1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa saat ini semakin berkembang dan keberadaannya pun
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Media massa merupakan
sumber informasi bagi masyarakat yang sangat dibutuhkan saat ini. Media
massa memiliki kemampuan untuk menimbulkan keserempakan
(simultaneity) pada pihak khalayak dalam menerima pesan yang disebarkan.
Pesan yang disampaikan oleh media massa, melalui majalah, koran, tabloid,
buku, televisi, radio, internet dan film diterima secara serempak oleh khalayak
luas yang berjumlah ribuan, bahkan hingga puluhan juta. (Effendy, 1993 : 24)
Propaganda merupakan salah satu teknik dalam berkomunikasi, kita
mungkin sering mendengar istilah propaganda, dalam dunia politik familiar
dengan kata-kata ini, dunia kerja, bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari,
mulai dari koran yang kita baca, iklan-iklan ditelevisi bahkan film.
Menurut Harold D Lasswell dalam tulisannya Propaganda Techniquein
The World War (1927) mengatakan propaganda adalah semata-mata kontrol
opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti, atau
menyampaikan pendapat yang kongkrit dan akurat melalui sebuah cerita,
gambar-gambar, rumor dan bentuk-bentuk yang lain. Dalam bukunya yang lain
Laswell juga mengatakan bahwa “Propaganda” adalah teknik untuk
2
mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanipulasikan representasinya.
(Nurudin, 2001: 10)
Sejarah dunia juga mencatat bahwa propaganda telah memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan bangsanya. Salah satu
propaganda yang cukup fenomenal adalah propaganda tentang fasisme kekuatan
Ras Aria yang disebarkan oleh tokoh Nazi Jerman yang cukup fenomena yakni
Adolf Hitler. Yang mana dalam propagandanya Nazi menyatakan bahwa Ras
Aria adalah ras yang murni dan yang paling berkuasa. Sehingga dengan
munculnya propaganda tersebut banyak bangsa Yahudi yang tinggal di wilayah
Jerman khususnya pada masa itu harus dibunuh, dimana dalam operasi oleh
tentara Nazi disebut sebagai operasi “pembersihan”.
Propaganda di Indonesia juga dilakukan dengan cara-cara yang lain
seperti hampir selama 32 tahun masa pemerintahan Orde baru kita mengenal
sosok presiden Soeharto sebagai Bapak Pembangunan. Sebutan bapak
pembangunan secara langsung tertanam dalam benak warga Indonesia bahwa
Soeharto merupakan orang yang cukup memiliki andil yang besar dalam
pekemnbangan pembangunan di Indonesia, dalam kurun 32 tahun masa
pemerintahanya.
Dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, propaganda
muncul dengan bentuk-bentuk lain, yang tidak hanya bertujuan untuk politik dan
kekuasaan, propaganda juga muncul dengan tujuan menarik keuntungan,
simpati, dukungan dll. Hal ini didukung adanya media jejaring sosial seperti
twitter, facebook, path dan instagram. Media jejaring sosial seperti itu terbukti
mampu mempengaruhi jutaan orang dalam waktu yang hampir bersamaan.
3
Semua itu mengambarkan bahwa media massa berperan besar terhadap
penyebaran propaganda kepada khalayak.
Namun, semakin kritisnya masyarakat dengan isu-isu politik yang
berkembang, film propaganda bukan hanya dibuat untuk kepentingan politik
semata. Film-film propaganda juga dibuat sebagai media protes terhadap
kebijakan pemerintah Amerika Serikat ataupun sengaja untuk menyudutkan
pihak tertentu. Pasca tragedi WTC 11 September 2001 yang disebut-sebut
sebagai awal hubungan antara terorisme dengan agama Islam. Besarnya
kebencian masyarakat dunia terhadap agama Islam bisa jadi disebabkan karena
adanya film yang menunjukkan kekerasan umat Islam, teror-teror yang
dilakukan oleh umat islam. Film tersebut berjudul Zero Dark Thirty. Film ini
mengangkat tema penangkapan orang yang paling dicari intelejen Amerika
Serikat yaitu Osama Bin Laden, pemimpin Al-Qaeda dengan metode introgasi,
penyadapan, penyamaran, dan penyerangan yang dilakukan oleh CIA (Central
Intelligence Agency).
Peneliti memilih film Zero Dark Thirty karya Kathryn Bigelow untuk
diteliti karena peneliti melihat adanya propaganda Amerika Serikat yang
terdapat didalamnya, kontroversi kekerasan pada salah satu metode yang
dilakukan oleh agen CIA yaitu kekerasan dalam motode introgasi, selain itu
film ini juga dicekal di negara Pakistan karena beberapa konten film yang
dianggap mempermalukan negara Pakistan di samping film ini mendapat
banyak penghargaan dari Academy Award sehingga film Zero Dark Thirty ini
layak untuk diteliti.
4
Film Zero Dark Thirty yang disutradari Kathryn Bigelow memenangkan
total 1 oscar, 58 award, dan 78 nominasi. Dari ke-tujuh puluh delapan
nominasi tersebut, Zero Dark Thirty berhasil meraih Best Motion Picture, Best
Actress, Best Director, Best Drama, Best Sound Editing, Best Original
Screenplay, dan masih banyak nominasi dan award lainnya.
(http://www.imdb.com/tittle/tt1790885)
Dalam banyak hal yang dimunculkan film Zero Dark Thirty ini, seperti
potret warga negara Pakistan khususnya masyarakat Abbotabbad. Militer
Pakistan pun ditampilkan dalam beberapa adegan dalam film ini.
