Post on 06-May-2018
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia
atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan
manusia, hewan dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan atau
merusak properti.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun
kegiatan manusia. Beberapa gangguan fisik seperti polusi suara, panas, gas,
partikel, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami
udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan
lokal, regional maupun global.
Pencemar udara dibedakan menjadi pencemar primer dan pencemar
sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung
dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari
pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar
sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-
pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah
contoh dari pencemaran udara sekunder.
Polusi udara yang merupakan gabungan antara asap kotor dan bau yang
tidak sedap, banyak di antaranya merupakan sumbangan dari emisi gas buang
kendaraan bermotor. Emisi ini merupakan pemancaran atau pelepasan gas yang
berasal dari pembakaran pada kendaraan bermotor yang menggunakan bahan
bakar yang berasal dari minyak bumi (bensin dan solar) ke lingkungan udara
melalui knalpot kendaraan bermotor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi polusi udara antara lain volume lalu
lintas kendaraan, komposisi lalu lintas kendaraan, kecepatan kendaraan, jenis
6
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
kendaraan, jenis bahan bakar, usia kendaraan, ukuran berat, jumlah berhenti dan
berjalan dan gradien jalan.
Sumber alami penyebab pencemaran udara adalah dari:
Gunung berapi
Rawa-rawa
Kebakaran hutan
Nitrifikasi dan denitrifikasi biologi.
Sedangkan sumber pencemar udara dari kegiatan manusia di antaranya
adalah sebagai berikut:
Transportasi
Industri
Pembangkit listrik
Pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis
bahan bakar)
Gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti CFC.
Selain dari sumber-sumber di atas, ada sumber-sumber lain yang dapat
mencemari udara, yaitu:
Transportasi amonia
Kebocoran tangki klor
Timbulan gas metana dari tempat pembuangan akhir sampah
Uap pelarut organik. (Anonim I, 2011)
2.2 Timbal (Pb)
2.2.1 Definisi Timbal
Timbal atau Timah Hitam adalah elemen kimia dengan simbol Pb, dalam
bahasa Inggris dikenal dengan nama Lead. Dalam bahasa Indonesia disebut
dengan timah hitam. Senyawa Pb sering digunakan antara lain dalam baterai,
solder, aditif dalam bensin dan insektisida. Timbal dalam susunan unsur
merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan
tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan
7
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
gunung berapi dan proses geokimia. Kadarnya dalam lingkungan meningkat
karena penambangan, peleburan dan berbagai penggunaannya dalam industri.
Pb adalah logam berat berwarna kelabu kebiruan dengan titik lebur 327oC
dan titik didih 1.620oC. Pada suhu 550 – 600oC, timbal menguap dan bereaksi
dengan oksigen dalam udara membentuk Timbal dioksida. Bentuk oksida yang
paling umum adalah timbal II dan senyawa orano metalik. Bentuk yang terpenting
adalah Timbal Tetra Etil (TEL), Timbal Tetra Metil (TML) dan timbal stearat .
(Pujimumpun, 2012)
2.2.2 Penyebaran, Sifat dan Penggunaan Timbal
Logam timbal memiliki sifat-sifat khusus seperti berikut:
a. merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong meggunakan pisau
atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah
b. merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau karat, sehingga logam
timbal sering digunakan sebagai bahan coating
c. mempunyai titik lebur rendah, yaitu 327oC
d. mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam
biasa, kecuali emas dan merkuri
e. merupakan penghantar listrik yang tidak baik.
Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang
terdapat di seluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002% dari jumlah seluruh kerak
bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan
logam berat lainnya yang ada di bumi.
Melalui proses-proses geologi, timbal terkonsentrasi dalam deposit seperti
bijih logam. Persenyawaan bijih logam timbal ditemukan dalam bentuk gelena
(PbS), anglesit (PbSO4) dan dalam bentuk minium (Pb3O4). Boleh dikatakan
bahwa timbal tidak pernah ditemukan dalam bentuk logam murninya. Bijih-bijih
logam timbal ini bergabung dengan logam-logam lain seperti perak (Ag), seng
(Zn), arsen (As), logam stibi (Sb) dan bismut (Bi).
8
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
Timbal (Pb) memiliki kemampuan untuk berikatan dengan atom N
(nitrogen) membentuk senyawa azida. Senyawa ini merupakan suatu jenis
senyawa yang memiliki kemampuan ledakan dengan pancaran energi yang besar.
Karena itu, senyawa azida banyak digunakan sebagai detonator (bahan peledak).
(Palar, 2008)
Bentuk-bentuk dari persenyawaan yang dibentuk oleh Pb dengan unsur
kimia lainnya, serta fungsi dari bentuk persenyawaan tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2.1
Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya
(sumber: Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, 2008)
2.2.3 Timbal di Udara
Jumlah timbal di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak
dimulainya revolusi industri di benua Eropa. Asap yang berasal dari cerobong
pabrik sampai pada knalpot kendaraan telah melepaskan Pb ke udara. Hal ini
berlangsung terus-menerus sepanjang hari, sehingga kandungan Pb di udara naik
secara drastis. Kenyataan ini secara dramatis dibuktikan dengan suatu hasil
penelitian terhadap kandungan Pb yang terdapat pada lapisan es di Greenland
pada tahun 1969.
