Post on 09-Feb-2020
8
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Ngadiman dan Puspitasri (2014) telah melakukan Penelitian dengan judul
“Pengaruh leverage, kepemilikan institusional, dan ukuran perusahaan terhadap
penghindaran pajak (Tax Avoidance)”. Peneltian ini mengunakan populasi
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010-2012. Data yang
digunakan merupakan data sekunder dan sampel berupa laporan keuangan dari
170 perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2010-2012. Penelitian ini
menggunakan metode tidak acak. Teknik pemilihan sampel menggunakan
purposive sampling dan data dianalisis menggunakan analisis regresi linear
berganda. Data dianalisis dengan menggunakan software SPSS versi 21 hasil
Penelitian menunjukan bahwa variabel leverage tidak berpengaruh signifikan
terhadap Tax Avoidance. Sedangkan variabel kepemilikan institusional dan ukuran
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance.
Darmawan dan Sukartha (2014) telah melakukan penelitiandengan judul
“Pengaruh Penerapan Corporate Governance, Leverage, Return on Assets (ROA),
dan Ukuran Perusahaan pada penghindaran pajak”. Populasi yang menjadi objek
penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan
masuk dalam peringkat CGPI periode 2010-2012.jumlah sampel pada penelitian
ini berumlah 55 perusahaan. Penghindaran pajak dapat diukur dengan selisih
antara laba komersial dengan laba fiskal kemudian dibagi dengan total aset
perusahaan. hasil penelitian ini menunjukan bahwa Corporate Governance,
9
Return on Assets (ROA) dan Ukuran Perusahaan berpengaruh pada penghindaran
pajak sedangkan Leverage tidak berpengaruh pada penghindaran pajak.
Swingly dan Sukartha (2015) telah melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Karakter Eksekutif, Komite Audit, Ukuran Perusahaan, dan Sales
Growth pada Tax Avoidance”. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013. Data diperoleh
dengan cara mengakses halaman Bursa Efek Indonesia. Cara penentuan sampel
dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan teknik
purposive sampling sehingga didapat jumlah sampel sebanyak 41 perusahaan dan
jumlah pengamatan (observasi) sebanyak 123 kali. data pada penelitian ini
dianalisis dengan teknik analisis linier berganda. Hasil Penelitian ini menunjukan
bahwa Karakter Eksekutif,dan Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap
Tax Avoidance. Leverage berpengaruh negative terhadap Tax Avoidance. Komite
Audit,dan Sales Growth tidak berpengaruh terhadap Tax Avoidance.
Yolanda,dkk (2016) telah melakukan penelitian dengan judul “pengaruh
Return On Assets, ukuran perusahaan,dan Sales Growth terhadap penghindaran
pajak”. Sampel dalam penelitian ini berupa perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010-2014. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan data
laporan keuangan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa Return On Assets dan Sales Growth berpengaruh negatif terhadap tax
10
avoidance sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap tax
avoidance.
B.Teori dan Kajian Pustaka
1. Teori Agensi
Teori agensi mengidentifikasi bahwa di dalam perusahaan terdapat pihak-
pihak yang memiliki berbagai kepentingan utnuk mencapai tujuan perusahaan
sehingga menimbulkan hubungan agensi. Jensen dan Mckling (1976) menyatakan
bahwa hubungan agensi adalah kontrak antara satu orang atau lebih (principal)
yang melibatkan orang lain (agent) untuk melaksanakan beberapa jasa atas nama
mereka yang melibatkan pendelegasian beberapa otoritas pengambilan keputusan.
Menurut Eisenhard (1989) teori agensi dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi
yaitu :
a. Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat
untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas
(bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion)
b.Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,
efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI)
antara prinsipal dan agen.
c.Asumsi tentang informasi.
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai
barang komoditi yang bisa diperjual belikan.
