Post on 02-May-2019
28 Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen atau eksperimen semu
yang melibatkan dua kategori kelas sampel yang setara, hal ini dibuktikan dengan
dilakukan uji kesamaan rataan KAM kedua kelas, didahului dengan uji normalitas
dan homogenitas, ternyata nilai KAM kedua kelas normal dimana taraf
signifikansi kelas VII-7 (PR) 0,060 dan taraf signifikansi kelas VII-8 (PEI) 0, 531,
sedangkan uji homogenitas didapatkan taraf signifikansinya adalah 0,665,
kemudian dilakukan uji t ternyata taraf signifikansi 2-tailed nya 0,904. Kedua
kelas tersebut dibagi menjadi kelas eksperimen 1 yaitu kelas yang menggunakan
Pembelajaran Reflektif dan kelas eksperimen 2 yaitu kelas yang menggunakan
Explicit Instruction. Pada penelitian ini subyek tidak dikelompokkan secara acak,
tetapi peneliti menerima keadaan subyek apa adanya yaitu penelitian dilakukan
melalui kelas-kelas seperti yang terjadi pada hari-hari biasa. Hal ini dilakukan
mengingat saat penelitian sekolah berjalan seperti biasa, tidak dilakukan
pengacakan ulang sehingga tidak mengganggu jadwal pelajaran yang telah
ditetapkan oleh sekolah.
Kemampuan komunikasi matematis diukur dengan melakukan pretes dan
postes. Skala Kecemasan Matematika siswa diukur dengan memberikan angket
sesudah pembelajaran selesai. Design penelitian yang digunakan yaitu kelas
eksperimen 1 (X1) menerima perlakuan 1 dan kelas eksperimen 2 (X2) menerima
perlakuan 2. Pada penelitian ini kelas eksperimen 1 diberikan pembelajaran
reflektif dan kelas eksperimen 2 diberikan explicit instruction. Selanjutnya desain
penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Kelas Eksperimen 1 O X1 O
Kelas Eksperimen 2 O X2 O
29
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Keterangan:
X1 : Perlakuan berupa Pembelajaran Reflektif
X2 : Perlakuan berupa Explicit Instruction
: Subjek tidak dipilih secara acak
O : Pretes, Postes
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 7 salah satu SMP
swasta di Jakarta Pusat tahun ajaran 2015-2016 yang terdiri dari delapan kelas.
Sampel penelitian yang digunakan adalah para siswa SMP Kanisius kelas VII-7
sebanyak 21 siswa dan VII-8 sebanyak 22 siswa. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik purposive sampling, yaitu mengambil sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2014, hlm. 124). Pemilihan dua kelas tersebut berdasarkan
pertimbangan bahwa kedua kelas yang dijadikan sampel memiliki kemampuan
akademis yang setara. Pemilihan kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2
dilakukan secara acak. Hasil acak kelas tersebut adalah kelas VII-7 sebagai kelas
eksperimen 1 yang memperoleh pembelajaran reflektif dan kelas VII-8 sebagai
kelas eksperimen 2 yang memperoleh explicit instruction.
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang perbandingan kemampuan komunikasi
matematis dan kecemasan matematika antara siswa yang memperoleh
pembelajaran reflektif dengan explicit instruction, sedangkan variabel lain yang
perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah kemampuan awal matematis siswa.
Berdasarkan uraian di atas, variabel bebas, variabel terikat dan variabel
kontrol dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Variabel Bebas :
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
penyebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono,
2013). Berdasarkan pengertian tersebut yang menjadi variabel bebas adalah
30
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Model pembelajaran yang digunakan, terdiri dari pembelajaran reflektif dan
explicit instruction.
Pembelajaran reflektif merupakan model pembelajaran yang mengacu
pada pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) yang mengikuti lima
tahap dinamika yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan akhirnya
evaluasi (Drost, 2001).
