BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

31
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media massa saat ini semakin berkembang dan keberadaannya pun tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Media massa merupakan sumber informasi bagi masyarakat yang sangat dibutuhkan saat ini. Media massa memiliki kemampuan untuk menimbulkan keserempakan (simultaneity) pada pihak khalayak dalam menerima pesan yang disebarkan. Pesan yang disampaikan oleh media massa, melalui majalah, koran, tabloid, buku, televisi, radio, internet dan film diterima secara serempak oleh khalayak luas yang berjumlah ribuan, bahkan hingga puluhan juta. (Effendy, 1993 : 24) Propaganda merupakan salah satu teknik dalam berkomunikasi, kita mungkin sering mendengar istilah propaganda, dalam dunia politik familiar dengan kata-kata ini, dunia kerja, bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari, mulai dari koran yang kita baca, iklan-iklan ditelevisi bahkan film. Menurut Harold D Lasswell dalam tulisannya Propaganda Techniquein The World War (1927) mengatakan propaganda adalah semata-mata kontrol opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti, atau menyampaikan pendapat yang kongkrit dan akurat melalui sebuah cerita, gambar-gambar, rumor dan bentuk-bentuk yang lain. Dalam bukunya yang lain Laswell juga mengatakan bahwa Propagandaadalah teknik untuk

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media massa saat ini semakin berkembang dan keberadaannya pun

tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Media massa merupakan

sumber informasi bagi masyarakat yang sangat dibutuhkan saat ini. Media

massa memiliki kemampuan untuk menimbulkan keserempakan

(simultaneity) pada pihak khalayak dalam menerima pesan yang disebarkan.

Pesan yang disampaikan oleh media massa, melalui majalah, koran, tabloid,

buku, televisi, radio, internet dan film diterima secara serempak oleh khalayak

luas yang berjumlah ribuan, bahkan hingga puluhan juta. (Effendy, 1993 : 24)

Propaganda merupakan salah satu teknik dalam berkomunikasi, kita

mungkin sering mendengar istilah propaganda, dalam dunia politik familiar

dengan kata-kata ini, dunia kerja, bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari,

mulai dari koran yang kita baca, iklan-iklan ditelevisi bahkan film.

Menurut Harold D Lasswell dalam tulisannya Propaganda Techniquein

The World War (1927) mengatakan propaganda adalah semata-mata kontrol

opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti, atau

menyampaikan pendapat yang kongkrit dan akurat melalui sebuah cerita,

gambar-gambar, rumor dan bentuk-bentuk yang lain. Dalam bukunya yang lain

Laswell juga mengatakan bahwa “Propaganda” adalah teknik untuk

2

mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanipulasikan representasinya.

(Nurudin, 2001: 10)

Sejarah dunia juga mencatat bahwa propaganda telah memberikan

pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan bangsanya. Salah satu

propaganda yang cukup fenomenal adalah propaganda tentang fasisme kekuatan

Ras Aria yang disebarkan oleh tokoh Nazi Jerman yang cukup fenomena yakni

Adolf Hitler. Yang mana dalam propagandanya Nazi menyatakan bahwa Ras

Aria adalah ras yang murni dan yang paling berkuasa. Sehingga dengan

munculnya propaganda tersebut banyak bangsa Yahudi yang tinggal di wilayah

Jerman khususnya pada masa itu harus dibunuh, dimana dalam operasi oleh

tentara Nazi disebut sebagai operasi “pembersihan”.

Propaganda di Indonesia juga dilakukan dengan cara-cara yang lain

seperti hampir selama 32 tahun masa pemerintahan Orde baru kita mengenal

sosok presiden Soeharto sebagai Bapak Pembangunan. Sebutan bapak

pembangunan secara langsung tertanam dalam benak warga Indonesia bahwa

Soeharto merupakan orang yang cukup memiliki andil yang besar dalam

pekemnbangan pembangunan di Indonesia, dalam kurun 32 tahun masa

pemerintahanya.

Dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, propaganda

muncul dengan bentuk-bentuk lain, yang tidak hanya bertujuan untuk politik dan

kekuasaan, propaganda juga muncul dengan tujuan menarik keuntungan,

simpati, dukungan dll. Hal ini didukung adanya media jejaring sosial seperti

twitter, facebook, path dan instagram. Media jejaring sosial seperti itu terbukti

mampu mempengaruhi jutaan orang dalam waktu yang hampir bersamaan.

3

Semua itu mengambarkan bahwa media massa berperan besar terhadap

penyebaran propaganda kepada khalayak.

Namun, semakin kritisnya masyarakat dengan isu-isu politik yang

berkembang, film propaganda bukan hanya dibuat untuk kepentingan politik

semata. Film-film propaganda juga dibuat sebagai media protes terhadap

kebijakan pemerintah Amerika Serikat ataupun sengaja untuk menyudutkan

pihak tertentu. Pasca tragedi WTC 11 September 2001 yang disebut-sebut

sebagai awal hubungan antara terorisme dengan agama Islam. Besarnya

kebencian masyarakat dunia terhadap agama Islam bisa jadi disebabkan karena

adanya film yang menunjukkan kekerasan umat Islam, teror-teror yang

dilakukan oleh umat islam. Film tersebut berjudul Zero Dark Thirty. Film ini

mengangkat tema penangkapan orang yang paling dicari intelejen Amerika

Serikat yaitu Osama Bin Laden, pemimpin Al-Qaeda dengan metode introgasi,

penyadapan, penyamaran, dan penyerangan yang dilakukan oleh CIA (Central

Intelligence Agency).

