Post on 24-Dec-2015
description
AIRIZA ASZELEA ATHIRA
1102010011
1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ASMA1.1 DEFINISI
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas
dan wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi
ini akibat kelainan inflamasi dari jalan napas di paru-paru dan mempengaruhi
sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat
serangan, alur jalan napasmembengkak karena penyempitan jalan napas
dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru-paru (WHO, 2011).
Asma juga ditandai dengan meningkatnya respon trakea dan bronkus
terhadap rangsangan dengan manifestasi nya dapat berubah secara spontan
maupun hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).Dengan demikian, asma
adalah kelainan inflamasi dengan ciri adanya obstruksi aliran napas,
hipersensitivitas bronchial dan terdapat inflamasi (Bethesda, 2007).Inflamasi
kronis pada bronkus tersebut berhubungan dengan hiperresponsif darisaluran
pernafasan yang menyebabkan episode
wheezing, apneu, sesak nafas danbatuk-batuk terutama pada malam hari atau
awal pagi (Kepmenkes, 2009)
1.2 ETIOLOGI
Sampai pada saat ini etiologi asma masih belum jelas diketahui secara
pasti, namun ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial (Tanjung, 2003; Muttaqin, 2008).
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahuibagaimana cara penurunannya yang
jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanyamempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergiini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar denganfoktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan x: debu
(Dermatophagoides pteronissynus), bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polus.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulutex: makanan dan obat-
obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulitex:
perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim,seperti:
musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi bukan penyebab asma namun
dapat menjadi pencetusserangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma
yangmengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalahpribadinya. Karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal iniberkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratoriumhewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktulibur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat.
Lari cepat paling mudah menimbulkanserangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesaiaktifitas tersebut
Obat-obatan
Beberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi
terhadap obat tertentuseperti pennisilin, salisilat, beta blocker
dan kodein
FAKTOR RESIKO
Berdasarkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma 2009, faktor resiko asma dibagi menjadi faktor genetik dan faktor lingkungan :
a. Faktor Genetik Hiperaktivitas Atopi/alergi bronkus Faktor yang memodifikasi penyakit genetik Jenis Kelamin dimana laki-laki lebih beresiko dari pada perempuan Ras/Etnik dimana status ekonomi ras menentukan status gizi
b. Faktor Lingkungan Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur dll) Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari ) Makanan ( bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,
makananlaut, susu sapi, telur) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, -bloker dll)β Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll Ekspresi emosi berlebih Asap rokok dari perokok aktif dan pasif Polusi udara luar dan dalam ruangan Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika
melakukanaktifitas tertentu Perubahan cuaca Kekurangan berat badan saat kelahiran Obesitas Jalan napas sempit sejak lahir
1.3 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi asma meningkat, terutama di negara-negara Barat, dimana >5% populasi mungkin simtomatik dan mendapatkan pengobatan. Bersamaan dengan prevalensi yang
meningkat terjadi peningkatan mortalitas, meskipun ada perbaikan pengobatan. Di inggris, satu dari tujuh orang memiliki penyakit alergi dan lebih dari 9 juta orang mengalami mengi pada tahun lalu. Jumlah remaja dengan asma hampir berlipat dua selama lebih dari 12 tahun terakhir ini. Asma jarang terjadi di Timur Jauh dan paling sering terjadi di Inggris, Australia, dan Selandia Baru. Terdapat beberapa korelasi dengan gaya hidup kebarat-baratan, termasuk kondisi lingkungan yang disukai tungau debu rumah dan polusi atmosferik. Banyak faktor dapat menyebabkan atau mencetuskan asma. 20% orang yang bekerja mungkin rentan terhadap asma akibat pekerjaan.
1.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :1. Ekstrinsik (Alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (Non Alergik)Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma CampuranBentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.(Heru, Sundaru, Sukamto, 2007)
1.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
Patogenesis
Asma Sebagai Penyakit Inflamasi
Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran nafas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi) dan rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensoris) dan functio laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai satu syarat lagi, yaitu infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam syarat tadi dijumpai pada asma tanpa membedakan penyebabnya baik yang alergik maupun non alergik.
Seperti telah dikemukakan di atas baik asma alergik maupun non alergik dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran nafas. Oleh karena itu, paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonom. Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cell; sel penyaji antigen), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan
dikomunikasikan kepada sel Th (sel T helper; penolong). Sel Th inilah yang akan memberikan instruksi melalui IL (interleukin) atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofage, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. Mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrin (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran nafas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel, sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran nafas (HSN). Jalur non alergik selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan HSN.
