Post on 30-Nov-2015
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. FRAKTUR1
Definisi
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan
sendi.
Klasifikasi
Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada-tidaknya hubungan patahan tulang dengan
dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka memungkinkan
masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat
(Gustilo-Anderson classification), yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur
yang terjadi.
Derajat luka terbuka:
Tipe I
- Luka kurang dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak minimal
- Dasar luka bersih
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi
minimal
Tipe II
- Luka lebih besar dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak moderat
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi
minimal
Tipe III
Fraktur yang melibatkan kerusakan parah pada jaringan lunak, termasuk struktur otot,
kulit dan neurovaskular. Beberapa pola yang diklasifikasikan sebagai tipe III:
- Fraktur terbuka segmental (terlepas dari ukuran luka)
- Luka tembak kecepatan tinggi dan luka tembak jarak dekat
- Fraktur terbuka dengan cedera neurovaskular
- Cedera pada orang yang bekerja di pertanian dengan kontaminasi tanah pada
luka (terlepas dari ukuran luka)
- Trauma amputasi
- Fraktur terbuka lebih dari 8 jam
- Korban bencana alam atau korban perang
Subtipe IIIA, jaringan lunak masih adekuat tanpa memandang luas luka.
Termasuk didalamnya fraktur segmental atau fraktur kominutif. Subtipe IIIB,
hilangnya jaringan lunak disertai pengikisan jaringan periosteal dan tulang tampak
dari luar. Subtipe IIIC, fraktur dengan cedera arteri utama yang membutuhkan
perbaikan segera untuk mempertahankan bagian distal dari fraktur.
Gambar 3.1. Klasifikasi fraktur terbuka Gustilo dan Anderson (Diunduh dari:
http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/008/8211-0550x0475.jpg)
Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit atau inkomplit
(termasuk fisura dan greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi, simple,
kominutif, segmental, kupu-kupu dan impaksi (termasuk impresi dan inklavasi).
Gambar 3.2. Fraktur inkomplit (kiri) dan komplit (kanan)(Diunduh dari: http://cal.vet.upenn.edu/projects/saortho/chapter_11/11F2.jpg (kiri)http://www.drtummy.com/images/stories/fractures/complete_fracture.jpg (kanan))
Gambar 3.3. Klasifikasi fraktur berdasarkan garis fraktur
Klasifikasi berdasarkan garis fraktur
A. Fisura tulang disebabkan oleh cedera tunggal hebat atau oleh cedera terus menerus
yang cukup lama
B. Patah tulang oblik
C. Patah tulang transversa
D. Patah tulang kominutif
E. Patah tulang segmental
F. Patah tulang kupu-kupu
G. Green stick fracture, periosteum tetap utuh
H. Patah tulang kompresi
I. Patah tulang impaksi
J. Patah tulang impresi
K. Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif lain
Berdasarkan ada tidaknya pergeseran dari fragmen fraktur dibagi menjadi: displaced dan
undisplaced.1
- Fraktur undisplaced (tidak bergeser). Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
- Fraktur displaced. Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut
dislokasi fragmen.
1. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
2. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).
Gambar 3.4. Pembagian berdasarkan pergeseran fraktur1,2
Diagnosa Fraktur
Dalam menegakkan diagnose fraktur harus disebutkan jenis tulang atau bagian tulang
yang mempunyai nama sendiri, kiri atau kanan, bagian mana dari tulang (proksimal, tengah
atau distal), komplit atau tidak, bentuk garis patah, bergeser atau tidak bergeser, terbuka atau
tertutup dan komplikasi bila ada. Sebagai contoh:
- Fraktur femur dekstra 1/3 proksimal garis patah oblik dislocatio ad latus terbuka
derajat satu neurovascular distal baik.
- Fraktur humerus sinistra 1/3 distal garis patah oblik dislocatio ad axim tertutup dengan
paralisis nervus radialis.
Anamnesa
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan
terjadinya, jenisnya, berat-ringannya trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas
yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di
tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan perut.
Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur multiple, fraktur
pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.
Pemeriksaan Status Lokalis
Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang:
a. Look, cari apakah terdapat:
- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada
fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi dan shortening.
- Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur tibia tidak dapat berjalan.
- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.
b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan.
c. Move, untuk mencari:
- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan
karena menambah trauma.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif atau pasif.
- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu
dilakukan, range of joint movement(derajat dari ruang lingkup gerakan sendi) dan
kekuatan.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan fragmen
fraktur. Foto Roentgen harus memenuhi beberapa syarat (rule of two):
Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).
Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi.
Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah,
atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur
keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada
tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Karena
itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X pada
pelvis dan tulang belakang.
Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai
akibat resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat
memudahkan diagnosis.
Tatalaksana Fraktur
Tujuan penanganan fraktur adalah supaya tulang sembuh dalam posisi yang
sedemikian rupa sehingga fungsi dan kosmetik tidak menjadi cacat serta dapat kembali ke
pekerjaan dan aktivitasnya seawal mungkin.
Untuk mencapai tujuan ini, maka harus dilakukan prinsip penanggulangan cedera
musculoskeletal yang terdiri dari:
1. Recognition (mengenali). Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa
saja yang terjadi, baik pada jaringan lunak maupun tulangnya. Mekanisme trauma
juga harus diketahui.
2. Reduction (mengembalikan). Berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke
posisi semula (reposisi). Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian
yang sakit dapat berfungsi kembali dengan maksimal.
3. Retaining (mempertahankan). Adalah tindakan mempertahankan hasil reposisi
dengan fiksasi (immobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada
ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
4. Rehabilitation. Berarti mengembalikan kemampuan anggota yang sakit agar dapat
berfungsi kembali.
Penanganan fraktur dapat dilakukan secara tertutup atau konservatif dan dapat juga
dengan cara terbuka atau operatif.
1. Terapi konservatif, terdiri dari:
a. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum humeri dengan kedudukan
baik.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur
inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur
suprakondilus. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal.
d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulit.
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. untuk traksi
dewasa/traksi definitive harus traksi skeletal berupa balanced traction.
2. Terapi operatif terdiri dari:
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna.
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna.
Prinsip terapi pada fraktur tertutup adalah:
1. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup kulit
2. Mencegah atau sekurang-kurangnya mengetahui pembengkakan kompartemen
3. Memperoleh penjajaran (alignment) fraktur
4. Memulai pembebanan dini (pembebanan membantu penyembuhan)
5. Memulai gerakan sendi secepat mungkin
Komplikasi Fraktur
Komplikasi patah tulang dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini dan
komplikasi lambat. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau segera
setelahnya; komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian; dan komplikasi
lambat terjadi lama setelah patah tulang. Ketiganya dibagi lagi masing-masing menjadi
komplikasi lokal dan umum.
a. Komplikasi segera
Lokal:
- Kulit dan otot; berbagai vulnus, kontusio, avulsi
- Vaskular; terputus, kontusio, perdarahan
- Organ dalam; jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta), buli-buli
(pada fraktur pelvis)
- Neurologis; otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
Umum:
- Trauma multiple
- Syok
b. Komplikasi dini
Lokal:
- Nekrosis kulit-otot, sindroma kompartemen, thrombosis, infeksi sendi,
osteomyelitis
Umum:
- ARDS, tetanus
c. Komplikasi lama
Lokal:
- Tulang: malunion, nonunion, delayed union; osteomyelitis; gangguan
pertumbuhan; patah tulang rekuren
- Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pasca trauma
- Miositis osifikan
- Distrofi reflex
Umum:
- Batu ginjal (akibat immobilisasi terlalu lama di tempat tidur)
- Neurosis pasca trauma
III.2 ANATOMI TIBIA DAN FIBULA
Anatomi Tibia
Tibia merupakan tulang medial tungkai bawah yang besar dan berfungsi menyanggah
berat badan (gambar 1 dan gambar 2). Tibia bersendi di atas dengan condylus femoris dan
caput fibulae, di bawah dengan talus dan ujung distal fibula. Tibia mempunyai ujung atas
yang melebar dan ujung bawah yang lebih kecil, serta sebuah corpus.