Peneliti memilih film Zero Dark Thirty karya Kathryn Bigelow untuk

diteliti karena peneliti melihat adanya propaganda Amerika Serikat yang

terdapat didalamnya, kontroversi kekerasan pada salah satu metode yang

dilakukan oleh agen CIA yaitu kekerasan dalam motode introgasi, selain itu

film ini juga dicekal di negara Pakistan karena beberapa konten film yang

dianggap mempermalukan negara Pakistan di samping film ini mendapat

banyak penghargaan dari Academy Award sehingga film Zero Dark Thirty ini

layak untuk diteliti.

4

Film Zero Dark Thirty yang disutradari Kathryn Bigelow memenangkan

total 1 oscar, 58 award, dan 78 nominasi. Dari ke-tujuh puluh delapan

nominasi tersebut, Zero Dark Thirty berhasil meraih Best Motion Picture, Best

Actress, Best Director, Best Drama, Best Sound Editing, Best Original

Screenplay, dan masih banyak nominasi dan award lainnya.

(http://www.imdb.com/tittle/tt1790885)

Dalam banyak hal yang dimunculkan film Zero Dark Thirty ini, seperti

potret warga negara Pakistan khususnya masyarakat Abbotabbad. Militer

Pakistan pun ditampilkan dalam beberapa adegan dalam film ini.

Mark Boal dan Bigelow sebagai penulis ingin menggambarkan

ketegangan saat penangkapan Osama Bin Laden. Didramatisasi dengan

kebuntuan para Agen CIA dalam mengorek informasi dari tahanannya. Ammar

al-Baluchi, seorang tahanan yang diduga kurir Osama Bin Laden, diintrogasi

selama 45 menit dari film yang berdurasi total 157 menit tersebut. Ammar

disiksa dengan cara diikat dan dipukuli, kepalanya disiram berliter-liter air

dengan wajah ditutupi kain, ditelenjangi di depan wanita, dimasukkan peti

seukuran keranjang bayi.

Peneliti melakukan pengamatan secara intensif dan melakukan

perhitungan propaganda Amerika Serikat yang dimunculkan dalam film Zero

Dark Thirty, kemudian menganalisanya dengan kategori yang ditentukan.

Pembaca akan dapat mengetahui propaganda seperti apa yang terdapat dalam

film Zero Dark Thirty ini. Selain itu, pembaca juga dapat mengetahui pesan apa

yang ingin disampaikan film ini. Apakah pesan anti kekerasan, ataukah

mengumbar kekerasan. Serta pembaca dapat mengetahui apakah film ini

5

membawa dampak positif atau negatif, melihat propaganda tentang terorisme

Islam yang ada didalamnya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah memfokuskan pada

seberapa besar muatan (prosentase) propaganda Amerika Serikat tentang

terorisme Islam yang terdapat dalam film Zero Dark Thirty.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar muatan

(prosentase) propaganda Amerika serikat tentang terorisme Islam yg terdapat

dalam film Zero Dark Thirty.

D. Kegunaan penelitian

1. Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis

khususnya kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tentang Analisis Isi

propaganda Amerika Serikat yang berguna bagi peneliti maupun pihak-pihak

yang berkepentingan untuk mengembangkan dan menyempurnakan lebih lanjut

hasil temuan penelitian pada masalah yang sama.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi kepada

pembaca dalam menangkap bentuk-bentuk propaganda dalam film sesuai

dengan teori yang ada, serta menambah referensi bagi penelitan-penelitian

berikutnya yang sejenis, agar bisa dijadikan referensi bagi penelitiannya.

6

E. Tinjauan Pustaka

E.1. Propaganda

Sejumlah ahli komunikasi memiliki pendapat berbeda mengenai

propaganda. Sebagian mengatakan komunikasi persuasif pada hakikatnya

adalah propagandistik, sementara yang lain berpendapat bahwa hanya pesan-

pesan yang tidak jujur saja yang bisa dimasukan dalam pengertian propaganda.

Menurut Lasswell (1972), propaganda itu bukan bom juga bukan roti,

melainkan kata-kata, gambar, lagu-lagu, parade, dan banyak sarana lain yang

tipikal untuk membuat propaganda. Propaganda semata-mata merupakan

kontrol opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti atau

yang menyampaikan pendapat yang konkret dan akurat melaui gambar-

gambar, sebuah cerita, rumor, dan bentuk lain informasi lain yang bisa

digunakan dalam komunikasi sosial. Bagi Lasswell, propaganda mengandalkan

simbol-simbol untuk mencapai tujuan dalam manipulasi sikap kolektif. Alat-

alat komunikasi massa memperluas jangkuan propaganda dan memungkinkan

untuk membentuk sikap banyak individu secara serentak. (Shoelhi, 2012 : 36)

Coulumbis dan Wolfe (1987 : 184 ) dalam buku berjudul Introduction

to International relations : power and Justice, menjelaskan bahwa propaganda

merupakan salah satu metode standar yang digunakan negara untuk

mengamankan, memelihara, dan menerapkan kekuasaan dalam rangka

memajukan kepentian nasional. Sementara itu menurut Garth S. Jowett dan

Victoria O‟Donnell (1982) propaganda adalah upaya yang dilakukan secara

sengaja dan sistematis intuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan

7

mengarahkan kelakuan orang banyak untuk mendapatkan reaksi yang

diinginkan penyebar propaganda.

Dengan mengutip pendapat Heinz Dietrich Fischer dan John Calhoun

Merril, F. Rahmadi dalam bukunya Public Relations dalam teori dan praktek

(1995), menyatakan bahwa pengertian Propaganda adalah informasi yang

berisikan doktrin, opini ataupun pernyataan resmi dari pemerintah. Propaganda

adalah suatu kegiatan komunikasi dengan teknik tertentu. Lebih lanjut,

propaganda bisa diartikan sebagai kegiatan komunikasi untuk mengontrol sikap

dan tingkah laku manusia demi kesamaan dalam suatu pendapat atau cita-cita.

