Post on 28-Mar-2019
1
1
ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PADA PENYALURAN
PEMBIAYAAN ANGGOTA KOPERASI MELALUI KOPERASI
KARYAWAN (KOPKAR) SEBAGAI EXECUTING AGENT
(STUDI KASUS PT BANK MUAMALAT INDONESIA TBK
CABANG BOGOR)
Oleh
RINDA SIAGA PANGESTUTI
H24104027
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
8
8
ABSTRACT
Rinda Siaga Pangestuti. H24104027. Risk Measurement Analysis In Financing
Product “Anggota Koperasi” Through “Koperasi Karyawan (Kopkar)” as
Executing Agent (Case Study: PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Bogor
Branch). Under the guidance of BUDI PURWANTO.
The enhancement trends of Islamic financing bank happen until the end of
September 2011. According to Dr. Rifki Ismal, growth of Islamic banking assets
at the end of Septermber 2011 reached Rp 234.4 billion, Third Party Funds (DPK)
reached Rp 97.8 billion and Rp 92.8 billion.3 One of the actor of Islamic finance
in Indonesia is Bank Muamalat Indonesia (BMI). BMI continues to expand its
financing business by making some kind of financial products that have different
target markets and procedure and policy. From those financing products, there is
one type of product that attracts lots of consumers because it does not require
collateral fixed assets, namely “Anggota Koperasi” (cooperative members
financing). Despite a lot of interest, but this financing product is very risky
because of the executing system, cessie, and unsecured fixed assets. The purposes
of the research are: 1) To identify the strategies that can be undertaken by BMI to
address and minimize losses due to the emergence of risks associated with this
type of financing. 2) To analyze the value of losses that can be expected (expected
loss) and the loss that can not be estimated (unexpected loss) on “Anggota
Koperasi” portfolio at BMI Bogor Branch. 3) To analyze the value of economic
capital to be provided by BMI Branch Bogor to cover losses that can not be
predicted (unexpected loss). 4) To analyze the suitability of CreditRisk+ method to
measure the risk of “Anggota Koperasi” financing by used the Poisson
distribution model.
The types of data that used in this research are primary data and secondary
data. The primary data obtained from interviews with account managers and
secondary data obtained from proof sheet of the “Anggota Koperasi” financing
BMI Bogor Branch, BMI annual reports, and theses.
Based on the mapping of risk, at least BMI has to do mitigate the
operational risks, liquidity risks, credit risks, legal risks, and strategic risks. Based
on the results of CreditRisk+
data processing methods is known that the value of
expected loss in 2009 is Rp 2,159,808,000 and in 2010 is Rp 563,119,000.
Expected loss value in 2009 is Rp 3.513.600.000 and in 2010 is Rp
1.054.100.000. Economic capital value in 2009 is Rp 1.353.792.000 and 2010 is
Rp 490.981.000. The CreditRisk+ validation as a mothod of this reseach will be
tested by using Longlikelihood Ratio (LR) Test. The result or LR Test is valid
because it proved that the Chi Square critical value with α = 5% was higher than
the LR Test = 0.
Key words: Risk measurement, financing, “Anggota Koperasi”, kind of risks,
expected loss, unexpected loss, economic value, CreditRisk+, LR
Test
3 http://www.ekonomisyariah.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=45%3Aoutl
ook-perbankan-syariah-nasional-2012&catid=1%3Alatest-news&Itemid=28
2
2
RINGKASAN
RINDA SIAGA PANGESTUTI. H24104027. Analisis Pengukuran Risiko Pada
Penyaluran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan Sebagai
Executing Agent (Studi Kasus: PT Bank Muamalat Tbk Cabang Bogor). Dibawah
bimbingan BUDI PURWANTO
Peningkatan tren pembiayaan bank syariah semakin pesat hingga akhir
September 2011. Menurut Dr. Rifki Ismal, Pertumbuhan aset bank syariah pada
akhir Septermber 2011 mencapai Rp 234,4 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK)
mencapai Rp 97,8 triliun, dan pembiayaan mencapai Rp 92,8 triliun.3 Salah satu
pelaku penyaluran pembiayaan syariah di Indonesia adalah Bank Muamalat
Indonesia (BMI). BMI terus melakukan ekspansi bisnis pembiayaan dengan
membuat beberapa jenis produk pembiayaan yang memiliki perbedaan target
market dan prosedur/kebijakan pembiayaan. Dari beberapa macam produk
pembiayaan yang disalurkan, terdapat satu jenis produk yang menarik banyak
konsumen karena tidak memerlukan jaminan fix asset, yakni pembiayaan anggota
koperasi. Meski banyak diminati, namun pembiayaan anggota koperasi ini sangat
berisiko bagi BMI karena bersifat executing, cessie, dan tanpa jaminan fix asset.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu: 1) Mengidentifikasi strategi-strategi
yang dapat dilakukan oleh BMI untuk mengatasi dan menimalisir kerugian akibat
munculnya risiko-risiko terkait dengan penyaluran pembiayaan. 2) Menganalisis
nilai kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian yang tidak
dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio pembiayaan anggota
koperasi BMI Cabang Bogor. 3) Menganalisis nilai economic capital yang harus
disediakan oleh BMI Cabang Bogor untuk menutup kerugian yang tidak dapat
diperkirakan (unexpected loss). 4) Menganalisis kecocokan aplikasi metode
CreditRisk+ dalam mengukur risiko pembiayaan anggota koperasi dengan
menggunakan model distribusi Poisson.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan account manager dan
data sekunder diperoleh dari rekap pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, laporan tahunan BMI, dan tesis. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan metode CreditRisk+.
Berdasarkan hasil pemetaan risiko, setidaknya dapat dijabarkan dan
dilakukan mitigasi atas risiko operasional, likuiditas, kredit, hukum, dan strategik
pada penyaluran pembiayaan anggota koperasi. Berdasarkan hasil pengolahan
data dengan metode CreditRisk+ diketahui bahwa nilai expected loss pada tahun
2009 adalah Rp 2.159.808.000 dan tahun 2010 adalah Rp 563.119.000. Nilai
expected loss pada tahun 2009 adalah Rp 3.513.600.000 dan tahun 2010 adalah
Rp 1.054.100.000. Nilai economic capital pada tahun 2009 adalah Rp
1.353.792.000 dan tahun 2010 adalah Rp 490.981.000. Validasi kecocokan
penggunaan metode CreditRisk+ dilakukan dengan menggunakan Longlikelihood
Ratio Test dan hasilnya adalah valid karena terbukti nilai Chi Square critical
value dengan α = 5% ternyata lebih besar dibanding hasil Longlikelihood Ratio
Test yang bernilai 0.
3 http://www.ekonomisyariah.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=45%3Aoutl
ook-perbankan-syariah-nasional-2012&catid=1%3Alatest-news&Itemid=28
3
3
ANALISIS PENGUKURAN RISIKO PADA PENYALURAN
PEMBIAYAAN ANGGOTA KOPERASI MELALUI KOPERASI
KARYAWAN (KOPKAR) SEBAGAI EXECUTING AGENT
(STUDI KASUS PT BANK MUAMALAT INDONESIA TBK
CABANG BOGOR)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen
Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
RINDA SIAGA PANGESTUTI
H24104027
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
4
4
Judul Skripsi : Analisis Pengukuran Risiko Pada Penyaluran Pembiayaan
Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan (KOP Sebagai
Executing
Nama : Rinda Siaga Pangestuti
NIM : H24104027
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Budi Purwanto, ME.
NIP. 19630705 199403 1 003
Mengetahui,
Ketua Departemen
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc.
NIP. 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus :
Analisis Pengukuran Risiko Pada Penyaluran Pembiayaan
Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan (KOPKAR)
Sebagai Executing Agent (Studi Kasus PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Bogor)
1
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri, 28 November 1989, dari pasangan
Bapak Agus Supriyono dan Ibu Supatmiati. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar
penulis diselesaikan pada tahun 2001 di SD Negeri II
Langenharjo; Sekolah Menengah Pertama penulis diselesaikan
pada tahun 2004 di SMP Negeri 2 Pare; dan Sekolah Menengah
Atas diselesaikan oleh penulis pada tahun 2007, jurusan Ilmu Alam, SMA Negeri
2 Pare, Kediri. Pada tahun 2007 penulis diterima di Program Keahlian
Komunikasi, Diploma Tiga (D3), Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis melanjutkan studi pada Program
Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2010.
Semasa SMA, penulis aktif dalam organisasi unit sekolah dengan menjabat
sebagai Staf Pekerjaan Umum Majelis Permusyawaratan Kelas (MPK) periode
2004–2005 SMA Negeri 2 Pare. Penulis juga aktif dalam ekstrakurikuler teater
dengan bergabung dalam Teater Elite dan olah raga bela diri dengan bergabung
dalam keluarga besar pencak silat Perisai Diri Cabang Pare. Prestasi akademis dan
non akademis yang pernah diraih oleh penulis antara lain Juara II Try Out Akbar
Kelas XII SMA (Ilmu Alam) se Eks–Karesidenan Kediri, Juara III Pertandingan
Pencak Silat Perisai Diri antar Unit/Ranting se– Jawa Timur dalam Invitasi Piala
Universitas Negeri Surabaya (Unesa), dan menjadi pemeran utama pementasan
teater “Pemilu Presiden Negeri Impian”.
Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi pada beberapa mata kuliah
dengan menjadi Sekretaris “Indonesian Deluxe Jockey”, Direktur “Menara
Advertising”, Sutradara dan Penulis Naskah Film “What‟s Your Name?”, dan
menjadi Staf Kesehatan “Communication Day” Angkatan 45. Pada saat
melanjutkan studi pada Program Alih Jenis Manajemen, penulis tengah bekerja
sebagai ghost writer di PT. Penebar Plus, Depok. Adapun pelatihan yang pernah
diikuti oleh penulis seperti Brevet A&B Terpadu di IAI, Core TOEFL
Preparation di Pusat Bahasa IPB, Pelatihan Memasuki Dunia Kerja di Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) yang diselenggarakan oleh Ci-Best IPB.
iii
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil 'alamin
Setelah satu semester berlalu, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Analisis Pengukuran Risiko Pada Penyaluran Pembiayaan
Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan (KOPKAR) Sebagai
Executing Agent (Studi Kasus PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Bogor). Penelitian ini ditulis setelah melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL) dan
mengumpulkan data di Bank Muamalat Indonesia, Cabang Bogor. Tujuan dari
penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat kelulusan dari Program Alih
Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen,
Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk
menjawab beberapa masalah penelitian, yakni memberi masukan terkait dengan
permasalahan yang terjadi ketika proses pembiayaan berlangsung, memperkirakan
nilai expected loss, unexpected loss, economic capital, dan mengidentifikasi
kecocokan penggunaan CreditRisk+ sebagai metode pengukuran risiko.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengdentifikasi risiko apa saja yang
muncul terkait dengan penyaluran pembiayaan anggota koperasi dan cara untuk
mengantisipasi risiko tersebut. Penelitian ini juga ditujukan untuk menghitung
jumlah kerugian yang dapat diperkirakan dan kerugian yang tidak dapat
diperkirakan atas penyaluran pembiayaan yang dilakukan. Dengan demikian,
pihak bank dapat mempersiapkan perkiraan cadangan dana yang harus
diperkirakan atas kondisi terburuk (macet). Perhitungan atas perkiraan kerugian
yang dapat ditimbulkan dari penyaluran pembiayaan ini dilakukan dengan
menggunakan teori menurut metode CreditRisk+, sehingga masih ada
kemungkinan perbedaan antara perhitungan pihak BMI dengan metode ini. Akan
tetapi, untuk tujuan penelitian skripsi, metode ini masih cocok untuk digunakan
sebagai alat ukur risiko kredit. Dengan terselesaikannya tujuan dari penulisan
skripsi ini, peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat berguna bagi pembaca.
Ke depan, semoga terdapat penelitian sejenis dengan fenomena kasus kredit yang
lebih menantang dan kompleks, sehingga dapat menyempurnakan hasil penelitian
skripsi pada rumpun yang sama, yakni perhitungan risiko kredit bank.
iv
3
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pengukuran Risiko Pada
Penyaluran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Koperasi Karyawan
(KOPKAR) Sebagai Executing Agent (Studi Kasus PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Bogor). Proses penyelesaian skripsi ini berlangsung
selama satu semester. Pada saat menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan
dukungan dan arahan dari orang–orang yang sangat istimewa. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ibu Supatmiati dan Bapak Agus Supriyono, atas
segala dukungan dan pengorbanan jiwa raga untuk penulis.
2. Ir. Budi Purwanto, ME. selaku Dosen Pembimbing.
3. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. selaku Ketua Departemen Manajemen.
4. Yusrina Permatasari, S.Sos, ME. dan Ali Mutasowifin, SE, M.Ak. selaku
Dosen Penguji.
5. Bapak Restu E. Rohman selaku Account Manager BMI Cabang Bogor.
6. Adikku tersayang, Wahyu Purna Jatmiko, yang sangat membanggakan dan
menginspirasi.
7. Tunanganku, Noerma Pambudi, atas pengertian dan kesetiaan dalam suka
dan duka.
8. Sahabatku, Lilik Ernawati, yang selalu memberikan semangat, perhatian,
dan nasihat.
9. Teman–teman seperjuangan, Windu, Nuni, Fani, Astri, Issy, I love you all.
10. Teman–teman Program Alih Jenis Manajemen IPB angkatan 8.
Semoga hasil penelitian dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa,
praktisi di bidang risiko perbankan, dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Januari 2013
v
4
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………….. iii
KATA PENGANTAR ………………………………………………… iv
UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………….. v
DAFTAR ISI …………………………………………………………… vi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………... viii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. ix
LAMPIRAN ……………………………………………………………. x
I. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………..... 1
1.2. Perumusan Masalah………………………………………………...... 8
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………………………...... 8
1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………………... 9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian………………………………………….... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………... 10
2.1. Pengertian Bank……………………………………………………... 10
2.2. Bank Syariah……………………………………………………….... 11
2.3 Pembiayaan Syariah………………………………………………..... 12
2.3.1 Prosedur Pembiayaan Anggota Koperasi…………………..... 15
2.3.2 Prinsip Penilaian Kelayakan Pembiayaan Anggota Koperasi.. 26
2.3.3 Kualitas Pembiayaan………………………………………..... 29
2.4 Risiko Pembiayaan…………………………………………………... 30
2.4.1 Jenis–jenis Risiko Pembiayaan……………………………….. 31
2.4.2 Risiko Pembiayaan dengan Jaminan Cessie…………………. 33
2.4.3 Manajemen Risiko Bank Muamalat Indonesia ..…………….. 34
2.5 Pengukuran Risiko Pembiayaan……………………………………... 42
2.5.1 Data Input…………………………………………………….. 43
2.5.2 Frekuensi Default……………………………………………… 43
2.5.3 Distribusi Poisson……………………………………………... 44
2.5.4 Loss Given Default……………………………………………. 45
2.5.5 Distribution of Default Losses.……………………………….. 45
2.5.6 Expected Loss…………………………………………………. 46
2.5.7 Unexpected Loss………………………………………………. 46
2.5.8 Economic Capital……………………………………………... 46
2.5.9 Validasi dengan Backtesting………………………………….. 47
2.6 Hasil Penelitian Terdahulu…………………………………………... 47
vi
5
III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………... 49
3.1. Kerangka Pemikiran………………………………………………….. 50
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………… 51
3.3. Metode Pengumpulan Data………………………………………….. 51
3.4. Metode Pengolahan dan Hasil Analisis Data………………………… 52
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………….. 56
4.1. Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk……………… 56
4.1.1 Visi dan Misi BMI……………………………………………… 58
4.1.2 Struktur Organisasi BMI……………………………………….. 58
4.1.3 Perkembangan Pembiayaan Anggota Koperasi 2009–2011……. 59
4.1.4 Perkembangan NPF Pembiayaan Anggota Koperasi BMI Cabang
Bogor…………………………………………………………… 61
4.2. Strategi Menanggulangi Kerugian Akibat Munculnya Risiko-risiko
Pembiayaan…………………………………………………………... 62
4.2.1 Risiko Operasional……………………………………………… 62
4.2.2 Risiko Hukum…………………………………………………... 63
4.2.3 Risiko Strategik…………………………………………………. 63
4.2.4 Risiko Kredit……………………………………………………. 64
4.2.5 Risiko Likuiditas………………………………………………... 65
4.3. Expected Loss dan Unexpected Loss………………………………… 66
4.3.1 Exposure at Default…………………………………………….. 66
4.3.2 Kelompok Band………………………………………………... 67
4.3.3 Recovery Rate…………………………………………………... 68
4.3.4 Loss Given Default……………………………………………... 71
4.3.5 Number of Default……………………………………………… 72
4.3.6 Cumulative Probability of Default……………………………… 73
4.3.7 Expected Loss…………………………………………………... 74
4.3.8 Unexpected Loss………………………………………………... 75
4.4. Economic Capital……………………………………………………. 76
4.5. Backtesting dan Validasi Model…………………………………….. 77
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………. 79
1. Kesimpulan………………………………………………………….…. 79
2. Saran………………………………………………………………….… 80
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 81
LAMPIRAN……………………………………………………………... 85
……………………………………………………………...
……………………………………………………
………
………………………………………………………………….…
………………………..
………………………………………………………….…
……………………………………………..
…………………………………………
…………
vii
6
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Penyaluran dana BUS dan UUS 2010-2011………………….……... 2
2. Kriteria diterimanya pembiayaan berdasarkan grading
koperasi karyawan (Kopkar)…………………………….……........... 22
3. Profil risiko BMI posisi 31 Desember 2011……………...............….. 34
4. Total pembiayaan anggota koperasi……………………….…………. 59
5. Perkembangan NPF pembiayaan anggota koperasi………….………. 61
6. Total credit exposure at default …………………………….……...... 66
7. Komposisi EAD per band…………………………………….…….... 68
8. Komposisi recovery rate per band………………………….……….. 69
9. Loss given default …………………………………………….…....... 71
10. Daftar debitur yang default per band……………………………..... 72
11. Probability of default dan cumulative probability of
default 2009-2011 …………………………………………….……. 73
12. Expected loss………………………………………………………... 74
13. Unexpected loss………………………………………………........... 75
14. Economic capital…………………………………………….……… 76
15. LR test……………………………………………………….……… 78
viii
7
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Penyaluran dana bank syariah………………………………………… 14
2. Alur proses realisasi dan pembayaran angsuran……………………… 25
3. Analisis kelayakan pembiayaan………………………………………. 26
4. Struktur organisasi divisi manajemen risiko…………………………. 35
5. Distribution of default events…………………………………………. 44
6. Kerangka pemikiran…………………………………………………... 50
7. Struktur organisasi BMI secara umum……………………………….. 58
ix
8
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Pedoman umum penggolongan kualitas kredit bank syariah…………. 86
2. Daftar pembiayaan anggota koperasi Per 31 Desember 2009………... 89
3. Daftar pembiayaan anggota koperasi Per 31 Desember 2010………... 91
4. Daftar pembiayaan anggota koperasi Per 31 Desember 2011………... 93
5. Pengelompokkan band………………………………………………... 95
6. Komposisi credit exposure at default………………………………… 96
7. Recovery at default dan loss liven default…………………………….. 97
8. Jumlah debitur yang default…………………………………………... 98
9. Probabiliyt of default dan cumulative probability of default………..... 99
10. Number of default, expected loss, uUnexpected loss, economic
capital………………………………………………………………... 101
11. Binary indicator……………………………………………………... 102
12. Tabel chi square critical value………………………………………. 102
13. NPF net pembiayaan anggota koperasi tahun 2009…………………. 103
14. NPF net pembiayaan anggota koperasi tahun 2010…………………. 104
15. NPF net pembiayaan anggota koperasi tahun 2011………………..... 105
x
9
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Sudarsono (2004), awal mula dicetuskan ide pendirian bank
syariah terjadi pada tahun 1970–an. Pembicaraan mengenai bank syariah muncul
dalam sebuah seminar hubungan Indonesia–Timur Tengah pada tahun 1974 dan
tahun 1976 dalam seminar yang diselenggarakan oleh Yayasan Bhineka Tunggal
Ika dan Lembaga Studi Ilmu–Ilmu Kemasyarakatan (LSIK). Pengembangan
pemikiran tentang perlunya bank syariah mulai melanda Indonesia sejak saat itu.
Cikal bakal bank syariah di Indonesia dimulai dari berdirinya Bank Muamalat
Indonesia pada 24 1 Nopember 1991 dan mulai beroperasi sejak 1 Mei 1992.
Pada akhir tahun 1990–an, Indonesia sempat dilanda krisis moneter hingga
menyebabkan kondisi perekonomian menjadi tidak stabil. Bank Muamalat
Indonesia juga terkena dampak dari krisis tersebut karena terjadi lonjakan
persentase kredit macet. Persentase Non Performing Financing (NPF) meningkat
tajam hingga mencapai angka 60% pada tahun 1998. Bank Muamalat Indonesia
tercatat mengalami kerugian hingga Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik
terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Pihak
manajemen bank harus segera memperkuat permodalan dengan mencari pemodal
potensial. Hal itu ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB)
yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB
secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat.1
Indonesia kembali terimbas krisis moneter sebagai dampak dari subprime
mortgage di Amerika pada tahun 2008-2009. Tapi, krisis kali ini tidak terlalu
berdampak terhadap pertumbuhan perbankan syariah dalam negeri. Hal ini
mengingat tingkat pengembalian bank syariah tidak mengacu pada suku bunga
melainkan bagi hasil, sehingga bank syariah dapat menjalankan kegiatannya tanpa
terganggu kenaikan suku bunga.2 Menurut Dr. Rifki Ismal, peningkatan tren
pertumbuhan bank syariah justru semakin pesat hingga akhir September 2011.
Pertumbuhan aset bank syariah mencapai Rp 234,4 triliun, DPK mencapai Rp
97,8 triliun, dan pembiayaan mencapai Rp 92,8 triliun.3 Berikut disajikan tabel
penyaluran dana BUS dan UUS selama dua tahun terakhir.
1 http://www.muamalatbank.com/home/about/profile
2http://suryodesign.wordpress.com/tag/visi-misi-perbankan-syariah/
3http://www.ekonomisyariah.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=45%3Aoutl
ook-perbankan-syariah-nasional-2012&catid=1%3Alatest-news&Itemid=28
2
4 http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Publikasi+Lain/Publikasi+Lainnya/Outlook+Perbankan+Sy
ariah+2012.htm
Tabel 1. Penyaluran dana BUS dan UUS 2010–2011
(Rp Triliun)
Penyaluran Dana Oktober 2010 Oktober 2011 Growth
Nominal Share
(%)
Nominal Share
(%)
Nominal (%)
Total penyaluran dana 83,81 100 122,73 100 38,92 46,43
Pembiayaan 62,99 75,16 96,62 78,72 33,62 53,38
Piutang Murabahah 34,83 41,56 52,06 42,42 17,23 49,46
Piutang Qardh 3,29 3,93 13,02 10,61 9,72 295,17
Mudharabah 8,41 10,04 10,14 8,26 1,73 20,54
Musyarakah 13,42 16,01 17,73 14,45 4,31 32,11
Lainnya 3,04 3,62 3,67 2,99 0,64 20,92
Antar Bank 3,64 4,34 3,66 2,98 0,02 0,49
Penempatan di BI 11,19 13,35 16,21 13,21 5,02 44,89
Surat Berharga 5,67 6,76 5,94 4,84 0,27 4,78
Penyertaan 0,09 0,10 0,05 0,04 (0,04) (46,59)
Tagihan Lainnya 0,24 0,28 0,26 0,21 0,02 9,32
Sumber: http://www.bi.go.id (Publikasi Outlook Perbankan Syariah 2012)
Pada Tabel 1. penyaluran dana Badan Usaha Syariah (BUS) dan Unit Usaha
Syariah (UUS), pembiayaan murabahah paling mendominasi dengan jumlah
mencapai Rp52,06 triliun atau 42,42%. Pembiayaan musyarakah menduduki
peringkat kedua terbesar yang mencapai Rp17,73 triliun (14,45%), dan
pembiayaan qardh sebesar Rp13,02 triliun (10,61%). Penyaluran dana berupa
qardh mengalami peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 295,17%.
Peningkatan pembiayaan qardh ini didisebabkan peningkatan qardh (gadai) emas.
Berdasarkan outlook perbankan syariah pada tahun 2012 yang dilakukan
oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, diperkirakan pertumbuhan
perekonomian Indonesia akan tetap tinggi dan berada pada kisaran 6,3% hingga
6,7%. Pertumbuhan ekonomi ini diharapkan dapat meminimalisir dampak krisis
mengingat tidak banyak portofolio aset perbankan syariah dalam valuta asing
maupun luar negeri. Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia juga
memperkirakan adanya potensi krisis utang di negara–negara Eropa dan Amerika
Serikat pada tahun 2012. Krisis ini dapat menyebabkan lambatnya pertumbuhan
perekonomian di Indonesia. Akan tetapi, pertumbuhan bank syariah di Indonesia
secara umum justru mengalami peningkatan dalam kurun tiga tahun terakhir,
khususnya pada Oktober 2011 dengan year on year (yoy) mencapai 48,10%.4
3
Perbankan ke depan masih mendominasi sistem keuangan berdasarkan total
aset lembaga keuangan di Indonesia. Ancaman dampak krisis luar negeri dapat
diatasi dengan memperbaiki infrastruktur khususnya di dalam organisasi
perbankan syariah. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir banyak bank syariah
yang telah melakukan pembenahan dengan memperkuat aspek regulasi dan
koordinasi kebijakan dengan pihak terkait termasuk pelaku usaha sektor riil.
Penyediaan produk–produk syariah juga dapat memberi nilai tambah tersendiri.
Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan dengan
skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif
sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan
masyarakat Indonesia tanpa terkecuali (Pasal 3 UU Perbankan Syariah Tahun
2008).
BMI terus melakukan peningkatan portofolio penghimpunan dana dan
pembiayaan. Hal itu dilakukan untuk mendiversifikasi risiko dan meningkatkan
kontribusi terhadap pembangunan. Penghimpunan dana Bank Mumalat
mengalami peningkatan dari tahun 2008–2011. Pertumbuhan dana pihak ketiga
meningkat 14,5% pada akhir 2008 menuju 2009. Pada akhir 2009 ke 2010
peningkatan volume penghimpunan dana mencapai 17% dan pada akhir 2011
pertumbuhan dana pihak ketiga meningkat hingga 31% dibandingkan posisi akhir
2010. Laju pertumbuhan dana pihak ketiga dihasilkan dari peningkatan jumlah
rekening baru dan saldo rekening nasabah aktif.5
Seiring dengan peningkatan dana simpanan oleh para nasabah, bank syariah
dapat lebih mengusahakan dana tersebut untuk pembiayaan. Keuntungan dari
usaha dalam beberapa produk pembiayaan biasanya akan dibagi melalui nisbah
bagi hasil. Mengingat sebagian besar DPK yang diterima oleh bank syariah
nantinya akan diinvestasikan kepada mudharib, tidak salah jika risiko yang
dialami oleh pihak bank juga semakin besar. Bank juga mengalami risiko
pengurangan modal jika ternyata investasi yang dilakukan mengalami
kegagagalan atau macet. Risiko yang dapat mengakibatkan pengurangan modal
adalah munculnya unexpected loss (kerugian yang tidak diharapkan) dalam
jumlah besar. Unexpected loss nantinya akan di–backup dari modal bank syariah.
5 http://www.muamalatbank.com/home/news/siaran_pers/1864
4
Menurut Risk Management Guide IFSB Tahun 2004, bank syariah memiliki
tiga risiko terkait dengan usaha pembiayaan yang dilakukan. Pertama, potensi
munculnya risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, dan risiko reputasi
seperti yang terjadi di bank konvensional. Kedua, equity investment risk yang
timbul ketika bank melakukan partnership (syirkah). Ketiga, rate of return risk
terkait dengan perubahan ekspektasi return pemilik dana investasi. Secara umum,
potensi perbedaan karakteristik risiko pada bank syariah (dibandingkan bank
konvensional) bersumber dari kewajiban memenuhi prinsip syariah maupun
dampak dari variasi akad yang digunakan.
Berdasarkan UU No. 21 Pasal 38 Tahun 2008 Tentang UU Perbankan
Syariah disebutkan bahwa bank syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen
risiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah. Manajemen risiko
adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan oleh perbankan
untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang
timbul dari kegiatan usaha bank. Prinsip mengenal nasabah merupakan prinsip
yang harus diterapkan perbankan sekurang–kurangnya mencakup kegiatan
penerimaan dan identifikasi nasabah serta pemantauan kegiatan transaksi nasabah,
termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Perlindungan nasabah antara
lain dilakukan dengan cara adanya mekanisme pengaduan nasabah, meningkatkan
transparansi produk, dan edukasi terhadap nasabah.
Perbankan syariah memiliki core business di bagian funding dan financing.