Mark Boal dan Bigelow sebagai penulis ingin menggambarkan
ketegangan saat penangkapan Osama Bin Laden. Didramatisasi dengan
kebuntuan para Agen CIA dalam mengorek informasi dari tahanannya. Ammar
al-Baluchi, seorang tahanan yang diduga kurir Osama Bin Laden, diintrogasi
selama 45 menit dari film yang berdurasi total 157 menit tersebut. Ammar
disiksa dengan cara diikat dan dipukuli, kepalanya disiram berliter-liter air
dengan wajah ditutupi kain, ditelenjangi di depan wanita, dimasukkan peti
seukuran keranjang bayi.
Peneliti melakukan pengamatan secara intensif dan melakukan
perhitungan propaganda Amerika Serikat yang dimunculkan dalam film Zero
Dark Thirty, kemudian menganalisanya dengan kategori yang ditentukan.
Pembaca akan dapat mengetahui propaganda seperti apa yang terdapat dalam
film Zero Dark Thirty ini. Selain itu, pembaca juga dapat mengetahui pesan apa
yang ingin disampaikan film ini. Apakah pesan anti kekerasan, ataukah
mengumbar kekerasan. Serta pembaca dapat mengetahui apakah film ini
5
membawa dampak positif atau negatif, melihat propaganda tentang terorisme
Islam yang ada didalamnya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah memfokuskan pada
seberapa besar muatan (prosentase) propaganda Amerika Serikat tentang
terorisme Islam yang terdapat dalam film Zero Dark Thirty.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar muatan
(prosentase) propaganda Amerika serikat tentang terorisme Islam yg terdapat
dalam film Zero Dark Thirty.
D. Kegunaan penelitian
1. Kegunaan Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis
khususnya kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik tentang Analisis Isi
propaganda Amerika Serikat yang berguna bagi peneliti maupun pihak-pihak
yang berkepentingan untuk mengembangkan dan menyempurnakan lebih lanjut
hasil temuan penelitian pada masalah yang sama.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi kepada
pembaca dalam menangkap bentuk-bentuk propaganda dalam film sesuai
dengan teori yang ada, serta menambah referensi bagi penelitan-penelitian
berikutnya yang sejenis, agar bisa dijadikan referensi bagi penelitiannya.
6
E. Tinjauan Pustaka
E.1. Propaganda
Sejumlah ahli komunikasi memiliki pendapat berbeda mengenai
propaganda. Sebagian mengatakan komunikasi persuasif pada hakikatnya
adalah propagandistik, sementara yang lain berpendapat bahwa hanya pesan-
pesan yang tidak jujur saja yang bisa dimasukan dalam pengertian propaganda.
Menurut Lasswell (1972), propaganda itu bukan bom juga bukan roti,
melainkan kata-kata, gambar, lagu-lagu, parade, dan banyak sarana lain yang
tipikal untuk membuat propaganda. Propaganda semata-mata merupakan
kontrol opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti atau
yang menyampaikan pendapat yang konkret dan akurat melaui gambar-
gambar, sebuah cerita, rumor, dan bentuk lain informasi lain yang bisa
digunakan dalam komunikasi sosial. Bagi Lasswell, propaganda mengandalkan
simbol-simbol untuk mencapai tujuan dalam manipulasi sikap kolektif. Alat-
alat komunikasi massa memperluas jangkuan propaganda dan memungkinkan
untuk membentuk sikap banyak individu secara serentak. (Shoelhi, 2012 : 36)
Coulumbis dan Wolfe (1987 : 184 ) dalam buku berjudul Introduction
to International relations : power and Justice, menjelaskan bahwa propaganda
merupakan salah satu metode standar yang digunakan negara untuk
mengamankan, memelihara, dan menerapkan kekuasaan dalam rangka
memajukan kepentian nasional. Sementara itu menurut Garth S. Jowett dan
Victoria O‟Donnell (1982) propaganda adalah upaya yang dilakukan secara
sengaja dan sistematis intuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan
7
mengarahkan kelakuan orang banyak untuk mendapatkan reaksi yang
diinginkan penyebar propaganda.
Dengan mengutip pendapat Heinz Dietrich Fischer dan John Calhoun
Merril, F. Rahmadi dalam bukunya Public Relations dalam teori dan praktek
(1995), menyatakan bahwa pengertian Propaganda adalah informasi yang
berisikan doktrin, opini ataupun pernyataan resmi dari pemerintah. Propaganda
adalah suatu kegiatan komunikasi dengan teknik tertentu. Lebih lanjut,
propaganda bisa diartikan sebagai kegiatan komunikasi untuk mengontrol sikap
dan tingkah laku manusia demi kesamaan dalam suatu pendapat atau cita-cita.
Propaganda adalah suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah
direncanakan secara seksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat dan
tingkah laku dari komunikan (target propaganda) sesuai dengan pola yang telah
ditetapkan oleh komunikator (propagandis). (Sastropoetro, 1991: 34).
Propaganda merupakan proses penyampaian pesan secara persuasif dari
komunikator kepada komunikan dengan tujuan khusus, yaitu perubahan pada
diri komunikan sesuai dengan kehendak komunikator.
Propaganda dapat dipelajari dari berbagai aspek komunikasi. Jenis
propaganda cukup banyak, tergantung dari sudut mana kita melihat. Wiliam E.
