Post on 03-Apr-2018
7/29/2019 Abortus Berulang Email
1/38
1
ABORTUS BERULANG
RECURRENT PREGNANCY LOSS (RPL)
1. PENDAHULUANAbortus masih merupakan masalah besar di Indonesia dilihat dari segi
epdemiologis, morbiditas, mortalitas, dan prognosisnya. Kehamilan dengan
riwayat abortus berulang sebenarnya dapat dicegah dan diselamatkan sehingga
tidak sampai terjadi abortus. Ketidakjelasan patologis akibat ketidakpastian
etiologi yang direfleksikan pada belum adanya perlakuan yang mampu
mendeteksi sedini mungkin dan mencegah kejadian abortus merupakan salah satu
sebab ketidakberhasilan penanggulangan penyakit ini.1
Di Indonesia abortus merupakan berakhirnya kehamilan sebelum 20 minggu
kehamilan atau berat janin di bawah 500 gram. Definisi ini berbeda dengan
hukum di negara lain misalnya Inggris, abortus adalah kehilangan janin sebelum
usia 24 minggu kehamilan. Diagnosis dini umumnya memeriksa HCG dikenal
dengan istilah kehamilan biokimiawi, selanjutnya ultrasonografi (USG) berperan
dalam mendiagnosis kehamilan. USG dapat memperlihatkan katung kehamilan
yang kosong (bligthed ovum), kehamilan dapat terhenti tetapi janin tidak keluar
dan mengalami maserasi membentuk massa yang dinamakan fetus kompresus dan
fetus papiraseus (missed abortion). Umumnya abortus terjadi spontan dan 80%
abortus terjadi sebelum kehamilan 12 minggu, sebagian dari etiologinya adalah
kelainan bawaan. Seperempat wanita hamil pernah mengalami abortus.
Dilaporkan sekitar 1% pada kejadian abortus terjadi abortus berulang.1
2. DEFINISIAbortus didefenisikan sebagai terminasi kehamilan sebelum usia 20 minggu
atau dimana berat fetus
7/29/2019 Abortus Berulang Email
2/38
2
namun beberapa jurnal lainnya membedakan istilah tersebut yaitu untuk abortus
habitualis berlangsung 3 kali abortus berturut-turut.1,2,3
Wanita yang mengalami keguguran dua kali atau lebih berturut-turut harus
dievaluasi tentang faktor penyebabnya. Banyak hal yang dapat menjadi penyebab
dan dapat dibagi menjadi faktor genetik, anatomi, endokrin, sistem imun, sistem
pembekuan, dan lingkungan. Namun dalam beberapa kasus penyebabnya tidak
dapat ditemukan.2,4
Resiko untuk mengalami keguguran pada kehamilan selanjutnya adalah
30% setelah 2 kali keguguran dan 33% setelah 3 kali keguguran tanpa riwayat
melahirkan anak yang hidup. Wanita yang mengalami peristiwa tersebut
umumnya tidak mengalami kesulitan untuk hamil, tetapi kehamilannya tidak
dapat berlangsung terus dan terhenti sebelum waktunya, biasanya pada trimester
pertama tetapi kadangkala pada trimester yang lebih tua. Hal ini menunjukkan
perlunya evaluasi setelah 2 kali keguguran tanpa riwayat anak hidup.4,5
3. EPIDEMIOLOGIKebanyakan studi menunjukkan angka keguguran spontan sebanyak 10% -
15%. Namun angka keguguran pada awal kehamilan sebenarnya mendekati 50%
karena tingginya kehamilan yang tidak diketahui dalam 2-4 minggu setelah
pembuahan. Sebagian besar abortus terjadi karena kegagalan pembentukan gamet
(misalnya disfungsi sperma atau oosit). Studi oleh Wilcox, dkk pada tahun 1988,
221 perempuan diamati selama total 707 siklus menstruasi. Sebanyak 198
kehamilan didapatkan. Dari jumlah tersebut 43 kasus (22%) yang mengalami
keguguran sebelum onset menstruasi, dan lainnya 20 kasus (10%) secara klinis
diketahui mengalami abortus. Kejadian untuk abortus spontan meningkat dengan
adanya keguguran sebelumnya. Data dari berbagai studi mengindikasikan bahwa
setelah 1 abortus spontan, risiko abortus selanjutnya adalah sekitar 15%. Namun,
jika 2 abortus spontan terjadi, risiko berikutnya meningkat menjadi sekitar 30%.
Angka ini lebih tinggi bagi perempuan yang belum memiliki setidaknya 1 bayi
lahir hidup. Banyak spesialis memilih untuk menetapkan definisi abortus berulang
setelah 2 abortus berturut-turut dibandingkan 3 kali berturut-turut. Secara
7/29/2019 Abortus Berulang Email
3/38
3
keseluruhan prevalensi RPL didapatkan sebanyak 1% dari semua wanita usia
produktif2,5
4. KLASIFIKASI JENIS KEGUGURANTersedianya teknologi yang memungkinkan untuk mendeteksi kehamilan
seperti pemeriksaan hormon human chorionic gonadotrophin (hCG) dan alat
ultrasonografi (USG) menyebabkan penentuan jenis abortus menjadi lebih akurat
lagi berdasarkan usia kehamilannya. Para ahli menyatakan pada masa 8 minggu
pertama kehamilan dapat dikategorikan sebagai masa embrionik (embryonic),
karena pada saat itu sedang terjadi organogenesis. Sementara lewat dari usia
kehamilan 8 minggu disebut sebagai masa janin (fetus) yang ditandai dengan
pertumbuhan (growth) janin.6
Mengelompokkan jenis kegagalan kehamilan berdasarkan usia kehamilan
ini dianggap amat penting. Bukan hanya untuk lebih menyeragamkan definisi dari
kejadian abortus saja, namun juga bermanfaat untuk memikirkan kemungkinan
faktor-faktor risiko yang berperan pada masing-masing kelompok (tabel 1).6
Tabel 1. Klasifikasi kejadian keguguran berulang berdasarkan usia
kehamilan, hasil temuan ultrsonografi dan evaluasi kadar hCG6
Jenis kegalalan Usia kehamilan
(minggu)
aktivitas
denyut
jantung
Temuan
ultrasonografi
Kadar beta hCG
Preembrionik < 6 Tidak
pernah
Kehamilan tak
terindentifikasi
Rendah kemudian
menurun
Kegagalan
kehamilan dini
6-8 Tidak
pernah
Kantung kehamilan
yang kosong atau
kantung kehamilan
dengan struktur yang
minimal tanpa aktivitas
denyut janin
Awalnya meningkat
kemudian menurun
Kegagalan
kehamilan
lanjut
8- 20 Hilang Meningkat kenudian
menetap atau turun
Saat ini banyak sekali jenis-jenis pemeriksaan untuk mencari penyebab
abortus yang dipertanyakan efektivitasnya. Oleh karena itu, butuh pola investigasi
yang lebih spesifik dengan mempertimbangkan jenis abortus (tabel 2).6
7/29/2019 Abortus Berulang Email
4/38
4
Tabel 2. Kejadian abortus berulang berdasarkan usia kehamilan dikaitkan
dengan kemungkinan penyebab dan investigasi.6
Jenis keguguran Kondisi yang muungkin berhubungan Investigasi
Keguguran preembrionik Kelainan kromosomKel;ainan hormon
Kelainan endometriumKelainan imunologi
Pemeriksaan kromosomPemeriksaan hormon
Pengambilan sampel endometirumACA dan LA
Keguguran janin Antiphospolipid Syndrome
Trombofilia
ACA dan LA
Pemeriksaan hemostatis danskrining untuk trombofilia
Keguguran trimester
kedua
Kelaianan anatomiKelemahan serviks
Histeroskopi, USGUSG
ACA: Anti Cardiolipin Antibodi
LA : Lupus Anticoagulant
Berdasarkan urutan kejadiannya, kejadian keguguran dapat dibagi menjadi:6
1. Kejadian keguguran primer dimana terjadi keguguran sebanyak 2 kali
atau lebih secara berturut-turut.
2. Kejadian keguguran sekunder, di mana terdapat kejadian di mana
terdapat kejadian keguguran sebanyak 2 kali atau lebih secara berturut-
turut, setelah sebelumnya terdapat kehamilan yang berlangsung lebih
dari usia kehamilan 20 minggu (yang dapat berakhir dengan kelahiran
hidup atau mati).
3. Kejadian keguguran tersier, di mana terdapat kejadian keguguran
sebelumnya yang diikuti dengan kehamilan yang berlangsung lebih dari
usia kehamilan 20 minggu dan selanjutnya diikuti lagi dengan kejadian
keguguran sebanyak 2 kali atau lebih secara berturut-turut.
Pembagian berdasarkan urutan kejadian keguguran ini lebih diarahkan
untuk menentukan prognosis secara menyeluruh. Penderita yang mengalamikejadian keguguran sekunder umumnya akan memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan penderita keguguran primer atau tersier.6
5. ETIOLOGIPenyebab dari abortus bervariasi dan terkadang kontroversial. Lebih dari
satu faktor penyebab kadang terlibat. Beberapa penyebab tersering dari abortus
berulang diklasifikasikan sebagai berikut :
7/29/2019 Abortus Berulang Email
5/38
5
Gambar 1.Etiologi Abortus Berulang 8
5 .1Genetik
Kelainan kromosom terdapat pada lebih dari setengah abortus berulang
dimana umumnya keguguran terjadi pada trimester pertama1,2,4
a. Aneuploid
Abnormalitas kromosom yang paling sering adalah memiliki terlalu sedikit
atau terlalu banyak kromosom. Sekitar 50-60% abortus spontan dini disertai
dengan kelainan kromosom pada konseptus. Jassob dan Hassold melaporkan
bahwa sekitar 95% dari kelainan kromosom disebabkan oleh kesalahan
gametosgenesis ibu dan 5% dari ayah. Hal ini disebut aneuploid. Aneuploid selalu
dihubungkan dengan kelainan fisik atau mental. Memiliki satu kromosom ekstra
disebut trisomi dan kehilangan satu kromosom disebut monosomi. Jika kromosom
yang berlebih atau hilang adalah autosom (kromosom 1 sampai 22), embrio dapat
mengalami kesulitan implantasi atau perkembangannya terhenti segera setelah
implantasi sehingga dapat mengalami abortus spontan. Jika aneuploidi melibatkan
kromosom 13, 16, 18, 21, 22, X atau Y, embrio dapat berimplantasi dan lahir
aterm. Sindrom down (trisomi 21) adalah adanya tiga kopi kromosom 21.
