Post on 06-May-2019
7
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Manajemen Berbasis Sekolah
Suparlan, dkk (2012) Manajemen Berbasis Sekolah
sebagai terjemahan dari School Based Management, dapat
diartikan sebagai pengalihan dalam pengambilan keputusan
dari tingkat pusat sampai ke tingkat sekolah yang
mempunyai peranan memberikan kewenangan dalam
pengambilan keputusan dipandang sebagai otonomi di
tingkat sekolah dalam pemberdayaan sumber-sumber
(resources) sehingga sekolah mampu secara mandiri
menggali, mengalokasikan, dan mempertanggungjawabkan
(akuntabilitas) kepada setiap yang berkepentingan
(stakeholders)
Kewenangan yang besar dan bertanggung jawab di
sekolah dipandang memiliki tingkat efektivitas yang tinggi
serta dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu: (1)
Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa
pengaruh langsung kepada siswa, orangtua dan guru; (2)
Optimalisasi dalam pemanfaatan berbagai sumber daya
yang ada disekitar sekolah; (3) Efektif dalam melakukan
pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar,
tingkat pengolahan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan
iklim sekolah; (4) Adanya perhatian bersama untuk
mengambil keputusan, memberdayakan guru, (5)
8
Fleksibelitas dan adaptabilitas yang tinggi dalam
penyususnan perencanaan pengembangan sekolah.
Dari pengertian di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah adalah
sistem pengolahan sekolah yang memberikan otonomi luas
kepada sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para
peserta didik dengan cara meningkatkan kinerja staf,
menawarkan partisipasi langsung kepada kelompok-
kelompok terkait dan juga meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap pendidikan.
Slamet (2000:4) mengemukakan bahwa Manajemen
Berbasis Sekolah sebagai pengkoordinasian dan
penyelarasan sumber daya yang dilakukan secara otonomis
(mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen
untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan
nasional, dengan melibatkan semua kelompok stakeholder
dalam pengambilan keputusan yang partisipatif. Kelompok
stakeholder meliputi kepala sekolah, wakil kepala sekolah,
guru, siswa, konselor, tenaga administrasi, orang tua siswa,
tokoh masyarakat, para profesional, wakil pemerintah dan
wakil organisasi pendidikan.
Sementara itu Arikunto (1999:51) menyatakan bahwa
Manajemen Berbasis Sekolah sekolah adalah penataan
sistem pendidikan yang memberikan keleluasaan penuh
kepada kepala sekolah dan atas kesepakatan seluruh
stafnya, untuk memanfaatkan sumber belajar dan semua
fasilitas yang tersedia untuk menyelenggarahan pendidikan
9
bagi siswa, serta bertanggung jawab penuh atas segala
tindakannya itu. Lanjutnya, dalam manajemen berbasis
sekolah, wilayah sekolah bukan hanya terbatas sampai
pagar sekolah dengan anggota keluarga yang terdiri dari
kepala sekolah, guru, siswa dan staf administrasi saja,
tetapi meluas sampai lingkungan masyarakat setempat.
Anggota organisasi sekolah tidak hanya terbatas pada warga
masyarakat lokal tetapi siapa saja yang mempunyai
kepedulian terhadap urasan sekolah meskipun berdomisili
sangat jauh dari sekolah.
Depdiknas (2001:2) memberi batasan Manajemen
Berbasis Sekolah sebagai “bentuk alternatif pengelolaan
sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan, yang
ditandai adanya kewenangan pengambilan keputusan yang
luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang relatif
tinggi, dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional”. Inti
dari pengertian ini adalah keleluasaan sekolah dalam
mengelola sumber daya dengan mengalokasikan dana
sesuai dengan prioritas program serta lebih tanggap
terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat setempat.
Proses ini perlu didukung proses manajerial skill dan
kerjasama dari masyarakat.
Secara umum, Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada
sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga
sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan
masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan,
10
pengusaha, dsb.) untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku
Dari berbagai pendapat di atas, dapat dipahami
mengenai esensi dari manajemen berbasis sekolah. Ada tiga
pilar Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu: Transparansi
manajemen, Pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif
Kreatif Efektif dan Menyenangkan), dan Peran serta
masyarakat.
Dengan demikian target utama Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di Indonesia adalah
pemberdayaan sekolah untuk secara mandiri dapat
meningkatkan mutu pendidikan masing-masing. Oleh
karena itu, kemampuan kepemimpinan dan manajemen
dari kepala sekolah dan ketersediaan sumber daya yang
memadai merupakan persyaratan bagi keberhasilan
pelaksanan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
ini. Ada lima alasan latar belakang pentingnya pelaksanaan
Manajemen Berbasis Sekolah dalam konteks pengelolaan
pendidikan di Indonesia yakni sebagai berikut: Pertama,
Kepala sekolah kurang memiliki kewenangan yang luas
mengelola sekolah yang dipimpinnya. Kedua, Kemampuan
manajerial (managerial skills) kepala sekolah pada
umumnya mereka masih sangat tergantung pada juklak dan
juknis. Ketiga, Pola anggaran yang teramat kaku, sehingga
hampir tidak ada kemungkinan guru yang berprestasi
untuk mendapatkan insentif penghargaan. Keempat, Peran
11
serta masyarakat sangat kecil dalam pengelolaan
pendidikan. Kelima, Visi, misi dan strategi pendidikan di
sekolah tidak bertumpu pada kemampuan lingkungan.
