Post on 21-Oct-2019
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Sari (2015), menyatakan bahwa pengelolaan dan penggunaan Alokasi
Dana Desa (ADD) pemerintah Desa Sungai Bali secara umum telah cukup
memenuhi dan mematuhi seluruh persyaratan dari Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Kabupaten yang ada di dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Kotabaru Kalimantan Selatan tentang tata cara Pelaporan dan
Pertanggungjawaban dan dapat disimpulkan Desa Sungai Bali dalam
mengelola dan menggunakan ADD sudah cukup akuntabel dan cukup
transparan.
Oksilawati (2015), menyatakan bahwa Akuntabilitas Pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Bence sudah baik. Dimana pada tahap
perencanaan di Desa Bence pihak aparatur desa melibatkan masyarakat dalam
proses perencanaan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
(Musrenbangdes). Pada tahap pelaksanaan pihak aparatur desa memberikan
pemberitahuan kepada masyarakat desa melalui papan pemberitahuan dimana
program pembangunan itu dijalankan. Sedangkan tahap pertanggungjawaban
yakni berupa laporan yang petunjuk teknisnya telah ditentukan oleh pemerintah
kabupaten.
Aini (2015), menyatakan bahwa untuk Akuntabilitas Alokasi Dana
Desa pada Desa Martopuro dan Desa Sukodermo tersebut terhadap masyarakat
juga sudah dapat terlaksana dengan baik. Dalam proses pembuatan sebuah
7
keputusan dalam Alokasi Dana yang terbuat secara tertulis dan tersedia bagi
warga yang membutuhkan, dengan setiap keputusan yang diambil sudah
memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku, dan sesuai dengan
prinsip-prinsip administrasi yang benar.
Fajri, dkk (2015), menyatakan bahwa Akuntabilitas Pemerintah Desa
Pada pengelolaan ADD di Desa Ketindan melalui 3 tahapan yaitu mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan. Dari setiap tahapan tersebut
telah dilaksanakan dengan mematuhi setiap aturan yang tertera dan tertulis
dalam peraturan bupati. Meskipun demikian masih ditemukan kesalahan
walaupun tidak merupakan masalah yang besar yakni jumlah penggunaan
sasaran yang sedikit melebihi dari yang telah di tentukan dalam peraturan.
Darmiasih, dkk (2015), menyatakan bahwa mekanisme penyaluran
Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Tri Eka Buana sudah diterima oleh
pemerintah, yang dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa
(APBDesa). Pengelolaan ADD di Desa Tri Eka Buana sudah mengacu pada
Peraturan Bupati Nomor 28 Tahun 2011 tentang petunjuk pelaksanaan
Pengelolaan Alokasi Dana Desa, dimana dijelaskan mekanisme penyaluran
ADD dalam APBDesa dilakukan secara bertahap yaitu tahap I, II, III dan IV
yang dilengkapi dengan surat rekomendasi dari camat yang menyatakan surat
pertanggungjawaban tahun sebelumnya sudah dilaporkan oleh desa ke
kecamatan untuk mendapatkan verifikasi kecamatan.
Perbedaan dari kelima penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian
yang saat ini peneliti lakukan yang pertama adalah tahapan yang meliputi
8
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan petanggungjawaban.
Dan yang kedua indikator yang digunakan dalam mengukur akuntabilitas
menggunakan butir-butir Permendagri No 113 Tahun 2014 bab 5.
B. Tinjauan Teori
1. Akuntansi Sektor Publik (ASP)
Nordiawan (2006:35) dalam Santoso (2013), menyatakan akuntansi
sektor publik adalah proses pencatatan, pengklasifikasian, penganalisisan
dan pelaporan transaksi keuangan dari satu organisasi publik yang
menyediakan informasi keuangan bagi para pemakai laporan keuangan yang
berguna untuk pengambilan keputusan. Menurut Halim dan Kusufi
(2013:39), Akuntansi Sektor Publik mempunyai beberapa tujuan. Tujuan
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pertanggungjawaban (Accountability).
