Majalah unesa 78

36

description

Majalah Unesa Edisi 78/2015

Transcript of Majalah unesa 78

Page 1: Majalah unesa 78
Page 2: Majalah unesa 78
Page 3: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 3

WARNA REDAKSI

JAMINANMUTU

Ke depan, penjaminan mutu internal harus dapat terpadu antarprodi. Mekanisme yang dibuat berlaku untuk semuanya. Target demi target terpampang jelas dan mudah dilakukan dan

diukur keberhasilannya.

Oleh Suyatno

J ika mendengar kata pen­jamin mutu, orang akan langsung berpikir bahwa sesuatu pasti bermutu

karena sudah ada yang menjamin. Dalam sebuah kampus, penjaminan mutu mengindikasikan pada mutu perkuliahan terjamin, mutu dosen terjamin, mutu administrasi terja­min, mutu keuangan terjamin, mutu prasara­na dan sarana terjamin, mutu sistem informasi terjamin, dan seterusn­ya. Pokoknya ada jami­nan mutu dalam proses berkampus.

Lalu, penjaminan mutu di Unesa tentu juga merujuk pada keterlaksanaan, keberlangsungan, dan keberhasil­an proses berkampus dengan predikat bermutu. Keterlaksanaan mengacu pada pedoman yang ada. Keberlangsungan mengarah pada tahapan proses dengan benar. Keberhasilan memberikan sinyal bahwa tanggung jawab Unesa benar­benar melahirkan mahasiswa yang sujana.

Unesa itu kampus besar karena didukung oleh sejumlah fakultas dan puluhan prodi yang diikuti oleh puluhan ribu mahasiswa. Kebesaran Unesa mengindikasi­kan kekuatan penjaminan mutu agar mampu mengontrol semua dinamika kampus. Untuk itu, sampai tingkat terbawah, mesin penjaminan mutu harus beker­ja dengan giat dan semangat.

Jangan sebaliknya, penjaminan mutu hanya terlihat di atas namun buram di bawah. Bawah sampai atas atau atas sampai bawah tentu harus memperli­hatkan penjaminan mutu yang terhubung, terkait, dan terpadu dalam bahu­membahu mengibar­kan kebesaran Unesa.

Suatu saat, penjaminan mutu tidak berdiri sendiri tetapi melekat pada diri semua warga Unesa di manapun. Swakontrol atas kinerja sendiri akan lebih ampuh dari­pada kontrol secara eksternal. Oleh karena itu, penjaminan mutu yang ada sekarang perlu gencar menyo­sialisasikan pola dan tatacara penja­minan mutu yang dapat dilakukan orang per orang. Jangan sampai sistem yang dibuat justru tambah merepotkan banyak orang. Jangan sampai yang sederhana dibuat kompleks dan yang mudah dibuat sulit. Oleh karena itu, kesederha­naan tatacara menjamin mutu diperlukan agar dapat diikuti oleh semua warga Unesa.

Selama ini, penjaminan mutu internal berjalan sendiri­sendiri.

Penjaminan mutu eksternal hanya di atas saja. Ke depan, penjaminan mutu internal harus dapat terpadu antarprodi. Mekanisme yang dibuat berlaku untuk semuanya. Target demi target terpampang jelas dan mudah dilakukan dan diukur keber­hasilannya. Bukan seperti selama ini, ada fakultas yang sudah ber­ISO

tetapi ada pula yang masih jauh panggang dari api. Ada yang tertib manajemen tetapi juga masih ada yang longgar ad­ministrasi. Penjami­nan mutu internal di tiap prodi mutlak diperlukan.

Kemudian, pen­jaminan mutu eksternal harus mem­berikan dukungan bagi penjaminan mutu internal. Eksternal harus mampu menjadi pedoman dan acuan yang mudah dijalankan. Itu semua dapat di­jalankan manakala muncul kesadaran dari semua warga Unesa. Internal dan eksternal hanyalah perbedaan segmentasi bukan perbedaan isi. Oleh karena itu, keterpaduan internal dan eksternal harus terwujud menjadi satuan yang dinamis, produktif, dan bertanggung jawab.

Sudah waktunya, Unesa mempu­nyai penjaminan mutu yang ramah persepsi, sederhana prosesnya, dan kuat hasilnya. Kemudian, temuan akhirnya mampu memberikan motivasi agar terlecut lagi untuk berprestasi. Penjaminan mutu teramat diperlukan. n

Page 4: Majalah unesa 78

4 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

DAFTAR RUBRIK

Majalah Unesa ISSN 1411 – 397X Nomor 78 Tahun XVI ­ Februari 2015

PELINDUNG: Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor) PENASIHAT: Dr. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (PR I), Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (PR III), Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M. Litt. (PR IV)

PENANGGUNG JAWAB: Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (PR II) PEMIMPIN REDAKSI: Dr. Suyatno, M.Pd REDAKTUR: A. Rohman, Basyir Aidi PENYUNTING BAHASA:

Rudi Umar Susanto, M. Wahyu Utomo, Bayu DN REPORTER: Lina Rosyidah, Syaiful Rahman, Yusuf Nur Rohman, Lina Mezalina, Ulil, Fitro Kurniadi, AnnisaI lma, Andini

Okta, Sandi, Rizal, Murbi, Diyanti, Mahmud, Umi Khabibah, Suryo, Danang, Emir, Khusnul, Mutya FOTOGRAFER: Huda, A. Gilang P., Sudiarto Dwi Basuki, S.H DESAIN/

LAYOUT: Arman, Basir, Wahyu Rukmo S ADMINISTRASI: Supi’ah, S.E., Lusia Patria, S.Sos DISTRIBUSI: Hartono PENERBIT: Humas Universitas Negeri Surabaya

ALAMAT REDAKSI: Kantor Humas Unesa Gedung F4 Kampus Ketintang Surabaya 60231 Telp. (031) 8280009 Psw 124, Fax (031) 8280804

Rubrikasi Edisi Ini

03JAMINAN MUTUKe depan, penjaminan mutu inter­nal harus dapat terpadu antarprodi.

05LEBIH BERMUTU DENGAN PENJA­MINAN MUTUKegiatan penjaminanmutu ini merupakanperwujudan akuntabilitas dan transparansi perguruan tinggi.

08PR I: MAKSIMAL­KAN MUTU PE­NGAJARANUnesa terus berupaya meningkat­kan mutu Unesa, terutama pada mutu pendidikan dan pengajaran.

11PR IV: TINGKAT­KAN KERJA SAMA INTERNASIONALKerja sama di bidang tenaga kerja. Unesa perlu membangun wadah yang disebut basement job centre.

16KOLOM REKTORSebagai lembaga yang memproduk jasa (SDM), perguruan tinggi harus mempertanggungjawabkan produknya (lulusannya).

20BINCANG TOKOHTentang Revolusi Mental Pendidik­an bersama Dewan Pendidikan Surabaya dan Rektor UT.

24KABAR PRESTASIAtensi tinggi terhadap dunia penelitian mengantarkan Prof. Bambang Yulianto, M.Pd terpilih sebagai dosen peneliti berprestasi pada Dies Natalis ke­50 Unesa.

28 22

14KATA MEREKA

FEBRUARI 2015

Page 5: Majalah unesa 78

LAPORAN UTAMA

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 5

LEBIH BERMUTUDENGAN PENJAMINAN MUTU

Peran penjaminan mutu perguruan tinggi tentu sangatlah penting dalam rangka memberikan jaminan mutu pe nye leng garaan pendidikan tinggi baik pada masukan, proses, mau pun keluaran berdasarkan peraturan perundang-undangan, nilai dasar, visi, dan misi perguruan tinggi. Kegiatan pen ja minan mutu ini merupakan perwujudan akuntabilitas dan transparansi perguruan tinggi.

K ewajiban per gu­ruan tinggi me­laksanakan pen ja­mi nan mutu dalam

pe nyelenggaraan pendidikan ting gi, diatur dalam beberapa pe raturan perundang­un­da ngan. Pertama, Undang­Un dang No. 20 tahun 2003 ten tang Sistem Pendidikan Na sional pasal 51 ayat (2)

yang pada dasarnya meng­atur bahwa pengelolaan sa tuan pendidikan tinggi di laksanakan berdasarkan prin sip otonomi, akuntabilitas, ja minan mutu, dan evaluasi yang transparan.

Kedua, Peraturan Pe me­rin tah No. 19 tahun 2005 ten tang Standar Nasional Pen didikan. Pasal 91 ayat (1),

ayat (2), ayat (3) PP No. 19 tahun 2005 yang mengatur bahwa setiap perguruan tinggi wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan sebagai pertanggungjawaban kepada stakeholders, dengan tujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, yang dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.

Ketiga, Peraturan

Mahasiswa Teknik Bangunan mendapat

masukan langsung dari dosen senior dalam

perkuliahan.

Page 6: Majalah unesa 78

6 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

LAPORAN UTAMA

Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 96 ayat (7) PP No. 17 tahun 2010 yang mengatur bahwa perguruan tinggi melakukan program penjaminan mutu secara internal, sedangkan penjaminan mutu eksternal dilakukan secara berkala oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) atau lembaga mandiri lain yang diberi kewenangan oleh Menteri.

Unesa, sebagai salah satu perguruan tinggi negeri, tentu harus menempatkan peran yang sangat penting terhadap Penjaminan Mutu Unesa agar ketercapaian mutu sesuai yang diharapkan sehingga masyarakat merasa puas dengan layanan yang diberikan oleh lembaga atau perguruan tinggi.

Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono menandaskan bahwa peran penjaminan mutu di setiap perguruan tinggi, termasuk Unesa sangat penting sebagai pengontrol mutu dari proses belajar mengajar dan kualitas lulusan.

Oleh karena itu, terkait dengan penjaminan mutu terhadap para lulusan, saat ini Unesa sedang menfokuskan pada 4 hal, yakni penyusunan kurikulum yang mengacu kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), peningkatan kualitas proses belajar mengajar, kualitas dosen, dan peningkatan sarana prasarana.

Menurut Warsono, kurikulum yang mengacu pada KKNI akan mendorong setiap dosen bertanggung jawab terhadap ketercapaian kompetensi dasar yang sudah ditetapkan. Sehingga dosen harus menjadi penjamin atas kompetensi dasar dari setiap mata kuliah yang diampu. Agar kompetensi dasar yang telah ditetapkan para dosen bisa tercapai, lanjut Warsono, para dosen harus menyusun rencana pembelajaran, mengembangkan bahan ajar, memilih metode serta strategi pembelajaran yang tepat, dan menyusun alat evaluasi serta indikator ketercapaian kompetensi tersebut.

“Jadi, dosen yang selama ini sering memberi pelatihan

kepada para guru untuk menyusun perangkat pembelajaran, harus bisa mempraktikkan dalam mata kuliah yang diampu dengan kemampuan menyusun perangkat pembelajaran yang efektif dan mampu meningkatkan partisipasi mahasiswa, serta membuat mahasiswa merasa senang mengikuti perkuliahan,” terang Warsono.

Diakui Warsono, di samping kurikulum, dosen, dan sarana prasarana, yang juga penting dalam penjaminan mutu pendidikan adalah para mahasiswa. Mahasiswa selain sebagai obyek sekaligus juga sebagai subyek pendidikan. Karena itu, mahasiswa juga harus ikut terlibat dalam penjaminan mutu dari proses pendidikan melalui motivasi dan semangat belajar yang dimiliki.

Mantan ketua PJM Unesa (kini PPM), Prof. Dr. Maria Veronika Roesminingsih, M.Pd mengakui bahwa PPM memiliki peran yang sangat signifikan dalam upaya memberikan mutu terbaik sebuah universitas. Sebab,

semua akreditasi prodi di Unesa dilakukan melalui pintu PPM. Oleh karena itu, ketika ada visitasi dari BAN PT, maka yang terlebih dahulu diajak berbicara mengenai kualitas prodi adalah PPM.

Fungsi penting lain PPM, sebagai lembaga penjaminan mutu adalah melakukan kontroling dengan memantau perkembangan setiap prodi, khususnya yang berkaitan dengan akreditasi. PPM memiliki database yang berkaitan dengan kondisi prodi, peringkat, serta masa berlaku akreditasi prodi. Hal itu untuk menginformasikan kepada prodi tentang masa berlaku akreditasi, sehingga prodi dapat melakukan persiapan sebelum masa berlaku akreditasi habis. “Persiapan dilakukan agar akreditasi yang akan datang menjadi lebih baik,” terangnya.

Sebelum dikirim ke BAN PT, PPM memiliki tim yang disebut asessor internal/auditor internal. Mereka akan me­review instrument­instrumen yang akan dikirim, dengan catatan ketika ada kekurangan akan diperbaiki terlebih dahulu baru dikirim ke BAN PT. Namun, dalam pelaksanaannya masih tetap ada permasalahan. Seringkali permasalahan yang terjadi adalah belum semua prodi menggunakan kesempatan yang diberikan oleh penjaminan mutu. “Kecenderungannya, karena waktu yang terbatas biasanya prodi langsung mengirim ke BAN PT,” paparnya.

Lebih jauh, Roesminingsih menjelaskan, PPM berperan sangat penting dalam sebuah lembaga perguruan tinggi. Jika mutu lembaga baik, nama lembaga akan menjadi baik di mata masyarakat. Ketika mencari perguruan tinggi atau mencari sekolah, hal pertama

Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono menandaskan bahwa peran penjaminan mutu di setiap perguruan tinggi, termasuk Unesa sangat penting sebagai pengontrol mutu dari proses belajar mengajar dan kualitas lulusan.

Page 7: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 7

LAPORAN UTAMA

yang dilihat masyarakat adalah akreditasinya. Ketika image lembaga sudah bagus di mata masyarakat, konsumen akan datang dengan sendirinya. Bahkan tanpa perlu promosi berlebihan.

Saat ini, tambah Roesminingsih, akreditasi Unesa adalah B. Untuk mencapai akreditasi A yang dapat dilakukan adalah dengan membenahi semua komponen, khususnya standar nasional pendidikan di perguruan tinggi yang terdiri dari standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, standar penilaian pendidikan,

standar pengabdian pada masyarakat, dan standar kerja sama.

Dijelaskan, kunci dari kegiatan penjaminan mutu adalah tertib administrasi. Tertib dalam hal ini adalah tertib dalam penataan dokumentasi dan administrasi kegiatan, evaluasi kurikulum setiap tahunnya, serta pemerataan kesempatan kepada setiap dosen agar dosen aktif dalam kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Hal lain yang tak kalah penting adalah penertiban dokumen penelitian.

“Selama ini masih banyak dosen yang melakukan penelitian tapi tidak melapor ke prodi, sehingga prodi tidak punya dokumen, padahal dosen aktif dalam kegiatan penelitian,” ungkapnya.

PPM Unesa Belum Full PowerRoesminingsih, yang juga

Ketua Badan Akreditasi Sekolah dan Madrasah Provinsi Jawa Timur berharap dosen­dosen yang ditempatkan di PPM, adalah mereka yang fokus dan tidak banyak dibenani berbagai pekerjaan di luar. Selain itu, PPM perlu membentuk tim inti yang selalu ada dan memikirkan tentang mutu Unesa ke depan.

