Post on 10-Dec-2015
1
BAB III
HASIL PELAKSANAAN PKL
3.1 Unit Kerja Praktik Kerja Lapangan
3.2 Uraian Praktik Kerja Lapangan
Kegiatan yang telah dilakukan selama 38 hari kerja dalam praktik kerja
lapangan (PKL) di PT. Rekayasa Industri adalah sebagai berikut:
Pada minggu ke-1 PKL dilaksanakan di PT. Rekayasa Industri (REKIND)
yang beralamat di Jl. Kalibata Timur No. 36 Kalibata, Jakarta Selatan.
Kegiatan PKL dimulai dengan pengenalan Pembimbing lapangan, adaptasi
lingkungan kerja dan pengenalan mengenai PT. Rekayasa Industri yang
sedang mengerjakan proyek Exxon Mobil Cepu Ltd. Banyu Urip Project –
EPC 5 di Cepu, Jawa Timur. Pada proses pengenalan dibahas mengenai
divisi-divisi apa saja yang ada di Proyek dan gambaran umum mengenai
pekerjaan yang sedang berjalan di lapangan.
Pada minggu ke-2 PKL, kegiatan yang dilakukan adalah pembekalan
materi mengenai pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan di lapangan
sebagai pedoman sebelum diberangkatkan ke lokasi proyek di Cepu, Jawa
Timur.
Pada minggu ke-3 kegiatan PKL dilaksanakan di Cepu, Jawa Timur.
Proses pertama yang harus dilewati adalah proses Medical Check Up
(MCU) untuk memenuhi syarat kesehatan sebelum memasuki area proyek.
Setelah itu mengikuti proses Training Health, Safety, Environmen (HSE)
atau Keselamatan Kesehatan Kerja (K3), mengikuti Training pengenalan
materi yang akan dikerjakan pada proyek EPC 5, dan setelah melewati
beberapa tahap tersebut maka ID Badge akan diberikan sebagai tanda
2
pengenal yang wajib dikenakan selama melakukan proses kegiatan di
lapangan.
Pada minggu ke-4 dan ke-5 PKL, kegiatan yang dilakukan adalah
melakukan pemasangan outlet mounth floor dan mounth wall pada setiap
ruangan yang kemudian dihubungkan ke ruang server untuk melakukan
pertukaran informasi berupa data dan voice. Setelah itu dilanjutkan dengan
melakukan proses pengetesan connectivity B-LAN system di ruang server.
Pada minggu ke-6 PKL, kegiatan yang dilakukan adalah melanjutkan
proses pengetesan connectivity B-LAN system di ruang server dan
melakukan perbaikan pada outlet yang bermasalah.
Pada minggu ke-7 PKL, kegiatan yang dilakukan adalah melanjutkan
perbaikan pada tiap-tiap outlet yang bermasalah yang kemudian
dilanjutkan kembali dengan pengetesan ulang connectivity B-LAN system
di ruang server dan mempersiapkan materi untuk dipresentasikan di depan
pembimbing lapangan.
3.3 Pembahasan Hasil Praktik Kerja Lapangan
3.3.1 Melakukan Proses Pemasangan Outlet Mounth Floor pada Masing
masing Ruangan yang Tersebar di Dalam Satu Gedung
Gambar 3.1 adalah diagram alir proses pemasangan outlet mounth floor pada
masing-masing ruangan yang tersebar di dalam satu gedung,
3
Gambar 3.1. Diagram alir dari Proses pemasangan outlet mounth floor.
MULAI
Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan
Mengupas Kabel UTP
Memasukan outlet ke dalam
inbow yang sudah terpasang di
dalam lantai (floor).
Memberikan label pada
masing-masing kabel UTP
Memasukan modular ke
dalam outlet
Memasukan masing-masing
core kabel UTP pada modular
Mengencangkan core yang
sudah terpasang pada modular
SELESAI
4
Langkah-langkah dalam melakukan pemasangan tersebut adalah :
1. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan.
Langkah pertama yang dilakukan sebelum melakukan pemasangan
outlet mounth floor adalah dengan mempersiapkan peralatan yang akan
digunakan untuk proses pemasangan/terminasi, dimana peralatan yang akan
digunakan yaitu:
a. Kabel UTP
Gambar 3.2. Kabel UTP.
Gambar 3.3. Kabel type Straight.
b. Modular
.Gambar 3.4. Modular.
5
c. Outlet
Gambar 3.5. Outlet.
d. Label Printing
Gambar 3.6. Label Printing.
e. Stripper
Gambar 3.7. Stripper.
f. Obeng
Gambar 3.8. Obeng.
6
g. Tang Potong
Gambar 3.9. Tang Potong.
h. Cutter
Gambar 3.10. Cutter
2. Mengupas Kabel UTP.
Pada proses ini kabel UTP dikupas dengan menggunakan Striper.