Sindroma Patau adalah memiliki tiga kopi kromosom 13. Sindroma Edward
7/29/2019 Abortus Berulang Email
6/38
6
(trisomi 18) memiliki tiga kopi kromosom 18. Aneuploidi yang sering terlihat
antara lain sindrom Klinefelter dan sindrom Turner. Sindrom Klinefelter adalah
adanya kromosom sex ekstra (47, XXY), sedangkan sindrom Turner adalah
hilangnya satu kromosom sex (45XX). Embrio dengan sindrom klinefelter dan
turner dapat mengalami aborsi spontan.1,2,9
b. Kelainan Struktur Kromosom
Terdapat dua tipe kelainan struktural kromosom, Robertsonian dan translasi
resiprokal. Translokasi timbul ketika bagian-bagian kromosom tersambung
dengan kromosom yang salah.
Translokasi Robertsonian
Translokasi Robertsonian adalah bergabungnya kromosom 13, 14, 15, 21,
atau 22. Orang dengan translokasi Robertsonian adalah normal karena mereka
memiliki jumlah material gen yang sesuai. Namun sel sperma dan sel telur dari
individu dengan Robertsonian dapat memiliki materi genetik yang sesuai
(balance) atau memiliki jumlah yang tidak sesuai (unbalance). Jika sel sperma
atau sel telur yang memiliki materi genetik tidak sesuai dibuahi maka hasilnya
adalah embrio memiliki terlalu banyak kopi atau bagian dari satu kromosom dan
terlalu sedikit dari yang lain. Hal ini dapat berakibat terlalu banyak atau terlalu
sedikit gen normal pada sebuah kromosom. Keadaan yang tidak seimbang pada
embrio dapat berujung pada keguguran atau lahirnya bayi hidup dengan kelainan
medis yang berat.9,10
7/29/2019 Abortus Berulang Email
7/38
7
Gambar 2 : Translokasi Robertsonian 10
Abnormalitas kromosom struktural ditemukan pada 3% abortus yang
abnormal secara sitogenetik. Abnormalitas ini paling banyak diwariskan oleh ibu.
Kelainan kromosom yang ditemukan pada pria membuat rendahnya konsentrasi
sperma dan infertilitas sehingga mengurangi angka kehamilan dan keguguran.2,9,10
Translasi Resiprokal
Translasi Resiprokal adalah pertukaran material kromosom antara
kromosom yang berlainan. Jika pertukaran ini merusak gen, maka orang ini akan
memiliki penyakit genetik. Bagaimanapun jika jumlah materi genetik yang ada
sama dengan individu normal, maka orang tersebut berada dalam keadaan
seimbang dan normal. Namun sperma atau sel telur dari individu ini dapat
membawa kromosom yang mengalami translasi resiprokal dan dalam resiko
menghasilkan embrio dengan jumlah materi genetik yang tidak seimbang. Seperti
translokasi resiprokal Robertsonian pasangan ini mengalami peningkatan resiko
terhadap abortus berulang atau melahirkan anak dengan kelainan genetik.9,10
5 .2Kelainan Anatomi
Kelainan anatomi uterus dapat mempredisposisi wanita untuk mengalami
masalah reproduksi, termasuk keguguran pada trimester awal dan kedua, kelahiran
7/29/2019 Abortus Berulang Email
8/38
8
prematur dan abnormalitas presentasi fetus. Insidens anomali uterus diperkirakan
1 per 200-600 wanita, tergantung metode yang digunakkan untuk diagnosis.
Bagaimanapun abnormalitas uteri terdapat hampir 27% pada wanita dengan
riwayat keguguran.1,11,12
a. Defek uterus kongenital
Malformasi kongenital uterus paling umum yang telah dikaitkan dengan
abortus berulang adalah adanya uterus berseptum. Anomali ini terjadi pada awal
kehidupan janin karena tidak lengkapnya reabsorpsi septum di mana dua tanduk
uterus menyatu selama perkembangan.Secara embriologis uterus dan tuba fallopi
disebut sistem Mullerian, mulai keluar sebagai dua struktur berbentuk tanduk
yang terpisah dekat ginjal dan bermigrasi turun ke panggul janin dimana mereka
kemudian bergabung. Daerah dimana mereka bergabung adalah septum yang
terbuat dari jaringan fibrosa yang membentang dari bagian atas uterus hingga
sepertiga atas vagina. Jadi awalnya setelah terjadi fusi mullerian, terdapat septum
besar di semua janin perempuan. Tetapi pada beberapa wanita reabsorpsi septum
ini tidak lengkap dan pada sebagian besar kasus sudah terdapat selaput fibrosa
membentang satu sentimeter atau lebih ke dalam rongga intrauterin. Anomali ini
disebut septa uterus yang berbeda dari uterus bikornu sejati (bertanduk dua) yang
terjadi ketika ada fusi mullerian tidak lengkap. Uterus bikornu sejati biasanya
tidak berkaitan dengan keguguran, namun dikaitkan dengan kelahiran preterm
sementara uterus bersepta tidak terkait dengan kelahiran preterm, tetapi terkait
dengan keguguran dan pada beberapa kasus infertilitas. Implantasi dapat
mengalami kesulitan yang kemudian mengarah kepada infertilitas atau keguguran
yang terjadi akibat tidak adanya suplai darah ke septum ini.1,11
Kelainan rahim bawaan lain yang terkait dengan abortus berulang dan
mungkin infertilitas adalah rahim berbentuk abnormal yang disebabkan oleh janin
wanita yang terpapar Diethylstilbesterol atau DES, estrogen sintetis yang
dikonsumsi untuk mencegah kelahiran prematur antara 1938 dan 1971. DES
mungkin menyebabkan uterus berbentuk huruf T pada wanita yang ibunya
mengkonsumsi obat ini selama kehamilan. Perempuan yang terkena DES dalam
7/29/2019 Abortus Berulang Email
9/38
9
rahim cenderung memiliki uterus yang lebih kecil (hypoplastic) dari normal. DES
juga dikaitkan dengan kankerserviks. Obat ini ditarik dari pasar pada tahun 1973
dan tidak lagi diresepkan. 11,12
Defek uterus secara anatomis termasuk uterus yang berseptum, unikornu,
bikornu, dan didelphik. Jumlah keguguran yang tinggi terdapat pada uterus
bikornu (47%) dibandingkan dengan uterus unikornu (17%), namun keduanya
sering dikaitkan dengan keguguran pada trimester dua dan persalinan preterm.
Wanita dengan uterus unikornu dan didelphik memiliki resiko tinggi untuk
kelahiran abnormal, sementara wanita dengan uterus berseptum memiliki 26%
resiko untuk mengalami keguguran.2
Gambar 4. A. Uterus duplex unicollis. B. Uterus duplex dengan double vagina. C. Uterus didelphys. D.
Uterus berseptum dengan single vagina. E. Uterus subseptus. F. Uterus arcuatus. G. Uterus unicornis
dengan rudimentary contralateral hemiuterus.11
7/29/2019 Abortus Berulang Email
10/38
10
b. Anomali Yang Didapat
Kelainan anatomi yang didapatberkaitan dengan abortus berulang adalah
lesi yang sudah muncul sejak lahir. Kelainan ini melibatkan lesi yang
meningkatkan atau mengurangi konfigurasi intra-uterin. Lesi ini termasuk:
- Adhesi Intrauterin
Trauma intra uterin akibat kuretase yang berlebihan atau endometritis
postabortus adalah penyebab tersering untuk terjadinya perlekatan.
