Post on 06-Mar-2019
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang
paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan ini juga menduduki peringkat kedua
sebagai ikan konsumsi yang paling banyak dibudidayakan setelah ikan mas (Cyprinus
carpio). Ikan nila (O. niloticus) memiliki varietas-varietas yang unggul seperti nila
merah, nila gift, nila get, nila nirwana, dan lainnya. Keunggulan dari nila adalah dapat
dibudidayakan di berbagai habitat, baik air tawar, payau, maupun laut (Kordi, 2010).
2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Klasifikasi dari ikan nila (O. niloticus) menurut Saanin (1995) adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Percomorphii
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochormis
Species : Oreochromis niloticus
5
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
6
Gambar 2.1 Ikan nila (Oreochromis niloticus)
2.1.2 Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila (O. niloticus) memiliki bentuk pipih ke samping memanjang,
sedangkan warna tubuh umumnya berwarna putih kehitaman dan merah sehingga
dikatakan sebagai nila nila hitam dan nila merah (Kordi, 2010). Tubuh dari nila hitam
berwarna kehitaman, semakin kearah perut semakin terang.
Nila memiliki garis vertikal 9-11 buah yang berwarna hijau kebiruan. Pada
sirip bagian ekor terdapat 6-12 garis melintang yang pada ujungnya berwarna
kemerah-merahan. Pada punggungnya terdapat garis-garis yang miring. Mata nila
tampak menonjol agak besar dengan bagian tepi yang berwarna hijau kebiru-biruan.
Letak muluk terminal, dengan posisi sirip perut terhadap sirip dada, garis rusuk
terputus menjadi dua bagian memanjang di atas sirip dada. Jari-jari sirip terdiri dari
17 jari-jari keras dan 13 jari-jari yang lunak pada sirip punggung, 1 jari-jari keras dan
5 jari-jari lunak pada sirip perut, 15 jari-jari lunak pada sirip dada, 3 jari-jari keras
dan 10 jari-jari lunak pada sirip dubur (anus) dan pada sirip ekor terdapat 8 jari-jari
keras melunak (Kordi, 2010).
Banyak masyarakat yang keliru untuk membedakan antara ikan nila dengan
ikan mujair (O. mossambicus). Perbedaan keduanya dapat dilihat dari perbandingan
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
7
antara panjang total dan tinggi badan. Untuk ikan nila perbandingannya 3:1,
sedangkan ikan mujair 2:1. Selain itu, terdapat adanya pola garis-garis vertikal yang
terlihat sangat jelas pada sirip ekor dan sirip punggung ikan nila. Jumlah garis
vertikal yang ada pada sirip ekor berjumlah enam buah dan sirip punggung delapan
buah (Rijal, 2014).
2.1.3 Habitat
Ikan nila tersebar di negara-negara yang beriklim tropis dan subtropis. Ikan
nila tidak dapat hidup pada wilayah yang beriklim dingin (Ayuningtyas, 2012). Ikan
nila mampu hidup pada lingkungan air tawar, air payau, dan air asin di laut. Ikan nila
air tawar dapat dipindahkan ke air asin tetapi harus diadaptasikan secara bertahap,
yaitu dengan menaikkan kadar garam air sedikit demi sedikit. Kadar garam air yang
disukai berkisar antara 0-35 per mil (Rijal, 2014). Ikan nila baik dipelihara pada
dataran rendah sampai agak tinggi (Rachmatun, 2010).
2.2 Imunostimulan
Imunostimulan merupakan senyawa kimia, obat atau bahan lainnya yang
dapat meningkatkan respon imunitas ikan (Anderson, 1992 dalam Alifuddin, 2002).
Menurut Ayuningtyas (2012), imunostimulan adalah sekelompok senyawa alami dan
disintesis yang dapat meningkatkan respon imun non spesifik. Selain itu
imunostimulan juga diartikan suatu materi biologis dan zat yang dapat meningkatkan
sistem pertahanan non spesifik serta dapat merangsang organ pembentuk antibodi
dalam tubuh untuk bekerja secara maksimal (Fenichel Chirigos, 1984 dalam
Donando, 2002).