Explicit instruction adalah pembelajaran langsung khusus dirancang
untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan
pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi
selangkah (Rosenshine dan Stevens 1986).
2. Variabel Terikat :
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Berdasarkan penger-
tian tersebut, yang menjadi variabel terikat adalah peningkatan kemampuan
komunikasi matematis dan kecemasan matematika.
Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan: (1) menyatakan
suatu situasi atau ide-ide matematis dalam bentuk gambar, diagram atau
grafik; (2) menganalisis dan mengevaluasi terhadap suatu informasi yang
diberikan; (3) menjelaskan konsep, ide atau persoalan dengan bahasa sendiri;
(4) menyatakan situasi atau ide-ide matematis ke dalam model matematika.
Kecemasan matematika sebagai perasaan kegelisahan, cemas, takut,
gugup dan yang berkaitan dengan gejala tubuh siswa dalam situasi yang
melibatkan matematika
3. Variabel Kontrol :
Kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa.
Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa adalah kemampuan
matematis siswa sebelum penelitian dilakukan, yang ditentukan melalui nilai
rata-rata beberapa ulangan harian matematika siswa sebelum penelitian
dilakukan.
31
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Instrumen Penelitian
Instrumen disusun dalam bentuk tes dan kuisioner / angket yang dijawab
oleh responden secara tertulis. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes
kemampuan komunikasi matematis dan angket skala sikap untuk mengukur
kecemasan matematika siswa, berikut ini adalah gambaran instrumen yang
digunakan dalam penelitian:
1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Tes Kemampuan komunikasi matematis disusun dalam bentuk uraian. Tes
ini digunakan saat pretes dan postes, kedua tes tersebut diberikan kepada
siswa di dua kelas yang digunakan sebagai kelas eksperimen. Pretes dilaku-
kan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam hal komunikasi
matematis sebelum dilakukan perlakuan, selanjutnya hasil pretes dapat
digunakan sebagai tolok ukur peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa. Postes bertujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis
siswa setelah diberikan perlakuan, juga untuk mengetahui terjadi atau tidaknya
perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
signifikan setelah memperoleh perlakuan yang berbeda antara dua kelas.
Perlakuan yang dimaksud adalah memperoleh pembelajaran reflektif dan
memperoleh explicit instruction.
Instrumen tes kemampuan komunikasi matematis siswa dikembangkan
melalui penyusunan kisi-kisi tes kemampuan komunikasi matematis yang
mencakup kompetensi dasar, cakupan materi, indikator kemampuan
komunikasi matematis, indikator soal, dan nomor butir soal. Berdasarkan kisi-
kisi tersebut disusun soal tes kemampuan komunikasi matematis beserta kunci
jawabannya. Adapun kisi-kisi dari tes kemampuan komunikasi matematis
dapat ditemukan pada lampiran
32
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Kecemasan Matematika
Tes untuk mengukur tingkat kecemasan matematika berdasarkan pada
beberapa pertimbangan yang ditulis oleh para ahli diantaranya dalam The
Revised Mathematics Anxiety Rating Scale (RMARS) yang dikembangkan
oleh Alexander & Martray (1989) skala kecemasan dibagi dalam tiga kriteria,
yaitu: kecemasan terhadap pembelajaran matematika, kecemasan terhadap tes
atau ujian matematika dan kecemasan terhadap tugas-tugas dan perhitungan
numerikal matematika. Dari ketiga kriteria itu gejala kecemasan dapat
terdeteksi secara psikologis, fisiologis dan aktivitas sosial atau sikap dan
tingkah lakunya.
Selain itu Richardson & Suinn (1972 ) menyempurnakan Mahtematics
Anxiety Rating Scale. Dengan penyesuaian beberapa hal agar lebih cocok
untuk konteks penelitian ini, sehingga ditentukan kisi-kisi Instrumen seperti
terlampir dalam lampiran.
