Post on 31-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik merupakan masalah yang besar bagi wanita yang sedang dalam usia
reproduktif. Hal ini merupakan hasil dari kesalahan dalam fisiologi reproduksi manusia yang
membiarkan hasil konseptus untuk berimplantasi dan matang diluar kavitas endometrium, yang
secara langsung akan berakhir pada kematian fetus. Tanpa diagnosis dan penatalaksanaan yang
tepat, kehamilan ektopik ini dapat menjadi keadaan yang membahayakan jiwa. Kehamilan
ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai
kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik menjadi penyebab utama kematian yang berhubungan dengan
kehamilan dalam trimester pertama kehamilan di Amerika Serikat. Dengan terjadinya keadaan
sakit yang tiba-tiba akibat kehamilan ektopik, masa depan kemampuan wanita untuk hamil
kembali dapat terpengaruh menjadi buruk.1 Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin
meningkat pada semua wanita terutama pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain
itu, adanya kecenderungan pada kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang
cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada tahun 1992 dilaporkan kehamilan
ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan.2 Kehamilan ektopik pertama kali
diungkapkan pada abad ke-11, dan, sampai pertengahan abad ke-18, biasanya berakibat fatal.
John Bard melaporkan satu intervensi bedah yang berlangsung sukses untuk mengobati sebuah
kehamilan ektopik di New York pada tahun 1759. Angka keselamatan pada awal abad ke-19
sangat kecil, satu laporan mengatakan hanya 5 dari 30 yang dapat selamat dari operasi
abdominal. Menariknya, angka keselamatan pasien yang tidak diobati 1 dari 3.1Pada permulaan
abad ke-20, kemajuan pesat dalam ilmu anestesi, antibiotik, dan transfuse darah berperan dalam
menurunkan angka kematian ibu. Pada awal pertengahan abad ke-20, tercatat 200-400 kematian
per 10.000 kasus. Sejak tahun 1970, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mulai
mencatat dan membuat statistik mengenai kehamilan ektopik, dilaporkan terdapat 17.800 kasus.
Pada tahun 1992, angka kehamilan ektopik meningkat menjadi 108.000 kasus. Namun, angka
kematian menurun dari 35,5 per 10.000 kasus pada tahun 1970 menjadi 2,6 per 10.000 kasus
pada tahun 1992.1
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 30 tahun
Agama : Islam
Alamat : Dusun Jarakan RT 002/001 Gondangsari, Kec.Pakis, Magelang
Status Obstetri : G 3 P 1 A 1
Tanggal masuk : Jumat, 28 Agustus 2015, Pukul 09:17 WIB
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Perdarahan sejak 20 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RST dr. Soedjono Magelang dengan keluhan perdarahan sejak 20 hari yang
lalu. Pasien mengaku perdarahan disertai dengan gumpalan – gumpalan. Nyeri dibagian perut
bawah (+), mual (-), muntah (+).
HPHT : 7 Juli 2015
HPL : 14 April 2016
Usia kehamilan : 7 minggu 3 hari
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit tekanan darah tinggi, penyakit jantung, asma, kencing manis disangkal, pasien
mengaku memiliki riwayat alergi susu dengan rekasi gatal-gatal di seluruh tubuh
Riwayat Obstetri
- Anak I : Lahir spontan tahun 2012, perempuan, BB 180000 grm, meninggal usia
7bulan
Riwayat Kontrasepsi
- KB Suntik per3 bulan
Riwayat Menstruasi
Menarche kelas 2 smp, teratur 3-4 hari, riwayat nyerti haid disangkal
Riwayat Pernikahan
Usia perkawinan 5 tahun
PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Vital Sign
- Tekanan Darah : 100/60 mmHg
- Nadi : 68x/menit
- Suhu : 37,1 C
- Pernapasan : 18x/menit
- Berat badan : 45 kg
- Tinggi badan : 155 cm
Status Generalis
- Kepala
- Bentuk : Normocephal, simetris
- Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-).
- Telinga : Aurikuler dalam batas normal.
