BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prinsip negara hukum (Rechtsstaat) 1 tercantum dialam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa,” ...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu didalm satu Undang-Undang Dasar Negara...”. Penegasan bahwa kemerdekaan indonesia yang disusun dalam satu Undang- Undang Dasar menunjukan bahwa Negara Indonesia menganut prinsip dan sistem negara hukum. Oleh karena itu UUD sebagai konstitusi dalam hierarki peraturan perundang-undangan 2 merupakan hukum tertinggi dalam berbangsa dan bernegara Manusia sebagai mahluk sosial, memiliki kebutuhan yang beraneka ragam. Kebutuhan dan keinginan itu yang mendorong manusia berusaha memenuhinya. Sifat konsumtif yang sudah melekat pada manusia sejak manusia itu lahir. setiap Keinginan manusia sangatlah banyak dan beragam, oleh karena itu bagaimana caranya manusia dapat memenuhi keinginannya tersebut. Dalam memenuhi keinginannya, manusia berhubungan dengan orang lain dan memerhatikan keterbatasan sumber daya yang ada di dunia ini. Masalah perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak 1 Lihat ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum” 2 Lihat ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Prinsip negara hukum (Rechtsstaat)1 tercantum dialam pembukaan UUD

1945 yang menyatakan bahwa,” ...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan

Indonesia itu didalm satu Undang-Undang Dasar Negara...”.

Penegasan bahwa kemerdekaan indonesia yang disusun dalam satu Undang-

Undang Dasar menunjukan bahwa Negara Indonesia menganut prinsip dan sistem

negara hukum. Oleh karena itu UUD sebagai konstitusi dalam hierarki peraturan

perundang-undangan2 merupakan hukum tertinggi dalam berbangsa dan bernegara

Manusia sebagai mahluk sosial, memiliki kebutuhan yang beraneka ragam.

Kebutuhan dan keinginan itu yang mendorong manusia berusaha memenuhinya.

Sifat konsumtif yang sudah melekat pada manusia sejak manusia itu lahir. setiap

Keinginan manusia sangatlah banyak dan beragam, oleh karena itu bagaimana

caranya manusia dapat memenuhi keinginannya tersebut. Dalam memenuhi

keinginannya, manusia berhubungan dengan orang lain dan memerhatikan

keterbatasan sumber daya yang ada di dunia ini.

Masalah perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari

kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat

keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak

1 Lihat ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara

hukum” 2 Lihat ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

2

adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen pada posisi yang

lemah atau sebaliknya. Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen dan

produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

antara produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan

melanggar hukum yang dilakukan oleh para pihak.

Besarnya jumlah konsumen di Indonesia juga membuat kita berpikir

mengenai bagaimana posisi konsumen di Indonesia. Apakah konsumen di

Indonesia sudah benar-benar “terlindungi” atau belum. dalam kegiatan bisnis

terdapat hubungan saling membutuhkan antara pelaku usaha dengan konsumen,

baik berupa pelaku usaha dan konsumen barang maupun jasa. Kepentingan pelaku

usaha adalah memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dari transaksi dengan

konsumen, sedangkan di sisi lain, konsumen berkepentingan untuk memperoleh

kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. dengan

kata lain, konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan kualitas yang

diinginkan.

Berdasarkan kondisi sebagaiamana dipaparkan tersebut, maka perlu adanya

pemberdayaan konsumen melalui seperangkat peraturan/undang-undang yang

tujuannya untuk melindungi kepentingan konsumen dan bukan untuk mematikan

usaha para pelaku usaha namun justru sebaliknya agar dapat membentuk suasana

perdagangan yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Pembangunan

perekonomian nasional harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

3

mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa yang dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat banyak.3

Maka dalam rangka terciptanya perekonomian yang sehat, serta mewujudkan

keseimbangan dalam memberikan perlindungan hukum bagi kepentingan

perlindungan konsumen dan pelaku usaha, maka di bentuklah aturan undang-

undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

Permasalahan perlindungan konsumen ini tidak akan pernah habis dan akan

selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak

konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu,

masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Keperluan adanya hukum

untuk memberikan perlindungan konsumen di Indonesia merupakan suatu hal

yang tidak dapat dielakkan sejalan dengan tujuan pembangunan nasional, yaitu

pembangunan manusia seutuhnya.4

Di dalam Undang undang tentang perlindungan konsumen ini memang telah

di terbitkan namun dalam proses pelaksanaan atau aplikasi dari undang undang itu

sendiri belum maksimal atau dengan kata lain peraturan yang ada dalam undang

undang tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan

pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen yang tentunya berkaitan

dengan tanggung jawab produsen.

