Post on 02-Nov-2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Prinsip negara hukum (Rechtsstaat)1 tercantum dialam pembukaan UUD
1945 yang menyatakan bahwa,” ...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu didalm satu Undang-Undang Dasar Negara...”.
Penegasan bahwa kemerdekaan indonesia yang disusun dalam satu Undang-
Undang Dasar menunjukan bahwa Negara Indonesia menganut prinsip dan sistem
negara hukum. Oleh karena itu UUD sebagai konstitusi dalam hierarki peraturan
perundang-undangan2 merupakan hukum tertinggi dalam berbangsa dan bernegara
Manusia sebagai mahluk sosial, memiliki kebutuhan yang beraneka ragam.
Kebutuhan dan keinginan itu yang mendorong manusia berusaha memenuhinya.
Sifat konsumtif yang sudah melekat pada manusia sejak manusia itu lahir. setiap
Keinginan manusia sangatlah banyak dan beragam, oleh karena itu bagaimana
caranya manusia dapat memenuhi keinginannya tersebut. Dalam memenuhi
keinginannya, manusia berhubungan dengan orang lain dan memerhatikan
keterbatasan sumber daya yang ada di dunia ini.
Masalah perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari
kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat
keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak
1 Lihat ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara
hukum” 2 Lihat ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
2
adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen pada posisi yang
lemah atau sebaliknya. Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen dan
produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian
antara produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan
melanggar hukum yang dilakukan oleh para pihak.
Besarnya jumlah konsumen di Indonesia juga membuat kita berpikir
mengenai bagaimana posisi konsumen di Indonesia. Apakah konsumen di
Indonesia sudah benar-benar “terlindungi” atau belum. dalam kegiatan bisnis
terdapat hubungan saling membutuhkan antara pelaku usaha dengan konsumen,
baik berupa pelaku usaha dan konsumen barang maupun jasa. Kepentingan pelaku
usaha adalah memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dari transaksi dengan
konsumen, sedangkan di sisi lain, konsumen berkepentingan untuk memperoleh
kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. dengan
kata lain, konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan kualitas yang
diinginkan.
Berdasarkan kondisi sebagaiamana dipaparkan tersebut, maka perlu adanya
pemberdayaan konsumen melalui seperangkat peraturan/undang-undang yang
tujuannya untuk melindungi kepentingan konsumen dan bukan untuk mematikan
usaha para pelaku usaha namun justru sebaliknya agar dapat membentuk suasana
perdagangan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Pembangunan
perekonomian nasional harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga
3
mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat banyak.3
Maka dalam rangka terciptanya perekonomian yang sehat, serta mewujudkan
keseimbangan dalam memberikan perlindungan hukum bagi kepentingan
perlindungan konsumen dan pelaku usaha, maka di bentuklah aturan undang-
undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Permasalahan perlindungan konsumen ini tidak akan pernah habis dan akan
selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak
konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu,
masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Keperluan adanya hukum
untuk memberikan perlindungan konsumen di Indonesia merupakan suatu hal
yang tidak dapat dielakkan sejalan dengan tujuan pembangunan nasional, yaitu
pembangunan manusia seutuhnya.4
Di dalam Undang undang tentang perlindungan konsumen ini memang telah
di terbitkan namun dalam proses pelaksanaan atau aplikasi dari undang undang itu
sendiri belum maksimal atau dengan kata lain peraturan yang ada dalam undang
undang tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan
pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen yang tentunya berkaitan
dengan tanggung jawab produsen.
3 Gunawan Widjaja dan Ahmad yani, 2003, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta
: PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm. 98
4 Sudaryatmo, 1996, Masalah Perlindungan Konsumen di indonesia, Bandung :PT Citra
Aditya Bakti, hlm 65.
4
Konsumen dapat dibedakan menjadi tiga batasan, yaitu :5
1. Konsumen komersial (commercial consumer), adalah setiap orang yang
mendapatkan barang dan/atau jasa yang di gunakan untuk memproduksi
barang dan/atau jasa lain dengan tujuan mendapat keuntungan.