Dari lima alasan diatas yang menjadi dasar
keberhasilan kinerja Komite Sekolah adalah peran serta
masyarakat. Partisipasi orang tua siswa atau stakeholder ini
merupakan pilar ketiga dalam penerapan Manajemen
Berbasis Sekolah sehingga partisipasi dari orang tua inilah
yang menjadi kunci keberhasilan kinerja Komite Sekolah
dan penerapan manajemen sekolah yang baik.
2.2 Kinerja
Menurut Prawirosentono (dalam Hermawan, 2003)
kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat
dicapai seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi,
sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam
upaya untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan
secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral dan etika.
Hasibuan (1994) mengatakan bahwa kinerja adalah
suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan pekerjaan atas kecakapan, pengalaman,
kesungguhan dan waktu, dimana kinerja merupakan
gabungan dari 3 (tiga) faktor penting, yaitu: kemampuan
dan minat pekerja, kemampuan memberi dan menerima
atas penjelasan delegasi tugas, tingkat motivasi kerja.
Sedangkan Irawan (dalam Hermawan, 2003) dalam buku
Analisis Kerja mendefinisikan kerja sebagai hasil kerja
12
seorang pekerja, sebuah proses manajemen, atau suatu
organisasi keseluruhan, dimana hasil kerja harus dapat
ditunjukkan bukti secara konkret dan dapat diukur dengan
tolak ukur yang telah ditentukan.
Dari definisi yang diuraikan dapat ditarik beberapa
kata kunci, yaitu hasil kerja, pekerja, proses atau
organisasi, terbukti secara konkret, dapat diukur,
dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan.
Namun tidak semua kinerja mudah diukur tetapi harus
dibandingkan dengan standar atau dibuktikan secara
konkret.
Selanjutnya Irawan (dalam Hermawan, 2003)
membagi kinerja dalam organisasi menjadi 3 (tiga macam),
yaitu: kinerja organisasi, kinerja proses (proses manajemen
administrasi) dan kinerja pegawai Ketiga macam kinerja itu
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kinerja
organisasi tergantung pada kinerja proses dalam tiap-tiap
unit kerja, sedangkan kinerja proses tergantung pada baik
atau tidaknya kinerja orang-orang yang menggerakkan
proses tersebut.
Heresy dan Blanchard (dalam Hermawan, 2003)
mendefinisikan kinerja sebagai hasil-hasil yang telah
dicapai seseorang dengan menggunakan media tertentu.
Pengertian ini menggambarkan bahwa seorang pegawai
tidak dapat sukses mencapai kerjanya tanpa bantuan suatu
media berupa sarana lainnya yang berpengaruh kepada
dirinya, baik ekstrinsik maupun intrinsik.
13
Menurut Kusriyanto (dalam Mangkunegara, 2005: 9)
kinerja adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan
peran serta tenaga kerja per satuan waktu. Mangkunegara,
(2005: 9) kinerja sebagai ungkapan seperti output, efisiensi
serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas,
dan kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang jawab
yang diberikan kepadanya.
Mangkunegara, (2009:9) hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengantanggung jawab yang
diberikan kepadanya.
Dharma, (2009:125) kinerja terdiri dari motivasi,
pengembangan dan komunikasi. Motivasi, maksudnya yaitu
untuk merangsang orang untuk meningkatkan kinerja dan
mengembangkan keahlian. Pengembangan, untuk
memberikan dasar untuk mengembangkan dan memperluas
atribut dan kompetensi yang relevan atas peran yang
dijalani maupun peran yang akan dijalankan pada masa
depan. Pengembangan dapat difokuskan kepada peran yang
dipegang saat ini, memungkinkan orang untuk
memperbesar dan memperkaya keahlian yang mereka
perlukan untuk mendapatkan peran yang sebagaimana
mestinya. Komunikasi, untuk berfungsi sebagai saluran
komunikasi dua arah tentang peran, sasaran, hubungan,
masalah kerja.
14
Menurut Bernardin dan Russel (dalam Gomes, 2000),
kinerja merupakan outcome yang dihasilkan dari fungsi
suatu pekerjaan tertentu dari kegiatan yang dilakukan
selama periode waktu tertentu.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja
adalah prestasi kerja, atau hasil kerja (output) baik kualitas
maupun kuantitas yang dicapai SDM per satuan periode
waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Penilaian kinerja merupakan usaha yang dilakukan
pimpinan untuk menilai hasil kerja bawahannya. Menurut
Mengginson (dalam Mangkunegara, 2005: 10), penilaian
kinerja adalah suatu proses yang digunakan pimpinan
untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan
pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Sikula (dalam Mangkunegara, 2005: 10) mengemukakan
bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang
sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat
dikembangkan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja (kinerja) adalah
penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja
organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan
pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggapan yang
lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan dan
penentuan imbalan.