Hiperaktivitas Saluran Nafas (HSN)Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran nafas
pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan (debu), zat kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma alergik, selain peka terhadap rangsangan tersebut di atas pasien juga sangat peka terhadap alergen yang spesifik. Sebagian HSN diduga didapat sejak lahir, tetapi sebagian lagi didapat.
Berbagai keadaan dapat meningkatkan hiperekativitas saluran nafas seseorang, yaitu:1. Inflamasi Saluran Nafas
Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan erat dengan gejala asma dan HSN. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa intervensi pengobatan dengan anti inflamasi dapat menurunkan derajat HSN dan gejala asma.
2. Kerusakan EpitelSalah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel. Pada asma kerusakan bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan struktur ini akan meningkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom sering lebih mudah terangsang. Sel-sel epitel bronkhus
sendiri sebenarnya mengandung mediator yang dapat bersifat sebagai bronkodilator . Kerusakan sel-sel epitel bronkhus akan mengakibatkan bronkokonstriksi lebih mudah terjadi.
3. Mekanisme NeurologisPada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf parasimpatis
4. Gangguan IntrinsikOtot polos saluran nafas dan hipertrofi otot polos pada saluran nafas diduga berperan dalam HSN.
5. Obstruksi Saluran NafasMeskipun bukan faktor utama, obstruksi saluran nafas diduga ikut berperan dalam HSN.
(Heru, Sundaru, Sukamto, 2007)
Patofisiologi
Obstruksi saluran respiratoriSecara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan
olehpenyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeobronkial. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafasadalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkanvolume yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks.Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat mengalirkan udarapernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya compliance pada kedua paru.
Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan interkostal, secaramekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak optimal.Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas (Makmuri, 2008). Hiperaktivitas saluran respiratori
Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika padapemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan penurunan Forced Expirati on Volume (FEV1), 20% yang merupakan kharakteristik asma,dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi.
Stimulus seperti olahraga,udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polossaluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akanmerangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untukmengeluarkan mediatornya (Makmuri, 2008).
Otot polos saluran respiratoriPada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot
bronkus.Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas ototpada pasien asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitasatau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafasyang terjadi secara kronik (Makmuri, 2008).
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan proteinkationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi, sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi inidapat memberikan efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadapgeometri saluran nafas(Makmuri, 2008).
Hipersekresi mukus
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatanvolume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketandari sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat jugapenumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri mikro vaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis (Makmuri, 2008).
Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitumekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia danmekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi.
Remodeling Jalan Napas
Pada beberapa penderita asma, terbatasnya aliran napas bisa kembali normalsebagian. Perubahan struktur permanen bisa terjadi pada jalan napas, inimengindikasikan pengurangan fungsi paru-paru yang tidak bisa dicegah atau kembalinormal seutuhnya dengan terapi. Remodeling jalan napas mengaktivkan struktur seldengan konsekuensi perubahan permanen yang meningkatkan obstruksi aliran napas dan hiperresponsif jalan napas. Perubahan struktural dapat termasuk penebalansubmembran dasar sel, subepitel fibrosis, hipertropi dan hiperplasia otot polos,proliferasi pembuluh darah. Ini bisa dilihat untuk seberapa efektivitas respon terapi (Bethesda, 2007).
1.6 MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang biasanya timbul berhubungan dengan beratnya hiperaktivitasbronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun denganpengobatan. Gejala-gejala asma antara lain (Mansjoer, 2002):
a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif sering pada malam haric. Napas atau dada seperti ditekanGejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan
memburuk pada malam hari. Namun, biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dandalam, gelisah,duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras (Mansjoer, 2002; Tanjung, 2003). Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,tachicardi dan pernafasan cepat dangkal .
Serangan asma seringkali terjadi padamalam hari (Tanjung, 2003).Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan
fungsi paru.b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun
dengan test provokasi bronkial di laboratorium.2)Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanyatanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas.c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa
serangan asma akut yangberat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti: Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
1.7 PEMERIKSAAN FISIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup(Muttaqin, 2008):
B1 (Breathing)o Inspeksi
Pada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, sertapenggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-ototintercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas.
o PalpasiPada palpasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus normalo Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal samapi hipersonor sedangkan diafragmamenjadi datar dan rendah.
o AuskultasiTerdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
ekspirasi lebih dari 4detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
Pemeriksaan Penunjang1) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu seranganmenunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambahdan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun (Muttaqin, 2008).
