Post on 03-Dec-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari 100.000
populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple myelosis di
Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro Amerika dan
pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut usia, usia rata-rata
orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus terjadi di bawah usia 60
tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada 32.000 kasus baru yang dilaporkan
dan 20.000 kematian setiap tahunnya.5,6
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari
sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum tulang dan
menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam
darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma,
Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian
sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan
gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor
menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus
digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang
terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti bortezomib
dan CC-5013 cukup menjanjikan.1,2,3,4
ETIOLOGI
Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan
pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Multiple
myeloma telah dilaporkan pada anggota keluarga dari dua atau lebih keluarga inti dan
pada kembar identik.7 Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien
myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q.8
ANATOMI
Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti
vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur. 9
2
Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang.
Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu atau
kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder. 10
Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:
1. Diafisis
Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat
penulangan primer, dan merupakan korpus dari tulang.
2. Metafisis
Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir
batang (diafisis).
3. Lempeng epifisis
Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak,
yang akan menghilang pada tulang dewasa.
4. Epifisis
Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.
3
Gambar 1. Bagian dari tulang panjang matur (dikutip dari kepustakaan 10 )
Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa
(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan ikat
(endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tesebut dikelompokkan menjadi :
1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar,
contohnya os humerus dan os femur.
2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa
carpi.
4
3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os
scapula.
4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.
5. Ossa sesamoid, contoh: os patella.
Gambar 2. Sistem rangka pada manusia <A> tampak anterior dan <B> tampak lateral (dikutip dari kepustakaan 10 )
5
PATOFISIOLOGITahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah munculnya
sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS (monoclonal
gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan MGUS tidak memiliki
gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1% resiko progresi menjadi
myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.6
Patogenesis dan gambaran klinis pada multiple myeloma8
Temuan Penyebab yang mendasari Patomekanisme
Hipercalsemia, fraktur
patologi, kompresi saraf,
lesi litik tulang,
osteoporosis, nyeri tulang
Destruksi tulang Ekspansi tumor; produksi
osteoclast activating
factors OAF) oleh sel-sel
tumor
Gagal ginjal Light chain proteinuria,
hiperkalsemia, urate
nephropathy,
glomerulopati amiolodi
(jarang)
Pielonefritis
Efek toksik produk tumor,
light chain, OAF, akibat
kerusakan DNA
hipogammaglobulinemia
Infeksi Hipogammaglobulinemia,
penurunan migrasi
neutrofil
Penurunan produksi yang
berkaitan dengan tumor
induced suppression,
peningkatan katabolisme
IgG
Gejala neurologic Hiperviskositas,
krioglobulin, deposit
amiloid, hiperkalsemia,
kompresi saraf
Produk tumor ; sifat
protein M ; light chain
OAF
Perdarahan Berhubungan dengan Produk tumor ; antibody
6
factor pembekuan,
kerusakan amiloid
endothelium, disfungsi
platelet
terhadap factor pembekuan
; light chain, lapisan
antibody platelet
Massa lesi Ekspansi tumor
Tabel patomekanisme dan gambaran klinis pada multiple myeloma (dikutip dari kepustakaan
8)
DIAGNOSIS
Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi.
a. Gejala klinis
Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang,
dan infeksi yang berulang. Anemia terjadi pada sekitar 70% pasien yang terdiagnosis.
Nyeri pada tulang merupakan gambaran paling sering pada multiple myeloma dengan
persentasi sekitar 70%. Lokasi yang paling sering terjadi pada tulang vertebra
lumbalis. 13
Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma. Kompresi tulang
belakang terjadi pada 10- 20% pasien. Gejala-gejala yang dapat dipertimbangkan
kompresi tulang belakang berupa nyeri punggung, kelemahan, mati rasa, atau
disestesia pada ekstremitas.
Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang
diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,
nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus dapat ditemukan pada 30% pasien.
Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi yang
melibatkan infeksi pneumococcus, shingles dan Haemophilus11
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :14
Pucat yang disebabkan oleh anemia
7
Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni
Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori , lemah, atau carpal
tunnel syndrome.
Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma.
b. Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70% kasus.Jumlah
leukosit umumnya normal . Thrombositopenia ditemukan pada sekitar 15% pasien
yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi jarang ; proporsi plasma
sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan leukemia sel plasma. Formasi
Rouleaux ditemukan pada 60% pasien. Hiperkalsemia ditemukan pada 30% pasien
saat didiagnosis. Sekitar seperempat hingga setengah yang didiagnosis akan
mengalami gangguan fungsi ginjal dan 80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar
50% proteinuria Bence Jones yang dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau
imunofiksasi.6,8
c. Gambaran radiologi
1) Foto polos x-ray
Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi multiple, berbatas
tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di rongga
medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan tulang
kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan
gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.6,8,11,15,16
Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan tulang. Film
polos memperlihatkan :
Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama
tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan
8
myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda
radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering
dijumpai.11
Fraktur kompresi pada badan vertebra , tidak dapat dibedakan dengan
osteoprosis senilis.
