Post on 09-Apr-2019
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini menjelaskan tentang kajian teori mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan yang meliputi hakikat pembelajaran Pkn, tujuan Pkn
tingkat SD, ruang lingkup Pkn, pengertian hasil belajar, faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar. Selain juga menjelaskan tentang pembelajaran
kooperatif tipe STAD (belajar kelompok). Selanjutnya menjelaskan tentang
langkah-langkah pembelajaran student teams achievement division. Kemudian
menjelaskan tentang hasil belajar, penelitian yang relevan, keranga pikir dan
hipotesis tindakan masing-masing akan dikemukkan sebagai berikut.
2.1 Hakikat pembelajaran Pkn
Pendidikan Kewarganegaraan yang dalam bahasa inggris dikenal dengan
istilah civic education mempunyai banyak pengertian dan istilah. Henry Randall
Waite (1886) sebagaimana dikutip oleh Ubaidilah merumuskan pengertian civis
sebagai berikut : “The scince of citizenship, the relation of man, the individual, to
man in organized collections, the individual in his relation to the state” (ilmu
pengetahuan kewarganegaraan, hubungan seseorang dengan orang lain dalam
perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir, hubungan seseorang individu
dengan negara). Sedangkan Muhammad Numan Somatri, mengartikan civics
adalah sebagai ilmu kewarganegaraan yang membicarakan hubungan antara
manusia dengan perkumpulan-perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial,
ekonomi, politik), dan hubungan individu-individu dengan negara. Pendidikan
kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis,
melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, tentang kesadaran
bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin
hak-hak masyarakat. Adapun yang menemukan bahwa pendidikan
kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik yang
diarahkan untuk menjadi patriot pembela bangsa dan negara (warga negara yang
8
baik). Pasal yang berkaitan dengan pendidikan kewarganegaraan yaitu pasal 3
UUD 1945 yang berbunyi hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam
pembedaan negara pasal 30 ayat 1 dan hak setiap warga negara untuk memperoleh
pengajaran pasal 31 ayat 1.
2.2 Tujuan PKN Tingkat SD/MI
Berdasarakan permendiknas No.22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
Kurikulum Nasional, Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ditingkat
SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti-
korupsi.
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lainnya.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
2.3 Ruanag Lingkup PKN Tingkat SD/MI
Ruang lingkup mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan meliputi
aspek-aspek sebagai berikut :
a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan,
cerita lingkungan, kebangaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda,
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan
negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,
keterbukaan dan jaminan keadilan.
9
b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: tata tertib dalam kehidupan keluarga,
tata tertib di sekolah, norma-norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-
peraturan daerah, norma-norma dalam kehiduapan berbangsa dan
bernegaraan, system hukum dan peradilan nasional.
c. Hak asasi manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban
masyarakat anggota masyarakat, instrument nasional dan instrument HAM.
d. Kebutuhan waraga negara, meliputi: hidup gotong-royong, harga diri sebagai
warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan
kedudukan warga negara.
e. Konstitusi negara, meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan
dasar negara dengan konstitusi.
2.4 Pengertian Belajar
Secara psikologis, belajar merupakan proses perubahan, yaitu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh
aspek tingkah laku.
Menurut Soejadi (1985: 34) bahwa belajar mengacu pada perubahan
perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan
tersebut tidak disebabkan oleh insting, pematangan atau kelelahan dan kebiasaan.
Jadi perubahan perilaku yang dimaksud adalah perubahan pada sikap seseorang
karena pengaruh belajar sebagai hasil dari sebuah pengalaman seseorang yang
melalui kegiatan belajar mengajar. Jadi yang dimaksud hasil belajar adalah segala
sesuatu baik berupa pikiran maupun yang lainnya yang diperoleh dari berusaha
atau berlatih. Berlatih yang dimaksud adalah kegiatan belajar. Melalui berlatih
atau belajar, segala sesuatu yang dulunya belum mengerti akan dipahami. Hasil
belajar tersebut tidak lepas dari kegiatan belajar mengajar yang merupakan
tumpuan dari hasil yang diharapkan. Menurut Sudjana (2005:3) hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku individu yang mencakup aspek kogniti, aekti, dan
psikomotorik. Menurut Sudjana (1989: 38-40) hasil belajar yang dicapai siswa
10
dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan
faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang
dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa
besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Faktor kemampuan
yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan
perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan
psikis. Hasil belajar merupakan segala upaya yang menyangkut aktivitas otak
(proses berfikir) terutama dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses
berfikir ini ada enam jenjang, mulai dari yang terendah sampai dengan jenjang
tertinggi (Arikunto, 2003: 114-115). Hasil belajar itu tergantung dari proses
belajar, karena dengan belajar merupakan pengetahuan yang didapat untuk
merubah kelakuan seperti yang dikatakan oleh Hamalik (2008: 27) dalam
bukunya bahawa “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman (learning is defined as the modification or strengheningof behavior
through experiencing)”.
