Majalah unesa edisi 67 dok

36

description

 

Transcript of Majalah unesa edisi 67 dok

Page 1: Majalah unesa edisi 67 dok
Page 2: Majalah unesa edisi 67 dok
Page 3: Majalah unesa edisi 67 dok

WARNA EDITORIAL

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 3

Majalah UnesaISSN 1411 – 397X

Nomor 67 Tahun XV - Maret 2014

PELINDUNG Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd (Rektor)

PENASIHATProf. Dr. Kisyani Laksono, M.Hum (PR I)

Prof. Dr. Warsono, M.S. (PR III)Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes. (PR IV)

PENANGGUNG JAWABDr. Purwohandoko, M.M (PR II)

PEMIMPIN REDAKSIDr. Suyatno, M.Pd

REDAKTURA. Rohman

PENYUNTING/EDITORBasyir

Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd

REPORTER:Herfiki Setiono, Aditya Gilang, Ari Budi

P, Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Putri Retnosari, Fauziyah Arsanti, Putri

Candra Kirana, Lina Rosidah

FOTOGRAFER A. Gilang, Sigit Widodo

Sudiarto Dwi Basuki, S.H

DESAIN/LAYOUT (Arman, Basir, Wahyu Rukmo S)

ADMINISTRASISupi’ah, S.E.

Lusia Patria, S.Sos

DISTRIBUSIHartono

PENERBIT Humas Universitas Negeri Surabaya

ALAMAT REDAKSI Kantor Humas Unesa Gedung F4

Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124

Fax (031) 8280804

Dirindukan, Dosen BergayaP ada hakikatnya, do-

sen adalah petugas yang melayani ma-

ha siswa dalam menimba il mu dengan baik dan be-nar. Tugas pelayanan itu di ejawantahkan melalui fun gsi mediator, motivator, dan transformator il mu. Pengejawantahan ter se-but akan berjalan de ngan ba ik manakala dosen mam pu memainkan ga ya me ngajar di kelas sehing-ga mahasiswa cepat me-ne rima ilmu, senang, gem-bi ra, dan mempunyai spirit belajar.

Gaya memberi kuliah seorang dosen sa ngat dirindukan mahasiswa. Dari ga ya itu, tersembul inspirasi baru dari ma ha-siswanya, jika kelak mahasiswa itu me-nga jar di depan kelas atau menuangkan ke dalam pekerjaan selain mengajar. Gaya ter sebut juga mencerminkan kekokohan seorang pengajar di kampus. Apapaun ke-si bukan dosen, mengajar dengan sebuah ga ya yang mantap dan tepat sangat di rin-du kan mahasiswa.

Sebaliknya, rasanya terlalu naif jika do sen hanya pandai keilmuannya tetapi tidak pandai menyajikan keilmuan itu se hingga mudah masuk ke alam pikir mahasiswanya. Mahasiswa jengah, malas, ge leng-geleng kepala, mengantuk, dan tidur akan mewarnai kelas yang diasuh oleh dosen naïf tersebut. Dosen itu ha nya bercuap-cuap di belakang meja sam bil duduk. Omongan dosen itu seolah me-me nuhi udara dan suasana kelas tetapi mis kin daya serap mahasiswanya. Dosen ter sebut juga hanya hobi mendikte dan me ngancam mahasiswanya. Nilai adalah sen jata paling ampuh dosen bertipe naïf ter sebut.

Mahasiswa itu adalah sosok dewasa mu da. Dalam kondisi dewasa muda, ma ha-sis wa sudah tidak lagi cocok berada dalam pem belajaran dengan situasi pedagogis. Mereka lebih berkesan dan terinspirasi de ngan mata kuliah yang ditempuhnya ji ka layanan pembelajaran menggunakan po la andragogis. Energi mahasiswa sudah be rada pada titik kualitas yang nyaris sem-pur na. Kemudian, mahasiswa juga berada pa da jalur spesifik keilmuan.

Situasi mahasiswa sebagai subjek de-ngan layanan andragogi harus menjadi per timbangan utama bagi dosen dalam me mainkan gaya mengajarnya. Oleh ka-rena itu, sangat tepat jika Dikti juga me-ne kankan pola perkuliahan yang berbasis SCL (Student Centre Learning). Pola mul-

ti media, multimetode, mul tiarah, dan multikasus ha rus menjadi fokusnya. Po la itu bahkan menjadi acu an dalam penyusunan KKNI (Kerangka Kualifikasi Na sional Indonesia) se ba-gai basis kurikulum per ku-li ahan di perguruan tinggi.

Zaman telah ber-u bah. Teknologi terus men desak-desakkan ke-ma juannya. Manusia se-ma kin menginginkan ke-baruan. Begitu pula, ga ya mengajar dosen di ke las harus menunjukkan ke-piawaiannya sebagai se-

orang empu, yang diteladani gayanya, di-iku ti konsepsi keilmuannya. Gaya tersebut ha rus benar-benar teruji oleh waktu dan pro ses di kelas.

Dosen Unesa jangan sampai mati gaya te tapi justru bertumbuh dengan gaya me ngajarnya. Agar pertumbuhan gaya mengajar dosen semakin menguat dan pa da akhirnya gaya itu menjadi nilai jual dosen dalam perkuliahan, perlu upaya yang kuat dalam mengawal penguatan ga ya tersebut. Upaya itu di antaranya (1) pe wajiban dosen untuk menggunakan gaya mengajar berbasis SCL dengan pe-mantauan yang jelas serta dibiayai da-lam prosesnya sampai perumusan hasil berupa buku atau hasil penelitian tin-da kan; (2) penyediaan gedung untuk “Bengkel Dosen” sebagai tempat bertukar pi kiran, beruji coba, berguru, dan berburu in formasi baru; (3) penghargaan bagi dosen yang sudah menerapkan gaya me-ngajar, taat asas, dan merumuskan ga-ya dalam sebuah formula mengajar; (4) pengevaluasian proses pemakaian ga-ya mengajar dosen melalui observasi yang tuntas dari tim yang ditunjuk dan mahasiswa yang diajarnya; dan (5) pe nye-bar luasan hasil berupa formula ke semua do sen melalui jurnal khusus untuk tujuan tersebut.

Budaya akademis tidak perlu hanya di-gem bar-gemborkan tanpa tindakan yang jelas. Namun, budaya akademis harus di-bu mikan dengan langkah manajemen yang realistis. Budaya akademis salah sa-tu nya lahir dari keseriusan dosen dalam mem berikan kuliah dengan gaya mengajar yang disenangi mahasiswa. Tugas dosen yang utama adalah mengawal perkuliahan. Tu gas lainnya hanyalah dampak pengiring se mata. Untuk itu, dosen Unesa harus kuat da lam perkuliahan yang diwujudkan ke da lam berbagai gaya mengajar. n

l DR. SUYATNO, M.PD

Page 4: Majalah unesa edisi 67 dok

CONTE

NT

03. WARNADirindukan, Dosen Bergayaoleh Dr. Suyatno, M.Pd

INFO HALAMAN

15

05. LAPORAN UTAMA•Mengintip Metode Pembelajaran dan Gaya Mengajar

Dosen-Dosen Unesa•Gaya Mengajar Ideal Tak Cukup Satu Cara•Aneka Rupa Gaya Mengajar Dosen Unesa•Gaya Mengajar Dosen di Mata Mahasiswa

20. KABAR PRESTASI•Diyanti Jati Pratiwi : Mahasiswa Bidik Misi Unesa Jadi

Relawan Pendidikan di Thailand

22. INSPIRASI ALUMNI•Teladani Konsep Kebersihan Kampus & Kantin PSU Thailand

22. ARTIKEL WAWASAN•Membagun Minat Baca Anak-Anak TK sejak Dini

26. KOLOM REKTOR• Bom Waktu LPTK

28 JATIM MENGAJAR• Mengunjungi SDN 3 Bodag

dan SDN 5 Batok Madiun

31. BINTANG TAMU• H. Ahmad Zaini Perjuangkan Kemandirian Madura

32. INFO SEHAT• 10 Menit Bugar dan Sehat bagi Anda yang Super Sibuk• Semangka Turunkan Tekanan Darah Tinggi• Minum Kopi Meminimkan Terserang Kanker Lambung

31. CATATAN LIDAH• Inspirator oleh Djuli Djatiprambudi

20

16

Diyanti Jati Pratiwi berkesempatan mengabdi sebagai pejuang pendidikan di tanah Gajah Putih Thailand.

4 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

Page 5: Majalah unesa edisi 67 dok

LAPORAN UTAMA

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 5

Dari penelusuran se jum lah pendapat pa ra pakar dapat di simpulkan bahwa gaya mengajar merupakan ciri khas atau karakteristik yang melekat pada seorang guru atau dosen yang dipengaruhi oleh pandangan

dari dirinya sendiri. Ciri khas atau ka rak ter itu bisa dilihat dari pe nam pilan dan perilakunya da lam menyampaikan ma te ri kepada siswa maupun ma ha siswa.

Dosen-dosen Unesa, se ba gai salah satu praktisi pen-didikan di lingkungan kampus, tentunya memiliki karakteristik tersendiri dalam menyampaikan mata kuliah yang dibimbingnya kepada para mahasiswa. Karakteristik itulah yang kemudian kerap disebut dengan gaya mengajar. Ada kalanya mahasiswa sesuai dengan gaya mengajar salah

seorang dosen. Pun, tak sedikit yang merasa tidak sesuai dengan gaya mengajar salah seorang dosen.

Jika ditelisik lebih jauh, sejatinya gaya mengajar dosen di Unesa dapat dibedakan menjadi empat macam. Pertama, dosen yang senang mengajar dengan gaya klasik. Dosen seperti ini biasanya melakukan proses pengajaran yang bersifat pasif dan menempatkan mahasiswa hanya sebagai objek yang diberi pelajaran. Dosen dengan pengajaran gaya klasik ini, biasanya menganggap dirinya paling ahli (expert) karena itu perannya sangat dominan dan kurang memberi kesempatan berkreasi kepada mahasiswa.

Gaya mengajar kedua adalah gaya mengajar teknologis. Dosen dengan gaya ini, biasanya lebih menempatkan dirinya

Gaya mengajar merupakan instrumen penting dalam sebuah keberhasilan pembelajaran. Gaya mengajar mencerminkan bagaimana pelaksanaan pengajaran itu berlangsung yang dipengaruhi oleh pandangan si pengajar tentang mengajar, konsep-

konsep psikologi dan kurikulum yang dilaksanakan. Sebagai instrumen penting, tentu mengetahui gaya mengajar seseorang merupakan hal penting agar ke depan pembelajaran bisa semakin menarik, kreatif dan dinamis.Lantas seperti apa gaya

mengajar para dosen di Unesa?

MENGINTIP METODE PEMBELAJARAN dan GAYA MENGAJAR DOSEN-DOSEN UNESA

Page 6: Majalah unesa edisi 67 dok

LAPORAN UTAMA

hanya sebagai pemandu, pe ngarah dan fasilitator dalam proses pembelajaran. Se mua pelajaran yang akan disampaikan kepada mahasiswa sudah dikonsep dan diprogram sedemikian ru pa dalam perangkat baik lunak maupun keras. Dosen dengan gaya teknologis seperti ini, tentulah sangat melek teknologi. Karena do-sen banyak berperan sebagai fa silitator dan guide, arah dis kusi akan menjadi lebih hidup sehingga sangat me-mung kinkan munculnya ide-ide baru, cepat merespon dan tentu saja menjadi pen-de ngar yang baik dari sebuah pro ses pengajaran. Kelebihan lainnya, dosen yang mengajar dengan gaya teknologis ini, bi asanya memiliki catatan kegiatan mahasiswa yang tersusun rapi dalam sebuah file.

Gaya mengajar ketiga ada lah gaya mengajar per so-na lisasi. Dosen dengan gaya seperti ini, biasanya dilakukan oleh seorang dosen yang mem punyai kemampuan da-lam mengasuh, ahli dalam psi kologi dan metodologi,

serta bertindak sebagai na-ra sumber (resource person). Ba han pelajaran, biasanya di susun dan muncul ber da-sarkan atas minat dan ke-bu tuhan mahasiswa se cara in dividual. Dosen dengan gaya ini tentu sa ngat di ha-rapkan dapat mem fa silitasi ke butuhan dan mi nat dari mahasiswa yang ber beda-beda sehingga dalam hal pembelajaran, bahan ajar dan penyampaian sedapat mung kin disesuaikan dengan minat dan kebutuhan ma ha-siswa.

Gaya mengajar keempat ada lah gaya mengajar in te-raksional. Dosen dengan gaya mengajar interaksional, bi-asa nya pandai menciptakan ik lim yang nyaman dan me-nye nangkan serta sa ling ke tergantungan se hing ga me lahirkan dialog an tar ma-ha siswa yang dinamis. Bi-asanya, dosen dengan gaya ini akan melakukan mo del-model interaksi sosial de-ngan cara: memberikan ma-sa lah situasi sosial kepada mahasiswa, membantu me-ne lusuri berbagai macam ma salah dalam situasi ter se-but, memberikan tugas un-tuk memecahkan, me nga-na lisis, dan mengerjakan se suai dengan situasi ter se -but, berdiskusi untuk me-mecahkan masalah, mem bu-at kesimpulan hasil diskusi dan membahas kembali ha sil yang telah diperoleh. Ma-hasiswa yang aktif me nge-mukakan pendapat, bia sanya akan mendapatkan peng-hargaan dari si dosen. Peng-har gaan itu diberikan untuk me numbuhkan motivasi.

SYARAT MENGAJAR YANG BAIK

Sebagai pendidik pro fe-si onal, dosen tentu dituntut mampu menerapkan gaya mengajar yang baik dan sesuai dengan kondisi mahasiswa. Lalu, seperti apa gaya mengajar yang baik

itu? Dikutip dari pendapat Prof. Leblanc bahwa ada 10 per syaratan agara seorang pengajar bisa mengajar de-ngan baik.

Pertama, mengajar yang baik merupakan gabungan da ri kesenangan (passion) dan penalaran (reason). Me-ng ajar yang baik bukan ha-nya tentang bagaimana me-motivasi mahasiswa agar mau belajar tetapi mengajar me reka bagaimana belajar de ngan baik sehingga apa yang dipelajari menjadi re le-van, memiliki arti, dan di ke-nang dengan baik. Kedua, me ngajar yang baik harus men jadikan mahasiswa se-bagai konsumen atau klien dari ilmu pengetahuan yang dijual. Seorang dosen ha-ruslah mengerjakan yang ter baik dalam bidangnya, mem baca dari berbagai sum-ber, bukan hanya dalam bi-dangnya tetapi juga di luar bidang keahlian sendiri agar bisa menyampaikan ke-terkaitan bidang ilmu itu dalam khasanah ilmu la innya dan bagaimana pe ne ra pan-nya di dunia nyata.

Ketiga, mengajar yang baik adalah ke se dia an men-de ngarkan, mem per ta nya-kan, menyikapi dengan res-ponsif, dan memahami bah-wa setiap individu mahasiswa dari setiap kelas adalah sua tu pribadi yang unik dan ber-be da. Yang sama dari setiap individu mahasiswa hanyalah dalam tujuan akhirnya, yaitu mendapatkan ilmu pe nge-tahuan dan pendidikan yang berkualitas sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan mereka setelah lulus dari pen-didikannya. Keempat, men-jadi pengajar yang baik bu-kan hanya dibuktikan dengan memiliki program kerja yang tersusun rapi, tetapi haruslah bisa bersikap fleksibel, tidak kaku, selalu bersedia untuk men coba hal-hal baru, dan memiliki kepercayaan diri untuk merespons dan me-

6 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

Page 7: Majalah unesa edisi 67 dok

nyesuaikan diri terhadap ling kungan yang berubah.

Kelima, mengajar yang ba ik berkaitan dengan cara atau gaya (style). Mengajar di depan kelas bagi seorang do sen adalah bekerja, dan ma hasiswa merupakan ling-ku ngan konsumen yang ber-ada di sekitarnya. Karena do sen di kelas haruslah se -orang yang kreatif dan mam-pu menciptakan gaya me-nga jar yang sesuai. Ke enam, me ngajar yang baik ha rus me ngandung unsur hu mor. Ar tinya, dalam me ngajar, se-orang dosen harus me nyi sip-kan humor-humor, yang akan sangat berguna un tuk men-ca irkan (ice-breaking) suasana ke las yang ka ku.

Ketujuh, mengajar yang baik adalah memberikan per hatian, membimbing, dan mengembangkan da ya pikir serta bakat para ma -

hasiswa. Mengajar yang baik berarti mengabdikan atau menyediakan waktu ba -gi setiap mahasiswa. Ke de-lapan, mengajar yang baik harus didukung oleh ke pe-mim pinan yang kuat dan visioner serta oleh institusi yang juga mendukung, baik dalam sumberdayanya, per-so nalianya, maupun dananya. Mengajar yang baik harus merupakan penggambaran dari pelaksanaan visi dan misi ins titusi yang selalu harus diperbaiki dan diperbaharui, bukan hanya dalam per ka-taan tetapi juga dalam per-buatan.

Kesembilan, mengajar yang baik adalah tentang pem bimbingan (mentoring) yang dilakukan oleh dosen se nior kepada dosen yunior, ten tang kerjasama, dan ke-mudian kinerjanya dapat di kenali dan dihargai oleh

seorang penilai (penyelia). Jika seorang dosen telah me ngajar dengan baik, su dah sepatutnya ia men dapat imbalan penghargaan, se-men tara mereka yang mengajarnya ma-sih kurang baik, su dah sepatutnya mereka men-dapatkan berbagai pro-gam pelatihan dan pe-ngem bangan. Kesepuluh, mengajar yang baik adalah memiliki kesenangan, mampu menikmati pekerjaannya dan bukan mela ku-kan tugas se-mata karena uang atau karena su dah merupakan ke wajiban. (SIR)

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 7

S eiring dengan per­kem bangan za man, ga ya mengajar dosen Une sa me mang lebih

me ngalami kemajuan de ngan mengedepankan proses di­a log antara mahasiswa de­ngan dosen. Da lam setiap per kuliahan, dosen sering mengadakan diskusi untuk membahas sua tu materi untuk memecahkan masalah. Mes ­ki demikian, tetap juga ada dosen yang me ngajar dengan menggunakan gaya la ma, misalnya hanya menyampaikan materi tan pa ada forum diskusi.