Sinekiaintrauterin atau sindrom Asherman adalah defek uterus didapat yang telah
dikaitkan dengan RPL. Keparahan pelekatan dapat berkisar dari minimal hingga
ablasi komplit rongga endometrium. Pelekatan ini dianggap mengurangi volume
rongga rahim, dan mungkin mengganggu plasentasi normal sehingga
mengakibatkan keguguran.Reproduksi wanita dengan sindrom Asherman
umumnya buruk. Tanpa terapi sekitar 40 % kehamilan pada wanita ini berakhir
dengan aborsi spontan dan lainnya 23 % mengakibatkan kelahiran preterm.13,14
- Abnormalitas Kavum Uteri
Kelainan rongga intrauterin, seperti leiomioma dan polip dapat
berkontribusi untuk terjadinya abortus. Mioma adalah tumor jinak yang paling
umum pada wanita usia reproduksi, mempengaruhi 20-50% dari populasi
ini.Dikelompokkan berdasarkan lokasi anatomi dalam rahim dan dapat
digambarkan sebagai subserosa, intramural, dan submukosa. Fibroid dianggap
subserosa jika berada di bawah serosa dan jika kurang dari 50% dari tumor
ditemukan menonjol keluar dari permukaan serosa. Jika kurang dari 50%
menonjol dan jika fibroid terletak di myometrium dianggap intramural. Fibroid
submukosamenonjol ke dalam rongga rahim dan terletak berdekatan dengan
endometrium.14
Terdapat beberapa hipotesis mengenai bagaimana fibroid mungkin
berkaitan dengan RPL. Tergantung pada ukuran fibroid dan lokasi, mungkin dapat
7/29/2019 Abortus Berulang Email
11/38
11
merusak sebagian atau mengubah kontur rongga intrauterin. Juga memberikan
vaskularisasi endometrium yang buruk untuk implantasi atau perkembangan
plasenta. Fibroid dan polip uteri mungkin menyebabkan endometritis subakut dan
oleh karena itu merusak migrasi sperma, sel telur, atau embrio. Sampai sekarang
diyakini bahwa hanya leiomiomasubmukosa yang harus dilakukan pembedahan
untuk upaya kehamilan. Namun, beberapa penelitian terbaru yang menyelidiki
tingkat implantasi pada wanita yang menjalani fertilisasi in vitro jelas telah
menunjukkan penurunan implantasi dengan adanya miomaintramural dalam
kisaran 30 mm.14
Dalam sebuah studi retrospektif, Li dkk menyimpulkan bahwa fibroid uterus
berkaitan dengan keguguran dengan menentukan bahwa wanita dengan fibroid
memiliki tingkat keguguran 60%, yang setelah miomektomi berkurang hingga
24%. Demikian pula dalam studi retrospektif lain, Marchionni dkkmengevaluasi
72 pasien dengan infertilitas dan mioma intramural dan subserosal yang menjalani
miomektomi. Mayoritas subyek memiliki satu hingga lima mioma, ukuran
berkisar dari 3 sampai 8 cm. Perbedaan yang signifikan secara statistik ditemukan
antara konsepsi sebelum operasi dan paskaoperasi tingkat (28% dibanding 70%),
tingkat kelahiran hidup (30% dibanding 75%) dan tingkat keguguran (69% versus
25%). Para penulis berkomentar bahwa miomektomi meningkatkan kemampuan
reproduksi dalam penelitian ini, terutama jika mioma tunggal telah dihilangkan
dan ukuran mioma maupun lokasi adalah faktor penting yang mengganggu
kehamilan.14
- Inkompetensi Serviks
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat obstetri dari adanya keguguran
berulang pada trimester kedua atau ketiga awal, setelah terjadinya dilatasi serviks
yang tanpa rasa nyeri, prolaps, atau ruptur dari membran mengakibatkan
ketidakmampuan servik uterus untuk mempertahankan kehamilan dan ekspulsi
dari fetus hidup dengan aktivitas uterus yang minimal. Dengan tidak adanya
keguguran berulang, insufisiensi serviks sering digunakan sebagai diagnosis kerja
7/29/2019 Abortus Berulang Email
12/38
12
berdasarkan kejadian tunggal dimana memiliki karakteristik yang sama setelah
mengecualikan kausa lain yang mungkin. Tanpa adanya keguguran pada trimester
kedua atau ketiga, tidak dibenarkan untuk menggunakan istilah insufisiensi
serviks jika hanya dihubungkan dengan serviks yang pendek atau pernah
mengalami trauma.Inkompetensi servikssering menyebabkan keguguran pada
triwulan kedua. Mungkin terkait dengan kelainan bawaan seperti serviks yang
berseptum atau bikornu. Lebih jarang mungkin sebagai akibat paparan terhadap
DES. Namun kebanyakan merupakan kasus yang terjadi sebagai akibat dari
trauma misalnya akibat operasi.1, 14,15
Gambar 5.Inkompetensi Serviks11
5 .3Kausa Infeksi
Infeksi saluran reproduksi oleh bakteri virus, parasit, zoonosis, dan jamur
telah dikaitkan dengan terjadinya abortus tapi tidak ada bukti kuat yang
mendukung bahwa infeksi yang menjadi penyebab abortus berulang. Mikoplasma,
Ureaplasma, Klamidia, dan Streptococcus grup B telah diteliti secara ekstensif.
Hanya sekitar 0,5% - 5% kasus infeksi berhubungan dengan kejadian RPL.
Bakterial vaginosis juga telah dikaitkan dengan abortus setelah 12 minggu
7/29/2019 Abortus Berulang Email
13/38
13
kehamilan. Namun, studi prospektif yang melibatkan 70 pasien dengan abortus
berulang tidak menemukan korelasi antara infeksi saat ini atau yang lalu dengan
salah satu bakteri ini. Pada penelitian lain juga memang tidak menjukkan kejadian
RPL pada kehamilan trimester pertama, tetapi lebih signifikan menunjukkan
sebagai faktor resiko abortus pada trimester kedua. 12,16
Infeksi primer oleh toxoplasma gondii pada ibu fase awal kehamilan atau
ibu yang sedang terinfeksi toxoplasma menjadi hamil dapat mengalami abortus
spontan. Apabila pada kehamilan tua maka terjadi kelainan kongenital berat.
Menurut Gangneus dkk, setelah terinfeksi ibu mempunyai kekebalan sehingga
kejadian abortus berulang tidak dihubungkan dengan infeksi Toxoplasma gondii.
Royal Collage of obstetric and gynecology tidak menyarankan untuk melakukan
penapisan infeksi toxoplasma pada abortus berulang.2
Virus tertentu juga telah dikaitkan dengan abortus, termasuk virus herpes
simplex (HSV) dan sitomegalovirus, yang secara langsung dapat menginfeksi
plasenta. Virus ini mungkin terlibat dalam gangguan pertumbuhan intrauterin,
ruptur prematur membran, dan kelahiran prematur, tapi peran mereka dalam
abortus berulang masih spekulatif. Kondisi peradangan yang dikenal sebagai
endometritis yaitu adalah peradangan endometrium atau lapisanrahim juga telah
dikaitkan dengan infertilitas dan abortus berulang. Endometritis dapat disebabkan
oleh infeksi yang baru atau di masa lalu. Apakah infeksi kronis adalah penyebab
abortus berulang secara tepatnya tidak diketahui. Individu yang memiliki
kerentanan terhadap infeksi organisme mungkin menjadi faktor penentu dalam
terjadinya abortus berulang. Faktor lain yang mungkinmeliputi :16
Paparan infeksi selama awal kehamilan
Kemampuan agen menyebabkan infeksi uterus dan plasenta
Perkembangan tingkat infeksi
Keadaan imun orang yang terinfeksi
5 .4Kausa Endokrin
Ovulasi, implantasi, dan tahap awal kehamilan tergantung pada sistem
regulasi endokrin maternal yang baik. Banyak perhatian yang diberikan terhadap
7/29/2019 Abortus Berulang Email
14/38
14
kelainan endokrin sistemik, abnormalitas fase luteal dan hormonal setelah
pembuahan, terutama kadar progesteron pada awal kehamilan.1,17
- Diabetes Mellitus
Wanita dengan diabetes mellitus yang memiliki kontrol metabolik yang baik
kecenderungan untuk mengalami aborsi sama saja dengan wanita normal tanpa
diabetes. Tetapi pada wanita dengan diabetes yang tidak terkontrol, secara
signifikan memiliki kecenderungan untuk keguguran atau terjadinya malformasi
fetus. Jumlah aborsi spontan meningkat 2-3 kali lipat pada wanita ini
dibandingkan dengan populasi secara umum. satu masalah yang paling penting
dari ibu dengan diabetes adalah ketoasidosis, dimana terdapat peningkatan
keasaman pada darah ibu. Kematian fetus meningkat sampai 50% dari kelainan
ini. Skrining untuk diabetes yang tidak terlihat pada wanita yang tidak mengalami
gejala tidak diperlukan. Kecuali jika pasien datang dengan meningkatnya GDS
atau memperlihatkan tanda lain dari DM atau adanya keguguran yang tidak dapat
dijelaskan pada trimester kedua.2,17,18
- Hipotiroid
Hipotiroid pada ibu dapat meningkatkan resiko pada kehamilan. Hipotiroid
yang tidak diobati berkaitan dengan resiko preeklampsia, bblr, abrupsi plasenta,
keguguran dan mortalitas perinatal. Baru-baru ini Idris dkk menemukan bahwa
hipotiroid (yang ditandakan oleh meningkatnya TSH serum) meningkatkan
jumlah persalinan dengan seksio sesarea. Peningkatan serum TSH pada trimester
kedua juga berhubungan dengan peningkatan jumlah kematian janin setelah 16
minggu usia kehamilan.20
- Level Progesteron Yang Rendah
Progesteron adalah faktor penting yang bertanggung jawab untuk
differensiasi endometriumyang berploriferasi menuju fase sekretori, memberikan
kesiapan bagi endometrium untuk implantasi. Level progesteron yang rendah
telah diasumsikan berhubungan dengan kejadian abortus. Dukungan korpus
7/29/2019 Abortus Berulang Email
15/38
15
luteum sangat berfungsi penting sampai paling tidak umur kehamilan7 minggu,
pada waktu dimana trofoblast plasenta memiliki kemampuan steroidgenik yang
mampu mendukung kelangsungan kehamilan. Pada pasien yang korpus luteumnya
hilang sebelum kehamilan 7 minggu, dapat berakibat abortus. Jika progesteron
diberikan pada pasien ini maka kehamilan kemungkinan dapat dipertahankan.
Penelitian terakhir dengan RU486 (sebuah antiprogestin) telah menunjukkan
bahwa perlakuan ini dapat secara efektif menghentikan kehamilan sampai 56 hari
dari menstruasi periode terakhir.2,17
- Defek Fase Luteal
Fase luteal normal dicirikan oleh produksi hormon yang memadai oleh
korpus luteum dan respon yang adekuat dari endometrium terhadap hormon ini.