2. Konsumen antara (intermediate consumer), adalah setiap orang yang
mendapatkan barang dan/ atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan
kembali dengan tujuan mencari keuntungan.
3. Konsumen akhir (ultimate consumer/ and user), adalah setiap orang yang
mendapatkan dan menggunakan barang dan/ jasa untuk tujuan memenuhi
kebutuhan kehidupan pribadi, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup
lainnya dan tidak untuk diperdagangkan kembali dan/ atau untuk mencari
keuntungan kembali
Berbagai kesulitan yang dihadapi oleh konsumen dalam hubungannya dengan
produsen sangat membutuhkan suatu kepastian hukum yang dapat memberikan
kejelasan tentang hak dan kewajiban para pihak dengan adanya Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang diharapkan mampu
untuk mengatasi segala macam kerumitan dalam hubungan antara produsen dan
konsumen.
Berdasarkan pasal 1 undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumendalam undangundang ini yang dimaksud dengan :
5 Zulham, S.Hi., M.Hum, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, MEDAN : Kencana Prenada
Media Group, hlm17-18
5
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Dalam penulisan hukum ini penulis akan membahas mengenai permasalahan
perlindungan konsumen yang di jadikan obyek penulisan Berdasarkan Perkara
dalam putusan Nomor 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013, Nomor 812 K/Pdt.Sus-
BPSK/2015 dan Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 PT SINAR MITRA
SEPADAN FINANCE. dengan perjanjian pembiayaan kredit oleh para pihak
antara konsumen dan pelaku usaha.
Berdasarkan putusan BPSK yang dimenangkan oleh pihak yang Konsumen
(Debitur), maka pihak yang kalah menggunakan haknya untuk melakukan
permohonan ke tingkat persidangan pengadilan negeri, Sebagai mana di atur
dalam Pasal 56 ayat (2) UUPK. Lalu di dalam Pengadilan Negeri berdasarkan
alasan-alasan hukum yang di sampaikan oleh para pihak, maka majelis hakim
dalam perkara ini menilai bahwasanya benar dan tepat yang telah di sampaikan
didalam amar putusan BPSK.
6
Menurut putusan Nomor 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013 PT. SINAR MITRA
SEPADAN FINANCE sebagai Pelaku usaha dan N. MAS ADAH sebagai
Konsumen Dalam kasus perjanjian pembiayaan kredit terdapat permasalahan
hukum yang berisi suatu persengketaan antara kedua belah pihak diantaranya :
bahwa diantara Pemohon Keberatan (Pelaku usaha) dengan Termohon
Keberatan (Konsumen) terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen No.
9015430225, yang mengatur tentang kredit/pembiayaan kepemilikan 1 (satu) unit
mobil kendaraan roda 4 (empat) merek Mitsubishi, jenis light truck, Nomor
Rangka : MHMFE349ESR085269, Nomor Mesin : 4D34A69454, Nomor Polisi :
T 8382 L; bahwa pada angsuran ke 24, Termohon Keberatan/Konsumen telah
terlambat membayar angsuran. serta Pemohon Keberatan/Pelaku Usaha telah
menarik obyek perjanjian pembiayaan tersebut di karenakan salah satu pihak tidak
melakukan “pembayaran cicilan” maka pihak tersebut telah wanprestasi
Bahwa akan tetapi sejak pada angsuran ke-24 (ke dua puluh empat), yang
jatuh tempo pada tanggal 2 Desember 2012 sampai dengan angsuran ke-26 (ke
dua puluh enam) yang jatuh tempo pada tanggal 2 Febuari 2013, Termohon
Keberatan a quo tidak melaksanakan kewajibannya secara tepat waktu
(wanprestasi), karena telah menunggak angsuran sebanyak 3 (tiga) bulan.