Pertanggungjawaban memiliki arti memberikan informasi
keuangan yang lengkap, cermat dalam bentuk dan waktu yang tepat yang
berguna bagi pihak yang bertanggungjawab yang berkaitan dengan operasi
unit-unit pemerintahan lebih lanjut, tujuan dari pertanggungjawaban ini
mengharuskan tiap orang atau badan yang mengelola keuangan negara
harus memberikan pertanggungjawaban ataupun perhitungan.
b. Manajerial
Tujuan menejerial bahwa akuntansi pemerintah harus menyediakan
informasi keuangan yang di perlukan untuk perencanaan penganggaran,
pelaksanaan, pemantauan, pengendalian anggaran, perumusan
9
kebijaksanaan dan pengambilan keputusan serta penilaian kinerja
pemerintah.
c. Pengawasan
Tujuan dari pengawasan ini adalah bahwa akuntansi pemerintah
harus memungkinkan terselenggaranya pemeriksaan oleh aparat serta
penilaian pemerintah.
2. Desa
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-
usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian ini sangat menekankan adanya otonomi untuk membangun
tata kehidupan desa bagi kepentingan penduduk. Dalam pengertian ini
terdapat kesan yang kuat, bahwa kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa
hanya bisa diketahui dan disediakan oleh masyarakat desa, dan bukan pihak
lain. Pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, desa diberi pengertian baru
sebagai: “Kesatuan wilayah masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal usul dan adat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional
dan berada di daerah kabupaten”.
Pemerintahan desa berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Pasal 1 tentang desa menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau
10
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni :
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul.
b. Kewenangan lokal berskala Desa.
Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan kewenangan lain yang
ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 24 bahwa
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas:
a. Kepastian hukum.
b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan.
c. Tertib kepentingan umum.
d. Keterbukaan.
11
e. Proporsionalitas.
f. Profesionalitas.
g. Akuntabilitas.
h. Efektivitas dan efisiensi.
i. Kearifan lokal.
j. Keberagaman.
k. Partisipatif.
3. Alokasi Dana Desa
Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang
diperoleh dari Bagi Hasil Pajak Daerah dan Bagian dari Dana Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa, Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
Berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2014 Dana Desa yang bersumber
pada APBN bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan
12
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Desa untuk mendanai
kebutuhan Desa dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan serta pelayanan masyarakat. Alokasi Dana Desa
diperoleh dari dana perimbangan APBN yang diterima oleh Kabupaten/Kota
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah dikurangi
Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 10%. Rumus yang digunakan dalam
Alokasi Dana Desa adalah:
a. Asas Merata, yaitu besarnya bagian alokasi dana desa yang sama untuk
setiap desa, yang selanjutnya disebut Alokasbi Dana Desa Minimal
(ADDM).
b. Asas Adil, yaitu besarnya bagian alokasi dana desa berdasarkan Nilai
Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu
(misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan, dll),
selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proposional (ADDP). Besarnya
prosentase perbandingan antara asas merata dan adil adalah besarnya
ADDM adalah 60% (enam puluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya
ADDP adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah ADD.
Pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan wujud dari
pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonomi Desa agar tumbuh dan
berkembang mengikuti pertumbuhan dari Desa itu sendiri berdasarkan
keanekaragaman, partisipatif, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan
mayarakat. Untuk memaksimalkan pengelolaan ADD yang diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten kepada Desa, maka ADD memiliki tujuan antara lain
(Nurcholis, 2011):
13
a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan;
b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat
Desa dan pemberdayaan masyarakat;
c. Meningkatkan pembangunan infrastruktur Desa;
d. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam
rangka mewujudkan peningkatan sosial;
e. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;
f. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat Desa dalam rangka
pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
g. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong-royong masyarakat;
h. Meningkatkan pendapatan Desa dan masyarakat Desa melalui Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes).
Penggunaan dana dalam kegiatan ADD merupakan belanja yang
merupakan bagian dari kegiatan dalam APBDesa, belanja yang dibiayai dari
ADD digunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan dalam bidang:
a. Bidang Penyelenggaraan Pemerintah Desa
b. Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa
c. Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Desa
d. Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa
4. Akuntabilitas
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diartikan
sebagai kewajiban Pemerintah Daerah untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pelaksanaan pemerintahan di daerah dalam rangka otonomi
14
daerah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui media
pertanggungjawaban yang terukur baik dari segi kualitasnya maupun
kuantitasnya. Pemerintah daerah sebagai pelaku pemerintahan harus
bertanggungjawab terhadap apa yang telah dilakukannya terhadap masyarakat
dalam rangka menjalankan tugas, wewenang, dan kewajiban Pemerintah
Daerah (Sabarno, 2007).
