Post on 06-Feb-2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cirebon pada awalnya adalah sebuah daerah yang bernama Tegal Alang-
Alang yang kemudian disebut Lemah Wungkuk dan setelah dibangun oleh Raden
Walangsungsang1 diubah namanya menjadi Caruban.2 Nama Caruban sendiri
terbentuk karena diwilayah Cirebon dihuni oleh beragam masyarakat dan sebutan
lain Cirebon adalah Caruban Larang. Pada perkembangannya Caruban berubah
menjadi Cirebon karena kebiasaan masyarakatnya sebagai nelayan yang membuat
terasi udang dan petis, masakan berbahan dasar air rebusan udang/cai-rebon3.
Tahun 1389 M, Cirebon disebut “Caruban Larang”, terdiri atas Caruban
pantai/ pesisir dan Caruban Girang.4 Letak Cirebon yang berada dipesisir Pantai
Utara Jawa yang merupakan jalur strategis perdagangan lokal maupun
internasional membuat Cirebon cepat berkembang menjadi tempat persinggahan
para pedagang dari luar negeri. Para pedagang yang singgah di pelabuhan Cirebon
1 Walangsungsang adalah putra sulung dari Raja Pajajaran, Prabu
Siliwangi dan Permaisuri Subang Larang. Dalam perannya membangun kekuatan Islam di Cirebon, beliau membangun Dalem Agung Pakungwati dan menjabat sebagai kuwu Cirebon kedua dengan gelar Pangeran Cakrabuana/Cakrabumi. (lihat Aria, 1972: 12)
2 Susanto Zuhdi, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra (Kumpulan Makalah Diskusi Ilmiah). (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997), hlm. 9.
3“Cai” berasal dari bahasa Sunda yang berarti air, dan “rebon” berarti udang kecil. Dalam penggunaannya, kata “cai” disingkat menjadi “ci” sehingga menjadi ci-rebon.
4P. S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon. (Cirebon: Lembaga Kebudayaan Wilayah Tingkat III Cirebon, 1978), hlm. 26.
1
2
umunya adalah pedagang Islam yang berasal dari China, Arab, dan Gujarat yang
kemudian banyak diantara mereka yang menetap di Cirebon.
Sejak abad ke 15 M Cirebon sudah banyak didatangi pedagang Islam yang
kemudian menetap. Oleh karena itu menurut Tome Pires, seorang pedagang
Portugis yang pernah mengadakan pelayaran disepanjang pantai Utara Jawa pada
tahun 1531, kerajaanPajajaran melarang orang-orang muslim terlalu banyak
masuk ke dalam. Kerajaan Pajajaran adalah kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
yang menguasai wilayah Sunda termasuk hingga kewilayah Cirebon.
Kerajaan Sunda Pajajaran sendiri pada saat itu di pimpin oleh raja yang
bergelar Sri Paduka (Baduga) Maharaja atau yang lebih dikenal dengan nama
Prabu Siliwangi.5Karena Prabu Siliwangi penganut ajaran Sang Hyang/Hindu-
Budha, maka masuknya agama Islam dibatasi agar tidak mengancam
kekuasaannya. Akan tetapi, penyebaran Islam di Cirebon menjadi berkembang
pesat setelah Pangeran Cakrabuana menjadi Kuwu di Cirebon.
Pangeran Cakrabuana adalah Raden Walangsungsang, anak Sulung Prabu
Siliwangi dan Permaisuri Nyai Subang Larang yang beragama Islam. Dari
pernikahan Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang lahir tiga keturunan
bernama Raden Walangsungsang, Nyai Lara Santang, dan Raja Sengara/Kian
Santang.6Setelah dewasa Raden Walangsungsang diperkenankan meninggalkan
Pajajaran untuk memperdalam ilmu Islamnya disusul kemudian oleh adiknya Lara
5M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, Sejarah Kerajaan
TradisionalCirebon.(Jakarta: Suko Rejo Bersinar, 2001),hlm. 6.
6P. S. Sulendraningrat, op. cit.,hlm. 15.
3
Santang. Diperjalanan menuju Cirebon Raden Walangsungsang menikah dengan
Nyai Endang Geulis.
Tempat pertama Islam diperkenalkan di wilayah Cirebon adalah pelabuhan
Muara Jati dan Dukuh Pasambangan. Orang pertama yang mengenalkan Islam
adalah Syekh Idlofi/Syekh Datuk Kahfi/Syekh Nurul Jati yang kemudian menetap
dan mendirikan pesantren. Raden Walangsungsang, Lara Santang, dan Endang
Geulis yang kemudian berguru pada Syekh Nurul Jati membuka pedukuhan di
daerah Tegal Alang-Alang. Lambat-laun para pribumi yang tertarik dengan ajaran
Islam mulai memeluk Islam dengan suka rela.
