Post on 01-Apr-2019
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Handphone
Pada tanggal 7 Maret 1876 Alexander Graham Bell secara resmi dianugerahi
paten pertama atas penemuannya yaitu telepon elektronik. Sejak penemuan
itu, telepon banyak memiliki perkembangan teknologi. Telepon touchtone,
telepon wireless, mobile phone, dan yang terbaru smartphone memiliki peran
penting dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat (Hamada et
al., 2011). Saat ini teknologi handphone merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan sehari–hari, dan penggunaannya akan terus
bertambah (Makker et al., 2009).
Handphone merupakan perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai
kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional saluran tetap,
namun dapat dibawa kemana–mana (portable, mobile) dan tidak perlu
disambungkan dengan jaringan telepon menggunakan kabel (Huda, 2008).
Selain sebagai alat komunikasi handphone juga mempunyai kegunaan
mengirim pesan singkat (sms), pengingat waktu (alarm), kalender, kalkulator,
radio, multimedia player yang dapat memproses file audio, video dan gambar
(Battung et al., 2013).
9
Terdapat dua sistem yang digunakan pada ponsel, yaitu global system for
mobile telecommunication (GSM) dengan frekuensi 800 MHz, 900 MHz, dan
1800 MHz dan code divission multiple acces (CDMA) dengan frekuensi 450
MHz, 800 MHz, dan 1900 MHz. Berdasarkan rentangan frekuensi tersebut
gelombang elektromagnetik Handphone berada pada spektrum gelombang
radio (Mahardika, 2009).
2.2 Gelombang Elektromagnetik
Gelombang elektromagnetik adalah kombinasi medan listrik dan medan
magnet yang saling tegak lurus yang berosilasi dan merambat lewat ruang dan
membawa energi dari satu tempat ke tempat yang lain (Yarman, 2010).
Gelombang elektromagnetik berbeda dengan gelombang mekanik, mereka
tidak membutuhkan media untuk merambat. Gelombang elektromagnetik
bahkan dapat merambat di ruang hampa seperti di ruang angkasa (Irfan et al.,
2011).
Gelombang elektromagnetik memiliki sifat–sifat sebagai berikut:
1. Perubahan medan listrik dan medan magnetik terjadi pada saat yang
bersamaan, sehingga kedua medan memiliki harga maksimum dan
minimum pada saat yang sama dan tempat yang sama.
2. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang transversal yang arah
medan listrik dan medan magnetik saling tegak lurus terhadap arah rambat
gelombang.
10
3. Gelombang elektromagnetik mengalami peristiwa pemantulan (refleksi),
mengalami pembiasan (refraksi), mengalami perpaduan (interferensi),
mengalami lenturan (difraksi), dan mengalami pengkutuban (polarisasi).
4. Cepat rambat gelombang elektromagnetik hanya bergantung pada
sifatsifat listrik dan magnetik medium yang ditempuhnya (Setiawan,
2011).
Gambar 1. Gelombang Elektromagnetik (Sumber: Supriyanto, 2007).
2.3 Gelombang Radiasi Elektromagnetik Handphone
Gelombang radiasi sering dianggap menakutkan bagi masyarakat, sesuatu
yang membahayakan, mengganggu kesehatan, dan bahkan keselamatan.
Padahal di sekitar kita ternyata banyak sekali radiasi. Terdapat dua jenis
radiasi yang kita kenal, yaitu radiasi pengion (ionizing radiation) dan radiasi
non–pengion (non–ionizing radiation). Radiasi pengion (ionizing radiation)
merupakan radiasi yang memiliki cukup energi untuk mengionisasi sebuah
atom. Partikel alfa, partikel beta, sinar gamma, radiasi X–ray, dan neutron
termasuk contoh radiasi ion (Rahmatullah, 2009).