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
8
Imunostimulan dapat dibedakan dalam beberapa kelompok berdasarkan
sumbernya yaitu bakteri, derivat alga, derivat hewan, faktor nutrisi imunostimulan,
dan hormon/ sitokinin (Sakai, 1999 dalam Ayuningtyas, 2012). Berbeda dengan
vaksin, imunostimulan tidak direspon ikan dengan mensintesis antibodi, melainkan
dengan peningkatan aktivitas dan reaktivitas sel pertahanan seluler ataupun humoral
(Alifuddin, 2002). Proses pemberian imunostimulan dapat dapat diberikan melalui
injeksi, bersama pakan (oral), dan perendaman. Menurut Siwicki et al. (1995) dalam
Batjo (2001) imunostimulan diketahui mampu menstimulir prekusor limfosit T pada
sistem imunitas mamalia dan meningkatkan aktivitas makrofag. Saccharomyces
cerevisiae mengandung komponen kompleks karbohidrat dan asam nukleat yang
dipercaya sebagai imunostimulan, bila dicampurkan dengan pakan maka akan
meningkatkan respon kekebalan tubuh.
Menurut Brisknell & Dalmo (2005) imunostimulan secara alami muncul pada
sistem imun dengan cara meningkatkan resistensi inang terhadap penyakit yang
kebanyakan disebabkan oleh jenis patogen. Cara penggunaan imunostimulan
memiliki pola yang sama dengan penggunaan antibiotik. Imunostimulan yang biasa
dipakai adalah LPS (lipopolisakarida), β glukan yang diperoleh dari S. cerevisiae, dan
levamisol. Beberapa vitamin seperti vitamin A, B, dan vitamin C juga dapat
digunakan sebagai imunostimulan (Sohne et al., 2000; Galeotti, 1998 dalam
Alifuddin, 2002).
2.3 Sistem Imunitas
Imunitas merupakan suatu sifat yang resisten terhadap infeksi penyakit.
Imunitas dipengaruhi oleh sistem imun tubuh yang merupakan gabungan sel,
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
9
molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi (Baratawidjaja,
2006 dalam Napitupulu ,2011). Sifat resistensi ini dapat diketahui dengan cara
melihat kelangsungan hidup maupun respon imun yang dihasilkan berupa reaksi yang
dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya
(Napitupulu, 2011).
Substansi atau materi yang memiliki kemampuan untuk dapat meningkatkan
perlawanan terhadap infeksi penyakit terutama oleh sistem fagositik disebut dengan
imunostimulan. Apabila sistem imun terpapar pada suatu zat yang dianggap asing,
maka terdapat dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun non
spesifik dan respon imun spesifik (Kresno, 2001).
2.3.1 Respon Imun Non Spesifik
Respon imun non spesifik berupa pertahanan secara fisik dan kimiawi. Salah
satu upaya tubuh untuk dapat mempertahankan diri terhadap masuknya antigen
(antigen bakteri) adalah dengan cara menghancurkan bakteri yang bersangkutan
secara fagositosis, tanpa memperdulikan adanya perbedaan-perbedaan kecil yang ada
diantara substansi-substansi asing itu (Kresno, 2001). Dalam hal ini leukosit yang
merupakan fagosit mempunyai peranan yang penting, khususnya pada makrofag.
Supaya dapat terjadi proses fagositosis, maka sel-sel fagosit tersebut harus terletak
pada jarak yang dekat dengan partikel bakteri. Respon imun non spesifik kimiawi
meliputi komponen-komponen yang terdapat dalam serum darah dan berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan mikroba.
Respon imun non spesifik memiliki fungsi untuk segala jenis patogen yang
menyerang dan bersifat permanen (selalu ada) serta tidak perlu ada perangsangan
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
10
terlebih dahulu. Respon imun non spesifik berbeda antara ikan yang satu dengan ikan
yang lainnya. Disebut non spesifik karena respon ini tidak ditujukan terhadap
mikroba tertentu, namun telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya
tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu melindungi tubuh
terhadap banyak patogen potensial (Ayuningtyas, 2012). Sistem tersebut merupakan
pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan dari berbagai mikroba dan dapat
memberikan respon secara langsung (Baratawidjaja, 2004).
Respon imun non spesifik terdiri dari tiga aspek yaitu pertahanan
fisik/mekanik, pertahanan humoral, dan pertahanan selular (Baratawidjaja, 2004).
Sedangkan menurut Anderson (1974) dalam Ayuningtyas (2012), respon imun non
spesifik meliputi pertahanan mekanik dan kimiawi (mukus, kulit, sisik, dan insang)
dan pertahanan seluler (sel makrofag, leukosit seperti monosit, neutrofil, eusinofil,
dan basofil).