Roesminingsih mengakui selama menjabat ketua PPM, ia merasakan sangat susah mengumpulkan dosen­dosen yang benar­benar fokus memikirkan mutu Unesa. Sebab, masih banyak dosen yang menjabat sebagai ketua jurusan atau merangkap jabatan lain. “Memang itulah yang menjadi salah satu kendala utama,” paparnya.

Jika ingin Unesa benar­benar berupaya fokus pada mutu, ia sangat berharap PPM diberi kewenangan penuh sehingga aktivitas yang dilakukan bisa total bukan hanya sekadar pekerjaan sambilan. “Biasanya dosen tidak mau ke PPM karena ada hal lain yang lebih menjanjikan,” imbuhnya.

Wanita kelahiran Cepu, 15 Januari 1954 ini berharap, ke depan PPM Unesa menjadi semakin besar yang dibarengi dengan komitmen dari semua unsur, mulai pusat sampai level jurusan atau

prodi. Lebih­lebih, SDM yang ditempatkan di Penjaminan Mutu haruslah mereka yang punya komitmen, loyalitas, dan dedikasi.

Perlu Kerja Keras & Kerja Sama

Sementara itu, Dr. Meini Sondang Sumbawati, M.Pd., Ketua PPM Unesa bersama timnya akan berusaha keras meningkatkan mutu Unesa. Dosen Teknik Informatika itu menandaskan bahwa fokus tim saat ini adalah menyiapkan berkas­berkas dan menata manajemen penjaminan mutu untuk mendapatkan sertifikasi ISO bidang manajemen. Sertifikasi ISO sudah dimulai dari Fakultas Teknik, diikuti kantor pusat, BAAKPSI dan ke fakultas­fakultas di Unesa.

ISO menjadi fokus perhatian karena berhubungan dengan akreditasi. Jika sudah memiliki ISO jalan menuju akreditasi menjadi lebih mudah. Setiap tahun, PPM akan memberi informasi tentang kondisi mutu akademik di semua prodi yang selanjutnya dilakukan evaluasi penilaian, silabus, dan kurikulum. Mulai dari standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, standar penilaian pendidikan,

Jika ingin Unesa benar-benar berupaya fokus pada mutu, ia sangat berharap PJM diberi kewenangan penuh sehingga aktivitas yang dilakukan bisa total bukan hanya sekadar pekerjaan sambilan.

Prof. Dr. Maria Veronika Roesminingsih,Mantan ketua PPM Unesa (atas) dan Dr. Meini Sondang Sumbawati, M.Pd., Ketua PPM Unesa (bawah) saat diwawancara reporter majalah Unesa.

Page 8: Majalah unesa 78

8 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

LAPORAN UTAMA

standar pengabdian pada masyarakat, dan standar kerja sama yang telah diatur dalam peraturan tentang standar nasional pendidikan perguruan tinggi.

PPM Unesa memiliki tingkatan yakni PPM untuk penjaminan mutu tingkat universitas, GPM (Gugus Penjaminan Mutu) untuk tingkat fakultas dan UPM (Unit Penjaminan Mutu) untuk tingkat prodi. “Ketiganya harus ikut bekerja sama untuk membenahi standar pendidikan di Unesa,” imbuh dosen kelahiran 15 Mei 1961 tersebut.

Terkait jenis akreditasi prodi, Sondang menjelaskan bahwa akreditasi prodi ada 2 yakni akreditasi baru dan memperpanjang. Akreditasi baru untuk prodi baru dimana sejak SK Operasional diturunkan, prodi sudah memiliki akreditasi C namun masanya hanya 2 bulan, jika

tidak direakreditasi prodi tersebut bisa saja tidak memiliki akreditasi dan lebih bahayanya izin operasional akan dicabut. “Perpanjangan akreditasi untuk prodi yang sudah memiliki akreditasi dilakukan 5 tahun sekali,” paparnya.

Sejauh ini, ungkap Sondang, proses meningkatkan akreditasi prodi Unesa menjadi sulit karena tidak adanya kesesuaian data atau berkas di prodi dengan fakultas, bahkan tidak sesuai dengan data di BAAK. Selain itu, masalah lain timbul karena prodi­prodi tersebut terkadang langsung mengirim boring akreditasi ke BAN­PT bukan ke PPM terlebih dahulu. Padahal, PPM bertugas mereview instrument­instrumen dalam borang yang akan dikirim dan akan diperbaiki terlebih dahulu jika terdapat kekurangan atau kesalahan dan ketidaksamaan

data baru sebelum dikirim ke BAN­PT. “Review tersebut dilakukan oleh tim asessor internal PPM,” tandasnya.

Selain masalah akreditasi, mutu fakultas dan prodi juga dibuktikan dengan dosen yang berkualitas. Tim asessor akan mengaudit dosen­dosen tersebut, dengan mengawasi dan mengevaluasi kinerjanya. “Kalau tidak diaudit, kita tidak akan tahu seberapa kualitas kinerja dosen tersebut.” Ujar Sondang sambil tersenyum. Agar kinerja dosen meningkat, tentu nanti akan ada remunerasi untuk kesejahteraan dosen.

Sondang menyarankan, untuk meningkatkan mutu, dosen­dosen yang kini sudah S2 segera melanjutkan studi ke jenjang S3. Dosen juga dihimbau melakukan penelitian bersama LPPM. Penelitian tersebut tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri

melainkan untuk kemajuan prodi dan bisa memberikan inovasi jurusan yang lain. “Semakin banyak profesor dan prestasi penelitian, tentu akan mempengaruhi kemajuan dan mutu universitas,” jelasnya.

Sondang mengakui, PPM di bawah koordinasinya saat ini masih akan melanjutkan program­program PPM yang sudah ada. Program terobosan akan dilakukan setelah tim mengamati selama 1 semester. Sebab, untuk membuat program diperlukan tinjauan kebijakan, prosedur, standar pendidikan perguruan tinggi, dan sasaran mutu di akhir tahun. Selain melanjutkan program PPM lama, ia juga akan berupaya melakukan koordinasi tim dengan penjaminan mutu baik gugus maupun unit secara lebih intensif agar jika ada masalah segera cepat terselesaikan. (SIR/LINA MEZALINA/ANDINI)

Mutu perguruan tinggi tidak dapat lepas dari pengaplikasian

tri darma perguruan tinggi yang maksimal. Menyadari tantangan dan persaingan yang semakin ketat di kancah nasional dan internasional, Unesa tentu perlu berbenah dengan meningkatan mutu Unesa terkait Tri Darma Perguruan Tinggi.

Pembantu Rektor I Unesa Dr. Yuni Sri Rahayu M. Si. mengatakan bahwa Unesa terus berupaya meningkatkan mutu Unesa, terutama pada mutu

pendidikan dan pengajaran. Menurut Yuni, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran, yaitu terkait proses kualitas pengajaran, sumber daya manusia, dan atmosfer akademik.

Pada proses kualitas pengajaran dan sumber daya manusia, Unesa akan lebih meningkatkan kualitas dosen melalui studi lanjut maupun peningkatan kemampuan dosen dalam mengembangkan program­program inovatif. Unesa akan berusaha untuk menfasilitasi

PR 1: MAKSIMALKANMUTU PEND ID IKAN DAN PENGAJARAN

Pembantu Rektor I Unesa Dr. Yuni Sri Rahayu M. Si. terus berupaya meningkatkan mutu Unesa, terutama pada mutu pendidikan dan pengajaran.

Page 9: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 9

LAPORAN UTAMA

dosen­dosen yang akan mengikuti studi lanjut. Untuk dosen­dosen yang berpotensi melanjutkan pendidikan ke luar negeri, Unesa akan menfasilitasi para dosen dalam meningkatkan kemampuan bahasa Inggris.

“Kalau persiapan ke luar negeri, titik yang dibidik adalah kemampuan bahasa Inggris, IELTS. Kami akan menata dosen­dosen yang berpotensi ke luar negeri. Kami akan mengikuti standar beasiswa dari dikti, minimal 6.00,” tegas mantan Pembantu Dekan I FMIPA tersebut.

Selain itu, Unesa juga akan menjalin ­kerja sama dengan luar negeri untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris para dosen. Jika sebelumnya Unesa telah bekerja sama dengan salah satu perguruan tinggi di New Zealand untuk

menghadirkan native speaker, nanti Unesa juga akan bekerja sama dengan Ohio. Ada tiga komponen yang akan ditekankan dalam peningkatakan kualitas bahasa Inggris para dosen, yakni class IELTS trap (untuk kepentingan studi lanjut), communication oral (untuk kepentingan para dosen agar mampu berkiprah di dunia internasional), dan academic writing (untuk ke pentingan dalam tulis menulis atau publikasi yang membutuhkan kemampuan bahasa Inggris).

Unesa juga akan mening­kat kan mutu lulusan. Menurut Yuni, mutu perguruan tinggi akan dilihat dari kiprah lu­lus annya. Seberapa banyak lu lusan Unesa yang bisa ber­kiprah di dunianya secara profesional. Mengenai konsep profesional yang dimaksud, Yuni mencontohkan seorang

mahasiswa dari jurusan pendidikan ekonomi ketika lulus ia bisa berprofesi sebagai guru, manajemen pendidikan, atau peneliti ekonomi. Jika profesinya ada pada salah satu pilihan tersebut, berarti semua mata kuliah yang diajarkan di Unesa dapat digunakan.

Hal berikutnya adalah men­cip takan atmosfer akademik yang mendukung terhadap peningkatan mutu Unesa. Se tidaknya ada tiga hal yang akan menjadi titik tolak Unesa, untuk menciptakan atmosfer akademik. Pertama meningkatkan bandwidth. Kedua, memberlakukan kurikulum sesuai dengan Ke­rang ka Kualifikasi Nasional In donesia (KKNI). Ketiga mengimplementasikan pe ngakuan secara kredit ter hadap kegiatan­ke­giat an nonakademik ma­ha siswa seperti seminar,

kegiatan­kegiatan yang sifatnya penguatan, atau kepemimpinan organisasi.

“Selama ini belum ada pengakuan terkait kegiatan nonakademik mahasiswa. Itu yang akan kami atur. Harapan kami, mahasiswa 2015 bisa aktif mengikuti kegiatan nonakademik,” terang alumnus Jerman itu. (SYAIFUL)

Menurut Yuni, mutu perguruan tinggi akan dilihat dari kiprah lu lus-annya. Seberapa banyak lu lusan Unesa yang bisa ber kiprah di dunianya secara profesional.

Sementara itu, Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M. Pd, Direktur PPPG Universitas Negeri Surabaya mengatakan, saat ini, perkembangan mutu guru telah mengalami perbaikan karena tuntutan kebutuhan, tuntutan linieritas seorang

pendidik, tuntutan kualifikasi, dan tuntutan kompetensi. Ditambah berbagai fasilitas yang dengan mudah dapat dimanfaatkan guru sehingga tidak ada alasan baginya untuk tidak bisa meningkatkan mutunya secara individu dan tidak ada alasan kalau seorang guru tidak dapat mendapatkan materi pembelajaran, referensi pembelajaran dan sebagainya.

“Dengan berbagai tuntutan dan lengkapnya fasilitas, mutu guru harusnya semakin baik. Tapi memang harus kita akui, masih ada juga guru yang sulit diajak maju,” ujarnya.

Mengenai peran PPPG, Luthfiyah mengungkapkan bahwa agar menghasilkan mutu guru profesional, PPPG telah mengemas kurikulum yang lebih komprehensif dan bermutu. PPPG melaksanakan WSP (Workshop Subjek Pedagogik) selama 1 semester, dilanjutkan 1 semester praktik lapangan (pengajar di sekolah). Upaya tersebut, lanjut Luthfiyah, dilakukan untuk

DIR P3G: MUTU UNESAHARUS SENTUH DAERAH PELOSOK

Luthfiyah menegaskan, Unesa sebagai salah satu LPTK harus mempunyai program unggulan yang berpihak kepada sekolah-sekolah di wilayah pelosok.

Page 10: Majalah unesa 78

10 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

LAPORAN UTAMA

menciptakan mutu guru yang profesional khususnya guru yang dalam jabatan. Kurikulum tersebut juga mampu melayani guru­guru yang tidak linier atau tidak cocok dengan latar belakang pendidikan dan sertifikasinya, guru yang tidak cocok antara latar belakang dengan apa yang diajarkan guru.

PPPG Unesa sebentar lagi akan mengadakan PPGJ (Program Profesi Guru dalam Jabatan), dimana mulai tahun 2015 untuk mendapatkan sertifikasi guru, para guru tidak lagi menggunakan sistem PLPG tetapi melalui pendidikan guru dalam jabatan (PPGJ). Meski sempat menyayangkan kurangnya waktu bagi guru­guru dalam jabatan saat menempuh PPGJ, namun tetap diupayakan secara optimal. “Kita bayangkan saja, PPG prajabatan dengan 36 SKS dilaksanakan dalam 2 semester. Sebaliknya, PPGJ dengan bobot yang sama dengan 36 SKS dilaksanakan selama 16 hari dan 2 bulan untuk PPL. Kalau itu sudah

menjadi kesepakatan nasional tugas PPPG hanya melaksanakan tugas saja,” tambahnya.

Sejak 2011, PPPG melayani peningkatan guru melalui KKT. PPPG bekerja sama dengan beberapa Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk meningkatkan kompetensi guru agar bisa memiliki kewenangan tambahan mengajar mata pelajaran yang telah mereka miliki. Program lain, PPPG beberapa kali digandeng oleh kepala sekolah, ketua yayasan pendidikan untuk meningkatkan mutu guru maupun pendidikan di instansi tersebut.

Saat ini, PPPG masih fokus menyelenggarakan SM3T dan PPG itu sendiri, program­program kerjasama untuk meningkatkan atau mengatasi kekurangan guru dari segi mutu maupun jumlahnya di daerah­daerah yang ada di Jawa Timur. Dua tahun terakhir ini, PPPG bekerja sama dengan Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Surabaya untuk mengatasi kekurangan guru

yang ada di pelosok Jawa Timur. “Kami sudah pernah berbicara dengan PR 1 dan PR 4 untuk memiliki komitmen untuk mengatasi kekurangan guru,” terangnya.

Luthfiyah menegaskan, Universitas Negeri Surabaya sebagai salah satu LPTK harus mempunyai program unggulan yang berpihak kepada sekolah­sekolah di wilayah pelosok Jawa Timur. Unesa dapat memanfaatkan jejaring atau mitra untuk menyisihkan CSR mereka untuk program percepatan pembangunan pendidikan di daerah­daerah terpencil Jawa Timur. “Itulah yang sedang kami rancang dan alhamdulillah hal tersebut disambut baik oleh atasan, selain kita mengurusi program SM3T, PPG, PPGJ (PPG dalam Jabatan), program percepatan pembangunan pendidikan di daerah terpencil di Jawa Timur (Jatim Mengajar) meskipun saat ini Unesa telah bekerjasama dengan YDSF Surabaya, namun diharapkan

Unesa mengandeng dengan mitra yang lain sehingga daerah terpencil yang disentuh lebih banyak,” ungkapnya.