Pada ujung atas terdapat condyli lateralis dan medialis (kadang-kadang disebut
plateau tibia lateral dan medial), yang bersendi dengan condyli lateralis dan medialis femoris,
dan dipisahkan oleh menisci lateralis dan medialis. Permukaan atas facies articulares
condylorum tibiae terbagi atas area intercondylus anterior dan posterior, di antara kedua area
ini terdapat eminentia intercondylus (gambar 1).
Pada aspek lateral condylus lateralis terdapat facies articularis fibularis circularis yang
kecil, dan bersendi dengan caput fibulae. Pada aspek posterior condylus medialis terdapat
insertio m. Semimembranosus (gambar 2).
Corpus tibiae berbentuk segitiga pada perpotongan melintangnya, dan mempunyai
tiga margines dan tiga facies. Margines anterior dan medial, serta facies medialis diantaranya
terletak subkutan. Margo anterior menonjol dan membentuk tulang kering. Pada pertemuan
antara margo anterior dan ujung atas tibia terdapat tuberositas, yang merupakan tempat lekat
ligamentum patellae. Margo anterior di bawah membulat, dan melanjutkan diri sebagai
malleous medialis. Margo lateral atau margo interosseus memberikan tempat perlekatan
untuk memrana interossea.
Facies posterior dari corpus tibiae menunjukkan linea obliqua, yang disebut linea
musculi solei (gambar 2), untuk tempat lekatnya m.soleus. Ujung bawah tibia sedikit melebar
dan pada aspek inferiornya terdapat permukaan sendi berbentuk pelana untuk os talus. Ujung
bawahnya memanjang ke bawah dan medial untuk membentuk malleolus medialis. Facies
lateralis dari malleolus medialis bersendi dengan talus. Pada facies lateral ujung bawah tibia
terdapat lekukan yang lebar dan kasar untuk bersendi dengan fibula. Musculi dan ligamenta
penting yang melekat pada tibia terlihat pada (gambar 1 dan gambar 2).
Anatomi Fibula
Fibula adalah tulang lateral tungkai bawah yang langsing (gambar 1dan gambar 2).
Tulang ini tidak ikut berartikulasi pada articulatio genus, tetapi di bawah, tulang ini
membentuk malleolus lateralis dari articulatio talocruralis. Tulang ini tidak berperan dalam
menyalurkan berat badan, tetapi merupakan tempat melekat otot-otot. Fibula mempunyai
ujung atas yang melebar, corpus, dan ujung bawah.
Ujung atas, atau caput fibulae, ditutupi oleh processus styloideus. Bagian ini
mempunyai facies articularis untuk bersendi dengan condylus lateralis tibie.
Corpus fibulae panjang dan langsing. Ciri khasnya adalah mempunyai empat
margines dan empat facies. Margo medialis atau margo interosseus memberikan tempat
perlekatan untuk membrana interossea.
Ujung bawah fibula membentuk malleolus lateralis yang berbentuk segitiga dan
terletak subkutan. Pada facies medialis dari malleolus lateralis terdapat facies articularis yang
berbentuk segitiga untuk bersendi dengan aspek lateral os talus. Di bawah dan belakang
facies articularis terdapat lekukan yang disebut fossa malleolaris. Ossa dan ligamenta penting
yang melekat pada fibula dan dilihat pada (gambar 1 dan gambar 2).
Gambar 3.5. Musculi dan ligamenta yang melekat pada facies anterior tibiae dan fibulae dextrae;
terlihat juga perlekatan pada patella.
Gambar 3.6. Musculi dan ligamenta yang melekat pada facies posterior tibiae dan fibulae dextrae.