Teori untuk defek fase luteal meliputi perkembangan folikular yang terganggu,
penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum, dan disfungsiendometrium
dalam menanggapi progesteron yang terbentuk. Abortus berulang telah lama
dikaitkan dengan defek fase luteal. Pada tahun 1977, Horta et al menunjukkan
bahwa tingkat progesteron serumpada fase luteal serial dalam siklus nonkonsepsi
lebih rendah di antara wanita dengan riwayatkeguguran spontan tiga kali atau
lebihbila dibandingkan dengan kontrol yaitu ibu tidak hamil yang sehat.Metode
yang digunakan untuk mendiagnosis defekfaseluteal antara lain pengukuran suhu
basal, evaluasi konsentrasi progesteron, dan pemeriksaan histologi dari biopsi
endometrium.2,17,19
Kriteria standar dalam diagnosis LPD adalah karakteristik histologis dari
biopsi endometrium pada fase luteal yang dua hari lebih lambat daripada normal.
Walaupun LPD dilaporkan pada 23-60% wanita dengan abortus berulang, namun
sebanyak 31% wanita fertil normal memiliki LPD menurut hasil biopsi
endometrium serial. Bagaimanapun karena belum terdapat metode yang baik
dalam mendiagnosis kelainan ini maka terjadi kontroversi pada defenisi maupun
diagnosisnya sendiri. Banyak bias dalam penelitian yang terjadi karena seringnya
7/29/2019 Abortus Berulang Email
16/38
16
menggunakan periode menstruasi yang berikutnya sebagai patokan kapan wanita
tersebut akan berovulasi, dengan mengasumsikan siklus normal 28 hari.2
Melalui salah satu studi prospektif, biopsi endometrium dilakukan pada
wanita dengan 3 atau lebih abortus yang berturut-turut. Ahli patologi mengambil
sampel biopsi dengan dasar pengukuran LH untuk memfokuskan waktu ovulasi.
LPD dipercaya sebagai 17%penyebab dari abortus berulang. Peneliti kemudian
menguji level progesteron pada fase luteal, dan menemukan bahwa kadarnya
normal pada wanita dengan LPD. Sehingga defisiensi fase luteal lebih cenderung
sebagai akibat respon abnormal endometrium terhadap progesteron dibanding
sebagai akibat rendahnya produksi progesteron oleh korpus luteum. Temuan ini
digabung dengan studi lain menunjukkan bahwa 50% wanita yang secara
histologis memiliki LPD memiliki kadar progesteron normal.2
Hanya satu percobaan acak yang menunjukkan adanya manfaat pemberian
progesteron pada LPD sementara yang lain tidak memberikan hasil yang
signifikan. Jadi walaupun diketahui bahwa kegagalan postimplantasi berkaitan
dengan rendahnya kadar progesteron, tidak ada bukti bahwa pemberian suplemen
progesteron dapat bermanfaat untuk mengembalikan keadaan hormonal.2
- Sindroma Ovarium Polikistik
Diperkirakan yang 40 % kehamilan pada wanita dengan PCOS akan
berakhir pada keguguran. PCOS adalah gangguan yang kompleks yang
melibatkan interaksi antara pankreas, hipotalamus / pituitary, indung telur, hati,
dan jaringan adiposa. Perempuan dengan PCOS umumnya memperlihatkan
menstruasi yang tidak teratur, obesitas, bukti laboratorium dari peningkatan
androgen, peningkatan kadar LH, resistensi insulin, dan hyperinsulinemia. Tidak
semua wanita dengan PCOS menampilkan semua kelainan inidan fenotip
gangguan ini merupakan hasil dari kombinasi bermacam etiologi dan kelainan.
Menariknya, wanita dengan PCOS memiliki prevalensi autoimmunitas tiroid tiga
kali lipat lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.18
7/29/2019 Abortus Berulang Email
17/38
17
5 .5Faktor Imunologi
Yetman dan Kutteh melaporkan bahwa sekitar 15% dari 1000 wanita
dengan abortus berulang memiliki faktor autoimun. Terdapat dua patofisiologi
primer yang menjelaskan kejadian tersebut yaitu teori autoimun (imunitas yang
menyerang diri sendiri) dan teori alloimun (imunitas yang menyerang pihak
lain).17
a. Faktor autoimunAbortus lebih sering terjadi pada wanita dengan SLE. Kebanyakan dari
wanita tersebut memiliki antibodi antifosfolipid yang merupakan kelompok
autoantibodi yang mengikat fosfolipid muatan negatif, phospholipids-binding
proteins, atau kombinasi keduanya. Antibodi tersebut dapat juga ditemukan pada
wanita tanpa lupus. Memang pada lebih dari 5% wanita dengan kehamilan
normal, lupus antikoagulan (LAC), dan antibodi antikardiolipin (ACA)
berhubungan dengan gangguan kehamilan berat. Dibandingkan dengan kejadian
abortus, LAC, dan ACA lebih banyak dihubungkan dengan kematian fetus setelah
pertengahan trimester kehamilan. Oleh sebab itu, kematian fetus merupakan salahsatu kriteria diagnosis sindrom antifosfolipid. Wanita yang memiliki riwayat
abortus dan kadar antibodi yang tinggi mungkin berpotensi mengalami abortus
berulang sekitar 70%. 16
- Sindrom Antibodi Antiphospholipid (APS)
Abortus berulang berkaitan dengan beberapa penyakit autoimun. Salah satu
dari penyakit itu adalah sindrom antibodi antiphospholipid (APS), juga dikenal
sebagai sindrom lupus antikoagulan dan sindrom Hugh. Kelainan ini dicirikan
oleh adanya antibodi APL, yang mana sering berhubungan dengan keguguran
pada masa preembrionik (
7/29/2019 Abortus Berulang Email
18/38
18
Diagnosis APS membutuhkan adanya paling tidak satu kriteria klinis dan paling
tidak satu kriteria laboratorium1
a. Kriteria klinis1
Thrombosis vaskular2
Terdapat satu atau lebih episode trombosis di arteri, vena atau
pembuluh darah kecil, di jaringan atau organ. Diagnosis trombosis
menggunakan pemeriksaan radiologi, pemeriksaan doppler atau
histopatologi.
Morbiditas kehamilan2
o 3 atau lebih keguguran yang berurutan tanpa kausa anatomis, genetik,
dan hormonal sebelum usia kehamilan 10 minggu.
o Satu atau lebih kematian kematian pada fetus yang telah memiliki
morfologi normal pada atau setelah 10 minggu umur kehamilan.
o Satu atau lebih kelahiran prematur pada neonatus dengan morfologi
normal pada atau sebelum 34 minggu kehamilan yang berkaitan dengan
preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta berat.
b.Kriteria laboratorium2
o aCL : terdapatnya isotipe imunoglobulin G (IgG) dan / atau imunoglobulin
M (IgM) dalam titer yang tiggi atau sedang pada 2 atau lebih waktu, yang
berjarak 6 minggu atau lebih.
o Koagulasi phospholipid dependent yang memanjang pada tes skrining
o Kegagalan untuk memperbaiki hasil tes yang memanjang dengan
mencampur plasma sampel dengan platelet yang normal.
o Pemendekan atau perbaikan hasil skrining yang memanjang dengan
menambahkan banyak phospolipid.
o Ekslusi dari faktor penyebab koagulopati yang lain (mis: inhibitor faktor
VIII) dan penggunaan heparin.
Antibodi ini dapat ditunjukkan dengan enzym linked immunosorbent assay
(ELISA) atau jika pada tes koagulasi untuk LAC positif. Pasien dengan kombinasi
titer APLA yang tinggi dan isotipe IgG memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan mereka yang kombinasi APLA rendah dan titer isotipe IgM.
7/29/2019 Abortus Berulang Email
19/38
19
Namun jenis APLA (aCL, LAC, atau anti-beta-2 glikoprotein I) tidak
mempengaruhi prognosis.APLAs ditemukan pada kurang dari 2% wanita hamil
yang sehat, pada kurang dari 20% dari wanita hamil dengan abortus berulang, dan
lebih dari 33% wanita dengan sistemik lupus eritematosus (SLE)2
- Sistemik Lupus Eritematosus
Sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah penyakit yang sejauh ini
berkaitan dengam APS. Pasien dengan SLE memiliki 12-30% prevalensi antibodi
ACL, dan 15-34% antibodi LAC. SLE sebagaimana hubungannya dengan
antibodi antiphospholipid telah dikaitkan dengan meningkatnya jumlah
keguguran. Tiga faktor yang prediktif terhadap kehamilan pasien dengan lupus
eritematosus.2
Penyakit sebelum pembuahan
Onset SLE selama kehamilan
Penyakit ginjal
Kelainan obstetri dan medis yang terkait dengan APLA sebagai berikut1
o Preeklampsia
o Gangguan perkembangan janin dalam rahim
o Tidak normalnya denyut jantung janin
o Kelahiran preterm
c. Faktor AlloimunPada kehamilan normal terjadi predominasi dari Th2 (T-helper) terhadap
Th1. Th2 yang meningkatkan imunomodulator/imunosupresif terhadap jaringan
tropoblas, meningkatkan pertumbuhan plasenta , dan menghambat reaksi
sitotoksik terhadap embrio. Jika terjadi gangguan keseimbangan Th2 dengan Th1
yaitu Th1 yag meningkat dimana Th1 berperan sebagai pemacu sitokin-sitokin
proinflamasi yang selanjutnya akan berefek negatif kepada jaringan tropoblas dan
embrio itu sendiri. Peningkatan Th1 belum diketahui secara pasti namun dapat
diketahui secara luas bahwa keadaan-keadaan stres, infeksi, dan autoimunitas
dapat mengakibatkan abortus yang dicetuskan oleh sitokin Th1.1
Kehamilan yang normal memerlukan pembentukan faktor yang mencegah
rejeksi atau penolakan maternal terhadap antigen asing fetus yang diperoleh
7/29/2019 Abortus Berulang Email
20/38
20
secara paternal. Seorang wanita tidak akan menghasilkan faktor penghambat
serum ini jika dia memiliki HLA yang mirip dengan suaminya. Gangguan
alloimun juga menyebabkan abortus berulang seperti peningkatan Th1 yang
memacu aktivitas sel NK dan peningkatan antibodi limfositotoksik. Berbagai
terapi untuk memperbaiki gangguan ini telah disarankan untuk dilakukan
termasuk imunisasi dengan menggunakan sel paternal, third party donor
leukocytes, infus membran trofoblast dan immunoglobulin intravena. Kebanyakan
dari terapi imunologi ini membahayakan pasien sehingga tidak dianjurkan untuk
dilakukan. Salah satu terapi yang mungkin dapat dilakukan adalah terapi
immunoglobulin intravena untuk abortus berulang sekunder (wanita dengan
abortus berulang setelah memiliki anak sebelumnya).1,18
5 .6 Kelainan Hematologisa. Perubahan hematologis dan kehamilan
Banyak abortus berulang dicirikan oleh adanya defek pada plasentasi dan
mikrotrombi pada vaskularisasi plasenta. Sebagai tambahan, beberapa kelainanyang diturunkan yang merupakan predisposisi untuk timbulnya trombus pada
pembuluh darah vena dan arteri digolongkan sebagai penyebab thrombophilik
untuk abortus. Beberapa komponen jalur koagulasi dan fibrinolitik penting untuk
implantasi embrionik, implantasi trofoblas dan plasentasi.2
b. Kehamilan normal dikaitkan dengan keadaan hiperkoagulasi
Pada kehamilan normal terdapat peningkatan level prokoagulan seperti
faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen, timbul paling cepat pada minggu 12 gestasi.