11
Hubungan agensi mengakibatkan munculnya asimetri informasi karena Agent
mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan
perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan principal. Menurut Scott
(2003) terdapat dua jenis asimetri informasi, yaitu: 1) Adverse Selection, pada
awalnya terdapat indikasi untuk memberikan informasi, tetapi karena pihak lain
tidak tahu atau dianggap tidak tahu maka informasi tidak jadi diberikan. 2) Moral
Hazard, sejak awal telah terdapat indikasi untuk tidak memberikan informasi
tersebut kepada pihak lain. Asimetri informasi yang terjadi mendorong agent
untuk dapat bertindak sesuai dengan kepentingannya terlebih dahulu
dibandingkan dengan pihak lain. Hal ini sesuai dengan teori agensi yang
mengasumsikan bahwa setiap individu bertindak sesuai dengan kepentingan
masing-masing untuk memaksimalkan keuntungan miliknya. Teori ini berusaha
untuk mengambarkan Faktor-Faktor utama yang sebaiknya dipertimbangkan
dalam merancang Kontrak insentif (Warsidi dan Pramuka, 2009)
2. Tax Avoidance
Jacob (2014) mendefinisikan Tax Avoidance sebagai suatu tindakan untuk
melakukan pengurangan atau meminimalkan kewajiban pajak dengan hati-hati
mengatur sedemikian rupa untuk mengambil keuntungan dari celah-celah dalam
ketentuan pajak seperti: pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan
objek pajak. sebagai contoh: perusahaan yang mengubah tunjangan karyawan
dalam bentuk uang menjadi pemberian natura,karena natura bukan merupakan
objek pajak dalam pph pasal 21.Menurut mardiasmo (2003) dalam Budiman dan
Setiyono (2012), penghindaran pajak (Tax Avoidance) adalah suatu usaha
12
meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang yang ada.
Perusahaan melakukan Tax avoidance karena pajak merupakan beban yang akan
mengurangi laba bersih yang dihasilkan. Oleh sebab itu perusahaan akan
melakukan berbagai cara untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.
Suandy (2011) memaparkan beberapa faktor yang memotivasi wajib pajak
untuk melakukan penghematan pajak dengan ilegal, antara lain:
1.Jumlah pajak yang harus dibayar.
Besarnya jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, semakin besar
pajak yang harus dibayar, semakin besar pula kecenderungan wajib pajak untuk
melakukan pelanggaran
2.Biaya untuk menyuap fiskus.
Semakin kecil biaya untuk menyuap fiskus, semakin besar kecenderungan
wajib pajak untuk melakukan pelanggaran;
3.Kemungkinan untuk ketahuan.
Semakin kecil kemungkinan suatu pelanggaran terdeteksi maka semakin
besar kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran; dan
4.Besar sanksi
Semakin ringan sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran, semakin besar
kecenderungan wajib pajak untuk melakukan pelanggaran.
Menurut komite fiskal OECD dalam Fadhilah (2014) menyebutkan bahwa
terdapat tiga karakter dari tax avoidance yaitu :
13
1. Adanya unsur artificial arrangement, dimana berbagai pengaturan seolah-olah
terdapat didalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor
pajak.
2. Seringkali memanfaatkan loopholes (celah) dari undang-undang atau
menerapkan ketentuan ketentuan legal untuk berbagai tujuan, yang berlawanan
dari isi undang-undang sebenarnya,
3. Terdapat unsur kerahasiaan. Biasanya konsultan yang ditunjuk perusahaan
untuk mengurus pajak perusahaan tersebut menunjukkan cara penghindaran pajak
yang dilakukannya dengan syarat wajib pajak harus menjaga kerahasiaannya
sedalam mungkin.
Menurut Merks (2007) dalam prakoso, (2014) ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk melakukan tax avoidance, yaitu :
1. Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara-negara yang
memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax heaven
country) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning)
2. Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi dari
transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak yang
paling rendah (Formal tax planning)
3. Ketentuan Anti Avoidance atas transaksi transfer pricing, thin capitalization,
treaty shopping, dan controlled foreign corporation (Specific Anti Avoidance
Rule); serta transaksi yang tidak mempunyai substansi bisnis (General Anti
Avoidance Rule).
14
3. RETURN ON ASSETS (ROA)
Return On Asset adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total asset (kekayaan) yang
dimiliki perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai asset
tersebut (Hanafi dan Halim, 2009:159). Menurut Lestari dan Sugiharto (2007)
dalam Prakosa (2014), ROA merupakan pengukur keuntungan bersih yang
diperoleh dari penggunaan aktiva. Rasio ini mengukur efektivitas perusahaan
dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang akan digunakan
untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Munawir, 2002:89)
Menurut IAI (2004:14) total aktiva adalah segala sumber daya yang dikuasai
oleh perusahaan akibat dari transaksi masa lalu yang diharapkan dapat
memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan dimasa yang akan datang. Total
aktiva itu sendiri merupakan jumlah dari aktiva lancar dan aktiva tetap.
