Post on 06-Jun-2019
COVER
ISSN 2089-4198 Vol.5 No.2 Juli 2016
ADB’S Secretary
Jurnal Dunia Sekretari
AKADEMI SEKRETARI DAN MANAJEMEN DON BOSCO
Jl. Pulomas Barat V – Jakarta Timur 13210 Telepone : 021 4701190, 4898774 Fax : 021 4701190
Website http://www.asekmadb.ac.id
MEMBANGUN KARAKTER ATAS DASAR
KECENDERUNGAN EMOSI , Oleh: Drs. R. Sriyono DH,
Bc. Th.
PENGELOLAAN STRESS DI DUNIA KERJA, Oleh: Astuti
Widiati, S.E., M.Pd.
PENGARUH SISTEM PENDIDIKAN TERHADAP MUTU
LULUSAN , Oleh: Muller Sagala, S.E.,M.M
INDONESIAN LEARNERS’ REQUESTS IN ENGLISH : A
Speech-Act Based Study How Indonesian Learners of
English Make Requests In Everyday Situations, Oleh: V.
Mieke Marini
PENGARUH KETERAMPILAN PRESENTASI TERHADAP
PERSEPSI PIMPINAN PERUSAHAAN , Oleh: Muller
Sagala, S.E.,M.M..
ii
Vol.5 No.2 - Juli 2016 ISSN 2089-4198
ADB’S Secretary JURNAL DUNIA SEKRETARIS
Susunan Kepengurusan Jurnal Ilmiah Dunia Sekretaris :
Penanggung Jawab
:
Muller Sagala, S.E., M.M.
Mitra Bestari/Reviewer
Pimpinan Redaktur
:
:
Dr. Nicolaus Uskono, S.Sos., M.Si.
Dr. V.W. Cahyana, M.Si.
Dr. Hendrikus Passagi
Dr. Zulkifli Rangkuti
V.Y. Sri Sudarwinarti, S.Pd., M.Si.
Wakil Pimpinan Redaktur : Drs. Redemptus Sriyono D H., Bc.Th.
Redaktur : Cecilia Agustien Umbas, S.Kom., M.Pd.
Astuti Widiati, S.E., M.Pd.
Penyunting / Editor : Ir. Markonah, ASAI, M.M.
Drs. Redemptus Sriyono D H., Bc.Th.
Muller Sagala, S.E., M.M
Desain Grafis dan Fotografer : Widyastuti Listyawati, S.Sos.
Sekretariat : M.V. Mieke Marini M.P., S.Pd
Widyastuti Listyawati, S.Sos.
Theresia Pawarti
A. Niken Budi Palupi
Alamat Redaksi : Kampus ASEKMA Don Bosco
Jl. Pulomas Barat V
Jakarta Timur
Telp: 021-4898774 Faks:021-4701190.
Situs http://www.asekma.ac.id
Email: info@asekma.ac.id
iii
PENGANTAR REDAKSI
Pembaca yang terhormat,
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah resmi berlaku sejak 1 Januari 2016 yang
lalu. Salah satu hal mononjol yang dapat dicatat adalah dunia bisnis membutuhkan tenaga
kerja yang highly-skilled.
Buku Jurnal Dunia Sekretaris nomor Vol.5 No.2 Juli 2016 ini merupakan karya ilmiah
dari para dosen, dan mahasiswi Akademi Sekretari dan Manajemen Don Bosco yang relevan
dengan dunia sekretaris. Buku Jurnal Ilmiah seri ini menyajikan kajian yang lebih berfokus
kepada softskill antara lain mengenai pembangunan karakter, pengelolaan stress, pengaruh
mutu lulusan, pengaruh keterampilan presentasi, dan penyampaian permohonan dalam
Bahasa Inggris.
Topik-topik di atas sangat relevan dalam rangka mensukseskan Masyarakat Ekonomi
ASEAN dan AFTA. Softskill yang dibahas merupakan faktor dominan dalam dunia
ketenagakerjaan selain hardskill yang dimiliki.
Semoga para pengguna buku Jurnal Ilmiah ini mendapatkan manfaat besar dalam
bidangnya masing-masing sekaligus untuk mendorong perkembangan profesi sekretaris
dalam dunia yang terus berubah.
Salam sukses dari Dewan Redaksi.
Jakarta, 1 Juli 2016
Dewan Redaksi
iv
Vol.5 No.2 - Juli 2016 ISSN 2089-4198
ADB’S Secretary
JURNAL DUNIA SEKRETARIS
DAFTAR ISI
Hal
1. MEMBANGUN KARAKTER ATAS DASAR KECENDERUNGAN
EMOSI
Oleh: Drs. R. Sriyono DH, Bc. Th.
1
2. PENGELOLAAN STRESS DI DUNIA KERJA
Oleh: Astuti Widiati, S.E., M.Pd.
20
3. PENGARUH SISTEM PENDIDIKAN TERHADAP MUTU
LULUSAN
Oleh: Muller Sagala, S.E.,M.M
31
4. INDONESIAN LEARNERS’ REQUESTS IN ENGLISH : A Speech-Act
Based Study How Indonesian Learners of English Make Requests In
Everyday Situations
Oleh: V. Mieke Marini
44
5. PENGARUH KETERAMPILAN PRESENTASI TERHADAP
PERSEPSI PIMPINAN PERUSAHAAN
Oleh: Muller Sagala, S.E.,M.M..
57
1
MEMBANGUN KARAKTER ATAS DASAR KECENDERUNGAN EMOSI
Oleh: Drs. R. Sriyono DH, Bc. Th.
(Dosen ASEKMA Don Bosco, redemptus.sriyono@gmail.com)
ABSTRACT
Character is the absolute answer in creating a better life in the community. Characters are
the values of human behavior associated with the Almighty God, ourselves, our fellow human
beings, the environment, and nationality embodied in thoughts, attitudes, feelings, words,
and actions based on religious norms, laws, manners, culture and customs. Character will
affect the pattern of action and emotion of human communication. The formation of a
person's character that requires communities of character consisting of family, educational
institutions, religious institutions, media, government and various parties that affect the
values of the students as the younger generation. Characters must be a habit that can be
done through character education. There are 12 types of personality typology needs to know
to maintain emotional balance those are achiever, difensive, ordinative, exhibisionis,
affiliative, intuitive, sucumtive, dominative, nurturative, loyalism, heterseksual, energetic
power.
Keywords: character, typologi, emosional
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia saat ini sangat memerlukan sumberdaya manusia yang bermutu,
pandai, cerdas, dan yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk
memenuhi sumber daya manusia tersebut, pendidikan berperan penting. Hal ini sesuai
dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang
2
menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap
jenjang, termasuk di perguruan tinggi harus diselenggarakan secara sistematis guna
mencapai tujuan tersebut, khususnya melalui pembangunan karakter.
Karakter sebagai nilai-nilai yang khas-baik yaitu tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik,
nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan, yang terpatri dalam diri
dan terejawantahkan dalam perilaku. Semua ini diharapkan dapat menjadi perilaku otomatis.
Pembangunan karakter diharapkan berguna bagi kehidupan seseorang dalam
kedudukannya sebagai pribadi, anggota masyarakat sekaligus warga Negara suatu bangsa.
Pendidikan karakter adalah sebuah usaha terus menerus untuk mendidik para mahasiswa
agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada
lingkungannya. Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada para mahasiswa adalah
nilai universal yang mana seluruh agama, tradisi dan budaya pasti menjunjung tinggi nilai-
nilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus dapat menjadi perekat bagi seluruh anggota
masyarakat walaupun berbeda latar belakang budaya, suku dan agama.
Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan
akhlak, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan
3
peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah,
lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana
yang baik sehingga para mahasiswa sebagai peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang
mana yang baik dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa
melakukannya (psikomotor).
Pendidikan karakter yang baik, harus melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang
baik” (moral knowing), tetapi juga “merasakan dengan baik” atau “loving the good” (moral
feeling), dan “perilaku yang baik” (moral action). Jadi pendidikan karakter erat kaitannya
dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan dan dilakukan.
Karena pendidikan karakter merupakan suatu habit, maka pembentukan karakter
seseorang itu memerlukan communities of character yang terdiri dari keluarga, lembaga
pendidikan, institusi keagamaan, media, pemerintahan dan berbagai pihak yang
mempengaruhi nilai-nilai para mahasiswa sebagai generasi muda.
Semua communities of character tersebut hendaknya memberikan suatu keteladanan,
intervensi, pembiasaan yang dilakukan secara konsisten, dan penguatan. Dengan perkataan
lain, pembentukan karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan,
intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus menerus dalam jangka
panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan.
Penulis mencoba menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini
sebagai batasan dalam pembahasan isi. Beberapa masalah yang akan dibahas dalam tulisan
ini antara lain:
4
1. Apa arti dari membangun karakter itu?
2. Apa pengertian dari kecenderungan emosi dan pengaruhnya bagi kepribadian
seseorang ?
3. Bagaimana hubungan antara kecenderungan emosi dengan program pendidikan
karakter ?
4. Bagaimana pengaruh pola asuh atau pola didik terhadap terbentuknya karakter
seseorang atau karakter bangsa ?
5. Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan perilaku seseorang ?
6. Bagaimana gambaran dari pendidikan karakter yang sudah berhasil ?
Berdasarkan rumusan masalah yang disusun oleh Penulis di atas, maka tujuan dalam
penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu membangun karakter.
2. Untuk mengetahui apa hubungan antara kecenderungan emosi dengan karakter dan
kepribadian seseorang.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kecenderungan emosi dengan program
pendidikan karakter.
4. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh atau pola didik terhadap terbentuknya
karakter seseorang.
5. Untuk mengetahui hubungan pendidikan karakter dengan perilaku seseorang.
6. Untuk mengetahui gambaran dari pendidikan karakter yang sudah berhasil.
Metode yang digunakan dalam penulisan karya ini adalah metode kepustakaan (library
research) yaitu dengan mencari literatur termasuk hasil penelitian yang berhubungan dengan
bahasan karya tulis ini.
LANDASAR TEORI
1. Pengertian Pendidikan Karakter
5
Karakter adalah jawaban mutlak untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik di
dalam masyarakat. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia
insan kamil atau insan yang bermartabat. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan
itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana, prasarana, pembiayaan, dan ethos
kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
“Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-
anak muda menjadi pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka
menjadi pelaku baik bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan
menyumbangkan perubahan dalam tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil,
baik, dan manusiawi.” (Doni Koesoema A.Ed)
2. Perbedaan Karakter dan Kepribadian
6
Kepribadian adalah hadiah dari Tuhan Sang Pencipta saat manusia dilahirkan dan
setiap orang yang memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di
aspek kehidupan sosial dan masing-masing pribadi.
Tipologi Kepribadian manusia terdiri dari 12 jenis, yang terbentuk dari 12 kecenderungan
yang muncul dalam diri seseorang, (LPT Grahita Indonesia) yaitu :
1. Achiever yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk mengembangkan dan
mengedepankan sikap sportif dalam mencapai prestasi di kehidupannya.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
a. Berani menghargai karya dan pendapat orang lain.
b. Berani membuka diri untuk belajar dari orang lain.
c. Mampu mengendalikan dorongan untuk menang sendiri.
d. Mau belajar bersaing dan tidak iri hati.
e. Berani menerima kegagalan dan tidak putus asa.
f. Bila berlebihan, cenderung tidak mau kalah, mau menang sendiri, keras kepala dan
ngeyel.
2. Difensive yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan
diri dari serangan, kritikan, ancaman, dan penilaian orang lain.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
a. Mampu mempertahankan sikap dan prinsip diri dan tidak mudah terpengaruh.
b. Bisa belajar dari berbagai pengalaman atau kesulitan dan tidak curiga terhadap
lingkungan.
c. Mempertahankan sikap kreatif dan tekun.
d. Mau belajar mendengarkan orang lain.
e. Bergaul secara luas dan bersikap rileks.
f. Bila berlebihan cenderung tertutup, pendiam, bahaya ledakan emosi tidak terkendali.
3. Ordinative yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk mentaati
aturan/norma.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
7
a. Berani mengambil inisiatif dan tidak terganggu oleh aturan/perintah.
b. Taat pada aturan tetapi tidak kaku dan membabi buta.
c. Berani berkreasi dan mampu memupuk kepercayaan diri.
d. Bekerja secara rapi.
e. Mandiri dan fleksibel pada aturan.
f. Bila berlebihan cenderung berperilaku ordinatif, taat tapi kaku, problemnya krisis
kepemimpinan.
4. Exhibisionis yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk berani tampil di
muka umum/ di hadapan orang lain.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
a. Memiliki keinginan untuk tampil secara wajar.
b. Mampu mengekspresikan diri secara baik.
c. Berani mengungkapkan perasaannya secara wajar.
d. Memiliki rasa percaya diri secara baik.
e. Ilaz berlebihan, cenderung show action, suka pamer.
5. Affiliative yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk berinteraksi dengan
lingkungan/ kelompok, membentuk kelompok.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
a. Memiliki sikap interaktif.
b. Memiliki ketrampilan dalam bersosialisasi.
c. Bisa bekerja sama dengan teman dalam kelompoknya.
d. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan.
e. Mudah beradaptasi, tidak kehilangan jati diri.
f. Bila berlebihan cenderung terlalu gaul, supple dan tidak selektif, mudah terpengaruh.
6. Intuitive yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk peduli terhadap
segala sesuatu yang terjadi pada lingkungannya.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
a. Bisa menerima pendapat orang lain.
b. Bisa memahami lingkungan sekitar.
c. Bisa memahami orang lain.
d. Memiliki rasa peduli secara baik.
e. Dapat mengendalikan emosi.
8
f. Bila berlebihan cenderung tidak selektif, heranan, rasa ingin tahunya berlebihan,
mudah tersinggung.