Sehubungan dengan hal itu, pihak Pemohon Keberatan a quo telah
mengunjungi/menemui Termohon Keberatan a quo dan telah memberikan
peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali, akan tetapi Termohon Keberatan a quo
tidak mengindahkan peringatan dimaksud. Sikap Termohon Keberatan dimaksud
telah bertentangan dengan ketentuan yang tertera pada angka 2 (dua) Syarat-
7
Syarat Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor 9015430225, yaitu : “Konsumen
wajib membayar setiap angsuran tepat pada waktunya sebagaimana ditentukan
dalam Perjanjian ini’. Karena konsumen telah menunggak angsuran sebanyak 3
bulan dan telah diperingatkan secara lisan dan tertulis, namun tidak diindahkan
oleh Termohon Keberatan, maka Pemohon Keberatan a quo menarik/mengambil
unit mobil yang menjadi objek Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor
9015430225. Penarikan/ pengambilan unit mobil tersebut telah sesuai dengan
ketentuan yang tertera pada Syarat-Syarat Perjanjian Pembiayaan Konsumen
Nomor 9015430225 pada angka 10 yang isinya: Untuk menjamin pembayaran
kembali seluruh kewajiban pembayaran konsumen kepada kreditur, baik yang
timbul dari Perjanjian ini atau Perjanjian lainnya yang dibuat oleh dan antar
Konsumen dengan Kreditur, maka Konsumen dengan ini menyerahkan kepada
Kreditur Hak Miliknya secara Fiducia atas kendaraan jaminan tersebut dengan
syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang lazim dipergunakan dalam
Penyerahan Hak Milik secara Fiducia antara lain:
a) Kendaraan tersebut tetap dipegang oleh Konsumen tetapi Konsumen tidak
lagi sebagai pemilik melainkan sebagai pinjam pakai saja;
b) Konsumen berkewajiban memelihara kendaraan tersebut dengan sebaik-
baiknya dan secara rutin memberikan laporan tertulis kepada Kreditur
mengenai keadaan kendaraan;
c) Konsumen tidak menyewakan, meminjamkan, menjaminkan atau
memindah tangankan kendaraan tersebut kepada pihak lain;
8
d) Barang jaminan berupa surat-surat pemilik kendaraan (BPKB) dan faktur
diterbitkan sebagaimana termaktub dalam butir 1 Perjanjian ini, dengan
ketentuan bahwa selama hutang Konsumen kepada kreditur belum dilunasi
maka barang jaminan beserta surat-surat lain yang berkaitan dengan
barang jaminan tersebut akan disimpan oleh Kreditur, dan karenanya
Konsumen tidak berhak untuk meminta dan meminjam barang jaminan
tersebut dengan cara dan alasan apapun juga;
e) Apabila Konsumen tidak melunasi sebagian atau seluruh hutangnya atau
tidak memenuhi kewajibannya menurut Perjanjian ini, maka:
tanpa melalui penetapan atau putusan Pengadilan terlebih dahulu Kreditur
berhak dan dengan ini diberi kuasa dengan hak substitusi oleh Konsumen
untuk mengambil dimanapun dan di tempat siapapun kendaraan tersebut
berada, kalau perlu dengan meminta bantuan dari pihak yang berwajib,
untuk selanjutnya menjual di muka umum atau secara langsung atau
dengan perantara pihak lain sesuai dengan harga pasar yang wajar menurut
Kreditur………. dan seterusnya……….;
Menurut Putusan Nomor 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 PT. OLYMPINDO
MULTI FINANCE CABANG LUBUKLINGGAU sebagai Pelaku usaha
(Pemohon keberatan) dan SULASTRI ROMMY sebagai Konsumen (Termohon
keberatan) Dalam kasus perjanjian pembiayaan kredit terdapat permasalahan
hukum yang berisi suatu persengketaan antara kedua belah pihak diantaranya :
Dimana pihak pemohon keberatan/tergugat terbukti melakukan “Tergugat
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan penarikan
9
objek sengketa berupa 1 (satu) unit mobil Toyota Avanza milik Penggugat dan
pelelangan secara sepihak tanpa memberitahukan dan melibatkan serta seizin
Penggugat/termohon keberatan
a) Bahwa penjualan lelang yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, dimana Debitur (Penggugat) telah
diberikan batas waktu selama 14 hari sejak penarikan kendaraan (tanggal
19 Februari 2014) untuk melakukan pelunasan hutang namun Debitur
(Penggugat) sama sekali tidak mau menyelesaikan kewajibannya.