Perusahaan yang mempunyai jumlah aktiva yang besar akan lebih diperhatikan
oleh investor, kreditur, pemerintah, dan pihak lainnya.
Menurut Abdullah (2005:124) beberapa kegunaan dari Return On Assets
(ROA) dikemukakan sebagai berikut:
1. Salah satu kegunaanya yang prinsipil ialah sifatnya yang menyeluruh. Apabila
perusahaan sudah menjalankan praktik akuntansi yang baik maka manajemen
dapat menggunakan Return On Assets (ROA) dapat mengukur penggunaan
modal kerja, efisiensi produk dan efisiensi bagian penjualan.
2. Return on assets (ROA) dapat membandingkan efisiensi penggunaan modal
pada perusahaan dengan perusahaan lain jenis.
15
3. Return on assets (ROA) dapat digunakan untuk mengukur tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh devisi atau bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua
biaya dan modal dalam bagian yang bersangkutan.
4. Return on assets (ROA) dapat digunakan untuk mengukur rentabilitas dari
masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan.
5. Return on assets (ROA) selain berguna untuk keperluan control, juga berguna
untuk keperluan perencanaan.
4. Pertumbuhan penjualan
Swastha dan Handoko (2001), “Pertumbuhan atas penjualan merupakan
indikator penting dari penerimaan pasar dari produk dan/atau jasa perusahaan
tersebut, dimana pendapatan yang dihasilkan dari penjualan akan dapat digunakan
untuk mengukur tingkat pertumbuhan penjualan. Tingkat pertumbuhan penjualan
merupakan ukuran sampai sejauhmana perusahaan mampu meningkatkan
penjualannya, sehingga semakin tinggi peningkatan penjualan, maka akan
semakin tinggi pula struktur modal perusahaan. Menurut Perdana (2013) dalam
dewinta dan Setiawan (2016). pertumbuhan penjualan pada suatu perusahaan
menunjukkan bahwa semakin besar volume penjualan maka laba yang akan
dihasilkan pun akan meningkat. Pertumbuhan yang meningkat memungkinkan
perusahaan akan lebih dapat meningkatkan kapasitas operasi perusahaan karena
dengan pertumbuhan penjualan yang meningkat, perusahaan akan memperoleh
profit yang meningkat pula. Pertumbuhan penjualan dapat dihitung melalui
perhitungan dari penjualan akhir periode pada tahun i dikurangi dengan penjualan
16
akhir periode tahun sebelumnya dibagi dengan penjualan akhir periode tahun
sebelumnya.
5. Ukuran Perusahaan
Machfoedz (1994) dalam Kurniasih (2013) menyatakan bahwa ukuran
perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan perusahaan menjadi
perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara seperti total aktiva atau total
asset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah
penjualan. Aset dinilai memiliki tingkat kestabilan yang cukup berkesinambungan
(Maria dan Kurniasih,2013). Menurut IAI (2004:14) total aktiva adalah segala
sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan akibat dari transaksi masa lalu yang
diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan dimasa yang
akan datang. Total aktiva itu sendiri dilihat dari jumlah dari aktiva lancar dan
aktiva tetap. Perusahaan yang mempunyai jumlah aktiva yang besar akan lebih
diperhatikan oleh investor, kreditur, pemerintah, dan pihak lainnya.
Semakin besar total asset maka menunjukkan bahwa perusahaan memiliki
prospek baik dalam jangka waktu yang relative panjang. dikarenakan perusahaan
lebih stabil dan lebih mampu dalam menghasilkan laba dibandingkan dengan
perusahaan dengan total asset yang kecil (Ngadiman & Puspitasari, 2014).
Perusahaan yang termasuk dalam perusahaan besar cenderung memiliki sumber
daya yang lebih besar dibandingkan perusahaan kecil sehingga dalam melakukan
pengelolaan pajak dapat optimal. Sebaliknya perusahaan berskala kecil tidak
dapat optimal dalam mengelola beban pajaknya dikarenakan kekurangan ahli
dalam perpajakan (Nicodeme, 2007 dalam Darmadi 2013).