Menyinggung mengenai ga­ya mengajar para dosen, Rektor Unesa, Prof. Muchlas Samani mengakui bahwa model atau metode mengajar merupakan suatu hal yang sangat penting agar transfer ilmu yang diberikan bisa dengan mudah diterima peserta didiknya. Hanya saja, Muchlas menggarisbawahi bah wa sejauh ini tidak ada me­to de pembelajaran yang ba ku dan cocok untuk semua. Meski demikian, bukan berarti pa ra dosen bisa seenaknya meng­gu nakan model pembelajaran. Setidaknya, menurut Muchlas,

ada beberapa hal penting yang harus ditentukan dalam sebuah pengajaran.

Apa saja? Pertama, me­nu rut Muchlas, dosen per­lu memetakan keluaran apa yang ingin dicapai. Ia men­con tohkan, jika seorang do­sen menginginkan peserta di diknya bisa menulis di se­bu ah majalah, maka si dosen ha rus bisa mengarahkan agar ma hasiswa terarah sesuai ke­inginan keluarannya itu. “De­ngan demikian, dosen bisa me­me takan tujuan awal ia sebagai pengajar,” ungkapnya.

Kedua, lanjut Muchlas, do sen harus mengetahui ka­rak teristik mahasiswa yang di ajarnya. Mengetahui ka­rak teristik ini penting agar do sen bisa mengetahui ke­mam puan mahasiswa. Jika tidak atau kurang mengetahui karakteristik mahasiswa, tentu bakal berdampak pada kondisi para mahasiswa. Sebab, ti dak menutup kemungkinan, ma­hasiswa yang telah mahir ter­ha dap bidang yang diajarkan akan merasa bosan dalam ruangan. Selain itu, dosen juga per lu mengetahui seberapa

Gaya Mengajar IdealTak Cukup Satu Cara

LAPORAN UTAMA

Page 8: Majalah unesa edisi 67 dok

LAPORAN UTAMA

8 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

minat mahasiswa dalam sebuah pembelajaran yang sedang diajarkan. Jika tidak begitu ada minta, tentu perlu dorongan dan motivasi dari dosen dengan mengubah gaya mengajarnya atau menerapkan metode

pembelajaran yang lebih variatif.

Hal penting ketiga, tam bah Muchlas adalah ke tersediaan alat pen du­kung belajar se perti LCD, internet, bu ku, media ajar dan sebagainya.

Ke ter se diaan alat pen dukung itu

pen ting se ba­gai pe nunjang do sen dalam

mengembangkan pembelajaran ino vatif terhadap para ma­hasiswa. Yang terakhir, tegas Muchlas, dosen harus jeli melihat kondisi dan situasi dalam proses berjalannya pembelajaran. Ia mencontohkan, mengajar pada pagi hari dengan siang hari tentu sangat banyak perbedaannya. Pada siang hari, kondisi pe­serta didik tentu sudah lelah, mengantuk, dan letih. Karena itu, perlu metode pembelajaran yang lebih menyenangkan dan bisa mencairkan suasana seperti ice breaking, dan semacamnya. Dengan demikian, peserta didik akan merasa fresh kembali.

Senada, Prof. Aminudin Kas­di, guru besar yang juga pakar sejarah dari Unesa mengakui bahwa untuk memperoleh ha sil yang maksimal dalam pem belajaran, seorang dosen per lu melakukan berbagai me­tode pembelajaran yang te­pat sasaran. Bentuknya, bisa me ngombinasikan metode ceramah yang biasa dilakukan dengan metode pengamatan langsung di lapangan. Kom­binasi metode seperti itu kerap dilakukan pada pembelajaran sejarah yang tidak cukup berteori di kelas saja melainkan diperlukan studi lapangan.

“Kombinasi teori dan studi la­pangan itu akan membuat peserta didik tidak hanya mengetahui saja, tetapi bisa menyaksikan langsung pe­ninggalan sejarah itu,” jelasnya.

STANDARISASI PEMBEJARAN, PERLUKAH?

Ketika disinggung soal ke­bijakan standartisasi pem be la­jaran di Unesa, Aminudin men ja­wab diplomatis, ada yang perlu dan ada yang khusus. Artinya, stan dar metode pembelajaran ti dak bisa disamakan dengan ju rusan­jurusan lain. Sebab, se tiap jurusan tentu memiliki cara dan standar tersendiri da­lam menyampaikan materi. Ia mencontohkan kurikulum 2014 yang menuntut siswa ju jur, terbuka, dan mandiri. “Jika me­nga cu pada kurikulum tersebut, tentu diperlukan forum, tem­pat, teori dan praktek untuk me wujudkan hal tersebut,” te­rangnya.

Ia mencotohkan jurusan se­jarah yang memerlukan sarana pe nunjang pembelajaran se­per ti laboraturium, objek­ob­jek sejarah, dan peruntutan ma sa lalu. Idealnya, tambah Ami nudin, semua jurusan memiliki laboratorium sebagai

PROF. MUNCHLAS SAMANI

PROF. AMINUDIN KASDI

Page 9: Majalah unesa edisi 67 dok

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 9

penunjang pembelajaran. Khusunya untuk jurusan sejarah, jelasnya, peninggalan sejarah dapat ditinjau dari tiga hal tertulis, peninggalan dan lisan. “Untuk menemukan tradisi lisan harus peka terhadap simbol dan tanda sejarah. Kan peristiwa masa lalu tidak bisa diputar lagi, misalnya tidak mungkin kita mendatangkan ‘rara mendhut’ lagi kan,” ujar Aminudin dengan tawa khasnya.

Tak jauh berbeda pendapat yang dikemukakan Prof. Dr. Lies Amin Lestari, MA, M.Pd. Ketika disinggung soal standartsasi pengajaran, guru besar dari jurusan Bahasa Inggris itu mengakui bahwa tidak ada standar baku dalam pembelajaran. Meski demikian, metode pembelajaran harus disikapi dengan memantau dari berbaga elemen proses belajar mengajar. Ia mencontohkan mata kuliah yang diampu yakni keterampilan menulis. Dalam proses belajar mengajar, Lies

Amin menerapkan metode praktek. Baginya, menulis adalah praktek menulis, bukan teori menulis. “Saya punya keyakinanan bahwa belajar menulis itu ya menulis. Dan, menulis itu harus dipraktikkan. Tapi, bukan berarti anak­anak disuruh menulis asal, tetap harus diarahkan sesuai teori yang benar,” jelasnya.

Jika pada umumnya pa­ra dosen menerangkan teo ri

terlebih dahulu baru prak t9k, berbeda dengan Lies Amin. Dosen yang juga me nga jar di pascasarjana itu me mi lih me­la kukan metode in duk tif, yang me nerapkan prak tik terlebih da hulu baru men je laskan teori. “Biasanya, anak­anak saya minta menulis. Se lanjutnya, tulisan mereka akan saya tampilkan dan saya se ja jarkan dengan tulisan yang su dah sesuai standar. Dari situ, mereka akan menemukan per bedaaannya. Seperti pada tulisan yang sudah sesuai stan­dar akan ditemukan topik, di temukan ide pokoknya. Ke­mudian, mereka akan berusaha untuk memperbaiki tulisannya itu,” paparnya

PERLU PEMBELAJARAN INOVATIF

Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd, salah satu pakar pendidikan Unesa berpendapat bahwa para pelaksana pen­di dikan baik guru maupun dosen haruslah menerapkan

pem belajaran inovatif. Inti dari pem belajaran inovatif, jelas Luth fiyah, adalah pembelajaran yang melibatkan siswa sebagai sub jek belajar, sedangkan pen­didik lebih difungsikan se ba­gai fasilitator. “Untuk bisa me­laksanakan pembelajran inova­tif, pendidik harus kreatif,” pa­par nya.

Lebih jauh, Direktur PPPG itu menjelaskan, paradigma pendidik sebagai penyampai

keterampilan yang sudah ber­lang sung selama ini harus di­ubah. Jika dulu paradigma pe­di dik lebih kepada ekspositori, se karang harus lebih ke par ti­si patori yang lebih memberi pe luang kepada peserta didik ter libat dalam pembelajaran dan mengembangkan po­ten si diri mereka sehingga da pat melakukan eksplorasi pe ngamatan, observasi dan se bagainya. “Intinya, mereka (pa ra peserta didik) harus me­ne mukan pengetahuan dan keterampilan dengan caranya sendiri,” tandas dosen kelahiran Tuban, Jawa Timur itu.

Tak jauh berbeda, Prof. Dr. Elizabet Titiek W, M.S sependapat bahwa pendidik haruslah me­nerapkan pembelajaran ino vatif. Ia menyarankan agar pem be­la jaran inovatif itu haruslah ak tual yang bisa dikaitkan de­ngan kejadian sehari­hari di masyarakat. Pendidik, tam bah Titiek, tidak harus kaku atau terikat pada kurikulum yang

ada. Pendidik harus mam pu berimprovisasi dalam pe nga­jaran sehingga lebih dinamis dan maju.

Kemajuan teknologi in for­ma si saat ini, tambah Titiek, tentu bisa digunakan sebagai sarana mengaitkan peristiwa­peristiwa aktual dalam proses belajar mengajar sehingga ti­dak terlalu teks book sesuai ku rikulum. “Kurikulum tetap men jadi acuan karena ada

kompetensi inti dan kompetensi dasar di dalamnya,” tegas nya.

Sementara itu, Prof. Dr. Lies Amin Lestari, MA, M.Pd, berpendapat bahwa me­tode pembelajaran itu ada­lah otoritas keilmuan. Ar tin ya, dosen diperbolehkan me­lakukan pembelajarn yang diyakini terbaik dengan te tap berlandaskan teori dan pe­nga laman. Guru besar dari jurusan bahasa Inggris itu menambahkan, ujung tombak dari metode pembelajaran adalah hasil. Karena itu, ke ya­kinan yang dimiliki tiap dosen ha rus diimbangi dengan hasil yang maksimal. “Hasil yang terbaik tentu saja juga rela­tif. Dari sisi mana dilihat dan bagaimana situasi yang diha­dapi,” ungkapnya. (GILANG/PUTRI)

PROF. LUTHFIYAH NURLAELAPROF. ELIZABET LILIEK W

PROF. LIES AMIN LESTARI

LAPORAN UTAMA

Page 10: Majalah unesa edisi 67 dok

LAPORAN UTAMA

10 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

Drs. Moh. Najid M. Hum, Dosen Bahasa & Sastra IndonesiaBIARKAN MAHASISWA BERPIKIR LIARBERPIKIR. Itulah yang selalu diharapkan Drs. Mohammad Najid, M. Hum terhadap mahasiswanya. Dalam setiap perkuliahan yang diam­pu nya, Najid demikian panggilan akrabnya, senantiasa berusaha menumbuhkembangkan keterampilan informasi mahasiswa yang meliputi kecakapan mengumpulkan informasi, kecakapan mengelola informasi, kecakapan mengorganisasi informasi, dan kecakapan mengomunikasikan informasi dalam bentuk tertulis. Itulah sebabnya, ciri perkuliahan Najid adalah selalu banyak tulisan hasil karya mahasiswa di atas mejanya yang dikumpulkan hampir setiap minggu.

Apresiasi Prosa Fiksi dan Apresiasi Drama merupakan dua mata kuliah yang kini diampu Najid. Di dua mata kuliah tersebut, ia senantiasa berusaha memberikan metode pembelajaran dengan memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mengapreasi sebuah karya sastra. “Saya pernah memberi mahasiswa sebuah cerpen yang berjudul Menyusu Ayah karya Djenar Mahesa Ayu. Saya bia rkan mahasiswa berpikir liar. Saya bebaskan mereka berpersepsi tentang cerpen Menyusu Ayah itu”, ujar Najid.

Bagi dosen kelahiran Sidoarjo 1967 itu, persepsi hadir karena berpikir. Itulah sebabnya, ia tidak terlalu memusingkan dampak negatif dari karya sastra ”nakal” yang digunakan sebagai sumber belajar. Baginya, dengan memberikan sesuatu yang kontras akan membuat mahasiswa mau berpikir dengan persepsinya tentang sebuah karya sastra. “Dan, memang terbukti, para mahasiswa menjadi lebih dinamis dalam memberikan kesan, opini, atau bahkan sebuah analisis,” papar Najid.

Najid tidak mengelak bahwa ia menganut konstruktivisme. Belajar, baginya adalah mengonstruksi sendiri objek yang dia­

ma ti. Karena Najid termasuk orang sastra, objek yang diamati ten tu tidak jauh dari hal­hal yang berbau sastra seperti cerpen atau novel. Drama pun demikian. Setelah mendapatkan teori dasar selama kurang lebih lima kali tatap muka, mahasiswa akan disuguhi sebuah naskah drama untuk dibaca. Dalam hal ini, Najid mencoba mengarahkan drama sebagai teks, bukan drama sebagai seni pertunjukan. “Intinya, saya berharap mahasiswa bisa belajar dari kenyataan. Dan, ending­nya, mereka bisa mencipta sebuah karya dengan kreatif,” terangnya.

Dosen lulusan S2 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UI itu mengakui ada kesulitan saat menerapkan cara mengajarnya tersebut. Terutama pada mentalitas mahasiswa yang sukanya mesti diberi tahu. Sebenarnya, kata Najid, para mahasiswa sudah bisa menemukan gagasan yang akan ditulis, bahkan ada yang sudah menuliskannya. Namun, karena tidak dipadu dengan beragam informasi dari hasil membaca maupun men­download, tulisan tersebut menjadi kering dan tidak berisi ,” jelasnya. .

Saat ditanya apakah Unesa perlu melakukan standardisasi me­tode pembelajaran, Najid mencoba menghubungkannya dengan kesiapan mahasiswa menuju dunia kerja. Ia menjelaskan bahwa masa mahasiswa adalah transisi menuju ke dunia profesi. Kalau pilihan profesinya adalah guru, semestinya mahasiswa sudah harus dipola bagaimana nanti membelajarkan murid­muridnya. Sementara, jika akan masuk ke dunia kerja lain seperti wartawan, editor, penyiar, humas, periklanan, dan lain­lain, tentu haruslah sebisa mungkin pembelajarannya didekatkan dengan profesi kerja tersebut.

“Sebagai dosen, saya berkewajiban mendekatkan mahasiswa dengan pasar sehingga mereka seolah­olah menerima ada banyak imitasi tatar yang dilakukan di sini. Jadi, imitasi­imitasi itu merupakan tiruan pasar yang dilakukan di sini”, pungkas Najid. (SAN)

Karena metode pembelajaran merupakan otoritas keilmuan, setiap dosen di Unesa memiliki metode pembelajaran dan gaya mengajar tersendiri yang diyakini

sebagai pilihan terbaik untuk mentransfer ilmunya ke mahasiswa. Berikut beberapa metode pembelajaran dan gaya mengajar para dosen Unesa yang

didapat dari penelusuran tim reporter Majalah Humas.

Aneka Rupa GayaMengajar Dosen Unesa

Page 11: Majalah unesa edisi 67 dok

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 11

Drs. Suwarno Imam Samsul, M. Pd, Kaprodi Bhs JermanPERKUAT PRAKTIK LANGSUNG, HASILKAN KAMUS JERMAN-INDONESIADRS. SUWARNO Imam Samsul, M.Pd, kaprodi jurusan Bahasa Jer­man berpendapat bahwa sistem pem be lajaran dan gaya mengajar, tentu ha rus disesuaikan dengan sifat mata kuliah yang diajarkan. Jika mata kuliah itu bersifat teoritis, tentu pendekatan yang digunakan bersifat teoritis. Hanya, agar tidak membosankan, penerapan pembelajaran di kelas bisa memanfaatkan tayangan­tayangan melalui LCD atau televisi. Sebaliknya, mata kuliah yang berbentuk praktik, harus dilakukan dengan mengadakan praktik, baik itu praktik di laboratorium bahasa maupun praktik di lapangan.

Suwarno mencontohkan metode pembelajaran yang dilakukan dalam mata kuliah Penerjemahan, Pidato dalam Bahasa Jerman (Freier Vortrag), dan Bahasa Jerman dalam Dunia Usaha dan Industri. Ketiga mata kuliah itu merupakan mata kuliah praktik yang menuntut keaktifan mahasiswa. Untuk Penerjemahan, Suwarno meminta mahasiswa melakukan praktik penerjemahan pada berbagai macam teks dalam kegiatan harian. Sementara untuk kegiatan akhir, Suwarno tidak melakukan UAS klasikal namun meminta mahasiswa membuat produk berupa kamus Jerman­Indonesia.

Demikian pula dengan mata kuliah Pidato dalam Bahasa Jerman (Freier Vortrag). Ia berupaya mengenalkan pada mahasiswa tentang

pariwisata, kiat menjadi Humas di perusahaan, cara membuat company profile, dan lain sebagainya. Untuk mata kuliah ini, Suwarno meminta mahasiswa membuat video yang ditampilkan di Youtube. Tujuannya, agar semua orang dengan mudah bisa melihat bagaimana kompetensi mahasiswa Bahasa Jerman Unesa, terutama dalam membuat presentasi

yang langsung tayang dalam bahasa Jerman. Begitu pula dengan mata kuliah Bahasa Jerman dalam Dunia

Usaha dan Industri. Suwarno menuntut mahasiswa bisa menguasai manajemen korespondensi. Dalam kegiatan akhir, mahasiswa ditugasi mengenalkan suatu produk. Produk tersebut boleh diambil dari Youtube atau lebih bagus bila mereka mau membuat sendiri. Lalu, produk tersebut diperkenalkan dengan mengunggahnya di Youtube.