b) Karena debitur/termohon keberatan tidak juga melakukan pelunasan
hutang selama batas waktu yang diberikan tersebut diatas maka pada
tanggal 20 Maret 2014 dilakukan lelang terhadap 1 unit mobil Toyota
Avanza dan laku dengan harga Rp. 50.000.000,- dan uang tersebut telah
dipergunakan untuk menutupi sebagian dari kewajiban debitur per
tanggal 20 Februari 2014 adalah sebesar Rp. 89.271.772, yang terditi
dari sisa hutang pokok sebesar Rp.70.894.660
Menurut Putusan Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 PT SINAR MITRA
SEPADAN FINANCE sebagai Pelaku usaha (Pemohon keberatan) dan
MUHAMMAD SAFII PANE sebagai Konsumen (Termohon keberatan) Dalam
kasus perjanjian pembiayaan kredit terdapat permasalahan hukum yang berisi
suatu persengketaan antara kedua belah pihak diantaranya :
Dalam kasus perjanjian pembiayaan kredit terdapat permasalahan hukum
tentang kredit/pembiayaan kepemilikan 1 (satu) unit mobil kendaraan Colt Diesel
10
Nomor Polisi BD 8155 N dengan Jaminan Fidusia No.W2.00374761.AH.05.01
Tahun 2014. Yang berkaitan antara pelaku usaha dengan konsumen, mengingat
konsumen/Debitur yang berkewajiban membayar angsuran sampai lunas. Bahwa
setelah beberapa kali konsumen diminta dan diperingatkan agar
membayar/memenuhi kewajibannya, tetapi konsumen tetap tidak melakukan
pembayaran angsuran tanpa alasan yang jelas, oleh karena itu pelaku usaha
melakukan penarikan objek dari perjanjian yang berupa 1 (satu) unit mobil
kendaraan Colt Diesel Nomor Polisi BD 8155 N. oleh karena itu pihak konsumen
merasa tidak terima lalu mengajukan keberatan terhadap Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) dan sampai pada akhirnya di keluarkan amar
putusan dari BPSK dengan Nomor 011/Arbitrase/BPSK-BB/I/2015 tanggal 30
April 2015 yang sifatnya dimenangkan oleh pihak konsumen.
Oleh sebab itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah di
sampaikan oleh majelis hakim Mahkamah Agung di tingkat kasasi. maka majelis
hakim memberikan putusan yang berbeda dengan sebelumnya, dengan alasan
majelis hakim mahkamah agung menyatakan dalam amar putusannya untuk
membatalkan putusan Pengadilan Negeri setempat serta putusan BPSK. Maka
dari itu putusan kasasi ini jelas secara terang menderang menyatakan bahwasanya
perkara yang di sengketakan dalam kasus ini menurut pertimbangan hakim
didalamnya bukanlah perkara perlindungan konsumen atau dengan kata lain
Menyatakan BPSK tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini. Yang
secara jelas atau menurut garis besarnya perkara tentang perlindungan konsumen
11
mengenai perjanjian pembiayaan yang di buat oleh para pihak antara debitur dan
kreditur bukanlah sebagai perkara konsumen.