11
Sedangkan radiasi non–pengion (non–ionizing radiation) diartikan sebagai
penyebaran atau emisi energi yang bila melalui suatu media dan terjadi proses
penyerapan, berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi
terjadinya proses ionisasi dalam media yang bersangkutan. antara lain meliputi
sinar ultraviolet, cahaya tampak, inframerah, gelombang mikro, gelombang
radio termasuk handphone (Anies, 2007; International Agency for Research
on Cancer, 2002).
Gambar 2. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Sumber: Anies, 2007).
Handphone merupakan alat komunikasi dua arah dengan menggunakan
gelombang radio yang juga dikenal dengan radio frequency (RF), Ketika kita
akan menerima atau melakukan panggilan, suara akan ditulis dalam sebuah
kode tertentu ke dalam gelombang radio dan selanjutnya diteruskan melalui
antena handphone menuju ke base station terdekat dimana anda melakukan
panggilan. Gelombang radio inilah yang menimbulkan radiasi (Swamardika,
2009).
12
Satuan ukuran yang menyatakan banyaknya gelombang elektromagnetik yang
diserap tubuh yaitu specific absorption rate (SAR). Satuan yang digunakan
adalah units of watts perkilogram (W/kg) atau miliwatt percentimeter kuadrat
(mW/cm2) (Swamardika 2009). Batas SAR yang ditetapkan oleh Federal
Communications Commision (FCC) maksimal sebesar 1,6 W/kg (Federal
Communications Commission, 2013; Agarwal & Durairajanayagam, 2015).
Menurut The National Radiological Protection Board (NPRB) UK, Inggris
yang dikutip dari Swamardika (2009), Efek yang ditimbulkan oleh paparan
radiasi gelombang elektromagnetik dari handphone dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Efek fisiologis
Efek fisiologis merupakan efek yang ditimbulkan oleh radiasi gelombang
elektromagnetik tersebut yang mengakibatkan gangguan pada organ
tubuh manusia berupa kanker otak dan pendengaran, tumor, perubahan
pada jaringan mata, termasuk retina dan lensa mata, gangguan pada
reproduksi, hilang ingatan dan kepala pusing.
2. Efek psikologis
Merupakan efek kejiwaan yang ditimbulkan oleh radiasi tersebut
misalnya timbulnya stres dan ketidaknyamanan karena penyinaran radiasi
berulang–ulang.
13
2.4 Testis
2.4.1 Anatomi Testis
Sistem reproduksi pria terdiri dari dua bagian yaitu luar dan dalam,
dimana testis merupakan organ reproduksi bagian dalam. Testis
merupakan kelenjar kelamin jantan pada hewan dan manusia. Testis
berjumlah dua buah yang memiliki struktur berbentuk oval, agak
gepeng dengan panjang sekitar 4 cm dan diameter sekitar 2,5 cm
dengan berat berkisar 10–15 gram. Bersama epididimis, testis berada
di dalam skrotum yang merupakan sabuah kantung ekstra abdomen
tepat di bawah penis (Heffner & Schust, 2006).
Permukaan masing–masing testis tertutup oleh lamina viseralis tunika
vaginalis, kecuali pada tempat perlekatan epididimis dan funiculus
spermaticus. Tunika vaginalis ialah sebuah kantong peritoneal yang
membungkus testis dan berasal dari processus vaginalis embrional.
Lamina parietalis tunika vaginalis melekat pada testis dan epididimis.
Terdapat rongga yang memisahkan antara lamina parietalis dan
lamina viseralis yaitu rongga vaginalis yang berisikan sedikit cairan
dan memungkinkan testis bergerak secara bebas dalam skrotum
(Moore & Agur, 2012).
Di dalam tunika vaginalis terdapat tunika albuginea yang membagi
testis ke dalam septa–septa. Tiap bagiannya disebut sebagai lobulus.