Suwarno mengakui, ada kendala dalam menerapkan sistem pembelajaran model praktik langsung seperti itu, Kendala itu salah satunya adalah minimnya kemampuan mahasiswa dalam mengoperasikan kamera. “Rencananya, jurusan akan menggelar workshop bersama ahli media untuk membekali pengetahuan mahasiswa, terutama tentang bagaimana mengoperasikan kamera,” paparnya. (SANTI)

Dra. Theresia Kumalarini, M. Pd, Dosen Jur Bahasa InggrisTERAPKAN PEMBELAJARAN BERKONSEP STUDENT CENTER

MEMBERI porsi lebih pada para ma­hasiswa dalam pembelajaran di kelas merupakan ciri khas Dra. The re sia Kummalarini, M.Pd. Dosen ju ru san Bahasa Inggris itu senantiasa me­ngedepankan pembelajaran ber kon­sep “student centered”. Dalam pen­dekatan ini, mahasiswa berperan se­ba gai subjek atau fokus utama dalam pem belajaran sedangkan dosen le­

bih berperan sebagai fasilitator dan sewaktu­waktu bisa berperan se bagai konduktor (penengah dan penyelaras).

Konsep pembelajaran itu, ia terapkan saat mengajar tiga mata ku liah yang diampunya. Yakni, English Language Teaching Pedagogy, Expository and Argumentative Writing, dan Thesis Proposal Writing.

Dalam kelas English Language Teaching Pedagogy, dosen yang ak rab dipanggil Rini itu menuntut mahasiswa mampu berdiskusi da­lam kelompok. Karena itu, agar diskusi berjalan dengan baik, Rini se­be lumnya memberikan buku pada mahasiswa berikut ringkasannya un tuk dipelajari di rumah. Lalu, pada pertemuan berikutnya, ma ha­

siswa dalam kelompok­kelompok kecil mendiskusikan isi buku ter se­but lalu mempresentasikannya di depan kelas.

Setelah UTS, Rini menuntut mahasiswanya bisa mengajar. Me­re ka diajari membuat skenario pembelajaran untuk digunakan me­nga jar teman­temannya sendiri di kelas dalam waktu 10—15 menit. Se telah semua tampil, diskusi dilakukan untuk membahas kelebihan dan kekurangan dari penampilan teman. Dengan begitu, mahasiswa akan memiliki fondasi mengajar keterampilan berbahasa sebelum ter jun ke lapangan. Karena pada UAS nanti, tugas akhir mahasiswa ada lah terjun ke sekolah­sekolah untuk menyaksikan guru Bahasa Ing gris mengajar. Hasil observasi kemudian dilaporkan dalam ben­tuk tertulis.

“Mahasiswa saya harus paham lebih dulu apa itu filosofi bahasa asing, khususnya yang menyangkut empat keterampilan berbahasa. Itu karena tujuan utama English education adalah membantu pe ser ta didik untuk berkomunikasi baik lisan maupun tertulis,” terang do sen yang aktif di Direktorat Pembinaan SMP Kemendikbud Jurusan Pen­didikan Bahasa Inggris itu.

Sementara itu, untuk mata kuliah Expository and Argumentative Writing dan Thesis Proposal Writing, Rini menuntut mahasiswa untuk ba nyak­banyak membaca dan mencari informasi dari berbagai sum­ber. Khusus untuk Expository and Argumentative Writing, hasilnya di presentasikan di depan kelas untuk di­share ke teman­temannya. Karena mahasiswanya sudah duduk di semester 4, dosen yang tinggal di Jalan Rungkut Barata Raya 27 Surabaya itu berharap mahasiswa sudah mampu menguasai kompetensi yang ditentukan. (SAN)

LAPORAN UTAMA

Page 12: Majalah unesa edisi 67 dok

LAPORAN UTAMA

12 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

Dra. Tjatjik Mudjiarti, M.Pd, Dosen PGSD FIP UnesaINOVATIF DENGAN PENDEKATAN BELAJAR DAN PSIKOLOGI BELAJARMEMBERIKAN pengajaran kepada peserta didik, tidak boleh di la kukan serampangan dan tanpa landasan teori. Selain harus tahu landasan teorinya, seorang pendidik juga harus mengetahui siapa orang yang akan diajarnya. Demikian dikemukakan Dra. Tjatjik Mu djiarti, M.Pd, dosen FIP yang mengajar matematika khusus Sekolah Dasar.

Menurut Tjatjik Mudjiarti, pembelajaran yang inovatif harus me­ngetahui orang yang akan diajarkan. Jika dalam pembelajaran Ma­tematika diperunntukkan untuk anak Sekolah Dasar, tentu ti dii­nterpretasikan dalam bentuk hitungan. “Seperti halnya kalimat Matematika, 5 + 3 = 8, tidak boleh langsung mengajarkan anak pada rumusan tersebut, karena pola atau kerja otak anak itu membutuhkan proses. Harusnya, pembelajaran yang inovatif itu anak dibuatkan soal cerita dulu, baru diinterpretasikan, seperti adik memiliki permen 5 lalu diberi ibu 3, jadi adik memiliki berapa permen, jawabannya adik memiliki 8 permen,” jelas perempuan kelahiran Blitar, 06 April 1949.

Dosen yang menamatkan S2 di Universitas Negeri Malang itu sangat menekankan kepada para mahasiswanya agar kelak jika memberikan pembelajaran ke sis wa nya, tidak memberikan materi ke pada anak didik secara langsung be rupa angka­angka. Tapi,

harus be rupa benda konkret terlebih dahulu yang dapat dipahami anak­anak Se kolah Dasar.

Pendekatan inovatif seperti itu, merupakan gabungan dari pen de­katan belajar dan psikologi belajar. Teori Bruner, ungkap Tjatjik, men­jelakan bahwa dalam mengajarkan Matematika pada anak usia dasar harus menggunakan tiga langkah

yakni menggunakan ben da konkret, semi konkret, simbolik atau bilangannya. “Jadi, pem belajaran Matematika tidak boleh langsung berupa rumus­ru musnya, itu baru dikatakan pembelajaran ma te­matika yang inovatif ba gi anak sekolah dasar,” jelasnya.

Selanjutnya, tambah Tjatjik, pembelajaran dapat dikatakan ino­va tif itu harus ada media untuk merepresentasikan rumus­rumus da lam Matematka. Semisal, kalau mengajarkan mengenai tema luas, pen didik bisa menggunakan petak­petak sehingga peserta didik da pat menginterpretasikan rumus yang dilihat atau yang dicermati dalam bentuk cerita atau media tersebut.

“Dapat disimpulkan, pembelajaran yang inovatif untuk anak sekolah dasar itu haruslah yang dapat merepresentasikan pem be­lajaran simbolik, tidak boleh langsung ke rumus­rumus, tapi ba gai­mana proses mencapai rumus itu harus diberikan,” pungkasnya. (RUDI)

Abdul Haris Rosyidi, M.Pd, Dosen jurusan MatematikaPEMBELAJARAN DENGAN NILAI-NILAI BUDAYA INDONESIA

DALAM melakukan metode pem­be lajaran, Abdul Haris lebih memilih me lalui pendekatan persahabatan ke pa ra mahasiswa. Sebisa mungkin, ia ber usaha akrab dengan mahasiswa agar tidak terjadi kesenjangan atau jarak antara dosen dan mahasiswa. Ia berharap dengan pendekatan se­perti itu, setiap ada masalah, ma ha­sis wa berani bertanya kepada dosen. Pen dekatan model keakraban itu le­

bih ia pilih lantaran ia punya pengalaman sewaktu mahasiswa dulu yang menganggap bahwa dosen itu seperti tak terjamah karena be­gi tu jauhnya gap antara dosen dan mahasiswa.

Pilihan melakukan pendekatan keakraban itu, bukan berarti har­ga diri dosen akan dianggap rendah oleh mahasiswa. Memang, ada ke takutan ketika seorang dosen dekat dengan mahasiswa, terkadang mahasiswa menjadi agak kurang ajar. Tetapi, bagi Haris, hal itu tidak akan terjadi jika performance si dosen bagus di mata mahasiswa. Ia pun yakin bahwa mahasiswa bisa menempatkan diri dengan baik.

Dalam menerapkan pembelajaran, Haris, senantiasa berusaha mengimplementasikan apa yang diajarkan dengan realitas yang ada. Ia biasanya akan memilih bagian dari teori itu yang bisa diterapkan.

Pembelajaran di kelas, Haris berusaha menjadi model. Ia memiliki konsep guru itu seperti apa dan bagaimana ia harus menyikapi siswa di kelas. Di kelas, Haris terbiasa tidak suka menggunakan cara­cara verbal untuk menenangkan suasana di kelas jika ada mahasiswa yang ramai. Ia lebih memilih mendekat ke anak yang ramai itu sambil tetap menjelaskan materi. Ketika ia masih ramai, Haris akan menjauh dan bertanya ke teman sebelahnya dengan harapan ia bisa kembali fokus ke materi kuliah.

“Bagi saya pembelajaran adalah bagaimana anak bisa nyaman dan dapat belajar dengan optimal. Pakem­pakem formal memang ter kadang saya terapkan. Tapi, jauh lebih penting dari itu saya me­nanamkan nilai­nilai hidup. Matematika adalah ilmu yang meng gu­nakan logika berpikir, ketika di luar sana tidak mungkin anak di tanya tentang misalkan integral parsial, tetapi bagaimana anak itu me nga­mati dan berpikir rasional,” ujar sekjur Matematika itu.

Selain itu, agar pembelajaran bisa berlangsung dengan baik, se orang dosen tentu harus memiliki kemampuan bahasa yang baik. Jika tidak, maka perkuliahan akan terasa monoton dan mem­buat mahasiswa sulit mempertahankan konsentrasinya selama per­kuliahan berlangsung. Lebih penting lagi menurut Haris, adalah me lakukan pendekatan pembelajaran berbasis karakteristik orang In donesia, misalnya Jawa dan sebagainya yang nilai­nilai luhurnya bi sa digali untuk pembelajaran dengan warna khas Jawa.

“Boleh kita baca konstruktivisme atau behavioristik . Dalam fi­lo sofi Jawa juga ada Ilmu Kuwi Lelakune Kanti Laku yang berarti learning by doing dalam bahasa mereka. Dengan warna Jawa, Sunda, dan sebagainya pembelajaran akan memiliki roh didalamnya. Apa­kah kita tidak bisa membangun pembelajaran matematika yang kejawaan?” ungkap dosen kelahiran 18 November 1974 tersebut. (LINA)

Page 13: Majalah unesa edisi 67 dok

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 13

Dra. Kusrini, M.Pd, Dosen jurusan MatematikaTERAPKAN KONTRAK BELAJARUNTUK KEDISIPLINAN

METODE pembelajaran dan gaya mengajar setiap dosen memang ber­beda. Demikian pula yang dilakukan Dra. Kusrini, M.Pd. Dosen jurusan Ma­te matika itu termasuk salah seorang dosen yang menerapkan metode pem belajaran dengan peraturan yang ketat. Betapa tidak, waktu ma­suk pertama kali perkuliahan, Kusrini langsung menunjukkan Garis Besar

Ren cana Pengajaran (GBRP) kepada para mahasiswa. Sebelum mata ku liah dimulai, Kusrini membuat kontrak belajar. Misalnya, nilai partisipasi diambil darimana dan nilai UTS diambil darimana.

Tidak hanya aturan untuk akademisnya, karena akan jadi guru Kus rini juga memberlakukan peraturan tentang penampilan dan sikap mahasiwa saat berada di kelas. “Saya harus membuat aturan, kalau ada yang terlambat ada punishment yang tidak keras, namun membuat mereka jera. Misalnya saat mahasiswa terlambat 10­15 menit, harus menyanyi di depan kelas. Jika banyak yang terlambat, mereka akan dikumpulkan terlebih dahulu, lalu disuruh menyanyi saat suasana kelas sudah mulai jenuh,” jelas Kusrini.

Setelah dua semester berjalan, Kusrini mengubah punishment­nya sesuai perjanjian awal pembelajaran. Agar lebih disiplin, ma­hasiswa yang terlambat tidak lagi diberikan punishment bernyanyi, tapi ia akan dilingkari daftar hadirnya tetai tetap diperbolehkan mengikuti perkuliahan.

Dalam memberikan pembelajaran, mantan dosen UNY itu bia­sanya membentuk kelompok agar semua mahasiwa dapat ber par­ti sipasi. Ada kelompok presentasi dan ada kelompok penanya yang ber sifat wajib. Selain ada dua kelompok tersebut, mahasiswa yang lainnya sebagai penanya sukarela.

“Dengan cara pembentukan kelompok seperti itu membuat pem belajaran efektif di dalam kelas dan semua mahasiswa menjadi aktif dan partisipatif sesuai konsep pembelajaran best practice yang dapat menimbulkan mahasiswa berpartisipasi, aktif untuk bertanya, dan aktif menjawab,” pungkasnya. (LINA)

Dian Novita, ST., M.Pd, Dosen jurusan KimiaLESSON STUDY LANGKAHMENUJU BEST PRACTICEBAGI Dian Novita, dosen jurusan Kimia penerapan metode pem be­lajaran yang mengarah pada best practice tidak hanya di gu na kan pada mata kuliah kependidikan saja. Tetapi, penerapan me tode pembelajaran seperti itu juga bisa diterapkan pada non­ke pen di di­kan. Hanya memang, langkah yang ditempuh berbeda.

Dian mencontohkan di jurusan Kimia yang menerapkan metode pembelajaran bernama Lesson Study. Dalam Lesson Study, ada dosen

yang menjadi dosen model dan ada dosen yang menjadi pengamat sehingga ada masukan untuk pembelajaran yang akan diterapkan di kelas nanti. “Sebenarnya kan sama, kalau di kependidikan model pem belajaran yang dimodelkan sebagai contoh pembelajaran mahasiswa yang dapat diterapkan saat di kelas. Sedangkan untuk non­kependidikan, menggunakan model pembelajaran yang di­terapkan agar paham.

Dosen yang kini menjabat Sekretaris Jurusan Kimia itu men­contohkan mata kuliah yang diajarkan, yaitu Kimia Fisika. Karena mata kuliah tersebut bersifat abstrak, ia pun menerapkan model pem belajaran yang sesuai, salah satunya dengan metode inquiry. (LINA)

DRA. SUHARTININGSIH, KAJUR PKKHARUS BERANI BERINOVASI& BERORIENTASI KARYA

PEMBELAJARAN Inovatif itu intinya mem buat peserta didik aktif pada ke giatan. Setelah peserta didik aktif, maka sistem pembelajaran secara oto matis membawa pendidik juga ha rus turut aktif. Seluruh dosen ha­rus diwajibkan mengajar dengan sis tem pembelajaran yang inovatif. In tinya, aktifitas mahasiswa harus le bih ditingkatkan, dengan aktifitas

mahasiswa meningkat dan hasilnya mahasiswa lebih mampu berfikir kreatif, mampu berfikir tingkatan yang lebih tinggi. Misalnya dengan diberikan pembelajaran berdasarkan masalah, peserta didik dituntut harus bisa memecahkan masalah.

Kalau di Jurusan PKK ada istilah pembelajaran berdasarkan pro­jek. Semisal prodi busana. Di akhir perkuliahan, mahasiswa harus me rancang sebuah kegiatan yang biasa disebut Gelar Cipta Karya. Per tama mereka dituntut membuat portofolio, proposal, mengelola ke uangan, mengorganisasikan sebuah kegiatan dan menjalankan ke giatan tersebut hingga sukses.

Sementara itu, Dra. Juhrah Sinke M.Si, dosen tata boga ber­pendapat bahwa dalam kesiapan mengajar dosen harus berinovasi baik dari sisi teknologi dan kesiapan mengajarnya. Dosen harus be rani beralih dari pengajaran yang biasa saja menuju pengajaran ino vatif baik dalam menyampaikan materi, penggunaan teknologi maupun media pembelajarannya.

Dengan inovasi pengajaran dosen itu, diharapkan ouput yang didapat bisa memenuhi kebutuhan industri nantinya. Ia men con­tohkan pada Prodi Tata Boga yang mengajarkan tentang masakan restoran semisal memasak nasi goreng. Dosen tentu harus jeli dan mengajak mahasiswa untuk berinovasi dalam mengembangkan nasi goreng tersebut sehingga nasi goreng yang terkesan biasa bisa dikreasikan segingga menjadi daya tarik tersendiri. (GILANG)

LAPORAN UTAMA

Page 14: Majalah unesa edisi 67 dok

LAPORAN UTAMA

14 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

Sukma Perdana Prasetya, S.Pd., M.T, Dosen Jur GeografiPEMBELAJARAN BERBASIS STUDENT CENTRE

SUKMA Perdana Prasetya, S.Pd., M.T., salah satu dosen muda dari Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial Unesa berpendapat bahwa pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang lebih mengaktifkan potensi pada diri pebelajar atau disebut dengan student centre. Dengan pem be­lajaran seperti itu, mahasiswa da pat lebih aktif menggali, mencari dan mengolah informasi sehingga men­

ja di konstruksi informasi yang baik.Agar potensi mahasiswa yang diajarnya bisa berkembang,

Sukma mempunyai beberapa cara. Ia senantiasa memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk mencari informasi dari luar sebanyak­banyaknya lantaran sebagai dosen, ia menganggap

bukan satu­satunya sumber informasi. Selain itu, dosen harus mempunyai semangat dan keinginan mahasiswanya lebih aktif dalam perkuliahan.

Dalam pembelajaran, ia menerapkan pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran itu dapat menjadikan mahasiswa mempunyai pengetahuan tingkat tinggi karena pebelajar dapat melakukan analisis, evaluasi, dan kreasi. E-Leraning juga pernah digunakan Sukma dalam media pembelajaran. Menurutnya, mahasiswa akan lebih aktif jika bersentuhan dengan teknologi. Mahasiswa bisa mengunggah semua mata kuliah yang diajarkan sehingga mahasiswa secara mandiri dapat mencari sumber belajar sendiri.