Sedangkan program­program lain, PPPG masih membenahi gedung, membenahi asrama, meningkatkan kompetensi dosen dan komitmen dosen di PPG, peningkatan kehidupan di asrama, pengembangan literasi, kami ingin PPG Unesa menjadi pengerak literasi Indonesia. Luthfitah menegaskan bahwa guru yang profesional adalah guru yang bisa mengajar, sedangkan guru yang hebat adalah guru yang mampu menginspirasi.

“Kami berharap guru­guru yang dihasilkan dan calon guru yang dihasilkan dari PPG, memiliki keterpanggilan sebagai guru, tidak menjadikan guru sebagai alternatif profesi dan benar­benar terpanggil menjadi seorang guru atas inisiatif pribadi,” pungkasnya. (RUDI UMAR)

Peresmian PAUD Amanah di Kabupaten Sumba Timur melalui Program SM-3T Unesa dan Depdikbud Pusat (atas) dan peserta Jatim Mengajar bersama siswanya di Lamongan (bawah).

Page 11: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 11

LAPORAN UTAMA

Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt, Pembantu Rektor IV me­nyampaikan pentingnya me­ning katkan mutu kerja sama

in ternasional. Untuk meningkatkan mu tu kerja sama tersebut, alumnus Na goya University memandang perlu ada lembaga atau unit khusus yang menangani hal itu. Meski saat ini Unesa te lah memiliki Kantor Urusan Internasional (KUI) yang menangani masalah kerja sa­ma, namun masih perlu ditingkatkan. Pa salnya, lanjut Djodjok, ada beberapa hal yang harus lebih dipahami oleh pihak KUI se laku petugas yang berwenang. Misalnya karakter orang luar negeri yang berbeda dari setiap negara. “KUI merupakan garda terdepan untuk kerja sama dengan luar negeri,” ungkapnya.

Sebagai pembantu rektor yang membidangi kerja sama, Djodjok pun sudah mendata mitra kerja sama yang sudah, sedang, dan akan dilakukan antara Unesa dengan universitas luar negeri. Di antaranya dengan Victoria University of Wellington, New Zealand Sports Institute, Curtin University of Technology, Flinders University, Groningen University, Uthrecht University, Utah State University, Northern Illinois University, Ohio State University, Prince of Songkla University, Burapha University, University of Sultan Idris, Central China Normal University, Tianjin University of Foreign Studies, Hubei University, Beijing Sports University, Aichi University of Education, Nagoya

University, Khon Kaen University, Osaka Sangyo University, The University of Auckland, dan Azad University.

Berdasarkan pantauan Djodjok, dari sekian kerja sama internasional yang telah dilakukan, memang ada yang sangat membantu mengembangkan sistem akademik di Unesa. Salah satu contohnya, kerja sama antara Unesa dengan Nagoya University. Kerja sama dengan salah satu perguruan tinggi Jepang itu memiliki dampak yang signifikan karena setiap tahun Unesa selalu memberangkatkan dosen­dosen ke sana. Begitu juga sebaliknya. Selain dosen, ada pula mahasiswa yang belajar di universitas tersebut melalui program short course.

Dari sejumlah kerja sama tersebut, Djodjok mengatakan bahwa hingga saat ini, kerja sama Unesa yang paling menonjol dengan luar negeri adalah kerja sama dengan Jepang. Oleh karena itu, diperlukan langkah­langkah kongkret untuk meningkatkan mutu kerja sama yang dilakukan. Salah satunya, meningkatkan koordinasi di internal kampus.

Untuk itu, dalam OTK baru yang diajukan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pihak Unesa mengusulkan agar Pembantu Dekan III berada di bawah Pembantu Rektor IV. Artinya, Pembantu Dekan III tidak lagi mengurusi kemahasiswaan melainkan berubah posisi mengurusi kerja sama. Sementara kemahasiswaan dirangkap dalam

Pembantu Dekan I. Dengan begitu, Pembantu Dekan I memiliki dua tugas sekaligus, membidani kemahasiswaan dan juga akademik. Dengan kata lain, Pembantu Dekan I berada di bawah naungan Pembantu Rektor I sekaligus Pembatu Rektor III.

Melalui langkah ini, Pembantu Rektor IV akan selalu melakukan koordinasi dengan Pembantu Dekan III mengenai potensi yang dimiliki setiap fakultas untuk ditawarkan dalam kerja sama dengan luar negeri. “Nanti kita bicarakan hal apa saja yang bisa dikerjasamakan,” tegasnya.

Selain itu, Djodjok juga menjelaskan bahwa ada kerja sama lain yang perlu dikembangkan. Yakni, kerja sama di bidang tenaga kerja. Unesa perlu membangun wadah yang disebut basement job centre. Wadah ini akan menjadi pintu bagi para alumni Unesa yang ingin magang atau bekerja ke Jepang. Wadah atau unit baru itu akan bekerja sama dengan lembaga sertifikasi.

Kerja sama ini dinilai memiliki manfaat yang cukup besar, tidak hanya bagi mahasiswa tetapi juga bagi Unesa. “Kalau kita punya lembaga pengiriman itu, benefit bagi Unesa sangat besar untuk meningkatkan NDP,” ujarnya optimis. (SYAIFUL)

PR IV: TINGKATKAN MUTUKERJA SAMA INTERNASIONAL

Djodjok juga menjelaskan bahwa ada kerja sama lain yang perlu dikembangkan. Yakni, kerja sama di bidang tenaga kerja. Unesa perlu membangun wadah yang disebut basement job centre.

Page 12: Majalah unesa 78

12 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

LAPORAN UTAMA

Peran dan fungsi Penjaminan Mutu Unesa menurut Prof. Dr. Eko Hariadi,

M.Pd adalah menjamin bahwa mutu yang diterapkan tetap terjaga. Apakah proses pendidikan di perguruan tinggi sudah sesuai dengan standar nasional perguruan

tinggi salah satunya dengan memiliki penjaminan mutu.

Penjaminan Mutu Unesa telah ada sebelum Permen tentang Sistem Penjaminan Mutu dikeluarkan, yakni suatu Perguruan Tinggi harus memiliki Lembaga Penjaminan Mutu. Unesa memiliki tingkatan penjaminan mutu. Di Universitas Penjaminan

mutu bernama Pusat Penjaminan Mutu (PPM), Gugus Penjaminan Mutu untuk setiap fakultas dan Unit Penjaminan Mutu (UPM). Penjaminan mutu juga berperan dalam mengaudit dosen­dosen di Unesa. “Jika dosen tidak diaudit, maka tidak bagus, karena tidak ada pengawasan dan kontroling,” ujar Pembantu Dekan I FT ini.

Dijelaskan Eko Hariadi, penjaminan mutu di Fakultas Teknik (FT) baik gugus maupun unit sudah memaksimalkan kinerja dengan mendapatkan sertifikasi ISO. ISO akan selaras dengan manajemen penjaminan mutu. Selain itu, karena FT dididik atau berorientasi menjadi guru SMK, maka memiliki sertifikasi ISO sudah menjadi keharusan. ISO juga berhubungan dengan akreditasi prodi

semua jurusan di FT. Akreditasi akan berhubungan dengan mutu lulusan Unesa, dimana akreditasi “A” akan memudahkan lulusan mencari pekerjaan ataupun melanjutkan studi ke jenjang lebih lanjut. Gugus dan unit penjaminan mutu FT akan melakukan reakreditasi jika memang masih terdapat akreditasi C dan akan meningkatkan akreditasi B menjadi A.

Untuk meningkatkan mutu Unesa, Prof. Eko, memaparkan 3 ciri yang ia ambil dari ahli Unesco. Ciri tersebut adalah pertama Concentration of talent. Artinya, dalam suatu institusi harus memiliki dosen yang cermelang dan mahasiswa yang cerdas. Di FT terdapat 160 dosen, dengan kualifikasi Strata 1 sebanyak 13 dosen, Strata 2 sebanyak 140 dosen dan Strata 3 sebanyak

PD I FT: KAMPUSBERMUTU ITU PUNYA T IGA C IR I

1

2

Page 13: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 13

LAPORAN UTAMA

27 dosen yang berasal dari berbagai macam perguruan tinggi. “Jika dosennya hanya dari Unesa saja malah tidak bagus” jelas dosen Teknik Informatika ini.

Saat ini, FT memiliki 4600 mahasiswa. Jumlah tersebut seimbang dengan jumlah dosen yang ada. Kebutuhan APK (Angka Partisipasi Kasar) siswa SMA sederajat untuk masuk ke perguruan tinggi tahun ini adalah 30 %. Tahun 2025 naik menjadi 40 % menurut Menteri Ristek dan Dikti sehingga jumlah mahasiswa FT bisa ditambah. Namun, jumlah mahasiswa harus proporsional karena jumlah yang terlalu banyak belum tentu meningkatkan mutu pendidikan bahkan bisa saja cenderung turun.

Ciri kedua, Abundant Resources, yakni ketersediaan dana yang cukup yang didapat dari berbagai sumber (mahasiswa, pemerintah, kerja sama, unit bisnis Unesa). Dana tersebut digunakan untuk pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ciri ketiga, Favorable Government, yakni pengelolaan yang baik sesuai dengan Peraturan Menteri No. 49 tahun 2014 tentang Sistem Penjaminan Mutu. Salah satu indikator mutu terjamin adalah dosen yang sejahtera. Dimana akan diadakan remunerasi kepada semua dosen dan tenaga kependidikan di Unesa. “Dengan memiliki ketiga ciri tersebut, Unesa akan menjadi institusi yang bermutu baik,” pungkasnya.

Kajur PKK: Mutu Dosen Perlu Ditingkatkan

Sementara itu, menurut Dra. Hj. Suhartiningsih, M.Pd, Ketua Jurusan PKK, fungsi dan peran penjaminan mutu Unesa adalah sebagai fasilitator penjaminan mutu di bawahnya, yakni Gugus Penjaminan Mutu (GPM) dan Unit Penjaminan Mutu (UPM). Ia mencontohkan jika jurusan PKK ingin mengirimkan borang akreditasi akan melalui Unit dan Gugus terlebih dahulu, baru diterima penjaminan mutu Unesa. Setelah itu pihaknya menyerahkan borang ke pusat (BAN­PT). Selain itu, penjaminan mutu Unesa bertugas mengoordinasikan GPM dan UPM untuk saling bekerja sama menjamin mutu institusi.

Suhartiningsih menilai, Penjaminan Mutu di Unesa sudah berjalan baik. Itu dibuktikan dengan secara bertahap fakultas­fakultas selingkungan Unesa telah mengikuti ISO (International Standart Operation). Fakultas Teknik menjadi leader atau yang memulai memiliki sertifikasi ISO, disusul dengan Kantor Pusat, BAAKPSI dan fakultas lain.

Dengan adanya ISO, standar mutu dapat terjamin dan jalan menuju akreditasi menjadi mudah karena isinya hampir sama dengan akreditasi. Akreditasi di Fakultas Teknik khususnya prodi di jurusan PKK sudah baik. Lulusannya pun juga baik. Itu terbukti dengan banyaknya mahasiswa yang sudah bekerja sebelum lulus kuliah. Ketika mahasiswa

PKK akan praktik industri (PI), banyak perusahaan yang mencari mahasiswa, bukannya mahasiswa yang mencari tempat praktik.

Namun, yang menjadi masalah terkadang mahasiswa mudah terlena dengan pekerjaan dan melupakan perkuliahan. Jika sudah mencapai ambang batas baru tergesa­gesa menyelesaikan. Meski begitu, dengan adanya standar mutu tersebut, sistem manajemen jurusan, administrasi, akademik, proses belajar mengajar, kualitas dosen mengajar mulai dari kesiapan hingga tahap penilaian. Dengan sistem tersebut harapan ke depan jurusan PKK akan membuat Fakultas sendiri. Tidak hanya mahasiswa, kualitas dosen juga dinilai dengan sistem pencapaian kinerja dosen. Jika terdapat dosen yang kinerjanya jelek akan ada sanksi, sedangkan dosen yang kinerjanya baik akan diberikan apresiasi.

Menurut Suhartiningsih untuk meningkatkan mutu salah satunya adalah meningkatkan mutu dosen. Dengan remunerasi harapannya kinerja dosen semakin berkualitas dan melahirkan mahasiswa yang cerdas. Ia juga berharap dan menghimbau kepada dosen­dosen Unesa untuk melanjutkan studi S3 agar lebih bermutu dan berkualitas. (ANDINI)

Suhartiningsih menilai, Penjaminan Mutu di Unesa sudah berjalan baik. Itu dibuktikan dengan secara bertahap fakultas-fakultas selingkungan Unesa telah mengikuti ISO .

1. Prof. Dr. Eko Hariadi, M.Pd Pembantu Dekan I FT mengatakan, penjaminan mutu di Fakultas Teknik (FT) baik gugus maupun unit sudah memaksimalkan kinerja dengan mendapatkan sertifikasi ISO.

2. Dra. Hj. Suhartiningsih, M.Pd, Ketua Jurusan PKK berpendapat bahwa untuk meningkatkan mutu salah satunya adalah meningkatkan mutu dosen. Dengan remunerasi harapannya kinerja dosen semakin berkualitas dan melahirkan mahasiswa yang cerdas.

Page 14: Majalah unesa 78

14 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

KATA MEREKA

Sebagai bagian dari sivitas akademika, mahasiswa menjadi subjek yang langsung bersentuhan dengan kualitas dan mutu Unesa. Sebab, jika lulus kelak, mahasiswa akan benar-benar

diuji kemampuan dan kualitasnya di dunia kerja. Nah, bagaimana pandangan para mahasiswa terkait peran dan fungsi Pusat

Penjaminan Mutu (PPM) Unesa? Berikut penuturan mereka.

M. Rizky Fajar, Ketua DPM FIKPPM Perlu Lakukan

Jaring Aspirasi

MUCHAMMAD Rizky Fajar, ketua DPM Pusat FIK Unesa berpendapat bahwa se-bagai lembaga yang berperan menjamin mutu pendidikan dan tenaga kependidi-kan sebuah universitas, PPM seharusnya melakukan lokakarya ataupun jaring aspirasi dengan seluruh elemen di Unesa agar muncul rekomendasi-rekomendasi yang diperlukan PJM untuk meningkat-kan kualitas. Selain itu, sosialisasi terkait peran dan fungsi PPM perlu dilakukan secara menyeluruh agar mahasiswa mengetahui PPM.

