BAB I PENDAHULUAN A. LATAR...

36
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa saat ini semakin berkembang dan keberadaannya pun tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Media massa merupakan sumber informasi bagi masyarakat yang sangat dibutuhkan saat ini. Menurut Onong (1993, p. 24) media massa memiliki kemampuan untuk menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak dalam menerima pesan yang disebarkan. Pesan yang disampaikan oleh media massa, melalui majalah, koran, tabloid, buku, televisi, radio, internet dan film diterima secara serempak oleh khalayak luas yang berjumlah ribuan, bahkan hingga puluhan juta. Televisi berasal dari kata tele dan visi, tele artinya jauh dan visi artinya penglihatan, jadi televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel. Televisi sama halnya dengan media massa lainnya yang mudah kita jumpai dan dimiliki oleh manusia dimana-mana, seperti media massa surat kabar, radio, atau komputer. Televisi sebagai sarana penghubung yang dapat memancarkan rekaman dari stasiun pemancar televisi kepada para penonton atau pemirsanya di rumah, rekaman-rekaman tersebut dapat berupa pendidikan, berita, hiburan, dan lain-lain. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektrik dan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Media massa saat ini semakin berkembang dan keberadaannya pun

tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Media massa merupakan

sumber informasi bagi masyarakat yang sangat dibutuhkan saat ini. Menurut

Onong (1993, p. 24) media massa memiliki kemampuan untuk menimbulkan

keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak dalam menerima pesan

yang disebarkan. Pesan yang disampaikan oleh media massa, melalui

majalah, koran, tabloid, buku, televisi, radio, internet dan film diterima secara

serempak oleh khalayak luas yang berjumlah ribuan, bahkan hingga puluhan

juta.

Televisi berasal dari kata tele dan visi, tele artinya jauh dan visi

artinya penglihatan, jadi televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan

gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel. Televisi sama

halnya dengan media massa lainnya yang mudah kita jumpai dan dimiliki

oleh manusia dimana-mana, seperti media massa surat kabar, radio, atau

komputer. Televisi sebagai sarana penghubung yang dapat memancarkan

rekaman dari stasiun pemancar televisi kepada para penonton atau

pemirsanya di rumah, rekaman-rekaman tersebut dapat berupa pendidikan,

berita, hiburan, dan lain-lain. Sistem ini menggunakan peralatan yang

mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektrik dan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

2

mengkonversikannya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suara

yang dapat didengar.

Sesuai dengan undang-undang pasal 43 BAB II Nomor 24 Tahun

1997 tentang Penyiaran bahwa, penyiaran bertujuan untuk menumbuhkan dan

mengembangkan sikap mental masyarakat Indonesia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memperkokoh persatuan dan

kesatuan bangsa, dan membangun masyarakat adil dan makmur.

Pada dasarnya televisi sebagai alat atau media massa elektronik yang

dipergunakan oleh pemilik atau pemanfaat untuk memperoleh sejumlah

informasi, hiburan, pendidikan dan sebagainya. Sesuai dengan undang-

undang pasal 54 BAB II Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran berbunyi

penyiaran mempunyai fungsi sebagai media informasi dan penerangan,

pendidikan dan hiburan, yang memperkuat ideologi, politik, ekonomi, sosial

budaya serta pertahanan dan keamanan. Banyak acara yang disajikan oleh

stasiun televisi di antaranya, mengenai sajian kebudayaan bangsa Indonesia,

sehingga hal ini dapat menarik minat penontonnya untuk lebih mencintai

kebudayaan bangsa sendiri, sebagai salah satu warisan bangsa yang perlu

dilestarikan.

Dalam kurun waktu kurang dari dua dekade, dunia televisi dan

hiburan di Indonesia mengalami perkembangan yang luar biasa pesat.

Perubahan yang signifikan dalam dunia pertelevisian di tanah air, muncul

sejak diberikannya izin siar secara nasional kepada beberapa stasiun televisi

swasta. Secara bertahap pada periode awal 1990-an, stasiun televisi yang siar

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

3

secara nasional bertambah jumlahnya secara siginifikan. Begitu juga dengan

bertambahnya stasiun televisi yang ada maka persaingan meraih pemirsa

menjadi semakin ketat. Belum lagi bila ditambah dengan puluhan televisi

prabayar dan ratusan televisi lokal, membuat pekerja media televisi harus

betul-betul kreatif melahirkan program-program yang baru dan berdaya jual

tinggi.

Televisi sebagai media yang muncul belakangan dibanding media

cetak dan radio, ternyata memberikan nilai yang sangat spektakuler dalam

sisi-sisi pergaulan hidup manusia saat ini. Daya tarik media televisi

sedemikian besar, sehingga pola-pola rutinitas manusia sebelum muncul

televisi, berubah total sama sekali. Media televisi menjadi panutan baru (news

religius) bagi kehidupan manusia. Tidak menonton televisi sama dengan

makhluk buta yang hidup dalam tempurung.

Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa dan

mempunyai fungsi yaitu memberikan informasi, mendidik, menghibur, dan

mempengaruhi (Onong, 1992). Menyampaikan berbagai informasi kepada

masyarakat adalah kewajiban bagi televisi yang memiliki fungsi mediasi.

Tetapi, masalahnya menurut pengamatan penulis, informasi yang disajikan

bukan bersifat mendidik tetapi lebih banyak bersifat menghibur, bahkan

menghancurkan gaya hidup ataupun budaya masyarakat.

Menyaksikan televisi akhir-akhir ini, sungguh dapat membuat hati

miris. Hampir sepanjang waktu kita harus melihat kekerasan demi kekerasan

muncul di layar kaca. Peristiwa demonstrasi yang berakhir dengan kerusuhan,

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

4

perkelahian, pemukulan antar mahasiswa, perusakan yang berakhir dengan

pembakaran, dan lain sebagainya, adalah menu yang selalu hadir lewat

berbagai acara di televisi. Tayangan tersebut hadir lewat acara berita,

sinetron, tayangan film, baik buatan dalam dan luar negeri. Dengan gencarnya

tayangan kekerasan, timbul kekhawatiran akan terbentuknya sikap, karakter,

dan tingkah laku masyarakat yang meniru apa yang disaksikan.