Kegiatan funding dan financing merupakan usaha utama bank sebagai lembaga
intermediasi antara pihak surplus dan defisit dana. Pengumpulan Dana Pihak
Ketiga (DPK) di BMI dilakukan oleh Relationship Manager (RM). RM
merupakan marketing funding yang bertanggungjawab atas pengumpulan dana
pada Bank Muamalat. Penyaluran pembiayaan di Bank Muamalat merupakan
tanggung jawab dari Account Manager (AM). AM merupakan marketing
financing yang bertugas untuk menyalurkan dana yang telah dikumpulkan oleh
RM melalui berbagai produk pembiayaan yang ada, termasuk produk pembiayaan
anggota koperasi.
5
Target penyaluran pembiayaan untuk setiap AM tidak sama. Hal tersebut
disebabkan oleh pembagian level/grade Sumber Daya Insani (SDI) pembiayaan
yang berbeda–beda. Pada grade terendah atau grade 11 biasanya ditempati oleh
SDI financing yang baru masuk dengan target pembiayaan Rp 1,25 miliar per
bulan. Marketing financing yang termasuk dalam grade 12 memiliki target
pembiayaan sebesar Rp 1,5 miliar per bulan, grade 13 sebesar Rp 1,75 miliar per
bulan, dan grade 14 sebesar Rp 2,5 miliar per bulan (meningkat Rp 500 juta dari
tahun–tahun sebelumnya yang hanya Rp 2 miliar).
Target penyaluran pembiayaan untuk setiap Account Manager dapat
meningkat jika target pembiayaan yang dibebankan oleh pusat kepada Bank
Muamalat di setiap cabang meningkat. Target pembiayaan yang tersebut nantinya
akan dibagi untuk tiap–tiap Account Manager yang ada di setiap cabang. Namun,
peningkatan target pembiayaan BMI umumnya tidak disertai dengan penambahan
jumlah Account Manager di setiap cabang, seperti di BMI Cabang Bogor. Situasi
seperti ini tentunya membuat beban kerja Account Manager menjadi lebih berat
dan tidak menutup kemungkinan munculnya kesalahan dalam menganalisis
Usulan Pembiayaan (UP).
Sebagian besar proses pembiayaan masih dilakukan oleh Account Manager
Cabang Bogor sehingga membuat budget operasional dalam proses pembiayaan
sering meningkat. Faktor waktu, tenaga, dan padatnya jadwal meeting dengan
target pembiayaan yang lain juga menjadi pertimbangan dalam meranking calon
mudharib. Account Manager lebih terfokus pada calon mudharib yang
mengajukan pembiayaan dengan plafond besar, dibanding calon mudharib yang
mengajukan pembiayaan dalam jumlah kecil dengan jarak tempuh trade checking
yang cukup jauh. Hal ini mengingat faktor profitabilitas yang sekiranya akan
diterima dari setiap mudharib sebelum melakukan proses pembiayaan lebih lanjut.
Jumlah SDI marketing financing yang tidak sepadan dengan target
pembiayaan Bank Muamalat Cabang Bogor sering kali membuat para Account
Manager mengalami demotivasi. Demotivasi kinerja disebabkan oleh kebijakan
peningkatan target pembiayaan bulanan Account Manager yang biasanya
disampaikan dalam rapat bulanan.
6
Account Manager juga mengalami kendala dalam melakukan tugasnya
karena muncul kebijakan baru untuk produk pembiayaan, khususnya pembiayaan
anggota koperasi. Tercatat sejak Juli 2011 plafond pembiayaan anggota koperasi
tanpa jaminan fix asset mengalami peningkatan dari Rp 50 juta menjadi Rp 100
juta. Peningkatan plafond pembiayaan ini tidak disertai dengan penambahan
jaminan atas pembiayaan yang diajukan. Calon mudharib yang mengajukan
fasilitas pembiayaan hingga Rp 100 juta masih bisa diberikan akta perjanjian
pemberian jaminan cessie. Dalam perjanjian cessie, mudharib tidak perlu
memberikan jaminan tambahan seperti cash collateral maupun fix asset. Cessie
yang dijaminkan adalah 125% dari jumlah total hutang (harga jual) seluruh
karyawan (anggota koperasi) dan harus dilakukan pengikatan secara notariel
dihadapan notaris yang ditunjuk oleh Bank Muamalat.
Tantangan kerja Account Manager kembali diuji dengan munculnya
kebijakan baru yang menyebutkan bahwa anggota koperasi yang mengajukan
pembiayaan dengan plafond Rp 100 juta harus melalui koperasi karyawan yang
telah berbadan hukum syariah. Kebijakan tersebut akan mulai efektif per Juni
2012. Faktanya, banyak koperasi karyawan yang masih belum berbadan hukum
syariah. Bentuk badan hukum syariah membuat koperasi harus merubah Anggaran
Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) juga perubahan
pembukuan/akuntansi. Setelah berbadan hukum syariah, koperasi juga berfungsi
sebagai institusi Zakat, Infaq, Sedekah, Waqaf, Fidyah (Ziswaf).
Peningkatan target pembiayaan bulanan yang disertai dengan peraturan baru
tentang badan hukum syariah koperasi membuat Account Manager harus bekerja
ekstra. Ada koperasi yang bersedia menjadi badan hukum syariah melalui bantuan
BMI. Banyak juga yang belum siap untuk berbadan hukum syariah meski
berminat mengajukan pembiayaan di BMI. Account Manager mengalami
kesulitan dalam pencapaian target pembiayaan akibat kebijakan baru tersebut. Jika
pada pertengahan 2010 pencapaian target pembiayaan sekitar Rp 18 miliar sudah
tergolong baik, pada pertengahan tahun 2011 hingga 2012 pencapaian target
pembiayaan Rp 8 miliar saja sudah bagus.
7
Kendala yang dialami oleh AM dan juga risiko yang ditimbulkan dari
penyaluran produk pembiayaan anggota koperasi dengan pola executing juga
cessie membuat BMI harus lebih jeli dalam mengelola perkiraan kerugian yang
akan muncul atas produk ini. Perkiraan kerugian yang muncul atas pembiayaan
yang disalurkan dapat dihitung dengan menggunakan dua metode pengukuran
risiko pembiayaan, yakni metode Standardized Approach dan Internal Ratings
Based Approach. Pengukuran risiko pembiayaan berdasarkan metode
Standardized Approach tidak diperkenankan oleh Bank Indonesia karena metode
tersebut memberikan bobot yang sama terhadap risiko pembiayaan tanpa
mempertimbangkan kondisi makro dan mikro perekonomian, jenis pembiayaan,
kualitas pembiayaan, limit pembiayaan dan jatuh tempo pembiayaan. Bank
Indonesia mengizinkan penggunaan Internal Ratings Based Approach sebagai
metode pengukuran risiko pembiayaan karena besarnya risiko pembiayaan yang
akan dibentuk lebih mendekati kenyataan kerugian yang terjadi selama proses
pemberian pembiayaan berlangsung.
Metode pengukuran yang dikembangkan oleh Basel Committee adalah
CreditRisk+ dari Credit Suisse Financial Products (CSFP), CreditMetrics dari JP
Morgan, dan Portfolio Manager dari KMV. Berdasarkan survei yang dilakukan
oleh Crouchy, et al (2001) terhadap 1800 bond dalam 13 mata uang di Amerika
Utara, Eropa, dan Asia sampai pada suatu kesimpulan bahwa model perhitungan
kredit dengan memakai pendekatan Credit Metrics, Credit Risk+, dan KMV model
dianggap menghasilkan perhitungan VaR kredit yang tidak jauh berbeda satu
sama lain. Ketiga model tersebut ternyata cukup valid digunakan untuk
menghitung regulatory capital yang dapat menyerap risiko kredit, khususnya
untuk obligasi dan kredit-kredit tanpa option feature.
Berdasarkan pertumbuhan aset, volume penghimpunan dana, dan
penyaluran dana untuk pembiayaan anggota koperasi yang dilakukan oleh bank
syariah serta besarnya risiko yang harus ditanggung dalam penyaluran
pembiayaan tersebut, dalam skripsi yang menggunakan studi kasus PT Bank
Muamalat Indonesia Tbk Cabang Bogor ini akan dihitung besarnya risiko
pembiayaan anggota koperasi.
8
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran dalam latar belakang masalah, secara lebih spesifik
dalam skripsi ini akan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Strategi apa saja yang harus ditempuh oleh BMI untuk mengatasi munculnya
risiko operasional, kredit, strategik, likuiditas, dan hukum?
2. Berapa besar kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan kerugian
yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio pembiayaan
anggota koperasi BMI Cabang Bogor?
3. Berapa besar economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang Bogor
untuk menutup kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss)?
4. Apakah metode CreditRisk+ cocok diaplikasikan dalam mengukur risiko
pembiayaan anggota koperasi dengan menggunakan model distribusi Poisson?
1.3. Tujuan Penelitian
Skripsi ini membahas tentang pengukuran risiko pembiayaan anggota
koperasi tanpa jaminan berupa fix asset pada BMI Cabang Bogor. Analisis risiko
pembiayaan anggota koperasi yang menggunakan satu–satunya sumber
pengembalian pembiayaan hanya berasal dari gaji karyawan ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi strategi–strategi apa saja yang dapat dilakukan oleh BMI
untuk mengatasi dan meminimalisir kerugian akibat munculnya risiko
operasional, kredit, strategik, likuiditas, dan hukum?
2. Menganalisis nilai kerugian yang dapat diperkirakan (expected loss) dan
kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected loss) pada portofolio
pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor.
3. Menganalisis nilai economic capital yang harus disediakan oleh BMI Cabang
Bogor untuk menutup kerugian yang tidak dapat diperkirakan (unexpected
loss).
4. Menganalisis kecocokan aplikasi metode CreditRisk+ dalam mengukur risiko
pembiayaan anggota koperasi dengan menggunakan model distribusi Poisson.
9
1.4. Manfaat Penelitian
Secara garis besar, skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
positif dalam bidang manajemen risiko perbankan, khususnya perbankan syariah
di Indonesia. Dengan mengetahui jenis–jenis risiko pembiayaan, proses analisis
pembiayaan dan forecasting atas karakteristik mudharib akan dilakukan secara
lebih hati–hati agar tidak meningkatkan kolektibilitas pembiayaan. Pembahasan
penelitian dapat membantu proses perhitungan kerugian yang diharapkan
(expected loss) dan kerugian yang tidak diharapkan (unexpected loss) dalam risiko
penyaluran pembiayaan produk–produk perbankan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Terdapat beberapa faktor yang membatasi penelitian dalam skripsi ini, yaitu:
1. Obyek penelitian adalah produk pembiayaan anggota koperasi yang
merupakan salah satu jenis produk pembiayaan konsumtif BMI.
2. Periode penelitian adalah selama tiga tahun, yakni dari tahun 2009–2011.
3. Data penelitian yang digunakan adalah data tahunan karena akses pencarian
data yang relatif mudah dari pihak BMI Cabang Bogor.
4. Pembahasan dibatasi dalam ruang lingkup pengukuran besarnya nilai kerugian
expected loss, unexpected loss, dan economic capital yang harus disediakan
oleh BMI Cabang Bogor.
5. Pengukuran risiko pembiayaan menggunakan metode CreditRisk+ karena jenis
pembiayaan yang dipilih bersifat konsumtif.
6. Pembiayaan anggota koperasi dinyatakan sebagai default jika termasuk ke
dalam kolektibilitas tiga atau kemacetan pembayaran lebih dari 90 hari.
Kondisi default juga berlaku untuk tingkat kolektibilitas empat dan lima.
7. Nilai eksposur yang digunakan antara Rp 10,5 juta hingga Rp 10,5 miliar.
Nilai pembiayaan yang default dan kurang dari Rp 10,5 juta tidak dimasukkan
dalam sampel karena tidak ada dalam data.
8. Exposure at default yang digunakan adalah plafond kolektif Kopkar, bukan
nominal pinjaman yang diajukan oleh masing–masing anggota Kopkar kepada
pengurus Kopkar. Eksposur pembiayaan merupakan jumlah dari besarnya nilai
baki debet debitur/mudharib.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Bank
Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku. Bangku inilah yang
dipergunakan oleh para bankir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada
para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan populer menjadi Bank (Rivai dan
Veithzal, 2008). Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga
fungsi utama, yaitu menerima simpanan, meminjamkan uang, dan memberikan
jasa pengiriman uang (Karim, 2007).
Bank konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya, memberikan dan
mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam presentase
tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Presentase tertentu ini biasanya
diterapkan per tahun (Triandaru dan Budisantoso, 2007).
Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa bank memiliki beberapa definisi.
Pertama, bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang
kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta
bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja.
Kedua, bank adalah pencipta uang dimaksudkan bahwa bank menciptakan uang
giral dan mengedarkan uang kartal. Ketiga, bank adalah pengumpul dana dan
penyalur kredit berarti bank dalam operasinya mengumpulkan dana
mengumpulkan dana kepada Surplus Spending Unit (SSU) dan menyalurkan
kredit kepada Defisit Spending Unit (DSU).
Bank secara etimologi memiliki arti tempat untuk menukarkan uang. Bank
secara lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang
keuangan dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dan menyalurkan dana,
atau kedua-duanya, menghimpun dan menyalurkan (Kasmir, 2000).
Usaha bisnis perbankan secara garis besarnya meliputi penghimpunan dana
(dari berbagai sumber) dan penyaluran dana tersebut kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya sebagaimana dielaborasi dalam
Pasal 6 UU No. 7/1992 jo. UU No. 10/1998.
11
Martono (2010) menyimpulkan bahwa pengertian bank telah mengalami
evolusi, sesuai dengan perkembangan bank itu sendiri. Fungsi bank pada
umumnya adalah (1) menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat; (2)
memberikan kredit, baik bersumber dari dana yang diterima dari masyarakat
maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk menciptakan tenaga beli baru; (3)
memberikan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
yang telan diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan
bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatakan taraf hidup rakyat banyak.
2.2. Bank Syariah
Bank syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana
maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan
atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. Prinsip utama operasional
bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum islam yang bersumber dari
Al Quran dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank harus memperhatikan
perintah dan larangan dalam Al Quran dan Sunnah Rasul Muhammad SAW
(Triandaru dan Budisantoso, 2007).
Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul
maal) dari dana yang dihimpun (dalam perbankan lazim disebut deposan atau
penabung), karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh
pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima oleh bank
syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada
keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah (Wiroso, 2005).
Rivai dan Veithzal (2008) menyebutkan bahwa Islamic Banking (iB) adalah
bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam ajaran islam,
berfungsi sebagai badan usaha yang menyalurkan dana dari dan kepada
masyarakat, atau sebagai perantara keuangan. Prinsip islam yang dimaksud adalah
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank, pihak lain untuk penyimpan
dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha.
12
Arifin (2009) menyebutkan bahwa bank syariah didirikan dengan tujuan
untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip islam,
syariah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis
lain yang terkait.
Berdasarkan Ketentuan Umum Undang-undang No. 21 Pasal 1 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah
adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Islam adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan
produknya dikembangkan berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah
islam dengan mengacu kepada Al-Qur‟an dan Hadits Nabi Muhammad SAW.
Dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah islam
(Siamat, 2004).
2.3. Pembiayaan Syariah
Kredit atau Credit berasal dari kata credere artinya “kepercayaan.”
Apabila kita memahami arti dasar ini maka orang akan berhati-hati dalam
menerima atau mengajukan kredit. Karena orang tidak akan sembarangan asal
ambil kredit tanpa perhitungan yang matang. Kenapa? Karena apabila si penerima
kredit (debitur) tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang telah
diperjanjikan secara tertulis dengan kreditur (pemberi kredit), yang bersangkutan
berarti sudah wanprestasi (tidak memenuhi kewajiban sesuai pada waktunya).
Dengan dmikian “kepercayaan” kepada penerima kredit tersebut sudah mulai
berkurang yang tentunya akan merugikan debitur juga (Tamin, 2012).
Kedit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk
melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang
karena penyerahan barang-barang sekarang (Suyatno dkk, 1990).
13
Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa kredit berasal dari kata Italia credere
yang artinya kepercayaan, yaitu kepercayaan dari kreditor bahwa debiturnya akan
mengembalikan pinjaman berserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah
pihak. Kreditor percaya bahwa kredit itu tidak akan macet. Menurut Suyatno
(1991), kredit adalah suatu kepercayaan, maksudnya adalah seseorang atau suatu
badan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit dimasa mendatang
akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan.
Pengertian kredit dalam Buku Seri Manajemen Bank No. 5 (1997: 31)
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan
pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.
Selain itu, kredit juga bisa berarti kemampuan untuk melaksanakan suatu
pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya
akan dilakukan atau ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.
Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 10/1998 tentang Perbankan, tidak
terdapat perbedaan definisi yang signifikan antara kredit dengan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah. Kredit didefinisikan sebagai, “Penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi uangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.” Pembiayaan didefinisikan sebagai, “Penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.” Perbedaan definisi kredit dengan pembiayaan terdapat
pada kata kredit yang diganti dengan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
kata pinjam-meminjam dihilangkan, kata peminjam untuk melunasi utangnya
diganti dengan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut, dan akhirnya kata bunga diganti dengan imbalan atau bagi hasil (Karim,
2007).
14
Purnamasari (2011) mendefisinikan pembiayaan adalah penyediaan dana
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, yang berupa:
1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah atau musyarakah;
2. Transaksi sewa–menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk
Ijarah Muntahiyah bi al–Tamlik;
3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna;
4. Transaksi pinjam–meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
5. Transaksi sewa–menyewa jasa berbentuk ijarah untuk transaksi multijasa.
Berdasarkan persetujuan/kesepakatan antara bank syariah dan/atau Unit Usaha
Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan fee/ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Berikut adalah gambar
1. yang menggambarkan skema penyaluran dana (pembiayaan) dan penyediaan
layanan perbankan pada bank syariah menurut Purnamasari (2011).
Gambar 1. Penyaluran dana Bank Syariah (Purnamasari 2011)
BANK SYARIAH
Kegiatan Penyaluran Dana/Pembiayaan (Financing)
Prinsip Bagi Hasil/Kerja Sama
Fee Based Service (Service/Ujrah)
Qardh
Mudharabah
Prinsip Jual Beli
Murabahah Istishna Salam
Musyarakah
Prinsip Sewa (Ijarah)
Letter of
Credit (L/C)
Impor Syariah
Hawalah Rahn/
Gadai
Bank Garansi
Syariah dengan
Prinsip Kafalah
15
2.3.1 Prosedur Pembiayaan Anggota Koperasi
Pembiayaan anggota koperasi adalah pembiayaan yang disalurkan
kepada koperasi karyawan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya (kolektif)
yang mengajukan pembiayaan di koperasi karyawan. Koperasi karyawan
(Kopkar) adalah koperasi primer yang berada di lingkungan perusahaan swasta,
lembaga pemerintah, maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
beranggotakan pegawai tetap yang memiliki standar penggajian baku di
perusahaan tempat anggota bekerja. Pembiayaan anggota koperasi merupakan
jenis pembiayaan konsumer pola indirect, yakni pembiayaan yang diberikan
kepada perorangan (anggota koperasi) melalui Kopkar untuk keperluan
konsumsi dan bersifat non komersial, sepanjang tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku, kesusilaan, ketertiban umum, dan memenuhi
syarat/ketentuan syariah.
Nasabah dari pembiayaan anggota koperasi adalah koperasi karyawan
yang telah mendapat persetujuan untuk memperoleh fasilitas pembiayaan
anggota koperasi dari bank dan telah menandatangani akad dan dokumen
pembiayaan lain yang dipersyaratkan. Dalam konsep produk pembiayaan
anggota koperasi, nasabah berperan sebagai executing agent karena bank tidak
memiliki hubungan langsung dengan para anggota koperasi karyawan. Proses
pembiayaan dari nasabah (Kopkar) kepada anggotanya dilakukan dan menjadi
tanggung jawab penuh nasabah sendiri. Sebagai konsekuensi dari skim
executing, berlaku beberapa ketentuan terkait dengan tanggung jawab nasabah
(Kopkar).
Pembiayaan anggota koperasi dengan pola executing menggunakan skim
mudharabah, murabahah, dan ijarah multijasa. Skim mudharabah digunakan
oleh bank dengan pihak pengelola koperasi karyawan, sedangkan skim
murabahah digunakan oleh pengelola Kopkar dengan para anggota yang
mengajukan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang anggota.
Pengelola Kopkar dan anggotanya juga dapat menggunakan akad ijarah
multijasa jika tujuan pengajuan pembiayaan adalah untuk memenuhi kebutuhan
jasa anggota, seperti dana pendidikan dan umrah.
16
Tujuan pembiayaan harus dicantumkan dalam usulan pembiayaan
anggota koperasi untuk menghindari penyalahgunaan dana yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah atau tidak sesuai tujuan semula. Penentuan keputusan
plafond pembiayaan juga dipengaruhi oleh tujuan penggunaan dana dengan
kesesuaian kebutuhan pinjaman. Jika ternyata dana yang diajukan tidak sesuai
dengan penggunaan, pihak BMI dapat menurunkan/menyesuaikan plafond
pembiayaan sesuai analisis bank.
Penentuan besarnya alokasi pembiayaan (plafond) untuk nasabah
(Kopkar) disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan anggota koperasi,
berdasarkan potensi gaji anggota, mengacu pada analisis pembiayaan yang
berlaku di BMI, juga skala usaha perusahaan. Limit penyaluran pembiayaan
nasabah (Kopkar) kepada anggotanya maksimal adalah Rp 100 juta per
anggota dan tidak dipersyaratkan adanya jaminan tambahan dari anggota.
Pembiayaan di atas Rp 100 juta per anggota harus disertai dengan jaminan
tambahan atas nama Kopkar yang dititipkan ke BMI.
BMI menentukan jaminan untuk produk pembiayaan anggota koperasi
berupa piutang nasabah kepada anggotanya. Nasabah bertanggungjawab atas
kelancaran pembayaran kewajiban di BMI termasuk jika anggota Kopkar
melakukan wanprestasi. Kopkar bekerjasama dengan bendahara gaji dalam hal
pendebetan atau pemotongan gaji karyawan dalam rangka pembayaran
angsuran tiap bulannya. Jika terdapat anggota yang menunggak angsurannya,
diputus hubungan kerjanya, keluar/mengundurkan diri dari perusahaan tempat
bekerja, meninggal dunia, atau hal–hal lain yang menyebabkan kewajiban
angsuran tidak terpenuhi maka Kopkar bertanggungjawab penuh dan wajib
melunasi sisa pembiayaannya di BMI. Oleh karena itu, dalam Surat
Persetujuan Prinsip Pembiayaan (SP3) dimuat persyaratan bahwa perhitungan
nisbah bagi hasil berdasarkan ekspektasi pendapatan yang diperoleh dari total
angsuran anggota koperasi setiap bulan. Jika perolehan pendapatan lebih kecil
dari ekspektasi pendapatan yang disebabkan kelalaian Kopkar dalam
memotong gaji anggotanya untuk membayar angsuran maka nasabah
bertanggungjawab untuk menambah/menutupi kekurangan pendapatan
tersebut.
17
Beberapa dokumen jaminan selain Surat Perintah transfer dari karyawan ke
rekening Kopkar di BMI adalah dokumen jaminan yang berupa kesanggupan
bayar dari pihak–pihak terkait seperti dokumen pemotongan gaji, dokumen
jaminan atas kelancaran pembayaran dan pelunasan kewajiban anggota Kopkar
kepada BMI, dan dokumen penutupan asuransi.
Dokumen pemotongan gaji meliputi tunjangan–tunjangan ataupun hak–hak
yang timbul dalam bentuk apapun juga dari anggota Kopkar kepada bendahara
gaji perusahaan tempat anggota Kopkar bekerja. Selain itu, dibutuhkan juga
dokumen surat pernyataan dari bendahara gaji tempat anggota Kopkar bekerja
untuk menjamin kelancaran pemotongan gaji, tunjangan, ataupun hak yang timbul
dalam bentuk apapun dalam rangka pembayaran angsuran hutang pokok, margin,
denda, dan biaya–biaya lain yang menjadi kewajiban anggota Kopkar, serta untuk
pelunasan kewajiban anggota Kopkar jika status anggota sebagai karyawan
terputus hubungan kerjanya oleh sebab apapun juga.
Pada dokumen jaminan atas kelancaran pembayaran serta pelunasan
kewajiban anggota Kopkar kepada BMI terdapat surat pernyataan dan kuasa dari
anggota Kopkar kepada pengurus Kopkar untuk menyerahkan semua hak yang
timbul kepada pengurus Kopkar untuk selanjutnya langsung diserahkan kepada
BMI agar menerima terlebih dulu atas hak–hak anggota tersebut. Misalnya,
apabila hubungan kerjanya oleh sebab apapun termasuk tunjangan hari tua, gaji
terakhir, serta pesangon. Dokumen lainnya adalah surat pernyataan penjaminan
dan kuasa dari pengurus nasbaah kepada BMI untuk kelancaran pembayaran dan
pelunasan kewajiban anggota Kopkar kepada BMI. Jaminan dokumen yang lain
adalah dokumen penutupan asuransi, minimal berupa polis asuransi jiwa dengan
pelunasan PHK dari perusahaan asuransi yang ditetapkan BMI. Manfaat asuransi
setidaknya mencakup risiko meninggal dunia dengan minimal coverage 100%
dari jumlah kerugian dan risiko PHK dengan coverage 75% dari jumlah kerugian.
Kelengkapan dokumen jaminan merupakan salah satu syarat dilakukannya
pengikatan antara pihak BMI dengan nasabah (Kopkar). Pengikatan perjanjian
pembiayaan (notariil) antara BMI dengan Kopkar dilakukan di depan notaris yang
ditunjuk oleh pihak BMI. Fidusia piutang dilakukan secara notariil dan
didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF).
18
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam produk pembiayaan anggota
koperasi adalah jangka waktu pembiayaan. Jangka waktu pembiayaan kepada
Kopkar disesuaikan dengan jangka waktu pembiayaan Kopkar kepada
anggotanya. Terkait dengan hal itu, BMI memiliki aturan tersendiri, yakni
khusus untuk Kopkar perusahaan swasta dengan aset kurang dari Rp 50 miliar
periode pembiayaan hanya berlangsung antara 1 s/d 3 tahun. Periode tersebut
dapat diperpanjang hingga 5 tahun jika pemohon pembiayaan adalah Kopkar
dari instansi PNS, BUMN, TNI/POLRI, dan perusahaan swasta dengan aset ≥
Rp 50 miliar. Pembayaran angsuran pokok pembiayaan berikut bagi hasil
dilakukan secara bulanan sesuai dengan jangka waktu dan jadwal yang telah
disepakati antara BMI dan Kopkar. BMI tidak memberikan masa tenggang
(grace period) setelah tanggal angsuran ditetapkan. Setelah mengetahui
konsep/definisi pembiayaan anggota koperasi di BMI, tahap selanjutnya adalah
penjelasan tentang prosedur pembiayaan anggota koperasi yang harus dipahami
oleh nasabah/Kopkar. Untuk mengetahui lebih jelas tentang prosedur
pembiayaan anggota koperasi di BMI, pada paragraf selanjutnya akan dibahas
tentang tahapan pembiayaan anggota koperasi secara umum.
Nasabah yang telah memahami persyaratan pengajuan pembiayaan
anggota koperasi di BMI, selanjutnya dapat langsung mengajukan permohonan
pembiayaan dan mengisi form yang telah disediakan di bank. Pada tahap ini,
nasabah (yang diwakili oleh pengurus Kopkar) menyampaikan keinginannya
untuk melakukan kerjasama dengan BMI untuk memenuhi kebutuhan
komsumtif anggota koperasi. Atas permohonan tersebut, account manager
akan menggali informasi dan melakukan wawancara secara umum kepada
pengurus koperasi tentang keperluan pembiayaan, jumlah dana yang
diperlukan, dan berbagai hal lain yang nantinya akan dituangkan dalam UP.
Jika sudah mendapatkan informasi dari pengurus koperasi tentang
pembiayaan yang akan disalurkan, AM akan mempersilakan pengurus koperasi
mengisi form permohonan dan meminta pengurus koperasi untuk melengkapi
seluruh persyaratan yang dibutuhkan. Persyaratan yang harus dipenuhi pada
awal pengajuan pembiayaan anggota koperasi ke BMI dibagi menjadi tiga,
yakni persyaratan bagi koperasi, anggota koperasi, dan badan usaha.
19
Persyaratan untuk koperasi karyawan antara lain sebagai berikut:
1. Berbadan hukum (Surat pengesahan koperasi sebagai badan hukum dari
Departemen Koperasi).
2. Anggaran Dasar koperasi dan Akta Perubahan koperasi.
3. Susunan pengurus koperasi yang sudah disahkan oleh Departemen Koperasi
dan profil perusahaan Induk.
4. Mengajukan Surat permohonan pembiayaan ke BMI meliputi total
pembiayaan, kegunaan, dan jangka waktu pembiayaan.