7. Sucumtive yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk memenuhi
kebutuhan tanpa tergantung orang lain.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
a. Cenderung mandiri.
b. Memiliki rasa percaya diri.
c. Bisa mengembangkan kreativitasnya.
d. Dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
e. Bila berlebihan cenderung suka melempar tanggung jawab kepada orang lain dan sok
tahu.
8. Dominative yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk memimpin,
menguasai dan mempengaruhi, dan mengatur individu lain.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
a. Cenderung bisa dan mau memimpin.
b. Memiliki karisma kepemimpinan.
c. Mampu mempengaruhi orang lain.
d. Trampil bersosialisasi secara baik.
e. Mampu memberi motivasi ke orang lain.
f. Bila berlebihan cenderung suka mengatur, suka merampas hak orang lain.
9. Nurturative yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan rasa
tanggung jawab terhadap sesuatu hal / benda yang dimiliki, rasa memiliki.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
a. Memiliki keterampilan untuk mempertimbangkan sesuatunya.
b. Memiliki rasa tanggung jawab.
c. Memiliki ketegasan dalam bertindak.
d. Memiliki motivasi untuk merawat dan menjaga miliknya.
e. Bila berlebihan cenderung tidak bisa membedakan mana yang penting dan mana
yang tidak, terlalu main perhitungan dan tidak peduli pada perasaan orang lain, pelit.
10. Loyalism yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk bersikap konsisten,
tuntas dalam melaksanakan tugas, memegang komitmen, teguh pada prinsip.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
9
a. Memiliki motivasi untuk menyelesaikan tugas.
b. Memiliki motivasi untuk mengembangkan kreativitas.
c. Mempunyai motivasi untuk setia, dan berpegang teguh pada prinsip/pendirian.
d. Bila berlebihan cenderung kurang kreatif, setia buta dan kurang progresive.
11. Heteroseksual yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk
mengembangkan komunikasi antar pribadi secara baik tanpa membedakan lawan jenis.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
a. Memiliki ketrampilan berkomunikasi terhadap sesama tanpa membedakan lain jenis.
b. Mempunyai kemampuan mengendalikan perasaan.
c. Mampu beradaptasi degan baik terhadap lawan jenis.
d. Mampu bersosialisasi dengan baik juga pada lawan jenis, setia dalam memegang
janji.
e. Bila berlebihan cenderung menjadi play boy atau play girl.
12. Power energetic yaitu kepribadian yang mempunyai kecenderungan untuk memenuhi
kebutuhan merusak ke dalam bentuk aktivitas yang positif dan bermanfaat.
Indikasi yang dapat dilihat adalah :
a. Memiliki motivasi untuk mengembangkan reaktivitasnya.
b. Mempunyai kemampuan berinovasi.
c. Memiliki kemampuan bergerak secara wajar dan terkendali.
d. Mempunyai kemampuan mengendalikan perasaan, juga saat kecewa,
e. Bila berlebihan cenderung merusak tatanan dan agresif.
Kecenderungan emosi, yang menjadi landasan terbentuknya perilaku sangat
dipengaruhi oleh pola asuh yang diterima baik dari orangtua maupun dari para pendidik. Ada
beberapa pola asuh yang sering diterapkan oleh para orangtua dalam membentuk
kepribadian atau watak anak-anaknya antara lain :
1. Pola asuh otoriter, yaitu pola asuh yang menekankan dominasi orangtua. Orangtua yang
menentukan dan anak harus patuh menjalankan. Dari pola asuh ini akan menghasilkan
anak-anak yang patuh, taat, dan takut pada orangtua, tetapi menyebabkan anak
kehilangan kesempatan untuk menentukan langkahnya. Anak akan kehilangan inisiatif
dan kreativitasnya.
10
2. Pola asuh permisip, yaitu pola asuh yeng lebih mengutamakan kemauan si anak, apapun
yang anak inginkan harus dipenuhi oleh orangtua. Pola asuh ini sepintas memperlihatkan
orangtua yang baik hati, karena apa yang diinginkan si anak akan dituruti. Tetapi akan
membentuk perilaku si anak yang suka menuntut dan menuntut, dan akhirnya orangtua
hanya akan menjadi sapi perah bagi anaknya.
3. Pola asuh demokratif, yaitu pola asuh yang mengutamakan musyawarah atau dialog
antara orangtua dan anak apa yang diinginkan baik oleh orangtua maupun si anak terlebih
dahulu dibicarakan. Pola asuh ini akan membentuk perilaku kompromis.
4. Pola asuh yang menekankan protective, yaitu pola asuh ini terlihat orangtua begitu
mengawatirkan anaknya, sehingga memberikan proteksi atau perlindungan karena takut
anaknya akan kenapa-kenapa.
PEMBAHASAN
Pemahaman 12 jenis kepribadian yang terbentuk dan 4 pola asuh yang dapat
diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya akan membentuk mutu karakter seorang anak.
Pendekatan emosional orang tua tersebut akan sangat kuat membentuk karakter anak.
Pertanyaannya adalah mana dari ke-empat pola tersebut di atas yang terbaik?
Menurut Penulis ke-empatnya mempunyai kekurangan dan kelebihannya sendiri. Ke-
empatnya akan menjadi baik dan memberi pengaruh positif bagi anaknya sejauh diterapkan
tepat waktunya. Misalnya pola asuh otoriter, akan tepat diterapkan ketika anak masih
berumur antara 0 tahun sampai 12 tahun. Pada masa ini orangtua menjadi lebih dominan.
Kemudian pola asuh demokratis, akan tepat diterapkan ketika anak berusia antara 12 sampai
17 tahun, pada masa ini anak sudah dapat mengetahui dan membedakan mana yang baik dan
mana yang tidak dan anak sudah tidak lagi masalah untuk didikte, tetapi diajak bicara,
diperlakukan sebagai teman. Pola asuh permisif sebaiknya diterapkan ketika anak sudah
memasuki usia dewasa, yaitu 17 tahun ke atas, karena diharapkan pada usia 0 tahun hingga
12 tahun sudah ditempa oleh orangtuanya untuk mengetahui mana yang boleh dan mana
11
yang tidak, mana yang baik dan mana yang tidak baik, dan pada usia 12 tahun hingga 17
tahun sudah dibiasakan untuk selalu berdialog, sehingga pada usia dewasa sudah siap untuk
menentukan pilihannya sendiri.
Setiap manusia pada dasarnya mau belajar untuk mengatasi dan memperbaiki
kelemahannya, serta memunculkan kebiasaan positif yang baru. Inilah yang disebut dengan
karakter. Misalnya, seorang dengan kepribadian achiever yang mempunyai kecenderungan
untuk mengembangkan dan mengedepankan sikap sportif dalam mencapai prestasi di
kehidupannya. Lalu sadar dan belajar sehingga mampu membawa dirinya untuk
mengembangkan dan mengedepankan sikap sportif, bersikap serius dalam situasi yang
membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus, itulah karakter. Pembangunan karakter
adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran,
kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu
yang perlu dikembangkan dan perlu dibina, sejak usia dini (idealnya).
Karakter bukan diwariskan, dan karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa
ditukar. Karakter harus dibangun dan dikembangkan secara sadar hari demi hari dengan
melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang
tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari. Banyak diperhatikan bahwa orang-orang dengan
karakter buruk cenderung mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan
bahwa cara mereka dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain atau
kondisi lainnya yang menjadikan mereka seperti sekarang ini. Memang benar bahwa dalam
kehidupan, kita harus menghadapi banyak hal di luar kendali kita, namun karakter Anda
tidaklah demikian. Karakter Anda selalu merupakan hasil pilihan. Perlu diketahui bahwa
setiap orang mempunyai potensi untuk menjadi seorang pribadi yang berkarakter. Karakter,
lebih dari apapun dan akan menjadikan seorang pribadi yang memiliki nilai tambah.
12
Karakter akan melindungi segala sesuatu yang orang hargai dalam kehidupan ini. Setiap
orang bertanggung jawab atas karakternya. Setiap orang harus memiliki kontrol penuh atas
karakternya sendiri. Artinya seseorang tidak dapat menyalahkan orang lain atas karakternya
yang buruk karena orang ia harus bertanggung jawab penuh. Mengembangkan karakter
adalah tanggung jawab pribadi seseorang.
Orang tua harus mempunyai program untuk membangun karakter anak termasuk
bagaimana memberikan therapy dalam suatu lingkungan tertentu. Berikut ini beberapa
penjelasan bagaimana program orang tua dalam rangka pembangunan karakter.
1. Berdasar Tipology Kepribadian
Tabel berikut ini menjelaskan bagaimana therapi yang dapat dilakukan orang tua
terhadap anak dengan tipology tertentu.
No Tipology Therapi
1 Achiever Mengajarkan orangtua untuk selalu menerima dan bersyukur
atas keadaan atau kondisi apapun (thank giving).
2 Difensive Story telling, relaxasi, refleshing, tidak mengkritik.
3 Ordinative Memberi kebebasan pada anak, misalnya baju, tidur,
merubah waktu mandi, dan jangan memberi advis yang
berdampak pada pelajaran, hindari selalu memberi aturan.
4 Exhibisionis Problemnya anak merasa tidak diakui/diperhatikan. Maka
berilah pujian, misi penugasan/kepercayaan.
5 Affiliative Anak merasa tidak pernah diperhatikan, mencari perhatian
secara berkomunitas dengan teman-temannya. Untuk
mengurangi, anak diajak bermain, sambil mengingat
kejadian yang lalu. Buat anak betah di rumah.
6 Intuitive Problemnya adalah krisis kepercayaan. Orangtua membuat
janji dalam waktu 1 minggu dengan kegiatan yang menarik
bagi anak dan janji harus dipenuhi.
13
7 Sucumtive Problem nya adalah anak merasa teralu diproteksi sehingga
seakan-akan dalam kondisi berbahaya.
Terapinya yaitu anak dilatih makan sendiri, mandi sendiri,
orangtua menyaksikan anak melakukan aktivitas.
8 Dominative Problem nya adalah orangtua over permisif
Terapinya yaitu Orangtua harus belajar mentaati komitmen
dan dalam membuat komitmen tidak boleh dengan rasa
marah.
9 Nurturative Problemnya adalah orangtua ambivalent, tidak tegas
Terapi yaitu three box on the playing antara lain :
1. Mainan yang dipakai
2. Mainan yang mungkin dipakai.
3. Mainan yang tidak dipakai.
Yes or no therapy : Tapi anak tetap diberi kesempatan untuk
memilih, dan didukung pilihannya.
10 Loyalism Anak diberi kebebasan untuk memilih dengan jumlah pilihan
yang banyak. Anak diajarkan untuk berkata tidak.
11 Heteroseksual Anak merasa tidak nyaman, kurang kasih sayang dari
orangtua yang sejenis. Orang tua yang sejenis harus bisa
menjadi patner, bukan musuh atau pesaing.
Underciton : tidak suka dengan teman sejenis. Upon
conscious : lebih suka dengan teman sejenis.
12 Power
energetic
Anak menderita karena merasa ditolak.
Orangtua diajarkan suatu metode agar anak merasa diterima,
sementara anak dibantu untuk meterjemahkan apa yang
dilakukan orangtua.
Pemilihan program therapy sebagaimana dijelaskan di atas dapat secara efektif dilakukan
dalam lingkungan tertentu sebagaimana diuraikan berikut ini.
a. Lingkungan Sekolah
14
1) Training Guru
Terkait dengan program pembangunan karakter di sekolah, bagaimana
menjalankan dan melaksanakan pembangunan karakter di sekolah, serta
bagaimana cara menyusun program dan melaksanakannya dari gagasan ke
tindakan.
Program ini membekali dan memberikan wawasan pada guru tentang
psikologi anak, cara mendidik anak dengan memahami mekanisme pikiran anak
dan 3 faktor kunci untuk menciptakan anak sukses, serta kiat praktis dalam
memahami dan mengatasi anak yang “bermasalah” dengan perilakunya.
2) Program Bimbingan Mental
Program ini terbagi menjadi dua sesi program :
Pertama, Sesi Workshop Therapy, yang dirancang khusus misalnya untuk siswa
usia 12 -18 tahun. Workshop ini bertujuan mengubah serta membimbing mental
anak usia remaja. Workshop ini bekerja sebagai “mesin perubahan instant”
maksudnya setelah mengikuti program ini anak didik akan berubah seketika
menjadi anak yang lebih positif.
Kedua, Sesi Seminar Khusus Orangtua Siswa, membantu orangtua mengenali
anaknya dan memperlakukan anak dengan lebih baik, agar anak lebih sukses
dalam kehidupannya. Dalam seminar ini orangtua akan mempelajari pengetahuan
dasar yang sangat bagus untuk mempelajari berbagai teori psikologi anak dan
keluarga. Memahami konsep menangani anak di rumah dan di sekolah, serta lebih
mudah mengerti dan memahami jalan pikiran anak, pasangan dan orang lain.
b. Lingkungan Keluarga - Membangun Karakter Anak Sejak Usia Dini
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami
setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri
(intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar), dan
hubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan
15
memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan
keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan
cara anak memperlakukan dunianya. Pemahaman negatif akan berimbas pada
perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan memperlakukan dunianya
dengan positif. Untuk itu, tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia
dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk
mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan
potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan
sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus, dan seterusnya.
Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat
pilihan terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter anak. Seperti
kata pepatah bergaul dengan penjual minyak wangi akan ikut wangi, bergaul dengan
penjual ikan akan ikut amis. Seperti itulah, lingkungan baik dan sehat akan
menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Dan yang tidak bisa
diabaikan adalah membangun hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan dan
penghayatan ibadah ritual yang terimplementasi pada kehidupan sosial.