Daugherty dan Morris Janowitzs seperti di kutip Onong Uchjana Effendi (1994
: 164-165), menyatakan bahwa propaganda dapat dikualifikasikan dalam
beberapa kategori. Menurut Robert Cole (1996 : 18-22) dalam bukunya
Propaganda in the Twentieth Century War and Politics, dan juga dalam
Encyclopedia of Propaganda (1998), dijelaskan bahwa propaganda dapat
dipelajari dengan memperhatikan aspek sumber ,metode, sistem, sifat, jenis
8
kegiatan, bentuk komunikasi yang dipilih, dan wilayah. Menurut Mohammad
Shoelhi (2012 : 42-45) dalam bukunya Propaganda Dalam Komunikasi
Internasional, dapat dikelompokan sebagai berikut:
a. Menurut Sumbernya
1. Propaganda tertutup (Concealed propaganda ), sumber propaganda
ini tertutup sehingga orang tidak tahu siapa sumbernya.
2. Propaganda terbuka ( Revealed propaganda ), sumber propaganda ini
disebutkan dengan jelas dan secara terbuka.
3. Propaganda tertunda ( Delayed propaganda ), sumber propaganda ini
mulanya dirahasiakan, tetapi pada akhirnya akan terbuka dan jelas.
b. Menurut Metodenya
1. Coercive propaganda, yaitu propaganda yang dilancarkan dengan
metode ancaman atau bahasa kekerasan. Propaganda ini hampir
mirip dengan propaganda by the deed. Kendati demikian dalam
metode koersif, masih menggunakan lambang-lambang komunikasi
yang menimbulkan ketegangan jiwa (takut, seram, jijik)
2. Persuasive propaganda, propaganda jenis ini menggunakan metode
penyampaian pesan-pesan yang menimbulkan rasa tertarik sehingga
target propaganda senang dan rela melakukan sesuatu.
c. Menurut Sistemnya
1. Symbolic interaction propaganda, yaitu propaganda yang
menggunakan simbol – simbol.
9
2. Propaganda by the deed, yaitu propaganda yang menggunakan
perbuatan nyata untutk memaksa target menerima pesan dan
melakukan tindakan sebagaimana yang dikehendaki.
d. Menurut Sifatnya
1. White propaganda, yaitu propaganda putih yang dilakukan secara
jujur, benar, sportif. Isi pesan yang disampaikan serta sumbernya
jelas.
2. Black propaganda, yaitu propaganda hitam yang dilancarkan secara
licik sebagai senjata taktis untuk menipu, penuh kepalsuan, tidak
jujur, tidak mengenal etika dan cenderung berfikir sepihak.
Propaganda ini tidak menunjukan sumber yang sebenarnya, bahkan
kerap juga menuduh sumber lain yang melakukan kegiatan tersebut.
3. Grey propaganda, yaitu propaganda abu-abu yang dilakukan oleh
kelompok atau sumber yang tidak jelas. Biasanya isinya
menimbulkan keraguan, untuk mengacaukan pikiran orang, adu
domba, intrik, dan gosip. Propaganda ini memang sengaja dirancang
seperti ini agar masyarakat ragu atas sesuatu persoalan yang tengah
berkembang.
4. Rational propaganda atau propaganda rasional, yaitu propaganda
yang mengungkap dengan jelas sumbernya dan tujuannyapun
dijelaskan secara rasional.
e. Menurut Jenis Kegiatannya
1. Propaganda dagang meliputi iklan, peragaan (display), pertunjukan
(show), presentasi, pawai, pameran (expo).
10
2. Propaganda politik menyangkut penyebaran doktrin, penyebaran
keyakinan politik tertentu.
3. Propaganda perang, yang termasuk dalam jenis propaganda ini: war-
mongering atau propaganda yang menghembus-hembuskan
semangat perang; defamatory atau propaganda yang merusak nama
baik kepala negara/pemerintah; subversive, yaitu propaganda yang
bertujuan merusak atau merongrong kekuatan atau kewibawaan
suatu negara dari dalam agar negara tersebut hancur; dan
psycholigical warfare (psy-war/sykewar) atau perang urat syaraf,
yaitu propaganda yang menampilkan gertakan atau pengerahan
kekuatan sebagai bentuk ancaman agresi untuk menakut–nakuti
pihak lawan.
4. Propaganda budaya biasanya dilancarkan dalam bentuk kegiatan
pameran seni dan budaya, pertunjukan film, pementasan seni/tari,
pertukaran misi-misi kebudayaan, pagelaran temuan atau inovasi
ilmu pengetahuan.
5. Propaganda agama, meliputi penyebaran keyakinan ajaran agama
kerap juga dilakukan dalam bentuk khotbah dan ceramah akbar,
pertemuan agama, pagelaran kegiatan keagamaan secara besar
besaran dan terbuka, tabligh akbar, serta pementasan drama
bernafaskan islam.
f. Menurut Bentuk Komunikasi Massa
1. Propaganda vertikal adalah propaganda yang dilancarkan dengan
menggunakn berbagai macam sarana media massa. Propaganda ini
11
lazim juga disebut propaganda fasilitas yang menimbulkan dampak
hierarkis dari pemimpin pendapat hingga masyarakat awam.
2. Propaganda agiatif adalah propaganda yang dilancarkan dengan
menggunakan berbagai alat komunikasi massa untuk mengacaukan
kepentingan umum, kemudian memaksa massa mengikuti
kepentingan tertentu dengan menampilkan ancaman, kemudian
membangkitkan ketakutan dan kebencian sehingga target
propaganda memberikan pengorbanan yang sebesar-besarnya untuk
mencapai suatu tujuan atau mewujudkan cita-cita.
g. Menurut Bentuk Komunikasi Interpersonal
1. Propaganda horizontal adalah propaganda yang ditempuh melalui
komunikasi interpersonal ataukomunikasi organisasi, dengn target
individu individu tertentu dan selanjutnya menjadikan massa sebagai
keseluruhan targetnya.
