluh disini. Memang tangga
tersebut sangat gelap sekali karena lampu di sekitar lift
tersebut mati,dan disebelah tangga tersebut ada kamar yang
tidak ada penghuninya, dan kamar tersebut sangat dekat
sekali dengan kamar kami.
Tapi hal tersebut seperti biasa saja karena kami belum
pernah mengalami hal aneh selama diasrama
tersebut,bahakan karena kami tidak ada kerjaan kami sering
sekali untuk bermain di lantai paling bawah. Lantai tersebut
sama sekali kosong dan konon katanya lantai tersebut ingin
dibuat tempat fitness oleh pengelola asrama namun ahal
tersebut belum terealisasikan sampai sekarang.kami sering
kesana malam-malam karena iseng untuk membuktikan
bahwa tidak ada apa-apa disana. Memang sih kami ketakutan
namun kami tidak menemui apa-apa disana rasa takut
kamipun hanya sekedar karena tidak ada cahaya di sekitar
lantai paling bawah tersebut.
Dan akhinya suatu hari, dimana kami sedang
membereskan kamar kami, tiba-tiba temanku menemukan
rambut halus panjang. Kami pun langsung aneh melihat
rambut tersebut karena rambut-rambut kami semua botak
dan hanya ada laki-laki di asrama ini. Kami belum yakin
bahwa itu rambut perempuan, biasanya itu bulu-bulu dari
sapu. Ternyata teman-teman saya yang ada dikamar yang
berbeda menemukan rambut panjang tersebut akhirnya kami
kumpulkan rambut tersebut dan membandingkan dengan
bulu yang ada disapu dan ternyata rambut tersebut sangat
berbeda. Rambut tersebut lebih panjang dan sangat halus.
Disini akhirnya kami tersadar bahwa rambut tersebut tanda-
tanda bahwa makhluk tersebut mulai tidak nyaman dengan
perbuatan kami yang selalu ribut di kamar dan bermain-main
di lantai paling bawah. Semenjak kejadian tersebut kami
tidak berani lagi untuk bermain-main di sekitar tangga
tersebut ataupun lantai paling bawah yang sangat gelap itu.
Petir mengeluarkan suaranya yang menggelegar.
Awan hitam menyelimuti segala isi bumi. Atmosfir tak dapat
menolong bumi seperti biasanya. Suara-suara petir itu
mengganggu telinga, membuat jantung berdebar kencang.
Aku menutup seluruh tubuhku dengan selimut. Suara petir
itu bagaikan bom yang meledak di samping telingaku. Tak
ada siapapun yang menemani ditengah kesunyian malam.
Hanya ada aku, gelap, petir, dan Tuhan yang sedang
menyimak ku. Aku tak tahan dengan ketakutan ini. Aku
beranjak dari tempat tidur dan berjalan kearah jendela
kamarku. Menatap langsung keluar, namun hanya ada awan
gelap dan kabut yang terlihat menyelimuti gedung
apartemenku yang berada di lantai 14. Jantungku sontak
berdegub kencang, hal itu cukup membuat diriku ketakutan.
Dengan cepat membuka pintu kamarku, dan.. petir demi
petir seperti memburuku. Membuat ku telungkup seketika
dilantai sambil menutup kedua telinga. Jantung yang
memompa dengan kencang menjadikan darah disekujur
tubuhku menggolak bak terkena api. Napasku terengah-
engah dan tubuhku bergetar. Trauma pada masa lalu
membantuku ketakutan. Hanya ada teriakan-teriakan masa
lalu yang menggantungi telingaku. Teriakan meminta tolong
itu sangat menggema di telingaku. Otakku seakan kembali
lagi ke masa lalu dan merekam kembali semua kejadian demi
kejadian saat pengeboman di Bali pada tahun 2005 lalu.
Rekaman memori mengerikan itu terus memutar-mutar
didalam otakku. Suara dentuman bom, teriak kesakitan,
orang-orang yang sekarat, potongan tubuh yang terpisah
bagian demi bagian, kulit mereka yang hangus terbakar, usus
yang terburai keluar, mata mayat-mayat itu yang mendelik
keatas, darah mengalir disetiap sudut ruang saat itu, dan
mengelilingi tubuhku. Membuat aku tak bisa berkutik.
Kedua mataku tak dapat fokus. Aku mencoba untuk
melepas kedua tanganku yang menutupi telinga kanan-kiri
ini. perlahan aku mencoba untuk duduk dari telungkupanku,
dan bersender di depan pintu kamar yang tanpa sadar telah
retak karena kencangnya benturan saat aku membuka pintu
tadi. Namun saat aku bersandar aku tersadar. Kedua bola
mata ini mulai fokus untuk melihat. Aku menoleh pelan-pelan
kekiri dan kekanan. Aku berada di lorong depan kamar
apartemenku. Tak ada siapapun yang keluar dari kamar
mereka kecuali aku, bahkan teman-temanku yang berada
disebelah kamarku. Aku duduk dipinggir lorong remang
apartemen. Seketika petir mengagetkanku lagi, dan
membuat lampu lorong berkedip tiga kali. Sekujur tubuhku
langsung merinding, napasku mulai terengah-engah lagi. Ada
apa dengan malam ini?. Dengan cepat aku bangun, tergesah
masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.