Setelah mendirikan pedukuhan Raden Walangsungsang dan Lara Santang
pergi menunaikan Ibadah Haji. Diperjalanannya Lara Santang menikah dengan
Syarif Abdillah Bin Nurul Alim, Sultan Mesir yang bergelar Sulthon Makhmud
Syarif Abdullah dari keluarga Bani Hasyim. Agar mudah diterima kemudian
nama Lara Santang diubah menjadi Syarifah Muda’im. Dari pernikahan ini
Syarifah Muda’im melahirkan dua orang putra yaitu Syarif Hidayatullah dan
Syarif Nurullah.7 Syarif Hidayatullah kelak menjadi Sultan pertama di Kesultanan
Cirebon dan menjadi salah satu diantara Wali Songo, para penyebar agama Islam
di Jawa.
Sunan Gunung Jati atau yang dikenal Syarif Hidayatullah dilahirkan di
Mekah tahun 1448 M dari pernikahan Syarif Abdullah dengan Syarifah Mudaim
atau Lara Santang. Pada usia 120 tahun, Sunan Gunung Jati wafat di Cirebon pada
tahun 1568 M. Jenazahnya dikebumikandipuncak Gunung Sembung/Astana
7M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, loc.cit.,
4
Agung Gunung JatiCirebon.8 Kesultanan Cirebon lahir setelah Sunan Gunung Jati
Syarif Hidyatullah menikahi sepupunya Nyai Pakungwati, anak dari Pangeran
Cakrabuana/Walangsungsang sebagai Kuwu Cirebon.
Pada tahun 1479 M, beberapa misionaris Islam dari Baghdad, Mekah,
Mesir, dan Siria berkumpul dipulau Jawa dalam rangka ekspansi agama Islam9,
membentuk sebuah Dewan Walisongo yang semula diketuai Sunan Ampel
(setelah wafat) digantikan diketuai Sunan Gunung Jati/Syarif Hidayatullah.10Para
penyebar Islam di Jawa, dikenal dengan istilah Walisongo telah lama melihat
perkembangan Cirebon sebagai basis dari penyebaran Islam, karenanya Sunan
Gunung Jati sebagai orang yang dianggap memiliki riwayat mumpuni sebagai
orang yang ilmu agama Islamnya tinggi dianggap bisa mewujudkan misi
pengembangan Islam di Jawa.
Sunan Gunung Jati/Syarif Hidayatullah yang pada tahun 1479 M
mendapat restu Pangeran Cakrabuana dan dewan Walisongo yang diketuai Sunan
Ampel telah menghentikan upeti kepada Pajajaran yang menandakan telah
berdirinya Cirebon.11 Saat itulah Kesultanan Cirebon berdiri terlepas dari
Pajajaran dan menjadi Kerajaan yang berdaulat. Setelah Sunan Gunung Jati
8P. S. Sulendraningrat, op.cit.,hlm. 33.
9Misi ekspansi agama Islam ke Indonesia merupakan pengembangan Islam di Pulau Jawa yang dilakukan dengan jalan damai, bukan jalan kekerasan.Pengembangan Islam di daerah Malaya dan Indonesia tidak menghapuskan pengaruh India tapi merupakan konversi antara budaya Hindu dengan Islam. (Toynbee, 2006: 620)
10P. S. Sulendraningrat, op.cit.,hlm. 20.
11Ibid.,hlm. 15.
5
mendirikan dan memimpin Kesultanan Cirebon, proses Islamisasi menjadi lebih
nyata terjadi. Hal itu terlihat dari wilayah kekuasaan Kesultanan Cirebon, antara
lain Luragung, Kuningan, Banten, Sunda Kelapa, Galuh, Sumedang, Japura
Talaga, Losari dan Pasir Luhur.
Dakwah Sunan Gunung Jati tidak dilakukan dengan cara yang
revolusioner, tetapi dengan cara yang mudah diterima yakni dengan memperbaiki
yang sudah ada. Kegiatan-kegiatan keagamaan contohnya, dalam perayaan
Panjang Jimat dan Sekatenadalah percampuran budaya yang hingga sekarang
masih bisa kita lihat. Selain itu, contoh percampuran budaya juga terlihat sangat
unik dalam ornamen keagamaan seperti di Masjid Agung Sang Ciptarasa yang
menggunakan bentuk bengunan limasan khas budaya Hindu.
Saat Sunan Gunung Jati menjadi Sultan petama di Cirebon sekaligus
pengangkatannya sebagai Sunanpada tahun 1479 M hingga tahun 1568 M,
budayaHindu-Budha yang merupakan agama peninggalan Pajajaran tidak
dihapuskan, melainkan diselaraskan dengan ajaran Islam. Berbagai peninggalan
pasca proses Islamisasi yang dilakukan Sunan Gunung Jati masih terlihat hingga
saat ini. Proses maupun hasil dari Islamisasi Sunan Gunung Jati memiliki
keunikan tersendiri dan menarik untuk dikaji lebih mendalam. Berdasarkan uraian
tersebut, penelitian ini mengkaji dakwah Sunan Gunung Jati dalam proses
Islamisasi di Kesultanan Cirebon tahun 1479-1568 M.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat diajukan
rumusan masalah sebagai berikut :
6
1. Bagaimana kondisi geografis dan sosio-kultural Cirebon sebelum masuknya
Islam?