Di setiap 200–300 lobulus, terdapat tubulus seminiferus yang
merupakan tempat sel sperma diproduksi dan sel Leydig. Proses
14
pembentukan sperma di dalam tubulus seminiferus disebut dengan
proses spermatogenesis (Tortora & Derrickson, 2011). Tubulus
seminiferus mengandung pembuluh darah, limfe, dan saraf. Tubulus
seminiferus menghasilkan sel kelamin pria, yaitu spermatozoa,
sedangkan sel Leydig mensekresikan androgen testis (Mescher, 2012).
Testis diperdarahi oleh arteri testicularis yang berasal dari pars
abdominalis aorta, tepat pada bagian kaudal arteri renalis. Venavena
meninggalkan testis dan berhubungan dengan pleksus pampiniformis
yang melepaskan vena testicularis dalam canalis inguinalis. Limfe
dari testis disalurkan ke nodi lymphoidei lumbales dan nodi
lymphoidei pre–aortici. Saraf autonom testis berasal dari pleksus
testicularis sekeliling arteri testicularis. Saraf ini mengandung serabut
parasimpatis dari nervus vagus dan saraf simpatis dari segmen
medulla spinalis thorakal tujuh (Moore & Agur, 2012).
Gambar 3. Anatomi Struktur Testis (Sumber: Mescher, 2012).
15
2.4.2 Fisiologi Testis
Pada mudigah, testis berkembang dari gonadal bridge yang terletak di
bagian belakang rongga abdomen. Pada saat bulan–bulan terakhir
kehidupan janin, testis mulai turun secara perlahan–lahan, menelusuri
rongga abdomen melalui kanalis inguinalis ke dalam skrotum
(Sherwood, 2012). Testis berperan pada sistem reproduksi dan sistem
endokrin, karena memproduksi testosteron yang dihasilkan oleh sel
Leydig yang berpengaruh pada sifat–sifat jantan dan berperan dalam
spermatogenesis. Dan juga sebagai kelenjar eksokrin karena
menghasilkan spermatozoa (Heffner & Schust, 2006).
Setiap testis ditutupi dengan jaringan ikat fibrosa, tunika albuginea,
bagian tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah
menjadi lobus yang mengandung beberapa tubulus disebut tubulus
seminiferus. Bagian tunika memasuki testis dan bagian arteri
testicular yang masuk disebut sebagai hilus (Guyton & Hall, 2008). Di
dalam testis terdapat dua komponen penting yaitu komponen
spermatogenesis dan komponen interlobular. Komponen
spermatogenesis terdiri dari sel germinal dan sel Sertoli pada tubulus
seminiferus. Komponen interlobular terdiri dari sel interstesial Leydig
dan jaringan peritubular serta sistem vaskular dan limfatik (Sherwood,
2012; Guyton & Hall, 2008).
16
Sekitar 80%, testis terdiri dari tubulus seminiferus yang
berkelakkelok, yang di dalamnya berlangsung spermatogenesis.
Tubulus yang berkelak–kelok dalam lobulus semua duktusnya
kemudian meninggalkan testis dan masuk ke dalam epididimis
(Sherwood, 2012). Tubulus seminiferus merupakan tempat terjadinya
spermatogenesis. Tubulus seminiferus di kelilingi oleh membran
basal. Di dekat membran basal ini terdapat sel progenitor untuk
produksi spermatozoa. Epitel yang mengandung spermatozoa yang
sedang berkembang disepanjang tubulus disebut epitel seminiferus
atau epitel germinal (Heffner & Schust, 2006).
Pada potongan melintang testis, spermatosit dalam tubulus berada
dalam berbagai tahap pematangan. Di antara spermatosit terdapat sel
Sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural untuk
menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel Sertoli
memfagosit sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan. Sel ini juga
berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen menjadi
estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik
lokal pada sel Leydig yang memproduksi androgen. Selain itu sel
Sertoli juga menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi
androgen sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus atau sel
Leydig yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus–tubulus
seminiferus (Heffner & Schust, 2006).