5. Merekap daftar nominatif anggota koperasi yang sudah diseleksi oleh
Kopkar beserta plafond yang diminta oleh anggota koperasi.
6. Fotokopi rekening koran atas nama koperasi 3 (tiga) bulan terakhir.
7. Fotokopi KTP dan SK pengangkatan kepala Divisi SDM/Personnel
Department Head Perusahaan Induk.
8. Surat pernyataan dari manajemen perusahaan dan pengurus koperasi untuk
menjamin pembayaran atas fasilitas pembiayaan yang diterima oleh
koperasi sampai dengan masa pelunasan dan apabila dalam RAT susunan
pengurus berubah, kewajiban-kewajiban kepada bank tetap diteruskan oleh
pengurus baru (bermaterai Rp 6000).
9. Nasabah yang dimaksud adalah Kopkar dari beberapa lembaga pemerintah,
BUMN/BUMD, perusahaan multinasional, perusahaan besar yang telah
masuk bursa (go public), atau perusahaaan swasta yang bonafit.
10. Akte Pendirian/Anggaran Dasar Nasabah telah mendapat pengesahan dari
pejabat Kementrian Koperasi yang berwenang dan telah memiliki
perizinan usaha lainnya seperti SIUP, TDP, dan NPWP.
11. Nasabah sudah merupakan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) atau
memiliki Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS). Apabila nasabah belum
merupakan KJKS atau belum memiliki UJKS maka koperasai
dipersyaratkan sudah/sedang mengajukan permohonan KJKS/UJKS
kepada Kementrian Koperasi atau Dinas Koperasi setempat, koperasi
menempatkan orang yang memahami hukum syariah dalam struktur DPS
Koperasi, dan penyaluran piutang nasabah kepada anggotanya wajib
menggunakan Akad Syariah.
20
Persyaratan untuk anggota koperasi antara lain sebagai berikut:
1. Tercatat sebagai karyawan tetap dengan masa kerja minimal dua tahun
2. Memiliki kondite yang baik
3. Mendapat rekomendasi dari atasan dan koperasi
4. Fotokopi kartu identitas (KTP suami-istri, KK, surat nikah, dan surat
persetujuan suami/istri)
5. Surat kuasa pemotongan gaji dari anggota kepada Kepala Divisi SDM/HRD
perusahaan induk
6. Besarnya angsuran/kewajiban anggota tidak melebihi 35% dari take home
pay
7. Maksimal umur dan jangka waktu pembiayaan tidak melebihi usia pensiun
8. Pembiayaan karyawan wajib di–cover dengan asuransi jiwa
9. Menyerahkan bukti perjanjian antara karyawan dengan koperasi
10. Cakap hukum, yaitu mampu melaksanakan hal dan kewajiban untuk
melakukan suatu perbuatan hukum
11. Usia minimal 21 tahun dan pada saat jatuh tempo fasilitas usia maksimal 55
tahun atau sebelum pensiun
12. Status anggota koperasi adalah minimal 2 tahun sebagai karyawan tetap,
dibuktikan dengan menyerahkan asli SK Pengangkatan pertama dan terakhir
(atau copy SK dengan menunjukkan aslinya), atau surat keterangan dari
instansi pemerintah yang berwenang (bagi PNS), atau Surat Keterangan dari
manager personalia tempat kerja anggota yang menyatakan bahwa anggota
nasabah masih tercatat sebagai karyawan tetap dan masih aktif (bagi
pegawai swasta).
13. Khusus bagi PNS dan TNI/Polri, selain menyerahkan SK Pengangkatan
(asli) pertama dan terakhir atau surat keterangan dan instansi pemerintah
yang berwenang, juga menyerahkan kartu Peserta Taspen (KPT) atau Kartu
Tanda Peserta Asabri (KTPA) dan Kartu Pegawai Negeri Sipil (Karpeg)
atau Kartu Tanda Anggota (KTA) untuk disimpan oleh bank selama masa
pembiayaan berlangsung.
14. Memperoleh rekomendasi dari pimpinan kantor/atasan yang sah
21
Persyaratan badan usaha yang menaungi Kopkar antara lain:
1. Badan usaha tempat nasabah bernaung telah beroperasi minimal lima tahun.
2. Memiliki citra/reputasi badan usaha yang baik (tidak terdapat informasi
negatif) terkait badan usaha tersebut.
3. Bisnis badan usaha yang menaungi Kopkar tidak termasuk ke dalam sub
sektor ekonomi yang tidak menarik.
4. Badan usaha sedang tidak dalam proses hukum (baik dalam permasalahan
pajak maupun dengan pihak ketiga lainnya).
5. Bagi badan usaha yang berorientasi profit maka harus memiliki prospek
usaha yang menguntungkan (profitable) dan minimal dua periode terakhir
sudah menghasilkan profit, jika terjadi penurunan profit maka harus
dijelaskan penyebabnya, harus memiliki laporan kaungan (minimal dua
periode terakhir) dengan kinerja terbaik terkait analisis keuangan badan
usaha.
Apabila kriteria instansi/perusahaan swasta tempat karyawan/anggota
nasabah bekerja tersebut di atas tidak dapat dipenuhi maka account manager
wajib memberitahukan kepada Komite Pembiayaan. Namun, sebelum semua
dokumen masuk ke level komite, akan dilakukan risk assesment terlebih dulu
terhadap proposal pembiayaan yang dibuat account manager. Proposal
pembiayaan dengan limit tertentu sesuai ketentuan Risk Management Division
wajib diproses oleh bagian Financing Risk, baik oleh Financing Risk Officer
(FRO) ataupun oleh Financing Risk Staff (FRS), sesuai dengan limitasi
kewenangan pemutusan pembiayaan yang berlaku. FRO/FRS melakukan
proses asessment dan memberikan rekomendasi untuk dilakukan proses lebih
lanjut sesuai dengan prosedur yang berlaku di Risk Management Division.
Semua dokumen persyaratan pembiayaan anggota koperasi yang telah
masuk ke BMI akan diperiksa kelengkapannya oleh account manager.
Dokumen yang lengkap dan memenuhi syarat tidak langsung membuat pihak
BMI percaya begitu saja. Perlu dilakukan trade checking (pemeriksaan lapang)
untuk mengetahui situasi dan kondisi koperasi yang mengajukan pembiayaan
tersebut.
22
Trade checking ditujukan untuk melakkan analisis kelayakan pembiayaan
anggota koperasi. Pemeriksaan lapang sangat penting karena hasil dari
pemeriksaan inilah yang nantinya akan dituangkan dalam Usulan Pembiayaan.
Aspek–aspek kelayakan pembiayaan yang dianalisis menggunakan format
standar Usulan Pembiayaan.
Tahap selanjutnya adalah penentuan keputusan pembiayaan berdasarkan
hasil analisis pembiayaan menurut prinsip 5C yang dituangkan dalam Usulan
Pembiayaan anggota koperasi. Hasil dari analisis pembiayaan yang dimuat
dalam Usulan Pembiayaan akan disampaikan kepada Komite Pembiayaan.
Komite Pembiayaan terdiri atas business manager, koordinator pembiayaan,
dan senior account manager yang ditunjuk oleh kantor pusat sebagai komite
pembiayaan.
Keputusan pembiayaan dapat berupa penolakan dan penerimaan. Jika
pembiayaan ditolak, semua dokumen yang ada di BMI akan dikembalikan ke
pengurus koperasi. BMI juga akan mengirim surat penolakan permohonan dan
alasan tidak disetujuinya permohonan pembiayaan anggota koperasi. Jika
pembiayaan diterima, account manager akan melakukan negosiasi ulang
dengan pengurus koperasi berkenaan dengan hasil pemeriksaan dan notifikasi
dari Komite Pembiayaan. Penentuan keputusan pemberian pembiayaan dapat
ditentukan berdasarkan grading Kopkar dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Diterimanya Pembiayaan berdasarkan Grading Kopkar
Kriteria Grading Kopkar
Grade A Grade B Grade C
Maksimum eksposur
per Kopkar
(Potensi
pembiayaaan = end
users x estimasi end
user limit facility)
80% dari potensi
pembiayaan atau
10% dari
eksposur
pembiayaan
Kopkar
70% dari potensi
pembiayaan atau
10% dari
eksposur
pembiayaan
Kopkar
60% dari potensi
pembiayaan atau
10% dari
eksposur
pembiayaan
Kopkar
Kolateral/piutang 100% O/S 100% O/S 100% O/S
Maksimum plafond
per anggota
Rp 100 juta Rp 100 juta Rp 50 juta
Anggota di–cover
asuransi jiwa
Wajib Wajib Wajib
Sumber: BMI (2012)
23
Ketentuan/keputusan Komite Pembiayaan harus disetujui oleh nasabah
agar account manager dapat segera membuat Offering Letter (OL). Dengan
dibuatnya OL maka proses selanjutnya adalah pengikatan/akad. Pengikatan
merupakan sebuah pertemuan (forum) yang dihadiri oleh beberapa pengurus
koperasi, business manager, legal staff, notaris, dan saksi. Pengikatan
dilakukan dengan saling berjabat tangan antara wakil dari BMI dan pengurus
koperasi terkait dengan persetujuan atas akta–akta yang ditandangani seperti
persetujuan pembiayaan dengan akad mudharabah, akta jaminan, dan akta
pernyataan pengurus koperasi. Jika proses pengikatan sudah selesai dilakukan,
tahap selanjutnya adalah pencairan pembiayaan yang akan dilakukan setelah
nasabah memenuhi beberapa syarat pencairan fasilitas pembiayaan seeperti
berikut:
1. Akad pembiayaan telah ditandatangani secara notariil oleh para pengurus
nasabah (Kopkar) yang tercantum dan sesuai dengan RAT terakhir.
2. Pengurus Kopkar telah menyerahkan Surat Pernyataan Penjaminan dan
Kuasa serta perintah pendebetan rekening (standing instruction), guna
pembayaran angsuran pokok, nisbah biaya administrasi, biaya notaris, biaya
asuransi, serta kewajiban lainnya yang akan timbul.
3. Syarat yang harus dipenuhi oleh para anggota Kopkar yang akan dibiayai
meliputi status anggota minimal 2 tahun sebagai karyawan tetap, Cash Ratio
(CR) maksimal 35% (bagi PNS) dan 50% (bagi pegawai swasta/BUMN)
dari THP setelah dikurangi potongan–potongan yang menjdi kewajiban
anggota Kopkar yang bersangkutan, anggota yang bersangkutan telah
mendapatkan rekomendasi tertulis dari pimpinan kantor/atasannya, yang
bersangkutan telah menyerahkan surat pernyataan dan kuasa yang telah
ditandatangani di atas materai Rp 6.000, anggota yang akan mendapatkan
pembiayaan wajib menyampaikan data lengkap, anggota yang memperoleh
pembiayaan wajib membuka rekening bank (Tabungan Muamalat,
tabunganKu, atau Giro Muamalat) untuk menampung penyaluran
pembiayaan dari nasabah.
4. Pencairan fasilitas didasarkan pada permohonan pengurus Kopkar dengan
melampirkan bukti pengajuan dari para anggotanya.
24
Hal–hal yang harus diperhatikan dalam penyaluran pembiayaan anggota
koperasi seperti unit bisnis yang ditekankan untuk melakukan tindakan
antisipasi dan berkewajiban melakukan monitoring terhadap nasabah secara
intensif, seperti verifikasi setiap anggota yang mengajukan pembiayaan ke
berbagai sumber yang tepat agar tidak terjadi pembiayaan fiktif (dapat
dipercaya), serta selalu memonitor kinerja nasabah dan perusahaan tempat para
anggota bekerja. Monitoring juga penting untuk mengawasi penggunaan dana
yang dipinjam dari BMI yang harus sejalan dengan prinsip–prinsip syariah.
Mengingat pembiayaan yang disalurkan adalah pembiayaan syariah, terdapat
beberapa prinsip syariah yang harus diperhatikan seperti:
1. Akad antara bank dengan nasabah harus menggunakan skim mudharabah
yang secara prinsip merupakan akad kerjasama antara bank sebagai shahibul
maal dan nasabah sebagai mudharib, dimana bank menyediakan kebutuhan
modal 100% untuk dikelola oleh nasabah untuk disalurkan sebagai
pembiayaan kepada anggotanya. Bagi hasil bank dihitung atas dasar
expected return bank dari pembayaran angsuran anggota.
2. Nasabah sebagai mudharib harus memenuhi syarat sesuai prinsip dalam
skema pembiayaan mudharabah, terutama dalam hal pengalaman
manajemen serta keahlian para pengurus dalam mengelola usaha nasabah.
3. Akad antara nasabah dengan para anggotanya harus menggunakan prinsip
murabahah/ijarah multijasa, yang pada dasarnya harus memenuhi beberapa
prinsip dasar seperti jual beli, barang/jasa yang diperjualbelikan memenuhi
syarat halal, harga/jumlah yang harus dibayar pembeli telah disepakati
bersama, cara pembayaran bisa sekaligus atau diangsur sesuai kesepakatan
kedua belah pihak, dalam hal pembayaran dilakukan dengan cicilan maka
uang muka diserahkan oleh para anggota nasabah, unit bisnis dapat
memberikan petunjuk kepada pengurus nasabah (Kopkar) yang
bersangkutan dalam menyusun akad murabahah dan ijarah multijasa.
4. Barang–barang yang diproduksi oleh perusahaan tempat para anggota
Kopkar bekerja dan barang–barang yang akan diperjualbelikan Kopkar
kepada para anggota harus memenuhi syarat halal dan tidak melanggar
prinsip syariah.
25
Tahap akhir dari proses pembiayaan anggota koperasi adalah realisasi
pembiayaan dengan alur/proses realisasi sebagai berikut:
Keterangan:
Alur realisasi pembayaran angsuran secara teknis
Alur realisasi pembayaran angsuran secara garis besar
Gambar 2. Alur proses realisasi dan pembayaran angsuran (BMI 2012)
Pada Gambar 2 terdapat panah nomor 1 yang menunjukkan realisasi
pembiayaan dari BMI ke Kopkar melalui rekening giro escrow Kopkar.
Rekening giro escrow adalah rekening giro penampungan untuk realisasi
penyaluran pembiayaan dan penampungan untuk sumber pengembalian
pembiayaan. Rekening giro escrow tidak dilengkapi dengan cek dan bilyet giro
sehingga pendebetan hanya dapat dilakukan oleh BMI. Panah nomor 2
menunjukkan bahwa BMI melakukan pemindahbukuan dari rekening giro
escrow Kopkar ke rekening setiap anggota (berdasarkan daftar normatif
anggota Kopkar yang telah ditandatangani pengurus dan diverifikasi BMI).
Panah yang diberi nomor 3 menunjukkan pembayaran kewajiban
angsuran dari anggota langsung disetorkan/ditransfer ke rekening giro escrow
Kopkar oleh bagian personalia perusahaan yang berwenang melakukan
pemotongan kewajiban angsuran dari masing–masing anggota Kopkar sebesar
kewajiban Kopkar kepada BMI. Panah nomor 4 menunjukkan proses
pendebetan rekening giro escrow sebesar kewajiban dari Kopkar, sedangkan
panah nomor 5 menunjukkan kwajiban Kopkar untuk mengaktifkan mutasi
keuangan usahanya melalui BMI dengan menggunakan rekening aktif Kopkar.
1
4 4 1
5
2
3 3
2
Bank Muamalat
Koperasi Karyawan
Badan Usaha yang Menaungi Kopkar
Anggota Kopkar
Rek. Giro
Aktif Kopkar
Rekening Giro /Tabungan
Aktif Anggota
Rek. Giro
Escrow Kopkar
26
2.3.2 Prinsip Penilaian Kelayakan Pembiayaan Anggota Koperasi
Hasibuan (2011) menyebutkan bahwa plafond kredit mutlak harus
ditetapkan dan disetujui oleh kedua belah pihak (bank dan nasabah) sebelum
penyaluran kredit dilakukan. Plafond kredit ditetapkan secara objektif atas hasil
analisis asas 5C, 7P, dan 3R oleh analis kredit.
Gambar 3. Analisis pembiayaan/kredit (Hasibuan 2011)
Asas 5C
1. Character (watak) calon debitur perlu diteliti oleh analis kredit apakah layak
untuk menerima kredit. Karakter pemohon kredit dapat diperoleh dengan
cara mengumpulkan informasi dari referensi nasabah dan bank–bank lain
tentang perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatannya memenuhi
pembayaran transaksi. Karakter yang baik jika ada keinginan untuk
membayang (willingness to pay) kewajibannya. Apabila karakter pemohon
baik maka dapat diberikan kredit, sebaiknya jika karakternya buruk kredit
tidak dapat diberikan.
2. Capacity (kemampuan) calon debitur perlu dianalisis apakah ia mampu
memimpin perusahaan dengan baik dan benar. Kalau ia mampu memimpin
perusahaan, ia akan dapat membayar pinjaman sesuai dengan perjanjian dan
perusahaannya tetap berdiri. Jika kemampuan calon debitur baik maka dapat
diberikan kredit, sebaiknya jika karakternya buruk kredit tidak dapat
diberikan.
1. Character
2. Capacity
3. Capital
4. Condition of
Economic
5. Collateral
1. Personality
2. Party
3. Purpose
4. Prospect
5. Payment
6. Profitability
7. Protection
1. Return
2. Repayment
3. Risk Bearing
Ability
Asas 3R Asas 7P Asas 5C
Analisis kelayakan Pembiayaan/Kredit
27
3. Capital (modal) dari calon debitur harus dianalisis mengenai besar dan
struktur modalnya yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur.
Hasil analisis neraca lajur akan memberikan gambaran dan petunjuk sehat
atau tidak sehatnya perusahaan. Demikian juga mengenai tingkat likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan struktur modal perusahaan bersangkutan. Jika
terlihat baik maka bank dapat memberikan kredit kepada pemohon
bersangkutan, tetapi jika tidak maka pemohon tidak akan mendapatkan
kredit yang diinginkannya.
4. Condition of Economic atau kondisi perekonomian pada umumnya dan
bidang usaha pemohon kredit khususnya. Jika baik dan memiliki prospek
yang baik maka permohonannya akan disetujui, sebaiknya jika jelek,
permohonan kreditnya akan ditolak.
5. Collateral (agunan) yang diberikan pemohon kredit mutlak harus dianalisis
secara yuridis dan ekonomis apakah layak dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan bank. Jika jawabannya ya maka kredit dapat diberikan, tetapi jika
jawabannya tidak maka kredit tidak dapat diberikan.
Asas 7P
1. Personality (kepribadian) adalah sifat dan perilaku yang dimiliki calon
debitur yang mengajukan permohonan kredit bersangkutan, dipergunakan
sebagai dasar pertimbangan pemberian kredit. Jika kepribadiannya baik,
kredit dapat diberikan, sebaliknya jika kepribadiannya jelek maka kredit
tidak akan diberikan. Alasannya adalah karena kepribadian yang baik akan
berusaha membayar pinjamannya, sedangkan kepribadian yang jelek akan
sulit membayar pinjamannya. Kepribadian calon nasabah ini dapat diketahui
dengan mengumpulkan informasi tentang keturunan, pekerjaan, pendidikan,
dan pergaulannya.
2. Party adalah mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu
berdasarkan modal, karakter, dan loyalitasnya, dimana setiap klasifikasi
nasabah akan mendapatkan fasilitas berbeda.
3. Profitability adalah adalah untuk menganalisis bagaimana kemampuan
nasabah mendapatkan laba. Profitability diukur per periode, apakah konstan
atau meningkat dengan adanya kredit.
28
4. Purpose (tujuan) adalah tujuan dan penggunaan kredit oleh calon debitur,
apakah untuk kegiatan konsumtif atau sebagai modal kerja. Tujuan kredit ini
menjadi hal yang menentukan apakah permohonan calon debitur
disetujui/ditolak. Apabila kredit digunakan untuk kegiatan sebagai modal
kerja (produktif) maka kredit dapat diberikan. Jadi, analisis kredit harus
mengetahui secara pasti tujuan dan penggunaan kredit yang akan diberikan
sehingga dapat mempertimbangkan apakah kredit akan diberikan atau
ditolak.
5. Prospect adalah prospek perusahaan di masa datang, apakah akan
menguntungkan (baik) atau merugikan (jelek). Jika prospek terlihat baik
maka kredit dapat diberikan, sebaliknya jika jelek maka kredit ditolak. Oleh
karena itu, analis kredit harus mampu mengestimasi masa depan perusahaan
calon debitur agar pengembalian kredit menjadi lancar.
6. Payment (pembayaran) adalah mengetahui bagaimana pembayaran kembali
kredit yang diberikan. Hal ini dapat diketahui jika analis kredit
memperhitungkan kelancaran penjualan dan pendapatan calon debitur
sehingga dapat diperkirakan kemampuannya untuk membayar kembali
kredit tersebut sesuai dengan perjanjian. Asas payment ini harus
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan pemberian kredit agar
pengembalian kredit berjalan lancar.
7. Protection bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan.
Perlindungan dapat berupa jaminan barang, jaminan orang, atau jaminan
asuransi.
Asas 3R
1. Return adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai perusahaan calon
debitur setelah memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup
untuk membayar pinjaman dan sekaligus membantu perkembangan usaha
calon debitur maka kredit diberikan. Jika tidak maka kredit tidak diberikan.
2. Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu
pembayaran kredit oleh calon debitur, tetapi perusahaannya tetap berjalan.
29
3. Risk Bearing Ability adalah mempertimbangkan besarnya kemampuan
perusahaan calon debitur untuk menghadapi risiko, apakah perusahaan calon
debitur risikonya ditentukan oleh besarnya modal dan strukturnya, jenis
bidang usaha, dan manajemen perusahaan bersangkutan. Jika risk bearing
ability perusahaan besar maka kredit tidak diberikan, tetapi apabila risk
bearing ability perusahaan kecil maka kredit diberikan.
Penilain untuk kredit konsumtif hanya dilakukan pada jumlah gaji yang
diperoleh dimana angsuran ditambah dengan bagi hasil nantinya akan
ditentukan sebesar take home pay (pendapatan). Umumnya jumlah pembiayaan
konsumtif bernilai sekitar 60% dari pendapatan. Penentuan cash ratio fasilitas
pembiayaan BMI didasarkan pada tiering berikut:
1. Maksimum cash ratio 35% dari pendapatan dan/atau 70% dari disposable
income jika pendapatan ≤ Rp 5 juta.
2. Maksimum cash ratio 40% dari pendapatan dan/atau 75% dari disposable
income jika pendapatan > Rp 5 juta s/d Rp 10 juta.
3. Maksimum cash ratio 50% dari pendapatan dan/atau 80% dari disposable
income jika pendapatan ≥ Rp 10 juta.
2.3.3 Kualitas Pembiayaan
Martono (2010) menyebutkan bahwa hal yang tidak menggembirakan
bagi bank sebagai pemberi kredit adalah apabila kredit yang diberikan menjadi
bermasalah. Kredit bermasalah disebabkan sebitur dalam memenuhi
kewajibannya yaitu membayar angsuran kredit sekaligus dengan bunganya
tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui dalam perjanjian kredit.
Beberapa pengertian mengenai kolektibilitas kredit yang dibuat menurut
ketentuan Bank Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Kredit lancar, yaitu kredit yang pembayaran pokok pinjaman dan bunganya
tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta
sesuai dengan persyaratan kredit.
2. Kredit dalam perhatian khusus, yaitu kredit yang pengembalian pokok
pinjaman atau bunganya terdapat tunggakan sampai 90 hari.
30
3. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 90 hari sampai
180 hari waktu yang disepakati.
4. Kredit diragukan,yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 180 hari sampai
dengan 270 hari dari waktu yang disepakati.
5. Kredit macet, adalah kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan
pembayaran dan bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 270 hari.
Berdasarkan pertimbangan kuantitatif dan judgement oleh Account
Manager, serta sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP
tanggal 31 Januari 2005 kepada semua bank umum yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional di Indonesia perihal penilaian kualitas
aktiva bank umum, maka kualitas kredit digolongkan menjadi lancar, dalam
perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet menurut tiga kriteria,
yakni prospek usaha (perlu juga memerhatikan upaya debitur dalam rangka
memelihara lingkungan hidup), kinerja (performance) debitur, dan kemampuan
membayar. Kriteria tersebut diterapkan dengan pedoman umum yang
dicantumkan dalam lampiran 1 skripsi ini.
Kredit bermasalah timbul sebagai akibat tidak dapat dipenuhinya
kewajiban debitur untuk membayar angsuran pinjaman maupun bunga kredit
pada waktu yang sudah disepakati. Kredit bermasalah merupakan kredit yang
pembayaran angsuran pokok dan bunganya telah melewati sembilan puluh hari
atau telah melewati jatuh tempo atau pinjaman yang mengalami kesulitan
pelunasan akibat adanya faktor kesenjangan atau karena faktor ekternal diluar
kemampuan debitur yang dapat diukur dari kolektibilitasnya. Kredit
bermasalah adalah kredit yang kolektibilitasnya tergolong kredit kurang lancar,
kredit diragukan, dan kredit macet (Dendawijaya, 2005).
2.4. Risiko Pembiayaan
Hasibuan (2011) berpendapat bahwa setiap pemberian kredit oleh bank
mengandung risiko sebagai akibat ketidakpastian dalam pengembaliannya. Oleh
karena itu, bank perlu mencegah atau memperhitungkan kemungkinan timbulnya
risiko tersebut.
31
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapatan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, menyatakan bahwa risiko kredit diartikan
sebagai risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty dalam
memenuhi kewajibannya. Berdasarkan counterparty, risiko kredit dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu:
1. Risiko kredit pemerintahan (sovereign credit risk), yaitu risiko kredit yang
berhubungan dengan pemerintah yang tidak mampu membayar pokok dan
bunga pinjaman saat jatuh tempo, terutama pinjaman bilateral antar negara.
2. Risiko kredit korporat (corporate credit risk), yaitu risiko gagal bayar dari
perusahaan yang menerbitkan surat utang, gagal bayar dari perusahaan yang
telah memperoleh kredit, serta gagal bayar dari perusahaan memperoleh
penyertaan modal. Risiko korporat lebih berisiko dan lebih sering terjadi di
bank.
3. Risiko kredit konsumen (retail customer credit risk), adalah risiko kredit yang
terkait dengan ketidakmampuan debitur perorangan dalam menyelesaikan
pembayaran kreditnya.
2.4.1 Jenis–jenis Risiko Pembiayaan
Martono (2010) menyebutkan bahwa risiko usaha bank dapat dibagi
menjadi enam, yakni:
1. Risiko kredit (default risk), merupakan suatu risiko akibat kegagalan atau
ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diterima
dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah
ditentukan atau dijadwalkan.
2. Risiko investasi (investment risk), berkaitan dengan kemungkinan terjadinya
kerugian akibat suatu penurunan nilai pokok portofolio surat–surat berharga,
misalnya: obligasi dan surat berharga lainnya yang dimiliki bank.
3. Risiko likuiditas (liquidity risk), adalah risiko yang dihadapi bank untuk
memenuhi kebutuhan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permintaan
kredit dan semua penarikan dana oleh penabung pada suatu waktu.
4. Risiko penyelewengan (fraud risk), adalah risiko yang berkaitan dengan
kerugian yang terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan atau moral dan
perilaku yang kurang baik dari pejabat, karyawan, dan nasabah.
32
5. Risiko operasional (operational risk), merupakan risiko ketidakpastian
mengenai usaha bank yang bersangkutan. Risiko operasional bank dapat
berasal dari kemungkinan kerugian dari operasional bank bila terjadi
penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional
bank dan kemungkinan terjadinya kegagalan atas jasa/produk baru yang
diperkenalkan.
6. Risiko fidusia (fiduciary risk), akan timbul apabila bank dalam usahanya
memberikan jasa bertindak sebagai wali amanat baik untuk individu
maupun badan usaha.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4292), risiko perbankan dibagi menjadi delapan, yakni risiko
kredit, pasar, likuiditas, operasional, kepatuhan, hukum, reputasi, dan strategik.
Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko pasar adalah risiko pada
posisi neraca dan rekening administratif. Risiko likuiditas adalah risiko akibat
ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari
sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset liquid berkualitas tinggi yang
dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.
Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau
adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko
kepatuhan adalah risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek
yuridis. Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan
stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap rank. Risiko
strategik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau
pelaksanaan keputusan strategik.
33
2.4.2 Risiko Pembiayaan dengan Jaminan Cessie
Nurhayati (2009) menyebutkan bahwa salah satu jaminan yang tercantum
dalam klausula akad pembiayaan al–mudharabah muqayyadah BMI adalah
cessie piutang. Jaminan tersebut dibuat dalam bantuk akta notariil yang disebut
Perjanjian Pemberian Jaminan Cessie. Oleh karenanya, muncul permasalahan
yaitu bagaimana hubungan hukum antara shahibul maal dan mudharib pada
pemberian jaminan cessie dalam pembiayaan mudharabah dan apakah
perjanjian pemberian jaminan cessie dapat memberikan kepastian hukum bagi
shahibul maal dalam upaya mendapatkan ganti rugi jika mudharib wanprestasi.