3 Gunawan Widjaja dan Ahmad yani, 2003, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta

: PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm. 98

4 Sudaryatmo, 1996, Masalah Perlindungan Konsumen di indonesia, Bandung :PT Citra

Aditya Bakti, hlm 65.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

4

Konsumen dapat dibedakan menjadi tiga batasan, yaitu :5

1. Konsumen komersial (commercial consumer), adalah setiap orang yang

mendapatkan barang dan/atau jasa yang di gunakan untuk memproduksi

barang dan/atau jasa lain dengan tujuan mendapat keuntungan.

2. Konsumen antara (intermediate consumer), adalah setiap orang yang

mendapatkan barang dan/ atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan

kembali dengan tujuan mencari keuntungan.

3. Konsumen akhir (ultimate consumer/ and user), adalah setiap orang yang

mendapatkan dan menggunakan barang dan/ jasa untuk tujuan memenuhi

kebutuhan kehidupan pribadi, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup

lainnya dan tidak untuk diperdagangkan kembali dan/ atau untuk mencari

keuntungan kembali

Berbagai kesulitan yang dihadapi oleh konsumen dalam hubungannya dengan

produsen sangat membutuhkan suatu kepastian hukum yang dapat memberikan

kejelasan tentang hak dan kewajiban para pihak dengan adanya Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang diharapkan mampu

untuk mengatasi segala macam kerumitan dalam hubungan antara produsen dan

konsumen.

Berdasarkan pasal 1 undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumendalam undang­undang ini yang dimaksud dengan :

5 Zulham, S.Hi., M.Hum, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, MEDAN : Kencana Prenada

Media Group, hlm17-18

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

5

1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama­sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Dalam penulisan hukum ini penulis akan membahas mengenai permasalahan

perlindungan konsumen yang di jadikan obyek penulisan Berdasarkan Perkara

dalam putusan Nomor 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013, Nomor 812 K/Pdt.Sus-

BPSK/2015 dan Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 PT SINAR MITRA

SEPADAN FINANCE. dengan perjanjian pembiayaan kredit oleh para pihak

antara konsumen dan pelaku usaha.

Berdasarkan putusan BPSK yang dimenangkan oleh pihak yang Konsumen

(Debitur), maka pihak yang kalah menggunakan haknya untuk melakukan

permohonan ke tingkat persidangan pengadilan negeri, Sebagai mana di atur

dalam Pasal 56 ayat (2) UUPK. Lalu di dalam Pengadilan Negeri berdasarkan

alasan-alasan hukum yang di sampaikan oleh para pihak, maka majelis hakim

dalam perkara ini menilai bahwasanya benar dan tepat yang telah di sampaikan

didalam amar putusan BPSK.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

6

Menurut putusan Nomor 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013 PT. SINAR MITRA

SEPADAN FINANCE sebagai Pelaku usaha dan N. MAS ADAH sebagai

Konsumen Dalam kasus perjanjian pembiayaan kredit terdapat permasalahan

hukum yang berisi suatu persengketaan antara kedua belah pihak diantaranya :

bahwa diantara Pemohon Keberatan (Pelaku usaha) dengan Termohon

Keberatan (Konsumen) terikat Perjanjian Pembiayaan Konsumen No.

9015430225, yang mengatur tentang kredit/pembiayaan kepemilikan 1 (satu) unit

mobil kendaraan roda 4 (empat) merek Mitsubishi, jenis light truck, Nomor

Rangka : MHMFE349ESR085269, Nomor Mesin : 4D34A69454, Nomor Polisi :

T 8382 L; bahwa pada angsuran ke 24, Termohon Keberatan/Konsumen telah

terlambat membayar angsuran. serta Pemohon Keberatan/Pelaku Usaha telah

menarik obyek perjanjian pembiayaan tersebut di karenakan salah satu pihak tidak

melakukan “pembayaran cicilan” maka pihak tersebut telah wanprestasi

Bahwa akan tetapi sejak pada angsuran ke-24 (ke dua puluh empat), yang

jatuh tempo pada tanggal 2 Desember 2012 sampai dengan angsuran ke-26 (ke

dua puluh enam) yang jatuh tempo pada tanggal 2 Febuari 2013, Termohon

Keberatan a quo tidak melaksanakan kewajibannya secara tepat waktu

(wanprestasi), karena telah menunggak angsuran sebanyak 3 (tiga) bulan.