Berdasarkan obyek referensi yang ada terdapat perbedaan didalam putusan
kasasi dengan putusan pengadilan negeri sebelumnya, yang di putus oleh majelis
hakim, serta terdapat permasalahan hukum didalam putusan tersebut. Karena
adanya suatu masalah dalam pertimbangan hakim antara hakim pengadilan negeri
dan hakim mahkamah agung, Yang pada pokok pembahasannya adalah apakah
debitur dalam perjanjian pembiayaan/ kredit dari lembaga finance merupakan
konsumen yang termasuk dalam undang-undang no.8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen. sesuai dengan perkara putusan Mahkamah Agung
Nomor 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013, Nomor 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 & 753
K/Pdt.Sus-BPSK/2015
Oleh sebab itu berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis mengangkat
penelitian hukum dengan judul :
“Analisa Perbedaan Perspektif BPSK dan Pengadilan Negeri serta
Mahkamah Agung mengenai Kedudukan Debitur Lembaga Finance sebagai
Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kedudukan Debitur Lembaga Finance sebagai Konsumen
dalam Putusan BPSK dan Pengadilan Negeri serta Mahkamah Agung
12
Dilihat berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui kedudukan Debitur Lembaga Finance sebagai
Konsumen dalam Putusan BPSK dan Pengadilan Negeri serta Mahkamah
Agung Dilihat berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen ?
D. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan dari penelitian ini, maka Penulis berharap
penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam berbagai aspek sebagai
berikut :
1. Aspek teoritik
Hasil dari penelitian ini mampu menjadi sumbangan ilmu pengetahuan serta
memberikan kontribusi yang positif dalam rangka mengenai suatu hal yang
berhubungan dengan Kedudukan Debitur Lembaga Finance Sebagai
Konsumen Dalam Putusan BPSK Dan Pengadilan Negeri Serta Mahkamah
Agung Dilihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen
2. Aspek Praktis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan atau
referensi bagi mahasiswa, akademisi, masyarakat, dan pihak lembaga
peradilan hukum yaitu tentang Kedudukan Debitur Lembaga Finance Sebagai
Konsumen Dalam Putusan BPSK Dan Pengadilan Negeri Serta Mahkamah
13
Agung Dilihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen
E. Kegunaan Penelitian
Dengan tercapainya penelitian hukum ini, maka penulis berharap penelitian
ini memberikan beberapa dampak positif yang diantaranya ialah :
1. Kegunaan Praktis
a. Bagi penulis
Penulisan hukum ini dibuat dengan harapan dapat memberikan manfaat
tambahan pengetahuan pihak-pihak yang membacanya mengenai Kedudukan
Debitur Lembaga Finance Sebagai Konsumen Dalam Putusan BPSK Dan
Pengadilan Negeri Serta Mahkamah Agung Dilihat Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Yang kaitannya apakah dasar
alasan dari hakim memutuskan perkara tersbut. Disamping itu, kegunaan
yang didasarkan pada alasan subjektif penulis dalam melakukan penelitian
hukum ini ialah berguna sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
b. Bagi Instansi Penegak Hukum
Penulisan hukum ini dibuat dengan harapan dapat memberikan sumbangsih
pemikiran yang dapat digunakan oleh instansi penegak hukum sebagai
wacana untuk membenahi penegakan hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku khususnya Undang-Undang Perlindungan
Konsumen No 8 Tahun 1999.
14
c. Bagi Masyarakat
Penulisan hukum ini dibuat dengan harapan dapat memberikan informasi dan
edukasi hukum terhadap Kedudukan Debitur Lembaga Finance Sebagai
Konsumen Dalam Putusan BPSK Dan Pengadilan Negeri Serta Mahkamah
Agung Dilihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
2. Kegunaan Teoritis
Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan pandangan,
manfaat serta kontribusi yang benar-benar berguna bagi civitas akademik,
instansi penegak hukum, masyarakat maupun penulis terhadap rangkuman
permasalahan yang di bahas dalam penelitian ini khususnya kedudukan
debitur lembaga finance sebagai konsumen.
F. Metode Penelitian
1. Metode pendekatan
Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan
konsisten. Metodelogis berarti sesuai metode atau cara tertentu; sistematis
adalah berdasarkan suatu sistem; sedangkan konsisten berarti tidak adanya
hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangkan tertentu.6
Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan
pendekatan doktrinal, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepkan,
sebagai norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau
6 Soerjono soekanto dan sri mamudji, penelitian hukum normatif, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm.42
15
oleh pejabat negara yang berwenang. Hukum dipandang sebagai suatu
lembaga yang otonom, terlepas dari lembaga-lembaga lainnya yang ada di
masyarakat. Oleh karena itu pengkajian yang dilakukan, hanyalah ”terbatas”
pada peraturan perundang-undangan (tertulis) yang terkait dengan objek yang
diteliti.
