Post on 23-Oct-2015
description
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik responden
a. Usia
Responden penelitian merupakan pasien pre operasi SC yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Data keseluruhan
responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik responden penelitian berdasarkan usia (n=21)
No Usia Frekuensi Persentase (%)
1 <20 tahun 3 14,3
2 20-35 tahun 18 85,7
Total 21 100
Sebagian besar responden berusia 20-35 tahun. Usia termuda yaitu
17 tahun dan tertua yaitu 35 tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa semua responden dengan usia dibawah 20 tahun berada kategori
kecemasan berat yaitu rentang 37-54 turun menjadi kecemasan sedang
dan ringan. Sedangkan responden dengan usia diatas 20 tahun sebagian
besar mengalami kecemasan berat turun menjadi kecemasan sedang dan
kecemasan ringan setelah dilakukan intervensi GIM.
52
b. Pekerjaan
Pengukuran pekerjaan responden memakai skala nominal dinilai
dari ada tidaknya pekerjaan yang dimilikinya. Distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat secara rinci
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan (n=21)
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1 Ada pekerjaan 3 14,3
2 Tidak ada pekerjaan 18 85,7
Total 21 100
Berdasarkan tabel 4.2 sebagian besar responden penelitian tidak
bekerja yaitu sebanyak 18 responden (85,7%). Sebanyak 12 responden
yang tidak bekerja skor kecemasan sebelum perlakuan GIM berada pada
kategori kecemasan berat. Skor kecemasan setelah dilakukan GIM
responden berada kategori kecemasan sedang. Berbeda dengan
responden yang bekerja sebagian besar skor kecemasannya berada
kecemasan ringan.
c. Penghasilan
Pengukuran tingkat penghasilan bulanan responden dilakukan
dengan cara menglasirikasikan menjadi dua kategori yaitu: penghasilan<
Rp795.000/bulan (dibawah UMR) dan penghasilan>Rp 795.000,00
(diatas UMR). Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan
pekerjaan dapat dilihat secara rinci pada tabel 4.3.
53
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan penghasilan bulanan
responden (n=21)
No Penghasilan Frekuensi Persentase(%)
1 Diatas UMR 3 14,3
2 Dibawah UMR 18 85,7
Total 21 100
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar responden
penghasilannya dibawah UMR yaitu dengan persentase 85,7 sedangkan
responden yang penghasilannya diatas UMR sebanyak 3 responden
(14,3%). Sebagian besar responden yang berpenghasilan dibawah UMR
skor kecemasan sebelum perlakuan GIM berada pada kategori
kecemasan berat. Skor kecemasan setelah dilakukan GIM responden
berada kategori kecemasan sedang. Sedangkan responden yang
penghasilannya diatas UMR sebagian besar skor kecemasannya berada
kecemasan ringan.
d. Pendidikan
Pendidikan responden diukur berdasarkan pendidikan terakhir yang
ditempuh responden. Distribusi frekuensi responden berdasarkan
pendidikan orang tua dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan (n=21)
No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1 SD 5 23,8
2 SMP 6 28,6
3 SMA 7 33,3
4 PT 3 14,3
Total 21 100
54
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pendidikan responden
hampir merata pada pendidikan SD, SMP dan SMA. Sebagian besar
responden dengan pendidikan SD, SMP dan SMA masuk dalam kategori
kecemasan berat, setelah intervensi GIM responden masuk dalam
kategori kecemasan sedang. Sedangkan responden yang berpendidikan
tinggi sebelum intervensi GIM terdapat 2 responden dengan kecemasan
ringan dan 1 responden kecemasan berat. Akan tetapi setelah intervensi
GIM, 1 responden yang mengalami kecemasan ringan naik menjadi
kecemasan sedang.