* * * * * * * * *
Matahari mulai bersinar. Cahaya pagi masuk ke
dalam sela-sela jendela kamar dan mengisi setiap sudut
ruang. Melenyapkan kegelapan dan menarik kabut hitam
yang mengerikan semalam. Teringat malam mengerikan itu,
aku langsung membuka mata dari tidur. Aku duduk dengan
wajah terkejut dan rambut yang berantakan. Saat melihat ke
arah jendela, ternyata pagi telah datang. Hati ini serasa lepas
dari ketegangan. Aku menghela napas, lalu berkesigap untuk
mandi dan mempersiapkan diri pergi ke institut tempatku
menimba ilmu. Beberapa saat kemudian aku telah siap untuk
pergi kekampus, aku mengambil selembar roti dan dan
menyelupkannya ke selai coklat. Ku gigit roti itu dengan
gigitan besar dan mengunyahnya seperti orang kelaparan,
namun tiba-tiba.. dg. dggg. dgg. dg.. dg.. dgdgdgdg.. suara
seperti menggedor pintu dengan keras. Membuatku
menghentikan kunyahan roti lembut itu dan menoleh kearah
pintu yang berada 7 meter dihadapanku. Aku berjalan
perlahan menuju pintu, ku ulurkan tangan untuk meraih
gagang pintu. Ku putarkan gagang pintu dengan perlahan klk
! Suara kecil menandakan pintu telah terbuka. Aku menarik
napas sedalam-dalamnya dan menghembuskan dengan
cepat. Ku tarik gagang pintu, dan dengan cepat kubuka pintu
itu, lalu...
Seorang petugas cleaning service sedang membuang
sampah sambil membalikan bak sampahnya ke plastik besar
lalu memukul-mukul bak sampah itu agar sampahnya dapat
keluar tanpa sisa, di depan pintu kamarku. Suasana tegang
itu mencair seketika, membuatku tesenyum kecil karena
ketakutanku yang berlebihan. Kulihat sekelilingku ramai lalu-
lalang para tetangga yang ingin pergi beraktivitas di pagi hari
ini. Akhirnya, aku masuk ke dalam kamar dan mengambil
seluruh perlengkapan belajar, mengunci pintu dan langsung
berangkat kuliah.
Suasana jalanan ramai dipenuhi para mahasiswa. Aku
berjalan menuju lapangan parkir apartemenku. Saat aku
sibuk mencari kunci mobil di jaketku, aku melihat beberapa
petugas cleaning service berjalan tergesa-gesa dengan mata
yang waspada. Mereka menggunakan masker yang menutupi
hidung hingga dagu mereka sambil menggotong seplastik
sampah besar, melewati selah-selah mobil yang berada di
lapangan parkir ini. Entah mengapa aku menjadi sangat
penasaran. Sekitar 10 meter mereka berjalan keluar, sekejap
melupakan kunci mobil dan membuntuti mereka. Aku
mengikuti mereka perlahan hingga akhirnya sampai
ketempat tujuan mereka. Aku yang bersembunyi 10 meter
dibelakang mereka terkejut bukan kepalang, Aku ingin teriak
namun rasa takut melebihi segalanya. Aku melihat gundukan
besar sampah-sampah yang telah membusuk dipenuhi lalat
dan berbau menjijikan berada disamping tembok besar
pembatas apartemenku dengan sebuah gang yang tidak
besar. Plastik sampah yang mereka gotong itu dibuka dan
dikeluarkan isinya. Tak lama dua orang cleaning service
lainnya datang dan membawa plastik sampah lagi namun,
kali ini berbeda. Aku menyimak mereka dengan hati-hati,
mendengar pembicaraan mereka dengan detail.
"kita harus berhati-hati dengan yang ini." Kata salah
satu cleaning service yang baru datang kepada teman-
temannya sambil menunjuk sampah yang mereka bawa.
Aku semakin penasaran dengan yang mereka
bicarakan dan mencoba dengan jelas untuk melihat apa yang
mereka lakukan. Mereka membuka plastik sampah yang baru
dibawa itu. dan mereka mengangkat isi didalam plastik itu.
Aku benar-benar kaget kali ini hingga tanganku menutup
mulutku yang bergetar. seluruh tubuhku lemas. darah yang
mengalir dalam tubuhku mendadak seolah membeku.
Mataku terpaku dan jantung berdebar hebat seakan ingin
keluar dari dadaku. Mereka mengangkat bangkai anjing besar
berukuran setengah tubuh manusia yang telah membusuk.