Gambar 3.7 Tibia dan fibula3
Tabel 1. Otot-otot ruang fascia anterior tungkai bawah
Nama otot Origo Insertio Persarafan Asal
saraf
Fungsi
m. tibialis
anterior
Facies
lateralis
corpus tibia
dan
membrana
interossea
Cuniforme
mediale dan
basis os
metatarsale 1
N. peroneus
profundus
L4, L5 Ekstensi kaki pada
sendi pergelangan
kaki, inversi kaki
pada articulatio
subtalaris dan
articulatio tarso
transversus,
mempertahankan
arcus longitudinalis
medialis kaki
m. extensor
digitorum
longus
Facies
anterior
corpus fibula
Ekspansi
extensor
keempat jari
kaki yang
lateral
N. peroneus
profundus
L5, S1 Ekstensi jari-jari
kaki, ekstensi kaki
pada sendi
pergelangan kaki
m. peroneus
tertius
Facies
anterior
corpus fibula
Basis os
metatarsale
V
N. peroneus
profundus
L5, S1 Ekstensi jari kaki
pada sendi
pergelangan kaki,
eversi kaki pada
articulatio subtalaris
dan articulatio tarso
transversus
m. extensor
hallucis
longus
Facies
anterior
corpus fibula
Basis
phalanges
distal ibu jari
kaki
N. peroneus
profundus
L5, S1 Ekstensi ibu jari
kaki, ekstensi kaki
pada sendi
pergelangan kaki,
inversi kaki pada
articulatio subtalaris
dan articulatio tarso
transversus
m. extensor
digitorum
calcaneum Oleh empat
tendo ke
N. peroneus S1, S2 Ekstensi jari
brevis phalanx
proximal ibu
jari kaki dan
tendo-tendo
extensor
panjang jari
kaki II,III,
dan IV
profundus
Fisiologi Tulang
Tulang adalah suatu jaringan dan organ yang terstruktur dengan baik, tulang terdiri
atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut dengan korteks dan bagian dalam
yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan dilapisi oleh periosteum pada bagian luarnya
sedangkan yang membatasi tulang dari cavitas medullaris adalah endosteum.
Tibia sendiri termasuk tulang panjang, dimana daerah batas disebut diafisis dan
daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafisis. Tulang tibia turut membentuk
rangka badan, sebagai pengumpil dan tempat melekat otot, berfungsi juga sebagai bagian dari
tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam, dan menjadi deposit kalsium,
fosfor, magnesium, dan garam.
Gambar 3.8. Struktur tulang dan aktivitas osteoblast serta osteoclast pada tulang
Osteoblast merupakan satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat
penting dalam proses osteogenesis dan osifikasi. Sebagai sel, osteoblast dapat memproduksi
substansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi kemudian hari. Jaringan
yang tidak mengandung kalsium disebut osteoid dan apabila kalsifikasi terjadi pada matriks
maka jaringan disebut tulang. Sesaat setelah osteoblast dikelilingi oleh substansi organik
intraseluler, disebut osteosit dimana keadaan ini terjadi dalam lakuna.
Sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan tulang dengan sifat dan
fungsi reabsorbsi serta mengeluarkan tulang yang disebut osteoclast. Kalsium hanya dapat
dikeluarkan dari tulang melalui proses aktivitas osteoclasis yang menghilangkan matriks
organik dan kalsium bersamaan dan disebut deosifikasi.
Patofisiologi
Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah
dari tulang,dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah
tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk
tulang primitif (osteogenik) berdiferensiasi menjadi khondroblas dan osteoblas. Khondroblas
akan mensekresi fosfat,yang merangsang deposisi kalsium.Terbentuk lapisan tebal (callus) di
sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kallus
dari fragmen satunya, dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur)
terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblas yang melekat pada tulang dan
meluas menyeberangi lokasi fraktur. Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang akan
mengalami remodeling untuk mengambil bentuk tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast
tulang baru dan osteoklast akan menyingkirkan bagian yang rusak dan tulang sementara(8)
Diagnosis
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondiler), diafisis atau persendian
pergelangan kaki.
III.3 Fraktur Kondiler Tibia
Mekanisme trauma
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondiler lateralis daripada medialis serta
fraktur kedua kondiler. Banyak fraktur kondiler tibia terjadi akibat kecelakaan antara mobil
dan pejalan kaki di mana bemper mobil menabrak kaki bagial lateral dengan gaya kearah
medial(valgus). Ini menghasilkan fraktur depresi atau fraktur split dari kondiler lateralis tibia
apabila kondiler femur didorong kearah tersebut. Kondiler medial memiliki kekuatan yang
lebih besar, jadi fraktur pada daerah ini biasanya terjadi akibat gaya dengan tenaga yang lebih
besar(varus). Jatuh dari ketinggian akan menimbulkan kompresi aksial sehingga bisa
menyebabkan fraktur pada proksimal tibia. Pada golongan lanjut usia, pasien dengan
osteoporosis lebih mudah terkena fraktur kondiler tibia berbanding robekan ligamen atau
meniscus setelah cedera keseleo di lutut. Eminentia intrakondiler dapat fraktur bersama
robekan ligamen krusiatum sebagai akibat hiperekstensi atau gaya memutar.(1,9)
Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dan meluas dipakai sekarang adalah klasifikasi Schatzker(10-11).