Walapun demikian trombogenitas ini tidak diimbangi oleh peningkatan
antikoagulan alami (antitrombin III, protein C dan S). Faktanya kadar protein S
menurun sebanyak 40-50% sementara antitrombin III dan protein C cenderung
konstan.2
Aktivitas fibrinolitik juga menurun, dengan peningkatan progresif level dari
plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), yang diproduksi oleh sel endotel, dan
7/29/2019 Abortus Berulang Email
21/38
21
plasminogen aktivator inhibitor-2 (PAI-2), diproduksi oleh trofoblas selama
kehamilan. Efek dari PAI-1 dan PAI-2 dilokalisasikan pada trofoblas invasif yang
tampaknya diregulasi oleh keseimbangan antara aktivator plasminogen dan
inaktivatornya.Aktivasi platelet dan meningkatnya produksi tromboksan
sebagaimana menurunnya sensitivitas terhadap efek antiagregasi dari prostasiklin
meningkatkan status prothrombin pada kehamilan. Vasorelaksasi dan akibat dari
stasis aliran darah vena lebih jauh memicu koagulasi.1
Urokinase plasminogen aktivator (uPA), yang aktif selama jangka waktu
implantasi, memicu produksi lokal dari plasmin, yang kemudian mengkatalisasi
penghancuran matriks ekstraselular dan memfasilitasi implantasi. uPA juga
ditemukan pada sinus-sinus vena maternal dan dengan demikian memainkan
peranan dalam mempertahankan patensi chanel ini. Reseptor uPA juga
diekspresikan pada sel trofoblast trimester pertama, bekerja untuk membatasi
deposisi fibrin pada ruang intervilli.1
c. Perubahan yang berkaitan dengan kehamilan abnormal
Fakta menarik bahwa wanita dengan riwayat abortus berulang berada dalam
status yang prokoagulan bahkan jika mereka tidak hamil.2
Gestasi yang abnormal berkaitan dengan beberapa faktor misalnya sitokin
yang dapat merubah endotel yang tromboresisten menjadi lebih thrombogenik.
Gestasi yang abnormal memiliki distribusi fibrin yang abnormal pada villi
korionik yang membuat kontak allogenik ke jaringan maternal. Sel endotel pada
daerah ini kurang baik dalam perannya pada jalur antikoagulan thrombin-
thrombomodulin, membuat daerah ini lebih cenderung untuk terbentuk bekuan
darah. Defek dari invasi trofoblas pada arteri spiralis ditemukan pada biopsi
bantalan plasenta yang dilakukan pada wanita setelah keguguran dan pada pasien
yang preeklamsia atau gangguan pertumbuhan janin dalam rahim.2
Studi besar yang dilakukan pada 116 wanita yang tidak hamil dengan
abortus berulang yang hasil tesnya negatif untuk LAC dan aCLS menunjukkan
bahwa 64% paling tidak punya 1 kelainan fibrinolisis kebanyakan pada tingginya
7/29/2019 Abortus Berulang Email
22/38
22
level PAI-1. Tidak ada defek yang ditemukan pada kelompok kontrol, yang terdiri
dari 90 wanita subur tanpa riwayat keguguran. Pada tahun 1994 Patrassi dkk
menemukan bahwa 67% pasien, tanpa memandang bahwa mereka memiliki aCL
positif atau tidak terdapat defek pada jalur fibrinolitik mereka.2
Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa segera setelah abortus, defek
timbul pada berbagai variabel hemostasis. Tahun 1991 Tulppala dkk
mengungkapkan bahwa pada wanita dengan riwayat abortus berulang memiliki
produksi tromboksan yang berlebih pada kehamilan 4-6 minggu dan penurunan
produksi prostasiklin pada kehamilan 8-11 minggu, dibandingkan dengan wanita
tanpa riwayat tersebut. Pergeseran pada rasio tromboksan dan prostasiklin ini
dapat memicu vasospasme dan agregasi platelet, menyebabkan mikrotrombus dan
nekrosis plasenta. Kadar protein C dan fibrinopeptida A tampak menurun segera
sebelum keguguran timbul menunjukkan aktivasi kaskade koagulasi.2
Pada tahun 2005, sebuah review dari literatur 10 tahun yang lalu
mengungkapkan bahwa hanya 3 tipe thrombophilia yang berkaitan dengan abortus
berulang: peningkatan level homosistein, faktor V leiden atau resistansi APC dan
antibodi antipospolipid. Banyak studi menyebutkan bahwa 5-20% wanita dengan
abortus berulang memiliki hasil tes yang positif untuk antibodi antifosfolipid.
Pada penelitian kohort pada 76 wanita dengan antipospolipid antibodi, 50%
keguguran timbul pada trimester pertama dibandingkan dengan 10% pada wanita
tanpa antibodi antipospolipid.2
d. Resistensi terhadap protein C aktif (faktor V Leiden)
Faktor V adalah faktor koagulasi yang secara normal dibatasi dan
dinonaktifkan oleh protein C aktif (APC). Pasien dengan mutasi pada gen yang
mengkode produksi faktor V mengakibatkan produksi faktor 5 yang abnormal
(disebut faktor V Leiden) yang resisten terhadap inaktivasi APC, berakibat
meningkatnya produksi trombin dan status hiperkoagulasi. Gen yang bermutasi ini
diwariskan sebagai gen autosom dominan dan penyebab tersering dari
7/29/2019 Abortus Berulang Email
23/38
23
thrombophilia familial dengan prevalensi 3-5% dari populasi umum. Pada pasien
dengan riwayat trombosis vena rasio prevalensinya mencapai 40%. 2
Pada tahun 1995 Rai dkk mengevaluasi 120 wanita dengan riwayat abortus
berulang. Tidak ada satupun dari wanita itu memiliki riwayat trombosis, LAC,
atau antibodi aCL. Prevalensi dari resistensi APC lebih tinggi pada wanita yang
mengalami keguguran pada trimester kedua dibandingkan wanita yang mengalami
keguguran pada trimester kedua (20% vs 5.7%).Jalan terbaik untuk mendeteksi
resistensi terhadap APC adalah dengan assay koagulasi dan tes DNA untuk
mengenali adanya mutasi.2
e. Metabolisme Abnormal Dari Homosistein
Homosistein adalah asam amino yang dibentuk selama konversi metionin
menjadi sistein. Hiperhomosisteinemia dapat terjadi kongenital atau didapat,
berkaitan dengan trombosis dan penyakit pembuluh darah. Kondisi ini juga
berhubungan dengan keguguran. Dalam sebuah studi, 21% wanita dengan riwayat
peningkatan homosistein mengalami keguguran berulang. Dalam kelainan gendiwariskan dalam bentuk autosomal resesif. Sedangkan dalam bentuk yang
didapat terjadi karena adanya defesiensi asam folat. Bagi pasien ini, pemberian
asam folat membantu peningkatan level homosistein dalam beberapa hari.2
6. DIAGNOSIS6. 1. Anamnesis
Dokter harus mengevaluasi keguguran sebelumnya, khususnya yang
berkaitan dengan usia kehamilan saat konsepsus mati. Riwayat medis dan obstetri
harus mencakup pada ada tidaknya setiap gambaran yang sugestif untuk
antiphospholipid sindrom ( misalnya riwayat trombosis atau kematian janin) atau
kemungkinan malformasi uterus (misalnya, presentasi bokong). Diabetes yang
kurang terkontrol atau penyakit tiroid, obesitas, merokok, alkohol, dan konsumsi
kafein mungkin terkait dengan abortus. 22
Diagnosis inkompetensi serviks sering dibuat berdasarkan anamnesis,
dimana jika didapatkan 1 kali atau lebih riwayat abortus pada trimester kedua,
7/29/2019 Abortus Berulang Email
24/38
24
riwayat persalinan prematurus dini, riwayat terminasi kehamilan pervaginam pada
trimester pertama dengan dilatasi lebar pada serviks, riwayat laserasi pada serviks
akibat tindakan obstetri maupun ginekologi. Akan tetapi riwayat tersebut bukan
merupakan kriteria absolut untuk diagnosis.21
6. 2. Pemeriksaan Fisis
Evaluasi pembesaran thyroid, evaluasi terhadap mamma untuk melihat
adanya galaktorrhea, dan pemeriksaan adanya hirsutisme, dapat menunjukkan
disfungsi tiroid pada pasien atau hiperprolaktinemia. Pemeriksaan pelvis harus
mencakup evaluasi terhadap leher rahim jika pasien yang mungkin telah terpapar
DES atau memiliki riwayat operasi serviks rahim atau operasi. Uterus yang
membesar mungkin berhubungan dengan fibroid, dan ovarium yang membesar
dapat mengindikasikan sindrom ovarium polikistik.2
Pada inkompetensi serviks pemeriksaan seri oleh klinikus yang sama sangat
penting artinya. Dilatasi serviks yang lebih dari 50% tanpa adanya tanda-tanda
persalinan preterm merupakan kriteria diagnostik yang lazim digunakan. Pada
kehamilan trimester kedua, terlihat adanya kulit ketuban menonjol tanpa adanya
tanda-tanda persalinan preterm sangat mendukung adanya serviks inkompeten.22
6. 3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Tes laboratorium harus dapat dipilih berdasarkan temuan pada tiap riwayat
dan pemeriksaan pasien. Tes darah mungkin termasuk darah lengkap, antinuklear
antibodi, antibodi antikardiolipin, lupus antikoagulan, tingkatprolaktin, dan
tingkat tirotropin. Kromosom dari kedua orang tua harus dievaluasi. Evaluasi
untuk thrombophilia termasuk pengujian untuk protein C, protein C aktif, faktor V
Leiden dan mutasiprothrombin, protein S, antithrombin, dan tingkat homosistein
puasa. Biopsi endometrium berjangka waktu dapat membantu konfirmasi adanya
ovulasi atau mengevaluasi defek fase luteal. Meskipun prosedur ini kontroversial,
tetapi merupakan tes terbaikuntuk mengevaluasi kelainan endometrium. Dapat
pula diperiksa progesteron serum untuk mengevaluasi korpus luteum. Tes untuk
sitomegalovirus, Listeria dan toksoplasmosis mungkin dilakukan tetapi tidak
7/29/2019 Abortus Berulang Email
25/38
25
umumnya dianjurkan karena agen ini terkait dengan keguguran sporadis
dibandingabortus berulang.2,19
Lima sampai 15% wanita dengan abortus berulang memilik ititer klinis
antibodi antifosfolipid yang signifikan, jika dibandingkan dengan 2% sampai 5%
pada pasien obstetri yang tidak dipilih. Karena hasil mungkin sedikit positif
setelah infeksi, sindrom antibodi antifosfolipid harus didiagnosis hanya ketika
hasil dua tes yang berjarak 12 minggu atau lebih positif.23
b. Radiologi
Penyebab anatomi dari abortus berulang biasanya didiagnosis dengan
menggunakan ultrasonografi, histerosalpingografi (HSG) atau sonohisterografi.