Untuk pembelajaran di kelas, Sukma menerapkan pem be­lajaran berbasis masalah. Ia mencontohkan, ketika proses belajar mengajar berlangsung Sukma tidak memberikan semua materi hingga jam perkuliahan selesai. Namun, di tengah perkuliahan, ia memberi mereka masalah sebagai studi kasus. Dengan mem­be rikan studi kasus, peran dosen di dalam perkuliahan hanya se­bagai fasilitator. Bagi Sukma, mahasiswa sudah dianggap dewasa dan sudah dapat mencari informasi sendiri. Sukma berharap agar para pemangku kebijakan semakin mendukung terciptanya iklim akademis di Unesa sehingga prestasi mahasiswa dan dosen semakin meningkat. (ARI/PUTRI CK)

Dr. Sri Joeda Andajani, M.KesMANFAATKAN TEKNOLOGISEBAGAI MEDIA PEMBELAJARANSEBAGAI dosen yang konsen di bidang Teknologi Pengajaran, Dr. Sri Joeda Andajani, M. Kes sebisa mungkin selalu memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran. Itu dilakukan mulai dari PPT hingga berbagai macam software pengajaran pernah diterapkan dan digunakan untuk sarana belajar mengajar. Sayang, media

pembelajaran berbasis teknologi itu kurang berjalan maksimal lantaran beberapa kendala sepele seperti kabel LCD yang sering mengalami masalah.

Mengenai metode pembelajaran, Sri Joeda mengatakan bahwa masing­masing dosen memang memiliki metode tersendiri dalam proses belajar mengajar. Tentu saja, metode yang diterapkan tersebut sudah punya standar masing­masing. Begitupun yang dilakukan Sri Joeda dalam menerapkan metode pembelajaran. Ia senantiasa memilih metode yang berbeda dengan alat pendukung teknologi. “Selain menggunakan power point, saya biasanya menggunakan metode diskusi yang berpusat pada mahasiswa agar pembelajaran lebih hidup dan dinamis,” paparnya. (PUTRI)

Dr. Luqman Hakim, S.Pd., S.E., M.SA. Dosen Jur EkonomiKOMBINASI PRESENTASIDAN TUGAS INDIVIDUMEREKAP semua ativitas setiap mahasiswa boleh jadi merupakan persoalan sepele. Namum, bagi Dr. Luqman Hakim, S.Pd., S.E., M.SA, hal tersebut merupakan persoalan penting karena tanpa data tersebut dikhawatirkan terjadi kesalahan dalam memberikan penilaian.

Dalam proses belajar mengajar, dosen Jurusan Pendidikan Ekonomi itu mengaktifkan mahasiswa pada mata kuliah yang bersifat penalaran dengan model presentasi yang dikombinasikan dengan tugas individu berupa merangkum setiap materi perkuliahan. Jika hanya presentasi saja, hasilnya tidak begitu efektif lantaran mahasiswa akan tenang dan tidak mau belajar. Tapi, jika dikombinasikan dengan tugas merangkum, dengan sendirinya mahasiswa akan membaca materi perkuliahan tersebut.

Terbukti, model pembelajaran yang digunakan selama dua semester itu berhasil meningkatkan keaktifan mahasiswa. Sedangkan untuk tugas individu, langsung dikoreksi pada saat dikumpulkan. Selain mudah dalam evaluasi, mahasiswa juga merasa lebih dihargai dengan hasil tugas yang dikumpulkan.

Dalam pembelajaran, dosen yang juga mengajar di Pascasarjana

itu senantiasa mendorong agar mahasiswa mampu mengeksplor kemampuan yang dimiliki. Selain memotivasi, ia juga menerapkan evaluasi dalam pembelajaran. Karena itu, ia sangat menganggap penting rekapan data tugas buat mahasiswa. Evaluasi itu perlu karena saya bukan paranormal. Saya mempunyai rekapan tugas­tugas masing individu perpertemuan. Rekapan itu sebagai dasar saya untuk memberikan nilai,” ungkap Luqman mengenai alasannya menggunakan rekapan tugas mahasiswa. (ARI)

Page 15: Majalah unesa edisi 67 dok

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 15

Drs. Sudarso, M.Pd, Pembantu Dekan III FIKPEMBELAJARAN INOVATIFSEBUAH KEHARUSANPEMBELAJARAN inovatif sudah menjadi sebuah keharusan dan tuntutan bagi guru maupun dosen. Karena itu, diperlukan ke­mampuan untuk lebih menguasai berbagai model pembelajaran agar metode pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan ke­butuhan siswa dan mahasiswa. Demikian pendapat, Sudarso, dosen yang juga PD III Fakultas Ilmu Keolahragaan Unesa.

Bagi Sudarso, model pembelajaran yang diberikan haruslah di­dasarkan pada kebutuhan mahasiswa ataupun siswa. Agar terbentuk pola pembelajaran yang inovatif, mahasiswa atau siswa sejogjanya diberikan kebebasan untuk mengaplikasikan apa yang telah didapat sehingga pola pikirnya semakin berkembang. “Penerapan pembelajaran yang inovatif akan membuat siswa atau mahasiswa kreatif , aktif, dan merasa senang dengan pelajaran yang diterima,” ujarnya.

Tentu saja, agar tercipta pem­be lajaran yang inovatif, diperlukan guru atau dosen yang mumpuni. Se lain itu, sebelum menerapkan me­to de pembelajaran, guru atau dosen harus mengetahui terlebih dahulu karakteristik dari mahasiswa ataupun siswa yang diajarnya. Sudarso men­contohkan dalam pembelajaran olah raga, khususnya sepak bola. Di­jelaskan Sudarso, seorang siswa atau

mahasiswa akan dinilai bukan dari seberapa keras ia menendang bo­la, tapi bagaimana proses dan teknik melakukan tendangan itulah yang akan dinilai. “Artinya, bola bukan tujuan, tetapi proses dari teknik menendang itulah yang diperlukan,” ungkapnya.

Agar guru atau dosen bisa menciptakan pembelajaran inovatif, Sudarso menyebut empat pilar yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sebagai pedoman dalam pembelajaran. Pertama, belajar untuk mengetahui (learning to know). Kedua, belajar untuk bekerja (learning to do). Ketiga, belajar untuk berdampingan dan berkembang bersama (learning to be together). Dan, keempat belajar menjadi manusia seutuhnya (learning to be). (WAHYU)

SENANG GAYA MENGAJARDOSEN YANG MEMOTIVASIBAGI Irmayani, mahasiswi jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS, dosen yang mengajar dengan gaya memotivasi sangat ia dambakan. Sebab, dengan mengajar seperti itu, perkuliahan tidak saja menjadi menarik, tetapi mahasiswa juga akan mendapat semangat dan energi baru dari si dosen. “Gaya mengajar yang memotivasi bisa

apa kata mereka

Gaya Mengajar Dosendi Mata Mahasiswa

Sebagai sumber informasi utama, gaya mengajar dosen tentu menjadi pusat perhatian para mahasiswanya. Jika gaya mengajar dosen inovatif, sudah dipastikan mahasiswa akan

senang dan termotivasi. Sebaliknya, jika gaya mengajarnya biasa-biasa saja, tak boleh disalahkan jika mahasiswa menjadi ‘malas’ mengikuti perkuliahan. Berikut pendapat para

mahasiswa terkait pembelajaran inovatif dan gaya mengajar para dosen.

DEWI CHUMAIRO Irmayani

LAPORAN UTAMA

Page 16: Majalah unesa edisi 67 dok

LAPORAN UTAMA

membuat mahasiswa bersemangat mengikuti perkuliahan,” ungkap mahasiswi yang mengaku senang dengan gaya mengajar Djuli Djatiprambudi yang dinilainya sistematis dan runtut.

Senada dengan Dewi Chumairo. Mahasiswi pendidikan Bahasa Jerman itu mengaku senang dengan gaya mengajar guru atau dosen yang memotivasi dengan menerapkan penemuan baru yang lebih inovatif. Di jurusan, Dewi menyukai gaya mengajar Bu Dyah Woroharsi yang menurutnya memiliki citra seni yang tinggi, kreatif dan inovatif dalam mengajarkan mata kuliah kejermanan.

Sementara itu, Wisnu Yanti Budi, mahasiswi teknologi pendidikan FIP mengaku tidak senang dengan gaya menjar dosen yang hanya berpegang pada buku sebagai bahan acuan. Ia lebih menyukai dosen yang memanfaatkan media pembelajaran inovatif sehingga pembelajaran tidak monoton dan mengurangi kejenuhan

mahasiswa. “Kalau di jurusan, saya menyukai gaya mengajar Bu Irena Yolanita Maureen. Beliau membuat mahasiswa lebih mandiri karena tidak bergantung pada dosen. Beliau juga mampu membimbing mahasiswa untuk menemukan sendiri pemecahan masalah yang sedang dihadapi,” ungkapnya.

Harapan yang sama dikemukakan Ais Rosyida. Mahasiswi Ju ru­san PGSD itu mengakui bahwa pembelajaran inovatif haruslah dapat meningkatkan semangat mahasiswa dengan metode yang tidak membosankan. Di jurusan, mahasiswi berjilbab itu mengaku senang dengan mengajar Bu Ika Rahmawati. Selain masih muda, ungkap Ais, model pembelajaran yang diterapkan senantiasa berbeda dalam setiap pertemuan sehingga bisa meningkatkan semangat mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan. (SAN)

CUKUP LANCAR DENGAN GAYA MENGAJAR BERBEDACOKORDA Istri Dewi Yuliantari, Mahasiswi Pascasarjana Unesa mengakui bahwa setiap dosen di Pascasarjana Unesa memiliki gaya mengajar yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan gaya mengajar dengan pemberian tugas yang kompleks setelah itu dibahas bersama. Ada juga yang menggunakan metode menerangkan terlebih dahulu setelah itu pemberian tugas presentasi.

Mayoritas metode pembelajaran yang digunakan, ungkap Cokorda berjalan efektif karena pembelajarannya lebih banyak ke-sharing sehingga hubungan dosen dengan mahasiswa terasa dekat dan saling bertukar pikiran. Interakasi yang demikian itu, membuat mahasiswa banyak belajar dari pengalaman antara dosen dan mahasiswa. “Agar mahasiswa mempunyai semangat belajar pemberian motivasi pada saat perkuliahan juga dilakukan seperti mengajar diselingi dengan pengalaman pribadi dari dosen,” paparnya.

Meskipun mayoritas dosen di Pascasarjana Unesa mempunyai inovasi dan motivasi yang luar biasa dalam mengajar, namun ada juga satu dosen yang bisa dibilang “membosankan” karena dari awal perkuliahan sampai akhir hanya membaca PPT dan duduk saja. “Meskipun mungkin faktor usia tetapi harus mempunyai motivasi dan kreatifitas dalam mengajar. Saran saya untuk mata kuliah yang berhubungan dengan lapangan bisa terjun langsung seperti observasi, tidak hanya melalui video dan teori saja,” pungkasnya.

Sementara itu, Marcelita Diki Alindi, mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Unesa berpendapat bahwa sejauh ini efektifitas pengajaran dosen cukup efektif, meskipun rata­rata gaya mengajar mereka dengan metode presentasi. Indi menceritakan pengajaran mata kuliah Ilmu Hukum. Dalam mata kuliah itu, mahasiswa diajari berdebat dengan cara presentasi. Mahasiswa yang presentasi diberi pertanyaan dari audensinya sehingga terjadi perdebatan yang menarik. Dalam pembelajaran seperti itu, dosen berfungsi sebagai penengah atau bahkan yang memancing memberi pertanyaan. “Bagi kami sebagai mahasiswa, tentu akan nyama jika gaya mengajar dosen itu santai tapi disiplin, serius dan cara mengajarnya tidak monoton,” ungkapnya. (ARI)

16 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

Page 17: Majalah unesa edisi 67 dok

DOSEN INOVATIF & KURANG INOVATIF PERBANDINGANNYA 3:7LAILATUL Fitriah mahasiswi Jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) itu mengatakan bahwa dalam pembelajaran, mayoritas dosen meng­gunakan teknik ceramah. Tentu saja, gaya mengajar yang demikian itu, membuat kebanyakan mahasiswa bosan dan mengantuk. Ia mem bandingkan antara dosen yang menggunakan gaya mengajar inovati dengan yang normatif adalah 3: 7.

“Dosen yang inovatif adalah itu mengajar dengan observasi lang­sung, beda film, beda buku dan praktik langsung. Perkuliahannya pun menggunakan strategi yang lebih interaktif, aktif, kreatif, efektif dan membenuk karakter mahasiswa yang berbudaya akademik,” tandasnya.

Sementara itu, M. Fatoni A.S, Mahasiswa PPB­Bimbingan Kon­se ling mengatakan, pembelajaran yang diterapkan di jurusannya sangat bagus karena tidak hanya teori saja, tetapi ada praktiknya. Salah satunya ada;ah praktik terjun langsung ke sekolah­sekolah mitra. Metode yang digunakan para dosen juga tidak monoton. Mereka mengunakan berbagai metode sehingga mahasiswa tidak jenuh ketika pembelajaran berlangsung. Hal yang sama dikemukakan Slamet Widodo, Mahasiswa PGSD. Sejauh ini yang sering ia jumpai, kebanyakan, para dosen mengunakan pendekatan Jugsaw. Yakni, metode pembelajaran dan sekaligus aplikasinya. Biasanya, dalam pembelajaran, dosen akan membentuk beberapa kelompok. Satu kelompok bertugas presentasi, sedangkan kelompok yang lain mendengarkan dan memberi masukan.

Sementara itu, Yuni Handoko, mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah mengakui bahwa kebanyakan dosen di Jurusan pendidikan luar sekolah selalu mengunakan silabus sebagai acuan pembelajaran bagi mahasiswa. Sedangkan untuk pembelajaran yang digunakan, para dosen sangatlah inovatif dengan memanfaatkan media­media pembelajaran. Tidak hanya itu, metode­metode yang diterapkan dalam pembelajaran sangat mengasyikkan karena mahasiswa tidak hanya mendapatkan teori saja tetapi juga praktik atau penerapannya di masyarakat. (RUDI/ARI)

PEMBELAJARAN SUDAH CUKUP INOVASI & BERVARIASIBAGI Jefri Adi Pratama, pembelajaran inovatif yang diberlakukan di FIK sudah cukup baik pelaksanaannya. Dosen telah mengembangkan suatu pembelajaran dengan variasi­variasi yang berbeda sehingga mahasiswa tak tampak jenuh dalam kelas. Kekreatifan mahasiswa dalam kelas mulai nampak jika dosen telah memberikan gambaran mengenai pembelajaran yang dijelaskan. Karena itu, dosen tak harus menjelaskan terus­menerus melainkan melibatkan mahasiswa agar lebih aktif dalam kelas dan kreatif.

“Saya melihat hanya sebagaian kecil dosen yang menggunakan pengajaran biasa­biasa saja,” ungka mahasiswa angkatan 2010 itu yang berharap ada peningkatan mutu dosen melalui kegiatan seminar atau pelatihan untuk dosen. (WAHYU)

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 17

LAILATUL FITRIAH

JEFRI ADI PRATAMA

LAPORAN UTAMA

Page 18: Majalah unesa edisi 67 dok

18 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

LENSA UNESA

PEMILIHAN REKTOR UNESA DEMOKRASI ALA KAMPUS

Sselasa, 18 Maret 2014, segenap warga Unesa me nyalurkan aspirasinya untuk memilih Rektor Une sa periode 2014-2018. Dalam ge-laran de mo krasi ala kampus Unesa ini, pa ni-

tia pemilihan meng gelar pencoblosan suara di setiap fakultas untuk me ngumpulkan pilihan mahasiswa, do sen, dan kar ya wan terhadap sosok yang akan me-mimpin Unesa men datang.Kan didat rektor yang dipilih adalah nomor sa tu Prof. Nurhasan dari Fakultas FIK, nomor u rut dua Prof. Warsono dari FIS, dan nomor u rut ketiga adalah Prof. Yatim dari FIP. Hasil pencoblosan ini kemudian akan di jadikan pertimbangan untuk menentukan siapa yang akan menggantikan Prof. Muchlas Samani, nanti.

ANTUSIAS: Para karyawan di lingkungan rektorat tampak antusias memperhatikan visi dan misi calon rektor yang ditempel di papan pengumuman (atas). Karyawan secara demokratis bebas menyampaikan pilihannya melalui pencoblosan (kanan). Tak ubahnya Pemilu Legislatif maupun Presiden, setiap surat suara yang telah dicoblos dimasukkan dalam kotak pemungutan suara, dan hasilnya bisa diketahui lang-sung secara transparan melalui penghitungan suara terbuka (bawah).

PEMAPARAN VISI DAN MISI CALON REKTOR: Tiga bakal calon rektor Unesa periode 2014-2018 menyampaikan paparan visi dan misinya ke depan berkaitan dengan Unesa. Prof. Nurhasan, Prof. Warsono, dan Prof. Yatim beradu program di hadapan audiens yang memadati Gedung GEMA di Kampus Ketintang Surabaya (17/2). Demi kebaikan Unesa pada masa akan datang, para kandidat Unesa-1 meyakinkan para warga Unesa yang terdiri atas dosen, mahasiswa, dan karyawan, tentang kemajuan yang ingin dicapai.

Page 19: Majalah unesa edisi 67 dok

LENSA UNESA

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 19

Sebanyak 820 orang mendaftar sebagai calon Dosen Tetap Non-PNS Unesa. Dari jumlah tersebut yang lolos babak verifikasi sebanyak 610. Mereka yang lolos langsung mengikuti tes pada 20 Maret 2014. “Tes Kemampuan Bahasa Inggris dilaksanakan di UPT Pusat Bahasa gedung G 10 dan FT gedung A1, Kampus Ketintang sedangkan tes potensi akademik dilaksanakan di Gedung Gema dan kantor pusat lantai 3, Kampus Ketintang,” ujar kepala Humas Unesa, Dr. Suyatno, M.Pd.

UNESA REKRUT DOSEN TETAP NON PNS

Fakultas Teknik Unesa mengadakan pelatihan pendidikan ke-juruan bertajuk “ITB-RCP Workshop TVET Didactical Approaches and Work Related Research” (28-29/3/2014). Pemateri yang

didatangkan langsung dari University of Bremen, Institute Technology and Education, Departement Work Processes and Vocational Education yakni Dr. Tamara Riehle dan Dr. Sven Schulte. Kedua dosen asal Jerman tersebut merupakan anggota Regional Corporation Platform (RCP). Pembantu Dekan I Fakultas Teknik, Prof.Dr. Eko Hariadi, M.Pd. me-nga takan, “Kita berencana menjalin kerjasama dengan mengadakan pelatihan singkat di Jerman karena negara ini memiliki pendidikan vo kasional terbaik di dunia secara praktis. Berbeda dengan Inggris dan Amerika yang cenderung teoretis”. Selain itu, dengan kerjasama tersebut, Unesa bisa mendatangkan tenaga expert dari Jerman untuk membantu tenaga vokasi di Jawa Timur. Jadi ke depan guru, tenaga ahli, dan dosen bisa mengikuti rangkaian acara tersebut,” tambahnya.