Saat ini ada kecenderungan stasiun siaran televisi yang berlomba -

lomba “menjual” kekerasan lewat layar kacanya, maka Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI) merasa perlu melayangkan suratnya nomor 629/K/KPI/11/12

tertanggal 8 November 2012. Isinya, mengimbau seluruh stasiun siaran

televisi untuk mengekang diri dalam menyiarkan berita kekerasan. Pedoman

Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) Komisi

Penyiaran Indonesia tahun 2012 telah memberikan pedoman tentang adegan

kekerasan. Adegan Kekerasan yang dimaksud adalah gambar atau rangkaian

gambar dan atau suara yang menampilkan tindakan verbal dan nonverbal

yang menimbulkan rasa sakit secara fisik, psikis, dan sosial bagi korban

kekerasan. Pasal 24 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran

(P3 dan SPS) Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 menyebutkan bahwa

Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik

secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina

atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok, mesum, cabul,

vulgar, dan menghina agama dan Tuhan.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

5

Penggunaan bahasa verbal dan non verbal (kata - kata kasar dan

makian). Kategori ini mengacu pada Bagian Ketiga SPS : Kata-kata Kasar

dan Makian, Pasal 27, terutama :

1. Poin 1 yang berbunyi : “Program siaran dilarang menggunakan kata-kata

kasar dan makian baik diungkapkan secara verbal maupun non verbal yang

mempunyai kecenderungan menghina, merendahkan martabat manusia,

memiliki makna jorok, mesum, cabul, vulgar, serta menghina agama dan

Tuhan”.

2. Poin 4 yang berbunyi : “Kata-kata kasar dan makian pada program faktual

yang dilarang adalah sebagai berikut : kata-kata kasar ataupun umpatan,

seperti : anjing, babi, monyet, bajingan, goblok, tolol, dungu, brengsek

atau kata lain yang mempunyai makna yang sama”.

Komisi Penyiaran Indonesia memaparkan mayoritas pengaduan

tayangan sinetron mencapai 158 aduan. Tahun lalu, aduan kepada tayangan

sinetron menempati peringkat pertama, tapi jumlahnya baru 32 persen dari

154 aduan. Disusul pengaduan berupa tayangan komedi yang mencapai 102

aduan. Padahal tahun lalu, tayangan komedi tak sampai sepuluh aduan.

Peningkatan jumlah pengaduan tayangan komedi karena maraknya program

acara. Pada bulan Ramadan, hampir seluruh stasiun televisi menayangkan

program komedi pada jam prime time ketika sahur dan berbuka puasa.

Hampir semua tayangan komedi mengandung kekerasan. Kekerasan yang

dimaksud meliputi kekerasan fisik, kekerasan verbal berupa pelecehan, dan

diskriminasi terhadap orang yang memiliki kondisi fisik, profesi dan orientasi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

6

seksual tertentu, melanggar norma kesopanan dan kesusilaan, serta tak jarang

bermuatan seks. Program acara komedi pesbukers di ANTV memang banyak

menerima keluhan. (Tempo.co. Sabtu,15 Maret 2014.)

Hasil penelitian Rachminingsh (2011) tentang Kekerasan Verbal dan

Non verbal dalam Tayangan Curhat dengan Anjas di TPI. Hasil penelitian

menunjukan bentuk kekerasan pada acara curhat dengan Anjas terdiri dari

kekerasan non verbal yang meliputi adegan memukul, menendang,

mendorong, tunjuk jari, dan pelecehan. Sedangkan kekerasan verbal meliputi

umpatan, hipebola, eufimisme, disfemisme dan stigmatisasi.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian pada tayangan perbukers di ANTV karena tayangan

komedi yang seharusnya bersifat menghibur para audiens. Namun, dibalik

hiburan itu sendiri terdapat banyak pula unsur-unsur dan adegan-adegan

tentang kekerasan verbal dan non verbal dimana para audiens menganggap

adegan seperti pemukulan dengan memakai properti dari bahan lunak, tepung

yang dihambur-hamburkan ke salah satu pemain, kata-kata kasar yang

bersifat mengejek salah satu pemain. Dan penonton banyak yang tidak

menyadarinya bahwa adegan tersebut merupakan salah satu bentuk dari

kekerasan.

Selain menarik permasalahan tersebut penting untuk diteliti karena

dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu referensi

baru kepada stasiun televisi dalam membuat sebuah tayangan untuk

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

7

mempertimbangkan terlebih dahulu melihat dari segi baik dan buruknya

pesan yang akan disampaikan kepada audiens.

Karena kebanyakan orang beranggapan tentang beberapa adegan

kekerasan yang nampak pada tayangan tersebut hanya sebuah lelucon

sehingga membuat masyarakat tertarik dan merasa terhibur untuk menonton

kembali tayangan pesbukers. Seharusnya tayangan yang berupa apapun tetap

memberikan nilai-nilai positif yang bersifat mendidik bagi penonton. Maka

dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

”KEKERASAN VERBAL DAN NON VERBAL PADA TAYANGAN

KOMEDI DI TELEVISI” (Analisis Isi Pada Tayangan Komedi

Perbukers di ANTV Episode “Kisah Cinta Dua Dunia” Tanggal 23 Mei

2013 dan Episode “Ujian Kenaikan Kelas” Tanggal 23 Juli 2013).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarakan latar belakang diatas maka dapat dibuat rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Apa saja isi kekerasan verbal dan non verbal yang muncul pada tayangan

televisi komedi pesbukers di ANTV episode 23 Mei 2013 dan 23 Juli 2013?

2. Seberapa besar frekuensi kekerasan verbal dan non verbal yang muncul pada

tayangan televisi komedi pesbukers di ANTV episode 23 Mei 2013 dan 23

Juli 2013?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini

penulis ingin menganalisa isi kekerasan verbal dan non verbal yang

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

8

muncul pada tayangan televisi komedi pesbukers di ANTV episode 23

Mei 2013 dan 23 Juli 2013.

2. Untuk mengetahui seberapa besar frekuensi kekerasan verbal dan non

verbal yang muncul pada tayangan televisi komedi pesbukers di ANTV

episode 23 Mei 2013 dan 23 Juli 2013.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Kegunaan Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menginformasikan

konsep-konsep dan teori mengenai tayangan televisi, khususnya fungsi

televisi merupakan salah satu media komunikasi massa dan mempunyai

fungsi yaitu memberikan informasi, mendidik, menghibur, dan

mempengaruhi (Onong, 1992).