2. Bagaimana sekilas tentang Sunan Gunung Jati?
3. Bagaimana dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati di Cirebon?
4. Bagaimana pengaruh dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati di
Kesultanan Cirebon?
5. Bagaimana kondisi masyarakat Cirebon pasca proses Islamisasi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
a. Melatih kemampuan berfikir kritis, analisis, sistematis dan objektif dalam
mengkaji suatu peristiwa sejarah.
b. Mengaplikasikan metodologi penelitian sejarah dan historiografi yang telah
diperoleh selama menempuh pendidikan.
c. Mengembangkan disiplin intelektual terutama profesi dalam bidang sejarah.
d. Menumbuhkan wawasan sejarah kebangsaan dan nasionalis di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
a. Memberi gambaran mengenai kondisi geografis dan sosio-kultur Cirebon
sebelum masuknya Islam.
b. Memberi sekilas gambaran tentang Sunan Gunung Jati di Cirebon.
c. Memberi gambaran mengenai dakwah Islam yang dilakukan Sunan Gunung
Jati.
7
d. Memberi gambaran mengenai pengaruh Dakwah Sunan Gunung Jati dalam
bidang politik, agama, ekonomi dan sosiologi di Kesultanan Cirebon.
e. Memberi gambaran mengenai kehidupan masyarakat Cirebon setelah proses
Islamisasi di Cirebon.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pembaca
a. Memberi gambaran mengenai perkembangan agama Islam di Cirebon
dan peranan Sunan Gunung jati dalam proses Islamisasi di Cirebon
Khususnya.
b. Pembaca dapat menilai secara kritis, analitis serta dapat mengambil
hikmah dari perjuangan Sunan Gunung Jati dalam proses Islamisasi di
Cirebon.
c. Diharapkan pembaca menjadi lebih mengerti dan mendapatkan
gambaran yang jelas, benar, dan obyektif tentang Dakwah Sunan
Gunung Jati Dalam Proses Islamisasi di Kesultanan Cirebon Tahun
1479-1568 M.
2. Bagi Penulis
a. Guna memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan di
Universitas Negeri Yogyakarta.
b. Untuk mengkaji lebih dalam tentang sejarah Cirebon.
c. Sebagai tolak ukur kemampuan dalam meneliti, menganalisis dan
merekontruksi peristiwa masalalu dan menyajikannya dalam karya
sejarah.
8
d. Untuk lebih mengetahui peranan Sunan Gunung Jati dalam proses
Islamisasi di Cirebon.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan telaah terhadap suatu literatur yang dijadikan
sebagai landasan pemikiran dalam sebuah penulisan karya skripsi.12Penulisan
karya sejarah atau pun penulisan sejarah selalu berdampingan dengan penggunaan
literatur-literatur guna mendukung fakta-fakta yang akan disampaikan oleh
penulis. Mengenai hal ini, sangatlah diperlukan kajian pustaka guna memperoleh
data atau pun informasi yang terdapat dari berbagai literatur yang ada.
Rumusan pertama tentang kondisi geografis dan sosiokultural Cirebon
sebelum Islamisasi.Sebagaimana telah dijelaskan pada latar belakang, Cirebon
merupakan daerah pesisir di utara Pulau Jawa yang berada di bawah pengaruh
kerajaan Pajajaran. Kerajaan Pajajaran sendiri merupakan kerajaan bercorak
Hindu sehingga masyarakat Cirebon yang berada di bawah kekuasaannya pun
merasakan suasana kehinduan, salah satunya adanya sistem kasta yang merugikan
kalangan tertentu. Sebagai daerah pesisir, kehidupan di Cirebon tidak lepas dari
perdagangan baik bersifat lokal maupun internasional sehingga Cirebon bisa
dikatakan tempat berkumpulnya orang dari berbagai etnis.Karena itulah Cirebon
juga tidak lepas dari fungsinya sebagai pintu masuk agama Islam di Jawa bagian
barat.
12Daliman, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Skripsi. (Yogyakarta: Jurusan
Pendidikan Sejarah FISE UNY, 2006), hlm. 3.
9
Penulis menggunakan pustaka berjudul Sejarah Cirebon yang diterbitkan
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang ditulis oleh P. S.