2. Pembangunan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa
Dunia pendidikan diharapkan sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi
perkembangan karakter, sehingga anggota masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan
berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan
sendi-sendi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di
masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama. "Dari mana asalmu tidak penting,
ukuran tubuhmu juga tidak penting, ukuran otakmu cukup penting, ukuran hatimu itulah
yang sangat penting”, karena otak (pikiran) dan kalbu hati yang paling kuat menggerak
seseorang itu ”bertutur kata dan bertindak”. Simak, telaah, dan renungkan dalam hati
apakah telah memadai ”wahana” pembelajaran memberikan peluang bagi peserta didik
16
untuk multi kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap: kejujuran, integritas,
komitmen, kedisipilinan, visioner, dan kemandirian.
Dari mana memulai dibelajarkannya nilai-nilai karakter bangsa, dari pendidikan
informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan nonformal. Tantangan
saat ini dan ke depan bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai
sesuatu kekuatan bangsa. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang
berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa
ini. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik,
sosial, dan budaya bangsa.
“Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa” adalah kearifan
dari keanekaragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera
muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan
melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada
posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan
keagamaan. Pendidikan karakter bukanlah sekedar wacana tetapi realitas
implementasinya, bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau
slogan, tetapi keberpihakan yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa
Indonesia. Pembiasaan berperilaku santun dan damai adalah refreksi dari tekad kita
sekali merdeka, tetap merdeka. (MuktionoWaspodo, dalam
http://www.pendidikankarakter.com)
3. Pembangunan Karakter yang Berhasil
Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian
indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan
pada setiap janjang pendidikan, yang antara lain;
17
a. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja.
b. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
c. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
d. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi
dalam lingkup nasional.
e. Menunjukkan sikap percaya diri.
f. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain
secara logis, kritis, dan kreatif.
g. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
h. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
i. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
j. Mendeskripsikan gejala alam dan sosial.
k. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggungjawab.
l. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
m. Menghargai karya seni dan budaya nasional.
n. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
o. Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
dengan baik.
p. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.
q. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;
r. Menghargai adanya perbedaan pendapat.
s. Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana.
t. Memiliki jiwa kewirausahaan.
18
u. Menunjukkan sikap percaya diri.
Pada tataran di dunia pendidikan, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah
terbentuknya perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh semua warga civitas akademika, dan masyarakat sekitar harus
berlandaskan nilai-nilai tersebut.
PENUTUP
Dari pembahasan di atas Penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu:
1. Bangsa Indonesia telah berusaha untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan
karakter melalui sekolah-sekolah.
2. Guru dan pendidik adalah orangtua kedua bagi para siswa, yang juga menjadi panutan
atau roll model.
Pembangunan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak
mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang.
Bila pembangunan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi kalau
masa depan bangsa Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju kejayaan. Dan bila
pendidikan karakter ini mengalami kegagalan sudah pasti dampaknya akan sangat besar bagi
bangsa ini, negara kita akan semakin ketinggalan dari negara-negara lain.
Point penting yang dapat dicatat adalah Pemerintah harus selalu memantau atau
mengawasi dunia pendidikan, karena dari dunia pendidikan Negara bisa maju dan karena
dunia pendidikan juga Negara bisa hancur, bila pendidikan sudah disalah gunakan. Selain
mengajar, para pendidik atau orangtua juga harus mendoakan anak atau muridnya supaya
menjadi lebih baik, bukan mendoakan keburukan bagi anak didiknya. Para pendidik harus
19
memberikan rasa aman dan keselamatan kepada setiap peserta didik di dalam menjalani
masa-masa belajarnya. Harapan Penulis, semoga tulisan ini dapat bermanfaat khususnya
bagi para mahasiswa ASEKMA Don Bosco.
DAFTAR PUSTAKA
_________. Pedoman penjelasan hasil pemeriksaan Psilologi LPT Grahita Indonesia.
http://www.pendidikankarakter.com/peran-pendidikan-karakter-dalam-melengkapi-
kepribadian/, diakses tanggal 12 Mei 2016
http://www.pendidikankarakter.com/kurikulum-pendidikan-karakter/, diakses tanggal 12
Mei 2016
http://www.pendidikankarakter.com/peran-pola-asuh-dalam-membentuk-karakter-anak/,
diakses tanggal 12 Mei 2016
http://www.pendidikankarakter.com/membangun-karakter-sejak-pendidikan-anak-usia-
dini/, diakses tanggal 12 Mei 2016
20
PENGELOLAAN STRESS DI DUNIA KERJA
Oleh : Astuti Widiati, S.E., M.Pd.
(Dosen ASEKMA Don Bosco, astuti.widiati@yahoo.com)
ABSTRACT
Stress is a part of daily life. The pressure happened in working environment generates many
employees to feel discomfort and unsupported. This matter should be discussed openly and
genuinely to achieve applicable and win-win solution for all parties. Some employees even
do not recognize the symptom of stress until the condition get worse and need medical
treatment. Understanding the symptoms of stress is necessary to be indentified and find
appropriate solution for the condition. Stressor can come up from everywhere without
notice. The proper solution can restore the spirit of employees to get better in their work
performance. Stress is also possible to be a extra energy at work when employee sees the
pressure as a competency challenging. Managing stress should be our skill in doing any job.
Stress in unpredictable but can be recovered with proper treatment.
Key words : Stress, Stressor, Solution
I. PENDAHULUAN
Memiliki pekerjaan sebagai seorang sekretaris, Personal Assistant, Office Manager,
ataupun yang lain pada umumnya merupakan hal yang wajib disyukuri. Pekerjaan
memberikan semangat hidup, kemampuan untuk mengekspresikan diri dan
keterampilan untuk memecahkan berbagai masalah.
21
Di posisi manapun ditempatkan, seorang pegawai memiliki beban kerja yang
berubah-ubah tiap waktu. Seorang pegawai harus mampu mengikuti derap langkah
pimpinan dan perusahaan yang juga turut berkembang seturut dengan perubahan cepat
kondisi pasar.
Kondisi beban kerja yang tidak menentu ini dapat menimbulkan tekanan psikis yang
biasa kita sebut dengan stress. Pada akhirnya stress merupakan bagian dari pekerjaan itu
sendiri sehingga tidak perlu dihindari tetapi dihadapi dan disiasati. Ada yang mengatakan
bahwa pekerjaan yang tidak menimbulkan stress rasanya kurang menantang. Apakah
pendapat ini benar? Tiap individu pastinya memiliki jawabannya sendiri. Itulah pokok
masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini.
Beban kerja dan kemampuan pegawi untuk merespon memberikan tingkat perbedaan
tekanan pada stress itu sendiri. Tujuan tulisan ini adalah agar pekerja tersebut dapat
mengenal stress dengan berbagai definisi dan dapat bermanfaat untuk merespon stress
secara lebih positif.
Metode penulisan karya ilmiah ini memakai metode library research dan
pengamatan Penulis dalam beberapa kegiatan.
II. PENGERTIAN
Tekanan di dalam pekerjaan merupakan salah satu dinamika dalam dunia kerja.
Respon terhadap tekanan ini yang akan memberikan dampak bagi tiap individu yang
menanganinya. Tekanan di dalam pekerjaan yang tidak terespon dengan positif
mengarahkan individu dalam kondisi terbeban yang pada umumnya sering disebut
sebagai stress.
Menurut Slocum dan Hellrigiel :
22
Stress is the excitement, feeling of anxiety, and/or physical tension that occurs when
the demands placed on an individual are thought to exceed person’s ability to cope.
Stress adalah kekhawatiran dan/atau tekanan fisik yang terjadi ketika terjadi
tuntutan pada individu yang pada kondisi tertentu melebihi kemampuan seseoran untuk
mengatasinya.
Menurut Nelson dan Quick :
The unconscious preparation to fight or flee that a person experiences when faces
any demand.
Stress ternyata memiliki definisi tergantung dari mana kita memandang stress itu
sendiri. Di setiap tugas di dunia kerja pasti memberikan kondisi yang disebut stress tetapi
bagaimana cara memandang akan memberikan pada cara kita merespon dan kinerja yang
akan diberikan.
Stress dapat berarti positif dan bersemangat yang mana dapat membawa kondisi
pikiran dan tubuh pada kondisi fokus dan puncak yang mana dapat menstimulasi energi
lebih untuk suatu pekerjaan yang lebih produktif. Kondisi ini disebut dengan Eustress
(Euphoria dan Stress).
Stress yang sering di sebut secara umum adalah distress yang memberikan tekanan
kelelahan kerja dengan rendahnya kinerja yang dihasilkan seolah tidak ada solusi dan
perlu penanganan khusus.
Secara sederhana bila kita berpikir suatu pekerjaan memberikan tantangan positif
bagi kemajuan kompetensi pegawai maka pegawai tersebut bisa menyebut stress yang
terjadi adalah eustress dan sebaliknya bila pekerjaan tersebut justru dipandang sebagai
hal yang sulit dan melemahkan pegawai maka kita sebut sebagai distress.
23
A. Pemicu stress/distress yang umum dihadapi adalah :
1. Beban Kerja
Pada umumnya masalah di tempat kerja adalah beban kerja yang berat yang
melebihi kapasitas seorang pegawai untuk menyelesaikannya. Hal ini dapat
menimbulkan tekanan pada pegawai yang mengerjakan tugas tersebut. Di sisi
lain beban kerja yang ringan mungkin karena pimpinan juga banyak membantu,
dapat juga menimbulkan masalah dan tekanan yang mana pegawai merasa tidak
tertantang dan merasa dianggap tidak mampu.
2. Keadaan di Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang tidak mendukung misalnya adanya suara yang
menganggu, pencahayaan yang terbatas atau berlebihan, suhu ruangan yang
kurang nyaman, dan berbagai keadaan fisik lingkungan kerja yang membuat
pegawai merasa tidak nyaman dan tertekan karena tidak mampu fokus pada hal
sedang dikerjakan.
3. Pertentangan dan Ketidakjelasan Peranan
Maksud dari pertentangan peran di sini adalah bahwa harapan pegawai terhadap
peranannya sering menemukan ketidakcocokan dalam relasinya dengan
pimpinan dan rekan kerja sedangkan maksud ketidakjelasan peran adalah adanya
keraguan dari pegawai mengenai tanggungjawabnya dalam tugas yang diberikan
oleh pimpinan sehingga menimbulkan tekanan dalam mengerjakan tugas
tersebut.
4. Pengembangan Karir
Pengembangan karir berhubungan dengan promosi, mutasi dan kesempatan
belajar. Kekhawatiran dalam pengembangan karir meliputi under promotion
yaitu tidak adanya kesempatan untuk berkembang lebih jauh dan juga over
24
promotion yaitu mendapat kenaikan jabatan tanpa dibekali dengan kompetensi
yang sesuai.
5. Konflik Antar Pribadi
Hubungan antar pribadi di dalam dunia kerja berpengaruh besar pada pengelolaan
stress. Rekan-rekan yang mendukung memberikan perasaan nyaman dan tenang
dalam tugas yang kita kerjakan, di sisi lain rekan yang kurang sepaham dan
kurang mendukung memberikan tekanan dan ketidakpastian akan hasil kerja
yang diharapkan. Sebagai pegawai harus juga pandai dalam berperilaku dan tidak
terlibat dalam office politics yang menimbulkan kubu-kubu tertentu yang justru
dapat menimbulkan stress bila rekan kerja tim kita ternyata dari kubu yang
berbeda.
6. Perilaku Rekan Kerja
Perilaku rekan kerja yang meremehkan atau merendahkan secara gender,
menimbulkan ketidaknyamanan dalam dunia kerja dan dapat menimbulkan
tekanan bagi pegawai yang mengalaminya.
7. Konflik Antara Dunia Kerja dan Keluarga
Pertentangan antara karir dan kehidupan berkeluarga dapat menimbulkan tekanan
tersendiri karena pegawai berusaha menemukan titik keseimbangan di dalam dua
peran tersebut.
B. Hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menghadapi tekanan :
1. Persepsi
Persepsi yang diciptakan masing-masing individu dalam menghadapi masalah
memberikan hasil yang berbeda dalam menghadapi stress. Ada pihak yang
menganggap tekanan atau masalah adalah kesempatan untuk mempelajari suatu
kompetensi baru sehingga menghadapi dengan lebih antusias. Di sisi lain ada
25
pegawai yang berpendapat bahwa tekanan diberikan karena pimpinan tidak
menyukai pegawai tersebut sehingga tugas ini diberikan agar pegawai tersebut
terlihat gagal dan dapat dipecat.
2. Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman dalam menghadapi stress sebelumnya menjadi tolak ukur bagaimana
menghadapi stress berikutnya. Pengalaman stress sebelumnya memberikan
kemampuan dalam bertindak di situasi tertentu.
3. Dukungan Sosial
Rekan kerja yang optimis dan positif dapat memberikan semangat yang
menjadikan beban kerja lebih ringan. Akan jauh berbeda halnya bila rekan kerja
di sekitar pegawai pesimis dan selalu berpikiran negatif. Semangat kerja menurun
dan beban kerja menjadi lebih berat.
4. Perbedaan Individu
Karakter pegawai yang berbeda memberikan respon yang berbeda juga terhadap
stress yang dihadapi. Pribadi yang matang akan lebih fleksibel dan ringan dalam
menghadapi tekanan dan selalu positif.
C. Dampak stress/distress yang tidak tertangani :
1. Pada keadaan fisik seseorang yang dapat berupa kenaikan tekanan darah, jantung
berdebar, berkeringat, kesulitan bernafas, kekakuan otot, dan masalah seputar
pencernaan.
2. Pada emosi seseorang yang dapat berupa kemarahan, kekhawatiran, depresi,
tidak percaya diri, penurunan kemampuan konsentrasi, ketidakpuasan kerja,
mudah tersinggung.
3. Pada perilaku seseorang yang dapat berupa kinerja rendah, tingginya tingkat
absensi, kesulitan berkomunikasi, sikap menyerang.