Beberapa pakar pendidikan juga mendifinasikan belajar sebagai berikut:
a. Robert M. Gange
Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai
seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh
langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara ilmiyah.
b. Robert M.W Travers
Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.
c. Lee J. Cronbach
Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman
d. Harold Spears
Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru,
mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu.
e. M C. Geoch
Belajar adalah perubahan performance sebagai hasil latihan.
f. Wiliam G. Morgan
11
Belajar adalah perubahan adalah perilaku yang bersifat permanen sebagai
hasil dari pengalaman.
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran.
“Nana Sudjana (2009:3)” mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih
luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono
(2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi
tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri
dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. “Benjamin S. Bloom (Dimyati
dan Mudjiono, 2006: 26-27)”. Menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif,
sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari
dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta,
peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
b. Pemahaman mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal
yang dipelajari.
c. Penerapan mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk
menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnaya, menggunakan prinsip.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-
bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya
mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal
berdasarkan criteria tertentu. Misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya.Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan
evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan
12
menunjukan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif PKN
yang mencakup tiga tingkatanya itu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan
penerapan (C3).Instrument yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa
pada aspek kognitif adalah tes.Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri
dari lima aspek, yaitu penerimaan,jawaban, penilaian, organisasi, dan
internalisasi. Contoh hasil belajar afektif yaitu, kemauan untuk menerima
pelajaran dari guru, perhatian siswa terhadap apa yang dijelaskan guru, bertanya
dan lain-lain. Ranah psikomotor yaitu hasil belajar keterampilan, dan kemampuan
bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: gerakan refleks
(keterampilan pada gerakan yang tidak sadar), keterampilan gerakan-gerakan
dasar, kemampuan dibidang fisik (misalnya kekuatan, ketepatan), gerakan-
gerakan skill, dan kemampuan yang berkenaan dengan gerakan ekspresif dan
interpreatif.
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran
di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu
sendiri.”Sugihartono, dkk. (2007: 76-77). Belajar yang merupakan proses kegiatan
untuk mengubah tingkah laku peserta didik, ternyata banyak faktor yang
mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa adalah faktor
yang berasal dari dalam atau pada diri individu masing-masing.
Faktor internal
Secara sfesifik faktor-faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar
adalah sebagai berikut:
a. Motivasi
Motivasi akan muncul dan berhasil apabila seseorang itu mau berusaha,
mempunyai keinginan dan memperbaiki dan memperbaiki diri untuk belajar lebih
baik.
13
b. Konsentrasi
Konsentrasi memusatkan perhatian terhadap belajar yang dicapai. Di
dalam aktifitas belajar konsentrasi sangat diperlukan karena apabila seseorang
tidak konsentrasi dengan apa yang dihadapinya maka belajar tidak maksimal.
Oleh karena itu dengan konsentrasi aktivitas yang dilakukan akan memenuhi
sasaran untuk mencapai tujuan belajar itu sendiri.
c. Reaksi
Dalam kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsure fisik maupun
mental, sebagai wujud reaksi. Dengan adanya siswa tidak hanya duduk, diam,
mendengarkan atau obyek dalam pembelajaran melainkan sebagai subyek dalam
belajar.