Mahasiswa Prodi Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi jurusan Ilmu Keolahragaan itu berharap PPM mampu menjamin kualitas Unesa secara keseluruhan, tidak hanya tenaga pendidik tapi juga maha-siswanya agar lulusan Unesa mampu bersaing dengan kampus-kampus lain. (LINA MEZALINA)

Aulia Rizky, Mahasiswa FIPAkreditasi Baik, Daya Saing Naik

BAGI Resta Aulia Rizky, Pusat Penja-minan Mutu (PPM) Unesa erat kaitannya dengan akreditasi. Kalau akreditasinya bagus tentu bisa memiliki daya saing un-tuk mencari kerja, serta mampu bersaing dengan perguruan tinggi lain.

Mahasiwa jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) itu menam-bahkan, dalam hal SKS dan dosen di Unesa, ia mengakui sudah cukup baik. Namun, yang perlu ditingkatkan adalah terkait sarana dan prasarana dan kurikulum.

Mahasiswa asal Sidoarjo itu berharap PPM lebih bisa mengawasi dan mem-bimbing setiap jurusan dan fakultas agar akreditasinya naik. Salah satu caranya dengan memberikan sosialisasi, bimbin-gan dan pengawasan tentang kurikulum setiap prodi agar meningkat lebih baik. (LINA MEZALINA)

Musrifatul Indriani, Mahasiswa FEAgar Lulusan Unesa

Diperhitungkan

MURIFATUL Indriani, mahasiswi Pen-didikan Ekonomi, FE mengatakan bahwa mutu Unesa, terutama yang bidang pen-didikan sudah cukup baik. Itu dibuktikan dengan banyaknya lembaga pendidikan yang menggunakan jasa lulusan Unesa. Bahkan, beberapa waktu lalu, ia sempat membaca di salah satu surat kabar yang menampilkan lowongan kerja sebagai guru yang dikhususkan untuk lulusan Unesa.

Meski demikian, mahasiswa semester empat itu mengakui bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk semakin meningkatkan mutu Unesa. di antaranya, pelayanan informasi yang masih belum maksimal, dan jaringan wifi yang tidak lancar. Musrifatul berharap semua elemen baik dosen, karyawan dan mahasiswa saling bekerja sama untuk meningkatkan mutu dan kualitas Unesa. (SYAIFUL)

Bicara tentang PPM

Page 15: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 15

KATA MEREKA

Mas’anatin Evi W, Mahasiswa FT

Akreditasi Meningkat, Lulusannya Pun Hebat

PERAN Penjaminan Mutu Unesa men-urut Mas’anatin Evi Widyaningtyas adalah meningkatkan mutu pendidikan di se-mua lini kampus. Dengan mutu tersebut, mahasiswa Unesa bisa bersaing di dunia kerja, terutama menghadapi MEA. Terkait akreditasi di Fakultas Teknik (FT), memang belum semua prodi terakreditasi A. Masih banyak prodi yang berakreditasi B, bahkan C. oleh karena itu, PPM ke depan perlu berupaya keras untuk meningkat-kan akreditasi tersebut.

Menurut Evi, harusnya akreditasi di se-mua prodi FT setara dengan kampus lain agar lulusan Unesa bermutu dan unggul. Selain itu, dalam perkuliahan seharusnya dosen lebih aktif memotivasi bukan-nya sering meninggalkan mahasiswa. Ia berharap ketua Penjaminan Mutu Unesa yang baru mampu memperbaiki iklim perkuliahan dan meningkatkan akreditasi semua prodi di Unesa. (ANDINIOKTAPUTRI)

Febrika Yogie H, Mahasiswa FE

Mutu Layanan seperti Layaknya Perusahaan

SETIAP lembaga tentu memiliki kele-bihan dan kekurangan. Demikian pula dengan Unesa. Menurut Febrika Yogie Hermanto, mahasiswa Pendidikan Admin-istrasi Perkantoran, Unesa masih memi-liki beberapa hal yang perlu dibenahi. Beberapa kekurangan tersebut antara lain, standar administratif yang tidak sama antarfakultas dan cara pelayanan karyawan terhadap mahasiswa.

Secara administratif, mutu Unesa masih belum memiliki standar yang sama di antara masing-masing fakultas. Con-tohnya, di Ormawa. Setiap kali mengurus proposal, surat menyurat izin, dan lain sebagainya, masing-masing fakultas pelaksanaannya tidak sama. Sementara dalam hal cara pelayanan karyawan ter-hadap mahasiswa, pelayanan karyawan sangat tidak elegan kepada mahasiswa.

“Pengurusan KTM, yudisium, legalisasi ijazah, masih sangat lama. Terkadang masih harus memberikan sejumlah uang kepada petugas untuk biaya administrasi dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi tersebut berharap, Unesa semestinya belajar kepada perusahaan-perusahaan besar dalam hal pelayanan. Perusahaan-perusahaan, besar senantiasa menempatkan kepuas-an pelanggan di atas segalanya. Sebab kepuasan pelanggan but akan menentu-kan banyaknya minat pelanggan lain.

“Dalam ilmu pemasaran, ketika pelanggan puas dengan pelayanan kita, maksimal dia akan membicarakan kepada 3-4 orang temannya, akan tetapi jika kita mengecewakan maka minimal dia akan membicarakan kepada 10 orang teman-nya,” jelas mahasiswa angkatan 2012 itu.. (SYAIFUL)

Miftachul Machmud, Mahasiswa FT

Akreditasi Meningkat, Lulusannya Pun Hebat

SEMENTARA itu, mahasiswa FT lain-nya, Miftachul Machmud mengatakan bahwa PPM harus lebih memerankan diri sebagai lembaga elevator sarana dan prasarana di kampus. PPM bisa melaku-kan lengkah seperti advokasi SM3T dan penelitian sebagai bentuk pengabdian kampus terhadap masyarakat. Bagi Mifta-chul, penelitian sangat diperlukan untuk menciptakan inovasi yang berguna bagi mahasiswa, kampus, dan masyarakat luas. Namun Penjaminan Mutu, setiap tahun harus mengevaluasi agar lebih berkem-bang, bahkan menciptkan program baru yang dapat meningkatkan mutu.

Mahasiswa Teknik Elektro ini juga me-nyoroti kontroling kurikulum di Unesa. Di dalam proses perkuliahan, masih banyak ditemukan jam karena dosen yang sering kali tidak hadir. Selain itu pemberian nilai yang tidak objektif seringkali membuat ma-hasiswa semakin malas belajar sehingga jika terdapat jam kosong mahasiswa cenderung acuh dan tidak memanfaatkan waktunya untuk belajar sesuatu yang baru.

Miftachul berharap, PPM yang baru bisa membenahi kinerja dosen yang belum optimal dengan memberi punishment sesuai dengan manajemen kampus dan menciptakan kultur akademik agar ter-cipta lulusan yang unggul. (ANDINIOKTAPUTRI)

Page 16: Majalah unesa 78

16 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

KOLOM REKTOR

K etika sesorang akan kuliah tentu memiliki alasan mengapa mereka memilih perguruan

tinggi tertentu. Di antara alasan tersebut antara lain adalah memilih perguruan tinggi atau program studi yang memiliki akreditasi ter-baik. Akreditasi merupa-kan cerminan dari mutu suatu perguruan tinggi. Dengan akreditasi yang baik, berarti perguruan tinggi tersebut telah memberikan jaminan bahwa penyeleng-garaan pendidikan yang dilakukan telah melampui standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yang meliputi standar isi, standar proses, kompe-tensi lulusan, standar ketenagaan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar evaluasi.

Perguruan tinggi yang banyak diminati dan menjadi rebutan masyarakat, karena lulusan per-guruan tinggi tersebut memiliki kompetensi yang bisa menjamin masa depannya. Jaminan terse-but berkait dengan kompetensi dosen, sarana prasarana, proses dan pengelolaan. Hal ini disebab-kan kompetensi lulusan tidak bisa dilepaskan dari kualitas para dosen. Kualitas dosen bisa dilihat dari tingkat pendidikan dan karya-karya yang dihasilkan seperti hasil pe-

nelitian yang dipatenkan, tulisan di jurnal-jurnal internasional, dan cara mengajar. Proses belajar meng-ajarnya juga dijamin baik dari segi frekuensi pertemuan, metode, me-dia, dan materi yang diajarkan juga selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

Selain kualitas dosen, sarana dan prasarana yang tersedia dan relevan dengan perkembangan teknologi, sehinggga bisa men-dukung proses belajar mengajar yang efektif, juga akan menjadi bagian yang memberi kontribusi terhadap jaminan lulusan.

Sebagai lembaga yang mem-produk jasa (sumber daya manusia), perguruan tinggi harus mempertang-gungjawabkan produknya (lulusan-nya). Perguruan tinggi tidak bisa lepas tanggung jawab terhadap kualitas sarjana, magister, maupun doktor yang dihasilkan. Masyarakat akan menilai kiprah para lulusan pergu-ruan tinggi, apakah mereka mampu

memberi manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara atau hanya sek-edar bermanfaat bagi dirinya sendiri. Bahkan yang dinilai oleh masyarakat, bukan hanya kemampuan intelektu-alnya, tetapi juga kompetensi sosial, dan moralnya. Kompetensi sosial dan moral juga merupakan bagian

dari tanggung jawab lembaga pendidikan, termasuk perguruan tinggi. Oleh karena itu, setiap perguruan tinggi memiliki lembaga penjaminan mutu, yang bertugas mengontrol mutu dari proses belajar mengajar dan kualitas lulusan.

Dalam konteks penjaminan mutu, Profesor Puruhito, Re-

ktor Universitas Airlangga periode 2001 -2006, pernah menyampaikan pernyataan bahwa di papan nama praktek para dokter seharusnya tertulis perguruan tinggi yang meluluskan dokter tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memberi jaminan kepada masyarakat bahwa perguruan tinggi tersebut mem-pertanggungjawabkan lulusannya. Dengan mencantumkan nama al-mamaternya, selain sebagai bentuk penjaminan mutu, juga memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengontrol dan mengadu kepada perguruan tinggi yang me-luluskan, ketika yang bersangkutan dianggap tidak kompeten.

BERMUTUMELALUI PENJAMINAN

MUTU

Sebagai lembaga yang memproduk jasa (sumber daya manusia), perguruan tinggi harus mempertanggungjawabkan

produknya (lulusannya). Perguruan tinggi tidak bisa lepas tanggung jawab terhadap kualitas sarjana, magister, maupun

doktor yang dihasilkan. Oleh Prof. Warsono

Page 17: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 17

KOLOM REKTOR

Berkaitan dengan jaminan mutu di perguruan tinggi pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerin-tah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Dalam Pasal 91 ditegaskan bahwa setiap satuan pendidikan baik formal maupun nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. Kemu-dian dalam Permen Dikbud Nomor 50 Tahun 2014 Pasal 2 (1) ditegaskan bahwa Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPMPT) yang bertu-juan menjamin pemenuhan standar perguruan tinggi secara sistemik dan berkelanjutan, sehingga tumbuh dan berkembang budaya mutu.

Dalam rangka memberikan penjaminan mutu terhadap para lulusannya, Unesa saat ini sedang memfokuskan kepada penyusunan kurikulum yang mengacu kepada Kerangka Kualifikasi Nasional Indo-nesia (KKNI), peningkatan kualitas proses belajar mengajar, kualitas dosen, dan peningkatan sarana prasarana. Semua program studi harus menyusun kurikulum sesuai dengan KKNI. Dengan mengacu ke-pada KKNI, maka setiap prodi harus memberikan gambaran yang jelas mengenai kompetensi yang dimiliki dan jenis pekerjaan yang bisa di-masuki oleh para lulusannnya sesuai dengan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, setiap mahassiswa yang kuliah di suatu program studi bisa mengetahui kompetensi yang akan dimiliki dan lapangan kerja yang bisa dimasuki setelah lulus.

Dalam kurikulum tersebut juga dicantumkan kompetensi dasar dari setiap mata kuliah. Setiap mata kuliah harus merumuskan kom-petensi dasar yang akan dicapai. Misal dalam mata kuliah metode penelitian, kompetensi dasar yang dimiliki oleh mahasiswa setelah lulus mata kuliah tersebut adalah mampu membuat proposal peneli-tian secara benar menurut kaidah ilmiah, dan mampu melakukan penelitian serta membuat laporan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Secara operasional, mahasiswa harus mampu menyusun

dan mempertanggungjawabkan hubungan logika (logicalsquence) antara latar belakang masalah, ru-musan masalah, teori yang dipakai, metode penelitian yang dipilih, dan analisis data yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Selain itu, mahasiswa juga harus mampu melakukan analisis secara kritis dengan menggunakan perangkat komputer untuk menyusun laporan. Dengan demikian mahasiswa yang lulus mata kuliah metode penelitian dijamin mampu membuat skripsi. Dengan kurikulum yang berbasis KKNI, setiap dosen harus bertang-gung jawab terhadap ketercapa-ian kompetensi dasar yang sudah ditetapkan. Dosen harus menjadi penjamin atas kompetensi dasar dari setiap mata kuliah yang diampu.

Agar kompetensi dasar yang telah ditetapkan para dosen bisa tercapai, para dosen juga harus menyusun rencana pembelajaran mendukung ketercapaian kompetensi dan mengembangkan bahan ajar. Dosen juga harus memilih metode dan strategi pembelajaran yang tepat, menyusun alat evaluasi dan indikator ketercapaian kompetensi tersebut. Dosen yang selama ini sering mem-beri pelatihan kepada para guru untuk menyusun perangkat pembelajaran, harus bisa mempraktikkan dalam mata kuliah yang diampu. Bahkan dosen juga harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan strategi dan memilih metode pembelajaran yang efektif dan mampu mening-katkan partisipaasi mahasiswa, serta membuat mahassiswa merasa senang dalam mengikuti perkuliahan. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan meny-enangkan (PAIKEM).

Di samping kurikulum, dosen, dan sarana prasarana, yang juga penting dalam penjaminan mutu pendidikan adalah para mahasiswa. Mahasiswa selain sebagai obyek sekaligus juga sebagai subyek pendidikan. Maha-siswa bukanlah barang atau benda mati yang tidak memiliki kesadaran diri. Sebagai subyek mahasiswa juga bisa ikut aktif dalam mencapai

tujuan dari proses yang sedang dilakukan. Dari prinsip PAIKEM, memang dosen harus inovatif dan kreatif dalam mengembangkan bahan ajar, memilih strategi dan metode, agar proses pembelajaran bisa efektif dan mampu menumbuh-kan partisipasi mahasiswa. Namun jika mahasiswa hanya pasif tidak mau mengembangkan rasa ingin ta-hunya dan secara kritis mengajukan pertanyaan-pertanyaan tantang apa yang ingin diketahui dan apa yang sedang dipikirkan, maka apapun usaha dosen akan menjadi sia-sia. Ibarat seseorang (dosen) yang mendorong tembok, sekuat apapun daya yang dikeluarkan tidak akan mampu menggerakkan tembok, karena tembok tidak mempunyai potensi untuk bergerak. Berbeda dengan ketika kita mendorong mo-bil yang beroda, maka pada saatnya usaha itu akan menggerakkan roda, karena roda yang bulat itu memiliki potensi untuk bergerak. Dan ketika roda itu telah bergerak, maka roda itu telah memiliki daya dari dalam dirinya untuk bergerak.