Badannya sangat besar melebihi anjing lainnya namun kurus
seperti tengkorak, tidak memiliki bulu, disekujur tubuh anjing
itu dipenuhi luka, kulitnya terkelupas dan bernanah, dan
yang paling mengerikan adalah anjing itu memiliki taring
panjang diseluruh giginya dengan mata melotot lebar
kearahku dan berwarna merah. Aku lemas melihatnya dan
tak bisa berkutik. Bau busuk bangkai anjing itu melebihi bau
menjijikan gundukan besar sampah yang ada disana. Lalat
pun berpindah kearah bangkai anjing tersebut. Mereka
melempar anjing itu digundukan sampah dan menutupinya
dengan sampah-sampah lain lalu meninggalkannya begitu
saja. Para cleaning service itu berjalan tanpa merasa bersalah
dan kembali tertawa-tawa seperti biasanya. Mereka melintas
dihadapanku tanpa tahu keberadaanku. Namun, aku
mendengar sesuatu dari mereka saat mereka jalan
dihadapanku
"kau tahu, ada isu tentang anjing menyeramkan yang
kita buang tadi",
"isu apa?",
"anjing itu adalah milik profesor Alex. Aku mendengar
dari supirnya bahwa profesor sedang melakukan percobaan
atas sebuah cairan yang ia buat. Tapi, semua itu gagal karena
3 hari setelah disuntikan anjing itu malah berubah menjadi
menyeramkan dan ingin memakan profesor, tapi profesor itu
terkesiap sehingga ia menembakan peluru terhadap anjing
itu.",
"lalu anjing itu mati? sepertinya aku melihat banyak
sekali luka tembak",
"profesor menembakan pelurunya sekali dan tidak
merubah apapun, sehingga profesor alex menembakannya
berulang kali.",
"matikah?",
"belum. akhirnya profesor menyuntikan obat bius
berdosis sangat tinggi yang membuat anjing itu mati
overdosis.",
"kau percaya?",
"sepertinya aku percaya, bahkan ada yang mengatakan
kepadaku bahwa virus dalam tubuh anjing itu bisa tumbuh
menyebar bila dekat dengan sesuatu yang mengandung yang
kotor, seperti sampah-sampah tadi. Dan kabarnya, dapat
menghidupkan kembali sesuatu yang terjangkit virus itu.".
Seketika semua nya tertawa mendengar cerita
tersebut,
"nurdin.. nurdin, kau ada-ada saja. Kau terlalu banyak
menonton film. Tak mungkin ada hal seperti itu terjadi
didunia nyata",
"iya benar, mungkin itu hanya anjing yang memiliki
kelainan saja din..".
Semua tertawa keras. Merasa itu hanya bualan semata
aku kembali ke lapangan parkir dan kembali beraktivitas
seperti biasanya, walaupun gundukan sampah yang berbau
busuk dan sorotan mata bangkai anjing itu menghantui
pikiranku terus menerus.
* * * * * * * * * *
Jam telah menunjuk ke arah 19.19. Aku sedang
duduk dikursi rias punya temanku, aku terdiam menunduk,
sedih karena melihat sahabatku yang sedang tersungkur
ketakutan di sudut tembok kamar apartemennya. Ia
menyelimuti dirinya dengan bed cover, wajahnya pucat dan
kusam, terdapat kantung mata di wajahnya seperti orang
yang sedang sakau, tubuhnya gemetar, dan matanya
mengintip ketakutan dibalik bed cover tersebut. Aku
menghampirinya, aku duduk dihadapannya dan mencoba
untuk mengajak bicara sahabatku tersebut.
"Apa yang terjadi sesungguhnya?"
Seketika ia langsung melotot ketakutan kearahku
dengan wajahnya yang pucat. Tiba-tiba ia menarik kedua
tanganku dan menggenggamnya dengan erat. Ia
mendekatkan wajahnya dan berbisik ketakutan
"Ia disini.."
Aku bingung harus menjawab apa, aku bahkan tak
mengerti maksud dari perkataannya barusan.
"Siapa yang disini, Mal?"
Gamal melihat kearah lorong kecil yang gelap didalam
apartemennya yang menghubungkan antara ruang tamu dan
gudang.
"Sssssssssttt !! ia disini.."
Sekejab arah tatapannya membuat ku merinding. Aku
melihat kearah yang sama dengan sahabatku itu dan tak ada
apapun. Namun, aku merasakan atmosfer yang tak biasa
didalam kamarnya. Seolah kabut-kabut yang berada diluar
masuk kedalam kamarnya sehingga merabunkan
penglihatanku.
"Mal, kita harus kerumah sakit sekarang."
Aku hendak menarik bed cover nya dan membawa ia
pergi, namun tiba-tiba ia muntah dihadapanku. Muntahan itu
tak wajar. Ia seperti telah meminum oli hitam dalam puluhan
drum. Muntahan yang ia keluarkan sangat banyak bahkan tak
berhenti, berwarna hitam pekat dan dipenuhi oleh lendir
hijau, berbau anyir darah seperti telah membusuk didalam
perutnya. Pemandangan itu sangat menjijikan dan
membuatku mual. Bau busuknya membuatku menutup
hidung dan tak ingin bernapas. Ia mengeluarkan kotoran
dalam perutnya terus-menerus bahkan sangat deras.
Membuatku tak tahan dengan lantai yang dibanjiri cairan
hitam dan lendir itu, aku berlari ke gudang segera, mencari
sesuatu yang bisa menadah muntahannya. Dan aku
menemukan sebuah tong bekas cat, aku langsung
mengambilnya. Namun, saat membalikan badan aku sangat
terkejut sampai tong yang ku genggam terpental. Sahabatku
gamal berada dihadapanku dengan jarak hanya beberapa inci
saja dari hidungku. Wajah hingga dadanya berlumuran cairan
hitam itu, kepalanya menunduk dengan mata yang melotot
kearahku. Betapa mengerikan tatapan itu. Tanpa sepatah
kata apapun ia terus menatapku seperti ingin memakanku.