26
III. PEMBAHASAN
Kondisi – kondisi yang terjadi yang merupakan dampak dari distress harus mampu
dikelola para pimpinan agar pekerjaan tidak ada yang terbengkalai. Sistim saling
dukung dapat mengurangi dampak distress dan pekerjaan yang ditangani juga dalam
keadaan tidak terbengkalai.
Pimpinan dapat melakukan antisipasi dengan cara :
1. Mengijinkan adanya cuti distress untuk karyawan agar bisa dapat menenangkan
diri.
2. Menciptakan komunikasi terbuka untuk mengantisipasi adanya distress sejak
awal.
3. Menyiapkan tenaga dukungan tambahan untuk pekerjaan yang memberikan
tekanan lebih sehingga kelelahan fisik dan mental dapat terdistribusi dengan
lebih baik.
27
SKEMA HUBUNGAN PENYEBAB STRESS DAN PENGARUH INDIVIDU
DALAM KEMAMPUANNYA MENGELOLA STRESS
PENYEBAB STRESS PENGARUH INDIVIDU HASIL
A. Pengaturan stress/distress untuk pribadi
1. Pedoman yang harus diingat
a. Berusaha menghilangkan atau mengurangi sumber stress
b. Memiliki kemampuan untuk mengetahui dan mengatasi sumber stress.
2. Tehnik yang dapat digunakan dalam mengatasi stress
a. Rencanakan segala hal jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan sehingga
memiliki persiapan yang cukup.
Keadaan di
Lingkungan Kerja
Beban Kerja
Konflik antara dunia kerja
dan keluarga
Pertentangan dan
Ketidakjelasan Peranan
Perilaku rekan kerja
Pengembangan Karir
Konflik antar pribadi
Persepsi
Pengalaman Sebelumnya
Dukungan
Sosial
Perbedaan
Individu
Kemampuan
menghadapi
stress
28
b. Melihat masalah sebagai tantangan untuk dipecahkan bukan sebagai
hukuman atas suatu situasi.
c. Mengenal dan mencoba mengurangi kecenderungan untuk perfectionist.
Segala hal perlu dipersiapkan dengan baik dengan melakukan pengecekan
berulang dan berusaha mengantisipasi semua kemungkinan yang bisa terjadi.
d. Berlatih berbagai teknik relaksasi untuk mengembalikan ketenangan hati
sehingga bisa jernih berpikir dan lebih fokus.
e. Pastikan adanya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi
sehingga dapat mengambil waktu untuk bergembira sejenak.
f. Melakukan latihan olah raga secukupnya, minum air putih , makanan bergizi
dan mengatur waktu sedemikian sehingga cukup istirahat.
g. Memiliki jaring pertolongan dan membina hubungan baik sehingga tercipta
dukungan sosial dari teman-teman sekerja.
B. Penanggulangan stress/distress untuk manajemen
1. Mengurangi hal-hal yang dapat memicu stress yaitu:
a. Memperbaiki lingkungan kerja
b. Mengelola beban pekerjaan dan tenggat waktu penyelesaian
c. Mengubah jadwal kerja dan mempertimbangkan waktu kerja yang fleksibel
d. Mengkomunikasikan berbagai kemungkinan pemicu stress dengan karyawan
terutama dalam pelaksanaan tugas dan peran dalam pekerjaannya.
2. Perbaikan perilaku individu yaitu :
a. Melakukan kegiatan team building
b. Konseling untuk karir
c. Program pengembangan dan dukungan pada karyawan
d. Mengikutsertakan dalam pelatihan pengaturan waktu
29
e. Memberikan pelatihan relaksasi.
3. Mengadakan program kebugaran tubuh yaitu :.
a. Memberikan bantuan konseling
b. Meningkatkan minat untuk berolah raga.
4. Tindakan preventif yaitu :
a. Para pimpinan harus dapat membaca gejala awal tekanan/distress pada
pegawai
b. Menciptakan lingkungan sedemikian sehingga mampu menempatkan lebih
banyak kondisi eustress.
IV. KESIMPULAN
Kompleksivitas kehidupan manusia menuntut adanya keseimbangan antara
kehidupan pribadi dan pekerjaan. Terkadang keseimbangan tersebut cukup sulit dicapai
sehingga menjadi beban secara mental yang kemudian sering disebut stress (distress).
Kehidupan pribadi yang juga mencakup harapan-harapan di dunia kerja terkadang tidak
menemukan jawaban pasti di lingkungan kerja itu sendiri.
Cara paling sederhana untuk dapat mengatasi keadaan dalam tekanan ini adalah
dengan menyadari keadaan, mengakui serta mencari solusi untuk menghadapi tekanan-
tekanan tersebut.
Kemampuan melihat hambatan menjadi tantangan, mampu merubah distress
menjadi eustress yang memberikan kinerja lebih produktif. Kemampuan berkomunikasi
dari hati ke hati untuk mencapai solusi yang memenangkan kedua belah pihak dapat
menjadi salah satu cara untuk melepaskan tekanan tersebut. Belajar iklas dalam
mengelola keadaan dan mempertajam kemampuan untuk mengatur waktu.
30
Mengalami stress/distress tidak menjadikan diri pasif tapi dapat mendorong kita
untuk lebih menelaah masalah dan kembali menemukan terobosan-terobosan kreatif
dengan menelisik berbagai relung dan ceruk solusi yang masih belum tersentuh.
Akhir kata mari kita berdamai dengan stress/distress karena stress/distress
merupakan bagian dari kehidupan serta meminta hikmat dan pengertiannya agar diberi
kekuatan dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Nelson, Debra L and Quick, James Campbell. 2006. Organizational Behaviour. South-
Western : Thompson Corporation
Slocum, John W and Hellriegel Don. 2009. Principle of Organizational Behaviour. South-
Western : Cengage Learning
31
PENGARUH SISTEM PENDIDIKAN TERHADAP MUTU LULUSAN
Oleh: Muller Sagala, S.E.,M.M.
(Direktur dan dosen ASEKMA Don Bosco, pagasagala@yahoo.com)
ABSTRACT
In fact ICT always requires a standard procedure and must be executed properly by people
who are expert (skilled). If one runs the existing procedures, it can be fatal and cause a risk.
For the business world which requires a highly-skilled personnel. According to the
observations writer, there is a shift in the needs of the business world from quantity to
quality, from unskilled to skilled, from skilled to highly-skilled. The government has tried to
align the education system with the quality of graduates required by the labor market,
through Presidential Decree No. 8 of 2012 on Indonesian National Qualifications
Framework (KKNI), but not yet implemented. The needs of today's business world and for
the future compaction, can be met by providing highly-skilled personnel, namely: (1) past
the learning program, (2) vocational program, and (3) the professional program. The
government should immediately make adjustments programd education system in Indonesia,
specifically the application of KKNI.
Keywords: quality, skilled, vocational
PENDAHULUAN
Sudah sejak lama terjadi bahwa seorang insinyur pertanian bekerja di suatu bank. Itu
suatu fakta. Kompetensi yang dipupuk selama di perkuliahan, setelah lulus, ternyata tidak
selamanya bekerja dalam satu garis lurus dengan bidang pekerjaannya. Banyak sahabat
Penulis pada posisi tersebut, dan kami menyebutnya sebagai “salah jurusan”.
32
Bagi orang yang bersangkutan pada dasarnya tidak mempersoalkan darimana dia berasal,
yang penting sudah bekerja dan enjoy. Bahkan ada perusahaan atau instansi yang tidak
mempersoalkan jurusan keilmuan yang dimiliki oleh lulusan suatu perguruan tinggi tersebut
asal lolos test yang dilakukan oleh perusahaan. Setelah diterima sebagai calon pegawai atau
karyawan, perusahaan rela memberikan pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan biaya yang
kadang kala relative cukup besar.
Dalam perjalanannya pegawai yang disebut “salah jurusan” tersebut sebagian besar
berhasil dan menduduki posisi yang cukup dapat diperhitungkan. Hal ini seolah mengatakan
bahwa sistem pendidikan dalam pemilihan program studi oleh mahasiswa kurang atau tidak
untuk menentukan bidang tugas atau keahliannya di kemudian hari.
Pertanyaan yang muncul dan sekaligus sebagai pokok permasalahan karya tulis ini
adalah sejauhmana pengaruh sistem pendidikan berperan untuk memenuhi tuntutan mutu
lulusan seperti yang diharapkan oleh dunia bisnis. Apakah sistem pendidikan khususnya
pemilihan jurusan program studi masih mempunyai peran untuk mengantarkan para lulusan
untuk dapat bekerja dan diterima oleh dunia bisnis?
Tujuan karya tulis ini adalah untuk mengetahui sejauhmana dampak sistem pendidikan
khususnya pemilihan program studi berperan untuk mengantarkan lulusan suatu perguruan
tinggi mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan cita-citanya. Manfaat yang
diperoleh dari karya tulis ini adalah orang tua atau calon mahasiswa mengetahui
pertimbangan-pertimbangan apa saja yang diperlukan dalam penentuan suatu program studi.
Metode yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah studi pustaka dan pengamatan.
LANDASAR TEORI
33
1. Konsep Dasar Penerapan Standar Sistem Pendidikan
Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman.
Tujuan pendidikan sebagaimana diharapkan dalam Undang-Undang RI Nomor 2
Tahun 2003 pasal 3 menyebutkan adalah “Bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Sistem pendidikan itu sendiri adalah strategi atau metode yang digunakan dalam
proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan agar peserta didik dapat secara aktif
mengembangkan potensi di dalam dirinya. Sistem pendidikan sangatlah diperlukan
untuk mengatur jalannya pendidikan di sebuah negara dan akan menjadi pedoman untuk
jalannya proses pendidikan tersebut. Sistem pendidikan terdiri dari beberapa komponen
yang terdiri dari input, process, output, enviromental, dan, outcomes. Komponen-
komponen tersebut mempunyai fungsi tertentu yang menjalankan sebuah fungsi struktur
mencapai tujuan sistem tersebut.
2. Pengertian Mutu Pendidikan
34
Pada dasarnya Pemerintah terus menjaga mutu pendidikan dan mutu lulusannya,
misalnya melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Acuan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar, dan menengah telah diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006, dan Nomor 23
Tahun 2006.
Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang berbagai
aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional dan harus dipenuhi
oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Standar Nasional Pendidikan bertujuan
menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional
Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Pengertian Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah dalam
https://mutupendidikanindonesia.wordpress.com/, menjelaskan bahwa manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan
pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah.
Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain
sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memiliki misi
dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv)
adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya
35
termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus
menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus
terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk
penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif
dari orang tua murid/masyarakat. Indikator tersebut juga dapat diberlakukan di unit
pendidikan tinggi dengan penyesuaian.
Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan
unit pendidikan dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya
dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang
telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut
adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen unit pendidikan;
menajamen, dosen dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat
dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang
melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan
dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir
dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan unit pendidikan untuk menyiapkan
pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat.
PEMBAHASAN
Dulu Informasi, Komunikasi, Teknologi (ICT) menyesuaikan perkembangan dunia
bisnis. Seiring dengan perkembangan jaman, ICT telah melangkah lebih maju sehingga
dunia bisnislah yang harus mengikuti perkembang ICT. Fenomena sinerja dunia bisnis
dengan ICT pun sudah terlihat. Hal ini dimaksud agar perkembangan dapat berjalan seiring
sejalan. Hal ini dapat berarti bahwa dalam dunia bisnis telah memuat elemen-elemen ICT.
Dengan kata lain tidak ada lagi bisnis tanpa mengandung unsur ICT.
36
Pada faktanya ICT selalu mensyaratkan prosedur baku dan harus dijalankan dengan
benar oleh orang-orang yang akhli (skilled). Artinya apabila salah menjalankan sistem yang
ada maka dapat berdampak fatal dan menimbulkan risiko. Itulah sebabnya mengapa saat ini
dan dimasa yang akan datang dunia bisnis membutuhkan tenaga yang highly-skilled. Penulis
mengamati bahwa ada pergeseran kebutuhan dunia bisnis dari kuantitas ke kualitas, dari
unskilled ke skilled, dari skilled ke highly-skilled. Seharusnya hal ini perlu diikuti
penyesuaian sistem pendidikan yang diterapkan oleh pihak-pihak yang berwenang. Indikator
lainnya terlihat di berbagai media, pada umumnya iklan lowongan kerja mencantumkan
persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon pencari kerja, salah satunya adalah higly-skilled.
Pada dasarnya Pemerintah telah mencoba menyelaraskan sistem pendidikan dengan
mutu lulusan yang dibutuhkan oleh pasar kerja. Melalui Peraturan Presiden RI Nomor 8
Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) mengatur 4 (empat)
program untuk menuju 9 tingkat kualifikasi. Empat program dimaksud adalah :
1. Program akademik, yaitu program untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Lulusannya diharapkan dapat menjadi dosen, peneliti, pengamat, dan guru besar. Jalur
pendidikan dimulai dari SMA – S1 – S2 – S3. Lama pendidikan ditempuh dalam waktu
4 tahun, dan setelah lulus dapat melamar untuk mencari pekerjaan.
2. Program vokasi, yaitu program untuk melatih keterampilan siap kerja. Berbeda dengan
program akademik, program vokasi lebih memperbanyak praktik dibandingkan teori.
Lulusannya diharapkan langsung siap kerja menurut bidang kompetensi masing-masing,
misalnya sebagai perawat, personal assistant (sekretaris), dll. Jalur pendidikan dimulai
dari SMK – D1 – D2 – D3 – D4 – S2 terapan; S3 terapan. Lama pendidikan ditempuh
dalam waktu 1 tahun untuk D1, 2 tahun untuk D2, 3 tahun untuk D3, dan ditambah 1
37
tahun untuk D4, dan setelah lulus dapat melamar untuk mencari pekerjaan untuk masing-
masing jenjang.