2. Kecemasan pre operasi SC responden sebelum dan setelah dilakukan GIM
Kecemasan pre operasi SC responden sebelum dan setelah dilakukan
GIM dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5 Kecemasan pre operasi SC responden sebelum dan setelah
intervensi GIM (n=21)
Variabel Mean
Median SD Min-Max 95% CI
Skor kecemasan pre
operasi SC pre test
33,52
39,00
10,581 11-46 28,71-
38,34
Skor kecemasan pre
operasi sc post test
31,29
34,00
8,770 11-41 27,29-
35,28
Pada tabel 4.5 menunjukkan rata-rata responden memiliki skor
kecemasan pre operasi SC sebelum dilakukan GIM 33,52. Nilai terendah
skor kecemasan pre operasi SC sebelum dilakukan GIM adalah 11 yang
masuk dalam klasifikasi kecemasan ringan, sedangkan nilai tertinggi adalah
46 yang masuk dalam kecemasan berat. Rata-rata skor kecemasan
55
responden pre operasi SC sebelum intervensi GIM masuk dalam kategori
kecemasan sedang yaitu pada rentang 18-36.
Rata-rata responden memiliki skor kecemasan pre operasi SC setelah
dilakukan GIM yaitu 31,29. Nilai terendah skor kecemasan pre operasi SC
setelah dilakukan GIM adalah 11 yang dimasukkan dalam klasifikasi
kecemasan ringan, sedangkan nilai tertinggi adalah 41 masuk dalam
kategori kecemasan berat. Dari 21 reponden penelitian, sebanyak 16
responden mengalami penurunan skor kecemasan. Penurunan skor
kecemasan pre operasi SC juga dapat dilihat pada penurunan skor rata-rata
kecemasan pre operasi sebesar 2,03 yaitu dari skor 33,52 menjadi 31,29.
Penurunan skor kecemasan juga dapat terlihat dari skor terendah dan
tertinggi yaitu dari rentang 11 dan 46 sebelum dilakukan GIM menjadi
rentang 11 dan 41 setelah dilakukan intervensi GIM.
3. Pengaruh GIM terhadap kecemasan pada pasien pre operasi SC di RSUD
Banyumas
Pengaruh GIM terhadap kecemasan pre operasi pada pasien SC di
RSUD Banyumas dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Pengaruh GIM terhadap kecemasan pada pasien pre operasi SC di
RSUD Banyumas (n=21)
Pengukuran Min-
Max Mean ± SD
Z
hitung p value
Pre test GIM
Post test GIM
11-46
11-41
33,52±10,581
31,29±8,770 -2,132 0,033
56
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Wilcoxon
karena data kecemasan pre operasi SC tidak terdistribusi normal. Tabel 4.6
menunjukkan pengujian hipotesis dalam penelitian melalui perbandingan
nilai p dengan α. Nilai p berdasarkan tabel 4.6 adalah 0,033, maka p=0,033
< α=0,05, yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, jadi dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh GIM terhadap kecemasan pre operasi SC di RSUD
Banyumas.
B. Pembahasan
1. Karakteristik responden
a. Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden berada pada
rentang 17 sampai 35 tahun. Hurlock (2002) menyatakan bahwa tahapan
perkembangan remaja pada usia 14 – 19 tahun dan tahap perkembangan
dewasa dibagi menjadi tiga kategori. Dewasa muda dimulai ketika
individu berusia 20 tahun sampai dengan 40 tahun. Hasil penelitian
menunjukkan kecemasan terpengaruh oleh faktor usia dibuktikan dengan
kecemasan pada tahap perkembangan remaja lebih tinggi dibandingkan
tahap perkembangan dewasa muda.
Feist (2009) mengungkapkan bahwa semakin bertambahnya umur
kematangan psikologi individu semakin baik. Artinya semakin matang
psikologi seseorang, semakin baik pula adaptasi terhadap kecemasan.
Hasil penelitian selaras dengan pendapat Gallo (1997) yang menyatakan
bahwa semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak
57
pengalaman yang di terima, sehingga cara menjalani kehidupan juga
semakin matang.
b. Pekerjaan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan responden
menunjukkan sebagian besar responden yang tidak bekerja skor
kecemasannya lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pekerjaan berpengaruh pada kecemasan responden. Pekerjaan merupakan
salah satu cara beradaptasi, ketika seseorang memiliki pekerjaan respon
yang muncul ketika mengatasi permasalahan lebih rasional. Penurunan
produktivitas kerja akan dapat menyebabkan kehilangan minat dan
motivasi, yang akhirnya mengarahkan individu pada periode stres
(Tomb, 2004).