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi

kepada audiens mengenai berbagai macam adegan kekerasan verbal dan

non verbal yang ditampilkan pada tayangan televisi komedi pesbukers di

ANTV episode 23 Mei 2013 dan 23 Juli 2013, sesuai dengan teori

kekerasan yang ada, serta menambah referensi bagi penelitan-penelitian

berikutnya yang sejenis, agar bisa dijadikan referensi bagi penelitiannya.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

9

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Komunikasi Massa

a. Pengertian Komunikasi Massa

Komunikasi massa nenurut Werner I Seferin dan James W.

Tankard Jr dalam bukunya Communication Theories, Origins, Methods,

Uses mengatakan komunikasi massa adalah sebagian keterampilan,

sebagian seni, sebagian ilmu. (Onong Uchjana, 1993:13)

Komunikasi massa nenurut Joseph A. Devito dalam bukunya

Communilogy : An Introduction to the Study of communication adalah

komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar

biasa banyaknya. (Onong Uchjana, 1993:14)

b. Ciri-ciri Komunikasi Massa

1) Komunikasi massa berlangsung satu arah Tidak terdapat arus balik

dari komunikan ke komunikator dalam sifat komunikasi massa.

2) Komunikator pada komunikasi massa melembaga

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan

lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu

komunikatornya melembaga atau dalam bahasa asing disebut

institutionalized communicator atau organized communicator.

3) Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

Pesan yang disebarkan pada media massa bersifat umum (public)

karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

10

Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan atau sekelompok orang

tertentu.

4) Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan

Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk

menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak

dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan. Hal inilah yang

merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media

komunikasi yang lain. Poster dan papan pengumuman adalah media

komunikasi, tetapi bukan media komunikasi massa sebab tidak

mengandung ciri keserempakan. Sedangkan radio siaran merupakan

media komunikasi massa disebabkan ciri-ciri keserempakan yang

dikandungnya.

5) Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen

Komunikan atau khalayak yang merupakan kumpulan anggota

masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai

sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam

keberadaan secara terpencar-pencar dimana satu sama lainnya tidak

saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi.

(Onong Uchjana, 1993:15-21)

c. Fungsi Komunikasi Massa

Fungsi komunikasi massa menurut Joseph R. Dominick :

1) Pengawasan (surveillance)

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

11

Media mengambil tempat para pengawal yang pekerjanya

mengadakan pengawasan. Fungsi pengawasan dibagi dua:

- Pengawasan peringatan (warning or beware surveillance)

Pengawasan terjadi jika media menyampaikan informasi

kepada kita mengenai ancaman letusan gunung berapi, tsunami,

meningkatnya inflasi dan lain-lain. Peringatan itu dapat

diinformasikan secara serentak.

- Pengawasan instrumental (instrumental surveillance)

Berkaitan dengan penyebaran informasi yang berguna bagi

kehidupan sehari-hari.

2) Interpretasi (interpretation)

Media massa tidak hanya menyajikan fakta atau data, tetapi juga

informasi beserta interpretasi mengenai peristiwa tertentu. Contoh

yang paling nyata dari fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar.

3) Hubungan (linkage)

Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat

didalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung

oleh saluran perseorangan.

Fungsi hubungan yang dimiliki media itu sedemikian berpengaruh

kepada masyarakat sehingga dijuluki “public making” ability of the

mass media atau kemampuan membuat sesuatu menjadi umum dari

media massa.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

12

4) Sosialisasi

Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dengan

membaca, mendengarkan dan menonton maka seseorang

mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai yang

penting dari suatu kelompok.

5) Hiburan (entertainment)

Bagi Dominick hiburan merupakan fungsi media massa. Mengenai

hal ini memang tampak jelas seperti televisi, film maupun rekaman

suara dan surat kabar selain memberikan informasi juga

memberikan hiburan dengan acara-acara ringan. (Onong, 2002:29)

2. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Televisi berasal dari dua kata yang berbeda asalnya, yaitu tele

(bahasa Yunani) yang berarti jauh, dan visi (videre-bahasa latin) berarti

penglihatan. Dengan demikian televisi yang dalam bahasa Inggrisnya

television diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini diartikan

dengan, gambar dan suara yang diproduksi dari suatu tempat (studio

televisi) dapat dilihat dari tempat ”lain” melalui sebuah perangkat

penerima (televisi set).

Munculnya media televisi dalam kehidupan manusia memang

menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan

informasi yang bersifat massa. Globalisasi informasi dan komunikasi

setiap media massa jelas melahirkan satu efek sosial yang bermuatan

perubahan nilai-nilai sosial dan budaya manusia (Kuswandi, 1996:21-22).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

13

Pengaruh televisi terhadap sistem komunikasi tidak lepas dari

pengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan pada umumnya. Bahwa televisi

menimbulkan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, sudah

banyak yang mengetahui dan merasakannya. Tetapi sejauh mana pengaruh

yang positif dan sejauh mana pengaruh yang negatif, belum banyak

diketahui.

Komunikasi massa yang dilakukan oleh media televisi menyajikan

berbagai hal yang bisa memberikan kepuasan pada khalayak, seberapapun

kecilnya pemuasan yang diberikan televisi. Terpaan media banyak

dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau eksternal, tetapi untuk

melanjutkan terpaan diperlukan motif dan pemuasannya.

a. Ciri-ciri Komunikasi Massa Media televisi

Menurut Nurudin (2007:19-31) ciri-ciri komunikasi massa

media televisi antara lain :

1) Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga.

Komunikator terdiri dari kumpulan orang-orang. Artinya,

gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain

dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud disini

menyerupai sebuah sistem.

2) Komunikan dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen.

Komunikan dalam komunikasi massa sifatnya heterogen

atau beragam. Artinya, penonton televisi itu beragam pendidikan,

umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, punya jabatan yang

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

14

beragam, punya agama atau kepercayaan yang tidak sama pula.

Tetapi mereka ini adalah komunikan televisi.

3) Pesannya bersifat umum.

Televisi itu ditujukan dan untuk dinikmati oleh orang

banyak, maka pesannya harus bersifat umum. Misalnya dalam

pilihan kata-katanya, sebisa mungkin memakai kata-kata populer

bukan kata-kata ilmiah. Sebab, kata ilmiah itu monopoli kelompok

tertentu.

4) Komunikasinya Berlangsung Satu Arah

Ketika komunikasi berlangsung audiens tidak dapat

memberikan respon kepada komunikatornya secara langsung

(media yang bersangkutan). Kalaupun bisa, sifatnya tertunda.

5) Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan

Bahwa dalam komunikasi massa itu ada keserempakan

dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak disini berarti

khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.

6) Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis

Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan

pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan

teknis. Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar.

Televisi disebut media massa yang kita bayangkan saat ini tidak

akan lepas dari pemancar.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

15

7) Komunikasi Massa dikontrol oleh Gatekeeper

Gatekeeper yang dimaksud antara lain reporter, editor film,

kameramen, sutradara dan lembaga sensor film yang semuanya

mempengaruhi bahan-bahan yang akan dikemas dalam sebuah

pesan-pesan dari media massa. Intinya adalah, pihak yang ikut

menentukan pengemasan sebuah pesan dari media massa.

b. Kharakteristik Media Televisi

Menurut A. Phiggins dalam Amri (1981:46) televisi memiliki

kharakteristik antara lain :

1) Para penonton atau pirsawan dapat melihat dan mendengar,

sesuatu peristiwa atau kejadian yang sedang berlangsung, dengan

demikian dapat dilihat secara terus menerus.

2) Televisi melakukan komunikasi langsung dan akrab (directy and

intimately), sebab penonton televisi hanya terdiri dari beberapa

orang saja. Jadi para penonton televisi seolah-olah berhadapan

langsung dengan kejadian, didalam kamar tidurnya sendiri.

3) Layar televisi adalah sedemikian kecilnya, sehingga tidak

mungkin menunjukkan seluruh situasi, seperti didalam layar film

dan karena itu yang dijadikan pokok pertunjukkan ialah close up.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

16

c. Fungsi Televisi

Seperti yang ditulis Denis Mc Quail (1989:70-71) media

televisi memiliki fungsi antara lain:

1) Informasi

a) Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam

masyarakat dan dunia.

b) Menunjukkan hubungan kekuasaan.

c) Memudahkan inovasi, adaptasi dan kemajuan.

2) Korelasi

a) Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa

dan informasi.

b) Melakukan sosialisasi.

c) Mengkoordinasi beberapa kegiatan.

d) Membentuk kesepakatan.

e) Menentukan urutan prioritas dan memberikan status relatif.

3) Kesinambungan.

a) Mengekspresikan budaya dominan dan mengakui keberadaan

kebudayaan khusus (subculture) serta perkembangan budaya

baru.

b) Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai.

4) Hiburan.

a) Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian, dan sarana

relaksasi. Sebagian besar dari alokasi waktu masa siaran diisi

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

17

oleh acara-acara hiburan. Hal ini dapat dimengerti, oleh

karena pada layar televisi dapat ditampilkan gambar hidup

beserta suaranya bagaikan kenyataan dan dapat dinikmati

dirumah oleh seluruh keluarga serta dapat dinikmati oleh

khalayak yang tidak mengerti bahasa asing, bahkan yang tuna

aksara.

b) Meredakan ketegangan sosial.

5) Mobilisasi

Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang

politik, perang, pembangunan ekonomi, pekerjaan, dan kadang

kala juga dalam bidang agama.

d. Kelebihan dan Kekurangan Media Televisi

Menurut Kuswandi (1996:23) kekuatan atau kelebihan televisi

dibandingkan dengan media massa lain antara lain:

1) Menguasai jarak dan ruang karena teknologi televisi telah

menggunakan elektromagnetik, kabel dan fiber yang dipancarkan

(transmisi) melalui satelit.

2) Sasaran yang dicapai untuk menjangkau massa, cukup besar.

3) Nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan, sangat

cepat.

4) Daya rangsang seseorang terhadap media televisi, cukup tinggi.

Hal ini disebabkan oleh kekuatan suara dan gambarnya yang

bergerak (ekspresif).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

18

5) Informasi atau berita-berita yang disampaikan lebih singkat, jelas

dan sistematis, sehingga pemirsa tidak perlu lagi mempelajari isi

pesan dalam menangkap siaran televisi.

Sedangkan kekurangan televisi menurut Kuswandi (1996:23)

dibandingkan media massa lain adalah:

1) Karena bersifat ”transitory” maka isi pesannya tidak dapat

disimpan kedalam memori oleh pemirsa (lain halnya dengan media

cetak, informasi dapat disimpan dalam bentuk klipingan koran).

2) Media televisi terikat oleh waktu tontonan, sedangkan media cetak

dapat dibaca kapan saja dan dimana saja.

3) Televisi tidak bisa melakukan kritik sosial dan pengawasan sosial

secara langsung dan vulgar seperti halnya media cetak. Hal ini

terjadi karena faktor penyebaran siaran televisi yang begitu luas

kepada massa yang heterogen (status sosial ekonominya), juga

karena kepentingan politik dan stabilitas keamanan negara.

4) Pengaruh televisi lebih cenderung menyentuh aspek psikologis

massa, sedangkan media cetak lebih mengandalkan efek

rasionalitas.

3. Audiens sebagai Kumpulan Penonton, Pembaca, Pendengar, Pemirsa

Tidak bisa dipungkiri, audiens yang dimaksud dalam komunikasi

massa ini sangat beragam, dari jutaan penonton televisi, ribuan pembaca

buku atau ratusan pembaca jurnal ilmiah. Masing-masing audiens ini

berbeda satu sama lain. Mereka berbeda dalam cara berpakaian, berpikir,

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

19

menanggapi pesan yang diterimanya, pengalaman dan orientasi hidupnya.

Tetapi masing-masing individu ini juga bisa saling mereaksi satu sama lain

terhadap pesan yang diterimanya (Nurudin, 2007:104-105).

Kumpulan inilah yang disebut sebagai audiens dalam bentuknya

yang paling dikenali dan versi yang diterapkan dalam hampir seluruh

penelitian media itu sendiri. Fokusnya pada jumlah-jumlah total orang

yang dapat dijangkau oleh ’satuan isi’ media tertentu dan jumlah orang

dalam karakteristik demografi tertentu yang penting bagi pengirim. Dalam

praktik, penerapan konsep tersebut tidaklah sesederhana itu dan akhirnya

menimbulkan pertimbangan yang melebihi soal kuantitatif semata.

Clausse (1968) telah menunjukkan beberapa kerumitan untuk

membedakan berbagai kadar keikutsertaan dan keterlibatan audiens.

Audiens yang pertama dan terbesar adalah populasi yang tersedia untuk

menerima ’tawaran’ komunikasi tertentu. Dengan demikian, semua yang

memiliki pesawat televisi adalah audiens televisi dalam artian tertentu.