I : Fraktur split kondiler lateral
II: Fraktur split/depresi lateral
III: Depresi kondiler lateral
IV: Fraktur split kondiler medial
V : Fraktur bikondiler
VI: Fraktur kominutif
Tipe IV-VI biasanya terjadi akibat trauma dengan tekanan yang kuat. Fraktur tidak
bergeser apabila depresi kurang dari 4 mm, sedangkan yang bergeser apabila depresi
melebihi 4 mm.
Gambar 3.Klasifikasi Schatzker.(i)
(Dikutip dari kepustakaan 10)
Gambar 4.Fraktur kondiler tibia.(ii)
(Dikutip dari kepustakaan 12)
Gambaran klinis
Pada anamnesis terdapat riwayat trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri serta
hemartrosis.Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Biasanya pasien tidak dapat
menahan beban. Sewaktu pemeriksaan, mereka merasakan nyeri pada proksimal tibia dan
gerakan fleksi dan ekstensi yang terbatas. Dokter perlu menentukan adanya penyebab cedera
itu akibat tenaga yang kuat atau lemah karena cedera neovaskular, sindroma kompartmen
lebih sering terjadi pada cedera akibat tenaga kuat. Pulsasi distal dan fungsi saraf peroneal
perlu diperiksa. Kulit perlu diperiksa secara seksama untuk mencari tanda-tanda abrasi atau
laserasi yang dapat menjadi tanda fraktur terbuka(9).
Penilaian stabilitas lutut adalah penting dalam mengevaluasi kondiler tibia. Aspirasi
dari hemartrosis pada lutut dan anestasi lokal mungkin diperlukan untuk pemeriksaan yang
akurat. Jika dibandingkan dengan bagian yang tidak cedera, pelebaran sudut sendi pada lutut
yang stabil mestilah tidak lebih dari 10o dengan stress varus atau valgus pada mana-mana titik
dalam aksis gerakan dari ekstensi penuh hingga fleksi 90o. Integritas ligamen krusiatum
anterior perlu dinilai melalui tes Lakhman(9).
Fraktur kondiler sering disertai cedera jaringan lunak disekeliling lutut. Robekan
ligamen kollateral medial dan meniscus medial sering menyertai fraktur kondiler lateral.
Fraktur kondiler medial disertai robekan ligamen kollateral lateral dan meniskus medial.
Ligamen krusiatum anterior dapat cedera pada fraktur salah satu kondiler. Fraktur kondiler
tibia, terutama yang ekstensi frakturnya sampai ke diafisis, dapat meyebabkan kepada
sindroma kompartemen akut akibat perdarahan dan edema(9)
Pemeriksaan radiologik
Dengan foto rontgen posisi AP dan lateral dapat diketahui jenis fraktur,tapi kadang-
kadang diperlukan pula foto oblik(1).
Gambar 5.Fraktur kondiler tibia pada proximal diametaphysis.
(Dikutip dari gambarkepustakaan 13)
Gambar 6.(A) Fraktur kondiler tibia dengan split dan terpisah di lateral. (B) Fraktur kondiler tibia direduksi dengan menggunakan buttress plate dan screwuntuk
mengembalikankongruensi sendi.(iii)
(Dikutip dari kepustakaan 14)
Gambar 7. Fraktur bikondiler
( Dikutip dari kepustakaan 15)
Pengobatan
1. Konservatif
Pada fraktur yang tidak bergeser dimana depresi kurang dari 4 mm dapat dilakukan
beberapa pilihan pengobatan,antara lain verban elastik, traksi,atau gips sirkuler. Prinsip
pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi,tidak menahan beban dan segera
mobilisasi pada sendi lutut agar tidak segera terjadi kekakuan sendi(1).