- Hidung : Sekret (-), darah (-), deviasi septum (-)
- Mulut : Bibir tidak sianosis, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
- Leher : KGB teraba (-) , kelenjar tiroid tidak membesar, JVP 5+0
cmH2O
- Thorax
- Cor
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas pinggang jantung ICS III parasternal kiri
Batas kiri jantung : ICS V midklavikularis kiri
Batas kanan jantung : ICS V midstrenalis kanan
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur(-), gallop (-)
- Pulmo
Inspeksi : Dinding dada simetris. retraksi interkostal (-), tidak ada
gerakan napas yang tertinggal
Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal
Perkusi : Hipersonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler +/+
Suara tambahan : Ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/ -)
- Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (+)
Perkusi : Tympani (+)
- Pemeriksaan Extremitas
Superior : Edema (-/-), akral hangat (+), CRT < 2 detik
Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+), CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN OBSTETRI
- TFU : - cm
- TBJ : - gram
- DJJ : -
- Pemeriksaan Leopold : -
- Vaginal toucher (VT) : Mukosa vagina licin, portio tebal lunak, nyeri goyang porsio,
darah (+), lendir (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan PP test
PP positif
- Pemeriksaan Lab 28 – 8 – 2015
- Hb 10,6 gr/dl
- Leukosit 7900/ ul
- HCT 31,5 %
- Trombosit 210 x 109/
- Eritosit 11.6x 106
- MCV 98.6 L
- MCH 31.5
- Pemeriksaan USG 28 – 8 – 2015
Perdarahan di rongga abdomen kehamilan ektopik ec rupture tuba
ASSESSMENT
- Kehamilan ektopik ec rupture tuba
RENCANA TINDAKAN
- Informed consent tentang keadaan ibu dan rencana terapi yang akan dilakukan.
- Pasien dirawat inap dan tirah baring
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Ceftiaxon
- Inj. Ketorolac
- Direncanakan dilakukan salpingektomi jam 12.00
Catatan Perkembangan Pasien
Tanggal
S
O
A
P
28-08-15 Nyeri (+)
pada luka
post op
KU/KES: Sedang, CM
T : 90/70 mmHg
N : 93 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36°C
Perdarahan (-)
Luka operasi (+)
KET
Nonfarmakologi
- Bed rest
Farmakologi
- Infus RL
- Ketorolac
- Ciprofloxacin 2
x 500 mg
29-08-15 Nyeri (+)
pada luka
post op
berkurang
KU : Sedang, CM
T : 100/70 mmHg
N : 78 x/menit
R : 18 x/menit
S : 36°C
Perdarahan (-)
Mobilisasi duduk (+)
Luka operasi (+)
Pemeriksaan Lab 29 –
8 – 2015
- Hb 9.1 gr/dl
- Leukosit 6.400/ ul
- HCT 26.5 %
- Trombosit 271 x
109/
- Eritosit 11.6x 106
- MCV 94 L
- MCH 92.9
KET
Farmakologi
- Infus RL
- Asam
Mefenamat
3x500
- Ciprofloxacin 2
x 500 mg
30-08-15 - KU : Sedang, CM
T : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit
R : 20 x/menit
S : 37°C
Perdarahan (-)
Mobilisasi jalan (+)
Luka operasi (+)
KET
- Pasien
diperbolehkan
pulang
- Edukasi
personal
- Terapi pulang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi oleh
spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus.1,3,4,5,6,11,12 Sedangkan
Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau ruptur
apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba.
Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan:4
• Tuba Fallopii
• Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
• Ovarium
• Intraligamenter
• Abdominal
• Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi di Tuba (
97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus, dan 17 % di fimbriae. Sisa 3
% berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5% muncul
di kornua uterus.1,,3,5,6,7
Gambar 1 : Lokasi terjadinya kehamilan ektopik
Ada beberapa pendapat yang menggolongkan kehamilan ektrauterin, namun pendapat ini
tidaklah tepat karena kehamilan di kornu, servik uterus termasuk dalam kehamilan ektopik.4,5
3. 2 EPIDEMIOLOGI
Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara pada beberapa
literature. Denominator yang paling umum digunakan adalah jumlah konsepsi yang dikenali,
yang mana digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 konsepsi. Denominator
lainnya adalah jumlah wanita dalam usia produktif, yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan
ektopik per 10.000 wanita dalam rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang
digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran.1
Akan sangat baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per 1000 total
konsepsi. Namun, bagaimanapun juga, sejak abortus spontaneous dan banyak abortus yang
direncanakan tidak dilaporkan, denominator itu selalu lebih kecil dibandingkan dengan angka
yang sebenarnya, dan juga sejak kehamilan ektopik asimptomatis yang tidak diketahui sehingga
tidak dilaporkan. Hal ini mengakibatkan insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi yang
sebenarnya tidak akan dapat diukur secara tepat. Jumlah insiden yang dilaporkan di literature,
bagaimanapun juga, merupakan perkiraan yang baik dan, sejak metodologi yang digunakan sama
, maka dapat dibandingkan secara tepat.7
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan diketahui bahwa
pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita kehamilan ektopik atau
0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun
2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan.13
3.3 ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar penyebabnya
masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan pembuahan didalam ampulla
tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi
masih berada di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.1,3,7
Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan adanya beberapa faktor,
termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi pada tuba, infeksi
pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES), penggunaan IUD, dan fertilisasi in vitro pada penyakit
tuba. Faktor-faktor ini mungkin berbagi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme
anatomis, fungsional, atau keduanya. Pastinya, sangat sulit untuk menilai penyebab dari
implantasi ektopik dengan tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba. 7
Normalnya, seperti disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan kedalam
tuba ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba fallopii
selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik.7,10
Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang
baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila sel telur yang
dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium. Kehamilan intraligamenter biasanya
terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau kehamilan ovarial yang mengalami rupture dan
mudigah masuk di antara 2 lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan
faktor multiparitas yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk
seksio sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba,
walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.4
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor pada tuba yang dapat mendukung
terjadinya kehamilan ektopik :3
1. Faktor dalam lumen tuba :
a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga lumen
tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;
b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia uteri.
Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping;
c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan sterilisasi yang
tidak sempurna.
Gambar 2 : Gambaran mikroskopik dari saluran tuba
2. Faktor pada dinding tuba :
a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba;
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi ditempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba :
a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur;
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain :
a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri- atau
sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.
Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature;
b) Fertilisasi in vitro.
Diantara faktor-faktor tersebut diatas, salpingitis akut merupakan penyebab utama.
Sequele morfologik berpengaruh pada setengah dari episode awal kehamilan ektopik. Tempat
keluar ovum pada ovulasi di ovarium juga disinyalir mempunyai peran dalam kehamilan ektopik.
Ovulasi yang berasal dari arah kontralateral dari ovarium telah dianggap sebagai penyebab dari
terlambatnya transport blastokist, dan oleh Breen, dilaporkan bahwa ovulasi dari arah
kontralateral ditemukan pada sepertiga dari gestasi tuba yang diobati dengan laparatomi.
Bagaimanapun juga, Saito dkk. mengamati bahwa bagian dari tuba dimana terjadi implantasi
pada wanita dengan kehamilan ektopik adalah sama pada apakah korpus luteum berada di
ipsilateral atau kontralateral. Jika transmigrasi adalah salah satu faktor, hipotesis dari mereka
adalah ada banyak insiden terjadinya kehamilan di distal tuba dengan ovulasi dari kontralateral
ovarium.8
Penyebab lain yang lebih fisiologik adalah ketidakseimbangan hormonal, yang mana
peningkatan kadar estrogen atau progesterone yang beredar dapat merusak kontraktilitas normal
tuba. Kenaikan rata-rata kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada wanita yang digambarkan
secara fisiologis dan farmakologis mempunyai kadar progestin yang meningakat. Secara
iatrogenik, dapat terjadi peningkatan estrogen dan progesterone setelah induksi ovulasi baik itu
dengan clomiphene citrate atau human menopausal gonadotrophins, dan dilaporkan terjadi
kenaikan angka kehamilan ektopik pada wanita dengan perlakuan seperti itu. Kemungkinan
penyebab lainnya adalah perkembangan embrionik yang abnormal. Stratford memeriksa 44
konseptus dari gestasi ektopik dengan mikrodiseksi dan potongan histologik dan menemukan
sekitar duapertiga abnormal dan setengahnya mempunyai banormalitas structural umum.