3. Program profesi, yaitu program untuk mempersiapkan profesi tertentu, misalnya profesi
dokter. Program profesi ini merupakan perpaduan antara program akademik dan program
vokasi. Materi yang dipelajari, secara teori harus cukup rinci dipahami dan harus dapat
dipraktikan. Jalur pendidikan dimulai dari SMA/SMK – S1 – Spesialis. Lama pendidikan
2 – 4 tahun lebih lama dari program akademik, artinya untuk menjadi seorang dokter
yang siap praktik membutuhkan waktu sekitar 6-8 tahun.
4. Program pembelajaran masa lalu, yaitu program di luar jalur pendidikan formal. Program
ini mengandalkan pengalaman praktik kerja, tidak mendapatkan teori khusus seperti
pada program akademik, program vokasi, atau program profesi. Orang yang mempunyai
pengalaman kerja ini hanya membutuhkan pengakuan dari instansi pemerintah yang
berwenang untuk menetapkan tingkat kualifikasi antara 1 – 9.
Dari penjelasan 4 jenis program di atas pada akhirnya diharapkan dapat menghasilkan mutu
lulusan yang diterima pasar kerja. Untuk mempermudah pemahaman, 4 program tersebut
akan dibuat dalam suatu tabel. Dari tabel tersebut akan terlihat kebutuhan dunia bisnis
dengan kualifikasi highly-skilled workers, yang diurutkan sbb :
No Program Plus Minus
1 Pembelajaran masa
lalu (pengalaman)
Tersedia cepat
Pasti siap kerja
Dijamin highly-skilled
Tersedia dalam berbagai
kompetensi
Tidak memerlukan biaya
Tersedia dalam jumlah
yang terbatas
2 Vokasi Tersedia cepat (1 – 2.5
tahun)
Di Indonesia
disyaratkan S1 untuk
38
Siap kerja
Perlu penyesuaian
singkat untuk menjadi
highly-skilled
Biaya relatif murah
menjadi pegawai tetap.
Di beberapa negara
telah berdasarkan
grade (KKNI)
3 Profesi Siap kerja
Perlu pengalaman
tambahan untuk menjadi
highly-skilled
Membutuhkan waktu
lama
Biaya relative mahal
4 Akademik Jumlah lulusan cukup
banyak
Tersedia dalam berbagai
program studi
Diperlukan pendidikan
dan pelatihan (diklat)
tambahan untuk
menjadi siap kerja
Banyak yang
menganggur
Tabel di atas menjelaskan plus – minus masing-masing program. Apabila dicocokan
dengan kebutuhan dunia bisnis saat ini dan untuk masa yang akan datang, maka dapat
disimpulkan sementara bahwa program yang cocok untuk menyediakan tenaga yang highly-
skilled adalah program pembelajaran masa lalu (1), program vokasi (2), dan program profesi
(3).
Sementara itu lulusan melalui program akademik (4) kurang diminati oleh dunia bisnis
karena mereka sebagai pemberi kerja harus mengeluarkan biaya tambahan dalam bentuk
pendidikan dan pelatihan (diklat) untuk siap kerja. Tentunya tidak dapat dipungkiri, ada
institusi yang memberlakukan demikian.
Karena kurang diminati dalam pasar kerja dan dengan jumlah lulusan yang sangat besar,
diantara lulusan tersebut banyak yang belum mendapatkan pekerjaan (pengangguran).
Namun satu hal yang perlu diperhatikan dari program akademik adalah tujuan utama
yakni untuk menggali ilmu pengetahuan yang lebih dalam dan luas. Kompas, Selasa, 21 Juni
2016 dengan judul “Masa Depan Perguruan Tinggi”, oleh Agus Suwignyo (Pedagog Cum
39
Sejarawan Fakultas Ilmu Budaya UGM), mengemukakan bahwa telah timbul rasa optimis
tentang masa depan perguruan tinggi di Indonesia dan meningkatkan mutu sumber daya
manusia Indonesia secara keseluruhan. Sampai dengan awal tahun 2016 Indonesia telah
mengirim sekitar 5.000 orang untuk studi S3 ke luar negeri dengan memanfaatkan beasiswa
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) melalui Kementerian Keuangan. Dengan kata
lain Indonesia akan mendapatkan tenaga S3 sebagai calon guru besar di perguruan tinggi di
Indonesia. Namun jumlah tersebut masih perlu ditambah. Sebagai perbandingan, Hongkong
telah mengirimkan sekitar 6.000 orang ke luar negeri untuk jenjang yang sama.
Apabila pemerintah Indonesia ingin menjadi leading dalam pemenuhan pasar kerja di
antara negara ASEAN pada khususnya, di seluruh dunia pada umumnya, dengan tenaga yang
highly-skilled, maka perlu ada penyesuaian sistem pendidikan dan penyesuaian program.
1. Indonesia perlu menyediakan berbagai jenis kompetensi yang dibutuhkan dunia
bisnis untuk masa 5-10 tahun ke depan. Program pembelajaran masa lalu, program
vokasi, dan program profesi dapat ditambah jumlah lulusannya dan dengan mutu
yang lebih baik.
2. Mengalokasikan sebagian mahasiswa dari program akademik ke program vokasi atau
program profesi untuk menambah jumlah lulusan siap kerja. Dengan kata lain,
tambah mahasiswa program vokasi, dan batasi mahasiswa program akademik.
3. Sesuaikan persyaratan pegawai tetap berdasarkan grading 1-9 sebagaimana diatur
dalam KKNI, tidak lagi berdasarkan jenjang S1 atau S2. Selama instansi pemerintah,
perusahaan negara, atau swasta menetapkan syarat S1 sebagai syarat minimal untuk
diangkat menjadi pegawai maka rencana tindak butir 1 dan butir 2 di atas tidak
40
terlaksana. Untuk itu Indonesia harus segera menerapkan pola grading sebagaimana
diatur dalama KKNI.
Sebagai bahan tambahan pemikiran (second opinion) dalam rangka saran penyesuaian
system pendidikan di Indonesia, berikut ini disajikan rekap dan daftar sistem pendidikan
di beberapa negara.
Berikut ini adalah rekap yang telah dikelompokan per hal-hal yang positif.
No Hal-hal positif Negara yang menganut
1 Lulusan yang mandiri Korea Selatan, Finlandia, Singapura, Kanada,
Inggris
2 Menghasilkan lulusan yang
kreatif dan inovatif
Finlandia, Korea Selatan, Singapura, Amerika
Serikat, Jepang
3 Menghasilkan lulusan yang
mempunyai kompetensi
khusus dan tinggi
Finlandia, Korea Selatan, Hongkong, Singapura,
Belanda, Kanada, Amerika Serikat, Jerman,
Jepang, Inggris
4 Tenaga Siap Kerja Jerman, Finlandia, Hongkong, Singapura,
Belanda, Kanada, Amerika Serikat, Jerman,
Jepang, Inggris
Secara rinci per negara dijelaskan dalam tabel sebagai berikut :
No Negara Keterangan
1 Amerika
Serikat
Usia 6-7 tahun wajib bersekolah; banyak sekolah swasta dengan
mutu sama atau lebih bermutu dibandingkan negeri. Keunggulan:
teknik industri, komputer, bisnis.
2 Belanda Setiap program studi harus diakreditasi Pemerintah. Penjurusan
akademik sudah mulai di SD (tergantung minat). Unggul dalam hal
teknologi pengenalan air termodern.
3 Finlandia Pilihan sekolah sedikit dikelola pemerintah, tidak ada PR, tidak ada
UN, kurikulum pendidikan fleksible, guru berkualitas
4 Hongkong Kompetitif, pengajar berkualitas dan mengutamakan pengetahuan
keahlian praktik. Kemampuan internpersonal. Sekolah menengah:
41
junior-senior sekali menengah dibagi 3, kelompok 1 – paling
bergengsi.
Inggris Wajib sekolah, anak jika tidak sekolah dianggap melawan hukum.
Discovery untuk penelitian dapat kembangkan ilmu pengetahuan.
Pentingkan spesialisai – siswa menjadi tenaga akhli di bidang
masing-masing guru mewajibkan agar sekolah diurusi secara
kolektif dari SD ke PT. Hasilnya menjadi priabadi yang mandiri.
5 Jepang Mirip Indonesia, SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun. Tidak
ada ujian kenaikan kelas, otomatis naik ke kelas berikutnya, masuk
SMA – test dulu. Keunggulan : Otomatif, elektronik, robotic,
inovasi naik, ramah, fasum memadai.
6 Jerman Mengutamakan kualitas pendidikan. Guru professional 100 persen
tenaga pendidik untuk membantu mahasiswa berkembang optimal.
Setiap sekolah harus sediakan fasilitas lengkap (termasuk ruang
bermain yang memadai). Ruang kerja guru yang nyaman, lab,
perpustakaan lengkap. Mencetak lulusan yang beretos kerja tinggi
peduli mudah dan gemar belajar. Masing-masing negara bagian
merata. Umumnya umur >15 tahun harus mampu baca dan tulis.
Sistem dualisme yaitu belajar di sekolah dan belajar langsung di
tempat kerja. Budaya tinggi gaya hidup berkualitas, garis biaya
pendidikan unggul: industri otomatif, kesehatan.
7 Kanada Lebih mementingkan kualitas pendidikan, ada kontrol mutu
pendidikan sangat kuat, terdiri dari sekolah dasar-menengah dan
gratis. Anak 5 tahun wajib sekolah. Sekolah privat, sekolah swasta
PT, institusi Sekolah Bahasa, universitas. Pencampuran budaya /
multiculture, unggul dalam penguasaan teknologi. Gaya hidup
berkualitas. Tingkat criminal paling rendah di dunia.
8 Korea
Selatan
Sistem pendidikan 6-3-3-4 yaitu 6 tahun, 3 tahun SMP, 3 tahun
SMA, 4 tahun PT. SD-SMP gratis, SMA = 50%; mempunyai libur
panjang (musim panas, musim dingin, musim semi), dididik keras
dan cermat, mulai 3 tahun sudah sekolah. Menjunjung tinggi profesi
guru, sekolah gratis, 14 jam setiap hari (8.00-22.00) agar bisa
maraih PT terbaik.
9 Perancis Terpusat, terencana. Terdiri dari pendidikan dasar, menengah, dan
tinggi (mirip seperti Indonesia).
Terkenal anggur, kata saling romatis
42
10 Singapura Pendidik bergengsi dan kualitas internasional. Siswa harus ajukan
pertanyaan dan dijawab dipecahkan bersama-sama.
11 Swedia Dana pendidikan besar, ada jaminan pendidikan dan jaminan
kesehatan.
PENUTUP
Mutu lulusan sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang dianut oleh suatu negara.
Mutu lulusan juga menentukan apakah seseorang itu akan diterima di pasar kerja atau tidak.
Dengan kata lain mutu lulusan merupakan titik sentra dalam suatu proses persiapan sumber
daya manusia.
Lulusan dikatakan bermutu apabila memenuhi indikator-indikator yang disyaratkan
dalam dunia bisnis. Mutu lulusan memuat softskill dan hardskill. Persyaratan ini adalah
mutlak, mengingat : (a) setiap produk misalnya jasa atau barang telah memuat komponen
ICT; (b) ICT menuntut adanya prosedur yang standar dan lengkap; (c) prosedur untuk
menjalankan komponen ICT harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil (skilled).
Indonesia harus melakukan penyesuaian sistem pendidikan jika ingin menjadi leading
di era MEA ini. Penyesuaian ini dapat mempertimbangkan sistem pendidikan yang
dilakukan oleh negara-negara lainnya. Beberapa saran yang diajukan adalah :
1. Indonesia perlu menyediakan berbagai jenis kompetensi yang dibutuhkan dunia
bisnis untuk masa 5-10 tahun ke depan. Program pembelajaran masa lalu, program
vokasi, dan program profesi dapat ditambah jumlah lulusannya dan dengan mutu
yang lebih baik.
43
2. Mengalokasikan sebagian mahasiswa dari program akademik ke program vokasi atau
program profesi untuk menambah jumlah lulusan siap kerja. Dengan kata lain,
tambah mahasiswa program vokasi, dan batasi mahasiswa program akademik.
3. Sesuaikan persyaratan pegawai tetap berdasarkan grading 1-9 sebagaimana diatur
dalam KKNI, tidak lagi berdasarkan jenjang S1 atau S2. Selama instansi pemerintah,
perusahaan negara, atau swasta menetapkan syarat S1 sebagai syarat minimal untuk
diangkat menjadi pegawai maka rencana tindak butir 1 dan butir 2 di atas tidak
terlaksana. Untuk itu Indonesia harus segera menerapkan pola grading sebagaimana
diatur dalama KKNI.
DAFTAR PUSTAKA
____________. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
____________. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan
Akademi Sekretari dan Manajemen (ASEKMA) Don Bosco. Handbook of Modern
Secretary: Panduan Sukses Secretaris dalam Dunia Kerja Modern. Penerbit PPM.
Jakarta. 2010.
https://mutupendidikanindonesia.wordpress.com/, diakses tanggal 1 Juni 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Standar_Nasional_Pendidikan, diakses tanggal 1 Juni 2016
www.tandapagar.com/negara-dengan, “7 negara”, diakses tanggal 1 Juni 2016
chromler.com/blog/10-neg, “10 negara”, diakses tanggal 1 Juni 2016
44
INDONESIAN LEARNERS’ REQUESTS IN ENGLISH:
A Speech-Act Based Study
How Indonesian Learners of English Make Requests In Everyday Situations
By V. Mieke Marini
(Dosen ASEKMA Don Bosco, m_v_mieke@yahoo.com)
ABSTRACT
Penyampaian Permohonan dalam Bahasa Inggris oleh Pelajar Indonesia :
Sebuah Penelitian tentang Tindak Tutur Berbahasa
Karya ilmiah ini meneliti tentang perilaku berbahasa dari pelajar Indonesia (mahasiswa
ASEKMA Don Bosco) saat menyampaikan permohonan dalam Bahasa Inggris. Penulis
menggunakan rujukan dari Bach dan Hamish (1982) dan Lakoff (1989) tentang kesopanan.