2) Pemeriksaan Laboratoriuma. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma berat karenahanya reaksi serangan beratlah menyebabkan transudasi dari edema mukosa laluterlepaslah sekelompok sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaa gram penting untukmelihat adanya bakteri diikuti kultur dan uji resistensi terhadap antibiotik.
Spurum eosinofil sangat karakteristik untuk asma dengan adanya cristal Charcot Leyden dan Spiral Curschman melihat adanya Asperigillus fumigatus (Sudoyo, 2006; Muttaqin,2008).
b. Analisa Gas DarahHanya dilakukan pasa asma berat karena terdapat
hiposekmia, hiperkapnea danasidosis respiratorik. Pada fase awal serangan terjadi hipokapnea dan hiposekmia(PaCO2< 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekatinormal hingga normokapnea.
Lalu diikuti selanjutnya hiperkapnea (PaCO2 45mmHg)(Sudoyono, 2006; Muttaqin, 2008).
c. Pemeriksaan Eosinofil TotalSel eosinofil pada status asmatikus dapat mencapai 1000-
1500/mm3 baik asmaintrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan hitung eosinofil normal antara 100-200/mm3.Perbaikan fungsi paru disertai fungsi paru serta penurunan hitung sel
eosinofilmenunjukkan pengobatan telah tepat. Juga dapat sebagai patokan penggunaan kortikosteroid.
d. Pemeriksaan Darah Rutin dan KimiaJumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi
karena adanya infeksi. SGOT dan SPGT meningkat disebabkan keruskan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea(Muttaqin, 2008)
e. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometer)Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosolgolongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkandiagnosis asma
f. Tes Provokasi BronkusTes ini dilakukan pada spirometer internal. Penurunan
FEV sebesar 20% ataulebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum dapat bermakanbila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih
g. Pemeriksaan KulitUntuk menunjukkan adanya antibodi IgE spefisik dalam
tubuh. Uji ini pentingkarena uji alergen positif tidak selalu menjadi penyebab asma
1.8 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis
Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya seperti rinitis alergi, dermatitis atopik membantu diagnosis asma. Gejala asma sering timbul pada malam hari, tetapi dapat pula muncul sembarang waktu. Adakalanya gejala lebih sering terjadi pada musim tertentu.
Yang membedakan asma dengan penyakit paru yang lain yaitu pada asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya serangan asma tanpa diobati ada yang hilang sendiri. Tetapi membiarkan pasien asma dalam serangan tanpa obat selain tidak etis, juga dapat membahayakan nyawa pasien. Gejala asma juga sangat bervariasi dari satu individu ke individu lain, dan bahkan bervariasi pada individu sendiri misalnya gejala pada malam hari lebih sering muncul dibanding siang hari.
Diagnosis banding
Bronkitis KronisDitandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam
setahun paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum
biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.
Emfisema ParuSesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi
jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.
Gagal Jantung KiriGejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal
sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.
Emboli ParuHal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung
dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.
Penyakit lain yang jarang seperti:Stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteritis nodosa.
1.9 PENATALAKSANAAN
Tujuan Pengobatan Asma Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru optimal Mengupayakan aktivitas normal (exercise) Menghindari ESO Mencegah airflow limitation irreversible Mencegah kematian
Agonis Reseptor Beta-2 AdrenergikMerupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan penyakit asma
yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik. Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot.
Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta-2 adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-2 adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat.
Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat. Jenis bronkodilator lainnya adalah teofilin. Teofilin biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting.
Pada serangan penyakit asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Jumlah teofilin di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang.
Pada saat pertama kali mengkonsumsi teofilin, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat.
Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.
Kortikosteroid Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam
mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan penyakit asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi penggunaan tablet atau suntikan kortikosteroid jangka panjang dapat menyebabkan: Gangguan proses penyembuhan luka Terhambatnya pertumbuhan anak-anak Hilangnya kalsium dari tulang Perdarahan lambung Katarak prematur Peningkatan kadar gula darah Penambahan berat badan Kelaparan Gangguan mental
Tablet atau suntikan kortikosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan penyakit asma yang berat. Kortikosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala penyakit asma.
Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler kortikosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya.
Cromolin dan NedocromilKedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan
dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan.
Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk penyakit asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.
Obat Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Contoh obat ini yaitu atropin dan ipratropium bromida.
Pengubah LeukotrienMerupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan penyakit
asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala penyakit asma). Contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton.