Sulendraningrat. Buku ini berisi tentang perkembangan Cirebon yang bermula
dari sebuah pedukuhan yang berkembang menjadi Kesultanan. Buku Sejarah
Cirebon banyak bersumber pada manuskrip yang berjudul Purwaka Caruban
Nagari yang menceritakan perkembangan Cirebon menurut naskah tradisi
Cirebon. Selain itu, digunakan juga buku Cirebon Sebagai Bandar Jalur
Sutrayang merupakan kumpulan makalah ilmiah tentang Cirebon yang disusun
oleh Susanto Zuhdi dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Buku ini
berisikumpulan makalah yang membahas Cirebon, terutama peran Cirebon
sebagai pintu masuknya Islam di Jawa Barat dengan tokohnya yang terkenal,
Sunan Gunung Jati.
Pada rumusan kedua sekilas tentang Sunan Gunung Jati, dimana ada
beberapa pandangan yang menggambarkan sosok Sunan Gunung Jati. Sunan
Gunung Jati bernama asli Syarif Hidayatullah merupakan putra sulung dari Sultan
Mesir Syarif Abdullah dan Syarifah Muda’im atau Lara Santang. Setelah Syarif
Abullah meninggal, Sunan Gunung Jati menyerahkan tahta Mesir kepada adiknya,
Syarif Nurullah dan mengikuti ibunya untuk menjadi mubaligh di tanah Jawa.
Pada waktu yang telah ditentukan, Sunan Gunung Jati dinikahkan dengan
sepupunya Nyai Pakungwati dan menjabat sebagai Sultan pertama di Cirebon.
Penulis menggunakan pustaka berjudul Sejarah Cirebon yang telah
dijelaskan sebelumnya. Selain itu, pustaka lain yang digunakan penulis yaitu kitab
Purwaka Caruban Nagari yang ditulis Pangeran Aria Carbon dan telah
10
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Sulendraningrat. Kitab ini berisi
tentang kelahiran daerah yang disebut Cirebon. Dalam buku ini juga membahas
tentang latar belakang Sunan Gunung Jati menurut tradisi Cirebon. Sunan Gunung
Jati, seperti kebanyakan tokoh sejarah pada masanya memiliki beragam penafsiran
terhadap nama, asal, dan silsilah keluarganya. Oleh karena itu, dengan adanya
silsilah Sunan Gunung Jati dalam buku ini membantu penulis menemukan
informasi tentang sosok Sunan Gunung Jati.
Pada rumusan ketiga, tentang bagaimana dakwah Sunan Gunung Jati
meliputi wilayah, metode, dan sarana yang digunakannya. Dakwah Sunan Gunung
Jati di Pulau Jawa meliputi berbagai wilayah di Jawa umumnya, Jawa Barat
khususnya hingga daerah Sunda Kelapa. Metode dakwah yang dipakai Sunan
Gunung Jati bisa terbagi kedalam dua yaitu metode struktural yaitu Sunan
Gunung Jati sebagai Sultan dan metode kultural yaitu Sunan Gunung Jati sebagai
propagator of Islam in West Java tidak menghapuskan pengaruh Hindu,
melainkan menyempurnakannya dengan ajaran Islam. Sarana yang digunakan
Sunan Gunung Jati dalam proses Islamisasi selain berbagai alat seni, digunakan
juga keraton sebagai pusat kegiatan dakwahnya, dan masjid agung sebagai pusat
pengajaran agamanya.
Pustaka yang digunakan penulis berjudul Sunan Gunung Jati yang ditulis
oleh Dadan Wildan. Buku ini berisi tentang Kesultanan Cirebon dan sosok Sunan
Gunung Jati yang disimpulkan berdasarkan perbandingan naskah-naskah tradisi
Cirebon dengan berita-berita asing. Dalam buku ini juga dijelaskan tentang pola-
pola dakwah yang dilakukan walisongo pada umumnya, Sunan Gunung Jati pada
11
khususnya.Pola-pola dakwah ini terkandung dalam ajaran yang sangat toleran
dengan kebudayaan yang sudah ada sebelumnya. Pola dakwah Sunan Gunung Jati
bahkan meninggalkan bekas yang hingga sekarang bisa kita saksikan antara lain
Keraton Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Sang Ciptarasa, dan beberapa
upacara keagamaan seperti sekaten dan muludan sebagai bentuk kebijaksanaan
Sunan Gunung Jati dalam menarik masyarakat memeluk Islam. Selain itu, penulis
juga menggunakan buku Sejarah Daerah Jawa Barat.Buku ini berisi lahirnya
Cirebon sebagai pusat kekuatan Islam di Jawa Barat.Dalam buku ini juga
membahas mengenai peran politik Sunan Gunung Jati sebagai Sultan Cirebon
yang ikut membantu Demak dalam melawan Portugis di Banten dan Sunda
Kelapa.Lebih dari itu, lahirnya Kesultanan Banten yang merupakan keturunan
Sunan Gunung Jati dibahas juga dalam buku ini.Sebagai tambahan, buku Sejarah
Cirebon dan Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra juga digunakan dalam
menjawab rumusan ini.