2. Propaganda integratif adalah propaganda yang di tempuh melalui
komunikasi interpersonal dengan target orang-orang tertentu dalam
rangka penanaman doktrin, kemudian target yang sudah kuat
mengikuti doktrin melancarkan propaganda pada target tertentu
lainnya, dan seterusnya.
h. Menurut Wilayahnya
1. Propaganda regional
2. Propaganda nasional
3. Propaganda internasional
12
E.2. Tujuan Propaganda
Tujuan propaganda adalah untuk mengubah alam pikir kognitif dan
membangkitkan emosi para targetnya. Propaganda kerap digunakan sebagai
sarana untuk „memenangkan peperangan di luar medan perang‟. Dalam
konteks ini, hal terpenting adalah desain propaganda senganja dirancang untuk
memberikan informasi yang berdaya pengaruh kuat saat menerpa target yang
mendengar atau melihatnya. Pada pokoknya propaganda dilancarkan untuk
mempengaruhi pikiran, perasaan, serta tidakan massa dimanapun, baik di
negara sendiri maupun di negara lain, baik negara lawan maupun negara
kawan.
Menurut Mohammad Shoelhi (2012 : 50-51) dalam bukunya
Propaganda Dalam Komunikasi Internasional, dalam perspektif komunikasi
internasional, propaganda kerap dilancarkan untuk mencapai sejumlah tujuan :
a. Untuk menanamkan gagasan ke dalam benak masyarakat negara lain
atau masyarakat internasional secara keseluruhan. Tujuan ini mencakup
penguatan dan perluasan dukungan dari negara lain, mempertajam atau
mengubah sikap dan cara pandang terhadap suatu gagasan atau
kebijakan luar negeri tertentu.
b. Untuk memperlemah atau bahkan menggagalkan kebijakan atau
program nasional yangsedang ditempuh negara lawan atau negara tidak
bersahabat atau kelompok lain.
c. Untuk mencapai tujuan eksklusif (terbatas) dan berjangka pendek.
d. Untuk tujuan lebih luas dan strategis yang mencakup penguatan serta
perluasan dukungan dari rakyat dan pemerintah negara sahabat untuk
13
melaksanakan gagasan tertentu atau untuk mengahadapi lawan yang
dibenci.
E.3. Teknik Propaganda
Seperti halnya komunikasi, propaganda juga sangat membutuhkan
teknik guna mencapai sasaran dan tujuannya. Sebab dengan menggunakan
tehnik yang tepat akan menghasilkan capaian yang optimal. Berikut beberapa
tehnik propaganda menurut Nurudin (2001: 29).
a. Name Calling (Penggunaan nama ejekan)
Dalam teknik ini propagandis memberikal label buruk kepada seseorang
(penjulukan), lembaga atau gagasan dengan simbol emosional (negatif)
dalam propagandanya.
b. Glittering Generality (Penggunaan kata-kata muluk)
Sebagai kebalikan dari name calling, teknik glittering generalitas
menggunakan kata-kata yang memiliki kekuatan positif untuk membuat
massa setuju, menerima dan mendukung tanpa memeriksa bukti-bukti.
c. Transfer (Pengalihan)
Merupakan visualisasi konsep untuk mengalihkan karakter tertentu
kepada suatu pihak.
d. Testimonials (Pengutipan)
Digunakan untuk meminta dukungan seseorang yang berstatus tinggi
untuk mengesahkan dan memperkuat tindakannya dengan pengakuan
atau kesaksian orang tersebut.
14
e. Plain Folk (Perendahan diri)
Teknik plain folk merupakan salah satu teknik propaganda yang
menggunakan pendekatan untuk menunjukan bahwa sang propagandis
rendah hati dan mempunyai empati dengan penduduk pada umumnya.
f. Card Stacking (Menimbang-nimbang/penumpukan fakta)
Teknik card stacking adalah suatu teknik pengalihan dan pemanfaatan
fakta atau kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan, serta pernyataan
logis atau tidak logis untuk memberikan kasus terbaik atau terburuk
pada suatu gagasan, program, orang atau produk.
g. Bandwagon (Seruan Mengikuti Pihak Mayoritas)
Teknik bandwagon berisi imbauan kepada khalayak untuk bergabung
ke dalam kelompoknya karena kelompoknya memiliki tujuan yang baik
dan menyenangkan.
h. Using All Forms of Persuasions (Membujuk)
Teknik fear aroundsing adalah cara propaganda untuk mendapatkan
dukungan dari target massa dengan menimbulkan emosi negatif,
khususnya ketakutan.
E.4. Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Film merupakan salah satu bentuk dari media massa. Film juga
merupakan bagian dari budaya karena film adalah karya, cipta, dan karsa yang
merupakan media komunikasi pandang dan dengar yang dibuat berdasarkan
asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan
video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk,
15
jenis dan ukuran, melalui proses kimiawi, proses elektronika, atau proses
lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan atau
ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan atau lainnya. Film
merupakan keterpaduan antara berbagai unsur sastra, teater, seni rupa,
teknologi dan sarana publikasi. Media komunikasi film mudah menyajikan
suatu hiburan daripada bentuk komunikasi lainnya (Marselli Sumarno, 1996 :
96-98). Hal ini dapat dilihat dari sifatnya yang menitikberatkan pada etika dan
estetika. Tujuan khalayak dalam menonton film adalah untuk mencari hiburan.
Namun di dalam tayangan film sendiri terkadang masih juga dijumpai fungsi
informatif maupun deduksi, bahkan persuasif.