Kedua, terdapat audiens yang benar-benar menerima hal-hal yang

ditawarkan dengan kadar yang berbeda-beda misalnya pemirsa televisi

regular, pembeli surat kabar dan sebagainya. Ketiga, ada bagian audiens

sebenarnya yang mencatat penerimaan isi dan akhirnya masih ada bagian

lebih kecil yang mengendapkan hal-hal yang ditawarkan dan diterima.

(McQuail, 1989:203).

Menurut Hiebert dan kawan-kawan dalam Nurudin (2007:105-106)

kharakteristik audiens antara lain :

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

20

a) Audiens cenderung berisi individu-individu yang condong untuk

berbagi pengalaman dan dipengaruhi oleh hubungan sosial diantara

mereka. Individu-individu tersebut memilih produk media yang

mereka gunakan berdasarkan seleksi kesadaran.

b) Audiens cenderung besar. Luas disini berarti tersebar keberbagai

wilayah jangkauan sasaran komunikasi massa. Meskipun begitu

ukuran luas ini sifatnya bisa jadi relatif. Sebab, ada media tertentu

yang khalayaknya mencapai ribuan, ada yang mencapai jutaan. Baik

ribuan atau jutaan itu tetap bisa disebut audiens meskipun jumlahnya

berbeda. Tetapi, perbedaan ini bukan sesuatu yang prinsip. Jadi tak ada

ukuran pasti tentang luasnya audiens itu.

c) Audiens cenderung heterogen. Mereka berasal dari berbagai lapisan

dan kategori sosial. Beberapa media tertentu punya sasaran, tetapi

heterogenitasnya juga tetap ada.

d) Audiens cenderung anonim, yakni tidak mengenal satu sama lain.

Bagaimana mungkin audiens bisa mengenal khalayak televisi yang

jumlahnya jutaan? Tidak mengenal ini tidak ditekankan satu per satu

kasus tetapi meliputi semua audiens.

e) Audiens secara fisik dipisahkan dari komunikator. Anda berada di

Yogyakarta yang sedang menikmati acara stasiun televisi yang

disiarkan dari Jakarta. Bukankah ia dipisahkan dengan jarak ratusan

kilometer? Dapat juga dikatakan audiens dipisahkan oleh ruang dan

waktu.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

21

4. Kekerasan Dalam Tayangan Televisi

Kata “kekerasan“ sepertinya tidak akan lepas dari kehidupan kita.

Mungkin kita tidak pernah mengalaminya sendiri, tetapi peristiwa

mengenai kekerasan bisa kita dapatkan dari media massa, baik dalam

media cetak maupun elektronik. Kekerasan bisa diterjemahkan dari kata

“violence” yang juga dapat berarti sebagai serangan atau invasi ( assault ).

Dalam kamus Bahasa Indonesia, karangan Poerwadarminta, kekerasan

diartikan sebagai sifat atau hal yang keras, kekuatan. R. Audi (dalam I.

Marsana Windhu, 1991 : 63) merumuskan violence sebagai serangan atau

penyalahgunaan fisik terhadap seseorang atau binatang atau penghancuran,

serangan, keras, kasar, kejam, dan ganas atas milik atau sesuatu yang

secara potensial dapat menjadi milik seseorang. Sedangkan salah seorang

sosiolog yang juga seorang peneliti masalah konflik dan perdamaian,

Johan Galtung (dalam Marsana Windhu, 1991 : 64), mendefinisikan

kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga

realisasi jasmani dan mental aktualnya berada dibawah realisasi

potensialnya. Dengan kata lain, bila yang potensialnya lebih tinggi dari

yang aktual, maka kekerasan itu ada. Jadi, kekerasan disini didefinisikan

sebagai penyebab perbedaan antara yang potensial dan yang aktual.

Tingkat realisasi potensial adalah apa yang memang mungkin

direalisasikan sesuai dengan tingkat wawasan, sumber daya dan kemajuan

yang sudah dicapai pada zamannya. Pemahaman Galtung tentang

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

22

kekerasan lebih ditentukan pada segi akibat atau pengaruhnya terhadap

manusia.

Kekerasan juga banyak dijumpai dalam film dan televisi baik itu

dalam film fiksi, sinetron, drama, film kartun, dan sebagainya. Adegan

kekerasan juga tampak pada hampir semua berita, khususnya berita

kriminal. TV swasta di Indonesia terkadang lebih "kejam" dalam

menggambarkan korban kekerasan, misalnya dengan ceceran darah atau

meng-close up korban. Dalam film, kekerasan dapat berupa adegan

ataupun dialog. Adegan perkelahian, pembunuhan hingga dialog-dialog

yang bersifat kasar dan keras merupakan sedikit dari banyaknya tindak

kekerasan dalam film. Adanya sebuah komisi penyiaran yang selalu

memantau segala jenis film yang beredar di pasaran tidak terlalu

berpengaruh terhadap intensitas kemunculan kekerasan dalam film.

a. Dimensi-dimensi Kekerasan

Di atas telah disebutkan bahwa kekerasan terjadi bila manusia

dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental

aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya. Ini berarti ada

seseorang yang mempengaruhi dan cara mempengaruhi. Jadi, dapat

dikatakan ada subjek, objek, tindakan (dengan subjek dan objek adalah

manusia). Galtung memahami konsep kekerasan ibarat sebuah ”kue

tart” yang ketika diiris-iris kemudian akan menampakkan banyak

dimensi. Berikut ini diuraikan enam dimensi penting dari kekerasan.

1. Pembedaan pertama : Kekerasan fisik dan psikologis.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

23

Pembedaan ini penting meskipun tampak sederhana, karena ini

berkaitan dengan pandangan Galtung yang menolak pengertian

sempit tentang kekerasan, yaitu yang hanya terpusat pada kekerasan

fisik. Dalam kekerasan fisik, tubuh manusia disakiti secara jasmani

bahkan bisa sampai pada pembunuhan. Disini disebutkan oleh

Galtung bahwa kemampuan somatis korban berkurang atau hilang

sama sekali. Sama halnya dengan kebohongan, ancaman dan tekanan

yang dimaksudakan untuk meredusir kemampuan otak atau mental.

Galtung menggunakan kata hurt dan hit untuk mengungkapkan

maksud ganda baik kekerasan fisik maupun psikologis.