Regional Corporation Platform

Page 20: Majalah unesa edisi 67 dok

KABAR PRESTASI

20 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

P restasi mem ba ng ga kan ditorehkan Di yanti Jati Pratiwi. Ma hasiswi bi dik mi si jurusan PGSD berhasil mem -banggakan Unesa di Kan ca In ter na-

si onal setelah di daulat AEISEC untuk me wa kili In donesia mengajar di BanPhok School, sebuah se ko lah yang terletak di daerah ter pencil ka bu-paten Prangku, Pro vinsi Sisaket.

Diyanti menjadi relawan pendidikan di Thai land pada 16 Januari 2014 hingga 2 Maret 2014. Di awal perjalanannya, gadis kelahiran Treng galek itu terpaksa harus menginap se-lama 3 hari di Thamsat University karena ada

de monstrasi besar-besaran akibat situasi politik yang memanas di Thailand. Padahal, seharusnya tu juan awalnya di Chulalongkom University.

Perjalanan ke tempat Diyanti mengabdi pun ti daklah mudah dilalui. Ia harus menempuh per-ja lanan hingga 10 jam dengan menumpang bus selama 8 jam dan dilanjutkan dengan 2 jam la-gi dengan transportasi yang berbeda hingga sam pai di tempat tujuan. Sepanjang perjalanan, ha nya hutan dan hamparan tanah kosong yang ter lihat. Tidak ada satupun rumah di kanan ki-ri jalan. Kondisi itu membuat Diyanti sempat ter kejut dan gugup. Namun, ia berusaha tetap

Di yanti Jati Pratiwi

MAHASISWA BIDIK MISI UNESAJADI RELAWAN PENDIDIKAN DI THAILAND

Di yanti Jati Pratiwi memberi tampak akrab bersama anak-anak usia sekolah di Thailand

sewaktu menjadi relawan pendidikan di Thailand.

Page 21: Majalah unesa edisi 67 dok

KABAR PRESTASI

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 21

Nama Lengkap Diyanti Jati Pratiwi

Jenis kelamin Perempuan

Jurusan PGSD Unesa

Alamat Tinggal Lidah Wetan Gg 11 No 14, Surabaya 60213

E-mail [email protected]

Pendidikan

Unesa (2011 - sekarang)Senior High School 1 Trenggalek (2008-2011)Junior High School 1 Trenggalek (2005-2008)Elementary School 1 Kelutan (1999-2005)

tenang. Begitu sam pai tempat tujuan, ia mendapati sebuah desa yang berada di te ngah hutan.

Meski pada awalnya ia sempat kurang nyaman dengan situasi yang ada. Namun, lambat laun Diyanti mampu beradaptasi dan bi sa menikmati hari demi hari masa pengabdiannya menjadi gu ru bahasa Inggris di daerah pedesaan yang terpencil itu. Di awal-awal mengajar, Diyanti sempat mengalami kendala ba ha-sa karena warga asal bahkan keluarga di home stay tidak be gitu mengenal bahasa Inggris. Selain itu, mereka juga tidak meng gu-nakan bahasa nasional Thailand tetapi menggunakan bahasa tra-disional mereka sendiri, yakni bahasa Khui dan beberapa di an-ta ranya menggunakan bahasa Laos karena Si Sa Ket merupakan per batasan antara Kamboja dan Laos.

Kendala tersebut tidak membuat Diyanti goyah. Karena besar da ri keluarga yang dituntut kuat menghadapi cobaan, ia pun te-tap tangguh menghadapi kendala tersebut. Apalagi, selama ini ia sudah ditempa dalam kesehariannya untuk hidup mandiri hing-ga kuliah. Bekal itu, membuatnya semakin kuat menghadapi rin-tangan.

SISTEM PENDIDIKAN Menurut pengamatan Diyanti, sistem pendidikan di Thailand

ter bilang baik. Mereka juga memiliki aturan yang unik khususnya ba gi siswa Sekolah Dasar. Keunikan tersebut, di antaranya adalah meng haruskan siswa SD yang wanita berpotongan rambut pendek sedangkan untuk siswa SD yang pria berpotongan hampir plontos. Selain itu, untuk meningkatkan rasa nasionalisme, setiap hari para siswa dan guru melakukan upacara dan menyanyikan la gu nasional Thailand. Pemerintah Thailand juga memiliki per-ha tian tinggi pada penddidikan.

Selain menerapkan pendidikan gratis dari sekolah dasar hing-ga lanjut, berbagai kebutuhan siswa seperti sepatu, seragam,

ka mus, buku dan penunjang lainnya diberikan secara gratis. Sa-yang, meskipun sistem pendidikan di Thaliand berjalan baik, na-mun sebagian guru belum memberikan kontribusi aktif dalam pro ses belajar mengajar.

Dalam melakukan pembelajaran, mahasiswi kelahiran 11 Juli 1993 itu berupaya melakukan embelajaran inovatif yang dia pelajari selama di bangku kuliah. Mulai dengan membuat me dia pembelajaran yang mudah menarik bagi siswa hingga me mu tar film berbahasa Inggris agar siswa mudah dan tidak asing men de-ngar bahasa asing. Dengan metode pembelajaran itu, siswa da-pat dengan mudah mempelajari bahasa Inggris.

Mengajar di pedalaman Thailand membuat Diyanti semakin ter tantang dan senang. Selain rasa ingin tahu warga asli yang be-gitu antusias, keramahan penduduk sekitar membuatnya betah hing ga akhir pengabdiannya 2 Maret 2014 lalu. “Saat malam per pisahan, penduduk sekitar membuat sebuah perayaan yang mem buat saya hanyut dalam keharuan sehingga merasa tidak tega berpisah dengan murid-murid, guru, dan warga sekitar,” ung kapnya penuh haru. (ARI)

Di yanti Jati Pratiwi memberi contoh mewarnai kepada anak-anak Thailand (kiri) dan bersama rekan-rekan sepengabdian di Thailand.

Page 22: Majalah unesa edisi 67 dok

22 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

INSPIRASI ALUMNI

Saya bersyukur, 30 September 2012 lalu diberi kesempatan studi ke Thailand, sebuah suatu negara dengan mayoritas penduduk beragama Budha. Dari bandara Svarnabumi Bangkok, saya melanjutkan perjalanan ke bandara Hat

Yai di Pattani, sebuah kota di selatan Thailand yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dari Hat Yai, saya baru meneruskan perjalanan ke tempat studi, di Prince of Songkla University (PSU) Pattani Campus. Perjalanan dari Bandara Hat Yai, sekitar 1,5 jam. Kami tinggal di Asrama Kampus Dormitory 10.

Malam itu, tentu saja malam yang bersejarah bagi hidup saya karena inilah kali pertama saya memejamkam mata di negeri orang. Keesokan hari (1 Oktober 2012), saya pergi ke kantin kampus untuk makan pagi. Beda dengan bayangan saya ketika melihat kantin yang biasanya porak poranda karena penuh piring bekas makan, di kantin kampus PSU, terlihat sangat bersih karena para pengunjung memiliki budaya bersih yang sangat luar biasa. Setiap selesai makan atau minum di kantin, para pengunjung segera bergegas menaruh piring atau gelas masing-masing ke tempat pencucian dan tidak ditinggal di meja. Itu sebabnya, kantin terlihat bersih.

Selain itu, masih di area yang sama (kantin), saya tidak me li-hat seorang pun mahasiswa yang merokok setelah makan atau se kadar ngobrol sambil merokok. Rupanya, kantin tersebut menerapkan aturan yang ketat terkait larangan merokok. Di tembok kantin, tertempel peraturan “Dilarang Merokok.” Apabila nekad melanggar, dendanya cukup lumayan, yakni 2000 bath. Larangan dan sangsi itu berlaku tidak hanya di area kantin, tetapi juga berlaku di seluruh wilayah kampus seluasa 40 hektar. Larangan itu tidak hanya berlaku untuk mahasiswa, tetapi berlaku untuk semua sivitas akademika (dosen dan karyawan).

Selain bersih, kantin kampus PSU menyajikan menu yang betul-betul sehat dan bebas dari MSG atau zat pemanis/pewarna tambahan. Bahkan, setiap bulan ada kunjungan dari tim gizi dari perguruan tinggi untuk mengecek kandungan makanan yang ada di kantin. Bila ada yang melanggar, sangsinya dilarang berjualan di kantin selamanya. Tidak hanya itu, sendok dan garpu selalu dijaga steril. Sebelum dipakai, sendok garpu terlebih dulu harus dicelupkan dulu ke air panas yang telah disiapkan agar terjaga kesterilannya. Semua bentuk aturan ini dilakukan oleh pihak PSU tidak lain agar mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa kelak menjadi manusia yang sehat dan pintar.

Selain kantin yang bersih dan bergizi, PSU juga sangan kon-sen pada keseimbangan alam di lingkungan kampus. Di kampus itu, berbagai macam burung yang bersuara merdu bebas berkeliaran tanpa terusik. Di sungai-sungai sekitar kampus, ikan-ikan tumbuh secara natural karena tidak ada penangkapan dengan menggunakan jala ataupun dengan bahan kimia. Jika be rani melanggar, PSU menerapkan denda 5000 bath atau se-kitar Rp. 1.500.000.

Fasilitas lain yang tidak kalah menarik adalah fasilitas air ber-sih yang dapat dikomsumsi langsung tanpa dimasak terlebih da hulu. Air bersih ini sudah yang sudah disterilisasikan itu di-sediakan di kantin maupun di lokasi-lokasi yang dekat dengan tem pat belajar maupun kelas-kelas mahasiswa. Tentu, konsep seperti sangat layak dijadikan teladan bagi Unesa.

Catatan Alumni Unesa yang Pernah Studi di Prince of Songkla University (PSU) Thailand

TELADANI KONSEP KEBERSIHAN KAMPUS & KANTIN PSU

OLEH BUDI HARIYANTO, S.T., M.PD

NYAMAN: Beginilah suasana kantin di Prince of Songkla University (PSU) Thailand yang nyaman dan bersih.

Selain bersih, kantin kampus PSU menyajikan menu yang betul-betul

sehat dan bebas dari MSG atau zat pemanis/pewarna tambahan.

Bahkan, setiap bulan ada kunjungan dari tim gizi dari perguruan tinggi

untuk mengecek kandungan makanan yang ada di kantin.

Page 23: Majalah unesa edisi 67 dok

INSPIRASI ALUMNI

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 23

‘GILA’ OLAHRAGA HINGGA 24 JAMOlahraga adalah bagian dari aktivitas yang tidak terpisahkan

dari kampus PSU. Olahraga rutin dilakukan mulai pukul 07.00 hingga 24.00. Jenis olahraga yang dilakukan adalah renang, sepak bola, bola basket, sepak takraw, tenis, bulutangkis, senam, dan tae kwon do.

Sejak pagi hari, mahasiswa dan dosen sudah terlihat berolah raga dengan lari pagi dan jalan sehat. Sore harinya, suasana di lapangan kampus makin ramai. Setiap mahasiswa mempunyai jadwal olahraga masing-masing. Semula, saya berpikir menjelang malam kegiatan olahraga sudah selesai. Ternyata, olahraga terus berlanjut hingga tengah malam. Biasanya, baru pukul 23.00 aktivitas olahraga mulai sepi.

Saya kadang berpikir, mahasiswa PSU itu ‘gila’ olahraga. Makanya tidak heran jika atlet-atlet Thailand sering menjadi juara baik di tingkat Asia maupun Internasional karena memang aktivitas olahragnya yang demikian ‘gila’. Apa sesungguhnya yang mendorong mereka sehingga rajin berolah raga pagi, siang, dan malam. Rupanya, mereka paham benar tentang pentingnya olahraga untuk kesehatan dan untuk masa depan.

SEMPAT ‘LINGLUNG’ KARENA HOMESICKSetiap pelajar internasional pasti pernah mengalami home­

sick, atau kangen rumah. Saya pun demikian. Homesick saya alami pada minggu pertama dan kedua setelah sampai di Thailand. Saat itu, seperti pindah kampus yang baru, saya mengalami stres yang luar biasa. Rasanya, saat itu saya tidak bisa berpikir apapun dengan jernih. Sampai-sampai rekan sekamar mengatakan saya terlihat seperti orang linglung. Saya sering melakukan hal-hal aneh dan konyol.

Puncaknya, minggu kedua saya jatuh sakit. Sakitnya se be-narnya sederhana saja seperti masuk angin. Namun, penyakit yang biasa itu bisa jadi luar biasa jika berpikiran negatif. Homesick ditambah sakit, membuat pikiran saya semakin nggak karuan dan terus merasa khawatir. Saya selalu merasa sedang tidur di kamar saya di Surabaya, padahal saya sakit di Thailand. Ini luar biasa mengganggu dan membuat saya cukup tertekan. Alhamdulillah seiring meredanya sakit, saya bisa mengatasi hal tersebut.

Sebenarnya, selain kangen rumah, berbagai sebab juga memicu terjadinya stres ketika belajar di luar negeri. Bagaimana tidak, anda bisa stres jika tidak terbiasa jalan kaki ke kampus pulang balik 2-3 KM. Tapi Anda harus terbiasa dengan itu. Anda juga harus berjuang menemukan makanan halal di tengah kesulitan bahasa negeri lain. Anda harus pandai-pandai menghemat biaya hidup di negeri orang. Anda harus mengatasi semua pelajaran kampus yang semuanya serba baru dan kita tidak paham sama sekali. Itu semua saya dapat di awal-awal kuliah di Thailand. Berat bukan main. Apalagi waktu kuliah terbatas dua bulan.

Untuk mengurangi homesick, saya pun melakukan lang kah-langkah dengan berbagai hal. Di antaranya, mengurangi te lepon ke keluarga di Indonesia, menciptakan aktivitas baru dengan berolahraga, nge-game dan sebagainya, mem per banyak ibadah, menemukan hal-hal baru yang positif seperti pergi ke pasar second tiap hari minggu, belajar memasak, per gi ke perpustakaan, menonton film humor seperti Mr. Bean, Em pat Mata dan berbagai kegiatan positif yang bisa mengusir ra sa kangen rumah.

KEUNTUNGAN BELAJAR DI THAILANDSebagai sesama negara berkembang, Thailand ternyata

me miliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human De­

velopment Index (HDI) yang lebih tinggi dari Indonesia. Bahkan, angka partisipasi masyarakat mereka dalam pendidikan tinggi telah mencapai 48%, jauh dibandingkan dengan Indonesia yang baru mencapai 18%.  Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah Thailand telah berhasil menjadikan pendidikan tinggi mereka bermanfaat bagi pembangunan sumber daya masyarakatnya.

Saya merakan betul keuntungan bisa belajar di Thailand. Pertama, il mu pengetahuan yang diajarkan sangat sesuai dengan keadaan ne-gara berkembang seperti Indonesia. Kedua, kampus-kampus ter ke-muka di Thailand memiliki tenaga pengajar yang hampir 100% me-megang gelar doktor dari berbagai universitas terkemuka dunia se-hing ga kualitas pendidikannya terjamin. Ketiga, riset yang dilakukan di Thailand dapat diaplikasikan lang sung di Indonesia, baik itu dalam il mu sosial, teknik, ke se hatan maupun ilmu pertanian, karena iklim dan kondisi masyarakat yang hampir sama. Hal ini berbeda dengan di ne gara maju yang gap pengetahuannya terasa sangat jauh. Keempat, cultural shock tidak begitu dahsyat bagi mahasiswa Indonesia yang ba ru datang, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan cepat. Kelima, du-ku ngan industri dan pemerintah terhadap penelitian terhitung besar di banding di Indonesia sehingga dana untuk riset dapat diperoleh de-ngan mudah.

Kini, Thailand tidak hanya dikenal sebagai tempat wisata, na mun juga tempat studi bagi banyak mahasiswa asing. Universitas-uni ver-sitas di Thailand telah membuka diri dengan dunia internasional. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya program internasional yang di tawarkan. Begitu juga berbagai macam tawaran beasiswa bagi mahasiswa asing. Belajar di Thailand terasa sangat menyenangkan bagi saya. Selain bisa memperoleh ilmu, saya juga bisa jalan-jalan ke berbagai tempat tujuan wisata dengan biaya yang terjangkau. [sir/diolah

dari tulisan Budi Hariyanto]

BERSAMA: Hariyanto berfoto bersama para mahasiswa lainnya di depan kampus Prince of Songkla University

Thailand

SEKILAS TENTANG BUDI HARIYANTO

Budi Hariyanto, S.T., M.Pd., lahir di kota Surabaya tanggal 25 Maret 1973. Penulis adalah lulusan Pasca Sarjana UNESA Prodi Sains Tahun 2013 dari beasiswa PEMROV JATIM. Saat ini aktif mengajar di SMK Negeri 10 Surabaya sejak tahun 2008, selain itu juga sebagai Dosen di UNSURI Surabaya mengajar mata kuliah Fisika.!

Page 24: Majalah unesa edisi 67 dok

24 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XIV - Maret 2014

ARTIKEL WAWASAN

Alinea keempat UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah

memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah

melaksanakan berbagai upaya, di antaranya mendorong peran

keluarga dalam membangun minat baca anak sejak dini.

Salah satu bagian keluarga yang me­miliki peran penting dalam mem ba­ngun minat baca anak sejak dini ada­

lah ibu rumah tangga. Hal itu selaras dengan sa lah satu pernyataan yang disebut dalam GBHN Tahun 1988 bahwa peranan wanita da lam pembangunan yang berkembang se laras dan serasi dengan perkembangan tanggung jawab dan peranannya dalam me wujudkan dan mengembangkan ke lu­arga sehat sejahtera dan bahagia ter ma suk pengembangan generasi muda, ter utama anak dan remaja dalam rangka pem ba ngu­nan manusia Indonesia seutuhnya.