E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan untuk melihat penerapan pembelajaran reflektif
terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan penurunan tingkat
kecemasan matematika siswa. Sebelum proses pembelajaran dimulai, kedua kelas
sampel diberi pretes. Tujuan pretes adalah untuk melihat kemampuan awal siswa
sebelum pembelajaran dimulai. Soal pretes berbentuk uraian terdiri dari 5 soal.
Sebelum soal pretes ini diterapkan untuk pengumpulan data terlebih dahulu
dilakukan konsultasi dengan dosen pembimbing, setelah dianggap memenuhi
syarat kemudian soal tersebut digunakan untuk ujicoba terhadap siswa yang
pernah mendapat materi yang diujicobakan yakni siswa kelas 8. Setelah ujicoba
dilakukan diberikan beberapa perbaikan demi lebih baiknya instrumen soal pretes
tersebut. Setelah proses pembelajaran juga diberikan postes. Soal pretes dan
Postes menggunakan instrumen yang sama. Hasil pretes dan postes dinilai sesuai
33
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan pedoman yang dibuat sebelumnya. Hasil penilaian menjadi data yang akan
dianalisis untuk menjawab pertanyaan penelitian yang akan dibahas.
Analisis pertama yang dilakukan adalah uji rata-rata dari kedua kelas, yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum analisis dilakukan, data pretes dan
data N-Gain diuji terlebih dahulu normalitas dan homogenitas datanya. Jika data
pretes dan data N-Gain berdistribusi normal dan homogen, maka uji yang
dilakukan menggunakan uji-t. Jika data normal tetapi tidak homogen, maka uji
yang digunakan adalah uji-t’.
Jika data tidak normal, maka uji yang akan dipakai menggunakan uji
statistik non-parametrik sehingga normalitas dan homogenitas tidak menjadi
persoalan. Pada penelitian ini uji non-parametrik yang akan digunakan adalah uji
Mann-Whitney.
F. ANALISIS INSTRUMEN
1. Validitas Instrumen
Secara etimologi, validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Menurut Sugiyono (2014:363), “Validitas merupakan derajad ketepatan
antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh
peneliti”. Tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila tes atau instrumen pengukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya,
yaitu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan
tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar,
2000).
34
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa suatu alat evaluasi disebut
valid (sahih atau sah) jika alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya
dievaluasi. Validitas atau keabsahan alat evaluasi bergantung pada ketepatan alat
evaluasi dalam menjalankan fungsinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa
suatu alat untuk mengevaluasi karakteristik X valid apabila yang dievaluasi itu
memiliki karakteristik X pula. Alat evaluasi yang valid untuk suatu tujuan tertentu
belum tentu valid untuk tujuan yang lain. Dengan kata lain, validitas suatu alat
evaluasi harus ditinjau dari karakteristik tertentu.
Validitas Butir Soal
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk menjaring data adalah
butir-butir soal. Dengan demikian validitas butir soal menunjukkan sejauh mana
suatu butir soal tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas
butir soal pada penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus korelasi product
moment oleh Pearson
Dalam pelaksanaannya, validitas dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
validitas teoritik (logik) dan validitas empirik (kriterium). Validitas teoritik
terbagi kedalam tiga jenis yaitu validitas isi (content validity), validitas berdasar
kriteria (criterion-related validity), dan validitas konstruk (construct validity)
(Singh, 1986; Thorndike, 1997; Azwar, 2000; Suryabrata, 2000). Validitas
konstruk merujuk kepada kualitas alat ukur yang dipergunakan apakah sudah
benar-benar menggambarkan konstruk teoritis yang digunakan sebagai dasar
operasionalisasi ataukah belum. Secara singkat, validitas konstruk adalah
penilaian tentang seberapa baik seorang peneliti menerjemahkan teori yang
dipergunakan ke dalam alat ukur.
