BAB V SIGNIFIKANSI SPEAK GOOD ENGLISH MOVEMENT DALAM ...
Transcript of BAB V SIGNIFIKANSI SPEAK GOOD ENGLISH MOVEMENT DALAM ...
51
BAB V
SIGNIFIKANSI SPEAK GOOD ENGLISH MOVEMENT DALAM
MEMBANGUN IDENTITAS NASIONAL
5.1 SGEM untuk Mengunifikasi Bahasa Vernakular
Benedict Anderson (1983) dalam konsep Komunitas Terbayangnya
menekankan pentingnya para individu untuk menyadari bahwa mereka adalah
bagian dari kolektif atau suatu komunitas politik bernama nation atau bangsa.
Nation adalah sebuah komunitas politik yang anggotanya tidak mengenal satu
sama lain tetapi mengklaim mereka sendiri adalah sebuat komunitas yang
berdaulat. Namun yang terjadi disini Singapura adalah munculnya krisis identitas
dan Speak Good English Movement tidak dapat menjawab situasi krisis tersebut.
Pembahasan Singapura mengenai nation, nation-state dan nationalism
kemudian mengantarkan kepada pertanyaan seberapa besar dan berpengaruh
program pemerintah dalam membangun nasionalisme dan mengonstruksi identitas
bersama. Jika dalam Bab IV penulis menjelaskan peran Kebijakan Bilingualisme
sebagai instrumen pemerintah membangun identitas, dalam Bab V penulis akan
menjelaskan sejauh mana Speak Good English Movement digunakan oleh
pemerintah untuk membangkitkan nasionalisme masyarakat Singapura. Penulis
akan membahas mengenai dua aspek penting dalam Language and Power,
bagaimana Speak Good English Movement mengunifikasi bahasa vernakular dan
bagaimana Speak Good English Movement digunakan pemerintah sebagai alat
meraih kekuasaan.
Pertama penulis akan membahas bahwa bahasa memiliki peran yang
signifikan dalam pembentukkan identitas nasional. Bahasa bukanlah sesuatu yang
pasif yang tidak berarti apa-apa dan tidak berhubungan apa-apa dengan aspek
sosial, kultural, ekonomi, historikal, maupun politikal, justru bahasa merupakan
agen yang secara aktif berkontribusi terhadap pembangunan identitas nasional
(Pennycook, 1992). Seorang individu sejak lahir akan disosialisasikan dengan
beberapa penanda identitas. Mereka bersosialisasi seiring waktu untuk mengklaim
sejumlah identitas yang mereka inginkan, misalnya menampilkan identitas seperti
52
berbicara dalam bahasa tertentu (Golob et al, 2016). Mereka akan memiliki
kewajiban moral untuk kemudian berkontribusi untuk kelompok atau untuk
mendukung sesama anggota walaupun tidak membawa keuntungan ekonomi
maupun simbolis, bahkan tidak segan mengambil risiko pribadi yang besar (Golob
et al, 2016). Melalui bahasa kita dapat mendefinisikan diri kita sendiri secara
subjektif dan dapat mendapat sense of ourselves (Weedon, 1987).
Herder, dikutip dalam Edwards (1985) mengungkapkan
“Dan wahai kau orang Jerman, sepulangmu dari luar negeri, akankah
kamu menyapa ibumu menggunakan bahasa perancis? Oh muntahkanlah
cairan buruk dari Sungai Seine. Bicaralah bahasa Jerman wahai kau orang
Jerman!” (Heng, 1989)
Pemerintah mempertimbangkan signifikasi kebijakan bahasa karena
bahasa adalah penentu identitas seseorang baik pada level nasional maupun level
etnik. Bahasa adalah refleksi dari pikiran manusia dan budaya, dari kosakata
bahasa manusia kita bisa menemukan dan mengidentifikasi budaya dengan
karakterisasinya orang-orang yang berbeda di dunia (Spolsky 1998). Budaya
bersifat fluid atau dinamis, dikatakan demikian karena sifatnya yang dapat
bergerak maju dan mundur melampaui batas-batas fisik negara. Gagasan ini
menimbulkan pertanyaan menarik tentang hubungan kita dengan negara-negara di
mana kita terikat. Misalnya orang Inggris atau Britania, perlu mempertimbangkan
apa saja sifat-sifat yang sama yang dimiliki orang Inggris dan orang Britania dan
apakah rasa ke-Inggris-an merupakan rasa yang terbayang atau rasa kepemilikan
bersama.