E.5. Jenis-Jenis Film
Film merupakan media komunikasi yang terbentuk dari kombinasi
antara penyampaian pesan melalui gambar bergerak yang dihasilkan dari
pemanfaatan teknologi kamera, pencahayaan, warna dan suara. Unsur tersebut
dibuat dengan latar belakang alur cerita yang mengandung pesan yang akan
sampaikan oleh sutradara. Kombinasi pesan tersebut disampaikan sutradara
melalui gambar, dialog, suara, warna, sudut pengambilan dan musik. Adegan
dirangkai satu sama lain berserta lambang – lambang yang di pergunakan,
sehingga pesan dapat dipahami oleh khalayak penonton.
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor. 8 tahun 1992
tentang Perfilman, bab 1 pasal 1, menyebutkan bahwa,” Film adalah karya cipta
dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang
dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita
video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk,
16
jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses
lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan/ atau
ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik,dan atau lainnya.
Sedang Undang-Undang Perfilman penjelasan tentang pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Perfilman, menentukan ada 3 (tiga) jenis film yang termasuk dalam
film sebagai media komunikasi massa pandang dengar (audio visual). Pertama
film tersebut dibuat dari bahan baku pita seluloid melalui proses kimia yang
lazim disebut film. Kedua, film yang dibuat dengan bahan pita video atau
piringan video melalui proses elektronik, yang lazim disebut rekaman video.
Ketiga, film yang dibuat dengan bahan baku atau melalui proses lainnya
sebagai hasil perkembangan teknologi, yang dikelompokkan sebagai media
komunikasi massa pandang dengar
E.6. Penokohan Dalam Film
Seperti halnya plot pada unsur film di atas, penokohan atau disebut juga
perwatakan dalam film termasuk unsur intrinsik dalam sebuah karya maupun
sastra. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan
sehingga peristiwa itu menjalin satu cerita, sedangkan penokohan adalah cara
sastrawan menampilkan tokoh (Aminuddin, 1984:85). Tokoh dalam karya film
selalu mempunyai sikap, sifat, tingkah laku, atau watak-watak tertentu.
Pemberian watak pada tokoh suatu karya disebut perwatakan.
17
Ditinjau dari peranan dan ketelibatan dalam cerita, tokoh dapat
dibedakan atas :
1. Tokoh primer/utama
2. Tokoh skunder/bawahan
3. Tokoh komplementer/tokoh tambahan
Dilihat dari perkembangan kepribadian tokoh, tokoh dapat dibedakan
atas :
1. Tokoh dinamis adalah tokoh yang kepribadiannya selalu
berkembang. Sebagai contoh, tokoh yang semula jujur, karena
terpengaruh oleh temannya yang serakah, akhirnya menjadi tokoh
yang tidak jujur. Tokoh ini menjadi jujur kembali setelah ia sadar
bahwa dengan tidak jujur penyakit jantungnya menjadi parah.
2. Tokoh statis adalah tokoh yang mempunyai kepribadian tetap.
Bila dilihat dari masalah yang dihadapi tokoh, dapat dibedakan atas
(Aminuddin, 1984:91-92) :
1. Tokoh yang mempunyai karakter sederhana adalah tokoh yang
hanya mempunyai karakter seragam atau tunggal.
2. Tokoh yang mempunyai karakter kompleks adalah tokoh yang
mempunyai karakter beraneka ragam kepribadian, misalnya tokoh
yang di mata masyarakat dikenal sebagai orang yang dermawan.
Pembela kaum miskin, berusaha mengentaskan kemiskinan,
ternyata ia juga menjadi Bandar judi.
18
Dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh, dapat dibedakan atas tokoh
protagonis dan tokoh antagonis (Aminuddin, 1984:85).
1. Tokoh Protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembacanya.
Biasanya, watak tokoh semacam ini adalah watak yang baik
danpositif, seperti dermawan, jujur, rendah hati, pembela, cerdik,
pandai, mandiri, dan setia kawan. Dalam kehidupan sehari-hari,
jarang ada orang yang mempunyai watak yang seluruhnya baik.
Selain kebaikan, orang mempunyai kelemahan. Oleh karena itu, ada
juga watak protagonis yang menggambarkan dua sisi kepribadian
yang berbeda. Sebagai contoh, ada tokoh yang mempunyai profesi
sebagai pencuri. Ia memang jahat, tetapi ia begitu sayang kepada
anak dan istrinya sehingga anak dan istrinya juga begitu sayang
kepadanya. Contoh berikutnya bisa kita lihat, misalnya, pada tokoh
yang dikenal masyarakat sebagai orang yang pelit, padahal dia
adalah pemilik panti asuhan itu. Ia berbuat seakan-akan pelit untuk
menutupi kedermawanannya. Ia takut tidak ikhlas dalam beramal
saleh.
2. Tokoh Antagonis adalah tokoh yang wataknya dibenci pembacanya.
Tokoh ini biasanya digambarkan sebagai tokoh yang berwatak buruk
dan negatif, seperti pendendam, culas, pembohong, menghalalkan
segala cara, sombong, iri, suka pamer, dan ambisius. Meskipun
demikian, ada juga tokoh-tokoh antagonis yang bercampur dengan
sifat-sifat yang baik. Contohnya, tokoh yang jujur, tetapi dengan
19
kejujurannya itu justru mencelakakan temannya; tokoh yang setia
kepada negara, padahal negaranya adalah negara penebar kejahatan
di dunia; tokoh yang memegang teguh janji, tetapi janji itu
diucapkan pada orang yang salah dan berakibat fatal.