Agar lebih mudah dipahami jenis-jenis validitas alat evaluasi perhatikan hal-
hal di bawah ini:
1. Validitas Teoritik (Logik)
35
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Validitas teoritik adalah validitas alat evaluasi yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan teoritik atau logika. Validitas teoritik terdiri atas tiga
macam, yaitu:
a. Validitas Isi (content validity)
b. Validitas berdasar kriteria (criterion-related validity)
c. Validitas Konstruksi (construct validity)
2. Validitas Empirik (Kriterium)
Validitas empirik adalah validitas alat evaluasi yang diperoleh melalui
pengalaman yang bersifat empirik. Menurut Sudijono (2008) Validitas
empirik terdiri atas dua macam, yaitu:
a. Validitas Banding (Concurrent Validity)
b. Validitas Ramal (Predictive validity)
Karena data yang ada merupakan data yang berasal dari kegiatan
observasi, validitas yang akan dihitung adalah validitas empirik
(kriterium).
Uji Validitas Kemampuan Komunikasi matematis
Validitas butir dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki
oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu
totalitas) dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut.
Sebuah butir soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap
skor total.
Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan rumus
korelasi Produk Moment Pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990: 154), yaitu :
𝑟𝑥𝑦 =𝑁 𝑋𝑌 − 𝑋 𝑌
𝑁 𝑋2 − 𝑋 2 𝑁 𝑌2 − 𝑌 2
Keterangan :
𝑟𝑥𝑦= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
36
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
𝑋 = Skor siswa pada tiap butir soal
𝑌 = Skor total tiap responden
𝑁 = Jumlah peserta tes
Tolok ukur untuk menginterprestasikan derajat validitas digunakan kriteria
Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:147)
Tabel 3.1
Klasifikasi Koefisien Korelasi
Besarnya 𝒓𝒙𝒚 Interpretasi
𝟎,𝟖𝟎 < 𝒓𝒙𝒚 ≤ 𝟏,𝟎𝟎 Validitas Sangat Tinggi (Sangat Baik)
𝟎,𝟔𝟎 < 𝒓𝒙𝒚 ≤ 𝟎,𝟖𝟎 Validitas Tinggi (Baik)
𝟎,𝟒𝟎 < 𝒓𝒙𝒚 ≤ 𝟎,𝟔𝟎 Validitas Sedang (Cukup)
𝟎,𝟐𝟎 < 𝒓𝒙𝒚 ≤ 𝟎,𝟒𝟎 Validitas Rendah (Kurang)
𝟎,𝟎𝟎 < 𝒓𝒙𝒚 ≤ 𝟎,𝟐𝟎 Validitas Sangat Rendah
𝟎,𝟎𝟎 ≤ 𝒓𝒙𝒚 Tidak Valid
Hasil validitas uji coba instrumen komunikasi matematis siswa disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 3.2
Validitas Uji Coba Instrumen Butir Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa
No. Soal Koefisien Validitas
(rxy)
Rtabel
(n=33, =0,05)
Kesimpulan
1A ,388
,344
Valid
1B ,397 Valid
2A ,427 Valid
2B ,595 Valid
3A ,043 Tidak Valid
3B ,547 Valid
37
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3C ,270 Tidak Valid
4A ,515 Valid
4B ,471 Valid
4C ,167 Tidak Valid
5A ,151 Tidak Valid
5B ,433 Valid
5C ,287 Tidak Valid
Berdasarkan hasil perhitungan Tabel 3.2, terdapat 8 soal valid dan 5 soal
tidak valid. Setelah dilakukan analisa, ternyata pada soal no 3A banyak siswa
hanya membuat sketsa tidak lengkap, tanpa ada keterangan yang diperlukan,
akibatnya rumusan soal bukan hanya “Buatlah sketsa gambar berdasarkan situasi
tersebut” namun ditambah dengan “dan lengkapilah dengan keterangan yang
diperlukan. Soal no 3C, 8 siswa tidak bisa menjawab dengan sempurna sehingga
baik siswa yang pintar maupun kurang pintar dapat menjawab soal ini, dengan
demikian soal menjadi sangat mudah. Hal ini menyebabkan korelasi antara skor
pada soal ini dengan total skor menjadi rendah, akibatnya menjadi tidak valid.