Histeroskopi, laparoskopi, atau MRI juga dapat dilakukan bila diperlukan. Baru-
baru ini USG transvaginal tiga dimensi telah diperkenalkan dan dapat membuat
diagnosis yang tepat serta noninvasif dari anomali uteruskongenital.
USG transvaginal sangat berguna untuk diagnosa fibroid uteri dan polip
endometrial serta penilaian viabilitas fetus. Histerosalpingografi digunakan untuk
mengevaluasi patensi tuba juga dapat mendeteksi mioma submukosa, banyak
malformasi uterus, dan adhesi intrauterin. Penyuntikan salin pada sonohisterografi
melibatkan instilasi transservikal cairan ke dalam rahim selama pemeriksaan USG
transvaginal. Teknik ini memberikan gambaran kontur internal dari kavum uteri
juga gambaran permukaan dinding luar rahim. Ia menyediakan lebih banyak
informasi tentang kelainan uterus dibanding HSG atau USG sendiri. Teknik ini
dilakukan pada awal fase follikular siklus menstruasi setelah menstruasi
berhenti.14
c. Studi Kariotipik
Dapat dilakukan studi kariotipik pada kedua pasangan. Kerusakan struktural
kromosom pada pasangan dengan keguguran berulang didapatkan sebanyak
5,34%. Dua pertiga dari kerusakan kromosom diantaranya translokasi autosomal
termasuk translokasi robertsonian, inversi, dan kelainan kromosom sex.19
7/29/2019 Abortus Berulang Email
26/38
26
6. 4. Penatalaksanaan Diagnosis Aborus Berulang Menurut HIFERI
HIFERI telah menyusun langkah-langkah penatalaksanaan abortus berulang
sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan berupa keguguran preembrionik
dan embrionik berulang, keguguran janin berulang, dan keguguran trimester
kedua berulang.6
Gambar . Klasifikasi Abortus Berulang6
Keterangan:
A. Keguguran berulang adalah suatu kejadian kegagalan kehamilan untuk berlanjut di
bawah usia kehamilan 20 minggu sebanyak 2 kali atau lebih secara berturut-turut.
B. Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan pada usia kehamilan berapa pasien
mengalami kejadian keguguran. Terutama kejadian keguguranpada usia kehamilan yang
sangat dini perlu dipastikan apakah pasien pernah melakukan pengecekan hormon hCG
untuk memastikan adanya kehamilan. Hal ini dirasakan penting karena sebagian besar
pasien menganggap dirinya hamil apabila haidnya datang terlambat. Perlu ditanyakan
pula apakah pernah dilakukan pemeriksaan USG. Apabila pernah, maka perlu
didefinisikan temuan USG yang spesifik (lihat point E). Perlu pula ditanyakan gejala apa
saja yang menyertai saat terjadinya keguguran. Selain itu riwayat penyakit terdahulu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat tindakan pembedahan,penggunaan obat-obatan atau
pengobatan tradisional, gaya hidup, serta adanya masalah psiko-sosial perlu
didokumentasikan. Riwayat obstetrik terkait dengan riwayat kehamilan sebelumnya perlu
pula didokumentasikan dengan lengkap.
C. Pemeriksaan fisik yang diakukan adalah pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan
ginekologi yang ditujukan untuk melakukan penilaian pada alatgenitalia (vagina, serviks,
uterus) dan USG transvaginal. Hormon hCG adalah hormon yang sangat spesifik
didapatkan dalam kondisi kehamilan karena diproduksi oleh sel-sel trofoblas.
Pemeriksaan hCG umumnya dilakukan secara kualitatif dengan cara menggunakan urine
7/29/2019 Abortus Berulang Email
27/38
27
sebagai spesimen. Namun kadar hCG dapat pula diukur secara kuantitatif yang umumnya
menggunakan spesimen dari darah. Perlu ditanyakan terkait dengan kadar hCG yang
terukur pertama kali serta kecenderungannya setelah itu, apakah menurun secarabermakna dikaitkan dengan usia kehamilannya.
E. Indikator USG (transvaginal) yang perlu ditanyakan pada pasien adalah, apakah
terdapat gambaran kantung gestasi, struktur janin (fetal echo), dan yang paling penting
adalah apakah pernah teridentifikasi aktivitas denyut jantungjanin sebelumnya.
F. Keguguran embrionikadalah apabila terjadi keguguran pada usia kehamilan di bawah 8
minggu (aktivitas denyut jantung janin tidak pernah teridentifikasi) G Keguguran janin
adalah apabila terjadi kematian janin (sebelumnya aktivitas denyut jantung janin telah
teridentifikasi) pada usia kehamilan 8-20 minggu
H. Keguguran trimester 2 adalah apabila terjadi keguguran pada usia kehamilan antara 12-
24 minggu namun ditandai dengan janin yang masih hidup, terdapat dilatasi serviks atau
pecah ketuban.
Gambar . Langkah-langkah Diagnosis keguguran preembrionik dan emberionik berulang.6
Keterangan :
A. Keguguran preembrionik dan embrionik berulang
B. Analisis Kromosom dapat dilakukan dengan menggunakan bahan yang berasal daridarah orang tuanya (ayah dan ibu) atau apabila keguguran baru saja terjadi, maka dapat
pula digunakan bahan yang berasal dari jaringan abortus.
C. Evaluasi sitogenetik pada keguguran trimester pertama menunjukkan kejadian
kelainan kromosom janin sebesar 50-70%.
7/29/2019 Abortus Berulang Email
28/38
28
D. Pemeriksaan hormon yang dilakukan meliputi pemeriksaan fungsi kelenjar tiroidmaupun pankreas dalam hal melakukan pengaturan kadar gula darah . Rekomendasi
dari RCOG menyatakan bahwa pemeriksaan rutin terhadap kelenjar tiroid (TSH dan FT4)
dan toleransi glukosa (kadar gula darah dan insulin puasa dan 2 jam post-prandial) padapasien keguguran berulang yang tidak memiliki gejala sebenarnya bersifat tidak infomatif.
E. Kejadian hiper atau hipotiroid banyak dikaitkan dengan kejadian keguguran
berulang.
F. Bukti saat ini menunjukkan bahwa kondisi diabetes yang terkendali tidakberhubungan dengan kejadian keguguran berulang.
G. Penelitian sebelumnya menunjukkan gambaran USG yang umum ditemukan padapasien keguguran berulang adalah ovarium polikistik(volume ovarium > 9 mL, > 10folikel dengan diameter 2-8 mm dan peningkatan densitas stroma). Angka prevalensi PCO
pada kejadian keguguran berulang dilaporkan mencapai 40.7%, meski hasil penelitian lain
mendapatkan angka yang lebih rendah (7.8%). Penelitian sebelumnya jugamemperlihatkan kondisi hipersekresi LH (> 10 IU/L) atau hiperandrogenemia yang terkait
dengan gambaran PCO juga berhubungan dengan kejadian keguguran baik pasca konsepsi
alami atau pasca siklus IVF.H. 2.5% pasien keguguran berulang menunjukkan adanya peningkatan kadar hormon
prolaktin.I. Kadar serum progesteron yang rendah pada fase midluteal (< 5 ng/ ml pada hari ke
18-21 ) atau hasil pemeriksaan biopsi endometrium yang menunjukkan ketidaksesuaian
(kurang atau lebih dari 2 hari) dengan kriteria Noyes dapat digunakan untuk menegakkandiagnosis defek fase luteal yang dihubungkan dengan kejadian kegagalan implantasi dan
keguguran berulang.
J. Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan kejadian keguguran berulang adalah
reaksi sistem imun maternal terhadap janin
K. Sindrom antibodi antifosfolipidL. Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya), berarti tidak didapatkan suatu faktor risiko
tunggal pada kedua belah pihak (suami-isteri) yang bermakna dapat menimbulkan suatu
kejadian keguguran berulang setelah dilakukan
7/29/2019 Abortus Berulang Email
29/38
29
Gambar . Langkah-langkah Diagnosis Keguguran Janin berulang.
6
Keterangan:
A. Keguguran Janin berulangB. Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan kejadian keguguran berulang adalah
reaksi dari sistem imun maternal pada janin . Reaksi sistem imun maternal terhadap
janin yang dapat mengakibatkan terjadinya keguguran berulang dapat diklasifikasikan
sebagai : 1). Reaksi otoimun, apabila sistem imun maternal menyerang jaringan dan
organnya sendiri, atau 2) Reaksi aloimun, apabila sistem imun maternal yang
seharusnya melindungi janin (yang merupakan benda asing di dalam tubuh ibu) selama
kehamilan justru bertindak sebaliknya.
C. Sindrom antibodi antifosfolipidD. Trombofilia adalah suatu kondisi di mana terdapat suatu kecenderungan aliran darah
penderita untuk mengalami trombosis yang diakibatkan oleh karena adanya kondisiprokoagulasi. Terdapat beberapa kelainan pembekuan darah yang dapat diklasifikasikan
dalam trombofilia, di antaranya adalah : activated protein C resistance (APCR),protein
S deficiency, protein C deficiency, prothrombin mutation, antithrombin III (AT III)
deficiency, dan hyperhomocysteinemia.
E. Kondisi hiperkoagulasi didefinisikan apabila terdapat aktivitas yang meningkat dari
faktor-faktor pembekuan yang ditandai dengan pemendekan nilai PT dan aPTT, serta
peningkatan kadar fibrinogen dan D-dimer, sertaterdapat peningkatan aktivitas agregasi
trombosit (hiperagregasi).
F. Pemeriksaan hormon yang dilakukan meliputi pemeriksaan fungsi kelenjar tiroid
maupun pankreas dalam hal melakukan pengaturan kadar gula darah.
G. Kejadian hiper atau hipotiroid banyak dikaitkan dengan kejadian keguguran
berulang
7/29/2019 Abortus Berulang Email
30/38
30
H. Bukti saat ini menunjukkan bahwa kondisi diabetes yang terkendali tidak
berhubungan dengan kejadian keguguran berulang
I. Pemeriksaan anatomi dilakukan untuk menyingkirkan adanya peran dari kelainanuterus yang dapat memicu gangguan ruang dan sirkulasi yang dibutuhkan pada uterus
untuk menerima embrio. Instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian
adalah USG trans-vaginal(USGTV), USG trans-vaginaldikombinasi dengan infus
cairan saline (USG-SIS), histerosalfingografi dan histeroskopi. USG-TV adalah
merupakan instrumen diagnostik yang cukup baik, namun kadangkala sulit untuk
membedakan massa yang terletak di dalam cavum uteri.J. Kelainan fusi dan resorbsi uterus yang bersifat kongenital. Kejadian kelainan ini
diperkirakan berkisar antara 1:200 hingga 1:600. Paling tidak diperkirakan 1 dari 4
wanita yang memiliki kelainan kongenita uterus dapat mengalami masalah reproduksi
termasuk kejadian keguguran berulang. Bentuk kelainannya dapat berupa uterus septus,
uterus bikornus, atau uterus didelfis.
K. Kelainan ukuran dan sirkulasi pada uterus akibat adanya suatu massa dapatmemicu terjadinya keguguran. Ukuran dan sirkulasi uterus dapat berubah dengan
kehadiran myoma uteri, polip endometrium atau sindrom Asherman
L. Idiopatik(tidak diketahui penyebabnya),
Gambar . Langkah-langkah Diagnosis6
A. Keguguran trimester 2 berulang.B. Pemeriksaan uterus ditujukan untuk melihat adanya kelainan morfologi pada uterus.
Dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG),histerosalfingografi (HSG) dan
histeroskopi. (Untuk penjelasan lebih lengkapdapat melihat point I pada pemeriksaan
kasus keguguran janin).
C. Kelainan fusi dan resorbsi uterus bersifat kongenital. Kejadian kelainan ini
diperkirakan berkisar antara 1:200 hingga 1:600. Paling tidak diperkirakan 1 dari 4
wanita yang memiliki kelainan kongenita uterus dapat mengalami masalah reproduksi
termasuk kejadian keguguran berulang. Bentuk kelainannya dapat berupa uterus
septus, uterus bikornus, atau uterus didelfis.
D. Kelainan pada ukuran dan sirkulasi dari uterus akibat adanya suatu massa abnormal
dapat memicu terjadinya keguguran.E. Pemeriksaan serviks ditujukan untuk melihat kekuatan dari serviks. Umumnya dapat
dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan busi Hegar no. 8, HSG dan USG.
7/29/2019 Abortus Berulang Email
31/38
31
F. Inkompetensi servikalis adalah suatu keadaan di mana serviks tidak mampu menahan
kehamilan, yang ditandai dengan dilatasi dari ostium uteri internum. Diagnosis
inkompetensi servikalis dapat ditegakkan apabila sebuah busi no. 8 dapat dimasukkanmelalui ostium uteri internum uterus non-gravidus, atau terdapatnya gambaran
cerobong pada pemeriksaan HSG atau adanya pemendekan kanalis servikalis pada
pemeriksaan USG-TV.
G. Pemeriksaan infeksi ditujukan untuk mendeteksi adanya infeksi pada traktus genitalis.
H. Bakteriosis vaginalis (BV) adalah kejadian infeksi vagina yang disebabkan oleh
karena adanya ketidakseimbangan pada polimikroba vagina. Pemeriksaan BVumumnya dilakukan menggunakan metode preparat basah dengan menggunakan
kriteria Nugent.
7. TERAPITerapi harus didasarkan pada hasil pemeriksaan untuk diagnostik
7.1. Terapi antikoagulan
Diantara wanita dengan abortus berulang dan yang memiliki tes
antipospolipid positif, dua percobaan klinis telah menunjukkan peningkatan
tingkat kelahiran yang signifikan. Dengan menggunakan unfractionated heparin
dosis profilaksis (misalnya, 5000 U subkutan dua kali sehari) dan aspirin dosis
rendah. Strategi ini telah menjadi standar untuk pengobatan abortus berulang
karena sindrom antibodi antifosfolipid, namun dua studi random yang lebih baru
yang melibatkan wanita dengan sindrom ini yang menunjukkan tidak ada
perbaikan yang signifikan pada tingkat kelahiran hidup dengan menggunakan
dosis profilaksis heparin berat molekul rendah dibandingkan dengan aspirin
sendiri.23
Aspirin 80 mg perhari dapat digunakkan untuk pasien dengan antibodi
antiphospolipid level rendah, adanya lupus antikoagulan, atau antibodi
antikardiolipin. Pemberian prednison pada pasien dengan SLE digabung dengan
haparin atau aspirin atau ketiganya. Pasien dengan lupus yang aktif harus diobati
sebelum adanya kehamilan, dan pasien tersebut harus mengalami remisi paling
tidak 6 bulan sebelum dapat hamil. Pasien dengan SLE yang remisi yang
mengkonsumsi prednison pada awal kehamilan harus melanjutkan konsumsi pada
dosis yang sama. Untuk pasien dengan abortus berulang harus dipertahankan pada
trimester pertama dan kemudian diturunkan perlahan-lahan.2
7/29/2019 Abortus Berulang Email
32/38
32
7.2.Terapi anomali uterus
Kebanyakan ahli merekomendasikan reseksi dengan histeroskopi dari
septum uteri pada wanita dengan abortus berulang, rekomendasi ini berdasarkan
data retrospektif tidak terkontrol dan studi-studi kasus.Namun, data uji coba yang
didesain dengan baik dan mendukung praktik ini sangat kurang, septum juga
terdeteksi pada wanita dengan kehamilan normal.23
Reseksi histeroskopi dari adhesi intrauterin dan septum uteri dilakukan
hanya jika kelainan ini teridentifikasi. Miomektomi dilakukan jika terdapat fibroid
submukosa atau fibroid apapun yang lebih besar dari 5 cm.5
7.3.Insufisiensi serviks
Setelah dikonfirmasi, inkompetensi serviks diatasi dengan pembuatan
serklase dimana dilakukan tindakan operasi memperkuat kelemahan serviks
dengan jahitan melingkar.17
Gambar 7. Teknik serklase 15
Gambar 8. Menunjukkan tigatingkat utama/jenis serklase : (1) serklase transvaginal biasanya di persimpangan dari leher
rahim dan forniks, (2) serklase transvaginal tinggi setelah membuka forniks dan (3) serklase transabdominal di level
ostium uteri internal. Tingkat efektivitas serklase ini belum secara sistematis dipelajari . Dari sudut pandang / klinis
mekanis, serklaseservikoisthmik lebih unggul dibanding serklases lain karena dijahit pada tingkat internal os servikalis dan
karena itu mencegah funneling (pembukaan kanalis servikalis dari internal os ).15
7/29/2019 Abortus Berulang Email
33/38
33
Prosedur Serklase
- Teknik McDonalds17
Gambar 9. Prosedur Serklase McDonald untuk inkompetensi serviks. A. Dimulai dari prosedur serklase
dengan suture monofilamen nomor 2 yang ditempatkan dalam korpus dari serviks sangat dekat tingkat ostiuminterna. B. Melanjutkan jahitan dalam tubuh serviks untuk melingkari ostium. C. penyelesaian lingkaran. D.
suture diperketat di kanalserviks cukup untuk mengurangi diameter kanal sebesar 5-10 mm, dan kemudian
suture diikat 17
- Teknik Modifikasi Shirodkar17
7/29/2019 Abortus Berulang Email
34/38
34
Gambar 10. Teknik Modifikasi Shirodkar untuk inkompetensi serviks. A. Insisi transversal di buat daerah di
atas anterior cervix dan buli-buli yang ditekan chepalad B. Dengan pita Mesiline 5mm pada jarum mayo
melewati antrior dan posterior. C. Pita dipertemukan secara posterior ke anterior pada bagian lain di cervix.