Oleh karena itu, mahasiswa juga ikut terlibat dalam penjaminan mutu dari proses pendidikan, sebab mahasiswa merupakan subyek yang memiliki potensi untuk “bergerak”. Potensi “gerak” tersebut ada pada diri mahasiswa yaitu motivasi. Oleh ka-rena itu, motivasi mahasiswa dalam kuliah akan sangat berpengaruh terhadap kualitas lulusan. Bayang-kan seandainya motivasi mahasiswa dalam kuliah hanya mencari pacar, maka tidak akan memberi jaminan terhadap kompetensi lulusan. Begitu juga jika motivasi mahasiswa hanya mencari ijazah, makan juga akan memiliki gelar secara formal, tetapi tidak memiliki kompetensi untuk melakukan suatu pekerjaan. Oleh karena itu, saya perlu mengingatkan kepada para mahasiswa, bahwa pada saatnya nanti, anda akan ditan-ya what can you do?, bukan what do you have. Orang akan bertanya apa yang bisa kamu lakukan? Bukan lagi bertanya apa yang kamu miliki. n

Page 18: Majalah unesa 78

18 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

LENSA UNESA

P ada Minggu (1/3/2015) Unesa memeriahkan acara Cangkru-kan di JTV. Hadir dalam acara tersebut antara lain, Prof. Dr.

Warsono, M.S. (Rektor Unesa), Dr. Ketut Prasetyo, M.S. (Pembantu Rektor III), Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt. (Pembantu Rektor IV), Dr. Suyatno, M.Pd. (Kepala Humas), Drs. Martadi, M.Sn. (Ketua Dewan Pendidikan Surabaya), Drs. Darmudji (Kasubag Kesejahteraan Mahasiswa), dan sejumlah mahasiswa perwakilan yang be-rasal dari Indonesia Timur, serta sejumlah pegawai Humas Unesa.

Adapun yang menjadi host dalam kegiatan yang membahas tentang peran Unesa di Indonesia Timur tersebut adalah Taufik Monyong, yang notabene adalah seniman jebolan Jurusan Seni Rupa, FBS Unesa. (WAHYU/HUDA/TONI/SYAIFUL)

Rektor punCangkrukan

Page 19: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 19

LENSA UNESA

Pembekalan Wisudawan UNESA bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja,

Trasmigrasi, dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jatim dan Dinas Pendidikan Jatim menggelar “Pem-bekalan Calon Wisudawan Memasuki Dunia Kerja” di Auditorium lt. 3 Kantor Pusat Kampus Unesa, Kamis - Jumat (26-27/2/2015).

Hari pertama, calon wisudawan yang mendapat pembekalan adalah para wisudawan yang berasal dari kampus Ketintang. Hari berikutnya, pembekalan dikhususkan untuk wisudawan dari kampus Lidah Wetan. (RUDI/SYAIFUL)

Sekolah Alam P3G/SM-3T UNTUK lebih mendekatkan para siswa pada ling-

kungannya, pengurus PPPG SM-3T Unesa menggelar sekolah alam. Kegiatan yang dilaksanakan sejak Jumat (13/2/2015) hingga Minggu (15/2/2015) itu diikuti oleh tujuh sekolah mitra PPPG se-Surabaya, antara lain: SMAN 1, SMAN 6, SMAN 7, SMAN 10, SMAN 13, SMAN 18, dan SMAN 22, dengan total peserta 59 siswa. (ANNISA/SYAIFUL)

E

E

Page 20: Majalah unesa 78

20 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

BINCANG TOKOH

Mental tidak dapat direvolusi yang bisa direvolusi adalah pola pikir. Sesungguhnya esensi pendidikan adalah merevolusi mental, mengubah dan membentuk karakter positif pada diri

anak. Revolusi mental pendidikan yang didengungkan merupakan upaya penyiapan generasi emas 2030. Berikutwawancara reporter Humas Unesa dengan Drs. Martadi, M.Sn. dosen Unesa

yang belum lama ini mendapat amanah sebagai Ketua Dewan Pendidikan Surabaya.

REVOLUSI MENTALPENDIDIKAN

UPAYA PENYIAPAN GENERASI EMAS 2030

Drs. Martadi, M.Sn, Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya

Page 21: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 21

BINCANG TOKOH

Yang paling ber-peran dalam revolusi

mental pendidikan adalah guru, karena

guru adalah orang yang berada di ujung

tombak. Menurut saya kalau kita ingin merevolusi mental dalam dunia pen-

didikan, ya memu-lai revolusi mental

guru.

Drs. Martadi, M.Sn. dosen Unesa yang juga Ketua Dewan Pendidikan Surabaya bersama Mantan Menteri Pendidikan, Prof. Dr. Mo-hammad Nuh, DEA.

Bagaimana bapak melihat perkem­bangan pendidikan saat ini?

Melihat perkembangan atau melihat konteks pendidikan sekarang, hal yang paling mendasar merupakan persoalan mental. Karena kita mengalami krisis mental saat ini. Maka sesungguhnya pendidikan merupakan medium stra­tegis untuk mengawal perubahan pola pikir masyarakat, pola pikir anak­anak, pola pikir guru dan seluruh elemen yang berkecimpung di dalam pendi­dikan.

Bagaimana pandangan bapak ten­tang revolusi mental pendidikan?

Dalam terminologi revolusi mental kaitannya dengan konteks pendidikan, mungkin indentik dengan pendidikan karakter. Karena pendidikan karakter itu sama rohnya seperti revolusi mental dalam konteks pendidikan. Hanya saja, pendidikan karakter itu seolah kurang kokoh karena revolusi mental memiliki percepatan, ada proses yang diperce­pat dan sebagainya. Tetapi sebenarnya dalam pendidikan, revolusi mental itu sudah diterjemahkan melalui pendidik­an nilai atau pendidikan karakter.

Jadi, menurut bapak, apa yang perlu dibenahi dalam revolusi mental pen­didikan?

Yang perlu dibenahi dalam revolusi mental adalah cara pandang, pola pikir dan perilaku masyarakat agar meng­hasilkan perubahan yang cepat dalam merevolusi pendidikan, menurut saya, seluruh elemen harus bergerak ber­sama, tidak hanya bidang pendidikan saja. Kalau revolusi mentalnya hanya dalam konteks pendidikan, bisa jadi hasilnya tidak akan maksimal.

Setujukah bapak bahwa pendidikan merupakan ujung tombak revolusi mental?

Setuju. Memang yang menjadi ujung tombak dalam revolusi mental adalah pendidikan, karena pendidikan meru­pakan proses pembudayaan untuk membuat nilai­nilai baru dan nilai­nilai posistif pada anak. Tetapi pendidikan itu tidak bisa sendiri, karena faktanya anak itu selalu bersentuhan dengan di luar pendidikan seperti lingkungan ke­luarga, masyarakat dan bahkan media.

Bagaimana dengan peran dewan pendidikan terkait revolusi mental tersebut?

Sejak awal, dewan pendidikan Kota Surabaya menyadari bahwa pendidikan itu tidak bisa dilakukan hanya di se­kolah. Faktor keluarga dan lingkungan juga turut berpengaruh. Kasus­kasus yang terjadi, jika kita runut sebenarnya ada problem di keluarga atau ada problem di lingkungan. Menurut saya tidak bisa kalau hanya mengandalkan pendidikan sementara tidak ada proses edukasi di lingkungan maupun di keluarga. Karena itu, dewan pendidikan

Kota Surabaya berbagi tugas dengan dinas pendidikan. Kita konsen pada edukasi masyarakat melalui wadah komite sekolah, melalui forum orang tua, dan melalui masyarakat sekitar. Ke depan, kita ingin Surabaya menjadi by learning society (masyarakat pembela­jar).

Menurut bapak, siapa yang paling berperan dalam revolusi mental pendidikan?

Yang paling berperan dalam revolusi mental pendidikan adalah guru, karena guru adalah orang yang berada di ujung tombak. Menurut saya kalau kita ingin merevolusi mental dalam dunia pendidikan, ya memulai revolusi mental guru. Seorang guru harus pu­nya paradigm bahwa mereka bukan sekadar mentrasfer ilmu, tetapi mereka adalah mendidik anak dan menumbuh­kan nilai­nilai untuk karakter anak.

Apa Harapan bapak ketika revolusi mental pendidikan itu sudah diterap­kan?

Kita harus komitmen untuk men­gawal secara terus menerus. Karena mengubah mental itu tidak bisa 1 ta­hun atau 2 tahun. Kalau kita merevolusi mental anak­anak sekolah dasar kelas 1, sebenarnya kita menyiapkan anak tersebut pada tahun 2030. Jadi sesung­guhnya kalau kita merevolusi mental dan menanamkan nilai­nilai karakter pada anak maka kita akan menyiapkan generasi emas 2030 mendatang. (RUDI)

Page 22: Majalah unesa 78

22 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

BINCANG TOKOH

Menurut bapak apa yang perlu direvo­lusi mental dalam pendidikan?

Dalam konteks pendidikan, yang perlu direvolusi adalah mental yang berorien­tasi pada formalitas menuju mental yang berorientasi pada kualitas. Sekarang ini, tidak hanya siswa tetapi juga guru yang memiliki mental formalitas. Banyak orang memilih perguruan tinggi yang mudah hanya untuk memenuhi syarat. Termasuk mahasiswa, juga mencari formalitas un­tuk mencari IPK dan ijazah. Siswa SD, SMP dan SMA juga tidak luput dari mental formalitas. Banyak siswa yang berbuat curang untuk mendapatkan nilai Ujian Nasional yang tinggi.

Selain SDM, adakah yang perlu di­revolusi, semisal kurikulum?

Selain SDM, menurut saya tidak ada hal mendasar yang perlu direvolusi. Kurikulum hanya sebagai sarana atau penunjang. Artinya kurikulum me­mang harus ditinjau secara periodik menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sarana dan prasarana yang ada. Kurikulum memang perlu diubah, tapi tidak perlu direvolusi. Sebaik apapun kurikulum, kalau mental gurunya ada­lah mental formalitas, keadaannya akan tetap saja. Bahkan sering terdengar bahwa banyak kebijakan pendidikan

yang berhenti di pintu kelas. Mak­sudnya cara mengajar guru tetap saja. Jika sudah seperti ini untuk menujuke mental kualitas pun sulit.

Bagaimana dengan Unesa, sudahkah berperan melakukan upaya revolusi mental pendidikan?

Unesa sudah mulai memperbaiki diri dengan jargonnya‘Growing with character’, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas Unesa sebagai perguruan tinggi penghasil guru. Tidak dapat dipungkiri, ada mata rantai yang tidak bisa terpisah untuk memperbaiki pendidikan. Yang pertama harus diper­baiki adalah guru. Untuk memperbaiki guru, perguruan tinggi harus meng­hasilkan lulusan yang kompeten. Agar menghasilkan lulusan yang kompeten, kualitas dosen tentu perlu ditingkatkan.

Sejauh ini, apakah kebijakan Unesa sudah mengarah pada peningkatan iklim akademik?

Kebijakan Unesa yang mengarah pada peningkatan iklim akademik sudah dilakukan. Hal itu dibuktikan dengan mulai adanya peningkatan kualitas dan kuantitas buku­buku di perpustakaan serta adanya wifi di berbagai sudut kampus. Sayangnya, fasilitas yang disediakan itu kurang

begitu dimaksimalkan pemanfaatannya oleh mahasiswa ke arah iklim akademik. Rata­rata mahasiswa memanfaatkannya hanya untuk mengupdate sosial media dan hal­hal lain yang tidak berhubun­gan dengan perkuliahan. Padahal, iklim akademik akan sejalan dengan peruba­han mental dosen dan mahasiswa.

Apa yang perlu dilakukan agar ter­cipta mental yang berkualitas dalam pendidikan?

Agar tercipta mental berkualitas, hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat kebijakan­kebijakan yang dapat mendukung mental berkualitas. Perlu penggunaan model kebijakan yang ketat dan disiplin yang akan mem­buat orang terikat. Awalnya mungkin sebatas formalitas, tapi lama­lama akan menuju kualitas.

Kedua, para pemimpin harus menjadi contoh. Ketika seorang pemimpin telah memiliki mental kualitas, dosen dan mahasiswa akan berurutan mengikuti. Ketiga, manajemen yang demokratis. Dalam pendidikan, digunakan manaje­men berbasis research. Hal ini dimaksud­kan agar kebijakan­kebijakan yang dibuat tidak berubah­ubah seiring bergantinya pimpinan. Atau secara implisit adalah manajemen yang terbuka sehingga, dosen dan mahasiswa dapat saling men­gontrol dan bekerja sama. (LINAMEZALINA)

DARI MENTALFORMALITAS

MENUJU MENTAL KUALITAS

Prof. Dr. Rusijono, M.Pd, Rektor UT

Mental formalitas tidak saja merambah para siswa, guru dan tenaga pendidik kerap bermental formalitas untuk kepentingan sesaat. Karena itu perlu perubahan mendasar dari mental formalitas menuju mental kualitas. Berikut penjelasan Prof. Dr. Rusijono, M.Pd, Rektor Universitas Terbuka (UT) dalam sebuah wawancara dengan reporter Majalah Unesa.

Page 23: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 23

BINCANG TOKOH

Prof. Dr. Rusijono, M.Pd, Rektor Univer-sitas Terbuka (UT) mengatakan, Unesa sudah mulai memperbaiki diri dengan jargonnya‘Growing with character’, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas Unesa sebagai perguruan tinggi penghasil guru.

Page 24: Majalah unesa 78

24 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

KABAR PRESTASI

RAIH PENGHARGAANDOSEN PENELIT I BERPRESTASI

Prof. Dr. H. Bambang Yulianto, M.Pd

Prof. Bambang Yulianto, M.Pd terpilih se-bagai salah satu dosen peneliti berprestasi pada ajang Dies Natalis ke-50 Unesa, Desember 2014.

Page 25: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 25

KABAR PRESTASI

Di jagat penelitian, Bambang telah

membuktikan diri dengan berbagai

hasil penelitian yang bermafaat. Salah satu penelitian-

nya adalah pengem-bangan buku ajar Bahasa Indonesia

untuk anak berkebu-tuhan khusus (ABK) tingkat SD, khususn-

ya untuk kelas IV.

Atensinya yang tinggi terhadap dunia penelitian, mengantarkan Prof. Bambang Yulianto, M.Pd terpilih sebagai salah satu dosen peneliti berprestasi pada ajang Dies Natalis ke-50 Unesa beberapa waktu silam. Guru besar Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang kini

dipercaya menjadi Dekan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) itu mengakui bahwa penelitian itu mengasyikkan, terutama ketika dalam proses penganalisisan data, karena bisa menemukan

keteraturan sehingga bisa melahirkan kaidah. Seperti apa sosok dan kiprahnya?