Perjanjian pemberian jaminan cessie merupakan perjanjian accesoir (ikutan)
dari perjanjian pembiayaan mudharabah sebagai perjanjian pokoknya.
Perjanjian pemberian jaminan cessie tidak memberikan kepastian hukum bagi
shahibul maal jika mudharib wanprestasi karena bukan perjanjian kebendaan,
bentuk pembebanan jaminannya tidak diatur dalam Undang-undang dan tidak
ada prinsip disclosure atau asas publisitas dalam perjanjian tersebut.
Menurut Setiadi (2011), cessie (tagihan piutang) sebagai jaminan , pada
pelaksanaan perjanjian kredit akan mengalami perubahan karena cessie tagihan
piutang yang ada pada debitur akan terus berkurang karena adanya pembayaran
dari pihak debitur pemilik tagihan, sedangkan seharusnya nilai jaminan yang
ada tidak boleh berubah-ubah dan harus sesuai dengan pokok pokok yang telah
di perjanjikan. Cessie tagihan piutang harus sesuai dengan yang diperjanjikan
dalam akta perjanjian pembiayaan. Risiko berkurangnya jumlah tagihan
piutang sebagai jaminan tersebut dapat terjadi karena adanya pelunasan dari
cessus (debitur) kepada cedent (koperasi), dan bukan karena cedent tidak
memenuhi prestasinya (wanprestasi) kepada cessioneries (pemberi kredit).
Perubahan nilai jaminan tersebut sangat berisiko bagi pemberi kredit dalam
memberikan kredit dengan cessie (tagihan piutang) sebagai jaminan.
34
2.4.3 Manajemen Risiko Bank Muamalat Indonesia
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Bank Muamalat telah melakukan
pengelolaan risiko untuk 10 jenis risiko, yaitu risiko pembiayaan, risiko pasar,
risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko strategi, risiko
reputasi, risiko hukum, risiko imbal hasil, dan risiko investasi. Khusus untuk
risiko imbal hasil (rate of return risk) dan risiko investasi (equity of investment
risk), merupakan tambahan atas delapan jenis risiko yang telah ada
sebelumnya, sebagaimana diatur terakhir melalui Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No. 13/23/PBI/2011 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Dalam hal ini, Bank Mumalat telah
melakukan upaya-upaya berupa identifikasi serta pengumpulan data dan
informasi secara sistematis mengenai kedua jenis risiko tersebut, namun belum
memperhitungkannya dalam penilaian profil risiko bank.
Sesuai ketentuan yang ada, sepanjang tahun 2011 Bank Muamalat telah
menyampaikan laporan Profil Risiko kepada Bank Indonesia setiap triwulan
secara tepat waktu dan sesuai format yang ditetapkan. Laporan Profil Risiko
untuk posisi 31 Desember 2011 disajikan pada Tabel 3. berikut.
Tabel 3. Profil risiko BMI posisi 31 Desember 2011
No.
Risiko
Inherent Risk (IR)
Skor IR Bobot Skor IR
Predikat IR Terbobot
1. Kredit 26,30 (Low to Moderate) 70% 18,41
2. Pasar 22,67 (Low to Moderate) 5% 1,13
3. Likuiditas 38,07 (Low to Moderate) 5% 1,90
4. Operasional 30,32 (Low to Moderate) 10% 3,03
5. Kepatuhan 0,07 (Low) 2,50% 0,002
6. Strategis 0,00 (Low) 2,50% 0,00
7. Hukum 38,83 (Low to Moderate) 2,50% 0,97
8. Reputasi 32,31 (Low to Moderate) 2,50% 0,81
9. Imbal Hasil - - -
10. Investasi - - -
Agregat 26,26 (Low to Moderate)
Sumber: Annual Report BMI per 31 Desember 2011
35
Komponen dari profil risiko adalah Risiko Inheren, Sistem Pengendalian
Risiko, dan Risiko Komposit. Penilaian untuk profil Risiko Inheren Bank
Muamalat pada Triwulan IV tahun 2011 berada pada peringkat Low to
Moderate, sementara Sistem Pengendalian Risiko pada peringkat memadai
(Satisfactory). Dari hasil matriks antara Risiko Inheren dan Sistem
Pengendalian Risiko diperoleh hasil untuk Risiko Komposit yaitu di peringkat
Low to Moderate. Divisi Manajemen Risiko merupakan unit yang bertanggung
jawab untuk melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan
pengendalian atas risiko-risiko yang timbul dari kegiatan usaha BMI, melalui
pendekatan berbasis jenis risiko yang ditangani (risk handled approach).
Jenis-jenis risiko menurut PBI No. 13/23/PBI/2011 adalah risiko
pembiayaan, pasar, likuiditas, operasional, kepatuhan, strategik, reputasi,
hukum, imbal hasil, dan risiko investasi. Untuk itu, Bank Muamalat telah
melakukan penyempurnaan struktur organisasi Divisi Manajemen Risiko pada
tanggal 25 April 2011 sesuai dengan kebutuhan bisnis maupun organisasi BMI.
Gambar 4. Struktur organisasi divisi manajemen risiko (Annual report BMI
per 31 Desember 2011)
Divisi Manajemen Risiko adalah independen dari satuan kerja
operasional (risk taking unit) maupun terhadap satuan kerja yang
melaksanakan fungsi pengendalian intern. Unit-unit kerja yang ada di bawah
Divisi Manajemen Risiko adalah Financing Risk Management Department,
Market and Liquidity Risk Management Department, Operational and Other
Risk Management Department, dan Risk Profile and Monitoring Department.
Compliance & Risk Management Director
Risk Management Division
Market &
Liq. Risk
Management
Dept.
Operational and
Other Risk
Management Dept.
Financing Risk
Management
Dept. East
Financing Risk
Management
Dept. West
Risk
Profile and
Monitoring
Dept.
36
Financing Risk Management Department bertugas melakukan financing
risk assessment, yaitu penilaian secara independen dan transparan atas risiko-
risiko yang mungkin akan timbul (potential risk) dalam pengajuan pembiayaan.
Atas risiko–risiko yang diidentifikasi tersebut kemudian diusulkan langkah-
langkah mitigasi risiko yang sesuai. Market and Liquidity Risk Management
Department, yang bertugas menjalankan proses identifikasi dan pemantauan
risiko pasar dan risiko likuiditas yang timbul dari aktivitas fungsional Bank
Muamalat seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga
dan instrumen pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya.
Departemen ini juga memberikan risk opinion atas setiap pengajuan usulan
pembelian suratsurat berharga, pemberian counter-party credit limit untuk
transaksi trade finance, valuta asing dan pasar uang antar bank.
Operational and Other Risk Management Department, yang menjalankan
proses manajemen risiko operasional dan melakukan monitoring terhadap
risiko strategik, hukum, reputasi, dan risiko kepatuhan. Departemen ini juga
memberikan rekomendasi perbaikan proses operasional, baik untuk tujuan
efisiensi operasional, mengantisipasi adanya keluhan dari nasabah,
meningkatkan pengendalian internal, mencegah kemungkinan fraud, maupun
identifikasi potensi kelemahan dalam produk-produk baru yang akan
diluncurkan. Departemen yang terakhir adalah Risk Profile and Monitoring
Department yang membuat laporan profil risiko, memonitor profil risiko dan
mereview, mengusulkan Risk Measurement Tools atau SOP Risk Management.
Selain Divisi Manajemen Risiko, perangkat manajemen risiko di Bank
Muamalat juga dilengkapi dengan struktur Komite Manajemen Risiko, Komite
Pemantau Risiko, dan Dewan Pengawas Syariah. Komite Pemantau Risiko
merupakan Komite di bawah Dewan Komisaris yang membantu Dewan
Komisaris dalam mengevaluasi kebijakan manajemen risiko, kesesuaian antara
kebijakan manajemen risiko dan pelaksanaan kebijakan tersebut, serta
efektivitas pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko dan Divisi
Manajemen Risiko. Dewan Pengawas Syariah mempunyai tugas dan tanggung
jawab dalam memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan Bank agar senantiasa sesuai dengan prinsip–prinsip syariah.
37
Komite Manajemen Risiko merupakan komite eksekutif yang
beranggotakan seluruh anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif terkait di Bank
Muamalat. Tugas, tanggung jawab dan wewenang Komite Manajemen Risiko
antara lain adalah dalam penyusunan kebijakan manajemen risiko; perbaikan
penerapan manajemen risiko secara berkala maupun yang bersifat insidentil
akibat dari perubahan kondisi eksternal maupun internal Bank; serta penetapan
(justification) atas hal–hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang
menyimpang dari prosedur normal (irregularities).
Komite Manajemen Risiko mengadakan pertemuan berkala minimal satu
kali tiap bulan untuk mengevaluasi perkembangan manajemen risiko di
lingkungan BMI. Agenda rapat komite antara lain pembahasan laporan profil
risiko bulanan, penjelasan tindak-lanjut unit terkait terhadap isu risiko
sebagaimana telah dibahas dalam rapat komite sebelumnya, serta pembahasan
kejadian risiko operasional serta analisa dan rekomendasi pengendalian risiko.
Bank Muamalat secara berkelanjutan terus mengembangkan dan
meningkatkan kerangka manajemen risiko dan struktur pengendalian internal
yang terpadu dan komprehensif, sehingga dapat memberikan informasi sedini
mungkin akan adanya potensi risiko, dan selanjutnya mengambil langkah-
langkah yang memadai untuk meminimalkan dampak risiko. Kerangka
manajemen risiko dibuat untuk menyelaraskan antara sasaran–sasaran bisnis
dan organisasi dengan penerapannya, sehingga terbentuk tata kelola
manajemen risiko yang terarah dalam proses pelaksanaannya. Kerangka ini
kemudian dituangkan dalam bentuk kebijakan, prosedur, limit transaksi,
kewenangan dan ketentuan lain serta berbagai perangkat manajemen risiko
yang berlaku di seluruh lingkup aktivitas usaha.
Evaluasi terhadap parameter risiko dalam kerangka manajemen risiko
dilakukan secara berkala sesuai dengan perkembangan yang ada dalam bisnis
dan lingkungan usaha BMI. Mengingat adanya karakteristik khas pada
produk/jasa dan kegiatan usaha perbankan syariah, mitigasi risiko juga
senantiasa mempertimbangkan kesesuaian dengan prinsip syariah yang dianut.
Pengembangan infrastruktur pengelolaan risiko dilakukan untuk meningkatkan
keandalan peran dan fungsi manajemen risiko melalui fokus aspek berikut ini:
38
1. Penyusunan kebijakan dan pedoman manajemen risiko;
2. Evaluasi metodologi pengukuran parameter profil risiko;
3. Peningkatan kompetensi SDI dan pengembangan budaya sadar risiko;
4. Peningkatan peran dari Divisi Manajemen.
Pengelolaan risiko di Bank Muamalat mencakup keseluruhan lingkup
aktivitas usaha berdasarkan kebutuhan akan keseimbangan antara fungsi
operasional bisnis dan pengelolaan risikonya. Melalui pelaksanaan fungsi
manajemen risiko yang baik, Divisi Manajemen Risiko akan menjadi mitra
strategis bagi unit bisnis dalam mendapatkan hasil optimal dari aktivitas
operasional Bank Muamalat yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Evaluasi
atas pelaksanaan manajemen risiko dilakukan secara terus-menerus, termasuk
juga penyusunan kebijakan dan pedoman atas pengelolaan risiko pembiayaan,
risiko pasar, risiko likuiditas dan risiko operasional.
1. Risiko Pembiayaan
Pengelolaan risiko pembiayaan telah dijalankan dengan pelaksanakan
financing risk assessment, yaitu penilaian atas risiko yang mungkin akan
timbul (potential risk) dari disalurkannya pembiayaan oleh Bank Muamalat
kepada nasabah. Untuk memastikan efektivitas hasil risk assessment,
dibutuhkan pihak independen yang tidak terlibat dalam pengambilan
keputusan pembiayaan. Tujuan utama dari financing risk assessment adalah:
a. Mengendalikan risiko pembiayaan dengan identifikasi risiko terkait
usulan pembiayaan dan pemberian saran mitigasi terhadap risiko;
b. Menerapkan azas pembiayaan yang sehat dengan prinsip kehati-hatian;
c. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan risiko pembiayaan;
d. Pemenuhan kebutuhan pembiayaan sesuai syariah.
Pengambilan keputusan pembiayaan dilakukan melalui mekanisme
komite pembiayaan yang berjenjang sesuai limit kewenangan anggota
komite pembiayaan yang ditunjuk, dengan mempertimbangkan kemampuan
dan pengalaman dari pejabat yang bersangkutan di bidang pembiayaan.
Bank Muamalat telah melakukan stress test terhadap skenario terburuk
khususnya untuk risiko kredit atau pembiayaan, yang selanjutnya akan
dilakukan minimal satu kali dalam setahun.
39
2. Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas
Risiko pasar merupakan risiko yang timbul karena adanya pergerakan
variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh Bank, yang dapat
berpotensi merugikan (adverse movement). Risiko semacam ini antara lain
terdapat pada aktivitas tresuri dan investasi dalam surat berharga dan
instrumen pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya.
Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh
ketidakmampuan Bank dalam memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.
Pengelolaan likuiditas sangat penting karena kekurangan likuiditas bukan
saja dapat mengganggu Bank namun juga sistem perbankan secara
keseluruhan. Pengelolaan risiko pasar dan risiko likuiditas dilakukan pada
aspek berikut ini:
a. Pemantauan dan pengawasan atas pengelolaan portofolio surat berharga;
b. Pemantauan parameter utama risiko pasar dan risiko likuiditas seperti
Posisi Devisa Netto, Secondary Reserve, dan Financing to Deposit Ratio;
c. Pembuatan pedoman dan prosedur terkait risiko pasar dan risiko
likuiditas;
d. Memberikan risk opinion dan saran mitigasi risiko atas pengajuan
produk/layanan baru, akad, dan hal lain terkait risiko pasar dan risiko
likuiditas;
e. Mengikuti rapat Komite Aset-Liability (ALCO) yang dilaksanakan
secara bulanan.
Bank Muamalat juga telah melakukan stress test untuk skenario terburuk
terkait dengan risiko likuiditas sebagai antisipasi perkembangan krisis
keuangan di Eropa.
3. Risiko Operasional
Bank Muamalat secara konsisten melakukan pemantauan terhadap risiko
operasional (termasuk di dalamnya risiko stratejik, risiko reputasi, risiko
hukum dan risiko kepatuhan). Fokus penerapan menajemen risiko
operasional adalah pelaksanaan pengawasan internal yang melekat di dalam
setiap proses operasional, peningkatan kesadaran akan risiko, serta
penerapan pedoman dan prosedur operasional bank secara konsisten.
40
Kejadian–kejadian risiko operasional yang harus selalu dipantau adalah
sebagai berikut:
a. Internal fraud, yaitu kerugian operasional yang disebabkan oleh semua
perbuatan individu–individu karyawan bank yang bermaksud untuk
menggelapkan uang bank dengan cara memanipulasi atau melanggar
ketentuan atau kebijakan yang berlaku, sekurang-kurangnya melibatkan
satu orang dalam bank;
b. Eksternal fraud, yaitu kerugian operasional yang disebabkan oleh adanya
penggelapan uang bank dengan cara manipulasi atau melanggar
ketentuan atau kebijakan bank, yang dilakukan oleh pihak-pihak di luar
bank;
c. Praktik kepegawaian dan keselamatan kerja, yaitu kerugian operasional
akibat perilaku karyawan yang menyimpang dari peraturan dan prosedur
kerja sehingga mengganggu kelancaran operasional dan kenyamanan
lingkungan kerja di bank;
d. Klien, produk dan praktik bisnis, yaitu kerugian yang timbul akibat
kelalaian atau kegagalan bank dalam memenuhi kewajiban terhadap
klien/nasabah, atau karena sifat atau desain suatu produk bank yang
melanggar ketentuan;
e. Kerusakan terhadap aset fisik bank yaitu kerugian operasional yang
timbul akibat hilang atau rusaknya aset fisik bank karena bencana alam
atau peristiwa sejenis lainnya;
f. Terganggunya bisnis dan kegagalan sistem yaitu kerugian operasional
yang timbul akibat gangguan bisnis atau kegagalan sistem;
g. Manajemen proses, pelaksanaan dan penyerahan produk dan layanan
yaitu kerugian operasional akibat dari kegagalan/ kesalahan proses
transaksi atau proses manajemen yang tidak disengaja, atau karena
hubungan disambung dengan pihak kedua atau vendor.
Khusus untuk pengendalian risiko kepatuhan yang terkait dengan
kesesuaian terhadap prinsip syariah, Dewan Pengawas Syariah Bank
Muamalat mengadakan rapat bulanan secara rutin untuk mengevaluasi
produk dan transaksi bisnis bank dari aspek syariah.
41
Dalam rangka mendukung pelaksanaan manajemen risiko dalam kegiatan
usaha diperlukan Pengurus dan Pejabat Bank yang memiliki kompetensi dan
keahlian dalam bidang manajemen risiko. Bank Muamalat bekerja sama
dengan Muamalat Institute menyelenggarakan pelatihan untuk persiapan ujian
sertifikasi manajemen risiko.
Seluruh jajaran pejabat Bank Muamalat secara bertahap wajib mengikuti
Ujian Sertifikasi Manajemen Risiko (Level I, II, III, IV, dan V) yang
diselenggarakan oleh Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR). Sampai
dengan akhir tahun 2011, jumlah pengurus dan pejabat Bank Muamalat yang
telah memperoleh sertifikasi manajemen risiko sesuai ketentuan dalam PBI No.
11/19/PBI/2009 mengenai sertifikasi manajemen risiko bagi pengurus dan
pejabat bank bmum mencapai 866 peserta.
Peningkatan kompetensi sumber daya insani di Divisi Manajemen Risiko
dilakukan secara berkelanjutan untuk mengimbangi makin banyaknya risiko
yang harus dikelola seiring dengan semakin kompleksnya kegiatan usaha Bank
Muamalat. Untuk itu, Divisi Manajemen Risiko pada tahun 2011 antara lain
menyelenggarakan Workshop Financing Analysis, serta mengikutsertakan
personilnya untuk mengikuti berbagai pelatihan dengan topik-topik seperti
Business Continuity Management, Managing Liquidity Risk and Stress Testing
Simulation, dan Understanding Credit Risks Loan Product Towards Minimum
Capital Charge Using PSAK 50/55, Power Plant, Program Cluster & Value
Chain Industri Kelapa Sawit.
Bank Muamalat juga secara bertahap dan berkesinambungan melakukan
sosialisasi mengenai manajemen risiko ke seluruh satuan kerja operasional
(risk taking unit) di lingkungan Bank Muamalat, sehingga diharapkan mampu
memberikan output bagi tercapainya efektivitas penerapan manajemen risiko
secara menyeluruh.
Ke depan, rencana pengembangan Manajemen Risiko adalah untuk
mewujudkan fungsi manajemen risiko secara terpadu dan komprehensif dalam
seluruh proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian dari
masing–masing jenis risiko. Rencana pengembangan tersebut antara lain
mencakup:
42
1. Mengembangkan Risk Management Information System (RMIS);
2. Mengkaji-ulang pedoman manajemen risiko untuk disesuaikan dengan
ketentuan terbaru Bank Indonesia;
3. Melakukan stress test secara berkala untuk menilai kecukupan modal Bank
dalam menghadapi kejadian risiko yang ekstrim dan berdampak
fundamental bagi Bank;
4. Melakukan evaluasi terhadap sistem pemeringkatan internal melalui
Formulir Pemeringkatan Nasabah (FPN);
5. Berkoordinasi dengan Divisi Operasional dan Divisi Teknologi dalam
menyusun konsep Business Continuity Management (BCM) untuk
melindungi proses bisnis yang kritikal terhadap kegagalan baik akibat
bencana alam maupun yang dibuat oleh manusia, dan hilangnya modal
dalam kaitannya dengan ketidaktersediaan proses bisnis secara normal;
6. Mengkaji ulang metodologi profil risiko untuk disesuaikan dengan regulasi
terbaru BI terkait Pedoman Manajemen Risiko untuk Bank Syariah.
2.5. Pengukuran Risiko Pembiayaan
CreditRisk+ adalah suatu model pengukuran risiko portofolio pembiayaan
atau lebih dikenal dengan unexpected loss. CreditRisk+ berasumsi bahwa
probabilitas distribusi untuk sejumlah default dalam satu periode waktu yang
mengikuti distribusi Poisson. CreditRisk+ berasumsi bahwa probability of default
pembiayaan adalah independent, Dengan asumsi ini maka distribusi probability of
default pembiayaan menyerupai distribusi Poisson (Allen, et al, 2003).
Menurut Crouhy et.al. (2001), CreditRisk+
memfokuskan pada kondisi
debitur tidak mampu membayar kewajibannya yang dibutuhkan untuk
mengestimasi potensi risiko. Model ini membutuhkan data probability of default,
exposure (nilai ekonomis klaim kepada debitur pada saat debitur default), dan
recovery rate. Kelebihan metode ini adalah mudah diimplementasikan, sedangkan
keterbatasan CreditRisk+ terletak pada asumsi yang mengabaikan risiko pasar,
besar eksposur setiap debitur dianggap tetap, tidak sensitif terhadap perubahan
suku bunga, mengabaikan migration risk (eksposur setiap debitur tetap dan tidak
terpengaruh terhadap kemungkinan perubahan di masa mendatang).
43
2.5.1 Data Input
Data input yang digunakan dalam Credit Suisse First Boston (CFSB,
1997) adalah sebagai berikut:
1. Credit Exposure, yang timbul dari transaksi yang dilakukan debitur. Model
CreditRisk+ dapat mengatasi semua jenis instrumen yang terkait dengan
credit exposure, termasuk bonds, loans, commitments, financial letter of
credit dan derivativeexposure. Untuk beberapa jenis transaksi ini diperlukan
pula adanya asumsi mengenai tingkat exposure pada saat terjadinya default.
2. Default Rates, merupakan persentase yang menyatakan besarnya
pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah merupakan jumlah
outstanding pembiayaan debitur yang masuk dalam kategori kolektibilitas
kurang lancar, diragukan, dan macet.
3. Default Rates Volatility, adalah jumlah default rates dari rata-rata yang
dapat ditunjukan dengan dengan volatility (standar deviasi) dari default
rates. Nilai dari standar deviasi dari default rates dibandingkan dengan
actual default rates, hal ini menunjukan adanya perubahan dalam kondisi
ekonomi.
4. Recovery Rates, adalah kerugian yang ditanggung oleh bank pada saat
debitur tidak dapat memenuhi kewajibanya untuk melakukan pembayaran
atas pokok pinjaman dan margin keuntungan dikurangi dengan nilai
recovery. Nilai recovery merupakan jumlah yang dapat diterima oleh bank
atas pembiayaan yang telah dinyatakan default yang berupa penerimaan
pelunasan pembiayaan yang default dan penjualan atas nilai barang agunan
nasabah yang dijaminkan ke bank.
2.5.2 Frekuensi Default
Menurut Crouhy et. al. (2001), distribusi Poisson besarnya mendekati
distribusi sejumlah kejadian default. Dalam hal ini, diekspektasikan bahwa
standar deviasi tingkat default disamakan dengan square of the mean, dimana λ
adalah rata-rata tingkat default.
44
Gambar 5. Distribution of default events (Crouhy 2001)
Distribusi Poisson diasumsikan standar mendekati distribusi nomor
kejadian default. Harapan deviasi standar dari tingkat kegagalan menjadi
kurang lebih sama dengan akar kuadrat dari mean atau λ, di mana λ adalah
tingkat standar rata-rata default. Gambar 5. menunjukkan apa yang terjadi
ketika kita menggabungkan asumsi ini. Distribusi default menjadi lebih miring
dan membentuk "fat tail" ke sisi kanan gambar.
Gambar 5. tersebut membandingkan default loss distribution yang
dihitung berdasarkan default rate volatility dan tanpa default rate volatility.
Titik perhatian grafik tersebut ada pada kedua default loss distribution yang
memiliki expected losses yang sama. Selain itu, perbedaan yang terjadi adalah
level of losses pada percentile yang lebih tinggi, misalnya untuk percentile 99
pada default rate yang bervariasi (volatility) akan memberikan pengaruh yang
lebih tinggi secara signifikan. Dengan demikian akan memberikan kesempatan
yang lebih memperhitungkan terjadinya extreme losses. Metode CreditRisk+
mengakomodasi default rate volatility yang dimasukan ke dalam model, yaitu
dalam prosedur perhitungan untuk loss distribution dengan variable default
rates (Hadrami, 2008).
2.5.3 Distribusi Poisson
Levin (1998) menyebutkan bahwa distribusi Poisson merupakan
distribusi yang digunakan untuk menggambarkan sejumlah proses kejadian.
CreditRisk+ tidak mengasumsikan penyebab terjadinya default.
Including default Rate Volatility
Excluding default Rate Volatility Probability
Number of Defaults
45
Kejadian default dianggap sebagai peristiwa yang tidak dapat ditentukan
secara tepat kapan terjadinya dan berapa jumlahnya. Untuk mempermudah
perhitungan dapat digunakan dengan memakai program Microsoft Excel
dengan rumus: POISSON (n, λ, 0) untuk perhitungan Probability of Default
dan POISSON (n, λ, 1) untuk Cumulative Probability of Default. Dengan
menggunakan pola perhitungan seperti ini, maka nilai mean adalah nilai default
yang memiliki Probability of Default yang terbesar.
2.5.4 Loss Given Default (Severity of Loss)
Crouhy et. al. (2001) menyebutkan bahwa loss given default merupakan
tingkat kerugian yang diakibatkan dari peristiwa default.
“CreditRisk+ applies an actuarial science framework to the derivation of
the loss distribution of a bond/loan portfolio. Only default risk is
modeled; downgrade risk is ignored. Unlike the KMV approach to
modeling default, there is no attempt to relate default risk to the capital
structure of the firm. Also, no assumptions are made about the causes of
default: an obligor A is either in default with probability PA, or it is not
in default with probability 1 – PA.” “In CreditRisk+, the exposure for
each obligor is adjusted by the anticipated recovery rate in order to
calculate the "loss given default." These adjusted exposures are
exogenous to the model, and are independent of market risk and
downgrade risk.” Source: Risk Management, Crouhy et. al. (2001)
CreditRisk+ merupakan ilmu aktuaria yang menderivasi distribusi
kerugian dari portofolio obligasi/pinjaman. Hanya default risk yang
dimodelkan, sedangkan downgrade risk diabaikan. Dalam CreditRisk+, loss
given default diperoleh dari setiap ekposur pinjaman debitur yang akan
diperhitungkan dengan menilai recovery rate. Eksposur tersebut bersifat
exogenous yang independent terhadap tingkat risiko pasar dan risiko penurunan
tingkat kualitas kredit.
2.5.5 Distribution of Default Losses
Menurut Allen et. al. (2002), distribution of default losses diperoleh dari
perkalian probability of default dengan loss given default. Untuk melakukan
pengukuran risiko kredit dengan CreditRisk+ atas eksposur yang berupa
portofolio, maka portofolio kredit dibagi menjadi beberapa kelompok/band.
46
2.5.6 Expected Loss
Menurut Jorion (2005), expected loss adalah kerugian yang dapat
diperkirakan akan terjadi. Perkiraan ini timbul berdasarkan data historis
munculnya credit events. Untuk mengatasi kejadian expected loss bank telah
melakukan pencadangan modal yang diperoleh dari pengenaan provisi kepada
debitur dan dari Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
2.5.7 Unexpected Loss
Unexpected loss merupakan kerugian yang mungkin terjadi pada debitur
tertentu yang diukur dengan mengambil nilai kerugian maksimum pada tingkat
keyakinan yang dipilih, misalnya 95% berarti hanya ada 5% kemungkinan
bahwa kerugian akan melebihi nilai unexpected loss dan unexpected loss ini
dianggap sebagai ukuran VaR (Saunders, 2002).
Sounders (2002) menjelaskan bahwa bila bank sudah memiliki
unexpected loss maka bank harus segera meng–cover unexpected loss dengan
modal bank. Unexpected loss dihitung dengan menggunakan nilai percentile
yang dipilih berdasarkan pilihan proyeksi yang telah ditentukan sebelumnya,
misalnya 95%. Untuk mengantisipasi unexpected loss yang mungkin timbul
dalam suatu bisnis, diperlukan economic capital.
2.5.8 Economic capital
Menurut Credit Suisse First Boston (CSFB, 1997), hasil akhir dari
CreditRisk+ dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat economic capital
required. Economic capital dapat digunakan untuk menutup risiko akibat
unexpected loss. Unexpected loss dapat terjadi dalam kondisi normal dan tidak
normal. Kondisi normal adalah keadaan dimana kerugian yang terjadi adalah di
bawah rata-rata kerugian yang telah dicadangkan oleh bank. Dalam kondisi
tidak normal jumlah kerugian yang terjadi lebih besar dari maksimum kerugian
yang telah diperkirakan pada kondisi normal.