Dengan gagap aku bicara,
"Ga.. ga.. gamal.. kau.."
belum selesai aku bicara dalam sekejap sahabatku
terjatuh dihadapanku dan tak sadarkan diri.
Beberapa temanku menjenguk gamal yang terkapar
diatas tempat tidurnya tak berdaya dan sangat pucat. Aku
datang bersama profesor Alex. Selain ia ilmuan, ia juga
seorang dokter ahli penyakit dalam. Profesor Alex langsung
memeriksa keadaan sahabatku Gamal. Namun, ada sesuatu
yang membuatku semakin cemas. Profesor Alex terdiam. Aku
memperhatikan wajahnya dengan detail, seolah ia tak
menyangka dan ia mengetahui apa yang sesungguhnya
terjadi pada sahabatku itu. Tak lama kemudian profesor Alex
beranjak ingin keluar dari kamar. Aku ikut disampingnya. Tak
sabar, aku bertanya dengan penasaran
"Profesor, apa yang sesungguhnya terjadi pada Gamal?
Sesungguhnya ia terjangkit penyakit apa prof?"
Profesor seketika berhenti berjalan, dan menoleh
kearahku dengan tatapan cemas.
"Kau ikut saya sekarang, ada yang ingin saya
bicarakan"
Aku bersama profesor Alex jalan bersama menuju
apartemennya dilantai paling atas. Sesampainya aku
dikamarnya, aku melihat banyak sekali peralatan
laboratorium dan beberapa hasil eksperimennya yang berada
didalam tabung. Profesor menaruh tasnya di atas meja dan
duduk di kursi. Ia menghela napasnya dan
menghembuskannya perlahan.
"Beberapa hari yang lalu, saya melakukan suatu
percobaan atas kandungan kimia yang telah saya buat. Saya
menyuntikannya kedalam tubuh seekor anjing peliharaan.
Namun, beberapa hari kemudian anjing itu jatuh sakit. Dan
mulai dari itu semuanya berubah. Anjing itu berubah menjadi
besar, tubuhnya mengurus seperti tengkorak, bulunya
rontok, dan matanya memerah. Semua giginya berubah
menjadi taring."
Aku tertawa, aku sudah pernah mendengar cerita itu
sebelumnya. Dan aku menganggapnya hanya lelucon.
Namun, tawaku terhenti saat melihat wajah profesor yang
sangat serius.
"Maaf.. lanjutkan prof"
"Anjing itu menjadi gila, dan ingin menerkam. Seketika
saya langsung mengambil peluru dan menembakannya
berulang kali dan tak berpengaruh apa-apa. Anjing itu malah
semakin menggila dan menyerangku. Namun, anjing
tersebuut gagal karena saya menangkapnya dengan jaring
besar. Saya berinisiatif untuk menyuntikan obat bius diatas
dosis standar. Dan itu berhasil menaklukan sang anjing.
Anjing itu mati dan saya meminta beberapa orang untuk
membuangnya"
"Lantas, apa yang ku dengar dari para cleaning service
itu adalah benar??"
"ya, mereka benar. Setelah saya melakukan penelitian
ulang, ternyata kandungan cairan yang saya telah buat
mencipatakan virus yang bernama virus krippin."
"Aku tidak mengerti apa yang dimaksud profesor"
"Krippin virus awalnya diciptakan untuk serum
penyembuh kanker. Namun, mereka yang mengciptakan
gagal memasukan kadar dosis. Virus itu menular dan masih
menjadi virus paling berbahaya didunia karena belum
ditemukan penyembuhnya."
"Jadi, maksud profesor adalah Gamal terkena virus
tersebut akibat anjing itu??"
"ya, virus itu dengan cepat menyebar disaat hujan dan
ditempat kotor terutama gundukan sampah itu."
"Lantas mengapa profesor membuang anjing itu
disana??!!!!"
"Saat saya menyuruh sesorang untuk membuangnya,
saya belum meneliti dengan jelas apa yang terjadi pada
anjing itu. Beberapa hari yang lalu saya melihat Gamal dalam
keadaan mabuk dipinggir jalan dekat apartemen. Dan ia
masuk kedalam gang yang berisi gundukan sampah itu, saat
aku ingin menghampirinya tiba-tiba.."
Profesor Alex terdiam, dan hal itu membuatku naik
darah.
"Tiba-tiba apa prof?!!!!!"
"Aku melihat anjing itu dibelakangnya. Anjing itu
menariknya kedalam gundukan sampah itu.."
Aku tak menyangka atas pernyataan profesor, akupun
melemah.
"lalu.. apa yang harus kita lakukan sekarang.."
"Cara terbaik yang saya temukan setelah penelitian
kemarin adalah hanya dengan membunuhnya dan
menguburnya dalam-dalam agar virus itu tidak menyebar
lagi."
Aku menelan ludah, tak menyangka hal ini harus
terjadi pada temanku sendiri. Aku tak bisa menerima begitu
saja omongan profesor Alex. Aku meminta pertanggung
jawabannya dan ia berjanji akan menemukan serum
penyembuh secepatnya. Setelah semua urusanku dengannya
selesai, aku kembali ke apartemenku di lantai 14.