Tindak lanjutnya soal ini diganti dengan soal yang memiliki tingkat kesulitan
lebih tinggi. Soal no 4C, hanya 3 siswa bisa menjawab dengan sempurna
akibatnya kebanyakan siswa baik yang pintar maupun kurang pintar tidak dapat
menjawab soal ini, sehingga soal menjadi sangat sulit. Hal ini menyebabkan
korelasi antara skor pada soal ini dengan total skor menjadi rendah, akibatnya
menjadi tidak valid, selanjutnya rumusan soal diberi panduan untuk mengaitkan
dengan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku. Soal no 5A banyak siswa hanya
membuat sketsa tidak lengkap, tanpa ada keterangan yang diperlukan, tindak
lanjutnya rumusan soal bukan hanya “Buatlah sketsa gambar berdasarkan situasi
tersebut” namun ditambah dengan “dan lengkapilah dengan keterangan yang
diperlukan. Soal no 5C banyak siswa hanya menulis hasil akhirnya saja tetapi
38
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
caranya tidak lengkap, tindak lanjutnya rumusan soal ditambahkan dengan
berikan alasan bagaimana mendapatkan jawaban itu.
2. Reliabilitas Instrumen
Reabilitas suatu alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang
memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama), jika pengukurannya diberikan
pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang
berbeda, dan tempat yang berbeda pula. Tidak terpengaruh oleh perilaku, situasi,
dan kondisi. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel.
Istilah relatif tetap bukan dimaksudkan tepat sama, tetapi mengalami perubahan
yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan. Perubahan hasil evaluasi ini
disebabkan adanya unsur pengalaman dari peserta tes dan kondisi lainnya.
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan suatu instrumen dan
untuk mewujudkan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya. Suatu alat evaluasi
dikatakan reliabel jika hasil evaluasi relatif tetap dan digunakan untuk subjek
yang sama. Koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk uraian dapat
diketahui dengan menggunakan rumus Alpha,(Suherman dan Sukjaya, 1990: 194)
yaitu :
𝑟11 = 𝑛
𝑛 − 1 1 −
𝑠𝑖2
𝑠𝑡2
Keterangan
n = Banyaknya butir soal
𝑟11= Koefisien reliabilitas
𝑠𝑖2 = jumlah varians skor setiap butir soal
𝑠𝑖2 = varians skor total
Tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi
digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:177).
39
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.3
Klasifikasi Reliabilitas
Besarnya 𝒓𝟏𝟏 Interpretasi
𝟎,𝟖𝟎 < 𝒓𝟏𝟏 ≤ 𝟏,𝟎𝟎 Sangat Tinggi
𝟎,𝟔𝟎 < 𝒓𝟏𝟏 ≤ 𝟎,𝟖𝟎 Tinggi
𝟎,𝟒𝟎 < 𝒓𝟏𝟏 ≤ 𝟎,𝟔𝟎 Sedang
𝟎,𝟐𝟎 < 𝒓𝟏𝟏 ≤ 𝟎,𝟒𝟎 Rendah
𝒓𝟏𝟏 ≤ 𝟎,𝟐𝟎 Sangat Rendah
Hasil yang diperoleh berdasarkan uji reliabilitas tes kemampuan komunikasi
matematis siswa adalah 0,655, berdasarkan klasifikasi tabel reliabilitas nilai
tersebut termasuk tinggi.
3. Indeks Kesukaran
Menurut Arikunto (2009: 207), bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Semakin tinggi
indeks kesukaran, soal tersebut semakin mudah. Soal yang baik adalah soal tidak
terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Analisis tingkat kesukaran soal adalah
mengkaji soal-soal dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana
yang termasuk rendah, sedang, dan sukar.