Emisi Pb dalam atmosfer bumi dapat berbentuk gas dan partikulat. Emisi Pb
yang masuk dalam bentuk gas, terutama sekali berasal dari buangan gas
Bentuk Persenyawaan KegunaanPb + Sb Kabel telepon
Pb + As + Sn + Bi Kabel listrik
Pb + N Senyawa azida untuk bahanpeledak
Pb + Cr + Mo + Cl Untuk pewarnaan pada cat
Pb – asetat Pengilapan keramik dan bahananti api
Pb + Te Pembangkit listrik tenagapanas
Tetrametil-Pb + Tetraetil-Pb Aditif untuk bahan bakarkendaraan bermotor
9
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping dari pembakaran
yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan dan berasal dari senyawa tetrametil-Pb
dan tetraetil-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor
dan berfungsi sebagai anti ketuk (anti knocking) pada mesin-mesin kendaraan.
Bahan aditif yang dimasukkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor
umumnya terdiri dari 62% tetraetil-Pb, 18% etilendikhlorida (C2H4Cl2), 18%
etilenbromida (C2H4Br2) dan sekitar 2% campuran tambahan dari bahan-bahan
yang lain. Jumlah senyawa Pb yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
senyawa-senyawa lain dan tidak terbakar sempurna dalam mesin menyebabkan
jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat
tinggi. Berdasarkan pada analisis yang pernah dilakukan, dapat diketahui
kandungan bermacam-macam senyawa Pb yang ada dalam asap kendaraan
bermotor.
Tabel 2.2
Kandungan Senyawa Pb dalam Gas Buang Kendaraan Bermotor
Jenis SenyawaKandungan Senyawa Pb
(%)0 Jam 18 Jam
PbBrCl 32,0 12,0PbBrCl.2PbO 31,4 1,6
PbCl2 10,7 8,3Pb(OH)Cl 7,7 7,2
PbBr2 5,5 0,5PbCl2.2PbO 5,2 5,6Pb(OH)Br 2,2 0,1
PbOx 2,2 21,2PbCO3 1,2 13,8
PbBr2.2PbO 1,1 0,1PbCO3.2PbO 1,0 29,6
(sumber: Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, 2008)
Pada tabel 2.2 dapat dilihat bahwa kandungan PbBrCl dan PbBrCl.2PbO
merupakan kandungan senyawa Pb utama. Kedua senyawa tersebut telah
dihasilkan pada saat pembakaran pada mesin kendaraan dimulai, yaitu saat t = 0
10
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
jam. Selanjutnya jumlah dari kedua senyawa tersebut akan berkurang setelah
waktu pembakaran berjalan lama t = 18 jam, di mana jumlah buangan atas kedua
senyawa tersebut menjadi berkurang jauh (50% untuk PbBrCl) dan menjadi
sangat sedikit untuk PbBrCl.2PbO. Sedangkan kandungan oksida-oksida Pb
(PbOx) dan PbCO3.2PbO mengalami peningkatan yang sangat tinggi dan
menggantikan posisi dua kandungan buangan pertama, setelah masa pembakaran
berjalan sampai t = 18 jam.
Senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dapat diserap oleh kulit. Hal ini
disebabkan kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak.
Sedangkan dalam lapisan udara tetraetil-Pb terurai dengan cepat karena adanya
sinar matahari. Tetraetil-Pb akan terurai membentuk trietil-Pb, dietil-Pb dan
monoetil-Pb. Semua senyawa uraian dari tetraetil-Pb tersebut memiliki bau yang
spesifik seperti bau bawang putih, sulit larut dalam minyak akan tetapi semua
senyawa turunan ini dapat larut dengan baik dalam air. Senyawa-senyawa Pb
dalam keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara, sehingga kemudian
terhirup pada saat bernafas, dan sebagian akan menumpuk di kulit dan/atau
terserap oleh daun tumbuhan.
Sumber-sumber lain yang menyebabkan Pb dapat masuk ke udara
bermacam-macam. Di antara sumber alternatif ini yang tergolong besar adalah
pembakaran batubara, asap dari pabrik-pabrik yang mengolah senyawa alkil-Pb,
Pb-oksida, peleburan bijih Pb dan transfer bahan bakar kendaraan bermotor,
karena senyawa alkil-Pb yang terdapat dalam bahan bakar tersebut dengan sangat
mudah menguap. (Palar, 2008)
2.2.4 Toksisitas Timbal
Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi
karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya
Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan
minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.
11
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
Bentuk-bentuk kimia dari senyawa-senyawa Pb merupakan faktor penting
yang memengaruhi tingkah laku Pb dalam tubuh manusia. Senyawa-senyawa Pb
organik relatif lebih mudah untuk diserap tubuh melalui selaput lendir atau
melalui lapisan kulit, bila dibandingkan dengan senyawa-senyawa Pb anorganik.
Namun hal itu bukan berarti semua senyawa Pb dapat diserap oleh tubuh,
melainkan hanya sekitar 5 – 10% dari jumlah Pb yang masuk melalui makanan
dan atau sebesar 30% dari jumlah Pb yang terhirup yang akan diserap oleh tubuh.
Dari jumlah yang dapat terserap itu, hanya 15% yang akan mengendap pada
jaringan tubuh, dan sisanya akan turut terbuang bersama bahan sisa metabolisme
seperti urin dan feses.
Sebagian besar dari Pb yang terhirup pada saat bernapas akan masuk ke
dalam pembuluh darah dan paru-paru. Tingkat penyerapan itu sangat dipengaruhi
oleh ukuran partikel dari senyawa Pb yang ada dan volume udara yang mampu
dihirup pada saat peristiwa bernapas berlangsung. Semakin kecil ukuran partikel
debu, serta semakin besarnya volume udara yang mampu terhirup, maka akan
semakin besar pula konsentrasi Pb yang diserap oleh tubuh. Logam Pb yang
masuk ke paru-paru melalui peristiwa pernapasan akan terserap dan berikatan
dengan darah paru-paru untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ
tubuh. Lebih dari 90% logam Pb yang terserap oleh darah berikatan dengan sel-sel
darah merah (eritrosit).
Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman
akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh. Namun demikian jumlah Pb
yang masuk bersama makanan dan atau minuman ini masih mungkin ditolerir
oleh lambung disebabkan asam lambung (HCl) mempunyai kemampuan untuk
melarutkan logam Pb, sehingga pada kenyataannya Pb lebih banyak dikeluarkan
oleh feses.
Pada jaringan dan atau organ tubuh, logam Pb akan terakumulasi pada
tulang, karena logam ini dalam bentuk ion Pb2+ mampu menggantikan keberadaan
ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang. Di samping itu, pada
wanita hamil logam Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk
12
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan
dikeluarkan bersama air susu.
Senyawa Pb organik umumnya masuk ke dalam tubuh melalui jalur
pernapasan dan atau penetrasi melewati kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat
terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak.
Senyawa seperti tetraetil-Pb dapat menyebabkan keracunan akut pada sistem saraf
pusat, meskipun proses keracunan tersebut terjadi dalam waktu yang cukup
panjang dengan kecepatan penyerapan yang kecil.
Pada pengamatan yang dilakukan terhadap para pekerja yang bekerja
menangani senyawa Pb, tidak ditemukan keracunan kronis yang berat. Gejala
keracunan kronis ringan yang ditemukan berupa insomnia dan beberapa macam
gangguan tidur lainnya. Sedangkan gejala pada kasus keracunan akut ringan
adalah menurunnya tekanan darah dan berat badan. Keracunan akut yang cukup
berat dapat mengakibatkan koma dan bahkan kematian.
Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini
ternyata menjadi sangat berbahaya karena dapat memberikan efek racun terhadap
banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh. (Palar, 2008)
2.3 Profil Tanaman
2.3.1 Mirabilis jalapa L (Bunga Pukul Empat)
Mirabilis jalapa L (Bunga Pukul Empat) adalah tanaman yang dapat
tumbuh di mana saja. Tanaman ini banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias di
pekarangan atau sebagai pagar pembatas rumah. Bunga pukul empat disebut pula
bunga sore, disebut demikian karena bunganya mekar saat sore hari dan dapat
bertahan hanya sekitar beberapa jam saja. Pada pangkal bunga saat dipetik, akan
keluar setitik air yang mempunyai rasa manis. Selain nama di atas, tanaman ini
memiliki nama lain, yaitu: kembang pagi sore, bunga waktu kecil (Sumatra);
kederat, segerat, tegerat (Jawa); kupa oras, cako raha (Maluku); bunga-bunga
paranggi, bunga-bunga parengki (Sulawesi); dan Zi Mo li (China).
13
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
Mirabilis jalapa L merupakan herba tahunan, tegak, tinggi 20 cm – 80 cm
dan berasal dari Amerika Selatan. Tumbuh di dataran rendah yang cukup
mendapat sinar matahari maupun di daerah perbukitan. Termasuk suku kampah-
kampahan, berbatang basah, daunnya berbentuk jantung, warna hijau tua, panjang
2 cm – 11 cm, lebar 8 mm – 7 cm, pangkal daun membulat, ujung meruncing, tepi
daun rata, letak berhadapan, mempunyai tangkai daun yang panjangnya 6 mm – 6
cm. Bunganya berbentuk terompet, dengan banyak macam warna, antara lain:
merah, putih, jingga, kuning, kombinasi/belang- belang. Mekar di waktu sore hari
dan kuncup kembali pada pagi hari menjelang fajar. Buahnya keras, berwarna
hitam, berbentuk telur, dapat dibuat bedak. Kulit umbinya berwarna coklat
kehitaman, bentuk bulat memanjang, panjang 7 cm – 9 cm dengan diameter 2 cm
– 5 cm, isi umbi berwarna putih. Mirabilis jalapa L mengandung alkaloid
trigonelia dan berkhasiat sebagai anti inflamasi dan diuretik. (Anonim, 2009)
Sumber : http://lenterahati.web.id/khasiat-bunga-pukul-empat.html
Gambar 2.1 Mirabilis jalapa L
2.3.2 Mahoni
Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan
diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir.