2. Pembedaan kedua : Pengaruh positif dan negatif.

Untuk menerangkan pendekatan ini, Galtung mengacu pada sistem

orientasi imbalan. Seseorang dapat dipengaruhi tidak hanya dengan

menghukum bila ia bersalah, tetapi juga dengan memberi imbalan.

Dalam sistem imbalan sebenarnya terdapat ”pengendalian”, tidak

bebas, kurang terbuka, dan cenderung manipulatif, meskipun

memberi kenikmatan. Galtung mau menekankan bahwa kesadaran

untuk memahami kekerasan yang luas itu penting.

3. Pembedaan ketiga : Ada objek atau tidak.

Menurut Galtung, tindakan melempar batu kemana-mana atau uji

coba senjata nuklir meskipun tidak memakan korban tetapi juga

membatasi tindakan manusia. Contoh lain yang termasuk kategori

kekerasan yang kurang sempurna yaitu menghancurkan benda.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

24

Tindakan ini menurut Galtung dianggap sebagai kekerasan

psikologis. Apalagi benda tersebut ada yang memiliki. Hubungan

pemilikan ini sangat peka, karena merusak, menghancurkan barang

berarti menghina sang pemilik dan menceraikan hubungan

kepemilikan. Jadi, meskipun tidak ada objek yang langsung dikenai

tetap ada ancaman kekerasan baik menyangkut orangnya maupun

miliknya.

4. Pembedaan keempat : Ada subjek atau tidak.

Sebuah kekerasan disebut kekerasan langsung atau personal jika ada

pelakunya, dan bila tidak ada pelakunya disebut tidak langsung atau

struktural. Kekerasan struktural menimbulkan situasi-situasi negatif

yaitu ketimpangan-ketimpangan pada sumber daya, pendidikan,

pendapatan, kepandaian, keadilan serta wewenang untuk mengambil

keputusan. Dampak atau akibat dari kekerasan personal dapat

dilacak pelakunya (manusia) sedangkan kekerasan struktural justru

sulit untuk menemukan pelakunya secara konkret. Untuk kasus yang

terakhir ini berarti kekerasan sudah menjadi bagian dari struktur itu

dan menampakkan diri sebagai kekuasaan yang tidak seimbang yang

menyebabkan peluang hidup tidak sama.

5. Pembedaan kelima : Disengaja atau tidak.

Pembedaan ini penting ketika orang harus mengambil keputusan

mengenai kesalahan. Sering konsep tantang kesalahan dianggap

sebagai sesuatu yang disengaja. Galtung menekankan bahwa

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

25

kesalahan yang walau tidak disengaja tetap merupakan suatu

kekerasan, karena dilihat dari sudut korban, kekerasan tetaplah

kekerasan.

6. Pembedaan keenam : Yang tampak dan yang tersembunyi.

Kekerasan yang tampak, nyata (manifest) adalah kekerasan yang

nyata dirasakan oleh objek, baik secara personal maupun struktural.

Sedangkan kekerasan tersembunyi merupakan kekerasan yang tidak

terlihat (latent) namun tetap bisa dengan mudah meledak. Kekerasan

tersembunyi terjadi jika situasi menjadi begitu tidak stabil sehingga

tingkat realisasi aktual manusia dapat menurun dengan begitu

mudah.

F. Definisi Konseptual

1. Kekerasan bisa didefinisikan sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan

diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan. Dalam

kekerasan terkandung unsur dominasi terhadap pihak lain dalam berbagai

bentuknya, fisik, verbal, moral, psikologis, atau melalui gambar.

Penggunaan kekuatan, manipulasi, fitnah, pemberitaan yang tidak benar,

pengkondisian yang merugikan, kata-kata yang memojokkan, dan

penghinaan merupakan ungkapan nyata kekerasan.

2. Kekerasan verbal adalah ucapan yang ditujukan untuk melukai atau

menyakiti perasaan orang lain. Contohnya seperti melontarkan kata-kata

dan kritik yang menyakitkan secara berlebihan. Kritik yang berlebihan

dapat menyebabkan efek yang berkepanjangan. Kebanyakan kritik verbal

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

26

yang tidak baik dapat ditujukan secara langsung dan tidak langsung

dengan cara melontarkannya menggunakan sindiran-sindiran humor, tetapi

kedua sama-sama menyakitkan dan merusak jiwa.

3. Kekerasan non verbal adalah sikap atau tindakan yang ditujukan untuk

menyakiti atau melukai orang lain. Contohnya seperti pemukulan, gigitan,

penusukan oleh benda tajam, dan sebagainya. Untuk melakukan kekerasan

fisik berhubungan erat dengan pemuasan emosi seseorang.

4. Kekerasan Psikologis adalah segala bentuk kekerasan yang bersifat

melemahkan mental orang lain. Contoh : Ancaman, ekspresi wajah marah,

tatapan sinis, dan sebagainya.

5. Kekerasan Seksual adalah segala tindakan yang mengarah pada kegiatan

melecehkan orang lain yang bersifat seksual. Contohnya : menyentuh

bagian-bagian tubuh wanita tertentu secara sengaja dengan maksud

melecehkan, telanjang atau bugil dengan tujuan memamerkan bagian-

bagian tubuhnya dan memancing birahi bagi yang melihatnya,

memaksakan kehendak untuk melayani nafsu birahinya, dan bentuk-

bentuk pelecehan seksual lainnya.

G. Kategorisasi

Roger D. Wimmer dan Joseph R. Domminick (2000:149) menjelaskan

bahwa jantung analisis isi adalah sistem kategorisasi yang digunakan untuk

mengklasifikasikan isi media. Penetapan kategori yang tepat akan

memperjelas topik penelitian. Kategorisasi dalam peneltitian berfungsi untuk

mempermudah proses analisis data. Dalam penelitian ini kategorisasi

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

27

mencakup semua akting dan dialog yang mengandung kekerasan verbal dan

non verbal dalam setiap episode untuk dimasukkan dalam coding sheet lalu

dianalisis.