R amah dan murah senyum. Demikianlah penampilan khas dosen kelahiran Tuban, 5 Juli 1960 itu. Sejak kecil,

ia hidup dan dididik dalam keluarga dengan disiplin yang lumayan ketat dibandingkan dengan teman-teman sepermainannya. Kedisiplinan yang diterapkan orang tuanya berbuah hasil. Sejak SD, Bambang selalu menjadi juara kelas. Pelajaran favoritnya waktu itu adalah IPA dan Matematika.

Selepas SD dan SMP, Bambang melanjutkan pendidikan di SPG Negeri Magetan. Sejatinya, waktu itu Bambang agak terpaksa masuk ke sekolah penc-etak guru itu. Pasalnya, SPG kurang menjadi idaman bagi remaja seusia Bambang saat itu. SPG dipandang seba-gai sekolah yang kuno, tidak modern, dan kurang keren.

“Terus terang, saya waktu itu lebih memilih masuk SMA, namun dengan berbagai pertimbangan dari orang tua saya akhirnya menurut dan masuk ke SPG,” paparnya.

Bakat prestasi senantiasa melekat pada diri Bambang. Di SPG, dia menjadi pelajar teladan dan mendapatkan bea-siswa. Tak hanya moncer di jalur prestasi akademik, di SPG dia aktif mengikuti kegiatan Pramuka Saka Dirgantara, yang dibina langsung oleh Angkatan Udara Lanud Iswahyudi dan Pramuka Saka Bhayangkara, yang dibina oleh Satuan Kepolisian Polres Magetan.

Lulus dari SPG, tahun 1980, Bambang melanjutkan studi lanjut ke perguruan tinggi. Dia mengikuti tes masuk ke Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas

Keguruan Sastra dan Seni IKIP Sura-baya (sekarang Unesa) melalui tes Proyek Perintis IV. Lulusan SPG, saat itu memang memiliki pilihan sangat terbatas untuk memasuki pendidikan tinggi baik perguruan tinggi mau-pun jurusannya. Jurusan yang bisa dimasuki bagi lulusan SPG, saat itu hanyalah jurusan Bahasa Indonesia,

PKN, dan beberapa jurusan ilmu pendidikan.

“Karena terbatasnya pilihan, saya akh-irnya memilih Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan Alhamdulillah berhasil diterima,” terangnya.

Aktif BerorganisasiBerorganisasi menjadi bagian ter-

penting bagi Bambang selain prestasi akademik. Oleh karena itu, sejak di SPG hingga kuliah, dia senantiasa aktif dalam berbagai organisasi. Di kam-pus, dia ikut kegiatan kemahasiswaan seperti Menwa, Himapala, Pramuka, dan kegiatan-kegiatan lain. Di HMJ dia masuk seksi penalaran.

Setahun setelah lulus dari IKIP Surabaya tahun 1985/1986, Bambang diterima sebagai CPNS tenaga pengajar di almamaternya tahun 1987. Selan-jutnya, tahun 1988, dia mengikuti prajabatan menjadi PNS golongan III. sewaktu mengikuti prajabatan itu, Bam-bang berhasil mendapat penghargaan sebagai peserta peringkat pertama PNS golongan III.

Setelah tiga tahun mengajar (asisten) dosen sejak 1987, Bambang mel-anjutkan studi lanjut Program Studi Pendidikan Bahasa PPs di IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang) dengan beasiswa BPPS, dan berhasil lulus tahun 1993/1994. Selepas S2, Bambang kembali mengajar di jurusan. Dua tahun kemudian, tahun 1996, dia melanjutkan studi S3 di UM. Tahun 2001, Bambang berhasil lulus doktor dengan predikat cumlaude.

Kiprah Bambang di Jurusan semakin moncer. Februari tahun 2004, dia terpilih sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Ba-hasa dan Sastra Indonesia. Pada tahun yang sama, di bulan Oktober, dia diper-caya sebagai Asisten Direktur Bidang Akademik (Asdir I) PPs Unesa. Karena rangkap jabatan, Bambang lantas mele-pas jabatan sebagai Ketua Jurusan.

Page 26: Majalah unesa 78

26 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

BINCANG TOKOH

Tak berhenti di situ, pada bulan Juli 2008, Bambang kembali mendapat kepercayaan dan diangkat sebagai Ketua Lembaga Penelitian Unesa untuk masa jabatan 2008-2012. Karena itu, dia sempat merangkap jabatan yang kedua kali untuk asdir I yang belum berakhir dan Kalemlit yang sudah mulai bulan Juli 2008. “Sebenarnya, sejak April 2008 jabatan sebagai Kalemlit berakhir namun diperpanjang hingga Septem-ber 2012,” ungkapnya.

Sementara, jabatan fungsional sebagai guru besar diperoleh Bambang pada tahun 2008. Waktu itu, golongan kepangkatan yang dimiliki masih IVA. Jadi, waktu itu jenjangnya melom-pat agak lumayan. “Sekarang yang demikian itu agak sulit dilakukan oleh kawan-kawan dosen karena aturannya berbeda,” tambahnya.

Saat ini, Bambang kembali dipercaya memegang jabatan sebagai Dekan FBS Unesa periode 2015 - 2019. Bambang menjelaskan kiat hidupnya sehingga menjadi seperti sekarang. Menurutnya, semua prestasi dan anugerah tersebut, tentu harus didapat melalui bekerja dengan serius dan bertanggung jawab.

Meneliti Harus jadi PrioritasMeneliti dan menulis serta menye-

barkan gagasan menurut Bambang, harus menjadi prioiritas bagi dosen. Berpikir tentang ide-ide kreatif, lan-jutnya, akan membimbing kesuksesan di era yang penuh dengan persaingan ini.

Di jagat penelitian, Bambang telah membuktikan diri dengan berbagai hasil penelitian yang bermafaat. Salah satu penelitiannya adalah pengem-bangan buku ajar Bahasa Indonesia untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) tingkat SD, khususnya untuk kelas IV. Buku yang dikembangkan itu dirancang untuk kelas inklusi. “Selama ini belum ada buku khusus untuk ABK. Padahal, mereka (ABK) justru harus mendapatkan perhatian. Buku untuk mereka harus lebih sederhanadari struktur bahasa, namun substansinya sama dengan untuk anak normal,” jelasnya.

Di samping struktur bahasa, cara penyajian buku harus disesuaikan dengan karakteristik ABK. Buku yang dikembangkan Bambang, dalam operasionalnya memerlukan guru bayangan (shadow teacher), yakni guru khusus yang ikut mendampingi ABK yang masuk di kelas reguler. “Sebenarn-ya, penelitian serupa masih diperlukan. Yang kami kembangkan adalah buku untuk ABK slow learner dan autis. Jadi, masih banyak ruang penelitian untuk jenis ABK lain,” tambahnya.

Penelitian Bambang lainnya yang memiliki nilai unggul adalah peneli-tian untuk disertasinya yang berjudul “Perkembangan Fonologis Tuturan Bahasa Indonesia Anak: Tinjauan Ber-dasarkan Fonologi Generatif”. Penelitian yang menggunakan desain longitudinal language sampling itu memerlukan waktu pengambilan data selama 8 bulan lebih secara periodik mingguan. Hasil penelitian itu menggambarkan perkembangan tuturan anak mulai usia 1 tahun hingga 2,5 tahun. Bambang mencoba membuat kaidah linguistis yang menggambarkan bagaimana otak manusia (human mind) bekerja ketika memproduksi tuturan/ujaran.

Dijelaskan Bambang, ada tiga kaidah dasar yang ditemukan dalam peneli-tian tersebut. Tiga kaidah dasar yang

ditemukan itu masih berupa hipotesis yang memerlukan penelitian lebih lan-jut. Bambang memang berharap ada penelitian lanjutan atau penelitian lain yang membuktikan hipotesis tersebut untuk menjadi teori permanen. “Peneli-tian itu mengasyikkan, terutama ketika dalam proses penganalisisan data, kita bisa menemukan keteraturan sehingga bisa melahirkan kaidah,” pungkasnya. (RUDI UMAR)

BIODATA SINGKAT

Nama Lengkap : Bambang YuliantoTempat, Lahir Lahir : Tuban, 05 Juli 1960Pangkat/Golongan : Pembina Tk.I - IV/bJabatan Fungsional : Guru BesarRiwayat Pendidikan

STRATA SATU (S1) Perguruan Tinggi : IKIP Negeri SurabayaProgram Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

STRATA DUA (S2) Perguruan Tinggi : IKIP Negeri MalangProgram Studi : Kebahasaan

STRATA TIGA (S3) Perguruan Tinggi : IKIP Negeri MalangProgram Studi : Ilmu Pendidikan Bahasa

Page 27: Majalah unesa 78

SEPUTAR UNESA

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 27

P endidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Ilmu Pendidi-

kan Unesa kini memasuki umur “Perak”. Tepat pada 12 Februari, program studi tersebut berumur 25 tahun. Pencapaian ini menunjuk-kan eksistensi dan karya

yang semakin membaik dari tahun ketahun. Kawah candradimuka para pendidik guru sekolah dasar ini san-gat berperan penting dalam menciptakan generasi emas penerus bangsa. 

Untuk itu, bertempat di Gedung PGSD FIP Un-esa, upacara pembukaan

acara dies natalis PGSD-25 diselenggarakan. Yang hadir dalam upacara tersebut adalah seluruh dosen, staf, karyawan, dan mahasiswa seluruh angkatan, dengan bangga menyanyikan mars PGSD. Supriyono, Ketua Jurusan PGSD menyatakan bangga atas terselang-garanya perayaan ini. “Saya berarap PGSD semakin berkarakter, menunjukkan eksistensinya, dan semakin mampu menghasilkan lulu-san terbaik,” paparnya. 

Prosesi yang sakral dan berkesan dalam upacara ini adalah ketika empat orang cucuk lampah memasuki lapangan dengan sebuah gunungan besar, yang melambangkan rasa syukur atas 25 tahun usia perak PGSD. Upacara pagi itu ditutup dengan perebu-tan isi tumpeng berupa

buah-buahan oleh seluruh mahasiswa. Acara berlang-sung meriah.

Tema acara kali ini adalah “Hari Ulang Tahun Perak Menuju Peruba-han”. Guna mewujudkan tujuan berdasarkan tema tersebut panitia men-gadakan serangkaian acara, antara lain: turna-men futsal putra dan putri seangkatan PGSD, karaoke Jowo, karaoke Pop, lomba mendongeng, hias tumpeng, seminar nasional, dan pagelaran KWU angkatan PGSD. “Kita sebagai panitia sela-lu berusaha memberikan yang terbaik bagi PGSD, penyelenggaraan acara ini guna mewadahi bakat dan minat mahasiswa PGSD,” tegas Pipit Hery, ketua pelaksana dies natalis PGSD-25. (JATI/SR).

25 Tahun

KIPRAH PGSD

M elalui tiga babak, akhirnya salah satu tim dari SMA 2 Jombang menjuarai olimpiade PPKn 2015 yang

diadakan oleh prodi PPKn Fakultas Ilmu Sosial Unesa, Sabtu (21/2/2015). Mereka berhasil menjadi juara 1 setelah menying-kirkan 208 peserta dan berhasil menang setelah di babak final mengalahkan tema dari SMA 1 Gedangan dan SMK 1 Bojon-egoro. Peserta yang datang berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur, antara lain Sidoarjo, Mojokerto, Tuban, Gresik, Jombang, Bojonegoro, dan Jember. 

Olimpiade tersebut dilakukan secara bertim. Tiap tim terdiri dari dua orang. Pada babak penyisihan, terdapat 209 tim yang mengikuti tes tulis. Kemudian dikerucutkan menjadi 10 tim yang berhak

masuk ke babak semifinal. Dalam babak semifinal ini, soal dan jawaban melalui lisan. Empat orang juri yang terdiri dari Dr. Hj. Roro Nunik Setiowati M.Si., I Made Swanda S.Pd., M.Pd., Dr. Hananto Widodo S.H., dan Dr. Hermanto M.Pd. mengajukan pertanyaan kepada peserta. Akhirnya, satu tim yang terdiri dari Mukti Tama dan Endang ditetapkan sebagai pemenang.

Adapun tema yang diangkat dalam olimpiade tersebut adalah “Wujudkan Revolusi Mental dalam Pendidikan Anak Bangsa Melalui PPKn”. Menurut ketua pelaksana, Desy Yuwafi selaku, kegiatan ini sudah berlangsung 2 kali. “Kesuksesan acara tahun lalu dan antusiasme, baik dari peserta maupun guru pembimbing mapel PPKn lah yang menjadikan acara ini bisa terselenggara

kembali,” tegasnya. Dia juga menam-bahkan, tahun lalu hanya terdiri dari 100 tim dan tahun ini naik menjadi dua kali lipat, 209 tim.

Pada olimpiade ini peserta akan mem-perebutkan total hadiah senilai lebih dari 4,5 juta. Juara 1 akan mendapatkan uang sebesar 2 juta, juara 2 akan mendapatkan 1,5 juta, dan juara 3 akan mendapatkan 1 juta. “Selain peserta yang juara men-dapatkan hadiah, diharapkan olimpiade ini bisa menjadikan siswa untuk lebih mencintai PPKn dan tidak meremehkann-nya,” tambah Desy yang juga mahasiswa angkatan 2013. 

Selain itu, kegiatan ini juga diisi dengan talk show yang bekerja sama dengan Ikatan Alumni PPKn. Pembiac-ara dalam talk show tersebut terdiri dari politisi dan pakar pendidikan. Berbeda dengan tema yang diusung dalam olim-piade, talk show mengusung tema “Ada Apa dengan Kurikulum 2013?” dengan arah pembahasan tentang problem dan jalan keluar alternatif Kurikulum 2013. (SURYO/SANDI/SR)

Unesa Gelar Olimpiade PPKnTINGKAT JAWA TIMUR

Page 28: Majalah unesa 78

28 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

INSPIRASI ALUMNI

Drs. Edy Kuntjoro, M.Pd saat berkesempatan menikmati liburan di Eropa berkat profesinya sebagai guru.

Page 29: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 29

INSPIRASI ALUMNI

A lumnus IKIP Surabaya tahun 1986 ini pada awalnya tak ber keinginan menjadi guru. Ia lebih senang menjadi il­

mu wan. Karena itu, sewaktu lulus SMP, le laki kelahiran Surabaya, 11 Juli 1964, ini bermaksud melanjutkan ke SMA yang dinilai lebih memberi peluang un tuk mengembangkan wawasan dan ke il mu an umum. Namun, karena kondisi eko nomi keluarga yang pas­pasan, sang orang tua menyarankan agar Edy lebih baik melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pen­di dikan Guru Negeri (SPG) 1 Surabaya.

Karena ada rasa terpaksa ketika ma suk ke SPG itulah, pada semester­semester awal prestasi Edy tak begitu mem bang ga­kan. Padahal, sejak SD, Edy dikenal paling ce pat menyelesaikan studi. Waktu SD, ia menyelesaikan studinya hanya dalam wak tu lima tahun, sedangkan waktu di SMP, ia bisa menyelesaikan dua setengah ta hun.