15
Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk
memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi dari
SDM organisasi. Secara spesifik, tujuan dari evaluasi
kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (dalam
Mangkunegara, 2005: 10) adalah: (1). Meningkatkan saling
pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
(2). Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan,
sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik,
atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi
yang terdahulu. (3). Memberikan peluang kepada karyawan
untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan
meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap
pekerjaan yang diembannya sekarang. (4). Mendefinisikan
atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan
potensinya. (5). Memeriksa rencana pelaksanaan dan
pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan,
khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana
itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
Jadi kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja dari
setiap proses atau kegiatan yang dilakukan oleh setiap
orang dalam suatu pekerjaan. Dimana kinerja yang baik
adalah setiap orang yang melakukan proses pekerjaan
tersebut sesuai dengan rencana, aturan dan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
2.3 Komite Sekolah
2.3.1. Pengertian Komite Sekolah
16
Irawan, dkk (2004:42) Komite Sekolah merupakan
institusi yang dimunculkan untuk menampung dan
menyalurkan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
Karena dijadikan sebagai wadah yang representatif.
Kemunculan Komite Sekolah diharapkan bisa mewujudkan
peningkatan mutu, pemerataan, dan efisiensi dalam
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan. Baik
padapendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah
maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Menurut Tim pengembangan Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah, Komite Sekolah merupakan badan yang
bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis
dengan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah
lainnya. Posisi dewan pendidikan, komite sekolah, satuan
pendidikan, dan lembaga-lembaga lainnya mengacu pada
kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan yang
berlaku.
Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 044/U/2002, Komite Sekolah merupakan sebuah
badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan
efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik
pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan Sekolah,
maupun jalur pendidikan luar Sekolah.
Komite Sekolah yang berkedudukan di setiap satuan
pendidikan merupakan badan mandiri yang tidak memiliki
hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan. Komite
17
Sekolah dapat terdiri dari satuan pendidikan atau beberapa
satuan pendidikan yang berbeda jenjang, tetapi berada pada
lokasi yang berdekatan, atau satuan-satuan pendidikan
yang di kelola oleh suatu penyelenggara pendidikan, atau
karena pertimbangan orang lain.
Dalam UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 54 ayat 3 dinyatakan bahwa:
Komite sekolah adalah lembaga mandiri, dibentuk dan
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga,
sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan.
Komite Sekolah dibentuk berdasarkan Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044 /U/2002 dengan
harapan agar masyarakat ikut serta mengambil bagian di
dalam meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu tujuan
pembentukan Komite Sekolah adalah meningkatkan
tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Hal ini
berarti peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam
peningkatkan mutu pendidikan, bukan hanya sekadar
memberikan bantuan berwujud material saja, akan tetapi
juga diperlukan bantuan yang berupa pemikiran, ide, dan
gagasan-gagasan inovatif demi kemajuan suatu sekolah.
Komite sekolah dapat juga diartikan sebagai suatu
badan atau lembaga yang dibentuk berdasarkan
musyawarah yang demokratis oleh para stakeholder
pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai
18
representasi dari berbagai unsur yang bertanggungjawab
terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.
Komite sekolah terdiri atas orang tua atau wali murid,
tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dunia usaha atau
industri. Anggota komite dapat melibatkan dewan guru dan
yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan maksimal
berjumlah tiga orang. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban,
serta masa keanggotaan komite sekolah biasanya
ditetapkan dalam Anggaran Dasar (AD) atau Anggaran
Rumah Tangga (ART). Untuk penamaan badan disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing
satuan pendidikan, seperti komite sekolah, majelis
madrasah, majelis sekolah, komite TK, atau nama-nama
lain yang disepakati bersama. Sebelum dibentuk komite
sekolah, dikenal adanya Badan Pembantu Penyelenggaraan
Pendidikan (BP3) di tiap-tiap sekolah dan Persatuan Orang
tua Murid dan Guru (POMG).
2.3.2 Kedudukan Komite Sekolah
Berdasarkan buku Pedoman Kerja Komite Sekolah
bab II pasal 4 kedudukan Komite Sekolah adalah sebagai
lembaga mandiri atau organisasi diluar struktur organisasi
sekolah yang lazim disebut organisasi nonstruktural, akan
tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
sekolah sebagai mitra kerja sekolah.
Komite sekolah berkedudukan pada satuan
pendidikan sekolah, pada seluruh jenjang pendidikan,
pendidikan dasar hingga pendidikan menengah, baik
19
madrasah negeri maupun swasta. Satuan pendidikan dalam
berbagai jalur, jenjang dan jenis pendidikan memiliki
penyebaran lokasi dan beragam.
2.3.3. Tujuan Komite Sekolah
Berdasarkan buku Pedoman Kerja Komite Sekolah
bab III pasal 8 tujuan pembentukan Komite Sekolah adalah
keikutsertaan atau partisipasi orang tua atau wali siswa dan
tokoh masyarakat sebagai anggota komite sekolah dalam
membantu keberhasilan pelaksanaan pendidikan dan
pembelajaran di sekolah atau madrasah yang bersangkutan.