Sifat budaya yang dinamis dan cair memungkinkan individu untuk
merespons perubahan pribadi atau keadaan sosial dari waktu ke waktu, sdan
memberi kesempatan untuk menciptakan rasa memiliki dan rasa betah di
keluarga, komunitas, masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Gagasan ini
digunakan secara luas oleh politisi, penulis, jurnalis, aktivis, seniman, dan bahkan
masyarakat umum. Istilah ini digunakan dalam istilah psikologi, sosial politik,
53
sosiologi, antropologi, filsafat dan bidan humaniora lainnya. Masing-masing
memiliki definisi dan penjabarannya sendiri (Kluver & Weber 2003).
Bahasa Inggris adalah bahasa kolonisasi yang menyentuh banyak negara
di dunia di mana akibatnya adalah penyebaran dan adopsi bahasa inggris di
negara-negara terkait. Dalam perjalanannya bahasa inggris telah “blending”
dengan bahasa lokal sehingga memiliki dialek yang beragam dan khas (Echaniz,
2015). Singapura lahir dan berkembang dari kontak beberapa budaya, di mana
budaya lama dan baru turut lahir dan berkembang seiring berjalannya waktu.
Sebagian besar dari enam juta masyarakat Singapura berbicara Bahasa Singlish.
Varian lokal bahasa yang disebut Singapore Colloquial English atau SCE atau
Bahasa Singlish, telah menghadapi serangkaian kampanye dari pemerintah dalam
visi pemberantasannya, seperti dilarangnya Bahasa Singlish dari media lokal dan
sebagai jargon merk karena dianggap sebagai hambatan utama daya saing global
Singapura. Terlepas dari gagasan dan peraturan dari Pemerintah, Gupta (1994)
menganggap bahwa pengguaan Bahasa Singlish dinyatakan banyak orang sebagai
“ke-Singapura-an klasik” (Chng, 2003).
Bahasa Singlish muncul karena pengaruh bahasa ibu siswa pada aspek
leksikal, sintaksis dan wacana bahasa Inggris yang digunakan oleh siswa (Phoon,
1973; Platt dan Ho, 1989; Platt, Weber dan Ho, 1983; Yeo dan Deterding, 2003;
Gupta, 1994). Bahkan, telah terbukti bahwa "Singapura dapat berhasil
mengidentifikasi kelompok etnis penutur Singapura berdasarkan ucapan yang
hanya berdurasi sepuluh detik, dengan tingkat akurasi lebih dari 90% untuk
mengidentifikasi penutur yang berpendidikan muda sebagai orang Cina atau
Melayu" (Deterding dan Poedjosoedarmo, 2000; Lim, 2000).
Bahasa Singlish merupakan contact variety atau varietas kontak, di mana
biasanya merupakan hasil interaksi dari populasi yang beralih dari penggunaan
bahasa satu ke bahasa lainnya untuk interaksi sehari-hari karena beraneka ragam
alasan termasuk alasan prestis (Siemund 2013). Dapat disimpulkan bahwa varietas
kontak bukanlah bentuk dari sebuah bahasa yang cacat, namun merepresentasikan
proses asimilasi masyarakat yang menghasilkan sebuah produk baru yang berciri
54
khas. Bahasa Bahasa Singlish bukanlah broken English atau Bahasa Inggris yang
buruk seperti yang sering digaungkan pemerintah, Bahasa Bahasa Singlish
merupakan varietas bahasa bahasa baru yang tumbuh dalam masyarakat yang
sedang mencari jati dirinya sebagai komunitas yang satu, walaupun komunitas
tersebut dikonstruksi atau dibayangkan. Penduduk yang lahir tahun 1950 hingga
1960 tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan Bahasa Singlish, kebiasaan
tersebut kemudian diturunkan ke generasi selanjutnya melalui kebiasaan sehari-
hari (Nilsson, 2015).