Penelitian dilakukan terhadap 40 (empat puluh) mahasiswa dengan mengamati jawaban
atas pertanyaan tentang satu situasi, yang diberikan dalam sebuah wawancara. Kasus yang
diberikan memiliki latar belakang perbedaan sosial antara mahasiswa dan lawan
bicaranya. Saat menjawab, mahasiswa menggunakan imajinasinya seakan sedang
berinteraksi dengan dosennya. Data kemudian diolah dan dikelompokkan berdasarkan: (1)
Bentuk permohonan; (2) Tipe kata pembuka, dan (3) Tipe kata pelengkap. Hasil yang
diperoleh adalah bahwa sebagian besar mahasiswa lebih memilih memilih menggunakan
bentuk kalimat tanya, dan menggunakan beberapa variasi kata pembuka, serta
kecenderungan untuk menggunakan kata ‘please’ (menegaskan permohonan) diakhir
kalimat.
Keywords: permohonan, pelajar, tutur
45
1. INTRODUCTION
Language is a means of communication. Some works on the study of language,
by G. E. Moore, Paul Grice, John Searle and J. L. Austin, viewed language as a system
of communication that enables people to cooperate. It is stated that this definition stresses
the social functions of language and the fact that people use it to express themselves and
to manipulate objects in their environment. Language is used for various reasons. There
is a claim made by Finegan, et al, that says “Language is principally a tool for doing
things” (1992). They describe that through language people do things such as: propose
marriage, impose a life sentence, swear to tell the truth, fire an employee and so on.
Moreover, related to this claim, Cruse says that “to communicate we must express
propositions with a particular illocutionary force, and in so doing we perform particular
kinds of action which have come to be called speech acts” (Cruse, 2004).
One main component in using the language is politeness. It is an essential part
of day-to-day communication. We use language differently in formal and casual context.
The purpose of talk will also affect its form (Holmes, 2008). Most people know
instinctively how to deal with other people of their culture and in their native language.
When speaking another language, though, especially in a different culture, one should
be aware of the differences. Holmes (2008) writes, “Being polite is a complicated
business in any language. It involves understanding not just the language, but also the
social and cultural values of the community”.
This study examines how Indonesian learners of English make requests in
everyday situations. It attempts to find the characteristics of the requests, and discuss
the findings from the view points of forms and politeness strategy.
2. BRIEF THEORETICAL VIEW
46
2.1 Speech Acts
Searle classifies speech acts into five basic types: assertives, directives,
commissives, expressives, and declaratives (Cruse, 2004). Assertive commit the
speaker to the truth of the express proposition, i.e. state, suggest, boast, complain, claim,
report, warn. Directives have the intention of eliciting some sort of action on the part of
the hearer, i.e. order, command, requests, beg, advise (to), recommend, ask, and ask (to).
Commissives commit the speaker to some further action, i.e. promise, vow, offer,
undertake, contract, and threaten. Expressives make known the speaker’s psychological
attitude to a presupposed state of affairs, i.e. thank, congratulate, condole, praise, blame,
forgive, and pardon. Declaratives are said to bring about a change in reality, i.e.
resigning, dismissing, firing, marrying, divorcing, and sentencing (in court). One
element of directives is request. It is describe as (1) the act of asking for something to
be given or done, especially as a favor or courtesy; solicitation or petition, (2) to ask
or beg (someone) to do something politely or formally
(http://dictionary.reference.com/browse/request).
2.2 Requests
Directives are concerned with getting people to do things (Holmes, 2008).
Requests are fall into the group of directives (Cruse, 2004). However, not all directives
are considered into requests, as an act. Bach and Harnish (1982) distinguish requests for
information and requests for action. Searle (1969) offers a description of a request: “A
directive speech act which counts as an attempt to get the H (hearer) to do an act which
S (speaker) wants H to do, and which S believes that H is able to do; and which it is not
obvious that H will do in the normal course of events or of H’s own accord. This notion
47
of an “act” may include the purely verbal acts of giving information, or granting
permission”. Then, we based this study on these theories.
2.2.1 Forms of request
As far as the form and functions of requests are concerned, requests may take
the forms of imperative, you imperative, interrogative with modal verb, interrogative
with tag, interrogative with negative modal, and declarative (Holmes, 2008). Moreover
he says, “While in general the interrogatives and declaratives are more polite that the
imperatives, a great deal of directives (requests) is depends on intonation, tone of voice
and context”. As requests are mostly used in the form of spoken, those factors play
the important role to express the politeness.
2.2.2 Modification of requests
The main function of modification is ‘to soften or intensify the impact of the
requests’ (Sifianou, 1992). It is also explained that requests can be internally and
externally modified. Internal modification is achieved by means of linguistic elements
within the same speech act which can either mitigate or intensify its force, i.e. by using
openers, hedges, and fillers. External modification is achieved by mitigating or
intensifying devices which occur in the immediate linguistic context rather than the
speech act and is realized by using commitment seeking devices and reinforcing
devices (Faerch & Kasper, 1984).
a. Internal modification
As mention above, openers, hedges, and fillers are used to modify requests
internally. Openers are the opening words or expressions which seek or assume
the addressee’s cooperation, which express the speaker gratitude or indebtedness,
48
and which modify the request as a whole, i.e. “would you mind…”, I would be
grateful…”, “would you..”, “do you…..” (Sifianou, 1992). Hedges may function
as softeners to mitigate the force of requests and intensifiers to aggravate the
impact of requests, i.e. “just”, “possibly”, “rather”, “a moment”. The third form
of internal modification are fillers, considers only ‘optional lexical items or simply
‘noises’ produced by speakers to fill in the gaps occurring in the discourse’
(Sifianou, 1992). For instance: “excuse me”, “please”.
b. External Modification
Most of external modifiers are means by which the speaker tries to elicit the
addressee’s cooperation to support the actual request. Sifianou (1992) wrote,
“External modification in requests uses among others optional clauses or words
to soften or emphasize the force of the whole request in some way or other. Some
of the clauses are commitment seeking devices, and reinforcing devices, which
divided into three types: grounders, expanders and disarmers (Edmondson 1981).
Grounders are clauses which can either precede or follow a request and give
reasons or justifications for act requested. By giving reasons for a request, expect
the addressee to be more understanding and willing to cooperate. Grounders are
usually used by the Indonesian learners as it is the part of their culture.
2.2.3 Politeness in requests
Actually, there are different ideas about politeness as mentioned by Lakoff
(1989) and Brown and Levinson (1987). Lakoff distinguishes three kinds of politeness.
49
First is polite behavior, which is manifest when interlocutors adhere to politeness rules,
whether expected or not. Next, non-polite behavior, amounting to non-conforming
with politeness rules where conformity is not expected. And finally, rude behavior;
where politeness is not conveyed even though it is expected. Meanwhile, previously,
Brown and Levinson have introduced two types of politeness: positive and negative
politeness. They define positive and negative politeness as ‘the public image that every
member wants to claim for himself’. This ‘face’ concept consists of two aspects:
positive face and negative face. Acts which may threaten face are called Face
Threatening Acts (FTA) (Brown and Levinson, 1987).
Other experiment, conducted by Clark and Schunk confirmed that it is the
literal meaning of a speech act which is crucial in conveying politeness with both
requests and responses. They claim that the more the literal meaning of a request
implies the personal benefits for the listener, within reason, the more polite is the
request (Clark and Schunk, 1980). However, this is not always true. As Holmes (2008)
states, “A gentler sit down may be more polite than a thundering I want you all sitting
down now”. Again, he shows the essence of intonation, tone of voice and context to
politeness.
3. METHODOLOGY
The subjects of this study are 40 students of the three grades of Akademi Sekretari dan
Manajemen Don Bosco, Jakarta. They were interviewed to answer the question based
on the situation (scenario) given. It is an imaginary interaction between learner and
50
lecturer. The situational background is arranged in such a way that there is a social
distance between learner and lecturer. Then, we coded and counted the students’
answers based on: (1) forms of requests, (2) types of openers, and (3) types of fillers.
4. RESULT AND DISCUSSION
The collected data are presented in three tables. Table 1 shows the result of requests’
forms. We found that interrogatives are the prefered forms of requests. Similarly, in
English, requests are frequently expressed in various forms of interrogatives. This might
be the background which influences learners to use interrogatives to express requests.
When the intended requests are expressed in declaratives, it is not very clear what the
addressee is expected to do, i.e. ‘Excuse me sir, I want to talk to you’. Other declaratives,
then, contain reasons or grounders. Some examples are: (a) Good morning Mr. I have a
problem and I want to share it to you. Please help me. (b) Excuse me sir, can you give
me your time, I want to talk with you.
Table 1. Forms of Requests
Next, the following table presents the data on types of openers used by the learners:
FORMS TOTAL %
Imperatives
Interrogatives 29 72,5
Negatives
Declaratives 11 27,5
Ellipsis
51
Openers Total %
I need 1 2,5
Could you 3 7,5
Can I 17 42,5
May I 2 5
If you have time 2 5
I want to 2 5
Are you free 3 7,5
Do you have time .. 10 25
Table 2. Types of Openers
The table indicates that the openers chosen by learners tend to vary. Most of them prefer
to use ‘can I’ and ‘do you’ as these examples: (a) Excuse me, Sir, I’m Ivana from class
3-2, can I have your time? I would like to discuss something important with you. (b)
Excuse me sir, do you have time for me? Only few learners use other expression such
as ‘could you’, ‘are you’, ‘may I’ , etc.
The last table shows the finding on types of fillers.
Fillers Total %
Hesitators If you don’t mind / 6 15
Cajolers Please / 8 20
Appealers Thank you / 7 17,5
Attention Excuse me / 19 47,5
Table 3. Types of Fillers
52
From the data in table 3, we found that the use of ‘please’ occurs 8 times. The posible
reason is that learners consider that the addressee (lecturer) as an important person. It
may indicate learners’ sense of politeness. In this case, learners seem to apply first
language culture in the interaction. The use of ‘excuse me’ in the data emphasizes that
the learners ask the addressee’s attention as it is applied in their first language.
On the basis of the theories of politeness strategy, it can be assumed that learners
mostly seem to use negative politeness strategy. It can be identified on the use of title
(Mr), title + first name (Mr. Agus) and the use of interrogatives. Nevertheless, the use
of ‘excuse me’, ‘please’ can also be considered supporting negative politeness strategy.
From the responses, most learners seem to want the addressee to really understand
what to do, and use additional expressions to make requests clearer to the addressee to
perform. Typical devices to modify requests externally are by attaching grounders. It is
more like a sense of obligation for learners to explicitly present the reasons why a certain
request is made. Another possibility by using all these is that learners wish to show
respect to the addressee. This reflects the polite behavior of the politeness in request
theory by Lakoff, which is manifest when learners adhere to politeness rules, whether
expected or not.
5. CONCLUSION
From this study, we might conclude that Indonesian learners of English are likely make
requests as what they apply in their first language. They find it difficult to converse with
other people without mentioning their names. It indicates that their first language has
strong influence to the learners. The use of negative politeness, which involves feelings
in terms of social distance and respecting status differences, is deliberately take account
53
in everyday situations. A new question arises here, based on the indication that learners
seem to want the addressee to really understand what to do, is it because the subjects are
secretarial academy’ students who need to say as clear as possible when they speak?
Need more study to find it out.
REFERENCES:
Bach, E., and Harnish, R.M. Linguistic Communication and Speech Acts. Cambridge: MIT
Press. 1982.
Brown P., and S. Levinson. Politeness: Some Universals in Language Use. Cambridge:
Cambridge University Press. 1987.
Cruse, Alan. Meaning in Language: An Introduction to Semantics and Pragmatics. New
York: Oxford University Press. 2004.
Finegan, Edward et al. Language Its Structure and Use. Marricksville, NSW: Harcourt Brace
Jovanovich Group (Australia) Pty, Ltd. 1992.
Holmes, Janet. An Introduction to Sociolinguistics. Essex: Pearson Education Limited. 2008.
Lakoff, Robin. "The Limits of Politeness: Therapeutic and Courtroom Discourse."
Multilingua. 8 1989: 101-129.
Searle, J.R. Speech Acts: An Essay in the Philosophy of Language. Cambridge: Cambridge
University Press. 1969.
Sifianou, Maria. Politeness Phenomena in England and Greece. Oxford: Oxford University
Press. 1992.
Appendix:
Case:
54
Mr. Agus Rustanta is one of your lecturers. You plan to see him to discuss your problem.
What will you say to him?
Responses: (40 students)
1. “Morning sir, can I speak to you just a few minutes? I want to discuss you
something…….”
2. Good morning Mr. Agus, I am Jane from 2.1, are you busy right now? I want to discuss
about speaking subject, I need you help please.
3. Good morning Mr. I have a problem and I want to share it to you. Please help me…
4. Excuse me sir, can you give me your time, I want to talk with you.
5. Excuse me sir, I want to talk to you.
6. Excuse me sir, do you have time for me?
7. Excuse me sir, do you mind to talk for a while, please?
8. Excuse me sir, I’m Ivana from class 3-2, can I have your time? I would like to discuss
something important with you.
9. Excuse me sir, can I have your time?
10. Excuse me, can I have a minute, please? I need you
11. Excuse me sir, do you have time for me?
12. Excuse me Mr. Agus, do you have time? I wanna see you to discuss the problem.
13. Excuse me sir, can I have your time to talk to you for a while?
14. Excuse me sir! Can I have your time? I would like to discuss about my problem.
15. Excuse me sir, can I have your time please? I want to talk with you just a moment.
16. Sir, excuse me, may I talk to you about my problem? I want to discuss it with you.
17. Excuse me sir, I want to talk with you.
18. Mr. Agus, do you have a time from me to discuss something?
19. Sir, I have a problem about my study, please help me to find the solution sir, thank you.
20. Mr. Agus I want to discuss my problem, do you have any time?
21. Sorry Mr. Agus, may I talk to you? Because I have a problem something to discuss with
you.