Ibrahim (2002) menyatakan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga akan lebih sensitif dalam menghadapi periode krisis. Hal ini
mendukung hasil penelitian bahwa kecemasan responden dipengaruhi
oleh pekerjaan yang dimiliki. Bekerja sering dikaitkan dengan
penghasilan dan penghasilan sering dikaitkan dengan kebutuhan
manusia. Agar dapat tetap hidup manusia harus bekerja, dengan bekerja
seseorang akan dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga
(Burhanuddin, 1997).
d. Penghasilan
Sebagian besar responden penghasilannya dibawah UMR yang skor
kecemasannya lebih tinggi dibandingkan responden yang penghasilannya
58
diatas UMR. Data yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa
kecemasan responden dipengaruhi oleh penghasilan responden.
Pardani (2010) mengemukakan bahwa tingkat penghasilan seseorang
dipengaruhi oleh mata pencaharian, jenis pekerjaan, dan potensi daerah
tempat tinggal. Sebagian besar responden tidak memiliki pekerjaan
sehingga mereka tidak mempunyai penghasilan. Hal itu disebabkan
karena reponden lebih sering berada dirumah menjadi ibu rumah tangga.
Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Hill (2003) bahwa finansial
keluarga sangat berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan dan
berpengaruh pada kekhawatiran responden. Penelitian Maulina (2005)
menyatakan bahwa respon kecemasan ibu pada status sosial ekonomi
lebih dipengaruhi oleh pekerjaan yang dimiliki ibu. Pekerjaan akan
membangkitkan harga diri yang lebih positif dibandingkan dengan ibu
yang tidak memiliki pekerjaan.
d. Pendidikan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada
penelitian menunjukkan bahwa dari 21 responden pendidikannya hampir
merata dari tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA. Pendidikan
responden yang mengenyam pendidikan di perguruan ringgi hanya 3
responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
pendidikan semakin rendah respon kecemasannya. Hasil penelitian sesuai
dengan pendapat Gallo (1997) yang menyatakan bahwa tingkat
59
pendidikan yang dimiliki seseorang menjadikan individu lebih selektif
selama respon kecemasan berlangsung.
Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun
rohani sesuai dengan nilai- nilai yang ada dalam masyarakat dan
kebudayaan (Ihsan, 2003). Pendidikan merupakan salah satu faktor
penting untuk mendapatkan dan mencerna informasi secara lebih mudah.
Akhirnya pemahaman suatu perubahan kondisi akan lebih mudah
dipahami dan di internalisasi (Videbeck, 2008). Tingkat pendidikan yang
lebih tinggi memiliki respon adaptasi yang lebih baik karena respon yang
diberikan lebih rasional dan juga memengaruhi kesadaran dan
pemahaman terhadap stimulus (Feist, 2009).
2. Kecemasan pre operasi SC responden sebelum dan setelah dilakukan GIM
Sebagian besar responden penelitian mengalami penurunan skor
kecemasan. Penurunan kecemasan juga terlihat pada penurunan skor rata-
rata dan nilai tertinggi skor kecemasan pre operasi SC. Kecemasan timbul
akibat reaksi psikologis individu. Kecemasan dapat timbul secara otomatis
akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan. Akibat stimulus
(internal dan eksternal) yang berlebihan sehingga melampaui kemampuan
untuk menanganinya (Kusumawati & Yudi, 2010).
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi
akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan
yang diinginkan misalnya seorang pasien yang ingin sembuh dari penyakit
60
dengan menjalani operasi, maka dari hal tersebut akan memicu timbulnya
kecemasan (Stuart, 2007). Hasil penelitian sesuai dengan penelitian
Kusmarjathi (2009) yang membuktikan kecemasan pre operasi dalam
kategori kecemasan sedang.
Penurunan skor kecemasan dalam penelitian ini sesuai dengan
pendapat Aizid (2011) teknik relaksasi karena dapat menurunkan
kecemasan, nyeri fisiologis, stress dan depresi. Diperkuat dengan penelitian
Muna (2012) dan Pratiwi (2012) yang membuktikan penurunan kecemasan
menggunakan teknik relaksasi. Penurunan rerata skor kecemasan pre operasi
SC masih dalam kategori kecemasan sedang. Hasil penelitian berbeda
dengan penelitian Baladewa (2010) yang mendapatkan hasil pada kategori
kecemasan ringan pada pasien pre operasi hernia. Penelitian juga
mempunyai perbedaan hasil dengan Sawitri & Sudaryanto (2006) yang
memaparkan hasil kecemasan pre operasi pada kategori kecemasan ringan.