Namun pemerintah Singapura justru menganggap Bahasa Bahasa Singlish
merupakan Bahasa Inggris yang buruk dan tidak sempurna. Situasi pada saat itu
butuh dirubah karena dianggap akan merugikan masa depan Singapura dan tidak
berkontribusi apapun dalam kehidupan bermasyarakat sehingga mendorong Goh
Chok Tong, Perdana Menteri Singapura ke dua menginisiasi sebuah program dan
kemudian mengemukakan pendapatnya,
Bahasa Inggris yang buruk mencerminkan kita dengan buruk dan
membuat kita tampak kurang cerdas atau tidak kompeten. Investor
akan ragu untuk datang jika manajer atau penyelia mereka hanya bisa
menebak apa yang dikatakan pekerja kami. Kami akan merasa sulit
untuk menjadi pusat pendidikan dan keuangan. Program TV dan film
kami akan sulit untuk berhasil di pasar luar negeri karena pemirsa di
luar negeri tidak mengerti Bahasa Singlish. Semua ini akan
mempengaruhi tujuan kita menjadi ekonomi dunia pertama (Goh Chok
Tong, Opening Speech Speak Good English Movement, 2000).
Sebagian turis yang datang ke Singapura secara umum akan dapat
mengetahui bahwa ada dua jenis Bahasa Inggris di Singapura, yaitu Bahasa
Bahasa Singlish dan Bahasa Inggris Standar dalam beberapa menit saja (Platt
1977; Richards dan Tay 1977; Gupta 1994; Bao dan Hong 2006) Bahkan di meja
persewaan mobil bandara misalnya, pengunjung akan disambut dan dijelaskan
mengenai persewaan mobil menggunaan Bahasa Bahasa Singlish yang sangat
mirip dengan Bahasa Inggris Standar tetapi memiliki fonologi yang berbeda (Wee
2004a; Deterding 2005) serta beberapa fitur morfologis dan sintaksis yang
berbeda juga (Wee 2004b).
55
Merujuk pada penjelasan Bab IV mengenai adanya berbagai bangsa dan
bahasa di Singapura dan aspek Language and Power mengenai bahasa vernakular,
pemerintah kemudian menginisiasi program untuk mengunifikasi bahasa-bahasa
vernakular bangsa Tiongkok, Melayu dan India dengan Bahasa Inggris, inilah
yang kemudian menuntun pemerintah merilis Speak Good English Movement
tahun 2000.
Kemampuan untuk berbicara bahasa Inggris yang baik adalah
keuntungan tersendiri dalam hal berbisnis dan berkomunikasi dengan
dunia. Ini sangat penting untuk kota penghubung dan ekonomi terbuka
seperti kita. Jika kita berbicara dalam bentuk bahasa Inggris yang
rusak yang tidak dimengerti oleh orang lain, kita akan kehilangan
keunggulan kompetitif utama. Kekhawatiran saya adalah bahwa jika
kita terus berbicara bahasa Bahasa Singlish, dari waktu ke waktu akan
menjadi bahasa umum Singapura (Goh Chok Tong, Opening Speech
Speak Good English Movement, 2000).
Walaupun banyak yang merasa bahwa Bahasa Singlish adalah bahasa
nasional Singapura, namun pendirian resmi pemerintah adalah bahwa Bahasa
Singlish adalah ancaman bagi negara karena menurunkan kelebihan kompetitif di
pasaran global sehubungan dengan Singapura yang dianggap sebagai dialek yang
diasosiasikan dengan status sosial rendah (Tent & Mugler 1998). Alasan tersebut
mendasari pemerintah Singapura untuk menginisiasi program Speak Good English
Movement yang profilnya, sebagaimana dicantumkan di situs resminya, sebagai
berikut,
4.4.1 Kegiatan Speak Good English Movement
Speak Good English Movement mendorong dan menghimbau warga
Singapura untuk berbicara bahasa inggris sesuai kaidah bahasa inggris
standar sehingga dapat dipahami secara universal. Speak Good English
Movement juga bekerja sama dengan mitra untuk menjalankan berbagai
acara, program dan konten pembelajaran yang mendukung.
56
4.4.2 Kemitraan, Acara dan Program
Speak Good English Movement bekerja sama dengan mitra yang
berbeda setiap tahun untuk menjangkau warga Singapura dari segala lapisan
masyarakat. Beberapa agenda acara Speak Good English Movement meliputi
lokakarya, kontes, seminar dan program sepanjang tahun untuk
meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris mereka.
4.4.3 Pengembangan Konten Pembelajaran
Salah satu agenda Speak Good English Movement adalah
mengembangkan konten pembelajaran yang meliputi fitur audio dan kiat-
kiat belajar Bahasa Inggris untuk membantu warga Singapura meningkatkan
kemampuan Bahasa Inggris. Speak Good English Movement kemudian juga
kolaborasi dengan berbagai mitra untuk dapat menghasilkan lebih banyak
konten pembelajaran.