Tujuan dibentuknya komite sekolah dimaksudkan agar
adanya suatu organisasi masyarakat sekolah yang
mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap
peningkatan kualitas sekolah. Komite sekolah yang
dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari
budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta
kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat
setempat. Oleh karena itu, komite sekolah yang dibangun
harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis
masyarakat secara kolektif. Artinya, komite sekolah
mengembangkan konsep yang berorientasi kepada
pengguna, berbagai kewenangan dan kemitraan yang
difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan.
Adapun tujuan dibentuknya komite sekolah yang telah
dijelaskan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan komite
sekolah sebagai organisasi masyarakat sekolah adalah
sebagai berikut: Pertama, Mewadahi dan menyalurkan
20
aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan
kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan
pendidikan. Kedua, Meningkatkan tanggung jawab dan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
di satuan pendidikan. Ketiga, Menciptakan suasana dan
kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam
penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu
di satuan pendidikan.
Dengan demikian tujuan dibentuknya komite sekolah
adalah untuk mewadahi partisipasi para stakeholder agar
turut serta dalam operasional manajemen sekolah sesuai
dengan peran dan fungsinya, berkenaan dengan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program sekolah
secara proposional, sehingga komite sekolah dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Disamping itu, badan ini
juga bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar.
Keberadaan komite sekolah harus bertumpu pada landasan
partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas
pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah. Oleh karena itu,
pembentukan komite sekolah harus memperhatikan
pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada.
2.4. Kinerja Komite Sekolah
Depdiknas (2005) Komite Sekolah adalah badan
mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam
rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada
jalur pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah
21
maupun jalur pendidikan luar sekolah. Kinerja Komite
Sekolah akan tercapai dengan baik jika setiap satuan
pendidikan benar-benar melakukan operasional Komite
Sekolah dengan melibatkan masyarakat, pelaku dunia
usaha, aktivis pendidikan dan mempunyai AD/ART, SDM,
prasarana fisik kantor, administrasi keuangan, data, dan
dokumen yang baik.
Keberhasilan dalam pelaksanaan kinerja Komite
Sekolah dapat diukur mulai dari peringkat yang paling
rendah sampai dengan tingkat yang paling tinggi. Ukuran
tersebut dapat diklasifikasikan menurut Depertemen
Pendidikan Nasional (2013) (lihat bab III).
Berdasarkan uraian sebelumnya, bahwa kinerja
Komite Sekolah adalah hasil yang dicapai oleh seseorang
yang berperan dalam menjalankan peran, tugas, dan fungsi
sebagai Komite Sekolah. Selain itu, Komite Sekolah juga
harus mampu mengembangkan potensi yang ada di sekolah
dan bertanggung jawab terhadap sekolah untuk mencapai
tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.
Komite Sekolah sebagai Badan Pertimbangan
(Advisory Agency). Dalam perannya sebagai badan yang
memberikan pertimbangan atau nasihat, Komite Sekolah
memiliki fungsi yang berkesinambungan dalam hal
pengambilan keputusan. Fungsi tersebut itu dimulai dengan
mengidentifikasi berbagai aspirasi masyarakat mengenai
pendidikan di daerahnya. Hal ini penting, sebab di tengah
era otonomi daerah sekarang ini, partisipasi dan
22
keterlibatan masyarakat menjadi alat ukur dalam
keberhasilan kebijakan dan program pada berbagai bidang,
termasuk pendidikan. Untuk itu, sebagai badan atau
lembaga yang non-strukural, Komite Sekolah memiliki
peran yang sangat krusial sebagai jembatan dalam menggali
berbagai aspirasi masyarakat tersebut, yang kemudian
setelah diolah dan dianalisis kenyataannya secara objektif,
akan menjadi masukan dan menjadi bahan pertimbangan
bagi pengambil kebijakan pendidikan. Keputusan yang telah
dihasilkan dalam program kerja tersebut, tentu
membutuhkan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat, agar
menjadi lebih transparan dan dapat menjadi umpan balik
bagi pengambil kebijakan di bidang pendidikan. Dalam hal
ini tentu Komite Sekolah memiliki fungsi yang teramat
penting dalam ikut melakukan kegiatan sosialisasi tersebut.
Komite Sekolah dalam fungsi perencanaan memiliki
peran mengidentifikasi sumber daya pendidikan di sekolah
serta memberikan masukan dan pertimbangan dalam
menetapkan RAPBS, termasuk dalam penyelenggaraan
rapat RAPBS.
Dalam pelaksanaan program, yang menyangkut:
kurikulum, PBM, dan penilaian, Komite Sekolah berfungsi
memberikan pertimbangan mengenai muatan lokal kepada
pengambil kebijakan pendidikan di daerah, termasuk dalam
pengembangan dan strategi pembelajaran, serta evaluasi
pendidikan. Sementara itu, Komite Sekolah sebagai badan
penasihat berperan penting dalam memberikan
pertimbangan dalam pelaksanaan proses pengelolaan
23
pendidikan di sekolah, termasuk proses pembelajarannya.