Propaganda adalah suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah

direncanakan secara seksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan

tingkah laku dari komunikan (target propaganda) sesuai dengan pola yang telah

ditetapkan oleh komunikator (propagandis). (Sastropoetro, 1991: 34).

Propaganda merupakan proses penyampaian pesan secara persuasif dari

komunikator kepada komunikan dengan tujuan khusus, yaitu perubahan pada

diri komunikan sesuai dengan kehendak komunikator.

Propaganda dapat dipelajari dari berbagai aspek komunikasi. Jenis

propaganda cukup banyak, tergantung dari sudut mana kita melihat. Wiliam E.

Daugherty dan Morris Janowitzs seperti di kutip Onong Uchjana Effendi (1994

: 164-165), menyatakan bahwa propaganda dapat dikualifikasikan dalam

beberapa kategori. Menurut Robert Cole (1996 : 18-22) dalam bukunya

Propaganda in the Twentieth Century War and Politics, dan juga dalam

Encyclopedia of Propaganda (1998), dijelaskan bahwa propaganda dapat

dipelajari dengan memperhatikan aspek sumber ,metode, sistem, sifat, jenis

8

kegiatan, bentuk komunikasi yang dipilih, dan wilayah. Menurut Mohammad

Shoelhi (2012 : 42-45) dalam bukunya Propaganda Dalam Komunikasi

Internasional, dapat dikelompokan sebagai berikut:

a. Menurut Sumbernya

1. Propaganda tertutup (Concealed propaganda ), sumber propaganda

ini tertutup sehingga orang tidak tahu siapa sumbernya.

2. Propaganda terbuka ( Revealed propaganda ), sumber propaganda ini

disebutkan dengan jelas dan secara terbuka.

3. Propaganda tertunda ( Delayed propaganda ), sumber propaganda ini

mulanya dirahasiakan, tetapi pada akhirnya akan terbuka dan jelas.

b. Menurut Metodenya

1. Coercive propaganda, yaitu propaganda yang dilancarkan dengan

metode ancaman atau bahasa kekerasan. Propaganda ini hampir

mirip dengan propaganda by the deed. Kendati demikian dalam

metode koersif, masih menggunakan lambang-lambang komunikasi

yang menimbulkan ketegangan jiwa (takut, seram, jijik)

2. Persuasive propaganda, propaganda jenis ini menggunakan metode

penyampaian pesan-pesan yang menimbulkan rasa tertarik sehingga

target propaganda senang dan rela melakukan sesuatu.

c. Menurut Sistemnya

1. Symbolic interaction propaganda, yaitu propaganda yang

menggunakan simbol – simbol.

9

2. Propaganda by the deed, yaitu propaganda yang menggunakan

perbuatan nyata untutk memaksa target menerima pesan dan

melakukan tindakan sebagaimana yang dikehendaki.

d. Menurut Sifatnya

1. White propaganda, yaitu propaganda putih yang dilakukan secara

jujur, benar, sportif. Isi pesan yang disampaikan serta sumbernya

jelas.

2. Black propaganda, yaitu propaganda hitam yang dilancarkan secara

licik sebagai senjata taktis untuk menipu, penuh kepalsuan, tidak

jujur, tidak mengenal etika dan cenderung berfikir sepihak.

Propaganda ini tidak menunjukan sumber yang sebenarnya, bahkan

kerap juga menuduh sumber lain yang melakukan kegiatan tersebut.

3. Grey propaganda, yaitu propaganda abu-abu yang dilakukan oleh

kelompok atau sumber yang tidak jelas. Biasanya isinya

menimbulkan keraguan, untuk mengacaukan pikiran orang, adu

domba, intrik, dan gosip. Propaganda ini memang sengaja dirancang

seperti ini agar masyarakat ragu atas sesuatu persoalan yang tengah

berkembang.

4. Rational propaganda atau propaganda rasional, yaitu propaganda

yang mengungkap dengan jelas sumbernya dan tujuannyapun

dijelaskan secara rasional.

e. Menurut Jenis Kegiatannya

1. Propaganda dagang meliputi iklan, peragaan (display), pertunjukan

(show), presentasi, pawai, pameran (expo).

10

2. Propaganda politik menyangkut penyebaran doktrin, penyebaran

keyakinan politik tertentu.

3. Propaganda perang, yang termasuk dalam jenis propaganda ini: war-

mongering atau propaganda yang menghembus-hembuskan

semangat perang; defamatory atau propaganda yang merusak nama

baik kepala negara/pemerintah; subversive, yaitu propaganda yang

bertujuan merusak atau merongrong kekuatan atau kewibawaan

suatu negara dari dalam agar negara tersebut hancur; dan

psycholigical warfare (psy-war/sykewar) atau perang urat syaraf,

yaitu propaganda yang menampilkan gertakan atau pengerahan

kekuatan sebagai bentuk ancaman agresi untuk menakut–nakuti

pihak lawan.

4. Propaganda budaya biasanya dilancarkan dalam bentuk kegiatan

pameran seni dan budaya, pertunjukan film, pementasan seni/tari,

pertukaran misi-misi kebudayaan, pagelaran temuan atau inovasi

ilmu pengetahuan.

5. Propaganda agama, meliputi penyebaran keyakinan ajaran agama

kerap juga dilakukan dalam bentuk khotbah dan ceramah akbar,

pertemuan agama, pagelaran kegiatan keagamaan secara besar

besaran dan terbuka, tabligh akbar, serta pementasan drama

bernafaskan islam.

f. Menurut Bentuk Komunikasi Massa

1. Propaganda vertikal adalah propaganda yang dilancarkan dengan

menggunakn berbagai macam sarana media massa. Propaganda ini

11

lazim juga disebut propaganda fasilitas yang menimbulkan dampak

hierarkis dari pemimpin pendapat hingga masyarakat awam.