17
2.4.3 Histologi Testis
Setiap testis dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang tebal yaitu
tunika albuginea, di dalamnya terdapat lapisan vaskular jaringan ikat
longgar yaitu tunika vaskulosa. Jaringan ikat meluas ke dalam dari
tunika vaskulosa menuju testis untuk membentuk jaringan ikat
interstisial atau textus connectivus intertubularis. Jaringan ikat
interstisial mengelilingi, mengikat, dan menyokong tubulus
seminiferus. Dari mediastinum testis terbentuk septum fibrosa tipis ke
tunika albuginea (Eroschenko, 2007). Septum ini membagi testis
menjadi banyak kompartemen yaitu lobulus. Setiap lobulus
mengandung satu sampai empat tubulus seminiferus yang disekitarnya
terdapat banyak pembuluh darah, jaringan ikat longgar, dan kelompok
sel interstisial atau sel Leydig yang merupakan sel endokrin yang
menghasilkan testosteron (Mescher, 2012).
Tubulus seminiferus, merupakan bagian testis yang berisi sel berlapis
kompleks. Setiap testis memiliki 250–1000 tubulus seminiferus yang
berdiameter berkisar antara 150–250 μm dan panjang 30–70 cm.
panjang gabungan seluruh tubulus pada satu testis mencapai sekitar
250 cm. Tubulus seminiferus ini merupakan suatu gelung berkelok
yang dihubungkan oleh suatu segmen pendek dan sempit, yaitu
tubulus rektus. Tubulus rektus menghubungkan tubulus seminiferus
dengan saluran–saluran anastomosis yang dibatasi oleh epitel labirin,
rete testis. Rete testis yang terdapat dalam jaringan penyambung
mediastinum dihubungkan dengan bagian caput epididimis oleh
18
1020 ductus efferen, yang nantinya didistal menyatu pada duktus
epididimis (Mescher, 2012; Eroschenko, 2007).
Setiap tubulus seminiferus dilapisi oleh suatu epitel berlapis khusus
dan kompleks yang disebut epitel germinal atau epitel seminiferus.
Membran basal epitel ini dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa, dengan
suatu lapisan terdalam yang mengandung sel–sel myeloid gepeng dan
menyerupai otot polos yang memungkinkan kontraksi lemah tubulus.
Sel–sel interstitial berada pada jaringan ikat diantara tubulus
seminiferus (Mescher, 2012).
Gambar 4. Histologi Testis (Sumber: Mescher, 2012).
Epitel tubulus seminiferus terdiri atas dua jenis sel yaitu, sel
penyokong atau sustentakular yang biasa dikenal dengan nama sel
Sertoli, dan sel–sel proliferative dari garis keturunan spermatogenik.
Sel–sel turunan spermatogenik membentuk empat sampai delapan
lapisan konsentris sel dan fungsinya adalah menghasilkan sel sperma.
Bagian produksi sperma yang mencakup pembelahan sel melalui
mitosis dan meiosis disebut spermatogenesis. Diferensiasi akhir sel
benih pria haploid disebut spermiogenesis (Mescher, 2012).
19
2.5 Pengaruh Gelombang Elektromagnetik Handphone Terhadap Testis
Salah satu dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari paparan radiasi
gelombang elektromagnetik handphone adalah gangguan dari sistem
reproduksi yang termasuk diantaranya organ testis. Didasarkan terhadap
kebiasaan masyarakat pengguna handphone yang sering menyimpannya
dalam kantong celana yang berarti secara tidak disadari akan lebih
mendekatkanya pada testis (Maria et al., 2014).
Handphone akan mengeluarkan gelombang radio frequency electromagnetic
waves (RF–EMW) yang dapat berpotensi menimbulkan kerusakan thermal
dan non–thermal yang akan berdampak kepada jaringan biologis testis.