Profesor Alex terus mencoba setiap percobaannya
demi menemukan racikan serum yang sesungguhnya. Tanpa
kenal lelah dan terus bersemangat ia tidak tidur berhari-hari.
Begitu pula dengan sahabatku yang semakin hari semakin
kurus, bahkan sangat kurus hingga tulang pipinya terlihat
jelas membentuk dan kedua bola matanya yang menonjol
seakan ingin keluar, dan kulitnya yang mulai mengelupas.
Profesor tak mau putus asa, berulang kali ia menghela napas,
berulang kali ia mengelap keringat, dan berulang kali ia
menggaruk-garukkan kepalanya. yeah !
* * * * * * * * * *
Aku berjalan menuju lift dan menunggu hingga lift
terbuka. Hari itu aku berniat untuk mengunjungi profesor
Alex untuk menanyakan tentang serum yang sedang profesor
buat. Aku berdiri didepan lift, ditengah lorong remang dan
sangat sunyi. Memang setelah kejadian temanku yang sakit
tersebut, banyak sekali warga apartemenku yang pindah
ketempat lain. Hanya ada beberapa penghuni saja yg tersisa,
termasuk aku dan profesor.
Aku merasa ada yang ganjil. Aku merasa seperti ada
yang sedang memperhatikanku dari belakang. Setiap kali aku
menoleh ke arah belakang, hanya ada tembok yang
bertengger manis disana. Aku menghela napas, mencoba
untuk tenang. Akhirnya, liftpun terbuka. Saat hendak
memasuki lift, lagi lagi aku merasa seperti ada yang
mengikutiku untuk ikut masuk ke lift bersamaku. Rasa takut
semakin muncul dihadapanku, tak dipungkiri lagi bila aku
langsung masuk kedalam lift dan langsung menekan tombol
tutup, lalu langsung melihat kesekeliling lift yang hanya ada
aku dan udara di dalam sana.
Aku mengetuk pintu kamar apartemen profesor Alex.
Sudah beberapa kali aku mengetuk pintu namun tak ada
siapapun yang menyaut atau membukakan pintu.
"Sepertinya ia tak ada,"
Aku tak tahu kemana profesor pergi di malam hari
seperti ini. Aku memutuskan untuk kembali ke kamarku. Aku
berjalan ke lift, namun lift itu mendadak mati dan
membuatku mau tak mau menuruni tangga darurat dari
lantai paling atas hingga ke lantai 14. Aku menuruni tangga
dengan malas, Namun, tidak tahu mengapa kau terus merasa
risih seperti ada yang mengikuti dibelakang sana. Setiap
langkah ku iringi dengan menoleh kebelakang. Dan..
langkahku terhenti. Aku mendengar samar-samar suara
raungan anjing. Aku menoleh keseliling, tak ada apapun yang
tampak. Aku rasa itu hanya hayalanku semata. Aku
melanjutkan jalanku, menuruni tangga darurat yang masih
beberapa lantai lagi yang harus ku tapaki. Tiba-tiba, aku
terhenti kembali. Suara raungan itu telah hilang. Namun,
berganti dengan suara pijakan kaki orang yang sedang
berlari, dengan suara tawa yang terdengar jauh dari
telingaku. Sontak seluruh bulu kudukku berdiri. Aku menoleh
perlahan ke belakang. Dan...
Bertengger dibalik pintu darurat sekitar 6meter
dibelakangku. Yang terlihat hanya siluet dari setengah
tubuhnya dengan mata yang menusuk kearahku. Berdiri
terdiam dengan seekor anjing hitam berukuran setengah
tubuh manusia dan kilatan kedua bola matanya yang
berwarna merah. Aku merasakan ketakutan bukan main. Aku
ingin berteriak namun apa daya aku terpaku dan tak bisa
berbuat apa-apa. Aku mundur selangkah menuruni tangga.
Semua anggota tubuhku tergagap. Hingga bibirku tak bisa
berhenti bergetar. Aku tak bisa memalingkan pandangan atas
makhluk dihadapanku. Aku tetap mundur menuruni tangga
pelan-pelan. Tak sadar aku salah menginjakan kaki ku
ditangga tersebut. Aku jatuh bergelinding hingga kebawah
tangga. Rasa sakit dan pusing setelah terjatuh sudah tak
kurasakan lagi. Aku berdiri dan lari secepat yang aku bisa.
Aku berharap dua makhluk itu tak mengejarku. Namun,
harapanku terpecah saat aku mberlari sambil menoleh
kebelakang, aku melihat anjing itu mengejarku dengan cepat.
Aku berlari menuruni tangga dan membuka pintu lantai 16.
Dengan cepat aku menutup pintu darurat itu, dan anjing
tersebut menabrak dengan keras pintu yang kututup. Ia
mendobrak-dobrak pintu dengan tenaga yang besar. Aku tak
peduli, aku tetap berlari menuju tangga darurat lainnya. Aku
berlari sekuat yang aku bisa, hingga semua isi perutku
bergoyang dan membuat diriku mual. Ingin muntah rasanya.
Sekiranya dua makhluk itu telah jauh dari tubuhku, aku
berhenti sejenak karena lelah ditepi tangga darurat.