2. Propaganda agiatif adalah propaganda yang dilancarkan dengan

menggunakan berbagai alat komunikasi massa untuk mengacaukan

kepentingan umum, kemudian memaksa massa mengikuti

kepentingan tertentu dengan menampilkan ancaman, kemudian

membangkitkan ketakutan dan kebencian sehingga target

propaganda memberikan pengorbanan yang sebesar-besarnya untuk

mencapai suatu tujuan atau mewujudkan cita-cita.

g. Menurut Bentuk Komunikasi Interpersonal

1. Propaganda horizontal adalah propaganda yang ditempuh melalui

komunikasi interpersonal ataukomunikasi organisasi, dengn target

individu individu tertentu dan selanjutnya menjadikan massa sebagai

keseluruhan targetnya.

2. Propaganda integratif adalah propaganda yang di tempuh melalui

komunikasi interpersonal dengan target orang-orang tertentu dalam

rangka penanaman doktrin, kemudian target yang sudah kuat

mengikuti doktrin melancarkan propaganda pada target tertentu

lainnya, dan seterusnya.

h. Menurut Wilayahnya

1. Propaganda regional

2. Propaganda nasional

3. Propaganda internasional

12

E.2. Tujuan Propaganda

Tujuan propaganda adalah untuk mengubah alam pikir kognitif dan

membangkitkan emosi para targetnya. Propaganda kerap digunakan sebagai

sarana untuk „memenangkan peperangan di luar medan perang‟. Dalam

konteks ini, hal terpenting adalah desain propaganda senganja dirancang untuk

memberikan informasi yang berdaya pengaruh kuat saat menerpa target yang

mendengar atau melihatnya. Pada pokoknya propaganda dilancarkan untuk

mempengaruhi pikiran, perasaan, serta tidakan massa dimanapun, baik di

negara sendiri maupun di negara lain, baik negara lawan maupun negara

kawan.

Menurut Mohammad Shoelhi (2012 : 50-51) dalam bukunya

Propaganda Dalam Komunikasi Internasional, dalam perspektif komunikasi

internasional, propaganda kerap dilancarkan untuk mencapai sejumlah tujuan :

a. Untuk menanamkan gagasan ke dalam benak masyarakat negara lain

atau masyarakat internasional secara keseluruhan. Tujuan ini mencakup

penguatan dan perluasan dukungan dari negara lain, mempertajam atau

mengubah sikap dan cara pandang terhadap suatu gagasan atau

kebijakan luar negeri tertentu.

b. Untuk memperlemah atau bahkan menggagalkan kebijakan atau

program nasional yangsedang ditempuh negara lawan atau negara tidak

bersahabat atau kelompok lain.

c. Untuk mencapai tujuan eksklusif (terbatas) dan berjangka pendek.

d. Untuk tujuan lebih luas dan strategis yang mencakup penguatan serta

perluasan dukungan dari rakyat dan pemerintah negara sahabat untuk

13

melaksanakan gagasan tertentu atau untuk mengahadapi lawan yang

dibenci.

E.3. Teknik Propaganda

Seperti halnya komunikasi, propaganda juga sangat membutuhkan

teknik guna mencapai sasaran dan tujuannya. Sebab dengan menggunakan

tehnik yang tepat akan menghasilkan capaian yang optimal. Berikut beberapa

tehnik propaganda menurut Nurudin (2001: 29).

a. Name Calling (Penggunaan nama ejekan)

Dalam teknik ini propagandis memberikal label buruk kepada seseorang

(penjulukan), lembaga atau gagasan dengan simbol emosional (negatif)

dalam propagandanya.

b. Glittering Generality (Penggunaan kata-kata muluk)

Sebagai kebalikan dari name calling, teknik glittering generalitas

menggunakan kata-kata yang memiliki kekuatan positif untuk membuat

massa setuju, menerima dan mendukung tanpa memeriksa bukti-bukti.

c. Transfer (Pengalihan)

Merupakan visualisasi konsep untuk mengalihkan karakter tertentu

kepada suatu pihak.

d. Testimonials (Pengutipan)

Digunakan untuk meminta dukungan seseorang yang berstatus tinggi

untuk mengesahkan dan memperkuat tindakannya dengan pengakuan

atau kesaksian orang tersebut.

14

e. Plain Folk (Perendahan diri)

Teknik plain folk merupakan salah satu teknik propaganda yang

menggunakan pendekatan untuk menunjukan bahwa sang propagandis

rendah hati dan mempunyai empati dengan penduduk pada umumnya.

f. Card Stacking (Menimbang-nimbang/penumpukan fakta)

Teknik card stacking adalah suatu teknik pengalihan dan pemanfaatan

fakta atau kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan, serta pernyataan

logis atau tidak logis untuk memberikan kasus terbaik atau terburuk

pada suatu gagasan, program, orang atau produk.

g. Bandwagon (Seruan Mengikuti Pihak Mayoritas)

Teknik bandwagon berisi imbauan kepada khalayak untuk bergabung

ke dalam kelompoknya karena kelompoknya memiliki tujuan yang baik

dan menyenangkan.

h. Using All Forms of Persuasions (Membujuk)

Teknik fear aroundsing adalah cara propaganda untuk mendapatkan

dukungan dari target massa dengan menimbulkan emosi negatif,

khususnya ketakutan.

E.4. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Film merupakan salah satu bentuk dari media massa. Film juga

merupakan bagian dari budaya karena film adalah karya, cipta, dan karsa yang

merupakan media komunikasi pandang dan dengar yang dibuat berdasarkan

asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan

video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk,

15

jenis dan ukuran, melalui proses kimiawi, proses elektronika, atau proses

lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan atau

ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan atau lainnya. Film

merupakan keterpaduan antara berbagai unsur sastra, teater, seni rupa,

teknologi dan sarana publikasi. Media komunikasi film mudah menyajikan

suatu hiburan daripada bentuk komunikasi lainnya (Marselli Sumarno, 1996 :

96-98). Hal ini dapat dilihat dari sifatnya yang menitikberatkan pada etika dan

estetika. Tujuan khalayak dalam menonton film adalah untuk mencari hiburan.