17
Xaf0 penentuan untuk perusahaan didasarkan pada total asset perusahaan
(Machfoedz,1994) dalam Febrianty (2011). Kategori ukuran perusahaan sebagai
berikut:
a. Perusahaan Besar
Perusahaan besar adalah Perusahaan yang memiliki kekayaan bersih lebih
dari RP 10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki Penjualan lebih dari
Rp 50 Milyar/tahun.
b. Perusahaan Menengah
Perusahaan menengah adalah Perusahaan yang memiliki kekayaan bersih
Rp 1-10 Milyar termasuk tanah dan bangunan. Memiliki hasil penjualan lebih
besar dari Rp 1 Milyar dan kurang dari Rp 50 Milyar/tahun.
c. Perusahaan Kecil
Perusahaan kecil adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih Paling
banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan dan memiliki hasil
penjualan minimal Rp 1 Milyar/tahun.
6. Leverage
Menurut (Fakhrudin, 2008 :109). Leverage merupakan jumlah utang yang
digunakan untuk membiayai atau membeli asset-asset perusahaan. menurut
(Kurniasih dan Sari, 2013). Leverage adalah rasio yang mengukur kemampuan
utang baik jangka panjang maupun jangka pendek untuk membiayai aktiva
perusahaan. menurut (Marfu’ah, L. 2015) Perusahaan menggunakan Leverage
dengan maksud agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya asset
18
dan sumber dananya dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan pemegang
saham.
Untuk menghitung leverage bisa menggunakan beberapa ukuran yaitu debt
to equity ratio, debt to asset ratio, debt service coverage, serta long term debt to
total equity. Dalam penelitian ini, leverage ratio dihitung dengan Debt to Assets
Ratio (DAR). Debt to Assets Ratio (DAR) digunakan untuk mengukur bagian
aktiva yang digunakan untuk menjamin keseluruhan kewajiban atau hutang dalam
struktur laporan keuangan perusahaan.
C.Kerangka Pemikiran
Variabel Independent Variabel Dependent
D. Hipotesis.
1. Pengaruh Return On Asset (ROA) Terhadap Tax Avoidance
Menurut Lestari dan Sugiharto (2007) dalam Prakosa (2014), ROA
merupakan pengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva.
Semakin tinggi nilai dari ROA, berarti semakin tinggi nilai dari laba bersih
perusahaan dan semakin tinggi profitabilitasnya. Profitabilitas tinggi akan
berdampak pada besarnya pajak terutang sehingga perusahaan akan berusaha
Return On Asset
Pertumbuhan Penjualan
Ukuran perusahaan
Leverage
Tax avoidance
19
untuk meminimalkan pajak terutangnya. Menurut (Chen et, al, (2010) dalam
Prakosa, (2014). Perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi memiliki
kesempatan untuk memposisikan diri dalam tax planning yang mengurangi
jumlah beban kewajiban perpajakan. Berdasarkan hasil dari penelitian darmawan
dan sukartha (2013) menyatakan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap
penghindaran pajak dikarenakan perusahaan mampu mengelola asetnya dengan
baik salah satunya dengan memanfaatkan beban penyusutan dan amortisasi, serta
beban penelitian dan pengembangan yang dapat dimaanfatkan sebagai pengurang
penghasilan kena pajaknya serta memperoleh keuntungan dari insentif pajak dan
kelongaran pajak lainnya sehingga perusahaan tersebut terlihat melakukan
penghindaran pajak sehingga tercapai keuntungan yang maksimal. Penelitian
Handayani, (2015) diperoleh hasil bahwa Return On Assets berpengaruh negatif
terhadap aktivitas tax Avoidance.
Dari penjelasan tersebut dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1: ROA berpengaruh terhadap Tax Avoidance.
2. Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Terhadap Tax Avoidance
Swastha dan Handoko (2001), “Pertumbuhan atas penjualan merupakan
indikator penting dari penerimaan pasar dari produk dan/atau jasa perusahaan
tersebut, dimana pendapatan yang dihasilkan dari penjualan akan dapat digunakan
untuk mengukur tingkat pertumbuhan penjualan”. Tingkat pertumbuhan penjualan
merupakan ukuran sampai sejauhmana perusahaan mampu meningkatkan
penjualannya. penelitian Budiman dan Setiyono (2012) diperoleh hasil bahwa
pertumbuhan penjualan (sales growth) berpengaruh terhadap penghindaran pajak.