Hal ini penting, sebab dengan berlakunya otonomi
pendidikan dengan pengelolaan pendidikan yang lebih
otonom di sekolah, guru memiliki peran yang penting dalam
penciptaan proses pembelajaran yang kondusif bagi sarana
demokratisasi pendidikan. Dalam pengelolaan terhadap
sumber daya pendidikan, antara lain: SDM, Sarana dan
prasarana, dan alokasi anggaran, Komite Sekolah berfungsi
antara lain memberi pertimbangan kepada pengambil
kebijakan pendidikan di daerah dalam upaya pengelolaan
tenaga kependidikan (guru), baik yang menyangkut
mengenai kualifikasi tenaga kependidikan (guru) yang
diperlukan dan upaya dalam peningkatan mutu tenaga
kependidikan (guru) itu sendiri. Fungsi lain dari Komite
Sekolah dalam pengelolaan tenaga kependidikan (guru)
adalah memberikan pertimbangan dalam hal rotasi dan
mutasi di daerah. Di samping itu, Komite Sekolah juga
berfungsi dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana
pendidikan, yaitu dalam memberikan pertimbangan tentang
persyaratan fasilitas sekolah melalui penetapan indikator
teknis sarana dan prasarana pendidikan. Dalam penetapan
anggaran pendidikan, Komite Sekolah juga memiliki fungsi
dalam memberikan pertimbangan terhadap sumber-sumber
anggaran pendidikan di daerah.
Komite Sekolah dalam fungsinya sebagai Badan
Pertimbangan bagi sekolah, dalam kaitannya dengan
pengelolaan sumber daya pendidikan antara lain berperan
mengidentifikasi berbagai potensi sumber daya pendidikan
24
yang ada dalam masyarakat. Fungsi ini akan dapat berguna
dalam memberikan pertimbangan mengenai sumber daya
pendidikan yang ada dalam masyarakat yang dapat
diperbantukan di sekolah.
Secara keseluruhan indikator kinerja Komite Sekolah
dalam perannya sebagai badan pertimbangan dapat diamati
pada Tabel 2.1
Tabel 2.1: Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan
Pertimbangan
Fungsi Komite Sekolah Kegiatan Operasional
Komite Sekolah
1.1. Memberikan masukan,
pertimbangan, dan
rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai: (1)
kebijakan dan program
pendidikan, (2) RAPBS, (3)
kriteria kinerja satuan
pendidikan, (4) kriteria
tenaga kependidikan, (5) kriteria fasilitas pendidikan,
dan (6) hal-hal lain yang
terkait dengan pendidikan.
1.1.1. Mengadakan pendataan
kondisi sosial ekonomi
keluarga peserta didik dan sumber daya pendidikan
dalam masyarakat.
1.1.2. Menganalisis hasil
pendataan sebagai bahan
pemberian masukan,
pertimbangan dan atau rekomendasi kepada sekolah
1.1.3. Menyampaikan masukan,
pertimbangan, dan atau
rekomendasi secara tertulis
kepada sekolah, dengan tembusan kepada dinas
pendidikan dan Dewan
Pendidikan.
1.1.4. Memberikan pertimbangan
kepada sekolah dalam
rangka pengembangan
kurikulum muatan lokal.
1.1.5. Memberikan pertimbangan kepada sekolah untuk
meningkatkan proses
pembelajaran dan pelajaran
yang menyenangkan
(PAKEM).
25
1.1.6. Memberikan masukan dan
pertimbangan kepada
sekolah dalam penyusunan
visi, misi, tujuan, kebijakan, dan kegiatan
sekolah
Sumber: Acuan Operasional dan Indikator Kinerja Komite Sekolah
Komite Sekolah sebagai Badan Pendukung (Supporting
Agency). Dalam perannya sebagai Badan Pendukung
(supporting agency), Komite Sekolah berfungsi memantau
kondisi tenaga kependidikan di sekolah. Hal ini penting
karena akan dapat diketahui bagian mana yang harus
mendapat perhatian serius dalam masalah tenaga
kependidikan. Hal ini dimaksudkan agar kekurangan tenaga
kependidikan dalam di sekolah tidak dibiarkan, sehingga
akan mengganggu pelaksanaan pendidikan.
Komite Sekolah juga dapat mengidentifikasi tenaga
ahli yang ada dalam masyarakat, yang dapat dimanfaatkan
bagi sekolah. Dengan demikian, aspek integrasi sekolah
dengan masyarakat yang selama ini menjadi persoalan
dalam pengelolaan pendidikan di sekolah dapat diatasi,
karena masyarakat dapat terlibat dalam upayanya
meningkatkan mutu pendidikan.
Sebagai bagian dari pelaksanaan proses
pendidikan, sarana dan prasarana juga harus mendapat
perhatian penting. Sekolah yang kurang memiliki sarana
dan prasarana memadai tentu akan mengalami kendala
dalam pencapaian hasil belajar. Karena itu, Komite
Sekolah berfungsi memfasilitasi kebutuhan sarana dan
prasarana pendidikan di sekolah. Tahap selanjutnya,
26
tentu Komite Sekolah akan memberdayakan bantuan
sarana dan prasarana yang diperlukan di sekolah melalui
sumber daya yang ada pada masyarakat.