2.3.2 Respon Imun Spesifik
Respon imun spesifik dapat dihasilkan secara bawaan (innate immunity) yang
berfungsi untuk melawan penyakit tetapi memerlukan rangsangan terlebih dahulu.
Respon kekebalan merupakan suatu fungsi koordinasi diantara organ-organ tubuh dan
bagian selulernya (Donando, 2002). Fungsi dari organ-organ ini untuk menunjukkan
tipe antibodi yang diproduksi, menghasilkan antibodi spesifik serta menghancurkan
mikroorganisme (Anderson, 1974 dalam Donando, 2002). Inti dari proses respon
imun spesifik ini adalah limfosit karena sel-sel ini dapat mengenal setiap jenis
antigen, baik antigen yang terdapat intraseluler maupun ekstraseluler misalnya dalam
cairan tubuh atau dalam darah.
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
11
Terdapat dua jenis respon imun spesifik, yaitu respon imun seluler dan respon
imun humoral. Respon imun selular dikendalikan oleh sel limfosit T, sedangkan
respon imun humoral dikendalikan oleh sel limfosit B. Respon imun terhadap suatu
antigen tergantung oleh dosis dan cara pemasukannya ke dalam tubuh (Mulia, 2012).
Pada umumnya, cara pemasukan antigen ke dalam tubuh dapat langsung melalui
kulit, organ pernafasan, saluran pencernaan atau disuntikkan, dan masing-masing cara
tersebut dapat menimbulkan respon imun yang berbeda intensitasnya (Subowo, 1993
dalam Mulia, 2012).
2.4 Saccharomyces cerevisiae
Mikroorganisme, seperti ragi dan jamur/cendawan dan juga sereal seperti
gandum dan jelai, mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena mengandung
sejumlah besar β-glukan yang sangat bermanfaat (Widyastuti et al., 2011).
Saccharomyces cerevisiae adalah sejenis khamir eukariotik yang secara morfologinya
hanya membentuk sebuah blastospora yang bentuknya bulat, lonjong, silindris
maupun bulat telur tergantung strain yang mempengaruhinya (Ahmad, 2005). Sistem
reproduksi dapat dipengaruhi berdasarkan keadaan lingkungan dan jumlah nutrisi
bagi pertumbuhan sel dalam tubuh.
Taksonomi Saccharomyces sp . menurut Sanger (2004) sebagai berikut :
Kingdom : Eukaryota
Phylum : Fungi
Subphylum : Ascomycota
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
12
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Species : Saccharomyces cerevisiae
S. cerevisiae tergolong cendawan berupa khamir (yeast) pembuat kue dan roti
ternyata mempunyai potensi kemampuan yang tinggi sebagai imunostimulan, dan
bagian yang bermanfaat tersebut adalah dinding selnya yang mengandung (1,3 dan
1,6) glukan. Bahan inilah yang dipakai sebagai imunostimulan setelah berhasil
dipisahkan pada bagian dinding sel S. cerevisiae (Life Source Basic, 2002 dalam
Ahmad, 2005).
Glukan merupakan imunostimulan yang berasal dari dinding sel cendawan
S.cerevisiae dan telah terbukti mampu merangsang dan mengaktifkan mekanisme
pertahanan non spesifik pada berbagai organisme tingkat tinggi seperti vertebrata dan
avertebrata (Raa et al.,1992 dalam Donando, 2002). β-glukan adalah senyawa yang
mengandung suatu polisakarida yang terdiri dari β (1—›3)-D-Glukan, β (1—›6)-D-
Glukan, ikatan glikosidik. Polisakarida ini termasuk komponen utama untuk
menyusun dinding sel dari khamir. β-glukan juga dapat diisolasi dari berbagai jenis
ragi, alga, dan juga dari lumut (Danielson et al., 2010 dalam Napitupulu, 2011).
Produk glukan yang paling umum digunakan adalah Saccaharomyces cerevisiae (ragi
roti) dan preparasi fungi Schizophyllum commune dan Selerotium glukanicum (Sakai,
1999 dalam Napitupulu, 2011).
β-glukan merupakan Biological Defence modifier (BDM) yang memiliki
potensi mengaktifkan sistem imun dalam tubuh melalui sel makrofag imun (Salimi,
2005). Seperti pada semua sel darah, makrofag ada di dalam sum-sum tulang. Saat sel
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
13
mulai matang dan memasuki pada aliran darah maka akan berubah menjadi monosit.