Beruntung, semangat belajar Edy kem bali membuncah setelah mendapat suntikan motivasi dari Ali Basuki, salah satu pencinta klub sepak bola Niac Mitra. Waktu itu, ketika memasuki semester 3, Edy mendengar kalimat motivasi dari Ali Basuki yang berbunyi,”Pemain yang baik itu tidak melihat di lapangan mana dia bermain. Pemain terbaik dan profesional itu dapat bermain optimal di lapangan mana saja.”

Ungkapan tersebut mampu menyulut semangat belajar Edy. Ia pun mengenjot dirinya untuk belajar dengan baik. Akhirnya, dengan upaya yang keras, Edy berhasil mendapat beasiswa Supersemar dan menjadi lulusan terbaik di SPG Negeri 1 Surabaya.

Setelah lulus SPG, Edy memilih me­lan jutkan ke IKIP Surabaya. Ia memilih program studi S­1 Pendidikan Sejarah. Waktu masuk kuliah, ia mengaku kalah bersaing dengan siswa­siswa yang ber­la tar belakang SMA sehingga berada di urutan kedua buncit. Namun, melalui kerja ke rasnya, ia dapat mengejar kekalahannya dan dapat menyelesaikan S­1 hanya da­lam waktu 3,5 tahun dengan IPK 2,75, ter­baik se­fakultas.

Meski lulus pada tahun 1986, Edy tidak lang sung melanjutkan pendidikan ke S­2. Ia memilih bekerja terlebih dahulu. Baru sekitar tahun 2008, Edy melanjutkan pen didikan S­2 Jurusan Manajemen Pen­didikan Unesa dengan biaya dari tem pat­nya berkarier, yakni Yayasan Pendidikan Islam AlHikmah Surabaya.

Proses KarierBerbagai kesuksesan yang dicapai

Edy bukan tanpa hambatan. Sejak SMP, ia sudah harus bekerja untuk biaya pendidikannya. Berbagai pekerjaan dilakukan oleh ayah tiga anak itu. Ia

pernah bekerja sebagai kernet bemo, kuli bangunan, dan pemasang talang di ru­mah­rumah warga. Begitu pula sewaktu ku liah, ia juga nyambi bekerja sebagai pegawai freelance fotokopi, les privat,dan mengajar di bimbingan belajar.

Selain masalah ekonomi, lingkungan tem pat tinggal Edy kurang kondusif untuk men jadi orang baik. Sebab, ia hidup di lingkungan yang orang­orangnya senang berjudi. Beruntung, orang tuanya selalu mem beri pesan agartidak bertingkah aneh dan neko-neko. “Ingat, kamu orang nggak punya. Jangan aneh­aneh dan jangan neko-neko. Sudahlah, kamu jadi orang baik saja. Kalaupun tidak bisa, setidaknya kamu tidak melakukan hal­hal negatif.” Begitu nasihat yang selalu di lontarkan (alm.) Poernomo, ayah Edy. Un tuk membentengi diri, Edy lebih aktif ke masjid dan berkiprah di organisasi karang taruna.

Kesempatan menjadi guru diawali ke­tika ia menggantikan kakak angkatnya me ngajar di SMAN 11 Surabaya dan SMA Sa wunggaling. Berkat kesungguhannya da lam mengajar, meskipun kakak ang­katnya sudah kembali dari KKN, ia tetap diminta kepala sekolah SMA Sa­wunggaling mengajar di sana. Ke sung­guh an Edy menjadi guru begitu kuat.

Pada tahun 1980­an, Edy mengajar di empat sekolah sekaligus, yakni SMA

Edy Kuntjoro,

MultitalentaSosok Drs. Edy Kuntjoro, M.Pd. terbilang fenomenl. Selain menjadi kepala sekolah, berbagai aktivitas dan jabatan ia sandang. Di antaranya, dosen, trainer manajemen sekolah Kualita Pendidikan Indonesia (KPI), kepala bagian pengembangan, humas, dan kerja sama antarlembaga Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Al Hikmah (YLPIH),serta anggota Dewan Pendidikan Surabaya. Seperti apa sosok alumni IKIP Surabaya yang multitalenta itu?

Page 30: Majalah unesa 78

30 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

INSPIRASI ALUMNI

Negeri 11 Surabaya (1985—1986), SMA Sawunggaling (1985—1988), SMA YBPK (1985—1987), dan SMA YPPI­1 (1986—1997). Baru kemudian ia mengajar di SMA YPP­2 (1998—2000) dan masuk ke SMP Al­Hikmah Surabaya.

Berkiprah di Al HikmahMemilih mengajar di Al Hik mah

merupakan bagian dari proses mengubah visi dan misi hidupnya. Di sana pula berbagai prestasi membanggakan mulai diraih Edy. Baru hitungan bulan, ia sudah mendapat amanah sebagai wakil kepala sekolah. Bahkan, tak butuh waktu lama, ia naik jabatan menjadi kepala SMP Al Hikmah yang baru berdiri dengan jumlah siswa 65 orang. Mendapat amanah tersebut, Edy bersama timnya berupaya menghasilkan murid­murid yang berkualitas.

Saat menjadi kepala sekolah, beberapa ide baru ditawarkan Edy. Ia mengajukan beberapa program responsif yang bertujuan menghasilkan kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan ujian nasional (UN). Edy menginstruksikan kepada seluruh guru untuk mengumpulkan soal­soal UN selama 20 tahun terakhir. Dari soal­soal tersebut, guru diminta mempelajari dan menyusun soal yang mengacu pada soal UN 20 tahun terakhir tersebut. Edy menekankan agar semua siswa baik yang pintar maupun yang tidak pintar wajib bisa menyelesaikan soal­soal tersebut. “Sampeanngajar itu bukan ngajar apa yang sampean punya, tapi apa yang dibutuhkan siswa,” kata Edy kepada seluruh guru kala itu.

Edy juga tidak melupakan pentingnya menanamkan soft skill kepada siswa­siswanya. Untuk itu, ia meminta kepada seluruh guru yang mengajar di SMP Al Hikmah untuk mempunyai anak didik dengan jumlah 10 ­ 15 orang saja. Setiap minggu, guru tersebut diminta melakukan pertemuan dengan anak didiknya tersebut. Yang dibicarakan bukan hanya mata pelajaran, melainkan lebih menekankan pada rasa berbagi. Metode itu disebut metode mentoring. Dengan metode ini, guru dapat mendengar keluh­kesah siswa dan kemudian membantu mencarikan jalan keluarnya.

Edy mengungkapkan, guru­guru yang ada di Yayasan Al Hikmah memiliki tiga

peran sekaligus. Pertama, setiap guru adalah guru agama. Artinya, setiap guru harus memberikan contoh­contoh agama baik dalam kehidupan sehari­hari maupun dalam proses belajar mengajar. Kedua, setiap guru adalah BK. Artinya, setiap guru diwajibkan membimbing 10 ­ 15 siswa. Kalau ada permasalahan yang tidak mampu diselesaikan di tangan guru, baru dirujuk ke wali kelas. Kalau belum mampu juga, dirujuk lagi ke guru BK, kemudian ke bagian kemahasiswaan dan terakhir kepala sekolah. Peran yang ketiga adalah setiap guru harus profesional di bidang keilmuannya. Guru dituntut untuk benar­benar menguasai spesifikasi ilmunya.

“Untuk mengoptimalkan tiga peran tersebut, pola pembinaan kepada setiap guru harus dikembangkan,” ujar Edy.

Jenjang Karir BerlanjutSelesai menjalani masa jabatan

sebagai kepala SMP Al Hikmah, karir Edy terus berlanjut. Ia diamanahi sebagai kepala SMA Al Hikmah. Saat itulah Edy mendapat penghargaan sebagai kepala sekolah berprestasi. Ia mendapat juara I untuk kepala sekolah berprestasi se­Kota Surabaya. Kemudian ia menyabet gelar juara I guru berprestasi se­Jawa Timur. Terakhir Edy meraih juara ke­4 tingkat nasional guru berprestasi tahun 2011.

Prestasi gemilang itu tentu tidak lepas

dari terobosan yang dilakukan selama dirinya menjadi kepala sekolah. Waktu itu Edy menawarkan solusi bagi siswi­siswi yang mengalami haid (menstruasi). Separo siswa di Al Hikmah merupakan perempuan. Asumsinya, jika Dzuhur dan Ashar harus salat di sekolah. Namun, tidak semua siswi dapat salat penuh dalam satu bulan karena ada masa menstruasi. Oleh karena itu, guru diminta membuat kalender menstruasi siswi dan kemudian mengontrolnya.

Apabila siswi tersebut sudah tuntas menstruasi di sekolah, disiapkan berbagai peralatan mandi junub sehingga siswi yang baru tuntas menstruasi tersebut dapat mandi junub di sekolah dan kemudian ikut salat bersama. Hal inilah yang Edy tulis dan ceritakan hingga mengantarkannya ke Istana Presiden sebagai kepala sekolah berprestasi tingkat nasional. Menurut Edy, ide ini memang sederhana namun menyelesaikan permasalahan mendasar.

Masih banyak ide trobosan yang dilakukan Edy selama menjadi kepala sekolah. Di antaranya, kalau pada umumnya yang menjadi pembina upacara adalah guru, namun Edy meminta yang menjadi pembina upacara adalah siswa. Selain itu, Edy juga meminta siswa untuk menjadi khotib dan imam pada Salat Jumat, mengajak puasa Senin dan Kamis, mengadakan buka bersama tiap bulan sekaligus evaluasi perkembangan sekolah, mengadakan kotak amal di setiap kelas, dan lain­lain.

Selain menjadi kepala sekolah, beberapa jabatan yang juga dipegang oleh Edy adalah dosen DGSG/S­1+ Nurul Falah (2005—2008), trainer manajemen sekolah Kualita Pendidikan Indonesia (2003—sekarang), kepala Bagian Pengembangan, Humas, dan Kerja Sama Antarlembaga YLPIH (2014—sekarang), dan anggota Dewan Pendidikan Surabaya.

Edy meyakini, profesi guru berpeluang besar untuk melakukan amal jariyah. Profesi guru merupakan profesi kerasulan. Dalam profesi guru tidak ada kecemburuan. “Inti ajaran Rasul adalah meng­esa­kan Allah. Sementara guru melanjutkan ajaran rasul. Kalau semua rasul masuk surga, maka guru berpeluang besar masuk surga. Syaratnya harus ikhlas,” tegasnya. (SYAIFUL)

Edy Kuntjoro mewakili lembaga yang di pim­pin nya menerima penghargaan atas prestasi yang dicapai dalam bidang pendidikan.

Page 31: Majalah unesa 78

LAPORAN UTAMA

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 31

Setelah beristirahat semalam, kami harus melanjutkan perjalanan pada pagi hari. Di tengah sejuknya udara alam pedesaan yang begitu terasa, kami pun bersiap

meninggalkan Sukamade. Semangat pagi kami sempat menyusut mengetahui jalur yang melintasi desa terendam banjir luapa air sungai, sehingga perjalanan harus

menggunakan rakit untuk mencapai jalanan di seberang. Berikut bagian kedua tulisan Prof. Luthfiyah dari Monev Jatim Mengajar Banyuwangi.

Pagi sekitar pukul 05.00. Saya mene­ngok keluar dari jendela kamar tempat kami menginap. Udara bersih tercium dari balik jendela. Hamparan tanaman buah naga, pohon pur­ing, dan aneka bunga­bunga, serta

pohon­pohon tinggi yang menjadi latar belakangn­ya, semua de ngan warna aslinya. Sepertinya sayang kalau pagi yang indah ini dilewatkan begitu saja.

Saya dan Mas Ayik bersiap. Mengambil sepatu kets. Kami bermaksud jogging. Bu Lusi masih ber­malas­malasan di tempat tidur. Perutnya bermasalah sejak semalam, diare, tidak jelas apa penyebabnya. Mungkin rambutan, mungkin rawon, mungkin ayam pedas, mungkin karena tangannya yang kotor. Menunya dari kemarin sama persis dengan menu saya dan Mas Ayik, tapi alhamdulilah kami baik­baik saja. Sesuai amal dan perbuatannya kali. Hehe...

Eko Sumargo sudah menunggu di depan kamar. Anak muda itu begitu sopan, tidak banyak omong, tapi di balik ketenangannya itu, dia menyimpan keteguhan dan ketekunan yang mengagumkan bagi orang­orang di sekitarnya. Sejak dari Kandan­gan kemarin, saat berbincang dengan Pak Zam dan bertelepon dengan Pak Ismaini, belasan kali saya mendengar pujian dan kekaguman untuk Eko Sumargo. Ketekunan dan keteguhannya sangat menginspirasi. Dia membuat banyak hal biasa

menjadi luar biasa. Menghidupkan masjid, memban­gunkan perpustakaan dan kecintaan membaca pada anak­anak sekolah, mengenalkan IT, mengajarkan permainana­permainan termasuk permainan­permainan tradisional, mencontohkan kedisiplinan dan tanggung jawab, sekaligus mengembangkan kerelaan untuk berkorban.

Saat kami datang semalam, Eko sedang bersiap menuju masjid, bersarung, berbaju takwa, berkopi­ah, begitu bersih dan teduh wajahnya. Wajah bersih dan teduhnya itu spontan berhias senyum berseri saat melihat sosok saya dan Bu Lusi. Dia mendapat­kan kejutan yang sangat menggembirakan.

“Bu Luthfi...” Teriaknya, meski saya masih di dalam mobil, dan sedang ‘krengkel­krengkel’ mencari jalan keluar.

“Nggak nyangka Bu Luthfi datang ke sini...” Katanya.Dalam balutan hujan yang tak kunjung henti,

di rumah kepala sekolah, saya bertanya pada Eko Sumargo.

“Siapa yang sudah mengunjungimu di sini, Ko?”“Bapak dan Ibu saya, Bu....”“Oya?”Saya membayangkan, bapak dan ibu Eko pasti sudah

menangis di tengah perjalanan sebelum mencapai Su­kamade. Medan yang begitu berat pasti akan membuat beliau merasa trenyuh dan prihatin dengan tempat tugas anaknya yang ternyata begitu jauh dan terpencil.

TerhalangBanjir

Monev Banyuwangi (Bagian 2)

Page 32: Majalah unesa 78

32 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

JATIM MENGAJAR

“Terus bagaimana komentar bapak ibu kamu, Ko?”

“Ya.... kata bapak ibu, hidup itu per­juangan, Le....”

Saya tiba­tiba merasa sangat terharu. Saya menahan diri untuk tidak terbawa dalam keharuan karena merasakan perasaan sebagai orang tua. Seorang ibu yang sedang menghayati sebuah perjuangan anaknya untuk menggapai masa depan. Di sebuah tempat yang jauh dan terisolasi, di perkampungan kecil di tengah­tengah perkebunan yang sepi, tidak ada hiburan, tidak ada sinyal, listrik yang hanya menyala separo hari, dan segala kemudahan yang harus ditinggalkannya. Bergulat dengan anak­anak sekolah, mengajarinya membaca, menulis, dan mencintai kehidupan. Bergulat dengan orang­orang, men­gajari mereka bagaimana seharusnya mengemban amanah dan tanggung jawab dengan penuh ketekunan dan keikhlasan.