22. Sorry Mr. Agus I want to discuss my problem, do you have any time?
23. Mr. Agus do you have a time? I want to see you for discuss my problem. Thank you.
24. Sir, can I have your time?
25. Good morning sir, do you have anytime cz I want to share about my problem.
55
26. Morning sir, you have a free time? I want to discuss about speaking exam for next week.
Thank you.
27. Excuse me Mr. Can I meet you now Mr. because I want to discuss you about exam
speaking. Tomorrow. Do you have time for me?
28. Excuse me sir, can we talk together, I want to discuss about my problem.
29. Good morning, I’m sorry sir bother you. I’m Maria Carolina from 3-1; I would like to
discuss my problem with you. If you have a time I want to see you right now. Thanks
before.
30. Hello good morning. I’m sorry sir can you help me please.
31. Good morning sir, today I want to meet you to discuss about meeting in the office right
now.
32. Good afternoon sir, may I have your time? I would like to discuss about our last meeting.
Do you have a free time to talk to me? Thanks.
33. Hello good morning sir! Can I speak with you for a while? I would like to discuss about
my problem. Is that necessary for you?
34. Excuse me can I meet you tomorrow. I want to discuss about my problem for class
speaking. Are you free?
35. Good morning Mr. Agus, I’m planning to see you to discuss something about my
problem. When do you have the time to meet me? If you don’t mind, please give me
the time to meet me in your spare time.
36. Do you have time for me? Because I want to discuss about speak English. Thank you
sir.
37. Morning sir, this is about my problem, do you have any time for me? I can speak English
but I can’t speak fluently because I have problem with my confidents, what can I do for
you?
38. Good morning sir. I’m Cindy from 2-1, are you busy right now? I need to talk with you.
I have a big problem with my listening subject. I really need a solution from you. Please
help me.
39. Good morning sir. I want to discuss about my problem. Can we meet tomorrow? Please
inform me if you are available tomorrow. Thank you sir.
40. Good morning Mr. Agus. Are you available now? I want to discuss with you about my
problem. But, if you busy, maybe you can inform me when you available. Thank you.
56
PENGARUH KETERAMPILAN PRESENTASI TERHADAP PERSEPSI
PIMPINAN PERUSAHAAN
STUDI KASUS : MAHASISWA ASEKMA DON BOSCO LULUSAN TAHUN 2015-
2016
Oleh : Muller Sagala, S.E.,M.M.
(Dosen ASEKMA Don Bosco, pagasagala@yahoo.com)
ABSTRACT
Agenda Asean Economic Community (AEC) has to load programs medium-long term. One
of the MEA program is the criteria of human resources who entered the labor market should
be highly-skilled. This criterion is evidence of the impact of the dominance of ICT in the
business world, among others: the print media has been taken over by the on-line media,
entertainment media theater has been taken over by youtube, correspondence mold has been
partially taken over by correspondence electronically (e-mail). And the last is a system of
traditional transport (taxis for example) has been challenged by transporasi system on-line.
Criteria let highly-skilled graduates who are owned by each in this article is represented by
the competence of the presentation. Optimal performance as a result of these outcomes were
assessed by the company work represented by the perception management. In this paper,
presentation competency has a low impact on the increase in the perception of the student-
led company. It is recommended that ASEKMA Don Bosco can continue this study to
determine what variables of 98.53 percent which predominantly affects the perception of the
company leadership to the student company.
Keywords: highly-skilled, competence, perception
57
PENDAHULUAN
Sejak diberlakukan agenda Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada awal 2016 yang
lalu, banyak pihak-pihak yang memberikan pokok pikiran. Apabila ditelisik ke belakang,
sebenarnya ide MEA telah lama dicetuskan dan kepada setiap negara diberikan waktu untuk
persiapan hingga waktu diberlakukannya. Lebih rinci lagi, agenda MEA telah memuat
program-program jangka menengah-panjang. Salah satu program / agenda MEA itu adalah
kriteria sumber daya manusia yang masuk dalam pasar kerja MEA harus highly-skilled.
Disisi lain dominasi peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) dalam dunia
bisnis telah mengambil porsi yang sangat signifikan. Fenomena ini perlu menjadi perhatian
serius. Beberapa bukti dampak dominasi ICT ini antara lain adalah media cetak telah diambil
alih oleh media on-line, media hiburan bioskop telah diambil alih oleh youtube, surat-
menyurat cetakan sebagian telah diambil alih oleh surat-menyurat elektronik (email). Dan
yang terkini adalah sistem transportasi tradisional (taksi misalnya) telah ditantang oleh
sistem transporasi on-line.
Fakta ini dapat saja terjadi dalam profesi sekretaris. Dengan demikian, harusnya peran
profesi sekretaris atau personal assistant di dunia bisnis, juga harus mendapat perhatian.
Dalam media cetak Kompas, Jumat, 24 Juni 2016 dengan judul “Data Digital Menjadi
Kebutuhan: Riset Analysys Mason bertajuk “Aplikasi dan Konten Daring di Indonesia” (Mei
2016) menyebutkan nilai konsumsi warga Indonesia selama tahun 2015 berjumlah Rp.89
triliun. Ini suatu indikator peluang bisnis data digital terus berkembang. Peran pemerintah
dalam hal ICT ini perlu memberikan fasilitas misalnya dengan munculnya e-dagang yang
semakin diminati masyarakat. Ini suatu kenyataan yang harus dihadapi dan bukan untuk
dielakan.
58
Apabila saat ini ada lulusan suatu perguruan tinggi mengatakan bahwa lulusan tersebut
unggul dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan maka mulailah melakukan refleksi,
apakah peran ICT akan mengambil alih fungsi-fungsi keterampilan tersebut.
Tidak dapat dipungkiri, dalam dunia kerja, para mengguna lulusan membutuhkan
intelektual dan sikap seseorang lulusan perguruan tinggi yang siap kerja. Hal inilah yang
mendasari topik yang akan dibahas dalam karya tulis ini. Melalui karya tulis ini ingin
dibuktikan apakah ada pengaruh variabel keterampilan presentasi dengan variabel nilai
persepsi pimpinan perusahaan terhadap seorang mahasiswa di ASEKMA Don Bosco.
Keterampilan presentasi mewakili kompetensi seseorang yang secara komprehensif
mewakili seluruh keterampilan yang dimiliki, tercurah pada saat ia melakukan presentasi
suatu hasil tugas. Seluruh keterampilan yang dimiliki tersebut, akan diwujudkan dalam
perilaku dan unjuk kerja di tempat kerja. Pimpinan perusahaan dapat memberikan persepsi
dalam wujud suatu nilai. Dengan demikian ada kaitan antara kegiatan presentasi dengan
unjuk kerja di tempat kerja.
Manfaat dari hasil karya tulis ini adalah setiap pihak dapat menentukan sikap
bagaimana seseorang memperlakukan variabel keterampilan presentasi apabila
menginginkan suatu persepsi pimpinan perusahaan yang semakin tinggi. Secara umum dapat
berarti bahwa jika seseorang ingin mendapatkan persepsi pimpinan perusahaan yang tinggi
maka terlebih dahulu harus memenuhi nilai keterampilan presentasi secara maksimal.
Metodologi penulisan karya tulis ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan juga
memanfaatkan studi pustaka.
LANDASAN TEORI
1. Pengertian dan Peran Keterampilan Presentasi
59
Keterampilan dapat diartikan sebagai kecakapan untuk menyelesaikan tugas yang
sedang dihadapi. Sedangkan presentasi dapat diartikan sebagai pemberian, pengucapan
pidato pada acara; perkenalan tentang seseorang kepada seseorang biasanya
kedudukannya lebih tinggi, atau yang dimaksud dalam karya tulis ini adalah penyajian
materi kepada orang-orang yang hadir. Penyajian materi juga mempunyai arti yang lebih
luas yaitu melaksanaan pekerjaan sehingga menghasilkan unjuk kerja yang sesuai
dengan yang dikehendaki.
Ada banyak tips bagaimana cara mempunyai kemampuan melakukan presentasi
yang baik. Sebagai contoh, sebelum melakukan presentasi maka penyaji harus terlebih
dahulu memahami : tujuan dari presentasi; penggunaan slide; persiapan yang meliputi :
pemirsa, tema, struktur, praktik, slide; pengiriman meliputi : pembukaan, bicara (show),
penutupan; hal-hal yang melanggar aturan; kesimpulan; dan sumber-sumber yang
digunakan. Dengan kata lain melakukan presentasi berarti mencurahkan seluruh
kemampuan diri, keterampilan yang dimiliki baik hardskill maupun softskill. Variabel
hasil dari presentasi atau unjuk kerja inilah yang dinilai oleh pimpinan dalam bentuk
persepsi pimpinan perusahaan.
2. Pengertian Persepsi Pimpinan Perusahaan
Persepsi berarti tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, atau .proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya. Pengertian lainnya persepsi
(dari bahasa Latin perceptio, percipio) adalah tindakan menyusun, mengenali, dan
menafsirkan informasi sensoris guna memberikan gambaran dan pemahaman tentang
lingkungan. Persepsi meliputi semua sinyal dalam sistem saraf, yang merupakan hasil
dari stimulasi fisik atau kimia dari organ pengindra, pencium yang memakai media
molekul bau (aroma), dan pendengaran yang melibatkan gelombang suara. Persepsi
60
bukanlah penerimaan isyarat secara pasif, tetapi dibentuk oleh pembelajaran, ingatan,
harapan, dan perhatian.
Dalam menggunakan persepsi perlu mengenal tentang kekonstanan persepsi
(konsistensi), yaitu persepsi bersifat tetap yang dipengaruhi oleh pengalaman.
Kekonstanan persepsi tersebut meliputi bentuk, ukuran, dan warna. Salah satu contoh
kekonstanan persepsi, yaitu ketika kita meminum susu di tempat yang gelap maka kita
tidak akan menyebut warna susu tersebut hitam, melainkan kita akan tetap menyebut
warna susu adalah putih meski di dalam kegelapan warna putih sebenarnya tidak tampak.
Kekonstanan persepsi oleh seorang pimpinan perusahaan perlu untuk dipahami
agar nilai persepsi tersebut secara objektif berlaku terhadap yang akan diukur dan
hasilnya sama atau relatif sama apabila dilakukan oleh orang yang berbeda.
Menurut Dr. Suparyanto, M.Kes dalam Konsep Persepsi (http://dr-
suparyanto.blogspot.co.id/2011/07/konsep-persepsi.html), bahwa persepsi mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Proses pengorganisasian berbagai pengalaman.
2. Proses menghubung-hubungkan antara pengalaman masa lalu dengan yang baru.
3. Proses pemilihan informasi.
4. Proses teorisasi dan rasionalisasi.
5. Proses penafsiran atau pemaknaan pesan verbal dan nonverbal.
6. Proses interaksi dan komunikasi berbagai pengalaman internal dan eksternal.
7. Melakukan penyimpulan atau keputusan-keputusan, pengertian-pengertian dan yang
membentuk wujud persepsi individu.
61
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Uji kompetensi dapat dilakukan dengan standar mutu nasional. Untuk keperluan
tertentu, uji kompetensi dapat dilakukan dengan berbagi cara, misalnya melalui presentasi
hasil tugas akhir.
Uji keterampilan presentasi dilaksanakan juga di ASEKMA Don Bosco. Perilaku dan
sikap serta potensi diri para mahasiswa dalam beberapa tahun pelaksanaan keterampilan
presentasi dalam masa perkuliahan akan terbukti apakah ada kemajuan yang sangat pesat
atau tidak. Selama ini mahasiswa telah belajar mandiri dari pengalaman bersama dan
langsung diimplementasikan dalam pergaulan sehari-hari termasuk di dalam keluarga,
sehingga pada akhirnya diharapkan tercipta suatu perilaku otomatis.
Dalam variabel persepsi pimpinan perusahaan variabel ini merupakan gambaran hasil
kumulatif tugas yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa ASEKMA Don Bosco untuk
menutup seluruh rangkaian proses perkuliahan. Proses perkuliahan ditutup dengan
pelaksanaan praktik kerja lapangan (PKL). Seluruh rangkaian proses PKL diawasi dan
dimonitor oleh pimpinan perusahaan atau yang ditugaskan. Setelah mendapatkan persepsi
pimpinan perusahaan dari seluruh rangkaian proses PKL, pihak perguruan tinggi akan
menentukan lulus tidaknya seorang mahasiswa. Mata kuliah penyusunan tugas akhir adalah
kewajiban terakhir program di ASEKMA Don Bosco.
1. Profil Data Keterampilan Presentasi
ASEKMA Don Bosco mendorong setiap mahasiswanya agar berani tampil baik secara
individu maupun secara tim. Untuk dapat menghasilkan mahasiswa yang demikian,
62
ASEKMA Don Bosco memberikan banyak pelatihan dan pengalaman baik dalam
praktik pada saat proses perkuliahan, pada saat ujian tengah semester atau saat ujian akhir
sementer, juga pada saat ujian komprehensif.
Khusus untuk mahasiswa tingkat III diwajibkan untuk praktik kerja, mendapatkan
persepsi pimpinan perusahaan dalam bentuk nilai angka, menyusun tugas akhir, serta
memberikan sharing dalam bentuk presentasi secara individu diharapkan para dosen dan
para mahasiswa tingkat I dan tingkat II. Sementara untuk mahasiswa tingka I dan tingkat
II diwajibkan mengikuti praktik kerja dalam benuk project-based di perusahaan atau di
suatu instansi.
Pada saat presentasi tersebut, para dosen memberikan penilaian dalam formulir yang
tersedia, lalu dihitung nilai-rata-rata hasil presentasi mahasiswa. Nilai inilah yang
mewakili tingkat keterampilan presentasi mahasiswa yang bersangkutan.