2. Operatif
Depresi yang lebih dari 4 mm dilakukan operasi dengan mengangkat bagian depresi
dan ditopang dengan bone graft. Pada fraktur split dapat dilakukan pemasangan screw
atau kombinasi screw dan plate untuk menahan bagian fragmen terhadap tibia(1).
Komplikasi(1)
1. Genu valgum : terjadi oleh karena depresi yang tidak direduksi dengan baik
2. Kekakuan lutut : terjadi karena tidak dilakukan latihan yang lebih awal
3. Osteoartritis : terjadi karena adanya kerusakan pada permukaan sendi sehingga bersifat
irrreguler yang menyebabkan inkonkruensi sendi lutut.
III.4 Fraktur Diafisis Tibia
Mekanisme trauma
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan
fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur
tipe spiral.Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian
distal.Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah
tibia sering bersifat terbuka.Penyebab utama terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. (1)
Gambar 8.Fraktur diafisis tibia.
(Dikutip dari kepustakaan 10)
Klasifikasi fraktur
Klasifikasi dari fraktur diafisis tibia bermanfaat untuk kepentingan para dokter yang
menggunakannya untuk memperkirakan kemungkinan penyembuhan dari fraktur dalam
menjalankan penatalaksanaannya.(3)
Orthopaedic Trauma Association (OTA) membagi fraktur diafisis tibia berdasarkan
pemeriksaan radiografi, terbagi 3 grup, yaitu: simple, wedge dan kompleks. Masing–masing
grup terbagi lagi menjadi 3 yaitu(3)
A. Tipe simple, terbagi 3: spiral, oblik, tranversal.
B. Tipe wedge, terbagi 3: spiral, bending, dan fragmen.
C. Tipe kompleks, terbagi 3: spiral, segmen, dan iregular.
Gambar 9.Klasifikasi fraktur diafisis tibia mengikut Orthopaedic Trauma Association (OTA).
(Dikutip dari kepustakaan 3)
Gambar diatas menunjukkan klasifikasi fraktur berdasarkan radiografi, dari sebelah
kiri ke arah bawah menunjukkan fraktur tipe simpel, yang terdiri dari spiral, oblik dan
transversal. Gambar yang di tengah memperlihatkan fraktur tipe wedge, dari atas ke bawah
memperlihatkan tipe spiral, bending, dan fragmen. Gambar sebelah kanan menunjukkan
fraktur tipe kompleks, dari atas ke bawah menunjukkan fraktur tipe spiral, segmen dan
ireguler(3).
Sistem klasifikasi yang sering digunakan pada fraktur terbuka adalah sistem Gustilo
sebagai berikut:(3)
Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm.
Tipe II: panjang luka lebih dari 1 cm dan tanpa kerusakan jaringan lunak yang luas.
Tipe IIIa: luka dengan kerusakan jaringan yang luas, biasanya lebih dari 10 cm dan
mengenai periosteum. Fraktur tipe ini dapat disertai kemungkinan komplikasi, contohnya:
luka tembak.
Tipe IIIb: luka dengan tulang yang periosteumnya terangkat.
Tipe IIIc: fraktur dengan gangguan vaskular dan memerlukan penanganan terhadap
vaskularnya agar vaskularisasi tungkai dapat normal kembali.
Gambaran klinis
Ditemukan gejala fraktur berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan
deformitas misalnya penonjolan tulang keluar kulit.(1)
Pemeriksaan radiologis
Evaluasi radiologi dari fraktur diafisis tibia adalah dengan sinar rontgen pada posisi
anteroposterior dan lateral.Selain itu pada foto rontgen harus mencakup bagian distal dari
femur dan ankle. Dengan pemeriksaan radiologis, dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis
fraktur, apakah fraktur pada tibia dan fibula atau tibia saja atau fibula saja. Juga dapat
ditentukan apakah fraktur bersifat segmental(1,3).