Terengah-engah jantungku memompa, napasku sudah tidak
beraturan lagi hembusannya. Sungguh aku sangat merasa
takut. Akhirnya aku menangis ditepi tangga darurat. Aku
menangis dan menahannya agar tidak terdengar. Menangis
sudah tak bisa menolongku lagi, aku mencoba agar tetap
tegar dan berani menghadapi apapun yang akan terjadi
selanjutnya hhhhhhhhh..
Masih ada satu lantai lagi yang harus kulewati di
tangga darurat ini. Aku mengendap-endap dan benar-benar
berhati-hati dalam melangkahkan kaki ini. Akhirnya lantai 14
pun aku pijaki. Kubuka pintu daruratnya dengan perlahan klk
!
AAAAAAAAAAAAAAARRRRRRGGGGGGHHHHHH !!!!!
Geraman dan teriakan Gamal disertai menyerangku. Aku
kaget bukan kepalang, dia mendorongku hingga aku terjatuh.
Ia berada diatasku, sambil mencekikku dengan kencang.
Rasanya aku sudah diambang kematian. Namun, aku tak
ingin hidupku hannya sampai disini, aku mencoba menahan
cekikannya dan mendorongnya sekuat tenaga. Namun,
semakin kencang aku mendorongnya, semakin ia
mengeratkan cekikannya. cekikan itu sampai membuat
wajahku memerah dan mengeluarkan urat. Mataku sudah
terasa panas dan hampir keluar dari kelopak. Air mata telah
mengalir dipipiku. Ku lihat disamping kiri terdapat sebongkah
linggis bekas para cleaning service membetulkan pintu, ku
coba untukmeraih linggir itu. tanganku terus mencoba
meraihnya, semakin dekat.. dekat.. Gamal semakin
mendekatkan wajahnya. Mulutnya terkesiap untuk terbuka,
taring-taringnya telah menyentuh leherku. DDGGG!!! aku
memukul bagian belakang kepalanya sekencang mungkin,
tubuhnya terjatuh diatasku. Dengan cepat aku langsung
menyingkirkan tubuhnya dan berlari sekuat tenaga.
Aku berlari menuju kamarku. Saat hendak membuka
pintu tiba-tiba anjing yang mengerikan itu berlari kearahku.
Aku sontak berlari terbirit-birit. namun hidung anjing itu
telah lebih dulu menyentuh kakiku. Aku terjatuh lagi, dan kali
ini lebih mengerikan. Anjing tersebut mendekat padaku
pelan-pelan sambil menatapku sadis. Aku menyeretkan
tubuhku mundur perlahan. Wajah panikku membuat anjing
itu semakin geram padaku. Aku terus mundur perlahan, dan
lerlintas dipikiranku sebatang linggis yang tadi kugenggam.
Aku meraih linggis itu, dan..
"AAAAAAAAAAAAAAAA!!!! MATI KAU !!! MATI !!!!!
MAATIIIIIIII !!!"
Teriakanku sambil memukuli Anjing itu tanpa belas
kasih. Anjing itu meraung-raung kesakitan. Aku memukulinya
dengan kencang dan tak henti. Semburan darah tak henti
pula keluar dari tubuh anjing itu setiap kali aku memukulnya,
darah yang keluar terpercik diwajah dan bajuku. Ku lihat
anjing itu sudah tak berdaya lagi. Tulang-tulangnya remuk
hingga rusuknya keluar dari dadanya, dan organ dalamnya
hancur karena pukulan-pukulan itu. Darah yang berlinangan
dimana-mana membuatku yakin, anjing itu mati. Tubuhku
bergetar dan napasku terengah-engah karena lelah.
Beberapa saat kemudian, aku menegakan tubuhku dan
berdiri, aku harus keluar dari apartemen mengerikan ini.
Tetapi, sesaat kemudian..
Hewan menyeramkan itu berdiri kembali dengan
gerak geriknya yang sekarat. Anjing itu mulai meraung lagi,
aku membalikan badan. Anjing itu tersigap untuk
menyerangku kembali, dan ternyata benar. Anjing itu
mencoba untuk menerkamku lagi, hewan itu menggigit kaki
kananku.. Rasa sakit yang luar biasa membuatku spontan,
linggis yang berada ditanganku ku angkat setinggi mungkin,
dan ku ayunkan lurus kearah bawah. Ku tusukkan ujung
linggis itu menembus kepala hingga keluar dari leher anjing
tersebut. Anjing itu langsung kaku dan membeku. Tusukan ku
tepat di pembuluh darah. Anjing itu tak lagi bergerak, dan
mengeluarkan darah berbau danur yang menjijikan.
Aku berjalan menuju sebuah tangga yang diapit dua
lift barang di lorong lantai 14. Aku berjalan tertatih-tatih
karena kakiku yang terluka parah, gigitan taring-taring tajam
anjing itu membentuk bolongan-bolongan kecil namun cukup
dalam. Disepanjang jalan menuruni tangga, darah terus-
menerus keluar dari kakiku hingga meninggalkan jejak
disetiap kramik putih yang ku pinjak. Tangga yang biasanya
dengan bugar kulewati ketika aku kesiangan untuk kuliah,
sekarang ini justru kebaliaknnya. Menuruni tangga ini
layaknya berjalan dipinggiran tol yang panjangnya
menyerupai tol yang menghubungkan antara Bandung dan
Jakarta. Keringatku bercucuran deras, darah yang terus
mengalir membuat diriku semakin lemas dan wajahku pucat.