Namun di dalam tayangan film sendiri terkadang masih juga dijumpai fungsi

informatif maupun deduksi, bahkan persuasif.

E.5. Jenis-Jenis Film

Film merupakan media komunikasi yang terbentuk dari kombinasi

antara penyampaian pesan melalui gambar bergerak yang dihasilkan dari

pemanfaatan teknologi kamera, pencahayaan, warna dan suara. Unsur tersebut

dibuat dengan latar belakang alur cerita yang mengandung pesan yang akan

sampaikan oleh sutradara. Kombinasi pesan tersebut disampaikan sutradara

melalui gambar, dialog, suara, warna, sudut pengambilan dan musik. Adegan

dirangkai satu sama lain berserta lambang – lambang yang di pergunakan,

sehingga pesan dapat dipahami oleh khalayak penonton.

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor. 8 tahun 1992

tentang Perfilman, bab 1 pasal 1, menyebutkan bahwa,” Film adalah karya cipta

dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang

dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita

video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk,

16

jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses

lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan/ atau

ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik,dan atau lainnya.

Sedang Undang-Undang Perfilman penjelasan tentang pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Perfilman, menentukan ada 3 (tiga) jenis film yang termasuk dalam

film sebagai media komunikasi massa pandang dengar (audio visual). Pertama

film tersebut dibuat dari bahan baku pita seluloid melalui proses kimia yang

lazim disebut film. Kedua, film yang dibuat dengan bahan pita video atau

piringan video melalui proses elektronik, yang lazim disebut rekaman video.

Ketiga, film yang dibuat dengan bahan baku atau melalui proses lainnya

sebagai hasil perkembangan teknologi, yang dikelompokkan sebagai media

komunikasi massa pandang dengar

E.6. Penokohan Dalam Film

Seperti halnya plot pada unsur film di atas, penokohan atau disebut juga

perwatakan dalam film termasuk unsur intrinsik dalam sebuah karya maupun

sastra. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan

sehingga peristiwa itu menjalin satu cerita, sedangkan penokohan adalah cara

sastrawan menampilkan tokoh (Aminuddin, 1984:85). Tokoh dalam karya film

selalu mempunyai sikap, sifat, tingkah laku, atau watak-watak tertentu.

Pemberian watak pada tokoh suatu karya disebut perwatakan.

17

Ditinjau dari peranan dan ketelibatan dalam cerita, tokoh dapat

dibedakan atas :

1. Tokoh primer/utama

2. Tokoh skunder/bawahan

3. Tokoh komplementer/tokoh tambahan

Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan

atas :

1. Tokoh dinamis adalah tokoh yang kepribadiannya selalu

berkembang. Sebagai contoh, tokoh yang semula jujur, karena

terpengaruh oleh temannya yang serakah, akhirnya menjadi tokoh

yang tidak jujur. Tokoh ini menjadi jujur kembali setelah ia sadar

bahwa dengan tidak jujur penyakit jantungnya menjadi parah.

2. Tokoh statis adalah tokoh yang mempunyai kepribadian tetap.

Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh, dapat dibedakan atas

(Aminuddin, 1984:91-92) :

1. Tokoh yang mempunyai karakter sederhana adalah tokoh yang

hanya mempunyai karakter seragam atau tunggal.

2. Tokoh yang mempunyai karakter kompleks adalah tokoh yang

mempunyai karakter beraneka ragam kepribadian, misalnya tokoh

yang di mata masyarakat dikenal sebagai orang yang dermawan.

Pembela kaum miskin, berusaha mengentaskan kemiskinan,

ternyata ia juga menjadi Bandar judi.

18

Dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh, dapat dibedakan atas tokoh

protagonis dan tokoh antagonis (Aminuddin, 1984:85).

1. Tokoh Protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembacanya.

Biasanya, watak tokoh semacam ini adalah watak yang baik

danpositif, seperti dermawan, jujur, rendah hati, pembela, cerdik,

pandai, mandiri, dan setia kawan. Dalam kehidupan sehari-hari,

jarang ada orang yang mempunyai watak yang seluruhnya baik.

Selain kebaikan, orang mempunyai kelemahan. Oleh karena itu, ada

juga watak protagonis yang menggambarkan dua sisi kepribadian

yang berbeda. Sebagai contoh, ada tokoh yang mempunyai profesi

sebagai pencuri. Ia memang jahat, tetapi ia begitu sayang kepada

anak dan istrinya sehingga anak dan istrinya juga begitu sayang

kepadanya. Contoh berikutnya bisa kita lihat, misalnya, pada tokoh

yang dikenal masyarakat sebagai orang yang pelit, padahal dia

adalah pemilik panti asuhan itu. Ia berbuat seakan-akan pelit untuk

menutupi kedermawanannya. Ia takut tidak ikhlas dalam beramal

saleh.

2. Tokoh Antagonis adalah tokoh yang wataknya dibenci pembacanya.

Tokoh ini biasanya digambarkan sebagai tokoh yang berwatak buruk

dan negatif, seperti pendendam, culas, pembohong, menghalalkan

segala cara, sombong, iri, suka pamer, dan ambisius. Meskipun

demikian, ada juga tokoh-tokoh antagonis yang bercampur dengan

sifat-sifat yang baik. Contohnya, tokoh yang jujur, tetapi dengan

19

kejujurannya itu justru mencelakakan temannya; tokoh yang setia

kepada negara, padahal negaranya adalah negara penebar kejahatan

di dunia; tokoh yang memegang teguh janji, tetapi janji itu

diucapkan pada orang yang salah dan berakibat fatal.