Kategorisasi dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu kekerasan

verbal dan non verbal. Berikut penjelasan dari masing-masing kategorisasi :

1. Kategorisasi kekerasan verbal meliputi :

a. Umpatan : kata-kata kasar yang mencerca, mencaci maki, menjelek -

jelekkan orang. Indikator yang digunakan adalah kata kata “kurang

ajar !!, sialan !!.

b. Hiperbol : merupakan ungkapan yang dibesar - besarkan sehingga

tidak sesuai dengan sebenarnya. Indikator yang digunakan Kata - kata

“ah norak lu kalau potong rambut rambut pakek gunting, kalau lu

pakek beling. Eh kelinci kamu suka ya sama anak band? Bukannya

kamu sukanya sama bule.”

c. Eufimisme : pengucapan gaya bahasa halus untuk menyindir atau

mengkritik dengan nada yang terkesan melecehkan. Indikator yang

digunakan kata kata Gembrot Lu, Botak Lu, Bego Lu.

d. Disfemisme : mengkasarkan, mengeraskan fakta melalui ucapan

sehingga maknanya berbeda dari sungguhan. Dalam penelitian ini

indikator yang digunakan kata - kata sebagai berikut : Hutang motor,

hutang baju kapan ini mau dibayar-bayar.

e. Stigmatisasi : Pemberian ‘tanda’ atau stigma terhadap seseorang atau

sekelompok orang dengan pengertian yang bermakna tertentu dalam

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

28

situasi dan konteks tertentu secara terbuka atau terselubung untuk

mempengaruhi daya pikir atau daya evaluasi seseorang atau

sekelompok orang terhadap sesuatu, demi kepentingan si pemberi

stigma. Indikator yang digunakan Kata - kata “eh ajarin aku dong cara

makan teman smsin cewek di belakang. Jessica bilang ke sapri kenapa

sih setiap ketemu kamu bawaannya mukamu selalu dijelek-jelekin?”

f. Asosiasi pada binatang : dialog yang ditunjukkan kepada manusia

tetapi berasosiasi pada binatang. Indikator yang digunakan kata - kata

Muka Lu Kayak Kebo, Badan Lu Kayak Kingkong, Kambing Lu,

Diam Badak.

2. Kategorisasi Kekerasan non verbal meliputi :

Adapun indikator dalam kekerasan non verbal ini adalah sebagai berikut :

a. Kekerasan fisik dalam bentuk memukul : Menunjukkan sikap, gerakan

tangan yang terkesan kasar. Dalam hal ini dapat dicontohkan

diantaranya : pada tayangan pesbukers tanggal 23 Juli 2013 part 1

menit 04:16

b. Kekerasan fisik dalam bentuk menendang : Menunjukkan sikap,

gerakan kaki yang terkesan kasar. Dalam hal ini dapat dicontohkan

pada tayangan pesbukers tanggal 23 Juli 2013 part 4 menit 07:04

c. Kekerasan fisik dalam bentuk mendorong tubuh seseorang : Seseorang

yang menunjukkan sikap mendorong orang lain baik dalam keadaan

disengaja ataupun tidak disengaja. Dapat dicontohkan dalam tayangan

pesbukers tanggal 23 Juli 2013 part 5 menit 11:31

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

29

d. Kekerasan fisik dalam bentuk saling tunjuk jari : Segala bentuk

kekerasan yang bersifat melemahkan mental orang lain, dalam definisi

konseptual saling tunjuk jari termasuk dalam kekerasan psikologis.

Dicontohkan dalam tayangan pesbukers tanggal 23 Mei 2013 pada

menit 54:44

H. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Tipe penelitian ini deskriptif kuantitatif, dimana peneliti

menggunakan metode penelitian analisis isi. Karena dengan analisis isi,

maka akan lebih sistematik dan bersifat obyektif jika dibandingkan dengan

analisis yang lain. Menurut Klaus Krippendoff dalam bukunya “Analisis

Isi Pengantar Teori dan Metodologi”.

Perluasan rana aplikasi metodologi analisis isi mengarah pada

penelitian kuantitatif pada media massa. Rana perluasan aplikasinya

tersebut mencakup siaran radio, film dan televisi. Pada fase kedua itu

perkembangan intelektual analisis isi dipengaruhi oleh media elektronik

yang tidak dapat dianggap sebagai perluasan dari surat kabar dan arena

masalah sosial politik yang timbul dan disebabkan oleh media massa

elektronik, serta karena munculnya metode penelitian empiris dalam ilmu-

ilmu sosial (Krippendorff, 1991:5).

Penggunaan analisis isi dirasakan lebih efektif daripada

menggunakan analisis framing, wacana ataupun semiotika. Hal ini

disebabkan karena tujuan dalam penelitian ini hanya mencari tahu

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

30

seberapa besar kemunculan kritik sosial yang ada dalam film. Sehingga

dengan menggunakan analisis isi ini sudah mewakili dari tujuan penelitian

ini sendiri. Mengingat alasan diatas, pada dasarnya alasan penggunaan

analisis isi dalam penelitian ini didasarkan pada keuntungan dan tujuan

dari analisis isi tersebut.

Diskripsi tentang analisis isi yang lainnya juga telah dikemukakan

oleh Wimmer dan Dominick dalam bukunya yang berjudul Mass Media

Research An Introduction (2000 :136 - 138) adalah sebagai berikut :

a. Menggambarkan isi komunikasi (describing communication content).

b. Menguji hipotesis tentang karakteristik pesan (testis hypotheses of

message characteristic)

c. Membandingkan isi media dengan dunia nyata (comparing media

content to the “real-word”)

d. Memperkirakan gambaran media terhadap kelompok tertentu di

masyarakat (assessing the image of particular group in society).

e. Mendukung studi efek media (estabhilising a starting point for studies

of media effect).

Metode analisis isi yang paling awal dan paling sentral seringkali

disebut sebagai analisis isi “tradisional”. Analisis isi diyakini sebagai

metode analisis yang menguraikan objektivitas, sistematis, dan kuantitatif

dari pengejahwantahan isi komunikasi itu sendiri. Dalam buku Teori

Komunikasi Massa. Suatu Pengantar menyebutkan bahwa pendekatan

dasar dalam menerapkan analisis isi adalah :

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

31

1. Memilih contoh (sample) atau keseluruhan isi.

2. Menetapkan kerangka kategori.

3. Memilih satuan analisis.

4. Menentukan satuan ukur.

5. Mengungkap hasil sebagai distribusi menyeluruh atau percontoh dalam

hubungannya dengan frekuensi keterjadian (Mc Quail, 1989 :179).