Terapi Awal Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5 Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan
pemberian dapat diulang dalam 1 jam Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam sebelumnya cukup diberikan setengah dosis Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan
mempunyai efek supresi profilaksis Ekspektoran, apabila terdapat mukus kental dan berlebihan (hipersekresi)
dalam saluran pernafasan menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan, misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG)
Antibiotik, hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.
Antibiotika yang efektif adalah: Pengobatan Berdasarkan Saat Serangan:
Reliever atau Pelega1. Golongan Adrenergik
Adrenalin atau epinephrine 1 : 1000; 0,3 cc/sc Ephedrine: oral Short acting beta 2-agonis (SABA) Salbutamol (Ventolin): Oral, injeksi, inhalasi Terbutaline (Bricasma): Oral, injeksi, inhalasi Fenoterol (Berotec): Inhalasi Procaterol (Meptin): Oral, inhalasi Orciprenaline (Alupent): Oral, inhalasi
2. Golongan Methylxantine Aminophylline: Oral, injeksi Theophylline: Oral
3. Golongan Antikolinergik Atropin: Injeksi Ipratropium bromide: Inhalasi
4. Golongan Steroid Methylprednisolone: Oral, injeksi Dexamethasone: Oral, injeksi Beclomethasone (Beclomet): Inhalasi
Budesonide (Pulmicort): Inhalasi Fluticasone (Flixotide): Inhalasi
Controller atau Pengontrol1. Golongan adrenergik Long-acting beta 2-agonis (LABA): Salmeterol dan
formoterol (inhalasi)2. Golongan methylxantine: Theophylline slow release3. Golongan steroid: Inhalasi, oral, injeksi4. Leukotriene modifiers: Zafirlukast5. Cromolyne sodium: Inhalasi6. Kombinasi LABA dan steroid: Inhalasi
Terapi Serangan Asma Akut
Derajat Serangan
Terapi Lokasi
RinganDrug of choice: Agonis beta 2 inhalasi diulang setiap 1 jamAlternatif: Agonis beta 2 oral 3x2 mg
Rumah
Sedang
Drug of choice: Oksigen 2-4 liter/menit dan agonis beta 2 inhalasiAlternatif: Agonis beta 2 IM atau adrenalin subkutan dengan Aminofilin 5-6 mg/kgbb
Puskesmas Klinik rawat jalan IGD Praktek dokter umum Rawat inap jika tidak ada
respons dalam 4 jam
Berat
Drug of choice: Oksigen 2-4 liter/menit Agonis beta 2 nebulasi diulang s.d 3 kali
dalam 1 jam pertama Aminofilin IV dan infus Steroid IV diulang tiap 8 jam
IGD Rawat inap apabila dalam
3 jam belum ada perbaikan
Pertimbangkan masuk ICU jika keadaan memburuk progresif
Mengancam Jiwa
Drug of choice: Lanjutkan terapi sebelumnya Pertimbangkan intubasi dan ventilasi
mekanik
ICU
Tujuan terapi edukasi kepada pasien atau keluarga: Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola
penyakit asma sendiri) Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri
atau asma mandiri) Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol
asma
1.10 KOMPLIKASI
Komplikasi Asma
1.Pneumotoraks
2.Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3.Atelektasis
4.Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5.Gagal napas
6.Bronkitis
7.Fraktur iga
1.11 PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik. Hal tersebut dikarenakan asma merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila tidak dilakukan penanganan dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari WHO. WHO memperkirakan pada tahun 2005, terdapat 255.000 didunia meninggal karena asma. Sebagian besar ( 80%) terjadi dinegara berkembang.