Lesi-lesi litik “punch ou:” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi yang
berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa
jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu
penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%,
tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.15
Gambar 3. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas pada
myeloma. (dikutip dari kepustakaan 9)
9
Gambar 4. Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4 akibat
plasmacytoma.(dikutip dari kepustakaan 9)
Gambar 5. Gambaran radiologi pada os femur dekstra. Tampak gambaran khas suatu lesi
myeloma tunggal berupa gambaran lusen berbatas tegas pada regio interocanter. Lesi-lesi
lebih kecil tampak pada trocanter mayor.(dikutip dari kepustakaan 9)
10
2) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma. Namun,
kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak
dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan
kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.9
Gambar 6. CT Scan axial pada plenoid yang menggambarkan lesi berbatas tegas , gambaran
khas myeloma pada CT scan. Korteks tampak intak.(dikutip dari kepustakaan 9)
3) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini baik
untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma
berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang
menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.8,9,15
Sayangnya, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan pola
menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit namun tidak
spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma seperti
pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang untuk
menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat berguna
untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi tulang.9
11
Gambar 7. Foto potongan koronal T1 weighted-MRI pada suatu lesi myeloma di humerus.
Gambaran ini menunjukkan lesi dengan intensitas rendah. Batas korteks luar terkikis tetapi
intak ; namun, lesi telah melewati korteks bagian dalam.(dikutip dari kepustakaan 9)
Gambar 8. T1 weighted-MRI dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan lesi myelomatosa
yang predominan hipointens hingga isointens pada medulla dari diafisis. Lesi tampak pada
aspek anterior korteks.(dikutip dari kepustakaan 9)
4) Radiologi Nuklir9
Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada
osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi
12
tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif skintigrafi
tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif pada
radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.
5) Angiografi9
Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vaskularisasi. Secara umum, teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis multiple myeloma.
d. Patologi Anatomi14,15
Pada pasien multiple myeloma , sel plasma berproliferasi di dalam sumsum
tulang. Sel-sel plasma memiliki ukuran yang lebih besar 2 – 3 kali dari limfosit,
dengan nuklei eksentrik licin (bulat atau oval) pada kontur dan memiliki halo
perinuklear. Sitoplasma bersifat basofilik.
Gambar 9. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma multiple myeloma.
Tampak sitoplasma berwarna biru, nukleus eksentrik, dan zona pucat perinuclear (halo).
(dikutip dari kepustakaan 14)
13
Gambar 10. Biopsi sumsum tulang menunjukkan lembaran sel-sel plasma ganas pada
multiple myeloma (dikutip dari kepustaan 14)
Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien
yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif,
metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah dieksklusi adalah
sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma dengan salah satu dari
kriteria berikut :6
- Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL)
- Protein monoclonal urine
- Lesi litik pada tulang
Sistem derajat multiple myeloma6-8,14
Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon Durie
system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System yang
dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan diperkenalkan
pada tahun 2005.
14
Salmon Durie staging :
a) Stadium I
Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL
Level kalsium kurang dari 12 mg/dL
Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter
Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, IgA < 3 g/dL, urine < 4g/24
jam)
b) Stadium II
Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III
c) Stadium III
Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL
Level kalsium lebih dari 12 g/dL
Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang
Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, IgA > 5 g/dL, urine > 12
g/24 jam)
d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL
e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl
International Staging System untuk multiple myeloma
a) Stadium I
β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL
CRP ≥ 4,0 mg/dL
Plasma cell labeling index < 1%
Tidak ditemukan delesi kromosom 13
Serum Il-6 reseptor rendah
durasi yang panjang dari awal fase plateau
b) Stadium II
Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau
15
Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL
c) Stadium III
Beta-2 microglobulin >5.5 g/dL
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis multiple myeloma seringkali jelas karena kebanyakan pasien memberikan
gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium, termasuk trias berikut :6
Protein M serum atau urin (99% kasus)
Peningkatan jumlah sel plasma sumsum tulang
Lesi osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang.
Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding multiple myeloma berupa MGUS,
smoldering myeloma, amiloidosis primer, dan metastasis karsinoma.6
Perbedaan pasien MGUS (benign monoclonal gammanophaty) dengan pasien
yang mengalami MM sulit bila pada awalnya ditemukan protein M. pada pasien
asimtomatik, protein M < 3g/dL, kurang dari 10% plasma sel sumsum tulang, tidak
ditemukan lesi osteolitik, anemia , hiperkalsemia, atau gangguan ginjal merupakan
ciri dari MGUS.6
Pada pasien asimptomatik dengan nilai protein M lebih dari 3 g/dL dan sel
plasma sumsum tulang lebih dari 10% sesuai untuk diagnosis smoldering myeloma.