E.7. Film Sebagai Alat Propaganda

Film merupakan media unik karena mereproduksi gambar, gerakan, dan

suara seperti halnya dalam kehidupan nyata. Bahkan film juga menghadirkan

teknologi-teknologi yang pada saat ini belum ditemukan, di sinilah kekuatan

riset film digunakan. Tidak seperti bentuk seni lainnya, film menghasilkan rasa

kedekatan, kemampuan film untuk menciptakan ilusi kehidupan dan realitas,

pandangan baru, seperti budaya yang belum dikenal pada suatu tempat. Dengan

kata lain film dianggap sebagai penggambaran akurat dari kehidupan.

Film adalah alat propaganda yang efektif karena mereka membangun

ikon visual realitas historis dan kesadaran. Menentukan sikap masyarakat dari

waktu mereka menggambarkan atau di mana mereka difilmkan, memobilisasi

orang untuk tujuan bersama, atau membawa perhatian pada penyebab yang

tidak diketahui. Film politik dan sejarah mewakili pengaruh dan menciptakan

kesadaran historis, serta mampu mendistorsi peristiwa membuatnya menjadi

media persuasif yang belum tentu bisa dipercaya. (Shoelhi 2012 : 157-158)

Dalam kiprah perfilman hollywood banyak film yang memanipulasi

representasinya seperti kemenangan Amerika atas Vietnam dalam film „Rambo

II‟ atau film Genre Post – Vietnam lainnya.

20

Dalam komunikasi faktor media menuduki peran yang sangat penting

dalam proses penyebaran pesan, bahkan bisa dikatakan efektif atau tidak,

tersebar luas atau tidak bergantung pada ketepatan memilih media tersebut. Di

era modern ini film masih menjadi media propaganda terbaik karena film

memiliki beberapa kelebihan dibandingkan media lainnya.

John A. Broadwin dan V.R. Berghahn (1996) , dalam bukunya The

Triump Of Propaganda, mengutip pernyataan Fritz Hippler bahwa

“dibandingkan dengan seni lain, film mampu menimbulkan dampak psikologis

dan propagandik yang abadi dan pengaruhnya sangat kuat karena efeknya tidak

hanya melekat pada pikiran, tetapi pada emosi dan bersifat visual bertahan

lebih lama daripada pengaruh yang dapat dicapai oleh ajaran gereja atau

sekolah, buku, surat kabar,atau radio. (Shoelhi, 2012 : 165)

E.8. Terorisme

Terorisme dapat dapat diartikan sebagai serangan (faham/ideologi)

terkoordinasi yang dilancarkan oleh kelompok tertentu dengan maksud

membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Menurut

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 tahun 2002

dalam Perspektif Hukum Pidana, terorisme mempunyai tujuan untuk membuat

orang lain merasa ketakutan, sehingga dapat menarik perhatian masyarakat

luas. Biasanya perbuatan teror ini digunakan apabila tidak ada jalan lain yang

dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan

sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu

serta menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan

21

pemerintah dalam mengamankan stabilitas negara. Istilah terorisme juga sering

disebut dengan gerakan separatis.

Segala bentuk tindakan kekerasan untuk tujuan politis atau untuk

memaksa sebuah pemerintah untuk melakukan sesuatu, khususnya untuk

menciptakan ketakutan dalam sebuah komunitas masyarakat.

Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, terutama sejak

terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika

Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”,

yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak

menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil

milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar

Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di

antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan

gedung Pentagon. CIA dan Washington menyatakan bahwa serangan yang

dilakukan pada tanggal 11 Septermber 2001 tersebut merupakan tindakan

terorisme yang dilakukan oleh kelompok Al-Qaeda, yang dipimpin oleh Osama

Bin Laden.

E.9. Analisis Isi

Banyak ahli yang mendefinisikan analisis isi. Analisis isi menurut

Barelson (Bulaeng, 2004:164) analisis isi merupakan suatu teknik penelitian

yang obyektif, sistematik dan menggambarkan secara kuantitatif isi-isi

pernyataan suatu komunikasi. Analisis isi yang bersifat sistematik, berarti isi

yang hendak di analisa sebaiknya diseleksi secara gamblang dan sesuai dengan

aturan yang berlaku. Maksudnya adalah, pemilihan sample harus mengikuti

22

prosedur yang tepat dan masing-masing item harus memiliki kesempatan yang

sama untuk dilibatkan dalam analisa. Analisis isi bersifat obyektif maksudnya

adalah cara pandang pribadi dan yang mungkin ditimbulkan oleh peneliti tetapi

tidak boleh masuk kedalam temuan penelitian. Bila terjadi duplikasi yang

dilakukan oleh peneliti, maka hasil analisis tersebut akan sulit untuk

menghasilkan kesimpulan yang sama.

F. Definisi Konseptual

F.1. Propaganda

Propaganda merupakan suatu kegiatan provokasi untuk mempengaruhi

audiens dengan menyerang alam bawah sadar mereka dengan cara menunjukan

kata-kata atau gambar-gambar yang mengancam atau menjatuhkan citra target

propagandanya untuk tujuan tertentu. Teknik propaganda yag dilakukan yaitu,

Name Calling, Card Stacking, Gliterring Generalities, Plain Folk, Testimony,

dan Using All Form of Persuasion.

F.2. Film

Film adalah gambar bergerak yang terdapat unsur audio dan visual

dimana didalamnya ditampilkan berbagai realitas kehidupan oleh karena itu

film memiliki kekuatan untuk mencapai berbagai aspek kehidupan baik sosial,

politik, agama dan budaya yang merupakan suatu bentuk komunikasi. Film

yang didalamnya mengandung unsur pesan yang disampaikan oleh pembuatnya

dapat berupa pengetahuan, hiburan, informasi, nasehat, ataupun propaganda

diterima oleh penerima dimana dalam hal ini disebut sebagai penonton.