Menurut Nordiawan (2006) mengatakan,”Akuntabilitas adalah
mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan secara periodik”. Untuk menilai kinerja pemerintah
dalam penyelenggaraan pemerintahan harus dengan parameter dan tolak ukur
yang pasti. Hal ini dimaksudkan agar kesinambungan pembangunan dan
pelayanan publik dapat dikontrol dengan kriteria yang terukur. Terdapat tiga
aspek untuk menilai akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, ketiga
aspek tersebut adalah:
a. Parameter kerja.
b. Tolak ukur yang obkektif.
c. Tata cara yang terukur.
Dari ketiga aspek tersebut yang berkaitan dengan cara mengukurnya
yaitu berkenaan dengan intensitas kompetensi pokok yang harus
diperankan/dilakukan/dilaksanakan oleh masing-masing pegawai berdasarkan
aspek kepribadian, profesionalitas, dan hubungan sosial, sesuai dengan
posisinya dalam struktur organisasi pemerintahan. Dan kemampuan aparatur
pemerintah melaksanakan tugas pokok dan fungsi dalam pelaksanaan
15
jabatannya yang menjadi tanggungjawab. Parameter kinerja pemerintah harus
dijadikan acuan untuk menilai apakah suatu program yang direncanakan
berhasil atau tidak dan upaya untuk mengevaluasi kenerja pemerintahan yang
telah dilaksanakan pada periode tersebut. Selanjutnya tolak ukur yang objektif
merupakan syarat penting dalam menilai keberhasilan suatu program
pemerintah.
Hal ini terkait erat dengan penilaian suatu pertanggungjawaban. Oleh
karena itu tolak ukur keberhasilan pemerintahan harus objektif dan jelas.
Selain kedua aspek tersebut, masih diperlukan juga tata cara terukur untuk
menilai kinerja pemerintah. Misalnya dalam penilaian laporan
pertanggungjawaban Kepala Daerah, harus dilakukan dengan metode yang
sistematis dan terukur (Sabarno, 2007).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 38 tentang
pertanggungjawaban bahwa:
a. Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun
anggaran.
b. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaanAPBDesa terdiri dari
pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
c. Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaanAPBDesa ditetapkan
dengan Peraturan Desa.
d. Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDesa, dilampiri:
16
1) Format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes
Tahun Anggaran berkenaan.
2) Format Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun
Anggaran berkenaan; dan format Laporan Program Pemerintah dan
Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.
Akuntabilitas sektor pemerintahan dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang yaitu sudut pandang akuntansi, sudut pandang fungsional, dan sudut
pandang ciri utama akuntabilitas. Dari sudut pandang akuntansi, menurut
Committe on Concepts of Accounting Applicable to the Public Sector dari
American Accounting Association, untuk memenuhi akuntabilitas harus
melaporkan empat hal yaitu :
a. Akuntabilitas untuk sumber-sumber keuangan.
b. Akuntabilitas untuk ketaatan dan kepatuhan persyaratan legal dan kebijakan
administratif.
c. Akuntabilitas untuk efisiensi dan kehematan dalam operasi.
d. Akuntabilitas untuk hasil program dan efektivitasnya.
Dari sudut ciri utama akuntabilitas, maka akuntabilitas tersebut dilihat
sebagai alat untuk manajemen pemerintah yang mempunyai ciri-ciri, fokus
utama adalah keluaran (output), menggunakan indikator untuk mengukur
kinerja, memberikan informasi untuk pengambilan keputusan, menghasilkan
data yang konsisten, melaporkan hasil (outcomes) secara berkala kepada
publik. Ketiga pandangan diatas secara garis besar menunjukkan perlunya
mengembangkan dan mengkomunikasikan informasi aspek-aspek keuangan
dan non keuangan terhadap kinerja suatu entitas. (Ulum, 2008: 45)
17
Akuntabilitas memiliki 3 jenis atau macam berdasarkan pemikiran
(Mohamad dkk, 2004: 50) yaitu:
a. Akuntabilitas keuangan: pertanggungjawaban yang mencakup laporan
keuangan yang terdiri dari pendapatan atau penerimaan, penyimpanan, serta
pengeluaran.
b. Akuntabilitas manfaat: pertanggungjawaban yang mencakup terkait hasil
pencapaian tujuan yang sesuai dengan prosedur dan terpenting dari
pencapaian tujuan tersebut adalah efektivitas.
c. Akuntabilitas prosedural: pertanggungjawaban terkait pada pentingnya
prosedur pelaksanaan dengan mempertimbangkan asas etika, moralitas
serta kepastian hukum.