3. Memasukan masing-masing core kabel UTP pada modular.
Ini merupakan proses dimana masing-masing core Kabel UTP tipe
straight dimasukan ke dalam modular sesuai dengan aturan dari urutan
kabel UTP tipe straight itu sendiri.
Gambar 3.11. Proses memasukan core kabel UTP pada modular.
4. Mengencangkan core yang sudah terpasang pada modular.
Proses ini dilakukan dengan cara memutar bagian kunci yang ada pada
modular, dimana bagian tersebut berfungsi untuk mengunci core yang
sudah dipasang pada modular agar tetap berada pada jalurnya.
5. Memasukan modular ke dalam outlet.
Proses ini merupakan proses dimana modular yang sudah terpasang
atau diterminasi dimasukan ke dalam outlet secara berurutan.
7
Gambar 3.12. Proses memasukan modular ke dalam outlet.
6. Memberikan label pada masing-masing kabel UTP.
Proses ini dilakukan agar kabel UTP tidak tertukar satu sama lain
sehingga menjadi penanda yang memudahkan proses pengecekan
connectivity B-LAN system pada cabinet yang berada di ruang server.
7. Memasukan outlet ke dalam inbow yang sudah terpasang di dalam lantai
(floor).
8
3.3.2 Melakukan Proses Pemasangan Outlet Mouth Wall pada Masing-
masing Ruangan yang Tersebar di Dalam Satu Gedung
Gambar 3.13 adalah diagram alir proses pemasangan outlet mounth wall pada
masing-masing ruangan yang tersebar di dalam satu gedung.
Gambar 3.13.Diagram alir proses pemasangan outlet mounth wall.
MULAI
Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan
Mengupas Kabel UTP
Memasukan outlet ke dalam
inbow yang sudah tertanam
dalam dinding (wall)
Memberikan label pada
masing-masing kabel UTP
Memasukan modular ke
dalam outlet
Memasukan masing-masing core
kabel UTP pada modular
Mengencangkan atau mengunci core
yang sudah terpasang pada modular
menggunakan pushdown tool.
SELESAI
9
Langkah-langkah dalam melakukan pemasangan tersebut adalah :
1. Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan.
Langkah pertama yang dilakukan sebelum melakukan pemasangan
outlet mounth wall adalah dengan mempersiapkan peralatan yang akan
digunakan untuk proses pemasangan/terminasi, dimana peralatan yang akan
digunakan yaitu:
a. Kabel UTP
Gambar 3.14. Kabel UTP.
Gambar 3.15. Kabel UTP Tipe Straight.
b. Modular
Gambar 3.16. Modular.
10
c. Outlet
Gambar 3.17. Outlet.
d. Label Printing
Gambar 3.18. Label Printing.
e. Stripper
Gambar 3.19. Stripper.
11
f. Pushdown Tool
Gambar 3.20. Pushdown tool.
g. Obeng
Gambar 3.21. Obeng.
h. Tang Potong
Gambar 3.22. Tang Potong.
i. Cutter
Gambar 3.23. Cutter.
12
2. Mengupas Kabel UTP.
Pada proses ini kabel UTP dikupas dengan menggunakan Striper.
3. Memasukan masing-masing core kabel UTP pada modular.
Ini merupakan proses dimana masing-masing core Kabel UTP type
straight dimasukan ke dalam modular sesuai dengan aturan dari urutan
kabel UTP type straight itu sendiri.
Gambar 3.24. Proses memasukan core kabel UTP pada modular.
4. Mengencangkan atau mengunci core yang sudah terpasang pada modular
menggunakan pushdown tool.
Proses ini dilakukan dengan cara menempatkan pushdown tool di
celah-celah antar core yang telah dihubungkan ke dalam modular lalu
menekannya, dimana secara otomatis pushdown akan mengunci core
yang sudah terpasang di dalam modular tersebut dan memotong
panjang core yang tersisa agar core yang terpasang ke dalam modular
terlihat rapih.
5. Memasukan modular ke dalam outlet.
Proses ini merupakan proses dimana modular yang sudah terpasang
atau diterminasi dimasukan ke dalam outlet secara berurutan.
6. Memberikan label pada masing-masing kabel UTP.
Proses ini dilakukan agar kabel UTP tidak tertukar satu sama lain
sehingga menjadi penanda yang memudahkan proses pengecekan
connectivity B-LAN system pada cabinet yang berada di ruang server.
7. Memasukan outlet ke dalam inbow yang sudah tertanam pada dinding
(wall).
13
3.3.3 Pengetesan Connectivity B-LAN System
Proses pengetesan Connectivity B-LAN System ini dilakukan dalam
beberapa tahapan, yaitu:
1. Mempelajari distribusi alur pemasangan dari B-LAN itu sendiri, dimana
distribusi alur pemasangan B-LAN dapat dilihat dari diagram alur dibawah
ini.