Faktor eksternal
Selain faktor-faktor di atas juga terdapat faktor lain yang dapat
mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor sosial :
a. Faktor keluarga
Keluarga yang tidak kondusif bias mengakibatkan siswa menjadi malas
untuk belajar. Misalnya, cara orang tua mendisiplinkan atau mendidik anak dalam
belajar, adanya hubungan antar anggota keluarga yang tidak baik, suasana rumah,
keadaan ekonomi dalam rumah tangga, pengertian orang tua dan latar belakang
keluarga.
b. Faktor sekolah
Kondisi sekolah yang kurang memadai juga berpengaruh buruk terhadap
belajar siswa. Misalnya metode dalam pembelajaran, hubungan antara guru
dengan siswa kurang, kedisiplinan, peralatan sekolah kurang.
c. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian
anak. Bentuk-bentuk masyarakat, media masa (tv, radio, bioskop) cara bergaul
anak dengan masyarakat akan berpengaruh dalam belajar siswa.
14
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas,
penelitian menggunakan factor eksternal berupa penggunaan model pembelajaran
kooperatif dengan model STAD.
2.6 Analisis Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua
jenis kerja kelompok termsuk bentu-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan
serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu
peserta didik menyelesaikan masalah.
Menurut Slavin dalam Isjoni (2009: 19) pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok
hestrogen. Sedangkan“ menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15)
mengemukan bahawa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara.
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada
penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie
(2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak
sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran
cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran cooperatif dengan benar
akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif. Johnson (Anita
Lie,2007: 30) mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima
unsur yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap
muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Pembelajaran
kooperatif (Cooperative learning) adalah model pembelajaran yang menekankan
pada saling ketergantungan positif antar individu siswa, adanya tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan evaluasi proses
kelompok (Arif Rohman, 2009: 186). Cooperative learning menurut Slavin (2005:
4-8) merujuk pada berbagai macam model pembelajaran di mana para siswa
15
bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat
prestasi, jenis kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling
membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas
kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan,
dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan
menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cooperative learning
lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus
ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan
terjadi interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat
interdependensi efektif antara anggota kelompok. Agus Suprijono (2009: 54)
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas
meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin
oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif
dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan
pertanyaanpertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang
dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan.
Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Anita Lie (Agus Suprijono, 2009: 56) menguraikan model pembelajaran
kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan
teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci seseorang dapat menempatkan
dirinya di lingkungan sekitar. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para
ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil
yang anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi,
sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang
berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran
agar belajar semua anggota maksimal.
Berdasarkan keempat pengertian yang telah disebutkan, dapat
disampaikan bahawa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran
dengan cara mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk
16
bekerjasama dengan memecahkan masalah. Kemampuan siswa dalam setiap
kelompok adalah hitrogen. Selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif, siswa
tidak hanya sebagai objek belajar tetapi menjadi subjek belajar karena mereka
dapat berkreasi secara maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena
pembelajaran kooperatif merupakan metode alternative dalam mendekati
permasalahan, maupun mengerjakan tugas besar, meningkatkan keterampilan
komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri.
Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran
kooperati adalah membangun siswa melalui kegiatan belajar dan bekerja sama
dalam kerja kelompok.
Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam ) fase ( Agus Suprijono
2009:65).
Tabel 2.1
Sintak Model Pembelajaran Kooperatif
FASE-FASE PERILAKU GURU
fase 1: Present goals and set
Menyiapkan tujuan dan mempersiapkan
peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap belajar
Fase 2: Present information
Menyajikan materi
Mempersentasikan informasi kepada peserta
didik secara verbal
Fase 3: Organize students into lerning
teams
Mengorganisasi peserta didik ke dalam
tim-tim belajar
Memberkan penjelasan tentang cara
pembentukan tim belajar dan membantu
kelompok melakukan transisi tugasnya
Fase 4: Assist team work and study
Membantu kerja tim dalam belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik
mengerjakan tugasnya
Fase 5: Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai
berbagai materi pembelajaran atau kelompok-
kelompok mempersentasikan hasil kerjanya
Fase 6: Provid recognition
Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan
prestasi individu maupun kelompok
(sumber: Agus Suprijono 2009:65)
17
2.7 Pembelajaran STAD dalam Pembelajaran PKn SD
STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan satu sistem
belajar kelompok yang di dalamnya siswa di bentuk ke dalam kelompok yang
terdiri dari 4-5 orang secara heterogen.
Menurut Ibrahim (2000:10) model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dikembangkan oleh Slavin dan merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana diterapkan dimana siswa dibagi dalam kelompok-kelompok
kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang yang bersifat heterogen, guru
yang menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok yang menyajikan
informasi akademik baru kepada siswa menggunakan presentasi verbal atau teks.