Aku sudah tak bisa mengatur napasku dengan baik, ditambah
perasaan takut dan gelisah karena aku masih berada didalam
apartemen terkutuk ini. Selangkah demi selangkah, dengan
perjuanganku dan segala kesakitan yang kurasakan aku
sampai dilantai 7, tak ada siapapun yang terlihat, sepi..
sunyi.. Baru aku tersadar, tak ada seorangpun menghuni
apartemen ini lagi kecuali profesor Alex, aku, dan Gamal. Aku
sudah tak kuat lagi menahan rasa sakit pada kaki ini. Semua
ini benar-benar menguras tenagaku, dan darah yang hampir
habis dari dalam tubuhku. Mataku berkunang-kunang, aku
memutuskan untuk duduk didepan pintu salah satu kamar di
lantai 7. hhhhh.. Aku berinisiatif untuk menyobek lengan kaus
yang kupakai dan kulilitkan kaus itu di kaki yang terluka. Aku
hening sejenak, menstabilkan kondisi fisik dan jiwa. Beberapa
saat kemudian, aku mulai mencoba untuk berdiri. Tulang-
tulang kaki itu beradu dengan persendian di lutut dan
dipergelangan kaki ku, dan rasa sakitnya bukan main hingga
membuatku mengeluarkan air mata. Akhirnya, aku berhasil
berdiri dengan mengandalkan kaki kiri ku yang masih sehat.
Aku melupakan sesuatu..
"AAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRRRGGGGGGHHHHH
!!!!!!"
Ia mendorongku, pintu tempat ku bersinggah hancur
berkeping-keping karena kencangnya dorongan itu terhadap
tubuhku. Aku mencoba tetap sadar, dan memaksa badanku
agar mundur menjauh dari makhluk mengerikan itu.
"Jangan.. Tolong jangan.."
Makhluk itu hanya menatap diriku dengan taring-
taringnya yang mengatup-ngatup disertai lendir hitam yang
tergantung disetiap celah dalam bibirnnya, dan kedua bola
matanya yang memerah darah.
"Mal.. Tolong Mal.. apakah kau tidak ingat padaku?
Sadar Gamal ! Sadar !!"
Namun makhluk itu tetap mendekat. Makhluk itu
semakin mendekat, dan ia membuka lebar mulutnya dan
hendak mengigitku. Tak sempat taringnya menyentuh
wajahku, aku berlari sekuat tenaga dan mencari sesuatu
untuk membunuhnya. Akhirnya, kuambil sebuah pisau dapur
yang terdapat didalam kamar itu. Tepat.
Makhluk menyeramkan yang dulunya adalah sahabat
sejatiku berada 5 meter dihadapanku. Aku siap untuk
membunuhnya, aku ikhlas bila harus membunuhnya. Aku
mendahuluinya, ku berlari kearahnya dengan sebuah pisau
yang sudah pasti akan menusuk tubuhnya. Ku tusuk makhluk
itu tanpa henti, berulang-ulang, hingga ia berteriak dan
mengeluarkan darah yang disertai lendir yang keluar dari
mulutnya. Tubuhnya runtuh, terkapar dibawah kaki ku. Aku
menangis, mengingat ia adalah Gamal sahabatku yang paling
aku sayangi. Tubuhku lelah dan lemas atas semua yang
terjadi. Aku duduk lemas dihadapan jasad Gamal. Air mata
tak henti mengalir dipipiku, aku teringat bagaimana aku dan
Gamal pertama bertemu hingga terakhir aku tertawa
bersmanya. Namun..
Makhluk itu sekejab menarik tubuhku jatuh
telentang diatas lantai penuh darah. Ia bangkit, berteriak-
teriak keras dan sangat mengerikan. Aku pasrah.. Aku sudah
lelah dengan semuanya. Sahabat, kerabat, keluarga, dan
profesor Alex meninggalkanku. Sudah puas dengan
teriakannya, makhluk itu menoleh kearahku bersiap untuk
menyantapku. Aku memejamkan kedua mataku, mem flash
back semua kenangan masa lalu sebelum aku mati. Makhluk
itu mendekat.. mendekat.. dan..
"AAAARRGGHH...!!!"
Ia menggigitku. Menusukan taring-taringnya dalam.
Mencabik-cabik leher hingga dadaku. Semua rasa sakit itu
sudah bercampur aduk dengan kesedihan dan kepasrahan.
Penglihatan, pendengaran, seluruh panca indra tubuh ini
mulai samar dan mati rasa. Dan tiba-tiba.. Sesosok pria
berteriak, ia memengang kapak sambil diayunkan
kepunggung Gamal. Dan menancap tepat dipunggungnya.