Akan tetapi skor kecemasan responden ada yang meningkat yaitu
sebanyak 4 responden dan skor kecemasan tetap sebanyak 1 responden.
Pada proses penelitian faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan pasien
pre operasi SC tidak dikendalikan sepenuhnya, sehingga skor kecemasan
responden dapat saja menjadi tidak berubah bahkan meningkat. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh kekhawatiran pasien pre operasi yang harus
menunggu jadwal operasi dari IBS. Waktu persiapan operasi yang lama
yaitu sekitar tiga sampai enam jam dapat menjadikan respon cemas pasien
muncul. Sebagian besar responden yang skor kecemasannya tidak
61
mengalami penurunan berada pada rentang usia muda yang menurut
pendapat Feist (2009) usia responden selaras dengan kematangan psikologi
individu berpengaruh terhadap kecemasannya. Mekanisme koping individu
dalam menghadapi tindakan operasi SC juga dapat memengaruhi kecemasan
responden, koping yang tidak baik ditunjukkan beberapa responden yang
merasa gelisah menghadapi operasi dan konsentrasinya menurun. Kondisi
fisik pasien yang tidak diobservasi secara mendalam dalam penelitian ini
dapat pula memengaruhi kecemasan pre operasi SC, kondisi fisik yang
terganggu menjadikan responden mudah mengalami kecemasan. Kondisi
fisik ini juga terkait proses sebelum tindakan operasi SC yang ditunggu
pelaksanaannya (Tomb, 2004).
Lingkungan responden yang baru yaitu dibangsal rumah sakit dapat
juga menjadikan kecemasan responden meningkat. Responden masuk
bangsal rumah sakit hanya sehari sebelum operasi, sehingga kemungkinan
akan adaptasi yang belum lama dapat mengakibatkan responden bertambah
cemas. Dukungan sosial responden juga mengambil peran terhadap
kecemasan. Akan tetapi beberapa responden ditunggui oleh suaminya, dari
observasi peneliti suaminya juga mengalami kecemasan.
Penelitian ini tidak mengintervensi sumber kecemasan pasien yang
berupa kecemasan terhadap operasi SC yang akan dilakukannya dan dapat
juga karena kekhawatiran bayi yang akan dilahirkannya sehingga respon
cemas dapat muncul jika responden memikirkan faktor kecemasan yang
dialaminya. Intervensi yang dapat menurunkan sumber kecemasan
62
diantaranya penyuluhan dengan metode konseling atau restrukturisasi
kognitif, hipnoterapi, neuro linguistik programmming (NLP), hipnoterapi,
maupun pendampingan pasien.
3. Pengaruh GIM terhadap kecemasan pre operasi SC di RSUD Banyumas
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh GIM terhadap kecemasan
pre operasi SC di RSUD Banyumas yang dibuktikan dengan hasil uji
statistik dan penurunan skor kecemasan. Hasil penelitian sesuai dengan
pendapat Snyder & Lindquist (2002) yang mengungkapkan bahwa melalui
relaksasi individu dapat mencapai keadaan tenang. Pada kondisi cemas,
stres dan depresi secara fisiologis tubuh akan mengalami respon yang
dinamakan fight or flight. Metabolisme tubuh meningkat sebagai persiapan
untuk pemakaian energi pada tindakan fisik. Kecepatan denyut jantung,
tekanan darah, frekuensi pernafasan meningkat, serta otot menjadi tegang.
Sebagian besar perubahan fisiologis tersebut akibat sistem saraf simpatis.
Aktifnya sistem saraf simpatis membuat individu tidak dapat santai dan
tenang. Melalui respon relaksasi terjadi perubahan fisiologis tubuh dengan
aktifnya sistem parasimpatis. Kebutuhan oksigen tubun menurun, sirkulasi
aliran darah lancar, neurotransmitter penenang dilepaskan dan berdampak
pada otot-otot tubuh yang rileks menimbulkan perasaan tenang dan nyaman.