Makrofag yang terdapat pada seluruh jaringan, organ, darah, dan urat yang
dikelompokkan sebagai fagosit berfungsi untuk menghancurkan dan menyingkirkan
partikel asing di dalam sel imun. Agar berfungsi secara imunologi, makrofag harus
melewati kondisi aktivasi yang melibatkan berbagai perubahan morfologi dan
perubahan metabolik yang memproduksi sitokin sebagai regulator internal dari sistem
imun (Jordan, 2001 dalam Salimi, 2005).
Penelitian mengenai polisakarida yang digunakan sebagai imunostimulan
sudah sering dilakukan pada mamalia. Beberapa diantaranya dapat menyingkapkan
sejumlah polisakarida yang menginduksi kekebalan non spesifik seperti mengaktivasi
makrofag dan limfosit T (Donando, 2002). Penelitian menggunakan β-glukan sudah
pernah dilakukan juga oleh Napitupulu (2011) terhadap udang galah melalui pakan,
dan dihasilkan dosis pemberian β-glukan yang terbaik sebesar 0,15 % dapat
meningkatkan laju pertumbuhan spesifik udang galah (Macrobrachium rosenbergii).
Selain itu penelitian lain oleh Hastuti (2012) mengenai suplementasi β-glukan dari
ragi roti juga berpengaruh terhadap aktivitas fagositosis dan jumlah total protein
plasma pada ikan nila (Orechromis niloticus).
Pada proses mekanisme kerja β-glukan ini dengan cara mengikat molekul
reseptor yang terdapat di permukaan sel-sel fagosit. Ketika reseptor diikat oleh β-
glukan, sel fagosit akan menjadi lebih aktif dalam melakukan aktivitas fagositosis
terhadap benda asing (bakteri) yang masuk. Pada saat bersamaan,sel fagosit akan
mengeluarkan molekul-molekul signal (sitokine) yang dapat merangsang
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
14
pembentukan sel-sel haemocyte yang baru (Rodriguez & Lee Moullac, 2000 dalam
Napitupulu, 2011).
Hasil penelitian yang menggunakan produk samping dari industri ragi roti
juga dapat meningkatkan respon imun non spesifik dan pertumbuhan beberapa
spesies ikan (Olivia-Teles & Goncalves, 2001 dalam Manurung et al., 2013). Selain
itu ragi roti dapat meningkatkan pencernaan pakan dan protein sehinggga
menghasilkan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang lebih baik (Wache et al., 2006
dalam Manurung et al., 2013).
2.5 Pakan Ikan
Ikan membutuhkan makanan sebagai syarat untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup. Makanan pada ikan biasa disebut dengan istilah pakan. Pakan
yang berkualitas dapat membantu meningkatkan pertumbuhan, produksi, dan
reproduksi pada ikan (Kusnadi & Bani, 2007). Pakan yang tergolong baik merupakan
pakan yang mengandung protein, energi, mineral, dan vitamin yang sangat
dibutuhkan oleh ikan. Pemberian pakan pada ikan harus berkualitas dan efisien
supaya kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan ikan dapat terpenuhi (Mudjiman, 2001
dalam Hayanti, 2011). Pakan yang baik ini harus didasarkan pada bahan baku yang
digunakan untuk membuat pakan, jenis ikan, umur ikan, dan ukuran tubuh ikan. Hal
ini yang nantinya akan menentukan kebutuhan ikan terhadap kandungan protein.
Pakan pada ikan terdiri dari pakan alami dan pakan buatan (Kusnadi & Bani,
2007). Pakan alami adalah pakan yang berupa plankton atau zooplankton yang hidup
melayang pada perairan kolam. Ketersediaan dari pakan alami ini berbeda-beda
tergantung dari tingkat kesuburan yang ada pada perairan kolam. Sedangkan pakan
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
15
buatan adalah pakan yang dengan sengaja dibuat dari berbagai campuran bahan-
bahan alami atau diolah menjadi bentuk sedemikian rupa sehingga ikan menjadi
tertarik untuk memakannya (Hayanti, 2011). Pakan buatan yang biasanya sering
diberikan pada ikan adalah sejenis pellet yang mengandung komposisi protein lebih
dari 30%. Pakan buatan ini diberikan berkisar 2%-5% dari berat total ikan yang
dipelihara (Kusnadi & Bani, 2007).