2. Ruang Lingkup Penelitian

Yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah adegan kekerasan

berupa (akting dan dialog) yang mengidentifikasikan kekerasan verbal dan

kekerasan non verbal pada episode “Kisah Cinta Dua Dunia” hari selasa

tanggal 23 Mei 2013 dengan durasi 58:55 detik dan “Ujian Kenaikan

Kelas” hari rabu tanggal 23 Juli 2013 dengan durasi 01:31:23 detik yang

ditayangkan di ANTV.

3. Unit Analisis

Unit analisis merupakan elemen penting dalam penelitian analisis

isi. Unit analisis berupa kata-kata atau simbol tunggal dan sebuah artikel

lengkap, berupa karakter, akting, dialog, dari seluruh program.

Unit analisis akting semua akting yang mengandung kekerasan.

Akting dalam berupa peran atau akting dari para pengisi acara. Akting

merupakan segala kegiatan yang dilakukan untuk menokohkan karakter

atau membangun cerita lebih hidup.

Unit analisis dialog adalah semua kalimat yang mengarah pada

kekerasan verbal yang diucapkan oleh para pengisi acara untuk

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

32

membangun cerita dalam acara tersebut. Dialog merupakan segala kalimat

yang diucapkan oleh pemain dalam menokohkan sebuah karakter.

4. Satuan Ukur

Satuan ukur dalam penelitian adalah frekuensi kemunculan dari

adegan dan dialog yang mengandung unsur kekerasan yang tidak diukur

durasinya.

5. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini

adalah teknik dokumentasi yang diperoleh dengan melihat tayangan

pesbukers kemudian tayangan tersebut dilihat ulang melalui salah satu

web pada internet yaitu youtube dan kemudian di unduh ataupun

download untuk ditransfer kedalam Flash Disk (FD) untuk dijadikan

sebuah alat penelitian. Data selanjutnya dikumpulkan menggunakan

lembar koding (Cooding Sheet) yang dibuat berdasarkan kategori yang

telah ditetapkan.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini

menggunakan teknik analisis distribusi frekuensi. Alat analisis ini

digunakan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi kemunculan

masing-masing kategori. Data berupa semua isi pesan kekerasan yang

terdapat dalam tayangan pesbukers untuk dimasukkan kedalam kategori

yang telah ditetapkan, kemudian data tersebut dianalisis menggunakan alat

distribusi frekuensi.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

33

Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis secara deskriptif

dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Analisis data dilakukan

dengan cara memproses dan mengolah dari hasil dokumentasi pada

lembaran kode, kemudian distribusi frekuensi untuk setiap item dengan

menggunakan tabel frekuensi. Tabel frekuensi disusun untuk tiap-tiap

variabel penelitian dan merupakan bahan dasar analisis selanjutnya.

Langkah-langkah dalam analisa data yang dilakukan oleh peneliti adalah

sebagai berikut :

a. Pengeditan (Editing)

Pengeditan (Editing) merupakan proses pengecekan data dan

penyesuaian yang diperlukan terhadap data penelitian, kekerasan verbal

dan non verbal pada tayangan komedi pesbukers di ANTV yang

diperoleh dan dihimpun oleh peneliti melalui teknik survei dan

observasi memerlukan editing sebagai usaha menghindari kesalahan,

tujuan pengeditan data dan penelitian dalam proses analisis.

b. Pemberian Kode (Coding)

Pemberian kode (Coding) merupakan proses indentifikasi dan

klasifikasi data penelitian mengenai, kekerasan verbal dan non verbal

pada tayangan komedi pesbukers di ANTV ke dalam skor numerik atau

karakter simbol-simbol tertentu untuk mengklarifikasikan jenis

kekerasan. Pengkategorisasian dan pengolahan data dibuat lembar

koding sebagai beriktu :

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

34

Tabel 1.1

Lembar Koding

Sc

Kekerasan Verbal Kekerasan Non Verbal

A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5

A B A B A B A B A B A B A B A B A B A B

Sumber : Data diolah peneliti

Keterangan

Sc : No urut scene

A : Unit analisis Akting

B : Unit analisis Dialog

A1 : Umpatan

A2 : Hiperbol

A3 : Eufimisme

A4 : Disfemisme

A5 : Stigmatisasi

A6 : Asosiasi pada Binatang

B1 : Memukul

B2 : Menendang

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

35

B3 : Mendorong

B4 : Perusakan barang

B5 : Tunjuk jari

c. Tabulasi

Tabulasi merupakan proses penyusunan data ke dalam bentuk

tabel-tabel, kemudian tabel-tabel tersebut disesuaikan dengan analisis

yang dibutuhkan. Tabel yang dipakai oleh peneliti dalam meneliti

kekerasan verbal dan non verbal pada tayangan komedi Pesbukers di

ANTV adalah tabel frekuensi, dengan cara menginterprestasikan angka-

angka frekuensi. Tabel frekuensi disusun tiap variabel dan merupakan

bahan dasar untuk analisis. Tabel distribusi frekuensi yang dibuat

adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Unit Analisis Akting

Kategori Frekuensi Proporsi Proporsi2 Kekerasan Verbal

Kekerasan Non Verbal

Tabel 1.3

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Unit Analisis Dialog

Kategori Frekuensi Proporsi Proporsi2 Kekerasan Verbal

Kekerasan Non Verbal

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGeprints.umm.ac.id/24894/2/jiptummpp-gdl-rizkiwidek-37114-2-babi.pdf · secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau

36

7. Uji Realibilitas

Dalam penelitian ini untuk mengetahui keakuratan data yang

dihasilkan peneliti menggunakan teknik realibilitas observasi

(pengamatan) yang dilakukan oleh dua orang untuk mencari tingkat

persetujuan. Cara yang dilakukan antara lain :

Orang ke-I dan orang ke-II melakukan pengamatan bersama-sama

dengan menggunakan sebuah format pengamatan dan diisi bersama-sama.

Format isian hanya terdiri dari dua kolom yang memuat alternative

jawaban “ya” dan “tidak” agar mencapai tingkat realibilitas yang

diisyaratkan yang perlu dilakukan pendefinisian batasan kategori.

Memberikan pengertian dan pelatihan terhadap koder. Untuk menentukan

realibilitas antar koder dapat dihitung dengan formula yang dibuat holsty.

Menurut Dominicks (2000, 155-152) untuk menghitung

kesepakatan dari hasil penelitian para koder peneliti menggunakan rumus

holsty sebagai berikut :

2M C.R = _______

N1+N2

Keterangan :

C.R = Coofisien Reliability

M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkode

N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkode dan

peneliti dari hasil yang diperoleh