Sehubungan dengan hal itu, pihak Pemohon Keberatan a quo telah

mengunjungi/menemui Termohon Keberatan a quo dan telah memberikan

peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali, akan tetapi Termohon Keberatan a quo

tidak mengindahkan peringatan dimaksud. Sikap Termohon Keberatan dimaksud

telah bertentangan dengan ketentuan yang tertera pada angka 2 (dua) Syarat-

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

7

Syarat Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor 9015430225, yaitu : “Konsumen

wajib membayar setiap angsuran tepat pada waktunya sebagaimana ditentukan

dalam Perjanjian ini’. Karena konsumen telah menunggak angsuran sebanyak 3

bulan dan telah diperingatkan secara lisan dan tertulis, namun tidak diindahkan

oleh Termohon Keberatan, maka Pemohon Keberatan a quo menarik/mengambil

unit mobil yang menjadi objek Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor

9015430225. Penarikan/ pengambilan unit mobil tersebut telah sesuai dengan

ketentuan yang tertera pada Syarat-Syarat Perjanjian Pembiayaan Konsumen

Nomor 9015430225 pada angka 10 yang isinya: Untuk menjamin pembayaran

kembali seluruh kewajiban pembayaran konsumen kepada kreditur, baik yang

timbul dari Perjanjian ini atau Perjanjian lainnya yang dibuat oleh dan antar

Konsumen dengan Kreditur, maka Konsumen dengan ini menyerahkan kepada

Kreditur Hak Miliknya secara Fiducia atas kendaraan jaminan tersebut dengan

syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang lazim dipergunakan dalam

Penyerahan Hak Milik secara Fiducia antara lain:

a) Kendaraan tersebut tetap dipegang oleh Konsumen tetapi Konsumen tidak

lagi sebagai pemilik melainkan sebagai pinjam pakai saja;

b) Konsumen berkewajiban memelihara kendaraan tersebut dengan sebaik-

baiknya dan secara rutin memberikan laporan tertulis kepada Kreditur

mengenai keadaan kendaraan;

c) Konsumen tidak menyewakan, meminjamkan, menjaminkan atau

memindah tangankan kendaraan tersebut kepada pihak lain;

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

8

d) Barang jaminan berupa surat-surat pemilik kendaraan (BPKB) dan faktur

diterbitkan sebagaimana termaktub dalam butir 1 Perjanjian ini, dengan

ketentuan bahwa selama hutang Konsumen kepada kreditur belum dilunasi

maka barang jaminan beserta surat-surat lain yang berkaitan dengan

barang jaminan tersebut akan disimpan oleh Kreditur, dan karenanya

Konsumen tidak berhak untuk meminta dan meminjam barang jaminan

tersebut dengan cara dan alasan apapun juga;

e) Apabila Konsumen tidak melunasi sebagian atau seluruh hutangnya atau

tidak memenuhi kewajibannya menurut Perjanjian ini, maka:

tanpa melalui penetapan atau putusan Pengadilan terlebih dahulu Kreditur

berhak dan dengan ini diberi kuasa dengan hak substitusi oleh Konsumen

untuk mengambil dimanapun dan di tempat siapapun kendaraan tersebut

berada, kalau perlu dengan meminta bantuan dari pihak yang berwajib,

untuk selanjutnya menjual di muka umum atau secara langsung atau

dengan perantara pihak lain sesuai dengan harga pasar yang wajar menurut

Kreditur………. dan seterusnya……….;

Menurut Putusan Nomor 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 PT. OLYMPINDO