Menurut Rukmana (2003), menggunakan pellet yang terapung mempunyai
keuntungan, diantaranya sebagai berikut :
1. jumlah pakan yang diberikan dapat terkontrol,
2. keadaan kesehatan pada ikan dapat dilihat,
3. dapat menghindari adanya pakan yang tidak termakan oleh ikan karena
tercampur dengan lumpur,
4. menghindari adanya pengotoran air akibat pakan yang tidak termakan,
5. kepastian ikan untuk memperoleh pakan dengan imbangan gizi yang
diperlukan ikan telah diformulasikan sesuai dengan kebutuhan ikan yang
dipelihara.
Pakan buatan yang berkualitas ditunjukan dengan kandungan nutrisi yang
dimiliki, sifat fisik, warna, dan aroma pada pakan. Kandungan nutrisi pada pakan
dapat diketahui dengan melihat tabel yang tercantum pada tiap kemasan pakan,
kandungan nutrisi protein ini harus selalu diperhatikan. Sifat fisik pakan yang baik
ditunjukan dengan tampilan permukaan yang halus dan licin, berwarna keputih-
putihan (tidak berjamur), aroma pakan tidak tengik, serta bagian pakan yang hancur
dibawah 5% (Rukmana, 2003).
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
16
2.6 Kualitas Air
Air memiliki peranan yang sangat penting sebagai media dalam pertumbuhan
ikan. Sebagai kunci keberhasilan dalam budidaya ikan, maka perlu memperhatikan
kualitas dan kuantitas air yang memenuhi syarat. Oleh sebab itu, kualitas dan
kuantitas air merupakan salah satu hal yang dijadikan sebagai ukuran untuk dapat
menilai layak tidaknya suatu perairan atau sumber air untuk digunakan dalam
budidaya ikan dengan menggunakan wadah tertentu (Kordi, 2004). Parameter yang
digunakan untuk mengukur kualitas air diantaranya adalah temperature, oksigen
terlarut, karbondioksida, dan pH (Wardoyo, 1994 dalam Nurcahyo, 2008).
2.6.1 Suhu
Setiap ikan membutuhkan suhu yang optimal untuk dapat hidup dengan baik.
Suhu dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme makhluk hidup di perairan,
khususnya terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Laju pertumbuhan ikan dapat
meningkat sejalan dengan kenaikan suhu dan dapat menekan kehidupan ikan bahkan
dapat menyebabkan kematian pada ikan jika suhu mengalami kenaikan secara drastis.
Faktor yang dapat menjaga kestabilan suhu dalam air adalah kedalaman air
(Jangkarau, 1995 dalam Nurcahyo, 2008). Kisaran suhu yang optimum bagi
kehidupan ikan adalah sekitar 25-52 0 C (Kordi, 2004). Ikan nila dapat tumbuh secara
normal pada kisaran suhu 14-38 0C dan dapat menjelajah secara alami pada suhu 22-
370C (Rijal, 2014). Apabila suhu rendah maka ikan akan kehilangan nafsu makan,
sehingga dapat menyebabkan pertumbuhannya terhambat. Sebaliknya jika suhu
dalam air terlalu tinggi maka ikan akan stress bahkan sampai mati karena kekurangan
oksigen.
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015
17
2.6.2 Oksigen Terlarut
Oksigen yang terlarut dalam air diperlukan oleh ikan untuk pernafasan dan
proses pembakaran untuk dapat menjalankan aktivitasnya, seperti berenang,
pertumbuhan dan reproduksi. Oksigen ini juga merupakan salah satu faktor pembatas,
oleh sebab itu jika kebutuhan di dalam air tidak tercukupi segala aktivitas ikan akan
terhambat (Kordi, 2004). Oksigen terlarut yang dianggap paling ideal untuk
pertumbuhan dan perkembangan ikan adalah sebesar 5-6 mg/l (Nurcahyo, 2008).
2.6.3. pH
pH (derajat keasaman) mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan
ikan, perairan yang tergolong baik adalah perairan yang sedikit mengalami
goncangan pH (Soesono, 1979 dalam Nurcahyo, 2008). Pada kondsi pH yang rendah
(keasaman tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang sehingga konsumsi
oksigen menurun, sehingga aktivitas pernapasan ikan naik dan selera makan menjadi
berkurang. Oleh karena itu, dalam usaha budidaya ikan akan dapat berjalan dengan
baik apabila pH dalam air 6,5-9,0 dan selera makan ikan tertinggi pada kisaran pH
7,5-8,5 (Kordi, 2004).
Pengaruh Penambahan Ragi..., Septarina, FKIP, UMP, 2015