E.7. Film Sebagai Alat Propaganda
Film merupakan media unik karena mereproduksi gambar, gerakan, dan
suara seperti halnya dalam kehidupan nyata. Bahkan film juga menghadirkan
teknologi-teknologi yang pada saat ini belum ditemukan, di sinilah kekuatan
riset film digunakan. Tidak seperti bentuk seni lainnya, film menghasilkan rasa
kedekatan, kemampuan film untuk menciptakan ilusi kehidupan dan realitas,
pandangan baru, seperti budaya yang belum dikenal pada suatu tempat. Dengan
kata lain film dianggap sebagai penggambaran akurat dari kehidupan.
Film adalah alat propaganda yang efektif karena mereka membangun
ikon visual realitas historis dan kesadaran. Menentukan sikap masyarakat dari
waktu mereka menggambarkan atau di mana mereka difilmkan, memobilisasi
orang untuk tujuan bersama, atau membawa perhatian pada penyebab yang
tidak diketahui. Film politik dan sejarah mewakili pengaruh dan menciptakan
kesadaran historis, serta mampu mendistorsi peristiwa membuatnya menjadi
media persuasif yang belum tentu bisa dipercaya. (Shoelhi 2012 : 157-158)
Dalam kiprah perfilman hollywood banyak film yang memanipulasi
representasinya seperti kemenangan Amerika atas Vietnam dalam film „Rambo
II‟ atau film Genre Post – Vietnam lainnya.
20
Dalam komunikasi faktor media menuduki peran yang sangat penting
dalam proses penyebaran pesan, bahkan bisa dikatakan efektif atau tidak,
tersebar luas atau tidak bergantung pada ketepatan memilih media tersebut. Di
era modern ini film masih menjadi media propaganda terbaik karena film
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan media lainnya.
John A. Broadwin dan V.R. Berghahn (1996) , dalam bukunya The
Triump Of Propaganda, mengutip pernyataan Fritz Hippler bahwa
“dibandingkan dengan seni lain, film mampu menimbulkan dampak psikologis
dan propagandik yang abadi dan pengaruhnya sangat kuat karena efeknya tidak
hanya melekat pada pikiran, tetapi pada emosi dan bersifat visual bertahan
lebih lama daripada pengaruh yang dapat dicapai oleh ajaran gereja atau
sekolah, buku, surat kabar,atau radio. (Shoelhi, 2012 : 165)
E.8. Terorisme
Terorisme dapat dapat diartikan sebagai serangan (faham/ideologi)
terkoordinasi yang dilancarkan oleh kelompok tertentu dengan maksud
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Menurut
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 tahun 2002
dalam Perspektif Hukum Pidana, terorisme mempunyai tujuan untuk membuat
orang lain merasa ketakutan, sehingga dapat menarik perhatian masyarakat
luas. Biasanya perbuatan teror ini digunakan apabila tidak ada jalan lain yang
dapat ditempuh untuk melaksanakan kehendaknya. Terorisme digunakan
sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu
serta menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan
21
pemerintah dalam mengamankan stabilitas negara. Istilah terorisme juga sering
disebut dengan gerakan separatis.
Segala bentuk tindakan kekerasan untuk tujuan politis atau untuk
memaksa sebuah pemerintah untuk melakukan sesuatu, khususnya untuk
menciptakan ketakutan dalam sebuah komunitas masyarakat.
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, terutama sejak
terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika
Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”,
yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak
menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil
milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar
Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di
antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan
gedung Pentagon. CIA dan Washington menyatakan bahwa serangan yang
dilakukan pada tanggal 11 Septermber 2001 tersebut merupakan tindakan
terorisme yang dilakukan oleh kelompok Al-Qaeda, yang dipimpin oleh Osama
Bin Laden.
E.9. Analisis Isi
Banyak ahli yang mendefinisikan analisis isi. Analisis isi menurut
Barelson (Bulaeng, 2004:164) analisis isi merupakan suatu teknik penelitian
yang obyektif, sistematik dan menggambarkan secara kuantitatif isi-isi
pernyataan suatu komunikasi. Analisis isi yang bersifat sistematik, berarti isi
yang hendak di analisa sebaiknya diseleksi secara gamblang dan sesuai dengan
aturan yang berlaku. Maksudnya adalah, pemilihan sample harus mengikuti
22
prosedur yang tepat dan masing-masing item harus memiliki kesempatan yang
sama untuk dilibatkan dalam analisa. Analisis isi bersifat obyektif maksudnya
adalah cara pandang pribadi dan yang mungkin ditimbulkan oleh peneliti tetapi
tidak boleh masuk kedalam temuan penelitian. Bila terjadi duplikasi yang
dilakukan oleh peneliti, maka hasil analisis tersebut akan sulit untuk
menghasilkan kesimpulan yang sama.
F. Definisi Konseptual
F.1. Propaganda
Propaganda merupakan suatu kegiatan provokasi untuk mempengaruhi
audiens dengan menyerang alam bawah sadar mereka dengan cara menunjukan
kata-kata atau gambar-gambar yang mengancam atau menjatuhkan citra target
propagandanya untuk tujuan tertentu. Teknik propaganda yag dilakukan yaitu,
Name Calling, Card Stacking, Gliterring Generalities, Plain Folk, Testimony,
dan Using All Form of Persuasion.
F.2. Film
Film adalah gambar bergerak yang terdapat unsur audio dan visual
dimana didalamnya ditampilkan berbagai realitas kehidupan oleh karena itu
film memiliki kekuatan untuk mencapai berbagai aspek kehidupan baik sosial,
politik, agama dan budaya yang merupakan suatu bentuk komunikasi. Film
yang didalamnya mengandung unsur pesan yang disampaikan oleh pembuatnya
dapat berupa pengetahuan, hiburan, informasi, nasehat, ataupun propaganda
diterima oleh penerima dimana dalam hal ini disebut sebagai penonton.