Menurut Witherington dalam Sudijono (2008: 371) dan Arikunto (2009:
207) angka indeks kesukaran butir itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai
dengan 1,00. Semakin besar angka indeks kesukaran maka soal semakin mudah.
Indeks kesukaran butir dapat dihitung dengan formula :
XIK
SMI
Keterangan:
IK = Indeks Kesukaran
X = Rata-rata
SMI = Skor Maksimal Ideal
40
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Klasifikasi penafsiran indeks kesukaran yang digunakan menurut Suherman dan
Sukjaya (1990:202) adalah :
Tabel 3.4
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Besarnya 𝑰𝑲 Interprestasi
𝑰𝑲 = 𝟏,𝟎𝟎 Sangat Mudah
𝟎,𝟕𝟎 < 𝑰𝑲 < 𝟏,𝟎𝟎 Mudah
𝟎,𝟑𝟎 < 𝑰𝑲 ≤ 𝟎,𝟕𝟎 Sedang
𝟎,𝟎𝟎 < 𝑰𝑲 ≤ 𝟎,𝟑𝟎 Sukar
𝑰𝑲 = 𝟎,𝟎𝟎 Terlalu Sukar
Pada penelitian ini perhitungan indeks kesukaran menggunakan software
Anates V.4 for Windows. Adapun hasil indeks kesukaran soal kemampuan
komunikasi matematis disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.5 Data Hasil Uji Indeks Kesukaran Instrumen
Jenis Tes Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
Komunikasi
Matematis
1a 0,889 Sangat Mudah
1b 0,778 Mudah
2a 0,796 Mudah
2b 0,778 Mudah
3a 1 Sangat Mudah
3b 0,778 Mudah
3c 0,861 Sangat Mudah
4a 0,861 Sangat Mudah
4b 0,778 Mudah
41
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4c 0,305 Sangat Mudah
5a 0,889 Sangat Mudah
5b 0,805 Mudah
5c 0,694 Sedang
Dari hasil uji coba tes yang terdiri dari 13 nomor, didapatkan data 6 soal
tergolong sangat mudah, 6 soal mudah dan 1 soal sedang. Pada uji instrumen di
atas tidak ditemukan soal sukar dan terlalu sukar, hal ini terjadi mengingat siswa
kelas 8 rata-rata telah menguasai instrumen tes tersebut secara baik.
4. Daya Pembeda
Daya pembeda (Discriminating Power) dari sebuah butir soal menyatakan
seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara jumlah
responden yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan jumlah responden
yang tidak dapat menjawab soal tersebut. Galton (dalam Erman 2003) berasumsi
bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa
yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah (Erman, 2003: 159). Daya
pembeda (DP) soal dapat ditentukan dengan rumus:
DP = (rata-rata KA – Rata-rata KB) : Skor Maksimum
Dimana :
KA = Kemampuan Atas
KB = Kemampuan Bawah
Tabel 3.6
Klasifikasi Daya Pembeda
Daya Pembeda Interprestasi
𝑫𝑷 ≤ 𝟎,𝟎𝟎 Sangat Jelek
𝟎,𝟎𝟎 < 𝑫𝑷 ≤ 𝟎,𝟐𝟎 Jelek
42
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
𝟎,𝟐𝟎 < 𝑫𝑷 ≤ 𝟎,𝟒𝟎 Cukup
𝟎,𝟒𝟎 < 𝑫𝑷 ≤ 𝟎,𝟕𝟎 Baik
𝟎,𝟕𝟎 < 𝑫𝑷 ≤ 𝟏,𝟎𝟎 Sangat Baik
Adapun hasil daya pembeda soal kemampuan komunikasi matematis
dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.7 Data Hasil Daya Pembeda Instrumen
Jenis Tes Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi
Komunikasi
Matematis
1a 0,148 Jelek
1b 0,148 Jelek
2a 0,333 Cukup
2b 0,222 Cukup
3a 0 Sangat Jelek
3b 0,444 Baik
3c 0,167 Jelek
4a 0,278 Cukup
4b 0,333 Cukup
4c 0,056 Jelek
5a 0,111 Jelek
5b 0,278 Cukup
5c 0,167 Jelek
Dari hasil daya pembeda uji instrumen didapatkan bahwa 1 nomor yaitu
nomor 3a kategori daya pembedanya sangat jelek, 6 soal termasuk kategori daya
pembeda jelek, 5 soal kategori daya pembedanya cukup, 1 soal kategori daya
43
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembeda baik, selanjutnya soal nomor 3a diadakan modifikasi dimana siswa
diminta untuk melengkapi sketsa dengan keterangan-keterangn secara lengkap
meliputi tanda-tanda sisi dan sudut yang sama. Untuk kategori jelek diadakan
modifikasi seperlunya, dengan demikian diharapkan saat instrumen itu diterapkan
pada sampel hasilnya akan lebih baik.