Menurut Saunders (2002), economic capital adalah modal yang disiapkan
dalam mengantisipasi berapa besarnya kerugian yang harus di-cover oleh bank.
47
2.5.9 Validasi dengan backtesting
Backtesting adalah suatu model statistik di mana data diverifikasi apakah
kondisi aktual sama dengan kondisi yang diproyeksikan. Pengukuran risiko
dengan menggunakan internal rating base approach mengharuskan dilakukan
pengujian backtesting dan validasi model secara rutin agar ketepatan
pengukuran risiko tetap dapat dipertanggungjawabkan (Jorion, 2001).
Menurut Jorion (2005), dalam pengukuran risiko dengan menggunakan
internal rating base approach, Basel Committee mengharuskan untuk
dilakukan pengujian backtesting dan validasi model harus dilaksanakan secara
rutin agar ketepatan pengukuran risiko tetap dapat dipertanggungjawabkan, hal
ini dilakukan agar dalam penggunaan metode pengukuran risiko dapat
diketahui seberapa besar keakuratan suatu model yang dipakai dengan uji
statistik. Metode Backtesting ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah
kesalahan (failure rate) yang terjadi dibandingkan dengan jumlah data. Apabila
suatu model yang digunakan setelah dilakukan pengujian, ternyata keakuratan
untuk mengukur risiko kredit tidak bisa digunakan maka manajemen
perbankan harus menggunakan pendekatan metode yang lain untuk mengukur
risiko yang lebih akurat.
2.6. Hasil Penelitian Terdahulu
Referensi penelitian sebelumnya berasal dari tesis Rochman (2010) tentang
pengukuran risiko pembiayaan murabahah pada BNI Syariah dengan
menggunakan pendekatan metode pengukuran CreditRisk+. Berdasarkan hasil
backtesting dengan Loglikelihood Ratio Test dengan tingkat keyakinan sebesar
99%, metode CreditRisk+
ternyata cukup valid digunakan untuk mengukur risiko
pembiayaan murabahah BNI Syariah. Referensi tesis lain yang menggunakan
metode serupa adalah dari Rahardja (2009) dalam tesis yang berjudul “Analisis
Pengukuran Risiko Kredit KPR Consumer Banking Bank X dengan Metode
CreditRisk+” disimpulkan bahwa pengukuran risiko dengan CreditRisk
+ dapat
diterima dan valid dalam mengukur unexpected loss (VaR) untuk kredit KPR
Bank X.
48
Perbedaan penelitian Rochman (2010) dan Rahardja (2009) terletak pada
range pembiayaan yang dianalisis. Data yang digunakan Rochman (2010) berada
pada maksimum range pembiayaan yang relatif kecil, yakni ratusan juta,
sedangkan data yang digunakan oleh Rahardja (2009) mencapai maksimum range
sekitar satu miliar. Pada penelitian skripsi ini, data yang digunakan oleh penulis
adalah data asli dari BMI dengan maksimum range pembiayaan hingga tiga miliar
rupiah.
49
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Berdasarkan UU No. 21 Pasal 38 Tahun 2008 Tentang UU Perbankan
Syariah disebutkan bahwa bank syariah dan UUS wajib menerapkan manajemen
risiko, prinsip mengenal nasabah, dan perlindungan nasabah. Manajemen risiko
dilakukan untuk mengendalikan risiko yang muncul khususnya pada
kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Pada penelitian yang
bertujuan untuk mengukur risiko pembiayaan macet atas produk pembiayaan
anggota koperasi ini, kerangka pemikiran akan dimulai dari pemaparan kondisi riil
atas proses penyaluran pembiayaan khususnya pembiayaan anggota koperasi di
BMI dan risiko yang muncul dari beberapa kondisi tersebut.
Secara garis besar, pada saat melakukan proses penyaluran pembiayaan
anggota koperasi ditemukan beberapa masalah utama, yakni demotivasi account
manager akibat beban kerja yang tinggi, adanya ketentuan pola pembiayaan
executing, peningkatan plafond pembiayaan, dan kebijakan cessie piutang.
Masalah tersebut memunculkan beberapa jenis risiko yang jika tidak segera
diantisipasi pada akhirnya akan dapat meningkatkan NPF. Adapun risiko yang
muncul antara lain risiko kredit, risiko operasional, risiko strategik, dan risiko
hukum.
Risiko pada penyaluran pembiayaan anggota koperasi dapat diukur dengan
menggunakan metode pengukuran risiko yang dikembangkan oleh Basel
Committee yakni CreditRisk+ dari Credit Suisse Financial Products (CSFP). Data
input yang digunakan dalam metode pengukuran risiko CreditRisk+ dari Credit
Suisse First Boston (CFSB, 1997) adalah credit exposure, recovery rate, dan
kolektibilitas. Proses perhitungan risiko pembiayaan dengan metode CreditRisk+
dimulai dari data input hingga kesimpulan hasil perhitungan. Berikut akan
disajikan bagan kerangka pemikiran penelitian pembiayaan anggota koperasi pada
BMI Cabang Bogor.
50
Gambar 6. Kerangka Pemikiran
Sumber: Data diolah sendiri
Peningkatan
plafond
Backtesting dan validasi
Perhitungan unexpected loss
Perhitungan Probability of Default
Perhitungan Cumulative of probability of default
Perhitungan expected number of default
Perhitungan expected loss
LR < Critical Value
Perhitungan economic capital
LR >Critical Value
Kesimpulan dan saran
Metode valid Metode tidak valid
Pola
executing Kebijakan
cessie piutang
Pengukuran Pembiayaan Anggota Koperasi Melalui Kopkar Sebagai
Executing Agent
Demotivasi
kerja AM
Risiko
Kredit
Pengukuran risiko kredit dengan metode CreditRisk+
Pengumpulan data
Pengelompokkan dan penyusunan band
Perhitungan loss given default
Perhitungan recovery rate
Penyusunan exposure at default berdasarkan band
Risiko
Operasional
Risiko
Hukum
Risiko
Strategik
Kolektibilitas Recovery rate
Pembiayaan
macet
Risiko
Likuiditas
51
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Bogor, Jalan Raya Padjajaran No. 165 Bantar Jati, Bogor, Jawa Barat. Penelitian
dilakukan selama dua bulan yang dimulai sejak Mei 2012 hingga Juni 2012.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari dua sumber, yakni
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengumpulan data
secara langsung dan wawancara langsung dengan account manager PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bogor. Data sekunder diperoleh dari studi
literatur, skripsi, tesis, buku, dan laporan tahunan BMI.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pembiayaan
konsumtif untuk koperasi (anggota koperasi) per 31 Desember 2009 hingga 31
Desember 2011. Data pembiayaan dikelompokkan menjadi dua untuk melakukan
pengukuran risiko, yakni pembiayaan yang default dan non default. Data yang
dikelompokkan dalam non default adalah data yang masuk dalam kolektibilitas
satu dan dua. Data non default masuk dalam kolektibilitas tiga, empat, dan lima.
Data yang digunakan dalam CreditRisk+ adalah data pembiayaan yang masuk
dalam kategori default. Data pembiayaan yang default kemudian disusun dalam
beberapa band untuk memudahkan pengukuran risiko. Berikut langkah–langkah
dalam penyusunan band.
a. Data yang digunakan hanya data yang termasuk dalam kategori default.
b. Data pembiayaan tahunan yang masuk dalam kategori default diurutkan sesuai
dengan eksposur terendah sampai dengan tertinggi.
c. Debitur dikelompokkan dalam band yang sesuai dengan eksposur pembiayaan
yang memiliki besaran sama, yakni Rp 10 juta, Rp 100 juta, dan Rp 1 miliar.
d. Semua eksposur pembiayaan yang default dimasukkan ke dalam kelompok
eksposur yang sesuai dengan kelipatan band-nya, dengan cara membagi nilai
eksposur pembiayaan dengan band-nya sehingga diperoleh 10 kelompok
eksposur dalam masing–masing band.
e. Pengelompokkan band pembiayaan anggota koperasi terdapat dalam lampiran
5 skripsi ini.
52
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengukuran risiko pembiayaan anggota koperasi dilakukan dengan
menggunakan metode CreditRisk+ berdasarkan kerangka kerja dari Credit Suisse
First Boston (CFSB, 1997).
1. Exposure at Default
Exposure at Default (EAD) adalah besarnya nilai baki debet atas pembiayaan
anggota koperasi saat dinyatakan default. Common exposure adalah nilai
eksposur yang mewakili setiap band sebagai hasil pembulatan exposure at
default ke kelipatan satuan eksposur terdekat (Rp 10 juta, Rp 100 juta, dan Rp
1 miliar). Besarnya common exposure pada setiap kelompok band adalah
perkalian satuan eksposur dengan satuan kelompok band.
2. Default Rate
Default rates adalah banyaknya kejadian default pada setiap band untuk
periode tertentu. Default rates setiap band diperoleh dengan menghitung
jumlah kejadian yang default (expected of default event) per bulan pada setiap
band. Expected number of default atau lambda (λ) merupakan nilai exposure at
default pada setiap kelompok band dibagi dengan nilai band-nya. Dengan
menggunakan continous scale, yang merupakan pengganti dari kombinasi
credit rating dan default rates. Rumus Default Rates (Kristijadi, Emmanuel,
2003, vol 2 bulan Oktober).
Pembiayaan Bermasalah …(1)
Total Pembiayaan yang Disalurkan
Pembiayaan bermasalah merupakan jumlah outstanding pembiayaan debitur
yang masuk dalam kategori kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
3. Recovery Rates
Recovery rate adalah prosentasi rata–rata nilai cash yang dapat diterima
kembali oleh bank pada saat pembiayaan dinyatakan default. Nilai dari
recovery rate adalah sejumlah cash yang diterima kembali oleh bank dari
pelunasan pinjaman dan penjualan atas agunan. Nilai recovery akan
mengurangi jumlah kerugian bank ketika pembiayaan yang disalurkan ternyata
mengalami default.
Default Rates =
53
4. Loss Given Default
Loss given default atau severity of loss adalah besarnya nilai pembiayaan yang
dinyatakan default setelah dikurangi dengan nilai recovery. Ini merupakan
jumlah kerugian yang harus ditanggung bank.
5. Probability of Default
Dalam jurnal CSFB (1997, hal. 35), Probability of default dari distribusi
Poisson dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Probabilitas (n default) = e – λ λ
n .... (2)
n!
dimana,
e : bilangan eksponensial, yaitu = 2,718282
λ : angka rata-rata dari default per periode (mean)
n : jumlah debitur default dimana n = 0, 1, 2, 3, …, N
! : factorial
Probability of default dihitung dengan menggunakan model distribusi Poisson
sesuai dengan rumus (2). Tingkat keyakinan yang digunakan adalah 95% dan
untuk mendapatkan nilai debitur yang mengalami default adalah dengan
memasukkan nilai n = 1,2,3,...n. Dengan demikian, besarnya nilai probability
of default dari setiap n kejadian dapat diketahui. Perhitungan probability of
default dari n kejadian dilakukan dengan program Microsoft Excel melalui
formula POISSON (n, λ, 0) dimana n = 1,2,3,…n.
Cumulative probability of default diperoleh dari penjumlahan nilai probability
of default pada n kejadian sampai dengan proyeksi nilai penjumlahan sebesar
95%. Cumulative probability of default dihitung dengan bantuan program
Microsoft Excel melalui formula POISSON (n, λ, 0) dimana n = 1,2,3,…n.
6. Default Number
Default number terjadi pada setiap kerugian dengan tingkat probability of
default tertinggi, yakni jumlah kejadian (n) = lambda (λ). Jika nilai cumulative
probability of default mencapai lebih dari 95% maka nilai unexpected default
number dapat diketahui dengan tingkat kepercayaan 95%.
Probabilitas (n default) =
54
Setelah diketahui besarnya default, kemudian dapat ditentukan nilai
expected loss, unexpected loss, economic capital, serta backtesting dengan
longlikelihood ratio sebagai tahapan perhitungan selanjutnya.
7. Expected Loss
Expected loss dihitung dengan menggunakan persamaan (3). Nilai expected
loss dihitung per kelompok band dan penjumlahan dari seluruh nilai expected
loss tiap band merupakan total nilai expected loss pada periode tertentu.
Adapun rumus perhitungan lambda (mean default rate = nj) dan expected loss
adalah sebagai berikut:
Lambda (mean) = Total outstanding per golongan kelas … (3)
Band
EL = nj x Kelompok Band x Band x (1-R) .... (4)
dimana,
EL : Expected loss
nj : Expected number of default in band j = mean default rate (λ)
R : Recovery Rate
8. Unexpected Loss
Unexpected loss dihitung mengggunakan persamaan (5). Nilai unexpected loss
dihitung per kelompok band dan penjumlahan dari seluruh nilai unexpected
loss tiap band merupakan total nilai unexpected loss pada periode tertentu.
Berikut rumus perhitungan unexpected loss.
UL = n x Kelompok Band x Band x (1-R) ... (5)
dimana,
UL = Unexpected Loss
n = Unexpected default number=nilai n saat cum probability of default ≥ 95%
R = Recovery Rates
Lambda (mean) =
55
9. Economic Capital
Economic capital adalah modal bank yang harus disediakan untuk meng-cover
kerugian maksimum atas unexpected loss yang disebabkan oleh kondisi default
pada portofolio pembiayaan. Economic capital dihitung dengan menggunakan
persamaan (3.10) sebagai berikut:
Economic capital= unexpected loss – expected loss … (6)
10. Validasi dengan Backtesting
Backtesting adalah suatu model statistik di mana data diverifikasi apakah
kondisi aktual sama dengan kondisi yang diproyeksikan. Menurut Muslich
(2007) salah satu model statistik back testing adalah Kupiec Test dengan
formulasi sebagai berikut:
LR (V,α) = -2ln[(1- α)T-V
αV] + 2ln {[V/T]
V [1-[V/T]
T-V} … (7)
Dimana,
α = probabilitas kesalahan dibawah null hypothesis
V = jumlah frekuensi kesalahan estimasi
T = jumlah data
Likelihood Ratio (LR) Test adalah perhitungan jumlah kerugian sebenarnya
yang melebihi nilai VaR setiap bulannya selama periode obeservasi (36 bulan).
Apabila dalam test validasi model ini ternyata jumlah kesalahan masih dibawah
batas dari jumlah kesalahan yang dapat ditoleransi, berarti model Credit Risk+
nya sudah valid dan dapat diterima sebagai alat ukur risiko kredit konsumer
BMI. Toleransi pengukuran ini dibandingkan dengan nilai kritis (critical value)
Chi Squared, jika nilai LR lebih kecil dibandingkan dengan critical value Chi
Squared, maka model pengukuran sudah akurat, demikian pula sebaliknya.
56
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H
atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan
Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412
H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan
Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank
Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen
pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta
pendirian Perseroan. Acara peringatan pendirian dilakukan di Istana Bogor dan
memperoleh tambahan modal dari masyarakat Jawa Barat senilai Rp 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat
sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan
sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa
maupun produk yang terus dikembangkan.
Pada akhir tahun 90–an Indonesia dilanda krisis moneter. Sektor perbankan
nasional mengalami kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun
terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai
lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai
titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, BMI mencari pemodal yang
potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB)
yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB
secara resmi menjadi salah satu pemegang saham BMI. Kurun waktu antara tahun
1999 dan 2002 merupakan masa–masa yang penuh tantangan sekaligus
keberhasilan bagi BMI. BMI berhasil mengembalikan kondisi perusahaan menjadi
laba berkat upaya dan dedikasi setiap karyawan Muamalat, ditunjang oleh
kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan
terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
57
Bank Muamalat berhasil bangkit dari kerugian, diawali dari pengangkatan
kepengurusan baru dimana seluruh anggota direksi diangkat dari internal
Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan
penekanan pada (1) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para
pemegang saham, (2) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani
yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak karyawan
Muamalat sedikitpun, (3) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri karyawan
Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan direksi baru,
(4) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat
menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (5) pembangunan tonggak-tonggak
usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran
Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank
Muamalat ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya.
Saat ini Bank Mumalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah
melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI
didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4000 Kantor Pos Online/SOPP di
seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet. BMI juga
merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri,
yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di
Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment
System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses di lebih dari 2000 ATM di
Malaysia.
Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk
menghadirkan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan aksesibel bagi
masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh
pemerintah, media massa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat
luas melalui beberapa award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun
Terakhir. Penghargaan yang diterima antara lain Best Islamic Bank in Indonesia
2009 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), Best Islamic Financial
Institution in Indonesia 2009 oleh Global Finance (New York).
58
4.1.1 Visi dan Misi BMI
BMI memiliki sebuah visi, “Menjadi bank syariah utama di Indonesia,
dominan di pasar spiritual, dan dikagumi di pasar rasional.” Misi BMI adalah
“Menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia dengan penekanan pada
semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen, dan orientasi investasi yang
inovatif untuk memaksimalkan nilai kepada seluruh pemangku kepentingan.”
4.1.2 Struktur Organisasi BMI
Pada BMI, perusahaan dipimpin oleh seorang presiden direktur yang
membawahi lima direktur, yakni Compliance and Corporate Planning
Director, Corporate Banking Director, Retail Banking Director, Treasury and
International Banking Director, dan Finance and Operations Director.
Struktur perusahaan BMI juga dilengkapi dengan Dewan Pengawas Syariah
(DPS) yang bertugas mengawasi operasional dan produk perbankan agar sesuai
dengan ketentuan syariah. Kedudukan DPS setingkat dengan Dewan Komisaris
agar pendapat yang dikeluarkan oleh DPS untuk BMI lebih efektif. Berikut
struktur organisasi BMI.
Board of
Comissioners
President
Director
Shariah
Supervisiory
Board
Complience &
Corporate
Planning
Director
Finance &
Operation
Director
Treasury &
International
banking
Director
Retail Banking
Director Corporate
Banking
Director
Financin
g Support
Division
Complience
Division
Corporate
Secretary
Division
Corporate
Planning
Division
Remedial
Division
Product
Dev.
Division
Retail Product
Development
Division
Chanel
Management
Division
Sales
Management
& Support
Division
Finance &
Accounting
Division
IT
Management
Division
General
Admin &
Network
Division
Treasury
Division
Funding
Policy &
Service
Division
Internal
Banking &
Financing
Institution
Division
Gambar 7. Struktur organisasi BMI secara umum (BMI 2012)
59
4.1.3 Perkembangan Pembiayaan Anggota Koperasi BMI Cabang Bogor
Tahun 2009–2011
Pembiayaan anggota koperasi merupakan salah satu jenis produk
penyaluran pembiayaan BMI yang ditujukan kepada Kopkar yang kekurangan
dana untuk membantu memenuhi kebutuhan anggota dengan cara
meminjamkan sejumlah dana. Produk pembiayaan ini sudah ada sejak tahun
2000–an dan terus berkembang hingga saat ini. Berbagai perbaikan terhadap
kebijakan produk, prosedur pembiayaan, dan plafond pembiayaan terus
dilakukan dari tahun ke tahun.
Jika dilihat dari aspek kebijakan produk dan prosedur pembiayaan
anggota koperasi dari tahun 2009 hingga 2011, BMI terus melakukan
pembenahan khususnya terkait dengan hal–hal yang detail. Misalnya,
meningkatkan aspek analisis pembiayaan terutama dalam hal trade checking
yang dilakukan secara lebih mendalam. Apalagi, sejak tahun 2011 sudah
direncanakan untuk menambahkan syarat bagi Kopkar yang anggotanya ingin
mengajukan plafond pembiayaan hingga Rp 100.000.000 maka Kopkar yang
menaungi harus sudah berbadan hukum syariah. Hal itu dilakukan untuk
menjaga tingkat NPF agar tetap rendah meski plafond yang ditawarkan relatif
besar.
Terkait dengan aspek peningkatan plafond pembiayaan, pihak BMI
sengaja menawarkan jumlah pinjaman yang dilipatgandakan hinga 100% dari
tahun 2009 hingga 2011. Secara umum, banyak Kopkar yang sangat tertarik
dengan penawaran BMI tersebut. Berikut tabel pembiayaan anggota koperasi
tahun 2009–2011.
Tabel 4. Total pembiayaan anggota koperasi
Keterangan 2009 2010 2011
Total Pembiayaan (Rp) 26.772.434.442 41.585.454.665 40.117.371.536
Peningkatan (%) - 55,33 -3,53
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, diolah (BMI 2012)
60
Pada tahun 2009, pembiayaan anggota koperasi tercatat mencapai Rp
26.772.434.442, sedangkan nasabah yang telah melunasi pinjaman pada
sebanyak sembilan Kopkar dengan total Rp 2.501.000. Total pembiayaan Rp
26.772.434.442 dapat dicapai ketika plafond pembiayaan maksimum yang
dapat diajukan oleh nasabah adalah Rp 25 juta. Dengan maksimum plafond
pembiayaan yang masih relatif kecil tersebut, BMI dapat mencapai angka
pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan fix asset hingga Rp 26 miliar saja
sudah tergolong bagus. Hal itu mengingat jumlah account manager yang
bekerja di BMI Cabang Bogor saat itu hanya sekitar lima orang saja.
Pembiayaan anggota koperasi mengalami pertumbuhan sebesar 55,33%
dari tahun 2009 ke tahun 2010, yakni dari Rp 26.772.434.442 menjadi Rp
41.585.454.665. Peningkatan total penyaluran pembiayaan ini disebabkan oleh
kebijakan baru BMI yang meningkatkan plafond pembiayaan maksimum untuk
masing–masing anggota Kopkar menjadi Rp 50 juta. Pembiayaan baru yang
masuk masing–masing berasal dari empat Kopkar/nasabah lama yang
sebelumnya memiliki pinjaman anggota koperasi tapi belum lunas dan tiga
Kopkar baru yang sebelumnya tidak memiliki pinjaman anggota koperasi di
BMI. Pada tahun 2010 ini juga tercatat ada enam pembiayaan dengan total Rp
2.056.475.000 yang sudah lunas.
Pada tahun 2011, terjadi penurunan total penyaluran pembiayaan anggota
koperasi dari tahun 2010. Total pembiayaan pada tahun 2011 mencapai Rp
40.117.371.536. Penurunan pertumbuhan pembiayaan anggota koperasi dari
tahun 2010 ke tahun 2011 adalah sebesar 3,53%. Meski di tahun 2011 tejadi
penurunan jumlah pembiayaan, namun hal itu tidak terjadi secara signifikan
karena tiga pembiayaan sudah lunas dengan total Rp 1.154.000.000 di tahun
2011. Pembiayaan anggota koperasi tidak mengalami pertumbuhan seperti
periode 2009–2010 karena memang pada tahun 2011 sedang dilakukan
evaluasi dan perumusan kembali prosedur dan kebijakan baru pembiayaan
anggota koperasi agar ke depan menjadi lebih baik.
61
4.1.4 Perkembangan NPF Pembiayaan Anggota Koperasi BMI Cabang
Bogor
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) net pembiayaan
anggota koperasi pada BMI Cabang Bogor dihitung berdasarkan rumus yang
dipergunakan oleh bank. Bentuk form perhitungan NPF net secara lengkap ada
dalam lampiran 13, 14, dan 15 skripsi ini. Berikut adalah tabel perhitungan
NPF net pembiayaan anggota koperasi periode 2009–2011.
Tabel 5. Perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi
Keterangan 2009 2010 2011
Total Outstanding 306.526.780 133.616.504 133.616.504
Posisi Pembiayaan 26.772.434.442 41.585.458.665 40.117.371.536
NPF Net 1,14% 0,32% 0,33%
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, diolah (BMI 2012)
Berdasarkan Tabel 5. diketahui bahwa NPF net pembiayaan anggota
koperasi tertinggi terjadi pada tahun 2009. Hal itu disebabkan oleh jumlah
kredit macet pada tahun 2009 mencapai Rp 306.526.780. NPF net dihitung
dengan cara membagi besarnya pembiayaan yang termasuk kolektibilitas 3, 4,
dan 5 dengan total outstanding pembiayaan anggota koperasi. NPF net pada
tahun 2010 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan berada diposisi
0,32%. Peningkatan NPF net sebesar 0,01% terjadi pada tahun 2011, yakni
0,33%. Meski pembiayaan yang macet pada tahun 2010 dan 2011 besarnya
adalah sama, namun jumlah outstanding pada tahun 2010 lebih kecil
dibandingkan tahun 2011. Hal itu membuat nilai NPF net tahun 2010 dan 2011
mengalami perbedaan.
Secara keseluruhan, NPF net pembiayaan anggota koperasi masih berada
di bawah angka 5%. Hal ini menunjukkan bahwa NPF net masih berada dalam
posisi yang sehat dan penyaluran pembiayaan anggota koperasi masih dapat
dilakukan. Rendahnya tingkat NPF net juga menunjukkan bahwa kinerja
account manager dalam menyalurkan dan mengelola nasabah pembiayaan
anggota koperasi terbilang baik.
62
4.2. Strategi Menanggulangi Kerugian Akibat Risiko Pembiayaan
4.2.1 Risiko Operasional
Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau
adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Dalam hal
ini, risiko operasinal yang muncul di BMI Cabang Bogor disebabkan oleh
minimnya jumlah Account Manager (AM) dan luasnya coverage pembiayaan
yang harus ditangani oleh AM Cabang Bogor. AM Cabang Bogor periode
2009–2011 jumlahnya hanya sekitar 7 orang, namun harus mengangani proses
pengajuan pembiayaan dari beberapa kantor cabang pembantu seperti cabang
pembantu Tajur dan Cibinong. Bahkan, meski coverage area penanganan
pembiayaan yang seharusnya hanya berada di Bogor dan sekitarnya,
kenyataannya AM juga mendapatkan pengajuan pembiayaan dari daerah
Jakarta dan sekitarnya. Oleh karena itu, saat ini BMI sedang berupaya untuk
merekrut tenaga kerja baru melalui Muamalat Officer Development Program
agar dapat memenuhi kebutuhan Sumber Daya Insani (SDI).
Ketika AM harus memproses pembiayaan yang berasal dari calon
peminjam yang lokasi Kopkar dan usahanya jauh dari BMI Cabang Bogor, AM
akan mengalami kendala operasional seperti alat transportasi, menghabiskan
banyak waktu untuk melakukan trade checking, dan meningkatnya biaya
operasional. Akan tetapi, pihak BMI sudah menyediakan alat transportasi
berupa mobil yang dapat digunakan secara bersamaan oleh para AM. Meski
memiliki tujuan yang berbeda, namun para AM ini dapat menggunakan mobil
tersebut dan berhenti di titik yang terdekat dengan lokasi Kopkar yang dituju.
Tentu saja, semakin jauh lokasi Kopkar mengajukan pembiayaan maka
semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk melakukan trade checking.
Hal ini membuat AM sering kembali ke kantor ketika jam kantor sudah akan
selesai. Sehingga waktu untuk melakukan analisis Usulan Pembiayaan (UP)
menjadi terbatas, padahal UP sangat penting dalam mempertimbangkan
pemberian pinjaman dan forecasting lancar/tidaknya proses pembayaran di
masa mendatang. Terkait dengan peningkatan biaya operasional akibat jauhnya
lokasi trade checking, BMI memberi uang pengganti transportasi.
63
4.2.2 Risiko Hukum
Risiko hukum muncul akibat adanya cessie sebagai jaminan atas
pengalihan piutang dari anggota koperasi kepada koperasi karyawan. Jaminan
cessie ini ternyata lemah dimata hukum karena tidak bersifat kebendaan dan
disclousure. Untuk mengatasi risiko hukum atas adanya jaminan cessie ini,
pihak BMI bekerja sama dengan notaris setempat untuk melakukan penguatan
jaminan dimata hukum yakni dengan membuat back-up atas jaminan cessie ini
dengan jaminan fiducia yang didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fiducia (KPF).
Notaris juga berfungsi untuk membantu menyempurnakan proses pengikatan
agar berlangsung dengan sempurna. Pengikatan harus dilakukan dengan
sempurna karena akan sangat memengaruhi perjanjian dalam proses pelunasan
pinjaman di masa mendatang.
4.2.3 Risiko Strategik
Risiko strategik muncul akibat adanya ketentuan executing dalam
pembiayaan anggota koperasi. Executing adalah pemisahan hubungan secara
langsung antara pihak BMI dengan anggota koperasi. Dalam hal ini pihak
Kopkar yang menjadi jembatan penghubung antara BMI dengan para anggota
koperasi yang mengajukan pembiayaan. Kopkar berperan sebagai executing
agent yang bertanggungjawab penuh atas proses pengajuan pembiayaan hingga
pelunasan pembiayaan. Hal ini tentu saja lebih berisiko bagi BMI, karena yang
diindikasikan dapat melakukan wanprestasi ada dua, yakni Kopkar dan anggota
koperasi. Untuk anggota koperasi, kemungkinan mereka tidak membayar
angsuran adalah sangat minim karena angsuran dipotong langsung dari gaji
karyawan. Jika anggota koperasi ini tidak membayar angsuran maka yang
bertanggungjawab penuh untuk membayar adalah Kopkar. Pada beberapa
kasus dalam penelitian ini, ternyata justru berpotensi melakukan wanprestasi
adalah Kopkar. Dana yang telah terkumpul dari para anggota koperasi ternyata
ada yang digunakan untuk keperluan lain, seperti pembiayaan proyek instansi
atau penyelewengan dana angsuran oleh oknum pengelola Kopkar.