Harus diakui, anggaran pendidikan yang pada
pemerintah (daerah) sangat terbatas. Karena itu
pemanfaatan sumber-sumber anggaran pendidikan yang
ada pada masyarakat menjadi kebutuhan yang
mendesak. Dalam era otonomi pendidikan yang
meletakkan otonomi sekolah sebagai hal yang terpenting,
sekolah harus merupakan bagian yang terpenting dari
masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kepedulian
dan rasa memiliki terhadap sekolah.
Sementara itu, secara keseluruhan indikator kinerja
Komite Sekolah dalam perannya sebagai Badan
Pendukung dapat diamati pada Tabel 2.2.
27
Tabel 2.2:
Indikator Kinerja Komite Sekolahdalam Perannya Sebagai
Badan Pendukung
Fungsi Komite Sekolah Kegiatan Operasional
Komite Sekolah
2.1. Mendorong orang tua dan
masyarakat untuk
berpartisipasi dalam
pendidikan.
2.1.1 Mengadakan rapat atau
pertemuan secara berkala
dan insidental dengan
orang tua dan anggota
masyarakat.
2.1.2. Mencari bantuan dana dari dunia usaha dan industri
untuk biaya pembebasan
uang sekolah bagi siswa
yang berasal dari keluarga
tidak mampu.
2.1.3. Menghimbau dan mengadakan pendekatan
kepada orang tua dan
masyarakat yang
dipandang mampu untuk
dapat menjadi narasumber
dalam kegiatan ekstrakurikuler bagi
peserta didik.
2.1.4. Memberikan dukungan
untuk pemeriksaan
kesehatan anak-anak.
2.1.5. Memberikan dukungan
kepada sekolah untuk secara preventif dan kuratif
dalam memberantas
penyebarluasan narkoba di
sekolah.
2.1.6. Memberikan dukungan
kepada sekolah dalam
pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
2.2. Menggalang dana
masyarakat dalam rangka
pembiyayaan
2.2.1. Memverifikasi RAPBS yang
diajukan oleh sekolah.
2.2.2. Memberikan pengesahan
terhadap RAPBS setelah
proses verifikasi dalam
rapat pleno KS.
2.2.3. Memotivasi masyarakat kalangan menengah ke atas
untuk meningkatkan
komitmennya bagi upaya
28
peningkatan mutu
pendidikan di sekolah.
2.2.4. Membantu sekolah dalam
rangka penggalangan dana
masyarakat untuk pengumpulan dana abadi.
2.3. Mendorong tumbuhnya
perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu.
2.3.1. Melaksanakan konsep
subsidi silang dalam
penarikan iuran dari orang
tua siswa.
2.3.2. Mengadakan kegiatan
inovatif untuk meningkatkan kesadaran
dan komitmen masyarakat,
misalnya panggung
hiburan untuk sekolah dan
masyarakat.
2.3.3. Membantu sekolah dalam
menciptakan hubungan dan kerjasama antara sekolah
dengan orang tua dan
masyarakat.
Sumber: Acuan Operasional dan Indikator Kinerja Komite Sekolah
Komite Sekolah sebagai Badan Pengontrol (Controlling
Agency). Bagian yang terpenting dalam manajemen adalah
controlling. Berkaitan dengan pengembangan kinerja ini,
perlu dilihat sejauh mana peran pengontrol yang
dilakukan Komite Sekolah berjalan dengan optimal
terhadap pelaksanaan pendidikan. Beberapa fungsi yang
dapat dilakukan Komite Sekolah dalam hubungannya
dengan perannya sebagai badan pengontrol terhadap
perencanaan pendidikan antara lain: melakukan kontrol
terhadap proses pengambilan keputusan di lingkungan
sekolah, penilaian terhadap kualitas kebijakan yang ada,
termasuk kualitas perencanaan pendidikan.
Komite Sekolah juga dapat melakukan fungsi yang
sama seperti yang dilakukan Dewan Pendidikan, yaitu:
29
melakukan kontrol terhadap proses pengambilan keputusan
dan perencanaan pendidikan di sekolah, termasuk kualitas
kebijakan yang ada.
Komite Sekolah dalam hal ini juga dapat melakukan
fungsi yang sama dengan Dewan Pendidikan. Yang menjadi
perbedaan adalah objek yang diamati. Komite Sekolah
dalam hal ini mengontrol pelaksanaan program di sekolah,
di samping alokasi dana dan sumber-sumber daya bagi
pelaksanaan program tersebut.
Secara keseluruhan indikator kinerja Komite Sekolah
dalam perannya sebagai badan pengontrol dapat diamati
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3:
Indikator Kinerja Komite Sekolah dalam Perannya Sebagai Badan
Pengontrol
Fungsi Komite Sekolah Kegiatan Operasional
Komite Sekolah
3.1. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap
kebijakan program,
penyelenggaraan, dan
keluaran pendidikan.
3.1.1. Mengadakan rapat atau pertemuan secara rutin
atau insidental dengan
kepala sekolah dan dewan
guru.
3.1.2. Sering mengadakan
kunjungan atau
silaturahmi ke sekolah, atau dengan dewan guru di
sekolah.