23
F.3. Penokohan
Watak yang dimiliki oleh tokoh dalam film, yakni antagonis (jahat) dan
protagonis (baik). Penokohan atau perwatakan ini bisa digunakan untuk
penggambaran suatu tokoh dalam film apakah tokoh itu berperan sebagai
pahlawan atau penjahat.
F.4. Terorisme
Merupakan serangan dari kelompok tertentu yang terkoordinasi dengan
tujuan membangkitkan perasaan takut terhadap korban. Terorisme digunakan
sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana panik, tidak menentu
serta menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan
pemerintah dalam mengamankan stabilitas negara. Istilah terorisme juga sering
disebut dengan gerakan separatis.
G. Metode Penelitian
G.1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
analisis isi, dengan pendekatan Kuantitatif. Alasan menggunakan analisis isi
karena akan memperoleh suatu hasil atau pemahaman terhadap berbagai isi
pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa atau sumber informasi
yang lain secara objektif dan sistematis. Analisis isi bisa diartikan sebagai
metode untuk menganalisis semua bentuk komunikasi: Surat kabar, buku,
puisi, lagu, cerita rakyat, lukisan, pidato dan sebagainya (Rakhmat,2002:89).
Analisis isi bersifat kuantitatif, dengan menggunakan perangkat statistik
sebagai analisis, hal ini dapat mempermudah penelitian dalam membuat
kesimpulan secara ringkas dan objektif.
24
G.2. Ruang Lingkup Penelitian
Yang menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah film berjudul Zero
Dark Thirty yang berdurasi 157 menit yang disutradarai oleh Kathryn Bigelow
yang difokuskan pada tiap scene yang berupa adegan, dimana setiap scene
akan diambil dan kemudian dikategorikan dalam analisis mengenai
propaganda Amerika Serikat terhadap terorisme Islam berdasarkan
kategorisasi yang telah di tentukan.
G.3. Unit Analisis
Penelitian ini diarahkan pada setiap scene atau adegan yang
mengandung tema propaganda dalam kemunculan pesan yang terdapat dalam
film Zero Dark Thirty. Film ini berdurasi 157 menit. Dalam hal ini penelitian
dapat difokuskan pada unsur-unsur audio dan visual yang berupa tindakan atau
perbuatan (purpose action) dengan satuan ukur frekuensi kemunculan per
detik setiap sub kategori dari akting dan dialog dalam setiap scene yang
mengandung tema propaganda. Frekuensi absolut menjelaskan tentang jumlah
kejadian yang ditemukan dalam sampel.
G.4. Satuan Ukur
Satuan ukur dalam penelitian ini adalah per detik kemunculan scene
yang memakai teknik propaganda yang terdapat dalam tiap scene seluruh
tayangan film Zero Dark Thirty karya Kathryn Bigelow.
G.5. Struktur Kategori
Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan terorisme Islam sebagai
alat propaganda Amerika Serikat dengan tujuan mempengaruhi audiens agar
memandang negara Pakistan, yang mayoritas masyarakatnya beragama islam
25
berhubungan erat dengan atau bahkan sebagai pelaku terorisme, dengan kata
lain Pakistan dalam film ini merupakan tokoh antagonis. Sebaliknya, film ini
menginginkan audiens memandang Amerika Serikat sebagai pahlawan atau
tokoh protagonis dalam memerangi terorisme. Selain itu dalam pengkategorian
juga dapat disertakan teknik propaganda.
G.5.1. Pakistan Sebagai Tokoh Antagonis
1. Pakistan (yang mayoritas masyarakatnya bergama Islam) merupakan
sarang teroris dengan indikator adegan tersebut menunjukan :
a. Perencanaan kegiatan terorisme (pemboman) yang dilakukan oleh
sekelompok orang pakistan.
b. Kelompok tersebut menggunakan atribut yang menunjukan
mereka adalah orang Islam.
2. Pakistan sebagai pelaku tindakan terorisme, dengan indikator :
a. Sekelompok orang pakistan melakukan penyerangan,
penyergapan, penembakan dan pemboman terhadap pihak
Amerika Serikat.
b. Kelompok tersebut menggunakan atribut yang menunjukan
mereka adalah orang Islam.
3. Orang Pakistan Sebagai Tawanan Teroris Amerika.
a. Orang Pakistan yang dijadikan tawanan oleh Amerika, dan
diinterogasi untuk mengumpulkan informasi.
b. Teknik interogasi yang cenderung melecehkan tawanan.
26
G.5.2. Teknik Propaganda
1. Name Calling
Menggunakan ide atau label yang buruk, bertujuan agar audiens
menolak dan menyangsikan ide tertentu tanpa mengoreksinya atau
memeriksanya terlebih dahulu.
Indikatornya :
a. Umpatan atau ejekan oleh Amerika kepada Pakistan.
b. Penyebutan julukan untuk orang Pakistan atau teroris.
2. Card Stacking
Seleksi dan kegunaan fakta atau kepalsuan, ilustrasi atau kebingungan
dan masuk akal atau tidak masuk akal suatu pernyataan agar
memberikan kemungkinan terburuk atau terbaik untuk suatu gagasan,
program, manusia dan barang.
Indikatornya :
a. Pernyataan Amerika yang memojokan Pakistan.
b. Terdapat kata-kata yang mendukung pernyataan tertentu beserta
bukti.
3. Gliterring Generalities
Mengasosiasikan sesuatu dengan suatu ”kata bijak” yang digunakan
untuk membuat kita menerima dan menyetujui hal itu tanpa
memerikasanya telebih dahulu.
Indikatornya :
a. Memakai kata-kata pengandaian atau berlebihan termasuk
pengandaian agama dan Tuhan.