Berdasarkan pendapat tersebut peneliti berpendapat bahwa dalam hal ini model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model yang paling sederhana untuk
diterapkan pada siswa. Sementara menurut (Slavin, 2008:188) mengemukakan
bahwa pembagian kelompok yang memperhatikan keragaman siswa dimaksudkan
supaya siswa dapat menciptakan kerja sama yang baik, sebagai proses
menciptakan saling percaya dan saling mendukung. Keragaman siswa dalam
kelompok mempertimbangkan latar belakang siswa berdasarkan prestasi
akademis, jenis kelamin, dan suku. Syarat lain dari model belajar kooperatif tipe
STAD adalah jumlah anggota pada setiap kelompok sebaiknya terdiri dari 4-5
orang. Jumlah anggota yang sedikit dalam setiap kelompok memudahkan siswa
berkomunikasi dengan teman sekelompoknya. Pentingnya pembagian kelompok
seperti ini didasrkan pada pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit jika masalah itu dipelajari bersama. Berdasarkan
pendapat diatas peneliti berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
STAD diharapkan dapat lebih bermakna bagi siswa, melalui segala macam
kegiatan yang dilakukan oleh secara langsung oleh siswa didalam kelompoknya
masing-masing.
18
2.2 Keunggulan dan Kekurangan Model Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan
(Slavin, 1997:17)
a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-
norma kelompok.
b. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.
c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan
kelompok.
d. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam
berpendapat.
Selain keunggulan model pembelajaran koperatif tipe STAD juga memiliki
kekurangan, diantaranya adalah :
a. Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi siswa sehingga mencapai target
kurikulum.
b. Membutuhkan waktu yang lama bagi guru sehingga pada umumnya guru tidak
mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
c. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat
melakukan pembelajaran kooperatif.
d. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka berkerja sama.
Dari penjelasan tersebut penulis berpendapat bahwa pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran yang mengedepankan
kerjasama dalam suatu tim atau kelompok demi tercapainya tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai pada proses pembelajaran itu sendiri.
2.2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Menurut Slavin (2008: 188) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam
pembelajaran STAD adalah :
19
1. Sajian materi
2. Siswa bergabung dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Sebaiknya
kelompok dibagi secara heterogen yang terdiri dari siswa dengan beragam latar
belakang misalnya dari segi: prestasi, jenis kelamin, suku dll.
3. Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk mengerjakan
latihan/membahas suatu topik lanjutan bersama-sama. Disini anggota
kelompok harus bekerja sama.
4. Tes/kuis atau saling Tanya antar kelompok. Skor kuis/tes tersebut untuk
menentukan skor individu juga digunakan untuk menentukan skor kelompok.
5. Penguatan dari guru.
2.2.2 Belajar dan Pembelajaran
Menurut Hamalik (2001:28) belajar adalah “suatu proses perubahan tingkah
laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut
adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresisi.
Berdasarkan uraian tersebut penulis berpendapat bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku individu setelah melakukan interaksi lingkungan.
Selanjutnya Sardiman (2010:155) menjelaskan bahwa belajar itu sebagai
rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju perkembangan pribadi
manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsure cipta, rasa, dan karsa, ranah
kognitif, afektif dan psikomotor.
Berdasarkn uraian diatas penulis berpendapat bahwa belajar adalah suatu
aktivitas yang diharapkan melalui perubahan tingkah laku pada diri individu yang
belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu yang bersangkutan,
dan pembelajaran terjadi karena adanya interaksi antara siswa dengan guru,
sumber belajar termasuk di dalamnya lingkungan yang kesemuanya menimbulkan
perubahan perilaku sesuai dengan yang diinginkan individunya.
20
2.2.3 Kajian Hasil Yang Relevan
Beberapa penelitian tentang peningkatan hasil belajar telah banyak dilakukan
oleh banyak guru melalaui penelitian tindakan kelas dengan berbagai ragam
karakteristik. Ada yang meneliti peningkatan hasil belajar dengan mengamati
aspek perkembangan materi ajar, aspek motivasi belajar siswa, aspek peran orang
tua, aspek penggunaan media pembelajaran, aspek metode maupun pendekatan
belajar, dan masih banyak lagi yang lainnya. Peningkatan hasil belajar siswa
memang menjadi bahan kajian yang sangat menarik bagi guru, karena hasil
belajar yang optimal akan sangat berguna bagi perkembangan siswa dalam
menghadapi persaingan global.