Gambar 10.Fraktur diafisis tibia
(Dikutip dari kepustakaan 16)
Pengobatan
1. Konservatif
Pengobatan standar dengan cara konservatif berupa reduksi fraktur dengan manipulasi
tertutup dengan pembiusan umum. Pemasangan gips sirkuler untuk immobilisasi,
dipasang sampai diatas lutut(1).
Prinsip reposisi adalah fraktur tertutup, ada kontak 70% atau lebih, tidak ada angulasi
dan tidak ada rotasi. Apabila ada angulasi, dapat dilakukan koreksi setelah 3 minggu
(union secara fibrosa). Pada fraktur oblik atau spiral, imobilisasi dengan gips biasanya
sulit dipertahankan, sehingga mungkin diperlukan tindakan operasi(1).
Cast bracing adalah teknik pemasangan gips sirkuler dengan tumpuan pada tendo
patella (gips Sarmiento) yang biasanya dipergunakan setelah pembengkakan mereda atau
terjadi union secara fibrosa(1).
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif,
fraktur tidak stabil dan adanya nonunion. Metode pengobatan operatif adalah sama ada
pemasangan plate dan screw, atau nail intrameduler, atau pemasangan screw semata-mata
atau pemasangan fiksasi eksterna. Indikasi pemasangan fiksasi eksterna pada fraktur tibia: (1)
Fraktur tibia terbuka grade II dan III terutama apabila terdapat kerusakan jaringan
yang hebat atau hilangnya fragmen tulang
Pseudoartrosis yang mengalami infeksi (infected pseudoarthrosis)
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu(3):
a. Absolut
- Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan Operasi dalam
penyembuhan dan perawatan lukanya.
- Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaikijalannya darah di
tungkai
- Fraktur dengan sindroma kompartemen
- Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga
mengurangi nyeri.
b. Relatif , jika adanya:
- Pemendekan
- Fraktur tibia dengan fibula intak
- Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Fiksasi eksternal
a. Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multiple yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan luka
terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil, sehingga
menghindari kemungkinan trauma tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan
penyembuhan. Dibawah ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal tipe standar: (3)
Gambar 11. Fiksasi Interna Standar
(Dikutip dari kepustakaan 3)
b. Ring Fixators
Ring fixatorsdilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakansejenis cincin dan
kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannyaadalah dapat digunakan untuk fraktur ke
arah proksimal atau distal.Caraini baik digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di
bawah inimerupakan gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia(3):
Gambar 12.Ring Fixators
(Dikutip dari kepustakaan 3)
c. Open reduction with internal fixation (ORIF)
Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai kemetafisis.
Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitugerakan sendinya menjadi lebih
stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnyaterjadi komplikasi pada penyembuhan luka operasi.
Berikut ini merupakangambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF(3):
Gambar 13. ORIf (Dikutip dari kepustakaan 3)
d. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbukaatau tertutup.
Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulangyang cidera dan menghindarkan
trauma pada jaringan lunak. Di bawah iniadalah gambar dari penggunaan intramedullary
nailing(3):
Gambar 14.Intramedullary nailing
(Dikutip dari kepustakaan 3)
Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia dan
pada crush injury dari tibia. (3)
Komplikasi
Di antara komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur diafisis tibia adalah infeksi,
delayed union atau nonunion, malunion, kerusakan pembuluh darah (sindroma kompartmen
anterior), trauma saraf terutama pada vervus peroneal komunis dan gangguan pergerakan
sendi pergelangan kaki.Gangguan pergerakan sendi ini biasanya disebabkan adanya adhesi
pada otot-otot tungkai bawah. (1)
III.5 Fraktur Distal Tibia
Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus
duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan
ligament.Dahulu,fraktur disekitar pergelangan kaki disebut fraktur Pott.(1)
Mekanisme trauma
Fraktur maleolus dengan atau tanpa subluksasi dari talus, dapat terjadi dalam
beberapa macam trauma(1).
1. Trauma abduksi
Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik,
fraktur pada maleolus medialis bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian medial.
2. Trauma adduksi
Trauma adduksi akan menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau
avulsi maleolus lateralis atau keduanya.Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan
strain atau robekan pada ligamen lateral,tergantung dari beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna
Trauma rotasi eksterna biasanya disertai dengan trauma abduksi dan terjadi fraktur pada
fibula di atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur
avulsi pada maleolus medialis.Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi
talus.