MULTI FINANCE CABANG LUBUKLINGGAU sebagai Pelaku usaha

(Pemohon keberatan) dan SULASTRI ROMMY sebagai Konsumen (Termohon

keberatan) Dalam kasus perjanjian pembiayaan kredit terdapat permasalahan

hukum yang berisi suatu persengketaan antara kedua belah pihak diantaranya :

Dimana pihak pemohon keberatan/tergugat terbukti melakukan “Tergugat

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan penarikan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

9

objek sengketa berupa 1 (satu) unit mobil Toyota Avanza milik Penggugat dan

pelelangan secara sepihak tanpa memberitahukan dan melibatkan serta seizin

Penggugat/termohon keberatan

a) Bahwa penjualan lelang yang dilakukan oleh Pemohon Keberatan telah

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, dimana Debitur (Penggugat) telah

diberikan batas waktu selama 14 hari sejak penarikan kendaraan (tanggal

19 Februari 2014) untuk melakukan pelunasan hutang namun Debitur

(Penggugat) sama sekali tidak mau menyelesaikan kewajibannya.

b) Karena debitur/termohon keberatan tidak juga melakukan pelunasan

hutang selama batas waktu yang diberikan tersebut diatas maka pada

tanggal 20 Maret 2014 dilakukan lelang terhadap 1 unit mobil Toyota

Avanza dan laku dengan harga Rp. 50.000.000,- dan uang tersebut telah

dipergunakan untuk menutupi sebagian dari kewajiban debitur per

tanggal 20 Februari 2014 adalah sebesar Rp. 89.271.772, yang terditi

dari sisa hutang pokok sebesar Rp.70.894.660

Menurut Putusan Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 PT SINAR MITRA

SEPADAN FINANCE sebagai Pelaku usaha (Pemohon keberatan) dan

MUHAMMAD SAFII PANE sebagai Konsumen (Termohon keberatan) Dalam

kasus perjanjian pembiayaan kredit terdapat permasalahan hukum yang berisi

suatu persengketaan antara kedua belah pihak diantaranya :

Dalam kasus perjanjian pembiayaan kredit terdapat permasalahan hukum

tentang kredit/pembiayaan kepemilikan 1 (satu) unit mobil kendaraan Colt Diesel

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

10

Nomor Polisi BD 8155 N dengan Jaminan Fidusia No.W2.00374761.AH.05.01

Tahun 2014. Yang berkaitan antara pelaku usaha dengan konsumen, mengingat

konsumen/Debitur yang berkewajiban membayar angsuran sampai lunas. Bahwa

setelah beberapa kali konsumen diminta dan diperingatkan agar

membayar/memenuhi kewajibannya, tetapi konsumen tetap tidak melakukan

pembayaran angsuran tanpa alasan yang jelas, oleh karena itu pelaku usaha

melakukan penarikan objek dari perjanjian yang berupa 1 (satu) unit mobil

kendaraan Colt Diesel Nomor Polisi BD 8155 N. oleh karena itu pihak konsumen

merasa tidak terima lalu mengajukan keberatan terhadap Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen (BPSK) dan sampai pada akhirnya di keluarkan amar

putusan dari BPSK dengan Nomor 011/Arbitrase/BPSK-BB/I/2015 tanggal 30

April 2015 yang sifatnya dimenangkan oleh pihak konsumen.

Oleh sebab itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah di

sampaikan oleh majelis hakim Mahkamah Agung di tingkat kasasi. maka majelis

hakim memberikan putusan yang berbeda dengan sebelumnya, dengan alasan

majelis hakim mahkamah agung menyatakan dalam amar putusannya untuk

membatalkan putusan Pengadilan Negeri setempat serta putusan BPSK. Maka

dari itu putusan kasasi ini jelas secara terang menderang menyatakan bahwasanya

perkara yang di sengketakan dalam kasus ini menurut pertimbangan hakim

didalamnya bukanlah perkara perlindungan konsumen atau dengan kata lain

Menyatakan BPSK tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini. Yang

secara jelas atau menurut garis besarnya perkara tentang perlindungan konsumen

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

11

mengenai perjanjian pembiayaan yang di buat oleh para pihak antara debitur dan

kreditur bukanlah sebagai perkara konsumen.