Dari berbagai jenis metode pendekatan yuridis normatif yang dikenal,
penulis memilih bentuk pendekatan normatif yang berupa, inventarisasi
peraturan perundang undangan dan pengkajian terhadap taraf sinkronisasi
baik yang vertikal maupun yang horizontal.
Penelitian ini dilakukan berkenaan dengan kesesuaian dan ketepatan
putusan yang dijatuhkan Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 603
K/Pdt.Sus-BPSK/2013, Nomor 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 & 753 K/Pdt.Sus-
BPSK/2015 ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen.
Menanggapi berbagai fakta dan hubungan tersebut, penulis menggunakan
metode penelitian yang dapat mendukung karya tulis ini yaitu :
a. Penelitian Hukum Normatif (Normatif Legal Research)
Untuk mencapai tujuan sesuai dengan harapan penulis maka penulis
menggunakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang
meletakan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma
16
yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah, dari peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, serta doktrin7
2. Spesifikasi Penelitian
Mengenai tipe kajian dalam penelitian ini lebih bersifat deskriptif, karena
bermaksud menggambarkan secara jelas, tentang pertimbangan hukum pada
Putusan Pengadilan dan Mahkamah Agung (Nomor 32/Pdt.G/2013/PN Krw.
dan No. 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013), (Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN
Llg. Dan No 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) dan (Nomor 16/Pdt.Sus-
BPSK/2015/PN.Kis dan No. 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) dalam memeriksa
dan menyelesaikan sengketa tentang perjanjian kredit antara konsumen
melawan PT Lembaga Finance serta amar putusan dari Majelis BPSK dalam
memeriksa dan menyelesaikan sengketa tentang perjanjian kredit antara
konsumen/debitur melawan PT Lembaga finance. Tentang kedudukan
konsumen
3. Sumber dan Jenis data
Penelitian ini membutuhkan beberapa jenis bahan hukum data yang
beberapa sumber hukum yang berbeda, yaitu :
a. Data Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif yang
artinya mengikat dan mempunyai otoritas. Bahan–bahan hukum primer
terdiri dari perundang-undangan, catatan–catatan resmi atau risalah dalam
7 Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hal,34.
17
pembuatan perundang undangan dan putusan–putusan hakim. Bahan
hukum primer yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1) Putusan Pengadilan Negeri ( Nomor 32/Pdt.G/2013/PN Krw., dan
Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Llg dan No. 16/Pdt.Sus-
BPSK/2015/PN.Kis ).
2) Putusan Mahkamah Agung (603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013 dan, No
812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 dan Nomor 753 K/Pdt.Sus-
BPSK/2015).
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
konsumen.
b. Data Skunder
Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat
digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang
ada. Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum
termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.
Adapun yang termasuk dalam bahan-bahan hukum sekunder ini adalah
buku-buku teks, laporan penelitian hukum, jurnal hukum yang memuat
tulisan-tulisan kritik para ahli dan para akademisi terhadap berbagai
produk hukum perundang-undangan dan putusan pengadilan, notulen-
notulen seminar hukum, memori-memori yang memuat opini hukum,
monograp-monograp, buletin-buletin atau terbitan lain yang memuat
debat-debat dan hasil dengar pendapat di parlemen, deklarasi-deklarasi,
dan situs-situs internet Atau jurnal hukum yang berisi megenai prinsip-
18
prinsip dasar (asas-asas hukum), pandangan para ahli hukum (doktrin),
hasil penelitian hukum, kamus hukum, dan ensiklopedia hukum. Tentu
bahan sekunder yang digunakan ialah yang memilki relevansi terhadap
permasalahan yang diangkat oleh penulis.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
a. Studi Dokumen
Dalam penelitian penulis akan mengkaji tentang putusan pengadilan
dan Mahkamah Agung, melakukan pengkajian dari beberapa sumber
yang berkaitan erat dengan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Nomor 08/BPSK-KRW/V/2013 Karawang, Nomor
15.PSK/BPSK/VI/2015. Lubuklinggau dan Nomor
011/Arbitrase/BPSK-BB/II/2015 Kabupaten Batu Bara . Serta Putusan
Pengadilan (Nomor 32/Pdt.G/2013/PN Krw. dan No. 603 K/Pdt.Sus-
BPSK/2013) dan ( Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Llg. Dan No
812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) dan (Nomor 16/Pdt.Sus-
BPSK/2015/PN.Kis dan Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) Yang
didapat dari dokumen resmi negara.