64
Pembiayaan macet yang disebabkan oleh penyalahgunaan dana untuk
keperluan proyek perusahaan dan ternyata rugi sehingga menyebabkan proses
pembayaran angsuran pembiayaan menjadi macet, dapat diatasi dengan
melakukan rescheduling, reconditioning, dan restructuring. Rescheduling atau
penjadwalan kemblii dilakukan dengan merubah jadwal pembayaran dan
memperpanjang jangka waktu pembayaran angsuran. Reconditioning atau
persyaratan kembali dilakukan dengan merubah beberapa persyaratan lain
sepanjang tidak merubah maksimum saldo kredit. Persyaratan ini misalnya
durasi penyelesaian kredit yang bisa diperpanjang akibat adanya tunggakan dan
perjanjian bahwa dana yang angsuran anggota koperasi harus langsung
disetorkan ke BMI. Selain itu, membuat perjanjian ulang atas nominal dana
angsuran yang harus disetor (jadwal angsur) karena terjadi perubahan durasi
dan jumlah angsuran pasca tunggakan. Restrukturisasi biasanya dilakukan
dengan menurunkan nisbah bagi hasil pembiayaan dengan cara melakukan
perhitungan ulang atas pokok pinjaman yang belum lunas disesuaikan dengan
durasi pinjaman.
4.2.4 Risiko Kredit
Risiko pembiayaan yang muncul pada penyaluran pinjaman anggota
koperasi ini terkait dengan peningkatan plafond pembiayaan tanpa jaminan fix
asset. Tercatat per tahun 2011 plafond pembiayaan anggota koperasi tanpa
jaminan fix asset mencapai Rp 100 juta. Hal ini tentu saja sangat
menghawatirkan mengingat tidak ada jaminan yang diserahkan kepada BMI.
Juga persyaratan yang diberikan kepada calon peminjam tidak jauh berbeda
dengan tahun–tahun sebelumnya. Akan tetapi, per Juni 2012 ini BMI telah
menambahkan satu syarat yng sangat signifikan yakni Kopkar yang ingin
mengajukan pembiayaan ke BMI harus sudah berbadan syariah. Hal ini tentu
saja membuat banyak Kopkar yang mundur. Mengetahui kondisi ini, pihak
BMI bersedia membantu Kopkar yang belum berstatus sebagai koperasi
syariah untuk menjadi koperasi syariah agar bisa mendapat pinjaman di BMI.
Meski proses ini dibantu oleh notaris, namun tentu saja semakin
memperpanjang proses pembiayaan yang ditangani oleh AM.
65
4.2.5 Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas muncul akibat adanya kemacetan pembayaran angsuran
yang terjadi pada mudharib yang sama yang mengajukan beberapa kali
pinjaman dan semuanya macet. Hal ini tentu saja membuat dana likuit di BMI
menjadi berkurang. Pada kasus pembiayaan yang macet di BMI, mudharib
yang mengajukan beberapa kali pembiayaan dan semuanya macet ternyata
mendapat fasilitas pembiayaan secara berturut–turut di bulan yang berbeda.
Misalnya, mudharib A (sebelum pembayaran angsurannya macet) pada bulan
Januari telah mengajukan pinjaman dan di-approve, kemudian bulan Februari
mengajukan pinjaman dan di-approve, dan demikian dengan bulan Maret. Pada
awalnya, angsuran mudharib ini tidak mengalami kemacetan. Tapi, setelah
bulan Maret, pembayaran angsuran mulai mengalami masalah, yakni pinjaman
yang diajukan pada bulan Januari sudah mulai menunggak, kemudian pinjaman
yang cair pada bulan Februari dan Maret secara bergantian juga mengalami
tunggakan. Fenomena seperti ini tentunya harus mendapat perhatian khusus
dari pihak BMI. Karena jika tidak, akan sangat merugikan apalagi yang
mengajukan pembiayaan adalah mudharib yang sama.
Terbukti, kemacetan pembiayan yang terjadi pada tahun 2009–2011
disebabkan oleh kasus yang sama. Pada tahun 2009, kemacetan pembiayan
disebabkan oleh mudharib yang sama yang melakukan beberapa kali pinjaman
dan semuanya macet. Demikian juga dengan tahun 2010 dan 2011 yang
kemacetan pembiayaannya disebabkan oleh mudharib yang sama dengan
beberapa account pembiayaan. Kesamaan dari kedua mudharib ini (selain
sama–sama mengajukan beberapa pinjaman dan semuanya macet) adalah
sama–sama mengggunakan dana angsuran anggota untuk keperluan proyek
perusahaan/instansi dan ternyata merugi. Untuk mengatasinya, BMI dapat
mengeluarkan kebijakan untuk membatasi jumlah account pinjaman pada
mudharib yang sama. Kalaupun harus meminjamkan lagi, BMI harus
menunggu beberapa bulan untuk mengetahui stabilitas dan kedisiplinan
pembayaran angsuran atas pinjaman yang pertama pada mudharib yang sama.
66
4.3. Expected Loss dan Unexpected Loss
4.3.1 Exposure at Default
Penyusunan exposure at default dilakukan dengan menyajikan data
nasabah pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor yang status
pembiayaannya dinyatakan default tiap akhir periode. Perhitungan default
dinyatakan pada saat tunggakan pembayaran kewajiban sudah melebihi 90 hari
dari tanggal jatuh tempo angsuran.
Tabel 6. Total Credit Exposure at Default BMI Cabang Bogor (2009-2011)
Hari Tunggakan Kol. 2009 2010 2011
>90 s/d 120 3 - 133.616.504 -
>120 s/d 180 4 - - -
>180 5 306.526.780 - 133.616.504
Jumlah 306.526.780 133.616.504 133.616.504
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, diolah (BMI 2012)
Berdasarkan Tabel 6. tersebut di atas, pembiayaan anggota koperasi
untuk tahun 2009, 2010, dan 2011 dengan tunggakan pembayaran angsuran
lebih dari 90 hari sampai dengan 120 hari adalah tidak ada (nol), demikian pula
dengan tunggakan pembayaran angsuran lebih dari 120 hari hingga 180 hari
yang juga tidak ada. Akan tetapi, angsuran pembayaran pembiayaan anggota
koperasi dengan tunggakan lebih dari 180 hari untuk masing–masing tahun
2009, 2010, dan 2011 adalah sama, yakni 100%.
Kemacetan pembiayaan anggota koperasi pada tahun 2009 disebabkan
oleh wanprestasi yang dilakukan oleh pengurus Kopkar yang
menyalahgunakan dana angsuran dari para anggota koperasi untuk kepentingan
pengurus. Kopkar yang melakukan wanprestasi tersebut memang hanya satu,
tapi pembiayaan yang diajukan dan mengalami default adalah 5 (lima) kali.
Masing–masing outstanding yang masih belum terbayar dan dikategorikan
macet adalah Rp 75.949.062, Rp 34.300.940, Rp 82.875.476, Rp 20.711.200,
dan Rp 92.690.102 dengan total angsuran pembiayaan macet Rp 306.526.780.
67
Pada tahun 2010 dan 2011, kemacetan pembiayaan juga terjadi pada satu
Kopkar yang mengajukan pembiayaan dengan masing–masing outstanding Rp
47.455.131, Rp 42.802.731, dan Rp 43.358.642 dengan total angsuran
pembiayaan yang macet adalah Rp 133.616.504. Kopkar ini termasuk dalam
kategori pembiayaan macet sejak akhir tahun 2010 dan akhir tahun 2011.
Kemacetan pembiayaan disebabkan oleh dana angsuran yang sudah
dipotongkan dari gaji karyawan dipergunakan untuk membiayai proyek
instansi/organisasi tersebut dan ternyata proyek yang dibiayai mengalami
kerugian. Kopkar tersebut mengalami kerugian (defisit dana) sehingga tidak
bisa mengangsur kekurangan pinjaman. Pada tahun 2012 ini, sisa pinjaman
macet sebesar Rp 133.616.642 di Kopkar tersebut sudah ditutup buku (write
off) oleh pihak BMI Cabang Bogor. Kendati demikian, meski sudah dilakukan
write off pada catatan bank, proses penagihan sisa pinjaman macet pada
Kopkar yang bersangkutan masih tetap dilakukan tanpa disertai dengan upaya
hukum. Tidak adanya upaya hukum oleh pihak BMI Cabang Bogor
dikarenakan dana yang harus dikeluarkan untuk menempuh jalur hukum
diestimasi akan lebih besar daripada sisa pinjaman yang macet.
4.3.2 Kelompok Band
Pembuatan band dilakukan dengan mengelompokan masing–masing
debitur pembiayaan anggota koperasi atas dasar eksposur pembiayaan ke
dalam masing–masing band sesuai dengan besaran eksposur pembiayaan.
Penyusunan band dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah proses
pengukuran risiko pembiayaan karena dalam pendekatan CreditRisk+ jumlah
debitur (Kopkar) yang diteliti relatif banyak dengan jumlah pembiayaan yang
bervariasi dan pengajuan pembiayaan yang umumnya lebih dari satu kali
dengan exposure/plafond pinjaman yang berbeda–beda.
Dalam skripsi ini, eksposur pembiayaan anggota koperasi yang
digunakan adalah pembiayaan yang telah default sehingga credit exposure at
default per band periode 31 Desember 2009 sampai dengan Desember 2011,
dengan unit of exposure masing-masing sebesar Rp 10 juta, Rp 100 juta, dan
Rp 1 miliar.
68
Secara lengkap, pembagian band untuk tahun 2009, 2010, dan 2011
masing–masing disajikan pada Lampiran 5. Berikut akan disajikan Tabel 7.
yang merangkum nilai credit exposure at default per band periode Desember
2009 sampai dengan Desember 2011.
Tabel 7. Komposisi credit exposure at default per band BMI Cabang Bogor
(2009-2011)
Band 2009 2010 2011
10 juta 306.526.780 133.616.504 133.616.504
100 juta - - -
1 miliar - - -
Jumlah 306.526.780 133.616.504 133.616.504
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, diolah (BMI 2012)
Berdasarkan Tabel 7. terlihat bahwa exposure at default untuk tahun
2009, 2010, dan 2011 berada dalam kelompok band Rp 10 juta, dengan nilai
persentase masing–masing 100%. Artinya, selama periode tiga tahun terakhir
jumlah pembiayaan yang mengalami default berada dalam range terendah dan
hal ini sesuai dengan sifat CreditRisk+ yang memang tepat jika diaplikasikan
dalam kasus default pembiayaan dengan nilai rendah. Komposisi pembiayaan
yang default pada Tabel 7. tersebut merupakan akumulasi dari masing–masing
default per account.
4.3.3 Recovery Rate
Recovery rate adalah jumlah pengembalian atas sisa tunggakan/angsuran
pembiayaan anggota koperasi yang dinyatakan default. Ketika debitur
dinyatakan default maka kerugian yang dialami oleh BMI adalah sejumlah
dana yang macet tersebut. Sumber dana pengembalian yang digunakan dalam
perhitungan recovery rate berasal dari cash collateral nasabah yang tersimpan
dalam tabungan di BMI. Cash collateral hanya berlaku untuk pembiayaan
anggota koperasi yang disalurkan kepada KBMT. Pembiayaan anggota
koperasi yang disalurkan kepada Kopkar tidak menggunakan jaminan cash
collateral maupun fix asset karena perjanjian jaminannya berupa cessie,
sehingga tanpa agunan.
69
Untuk perhitungan recovery rate pada penyaluran pembiayaan anggota
koperasi, dapat langsung dilihat pada cash collateral yang ada dalam rekening
KBMT di BMI yang digunakan sebagai jaminan. Pihak BMI menetapkan cash
collateral senilai 20% dari plafond pembiayaan yang disalurkan ke KBMT.
Khusus untuk pembiayaan anggota koperasi pada Kopkar (dengan cessie), BMI
menetapkan kebijakan pemblokiran satu kali angsuran di awal. Hal ini
dilakukan sebagai tindakan penyehatan Kopkar jika nantinya mengalami
tunggakan untuk sekali anggsuran. Akibat pemblokiran satu kali angsuran di
awal pencairan dana pinjaman ini adalah kurangnya jumlah dana yang diterima
oleh Kopkar diantaranya karena ada biaya administrasi bank, asuransi, dan
blokir satu kali angsuran.
Pada kasus pembiayaan anggota koperasi yang diteliti, didapatkan data
berupa default pembiayaan yang terjadi hanya pada Kopkar dengan sistem
cessie (tanpa jaminan fix asset maupun cash collateral). Hal ini menyebabkan
nilai recovery rate atas pembiayaan untuk Kopkar menjadi tidak ada karena
tidak ada agunan yang dijaminkan. Akan tetapi, di awal perjanjian pembiayaan
telah disepakati bahwa akan dilakukan satu kali blokir pada angsuran pertama.
Angsuran pertama inilah yang dijadikan sebagai recovery rate pembiayaan
jika suatu hari terjadi kemacetan angsuran. Dengan demikian, diharapkan
nasabah dapat terbebas dari satu kali angsuran yang gagal bayar selama satu
bulan dan dapat mempersiapkan kembali sisa angsuran untuk bulan berikutnya.
Berikut Tabel 8. yang menunjukkan jumlah recovery rate periode tahun 2009
hingga 2011 yang telah dilakukan oleh BMI di awal pembiayaan.
Tabel 8. Komposisi recovery rate per band BMI Cabang Bogor (2009-2011)
Band 2009 2010 2011
10 juta 68.163.405 23.948.438 23.948.438
100 juta - - -
1 miliar - - -
Jumlah 68.163.405 23.948.438 23.948.438
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, diolah (BMI 2012)
70
Nilai recovery rate diambil dari pemblokiran setoran/angsuran pertama
setelah proses dropping dilakukan. Setiap pembiayaan yang disalurkan
memiliki nilai recovery rate yang berbeda–beda karena yield yang digunakan
pada awal perhitungan margin atas suatu pembiayaan juga berbeda.
Berdasarkan Tabel 8. di atas, terlihat bahwa total recovery rate pada tahun
2009 lebih besar dibandingkan dengan dua tahun sesudahnya. Hal ini
disebabkan oleh default pembiayaan pada tahun 2009 lebih besar dibandingkan
tahun 2010 dan 2011, juga persentase recovery rate pada tahun 2009 rata–rata
adalah 4% dari plafond pembiayaan dan 3% dari plafond pembiayaan pada
tahun 2010 dan 2011.
Sejak tahun 2009 hingga 2011 tidak pernah terjadi kemacetan
pembiayaan oleh KBMT, sehingga tidak terdapat perhitungan recovery rate
dari jaminan cash collateral karena angsuran pembiayaan berjalan lancar.
Akan tetapi, kemacetan angsuran pembiayaan justru berasal dari Kopkar yang
pembiayaannya tanpa jaminan karena sumber pengembalian pembiayaan
berasal dari gaji pegawai. Dalam hal ini, pihak BMI tidak dapat melakukan
tindakan hukum atau penagihan langsung kepada para anggota Kopkar karena
masalah bukan berada pada anggota Kopkar yang tidak mau melakukan
angsuran. Permasalahan ada pada pengurus Kopkar yang menyelewengkan
dana angsuran anggota Kopkar untuk kepentingan pribadi maupun mendanai
proyek instansi/organisasi yang ternyata mengalami kerugian.
Masalah kemacetan pembiayaan pada tahun 2009 hingga 2011 yang
disebabkan oleh Kopkar membuat BMI harus melakukan tutup buku terhadap
Kopkar yang bermasalah tersebut. Meski secara formal telah dilakukan tutup
buku (write off), tapi dalam kenyataannya account manager dan bagian
remedial tetap melakukan penagihan secara informal dengan cara memantau
kegiatan nasabah bermasalah tersebut dan menjalin hubungan baik. Penagihan
secara „halus‟ dilakukan secara kontinu agar nasabah yang bersangkutan mau
membayar sisa pinjaman yang belum lunas. Jika memang terpaksa tidak dapat
dikembalikan sisa angsuran pembiayaan maka BMI benar–benar telah
mengalami kerugian akibat pembiayaan yang lost tersebut.
71
4.3.4 Loss Given Default
Loss Given Default atau Severity of Loss merupakan jumlah yang
digunakan sebagai ukuran kerugian pihak bank atas pembiayaan yang
diberikan pada saat debitur mengalami default. Loss Given Default diperoleh
dengan mengurangkan nilai exposure at default dengan nilai recovery. Berikut
Tabel 9. yang menunjukkan jumlah loss given default (LGD) periode tahun
2009 hingga 2011.
Tabel 9. Loss Given Default (LGD) BMI Cabang Bogor (2009–2011)
Band 2009 2010 2011
10 juta 238.363.375 109.668.066 109.668.066
100 juta - - -
1 miliar - - -
Jumlah 238.363.375 109.668.066 109.668.066
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, diolah (BMI 2012)
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa jumlah LGD pada tahun 2009 jauh
lebih tinggi dibanding dengan tahun 2010 dan 2011. Hal itu disebabkan oleh
jumlah default yang terjadi pada tahun 2009 lebih besar dibanding tahun 2010
dan 2011. Berdasarkan data pembiayaan tahun 2010 diketahui bahwa account
yang mengalami default per Desember 2009 telah dihapus buku. Hal itu berarti
BMI telah benar–benar mengalami kerugian sebesar Rp 238.363.375, kecuali
jika tindakan penagihan yang tetap dilakukan oleh account manager dan/atau
remedial pasca penutup–bukuan membuahkan hasil. Pada tahun 2009 juga
telah muncul kemungkinan terjadinya gagal bayar pada account yang telah
dinyatakan default pada tahun 2010 hingga 2011. Pada Desember 2011, default
yang sejak tahun 2010 tersebut sudah tidak terbayar lagi diindikasikan akan
dihapusbuku sehingga Januari 2012 sudah tidak ada lagi default dari account
yang sama. Dengan demikian, BMI Cabang Bogor tercatat mengalami
kerugian sebesar Rp 109.668.066 selama tahun 2010 hingga 2011. Menurut
salah satu account manager BMI Cabang Bogor, penagihan kepada account
yang mengalami default per Desember 2011 tersebut tetap akan dilakukan di
tahun 2012.
72
4.3.5 Number of Default
Number of Default adalah jumlah peristiwa terjadinya default pada
debitur pembiayaan anggota koperasi dalam periode tertentu. Berdasarkan data
penelitian yang diperoleh, besarnya debitur pembiayaan anggota koperasi
secara keseluruhan dari tahun 2009, 2010, dan 2011 masing–masing adalah
148, 134, dan 127 nasabah. Terjadi penurunan jumlah nasabah (Kopkar)
pembiayaan anggota koperasi sejak tahun 2009 hingga 2011. Hal itu
disebabkan oleh semakin banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh
Kopkar yang akan mengajukan pembiayaan karena plafond pembiayaan yang
ditawarkan pun mengalami peningkatan. Tercatat sejak tahun 2009 terjadi
peningkatan plafond pembiayaan anggota koperasi (tanpa jaminan) dari Rp 25
juta menjadi Rp 50 juta. Berikut tabel jumlah debitur yang mengalami default
selama periode 2009 hingga 2011.
Tabel 10. Daftar debitur yang default per band di BMI Cabang Bogor
Band 2009 2010 2011
10 juta 5 3 3
100 juta - - -
1 miliar - - -
Jumlah 5 3 3
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, diolah (BMI 2012)
Jumlah nasabah pembiayaan anggota koperasi yang default untuk tahun
2009, 2010, dan 2011 masing-masing adalah 5 nasabah, 3 nasabah, dan 3
nasabah. Banyaknya jumlah debitur pembiayaan anggota koperasi yang default
jika dibandingkan dengan total debitur secara keseluruhan adalah masing-
masing sebesar 3,4%, 2,2%, dan 2,4%. Sebenarnya, debitur yang mengalami
default pada tahun 2009, 2010, dan 2011 masing–masing hanya ada satu.
Khusus pada tahun 2010 dan 2011, debitur yang mengalami default adalah
Kopkar yang sama. Jumlah default dihitung berdasarkan jumlah pengajuan
pembiayaan yang mengalami default oleh debitur yang sama. Dengan melihat
pada Tabel 10. debitur yang masuk dalam band Rp. 10.000.000 adalah yang
paling banyak mengalami default.
73
4.3.6 Cumulative Probability of Default
Cumulative probability of default merupakan penjumlahan dari setiap
probability of default atau jumlah kejadian kerugian pembiayaan (n) = lambda
(λ). Proses perhitungan cumulative probability of default dilakukan setelah
probability of default dihitung. Jika cumulative probability of default sudah
mencapai nilai ≥ 95% maka perhitungan probability of default dapat
dihentikan. Berdasarkan perhitungan ini, akan diketahui jumlah kerugian
maksimal (unexpected number of default) pada tingkat kepercayaan minimal
95%. Artinya, dalam perhitungan ini tingkat toleransi kerugian yang akan
melebihi nilai unexpected loss hanya sekitar 5% saja. Nilai unexpected loss
merupakan maksimum kerugian yang bisa terjadi pada tingkat keyakinan
sebesar 95%. Berikut tabel hasil perhitungan probability of default dan
cumulative probability of default selama periode 2009 hingga 2011.
Tabel 11. Probability of Default dan cumulative probability of default BMI
Cabang Bogor
Tahun 2009
Nj n probability of
default
cumulative
probability of default
2,07 5 0,039965095 0,980775
3,43 7 0,035892039 0,975866
7,6 12 0,0387961 0,953565985
8,29 13 0,035207 0,956430379
9,27 15 0,023109274 0,972229
Tahun 2010 dan 2011
Nj n probability of
default
cumulative
probability of default
4,75 9 0,029348137 0,976359
4,28 8 0,038659 0,969081
4,34 8 0,040697 0,966701
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, diolah (BMI 2012)
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 11 diketahui bahwa
maksimum jumlah n pada tingkat kepercayaan ≥ 95% adalah 15 kejadian pada
cumulative probability of default 0,972229. Jumlah n minimum adalah 5
kejadian pada mean (nj) 2,07 dengan cumulative probability of default sebesar
0,980775.
74
4.3.7 Expected Loss
Expected loss merupakan kerugian yang dapat diperkirakan akan terjadi
yang dihitung dengan mengalikan nilai mean default rate (nj), kelompok band,
band, dan nilai recovery rate setelah dikurangkan dengan angka satu. Berikut
adalah tabel hasil perhitungan nilai expected loss:
Tabel 12. Hasil Perhitungan Expected Loss BMI Cabang Bogor
Tahun 2009
Band Kel.
Band
nj Rec.
Rate
Expected Loss
(Rp)
Rp 10 juta 2
3
8
9
2,07
3,43
7,6
8,29
9,27
4%
4%
4%
4%
4%
39.744.000
98.784.000
583.680.000
636.672.000
800.928.000
Total 2.159.808.000
Tahun 2010 dan 2011
Band Kel.
Band
nj Rec.
Rate
Expected Loss
(Rp)
Rp 10 juta 4
5
4,28
4,34
4,75
4%
3%
3%
164.352.000
168.392.000
230.375.000
Total 563.119.000
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, tabel 7, tabel 8, tabel 10, tabel 11, diolah (BMI 2012)
Berdasarkan hasil perhitungan expected loss pada Tabel 12 diketahui
bahwa exposure at default dengan nj 9,27 diperkirakan dapat mengalami
expected loss terbesar yakni Rp 800.928.000. Nilai expected loss terkecil
terjadi pada default terendah dengan nj 2,07. Artinya, semakin besar jumlah
pembiayaan yang mengalami default maka expected loss yang muncul juga
akan semakin besar. Dengan demikian, BMI juga harus menyediakan dana
yang tidak sedikit untuk meng–cover kerugian yang diharapkan atas
pembiayaan yang disalurkan. Apabila terdapat pembiayaan yang mengalami
default, besarnya expected loss akan di–cover dengan Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP) yang telah dibentuk BMI.
75
4.3.8 Unexpected Loss
Nilai unexpected loss diperoleh dari nilai cumulative probability of
default yang dalam penyusunan karya akhir ini menggunakan significance level
sebesar 95%. Unexpected loss diperoleh setelah mengalikan n pada saat ≥ 95%
dengan kelompok band, band, dan nilai recovery rate setelah dikurangkan
dengan angka satu. Berikut adalah tabel hasil perhitungan nilai expected loss:
Tabel 13. Hasil Perhitungan Unexpected Loss BMI Cabang Bogor
Tahun 2009
Band Kel.
Band
n Rec.
Rate
Unexpected
Loss (Rp)
Rp 10 juta 2
3
8
9
5
7
12
13
15
4%
4%
4%
4%
4%
96.000.000
201.600.000
921.600.000
998.400.000
1.296.000.000
Total 3.513.600.000
Tahun 2010 dan 2011
Band Kel.
Band
n Rec.
Rate
Unexpected
Loss (Rp)
Rp 10 juta 4
5
8
8
9
4%
3%
3%
307.200.000
310.400.000
436.500.000
Total 1.054.100.000
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, tabel 7, tabel 8, tabel 10, tabel 11, diolah (BMI 2012)
Berdasarkan hasil perhitungan nilai unexpected loss pada Tabel 13
diketahui bahwa nilai unecpected loss terbesar adalah Rp 1.296.000.000 yang
terjadi pada n = 15. Nilai unexpected loss terkecil adalah Rp 96.000.000 yang
terjadi pada n = 5. Semakin kecil default yang terjadi maka semakin kecil pula
unexpected loss yang muncul. Kerugian unexpected loss harus ditutup dengan
modal BMI. Semakin tinggi nilai unexpected loss yang default, semakin besar
modal yang harus disediakan untuk meng-cover unexpected loss. Jika modal
bank terus berkurang, potensi berkurangnya pendapatan dan keterbatasan
penyaluran kredit akan meningkat.
76
4.4. Economic Capital
Economic capital merupakan modal bank yang harus disiapkan untuk
meng–cover default yang terjadi akibat unexpected loss. Besarnya nilai economic
capital diperoleh dari pengurangan jumlah unexpected loss terhadap expected
loss. Berikut adalah tabel jumlah economic capital yang harus disiapkan oleh BMI
akibat default yang terjadi pada pembiayaan anggota koperasi periode 2009–2011.
Tabel 14. Hasil Perhitungan Economic Capital BMI Cabang Bogor
Tahun 2009
Band Kel.
Band
Expected
Loss (Rp)
Unexpected
Loss (Rp)
Economic
Capital (Rp)
Rp 10 juta 2
3
8
9
39.744.000
98.784.000
583.680.000
636.672.000
800.928.000
96.000.000
201.600.000
921.600.000
998.400.000
1.296.000.000
56.256.000
102.816.000
337.920.000
361.728.000
495.072.000
Total 2.159.808.000 3.513.600.000 1.353.792.000
Tahun 2010 dan 2011
Band Kel.
Band
Expected
Loss (Rp)
Unexpected
Loss (Rp)
Economic
Capital (Rp)
Rp 10 juta 4
5
164.352.000
168.392.000
230.375.000
307.200.000
310.400.000
436.500.000
142.848.000
142.008.000
206.125.000
Total 563.119.000 1.054.100.000 490.981.000
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor, tabel 7, tabel 12, tabel 13, diolah (BMI 2012)
Berdasarkan hasil perhitungan economic capital pada Tabel 14 diketahui
bahwa modal bank yang harus dipersiapkan untuk meng–cover default dengan
nilai unexpected loss terbesar adalah Rp 495.072.000. Semakin besar unexpected
loss, semakin besar economic capital yang harus disediakan oleh BMI.
77
4.5. Backtesting dan Validasi Model
Proses perhitungan analisis back testing dan validasi model dilakukan
dengan cara membandingkan risiko pembiayaan anggota koperasi berdasarkan
data historis dan data kerugian aktual (actual loss) yang terjadi. Actual loss
dihitung berdasarkan berapa besar outstanding kredit yang default yang
dihapusbukukan dari laporan keuangan.
Back testing dilakukan dengan membandingkan nilai unexpected loss dengan
actual loss setiap bulannya seperti tersaji pada Lampiran 11. Apabila nilai
unexpected loss > actual loss artinya nilai unexpected loss dapat mengcover
actual loss. Berdasarkan perhitungan, terlihat bahwa nilai kerugian sebenarnya
pada pembiayaan anggota koperasi di BMI Cabang Bogor selalu lebih kecil dari
nilai unexpected loss yang harus disediakan dalam bentuk modal oleh BMI
Cabang Bogor. Dengan demikian, kerugian aktual masih dapat ter–cover oleh
nilai unexpected loss. Berdasarkan hasil perhitungan binary indicator yang secara
lengkap ada pada lampiran 11 skripsi ini, diketahui bahwa failure frequency untuk
tahun 2009, 2010, dan 2011 adalah nol. Nilai nol tersebut diperoleh dari
pengurangan antara nilai unexpected loss dengan actual loss yang mana hasilnya
adalah positif.