Jelas sudah bahwa pembangunan na­sional sangat menempatkan manusia In do­nesia pada posisi yang paling puncak dan sentral untuk memmbentuk manusia In do­

ne sia seutuhnya dan sekaligus meletakan sum ber daya manusia seutuhnya yang me­ru pakan modal dasar bagi pelaksanaan pem bangunan nasional. Termasuk di da­lamnya adalah peran penting kaum wa­nita dalam unit keluarga untuk me num­buhkembangkan minat baca anak sejak dini.

PERAN PERPUSTAKAAN KELUARGA Fungsi dan tujuan keberadaan macam­

ma cam jenis perpustakaan, termasuk per­pus takaan keluarga adalah sebuah alat un­tuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Per­pustakaan Keluarga atau Perpustakaan Pri­badi mempunyai tugas pokok mendidik dan menumbuhkembangkan minat baca anak­ anak sejak dini. Penelitian secara li te ratur tentang keberadaan perpustakaan ke lurga atau pribadi masih perlu difokuskan atau ditingkatkan keberadaannya. Per kem ba­ngan ilmu pengetahuan dan teknologi in for­ma si akan memberikan dampak positif bagi per kembangan minat baca anak sekaligus pe ran perpustakaan keluarga. Perpustakaan ke luarga termasuk unit perpustakaan khusus yang paling kecil yang memiliki peran yang strategis untuk turut menentukan men cer­das kan suatu bangsa.

Kemenangan paling awal adalah ketika anak bangsa bisa baca dan tulis, yang akhir­nya bisa membangunkan minat baca se jak dini. Perpustakaan keluarga dapat ber pe­ran aktif membina dan meningkatkan minat baca anak. Karena dengan membaca di­harapkan seseorang akan memperoleh be­be rapa informasi dari bahan pustaka yang di baca dan sekaligus akan memperoleh cak rawala ilmu pengetahuan dari sekian ba­nyak nya informasi atau peristiwa.

Dalam perpustakaan keluarga, ayah dan ibu akan turut andil memberikan bim bingan dan penyuluhan terhadap a nak­anaknya dalam interaksi dengan per pustakaan pribadi yang dimiliki. Se hing ga, peran kepala keluarga akan turut me nentukan terbentuknya

kepribadian dan intelektual anak. Gejala positif yang te rekam dalam memori otak di dalam diri anak serta didorong minat baca yang ting gi akan membuat anak memperoleh ilmu pe ngetahuan yang maksimal. Dengan de mikian, anak akan memiliki beberapa ke te­ram pilan dan motivasi yang tinggi karena su­dah memiliki karakter yang tertata dalam di ri si anak.

Kita patut menyayangkan, ternyata mi­

na t dan kebiasaan membaca di kalangan ma syarakat masih rendah. Rendahnya mi­nat dan kebiasaan membaca itu tentu sa ja berpengaruh terhadap kualitas SDM ma sya­rakat Indonesia. Dari data HDI (Human De­velopment Index) tahun 2004, minat baca ma­syarakat Indonesia menempati urutan ke­111 dari 175 negara. Ada berbagai sebab ke napa minat baca masyarakat Indonesai rendah. Di antaranya faktor perekonomian ma­syarakat Indonesia yang masih rendah, har ga buku­buku yang masih mahal, kualitas fisik buku yang kurang baik, distribusi buku dari pemerintah tidak merata, pola dukung pem­berantasa buta huruf dari pemerintah ti dak menggema, dan perhatian pemerintah ter­hadap keberadaan perpustakaan tidak mem­berikan prioritas utama sehingga ke be radaan perpustakaan hanya asalkan ada sa ja.

BUKU-BUKU UNTUK MINAT BACA ANAK-ANAK TK

Kurikulum Pendidikan Dasar me nye­but kan, dalam pengadaan bahan pustaka pa ra orang tua dan pustakawan harus bisa memilih acuan yang sesuai untuk di hi dang­kan dalam perpustakaan keluarga atau per­pustakaan pribadi. Berikut beberapa acuan da lam membuat perpustakaan keluarga:• Buku baca tulisnya harus disertai adanya

lam bang­lambang. Contoh: Tulisan ten­tang buah Mangga, harus ada gambar bu ah Mangga, tulisan tentang burung Mer pa ti, harus ada gambar burung Merpati, tu lisan

Membagun Minat Baca Anak-Anak TK sejak Dini

Peran Keluarga dan Perpustakaan Pribadi

HR.Djadjang M.Talhah

Page 25: Majalah unesa edisi 67 dok

ARTIKEL WAWASAN

Nomor: 67 Tahun XIV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 25

tentang sebuah sendok makan, harus ada gambar sebuah sendok makan, dll.

• Jika orang tua pergi keluar kota, sebaiknya membawa oleh­oleh sebuah buku untuk diberikan kepada anak.

• Berilah hadiah­hadiah berupa buku atas prestasi anak yang telah dicapai.

• Perpustakaan keluarga perlu dihidangkan buku­buku bergambar tentang alam raya, ma cam­macam hewan, alat perkakas ru­mah tangga, macam­macam kendaraan, per lengkapan untuk pertanian, elek tro ni­ka, rumah dan gedung­gedung.

• Diupayakan, semua buku tersebut ber­warna­warna dengan bentuk dan fi sik buku yang menawan. Sebab, ben tuk dan fisik buku akan turut me num buh­kembangkan ide­ide dan inspirasi baru da lam diri anak­anak.

• Upayakan melengkapi perpustakaan ke­luarga dengan buku­buku dasar yang bernapaskan landasan agama.

• Per lengkapan komputer yang sudah di de­sain supaya tayangannya terkontrol dan te rarah sehingga memudahkan orang tua melakukan bimbingan.

• Sediakan buku­buku anak sesuai dengan kurikulum dan tingkat kebutuhan anak.

• Pada waktu­waktu tertentu, upayakan orang tua memberikan materi bercerita ke pada anak­anak.

Suyup Anwar (dalam bukunya 2003: 175) mengungkapkan tujuan utama dari layanan untuk anak­anak yaitu: 1). Me nye diakan koleksi berbagai bentuk bahan pus taka, serta penyajian yang menarik per hatian anak dan mudah digunakan. 2). Memberikan bimbingan kepada anak­anak dalam memilih buku dan bahan pus taka lainnya yang sesuai dengan usia anak. 3). Membina, mengembangkan, dan me me li hara kesenangan membaca sebagai hobi dan mendidik anak untuk belajar mandiri. 4). Mempergunakan sumber yang ada di per pustakaan untuk menunjang belajar se umur hidup 5). Membantu anak untuk me ngembangkan kecakapannya dan me­nambah pengetahuan. 6). Berfungsi se ba gai suatu kegiatan sosial di masyarakat dan untuk mensejahterakan anak­anak ter ba ik sesuai dengan kebutuhan sehingga mem buat anak di lingkungan keluarga akan merasa betah berada pada ruangan per pus takaan keluarga.

Bahan pustaka untuk anak usia dini dan TK lebih ditekankan pada buku­buku ber­gambar (picture book) dan menu muatannya se dikit materi tentang teks bacaan. Sejalan yang diungkapkan oleh Jasette Frank (Yusup Anwar, 2003: 174) bahwa buku bacaan anak akan berkembang sehingga bisa mem pe­

nga ruhi kehidupan anak. Untuk itu, kita perlu berkolaborasi bersama anak­anak, orang tua, pustakawan, guru pustakawan, dan masyarakat sosial sehingga anak­anak akan tumbuh dengan pribadi intelek. Pe­nyediaan buku bacaan tampilannya da lam displai harus menarik agar dapat mem­berikan kepuasan anak­anak dalam mem ba­ca di dalam perpustakaan keluarga karena ko leksinya disesuaikan dengan dunia anak.

Banyak alternatif dalam penyediaan ba­han pustaka anak­anak, di antaranya ter ma­suk buku koleksi tentang: 1). Koleksi fiksi yang dimodifikasi dengan dunia nyata. 2). Buku­buku sastra yang bernafaskan pi ki­ran dunia anak. 3). Buku­buku kamus yang disertai dengan gambar­gambar atau lam­bang­lambang untuk mempermudah ber­pi kir. 4). Atlas dan Almanak. 5). Majalah dan Koran sebagai tambahan untuk mengerti ada informasi baru.

Untuk semua prinsip tersebut dalam per pustakaan keluarga harus diperhatikan da lam beberapa syarat, di antaranya prinsip adanya relevansi bacaan bahan pustaka, sa­rana dan tata kelola bahan pustaka dalam per pustakaan keluarga. Selain itu, bahan pus taka seminimal mungkin harus ada dan kalau bisa penambahan koleksi bukunya se­lalu up to date.

TERBENTUKNYA MINAT BACA ANAK USIA DINI DAN TK

Artikel koran Jawa Pos 23 Maret 2014 yang ditulis Dr Ahmad Suryawan SPA me­nye butkan, saat anak usia dua tahun, pem­ben tukan jaringan sirkuit otaknya telah men capai 80 persen. Setelah itu, kecepatan pembentukan sirkuit otak melandai dan mencapai 90 – 95 persen ketika anak berumur 6 tahun. Pembentukan sirkuit otak normal pada rentang usia 2­6 tahun berjalan ke arah otak depan. Kondisi itu berfungsi untuk pe ngembangan daya imajinasi, alternatif pe mecahan masalah, dan kreativitas me­munculkan ide­ide baru. Dengan ka rak te­ristik sirkut tersebut, anak normal berusia 2 – 6 tahun akan menampakkan berbagai pe­rilaku, antara lain kemampuan motorik ma­kin sempurna, daya imajinasi mulai ber kem­bang, mempunyai banyak alternatif untuk me mecahkan masalah, dan kreatif dalam mem buat ide­ide baru.

BEBERAPA FAKTOR KESEHATAN FISIK ANAKPara orang tua perlu memperhatikan

dan memantau perkembangan anak. Me­nu rut Ahli Endokrinologi anak RSUD Dr. Soe tomo Surabaya, Dr. Muhamad Faizi, SpA

me nyebutkan 4 faktor yang mempengaruhi per tumbuhan anak yakni, faktor genetik, nut risi, hormonal, dan kesehatan yang pri­ma. Semua hal itu akan menunjang ter ben­tuknya karakteristik yang sehat pada otak anak.

Para ahli otak menggambarkan ka­rak teristik sirkuit otak itu dengan istilah “I Am What I Can Imagine (aku adalah a pa yang bisa aku imajinasikan). Artinya bahwa pengembangan kecerdasan dan perilaku anak ditampakkan dari apa yang mampu diimajinasikan. Daya imajinasi anak tidak muncul tiba­tiba, tetapi bergantung pada apa yang sering dipaparkan si anak dan melalui perilaku orang di sekitar dan paparan media.

Pada usia seperti itu, orang tua perlu memperhatikan kondisi anak yang masih belum mampu menyaring paparan positif dan negatif. Sebab, dua paparan positif dan negatif akan diimajinasikan sama baiknya oleh seorang anak yang mempunyai sirkuit otak normal. Karena itu, orang tua patut berhati­hati memberikan paparan media terhadap anak normal usia 2 tahun sampai 6 tahun.

Menjelang akhir masa periode usia 2 – 6 tahun, orang tua harus mulai membimbing anak untuk melakukan segala sesuatu secara mandiri. Terutama, untuk kegiatan sehari­hari yang memang berguna bagi kepentingan anak itu sendiri. Misalnya makan sendiri, membuka dan memakai baju sendiri, mandi sendiri, ataupun menyiapkan dan membersihkan mainan sendiri. Secara ringkas, semua hal yang dilakukan orang tua pada saat anak berusia 2­ 6 tahun adalah memberikan pengalaman­pengalaman ba­ru kepada otak anak untuk menguatkan apa yang dibentuk anak pada usia sebelum 2 tahun. Orang tua harus jeli dan segera mengatasia bila masih ada keterlambatan atau gangguan perkembangan pada anak.

RUANG PERPUSTAKAANUntuk membuat ruang perpustakaan ke­

luarga perlu melibatkan orang tua, konsultasi dengan pustakawan, perancang interior ruangan, termasuk perlengkapan mobeler (meja dan kursi. Ruang Perpustakaan da­lam lingkup keluarga perlu diciptakan se­in dah mungkin. Senyawa dengan bunyi per pustakaan berfungsi sebaga sarana pen­di dikan dan pengajaran di rumah, sebagai sa rana informasi dan rekreasi. (*).

*)Penulis adalah pustakawan Unesa.

Page 26: Majalah unesa edisi 67 dok

26 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

KOLOM REKTOR

OlehProf. Muchlas Samani

T anggal 7 Januari 2013 saya diundang oleh Kem dikbud ber sama Bap penas

un tuk ikut diskusi dalam rang-ka me nyusun RPJMN Bidang Pen didikan di Hotel Sultan Ja-karta. Hadir pada diskusi itu pa ra tokoh, antara lain Prof Satryo Brojonegoro (mantan Dirjen Dikti), Prof Sudjarwadi (mantan Rektor UGM), Prof Mulyadi Bur (dosen Unand), Prof Tian Belawati (Rektor UT), Prof Aman Wirakartakusumah (mantan Rektor IPB dan Du-bes untuk Unesco), Prof. Azyu mardi Azra (mantan Rek-tor UIN Jakarta), Prof Djoko Suharto (Dosen ITB), Prof Chan Basarudin (Dosen UI), Prof Mayling Gardiner (Do sen UI) dan masih banyak yang lain. Dari pemerintah pu sat hadir Dr. Taufik Hanafi (staf ahli Mendikbud), Dr. Su bandi

(Direktur Pendidikan Bap pe-nas), Dr. Patdono (Sekretaris Dit jen Dikti), Dr. Bambang Indri yanto (Kapuslijak Ba-litbang Dikbud) dan masih ada be berapa lainnya. Juga hadir teman-teman dari lembaga mul tilateral, antara lain Samer Al Samarrai (World Bank), Wolf gang Kubittzki (Asian De velopment Bank), Erik Habers (European Union) dan sebagainya.

Dalam diskusi itu, Prof May-ling menyampaikan ke ri sau an-nya terhadap per kem ba ngan LPTK. Saya jadi ikut risau se-hingga malamnya berusaha men cari data yang mutakhir. Saya kaget sekali, karena da-ta di Majalah Dikti Volume 3 Ta hun 2013, menunjukkan jum lah LPTK saat ini 429 buah, terdiri dari 46 LPTK Ne geri dan 383 LPTK Swasta. Jum-lah mahasiswa mencapai

1.440.770 orang. Padahal, ta-hun 2010 LPTK berjumlah 300-an. Jadi ada kenaikan 100 buah lebih dalam waktu3 ta hun atau sekitar 30 setiap tahun atau 3 buah setiap bu-lan. Jadi setiap 10 hari muncul sebuah LPTK baru.

Jika jumlah mahasiswa 1,44 juta, dapat diperkirakan lu lusan sarjana kependidikan sekitar 300.000 orang per ta-hun. Informasi dari Dr. Abi Su jak (Sekretaris BPSDM Kem-dik bud), keperluan guru hanya sekitar 40.000 orang per tahun. Akan terjadi over supply yang s angat besar. Padahal 100an LPTK baru yang didirikan ta-hun 2010-2013 tentu be lum memiliki mahasiswa pe nuh dan baru akan mulai me-luluskan beberapa tahun ke de pan. Jadi dalam beberapa ta hun ke depan jumlah lulusan LPTK akan bertambah banyak.

BOM WAKTU LPTK

Page 27: Majalah unesa edisi 67 dok

KOLOM REKTOR

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 27

Mungkin itu yang menjadi ke-ri sauan Prof Mayling.

LPTK adalah perguruan ting gi “khusus” yang me-nyiap kan lulusannya menjadi guru dan atau menekuni bi-dang pendidikan. Walaupun tidak menutup kemungkinan lulusan LPTK memasuki profesi lain, tetapi dari pengalaman se bagian besar mereka me-ne kuni bidang pendidikan. Apalagi sebagian besar ma-ha siswa LPTK biasanya pe-rem puan yang tentunya tidak selincah laki-laki untuk me-ngem bara kesana-kemari.

Besok paginya saya di un-dang lagi untuk diskusi ten-tang masalah guru di Bap-penas. Kerisauan Prof May ling ternyata menjadi satu to pik bahasan yang panjang. Di mu-lai dari data bahwa sejak tahun 2009 jumlah guru meningkat secara signifikan. Sementara jum lah siswa tidak seperti itu. Ra sio guru-murid di SD konon men capai 1:16, sedangkan un-tuk SMA mencapai 1:12. Jauh melampaui ketentuan da lam SPM (Standar Pelayanan Mi-nimal) Kemdikbud yang me-nyebut 1:30. Di pihak lain, masih banyak sekolah yang kekurangan guru. Khu sus nya di daerah terpencil. Pe nga la-man melaksanakan SM3T di ka bupaten Sumba Timur dan Talaud, masih banyak sekolah yang sangat kekurangan guru.

LPTK DAN HUKUM EKONOMIPertanyaannya, mengapa

hal itu terjadi dan bagaimana cara memecahkannya. Mari kita analisis penyebabnya ter-le bih dahulu, sehingga dapat di temukan pemecahan yang tepat.

Tampaknya “hukum eko-nomi” berjalan dalam per kem-bangan jumlah guru mau pun LPTK. Sejak sertifikasi gu ru (sergur) dilaksanakan ta hun 2007 dan kemudian ta hun 2008 mulai ada guru yang memperoleh tunjangan pro-fesi, maka profesi guru “naik da un”. Banyak orang ingin men jadi guru. Sekolah-sekolah

me nambah guru. Sekolah swas ta yang semula “hemat” dalam mengangkat guru te-tap, kemudian menambah gu ru dengan maksud agar mereka dapat ikut sertifikasi dan memperoleh tunjangan pro fesi.

Ketika profesi guru naik daun, peminat masuk LPTK me ningkat signifikan. Di Unesa, jumlah pelamar calon ma hasiswa meningkat tajam sejak tahun 2010. Pada tahun 2013, rasio pelamar dan yang diterima sudah mencapai 1 : 20. Artinya satu kursi direbut oleh 20 orang pelamar. Bahkan un tuk program studi tertentu, rasio mencapai 1:40.