1.12 PENCEGAHAN
Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi Menghindari kelelahan Menghindari stress psikis Mencegah atau mengobati ISPA sedini mungkin Olahraga renang, senam asma
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana serangan asma pada anak
Nilai derajat serangan
Serangan berat
Nebuliser b2- agonis
Oksigen
Prednison oral
Nebuliser 1-3 kali
Prednison oral bila sebelumnya minum / tidak ada kemajuan
Intubasi + ventilator
O2 100%
Nebuliser b2- agonis
Kortikosteroid iv
Serangan ringan
Gagal nafas
Ruang Rawat Inap
Oksigen teruskan
Atasi dehidrasi dan asidosis jika ada
Steroid iv tiap 6-8 jam
Nebulisasi tiap 1-2 jam
Aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan
Jika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam
Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul
ancaman henti nafas, alih rawat ke Ruang Rawat Intensif
Bekali obat ß-agonis (hirupan / oral)
Jika sudah ada obat pengendali, teruskan
Dapat diberikan steroid oral
Boleh pulang
Ruang Rawat Sehari
Oksigen teruskan
Berikan steroid oral
Nebulisasi tiap 2 jam
Bila dalam 8-12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang
Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih rawat ke Ruang Rawat
Inap
Catatan :
1. Jika menurut penilaian serangannya sedang/berat, nebulisasi dengan ß-
agonis + Prednison oral + O2
2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan
0,01 ml/kgBB/kali maksimal 0,3 ml/kali
3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan
sejak awal, termasuk saat nebulisasi
Tatalaksana jangka panjang
Sehubungan kesulitan menggunakan alat-alat penunjang diagnosis asma pada anak-
anak di bawah 6 tahun, maka penentuan derajat penyakit asma pada kelompok anak-
anak ini sepenuhnya bergantung pada gejala-gejala klinis (Tabel 22-2).
Untuk anak-anak yang sudah besar (> 6 tahun) sebaiknya dilakukan pemeriksaan faal
paru. Uji fungsi paru yang sederhana atau dengan peak flow meter, atau dengan lebih
canggih dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan
dengan lari bebas (exercise), udara dingin dan kering, atau dengan salin hipertonis
sangat menunjang diagnosis. Ada 3 macam pemeriksaan yang berguna untuk
mendukung diagnosis asma anak:
Variabilitas PEFR atau FEV1 ³ 20%
Kenaikan ³ 20% PEFR/FEV1 setelah pemberian bronkodilator inhalasi
Penurunan ³ 20% PEFR/FEV1 setelah provokasi bronkus
Variabilitas harian adalah perbedaan peningkatan/penurunan PEFR dalam 1 hari,
sebaiknya penilaian dilakukan selama 2 minggu.
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah sebagai berikut:
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal, termasuk bermain dan berolah
raga
2. Sesedikit mungkin absen sekolah
3. Gejala tidak timbul siang atau malam hari
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (PEFR) yang
mencolok
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin
6. Efek obat dapat dicegah seminimal mungkin, terutama yang menghambat
tumbuh kembang anak.
OBAT-OBATAN
Obat-obat yang umum digunakan
Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi
Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik
Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml
-agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2
Waktu 10-15 menit 3-5 menit
Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis
Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi
Golongan -agonis
Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes
Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15
mg/kg)
Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule
Golongan antikolinergik
Ipratropium bromide Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes
6 thn : 4-10 tetes
Golongan steroid
Budesonide
Fluticasone
Pulmicort
Flixotide
Respule
Nebule
Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma
Steroid Oral :
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis
Prednisolon Medrol, Medixon
Lameson, Urbason
Tablet
4 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Prednison Hostacortin, Pehacort,
Dellacorta
Tablet
5 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Triamsinolon Kenacort Tablet
4 mg
1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Steroid Injeksi :
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis
M. prednisolon
suksinat
Solu-Medrol
Medixon
Vial 125 mg
Vial 500 mg
IV / IM 1-2 mg/kg
tiap 6 jam
Hidrokortison-Suksinat Solu-Cortef
Silacort
Vial 100 mg
Vial 100 mg
IV / IM 4 mg/kgBB/x
tiap 6 jam
Deksametason Oradexon Ampul 5 mg IV / IM 0,5-1mg/kgBB bolus,
dilanjutkan 1
Kalmetason
Fortecortin
Corsona
Ampul 4 mg
Ampul 4 mg
Ampul 5 mg
mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam
Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM 0,05-0,1 mg/kgBB tiap
6 jam
Agonis b2-AdrenergikSebagai bronkodilator, b2-Agonis adalah obat yang paling poten dan berkerja cepat dan paling banyak dipakai untuk mengatasi serangan asma. Ada 2 golongan b2-agonis yang tersedia di Indonesia yaitu yang bekerja cepat dan bekerja lambat, dan diberikan dalam bentuk inhalasi (metered dose inhaler), dengan nebulizer, atau serbuk yang dihirup (dry powder inhaler). Selain bekerja sebagai bronkodilatasi, b2-agonis meningkatkan fungsi clearance daripada silia, mengurangi edema dengan menghambat kebocoran kapiler dan mungkin menghambat kerja sel mast. Efek samping b2-agonis adalah tremor, takikardia dan anak cemas, yang semuanya ini akan berkurang bila b2-agonis diberikan lewat hirupan. Untuk serangan asma dipakai b2-agonis yang bekerja cepat seperti, salbutamol, terbutalin atau pirbeterol, sedangkan salmeterol dan formeterol dipergunakan sebagai pengendali asma dengan mengkombinasikan kedua obat ini dengan steroid inhalasi dan sebaiknya b2-agonis kerja lambat tidak dipergunakan sebagai monoterapi.