Kelainan abnormal-abnormal ini dapat mengganggu transport normal di tuba.7
Tatum dan Schmidt menyimpulkan bahwa kehamilan yang mucul yang dikarenakan
kegagalan beberapa metode kontrasepsi mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menjadi
ektopik dibandingkan pada wanita yang hamil karena tidak memakai alat kontrasepsi. Wanita
yang menjadi hamil sewaktu memakai IUD Copper T380 atau kontrasepsi oral progestin saja,
mempunyai kemungkinan 5% lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik. Wanita yang
menjadi hamil selama memakai progesterone-releasing IUD bahkan lebih tinggi, sekitar 25%,
bahkan bila dibandingkan dengan wanita yang tidak memakai alat kontrasepsi sama sekali,
kemungkinan terjadi kehamilan ektopik lebih besar dua lipat. Hal ini disebabkan progesterone
menghambat kontraksi tuba.8
Walaupun pada banyak laporan yang mengatakan bahwa riwayat aborsi yang diinduksi
meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik, Levin dkk. menunjukkan metode statistik
yang digunakan untuk mengontrol efek dari faktor-faktor resiko, riwayat dari satu aborsi yang
diinduksi tidak meningkatkan secara bermakna kemungkinan terjadi kehamilan ektopik. Efek itu
baru akan nyata bila sudah dua atau lebih aborsi.7
3.4 PATOFISIOLOGI
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang paling umum
terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturut-turut adalah isthmus (12%),
fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial tuba (2%), dan seperti yang disebut pada
bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba sangat jarang.1,3.8. Kehamilan pada daerah intersisial
sering berhubungan dengan kesakitan yang berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncul
lebih lama dari tipe yang lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan
yang sangat banyak bila terjadi rupture.8
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang
pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah
tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba
tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh
darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.8
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan
trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah menjadi
desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena
Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan
berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang
ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam tuba.
Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu.3 Kemungkinan itu antara
lain :3,11
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak
mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales
pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari koriales pada
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat
terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan
kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam
tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi
pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi
koriales kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini
disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih
mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen
sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan
akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola
kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan
terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.
Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk
hematosalping.
3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture pada
saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar korionik
gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama oleh
rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum berimplantasi
pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi
di pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi
secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.
Gambar 3 : Ruptur tuba
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba
tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas,
akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus,
terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat
keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib
janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan
masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi
litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.11
3.5 GAMBARAN KLINIK
Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan penggunaan tes
hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkan untuk menegakkan diagnosis dari
kehamilan ektopik sebelum keluar gejala. Namun, bila umur gestasi sudah meningkat dan
perdarahan intraperitoneal muncul karena keluarnya dari dari fimbriae atau ruptur, maka dapat
timbul gejala. Bila memang terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala, maka kita
sebut kehamilan ektopik belum terganggu. 10
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore,
dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan
diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya,
hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut secara
khas. Pasien yang lain mungkin muncul gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa
kehamilan awal termasuk mual, lelah, nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat disparenu
baru-baru ini. Sedangkan gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti tersebut diatas,
dapat berbeda-beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk
mendiagnosisnya.1,3,5,6,8
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda vital dan pemeriksaan abdomen dan
pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat terjadi akibat perdarahan banyak akibat ruptur tuba
tidak dapat memperkirakan adanya kehamilan ektopik walau tanda itu menunjukkan perlunya
resusitasi segera, bahkan faktanya kedua hal tersebut lebih khas pada komplikasi kehamilan
intrauterin. Lebih jauh lagi, tanda vital yang normal tidak dapat menyingkirkan adanya
kehamilan ektopik. Pada pemeriksaan dalam, dapat teraba kavum douglas yang menonjol dan
terdapat nyeri gerakan serviks. Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri
lateral atau bilateral abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan
ektopik dan merupakan temuan yang bermakna. Disisi yang lain, ketidakadaan tanda dan gejala
ini tidak menyingkirkan kehamilan ektopik. Terabanya massa adneksa juga tidak dapat
memperkirakan kehamilan ektopik secara tepat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dart
dkk., massa adneksa hanya muncul kurang dari 10% pada pasien yang di diagnosis dengan
kehamilan ektopik. Satu yang harus diingat juga adalah pemeriksaan pelvik benar-benar normal
pada kira-kira 10% pasien dengan kehamilan ektopik.3,6
Kesimpulannya, beberapa riwayat dan penemuan pemeriksaan fisik meningkatkan
kecurigaan terhadap kehamilan ektopik. Untuk itu, bagaimanapun juga, tidak ada kombinasi
penemuan yang boleh dianggap oleh seorang dokter di ruang gawat darurat yang menyimpulkan
adanya kehamilan ektopik berdasarkan penemuan klinik saja.6
3.6 DIAGNOSIS
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum terganggu
sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu sehingga
menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis yang teliti dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk menegakkan diagnosis pasti
harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan dibantu dengan alat bantu diagnostik.
Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang
harus dilakukan,apabila memang tersedia, untuk menentukan diagnosis.3
1. Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk beberapa
waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri perut
bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat
terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut bagian bawah, berapa
jumlah perdarahannya, warna dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau hanya
seperti tetesan saja, dan apakah keluar gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat
kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah hamil, riwayat menstruasinya.3.5
2. Pemeriksaan umum. Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan
kesakitan. Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda syok
dan pasien merasakan nyeri perut yang mendadak. Pada jenis yang tidak mendadak,
mungkin hanya terlihat perut bagian bawah yang sedikit menggembung dan nyeri tekan.4
3. Pemeriksaan ginekologi. Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda
kehamilan muda. Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus
dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor
disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba
menonjol dan nyeri raba yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kadang
terdapat suhu yang naik, sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.3.5
4. Pemeriksaan laboratorium. Para dokter di ruang gawat darurat biasanya menggunakan
beta-human chorionic gonadotropin (β-hCG) untuk mendiagnosis kehamilan, dan untuk
membantu menentukan potensi pasien mengalami kehamilan ektopik. β-hCG diproduksi
oleh trofoblas dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-kira 1 minggu sebelum haid
berikutnya. Jika serum β-hCG negative, kemungkinan besar tidak terjadi kehamilan.
Hanya ada sedikit sekali kasus yang dilaporkan pasien dengan tes serum β-hCG negative
dengan kehamilan ektopik. Dinamika normal kenaikan kadar β-hCG dua kali lipat kira-
kira setiap 1,4 sampai 2,1 hari sampai mencapai puncaknya 100.000 mIU/ml. kenaikan
ini akan melambat bila sudah mencapai nilai puncaknya, dan pada saat itu sudah harus
dilakukan diagnosis dengan USG. Pemeriksaan tunggal tes β-hCG kuantitatif ini berguna
untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat membedakan antara kehamilan
ektopik atau kehamilan intrauterine. Pemeriksaan laboratorium umum lainnya adalah
pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin yang dapat rendah bila
terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga dinilai kadar leukosit untuk membedakan
apakah terjadi infeksi yang bisa disebabkan oleh kehamilan ektopik ini atau dugaan
adanya infeksi pelvik. Pada infeksi pelvik biasanya lebih tinggi hingga dapat lebih dari
20.000. 3.5
3.7 ALAT-ALAT BANTU DIAGNOSTIK
Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering salah terdiagnosis
pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya. Diagnosis awal diperlukan untuk
perawatan yang maksimal terhadap ketahanan tuba dan mencegah potensi terjadinya perdarahan
intraperitoneal. Atrash dkk. Menemukan bahwa perdarahan menjadi penyebab terbesar (88%)
kematian pada kasus kehamilan ektopik. Pada saat ini, yang merupakan batu acuan untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik adalah Transvaginal Ultrasonography dan pemeriksaan kadar
hCG serial. Transvaginal Ultrasonography sekarang ini telah menggantikan posisi Laparaskopi
karena lebih menguntungkan.9.10
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan
ektopik adalah berikut ini :1,8
1. Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang penting untuk mengenali
kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak membeku pada kuldosentesis dan
terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang amat berguna.
2. Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan dengan
melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun, dengan adanya
hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi.
Gambar 4 : TehnIk laparaskopi
Dalam penelitian oleh Samuellson dan Sjovall, didapatkan ada 4 dari 166 kehamilan
ektopik yang tidak dapat dilihat oleh laparaskopis karena hal diatas, sehingga ada
kemungkinan 2-5 % terjadi false-positif atau false-negatif.
3. Human Chorionic Gonadotrophin
Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam serum,
walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar hCG pada
kehamilan normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik karena tanggal pasti dari ovulasi dan konsepsi terjadi
tidak diketahui pada banyak wanita. Pada kehamilan yang abnormal seperti kehamilan
ektopik ini, kadar hCG biasanya tidak meningkat seperti seharusnya. Kadar dkk.
melaporkan bahwa jika persentase kenaikan kadar hCG tidak lebih dari 66%, maka
kemungkinan seseorang untuk mempunyai kehamilan abnormal tinggi.
4. Progesteron
Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan informasi untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga membutuhkan beberapa hari untuk
melakukan serial tes, maka pengukuran kadar progesterone serum tunggal oleh beberapa
kelompok dapat dipakai untuk membedakan kehamilan ektopik dengan kehamilan
normal intrauterin. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa jumlah progesterone yang
dihasilkan korpus luteum pada kehamilan ektopik lebih sedikit dibandingkan dengan
korpus luteum pada kehamilan normal. Stern dkk. mengukur sampel kadar
progesterone pada beberapa wanita hamil di minggu gestasi ke 4, 5, dan 6. Mereka
melaporkan bahwa pada minggu ke-4 dengan kadar kurang dari 5 ng/ml, sensitifitas
yang didapat 100% dan spesifitasnya 97% dan menurun seiring meningkatnya umur
gestasi. Bila kadar progesterone lebih dari 25 ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik
dengan kepastian 97,4%.
5. Ultrasonography
Dengan menggunakan ultrasonografi abdominal, Kadar dkk. melaporkan pada tahun
1981 bahwa jika level hCG lebih besar dari 6500 mIU/ml dan tidak ada kantong gestasi
pada uterus, hampir pasti kehamilan ektopik. Tapi, teknik ini tidak berguna secara
klinik, karena banyak wanita (90%) dengan kehamilan ektopik mempunyai level hCG
yang jauh dibawah nilai diatas.Perkembangan alat dengan transduser transvaginal
dengan frekuensi 5.0 sampai 7.0 MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis
pada awal kehamilan dibandingkan transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin
bisa untuk mengidentifikasi kantong gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500
mIU/ml dan selalu bila kadar hCG sudah mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5 atau 6
minggu setelah haid terakhir. Karena kombinasi kehamilan intrauterine dan ekstrauterin
hampir merupakan kejadian yang jarang, maka penemuan kantong gestasi intrauterine
hampir selalu dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Bila kantong gestasi
tidak ditemukan dan kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi
kehamilan patologis, apakah itu kehamilan ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak
viable, dan harus dipikirkan kemungkinannya. Biasanya massa adneksa dan/atau
struktur yang menyerupai kantong gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat
kehamilan ektopik muncul yang menghasilkan kadar hCG diatas 2500 mIU/ml.
Gambar 5 : Contoh gambaran USG kehamilan ektopik
Jadi kriteria diagnosis USG dengan menggunakkan transduser transvagina untuk
kehamilan ektopik termasuk : adanya komplek atau massa kistik adneksa atau
terlihatnya embrio di adneksa dapat dideteksi, dan/atau tidak adanya kantong gestasi
dimana diketahui bahwa usia gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau kadar hCG diatas
ambang tertentu, biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml.
6. Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari, atau
serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada kantong gestasi interauterin
yang terlihat denga transvaginal USG, kuretase kavum endometrial dengan pemeriksaan
histologi pada jaringan yang dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan
untuk menentukan apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan bahwa
potong beku 93 % akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi
koriales yang terlihat pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan ektopik
dapat dibuat dan dilakukan tindakan.
2.8 PENATALAKSANAAN
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi
bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien
yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan
hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan
sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala
resiko apabila terjadi rupture harus dioperasi.3,9,7,11
TERAPI BEDAH
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah.
Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya salpingotomi ) dan
tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi merupakan teknik
yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih
dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada
hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini
membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja
salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan
dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi laparaskopik
diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm
pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui laparaskop.
Gambar 6 : Terapi bedah menggunakan tehnik laparatomi pada kehamilan ektopik
Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan
kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki
hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang berdarah
di kauter. Pengkauteran yang banyak didalaam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya
sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan menggunakan
benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan tempat implantasi
di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi trofoblastik kedalam
muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada isthmus.
Gambar 7 : Linear salpingektomi di permukaan antimesenterik tuba pada kehamilan
ektopik di pars ampullaris.
Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari
reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan lebih
awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang
berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seeperti memeras (milking) untuk
mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.
Gambar 8 : Kehamilan ektopik tuba kanan yang terlihat pada laparaskopi.
Tuba kanan yang membesar karena terdapat kehamilan ektopik ada disebelah
kanan di E.
Tuba kiri yang tersumbat terlihat pada L- wanita ini pernah dilakukan ligasi tuba
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang
hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total salpingektomi
laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit tuba yang masih ada dan
diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling
sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang
tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai profilaksis
para pasien resiko tinggi.7,11
TERAPI FARMAKOLOGI
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-
obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah beserta segala
resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba, dan biaya yang lebih
murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik (
misl: methotrexate dan actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan
dibahas lebih jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.
METHOTREXATE
Penggunaan methotrexate pertama kali direkomendasikan untuk kehamilan pada
intersisial. Kemudian menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik.
Sejak itu banyak dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik
yang berhasil. Lalu, dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka mulai
diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.
Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian
methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan direkomendasikan bahwa
methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan itu lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik
bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah
mati, dan β-hCG kurang dari 15.00 mIU. Menurut American College of Obstetricians and
Gynaecologist (1998), kontraindikasi lainnya termasuk menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme,
penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptik.
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis asam
folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan diberikan
methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil laboratorium darah
yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis
tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke
1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian
methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-rata antara 14
dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG, kemungkinan ada massa ektopik
persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.11
BAB IV
TINJAUAN AFTER CARE
1. Fungsi Biologik
Pasien adalah seorang perempuan, berusia 30 tahun.
2. Fungsi Psikologik
Hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.
3. Fungsi Ekonomi
Pasien adalah seorang Ibu Rumah Tangga. Penghasilan keluarga pasien berasal dari suami
dan pasien yang bekerja sebagai petani.
4. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien dan suami adalah SMA
5. Fungsi Religius
Pasien dan keluarganya adalah seorang muslim, dan menjalankan ibadah sesuai dengan
agamanya.
6. Fungsi Sosial dan Budaya
Kedudukan pasien dalam lingkungan sosial budaya adalah sebagai warga negara yang baik.
Pasien tetap menjalin hubungan baik dengan warga lingkungan sekitarnya. .