23

F.3. Penokohan

Watak yang dimiliki oleh tokoh dalam film, yakni antagonis (jahat) dan

protagonis (baik). Penokohan atau perwatakan ini bisa digunakan untuk

penggambaran suatu tokoh dalam film apakah tokoh itu berperan sebagai

pahlawan atau penjahat.

F.4. Terorisme

Merupakan serangan dari kelompok tertentu yang terkoordinasi dengan

tujuan membangkitkan perasaan takut terhadap korban. Terorisme digunakan

sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu

serta menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan

pemerintah dalam mengamankan stabilitas negara. Istilah terorisme juga sering

disebut dengan gerakan separatis.

G. Metode Penelitian

G.1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah

analisis isi, dengan pendekatan Kuantitatif. Alasan menggunakan analisis isi

karena akan memperoleh suatu hasil atau pemahaman terhadap berbagai isi

pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa atau sumber informasi

yang lain secara objektif dan sistematis. Analisis isi bisa diartikan sebagai

metode untuk menganalisis semua bentuk komunikasi: Surat kabar, buku,

puisi, lagu, cerita rakyat, lukisan, pidato dan sebagainya (Rakhmat,2002:89).

Analisis isi bersifat kuantitatif, dengan menggunakan perangkat statistik

sebagai analisis, hal ini dapat mempermudah penelitian dalam membuat

kesimpulan secara ringkas dan objektif.

24

G.2. Ruang Lingkup Penelitian

Yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah film berjudul Zero

Dark Thirty yang berdurasi 157 menit yang disutradarai oleh Kathryn Bigelow

yang difokuskan pada tiap scene yang berupa adegan, dimana setiap scene

akan diambil dan kemudian dikategorikan dalam analisis mengenai

propaganda Amerika Serikat terhadap terorisme Islam berdasarkan

kategorisasi yang telah di tentukan.

G.3. Unit Analisis

Penelitian ini diarahkan pada setiap scene atau adegan yang

mengandung tema propaganda dalam kemunculan pesan yang terdapat dalam

film Zero Dark Thirty. Film ini berdurasi 157 menit. Dalam hal ini penelitian

dapat difokuskan pada unsur-unsur audio dan visual yang berupa tindakan atau

perbuatan (purpose action) dengan satuan ukur frekuensi kemunculan per

detik setiap sub kategori dari akting dan dialog dalam setiap scene yang

mengandung tema propaganda. Frekuensi absolut menjelaskan tentang jumlah

kejadian yang ditemukan dalam sampel.

G.4. Satuan Ukur

Satuan ukur dalam penelitian ini adalah per detik kemunculan scene

yang memakai teknik propaganda yang terdapat dalam tiap scene seluruh

tayangan film Zero Dark Thirty karya Kathryn Bigelow.

G.5. Struktur Kategori

Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan terorisme Islam sebagai

alat propaganda Amerika Serikat dengan tujuan mempengaruhi audiens agar

memandang negara Pakistan, yang mayoritas masyarakatnya beragama islam

25

berhubungan erat dengan atau bahkan sebagai pelaku terorisme, dengan kata

lain Pakistan dalam film ini merupakan tokoh antagonis. Sebaliknya, film ini

menginginkan audiens memandang Amerika Serikat sebagai pahlawan atau

tokoh protagonis dalam memerangi terorisme. Selain itu dalam pengkategorian

juga dapat disertakan teknik propaganda.

G.5.1. Pakistan Sebagai Tokoh Antagonis

1. Pakistan (yang mayoritas masyarakatnya bergama Islam) merupakan

sarang teroris dengan indikator adegan tersebut menunjukan :

a. Perencanaan kegiatan terorisme (pemboman) yang dilakukan oleh

sekelompok orang pakistan.

b. Kelompok tersebut menggunakan atribut yang menunjukan

mereka adalah orang Islam.

2. Pakistan sebagai pelaku tindakan terorisme, dengan indikator :

a. Sekelompok orang pakistan melakukan penyerangan,

penyergapan, penembakan dan pemboman terhadap pihak

Amerika Serikat.

b. Kelompok tersebut menggunakan atribut yang menunjukan

mereka adalah orang Islam.

3. Orang Pakistan Sebagai Tawanan Teroris Amerika.

a. Orang Pakistan yang dijadikan tawanan oleh Amerika, dan

diinterogasi untuk mengumpulkan informasi.

b. Teknik interogasi yang cenderung melecehkan tawanan.

26

G.5.2. Teknik Propaganda

1. Name Calling

Menggunakan ide atau label yang buruk, bertujuan agar audiens

menolak dan menyangsikan ide tertentu tanpa mengoreksinya atau

memeriksanya terlebih dahulu.

Indikatornya :

a. Umpatan atau ejekan oleh Amerika kepada Pakistan.

b. Penyebutan julukan untuk orang Pakistan atau teroris.

2. Card Stacking

Seleksi dan kegunaan fakta atau kepalsuan, ilustrasi atau kebingungan

dan masuk akal atau tidak masuk akal suatu pernyataan agar

memberikan kemungkinan terburuk atau terbaik untuk suatu gagasan,

program, manusia dan barang.

Indikatornya :

a. Pernyataan Amerika yang memojokan Pakistan.

b. Terdapat kata-kata yang mendukung pernyataan tertentu beserta

bukti.

3. Gliterring Generalities

Mengasosiasikan sesuatu dengan suatu ”kata bijak” yang digunakan

untuk membuat kita menerima dan menyetujui hal itu tanpa

memerikasanya telebih dahulu.