Nah, ketika fenomena itu muncul, keinginan untuk mem buka LPTK juga muncul. Itulah sebabnya jumlah LPTK juga meningkat tajam. Bahkan LPTK yang sudah ada juga me-ning katkan daya tampung. Ar tinya jumlah mahasiswa di program studi yang sudah ada ditambah. Universitas yang semula tidak memiliki pro gram studi kependidikan, juga membuka program stu-di kependidikan. Dan itu ti-dak hanya berlaku untuk PTS. Tahun 2008 jumlah LPTK Negeri hanya 33 buah dan sekarang menjadi 46. Me-mang ada PTN baru yang pa da umumnya punya LPTK. Na-mun jumlah PTN baru hanya 4 buah. Jadi ada 9 PTN “lama” yang semula tidak memiliki pro gram studi kependidikan ke mudian membukanya.

Pengangkatan guru baru ter nyata juga bermasalah. Banyak kabupaten di daerah ter pencil yang melaporkan ke-su litan mendapatkan pelamar, se hingga akhirnya menerima guru yang bukan lulusan LPTK atau bahkan hanya lulusan SMA. Tampaknya lulusan LPTK yang berlebih itu juga tidak tertarik untuk menjadi guru di daerah terpencil. Padahal, gu ru di pedesaan biasanya ingin juga pindah ke kota ka bupaten, setelah cukup lama mengabdi di sekolah

di pedesaaan. Biasanya de-ngan alasan untuk dapat me-nunggui anaknya yang sekolah di tingkat SMA yang hanya ada di kota.

SOLUSI KOMPREHENSIF

Jika seperti itu masalahnya, per lu ditemukan solusi yang k o m p r e h e n s i f . Bagaimana agar s u p p l y - d e m a n d diatur ter masuk penempatannya. Jika kita hanya mengurangi supply dengan mengurangi LPTK dikawatirkan kabupaten ter pencil kesulitan guru. Jika jum lah LPTK sangat banyak, di khawatirkan ter-jadi over supply yang tidak terkendali. Jika kabupaten terpencil tidak mem peroleh supply guru baru dikhawatirkan tetap terjadi pe ngangkatan guru yang bu kan lu lu s-an LPTK, sehingga me mer-lu kan pendidikan lagi.

Intinya bagaimana kita me-miliki pola pendidikan calon guru yang mutunya ba gus, tidak over suppy, tetapi pe-nem patan dalam dilakukan de ngan mulus, sehingga se-kolah-sekolah di daerah ter-pen cil mendapatkan guru. Tam paknya pasal 23 ayat (1) UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dapat menjadi pintu pemecahkan. Pasal itu mengamanatkan agar pen didikan guru dilakukan dengan ikatan dinas dan ber-asrama. Dengan ikatan di-nas, penempatan guru da pat dilaksanakan dengan baik, karena lulusan terikat kon trak. Dengan adanya asrama, pem-bi naan calon guru khususnya ten tang karakter dapat di lak-sanakan secara intensif.

Pertanyaannya apa tidak ma hal? Mari kita hitung. Ji ka informasi Dr. Abi Sujak di ja-di kan pijakan dan komposisi guru SD sama dengan

jumlah guru SMP, SMA dan SMK, maka kebutuhan guru baru sekitar 20.000 orang untuk SD dan 20.000 orang untuk SMP, SMA dan SMK. Menurut ketentuan Pen-didikan Profesi Guru (PPG) SD selama 1 sementer, se dang-kan untuk guru SMP/SMA/SMK 2 sementer. Jadi pen-danaan PPG untuk 40.000 guru baru tersebut 60.000 orang semester. Jika SPP di PPG dianggap sama de-ngan S2 sekitar 6 juta per orang per semester, berarti di perlukan biaya untuk SPP se besar 60.000 x 6 juta atau 360 miliar. Jika biaya hidup ma hasiswa PPG diasumsikan sa ma dengan SPP, biaya total yang diperlukan sebesar 720 miliaar rupiah/tahun. Rasanya cukup kecil untuk memastikan kita memperoleh guru yang bagus dan dapat didistribusi ke seluruh pelosok tanah air. Semoga.*

Page 28: Majalah unesa edisi 67 dok

28 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

JATIM MENGAJAR

Pagi di Madiun. Hotel Se tiabudi, tempat ka-mi menginap, sudah si buk meski belum pu-

kul 06.00. Halaman hotel yang penuh dengan kendaraan ro-da empat itu sudah dipenuhi orang berlalu lalang. Mereka adalah para pekerja, salesman dan sejenisnya, termasuk pa ra pebisnis berbagai bi-dang usaha yang sedang me-nyiapkan mobil dan berbenah.

Ya, kata mas Samar, teman ku liah saya, guru SMK Madiun, yang memesankan kamar di ho tel ini untuk kami, hotel Se-tia budi memang hotelnya para sa les. Ramai terus, terutama yang di lantai bawah. Tapi mes kipun begitu, hotel ini

bersih dan nyaman. Lantai 2, 3 dan 4 cukup tenang dan ka mar-kamar dengan fasilitas standard room sangat layak kalau hanya sekedar untuk me lepas lelah semalam dua malam.

Semalam, setelah men je-lajah kecamatan Ngrayun, Po-no rogo, kami memasuki kota Madiun pada sekitar pukul 20.00. Langsung menyantap na si pecel Yu Gembrot, ditraktir mas Samar. Kemudian diantar mas Samar juga menuju Hotel Se tiabudi. Kamar-kamar kami ada di lantai dua.

Sementara menunggu bu Lu cia mandi, saya mengobrol dengan mas Samar sekeluarga dan juga dengan Zahrotul Fit ri,

mantan mahasiswa saya yang sekarang juga mengajar di SMK Madiun, satu sekolah de-ngan mas Samar. Ngobrol nga­lor ngidul sampai sekitar pukul 22.30.

Begitu mereka pulang, Mu jio no, wartawan DUTA Masyarakat, minta waktu un-tuk mewawancarai saya. Ya su dah, sekalian capek, saya la yani saat itu juga, sampai pu-kul 23.10. Begitu selesai, saya man di, salat, tidur. Menyusul Bu Lucia yang sudah pulas.

Pagi tiba, kami akan me-ngun jungi SDN 3 Bodag di Kecamatan Kare dan SDN 5 Batok di Kecamatan Ge ma-rang. Ada Bahrun dan Ro fi’i di sana, dua peserta Ja tim

MENGUNJUNGI SDN 3 BODAGDAN SDN 5 BATOK MADIUN

KUNJUNGAN: Tim Monev Jatim Mengajar dari Unesa diterima oleh Kepala Sekolah SDN 5 Batok di Kecamaten Gemarang.

MONEV JATIM MENGAJAR DI MADIUN

Oleh Prof. Luthfiyah Nurlaela

Ini bukan di Sumba Ti­mur atau di Papua, kawan.

Ini di sebuah desa bernama Sen dang, di Kecamatan

Ngrayun, Ka bupaten Ponorogo.

Page 29: Majalah unesa edisi 67 dok

JATIM MENGAJAR

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 29

Mengajar. Tapi kami akan mampir dulu ke kantor Di nas Pendidikan Kabupaten Ma-diun yang ada di jalan Tiron, Nglames. Kulonuwun, sekalian me mastikan siapa pemandu yang akan mendampingi kami me ngunjungi kedua sekolah ter sebut.

Bersama kepala UPTD Ke-ca matan Kare dan Kepala Sekolah SDN 3 Bodag, kami me nyusuri jalan-jalan beraspal dan jalan-jalan tanah berbatu yang dipadatkan. Naik tu-run dan kelok-keloknya ti-dak seperti saat di Ngayun ke marin. Jauh lebih nyaman. Ti dak harus menahan nafas karena medan berat. Perut ju-ga tidak perlu mulas karena perjalanan kali ini benar-benar tan pa ketegangan. Waktu yang di perlukan juga tidak terlalu la ma, hanya perlu sekitar 30 me nit dari pertigaan Ndungus yang menuju RS Paru.

SDN 3 Bodag kondisinya ja uh lebih baik dibanding se-kolah-sekolah yang kami kun-ju ngi di kecamatan Ngrayun, Po norogo, kemarin. Setidaknya dari jumlah ruang kelas dan lu-as lokalnya. Meskipun, begitu bicara tentang guru, siswa, dan fasilitas, kondisinya tak ber beda jauh.

Guru di sekolah ini ada 10 orang, yang sudah PNS 6 orang, 4 orang di antaranya su dah sertifikasi. Siswa ber-jum lah 51 orang. Kelas I ada 9 orang, kelas II ada 12, Kelas III 4 orang, kelas IV 7 orang, kelas V 11 orang dan kelas VI ada 8 orang. Masing-masing ke las menempati satu ruang, jadi bukan merupakan kelas rang kap seperti di Ngrayun. Ka rena siswa sedikit, kursi di ke las banyak yang kosong. Bertolak belakang dengan kondisi kelas-kelas di SDN 3 Sen dang, Ngrayun. Di sana, siswa-siswa harus duduk ber-dempet-dempet karena bang-ku terbatas.

Yang mengagumkan, in-sen tif guru GTT di sekolah ini hanya sebesar 75 ribu. Ya, ku-rang dari 100 ribu. Fantastis. En tah apa yang bisa mereka la-ku kan dengan insentif bulanan sebesar itu.

Menurut kepala sekolah, do rongan dari orang tua, yang mayoritas buruh tani, ke pada anak-anaknya pada umum nya sangat kurang. Oleh sebab itu, guru-gurulah yang harus giat memberikan mo-tivasi pada para siswa. Be be-rapa guru di sekolah ini ham-pir selalu memiliki anak asuh setiap tahunnya. Mereka me-nampung anak yang ingin ber-se kolah tapi tidak mampu, agar me reka tetap bisa bersekolah.

Bahrun, peserta Jatim Me-ngajar yang bertugas di se ko-lah ini, tinggal bersama bapak ke pala sekolah. Dia bertugas se bagai guru pengganti di semua kelas, terutama kelas atas. Selain mengajar, dia juga mem beri les, mengajar di TPA, dan bahkan sudah beberapa kali menjadi imam dan khotib di masjid.

Dari Bodag, setelah me-nye rah kan kenang-kenangan dan sedikit dana untuk kas sekolah, ka mi bergerak menuju Gemarang. Tujuan kami adalah SDN 5 Batok. Kali ini, kami tidak ber sama pemandu. Cukup di-pan du dari jauh oleh Kepala UPTD Kecamatan Gemarang. Juga mengandalkan google map. Meski kadang google map tidak terlalu cerdas untuk me mandu kita di tempat-tem-pat terpencil, namun saat ini, dia cukup pintar. Spontan saya mengucapkan ‘terima kasih, google’, begitu sekolah yang ka-mi cari itu ada di depan ma ta.

PANEN MANGGARofi’i, peserta Jatim Me-

nga jar yang bertugas di SDN 5 Bodag, berlari-lari kecil me-nyam but kami. Senyumnya cerah, pipinya tampak tambun. Dia kerasan benar di tempat ini, terlihat dari raut wajahnya. Setelah bertanya kabarnya, sa-ya langsung menembaknya de ngan tugas pertama.

“Rofi’i, entah gimana ca ra-nya, aku minta kamu carikan mang ga untuk kami semua. Mungkinkah?”

“Oh, sangat mungkin, ibu, beres.” Jawabnya. “Bener?” “Ya, bu, bener.”

Mangga, memang menjadi pu sat perhatian kami semua

se jak masuk ke jalan Raya Kare menuju Gemarang tadi. Tentu saja, selain pemandangan alam yang luar biasa indahnya. Lem bah dan bukit yang men-jadi latar belakang persawahan dan kebun-kepun yang meng-hi jau. Juga hutan-hutan jati yang diselingi dengan pe po-ho nan lain yang rapat. Jalan yang berkelok-kelok naik turun tapi cukup mulus, sehingga mem buat kami serasa benar-benar sedang berwisata.

Kami baru tahu, ternyata Ge marang adalah penghasil mang ga. Sepanjang jalan, per kebunan mangga, ke ba-nyakan mangga gadung (aru-manis), dengan buahnya yang siap dipetik, membuat kami penasaran. Penasaran ingin memetik maksudnya.....hehe. Makanya, begitu ber te mu Rofi’i, kami langsung mem-berinya instruksi untuk men-da patkan mangga.

Selain mangga, tanaman co kelat dan jambu mente se-benarnya juga merupakan pe-mandangan lain di sepanjang perjalanan kami. Na mun, dibanding dengan ta naman mangga, keduanya tidak terlalu menonjol. Me non jol-nya mangga juga terlihat dari tumpukan buah itu di be-berapa titik di pinggir jalan. Mangga-mangga itu me nung-gu dikemas dalam peti-peti kemas, siap dibawa ke Jakarta.

Hujan turun cukup deras sa at kami berbincang dengan kepala sekolah di ruangannya yang sempit dan agak ge lap. Sementara bu Lucia me nge-cek tagihan tugas yang ha rus dipenuhi Rofi’i, kami ber bin-cang tentang kondisi guru, sis-wa, dan fasilitas sekolah, serta me nanyakan kinerja Rofi’i se lama mengabdi di sekolah tersebut.

Menurut kepala sekolah, ba pak Santoso, SDN 5 Batok me miliki guru sebanyak 11 orang, termasuk kepala se ko-lah dan Rofi’i. Guru PNS ada 6 orang, 1 di antaranya sudah ser tifikasi, dan 2 sedang dalam pro ses sertifikasi. Karena tidak me miliki guru agama, sekolah men datangkan guru agama dari SDN 1 Batok. Guru olah

Kami baru tahu, ternyata Ge marang adalah penghasil mang ga. Sepanjang jalan, per kebunan mangga, ke ba­nyakan mangga gadung (aru manis), dengan buahnya yang siap dipetik, membuat kami penasaran. Selain mangga, tanaman co kelat dan jambu mente se benarnya juga merupakan pe mandangan lain di sepanjang perjalanan kami.

Page 30: Majalah unesa edisi 67 dok

JATIM MENGAJAR

30 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

raga dan guru seni juga belum ada. Sementara itu, guru ke-las masih ada 2 orang yang GTT. Mereka itulah, bersama 4 guru kelas yang lain, yang be rtanggung jawab di setiap ke las di sekolah yang jumlah sis wanya 86 itu.

Tugas Rofi’i adalah menjadi gu ru pengganti di kelas-kelas yang kosong. Selain itu ju ga membantu membenahi ad mi-nistrasi sekolah. Di sore hari, dia memberi les, ekstakurikuler Pra muka dan musik.

Di bidang sosial ke ma-sya rakatan, Rofi’i sedang me-ngupayakan bantuan pe nga-daan air bersih ke YDSF. Ke-marin bahkan YDSF sudah da-tang untuk melakukan survei ke mungkinan pemberian ban tuan itu. Selain untuk air bersih, Rofi’i juga mengajukan ban tuan pem bangunan mas jid dan bantuan sembako ba gi ma syarakat miskin.

Menurut kepala se-kolah, ki nerja Rofi’i sangat bagus. Sa ngat membantu

sekolah. Termasuk menyusun laporan atau data yang diminta UPTD dan dinas pendidikan. Siswa ju ga semakin rajin karena Rofi’i giat mengisi kegiatan ek strakurikuler un tuk mereka. Kepala sekolah ber-harap pro gram Jatim Mengajar terus ber lanjut dan SDN 5 Batok te tap menjadi sekolah tempat penugasan.

Di tengah hujan yang de-ras, kami berpamit, setelah me-nye rahkan kenang-kenangan berupa buku dan sedikit dana untuk kas sekolah. Tidak perlu menunggu hujan reda karena tidak jelas kapan hujan akan reda. Kami meminjam payung para orang tua yang sedang me nunggu anak-

anaknya, men jemput mereka pulang. Di ba wah payung, kami berlarian me nembus hujan menuju mobil. Meski dingin terasa b egitu menusuk tulang, tapi ka mi senang. Hari ini, tunai sudah tugas kami. Tidak hanya itu, ada dua dus mangga di bagasi mobil. Siap dinikmati di sepanjang perjalanan yang masih panjang, yang harus kami tempuh untuk kembali ke Surabaya.

Sekian laporan wisata edu-kasi hari ini, sampai bertemu dengan laporan wisata edukasi berikutnya....

CINDEREMATA: Direktur PPG selaku koordinator Jatim Menulis memberikan cinderamata kepada

kepala sekolaha yang ditempati peserta Jatim Mengajar. Inset

suasana pembelajaran di salah satu kelas Jatim Mengajar.

Page 31: Majalah unesa edisi 67 dok

BINTANG TAMU

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2013 MAJALAH UNESA | 31

Edisi kali ini, majalah Une sa me-nam pilkan to koh inspiratif se-ba gai bintang tamu. To koh ins piratif itu adalah H. Ahmad

Zaini, seorang tokoh asal Madura yang tidak saja suk ses sebagai pengusaha, te-ta pi kiprahnya sebagai tokoh ma syarakat cukup memiliki pe ngaruh baik di Jawa Timur mau pun nasional.

Sekilas, jika melihat da ri ke se der ha-naan cara ber pa kaian, orang awan tentu ti dak akan menduga bahwa H. Ah mad Zaini, tokoh kelahiran 30 Juni 1951 itu merupakan sa lah seorang tokoh penting, te rutama di kalangan Madura. Za ini, demikian panggilan ak rabnya, merupakan salah se orang putra Madura yang begitu getol berjuang men ja dikan Madura berkembang le bih maju.

Bersama beberapa to koh Madura lainnya, Zaini ak tif dalam organisasi ke-ma syarakatan IKAMRA (Ika tan Keluarga Madura). Di or ganiasi itu, Zaini tercatat duduk sebagai salah seorang ke tua Dewan Pembina. Me lalui wadah itu pula, ia be berapa kali berjuang untuk per-cepatan pembangunan di Madura. Di antara hasil per juangan itu adalah te-rea lisasinya pembangunan jem batan

Suramadu, men ja dikan Trunojoyo se-ba gai pah lawan nasional, dan ber ju-ang menjadikan Unbang (Uni ver sitas Bangkalan) menjadi Per gu ruan Tinggi Ne geri yang ki ni bertransformasi menjadi Uni versitas Trunojoyo.