Dengan demikian nilai yang diberikan oleh pimpinan perusahaan merupakan variabel
persepsi pimpinan perusahaan (variabel Y), dan nilai yang berikan oleh para dosen
merupakan variabel keterampilan presentasi (variabel X) seperti hipotesa yang
dinyatakan terdahulu, yaitu apabila keterampilan presentasi meningkat maka persepsi
pimpinan perusahaan meningkat.
2. Analisis Peningkatan Nilai Persepsi Pimpinan Perusahaan
Sesuai dengan tujuan penelitian dan hipotesa yang telah disebutkan sebelumnya,
yaitu apabila keterampilan presentasi meningkat, maka persepsi pimpinan perusahaan
akan meningkat. Proses pembuktiannya dilakukan dengan pendekatan statistik. Dalam
penelitian ini agar hasil yang diperoleh lebih akurat dan untuk menghemat waktu, proses
pengolahan datanya menggunakan software Exell.
63
Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh keterampilan presentasi
terhadap peningkatan persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa ASEKMA
Don Bosco, telah dilakukan pemrosesan data yang diperoleh dengan menggunakan alat
analisis yaitu (1) koefisien korelasi sederhana, (2) uji signifikansi dengan uji t, (3) Uji
Koefisien Diterminasi Pengaruh; dan (4) Regresi Sederhana.
Data statistik yang didapatkan dari hasil pengolahan data primer persepsi
pimpinan perusahaan dan data keterampilan presentasi mahasiswa ASEKMA Don Bosco
lulusan tahun 2015-2016 melalui software Excell diperoleh hasilnya sebagai berikut :
a. Multiple R (korelasi) sebesar 0,1211
b. R Square (determinasi) sebesar 0,0147 atau 1, 47 persen
c. T-Hitung sebesar 0,9448
d. T-Tabel sebesar 2,0003
e. Intercept (a) sebesar 76,41
f. Slope (b) sebesar 0,12
Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci masing-masing komponen analisis.
a. Koefisien Korelasi Sederhana
Hasil pengujian data menunjukan bahwa terdapat korelasi yang rendah antara
variabel keterampilan presentasi dengan variabel persepsi pimpinan perusahaan yang
tercermin dari harga koefisien korelasi (r) sebesar = 0,1211. Ini dapat diartikan
bahwa terdapat hubungan kedua variabel keterampilan presentasi dan persepsi
pimpinan perusahaan tergolong dalam kategori rendah dan mempunyai arah
hubungan yang positif (korelasi yang sempurna mendekati angka 1). Dengan kata
64
lain apabila keterampilan presentasi ditingkatkan maka persepsi pimpinan
perusahaan akan meningkat dengan nilai yang rendah.
b. Uji Signifikansi dengan Uji t
Hasil penelitian di atas masih perlu dilanjutkan dengan pengujian signifikansi.
Pengujian signifikansi hubungan antara akurasi keterampilan presentasi dengan
persepsi pimpinan perusahaan dapat diketahui dengan menggunakan uji t, yaitu
dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Dengan kriteria pengujian
yang didasarkan pada ketentuan jika t hitung > t tabel maka korelasi variabel X
(keterampilan presentasi) dengan variabel Y (persepsi pimpinan perusahaan) adalah
signifikan.
Angka t hitung didapat dari hasil perhitungan dari software Excell yaitu
sebesar 0,9448. Angka t tabel didapat dari tabel t atau melalui software Excell dengan
ketentuan σ (alpha) = 0,05, derajat kebebasan 62 - 2 = 60 sehingga diperoleh nilai t
tabel sebesar 2,0003.
Berdasarkan perhitungan di atas ternyata t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu
angka 0,9448 lebih kecil dari angka 2,0003. Ini memberikan arti bahwa terdapat
korelasi yang tidak signifikan antara variabel keterampilan presentasi dan persepsi
pimpinan perusahaan.
c. Uji Koefisien Diterminasi Pengaruh
Melalui pengukuran koefisien diterminasi pengaruh dapat diketahui seberapa
besar variabel keterampilan presentasi dapat mempengaruhi persepsi pimpinan
perusahaan menjadi naik atau turun. Semakin besar nilai koefisien diterminasi
pengaruh maka semakin besar pengaruh keterampilan presentasi terhadap perubahan
65
persepsi pimpinan perusahaan, atau sebaliknya semakin kecil nilai koefisien
diterminasi pengaruh maka semakin kecil pengaruh keterampilan presentasi terhadap
perubahan persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa.
Kontribusi pengaruh variabel keterampilan presentasi terhadap variabel
persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa, dihitung dengan rumus koefisien
diterminan (R Square, 0,0147 x 100%) adalah sebesar hanya 1,47 persen. Ini
memberikan arti bahwa sebesar 1,47 persen persepsi pimpinan perusahaan terhadap
mahasiswa ditentukan atau dipengaruhi oleh keterampilan presentasi dan sisanya
sebesar 98,53 persen ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor lain.
d. Regresi Sederhana
Analisis koefisien regresi variabel keterampilan presentasi dan variabel
persepsi pimpinan perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan data
sebagaimana yang tersedia. Melalui pengukuran koefisien regresi ini dapat diketahui
seberapa besar peningkatan persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa
dengan peningkatan keterampilan presentasi dalam satu satuan. Dari data dalam tabel
tersebut, secara matematis persamaan regresi dapat dinyatakan bahwa :
Y = 76,41 + 0,12X
Dimana :
Y = persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa.
X = keterampilan presentasi mahasiswa.
Arti dari persamaan regresi di atas dapat dijelaskan bahwa :
66
1) Konstanta 76,41 (intercept) menunjukan bahwa persepsi pimpinan
perusahaan terhadap mahasiswa tanpa dipengaruhi oleh variabel
keterampilan presentasi, persepsi pimpinan perusahaan terhadap
mahasiswa sudah bernilai sebesar 76,41.
2) Keterampilan presentasi (X) sebesar 0,12 (slope) menunjukan bahwa
setiap keterampilan presentasi ditingkatkan 1 satu satuan, maka hal
tersebut juga akan meningkatkan persepsi pimpinan perusahaan terhadap
mahasiswa sebesar 0,12.
Ilustrasi perhitungan apabila nilai variabel X dimasukan dalam regresi
sederhana (Y = 76,41 + 0,12X) akan dihasilkan nilai variabel Y sebagai berikut :
1) Jika X bernilai 0, maka Y bernilai 76,41 (atau 76,41 + (0,12 * 0) = 76,41 + 0
= 76,41).
2) Jika X bernilai 1, maka Y bernilai 76,53 (atau 76,41 + (0,12 * 1) = 76,41 +
0,12 = 76,53).
3) Jika X bernilai 5, maka Y bernilai 77,01 (atau 76,41 + (0,12 * 5) = 76,41 +
0,60 = 77,01).
Empat analisis dalam karya tulis ini telah dihitung dengan pendekatan
statistik, dan telah diperoleh angka-angka dan penjelasan pada masing-masing alat
analisis. Penelitian ini memang dimaksud untuk mendapatkan gambaran mengenai
pengaruh keterampilan presentasi terhadap persepsi pimpinan perusahaan terhadap
mahasiswa pada ASEKMA Don Bosco. Berdasarkan hasil pembuktian dan
pengujian hipotesis dalam penelitian ini, maka hasil penelitian telah dijelaskan dalam
beberapa alat analisis.
67
Analisis hubungan dan pengaruh keterampilan presentasi sebagai variabel
bebas dan persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa sebagai variabel terikat
menunjukan bahwa hasil keterampilan presentasi yang dilaksanakan oleh lulusan
ASEKMA Don Bosco mempunyai hubungan pada tingkat rendah dan positif dengan
persepsi pimpinan perusahaan. Dengan kata lain variabel keterampilan presentasi
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap persepsi pimpinan perusahaan.
Terungkap dalam penelitian ini, hubungan antara keterampilan presentasi
tersebut dengan persepsi pimpinan perusahaan dengan pendekatan kuantitatif
menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar r = 0,1211 (rendah, karena korelasi
yang sempurna mendekati angka 1). Melalui uji t terbukti bahwa koefisien korelasi
tidak signifikan dan ini ditunjukkan oleh hasil t hitung yang lebih kecil dari t tabel
yaitu 0,9448 lebih kecil 2,0003.
Melalui hasil perhitungan dengan koefisien determinasi, terbukti bahwa
variabel persepsi pimpinan perusahaan dipengaruhi oleh variabel keterampilan
presentasi sebesar 1,47 persen sedangkan sisanya sebesar 98,53 persen dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain.
Nilai persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa dapat dicapai lebih
tinggi apabila variabel keterampilan presentasi ditingkatkan walaupun dalam angka
yang kecil. Ini terbukti bahwa setiap kenaikan satu satuan keterampilan presentasi
dapat mempengaruhi kenaikan persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa
sebesar 0,12.
PENUTUP
68
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapatlah dibuktikan dan
disimpulkan bahwa variabel keterampilan presentasi mempunyai hubungan (korelasi) pada
tingkat yang kecil dan positif dengan variabel persepsi pimpinan perusahaan terhadap
mahasiswa. Dapat diartikan bahwa jika variabel keterampilan presentasi ditingkatkan, maka
variabel persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa juga akan meningkat pada laju
yang rendah. Diketahui pula bahwa keterampilan presentasi mempunyai pengaruh yang
rendah terhadap peningkatan persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa. Hal ini
dipertegas melalui analisis regresi sederhana, terbukti secara signifikan bahwa keterampilan
presentasi dapat digunakan untuk memprediksi perubahan pada persepsi pimpinan
perusahaan terhadap mahasiswa, dimana setiap kenaikan satu satuan keterampilan presentasi
hanya mampu menaikan 0,12 persepsi pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa. Hal ini
dapat diartikan bahwa korelasi keterampilan presentasi terhadap peningkatan persepsi
pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa pada ASEKMA Don Bosco tidak signifikan.
Berdasarkan pada kesimpulan di atas, maka dapat disampaikan saran-saran yang
kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya lebih meningkatkan persepsi
pimpinan perusahaan terhadap mahasiswa dimasa-masa yang akan datang, sebagai berikut:
1. Variabel keterampilan presentasi merupakan salah satu variabel dalam pencapaian
peningkatan persepsi pimpinan perusahaan yang maksimal walaupun tidak dominan
tetapi telah dapat memberikan pengaruh sebesar 1,47 persen. ASEKMA Don Bosco
diharapkan dapat menekankan kepada mahasiswa akan pentingnya variabel
keterampilan presentasi dalam menentukan hasil kerja yang maksimal dalam tugas
dimanapun bekerja.
2. Berdasarkan hasil penelitian di atas, selain variabel keterampilan presentasi ada faktor-
faktor lain juga berpengaruh terhadap peningkatan persepsi pimpinan perusahaan
69
terhadap mahasiswa sebesar 98,53 persen. Disarankan ASEKMA Don Bosco dapat
melanjutkan penelitian ini untuk mengetahui variabel apa saja dari 98,53 persen tersebut
yang secara dominan mempengaruhi persepsi pimpinan perusahaan perusahaan terhadap
mahasiswa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Akademi Sekretari dan Manajemen (ASEKMA) Don Bosco. Handbook of Modern
Secretary: Panduan Sukses Secretaris dalam Dunia Kerja Modern. Penerbit
PPM. Jakarta. 2010.
Suparyanto, M.Kes, Dr. Konsep Persepsi (http://dr-
suparyanto.blogspot.co.id/2011/07/konsep-persepsi.html), diakses tanggal 1
Juni 2016
Kompas. “Data Digital Menjadi Kebutuhan: Riset Analysys Mason bertajuk “Aplikasi dan
Konten Daring di Indonesia”. Jumat, 24 Juni 2016
http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2011/07/konsep-persepsi.html, diakses tanggal 1 Juni
2016
70
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
1. Naskah merupakan tulisan yang bersifat ilmiah baik dari dosen, mahasiswa, pegawai
ASEKMA Don Bosco di bidang Sekretaris.
2. Naskah merupakan hasil penelitian lapangan, studi kasus, dan studi kepustakaan yang
bersifat objektif, sistematis, analitis dan deskriptif.
3. Naskah harus asli dan belum pernah dipublikasikan melalui media lainnya.
4. Kata atau istilah asing yang belum diubah menjadi kata Indonesia atau belum menjadi
istilah teknis diketik dengan huruf miring (italic).
5. Naskah diketik dalam Microsoft Word huruf Times New Roman 12, jarak baris 2 spasi,
jumlah halaman seluruhnya 14-20 lembar ukuran A4, dengan margin kiri dan bawah 3
cm, margin kanan dan atas 2.5 cm dan dikirim ke alamat redaksi.
6. Sistematika terdiri dari : Judul, Nama Penulis, Instansi, Alamat Email, ABSTRAK (jika
makalah ditulis dalam Bahasa Indonesia maka abstrak ditulis dalam Bahasa Inggris dan
demikian sebaliknya), PENDAHULUAN (latar belakang, permasalahan, tujuan,
manfaat, dan metodologi), PEMBAHASAN, PENUTUP (kesimpulan dan saran), dan
DAFTAR PUSTAKA.
7. ABSTRAK merupakan intisari (substansi) yang mencakup pendahuluan, pendekatan,
metode, hasil dan kesimpulan; ditulis dalam Bahasa Inggris/Indonesia kurang lebih 100-
200 kata, dalam 1 paragraf.
8. Daftar Pustaka ditulis tanpa nomor, diurutkan secara alfabetis: Nama pengarang (tanpa
gelar). Judul (cetak miring). Penerbit. Kota. Tahun Penerbitan.
Contoh: Ignatius Wursanto. Kompetensi Sekretaris Profesional. Andi. Yogyakarta.
2004.
9. Isi naskah bukan tanggungjawab redaksi. Redaksi berhak memilih naskah dan mengedit
redaksionalnya tanpa mengubah arti.