Berdasarkan obyek referensi yang ada terdapat perbedaan didalam putusan

kasasi dengan putusan pengadilan negeri sebelumnya, yang di putus oleh majelis

hakim, serta terdapat permasalahan hukum didalam putusan tersebut. Karena

adanya suatu masalah dalam pertimbangan hakim antara hakim pengadilan negeri

dan hakim mahkamah agung, Yang pada pokok pembahasannya adalah apakah

debitur dalam perjanjian pembiayaan/ kredit dari lembaga finance merupakan

konsumen yang termasuk dalam undang-undang no.8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen. sesuai dengan perkara putusan Mahkamah Agung

Nomor 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013, Nomor 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 & 753

K/Pdt.Sus-BPSK/2015

Oleh sebab itu berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis mengangkat

penelitian hukum dengan judul :

“Analisa Perbedaan Perspektif BPSK dan Pengadilan Negeri serta

Mahkamah Agung mengenai Kedudukan Debitur Lembaga Finance sebagai

Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kedudukan Debitur Lembaga Finance sebagai Konsumen

dalam Putusan BPSK dan Pengadilan Negeri serta Mahkamah Agung

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

12

Dilihat berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui kedudukan Debitur Lembaga Finance sebagai

Konsumen dalam Putusan BPSK dan Pengadilan Negeri serta Mahkamah

Agung Dilihat berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen ?

D. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan dari penelitian ini, maka Penulis berharap

penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam berbagai aspek sebagai

berikut :

1. Aspek teoritik

Hasil dari penelitian ini mampu menjadi sumbangan ilmu pengetahuan serta

memberikan kontribusi yang positif dalam rangka mengenai suatu hal yang

berhubungan dengan Kedudukan Debitur Lembaga Finance Sebagai

Konsumen Dalam Putusan BPSK Dan Pengadilan Negeri Serta Mahkamah

Agung Dilihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

2. Aspek Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan atau

referensi bagi mahasiswa, akademisi, masyarakat, dan pihak lembaga

peradilan hukum yaitu tentang Kedudukan Debitur Lembaga Finance Sebagai

Konsumen Dalam Putusan BPSK Dan Pengadilan Negeri Serta Mahkamah

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

13

Agung Dilihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

E. Kegunaan Penelitian

Dengan tercapainya penelitian hukum ini, maka penulis berharap penelitian

ini memberikan beberapa dampak positif yang diantaranya ialah :

1. Kegunaan Praktis

a. Bagi penulis

Penulisan hukum ini dibuat dengan harapan dapat memberikan manfaat

tambahan pengetahuan pihak-pihak yang membacanya mengenai Kedudukan

Debitur Lembaga Finance Sebagai Konsumen Dalam Putusan BPSK Dan

Pengadilan Negeri Serta Mahkamah Agung Dilihat Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Yang kaitannya apakah dasar

alasan dari hakim memutuskan perkara tersbut. Disamping itu, kegunaan

yang didasarkan pada alasan subjektif penulis dalam melakukan penelitian

hukum ini ialah berguna sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

b. Bagi Instansi Penegak Hukum

Penulisan hukum ini dibuat dengan harapan dapat memberikan sumbangsih

pemikiran yang dapat digunakan oleh instansi penegak hukum sebagai

wacana untuk membenahi penegakan hukum sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku khususnya Undang-Undang Perlindungan

Konsumen No 8 Tahun 1999.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

14

c. Bagi Masyarakat

Penulisan hukum ini dibuat dengan harapan dapat memberikan informasi dan

edukasi hukum terhadap Kedudukan Debitur Lembaga Finance Sebagai

Konsumen Dalam Putusan BPSK Dan Pengadilan Negeri Serta Mahkamah

Agung Dilihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

2. Kegunaan Teoritis

Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan pandangan,

manfaat serta kontribusi yang benar-benar berguna bagi civitas akademik,

instansi penegak hukum, masyarakat maupun penulis terhadap rangkuman

permasalahan yang di bahas dalam penelitian ini khususnya kedudukan

debitur lembaga finance sebagai konsumen.