Gambar 3.25. Distribusi alur pemasangan dari B-LAN
Dari diagram alur diatas terlihat urutan pendistribusian jaringan B-
LAN mulai dari urutan terendah yaitu outlet-outlet yang berada di dalam
ruangan sampai dengan tingkat dimana jaringan B-LAN itu sendiri dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu dapat menghubungkan komputer-
komputer atau perangkat lain agar dapat dipakai bersama untuk saling
bertukar informasi.
Switch Cisco
Core Switch
Internet
Fiber Optic Patch Panel
Outlet
Patch Panel 24 Port
14
Proses pendistribusian dimulai dari outlet-outlet yang berada di
setiap ruangan, dimana masing-masing outlet terhubung dengan patch
panel 24 port pada cabinet yang berada di ruang server menggunakan
kabel UTP CAT 6. Type kabel CAT 6 sendiri dipilih karena kabel ini
memiliki kecepatan transmisi data yang tinggi. Selanjutnya patch panel
yang terdapat pada cabinet dihubungkan dengan switch sisco type 3560
yang juga berada di dalam cabinet yang sama dengan menggunakan kabel
UTP CAT 6. Patch panel yang terhubung dengan switch dapat dilihat pada
gambar 3.26.
Gambar 3.26. Gambar interkoneksi outlet ke patch panel dan switch dari
B-LAN sistem.
Gambar 3.26 merupakan gambar yang memperlihatkan hubungan
atau interkoneksi dari outlet yang tersebar di beberapa ruangan dengan
patch panel dan switch dari B-LAN sistem yang berada di ruangan server.
Dari gambar tersebut dapat dijabarkan bahwa swith memiliki 48 port
dimana setiap switch dapat dihubungkan dengan 2 buah patch panel yang
masing-masing memiliki 24 port dengan menggunakan kabel UTP CAT 6.
Patch panel yang memiliki 24 port sendiri dibagi kembali menjadi 4
bagian yang berarti setiap satu patch panel hanya dapat digunakan untuk
mengoneksikan 6 buah outlet. Hal tersebut dikarenakan satu outlet terdiri
dari 4 port.
15
Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa masing-masing outlet
diberikan label atau nama sebagai penanda untuk mengetahui keberadaan
outlet-outlet yang tersebar di dalam satu gedung dengan tujuan
mempermudah proses pengetesan agar outlet satu tidak tertukar dengan
outlet lainnya. Begitupun dengan switch, setiap port yang menghubungkan
switch dengan patch panel juga diberikan label sebagai penanda. Sebagai
contoh, dari gambar terlihat label “LDO886002-01X”. 01X sendiri
merupakan label yang diberikan untuk outlet satu yang kemudian masing-
masing port pada outlet tersebut dihubungkan dengan port-port yang ada
pada patch panel. Dari gambar terlihat bahwa port 1 dari outlet
dihubungkan dengan port 1 pada patch panel kemudian dibuhungkan
kembali dengan port 1 pada switch, port 2 dari outlet dihubungkan dengan
port 2 pada patch panel kemudian dihubungkan kembali dengan port 2
pada switch, begitupu seterusnya.
Switch yang telah dihubungkan dengan patch panel 24 port
tersebut akan menghasilkan keluaran 4 kabel core (2 main – 2 standby)
yang kemudian dihubungkan dengan FOPP (Fiber Optik Patch Panel)
menggunakan patch core yang berkonektor LC-LC, dimana FOPP
merupakan terminal untuk kabel Fiber Optik yang berasal atau ditarik dari
beberapa Gedung yang menggunakan fasilitas B-LAN.
2. Melakukan Pengetesan Pada Setiap Port
Setelah mengetahui distribusi alur pemasangan dari B-LAN dan
mengetahui data-data mengenai hubungan antara port yang ada pada patch
panel dengan port yang ada pada outlet, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan proses pengetesan connectivity B-LAN system dengan
menggunakan alat kabel tester (cable analyzer) DSX 5000. Langkah
pertama yang dilakukan dalam proses pengetesan yaitu memasukan salah
satu ujung konektor dari cable analyzer ke port pada patch panel yang
berada di dalam cabinet di ruang server, dan memaskan konektor yang lain
ke port pada outlet yang terdapat di tiap-tiap ruangan sampai terlihat pada
16
cable analyzer bahwa port yang dihubungkan antar konektor satu dengan
yang lainnya benar-benar terdeteksi telah terhubung. Apabila port pada
patch panel dan port pada outlet telah terhubung maka akan tampil
notifikasi yang berada pada bagian kiri atas layar alat tester seperti yang
terlihat pada gambar 3.27 berikut.
Gambar. 3.27. Tampilan saat kedua port yang sedang di test sudah
terhubung.
Setelah kedua port saling terhubung maka langkah selanjutnya
adalah menekan tombol test pada alat terster tersebut seperti yang terlihat
pada gambar 3.28 dibawah ini.
Gambar. 3.28. Tampilan pada layar tester UTP
Setelah melakukan proses pengetesan connectivity B-LAN system maka
akan terdapat 3 kemungkinan hasil yang di dapat baik itu berupa PASS,
PASS*, maupun FAIL.
17
Gambar 3.29 merupakan data contoh hasil pengetesan connectivity
B-LAN system dengan hasil PASS, dimana PASS memiliki arti bahwa
connectivity dari B-LAN tersebut baik atau tidak terjadi kesalahan dimana
setiap port yang menghubungkan outlet dengan patch panel sudah dapat
digunakan.
18
Gambar 3.29. Data pengetesan yang
menunjukan hasil PASS
19
Gambar 3.30 merupakan data contoh hasil pengetesan connectivity
B-LAN system dengan hasil PASS*, dimana PASS* memiliki arti bahwa
connectivity dari B-LAN tersebut sudah terbilang baik namun masih
terdapat sedikit kesahalan sehingga harus dilakukan perbaikan sebelum
port yang menghubungkan outlet dengan patch panel dapat digunakan.
Faktor yang biasanya menyebabkan pengetesan menghasilkan PASS*
adalah faktor dari pemasangan kebel UTP dengan modular yang kendor
sehingga harus dilakukan perbaikan dengan mengencangkan kabel UTP
yang dihubungkan dengan modular tersebut.
20
Gambar 3.30. Data pengetesan yang menunjukan hasil PASS*
Gambar 3.31 merupakan data contoh hasil pengetesan connectivity
B-LAN system dengan hasil FAIL, dimana FAIL memiliki arti bahwa
connectivity dari B-LAN tersebut gagal sehingga harus dilakukan
perbaikan pada port-port yang bermasalah. Dari hasil Praktek Kerja
Lapangan, maka dapat diidentifikasi bahwa rata-rata faktor yang
menyebabkan pengetesan menghasilkan FAIL adalah faktor dari kabel
UTP yang putus ditengah dan faktor dari ketidaksesuaian jalur
pemasangan core kabel UTP dengan modular sehingga terjadi cross atau
persilangan core kabel UTP.
21
Gambar 3.31. Data pengetesan yang menunjukan hasil FAIL
3.4 Identifikasi Kendala yanlg Dihadapi
Selama 38 hari kerja melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT.
Rekayasa Industri, banyak keterampilan dan pengalaman yang diperoleh dan juga
kendala-kendala yang dihadapi. Keterampilan dan Pengalaman yang diperoleh
antara lain :
1. Mengenal dan mengetahui secara langsung mengenai PT. Rekayasa
Industri EPC 5 yang bergerak pada pembangunan fasilitas infrastruktur.
2. Dapat melakukan proses terminasi dan melakukan pengetesan connectivity
B-LAN system dengan menggunakan Cable Analyzer DSX 5000 (tester
UTP).
3. Dapat membaca hasil pengukuran tes connectivity B-LAN system pada
Cable Analyzer DSX 5000 (tester UTP).
3.4.1 Kendala Pelaksanaan Tugas
Adapun kendala-kendala yang dihadapi selama Praktek Kerja Lapangan (PKL)
antara lain :
1. Keterbatasan APD (Alat Perlindungan Diri) yang diberikan sehingga APD
gunakan secara bergantian dengan rekan PKL yang lain karena pekerja
tidak diperbolehkan masuk ke lokasi proyek.
2. Sempat terjadi kericuhan di lokasi proyek yang menyebabkan berhentinya
seluruh kegiatan proyek selama 2 hari sehingga menjadi kendala dalam
pelaksanaan PKL.
22
3. Tidak diperbolehkan untuk mengkonfigurasi B-LAN sistem yang ada di
lokasi, karena proses konfigurasi hanya boleh dilakukan oleh pihak dari
Exxon Mobil.
4. Sulitnya mencari waktu untuk melakukan bimbingan dengan pembimbing
lapangan karena keterbatasan waktu yang dimiliki pembimbing lapangan
tersebut.
3.4.2 Cara Menghadapi Kendala
Cara menghadapi kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan APD secara bergantian dengan rekan PKL sebelum APD
dilengkapi oleh pihak HSE di proyek.
2. Mengikuti prosedur yang ada dengan berkumpul di “Titik Kumpul” atau
area aman agar mempermudah proses evakuasi.
3. Bertanya Kepada Karyawan-karyawan, Rekanan serta Pembimbing di PT.
Rekayasa Industri.
4. Melakukan diskusi dengan Pembimbing Lapangan mengenai data – data
apa saja yang dapat diperlihatkan di dalam Laporan Praktik Kerja
Lapangan memberikan hasil yang baik.