27
b. Menggunakan kata asosiasi atau muluk agar audiens bisa langsung
menerima.
4. Plain Folk
Memberikan identifikasi terhadap suatu ide, beranggapan Amerika
adalah pihak yang rendah hati dan memiliki empati pada penduduk
setempat atau rakyat Pakistan.
Indikatornya :
a. Amerika menggunakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat
sekitar yang mayoritas beragama Islam.
b. Amerika berpakaian seperti layaknya penduduk sekitar, sebagai
cara agar masyarakat bisa menerima Amerika.
5. Testimony
Propaganda yang berisi perkataan manusia yang dihormati atau
dibenci bahwa ide atau program tersebut adalah baik atau buruk. Bisa
juga disebut dukungan seseorang yang berstatus tinggi untuk
mengesahkan dan memperkuat tindakannya.
Indikatornya :
a. Amerika mempunyai seseorang yang berpengaruh agar idenya
disetujui, orang tesebut pihak berwenang atau orang yang
berjabatan tinggi.
6. Using All Forms of Persuasion
Teknik yang dilakukan untuk membujuk orang lain dengan rayuan,
iming-iming, dan himbauan.
a. Iming-iming yang dilakukan Amerika pada tahanan Pakistan.
28
G.6. Teknik Pengumpulan Data
Langkah pertama yang dilakukan dalam mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah melihat dan mengamati film Zero Dark Thirty karya
Kathryn Bigelow untuk memperoleh data berupa scene yang memakai teknik
propaganda. Selanjutnya untuk mempermudah pengkategorian, maka dibuat
lembar coding per kategori seperti contoh di bawah, kemudian dari data-data
tersebut di atas dilakukan analisa deskriptif, dimana peneliti memberikan
penjelasan deskriptif mengenai propaganda dalam film Zero Dark Thirty.
Tabel 1
Lembar Coding
No Scene
Antagonis - Protagonis
Teknik Propaganda
1 2
a b c a b c 3 4 5 6 7 8
Penilaian ke dalam lembar coding menggunakan tanda centang ( √ )
untuk tiap scene yang terdapat unsur propaganda di dalamnya seperti yang
terdapat pada struktur kategori. Sendangkan tanda minus ( - ) digunakan untuk
penilaian bagi scene yang tidak sesuai dengan unsur propaganda seperti yang
terdapat pada struktur kategori.
29
G.7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik analisis distribusi frekuensi. Alat analisis ini digunakan
dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi kemunculan masing-masing
kategori. Dalam penerapannya, data berupa setiap isi pesan yang terdapat
dalam film Zero Dark Thirty dimasukkan ke dalam kategorisasi yang telah
ditetapkan. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan tabel distribusi
frekuensi untuk mengetahui frekuensi kemuculan dari setiap kategori tema
penelitian.
Tabel 2
Lembar Distribusi Frekuensi
Kategorisasi
Frekuensi
Kemunculan
∑ %
Pakistan sebagai tokoh antagonis
Pakistan merupakan sarang teroris
Pakistan sebagai sarang teroris
Orang Pakistan Sebagai Tawanan Teroris Amerika
Teknik Propaganda
Name Calling
Card Stacking
Glittering Generalities
Plain Folk
Testimony
Using All Form of Persuasion
30
G.8. Teknik Reliabilitas Data
Untuk menghasilkan data yang akurat dan dapat di pertanggung
jawabkan, maka perlu di adakan uji reliabilitas terhadap kategorisasi yang
telah ditetapkan, agar kategorisasi tersebut tetap terjaga reliabilitasnya.
Teknisnya, peneliti menunjuk orang lain (orang lain tersebut disebut dengan
koder) untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan peneliti, yaitu
memasukkan data kedalam kategori yang telah ditetapkan. Orang yang
ditunjuk sebagai koder harus memiliki latar akademik yang sama dengan
peneliti sehingga mampu memahami konsep-konsep peneliti dalam membuat
kategorisasi yang di maksud. Paling tidak, peneliti telah memberi penjelasan
kepada koder yang dipilih mengenai kategorisasi yang telah ditetapkan.
Reliabilitas antar koder salah satunya dapat dihitung menggunakan
rumus Ole R. Holsty (1969), yang digunakan untuk menentukan reliabilitas
data nominal. Hasil dan perhitungan ini kemudian diletakkan dalam term
presentase kesepakatan. Rumus Holsty adalah sebagai berikut :
CR = 21
2
NN
M
+
Keterangan:
CR : Coefisien Reliability
M : Jumlah coding yang disepakati oleh peneliti dan dua orang
coder.
N1 : Total jumlah coding dari peneliti 1
N2 : Total jumlah coding dari peneliti 2
31
Hasil ini kemudian menurut Scott dikembangkan dalam index of
reliability yang bukan hanya mengoreksi dalam suatu kelompok kategori,
tetapi juga kemungkinan frekwensi yang timbul atau memperkuat hasil
reliabilitas digunakan rumus Scott yaitu:
Pi = % Observed Agreement - % Expected Agreement
1 - % Expected Agreement
Keterangan :
Pi : Nilai Keterhandalan
ObserervedAgreement : Nilai CR
ExpectedAgreement : Jumlah persetujuan yang diharapkan karena
peluang
Meski belum ada standar reliabilitas yang mutlak namun menurut
Wimmer dan Dominick, ambang penerimaan yang sering digunakan adalah
0,75 untuk menggunakan Pi. Jika kesesuaian antar penyusun kode tidak
mencapai 0,75 maka kategorisasi operasional mungkin perlu dibuat lebih
spesifik lagi.
Top Related