Pada pasien asimptomatik dengan protein M lebih dari 3g/dL dan monoclonal light
chain pada urine, MM lebih dipertimbangkan. 6
Perbedaan antara amiloidosis dan MM sulit karena keduanya merupakan
gangguan proliferative sel plasma dengan gejala-gejala berbeda tetapi gambaran yang
tumpang tindih. Pada amiloidosis , proporsi sel plasma sumsum tulang biasanya
kurang dari 20%, tidak ditemukan lesi osteolitik, dan jumlah protein bence Johnson
sedang. 6
Pada pasien tanpa komponen protein M dalam serum maupun urine, tetapi
ditemukan lesi osteolitik, suatu metastase kanker seperti hipernefroma, sebaiknya
diekslusi sebelum diagnosis nonsecretory myeloma dipertimbangkan. Pada pasien
16
dengan gejala konstitusional , lesi osteolitik yang tersebar, komponen protein M
sedang, dan kurang dari 10% sel plasma sumsum tulang, metastase kanker dengan
MGUS harus diekslusi.6
PENGOBATAN
Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada
tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal yang
paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan dexamethasone.
Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan lenalidomide sedang
diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk intravena merupakan inhibitor
proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna pada myeloma. Lenalidomide ,
dengan pemberian oral merupakan turunan dari thalidomide.4,6,8
Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang optimal
untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem sel autolog.
Transplantasi ini secara potensial menyembuhkan myeloma, namun peranannya
terbatas karena tingkat mortalitas yang tinggi sekitar 30 – 50%.6,9
17
Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada
tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia dapat
diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. bifosfonat mengurangi
fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang. 6
Gambar 11. Pendekatan penatalaksanaan pada pasien baru terdiagnosis multiple
myeloma(MM). ASCT = autologous stem cell transplantation; CR = complete response; Dex
= dexamethasone; MP = melphalan plus prednisone; MPT = MP plus thalidomide; Rev/Dex
= lenalidomide (Revlimid) plus Dex; Thal/Dex = thalidomide plus Dex; VGPR = very good
partial response. (dikutip dari kepustakaan 8)
18
PROGNOSIS
Meskipun rerata pasien multiple myeloma bertahan kira-kira 3 tahun, beberapa pasien
yang mengidap multiple myeloma dapat bertahan hingga 10 tahun tergantung pada
tingkatan penyakit.13
Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System , angka rerata pasien
bertahan hidup sebagai berikut :6
Stadium I > 60 bulan
Stadium II , 41 bulan
Stadium III , 23 bulan
Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk.
Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging system
maka rerata angka bertahan hidup pasien dengan multiple myeloma sebagai berikut :6
stadium I , 62 bulan
stadium II, 44 bulan
Stadium III, 29 bulan.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. _________. Mieloma Multipel (multiple myeloma)[online]. Available from
http://medicastore.com/penyakit_subkategori/12/index.html. Diakses tanggal
4 November 2009
2. McPhee ,Stephen J., Maxine A. Papadakis, Lawrence M. Tierney,Jr.2008.
Multiple Myeloma in 2008 Current Medical and Treatment. San Fransisco
: Mc Graw Hill-Lange
3. Dugdale ,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve. 2009. Multiple Myeloma
[online]. available from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000583.htm. Diakses
tanggal 4 November 2009
4. Kyle ,Robert A., S. Vincent Rajkumar. 2004. Drug Therapy : Multiple
Myeloma [online]. Available from http://www.nejm.com .Diakses tanggal 3
November 2009
5. Glass,Jonathan , Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other
Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical
Management 2nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm 271-294
6. Richardson,Paul, Teru Hideshima, Kenneth C. Anderson. Multiple Myeloma
and Related Disorders in : Clinical Oncology 3rd ed. Philadelpia : Elsevier
Churcill Livingstone. Hlm. 2955-2970
7. Kyle, Robert K. 2000. Plasma Cell Disorders in Cecil Textbook of
Medicine 21th ed. New York : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm 977-982.
8. Longo, Dan L., Kenneth C. Anderson,Dennis L. Kasper,dkk.2005. Plasma
Cell Discrasia in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed. New
York : McGraw Hill Medical Publishing Division
9. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple Myeloma
[online]. available from http://emedicine.medscape.com/article/391742-
overview. Diakses tanggal 3 November 2009
20
10. Waugh,Anne, Allison Grant. 2001. Anatomi and Physiology in Health and
Illness. New York : Churcill Livingstone. p. 388-392
11. Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
p. 205-206
12. Herring, William. 2007. Learning Radiology : recognizing the basic /
William Harring 1th ed [online]. Available from
http://www.learningradiology.com. Diakses tanggal 4 November 2009
13. Rajkumar, S. Vincent, Robert A. Kyle. 2005. Multiple Myeloma : Diagnosis
and Treatment [online]. Mayo Clin Proc. 2005;80(10):1371-1382
14. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online].
Available from http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview.
Diakses tanggal 3 November 2009
15. Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin. 2008. Robbins Buku
Ajar Patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hlm. 481-484
16. Eisenberg, Ronal L., Nancy M. Johnson. 2000. Comprehensive
Radiographic Pathology. New York : Mosby Elsevier. Hlm135-136
21