Actual loss yang diakibatkan oleh pembiayaan anggota koperasi sebenarnya
juga masih berada di bawah nilai expected loss. Artinya, sebelum bank
menggunakan modal yang dimiliki untuk meng–cover actual loss yang terjadi,
PPAP dapat digunakan terlebih dulu untuk menutup kerugian tersebut. Dengan
demikian, kemungkinan bank akan mengalami kesulitan dalam menyediakan dana
cair untuk menyalurkan pembiayaan ataupun melakukan ekspansi bisnis
perbankan adalah sangat minim.
Tahap selanjutnya adalah melakukan Likelihood Ratio (LR) Test. LR Test
digunakan untuk mengukur tingkat akurasi model CreditRisk+ dalam
memperkirakan nilai risiko kredit yang tercermin pada nilai unexpected loss, juga
menghitung nilai kerugian sebenarnya yang melebihi unexpected loss kemudian
dibandingkan dengan maksimum kejadian kesalahan yang dapat ditoleransi
selama periode observasi. Pengujian Loglikelihood Ratio dilakukakan dengan
tingkat kenyakinan sebesar 95% seperti pada Tabel 15.
78
Tabel 15. Hasil pengukuran longlikelihood ratio test pembiayaan anggota
koperasi BMI Cabang Bogor
T (Total observasi dalam bulan) 36
V (Jumlah kesalahan) 0
α (Probabilitas kesalahan) 5%
LR (Longlikelihood ratio) 0
Chi–Square critical value dengan α = 5% 3,8410
Sumber: Lampiran 9, lampiran 11, rumus 7, diolah
Total observasi (T) yang digunakan dalam perhitungan longlikelihood ratio
test pada Tabel 15 adalah data pembiayaan anggota koperasi selama tiga tahun
yang diambil dari BMI Cabang Bogor. Total observasi atau rincian data dihitung
secara bulanan sehingga jumlahnya adalah 36 bulan. Jumlah kesalahan (V)
diperoleh dari hasil perhitungan binary indicator yang semuanya bernilai nol.
Artinya, jumlah kesalahan yang terjadi karena actual loss pada periode yang
dianalisis tidak ada atau nol. Karena hasil dari jumlah kesalahan atau binary
failure yang semuanya bernilai nol, nilai LR Test adalah nol juga. Dengan
menggunakan confidence level 95%, degree of freedom (df) = 1, dan α = 5%,
diperoleh critical value of Chi Square sebesar 3,8410. Perolehan angka critical
value tersebut dapat dilihat pada tabel Chi Square yang ada pada lampiran 12
skripsi ini. Nilai Chi Square critical value dengan α = 5% ternyata lebih besar
dibanding hasil LR Test, sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pengukuran
risiko dengan metode CreditRisk+ dapat diterima dan valid dalam mengukur
unexpected loss pembiayaan anggota koperasi.
Pada skripsi ini, penulis tidak melakukan perhitungan Chi Square dengan
menggunakan software minitab karena berdasarkan backtesting ternyata
keseluruhan perhitungan binary indicator hasilnya adalah nol. Jika penulis tetap
menggunakan asumsi kecocokan penggunaan model CreditRisk+ untuk null
hipotesis dan ketidakcocokan penggunaan model CreditRisk+ untuk asumsi tolak
null hipotesis maka hasil yang akan keluar pada perhitungan minitab ataupun
SPSS adalah error. Hal itu disebabkan oleh input data yang dimasukkan dalam
tiga variabel (difference, kecocokan, dan binary indicator) yang dianggap
identical oleh software. Keidentikan data terlihat dari difference yang semuanya
adalah positif, kecocokan yang seluruh hasilnya adalah cocok, dan binary
indicator yang semuanya bernilai nol.
79
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Terdapat beberapa risiko pembiayaan atas penyaluran produk pembiayaan
anggota koperasi, yakni risiko strategik, hukum, operasional, likuiditas, dan
kredit. Risiko strategik muncul akibat adanya sifat executing yang dapat
meningkatkan potensi wanprestasi oleh Kopkar ataupun anggota Kopkar.
Risiko strategik dapat diatasi dengan memperketat pengawasan terhadap
kedisiplinan angsuran dan jika sudah terjadi wanprestasi, BMI dapat
melakukan recheduling, reconditioning, dan restructuring. Risiko hukum
muncul akibat adanya jaminan cessie yang tidak kuat dimata hukum. Risiko
hukum dapat diatasi dengan membuat back up jaminan cessie dengan
jaminan fiducia yang didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fiducia (KPF)
melalui notaris. Risiko operasional muncul akibat minimnya jumlah
Account Manager dan luasnya coverage area pembiayaan. Risiko
operasional dapat diatasi dengan menambah armada mobil kantor dan
menambah jumlah account officer di BMI Cabang Bogor. Risiko likuiditas
muncul akibat adanya kemacetan pembayaran pinjaman yang dalam hal ini
disebabkan oleh mudharib yang sama dengan beberapa account pinjaman.
Risiko likuiditas dapat diatasi dengan membatasi jumlah account pinjaman
pada mudharib yang sama. Risiko kredit yang muncul terkait dengan
peningkatan plafond pembiayaan anggota koperasi tanpa jaminan fix asset.
Risiko kredit dapat diatasi dengan pengetatan syarat pengajuan pembiayaan
dan menggunakan jasa notaris untuk membantu menyempurnakan proses
analisis pembiayaan.
b. Berdasarkan hasil perhitungan pada Bab IV diperoleh nilai expected loss
pada tahun 2009 adalah Rp 2.159.808.000 dan tahun 2010-2011 adalah Rp
563.119.000. Nilai unexcpected loss adalah Rp 3.513.600.000 pada tahun
2009 dan Rp 1.054.100.000 pada tahun 2010-2011.
c. Nilai economic capital pada tahun 2009 adalah Rp 1.353.792.000 dan pada
tahun 2010-2011 adalah Rp 490.981.000.
80
d. Berdasarkan hasil pengujian LR Test diperoleh kesimpulan bahwa
CreditRisk+ ternyata cocok untuk digunakan sebagai alat ukur pada
penelitian tentang risiko kredit bank. Hal ini terbukti dari nilai LR Test
berdasarkan perhitungan adalah nol dan nilai Chi Square critical value
dengan α = 5% ternyata lebih besar dibanding hasil LR Test, sehingga dapat
disimpulkan bahwa metode pengukuran risiko dengan metode CreditRisk+
dapat diterima dan valid dalam mengukur unexpected loss pembiayaan
anggota koperasi.
2. Saran
a. Terkait dengan munculnya risiko strategik, ada baiknya jika BMI
mengawasi secara langsung (melalui rekening anggota koperasi dan
rekening Kopkar di BMI) terhadap jadwal penggajian anggota koperasi dan
jadwal angsuran pinjaman Kopkar. Sehingga, BMI dapat memastikan bahwa
jadwal angsuran dan penggajian anggota koperasi berlangsung dihari yang
sama. BMI juga dapat melakukan minimalisasi risiko likuiditas dan kredit
dengan cara memperketat pengawasan prosedur penyaluran pembiayaan,
seperti diadakan proses review kredit yang lebih mendetail, baik dari komite
risiko kredit yang menyetujui kredit maupun dari manajemen, sehingga
setiap fasilitas yang telah dicairkan dapat dimonitor perkembangannya dan
setiap kenaikan pencairan kredit maupun kenaikan plafond pembiayaan
diharapkan tidak menambah persentase NPF yang mungkin timbul.
Selanjutnya, sebelum mendapat tambahan tenaga account officer dari pusat,
BMI Cabang Bogor dapat merekrut asisten account officer untuk membantu
kerja account officer dan account manager sehingga risiko operasional
dapat dikendalikan. Adapun cara yang bisa ditempuh untuk meminimalisir
risiko hukum adalah dengan menambah kerja sama dengan notaris setempat
untuk menyempurnakan proses analisis pembiayaan.
b. Meski besarnya actual loss ternyata masih di bawah nilai expected loss
sehingga BMI Cabang Bogor masih dapat meng-cover actual loss, namun
sebaiknya pihak risk management lebih tegas dalam membatasi pinjaman dari
account yang sama yang mengalami default. Dengan demikian, kasus actual
loss yang seluruhnya disebabkan oleh mudharib yang sama dapat dihindari.
81
c. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 14, diketahui bahwa economic
capital tahun 2009 hingga 2011 mengalami penurunan. Artinya, modal yang
harus dikeluarkan untuk meng-cover unexpected loss masih dapat dijaga
dengan baik. Faktanya, nilai expected loss masih di bawah unexpected loss
sehingga actuall loss masih dapat di-cover dengan PPAP. Meski demikian,
Manajemen BMI Cabang Bogor sebaiknya lebih mengupayakan untuk
meminimalisasi actual loss hingga NPF net untuk produk pembiayaan anggota
koperasi ini adalah nol.
d. Jika memungkinkan, pihak manajemen BMI dapat melakukan komparasi model
pengukuran risiko pembiayaan CreditRisk+ dengan model yang selama ini
dipakai untuk mengetahui model yang lebih optimal. Agar pengukuran risiko
internal model CreditRisk+
tetap layak digunakan pada pembiayaan anggota
koperasi maka sebaiknya backtesting harus dilaksanakan secara rutin, minimal
per triwulan.
e. Khusus untuk kasus pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor,
berdasarkan fakta data yang ditemukan, pada penelitian berikutnya dapat
dilakukan pendalaman tentang penyebab kemacetan pembiayaan oleh satu
koperasai karyawan yang sama yang melakukan beberapa kali pembiayaan dan
semuanya macet. Terkait dengan hal tersebut, dapat dikaji lebih lanjut tentang
prosedur maupun kebijakan yang diterapkan dalam produk pembiayaan ini. Ke
depan, diharapkan tidak terjadi lagi kemacetan pembiayaan dalam kasus serupa.
82
DAFTAR PUSTAKA
Allen LD, Saunders GA. 2002. Issues in The Credit Risk Modeling of Retail
Market. Working Paper, Zicklin School of Business, Baruch College.
Arifin Z. 2009. Dasar–dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta (ID): Azkia
Publisher.
Bank Muamalat Indonesia. 2009. Siaran Pers [Internet]. [diunduh 2012 Jun 27].
Tersedia pada: http://www.muamalatbank.com/home/news/siaran_pers/1864
Bank Muamalat Indonesia. 2009. Profil Muamalat [Internet]. [diunduh 2012 Jun
27]. Tersedia pada: http://www.muamalatbank.com/home/about/profile
Bank Muamalat Indonesia. 2011. Annual Report Bank Muamalat Indonesia.
Jakarta (ID): PT. BMI, Tbk.
Bina Wirausaha Seri Manajemen Bank Nomor 5. 1997. Informasi Kredit Usaha
Kecil. Jakarta (ID): PT Pustaka Binaman Presindo.
Chrouhy et al. 2001. Risk Management: Comprehensive Cahpters on Market,
Credit, and Operational Risk. New York (US): The McGraw–Hill
Companies, Inc.
Credit Suisse Fierst Boston. 1997. CreditRisk+: A Credit Risk Management
Framework. Available at http://www.csfb.com/creditrisk
Dendawijaya L. 2005. Manajemen Perbankan. Bogor (ID): Penerbit Ghalia
Indonesia.
Direktorat Perbankan Syariah. 2011. Outlook Perbankan Syariah 2012 [Internet].
[diunduh 2012 Des 30]. Tersedia pada: http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi
/Publikasi+Lain/ Publikasi+Lainnya/Outlook+Perbankan+Syariah+2012
Hadromi Y. 2008. Pengukuran Risiko Kartu Kredit dengan Model CreditRisk+
(Studi Kasus Kantor Cabang Bank Asing XYZ). Tesis pada Program
Magister Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Hasibuan M. 2011. Dasar–Dasar Perbankan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Informasi Kredit Usaha Kecil Bina Wirausaha PPM. 1990. Seri Manajemen Bank
Nomor 5.
Jorion P. 2001. Value at risk: The New Benchmark for managing financial risk.
Second Edition. New York (US): Mc Graw Hill.
Jorion P. 2005. Financial Risk Manager Handbook. United States of America
(US): Wiley Finance.
Karim A. 2007. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta (ID): PT Raja
Grafindo Persada.
Kasmir. 2000. Manajemen Perbankan. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.
83
Laporan Proofsheet Pembiayaan Anggota Koperasi BMI Cabang Bogor Periode
Tahun 2009–2011.
Levin R. 1998. Statistics for Management, Seventh Edition. New Jersey (US):
Prentice-Hall, Inc.
Martono. 2010. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta (ID): Ekonisia.
Nurhayati I. 2009. Kepastian Hukum Perjanjian Pemberian Jaminan Cessie dalam
Pembiayaan Mudharabah (Kajian Normatif Pada Akad Pembiayaan Al-
Mudharabah Muqayyadah PT Bank Muamalat Indonesia,Tbk.). [Skripsi
pada Program Studi Hukum Perdata Bisnis]. Universitas Brawijaya,
Malang.
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapatan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 13/23/PBI/2011 perihal Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4292).
Pranoto SM. 2009. Analisa dan Dampak Krisis Global Terhadap Perbankan
Syariah [Internet]. [diunduh 2012 Jun 28]. Tersedia pada:
http://suryodesign.wordpress.com/2009/11/10/analisa-dan-dampak-krisis-
global-terhadap-perbankan-syariah/#comments
Purnamasari ID. 2011. Panduan Lengkap Hukum Praktis Populer: Kiat–Kiat
Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Jaminan Perbankan.
Bandung (ID): Penerbit Kaifa.
Rahardja SB. 2009. Analisis Pengukuran Risiko Kredit KPR Consumer Banking
Bank X dengan Metode CreditRisk+. [Tesis pada Program Magister
Manajemen]. Universitas Indonesia, Depok.
Rivai et al. 2008. Islamic Financial Management. Jakarta (ID): Raja Grafindo
Persada.
Rochman, F. 2010. Analisis Pengukuran Risiko Pembiayaan Murabahah dengan
Menggunakan CreditRisk+ (Studi Kasus BNI Syariah). [Tesis pada Program
Magister Manajemen]. Universitas Indonesia, Depok.
Saunders et al. 2002. Credit Risk Measurement: New Approaches to Value at Risk
and Other Paradigms (2nd Ed). United States of America (US): Wiley
Finance.
84
Setiadi R. 2011. Risiko Hukum Atas Cessie Tagihan piutang Sebagai Jaminan
Kredit Pada Perusahaan Pembiayaan (Studi Pada PT. Permodalan Nasional
Madani (Persero) Cabang Medan). [Tesis pada Program Studi Magister
Kenotariatan]. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Siamat D. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta (ID): Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Sudarsono H. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta (ID):
Ekonisia.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005
Suyatno et al. 1991. Dasar-dasar Perkreditan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Tamin N. 2012. Kiat Menghindari kredit Macet. Jakarta (ID): PT. Dian Rakyat.
Triandaru S, Totok B. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi 2.
Jakarta (ID): Salemba Empat.
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.
7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Wiroso. 2005. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah.
Jakarta (ID): PT. Grasindo.
85
LAMPIRAN
86
PROSPEK USAHA
Komponen Lancar Dalam
Perhatian
Khusus
Kurang
Lancar
Diragukan Macet
Potensi
pertumbuh
an usaha
Kegiatan
usaha
memiliki
potensi
pertumbuhan
yang baik
Kegiatan
usaha
memiliki
potensi
pertumbuhan
yang terbatas
Kegiatan
usaha
berpotensi
tumbuh sangat
terbatas atau
tidak tumbuh
Kegiatan
usaha
menurun
Kelangsungan
sangat
diragukan dan
sulit pulih dan
kemungkinan
besar terhenti
Kondisi
pasar dan
potensi
debitur
dalam
persaingan
Pasar stabil
dan tak
terpengaruh
perekonomian
Persaingan
terbatas
(posisi kuat di
pasar)
Kapasitas
optimum
Posisi di pasar
baik (tak
banyak
dipengaruhi)
Pasar
sebanding
pesaing
Kapasitas
hampir
optimum
Pasar
dipengaruhi
perekonomian
Persaingan
sangat ketat
dan operasinal
bermasalah
Kapasitas tak
mendukung
operasional
Pasar sangat
dipengaruhi
perekonomian
Persaingan
ketat dan
operasional
bermasalah
serius
Kehilangan
pasar sejalan
perekonomian
yang menurun
Operasional
tak
berkelanjutan
Kualitas
manajemen
dan
permasalah
-an tenaga
kerja
Manajemen
sangat baik
Tenaga kerja
memadai dan
belum pernah
ada
pemogokan
atau pernah
ada tapi
ringan dan
selesai dengan
baik
Manajemen
baik
Tenaga kerja
umumnya
memadai,
pernah terjadi
perselisihan/
pemogokan
yang selesai
dengan baik
namun bisa
terulang
Manajemen
cukup baik
Tenaga kerja
berlebihan
dan ada
perselisihan/
pemogokan
dengan
dampak cukup
material
Manajemen
kurang
pengalaman
Tenaga kerja
berlebih
cukup besar,
dapat timbul
keresahan
dan ada
pemogokan
berdampak
material
Manajemen
sangat lemah
Tenaga kerja
berlebih
berjumlah
besar,
timbulkan
keresahan dan
pemogokan
yang
berdampak
material
Dukungan
dari grup/
afiliasi
Afiliasi/grup
stabil dan
mendukung
Afiliasi/grup
stabil dan tak
memberatkan
Afiliasi/grup
mulai
memberatkan
Afiliasi/grup
berdampak
memberatkan
Afiliasi sangat
merugikan
Upaya
debitur
memelihara
lingkungan
hidup
Pengelolaan
lingkungan
baik dan
dampaknya
minimum
sesuai syarat
minimum
peraturan
Pengelolaan
lingkungan
hidup kurang
baik dan
belum sesuai
syarat
minimum
peraturan
Pengelolaan
lingkungan
hidup kurang
baik dan
belum sesuai
syarat
minimum
peraturan
dengan
penyimpangan
material
Belum
mengelola
lingkungan
hidup atau
ada upaya
namun
belum sesuai
peraturan
dengan
penyimpang-
an material
Belum
mengelola
lingkungan
hidup atau
telah ada
upaya namun
belum sesuai
peraturan dan
mungkin
dituntut di
pengadilan
Lam
pira
n 1
. Ped
om
an
um
um
pen
ggolo
ngan
ku
alita
s kred
it Ban
k S
yaria
h
85
Lampiran 1. Pedoman umum penggolongan kualitas kredit Bank Syariah
87
KINERJA (PERFORMANCE) DEBITUR
Komponen Lancar Dalam
Perhatian
Khusus
Kurang lancar Diragukan Macet
Perolehan
laba
Laba tinggi
dan stabil
Laba cukup
baik tetapi
berpotensi
turun
Laba rendah Laba sangat
kecil
Rugi besar,
usaha tak
dapat
dipertahankan
Struktur
permodalan
Permodalan
kuat
Modal cukup
dan mampu
tambah modal
bila perlu
Rasio utang
terhadap
modal cukup
tinggi
Rasio utang
terhadap
modal tinggi
Rasio utang
terhadap
modal sangat
tinggi
Arus kas Likuiditas dan
modal kerja
kuat
Analisis arus
kas
menunjukkan
debitur
mampu
membayar
pokok dan
bunga tanpa
sumber dana
tambahan
Likuiditas dan
modal kerja
umumnya
baik
Analisis arus
kas: mampu
membayar
pokok dan
bunga tapi
jika masalah
akan
memengaruhi
pembayaran
Likuiditas
kurang dan
modal kerja
terbatas
Analisis arus
kas
menunjukkan
bahwa debitur
hanya mampu
membayar
bunga dan
sebagian
pokok
Likuiditas
sangat
rendah
Analisis arus
kas
menunjukkan
ketidakmamp
uan untuk
membayar
pokok dan
bunga
Kesulitan
likuiditas
Analisis arus
kas: tak
mampu tutup
biaya
produksi
Sensitivitas
terhadap
risiko pasar
Portofolio
sensitif kurs
valas dan
bunga relatif
sedikit atau
di-hedging
dengan baik
Beberapa
portofolio
sensitif kurs
valas dan
bunga tapi
masih
terkendali
Kegiatan
usaha
terpengaruh
kurs valas dan
bunga
Kegiatan
usaha
terancam
kurs valas
dan bunga
Kegiatan
usaha
terancam
fluktuasi kurs
valas dan
bunga
Ketepatan
pembayaran
pokok dan
bunga
Pembayaran
tepat waktu,
perkembanga
n rekening
baik
Tunggakan
pokok/bunga
sampai 90
hari
Tunggakan
pokok/bunga
di atas 90 hari
s.d. 120 hari
Tunggakan
pokok/bunga
di atas 120
s.d. 180 hari
Tunggakan
pokok/bunga
lebih dari 180
hari
Ketersedia
-an dan
keakuratan
informasi
keuangan
debitur
Hubungan
debitur-bank
baik, debitur
selalu
memberikan
informasi
keuangan
teratur
Hubungan
debitur-bank
cukup baik,
debitur selalu
memberikan
informasi
keuangan
teratur dan
masih akurat
Hubungan
debitur-bank
memburuk,
dan informasi
keuangan tak
dapat
dipercaya/tak
ada hasil
laporan
keuangan
Hubungan
debitur dan
bank
memburuk
dan
informasi
keuangan
tak tersedia
(tak dapat
dipercaya)
Hubungan
debitur dan
bank sangat
buruk dan
informasi
keuangan tak
tersedia atau
tak dapat
dipercaya
86
87
Lanjutan lampiran 1
88
KEMAMPUAN MEMBAYAR
Komponen Lancar Dalam
Perhatian
Khusus
Kurang
Lancar
Diragukan Macet
Kelengkap
-an
dokumen
kredit
Dokumentasi
kredit lengkap
Dokumentasi
kredit lengkap
Dokumentasi
kredit kurang
lengkap
Dokumentasi
kredit tidak
lengkap
Tak ada
dokumentasi
kredit
Kepatuhan
terhadap
perjanjian
kredit
Tak ada
pelanggaran
perjanjian
kredit
Pelanggaran
perjanjian
kredit yang
tidak prinsipil
Pelanggaran
syarat pokok
kredit yang
cukup
prinsipil
Pelanggaran
prinsipil
terhadap
syarat pokok
perjanjian
Pelanggaran
prinsipil
terhadap
syarat pokok
perjanjian
Kesesuaian
penggunaan
dana
Penggunaan
dana sesuai
permohonan
Jumlah dan
jenis fasilitas
sesuai
kebutuhan
Perpanjangan
kredit sesuai
analisis
kebutuhan
debitur
Penggunaan
dana kurang
sesuai dengan
permohonan,
namun
jumlahnya tak
material
Jumlah dan
fasilitas
diberikan >
kebutuhan,
namun
jumlahnya tak
material
Penggunaan
dana kurang
sesuai
permohonan
dengan
jumlah cukup
material
Jumlah dan
fasilitas >
kebutuhan
dengan
jumlah cukup
material
Perpanjangan
tak sesuai
kebutuhan
Penggunaan
dana kurang
sesuai
(jumlah
material)
Jumlah dan
fasilitas >
kebutuhan,
jumlahnya
material
Sembunyika
n kesulitan
keuangan
Sebagian
besar
penggunaan
dana tak
sesuai
permohonan
Jumlah dan
jenis fasilitas
diberikan
lebih besar
dari
kebutuhan
dengan
jumlah sangat
material
Kewajaran
sumber
pembayaran
kewajiban
Sumber
pembayaran
dapat
diidentifikasi
dengan jelas
dan disepakati
oleh bank dan
debitur
Sumber
pembayaran
sesuai jenis
pinjaman
Skema
pembayaran
yang wajar
Sumber
pembayaran
dapat
diidentifikasi
dan disepakati
oleh bank dan
debitur
Sumber
pembayaran
kurang sesuai
struktur/ jenis
pinjaman
Skema
pembayaran
yang cukup
wajar
Sumber
pembayaran
tak sesuai
kesepakatan
Sumber
pembayaran
kurang sesuai
struktur/jenis
pinjaman
secara cukup
material
Skema
pembayaran
yang kurang
wajar dan
grace period
tak sesuai
jenis kredit
Sumber
pembayaran
tak diketahui
Sumber
pembayaran
kurang
sesuai jenis
pinjaman
secara
material
Skema
pembayaran
kurang wajar
dan grace
period tak
sesuai jenis
kredit
Tak ada
sumber
pembayaran
yang mungkin
Sumber
pembayaran
tak sesuai
struktur/jenis
pinjaman
Skema
pembayarn yg
tak wajar dan
grace period
tak sesuai
jenis kredit
88
89
Sumber: Sigit Triandaru (2005)
Lanjutan lampiran 1
89
Nasabah Outstanding Plafond Nasabah Outstanding Plafond
1 (1) 459.786.376 960.000.000 20 (4) 198.772.713 284.500.000
1 (2) 404.419.312 1.023.000.000 20 (5) 62.581.921 87.000.000
1 (3) 105.034.377 335.000.000 20 (6) 323.182.410 330.000.000
1 (4) 49.336.892 304.000.000 21 (1) 38.849.958 500.000.000
1 (5) 18.812.111 253.000.000 21 (1) 165.178.108 1.446.500.000
1 (6) 6.450.029 85.000.000 22 (1) - 441.000.000
2 (1) 217.972.818 250.000.000 22 (2) 107.077.247 621.000.000
2 (2) 346.516.656 375.000.000 22 (3) 69.426.394 256.000.000
2 (3) 453.781.384 488.000.000 22 (4) 27.941.958 109.000.000
2 (4) 132.360.766 140.000.000 22 (5) 90.823.889 269.500.000
2 (5) 125.902.397 131.000.000 22 (6) 58.563.454 169.000.000
2 (6) 207.500.000 207.500.000 22 (7) 57.852.188 141.000.000
3 (1) - 80.000.000 22 (8) 26.016.429 79.000.000
3 (2) 16.135.002 248.500.000 22 (9) 44.207.124 132.000.000
3 (3) 54.503.774 492.000.000 22 (10) 80.710.737 193.000.000
3 (4) 31.034.975 259.500.000 22 (11) 616.517.899 652.000.000
3 (5) 134.776.444 387.500.000 22 (12) 220.839.460 226.000.000