Pada rumusan keempat tentang pengaruh dakwah Sunan Gunung Jati yang
meliputi politik, agama, ekonomi, dan sosial budaya.Pengaruh dakwah Sunan
Gunung Jati merubah pemerintahan di Cirebon menjadi Kesultanan dan
memerdekakan diri dari pengaruh Pajajaran. Sebagai raja dan ulama, peran Sunan
Gunung Jati dalam bidang agama sangat terasa, dakwah yang penuh hikmah dan
toleransi membuat masyarakat Cirebon tertarik mempelajari Islam. Dalam
perkembangannya, kehidupan masyarakat Cirebon juga berubah dengan
sendirinya, perpaduan budaya yang disempurnakan untuk tujuan Islam bisa kita
lihat hingga saat ini baik dalam seni bangunan maupun acara tradisi.
12
Penulis menggunakan pustaka yang sudah disebut sebelumnya antara lain,
Sejarah Cirebon, Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra, dan Sunan Gunung Jati.
Pustaka lain yang digunakan adalah buku berjudul Sejarah Kerajaan Tradisional
Cirebon karya Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiyah. Dalam buku ini dijelaskan
tentangpengaruh dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati di Kesultanan
Cirebon yang terasa dalam berbagai bidang yaitu dalam bidang politik, agama,
ekonomi, dan sosial budaya. Dakwah Islam Sunan Gunung Jati tidak semata-mata
soal agama, akan tetapi perannya sebagai seorang Sultan pertama di Cirebon
membawa pengaruh besar terutama pada perubahan kepercayaan masyarakat
Cirebon. Perannya sebagai Sultan juga tentu memengaruhi kondisi ekonomi dan
sosial budaya Cirebon terlihat dari perkembangannya sebagai kerajaan Islam yang
berkembang diwilayah bekas wilayah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran yang
menganut ajaran Hindu-Budha. Sebagai tambahan, penulis juga menggunakan
buku berjudul Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di
Indonesia yang ditulis oleh Prof. A. Daliman. Buku ini mengkaji tentang
perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Pengaruh Islam dalam
membangun karakteristik kerajaan Islam, tata letak kota dan kondisi sosio-kultur
masyarakat Indonesia dari awal Islam masuk hingga masa jaya kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia.
Pada rumusan kelima tentang kondisi masyarakat Cirebon pasca Islamisasi
Sunan Gunung Jati lebih memfokuskan pada peninggalan dakwahnya. Islamisasi
yang diusahakan Sunan Gunung Jati meninggalkan dampak yang nyata terhadap
akulturasi yang terjadi dimasyarakat. Beragam peninggalan yang berbentuk fisik
13
contohnya gapura berbentuk candi bentar dan bentuk limasan pada bangunan-
bangunan kerajaan, banyak menunjukkan bukti adanya gabungan kebudayaan
Hindu-Budha dan Islam. Pustaka yang digunakan penulis berjudul Makam-
Makam Walisongo di Jawa yang ditulis oleh Dr. Machi Suhandi. Buku yang
memuat beragam peninggalan Islamisasi di Jawa yang dilakukan para Wali dari
dokumen-dokumen hingga peninggalan lain yang berkaitan dengan Islamisasi di
Jawa. Dalam buku ini juga menjelaskan kondisi geografis makam Sunan Gunung
Jati.Selain itu, buku Sunan Gunung Jati digunakan juga oleh penulis dalam
melengkapi karya ini.
F. Historiografi Yang Relevan
Rekonstruksi yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan data dengan
menempuh proses disebut historiografi.13 Historigrafi merupakan proses
rekonstruksi peristiwa sejarah melalui analisis dan kritis mengenai data dan fakta
yang ada, sehingga diperoleh penulisan yang seobjektif mungkin.
Ada dua historiografi relevan yang mendahului penelitian ini, yang
pertama skripsi berjudul Proses Islamisasi Cirebon Tahun 1479-1568 karya
Jakiyatul Miskiya pada tahun 2002, mahasiswa jurusan pendidikan sejarah
Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi ini mengulas tentang kehidupan
masyarakat Cirebon sebelum, selama dan setelah Islam masuk dan proses
Islamisasi berlangsung.Perbedaan skripsi ini dengan skripsi Jakiyatul Miskiya
adalah dimana Sunan Gunung Jati selain sebagai penyebar agama Islam di
13Louis Gottschalk, Understanding History: A Primer Of Historical
Method.Dalam buku Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah.(Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1975),hlm. 32.
14
Cirebon, beliau juga merupakan Sultan pertama di Kesultanan Cirebon yang
mampu mendirikan kerajaan Islam didaerah kerajaan Sunda Pajajaran yang
bercorak Hindu-Budha. Perannya sebagai Sultan tidak hanya memberi pengaruh
di Cirebon saja, melainkan hampir keseluruh Jawa bersama-sama dengan para
ulama lainnya yang tergabung dalam Walisongo.
Historiografi Relevan yang kedua adalah skripsi berjudul Peranan Sunan
Gunung Jati dalam Kasultanan Cirebon Tahun 1479-1568 yang ditulis oleh Fajar
Gunawan tahun 2010, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri
Yogyakarta. Skripsi ini menjelaskan mengenai latar belakang Sunan Gunung Jati
dari sebelum Beliau menjabat sebagai Sultan hingga Beliau mendirikan
Kesultanan Cirebon dan menjabat sebagai Sultan pertama. Selain itu, poin penting
lain dari skripsi ini adalah pengaruh Sunan Gunung Jati Selama memerintah di
Kesultanan hingga pasca pemerintahannya.Perbedaan skripsi ini dengan skripsi
Fajar Gunawan adalah dimana penekanan skripsi ini pada dakwah yang dilakukan
Sunan Gunung Jati.Fokus skripsi ini bukan dalam peranan secara meluas, tetapi
mengerucut pada dakwah dan metode pengislaman yang dilakukan Sunan gunung
Jati.Melalui metode-metode yang penuh hikmah, Islamisasi Sunan Gunung Jati
bisa diterima secara sukarela oleh masyarakat Cirebon.
G. Metode Penelititan dan Pendekatan Penelitian
1. Metode Penelitian
Untuk dapat menulis karya sejarah yang mendekati objektif,
diperlukan metode penulisan sejarah. Sejarah memiliki metode tersendiri
15
dalam mengungkapkan peristiwa masalalu supaya dapat menghasilkan karya
sejarahyang kritis dan objektif.14
Menurut Kuntowijoyo, dalam melakukan penelitian sejarah diperlukan
lima tahapan, yaitu pemilihan topik, pengumpulan sumberheuristic, verifikasi,
interpretasi dan penulisan/historiografi.15 Dalam penulisan skripsi ini
menggunakan langkah-langkah penelitian sejarah dari Kuntowijoyo sebagai
berikut:
a. Pemilihan Topik
Sebelum memulai penelitian sejarah, harus ditentukan dulu topik
yang akan diteliti. Perlu diingat, bahwa dalam mencari topik tidak boleh
bersifat kompilasi terhadap karya yang sudah ada. Akan tetapi memberi
sumbangan baru dari hasil penelitiannya. Langkah pertama dalam
melaksanakan penelitian sejarah adalah pemilihan topik. Pemilihan topik
sebaiknya dipilih berdasarkan kedekatan emosional dan kedekatan
intelektual.16 Peneliti memilih kedekatan emosional karena Cirebon
merupakan asal domisili penulis.
Dalam hal ini, penulis tertarik untuk membahas mengenai Sunan
Gunung Jati dan pengaruhnya terhadap Islamisasi yang terjadi di Cirebon.
Seperti yang kita tahu, Cirebon sebelum Islam masuk merupakan daerah
14Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah.(Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995),hlm. 64.
15Ibid.,hlm. 89.
16Ibid.,hlm. 91.
16
kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran yang menganut kepercayaan Hindu-
Budha. Maka dengan masuknya Islam penulis berusaha menganalisis
bagaimana strategi Islamisasi yang dilakukan Sunan Gunung Jati dan
Hasil dari Islamisasi tersebut. Mengenai pembatasan tahun yaitu 1479-
1568 M, merupakan tahun dimana Sunan Gunung Jati diangkat
menggantikan Walangsungsang pada 1479 M dan wafatnya Sunan
Gunung Jati pada 1568 M.
b. Pengumpulan Sumber (Heuristik)
Heusristik berasal dari bahasa Yunani, yaitu Heuriskein yang
berarti memperoleh atau menemukan.17 Menurut Nugroho Notosusanto,
Heuristik merupakan kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau.
Pencarian sumber dalam penelitian ini adalah yang berkaitan tentang
Sunan Gunung Jati dan Proses Islamisasi yang terjadi di Jawa Barat,
Khususnya di Cirebon. Sumber yang dicari bisa merupakan hasil penulisan
orang yang terlibat langsung, maupun hasil dari tulisan lain. Hasil tulisan
dapat dicari di perpustakaan UNY,perpustakaan FIB UGM, perpustakaan
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,Arsip Kota Cirebon, perpustakaan
Keraton Kasepuhan Cirebon, Perpustakaan Daerah Cirebon dan
Perpustakaan lainnya.
Sumber sejarah digunakan untuk merekonstruksi peristiwa sejarah
yang diperoleh dengan berbagai cara, seperti studi pustaka atau
17Main Umar, Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah.(Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,1997),hlm. 173.
17
pengamatan langsung terhadap suatu peristiwa atau jejak peristiwa.
Sumber-sumber tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Sumber Primer
Sumber primer dibutuhkan dalam penelitian sejarah sebagai
saksi langsung dari sebuah peristiwa sejarah. Menurut Louis
Gottschalk, sumber primer merupakan kesaksian seorang dengan mata
kepala sendiri atau kesaksian dengan panca indra lain.18 Sedangkan
Menurut Helius Sjamsuddin, sumber primer atau sumber pertama
sebagai sumber asli (orisinil), yaitu evidensi atau bukti sejaman dengan
peristiwa yang terjadi.19
Dari beberapa panjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
sumber primer adalah sumber yang benar-benar asli, tanpa perantara
baik lisan maupun tulisan. Oleh karena jarak penelitian dengan
peristiwa memiliki rentang waktu yang jauh, maka penulis belum
menemukan sumber primer dan tidak menggunakan sumber primer.
2) Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sesuatu yang disampaikan bukan oleh
saksi mata.20 Sedangkan menurut Nugroho Notosusanto, sumber
sekunder adalah sumber dari seorang yang tidak hadir pada saat
18Nugroho Notosusanto, op. cit.,hlm. 35.
19Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah.(Jakarta: Depdikbud, 1996),hlm. 80.
20Kuntowijoyo, op.cit.,hlm. 98.
18
peristiwa yang dikisahkan terjadi. Dalam penelitian ini, sumber
sekunder yang dipakaiadalah sebagai berikut:
Dadan Wildan.2012, Sunan Gunung Jati, Ciputat: Salima.
Sanggupri, M., Bochari dan Wiwi Kuswiah. 2001. Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon. Cirebon: CV. Suko Rejo Bersinar.
Sulendraningrat P. S. 1978. Sejarah Cirebon. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Susanto Zuhdi.1997. Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra ( Kum-pulan Makalah Diskusi Ilmiah). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Uka Tjandrasasmita. 1975. Sejarah Nasional Indonesia III: Jaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
c. Verifikasi
Tahap selanjutnya setelah pengumpulan sumber adalah verifikasi
yang merupakan kegiatan pengujian untuk mengetahui keabsahan suatu
sumber. Pengujian karya sejarah yang dijadikan sumber dibagi menjadi
dua jenis, yaitu sebagai berikut:
1) Kritik Ekstern
Kritik ekstern adalah melakukan penelitian dan pengujian
terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang berupa asal-usul dan
waktu.21 Kritik ekstern bertujuan untuk meneliti otentitas dan keaslian
21Helius Sjamsuddin,Metodologi Sejarah. (Yogyakarta: Ombak,
2012),hlm. 104.
19
sumber dengan menggunakan sumber lain berdasarkan pertanyaan
kapan, dimana, siapa dan dalam bentuk apa sumber itu dibuat.22
2) Kritik Intern
Kritik intern adalah melakukan pengujian isi terhadap sumber
yang terkandung dalam jejak atau peristiwa masa lampau, sehingga
diketahui kebenaran sumber tersebut. Kritik intern dilakukan setelah
diketahui keaslian dari sumber sejarah yang bertujuan untuk
memperoleh kredibilitas atau kelayakan suatu sumber sejarah sehingga
dapat diketahui seberapa reliable kah sumber tersebut.
d. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran merupakan kegiatan penafsiran fakta-
fakta yang ada sehingga ditemukan struktur logisnya kemudian dirangkai
agar memiliki bentuk dan struktur. Pada tahap ini, penulis sejarah dituntut
untuk memiliki kecermatan dan sikap objektif dalam hal interpretasi
terhadap fakta-fakta sejarah yang diperoleh.23
e. Penulisan (Historiografi)
Historiografi merupakan rekonstruksi imajinatif masa lampau
manusia berdasarkan data-data dan bukti-bukti yang diperoleh melalui
proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan
22ADB Rahman Hamid dan Mohammad Saleh,Pengantar Ilmu Sejarah.
(Yogyakarta: Ombak, 2011),hlm. 48.
23Ibid.,hlm. 50.
20
masa lampau.24 Historiografi adalah tahapan terakhir dalam penulisan
sejarah berupa laporan yang menyajikan fakta-fakta sejarah dalam bentuk
tulisan. Hal-hal yang disajikan diharapkan dapat memberi gambaran
mengenai penelitian yang telah dilakukan.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian sejarah terhadap cabang ilmu lain sangat
diperlukan. Hal ini dilakukan guna memberi gambaran yang lebih jelas
mengenai apa yang diteliti, darimana cara memandangnya, dari dimensi mana
yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang ingin diungkapkan dan lain
sebagainya.25 Multidimensionalitas dalam penulisan sejarah perlu ditampilkan
agar gambaran dari sumber sejarah yang diperoleh menjadi lebih utuh dan
menyeluruh sehingga determinisme atau keberpihakkan dapat dihindari.26
Pendekatan yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan
politik, agama, ekonomi dan sosiologis.
Pendekatan politik dilakukan guna memperoleh gambaran mengenai
transisi dari Cirebon yang merupakan wilayah Kerajaan Sunda Padjajaran
yang menganut ajaran Hindu-Budha, sampai lahirnya Kesultanan Cirebon
yang menganut ajaran Islam. Pengaruh politik menurut Sartono Kartodirdjo
yaitu apabila sejarah politik biografi, hendaknya menginterpretasikan pelaku
aktor-aktor mentalitasdari kelompok aktor tersebut. Motivasi, sikap dan
24Helius Sjamsuddin, op.cit.,hlm. 22.
25Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993),hlm. 4.
26Ibid.,hlm. 87.
21
tindakan kesemuanya diarahkan oleh orientasi nilai yang diambil kelompok
tersebut.27
Pendekatan agama dilakukan guna memberi gambaran bagaimana
pengaruh Islamisasi di Cirebon terhadap perubahan keyakinan masyarakat
yang sebelumnya menganut ajaran Hindu-Budha.Pendekatan agama adalah
suatu refleksi kritis dan sistematis yang dilakukan oleh penganut agama
terhadap agamanya.28
Pendekatan ekonomi menurut Sidi Gazalba dipergunakan sebagai ilmu
bantu dalam menerangkan dan menafsirkan fakta masa lampau dengan
perantaraan hukum-hukum yang disusun oleh teori-teori ekonomi.29
Pendekatan ekonomi dilakukan guna memberi gambaran tentang keadaan
ekonomi di Cirebon sebelum pengaruh Islam, hingga masuknya Islam sebagai
wilayah pelabuhan maupun pasar.
Pendekatan sosiologis adalah pendekatan yang menerangkan peranan
sosiologis dalam menjelaskan perilaku manusia.30 Pendekatan sosiologi dalam
penelitian ini difokuskan kepada peranan dan tindakan yang dilakukan Sunan
Gunung Jati dalam proses Islamisasi di Cirebon. Perilaku Sunan Gunung Jati
sebagai pemuka agama Islam akan banyak dibahas dalam penulisan ini.
27Ibid.,hlm. 87.
28K. Barnet, Pengantar Teologi.(Jakarta: Gunung Mulia, 1981),hlm. 13.
29Sidi Gazalba, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu.(Jakarta: Bhratara, 1966),hlm. 32.
30Surjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar.(Jakarta: Rajawali, 1992),hlm. 469.
22
H. Sistematika Pembahasan
Guna memperoleh gambaran yang jelas dan mudah dalam skripsi ini,
maka akan dijelaskan garis besar skripsi ini dalam beberapa bab sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN
Dalam bab ini memaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, historiografi yang
relevan, metode penelitian, pendekatan penelitian dan sistematika pembahasan
skripsi ini.
BAB II. CIREBON SEBELUM ISLAMISASI
Dalam bab ini adalah pembahasan tentang kondisi geografis Cirebon.
Selain itu, pembahasan mengenai kehidupan masyarakat Cirebon sebelum Islam
masuk, baik dari segi agama, ekonomi, sosiologis dan politik.
BAB III. SEKILAS KEMUNCULAN SUNAN GUNUNG JATI
Dalam bab ini diberikan pembahasan tentang riwayat Sunan Gunung Jati,
latar belakang kehidupannya sebagai seorang Sunan yang juga merupakan Sultan
pertama di Cirebon.
BAB IV. DAKWAH SUNAN GUNUNG JATI DALAM PROSES ISLAMISASI DI KESULTANAN CIREBON
Bab ini merupakan inti penulisan skripsi dimana dalam bab ini diberikan
pembahasan dakwah Sunan Gunung Jati di Kesultanan Cirebon. Pembahasan
meliputi wilayah dakwah Sunan Gunung Jati, metode serta sarana dakwah yang
dilakukan Sunan Gunung Jati.
23
BAB V. PENGARUH DAKWAH SUNAN GUNUNG JATI DI KESULTANAN CIREBON
Dalam bab ini dijelaskan tentang pengaruh dakwah Islam yang dilakukan
Sunan Gunung Jati di Kesultanan Cirebon terhadap masyarakat di Cirebon
umumnya serta dalam bidang politik, agama, ekonomi, dan sosiologi
khususnya.Setelah itu berlanjut pada kondisi masyarakat Cirebon setelah
mengenal agama Islam, serta bukti-bukti peninggalan mengenai adanya proses
Islamisasi yang ada hingga saat ini.
BAB VI.CIREBON SEPENINGGAL SUNAN GUNUNG JATI
Dalam bab ini dijelaskan tentang akhir hayat Sunan Gunung Jati. Akhir
hayat beliau juga meninggalkan jejak yang dikategorikan dalam bentuk seni
bangunan dan upacara.Dalam seni bangunan yaitu Keraton Kasepuhan Cirebon
dan makam Sunan Gunung Jati, dalam upacara adalah maulud.
BAB VII. KESIMPULAN
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya yang disertai
jawaban atas rumusan masalah yang telah diajukan sebelumnya.