b. Studi Pustaka
Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji dari beberapa sumber data
kepustakaan (Library Research) yang berhubungan dengan putusan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor 08/BPSK-
KRW/V/2013 Karawang, Nomor 15.PSK/BPSK/VI/2015.
Lubuklinggau dan Nomor 011/Arbitrase/BPSK-BB/II/2015 Kabupaten
19
Batu Bara. Serta Putusan Pengadilan (Nomor 32/Pdt.G/2013/PN Krw.
dan No. 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013) dan ( Nomor 21/Pdt.Sus-
BPSK/2015/PN Llg. Dan No 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) dan (Nomor
16/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN.Kis dan Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015)
Pada studi pustaka ini maka penulis akan mengaitkan putusan tersebut
antara Kedudukan Debitur Lembaga Finance Sebagai Konsumen Dalam
Putusan BPSK Dan Pengadilan Negeri Serta Mahkamah Agung Dilihat
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Berdasarkan uraian kasus posisi yang didasarkan pada
peraturan undang-undang yang berlaku dan doktrin ahli.
5. Teknik Analisa Bahan Hukum
a. Analisa isi
Berdasarkan teknik ini penulis akan melakukan analisis Kedudukan
Debitur Lembaga Finance Sebagai Konsumen Dalam Putusan BPSK
Dan Pengadilan Negeri Serta Mahkamah Agung Dilihat Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
(Studi Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung (Nomor
32/Pdt.G/2013/PN Krw. dan No. 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013) dan (
Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Llg. Dan No 812 K/Pdt.Sus-
BPSK/2015) dan (Nomor 16/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN.Kis dan Nomor
753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015).
20
c. Analisa Perbandingan
Analisa yang biasanya juga disebut sebagai comparative analysis ini
akan di lakukan oleh penulis dengan cara menganalisa Kedudukan
Debitur Lembaga Finance Sebagai Konsumen Dalam Putusan BPSK
Dan Pengadilan Dilihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Putusan Pengadilan Negeri
dan Mahkamah Agung (Nomor 32/Pdt.G/2013/PN Krw. dan No. 603
K/Pdt.Sus-BPSK/2013) dan ( Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Llg.
Dan No 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) dan (Nomor 16/Pdt.Sus-
BPSK/2015/PN.Kis dan Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015)) Inilah
yang akan dibandingkan oleh penulis sehingga menjadi suatu
penelitian yang dapat memberikan kejelasan terhadap permasalahan
hukum tersebut apakah sudah sesuai antara penerapan, dalam
pertimbangan hakim dan amar putusan pada masing-masing putusan.
d. Analisa Kesesuaian
Analisa dengan teknik ini akan digunakan oleh penulis setelah
melakukan analisa isi, analisa kepastian hukum putusan (Studi
Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung (Nomor
32/Pdt.G/2013/PN Krw. dan No. 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013) dan (
Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Llg. Dan No 812 K/Pdt.Sus-
BPSK/2015) dan (Nomor 16/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN.Kis dan Nomor
753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015)) Dan akan dilanjutkan dengan analisa
kesesuaian. Analisa kesesuaian yang akan dilakukan oleh penulis
21
bertujuan sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen.