Post on 25-Dec-2015
description
2
tahun merupakan kelompok umur terbanyak menderita neuropati diabetik
(67,74%).22 WHO (World Health Organization) menggolongkan usia lanjut
menjadi 3, lanjut usia atau elderly yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua atau old 75-90
tahun, dan usia sangat tua atau very old > 90 tahun.26 Neuropati diabetik paling
sering dijumpai pada penderita diabetes berusia lebih dari 50 tahun .jarang
dijumpai pada usia dibawah 30 tahun dan sangat jarang pada anak-anak.22
Bila dihubungkan dengan lamanya diabetes, ditemukan kasus terbanyak
adalah penderita yang mengidap DM > 10 tahun (40,54%).22 Ditemukan adanya
korelasi yang bermakna antara lamanya mengidap diabetes dengan frekuensi
Neuropati diabetik. Dengan kata lain makin lama penderita mengidap diabetes,
makin besar kemungkinan untuk mendapatkan Neuropati diabetik.22 Kendali
glukosa yang tidak baik atau hiperglikemi yang menahun meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi neuropati diabetik.12 Selain itu faktor stress ikut menjadi
faktor resiko terjadinya neuropati diabetik.4
Permasalahan lain yang hampir selalu menyertai nyeri neuropati diabetik
adalah adanya gangguan tidur dan gangguan kejiwaan berupa anxiety dan depresi
yang secara keseluruhan menurunkan quality of life.14
Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang
berhubungan dengan nyeri neuropati diabetik di RSUD dr. H. Abdul Moeloek
tahun 2013”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diambil suatu rumusan
masalah sebagai berikut : “Faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri
neuropati diabetik di RSUD dr. H Abdul Moeloek tahun 2013”
3
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan nyeri neuropati
diabetik di RSUD dr. H Abdul Moeloek tahun 2013.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui hubungan antara hiperglikemi dengan nyeri
neuropati diabetik di RSUD dr. H Abdul Moeloek tahun 2013.
b. Mengetahui hubungan antara lama menderita diabetes dengan
nyeri neuropati diabetik di RSUD dr. H Abdul Moeloek tahun
2013
c. Mengetahui hubungan antara stress dengan nyeri neuropati
diabetik di RSUD dr. H Abdul Moeloek tahun 2013
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi peneliti
Dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan mengenai
Faktor-faktor yang berhubungan hubungan antara stres dengan nyeri
neuropati diabetik di RSUD Abdul Moeloek tahun 2013.
1.4.2 Manfaat bagi masyarakat
Diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat terutama
penderita neuropati diabetik tentang pengaruh stres terhadap nyeri
neuropati diabetik.
1.4.3 Manfaat bagi rumah sakit
4
Dapat memberikan edukasi kepada pasien penderita neuropati
diabetik untuk menghindari faktor-faktor yang memperberat keluhan,
seperti stres.
I.5 Ruang Lingkup
a. Tempat penelitian akan dilakukan di RSUD Abdul Moeloek.
b. Waktu penelitian akan dilakukan bulan Desember 2013
c. Subjek penelitian adalah pasien usia 45-90 tahun yang terdiagnosa
neuropati diabetik
d. Objek penelitian adalah faktor stres terhadap nyeri neuropati diabetik
e. Jenis penelitian ini adalah Analitik dengan data sekunder rekam medis dan
data primer kuesioner.
5
2.3 Epidemiologi
Prevalensi neuropati diabetik bertambah sesuai dengan lamanya
penyakit. Insiden neuropati diabetik meningkat dari 7,5 % menjadi 45 %
setelah lebih dari 25 tahun menderita diabetes melitus. Hasil dari Rochester
diabetic neuropathy study menunjukkan bahwa prevalensi umur dan jenis
kelamin yang disesuaikan pada semua bentuk neuropati diabetika adalah
60,4%. Sedangkan polineuropati distal adalah 47,3%. Menurut Pirart (1965),
dari 1175 pasien diabetes 21% menunjukkan tanda klinis neuropati, hanya 6%
menunjukkan gejala gangguan sensorik berupa rasa nyeri, sedangkan penulis
lain menyatakan bahwa 7,5% penderita neuropati diabetika mengalami nyeri.4
Nyeri pada neuropati diabetika mempunyai pengaruh yang bermakna
terhadap kualitas hidup penderitanya. Pada penelitian prospektif terhadap
sekitar 105 penderita polineuropati diabetika dengan nyeri yang diperiksa
6
dengan VAS (Visual Analoge Scale)/skala Analog Visual mempunyai derajat
nyeri rata-rata 6 dan dengan deskripsi nyeri berupa rasa terbakar, rasa
kesetrum, rasa seperti disilet dan kaku. Nyeri ini bertambah berat pada malam
hari atau dalam keadaan stres. Nyeri ini dapat mengganggu secara bermakna
dari tidur. Kenikmatan hidup dan mengganggu dengan derajat sedang terhadap
pekerjaan normal, aktivitas umum, mobilitas, aktivitas sosial dan keadaan
jiwa.4
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Neuropati diabetik
Neuropati diabetik tidak terjadi oleh karena faktor tunggal,
melainkan karena interaksi beberapa faktor, seperti faktor metabolik,
vaskular, dan mekanik. Faktor kausatif utama adalah gangguan metabolik
jaringan saraf.2
Mekanisme terjadinya neuropati diabetik yang banyak dianut
adalah2,4 :
1. Hipotesis vaskuler
2. Hipotesis osmotik
3. Hipotesis inositol
4. Hipotesis glikosilasi
5. Hipotesis hipoksia
6. Hipotesis hormonal
1. Hipotesis vaskuler
7
Terjadinya neuropati diabetik karena adanya perubahan struktural
dan fungsional dalam vasa nervorum. Pada pengamatan mikroskopik,
terjadi penebalan dinding arteriola saraf pada penderita neuropati diabetik.
Selanjutnya terjadi perubahan permeabilitas dari vasa intraneural yang
secara jelas bertanggung jawab terhadap terjadinya neuropati yang
reversibel.4
2. Hipotesis osmotik
Pada diabetes melitus peranan insulin memobilisasi glukosa sangat
minimal. Dalam kondisi hiperglikemik glukosa diubah oleh aldose
reduktase menjadi sorbitol. Akumulasi sorbitol dapat terjadi 24-48 jam
setelah hiperglikemia, terutama pada neuron, lensa, pembuluh darah, dan
eritrosit. Sorbitol bersifat higroskopik, sehingga akan meningkatkan
tekanan osmotik sel.4
3. Hipotesis inositol
Mio-inositol merupakan bagian plasma dan membrane sel. Pada
diabetes melitus, mio-inositol banyak diekskresikan lewat urin, dan
sebaliknya akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel mempengaruhi
pengambilan mio-inositol. Rendahnya kadar mio-inositol ini menyebabkan
gangguan fungsi ATP-ase, sehingga terjadi gangguan konduksi saraf. Mio-
inositol merupakan prekursor polifosfo-inositida yang penting dalam
mengatur aksi potensial saraf. Penurunan mio-inositol menyebabkan
8
gangguan pada sel schwan dan akson. Proses ini menyebabkan terjadinya
demielinisasi dan degenerasi akson.4
4. Hipotesis glikosilasi
Akibat glukosa darah yang tinggi, molekul-molekul glukosa akan
melekat pada protein, termasuk protein saraf perifer. Sehingga terbentuk
myelin glikosilasi. Myelin protein glikosilasi ini mempunyai reseptor
spesifik terhadap makrofag yang selanjutnya akan difagositosis oleh sel-
sel makrofag yang mengakibatkan hilangnya myelin secara segmental. 4
5. Hipotesis hipoksia
Akibat hiperglikemi pada saraf perifer akan menyebabkan
penurunan aliran darah yang disebabkan kombinasi antara hiperviskositas
darah dan mikroangiopati seperti yang terjadi pada hipotesis vaskuler.
Akan didapatkan penurunan oksigen endoneural sampai 25 %, yang
selanjutnya akan menurunkan kecepatan hantaran saraf, kandungan mio-
inositol, konsumsi oksigen. Berkurangnya oksigen ini akan menyebabkan
kerusakan saraf.4
6. Hipotesis hormonal
Fungsi saraf perifer pada polineuropati diabetika dipengaruhi 3
hormon: testosterone, tiroksin dan insulin. Hormn tiroksin mempengaruhi
normalnya kecepatan hantar, peningkatan aktivitas natrium-kalium
ATPase dan pada saraf yang sehat terjadi peningkatan konsentrasi ikatan
lipid-inositol. Akibat proses-proses di atas terjadi perubahan morfologi
saraf , yaitu hilangnya serabut saraf, atrofi akson, edema nodus ranvier,
9
disfungsi aksoglia, dan edema endoneural. Keadaan ini selanjutnya
menyebabkan terjadinya perubahan struktural saraf perifer, yaitu4 :
a. Degenerasi Wallerian
Mengenai akson dan sarung myelin , akson yang terputus
dari pusat melisut, akson dan myelin terpecah-pecah, destruksi oleh
makrofag, degenerasi terjadi pada bagian proksimal sepanjang 1-2
segmen perubahan perikarion (24-48 jam perikarion membengkak )
badan nissl terpecah-pecah dan menghilang, nucleus pindah ke
pinggir, sel schwan berpoliferasi, terjadi lesi transversa pada berkas
saraf.
b. Degenerasi Aksonal
Pertama kali terjadi pada bagian distal kemudian
berkembang ke proksimal, proses selanjutnya seperti degenerasi
wallerin.
c. Demielinisasi dan remielinisasi
Lesi terjadi pada sel Schwann, lesi dimulai dari nodus
ranvier, meluas ke segmen-segmen internodus, destruksi oleh sel
makrofag. terjadi remielinisasi pada sel Schwann, keadaan ini dapat
terjadi berulang-ulang sehingga terjadi proliferasi sel-sel Schwann
yang tersusun konsentris berlapis-lapis, sehingga menimbulkan
benjolan-benjolan pada saraf.2,4
2.4.2 Nyeri Neuropati diabetik
Merupakan salah satu gejala positif dari neuropati diabetik.
Beberapa peneliti menduga nyeri ini berkaitan dengan terjadinya
10
degenerasi serabut kecil tidak bermielin tipe C nosiseptif dan sedikit
serabut bermielin A delta namun berkaitan juga dengan serabut-serabut
bermielin yang besar. Setelah terjadi cedera pada saraf perifer karena
kadar gula darah yang berlangsung lama, beberapa serabut C akan
kehilangan kontak sinaptik dengan medulla spinalis dan terjadi degenerasi
aksonal. Sebagai kompensasi pada serabut bermielin besar timbul tunas
(sprout) di daerah yang mengalami kehilangan sinap, yaitu di daerah
superfisial dari kornu dorsalis medulla spinalis. Serabut yang besar juga
timbul cetusan ektopik abnormal. Merupakan penggerak utama timbulnya
nyeri neuropati. Komponen lain adalah hilangnya fungsi inhibisi pada
medulla spinalis (terjadinya degenerasi dari GABA-ergik pada kornu
dorsalis) ditandai dengan pengeluaran glutamate dan aspartat yang
berlebihan.4
Hipotesis terjadinya nyeri berdasarkan anatomi dan neuropatofisiologi.
Hipotesis ini terdiri dari tiga tipe nyeri :
a. Tipe nyeri superfisial (disestesia),
Berupa rasa terbakar, alodinia, dan seperti digigit semut. Distribusi nyeri
terletak di kutan dan subkutan. Nyeri tipe ini berkaitan dengan penigkatan
cetusan dari serabut nosiseptif peka rangsang yang rusak atau abnormal,
terutama serabut-serabut yang mengalami sprouting dan regenerasi.
b. Tipe nyeri dalam
Nyeri ini dirasakan lebih dalam dari nyeri pertama. Gambaran nyeri yang
dirasakan seperti nyeri ditusuk jarum atau rasa kesetrum, nyeri ini terjadi
karena : (1) Adanya aktivitas spontan dan peningkatan mekanosensitif
11
disekitar badan sel ganglion radiks dorsalis akibat kerusakan serabut-
serabut aferen (2) hilangnya inhibisi segmental dari serabut-serabut
bermielin besar dan serabut bermielin kecil (3) peningkatan cetusan yang
disebabkan oleh stimulasi fisiologis dari ujung saraf aferen nosiseptif yang
menginervasi nervi nervorum.4
c. Nyeri otot
Nyeri dirasakan seperti diremas-remas, rasa ngilu, rasa lemas otot, atau
rasa seperti tertarik. Otot yang mengalami kram dan spasme ini akibat dari
cedera sekunder pada saraf motorik atau berkaitan dengan lengkung
refleks (Livingstone’s vicious circle), dimana input nosiseptif
mengaktifkan neuron motorik dalam medulla spinalis yang mendahului
terjadinya spasme otot, dimana perubahan aktivitas nosiseptor otot dan
arus balik terhadap medulla spinalis memungkinkan terjadinya spasme.4
2.5 Gejala klinis
Gambaran klinik neuropati terlihat pada 20% penderita diabetes
melitus, tetapi dengan pemeriksaan elektrofisiologi pada diabetes melitus
asimtomatik tampak bahwa penderita sudah mengalami neuropati subklinik.
Pada kasus yang jarang, neuropati mungkin merupakan tanda awal suatu
diabetes melitus. Bentuk-bentuk gambaran klinik adalah sebagai berikut 2 :
1. Polineuropati sensorik-motorik simetris
Bentuk ini paling sering dijumpai, keluhan dapat dimulai
dari yang paling ringan sampai dengan yang paling berta. Ada rasa
tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah dan
menurunnya serta hilangnya refleks tendon Achilles.
12
Kadang-kadang ada rasa nyeri di tungkai. Nyeri ini dapat
mengganggu penderita pada waktu malam hari, terutama pada
waktu penderita sedang tidur. Kadang-kadang penderita mengeluh
sukar berjinjit dan sulit berdiri dari posisi jongkok.2
2. Neuropati otonom
Keluhan ini bermacam-macam, bergantung pada saraf
otonom mana yang terkena. Penderita dapat mengeluh diare yang
bergantian dengan konstipasi, dilatasi lambung atau disfagia.
Gangguan pengosongan kandung kemih disebabkan oleh karena
mukosanya kurang peka lagi. Gangguan berkeringat dapat berupa
hiperhidrosis, berkeringat hanya keluar banyak di sekitar wajah,
leher, dada bagian atas (gustatory sweating), terutama sesudah
makan. Sementara itu gangguan lain dapat berbentuk hipotensi
ortostatik dan bahkan sinkop yang sulit diatasi.2
3. Mononeuropati
Berbeda dengan polineuropati yang bersifat lambat maka
mononeuropati terjadi secara cepat dan biasanya lebih cepat pula
membaik. Yang sering terkena adalah nervi kraniales, ulnaris,
medianus, radialia, femoralis, peroneus, dan kutaneus femoralis.
Apabila beberapa saraf terkena namun dari akar yang berlainan
maka keadaan tersebut dinamakan mononeuropati multipleks.2
2.6 Klasifikasi
Menurut perjalanan penyakitnya, neuropati diabetik dibagi menjadi :
13
a. Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang muncul sebagai
akibat perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada kelainan
patologik sehingga masih reversibel.
b. Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat
kerusakan struktural serabut saraf. Pada fase ini masih ada komponen
yang reversibel.
c. Kematian neuron/tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan
serabut saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini sudah irreversible.
Kerusakan serabut saraf pada umumnya dimulai dari distal menuju ke
proksimal, sedangkan proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal.
Oleh karena itu lesi distal paling banyak ditemukan, seperti
polineuropati simetris distal.
Menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi :
a. Neuropati difus
Polineuropati sensori-motor simetris distal
Neuropati otonom : neuropati sudomotor, neuropati otonom
kardiovaskuler, neuropati gastrointestinal, neuropati genitourinaria
Neuropati lower limb motor simetrsi proksimal (amiotropi)
b. Neuropati fokal
Neuropati kranial
Radikulopati/pleksopati
Entrapment neuropati.7
2.7 Diagnosis
14
Diagnosis Neuropati diabetika mencakup :
2.7.1 Anamnesa
Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa baal, rasa geli,
seperti memakai sarung tangan, sering menyerang distal anggota gerak,
terutama pada anggota gerak bawah, gangguan keseimbangan, astereognosis.
Gejala nyeri dapat timbul bersama-sama atau tanpa gejala di atas.7
Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan diagnosis
nyeri neuropati diabetik. Pada tahap awal diperlukan riwayat nyeri, kemudian
dimana lokasi nyeri tersebut, kualitas, distribusi nyeri, bagaimana pengaruh
terhadap rabaan atau sentuhan, faktor yang memperingan atau yang
memperberat. Pasien dapat memberikan keluhan lebih dari satu tipe nyeri,
riwayat nyeri dapat menolong pemeriksa untuk mengumpulkan keterangan-
keterangan mengenai nyeri apakah tipe neuropatik atau tipe nosiseptif. Untuk
menentukan tingkat beratnya nyeri atau yang berhubungan dengan
karakteristik, pola nyeri dapat menggunakan kuesioner nyeri McGill (MPQ)
sedangkan untuk menentukan ada tidaknya nyeri dapat menggunakan VAS.4
Riwayat perkembangan penyakit yang mendasari perlu ditanyakan
terhadap pasien. Perkembangan dari neuropati yang menyertai nyeri, seperti
adanya gangguan motorik, gangguan otonom perlu ditanyakan pada pasien.
Selain itu diperlukan juga riwayat penyakit DM nya.4
Gangguan motorik, dapat terjadi gangguan koordinasi, paresis
proksimal atau distal, yang manifestasinya berupa kesulitan naik tangga, sulit
bangkit dari kursi/lantai, sering terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat lengan
keatas bahu, mudah tersandung.4
15
Gejala otonom berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada
posisi tegak, sinkop terutama saat buang air besar, batuk, bersin, impotensi,
sulit ejakulasi, sulit menahan buang air besar atau kecil, konstipasi, gangguan
adaptasi dalam gelap dan terang.4
2.7.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan keluhan neuropati diabetik
dilakukan pada semua sistem tubuh, ini berkaitan dengan komplikasi yang
mungkin terjadi pada DM. pasien dengan gejala dan tanda gangguan pada
ekstremitas perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi perifer karena
ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan lapang
pandang, dilakukan pemeriksaan oftalmologi, pemeriksaan kulit terutama
dilakukan pada daerah kaki, apakah ada luka yang sembuhnya lambat atau ada
ulkus.4
Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf cranial, tonus
otot, kekuatan, pemeriksaan refleks tendon patella dan Achilles. Observasi
mengenai cara berjalan, berjalan ditempat, dan berjalan dengan jari kaki.
Pemeriksaan sensorik dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi, temperature,
raba, dan pemeriksaan propioseptik.4
2.7.3 Pemeriksaan penunjang
Semua pasien dengan nyeri neuropati diabetik harus dilakukan
pemeriksaan gula darah puasa, urinalisis, kadar HbA1C, kolesterol total,
cholesterol HDL, cholesterol LDL, trigliserida, asam urat, serta pemeriksaan
lain, bila ada indikasi seperti elektrolit, hitung jenis sel darah, vitamin B12,
16
serum protein elektroforesis, folat, keratin kinase, LED, antibodiantinuklear,
dan elektrokardiografi. 4
Menurut Veves A dan Boulton AJM (1992) yang dikutip oleh Sutjahjo
menyatakan bahwa penegakan diagnosis Neuropati Diabetik secara klinis
cukup didapatkan 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :
1). Adanya gejala-gejala klinis
2). Didapatkan tanda-tanda kelainan sensorik
3). Didapatkan tanda-tanda kelainan motorik
4). Pemeriksaan Elektromioneurografi (EMNG).22
2.8 Konsep stres
2.8.1 Definisi stress
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distress
dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres
membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori
Selye menggambarkan stress sebagai kerusakan yang terjadi pada
tubuh tanpa memperdulikan apakah penyebab stres tersebut positif
atau negatif.11
Menurut American Institute of Stress (2010), tidak ada definisi
yang pasti untuk stres karena setiap individu akan memiliki reaksi yang
berbeda terhadap stres yang sama. Stres bagi seorang individu belum
tentu stres bagi individu yang lain. Sedangkan menurut National
Association of School Psychologist (1998), stres adalah perasaan yang
tidak menyenangkan dan diinterpretasikan secara berbeda antara individu
yang satu dengan individu lainnya.11
17
Stres adalah respon/reaksi tubuh terhadap stresor psikososial
(tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara
bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas
berlebihan yang tidak disukai, berupa respon fisiologis, perilaku, dan
subjektif terhadap stress. 11
2.8.2 Sumber stres
Sumber stres terdiri dari 3 aspek, antara lain:
a. Frustasi
Timbul bila ada aral melintang (stresor) antara kita dan
tujuan kita. Ada frustasi yang timbul karena stresor dari luar,
seperti bencana alam, kecelakaan, kematian, norma-norma, adat
istiadat, peperangan, keguncangan, ekonomi, diskriminasi rasial
atau agama, persaingan yang berlebihan, perubahan yang terlalu
cepat, pengangguran dan ketidak pastian sosial. frustasi yang
timbul karena stresor dari dalam misalnya cacat, atau kegagalan
dalam usaha dan moral sehingga penilaian diri sendiri menjadi
sangat tidak enak merupakan frustasi yang berhubungan dengan
kebutuhan akan harga diri.
b. Konflik
Terjadi bila kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih
macam kebutuhan atau tujuan. Memilih yang satu berarti tidak
tercapainya yang lain. Misalnya konflik yang terjadi bila kita harus
memilih antara beberapa hal yang semuanya tidak kita inginkan,
misalnya pekerjaan yang tidak menarik atau menganggur.
18
c. Tekanan
Tekanan dari dalam datang dari cita-cita atau norma-norma
kita yang kita gantungkan terlalu tinggi dan kita mengejarnya tanpa
putus asa, sehingga terus menerus berada dibawah tekanan.
Tekanan dari luar datang dari lingkungan, misalnya peningkatan
kebutuhan belanja rumah tangga. Tekanan sehari-hari walaupun
kecil, tetapi bila menumpuk dan berlangsung lama (stresor jangka
panjang), dapat menimbulkan stres yang hebat. 8
2.8.3 Tanda-tanda stres
Tanda-tanda stres yang perlu diperhatikan diantaranya :
1) Merasa gelisah
2) Menjadi cepat marah
3) Lelah yang berkepanjangan
4) Sukar berkonsentrasi
5) Kehilangan minat terhadap rekreasi
6) Menjadi terlalu khawatir dengan hal-hal yang sebenarnya tidak
dapat diselesaikan dengan perasaan khawatir saja
7) Bekerja berlebihan
8) Merasa masa depannya suram.8
2.8.4 Reaksi tubuh terhadap stres
Stres memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap sistem
metabolisme tubuh karena akan menguras vitamin dan mineral. Stres
merangsang pengeluaran hormon adrenalin secara berlebihan, sementara
19
untuk memproduksi hormon tersebut dibutuhkan vitamin B, mineral, zinc,
kalium dan kalsium. Stres dapat menguras zat-zat yang dibutuhkan untuk
memproduksi hormon tersebut. Pada saat seseorang mengalami tekanan
emosional, laju penggunaan vitamin C akan meningkat. Seseorang bahkan
bisa kehilangan citamin C hingga 2500 mg, ketika dalam kondisi marah.18
Stres psikis yang tidak terkontrol menimbulkan kesan pada tubuh adanya
keadaan bahaya dan gawat darurat, sehingga memicu dilepaskannya
hormon-hormon kewaspadaan (kortisol, katekolamin, adrenalin) secara
berlebihan yang berdampak buruk pada tubuh.18,3
Stres fisik atau mental dapat menggiatkan sistem simpatis
seringkali keadaan tersebut dianggap merupakan tujuan dari sistem
simpatis untuk menyediakan aktivitas tambahan tubuh pada saat stres.
Keadaan ini seringkali disebut respon stres simpatis. Perangsangan saraf
simpatis pada medulla adrenal menyebabkan pelepasan sejumlah besar
epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin ke dalam sirkulasi darah.
Hipotalamus akan menolong untuk mempersiapkan tubuh untuk fight to
fight akibat rangsangan stres. Hal ini menyebabkan : 16
1. Peningkatan tekanan arteri
2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot,bersamaan
dengan penurunan aliran darah ke organ-organ yang tidak diperlukan
untuk aktivitas motorik yang cepat.
3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh.
4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah.
5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot
20
6. Peningkatan kekuatan otot
7. Peningkatan aktivitas mental
8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah.
Keadaan tersebut membutuhkan energi yang didapat dari ATP.
ATP harus terus menerus tersedia agar seluruh aktivitas tubuh dapat
berlanjut. ATP yang tersedia terbatas, meskipun begitu ada 3 jalur yang
dapat memasok ATP. Yaitu sistem fosfagen, glikolisis anaerob, dan
fosfolirasi oksidatif. Dari ketiga jalur tersebut, glikolisis anaerob
merupakan jalur utama untuk menyediakian energy selama beberapa
menit. Namun jalur metabolisme glikolisis anaerob menghasilkan produk
samping berupa asam laktat.16
2.9 Pengukuran tingkat stres
Tingkat stres adalah hasil penelitian terhadap berat ringannya
stres yang dialami seseorang. Tingkatan stres ini diukur dengan
menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh
lovibond. Psycomethric properties of The Depression Anxiety Stress
Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala
subjektif yang dibentuk untuk mengukur stres emosional negatif dari
depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk
mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk
proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran
yang berlaku dimanapun dari status emosional, secara signifikan
biasanya digambarkan sebagai stres.8
21
DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu
untuk tujuan penelitian. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa
normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of
The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item,
yang dimodifikasi dengan penambahan item menjadi 49 item,
penambahannya dari item 43-49 yang mencakup 3 subvariabel, yaitu
fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item
tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89
(sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat berat).8
2.10 Hubungan antara stress dengan nyeri
22
Gambar 2.1 proses perjalanan nyeri.13,15,16,20
2.11 Derajat nyeri
Pengukuran derajat nyeri dapat menggunakan skala analog visual
(visual analog scale, VAS). Suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri
yang dirasakan. VAS merupakan alat pengukuran keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian.9
Visual Analogue Scale (VAS) Skala yang pertama sekali dikemukakan
oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm,
dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10)
menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut
untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih
23
gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan
dengan skala lainnya. Penggunaan VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk
karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga secara metodologis
kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya realtif mudah, hanya
dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi
permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga skala
ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat
rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. 9
Pasien diminta untuk memproyeksikan rasa nyeri yang dirasakan
dengan cara memberikan tanda berupa titik pada garis lurus VAS (visual
analog scale) antara 0-10
Gambar. 2.2 visual analog scale9
VAS dapat diukur secara kategorikal 0= tidak ada nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-
6 = nyeri sedang, 7-9 = nyeri berat, 10 = nyeri sangat berat
24
2.12 Kerangka Teori
Diabetes melitus
-Mio-inositol saraf menurun
-Sorbitol saraf meningkat
-Glukosa saraf meningkat
-Penebalan membran basalis disfungsi endotel
Hiperglikemi
-degenerasi aksonal
-degenerasi wallerian
-demielinisasi dan remielinisasi sel schwann
Neuropati diabetik
Nyeri neuropati diabetik (salah satu
gejala)
Stress pada lansia
25
2.13 Kerangka konsep
Variable Independen Variabel Dependen
2.14 Hipotesis
a. Ada Hubungan antara stress dengan nyeri neuropati diabetik di RSUD dr.
H Abdul Moeloek tahun 2013.
b. Tidak ada hubungan antara stres dengan nyeri neuropati diabetik di RSUD
dr. H Abdul Moeloek tahun 2013
StresNyeri Neuropati
diabetik
26
27
3.4 Populasi dan subjek Penelitian
3.4.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien berusia
45-90 tahun yang terdiagnosa neuropati diabetik di RSUD dr. H
Abdul Moeloek.
3.4.2 Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi.
Teknik Pengambilan sampel menggunakan rumus slovin.
n = N
1 + Ne2
n = Jumlah sampel
N= Jumlah populasi
e = Batas toleransi kesalahan (5% / 0,05)
n = 66 1 + 66 (0.05)2
= 57Didapatkan sampel sebanyak 57 berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi
Kriteria Inklusi
28
a. Penderita neuropati diabetik
b. Lansia ≥ 45 tahun
c. Keadaan umum: compos mentis
d. Bersedia menjadi responden
Kriteria Eksklusi
a. Tidak bersedia menjadi responden
b. Usia ≤ 45 tahun
c. Nyeri akibat proses keganasan
d. Polineuropati karena obat-obatan, alkohol
3.5 Variabel Penelitian
Variabel Dependen : Nyeri Neuropati diabetik
Variabel Independen : stres
3.6 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah batasan variable-variabel yang diamati
atau diteliti mengarah kepada pengukuran atau pengamatan terhadap
variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen dan
alat ukur.
Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
ukur
Stres stimulus
atau situasi
yang
menimbulka
n distress
dan
Kuesioner
Skala
DASS
Wawancara 0= normal (0-
14)
1= stress
ringan (15-
18)
2= stres
Ordinal
29
menciptaka
n tuntutan
fisik dan
psikis pada
seseorang
sedang(19-
25)
3= stres
berat(26-33)
4=sangat
berat(>34)
Nyeri
Neuropati
diabetik
Nyeri yang
ditimbulkan
dari gejala
(sindrom)
yang
disebabkan
oleh
degenerasi
saraf perifer
(spinal dan
kranialis)
atau otonom
sebagai
akibat
diabetes
mellitus
Skala
VAS dan
Rekam
Medis
Wawancara
dan ceklis
0 = tidak
nyeri (nilai 0)
1 = nyeri
ringan(1-3)
2 = nyeri
sedang(4-6)
3 = nyeri
berat(7-9)
4 = nyeri
sangat
berat(10)
Ordinal
3.7 Alat ukur
Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam
medis pasien neuropati diabetik,Skala DASS dan Skala VAS di RSUD
Abdul Moeloek .
30
3.8 Pengumpulan data
3.8.1 Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data adalah rekam medis Rumah sakit
tentang neuropati diabetik, dan kuesioner tentang gangguan stres.
3.8.2 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data pengaruh gangguan stres dan
neuropati diabetik adalah dokumentasi catatan rekam medis dan
wawancara kuesioner secara langsung oleh peneliti.
3.9 Validitas dan Reabilitas
3.9.1 Validitas
Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukan
alat ukur itu benar-benar diukur (Saryono, 2008). Uji validitas
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan tugas
pengukurannya (Rusmini, 2009). Analisis yang digunakan
adalah uji statistic korelasi Product moment.17
r = N ( XY) ( X) x ( Y)
[n X2 - ( X)2][n Y2- ( Y)2]
Keterangan :
r : koefisien korelasi
Σ X : jumlah skor pertanyaan
Σ Y : jumlah skor total
N : jumlah responden
31
Kriteria pengujian :
Jika r > r tabel, berarti item pernyataan adalah valid
Jika r < r tabel, berarti item pernyataan adalah tidak valid
Setelah di hitung dengan korelasi product moment, ditemukan
41 item valid dan 1 item tidak valid. Hal ini berarti terdapat 41 item
yang mengukur konstruk general psychological distress dan dapat
membedakan antara subjek yang memiliki tingkat general
psychological distress tinggi dan rendah.10
3.9.2 Reabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan (Saryono,
2008). Bila suatu alat pengukur digunakan dua kali untuk mengukur
gejala yang sama dan hasil pengukuran relatif konsisten, maka alat
pengukur tersebut reliabel. Dengan kata lain reliabilitas menunjukkan
konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama
(Sastroasmoro & Ismael, 2002). Reliabilitas pernyataan dalam penelitian
ini dihitung dengan menggunakan analisis Alpha-Cronbach yang dapat
digunakan baik untuk instrumen yang jawabanya berskala maupun yang
bersifat dikotomis (hanya mengenal dua jawaban yaitu benar dan salah).
Rumus koefisien reliabilitas Alpha-Cronbach (Arikunto, 2006):
r11 = K 1- a2b
(K – 1) a2t
Keterangan :
32
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
a2b = Jumlah varians butir
a2t = Varians total
Kriteria pengujian :
Jika r hitung’ > r tabel, berarti kuesioner reliabel
Jika r hitung’ < r tabel, berarti kuesioner tidak reliabel
Dari Kuesioner DASS didapat nilai r hitung sebesar (a =0 .9483). Jadi
kuesioner dinyatakan reliabel.17
3.10 Pengolahan data
Setelah data terkumpul melalui kuesioner, maka dilakukan tahap
pengolahan data. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan program statistik komputer dengan langkah sebagai berikut :
1. Editing
Pada tahap ini penulis melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh
kemudian memastikan apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam
pengisian.
2. Coding
Setelah melakukan editing data, penulis memberikan kode tertentu pada
tiap data sehingga memudahkan penulis dalam melakukan analisa data.
3. Processing
Processing adalah proses pengetikan data dari kuesioner ke program
komputer agar dapat dianalisa.
33
4. Cleaning
Cleaning adalah kegiatan pengecekan kembali data yang dimasukkan ke
dalam program komputer agar tidak terdapat kesalahan.17
3.11 Analisa data
Analisa data dilakukan secara bertahap mencakup analisis Univariat
untuk menghitung distribusi frekuensi dan analisis Bivariat untuk menilai
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan
menggunakan uji chi-square.17
3.11.1 Analisa univariat
Analisa univariat dimaksudkan untuk menggambarkan masing-masing
variabel independent dan variabel dependent yaitu faktor stres dan nyeri
neuropati diabetik.
3.11.2 Analisa bivariat
Analisa bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independent (Stres) dengan variabel dependent (Nyeri neuropati
diabetik), dianalisis menggunakan uji statistic chi-square (x2) dimana data-
data yang sudah diedit diberi kode dan ditabulasikan kemudian dimasukan
dan diolah menggunakan komputerisasi dengan rumus chi-square sebagai
berikut :
Keterangan :
∑ = Penjumlahan
34
X = Chi square
O = Nilai observasi pada sel table
E = Nilai ekspetasi yang dihitung dengan rumus.17
Derajat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 95% taraf kebebasan dan α
≤ 0,05 dimana :
a. jika p value ≤ 0,05 artinya ada hubungan bermakna secara statistik
atau H0 ditolak (Ha diterima).
b. jika p value > 0,05 artinya tidak ada hubungan secara statistik atau
H0 gagal ditolak (Ha ditolak).
3.12 Alur Penelitian
Identifikasi Masalah
Menentukan Tujuan Penelitian
Pengumpulan Tinjauan Pustaka
Pembuatan Proposal Penelitian
Penyajian Proposal Penelitian
Pengumpulan data penelitian
Analisis dan Pengolahan data
Pembuatan laporan penelitian
Penyajian Hasil Penelitian
35
kesimpulan