Beberapa hasil penelitian yang mengkaji tentang peningkatan hasil belajar siswa
adalah sebagai berikut :
1. Sulastri (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan hasil belajar
IPA melalui pembelajaran kooperatif STAD dan penggunaan alat peraga
konkret tentang energi siswa kelas IV SD Negeri 3 Kandangan Kabupaten
Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012”. Pembelajaran kooperatif STAD dapat
meningkatkan hasil belajar IPA dengan penggunaan alat peraga.
2. Ruben (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya meningkatkan hasil
belajar PKN tentang struktur organisasi desa dan kecamatan melalui
pembelajaran kooperatif model STAD siswa kelas 4 SDN Gesengan 02
Kabupaten Pati Tahun 2012/2013.” Pembelajaran kooperatif model STAD
dapat meningkatkan hasil belajar PKN tentang struktur organisasi desa dan
kecamatan pada siswa kelas 4 SDN Gesengan 02 kabupaten pati tahun
pelajaran 2012/2013.
21
Kerangka Pikir
Gambar 2.1
Kerangka Pikir
Berdasarkan gamabar 2.1 Kerangka Pikir dapat dijelaskan bahawa
kondisi awal pembelajaran PKn tentang pokok bahasan kalimat pernyataan pada
siswa kelas 1 SDN Kutowinangun 11 Salatiga Kecamatan Tingkir tahun pelajaran
2015-2016 belum menggunakan metode STAD sehingga berdampak pada
pembelajaran yang kurang aktif sehingga hasil belajar PKn rendah. Berawal dari
pemilihan metode yang kurang sesuai tersebut peneliti berfikir melakukan
tindakan perbaikan pembelajaran pada mata pelajaran PKn tentang pokok bahasan
kalimat pernyataan dengan menggunakan model STAD. Model STAD dipandang
peneliti sesuai jika diterapkan pada pembelajaran PKn karena dengan
menggunakan model STAD siswa dibimbing dalam kelompok-kelompok kecil
untuk diajak berdiskusi sehingga pembelajaran lebih aktif. Pembelajaran terjadi
interaksi aktif antara guru dan siswa serta siswa dengan siswa yang lain dalam
Kondisi Awal Hasil Belajar
Rendah
Belum
menggunakan
STAD
Tindakan
Menggunakan
STAD
Siklus I siswa
membuat kelompok
sendiri hasil belajar
meningkat
Siklus II kelompok
dibuat guru dengan
acak hasil belajar
meningkat dan tuntas
Metode STAD dapat
meningkatkan hasil
belajar PKn tentang
Pokok Bahasan Kalimat
Pernyataan siswa yang
tuntas ≥ KKM
Kondisi Akhir
Perencanaan
Refleksi
22
berdiskusi tersebut. Pada siklus I pembelajaran sudah menggunakan model
STAD, dalam pembelajaran siswa membentuk kelompok-kelompok kecil dengan
anggota siswa memilih sendiri. Pelaksanaan siklus II tindakan yang dilakukan
peneliti tetap sama yaitu menggunakan model STAD hanya kelompok-kelompok
kecil dari siswa tersebut ditentukan oleh peneliti. Setiap kelompok dicampur
sebagian siswa yang berkemampuan tinggi dan sebagian siswa yang
berkemampuan rendah dan berkemampuan sedang dengan maksud dapat
berdiskusi dengan benar sehingga semua siswa dapat memahami materi tentang
pokok bahasan kalimat pernyataan, jadi dengan penerapan model STAD
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar PKn tentang pokok bahasan kalimat
pernyataan.
2.3.2 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan kelas yang
berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar PKn tentang Pokok Bahasan
kalimat Pernyataan melalui metode Kooperatif model STAD pada siswa kelas 1
SDN Kutowinangun 11 Salatiga Tahun Pelajaran 2015-2016 yang dilakukan oleh
peneliti, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
“Pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar PKn
tentang pokok bahasan kalimat pernyataan pada siswa kelas 1 SDN
Kutowinangun 11 Salatiga Kecamatan Tingkir tahun pelajaran 2015-2016.”