3.1.3. Meminta penjelasan kepada
sekolah tentang hasil
belajar siswa.
3.1.4. Bekerjasama dengan
sekolah dalam kegiatan penelusuran alumni.
Sumber: Acuan Operasional dan Indikator Kinerja Komite Sekolah
Komite Sekolah sebagai Mediator (Mediator Agency).
Dalam kaitannya dengan fungsi manajemen pendidikan,
30
koordinasi, kerlibatan, serta partisipasi merupakan kegiatan
yang penting dalam perencanaan. Sebagai badan mediator,
Komite Sekolah berfungsi dalam menjadi penghubung
antara orang tua, sekolah, dan DUDI.
Komite Sekolah juga dapat berfungsi sebagai
mediator dan menjadi penghubung Sekolah dengan
masyarakat, atau antara sekolah dengan Dinas
Pendidikan. Berbagai persoalan yang sering dialami orang
tua dalam pelaksanaan pendidikan anak-anaknya di
sekolah misalnya sering kali terbentur pada sebatas
keluhan, kurang direspon sekolah. Karena itu, kehadiran
Komite Sekolah pada posisi ini sangat penting dalam
mengurangi berbagai keluhan orang tua tersebut.
Peran sebagai mediator yang dilakukan Komite
Sekolah dalam pelaksanaan program pendidikan lebih
kepada upaya memfasilitasi berbagai masukan dari
masyarakat terhadap kebijakan dan program pendidikan
yang ditetapkan sekolah. Peran ini adalah antara lain
dengan mengkomunikasikan berbagai pengaduan dan
keluhan masyarakat terhadap instansi terkait dalam
bidang pendidikan. Masukan ini tentu akan menjadi
perhatian bagi pengambil kebijakan, yang selanjutnya
akan dilakukan perbaikan bagi kebijakan dan program
pendidikan. Bagi Komite Sekolah, hasil penyempurnaan
kebijakan dan program tersebut juga harus
disosialisasikan kepada orang tua, sehingga terjadi
31
umpan balik bagi keberhasilan pelaksanaan pendidikan
sekolah.
Peran ini juga dapat dilakukan oleh Komite Sekolah
sebagai mediator dalam pelaksanaan program sekolah,
sehingga berbagai kebijakan dan program yang telah
ditetapkan sekolah dapat akuntabel kepada masyarakat.
Sumber-sumber daya pendidikan yang ada dalam
masyarakat begitu besar, namun pemanfaatannya kurang
optimal. Peran Komite Sekolah sebagai mediator dalam
kaitannya dengan hal ini adalah memberdayakan
kesediaan bantuan masyarakat untuk pendidikan dengan
melakukan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait
dalam pendidikan.
Bagi Komite Sekolah, peran yang harus dijalankan
sebagai mediator adalah memberdayakan sumber daya
yang ada pada orang tua bagi pelaksanaan pendidikan di
sekolah. Secara keseluruhan indikator kinerja Komite
Sekolah dalam perannya sebagai mediator dapat diamati
pada Tabel 2.4.
32
Tabel 2.4:
Indikator Kinerja Komite Sekolahdalam Perannya Sebagai
Badan Penghubung
Fungsi Komite Sekolah Kegiatan Operasional Komite
Sekolah
4.1. Melakukan kerjasama dengan masyarakat.
4.1.1. Membina hubungan dan kerjasama yang harmonis
dengan seluruh stakeholder
pendidikan khususnya
dengan DUDI.
4.1.2.Mengadakan penjajakan
tentang kemungkinan
untuk dapat mengadakan kerjasama atau MOU
dengan lembaga lain untuk
memajukan sekolah.
4.2.Menampung dan menganalisis
aspirasi, ide, tuntutan, dan
berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh
masyarakat.
4.2.1. Menyebarkan kuesioner
untuk memperoleh
masukan, saran, dan ide kreatif dari masyarakat.
4.2.1. Menyampaikan laporan
kepada sekolah secara
tertulis, tentang hasil
pengamatannya terhadap
sekolah.
Sumber: Acuan Operasional dan Indikator Kinerja Komite Sekolah
2.5. Hasil Penelitian yang Relevan
Gelgel (2005) diperoleh hasil sebagai berikut: Terdapat
variansi kinerja Komite Sekolah yang mencolok antara satu
sekolah dengan sekolah lainnya. Sebagian besar sekolah
kinerjanya tidak berhasil dan kurang berhasil, sebagian
lainnya sudah berhasil dan sangat berhasil. Terdapat
kesenjangan atau perbedaan dalam penilaian kinerja Komite
Sekolah antara Kepala Sekolah dan Pengurus Komite
Sekolah. Rerata indeks kinerja Komite Sekolah, yang juga
33
menggambarkan Kinerja Komite Sekolah tingkat kabupaten
Buleleng dari aspek kegiatan operasioanl menurut Kepala
Sekolah dan Pengurus Komite Sekolah sama-sama menilai
kurang berhasil. Sedangkan, dari aspek SDM dan fasilitas
organisai menurut penilaian Kepala Sekolah masih kurang
berhasil, sedangkan menurut penilaian Komite Sekolah
berhasil.