Kulit luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan
kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi
14
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
cokelat tua, beralur dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah
berumur 7 tahun, mahkota bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari
melekat pada mahkota, kepala sari putih, kuning kecoklatan. Buahnya buah kotak,
bulat telur, berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau
cokelat. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-ternpat lain
yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon pelindung.
Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat ini, dapat tumbuh subur bila tumbuh di
pasir payau dekat dengan pantai.
Sumber : http://www.bpdassolo.net/index.php/tanaman-kayu-
kayuan/tanaman-mahoni
Gambar 2.2 Mahoni
Pohon mahoni bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69% (Anonim II,
2011), sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus filter udara dan daerah
tangkapan air. Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di sekitarnya.
Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen (O2) yang membuat udara di
sekitarnya menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah dan akar-akar pepohonan itu
akan mengikat air yang jatuh, sehingga menjadi cadangan air. Buah mahoni
memiliki zat bernama flavonolds dan saponins. Flavonolds sendiri dikenal
15
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
berguna untuk melancarkan peredaran darah sehingga para penderita penyakit
yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah disarankan memakai buah ini
sebagai obat. Khasiat flavonolds ini juga bisa untuk mengurangi kolesterol,
penimbunan lemak pada saluran darah, mengurangi rasa sakit, pendarahan dan
lebam, serta bertindak sebagai antioksidan untuk menyingkirkan radikal bebas.
Sementara itu, saponins memiliki khasiat sebagai pencegah penyakit sampar, bisa
juga untuk mengurangi lemak di badan, membantu meningkatkan sistem
kekebalan, mencegah pembekuan darah, serta menguatkan fungsi hati dan
memperlambat proses pembekuan darah. Sifat Mahoni yang dapat bertahan hidup
di tanah gersang menjadikan pohon ini sesuai ditanam di tepi jalan. Bagi
penduduk Indonesia khususnya Jawa, tanaman ini bukanlah tanaman yang baru,
karena sejak jaman penjajahan Belanda mahoni dan rekannya, Pohon Asam,
sudah banyak ditanam di pinggir jalan sebagai peneduh terutama di sepanjang
jalan yang dibangun oleh Daendels antara Anyer sampai Panarukan. Sejak 20
tahun terakhir ini, tanaman mahoni mulai dibudidayakan karena kayunya
mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas kayunya keras dan sangat
baik untuk meubel, furnitur, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan. Sering
juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak mudah berubah. Kualitas kayu
mahoni berada sedikit dibawah kayu jati sehingga sering dijuluki sebagai
primadona kedua dalam pasar kayu. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni
adalah kulitnya dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus
bersama kulit mahoni akan menjadi kuning dan tidak mudah luntur. Sedangkan
getah mahoni yang disebut juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku
lem, dan daun mahoni untuk pakan ternak.
Mahoni dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat dengan pantai dan
menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung. Tanaman ini termasuk
jenis tanaman yang mampu bertahan hidup di tanah gersang sekalipun. Walaupun
tidak disirami selama berbulan-bulan, mahoni masih mampu untuk bertahan
hidup. Syarat lokasi untuk budi daya mahoni diantaranya adalah ketinggian lahan
maksimum 1.500 meter di atas permukaan laut, curah hujan 1.524-5.085
mm/tahun, dan suhu udara 11-36oC. (Anonim II, 2011)
16
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
2.3.3 Cemara (Casuarinaceae)
Suku cemara-cemaraan atau Casuarinaceae meliputi sekitar 70 jenis
tumbuhan. Sebagian besar suku ini terdapat di belahan bumi selatan, terutama di
wilayah Indo-Malaysia, Australia dan Kepulauan Pasifik. (Anonim II, 2012)
Pohon cemara mempunyai bentuk daun yang runcing. Daunnya yang
runcing berguna untuk mengurangi penguapan. Bentuk daun tersebut merupakan
adaptasi pohon cemara terhadap lingkungan yang panas. (Denmasgio, 2011)
(Sumber : http://id.wikipedia.org)
Gambar 2.3 Cemara
2.4 Adaptasi Tanaman Terhadap Udara Pencemar
Kondisi udara yang terpolusi akan mempengaruhi lingkungan, termasuk
vegetasi pada lanskap yang ditanam untuk menjerap polutan. Menurut
Mansfield (1976 dalam Tosari, 2012), sebagian besar bahan-bahan pencemar
udara mempengaruhi tanaman melalui daun. Mekanisme tanaman untuk
bertahan dari zat pencemar udara adalah melalui pergerakan membuka dan
menutup stomata serta proses detoksifikasi. Partikel yang menempel pada
permukaan daun berasal dari tiga proses, yaitu: sedimentasi akibat gaya
gravitasi, tumbukan akibat turbulensi angin dan pengendapan yang berhubungan
17
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
dengan hujan.
Masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun karena ukuran stomata
daun yang cukup besar dan ukuran partikel Pb yang lebih kecil dari pada ukuran
stomata. Celah stomata mempunyai panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2 –7
μm. Karena ukuran Pb yang demikian kecil, yaitu kurang dari 4 μm dengan
ukuran rata-rata 0,2 μm maka partikel akan masuk ke dalam daun lewat celah
stomata serta menetap dalam jaringan daun dan menumpuk di antara celah sel
jaringan pagar/polisade dan atau jaringan bunga karang/spongi tissue (Smith,
1981 dalam Tosari 2012). Hal tersebut menyebabkan akumulasi Pb di dalam
jaringan daun akan lebih besar daripada bagian lainnya.
(Su mb er : h t t p : / / i d . wik ip e d ia .o rg / wi k i /Dau n )
Ga mbar 2 .4 Anato mi B agian Dala m Daun
Tiap pohon mempunyai respon yang berbeda terhadap pencemar-
pencemar udara yang berbentuk gas atau partikel. Perbedaan tersebut tergantung
jenis pohon dan susunan genetiknya. Faktor lain yang ikut berperan adalah
tingkat pertumbuhan pohon, jarak terhadap sumber pencemar, konsentrasi bahan
pencemar, dan lama terpapar (USDA Forest Service, 1973 dalam Tosari,
2012). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencemaran udara
mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman serta diikuti
dengan gejala yang tampak (visible symptoms). Kerusakan tanaman karena
17
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
dengan hujan.
Masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun karena ukuran stomata
daun yang cukup besar dan ukuran partikel Pb yang lebih kecil dari pada ukuran
stomata. Celah stomata mempunyai panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2 –7
μm. Karena ukuran Pb yang demikian kecil, yaitu kurang dari 4 μm dengan
ukuran rata-rata 0,2 μm maka partikel akan masuk ke dalam daun lewat celah
stomata serta menetap dalam jaringan daun dan menumpuk di antara celah sel
jaringan pagar/polisade dan atau jaringan bunga karang/spongi tissue (Smith,
1981 dalam Tosari 2012). Hal tersebut menyebabkan akumulasi Pb di dalam
jaringan daun akan lebih besar daripada bagian lainnya.
(Su mb er : h t t p : / / i d . wik ip e d ia .o rg / wi k i /Dau n )
Ga mbar 2 .4 Anato mi B agian Dala m Daun
Tiap pohon mempunyai respon yang berbeda terhadap pencemar-
pencemar udara yang berbentuk gas atau partikel. Perbedaan tersebut tergantung
jenis pohon dan susunan genetiknya. Faktor lain yang ikut berperan adalah
tingkat pertumbuhan pohon, jarak terhadap sumber pencemar, konsentrasi bahan
pencemar, dan lama terpapar (USDA Forest Service, 1973 dalam Tosari,
2012). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencemaran udara
mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman serta diikuti
dengan gejala yang tampak (visible symptoms). Kerusakan tanaman karena
17
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
dengan hujan.
Masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun karena ukuran stomata
daun yang cukup besar dan ukuran partikel Pb yang lebih kecil dari pada ukuran
stomata. Celah stomata mempunyai panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2 –7
μm. Karena ukuran Pb yang demikian kecil, yaitu kurang dari 4 μm dengan
ukuran rata-rata 0,2 μm maka partikel akan masuk ke dalam daun lewat celah
stomata serta menetap dalam jaringan daun dan menumpuk di antara celah sel
jaringan pagar/polisade dan atau jaringan bunga karang/spongi tissue (Smith,
1981 dalam Tosari 2012). Hal tersebut menyebabkan akumulasi Pb di dalam
jaringan daun akan lebih besar daripada bagian lainnya.
(Su mb er : h t t p : / / i d . wik ip e d ia .o rg / wi k i /Dau n )
Ga mbar 2 .4 Anato mi B agian Dala m Daun
Tiap pohon mempunyai respon yang berbeda terhadap pencemar-
pencemar udara yang berbentuk gas atau partikel. Perbedaan tersebut tergantung
jenis pohon dan susunan genetiknya. Faktor lain yang ikut berperan adalah
tingkat pertumbuhan pohon, jarak terhadap sumber pencemar, konsentrasi bahan
pencemar, dan lama terpapar (USDA Forest Service, 1973 dalam Tosari,
2012). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencemaran udara
mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman serta diikuti
dengan gejala yang tampak (visible symptoms). Kerusakan tanaman karena
18
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
pencemaran udara berawal dari tingkat biokimia (gangguan proses fotosintesis,
respirasi, serta biosintesis protein dan lemak), selanjutnya tingkat ultrastruktural
(disorganisasi sel membran), kemudian tingkat sel (dinding sel, mesofil,
pecahnya inti sel) dan diakhiri dengan terlihatnya gejala pada jaringan daun
seperti klorosis dan nekrosis (Malhotra dan Khan, 1984 dalam Tosari, 2012).
Smith (1981 dalam Tosari, 2012) menyebutkan bahwa mekanisme
pencemaran logam secara biokimia pada tumbuhan yang terbagi ke dalam
enam proses yaitu: (1) logam mengganggu fungsi enzim, (2) logam sebagai anti
metabolit, (3) logam membentuk lapisan endapan yang stabil (kelat) dengan
metabolit esensial, (4) logam sebagai katalis dekomposisi pada metabolit
esensial, (5) logam mengubah permeabilitas membran sel, (6) logam
menggantikan struktur dan elektrokimia unsur yang paling penting dalam sel.
Kadar Pb normal dalam tumbuhan berkisar antara 2-3 ppm. Vegetasi di
sekitar jalan raya dapat menjerap Pb sampai 50 ppm dimana Pb yang dijerap
diakumulasikan dalam dinding sel. Nilai kisaran normal kandungan logam Pb
pada tanaman kehutanan di Amerika Serikat berkisar antara 10-300 ppm (Smith,
1981 dalam Tosari, 2012).
Menurut Treshow et al. (1989 dalam Tosari, 2012), pertumbuhan tanaman
terhambat karena tergganggunya proses fotosintesis akibat kerusakan jaringan
daun. Hal tersebut ditunjang oleh penelitian Warsita (1994 dalam Tosari, 2012)
yang menjukkan bahwa pencemaran udara menyebabkan penurunan kandungan
klorofil-a dan klorofil-b tanaman. Penurunan tersebut disebabkan zat pencemar
merusak jaringan polisade dan bunga karang yang merupakan jaringan yang
banyak mengandung klorofil-a dan kolorofil-b.
2.5 Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Spektrometer optis adalah sebuah alat yang mempunyai sistem optis yang
dapat menghasilkan sebaran (dispersi) radiasi elektromagnetik yang masuk, dan
dapat dilakukan pengukuran kuantitas radiasi yang diteruskan pada panjang
gelombang tertentu. Sedangkan fotometer adalah alat untuk mengukur intensitas
19
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
radiasi yang diteruskan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer adalah alat
yang digunakan untuk mengukur energi relatif jika energi tersebut diteruskan atau
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang.
Spektrofotometer serapan atom (SSA) adalah salah satu alat ukur yang
dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur di dalam suatu bahan dengan
kepekaan, ketelitian dan selektivitas yang sangat tinggi. Pada perkembangan
terakhir cara analisis spektrofotometer serapan atom selain atomisasi dengan nyala
(AAFS = Atomic Absorption Flame Spectrophotometry), dapat juga dilakukan
atomisasi tanpa nyala (Flameless Atomization), yang menggunakan energi listrik
pada batang karbon (CRA = Carbon Rod Atomizer) atau bahkan hanya dengan
penguapan.
Cara analisis spektrofotometer serapan atom baik atomisasi dengan nyala
yang menggunakan berbagai bahan bakar maupun atomisasi tanpa nyala keduanya
dapat menentukan secara kualitatif dan kuantitatif hampir semua unsur logam
dengan kepekaan mulai dari beberapa ppm sampai ppb, kecuali beberapa unsur
berat seperti uranium dan zirkonium yang baru ditentukan pada konsentrasi relatif
tinggi di atas 100 ppm. (Djenar dkk, 2001)
2.5.1 Hukum Dasar Spektrofotometri Absorbsi
Hukum dasar yang digunakan untuk mempelajari serapan atau absorbsi
secara kuantitatif adalah : jika suatu berkas sinar dengan intensitas Io melewati
suatu medium yang homogen, maka sebagian dari sinar tersebut akan diserap (Ia),
sebagian dipantulkan (Ir) dan sisanya diteruskan atau ditransmisikan (It). Tetapi
pada praktiknya, sinar yang dipantulkan (Ir) sekitar 4%, dan ini biasanya terhapus
dengan penggunaan suatu kontrol, misalnya dengan penggunaan sel pembanding,
sehingga:
Io = Ia + It..................(2.1)
Hukum Lambert Beer yang dijadikan dasar dalam analisis spektrofotometri
dapat dituliskan sebagai berikut :
20
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
log = Kbc...............(2.2)
Log (Io/It) disebut absorbansi dan biasanya diberi lambang A, lambang b
sebagai panjang jalan yang dilewati atau medium penyerap dengan satuan cm.
Untuk konsentrasi zat pelarut yang menyerap seringkali digunakan dua satuan
yang berbeda, yaitu gram/L atau mol/L. Hal ini berkaitan dengan nilai tetapan
(yaitu K) yang bergantung pada sistem konsentrasi mana yang akan digunakan.
Jika satuan konsentrasi dalam gram/L, tetapan K disebut abroptivitas yang
dilambangkan a, sedangkan jika konsentrasi dalam mol/L maka tetapan K disebut
absorptivitas molar dengan lambang ε.
A = abc gram/L atau A = εbc mol/L...........(2.3)
Transmitan, T = It/Io adalah fraksi intensitas radiasi yang diteruskan oleh zat
penyerap sedangkan persen transmitans (%T) adalah It/Io x 100
jika A = log (Io/It) dan T = It/Io, maka :
A = log (1/T)...................(2.4)
Dari hukum Lambert-Beer, terlihat bahwa absorbansi berbanding lurus
dengan konsentrasi, sedangkan transmitan tidak.
Jika suatu sistem mengikuti Hukum Lambert-Beer, grafik antara absorbansi
terhadap konsentrasi akan menghasilkan garis lurus, sehingga grafik tersebut
dapat disebut sebagai kurva kalibrasi. Dengan kurva kalibrasi, konsentrasi larutan
contoh dapat dengan mudah diketahui atau dihitung yaitu dari pembacaan
absorbansi contoh. Ketelitian pembacaan yang baik umumnya terbaca pada skala
transmitans 20% - 85% atau pada skala absorbansi 0,1 - 0,8.
Hukum Lambert-Beer berlaku hanya jika radiasi elektromagnetik yang
dilewatkan pada medium homogen adalah radiasi monokromatis (radiasi yang
mempunyai panjang gelombang tunggal) dengan mekanisme interaksi hanya
absorbansi radiasi saja.
Penyimpangan dari hukum Lambert-Beer sering terjadi jika zat terlarut
berwarna mengalami ionisasi, disosiasi atau asosiasi dalam larutan, karena sifat
dasarnya dapat berubah-ubah dengan berubahnya konsentrasi. Selain itu
penyimpangan hukum Lambert-Beer dapat disebabkan oleh temperatur dan
21
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
karakteristik instrumen yang digunakan dalam pengukuran nilai absorbansi,
misalnya kelelahan detektor, tidak stabilnya sumber radiasi atau adanya debu
yang dapat mengganggu kerja sistem optiknya. (Djenar dkk, 2001)
2.5.2 Prinsip Analisis Serapan Atom
Spektofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis yang didasarkan
pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat
energi dasar (ground state). Penyerapan energi radiasi tersebut menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi
(excited state).
Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan sebanding dengan jumlah
atom pada tingkat energi dasar yang menyerap energi radiasi tersebut. Dengan
mengukur intensitas radiasi yang diteruskan (transmitansi) atau mengukur
intensitas radiasi yang diserap (absorbansi), maka konsentrasi unsur di dalam
larutan contoh dapat ditentukan.
Pada spektrofotometer serapan atom, lampu katoda rongga (hollow cathode
lamp) digunakan sebagai sumber radiasi resonansi yang diberikan. Lampu ini
sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Radiasi resonansi tersebut mempunyai
panjang gelombang atau frekuensi yang khas untuk setiap unsur atau atom.
(Djenar dkk, 2001)
2.5.3 Atomisasi
Pada spektrofotometri nyala serapan atom (AAFS = Atomic Absorption
Flame Spectrophotometry), contoh disediakan dalam bentuk larutan (cairan) dan
atomisasi dilakukan dengan memasukan larutan contoh ke dalam nyala gas bakar.
Syarat-syarat gas yang digunakan dalam AAFS adalah sebagai berikut:
1. campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur yang
akan dianalisis sehingga diperoleh efisiensi atomisasi yang tinggi
2. tidak berbahaya, disarankan untuk tidak menggunakan oksigen murni karena
mudah terjadi ledakan
22
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
3. gas cukup murni dan bersih, ketidakmurnian gas dan atau adanya debu dapat
menyebabkan gangguan spektrum dan nyala tidak stabil.
Atomisasi dengan tanpa nyala disebut juga dengan atomisasi dengan
furnace, yaitu melakukan atomisasi dengan menggunakan energi listrik pada
batang karbon (CRA = Carbon Rod Atomizer) atau pada tabung karbon (CTA =
Carbon Tube Atomizer). CRA biasanya digunakan untuk contoh-contoh yang
berbentuk cairan, sedang CTA biasanya digunakan untuk contoh-contoh yang
berbentuk padatan.
Contoh diletakan dalam CTA/CRA dan dialiri dengan arus listrik, sehingga
batang atau karbon tersebut menjadi panas dan pada akhirnya contoh akan
teratomisasi. Temperatur batang atau tabung karbon dapat diatur dengan
mengubah arus listrik yang dilewatkan, sehingga kondisi temperatur optimum
untuk setiap jenis contoh dan unsur yang ditentukan dapat dicapai dengan mudah.
(Djenar dkk, 2001)
2.5.4 Instrumentasi
Bagian-bagian yang penting dari spektrofotometer serapan atom adalah
sumber radiasi resonansi, atomizer, monokromator dan detektor.