4. Trauma kompresi vertikal
Pada kompresi vertikal dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai dengan
dislokasi talus ke depan atau terjadi fraktur kominutif disertai dengan robekan diastesis.
Klasifikasi
Lauge-Hansen(1950) mengklasifikasikan menurut patogenesis terjadinya pergeseran
dari fraktur, yang merupakan pedoman penting untuk tindakan pengobatan atau manipulasi
yang dilakukan. Klasifikasi lain yang lebih sederhana, menurut Danis & Weber (1991),
dimana fibula merupakan tulang yang penting dalam stabilitas dari kedudukan sendi
berdasarkan atas lokalisasi fraktur terhadap sindesmosis tibiofibular(1).
Gambar 15
(Dikutip dari kepustakaan 1)
Klasifikasi terdiri atas (1):
• Tipe A; fraktur maleolus di bawah sindesmosis
• Tipe B; fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai avulsi maleolus medialis
dimana sering disertai dengan robekan dari ligamen tibiofibular bagian depan
• Tipe C; fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertai avulsi dari tibia disertai fraktur
atau robekan pada maleolus medialis. Pada tipe C terjadi robekan pada sindesmosis. Jenis
tipe C ini juga dikenal sebagai fraktur Duyuptren.
Klasifikasi ini penting artinya dalam tindakan pengobatan oleh karena selain fraktur
juga perlu dilakukan tindakan pada ligamen(1).
Gambar 16.
(Dikutip dari kepustakaan 1)
Gambaran klinis
Ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruaan atau deformitas.
Yang penting diperhatikan adalah lokalisasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau
pada ligamen(1).
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan radiologis dapat ditentukan jenis-jenis fraktur dan mekanisme
terjadinya trauma.Foto rontgen perlu dibuat sekurang-kurangnya tiga proyeksi, yaitu antero-
posterior, lateral dan setengah oblik dari gambaran posisi pergelangan kaki. Sering fraktur
terjadi pada fibula proksimal, sehingga secara klinis harus diperhatikan. (1)
Gambar 17
(Dikutip dari kepustakaan 1)
Pengobatan
Fraktur dislokasi pada sendi pergelangan kaki merupakan fraktur intra-artikuler
sehingga diperlukan reduksi secara anatomis danakurat sertamobilisasi sendi yang sesegera
mungkin(1).
Tindakan pengobatan terdiri atas:
1. Konservatif
Dilakukan pada fraktur yang tidakbergeser, berupa pemasangan gipssirkuler di bawah
lutut.
2. Operatif
Terapi operatif dilakukan berdasarkan kelainan-kelainan yang ditemukan apakah
hanya fraktur semata-mata, apakah ada robekan pada ligamen atau diastasis pada
tibiofibula serta adanyadislokasi talus.
Beberapa hal yang penting diperhatikan pada reduksi,yaitu(1):
• Panjang fibula harus direstorasi sesuai panjang anatomis
• Talus harus duduk sesuai sendidimanatalusdan permukaan tibiadudukparalel
• Ruang sendi bagian medial harus terkoreksi sampai normal(4 mm)
• Pada foto oblik tidak nampak adanya diastasis tibiofibula
Tindakan operasi terdiri atas:
• Pemasangan screw (maleolar)
• Pemasangan tension band wiring
• Pemasangan plate dan screw
Gambar 18
(Dikutip dari kepustakaan 1)
Komplikasi(1)
1. Vaskuler
Apabila terjadi fraktur subluksasi yang hebat maka dapat terjadi gangguan pembuluh
darah yang segera, sehingga harus dilakukan reposisi secepatnya.
2. Malunion
Reduksiyang tidak kompli takan menyebabkan posisi persendian yang tidak akurat yang
akan menimbulkan osteoartritis.
3. Osteoartritis
4. Algodistrofi
Algodistrofi adalah komplikasi dimana penderita mengeluh nyeri, terdapat
pembengkakan dan nyeri tekandi sekitar pergelangan kaki.Dapat terjadi perubahan trofik
dan osteoporosis yang hebat.
5. Kekakuan yang hebat pada sendi.