Ti dak hanya berkiprah di IKAM RA, Zaini yang sejak kecil sudah terbiasa berdagang, juga terlibat di beberapa or-ga niasi intelektual. Salah satunya, men-jadi Ketua Umum Forum In telektual 45 Jawa Timur (FIJ 45), yang merupakan per kum pu lan para intelektual di Jawa Ti-mur. Selain itu, di lini bisnis, Zaini menjadi Direktur Utama PT. Pembangunan Madura Ra ya (PMR).

Sebagai putra Madura, Zai ni tentu ter-panggil untuk se bisa mungkin memajukan ta nah kelahirannya. Pria yang mengaku bermodal ke beranian dan tekad saat me-ran tau ke Surabaya itupun aktif berkiprah, terutama me ngum pulkan para intelektual dari Madura untuk bersama-sa ma memikirkan kemajuan pu lau garam itu. “Saya itu se nang kalau ada profesor dari Ma-dura. Itu yang memotivasi sa ya,” ujarnya.

Zaini memang getol mem per juangkan Madura. Pem bangunan jem batan Su-ra madu, Pahlawan Trunojo di ja dikan

pahlawan nasional dan Ma dura memiliki universitas ne geri adalah tiga tujuan uta-ma yang hendak dicapai. Ke getolan Zaini berbuah hasil. Pertemuannya dengan Ab-dur rahman Wahid (Gus Dur) yang kala itu menjadi presiden meng hasilkan kepres yang me nyetujui ketiga harapan Zai ni tersebut.

Memang, perjuangan yang dilakukan Zaini dalam me wujudkan ketiga hal itu, tak se mulus yang dibayangkan. Ia men contohkan penyelesaian jembatan Suramadu yang sem pat tersendat lan-taran terjadi pergantian presiden yang secara otomatis juga ter jadi perubahan sistem. Na mun, Zaini terus berjuang agar jembatan Suramadu se gera dibangun “Sempat ter sen dat, tapi saya berusaha agar jembatan segera di rea li sa sikan,” paparnya.

Berbagai upaya dilakukan Zai ni agar pemerintah se ge ra menyelesaikan pem ba ngu nan jembatan Suramadu. Ia mendatangi presiden Me gawati Soekarno Putri, me nga dakan Festival Wali Sanga hing ga melakukan pendekatan de-ngan para ulama se-Jatim. Upa ya itupun membuahkan hasil, pada 10 Juni 2009 Jem batan Suramadu pun te re a lisasi dan diresmikan oleh Pre siden RI, Susilo Bambang Yu dhoyono. “Ke depanasaya ber usaha agar tarif Suramadu tu run dan menjadikan Madura se bagai Provinsi,” harapnya. (PUTRI, WAHYU, ZEN, TONI)

H. AHMAD ZAINI, KETUA FUI 45 JAWA TIMUR

GETOL PERJUANGKAN KEMANDIRIAN MADURA

BERSAMA PRESIDEN: H Ahmad Zaini beraudiensi dengan Presiden Soesilo

Bambang Yudhoyono dalam sebuah kesempatan.

Zaini memang getol mem perjuangkan Madura. Pem bangunan jembatan Su ra madu, Pahlawan Trunojo di ja dikan pahlawan nasional

dan Ma dura memiliki universitas ne geri adalah tiga tujuan uta ma yang hendak dicapai. Ke getolan Zaini berbuah hasil.

Page 32: Majalah unesa edisi 67 dok

32 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

INFO SEHAT

10 MENIT SEHAT & BUGAR BAGI ANDA YANG SUPER SIBUK

TIDAK dapat dipungkiri bahwa rutinitas keluarga dan karier akan menyita banyak waktu Anda dan bahkan melupakan menjaga ke bugaran dan kesehatan. Akivitas mengajar di kelas, mendampingi ma hasiswa, penelitian, serta tugas-tugas tambahan lainnya ke rap membuat seorang dosen tidak memiliki kesempatan untuk mem-per hatikan kebugarannya.

Namun, ada solusi sederhana yang bisa Anda lakukan untuk me-mi nimalasasi semua itu, yaitu sebuah perubahan kecil dalam hidup un tuk membuat kebugaran dan kesehatan Anda tetap terjaga di te-ngah kesibukan yang padat. Hanya 10 menit…

10 menit merupakan waktu yang singkat, tetapi jika dimanfaatkan de ngan baik dapat membuat tubuh Anda lebih sehat. Apa yang bisa An da lakukan agar lebih sehat dan bugar dalam 10 menit?

10 MENIT LATIHAN BEBANLatihan beban sangat penting untuk kebugaran tubuh agar

metabolisme meningkat dan memperlambat penuaan. Anda bisa luangkan waktu cukup 10 menit sehari dengan melakukan latihan dengan menggunakan bodyweight training atau pun dengan menggunakan dumbbell yang ada di rumah. Lakukan latihan ini paling tidak sebanyak 3 kali seminggu.

10 MENIT LATIHAN KARDIOApakah kesibukan benar-benar menyita waktu Anda? Jangan

khawatir, dapatkan kebugaran tubuh dengan latihan kardio selama 10 menit setiap harinya. Latihan ringan seperti berjalan kaki atau bersepeda merupakan hal yang mudah dilakukan. Bahkan sekarang ini di beberapa kota sedang gencar mengkampanyekan “Bike To Work”.

Ketika di tempat kerja, sisihkankah waktu istirahat Anda selama 10 menit untuk melakukan peregangan, berjalan di sekitar kantor, atau jika kantor Anda bertingkat cobalah untuk menyusuri tangga dan mengurangi pemakaian lift. Jangan lupa untuk minum air yang cukup agar Anda terhindar dari dehidrasi.

10 MENIT MAKANAN RENDAH LEMAKMakanan instan atau makanan siap saji dalam kemasan biasanya

mengandung kalori dan lemak yang tinggi. Akan lebih baik jika Anda bisa memasak resep sehat untuk memenuhi kebutuhan gizi Anda. Banyak resep sehat sederhana yang hanya membutuhkan waktu singkat untuk memasaknya.

10 MENIT UNTUK MOTIVASIBanyak orang meninggalkan gaya hidup sehat dan olah

raga karena kekurangan motivasi. Cobalah untuk membaca dan mendengarkan kisah sukses dari orang-orang yang Anda kagumi atau bahkan dari orang terdekat Anda. Pola pikir Anda akan membentuk persepsi tentang dunia, jadi dapatkan motivasi yang tepat agar Anda lebih bersemangat.

10 MENIT UNTUK MEDITASILatihan pernapasan selama 15 menit setiap hari dapat

membantu menurunkan tekanan darah. Lakukan teknik relaksasi seperti olah pernapasan, relaksasi otot, meditasi, dan yoga untuk membantu menurunkan stres.

Nah, mulai sekarang berikan diri Anda 10 menit dari 24 jam setiap harinya untuk menjaga kebugaran. Yuk, mulai manjakan diri dengan cara yang sehat dan bermanfaat. (ROY)

Page 33: Majalah unesa edisi 67 dok

INFO SEHAT

Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014 MAJALAH UNESA | 33

SIAPA yang tidak menyukai semangka? Buah ini sangat populer untuk dikonsumsi terutama di siang hari yang panas. Rasanya yang menyegarkan mampu meredakan rasa dahaga siapa saja.

Ternyata, tidak hanya itu manfaat semangka. Sebuah penelitian yang dilakukan di Florida State University mengatakan bahwa mengonsumsi semangka secara rutin dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi.

Professor Arturo Figueroa yang melakukan penelitian ini meminta 13 laki-laki dan perempuan dewasa yang menderita tekanan darah tinggi untuk mengonsumsi semangka secara rutin selama 12 minggu. Kedua kelompok ini juga diminta mengonsumsi 4 gram asam amino L-citrulline dan 2 gram L-arginine per hari yang berasal dari ekstrak semangka.

Hasilnya, penelitian ini menunjukkan bahwa mengonsumsi semangka mampu memberikan dampak positif pada tekanan darah aorta dan pembuluh darah parameter lainnya.

“Kedua zat alami semangka tersebut telah bekerja sama untuk menurunkan tekanan darah tinggi yang diderita oleh para pasien.

SEMANGKA Turunkan Tekanan DARAH TINGGI

Tak hanya mampu melakukan hal tersebut, semangka juga dapat menurunkan tingkat stres jantung para penderita,” jelasnya.

Apakah Anda seorang penderita darah tinggi? Tidak ada salahnya bila mencoba cara menyenangkan di ini. (ROY)

KABAR baik untuk para pecinta kopi! Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa minum segelas kopi sehari bisa menurunkan risiko terkena kanker lever, jika dibandingkan dengan orang yang jarang minum kopi.

Penelitian ini dimulai pada tahun 1990-an pada 180.000 orang dewasa dari berbagai jenis ras dan etnis. Peneliti kemudian mengamati kebiasaan mereka minum kopi serta gaya hidup mereka lainnya. Hingga saat ini partisipan sudah diamati selama 18 tahunan dan peneliti terus mengamati risiko mereka terkena kanker lever.

Diketahui bahwa orang yang minum tiga cangkir kopu sehari memiliki penurunan risiko kanker lever hingga 29 persen

dibandingkan dengan orang yang minum kurang dari enam gelas kopi per minggu. Selain itu, orang yang minum sekitar empar gelas kopi sehari juga memiliki risiko kanker lever yang lebih rendah hingga 42 persen, seperti dilansir oleh Health Day News.

Hasil tersebut ditemukan peneliti bahkan setelah mereka menghitung faktor risiko lain seperti usia, obesitas, kebiasaan merokok, minum alkohol, jenis kelamin, dan diabetes. Hasil penelitian ini juga menguatkan temuan yang pernah diterbitkan dalam jurnal Clinical Gastroenterology and Hepatology yang dilakukan pada 3.200 pasien.

Penelitian tersebut menemukan bahwa minum tiga gelas kopi sehari bisa menurunkan risiko kanker lever hingga 50 persen. Selain bisa menurunkan risiko kanker lever, kopi juga ditengarai mampu menurunkan risiko kanker leher, kepala, kanker usus, prostat, pankreas, dan kanker kandung kemih.

Meski begitu, hingga saat ini peneliti belum menemukan adanya alasan mengapa kopi bisa menurunkan risiko kanker lever. Ketua peneliti V. Wendy Setiawan dari USC Norris Comprehensive Cancer Center di Los Angeles, kopi diketahui mengandung 100 bahan aktif termasuk antioksidan, polyphenol, dan kafein yang bisa mempengaruhi enzim dalam lever. (ROY)

RAJIN MINUM KOPITURUNKAN RISIKO KANKER LEVER

Page 34: Majalah unesa edisi 67 dok

34 | MAJALAH UNESA Nomor: 67 Tahun XV - Maret 2014

CATATAN LIDAH

Inspiratorl Djuli Djatiprambudi

Sebagai seorang dosen, tentu kita memiliki sejumlah me­mori tentang seorang dosen yang dahulu pernah me­nga jar kita. Bermacam­macam memori bisa dipanggil ulang. Mau memori tentang dosen yang menyebalkan,

hing ga dosen yang menyenangkan semua bisa dikenang lagi. Biasanya, memang hanya dosen yang menyebalkan atau dosen yang menyenangkan yang awet bersemayam di memori kita. Se­dangkan, dosen yang biasa­biasa saja hampir berlalu begitu saja di dalam memori kita.

Dosen yang menyebalkan bisa jadi karena soal karakter, so­al komunikasi, atau mungkin soal pengusaan bidang ilmu yang kedodoran. Sementara dosen yang menyenangkan lebih ako mo­datif dengan berbagai masalah mahasiswanya. Dosen macam ini biasanya memiliki karakter terbuka, komunikasinya cair, ma hir memotivasi mahasiswa, kokoh bidang keilmuannya, dan ber in­tegritas tinggi pada profesinya. Dosen yang menyenangkan pen­dek kata kehadirannya selalu ditunggu mahasiswanya. Bila pa ra mahasiswa datang mengikuti kuliahnya bukan semata­mata me­me nuhi presensinya, tetapi para mahasiswa benar­benar ingin men dengarkan kuliahnya yang sering memukau dan acap kali me nginspirasi pemikiran.

Sementara itu, ada sebuah kisah seorang dosen, Peter Drucker namanya. Kita tentu mengenal nama ini, jika kita suka mem baca buku­buku manajemen. Sejumlah buku klasik ilmu ma najemen lahir dari buah pikirnya, antara lain; The End of Eco­no mic Man (1939), The Future of Industrial Man (1942), Concept of the Corporation (1946), The New Society (1950), The Practice of Ma nagement (1954), Managing for Results (1964), Technology, Ma­na gement and Society (1970), The New Markets and Other Essays (1971), Drucker on Management (1971), Management: Tasks, Res­pon sibilities, Practices’ (1973), dan masih banyak lagi.

Dosen ilmu manajemen berkaliber internasional ini meninggal du nia pada 11 November 2005, di California, pada usia 95 tahun. Dia mewariskan lebih dari 30 buku, ratusan artikel di jurnal il miah, dan penulis kontributor dalam puluhan buku manajemen. Ka rena itu, tidak perlu heran, pemikiran Peter Drucker di bidang ma na­je men selalu dibaca orang seantero dunia. Bahkan, teori­teori ma najemennya diikuti oleh banyak individu, organisasi, lembaga, hing ga mempengaruhi pengelolaan pemerintahan suatu negara.

Sejumlah testimoni dari sejumlah mantan mahasiswanya yang tersebar di seluruh dunia, yang saat ini banyak menjadi pe­ngusaha besar, ilmuwan manajemen ternama, pengelola sekolah manajemen sungguh menarik disimak. Menurut testimoni mereka, Drucker dikatakan sebagai sosok dosen yang tidak hanya kokoh bidang ilmunya, tetapi pemikirannya mampu menginspirasi dan menggerakkan perubahan perilaku. Pendek kata Drucker sebagai seorang dosen dan pemikir manajemen banyak legacy (warisan pemikiran fenomenal) yang terus­menerus dapat dikaji hingga hari ini, khususnya dalam ilmu manajemen dan ekonomi.

Cara Drucker memberikan kuliah dikatakan oleh sejumlah man tan mahasiswanya begitu menarik. Bagi Drucker, sekalipun ilmu manajemen sudah amat dikuasai dari hulu ke hilir, setiap dia mem berikan kuliah selalu dipersiapkan dengan baik. Terbukti, dia selalu memberikan handout materi ku liah yang sedang dipresentasikan, di lengkapi alur pemikiran lebih lan jut, dan

disertai bahan bacaan yang kaya. Sebagai seorang do sen yang punya nama besar dan ma ha siswanya dari berbagai bangsa, ten tu dia menyadari bahwa apa yang dikuliahkan merupakan pe nge ta hu an dan pengalaman yang amat ber­harga bagi para mahasiswanya. Ma ka itu, Drucker tidak pernah se ram pangan dalam menyiapkan ku liahnya. Dia

adalah tipe dosen yang meninggalkan legacy ke il mu an yang amat berharga dan menginspirasi.

Menjadi dosen bagi orang semacam Drucker tentu me rep­resestasikan sebagai seorang pendidik dan sekaligus ins pi rator pada perubahan perilaku (mahasiswa) yang ideal. Saya mem ba­yang kan, betapa enaknya memiliki dosen sekelas Dracker. Saya mem bayangkan gaya mengajarnya pasti amat menarik, karena di siapkan dengan maksimal dan disertai pengalaman penelitian, ser ta publikasi yang luar biasa banyak. Saya juga membayangkan, pa ra mahasiswanya selalu antri mendaftar mengikuti mata kuliah yang diampunya. Sebab, bisa jadi para mahasiswa akan merasa rugi, jika tidak mengikuti kuliah Peter Drucker dengan maksimal.

Lebih jauh, saya juga membayangkan, dosen semacam Peter Drucker bila dia mengajar dan melakukan penelitian hingga pub likasi tentu tidak dalam rangka mengumpulkan angka kredit, seperti yang lazim dilakukan para dosen di Indonesia (Ingat! Termasuk di Unesa). Drucker melakukan tugas pokok do­sen itu dengan penuh kesadaran dan bertumpu pada visi ideal profil seorang dosen. Otonomi keilmuannya benar­benar di­pertaruhkan demi menjaga martabat seorang dosen, baik se ba­gai pendidik, peneliti atau ilmuwan, dan sebagai inspirator bagi ba nyak orang.

Memang, menjadi sosok dosen seperti yang dipraktikkan Drucker tidaklah mudah. Untuk menuju pada tipe ideal semacam Drucker memang akan sulit terjadi kalau sistem kinerja dosen bertumpu dengan model perhitungan angka kredit. Sistem semacam ini tidak dilandasi oleh pendekatan merit (meritokrasi), yang bertumpu pada capaian­capaian yang dinilai ideal, pro duk­nya terdesiminasikan secara luas, dan memiliki signifikansi ke il­muan yang kuat, bila mungkin fenomenal. Maka, bila seorang do­sen mengadakan penelitian ukurannya bukan semata­mata telah me lalui proses yang lebih berorientasi pada pemenuhan target­target birokratis. Tetapi, jauh dari itu, yaitu pemenuhan target­target ideal yang bernilai strategis bagi pengembangan dunia ke ilmuan itu sendiri. Jadi, ukurannya adalah sebuah prestasi fe­nomenal dan memiliki dampak yang luas.

Dengan pendekatan meritokrasi seperti yang banyak di­lakukan di negara maju, waktu dosen tidak dihabiskan mengajar dari kelas ke kelas. Tetapi, dosen dengan segala kesadaran dan tang gungjawab profesinya akan merasa menjadi dosen yang benar dan disegani, jika si dosen banyak melakukan publikasi kar­ya ilmiahnya. Karena, dengan publikasi yang produktif, diyakini oleh masyarakat akademik telah menjadi ideologi seorang do sen. Publish or perish! Begitu motto yang dijunjung tinggi seorang dosen di negara maju. Sayang, motto itu belum sampai ke lingkungan kita. n (Email: [email protected])

Page 35: Majalah unesa edisi 67 dok
Page 36: Majalah unesa edisi 67 dok