F. Metode Penelitian

1. Metode pendekatan

Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten. Metodelogis berarti sesuai metode atau cara tertentu; sistematis

adalah berdasarkan suatu sistem; sedangkan konsisten berarti tidak adanya

hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangkan tertentu.6

Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan

pendekatan doktrinal, karena dalam penelitian ini hukum dikonsepkan,

sebagai norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau

6 Soerjono soekanto dan sri mamudji, penelitian hukum normatif, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2006), hlm.42

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

15

oleh pejabat negara yang berwenang. Hukum dipandang sebagai suatu

lembaga yang otonom, terlepas dari lembaga-lembaga lainnya yang ada di

masyarakat. Oleh karena itu pengkajian yang dilakukan, hanyalah ”terbatas”

pada peraturan perundang-undangan (tertulis) yang terkait dengan objek yang

diteliti.

Dari berbagai jenis metode pendekatan yuridis normatif yang dikenal,

penulis memilih bentuk pendekatan normatif yang berupa, inventarisasi

peraturan perundang undangan dan pengkajian terhadap taraf sinkronisasi

baik yang vertikal maupun yang horizontal.

Penelitian ini dilakukan berkenaan dengan kesesuaian dan ketepatan

putusan yang dijatuhkan Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 603

K/Pdt.Sus-BPSK/2013, Nomor 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 & 753 K/Pdt.Sus-

BPSK/2015 ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen.

Menanggapi berbagai fakta dan hubungan tersebut, penulis menggunakan

metode penelitian yang dapat mendukung karya tulis ini yaitu :

a. Penelitian Hukum Normatif (Normatif Legal Research)

Untuk mencapai tujuan sesuai dengan harapan penulis maka penulis

menggunakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang

meletakan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

16

yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah, dari peraturan

perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, serta doktrin7

2. Spesifikasi Penelitian

Mengenai tipe kajian dalam penelitian ini lebih bersifat deskriptif, karena

bermaksud menggambarkan secara jelas, tentang pertimbangan hukum pada

Putusan Pengadilan dan Mahkamah Agung (Nomor 32/Pdt.G/2013/PN Krw.

dan No. 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013), (Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN

Llg. Dan No 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) dan (Nomor 16/Pdt.Sus-

BPSK/2015/PN.Kis dan No. 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) dalam memeriksa

dan menyelesaikan sengketa tentang perjanjian kredit antara konsumen

melawan PT Lembaga Finance serta amar putusan dari Majelis BPSK dalam

memeriksa dan menyelesaikan sengketa tentang perjanjian kredit antara

konsumen/debitur melawan PT Lembaga finance. Tentang kedudukan

konsumen

3. Sumber dan Jenis data

Penelitian ini membutuhkan beberapa jenis bahan hukum data yang

beberapa sumber hukum yang berbeda, yaitu :

a. Data Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif yang

artinya mengikat dan mempunyai otoritas. Bahan–bahan hukum primer

terdiri dari perundang-undangan, catatan–catatan resmi atau risalah dalam

7 Mukti Fajar dan Yulianto Ahmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hal,34.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

17

pembuatan perundang undangan dan putusan–putusan hakim. Bahan

hukum primer yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1) Putusan Pengadilan Negeri ( Nomor 32/Pdt.G/2013/PN Krw., dan

Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Llg dan No. 16/Pdt.Sus-

BPSK/2015/PN.Kis ).

2) Putusan Mahkamah Agung (603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013 dan, No

812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 dan Nomor 753 K/Pdt.Sus-

BPSK/2015).

3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

konsumen.

b. Data Skunder

Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat

digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang

ada. Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum

termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum.

Adapun yang termasuk dalam bahan-bahan hukum sekunder ini adalah

buku-buku teks, laporan penelitian hukum, jurnal hukum yang memuat

tulisan-tulisan kritik para ahli dan para akademisi terhadap berbagai

produk hukum perundang-undangan dan putusan pengadilan, notulen-

notulen seminar hukum, memori-memori yang memuat opini hukum,

monograp-monograp, buletin-buletin atau terbitan lain yang memuat

debat-debat dan hasil dengar pendapat di parlemen, deklarasi-deklarasi,

dan situs-situs internet Atau jurnal hukum yang berisi megenai prinsip-

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

18

prinsip dasar (asas-asas hukum), pandangan para ahli hukum (doktrin),

hasil penelitian hukum, kamus hukum, dan ensiklopedia hukum. Tentu

bahan sekunder yang digunakan ialah yang memilki relevansi terhadap

permasalahan yang diangkat oleh penulis.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

a. Studi Dokumen

Dalam penelitian penulis akan mengkaji tentang putusan pengadilan

dan Mahkamah Agung, melakukan pengkajian dari beberapa sumber

yang berkaitan erat dengan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen Nomor 08/BPSK-KRW/V/2013 Karawang, Nomor