Namun kerusakan thermal dari radiasi handphone kurang memungkinkan
menimbulkan efek yang merugikan, karena efek thermal baru akan terjadi
pada nilai SAR 4.0 W/kg bahkan dapat lebih besar. Sedangkan efek
nonthermal mencakup semua interaksi gelombang elektromagnetik
handphone memiliki dampak yang lebih berbahaya karena kemampuannya
untuk menembus tubuh manusia tanpa harus memerlukan media
penghantaran (Kesari et al., 2013; Agarwal & Durairajanayagam, 2015).
Gambar 5. Efek Radiasi Handphone Terhadap Testis (Sumber: Hamada et al., 2011).
20
Paparan RF–EMW pada testis akan menyebabkan peningkatan reactive
oxygen species (ROS) yang dimana berperan sebagai mekanisme dasar dalam
penurunan fungsi fisiologi dan kerusakan jaringan (Hamada et al., 2011).
Peningkatan produksi ROS, seperti malondialdehyde (MDA) akan selalu
diikuti dengan penurunan kadar antioksidan di dalam tubuh seperti
superoksida dismutase (SOD) dan glutathione peroksidase (GSH–Px) dan
dengan demikian juga tentu akan mengurangi dari jumlah total antioxidant
capacity (TAC) (Kesari et al., 2010). Akibat dari ketidakseimbangan antara
ROS–TAC inilah yang akan menimbulkan terjadinya stres oksidatif (OS)
(Agarwal & Durairajanayagam, 2015).
Beberapa penelitian menyebutkan peningkatan dari ROS dan OS dalam
jumlah besar dapat menyebabkan respon patologis diantaranya menurunnya
kualitas sperma yang dinilai dari beberapa parameter yaitu, berkurangnya
jumlah sperma, penurunan motilitas, penurunan viabilitas dan perubahan
morfologi sperma tersebut (Desai et al., 2009). Penelitian lain juga
menyatakan bahwa terdapat perubahan dari histologi testis yaitu terjadi
degenerasi pada tubulus seminiferus serta memiliki jarak intertubular yang
melebar akibat dari sel–sel germinal banyak yang mengalami peluruhan
(Almasiova et al., 2013).
21
Gambar 6. Penampang Silang Dari Jaringan Testis Menunjukkan Berbagai Efek
Dari RF–EMW Handphone Pada Komponen Seluler Dari Testis (Sumber:
Hamada et al., 2011).
2.6 Manggis
2.6.1 Taksonomi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.)
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Parietales
Suku : Guttifera
Marga : Garcinia
Jenis : Garcinia mangostana L.
(Sumber: Pasaribu & Sitorus, 2012).
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tumbuhan yang
berasal dari daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia, Malaysia,
Thailand dan Myanmar. Manggis merupakan tumbuhan fungsional
karena sebagian besar dari tumbuhan tersebut dapat dimanfaatkan
22
sebagai obat (Al–Massarani et al., 2013). Akan tetapi, banyak yang
tidak mengetahui jika kulit buah manggis memiliki khasiat. Kulit buah
manggis yang selama ini dibuang sebagai limbah setelah habis
menyantap daging buah, ternyata memiliki segudang manfaat penting
bagi kesehatan. Di dalam kulit buah manggis kaya akan antioksidan
seperti xanthone dan antosianin (Weecharangsan et al., 2006;
Moongkarndi et al., 2004; Nugroho, 2009).
2.6.2 Kandungan Kulit Manggis
Buah manggis memiliki beberapa kandungan yang baik bagi tubuh
kita seperti serat dan karbohidrat, serta mengandung banyak sekali
vitamin A, B2, B6 dan vitamin C dan mengandung berbagai mineral
seperti zat besi, kalsium, dan kalium. Kandungan yang terdapat pada
daging buah manggis antara lain gula sukrosa, dekstrosa dan levulosa
(Yunitasari, 2012).
Sedangkan kulit manggisnya mengandung air 62,05%, lemak 0,63%,
protein 0,71% dan karbohidrat 35,61%. Beberapa penelitian banyak
menyebutkan bahwa kulit manggis sangat kaya akan kandungan
antioksidan di dalamnya, antara lain xanthone, antosianin, tannin,
saponin, flavonoid, alkaloid, glikosida dan asam fenolat (Ardiani,
2012; Yunitasari, 2012).
23
Gambar 7. Buah Manggis (Sumber: Shibata et al. 2011).
2.6.3 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan. Molekul ini sangat reaktif dan
akan menyerang molekul stabil yang ada di dekatnya sehingga
menjadi radikal bebas (Kothari et al., 2010). Dengan demikian maka
radikal bebas akan memicu terjadinya reaksi berantai. Terdapat dua
bentuk umum dari radikal bebas yaitu reactive oxygen species (ROS)
dan reactive nitrogen species (RNS). Termasuk ROS di antaranya ion
superoxide (O2–), hydrogen peroxide (H2O2), hydroxyl radical (OH),
dan peroxyl radical (OOH). Sementara RNS sering dianggap sebagai
subklas dari ROS, di antaranya nitic oxide (NO), nitrous oxide (N2O),
peroxynitrite (NO3), nitroxyl anion (HNO) dan peroxynitrous acid
(HNO3) (Marciniak et al., 2009; Kothari et al., 2010).
Reactive oxygen species atau ROS dapat terbentuk sebagai produk
samping selama reaksi oksidasi fosforilasi dalam rantai transpor
elektron pada mitokondria. Oksidasi fosforilasi bertujuan untuk
24
membentuk energi dalam bentuk ATP. Pembentukan ATP tersebut
membutuhkan O2, tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen
untuk membentuk air, sekitar 4%–5% berubah menjadi radikal bebas
(Ngurah, 2007; Figueiredo et al., 2008; Marciniak et al., 2009).
2.6.4 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menangkal atau
meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh dengan cara
mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan
sehingga aktivitasnya bisa dihambat (Winarsi, 2007). Antioksidan
dapat digolongkan menjadi antioksidan enzimatis dan non–enzimatis.
Antioksidan enzimatis disebut juga antioksidan primer atau
antioksidan endogen, diantaranya glutathione peroxidase (GPx),
katalase, dan superoxide dismutase (SOD). Sedangkan, antioksidan
non–enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau antioksidan
eksogen, digolongkan sebagai yang larut dalam lemak seperti
tokoferol, karotenoid, flavoniod, quinon, dan bilirubin, sementara
yang larut dalam air seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat
logam dan protein pengikat heme (Prangdimurti, 2007). Di samping
itu, dikenal juga antioksidan sintetik seperti butil hidroksi anisol
(BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat (PG), tert–butil
hidroksi quinon (TBHQ) (Winarsi, 2007; Prangdimurti, 2007).
25
2.6.5 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Manggis
Beberapa peneliti telah banyak melakukan percobaanya terhadap
aktivitas antioksidan yang terdapat di dalam ekstrak kulit buah
manggis (Garcinia mangostana L.). Metode yang paling sering
digunakan adalah 2,2–difenil–1–pikrilhidrazin (DPPH). Metode
DPPH pada prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh
DPPH dari senyawa antioksidan. Derajat penurunan warna ungu
merah DPPH menjadi DPPH dalam bentuk tereduksi yang berwarna
kuning mengindikasikan kemampuan peredaman senyawa tersebut
sebagai antiradikal bebas (Kosem et al., 2007).
Weecharangsan et al. (2006), mempelajari sifat antioksidan dan
neuroprotektif dari empat jenis ekstrak kulit buah manggis (ekstrak
air, etanol 50%, etanol 95%, dan ethyl acetate). Kapasitas antioksidan
tersebut diuji dengan metode DPPH dengan konsentrasi 1; 10; 50 dan
100 μg/ml pada masing–masing ekstrak. Kapasitas antioksidan
ekstrak tersebut kemudian diuji pada sel neuroblastoma (NG108–15)
yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2), kedua ekstrak tersebut
(ekstrak air dan etanol 50%) menunjukan kemampuan sebagai
neuroprotektif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Chomnawang et
al. (2007) dengan menggunakan metode DPPH juga menunjukan
bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan. Ekstrak tersebut dapat menurunkan produksi
ROS secara signifikan pada sel polymorphonuclear leucocyte (PML)
pada anion superoxide.
26
Pada penelitian Haruenkit et al. (2007), menunjukkan aktivitas
antioksidan manggis dengan metode DPPH dan
3ethylbenzothiazoline–6–sulphonic acid (ABTS) assays. Pada
penelitian tersebut, tikus Wistar betina yang diberi makan standar dan
tambahan 1% kolesterol serta 5% ekstrak manggis, menunjukkan
mampu menghambat peningkatan lipid plasma dan peningkatan
aktivitas antioksidan. Kosem et al. (2007) juga meneliti aktivitas
antioksidan ekstrak etanol kulit buah manggis dengan menggunakan
metode DPPH. Ekstrak tersebut juga mempunyai kemampuannya
meredam ion radikal seperti, hydroxyl radical, superoxide, nitric
oxide, juga menghambat terjadinya peroksidasi lipid.
Pothitirat et al. (2010) mengekstrak kulit buah manggis dengan etanol
95% dengan cara maserasi, perkolasi, ultrasonik, dan magnetic stirrer,
serta etanol 50%, 70%, dan 95% dengan menggunakan soxhlet.
Aktivitas antioksidan ekstrak tersebut yang diuji dengan
menggunakan metode DPPH dan diketahui bahwa ekstrak etanol 95%
dengan cara maserasi dan soxhlet mempunyai aktivitas antioksidan
yang baik, namun demikian ekstrak 50% etanol dengan menggunakan
37 soxhlet menunjukan aktivitas antioksidan yang terbaik.
Sementara Moongkarndi et al. (2004) menunjukkan bahwa ekstrak
kulit buah manggis secara signifikan mampu mengurangi produksi
ROS pada human breast cancer (SKBR3), yang diukur dengan
menggunakan metode 2,7–dichlorofluorescein diacetate
27
(DCFHDA). Metode yang sama juga digunakan oleh Kosem et al.
(2007) pada human umbilical vein endothelial cell (ECV304).
Kondo et al. (2009) melakukan penelitian tentang pemberian
suplemen mangosteen plus yang kaya xanthone. Kemudian
mengamatinya dalam darah setelah 1, 2, 4, dan 6 jam pemberian. Ada
peningkatan kadar a–mangostin yang signifikan dalam plasma. Kadar
maksimum sebesar 3,12 μg/ml terdeteksi setelah satu jam pemberian,
kemudian menurun sepertiganya empat jam setelah pemberian dan
level ini bertahan sampai enam jam setelah pemberian. Pengamatan
juga dilakukan terhadap kapasitas antioksidan plasma dan
menunjukan bahwa pemberian suplemen tersebut meningkatkan
kapasitas antioksidan plasma lebih dari 16% setelah satu jam
pemberian dan mencapai 18 % setelah dua jam dan level ini bertahan
sampai akhir pengamatan (6 jam).
2.7 Tikus Putih (Rattus norvegicus)
2.7.1 Taksonomi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentai
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
(Sumber: Natawidjaya & Suparman, 2004).
28
2.7.2 Jenis
Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan pengerat dan
sering digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk
penelitian, dikarenakan tikus merupakan hewan yang mewakili dari
kelas mamalia, karena kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi,
metabolisme biokimia, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah
dan ekskresi menyerupai manusia. Galur tikus yang sering digunakan
dalam penelitian, antara lain: Sprague dawley, Wistar, Long evans dan
Holdzman.