Akuntabilitas sebagai salah satu prasarat dari penyelenggara negara yang baik,
didasarkan pada konsep organisasi dalam manajemen, menyangkut:
a. Luas kewenangan dan rentang kendali (spand of control) organisasi.
b. Factor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable) dan tidak dapat
dikendalikan (uncontrollable) pada level manajemen atau tingkat
kekuasaan tertentu.
Akuntabilitas internal berlaku bagi setiap tingkatan dalam organisasi
internal penyelenggara negara termasuk pemerintah, dimana setiap pejabat
atau petugas publik secara hierarki berkewajiban untuk
mempertanggungjawabkan kepada atasan langsungnya secara build in
mengenai secara periodik maupun sewaktu-waktu bila dipandang perlu.
Antara lain untuk melaksanakan :
18
a. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, sebagai wujud
pertanggungjawabannya dalam mencapai misi dan tujuan organisasi.
b. Setiap instansi pemerintah sampai tingkat eselon II harus mempunyai
perencanaan strategik tentang program-program utama yang akan dicapai
selama 1 (satu) sampai 5 (lima) tahunan.
c. Perencanaan strategik dimaksud, mencakup :
1) Uraian tentang: visi, misi, strategi dan faktor-faktor kunci keberhasilan
organisasi.
2) Uraian tentang tujuan, sasaran, dan aktivitas organisasi.
3) Uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut
d. Setiap akhir tahun, instansi pemerintah menyampaikan laporan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada presiden dan salinannya
disampaikan kepada kepala Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKB).
e. Kepala BPKB, mengevaluasi terhadap laporan akuntabilitas instansi dan
melaporkan kepada presiden melalui mentri Pemberdayagunaan Aparatur
Negara dan salinannya disampaikan kepada Kepala Lembaga Administrasi
Negara.
Akuntabilitas eksternal melekat pada setiap lembaga negara sebagai
suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah
diterima dan dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk dikomunikasikan
kepada pihak eksternal dan lingkungannya. Untuk menilai tingkat
akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dengan meggunakan
rumus :
19
Tabel 2.1
Klasifikasi Tingkat Akuntabilitas
Indeks Indikator (%) Kriteria Akuntabilitas
0-25 Sangat Kurang Akuntabel
26-50 Kurang Akuntabel
51-75 Cukup Akuntabel
76-100 Akuntabel
Sumber: Ariyanti (2012)
5. Pembangunan Desa
Berdasarkan Permendagri No.114 Tahun 2014 tentang pedoman
pembangunan desa: Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa
dengan melibatkan seluruh masyarakat Desa dengan semangat gotong
royong.Berdasarkan Permendagri No. 114 Tahu 2014 tentang pedoman
pembangunan desa bahwa Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
pemerintah daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya
pemberdayaan masyarakat Desa. Pemberdayaan masyarakat, dilakukan
melalui pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat
20
Desa. Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan
Pembangunan Desa.
Berdasarkan Permendesa No 1 tahun 2015 tentang Kewenangan lokal
berskala Desa bidang pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 huruf d antara lain :
a. Pengembangan seni budaya lokal.
b. Pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi lembaga
kemasyarakatandan lembaga adat.
c. Fasilitasi kelompok-kelompok masyarakat melalui :
1) kelompok tani.
2) kelompok nelayan.
3) kelompok seni budaya; dan
4) kelompok masyarakat lain di Desa
6. Permendagri No 113 Tahun 2014
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan
desa ini sangat penting karena berdasar undang-undang desa yang ditetapkan
akhir tahun 2013, desa memiliki posisi langsung sebagai penerima dana yang
penggunaanya harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran
warga. Sama sekali tak sebatas kemakmuran perangkat desa. Sehingga
kebijakan para perangkatnya memiliki peran sangat penting karena menjadi
kunci utama. Permendagri pengelolaan keuangan desa terdiri dari bab-bab
tentang ketentuan umum, asas pengelolaan keuangan desa, kekuasaan
pengelolaan, pembinaan dan pengawasan.