“Kalau boleh tahu, bapak ibu kerja di mana, Ko?” Lanjut saya.

“Ibu saya jualan sayur di pasar, Bu. Bapak saya ngarit.”

Saya semakin terharu. Saya semakin kagum dengan sosok muda itu. Dia benar­benar sedang berjuang. Tidak hanya untuk masa depan dia. Namun juga masa depan keluarganya. Dan juga masa depan anak­anak bangsa di negeri kecil bernama Sukamade ini.

Sungai MeluapHujan deras semalam, membuat

jalan­jalan dari penginapan menuju perkampungan basah di mana­mana. Di sepanjang jalan, anak­anak dan orang tua menyapa Eko. Eko membalasnya dengan senyum dan sapaan juga.

Uniknya, para orang tua di Sukamade ini menggunakan Bahasa Madura, na­mun anak­anak mereka menggunakan Bahasa Indonesia. Bukan Bahasa Osing, karena mereka tidak berasal dari Suku

Osing. Ada sejarah panjang mengapa para orang tua penduduk Sukamade ini berkomunikasi dengan Bahasa Madura.

SDN 2 Sarongan, ada di tengah perkam­pungan kecil itu. Bukan sekolah yang jelek. Bangunannya bagus, cukup bagus. Kemarin Pak Zam bercerita kalau tahun yang lalu, dia bersama pak Ismaini, kepala sekolah, berjuang untuk mendapatkan bantuan rehab sekolah. Bupati dan kepala dinas pendidikan Kabupaten Banyuwangi sempat meninjau sekolah, sampai akhirnya bantuan itu diwujudkan. Pembangunan sekolah SD saat ini sudah selesai. Ting­gal bangunan sekolah SMP yang masih belum direhab. Dua sekolah itu ada di satu kompleks, dan merupakan sekolah satu atap (satap).

“Pak Eko, mau ke mana?”Tiba­tiba seseorang menyapa.Dari sebuah rumah, seseorang

mendekat. Diikuti seorang lagi di belakang nya, ternyata Pak Zam.

“Ini Pak Mukhid, Bu, guru SD Sarongan

1

Page 33: Majalah unesa 78

Majalah Unesa | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | 33

JATIM MENGAJAR

juga”. Kata Eko mengenalkan Pak Mukhid pada kami.

Pak Mukhid adalah pemuda asli Sukamade. Nenek moyangnya berasal dari daerah ini. Dialah sarjana pertama­­dan sampai saat ini­­satu­satunya sarjana yang dimiliki Sukamade. Sama dengan Pak Zam, dia alumnus Ponpes Blok Agung Darussalam dan IKIP PGRI Jember.

Pak Mukhid dan Pak Zam mengajak kami menuju sungai, melewati jalan kecil di samping rumahnya.

“Sungainya meluap, Bu. Banjir,” kata Pak Mukhid, dengan logat Maduranya.

“Lha terus? Kita gimana pulang nanti, Pak?” Tanya saya.

“Ya, kita lihat nanti, Bu.”Benar. Sungai di depan kami airnya pe­

nuh, mengalir deras melewati tanggul. Suaranya begemuruh. Sejauh mata me­mandang, yang ada adalah air dan air. Di depan sana, beberapa orang mencoba menyeberangi sungai yang kemarin kami lewati dengan mobil, dalamnya sekarang sudah mencapai leher orang dewasa. Mobil dan truk sudah tidak mungkin lagi menerobosnya.

Sekitar tiga puluh menit kami berada di sungai. Menyaksikan anak­anak kecil bertelanjang yang ceria bermain air. Mereka begitu tidak peduli. Ada kegundahan yang melingkupi bapak ibu mereka. Hamparan tanaman kebun di sepanjang sungai itu tenggelam. Tumpu­kan hasil kebun yang kemarin baru dipanen hanyut terbawa air. Bahkan seekor sapi yang diikat di sebuah pohon dekat sungai mati karena tenggelam.

“Kalau sudah seperti ini, sebagian anak sekolah tidak mungkin masuk, Bu. Rumah mereka ada di seberang sungai sana. Mereka nggak mungkin menyeberang. Terlalu berbahaya. Truk saja berhenti, tidak berani meneruskan perjalanan. Menunggu sampai banjir agak surut. Mungkin nanti siang, mungkin besok, mungkin lusa, atau bisa juga seminggu dua minggu lagi.” Pak Zam menjelaskan.

Saya termangu­mangu, menyadari bahwa saya tidak sedang di Sumba Timur atau di Papua, namun masalah yang saya lihat hampir sama. Akses jalan yang sangat memprihatinkan, dan me­

nyebabkan terjadinya berbagai masalah, termasuk ancaman kelaparan. Tahun kemarin, akses jalan menuju Sukamade sempat terputus lebih dari dua minggu sementara persediaan makanan meni­pis. Tanaman kebun habis tersapu banjir dan anak­anak nyaris kelaparan.

Dari sungai, kami kembali ke pengina­pan. Eko memisahkan diri dan mohon izin untuk bersiap­siap ke sekolah. Ditemani Pak Zam, kami naik mobil masuk ke perkebunan karet, mencari sinyal. Persediaan sinyal ada di bibir su­ngai, jaraknya sekitar satu kilometer dari penginapan. Beberapa orang sudah ada di sana, dengan tujuan yang sama.

Di tempat itu, saya mengirim SMS pada Bu Yanti, sahabat saya di PPPG, juga pada Bu Suhartiningsih, Ketua Jurusan saya di PKK.

“Bu Harti dan Bu Yanti, saat ini saya dan Bu Lusi sedang ada di Sukamade, di tempat yang ada sinyalnya. Jalan yang kemarin kami lewati sekarang terendam banjir. Mobil yang kemarin kami tumpangi tidak bisa lagi menero­bos banjir. Kalau banjir agak surut, kami siang nanti pulang setelah dari sekolah, menumpang rakit dan naik sepeda motor. Semoga kondisi memungkinkan dan kami bisa kembali ke Surabaya dengan selamat. Mohon doanya.....” n

“Saya terma­ngu­mangu, menyadari bahwa saya tidak sedang

di Sumba Timur atau di Papua, namun masalah yang saya lihat hampir sama. Akses jalan yang sangat memprihatin­kan, dan menyebab­kan terjadinya berbagai masalah, termasuk ancaman kelaparan.

2

1. Tim Monev Jatim Mengajar dari Unesa menggunakan rakit bambu untuk menye-berangi sungai yang sedang meluap.

2. Penulis saat menunggu rakit guna menye-barangi sungai yang meluap seusai hujan deras.

Page 34: Majalah unesa 78

34 | Nomor: 78 Tahun XVI - Februari 2015 | Majalah Unesa

CATATAN LIDAH

PSEUDO-QUALITYAkreditasi sering hanya menampakkan penilaian yang bersifat kuantitatif-administratif. Karena itu, juga jangan heran jika ada

sejumlah perguruan tinggi terakreditasi dengan nilai A, tetapi mutu lulusannya di tengah masyarakat sungguh merisaukan.

Oleh Djuli Djati

Ada pertanyaan mendasar ketika mutu perguruan tinggi dipersoal-kan. Sesung-guhnya di mana mutu pergu-ruan tinggi secara nyata dapat dilihat? Sejumlah

teori menjawabnya dengan menunjuk pada peran nyata alumni di masyarakat,maka suatu perguruan tinggi dapat ditengok mutunya. Makin banyak alumni memiliki posisi kunci di dalam suatu bidang pekerjaan dan menentukan suatu perubahan signifikan, di situlah orang lantas membayangkan suatu mutu perguruan tinggi. Sebaliknya, makin sedikit keterlibatan alumni perguruan tinggi tert-entu dalam mengambil peran kunci suatu bidang pekerjaan tertentu, maka kinerja mutu perguruan tinggi asal alumni tersebut dipertanyakan.

Dengan kata lain, indikator penting mutu perguruan tinggi tidak lain dan tidak bukan adalah terletak pada alumni. Mengapa alumni? Dari alumni inilah profil mutu perguruan tinggi akan dilihat oleh masyarakat. Masyarakat pun sadar ketika mere-ka harus memilih perguruan tinggi untuk masa depan anak-anaknya, akal sehat mereka akan otomatis memilih pergu-ruan tinggi yang banyak alumninya berperan nyata di masyarakat. Katakanlah setelah lulus menempuh studi, alumni tersebut dengan mudahnya memperoleh posisi kunci di instansi tertentu. Itupun ditambah dengan berbagai tawaran menarik yang arahnya lebih menggambarkan tingkat kepercayaan instansi tersebut terhadap mutu alumni yang bersangkutan.

Maka jangan heran, jika banyak alumni dari suatu perguruan tinggi yang sudah terpercaya mutunya, dalam usia relatif mudapara alumni tersebut me-lesat menjadi kampiun di bidang tertentu. Alumni tersebut saban hari meeting dari kota ke kota, bah-kan meeting dari negara satu ke negara lain. Mereka bertemu dengan berbagai orang yang sama-sama memiliki keandalan menangani pekerjaan tertentu. Mereka pun tak jarang harus berhadapan dengan para kampiun dari berbagai bangsa, karena itu mereka juga dituntut cakap berkomunikasi dengan bahasa asing. Selain juga, dalam situasi demikian, alumni tersebut mau tidak mau harus mampu berargumentasi dengan dasar-dasar keilmuan yang

kuat. Bukan asal bicara tanpa data dan penguasaan teori yang baik.

Sementara itu, dalam soal mutu, perguruan tinggi tampak terkondisi pada upaya keras menge-jar posisi dalam pemeringkatan perguruan tinggi, memperoleh ISO 9001:2008, dan nilai akreditasi. Pemeringkatan perguruan tinggi yang sering dilakukan oleh sejumlah lembaga internasional didasarkan pada kreteria tertentu. Akibatnya, peringkat perguruan tinggi juga berubah-ubah dan tidak sama menurut lembaga satu dan lembaga lainnya. Hal itu, tidak lain dan tidak bukan disebab-kan kreteria yang diterapkan pada masing-masing lembaga tersebut berbeda.

Yang terjadi di dalam ISO 9001:2008 kurang lebih juga sama. Sistem manajemen mutu yang dike-luarkan oleh Organization for Standarizationyang berkantor pusat di Geneva tersebut bersifat generik. Padahal kita tahu, dunia pendidikan tinggi memiliki kekhasan sendiri di tiap-tiap negara. Pada kasus tiap negara, dunia pendidikan selalu berbadapan dengan ideologi bangsa, regulasi pemerintah, kul-tur, dan berbagai kebiasaan lain yang bisa menjadi modal kultural dan sosial, yang bisa memperkuat atau justru melemahkan kinerja perguruan tinggi untuk mencapai visi yang telah ditetapkannya.

Saya meyakini, bangsa Jepang, Korea Selatan, India, China, Amerika Serikat, Canada, Perancis,

Jerman, dan termasuk bangsa Indonesia pastilah memiliki karakter dan alur sendiri dalam mencapai mutu tertentu (budaya mutu). Sebab, pada dasarnya soal mutu memang ada sejumlah aspek yang bisa diuniversalkan atau disamakan (ISO berasal dari bahasa Yunani “Isos” yang artinya “sama”), tetapi juga ada banyak aspek (bisa berbentuk variabel moderator ataupun variabel intervening) yang tidak bisa disamakan.

Akreditasi juga menjadi poin yang dipandang menentukan dalam menilai mutu perguruan tinggi. Dalam paradigma baru pengelolaan perguruan tinggi, akreditasi termasuk salah satu pilar utama selain dari tiga pilar lainya: akuntabilitas, otonomi, dan evaluasi. Pertemuan empat pilar tersebut bermakna mutu (quality). Artinya, suatu mutu perguruan tinggi akan tercapai jika dan hanya jika empat pilar tersebut dalam kondisi “ideal”. Kata ideal sengaja ditulis dalam tanda kutip, karena sekali lagi empat pilar yang dijadikan tolok ukur (bencmark) tidak sepenuhnya menyentuh variabel-veriebel

tersembunyi, yang sering dihiraukan, tapi nyatanya sering memiliki pengaruh signifikan. Misalnya, gay-akepemimpian, keteladanan, kejujuran, integritas, dan sebagainya.

Selain itu, akreditasi sering hanya menampak-kan penilaian yang bersifat kuantitatif-administratif. Karena itu, juga jangan heran jika ada sejumlah perguruan tinggi terakreditasi dengan nilai A, tetapi mutu lulusannya di tengah masyarakat sungguh merisaukan. Persoalannya, sekali lagi, akreditasi terlalu asyik dengan angka, tabel, gambar, grafik, sarpras yang megah dan lengkap, yang diperton-tonkan oleh perguruan tinggi tersebut, tanpa mem-pertimbangkan banyaknya alumni perguruan tinggi tersebut yang telah memiliki posisi signifikan di masyarakat (impact factor). Selain juga memperhati-kan sivitas akademika yang melakukan pengabdian keilmuannya di luar kampus dengan menduduki posisi tertentu di lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta nasional dan internasional (scholar practioner). Juga tidak kalah pentingnya, melihat seberapa banyak sivitas akademiknya diundang sebagai invited speakers, menulis paper di jurnal internasional, dan banyak yang terlibat dalam colla­borative research (multi disiplin dan multi lembaga).

Memang, semua tolok ukur mutu tersebut pent-ing adanya. Tetapi, seringkali semua tolok ukur itu dijadikan pencitraan semata oleh perguruan tinggi.

Hal demikian secara mendasar juga dikatakan oleh Satryo Soemantri Brodjonegoro (mantan Dirjen Dikti) melalui tulisannya di har-ian Kompas (9 Maret 2015). Dia mengatakan, ”Tata kelola pendidikan

terjebak ke dalam mekanisme administratif yang justru menghilangkan hakekat pendidikan. Berba-gai peraturan perundangan yang ada mengenai pendidikan di semua jalur dan jenjang telah menjadikan pendidikan kegiatan administratif yang birokratis, penuh pengaturan dalam setiap aspek, tak ada otonomi dan akuntabilitas, tak ada inovasi dan kreativitas, tak ada kepercayaan terhadap guru dan dosen”.

Gejalanya makin jelas, dunia pendidikan di se-mua jalur dan jenjang terkondisi dalam pengerdilan makna pendidikan hanya sebatas kegiatan for-malitas administrasi dan birokrasi untuk mengatrol pencitraan semata. Dalam konteks ini, terus terang, saya mengawatirkan, diam-diam kita terjebak pada kegiatan formalitas semata dalam menjalankan tupoksi kita masing-masing. Bila ini yang terjadi, mutu perguruan tinggi ini sedang terjebak pada pseudo­quality – kualitas palsu. n

(Email: [email protected])

Page 35: Majalah unesa 78
Page 36: Majalah unesa 78