Paduppai (2006) kinerja Komite Sekolah pada jenjang
Pendidikan Dasar di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa
peran Komite Sekolah yang dominan terlaksana adalah
sebagai pemberi pertimbangan (advisory agency) dan
penghubung (mediating agency), itupun hanya sebagian
idikator. Selanjutnya, peran komite sekolah yang jarang
sekali terlaksana adalah sebagai pengontrol (controlling
agency) dan pendukung (supporting agency).
Diperoleh fakta bahwa komite sekolah sangat jarang
dan bahkan hampir tidak pernah melaksanakan indikator
fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam hal berikut:
Memberikan masukan terhadap proses pembelajaran
kepada para guru, mengidentifikasi sumber daya dan
potensi sumber daya pendidik dalam masyarakat,
memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan
yang dapat diperbantukan disekolah, memobilisasi guru
sukarelawan untuk menangulangi kekurangan guru di
sekolah, memobilisasi tenaga kependidikan nonguru untuk
mengisi kekurangan di sekolah, memantau angka bertahan
dan angka mengulang di sekolah, mengidentifikasi kondisi
34
sumber daya sekolah, mengkomunikasikan pengaduan dan
keluhan terhadap kebijakan dan program sekolah.
Kendala yang dialami pengurus Komite Sekolah dalam
menjalankan peran dan fungsinya, antara lain sebagai
berikut: Kurangnya pemahaman dan wawasan pengurus
komite sekolah dalam hal manajemen pendidikan,
kurangnya koordinasi antara Dewan Pendidikan di tingkat
kabupaten/kota dan Komite Sekolah di tingkat satuan
pendidikan, kurang optimalnya pembinaan Dewan
Pendidikan di tingkat kabupaten/kota terhadap Komite
Sekolah di tingkat satuan pendidikan, tidak adanya
pengawasan dan evaluasi pemerintah daerah mengenai
program kerja komite sekolah.
Mursidi (2010) hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pengelolaan yang dijalankan Komite Sekolah SDI Al
Azhar 29 dalam meningkatkan mutu pendidikan di SDI Al
Azhar 29 Semarang, sudah cukup baik. Karena dalam
prosesnya telah melalui proses perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Pengelolaan
Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan,
dilaksanakan dengan mengoptimalkan empat peran komite
sekolah, yakni: Komite Sekolah bertindak sebagai pemberi
pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan
pelaksanaa kebijakan pendidikan di satuan pendidikan;
pendukung (supporting agency) baik yang berujud finansial,
pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan; pengontrol (controlling
35
agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan; dan mediator (mediator agency) antara
pemerintah dengan masyarakat di satuan pendidikan atau
mediator antara masyarakat dengan satuan pendidikan.
Faktor pendukung pengelolaan Komite Sekolah dalam
meningkatkan mutu pendidikan di SD Islam Al Azhar 29
adalah; a) Besarnya dukungan dari wali murid, dewan guru
dan kepala sekolah, b) Pengurus Jam’iyyah di SD Islam Al
Azhar 29 Semarang didominasi oleh kaum ibu-ibu, c)
Pengurus Jam’iyyah adalah orang-orang yang
berpendidikan, d) Pengurus Jam’iyyah mempunyai network
diperusahaan-perusahaan ternama. Sedangkan faktor
penghambatnya adalah: a) Kesibukan pribadi dari masing-
masing pengurus Jami’yyah, b) Masih adanya pengurus
Jam’iyyah yang tidak melaksanakan tugasnya, c) Kurangnya
wawasan tentang organisasi Komite Sekolah, dan wawasan
tentang kependidikan.
Ngadiyo (2010) menunjukkan bahwa 1) Upaya
pemberdayaan komite sekolah di SMA Negeri 2 Kuala
Kapuas belum dilakukan secara optimal oleh Ditjen
Mandikasmen melalui Dinas Pendidikan Kabupaten yang
melibatkan Dewan Pendidikan Kabupaten Kapuas. Hal ini
bisa diketahui dari bagaimana Dewan Pendidikan
Kabupaten dalam memberikan pembinaan terhadap Komite
Sekolah SMA Negeri 2 Kuala Kapuas baru sebatas
sosialisasi atau workshop belum sampai pada
36
pendampingan terhadap seluruh pengurus Komite Sekolah,
2) Dalam pelaksanaan kinerjanya Komite Sekolah SMA
Negeri 2 Kuala Kapuas belum optimal. Hal ini terlihat dalam
memberikan arahan dan pertimbangan, dukungan,
melakukan pengawasan pendidikan, sebagai perantara
(mediator) antara sekolah dengan masyarakat, dan
melakukan kemitraan dengan inatansi lain masih terkesan
pasif, masih menunggu pihak sekolah memintanya dalam
melaksanakan kinerjanya. 3) Dalam upaya yang dilakukan
Komite Sekolah untuk meningkatkan kemampuan
organisasinya masih belum efektif. Hal ini terlihat bahwa
pengurus dan anggota komite sekolah disibukan dengan
aktifitas pekerjaan keseharianya sehingga tugasnya sebagai
Komite Sekolah terabaikan.