Edukasi terhadap pasien Post Salpingektomi
- Makan makanan yang bergizi seimbang, untuk menjaga kesehatan ibu
- Menjaga selalu higienitas dari daerah kewanitaan dan menjaga selalu kebersihan daerah luka
operasi
- Berlatih untuk mobilisasi dari mulai duduk, berdiri hingga berjalan
- Apabila mandi, dianjurkan untuk segera mengeringkan bekas luka operasi dengn handuk
kering, kertas tisu atau kapas
- Jangan memakai celana yang terlalu ketat sehingga menekan daerah perut, hal ini bisa
menimbulkan rasa sakit pada daerah operasi
- Jika pada luka bekas operasi timbul kemerahan, bengkak maka tanda-tanda ini menunjukan
terjadinya infeksi, untuk itu ibu harus segera memeriksakan ke dokter
- Rutin minum obat untuk meminimalisasi gejala seperti nyeri, tidak enak di perut, ataupun
gejala adanya suatu infeksi
- Rutin kontrol ke dokter setelah dipulangkan untuk dievaluasi dan dilihat perkembangan
pasca operasi
- Edukasi mengenai penyakit pasien
- Edukasi tentang kemungkinan hamil pasca salpingektomi
Rencana Pembinaan Keluarga
- Terhadap Pasien
- Edukasi mengenai penyakit pasien
- Edukasi tentang kemungkinan hamil pasca salpingektomi
- Edukasi KET berulang, sehingga perlu perlu memeriksakan diri ke dokter untuk deteksi
dini kehamilan
- Memberikan edukasi terhadap pasien tentang pentingnya memenuhi kebutuhan nutrisi,
pasien memerlukan tambahan asupan gizi yang adekuat, menghindari rokok dan faktor-
faktor risiko yang memicu timbulnya KET
- Pentingnya keluarga berencana
- Edukasi mengenai pola hidup sehat terutama dari kebiasaan higienitas pasien
- Terhadap Keluarga
- Memberikan informasi kepada keluarga tentang keadaan dan perkembangan pasien, serta
pentingnya menjaga kondisi kesehatan jasmani dan psikologis pasien, menjaga asupan
nutrisi pasien dan menjaga higienitas di rumah
- Edukasi kepada keluarga agar keluarga ikut berperan serta dalam menjaga kondisi
kesehatan pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Sepilian, Vicken; Ellen W. Ectopic Pregnancy.
www.emedicine.com/health/topic3212.html
2. http://yuliasafwati.blogspot.com/2013/12/makalah-kehamilan-ektopik-terganggu-
ket.html
3. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2005.hal 323-338.
4. Wiknjosastro, Hanifa. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi. Ilmu Kandungan
edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2005.hal 250-
260.
5. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. 2000.hal 198-210.
6. Della-Guistina, David; Mark Denny. Ectopic Pregnancy. Emergency Medicine
Clinics of North America. Volume 21 number 3. W.B Saunders Company. August
2003.
7. Attar, Erkut. Endocrinology of Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology
Clinics. Volume 31 number 4. W.B Saunders Company. December 2004.
8. Stenchever. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology, 4th ed. Mosby Inc.
2001.
9. Sowter, Martin; Cindy Farquhar. Ectopic Pregnancy: an update. Current Opinion in
Obstetrics and Gynecology. 2004, 16:289-293.
10. Lemus, Julio. Ectopic Pregnancy:an update. Current Opinion in Obstetrics and
Gynecology. 2000, 12:359-376.
11. Cunnuingham, FG et. Al. Reproductive Succes and Failure. Williams Obstetrics,
21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2006.
12. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Kehamilan
Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.
13. Standar Tatalaksana Medis Rumah Sakit fatmawati. Kehamilan ektopik
Terganggu.Jakarta.2002
14. Depkes RI, 2007. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu. Jakarta
15. http://www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan luar kandungan/page:1-
4
16. Bagian obstetri dan Ginekologi FK UNPAD. 1984. Obstetri Patologi. Bandung :
FK UNPAD
17. Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid I. Media
Aesculapius FKUI
18. http://myother-world.blogspot.com/2008/07/kehamilan-ektopik-terganggu-ket.html
diakses tanggal 13/8/2014. jam 20.00
19. Chalik, TMA. 2004. Kehamilan Ektopik. Dalam: Ilmu Kedokteran Fetomaternal.
Edisi I. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia.
20. Louis, Management of Ectopic Pregnancies. Available at. ;
http://www.obgyn.uab.edu/medicalstudents/obgyn/uasom/documents/MgtmEctopic.
21. Amore. Jenis Kehamilan Ektopik. Available at. : http://myother-
world.blogspot.com/2008/07/jenis-kehamilan-ektopik.html