Indikatornya :

a. Memakai kata-kata pengandaian atau berlebihan termasuk

pengandaian agama dan Tuhan.

27

b. Menggunakan kata asosiasi atau muluk agar audiens bisa langsung

menerima.

4. Plain Folk

Memberikan identifikasi terhadap suatu ide, beranggapan Amerika

adalah pihak yang rendah hati dan memiliki empati pada penduduk

setempat atau rakyat Pakistan.

Indikatornya :

a. Amerika menggunakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat

sekitar yang mayoritas beragama Islam.

b. Amerika berpakaian seperti layaknya penduduk sekitar, sebagai

cara agar masyarakat bisa menerima Amerika.

5. Testimony

Propaganda yang berisi perkataan manusia yang dihormati atau

dibenci bahwa ide atau program tersebut adalah baik atau buruk. Bisa

juga disebut dukungan seseorang yang berstatus tinggi untuk

mengesahkan dan memperkuat tindakannya.

Indikatornya :

a. Amerika mempunyai seseorang yang berpengaruh agar idenya

disetujui, orang tesebut pihak berwenang atau orang yang

berjabatan tinggi.

6. Using All Forms of Persuasion

Teknik yang dilakukan untuk membujuk orang lain dengan rayuan,

iming-iming, dan himbauan.

a. Iming-iming yang dilakukan Amerika pada tahanan Pakistan.

28

G.6. Teknik Pengumpulan Data

Langkah pertama yang dilakukan dalam mengumpulkan data dalam

penelitian ini adalah melihat dan mengamati film Zero Dark Thirty karya

Kathryn Bigelow untuk memperoleh data berupa scene yang memakai teknik

propaganda. Selanjutnya untuk mempermudah pengkategorian, maka dibuat

lembar coding per kategori seperti contoh di bawah, kemudian dari data-data

tersebut di atas dilakukan analisa deskriptif, dimana peneliti memberikan

penjelasan deskriptif mengenai propaganda dalam film Zero Dark Thirty.

Tabel 1

Lembar Coding

No Scene

Antagonis - Protagonis

Teknik Propaganda

1 2

a b c a b c 3 4 5 6 7 8

Penilaian ke dalam lembar coding menggunakan tanda centang ( √ )

untuk tiap scene yang terdapat unsur propaganda di dalamnya seperti yang

terdapat pada struktur kategori. Sendangkan tanda minus ( - ) digunakan untuk

penilaian bagi scene yang tidak sesuai dengan unsur propaganda seperti yang

terdapat pada struktur kategori.

29

G.7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah

menggunakan teknik analisis distribusi frekuensi. Alat analisis ini digunakan

dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi kemunculan masing-masing

kategori. Dalam penerapannya, data berupa setiap isi pesan yang terdapat

dalam film Zero Dark Thirty dimasukkan ke dalam kategorisasi yang telah

ditetapkan. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan tabel distribusi

frekuensi untuk mengetahui frekuensi kemuculan dari setiap kategori tema

penelitian.

Tabel 2

Lembar Distribusi Frekuensi

Kategorisasi

Frekuensi

Kemunculan

∑ %

Pakistan sebagai tokoh antagonis

Pakistan merupakan sarang teroris

Pakistan sebagai sarang teroris

Orang Pakistan Sebagai Tawanan Teroris Amerika

Teknik Propaganda

Name Calling

Card Stacking

Glittering Generalities

Plain Folk

Testimony

Using All Form of Persuasion

30

G.8. Teknik Reliabilitas Data

Untuk menghasilkan data yang akurat dan dapat di pertanggung

jawabkan, maka perlu di adakan uji reliabilitas terhadap kategorisasi yang

telah ditetapkan, agar kategorisasi tersebut tetap terjaga reliabilitasnya.

Teknisnya, peneliti menunjuk orang lain (orang lain tersebut disebut dengan

koder) untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan peneliti, yaitu

memasukkan data kedalam kategori yang telah ditetapkan. Orang yang

ditunjuk sebagai koder harus memiliki latar akademik yang sama dengan

peneliti sehingga mampu memahami konsep-konsep peneliti dalam membuat

kategorisasi yang di maksud. Paling tidak, peneliti telah memberi penjelasan

kepada koder yang dipilih mengenai kategorisasi yang telah ditetapkan.

Reliabilitas antar koder salah satunya dapat dihitung menggunakan

rumus Ole R. Holsty (1969), yang digunakan untuk menentukan reliabilitas

data nominal. Hasil dan perhitungan ini kemudian diletakkan dalam term

presentase kesepakatan. Rumus Holsty adalah sebagai berikut :

CR = 21

2

NN

M

+

Keterangan:

CR : Coefisien Reliability

M : Jumlah coding yang disepakati oleh peneliti dan dua orang

coder.

N1 : Total jumlah coding dari peneliti 1

N2 : Total jumlah coding dari peneliti 2

31

Hasil ini kemudian menurut Scott dikembangkan dalam index of

reliability yang bukan hanya mengoreksi dalam suatu kelompok kategori,

tetapi juga kemungkinan frekwensi yang timbul atau memperkuat hasil

reliabilitas digunakan rumus Scott yaitu:

Pi = % Observed Agreement - % Expected Agreement

1 - % Expected Agreement

Keterangan :

Pi : Nilai Keterhandalan

ObserervedAgreement : Nilai CR

ExpectedAgreement : Jumlah persetujuan yang diharapkan karena

peluang

Meski belum ada standar reliabilitas yang mutlak namun menurut

Wimmer dan Dominick, ambang penerimaan yang sering digunakan adalah

0,75 untuk menggunakan Pi. Jika kesesuaian antar penyusun kode tidak

mencapai 0,75 maka kategorisasi operasional mungkin perlu dibuat lebih

spesifik lagi.