Kelm allis diarahkan agar jarum dapat melewati bagian submukosal D. Setelah pita terikat rapat, jahit
kontinus mukosa serviks.17
7.4.Intervensi genetik
Pasangan yang mengalami keguguran oleh karena aneuploidi dapat
menjalani fertilisasi in vitro. Blastosit kemudian dievaluasi dan diimplantasi
hanya jika secara kromosom normal. 7
7.5.Terapi DM dan Hipotiroid
Hipotiroid dapat diterapi dengan pergantian hormon. Sementara pasien
dengan diabetes dilakukan kontrol terhadap glukosa darah dapat diberikan
metformin dengan dosis rendah dinaikkan hingga dosis terapeutik.5
7/29/2019 Abortus Berulang Email
35/38
35
Tabel 3. Terapi Abortus Berulang Berdasar Etiologi5
7/29/2019 Abortus Berulang Email
36/38
36
7.6.Penatalaksanaan Abortus Berulang Menurut HIFERI
Gambar. Penatalaksanaan Abortus Berulang menurut HIFERI.6
Keterangan:
A. Konseling mengenai masalah kelainan kromosom dan genetika perlu diberikan, apabila dari
hasil analisa kariotipe didapatkan suatu kelainan. Hal ini penting untuk informasi orang tua
yang bersangkutan terkait dengan pola penurunan kelainan kromosom tersebut. Perlu diberikan
informasi terkait kemungkinan berulang dan ketidaktersediaan terapi. Diharapkan dokter yang
menangani dapat berkoordinasi dengan ahli genetika
B.
Skrining pranatal perlu dianjurkan apabila pasien tersebut hamil untuk memastikan tidakditemukannya kelainan kromosom. Pemeriksaan pranatal bisa dilakukan dengan menggunakan
metode chorionic villi sampling(CVS) atau amniosentesis.
C. Pasien dengan gangguan tiroid atau gangguan sensitivitas hormon insulin hingga diabetes
penanganannya dapat berkolaborasi dengan teman sejawat dari Departemen Ilmu Penyakit
Dalam.
D. Untuk kasus resistensi insulin dapat diberikan metformin. Metformin tergolong dalam obat
biguanid oral yang terbukti dapat digunakan untuk pengobatan kasus Diabetes Melitus (DM)
tipe 2. Metformin dapat memperbaiki resistensi insulin melalui mekanisme peningkatan
ambilan glukosa oleh otot dan lemak, serta meningkatan ikatan dengan reseptor insulin.
Pemberian metformin dapat memicu efek samping pada saluran cerna berupa timbulnya rasamual. Oleh karena itu amat penting untuk memulai pengobatan metformin dengan dosis rendah
yang kemudian dinaikkan hingga mencapai dosis pengobatan, yaitu 3 x 500 mg per hari atau 2
x 850 mg per hari.
7/29/2019 Abortus Berulang Email
37/38
37
E. Untuk kasus resistensi insulin dapat diberikan metformin. Metformin tergolong dalam obat
biguanid oral yang terbukti dapat digunakan untuk pengobatan kasus Diabetes Melitus (DM)
tipe 2. Metformin dapat memperbaiki resistensi insulin melalui mekanisme peningkatanambilan glukosa oleh otot dan lemak, serta meningkatan ikatan dengan reseptor insulin.
Pemberian metformin dapat memicu efek samping pada saluran cerna berupa timbulnya rasa
mual. Oleh karena itu amat penting untuk memulai pengobatan metformin dengan dosis rendah
yang kemudian dinaikkan hingga mencapai dosis pengobatan, yaitu 3 x 500 mg per hari atau 2
x 850 mg per hari.
F. Untuk masalah hiperprolaktinemia perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk mengetahuipenyebab kondisi tersebut. Awalnya perlu disingkirkan kemungkinan kelainan hormon tiroid
(hipotiroid), penggunaan obat-obatan yang dapat memicu peningkatan kadar hormon prolaktin,
atau adanya massa di hipofisis (mikroadenoma, makroadenoma atau tumor stalk). Pemberian
dopamin agonis (bromokriptin) dapat diberikan mulai dengan dosis yang rendah hingga
tercapai dosis terendah yang dapat ditoleransi oleh pasien dan mampu menurunkan kadar
hormon prolaktin. Dosis maksimum bromokriptin adalah 7.5 mg per hari. Apabila pasien tidakdapat mentoleransi penggunaan bromokriptin, maka dapat menggunakan preparat kabergolin
dengan dosis mulai dari 0.25 mg per minggu.
G. Pemberian obat-obatan antikoagulan dan antiagregasi dianjurkan untuk dilakukan sendiri oleh
dokter SpOG berdasarkan panduan yang ada. Pemberian obat-obatan tersebut harus didasarkan
atas temuan klinis dan laboratoris yang mendukung adanya suatu kondisi hiperkoagulasi.
Apakah pemberian obat antikoagulan dimulai pada masa pra-konsepsi atau pasca-konsepsi
harus didasari temuan apakah penderita tersebut memang memiliki kondisi hiperkoagulasi
pada masa pra-konsepsi. Pemberian aspirin dosis rendah (81 mg per hari) dapat diberikan
segera setelah pasien positif hamil. Selanjutnya pemberian heparin dapat diberikan setelah
dikonfirmasi adanya detak jantung janin. Heparin dapat diberikan dengan dosis sebagai berikut
: Unfractionated heparin (UFH) dapat diberikan 2x5000 iu per hari sub kutan. Sementara LowMolecular Weight Heparin (LMWH) seperti enoxoparin dapat diberikan 40 mg per hari sub
kutan. Pemeriksaan kadar trombosit dapat dilakukan tiap minggu dalam 2 minggu pertama
pemberian, namun selanjutnya dapat dipantau tiap 4 minggu sekali untuk memantau terjadinyaHeparin Induced Thrombocytopenia (HIT). Pemberian heparin memiliki target untuk
mempertahankan aPTT paling tidak 1.5 x kontrol. Untuk mencegah terjadinya osteopenia,
maka dapat diberikan suplemen kalsium dengan dosis 2x600 mg per hari. Penggunaan aspirinharus dihentikan paling tidak 3 minggu sebelum persalinan. LMWH harus dihentikan paling
tidak 5 hari sebelum persalinan, dan diganti dengan UFH hingga 1 hari sebelum persalinan.
Sementara UFH dihentikan paling tidak 1 hari sebelum persalinan.
H. Kelainan uterus berupa gangguan fusi dan resorbsi dari duktus muller serta adanya massa
abnormal mengganggu kontur dari kavum uteri serta memicu terjadinya gangguan sirkulasi
(myoma uteri, polip endometrium) dapat diatasi dengan melakukan tindakan pembedahanuntuk melakukan koreksi serta pengangkatan massa tersebut.
I. Kelainan kelemahan (inkompetensi) serviks dapat diatasi dengan melakukan tindakan sirklase
menggunakan teknik Shirodkar atau McDonald.
J.
Infeksi BV dapat diatasi dengan menggunakan antibiotika seperti klindamisin ataumetronidazol (tidak dianjurkan jika sudah hamil).K. Dukungan yang bersifat suportif baik dari pasangan, serta lingkungan sekitarnya amat
bermanfaat untuk memberikan ketenangan bagi pasien yang kadang merasa amat sedih dan
kecewa dengan terjadinya keguguran secara berturut-turut. Tidak jarang dibutuhkan pula
kerjasama dengan seorang ahli yang dapat membangkitkan semangat pasien untuk bangkit dari
rasa bersalah.
L. Pada kasus keguguran berulang idiopatik (penyebab tidak diketahui) dapat dicoba untukmelakukan pemberian obat kombinasi secara empirik. Dari suatu penelitian didapatkan
pemberian obat kombinasi ini dapat meningkatkan angka kelahiran hidup dibandingkan dengan
pasien keguguran berulang yang tidak diterapi. Kombinasi obat tersebut adalah sebagai berikut
: Prednison 20 mg per hari dan Progestogen (didrogesteron (Duphaston)), 20 mg per hari
hingga usia kehamilan 12 minggu, Aspirin 80 mg per hari hingga usia kehamilan 28 minggu,
dan asam folat 5 mg tiap 2 hari sekali selama masa kehamilan.
7/29/2019 Abortus Berulang Email
38/38
8. PrognosisPrognosis individu tergantung dari kausa yang mendasari. Koreksi kelainan
endokrin, APA, dan anomali anatomi memiliki tingkat kesuksesan paling tinggi,
paling kurang 60%-90%. Pasien dengan kelainan sitogenetik tingkat keberhasilan
berkisar 20%-80% tergantung dari tipe kelainan yang ada. Secara keseluruhan
RPL dapat diterapi.5