15.PSK/BPSK/VI/2015. Lubuklinggau dan Nomor

011/Arbitrase/BPSK-BB/II/2015 Kabupaten Batu Bara . Serta Putusan

Pengadilan (Nomor 32/Pdt.G/2013/PN Krw. dan No. 603 K/Pdt.Sus-

BPSK/2013) dan ( Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Llg. Dan No

812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) dan (Nomor 16/Pdt.Sus-

BPSK/2015/PN.Kis dan Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) Yang

didapat dari dokumen resmi negara.

b. Studi Pustaka

Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji dari beberapa sumber data

kepustakaan (Library Research) yang berhubungan dengan putusan

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor 08/BPSK-

KRW/V/2013 Karawang, Nomor 15.PSK/BPSK/VI/2015.

Lubuklinggau dan Nomor 011/Arbitrase/BPSK-BB/II/2015 Kabupaten

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

19

Batu Bara. Serta Putusan Pengadilan (Nomor 32/Pdt.G/2013/PN Krw.

dan No. 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013) dan ( Nomor 21/Pdt.Sus-

BPSK/2015/PN Llg. Dan No 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) dan (Nomor

16/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN.Kis dan Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015)

Pada studi pustaka ini maka penulis akan mengaitkan putusan tersebut

antara Kedudukan Debitur Lembaga Finance Sebagai Konsumen Dalam

Putusan BPSK Dan Pengadilan Negeri Serta Mahkamah Agung Dilihat

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Berdasarkan uraian kasus posisi yang didasarkan pada

peraturan undang-undang yang berlaku dan doktrin ahli.

5. Teknik Analisa Bahan Hukum

a. Analisa isi

Berdasarkan teknik ini penulis akan melakukan analisis Kedudukan

Debitur Lembaga Finance Sebagai Konsumen Dalam Putusan BPSK

Dan Pengadilan Negeri Serta Mahkamah Agung Dilihat Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

(Studi Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung (Nomor

32/Pdt.G/2013/PN Krw. dan No. 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013) dan (

Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Llg. Dan No 812 K/Pdt.Sus-

BPSK/2015) dan (Nomor 16/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN.Kis dan Nomor

753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015).

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

20

c. Analisa Perbandingan

Analisa yang biasanya juga disebut sebagai comparative analysis ini

akan di lakukan oleh penulis dengan cara menganalisa Kedudukan

Debitur Lembaga Finance Sebagai Konsumen Dalam Putusan BPSK

Dan Pengadilan Dilihat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Putusan Pengadilan Negeri

dan Mahkamah Agung (Nomor 32/Pdt.G/2013/PN Krw. dan No. 603

K/Pdt.Sus-BPSK/2013) dan ( Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Llg.

Dan No 812 K/Pdt.Sus-BPSK/2015) dan (Nomor 16/Pdt.Sus-

BPSK/2015/PN.Kis dan Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015)) Inilah

yang akan dibandingkan oleh penulis sehingga menjadi suatu

penelitian yang dapat memberikan kejelasan terhadap permasalahan

hukum tersebut apakah sudah sesuai antara penerapan, dalam

pertimbangan hakim dan amar putusan pada masing-masing putusan.

d. Analisa Kesesuaian

Analisa dengan teknik ini akan digunakan oleh penulis setelah

melakukan analisa isi, analisa kepastian hukum putusan (Studi

Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung (Nomor

32/Pdt.G/2013/PN Krw. dan No. 603 K/Pdt.Sus-BPSK/2013) dan (

Nomor 21/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Llg. Dan No 812 K/Pdt.Sus-

BPSK/2015) dan (Nomor 16/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN.Kis dan Nomor

753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015)) Dan akan dilanjutkan dengan analisa

kesesuaian. Analisa kesesuaian yang akan dilakukan oleh penulis

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakangeprints.umm.ac.id/37766/2/jiptummpp-gdl-ariefaladi-49904-2-babi.pdf · produsen dapat timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian

21

bertujuan sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen.