Post on 29-Jan-2021
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak digulirkannya kurikulum 2013
hingga kini tahun 2017, beberapa pengamat
pendidikan menyatakan bahwa implementasi
kurikulum 2013 belum sepenuhnya berhasil
(Hajar, 2013; Ruja dan Sukamto, 2015).
Kenyataan tersebut disebabkan karena belum
terpenuhinya faktor-faktor keberhasilan
implementasi kurikulum 2013. Para pakar
pendidikan menyatakan adanya beberapa
faktor kunci keberhasilan implementasi
Kurikulum 2013. Keberhasilan kurikulum
2013 bergantung pada kepemimpinan kepala
sekolah, kreativitas guru, keberhasilan
sosialisasi, keaktifan peserta didik, fasilitas
dan sumber pembelajaran, partisipasi warga
dan lingkungan yang kondusif (Mulyasa, 2013:
39).
Pandangan senada dikemukakan oleh
Katuuk (2014: 13) bahwa faktor kunci
keberhasilan implementasi kurikulum 2013,
meliputi kepala sekolah, guru, fasilitas,
2
lingkungan, dan budaya. Komponen-komponen
sekolah tersebut memiliki peran dan fungsi
masing-masing dalam implementasi kurikulum
2013. Oleh sebab itu, seluruh komponen dan
sumber daya yang ada perlu dikelola secara
terpadu dan menyeluruh agar implementasi
kurikulum 2013 dapat berhasil.
Pandangan berbeda dikemukakan oleh
guru besar UNY (Suyanto, 2013: 1) bahwa guru
menjadi faktor kunci dalam implementasi
kurikulum 2013. Pandangan serupa
dinyatakan oleh Kusumastuti, Sudiyanto, &
Octoria (2016: 120), yang menyatakan bahwa
keberhasilan Kurikulum 2013 bergantung
pada inovasi dan peran aktif guru. Bahkan
para praktisi pendidikanpun sependapat
dengan pandangan bahwa guru merupakan
kunci sukses implementasi kurikulum 2013
(Rohman, 2012: 4; dan Krissandi &
Rusmawan, 2015).
Guru menjadi faktor kunci keberhasilan
implementasi Kurikulum 2013, sebab gurulah
yang berkewajiban mendesain, melaksanakan
dan mengevaluasi implementasi Kurikulum
2013 (Sunardi & Sujadi, 2016: 1). Agar para
guru mampu menjadi pelaksana kurikulum
3
2013 yang efektif, maka guru harus memiliki
kompetensi sebagai seorang desainer
kurikulum, implementor kurikulum, dan
evaluator kurikulum.
Pengembangan kompetensi guru sebagai
seorang desainer, implementor, dan evaluator
kurikulum menjadi tugas manajer sekolah
untuk menerapkan fungsi-fungsi manajemen
melalui penyelenggaraan pelatihan. Dalam
rangka menghasilkan kompetensi guru yang
mampu mendesain kurikulum, melaksanakan
kurikulum dan mengevaluasi kurikulum, maka
kegiatan pelatihan guru sangat penting
dilakukan (Suyanto, 2013: 1).
Namun sayangnya, kegiatan pelatihan
yang seharusnya menjadi salah satu upaya
untuk meningkatkan kompetensi guru, hanya
sekedar untuk menjalankan perintah dari
pemerintah semata. Hasil studi pendahuluan
melalui wawancara dengan kepala UPT Dikdas
LS Kec. Simo, dinyatakan bahwa desain
pelatihan yang selama ini dilakukan bersifat
top down, tidak didasarkan oleh kebutuhan
guru dalam pembelajaran. Aktivitas dalam
pelatihan sifatnya sosialisasi, sehingga belum
melibatkan guru untuk menyusun sebuah
4
produk yang menunjang pembelajaran tematik,
misalnya merancang jaring tema dan subtema
sesuai kondisi lingkungan siswa. Dampak yang
ditimbulkan dari pelatihan seperti ini adalah
hasil pelatihan belum tentu sesuai dengan
kebutuhan guru dalam pembelajaran, sehingga
hasil pelatihan bisa saja sia-sia dan tidak tidak
dapat meningkatkan kompetensi guru sesuai
kebutuhan.
Idealnya, kegiatan pelatihan dirancang
berdasarkan kebutuhan guru dalam
pembelajaran; Sehingga hasil dari pelatihan
dapat bermanfaat untuk diimplementasikan.
Salah satu karakteristik kurikulum 2013
SD/MI adalah pendekatan tematik integratif.
Pembelajaran tematik integratif merupakan
suatu model pembelajaran yang memadukan
beberapa materi pembelajaran dari beberapa
mata pelajaran ke dalam tema (Trianto, 2009:
84). Oleh sebab itu, guru dituntut memiliki
kompetensi mengintegrasikan beberapa mata
pelajaran ke dalam tema.
Berkaitan dengan implementasi
Kurikulum 2013 ini, studi lapangan yang
dilakukan peneliti mengenai kebutuhan guru
dalam menerapkan pembelajaran tematik
5
integratif, ditemukan gejala-gejala berikut: 1)
guru belum memahami konsep pembelajaran
tematik integratif secara utuh; 2) pembelajaran
tematik integratif dilakukan secara lepas-lepas
pada setiap mapel; 3) guru belum mampu
merancang jaring tema dan subtema yang
sesuai dengan likungan sekitar siswa.
Bertolak dari permasalahan di atas,
maka kegiatan pelatihan tentang
pengembangan pembelajaran tematik integratif
penting untuk dilakukan. Pelatihan ini juga
dipandang mendesak mengingat tahun
2017/2018 paling tidak 60% sekolah dasar
dan menengah sudah harus menerapkan
kurikulum 2013 (Paparan Kepala Balitbang
Kemdikbud pada Pelantikan Narasumber
Nasional Kurikulum 2013 pada tanggal 2
Agustus 2016 di Dinas Pendidikan, Pemuda
dan Olah Raga Kota Salatiga).
Dewasa ini telah banyak pelatihan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
implementasi Kurikulum 2013. Desain
pelatihan yang memungkinkan guru SD
terlibat secara runtut dalam menganalisis
komponen-komponen pembelajaran tematik
integratif adalah Critical Event Model (CEM)
6
yang dicetuskan oleh Nadler & Nadler (2011).
Pelatihan CEM ini dipandang paling relevan
untuk menutup kelemahan pelatihan yang
digunakan selama ini yang cenderung bersifat
top down, karena dalam pelatihan CEM diawali
dengan menganalisis kebutuhan peserta
pelatihan (bottom up). Pelatihan CEM ini terdiri
atas delapan tahap, yaitu (1) mengidentifikasi
kebutuhan lembaga, (2) spesifikasi
pelaksanaan pekerjaan, (3) mengidentifikasi
kebutuhan peserta, (4) menentukan tujuan, (5)
memilih kurikulum, (6) memilih strategi
pembelajaran, (7) mendapatkan sumber-
sumber pembelajaran, dan (8) melakukan
pelatihan. Telah ada penelitian yang
membuktikan keefektifan model CEM ini,
penelitian R&D yang dilakukan Mulastin
(2016) menemukan bahwa model pelatihan
CEM integratif terbukti efektif digunakan
dalam pelatihan (t hitung = 10,72, t tabel =
2,102). Oleh sebab itu, penulis memilih CEM
untuk dikembangkan menjadi sebuah desain
pelatihan guru dalam mengembangkan
pembelajaran tematik integrati di SD.
Berdasarkan permasalahan yang telah
dipaparkan dan alternatif pemecahannya,
7
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dan pengembangan yang diadaptasi dari
Sukmadinata (2016) dengan judul
“Pengembangan Desain Pelatihan untuk
Meningkatkan Kompetensi Guru dalam
Mengembangkan Pembelajaran Tematik
Integratif Menggunakan Critical Event Model”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil wawancara kepada
kepala UPT Dikdas LS kecamatan Simo dan
angket yang diberikan kepada 20 guru
kurikulum 2013 ditemukan permasalahan
berikut:
1. Desain pelatihan yang diselenggarakan
selama ini, tidak berdasarkan analisis
kebutuhan peserta;
2. Guru belum memahami konsep
pembelajaran tematik integratif secara
utuh;
3. Pembelajaran tematik integratif dilakukan
secara lepas-lepas pada setiap mapel;
4. Guru belum mampu merancang jaring
tema dan subtema yang sesuai dengan
likungan sekitar siswa.
8
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
dan identifikasi masalah, maka disusun
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sifat desain pelatihan yang
selama ini digunakan untuk meningkatkan
kompetensi guru mengembangkan
pembelajaran tematik integratif?
2. Apa kelemahan desain pelatihan yang
selama ini digunakan untuk meningkatkan
kompetensi guru mengembangkan
pembelajaran tematik integratif?
3. Bagaimana Desain Pelatihan menggunakan
CEM untuk meningkatkan Kompetensi Guru
Mengembangkan Pembelajaran Tematik
Integratif di SD?
4. Seberapa tinggi tingkat validitas Desain
Pelatihan menggunakan CEM untuk
meningkatkan Kompetensi Guru dalam
Mengembangkan Pembelajaran Tematik
Integratif di SD?
5. Apakah kompetensi guru SD dalam
Mengembangkan Pembelajaran Tematik
Integratif dapat ditingkatkan melalui Desain
Pelatihan menggunakan CEM?
9
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah melakukan
kajian dalam rangka memperoleh deskripsi dan
mengembangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Mengetahui sifat desain pelatihan yang
selama ini digunakan untuk meningkatkan
kompetensi guru mengembangkan
pembelajaran tematik integratif.
2. Mengetahui kelemahan desain pelatihan
yang selama ini digunakan untuk
meningkatkan kompetensi guru
mengembangkan pembelajaran tematik
integratif.
3. Mengembangkan Desain Pelatihan CEM
untuk Meningkatkan Kompetensi Guru
dalam Mengembangkan Pembelajaran
Tematik Integratif di SD.
4. Mengetahui tingkat validitas Desain
Pelatihan CEM untuk Meningkatkan
Kompetensi Guru dalam Mengembangkan
Pembelajaran Tematik Integratif di SD.
5. Mengetahui apakah kompetensi guru SD
dalam Mengembangkan Pembelajaran
Tematik Integratif dapat ditingkatkan
dengan menggunakan Desain CEM.
10
1.4.2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Secara umum manfaat teori desain pelatihan
menggunakan Critical Events Model yang
dikembangkan oleh Nadler (1988) ini dapat
memberikan sumbangan pada ilmu
pengetahuan khususnya Manajemen
Pendidikan Dasar bidang manajemen
pendidik dan memperkaya kajian ilmiah di
dunia pendidikan khususnya tentang
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi
guru mengembangkan pembelajaran tematik
integratif di SD.
2. Secara khusus manfaat dari penelitian ini
adalah:
a. Bagi Guru, kegiatan pelatihan akan
memberikan pengalaman dalam
mengembangkan pembelajaran tematik
integratif yang tepat.
b. Bagi Kepala Sekolah dan Kepala UPT
Dikdas, desain pelatihan ini dapat menjadi
rujukan untuk melaksanakan pelatihan
bagi para guru, karena berorientasi pada
kompetensi yang dibutuhkan guru.
c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat
menjadi rujukan dalam melakukan
11
penelitian sejenis sehingga dapat
menghasilkan sebuah desain pelatihan
yang lebih baik.
1.5 Spesifikasi Produk
Produk yang akan dikembangkan berupa
desain pelatihan menggunakan CEM untuk
meningkatkan kompetensi guru dalam
mengembangkan pembelajaran tematik
integratif pada siswa kelas 4 SD yang dilengkapi
dengan: a) Silabus pelatihan; b) RPP pelatihan;
c) panduan pelatihan; dan d) materi pelatihan.
1.6 Asumsi dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memberikan suatu asumsi
bahwa produk desain pelatihan CEM ini mampu
menjadi desain alternatif untuk meningkatkan
kompetensi guru dalam mengembangkan
pembelajaran tematik integratif di SD
Kecamatan Simo. Adapun keterbatasan
penelitian dan pengembangan ini adalah:
1. Desain pelatihan yang dirancang hanya
terbatas untuk meningkatkan kompetensi
pedagogik guru dalam mengembangkan
pembelajaran tematik integratif di SD, belum
12
sampai pada pengembangan kompetensi
yang lain (kepribadian, profesional, dan
sosial).
2. Prosedur R&D tidak dilakukan secara utuh
sampai pada pengujian produk, namun
hanya sampai pada tahap desain dan
pengembangan produk.
3. Subjek pelatihan yang dilibatkan hanya 10
guru dalam 1 kecamatan, karena sebagian
guru sudah mengikuti pelatihan kurikulum
2013 dan juga karena keterbatasan biaya
pelatihan.
4. Pengukuran kompetensi pedagogik dalam
mengembangkan pembelajaran tematik
integratif tidak dilakukan pengukuran
menggunakan tes, tetapi dilihat berdasarkan
hasil angket yang diberikan kepada 20 guru.