(sumber : gusnil45mind.wordpress.com)sumber : gusnil45mind.wordpress.com
Gambar 2.5 Komponen Dalam Instrumen AAS Dengan Nyala
23
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
(Sumber : http://toolboxes.flexiblelearning.net.au/demosites/series5/508/laboratory/studynotes/
snGrapFurnAtom.htm)
Gambar 2.6 Komponen Dalam Instrumen AAS Graphite Furnace
Sumber radiasi resonansi
Sebagai sumber radiasi resonansi digunakan lampu katoda rongga
(hollow cathode lamp) yang dapat mengeluarkan radiasi resonansi dari unsur
yang dianalisis. Pada umumnya elektroda terdiri dari wolfram atau tungsten
(bermuatan positif) dan katoda rongga bermuatan negatif yang mana kedua
elektroda tersebut berada di dalam sebuah tabung gelas yang diisi gas neon
(Ne) atau gas argon (Ar) dengan tekanan 1-5 torr dan dapat menghasilkan
proses ionisasi. Katoda terbuat dari logam atau dilapisi logam dari unsur murni
atau campuran unsur murni dari unsur yang akan dianalisis. Prinsip kerja
lampu katoda rongga adalah sebagai berikut:
a. bila terdapat perbedaan potensial antara kedua elektroda tersebut maka akan
terjadi ionisasi gas pengisi
b. ion-ion gas yang bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat
dalam katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-atom tersebut ke
tingkat energi yang lebih tinggi
c. keadaan atom-atom yang tereksitasi tersebut tidak stabil, sehingga akan
kembali ke tingkat energi dasar dengan melepaskan energi eksitasinya
dalam bentuk radiasi pada panjang gelombang tertentu
d. radiasi ini dilewatkan pada populasi atom yang berada di dalam nyala,
CRA/CTA atau di dalam sel absorpsinya.
24
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
Di depan lampu katoda rongga terdapat komponen chopper atau baling-
baling yang berfungsi untuk mengatur frekuensi radiasi resonansi yang
dipancarkan dari lampu katoda rongga sehingga energi radiasi ini oleh
photomultiplier diubah menjadi energi listrik.
Unit atomisasi (atomizer)
Atomisasi dengan nyala
Pada spektrofotometer nyala serapan atom, atomizer terdiri dari:
nebulizer (sistem pengabut) dan burner (sistem pembakar), sehingga sistem
atomizer biasa disebut dengan sistem pengabut-pembakar (burner nebulizer
system).
- Nebulizer, sistem ini berguna untuk mengubah larutan menjadi butir-butir
kabut (15-20 µm), dengan cara menarik larutan melalui kapiler dengan
pengisapan pancaran gas bahan bakar dan gas oksidan, disemprotkan ke
dalam ruang pengabut. Partikel-pertikel kabut yang halus kemudian
bersama-sama aliran gas bahan bakar masuk ke dalam nyala, sedangkan
titik-titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.
- Burner, merupakan suatu sistem tempat terjadinya atomisasi, yaitu
pengubahan kabut atau uap dalam unsur yang akan dianalisis menjadi
atom-atom normal di dalam nyala. (Djenar dkk, 2001)
Atomisasi tanpa nyala
Pemakaian nyala api sebagai alat atomisasi merupakan model yang
paling banyak dipakai. Sebenarnya pemakaian nyala api mempunyai
beberapa kekurangan, yaitu:
- efisiensi pengatoman di dalam nyala adalah rendah sehingga membatasi
tingkat kepekaan analisis yang dapat dicapai
- penggunaan gas yang banyak, bahaya ledakan
- jumlah contoh yang diperlukan relatif banyak.
Untuk menutupi kekurangan tersebut, sekarang mulai digunakan tungku
grafit yang dipanaskan dengan listrik (electrical thermal).
Terjadi beberapa tahapan pada proses atomisasi secara graphite furnace,
yaitu:
25
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
- Pengeringan (Drying)
Dilakukan pemanasan pada suhu rendah (± 100°C) untuk menghilangan
pelarut.
- Pirolisis
Suhu dinaikkan pada 300 – 800°C, sehingga molekul-molekul senyawa
organik dan senyawa anorganik mengalami pirolisis (pemecahan tanpa
oksigen). Uap/gas hasil pirolisis keluar dari alat atomisasi dan yang
tertinggal adalah senyawa anorganik yang stabil dan atom logam bebas.
- Atomisasi
Pada tahap ini, tungku grafit dipanaskan sampai 2500°C (tergantung
unsur yang sedang dianalisis) untuk menguraikan senyawa yang tersisa
menjadi atom bebas sehingga dapat mengabsorpsi berkas sinar katoda
yang dilewatkan. Waktu tahapan atomisasi tidak boleh terlalu lama,
karena akan mempengaruhi waktu hidup tungku grafit.
- Pembersihan
Suhu dinaikkan hingga 2700°C, sehingga contoh maupun kotoran
menjadi bentuk gas yang bisa dibawa oleh aliran gas argon. Dengan
demikian pada permukaan tungku grafit tidak lagi tersisa pengotor.
(Saputra, 2012)
Sistem monokromator dan detektor
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda rongga melalui atom di
dalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan.
Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau
pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator yang terdiri dari
sistem optik, yaitu celah, cermin dan gratting. Intensitas radiasi yang
diteruskan ini kemudian diubah menjadi energi/sinyal listrik oleh
photomultiplier dan selanjutnya diukur dengan detektor dan dicatat oleh alat
pencatat yang bias berupa rekorder, perekam grafik, printer atau pengamatan
angka (digital). (Djenar dkk, 2001)