Relaksasi bertujuan untuk memberikan perasaan nyaman, mengurangi
respon stres, khususnya stres ringan, memberikan ketenangan, dan
mengurangi ketegangan (Dwi, 2011). Efektifitas teknik relaksasi yang
umumnya dapat dirasakan oleh setiap individu adalah perubahan pada
63
respon fisiologis tubuh (Potter & Perry, 2005). Ide dasar dari teknik
relaksasi adalah untuk mempelajari cara mengalihkan pikiran sehingga
individu dapat menyingkirkan respon stres yang mengganggu pikiran
(Widyastuti, 2004). Efek positif yang diperoleh dari teknik relaksasi berupa
perbaikan fungsi dari sistem saraf yang secara otomatis menurunkan respon
stres (Kang et al, 2009).
Hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa relaksasi dapat
digunakan untuk penurunan nyeri, penurunan tekanan darah dan kadar gula
darah yang meningkat serta mengembalikan kadar kortisol pada kisaran
normal. Kortisol merupakan hormon adrenal yang berpengaruh besar dalam
respon kecemasan (Murray, 2003). Sedangkan tekanan darah dan kadar gula
darah yang meningkat dalam tubuh serta nyeri merupakan beberapa
manifestasi klinis yang timbul saat terjadi respon stres (Purba, 2006).
Relaksasi mampunyai efek sensasi menenangkan anggota tubuh, ringan
dan merasa kehangatan yang menyebar ke seluruh tubuh (Saunder, 2006).
Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi
mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek menenangkan
yang ditimbulkan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi dominan simpatis
menjadi dominan sistem parasimpatis. Dalam keadaan ini, hipersekresi
katekolamin dan kortisol diturunkan dan meningkatkan hormon
parasimpatis serta neurotransmiter seperti DHEA, hormon pertumbuhan,
dan dopamine (Oberg, 2009). Regulasi sistem parasimpatis ini akhirnya
menimbulkan efek ketenangan. Saat mencapai kondisi rileks yang dalam
64
dan stabil, suatu konsep baru yang secara otomatis mempengaruhi
kehidupan dan tindakan sehari-hari akan mampu ditanamkan (Andriana,
2010).
Intervensi dengan teknik relaksasi GIM juga dapat mengubah secara
efektif ambang otak kita yang dalam keadaan stress menjadi secara
fisiologis lebih adaptif. Musik begitu mudah diterima organ pendengaran
kita dan melalui saraf pendengaran diterima dan diartikan di otak dan musik
dapat masuk langsung ke otak emosi kita atau sistem limbik. Musik dapat
pula beresonansi dan bersifat naluriah, sehingga efek terapi masuk otak
(Aizid, 2010).
Relaksasi membuat pikiran lebih terbuka dengan informasi baru yang
diberikan (Snyder & Lindquist, 2002). Hasil penelitian memiliki kesamaan
dengan penelitian Thomas & Sethares (2010) menunjukkan bahwa guided
imagery dapat menurunkan kecemasan pada pasien pre operasi total joint
arthroplasty. Bauer (2011) juga membuktikan pengaruh kombinasi musik
dan nature sound untuk menurunkan kecemasan pasien bedah cardiac.
Bonde (2004) membuktikan GIM dengan metode Bonny secara signifikan
menurunkan kecemasan dan depresi pasien kanker.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti masih memiliki beberapa
keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel pengganggu dalam penelitian ini tidak dapat dikendalikan
sepenuhnya, sehingga masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi
65
tingkat kecemasan seperti konflik interpersonal, stresor psikososial,
riwayat kecemasan keluarga, tipe kepribadian, lingkungan, maturitas dan
respon koping. Penelitian juga tidak memperhatikan paritas dan
pengalaman operasi SC sebelumnya. Penelitian selanjutnya diharapkan
dapat lebih memperhatikan paritas dan pengalaman operasi SC responden.
2. Jumlah sampel dalam penelitian yang terbatas sehingga belum dapat
digunakan untuk generalisasi kecemasan pre operasi SC pada responden.
3. Peneliti menetapkan dan mengkategorikan kecemasan pre operasi SC
hanya melalui kuisioner yang butir pertanyaannya disesuaikan dengan
tinjauan pustaka dan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
4. Desain yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain pra
eksperimen yang hanya mengetahui pengaruh GIM dengan
membandingkan skor pre test dan post test kuisioner kecemasan pre
operasi SC.