Semua samar, yang ku lihat Gamal mengamuk, dan
menyerang pria itu. Tapi pria itu melawan dengan sepenuh
tenaganya. Ternyata, profesor. Profesor Alex mencoba
menolongku atas semua hal mengerikan ini. Profesor
mendorong makhuk itu ke tembok dan menarik kapak yang
menancap dipunggung makhluk tersebut. Ia melakukan hal
yang sama denganku, menancapkannya berkali-kali hingga ia
benar-benar mati. Dengan seluruh tenaganya Ia
menancapkan kapak itu di bagian kepalanya. Wajahnya
terbelah dan mengeluarkan darah berbau busuk yang sangat
banyak. Tubuh itu sekarat. Profesor menariknya,
mendorongnya dengan kencang hingga tubuh makhluk itu
terhempas tak bernyawa menembus jendela kaca dan
melayang jatuh diatas jalanan aspal dengan seluruh
tubuhnya yang hancur tak berbentuk lagi. hanya itu yang
kulihat dengan samar.. Lalu profesor mendekat padaku,
dan... Gelap. Cabikan demi cabikan taring makhluk itu telah
memutuskan nadiku. Membuatku tak sadarkan diri,
selamanya.
hhhhh..
"Gamal.... Gamal, hahaha seharusnya aku yang
meminumnya sebelum kau."
"Hahaha iya maafkan aku, tapi air terjun ini sejuk
sekali.. Baiklah, kalau begitu hukum aku. Apa yang kau ingin
aku lakukan?"
"Mmmmmm ok.. tutup matamu."
"Baiklah, sudah."
"Sekarang kau boleh membuka mata"
"Waaaaaaah.. Indah sekali, bagaimana kau menangkap
sebanyak ini?"
"Siapa dulu dong.. Loni.."
"hahahaha.. kalau begitu, aku juga punya hadiah
untukmu."
Gamal membungkukkan tubuhnya dihadapanku,
menggendongku dibelakang punggungnya. kami tertawa
bahagia sepanjang perjalanan dipinggir hamparan sungai
yang sangat indah dan dihiasi taman lili berwarna-warni
disekelilingnya, di sebuah alam yang tak terbatas oleh
apapun. Berjalan santai sambil membawa setoples kunang-
kunang bercahaya terang yang ku tangkap.
"Berjanjilah kau takkan meninggalkanku selamanya."
"Dikehidupan yang abadi ini aku berjanji takkan
meninggalkanmu selamanya."
"Aku menyayangimu, Gamal."
"Aku menyayangimu, Loni.."
* * * * * * * * * *
Pemerintah kota setempat merasa menyesal atas apa
yang terjadi,
dan langsung menindak lanjuti gundukan sampah yang
berada disamping apartemen dan disekitarnya.
Profesor Alex kini berhasil menciptakan serum untuk
menangkal
segala jenis virus apapun, ia juga mendapatkan
banyak apresiasi dari warga setempat dan pemerintah.
Ia sekarang terus mencoba inovasi baru.
Ia juga membuat sebuah program rutin yang
berhubungan dengan kesehatan untuk warga sekitar, dan
semuanya bertujuan sosial dan gratis.
Tak ada lagi hal-hal mengerikan yang terjadi semenjak
gundukan sampah itu tiada.
Semua warga termasuk para pemerintah saat ini mulai
menjalani
hidup bersih, sehat, dan taat pada peraturan daerah
setempat.
Begitu juga Loni dan Gamal.
Mereka hidup bahagia dan damai, selamanya..
TENTANG PENULIS
Halo. Ini dia lembar penulis yang tentunya paling dikepoin
sama pembaca. Sebelumnya kita mau cerita dulu ya. Jadi,
buku ini karya Tea, Dika, Lala, Oki dan Budi. Siapakah kita?
TARAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!! Mari kita
ulas kilasan dibawah ini.
Tea, nama lengkapnya Hesty Indah Pratiwi. Lahir di Jambi, 10
Januari 1995. Cewek yang hobi menulis dan tidur ini punya
banyak cerita dalam hidupnya jadi kalo yang penasaran
dengan tulisannya, coba cek blognya di
http://gryllidae.wordpress.com. Berbeda dengan Mahardhika
atau yang sering disapa Dika ini. Cewek kelahiran 27 Oktober
1994 di Jakarta ini sukanya design dan kuliner, jadi jangan
heran kalau buku ini full design by Dika.
Satu lagi penulis cewek, Falah Yuni yang bentar lagi berubah
nama menjadi Falah Unique ini sering dipanggil dengan
sebutan “Lala”. Pecinta Winnie The Pooh ini membuat salah
satu cerita yang mengulas tentang persahabatan yang
direnggut kematian. Wow, bukan?!
Kita punya dua superman yang bersedia menjadi penulis
cerita, ada Oki dan Budi. @okitabes, begitulah nama
twitternya. Oki yang sayang banget sama vespanya ini punya
cerita yang begitu mengagetkan. Ayo coba tebak yang mana
cerita dari Oki! :D
Budi. Ini dia cowok yang suka ngabisin duitnya cuma buat
nonton konser terutama band jazz kayak Maliq atau White
Shoes. Cerita konyol komedi horor yang dibuat Budi cukup
menggelikan, selamat menikmati ya!
Oke terima kasih buat yang udah bersedia membaca buku
kumpulan cerita sederhana dari kami, Lima Sekawan yang
unyu-unyu ini. Semoga bukunya gak kalian sia-siain gitu aja
dan semoga kami bisa berkarya lebih baik lagi, amin. Salam
hangat dari kami ya! :*
Keep contact with us!
@teaaw @mahardhikaRI @falahyunilala @okitabes
@monkeyDbuddy