20
Pertumbuhan yang meningkat memungkinkan perusahaan akan lebih dapat
meningkatkan kapasitas operasi perusahaan. Sebaliknya bila pertumbuhannya
menurun perusahaan akan menemui kendala dalam rangka meningkatkan
kapasitas operasinya. Penelitan Yolanda dkk (2016) diperoleh hasil bahwa
pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak
dikarenakan pertumbuhan penjualan yang tinggi mengindikasikan laba yang
tinggi pada perusahaan sehingga mampu memberi kontribusi agar manajemen
untuk tidak melakukan penghindaran pajak.
dari penjelasan tersebut dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H2 : Pertumbuhan Penjualan berpengaruh pada Tax Avoidance
3. Pengaruh Ukuran Perusahaaan Terhadap Tax Avoidance
Machfoedz (1994) dalam Kurniasih (2013) menyatakan bahwa ukuran
perusahaan adalah suatu skala yang dapat mengklasifikasikan perusahaan menjadi
perusahaan besar dan kecil menurut berbagai cara seperti total aktiva atau total
asset perusahaan, nilai pasar saham, rata-rata tingkat penjualan, dan jumlah
penjualan. ukuran perusahaan dalam penelitian ini menggunakan total asset. Aset
dinilai memiliki tingkat kestabilan yang cukup berkesinambungan (Maria dan
Kurniasih,2013).
Semakin besar asset yang dimilki semakin meningkat juga jumlah
produktivitasnya. Hal tersebut akan membuat laba semakin tinggi sehingga
mempengaruhi tingkat pembayaran pajaknya. Perusahaan yang termasuk dalam
perusahaan besar cenderung memiliki sumber daya yang lebih besar dibandingkan
perusahaan kecil sehingga dalam melakukan pengelolaan pajak dapat optimal.
21
Sebaliknya perusahaan berskala kecil tidak dapat optimal dalam mengelola beban
pajaknya dikarenakan kekurangan ahli dalam perpajakan (Nicodeme, 2007 dalam
Darmadi 2013).
Menurut Darmawan dan Sukartha (2014) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh pada penghindaran pajak. makin besar
Perusahaan maka makin besar sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan
tersebut untuk mengelola beban pajaknya. Hasil dalam penelitian Darmawan dan
Sukartha didukung dengan teori kekuasaan politik yang menjelaskan bahwa
perusahaan yang besar akan memiliki sumber daya yang besar untuk
mempengaruhi proses politik yang dikehendaki dan menguntungkan perusahaan
termasuk untuk melakukan penghindaran pajak agar mencapai penghematan pajak
yang optimal.
H3:Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Tax Avoidance
4. Pengaruh Leverage Terhadap Tax Avoidance
Leverage adalah rasio yang mengukur kemampuan utang baik jangka
panjang maupun jangka pendek untuk membiayai aktiva perusahaaan (Kurniasih
dan Sari, 2013). Menurut Suyanto dan supramono (2012) Perusahaan
dimungkinkan menggunakan utang dalam memenuhi kebutuhan operasional dan
investasi perusahaan. akan tetapi pengggunaan utang akan menimbulkan beban
tetap (Fixed rate of return) yang disebut dengan bunga. beban bunga dapat
digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan pajak semakin besar utang yang
dimiliki maka laba kena pajak akan menjadi lebih kecil Karena insentif pajak atas
bunga utang semakin besar, Darmawan dan Sukartha (2014). hal tersebut
22
membawa pengaruh kepada perusahaan untuk meningkatkan pengunaan utang,
penelitian Ozkan, 2011 dalam kurniasih dan sari, 2013 memberikan bukti bahwa
perusahaan yang memiliki kewajiban pajak tinggi akan memilih untuk berutang
agar mengurangi pajak.
menurut Marfu’ah, 2015. dalam penelitianya menyatakan bahwa leverage
berpengaruh terhadap tax avoidance Semakin tinggi nilai dari rasio leverage
berarti semakin tinggi jumlah pendanaan dari utang pihak ketiga yang digunakan
perusahaan maka akan semakin tinggi pula biaya bunga yang timbul dari utang
tersebut. Biaya bunga yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh
berkurangnya beban pajak perusahaan. Semakin tinggi nilai leverage maka
tindakan tax avoidance perusahaan akan semakin tinggi. Utang akan
mengakibatkan munculnya beban bunga sehingga dapat menjadi pengurang laba
kena pajak. dari penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
H4: Leverage berpengaruh terhadap Tax Avoidance