MetilxantinYang tergolong dalam metilxantin adalah teofilin dan aminofilin. Cara kerja obat ini adalah menghambat kerja ensim fosfodiesterase dan menghambat pemecahan cAMP menjadi 5’AMP yang tidak aktif. Obat ini dapat dipergunakan sebagai pengganti b2-agonis untuk mengatasi serangan asma atau kombinasi dengan b2-agonis oral atau inhalasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat diberikan bersama dengan steroid inhalasi sebagai pengendali asma, juga pada asma berat aminofilin masih dapat dipakai dengan memberikannya secara parenteral.Untuk memperoleh fungsi paru yang baik, diperlukan konsentrasi aminofilin dalam darah antara 5-15 mg/ml dan efek samping terjadi bila kadar aminofilin dalam darah berada di atas 20 mg. Pemberian aminofilin intravena pada serangan berat/status asmatikus dipertimbangkan. Bila dengan obat-obat standar di atas belum ada perbaikan, berikan loading dose 4-5 mg/kg BB, diencerkan dengan NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan dalam waktu 10 menit, dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,7-0,9 mg/kg BB/jam atau 5-6 mg/kg BB/8 jam. Efek samping yang sering dijumpai adalah iritasi lambung, insomia, palpitasi, dan pada dosis yang berlebihan dapat terjadi konvulsi.
KortikosteroidKortikosteroid adalah obat anti-inflamasi yang paling poten untuk pengobatan penyakit asma. Kerja obat ini melalui pelbagai cara, antara lain menghambat kerja sel inflamasi, mengambat kebocoran pembuluh darah kapiler, menurunkan produksi mukus dan meningkatkan kerja reseptor b-reseptor.
Steroid inhalasiWalaupun pemberian steroid secara inhalasi mempunyai efek samping yang minimal (kecuali: kandidiasis oral), pada pemberian lama dan dosis tinggi akan menghambat pertumbuhan, sekitar 1-1,5 cm/tahun untuk bulan-bulan pertama pemakaian, dan pada pemakaian jangka panjang ternyata tidak berpengaruh banyak pada pertumbuhan. Walaupun demikian, perlu dipertimbangkan untuk dikombinasi dengan b-agonis kerja lambat, teofilin kerja lambat atau leukotriene receptor antagonist, bila untuk pengendali jangka panjang pasien resisten terhadap steroid inhalasi atau dosis steroid perlu ditingkatkan.
Tatalaksana asma jangka panjang Derajat asma Pengendali (Controller) Pereda (Reliever)
Persisten berat Terapi harian:
Anti inflamasi: kortikosteroid inhalasi (dosis tinggi) dan
Bronkodilator kerja panjang: ß2 agonis inhalasi/tablet kerja panjang, theophylline sustained-release atau Kortikosteroid/Prednisone 2mg/kg/hari (max 60 mg perhari)
Anti inflamasi: kortikosteroid inhalasi (dosis rendah atau dosis tinggi)
Bronkodilator kerja cepat: ß2agonis inhalasiIntensitas terapi tergantung pada seringnya eksaserbasi
Persisten sedang Terapi harian:Anti inflamasi: salah satu dari kortikosteroid inhalasi (dosis rendah) atau cromolyn atau nedokromil (anak-anak biasanya dimulai dari kromolin atau nedokromil).
Dan jika diperlukan:
Bronkodilator jangka panjang: salah satu dari b2-agonis inhalasi atau tablet kerja panjang, theophylline sustained-release atauleukotriene receptor antagonist (LRA)
Bronkodilator kerja cepat: ß-2 agonis inhalasi untuk mengatasi gejala.Meski demikian, penggunaan ß-2 agonis lebih dari 3-4 kali perhari atau penggunaan teratur setiap hari mengindikasikan perlunya pengobatan tambahan
Episodik ringan Tidak diperlukan terapi harian Bronkodilator kerja cepat: ß2agonis inhalasi untuk mengatasi gejala.Intensitas terapi tergantung pada seringnya eksaserbasi
ß2 agonis inhalasi, cro-molyn sebelum olahraga