Tikus putih juga memiliki berbagai sifat menguntungkan, seperti:
1) Cepat berkembang biak
2) Mudah dipelihara dalam jumlah banyak
3) Lebih tenang, dan ukurannya lebih besar daripada mencit.
Tikus putih juga memiliki ciri–ciri albino, kepala kecil dan ekor yang
lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat,
temperamennya buruk, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap
perlakuan (Isroi, 2010).
2.7.3 Biologi Tikus Putih
Di Indonesia hewan percobaan ini sering dinamakan tikus besar
dibandingkan dengan tikus liar. Tikus laboratorium lebih cepat
menjadi dewasa dan umumnya lebih mudah berkembang biak. Berat
badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan dengan berat
badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35–40
29
gram, dan berat dewasa rata–rata 200–250 gram (Fakultas Kedokteran
Hewan UGM, 2005).
Tabel 1. Data Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Sumber: Isroi, 2010).
DATA BIOLOGI KETERANGAN
Lama hidup 2,5–3,5 tahun
Berat badan
Newborn 5–6 gr
Pubertas 150–200 gr
Dewasa jantan 300–800 gr
Dewasa betina 200–400 gr
Reproduksi
Kematangan seksual 65–110 hari
Siklus estrus 4–5 hari
Gestasis 20–22 hari
Penyapihan 21 hari
Fisiologi
Suhu tubuh 35,9–37,5
Denyut jantung 250–600 kali/menit
Laju nafas 64–144 kali/menit
Tekanan darah diastole 60–90 mmHg
Tekanan darah sistol 75–120 mmHg
Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan sebagai hewan percobaan
karena tikus juga dapat menderita suatu penyakit dan sering dipakai dalam
studi nutrisi, tingkah laku, kerja obat, dan toksikologi (Isroi, 2010).
2.8 Kerangka Penelitian
2.8.1 Kerangka Teori
Paparan gelombang elektromagnetik handphone terhadap testis akan
memicu peningkatkan ROS dan penurunan jumlah TAC.
Ketidakseimbangan antara ROS dan TAC ini akan menimbulkan stres
oksidatif yang nantinya akan menyebabkan penurunan kualiitas
sperma dan kerusakan tubulus seminiferus. Untuk menanggulangi
radikal bebas tersebut dibutuhkan senyawa antioksidan. Ekstrak etanol
30
kulit manggis memiliki senyawa antioksidan yaitu xanthone.
Xanthone akan menghambat pembentukan ROS sehingga akan
mengurangi kerusakan yang akan terjadi pada jaringan testis.
Keterangan :
= Variabel yang di teliti
= Peningkatan
= Penurunan
= Menghambat
Gambar 8. Kerangka Teori.
Paparan Gelombang
Elektromagnetik Handphone
Xanthone
Reactive Oxygen Species (ROS)
&
Total Antioxidant Capacity (TAC)
Pemberian Ekstrak
Etanol Kulit
Manggis
Gambaran Histopatologi Testis
Jumlah Sel Spermatogenik
Jumlah Sel Spermatozoa
Kualitas Sperma
Stres Oksidatif
Ketidakseimbangan antara
ROS & TAC
Antioksidan
Testis
31
2.8.2 Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 9. Kerangka Konsep.
2.9 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana
L.) dalam memperbaiki gambaran histopatologi testis terhadap jumlah sel
spermatozoa testis tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley
yang dipapari gelombang elektromagnetik handphone.
2. Terdapat pengaruh ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana
L.) dalam memperbaiki gambaran histopatologi testis terhadap jumlah sel
spermatogenik testis tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley
yang dipapari gelombang elektromagnetik handphone.
Pengaruh Ekstrak Etanol Kulit
Manggis (Garcinia Mangostana L.)
dan Paparan Gelombang
Elektromagnetik Handphone
Gambaran Histopatologi Testis
Terhadap Jumlah Sel
Spermatozoa dan Sel
Spermatogenik Tikus Putih Galur
Sprague Dawley