3 (6) 30.255.946 112.500.000 23 (1) 2.422.793 145.000.000
3 (7) 329.570.512 900.000.000 23 (2) 33.670.008 240.000.000
3 (8) 37.721.704 100.000.000 23 (3) 67.017.428 2.149.000.000
3 (9) 160.632.980 391.000.000 23 (4) 23.098.735 341.000.000
3 (10) 101.912.184 210.000.000 23 (5) 575.067.183 2.176.500.000
3 (11) 432.877.507 1.009.500.000 23 (6) 1.680.413.975 2.890.000.000
3 (12) 433.493.805 860.000.000 24 (1) 434.102.265 475.000.000
3 (13) 17.602.860 29.500.000 24 (2) 267.025.649 283.000.000
14 424.926.272 714.000.000 24 (3) 61.000.000 61.000.000
15 741.496 188.500.000 25 (1) - 155.000.000
16 (1) - 100.500.000 25 (2) 1.868.552 153.000.000
16 (2) 111.947.280 296.500.000 25 (3) 4.213.601 203.500.000
16 (3) 27.466.887 120.000.000 25 (4) 9.124.157 299.500.000
16 (4) 44.222.224 80.000.000 25 (5) 10.290.812 249.500.000
17 (1) 75.949.062 727.000.000 25 (6) 6.672.033 64.000.000
17 (2) 34.300.940 256.000.000 25 (7) 28.533.108 229.000.000
17 (3) 82.875.476 495.000.000 25 (8) 22.823.628 144.500.000
17 (4) 20.711.200 156.000.000 25 (9) 10.186.214 131.000.000
17 (5) 92.690.102 245.000.000 25 (10) 31.477.454 171.500.000
18 (1) 325.360.977 630.000.000 25 (11) 28.155.109 171.000.000
18 (2) 19.079.758 33.000.000 25 (12) 22.424.330 89.000.000
18 (3) 41.463.400 125.000.000 25 (13) 77.296.630 189.000.000
18 (4) 580.985.641 665.000.000 25 (14) 41.721.807 150.000.000
19 (1) 35.417.589 40.000.000 26 - 157.000.000
19 (2) 40.528.980 45.000.000 27 (1) - 350.000.000
20 (1) 47.994.520 337.000.000 27 (2) 162.479.708 495.000.000
20 (2) 100.083.316 344.500.000 27 (3) 88.388.269 215.000.000
Lampiran 2. Daftar pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor per 31
Desember 2009
90
27 (4) 23.032.415 50.000.000 41 (6) 81.772.191 202.000.000
27 (5) 1.745.000.000 1.745.000.000 42 (1) 221.674.716 400.000.000
28 48.588.871 898.500.000 42 (2) 244.054.470 420.000.000
29 90.734.201 281.475.000 42 (3) 352.910.227 575.000.000
30 (1) - 831.500.000 42 (4) 53.527.980 85.000.000
30 (2) 7.453.003 105.000.000 42 (5) 191.775.268 290.000.000
31 (1) - 177.000.000 42 (6) 134.445.986 190.000.000
31 (2) 623.739 248.000.000 43 (1) 250.411.659 280.800.000
31 (3) 843.172 207.000.000 43 (2) 149.910.835 164.000.000
31 (4) 1.847.137 179.000.000 43 (3) 54.041.510 55.200.000
31 (5) 9.893.386 504.500.000 44 (1) 260.399.290 292.000.000
32 (1) 5.757.135 290.000.000 44 (2) 190.130.830 208.000.000
32 (2) 11.279.292 171.000.000 TOTAL 26.772.434.442 59.354.575.000
33 43.652.833 128.500.000
34 134.694.137 283.500.000
35 1.214.479 70.000.000
36 37.474.716 115.000.000
37 (1) 1.498.941.376 3.315.000.000
37 (2) 304.440.899 685.000.000
37 (3) 2.168.523.113 3.524.000.000
37 (4) 263.409.948 475.500.000
37 (5) 291.689.833 369.000.000
37 (6) 480.646.319 589.000.000
37 (7) 2.169.955.880 2.306.500.000
37 (8) 657.112.821 676.000.000
38 (1) 273.686.588 280.000.000
38 (2) 102.919.062 105.000.000
38 (3) 113.024.300 115.000.000
39 (1) - 209.000.000
39 (2) 95.188.727 254.000.000
39 (3) 77.549.786 246.000.000
39 (4) 185.541.102 332.000.000
39 (5) 47.795.307 150.100.000
39 (6) 127.436.737 242.000.000
40 (1) 46.158.254 121.000.000
40 (2) 86.931.602 242.000.000
40 (3) 61.613.047 137.000.000
40 (4) 119.593.757 167.000.000
40 (5) 249.366.909 277.000.000
40 (6) 185.442.359 204.000.000
40 (7) 9.885.580 12.000.000
41 (1) 83.472.658 268.500.000
41 (2) 71.635.291 231.500.000
41 (3) 60.129.183 164.500.000
41 (4) 21.742.203 64.000.000
41 (5) 18.535.358 125.000.000
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan
BMI Cabang Bogor (2012)
Lanjutan lampiran 2
91
Nasabah Outstanding Plafond Nasabah Outstanding Plafond
1 (1) 182.520.051 960.000.000 8 (7) 377.000.000 377.000.000
1 (2) 200.499.376 1.023.000.000 9 (1) 1.024.598.321 2.890.000.000
1 (3) 59.101.571 335.000.000 9 (2) 3.042.817.200 3.172.000.000
1 (4) 15.319.200 304.000.000 10 (1) 339.070.179 475.000.000
2 (1) 132.853.197 250.000.000 10 (2) 212.247.696 283.000.000
2 (2) 257.006.475 375.000.000 10 (3) 49.948.175 61.000.000
2 (3) 322.159.703 488.000.000 10 (4) 12.529.900 15.000.000
2 (4) 67.965.014 140.000.000 11 (1) 1.343.864 131.000.000
2 (5) 90.375.257 131.000.000 11 (2) 8.491.019 171.500.000
2 (6) 164.774.541 207.500.000 11 (3) 0 171.000.000
2 (7) 135.226.083 196.000.000 11 (4) 8.563.266 89.000.000
2 (8) 289.187.324 321.000.000 11 (5) 42.750.416 189.000.000
2 (9) 686.046.754 750.000.000 11 (6) 18.735.336 150.000.000
2 (10) 605.751.310 612.000.000 12 (1) 0 495.000.000
2 (11) 48.758.206 135.000.000 12 (2) 7.493.536 215.000.000
3 (1) 0 900.000.000 12 (3) 18.015.521 202.000.000
3 (2) 0 100.000.000 12 (4) 1.266.284.547 1.745.000.000
3 (3) 35.190.371 391.000.000 12 (5) 191.377.018 255.000.000
3 (4) 22.326.263 210.000.000 12 (6) 479.241.918 525.000.000
3 (5) 118.511.206 1.009.500.000 13 325.000.000 325.000.000
3 (6) 139.590.438 860.000.000 14 0 281.475.000
3 (7) 7.096.949 29.500.000 15 10.974.073 128.500.000
4 174.423.656 714.000.000 16 9.655.643 283.500.000
5 (1) 61.262.451 296.500.000 17 (1) 523.934.195 623.000.000
5 (2) 11.855.560 80.000.000 17 (2) 18.218.878 20.000.000
6 (1) 124.930.477 630.000.000 17 (3) 216.661.555 272.000.000
6 (2) 11.688.685 33.000.000 17 (4) 197.190.375 221.500.000
6 (3) 24.915.551 125.000.000 18 17.073.300 115.000.000
6 (4) 403.461.812 665.000.000 19 (1) 657.017.214 3.315.000.000
7 (1) 27.233.601 40.000.000 19 (2) 113.452.821 685.000.000
7 (2) 31.480.327 45.000.000 19 (3) 1.248.622.651 3.524.000.000
7 (3) 394.298.797 445.000.000 19 (4) 130.091.864 475.500.000
7 (4) 323.165.834 375.000.000 19 (5) 194.227.800 369.000.000
7 (5) 43.003.048 50.000.000 19 (6) 310.154.221 589.000.000
7 (6) 105.252.506 125.000.000 19 (7) 1.677.768.080 2.306.500.000
7 (7) 1.153.258.922 1.500.000.000 19 (8) 504.291.923 676.000.000
7 (8) 423.532.010 509.500.000 19 (9) 749.335.518 832.000.000
8 (1) 0 109.000.000 20 (1) 238.810.454 280.000.000
8 (2) 7.884.632 269.500.000 20 (2) 90.158.763 105.000.000
8 (3) 4.426.518 169.000.000 20 (3) 89.030.958 115.000.000
8 (4) 4.675.990 141.000.000 20 (4) 249.554.460 275.000.000
8 (5) 2.132.312 79.000.000 20 (5) 71.470.802 79.000.000
8 (6) 2.788.567 132.000.000 20 (6) 34.693.314 40.000.000
Lampiran 3. Daftar pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor per 31
Desember 2010
92
20 (7) 6.457.202 193.000.000
20 (8) 379.976.722 652.000.000
20 (9) 151.635.634 226.000.000
21 (1) 429.357.441 471.000.000
21 (2) 394.734.100 409.500.000
22 (1) 22.305.432 121.000.000
22 (2) 42.992.005 242.000.000
22 (3) 25.218.480 137.000.000
22 (4) 82.036.773 167.000.000
22 (5) 172.043.804 277.000.000
22 (6) 142.078.852 204.000.000
22 (7) 4.016.764 12.000.000
22 (8) 112.650.720 142.000.000
22 (9) 142.742.693 158.000.000
23 (1) 47.455.131 268.500.000
23 (2) 42.802.731 231.500.000
23 (3) 43.358.642 164.500.000
24 (1) 19.637.028 400.000.000
24 (2) 39.276.115 420.000.000
24 (3) 41.062.640 575.000.000
24 (4) 67.663.258 290.000.000
24 (5) 25.743.849 190.000.000
24 (6) 3.112.187.755 3.358.000.000
24 (7) 818.530.124 870.000.000
24 (8) 324.558.365 340.000.000
25 (1) 167.254.715 280.800.000
25 (2) 102.080.570 164.000.000
25 (3) 38.664.680 55.200.000
26 (1) 173.925.271 292.000.000
26 (2) 129.468.107 208.000.000
26 (3) 287.559.471 375.000.000
27 (1) 1.430.287.963 1.656.000.000
27 (2) 243.966.814 275.000.000
28 (1) 279.526.623 305.000.000
28 (2) 117.486.466 123.000.000
28 (3) 68.451.894 70.000.000
28 (4) 65.346.998 68.000.000
28 (5) 20.000.000 20.000.000
29 1.828.177.728 2.000.000.000
30 (1) 1.268.662.984 1.325.000.000
30 (2) 653.636.041 675.000.000
31 2.000.000.000 2.000.000.000
32 838.000.000 838.000.000
33 3.000.000.000 3.000.000.000
TOTAL 41.585.454.665 69.269.475.000
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan
BMI Cabang Bogor (2012)
Lanjutan lampiran 3
93
Nasabah Outstanding Plafond Nasabah Outstanding Plafond
1 (1) - 335.000.000 12 (1) 324.938.254 525.000.000
1 (2) 2.419.844 304.000.000 12 (2) 234.853.129 325.000.000
2(1) 52.552.010 250.000.000 12 (3) 500.161.740 646.000.000
2 (2) 167.465.605 375.000.000 13 (1) 322.163.814 623.000.000
2 (3) 198.102.621 488.000.000 13 (2) 12.272.671 20.000.000
2 (4) 45.827.398 140.000.000 14 (1) 130.715.559 272.000.000
2 (5) 49.203.177 131.000.000 14 (2) 131.138.311 221.500.000
2 (6) 109.786.144 207.500.000 15 5.645.657 115.000.000
2 (7) 71.193.611 196.000.000 16 (1) 180.974.431 3.315.000.000
2 (8) 214.345.321 321.000.000 16 (2) 32.858.357 685.000.000
2 (9) 500.115.757 750.000.000 16 (3) 529.598.142 3.524.000.000
2 (10) 519.558.267 612.000.000 16 (4) 32.212.019 475.500.000
2 (11) 770.451.624 833.000.000 16 (5) 110.501.828 369.000.000
2 (12) 658.355.259 696.500.000 16 (6) 162.096.501 589.000.000
3 (1) 454.073.816 551.000.000 16 (7) 1.111.820.763 2.306.500.000
3 (1) 820.614.423 960.000.000 16 (8) 297.645.030 676.000.000
3 (2) 973.981.894 1.103.500.000 16 (9) 602.325.418 832.000.000
3 (3) 1.191.241.216 1.322.000.000 17 (1) 197.389.207 280.000.000
3 (4) 953.406.029 1.054.000.000 17 (2) 76.363.240 105.000.000
4 (1) 29.397.671 296.500.000 17 (3) 64.893.697 115.000.000
4 (2) 3.900.008 80.000.000 17 (4) 205.847.668 275.000.000
5 (1) - 630.000.000 17 (5) 61.588.360 79.000.000
5 (2) 2.587.025 33.000.000 17 (6) 25.816.783 40.000.000
5 (3) 5.363.288 125.000.000 18 (1) 14.168.567 254.000.000
5 (4) 254.487.380 665.000.000 18 (2) 39.649.095 332.000.000
6 (1) 17.155.516 40.000.000 19 (1) 236.418.793 385.000.000
6 (2) 20.337.459 45.000.000 19 (2) 291.086.235 471.000.000
6 (3) 323.249.519 445.000.000 19 (3) 296.180.073 409.500.000
6 (4) 243.149.327 375.000.000 19 (4) 198.506.144 234.500.000
6 (5) 32.183.204 50.000.000 19 (5) 6.254.540 121.000.000
6 (6) 66.681.679 125.000.000 19 (6) 12.586.387 242.000.000
7 (1) 502.413.823 1.500.000.000 19 (7) 8.196.398 137.000.000
7 (2) 217.359.868 509.500.000 19 (8) 46.398.441 167.000.000
8 (1) 135.503.132 652.000.000 19 (9) 95.618.965 277.000.000
8 (2) 63.566.697 226.000.000 19 (10) 88.812.030 204.000.000
8 (3) 256.455.067 377.000.000 19 (11) 73.673.028 142.000.000
8 (4) 455.332.168 623.000.000 19 (12) 111.908.465 158.000.000
8 (5) 495.000.000 495.000.000 20 (1) 47.455.131 268.500.000
9 (1) 507.974.284 2.890.000.000 20 (2) 42.802.731 231.500.000
9 (2) 2.076.441.952 3.172.000.000 20 (3) 43.358.642 164.500.000
10 (1) 223.188.900 475.000.000 21 (1) 2.575.773.877 3.358.000.000
10 (2) 145.451.952 283.000.000 21 (2) 680.651.943 870.000.000
11 36.471.679 61.000.000 21 (3) 273.179.356 340.000.000
Lampiran 4. Daftar pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang Bogor per 31
Desember 2011
94
21 (4) 9.270.254 15.000.000
22 (5) - 189.000.000
22 (6) 1.520.455 150.000.000
22 (7) 691.097.768 1.745.000.000
22 (8) 97.952.313 255.000.000
23 (1) 923.215.544 1.656.000.000
23 (2) 160.834.705 275.000.000
24 (1) 211.172.698 305.000.000
24 (2) 99.079.756 123.000.000
24 (3) 58.250.429 70.000.000
24 (4) 47.896.748 68.000.000
24 (5) 14.329.859 20.000.000
24 (6) 152.386.780 175.000.000
24 (7) 43.282.830 49.000.000
24 (8) 44.166.133 50.000.000
24 (9) 89.569.798 100.000.000
25 1.244.881.741 2.000.000.000
26 (1) 1.078.048.137 1.325.000.000
26 (2) 557.965.462 675.000.000
27 1.521.851.743 2.000.000.000
28 (1) 707.717.255 838.000.000
28 (2) 45.588.381 52.000.000
28 (3) 97.764.316 110.000.000
29 2.245.587.204 3.000.000.000
30 (1) 114.855.644 138.000.000
30 (2) 26.019.973 30.000.000
30 (3) 54.770.504 60.000.000
30 (4) 120.588.507 126.000.000
30 (5) 59.337.202 62.000.000
30 (6) 56.763.513 58.000.000
30 (7) 26.000.000 26.000.000
31 (1) 935.253.599 1.000.000.000
31 (2) 525.612.508 562.000.000
31 (3) 2.291.371.338 2.450.000.000
31 (4) 935.092.885 988.000.000
32 (1) 67.339.880 280.800.000
32 (2) 44.611.490 164.000.000
32 (3) 20.189.086 55.200.000
32 (4) 70.024.901 292.000.000
32 (5) 56.580.557 208.000.000
TOTAL 40.117.371.536 72.102.500.000
Sumber: Laporan proofsheet pembiayaan
BMI Cabang Bogor (2012)
Lanjutan lampiran 4
95
Lampiran 5. Pengelompokkan band
Band Kelas
(Kelompok)
Range (Exposure)
Rp 10 juta 1 Rp 10.500.000 – Rp 14.999.999
2 Rp 15.000.000 – Rp 24.999.999
3 Rp 25.000.000 – Rp 34.999.999
4 Rp 35.000.000 – Rp 44.999.999
5 Rp 45.000.000 – Rp 54.999.999
6 Rp 55.000.000 – Rp 64.999.999
7 Rp 65.000.000 – Rp 74.999.999
8 Rp 75.000.000 – Rp 84.999.999
9 Rp 85.000.000 – Rp 94.999.999
10 Rp 95.000.000 – Rp 104.999.999
Rp 100 juta 1 Rp 105.000.000 – Rp 149.999.999
2 Rp 150.000.000 – Rp 249.999.999
3 Rp 250.000.000 – Rp 349.999.999
4 Rp 350.000.000 – Rp 449.999.999
5 Rp 450.000.000 – Rp 549.999.999
6 Rp 550.000.000 – Rp 649.999.999
7 Rp 650.000.000 – Rp 749.999.999
8 Rp 750.000.000 – Rp 849.999.999
9 Rp 850.000.000 – Rp 949.999.999
10 Rp 950.000.000 – Rp 1.049.999.999
Rp 1 miliar 1 Rp 1.050.000.000 – Rp 1.499.999.999
2 Rp 1.500.000.000 – Rp 2.499.999.999
3 Rp 2.500.000.000 – Rp 3.499.999.999
4 Rp 3.500.000.000 – Rp 4.499.999.999
5 Rp 4.500.000.000 – Rp 5.499.999.999
6 Rp 5.500.000.000 – Rp 6.499.999.999
7 Rp 6.500.000.000 – Rp 7.499.999.999
8 Rp 7.500.000.000 – Rp 8.499.999.999
9 Rp 8.500.000.000 – Rp 9.499.999.999
10 Rp 9.500.000.000 – Rp 10.499.999.999
96
Lampiran 6. Komposisi credit exposure at default (outstanding) per band
Band
(jutaan Rp)
Kelompok Range
(jutaan Rp)
Tahun
2009 (Rp) 2010 (Rp) 2011 (Rp)
10 1 10,5–14,9 - - -
2 15–24,9 20.711.200 - -
3 25–34,9 34.300.940 - -
4 35–44,9 - 86.161.373 86.161.373
5 45–54,9 - 47.455.131 47.455.131
6 55–64,9 - - -
7 65–74,9 - - -
8 75 –84,9 158.824.538 - -
9 85–94,9 92.690.102 - -
10 95–104,9 - - -
100 1 105–149,9 - - -
2 150–249,9 - - -
3 250–349,9 - - -
4 350–449,9 - - -
5 450–549,9 - - -
6 550–649,9 - - -
7 650–749,9 - - -
8 750–849,9 - - -
9 850–949,9 - - -
10 950–1049,9 - - -
1000 1 1050–1499,9 - - -
2 1500–2499,9 - - -
3 2500–3499,9 - - -
4 3500–4499,9 - - -
5 4500–5499,9 - - -
6 5500–6499,9 - - -
7 6500–7499,9 - - -
8 7500–8499,9 - - -
9 8500–9499,9 - - -
10 9500–10499,9 - - -
97
Lampiran 7. Recovery rate dan loss given default
Recovery rate
Band
(juta Rp)
2009 2010 2011
Outstanding Recovery Outstanding Recovery Outstanding Recovery
10 20.711.200 6.472.040 47.455.131 8.971.555 47.455.131 8.971.555
34.300.940 9.314.184 42.802.731 8.174.682 42.802.731 8.174.682
75.949.062 26.830.644 43.358.642 6.802.201 43.358.642 6.802.201
82.875.476 17.540.143 - - - -
92.690.102 8.006.394 - - - -
100 - - - - -
1000 - - - - -
Total 306.526.780 68.163.405 133.616.504 23.948.438 133.616.504 23.948.438
Loss Given Default (LGD) per tahun 2009, 2010, dan 2011
Band
(juta Rp)
2009 2010 2011
Outstanding LGD Outstanding LGD Outstanding LGD
10 20.711.200 14.239.160 47.455.131 38.483.576 47.455.131 38.483.576
34.300.940 24.986.756 42.802.731 34.628.049 42.802.731 34.628.049
75.949.062 49.118.418 43.358.642 36.556.441 43.358.642 36.556.441
82.875.476 65.335.333 - - - -
92.690.102 84.683.708 - - - -
100 - - - - - -
1000 - - - - - -
Total 306.526.780 238.363.375 133.616.504 109.668.066 133.616.504 109.668.066
98
Lampiran 8. Jumlah debitur yang default
Band (dalam
jutaan Rp)
Kel. Range (dalam
jutaan Rp)
Tahun
2009 2010 2011
10 1 10,5–14,9 - - -
2 15–24,9 1 - -
3 25–34,9 1 - -
4 35–44,9 - 2 2
5 45–54,9 - 1 1
6 55–64,9 - - -
7 65–74,9 - - -
8 75 –84,9 2 - -
9 85–94,9 1 - -
10 95–104,9 - - -
100 1 105–149,9 - - -
2 150–249,9 - - -
3 250–349,9 - - -
4 350–449,9 - - -
5 450–549,9 - - -
6 550–649,9 - - -
7 650–749,9 - - -
8 750–849,9 - - -
9 850–949,9 - - -
10 950–1049,9 - - -
1000 1 1050–1499,9 - - -
2 1500–2499,9 - - -
3 2500–3499,9 - - -
4 3500–4499,9 - - -
5 4500–5499,9 - - -
6 5500–6499,9 - - -
7 6500–7499,9 - - -
8 7500–8499,9 - - -
9 8500–9499,9 - - -
10 9500–10499,9 - - -
99
Tahun 2009
nj n probability of default Cum. probability of default
2,07 0
1
2
3
4
5
0,126185765
0,261204534
0,270346693
0,186539218
0,096534045
0,039965095
0,126186
0,38739
0,657737
0,844276
0,94081
0,980775
3,43 0
1
2
3
4
5
6
7
0,032386934
0,111087183
0,190514519
0,217821599
0,186782022
0,128132467
0,07324906
0,035892039
0,032387
0,143474
0,333989
0,55181
0,738592
0,866725
0,939974
0,975866
7,6 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
0,00050045
0,00380343
0,01445304
0,03661436
0,06956729
0,10574228
0,13394022
0,14542081
0,13814977
0,1166598
0,08866145
0,061257
0,0387961
0,000500451
0,004303882
0,01875692
0,055371281
0,124938568
0,230680844
0,364621059
0,510041865
0,648191631
0,764851433
0,853512883
0,914769884
0,953565985
8,29 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
0,000251
0,002081
0,008625
0,023835
0,049398
0,081901
0,11316
0,134014
0,138872
0,127916
0,106043
0,079918
0,05521
0,035207
0,000251014
0,002331924
0,010957296
0,034792073
0,084189647
0,166090826
0,279250954
0,413264878
0,552136806
0,680053282
0,786096041
0,86601372
0,921223517
0,956430379
Lampiran 9. Perhitungan probability of default dan cumulative probability of
default
100
nj n probability of default Cum. probability of default
9,27 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
9,42085E-05
0,000873312
0,004047803
0,012507711
0,028986621
0,053741196
0,083030147
0,109955638
0,127411095
0,131233428
0,121653388
0,102520628
0,079197185
0,056473685
0,037393647
0,023109274
9,42E-05
0,000968
0,005015
0,017523
0,04651
0,100251
0,183281
0,293237
0,420648
0,551881
0,673535
0,776055
0,855252
0,911726
0,94912
0,972229
Tahun 2010 dan 2011
nj n Probability of default Cum. probability of default
4,75 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0,008651693
0,04109554
0,097601907
0,154536353
0,183511919
0,174336323
0,138016256
0,093653888
0,055606996
0,029348137
0,008652
0,049747
0,147349
0,301885
0,485397
0,659734
0,79775
0,891404
0,947011
0,976359
4,28 0
1
2
3
4
5
6
7
8
0,013843
0,059247
0,126788
0,180884
0,193546
0,165675
0,118182
0,07226
0,038659
0,013843
0,073089
0,199877
0,380761
0,574306
0,739981
0,858163
0,930422
0,969081
4,34 0
1
2
3
4
5
6
7
8
0,013037
0,056579
0,122775
0,177615
0,192712
0,167274
0,120995
0,075017
0,040697
0,013037
0,069615
0,19239
0,370005
0,562718
0,729992
0,850987
0,926004
0,966701
Lanjutan lampiran 9
101
Tahun 2009
Band Rp 10.000.000
Band
j
nj n pada
95%
Prob. Rec.
Rate
Expected Loss Unexpected
Loss
Economic
Capital
1 - - - - - - -
2 2,07 5 0,98 4% 39.744.000 96.000.000 56.256.000
3 3,43 7 0,97 4% 98.784.000 201.600.000 102.816.000
4 - - - - - - -
5 - - - - - - -
6 - - - - - - -
7 - - - - - - -
8 7,6 12 0,95 4% 583.680.000 921.600.000 337.920.000
8,29 13 0,95 4% 636.672.000 998.400.000 361.728.000
9 9,27 15 0,97 4% 800.928.000 1.296.000.000 495.072.000
10 - - - - - - -
Total 2.159.808.000 3.513.600.000 1.353.792.000
Tahun 2010 dan 2011
Band Rp 10.000.000
Band j nj n pada
95%
Prob. Rec.
Rate
Expected Loss Unexpected
Loss
Economic
Capital
1 - - - - - - -
2 - - - - - - -
3 - - - - - - -
4 4,28 8 0,96 4% 164.352.000 307.200.000 142.848.000
4,34 8 0,96 3% 168.392.000 310.400.000 142.008.000
5 4,75 9 0,97 3% 230.375.000 436.500.000 206.125.000
6 - - - - - - -
7 - - - - - - -
8 - - - - - - -
9 - - - - - - -
10 - - - - - - -
Total 563.119.000 1.054.100.000 490.981.000
Lampiran 10. Number of default, expected loss, unexpected loss, economic capital
102
Lampiran 11. Binary indicator dan chi square critical value
Binary indicator
Tahun 2009
Band j Actual Loss Unexpected
Loss
Difference Binary
Indicator
2 20.711.200 96.000.000 75.288.800 0
3 34.300.940 201.600.000 167.299.040 0
8 75.949.062 583.680.000 507.730.938 0
82.875.476 636.672.000 553.796.524 0
9 92.690.102 800.928.000 708.237.898 0
Total 306.526.780 3.513.600.000 3.207.073.220 0
Failure Frequency 0
Tahun 2010 dan 2011
Band j Actual Loss Unexpected
Loss
Difference Binary
Indicator
4 47.455.131 307.200.000 259.744.869 0
42.802.731 310.400.000 267.597.269 0
5 43.358.642 436.500.000 393.141.358 0
Total 133.616.504 1.054.100.000 920.483.496 0
Failure Frequency 0
Chi square critical value
df P = 0,05 P = 0,01 P = 0,001
1 3,84 6,64 10,83
2 5,99 9,21 13,82
3 7,82 11,35 16,27
4 9,49 13,28 18,47
5 11,07 15,09 20,52
6 12,59 16,81 22,46
7 14,07 18,48 24,32
8 15,51 20,09 26,13
9 16,92 21,67 27,88
10 18,31 23,21 29,59
103
Lampiran 13. Perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor tahun 2009
NO KOLEKTIBILITAS
JML.
NASABAH OUTSTANDING %
BDR
BERMASALAH KET.
1
DALAM
PERHATIAN
KHUSUS (2) 0 - 25
-
2
KURANG
LANCAR (3) 0 - 50
-
3 DIRAGUKAN (4) 0 - 75
-
4 MACET (5) 5
306.526.780 100
306.526.780
TOTAL 5 306.526.780,00 306.526.780,00
Posisi Pembiayaan Rp.
26.772.434.442,00 1,14% =NPL
BAD DEBT
306.526.780,00 x 100 % = 1,14
26.772.434.442,00
BDR Pembiayaan ( 15,5 - Bad Debt ) / 0,155 =
92,61 Sehat
Klasifikasi Pembiayaan SK.BI No.301/11/KEP/DIR, tgl 30
April 1997
0 s.d < 51 = Tidak Sehat
51 s.d < 66 = Kurang Sehat
66 s.d < 81 = Cukup Sehat
81 s.d < 100 = Sehat
104
Lampiran 14. Perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor tahun 2010
NO KOLEKTIBILITAS
JML.
NASABAH OUTSTANDING %
BDR
BERMASALAH KET.
1
DALAM
PERHATIAN
KHUSUS (2) 0 - 25
-
2
KURANG
LANCAR (3) 0 - 50
-
3 DIRAGUKAN (4) 0 - 75
-
4 MACET (5) 8
133.616.504 100
133.616.504
TOTAL 8 133.616.504,00 133.616.504,00
Posisi Pembiayaan Rp.
41.585.458.665,00 0,32% =NPL
BAD DEBT
133.616.504,00 x 100 % = 0,32
41.585.458.665,00
BDR Pembiayaan ( 15,5 - Bad Debt ) / 0,155 =
97,93 Sehat
Klasifikasi Pembiayaan SK.BI No.301/11/KEP/DIR, tgl 30
April 1997
0 s.d < 51 = Tidak Sehat
51 s.d < 66 = Kurang Sehat
66 s.d < 81 = Cukup Sehat
81 s.d < 100 = Sehat
105
Lampiran 15. Perhitungan NPF net pembiayaan anggota koperasi BMI Cabang
Bogor tahun 2011
NO KOLEKTIBILITAS JML. NASABAH OUTSTANDING %
BDR
BERMASALAH KET.
1
DALAM
PERHATIAN
KHUSUS (2) 0 - 25
-
2
KURANG
LANCAR (3) 0 - 50
-
3 DIRAGUKAN (4) 0 - 75
-
4 MACET (5) 8
133.616.504 100
133.616.504
TOTAL 8 133.616.504,00 133.616.504,00
Posisi Pembiayaan Rp.
40.117.371.536,00 0,33% =NPL
BAD DEBT
133.616.504,00 x 100 % = 0,33
40.117.371.536,00
BDR Pembiayaan ( 15,5 - Bad Debt ) / 0,155 =
97,85 Sehat
Klasifikasi Pembiayaan SK.BI No.301/11/KEP/DIR, tgl 30
April 1997
0 s.d < 51 =
Tidak Sehat
51 s.d < 66 =
Kurang Sehat
66 s.d < 81 =
Cukup Sehat
81 s.d < 100 =
Sehat