G. Angket Kecemasan Matematika Siswa
Pembuatan angket bertujuan untuk mengetahui kecemasan matematika
siswa yang dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu kecemasan terhadap pembelajaran
matematika, kecemasan terhadap tes atau ujian matematika, dan kecemasan
terhadap tugas-tugas dan perhitungan numerikal matematika. Angket kecemasan
matematika siswa memuat 27 pertanyaan yang terdiri dari 14 pertanyaan positif
dan 13 pertanyaan negatif. Jawaban pertanyaan mengacu pada skala Likert dengan
empat alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Jarang (J), dan
Tidak Pernah (TP), tanpa pilihan netral dengan tujuan untuk menghindari
keraguan siswa dalam menentukan pilihan yang diajukan dan mendorong siswa
untuk menunjukkan keberpihakan dari pernyataan yang diajukan. Sebelum dibuat
pernyataan-pernyataan dalam angket terlebih dahulu dibuat kisi-kisi instrumen
kecemasan belajar matematika yang memenuhi validitas konstruk dari
pertimbangan ahli, dalam hal ini dosen pembimbing.
H. Kemampuan Awal Matematis
Pada penelitian ini KAM dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu
kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan KAM ini dibuat
berdasarkan hasil nilai rata-rata ulangan siswa yang diperoleh selama dua kali
mengikuti ulangan di semester yang sedang berjalan yaitu semester genap tahun
pelajaran 2015/2016. Kategori KAM dalam penelitian ini didasarkan pada
pengelompokkan yang diajukan oleh Arikunto (2009) seperti yang tertera pada
tabel di bawah ini:
44
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.8
Kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa
Interval skor Kategori
Xi ≥ rataan skor + standar deviasi tinggi
rataan skor - standar deviasi ≤Xi ≤ rataan skor + standar deviasi sedang
Xi ≤ rataan skor - standar deviasi rendah
Arikunto (2009)
Berdasarkan aturan pengelompokan di atas, didapat pengelompokan KAM
dari skor yang diperoleh rata-rata nilai siswa dari dua kali ulangan yang
diperolehnya seperti pada lampiran.
Adapun rangkuman dari data KAM siswa disajikan dalam tabel di bawah
ini:
Tabel 3.9
Hasil pengelompokan siswa berdasarkan kategori KAM
Kategori Jumlah siswa
Tinggi 8
Sedang 26
Rendah 9
Jumlah 43
Jika kita lihat lebih jauh terlihat bahwa siswa yang memperoleh KAM tinggi
ada 8 siswa atau 18,6 % sedangkan siswa yang memperoleh KAM sedang
adaa 26 siswa atau 60,4 % dan siswa yang memperoleh KAM rendah ada 9
siswa atau 21 %.
45
Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
I. Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.1
Penetapan Subjek Penelitian
Uji coba instrumen
Penyusunan Instrumen dan Bahan Ajar
Studi pendahuluan: Identifikasi Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Studi Pustaka, dan lain-lain