4.4.4 Agenda Speak Good English Movement tahun 2000 hingga 2019,
2000-2004, Pusat Bahasa Regional (RELC) meluncurkan
serangkaian 5 buku komik yang menggunakan tata bahasa yang
benar berjudul Grammar Matters. Sekitar 170.000 orang
diundang untuk mendengarkan Phone-In Lessons untuk belajar
berbicara Bahasa Inggris yang baik.
2005, SGEM menawarkan beasiswa parsial untuk sukarelawan
yang seacara aktif terlibat dalam kegiatan pekerjaan sukarela
literasi. Di tahun yang sama Speak Good English Movement
mengadakan Plain English Speaking Awards, sebuah kompetisi
bercerita dan orasi bagi siswa siswi di Singapura.
2006, The National Institute of Education (NIE) mengadakan
workshop untuk mengenalkan publik dengan International
Phonetic Alphabet (IPA). Kolom baru di Koran Sunday Times
juga muncul dan berjalan selama 2 tahun sebagai media
interaktif antara Speak Good English Movement dan
57
masyarakat yang mempunyai pertanyaan tentang penggunaan
Bahasa Inggris.
2007, Band-band lokal mendukung Speak Good English
Movement dengan menggelar live music di Timbre setiap hari
Rabu.
2008, Masyarakat lokal dihimbau untuk berpartisipasi dalam
tes kecakapan Bahasa Inggris gratis yang diselenggarakan di 4
perpustakaan umum. Speak Good English Movement juga
mulai masuk ke ranah profesional dengan meluncurkan
kegiatan “Bahasa Inggris untuk Ritel Professional” yang
ditujukan untuk staf ritel garis depan. Program ini berkerja
sama dengan Asosiasi Pengecer Singapura.
2009, Speak Good English Movement menyelenggarakan
rangkaian lokakarya Bahasa Inggris bagi guru, orang tua, anak-
anak TK dan pelajar Sekolah Dasar. Program baru berjudul
“Cara Menginspirasi dan Memotivasi Tim Anda” diluncurkan
di Radio.
2010, Gerakan bertajuk “Say It Right!” dan “iPhone Say It
Right” diluncurkan. Aplikasi-aplikasi tersebut bertujuan untuk
membantu masyarakat mengucapkan kata-kata dengan benar
karena biasanya masyarakat mengucapkan secara tidak benar.
2011, Program berjudul “Bicara Karnaval Bahasa Inggris yang
Baik”, yang merupakan pemainan dan kegiatan untuk anak-
anak, orang tua dan khalayak muda diluncurkan. Program ini
bertujuan untuk mengenalkan kepada publik bahwa
pembelajaran Bahasa Inggris Standar dapat dilakukan dengan
bersenang-senang.
2012, Gerakan menggunakan serangkaian poster membagikan
pesan atau cara berbahasa Inggris baik, cara tersebut sebagai
berikut
58
1. Berusahalah untuk Memulai
2. Rilekskan diri anda
3. Berlatih, Berlatih, Berlatih
4. Jangan pernah meremehkan Kekuatan Anda Sendiri
2013, SGEM menghimbau sepuluh tips belajar Bahasa Inggris
cepat dan sederhana dengan menggunkan audio dan buku tips-
tips tersebut dapat membantu pelajar untuk meningkatkan
kecakapan mereka secara signifikan dengan mengambil
langkah kecil setiap hari.
2014-2016, Serangkaian video jenaka untuk menyanggah
stereotip belajar tata bahasa yang membosankan diluncurkan.
Video tersebut diunggah di kanal Youtube resmi.
2017, SGEM mengadakan simposium di The Art House untuk
pertama kalinya.
2017, Simposium dihadiri oleh ratusan peserta. Acara
merupakan waktu yang tepat untuk merilis buku panduan
Aturan Tata Bahasa yang juga dapat diakses di situs resmi
SGEM.
Saya yakin bahwa upaya ini harus dilakukan, jika kita ingin
bertahan hidup sebagai masyarakat yang berbeda, layak untuk
dilestarikan. Atau kita akan menjadi benar-benar kehilangan
budaya dan hilang. Jika kita menjadi seperti beberapa masyarakat
yang berbicara bahasa Inggris pidgin, meniru Amerika atau Inggris
tanpa berpikiran, tanpa nilai-nilai dasar atau budaya mereka
sendiri, maka, terus terang, saya tidak percaya ini adalah
masyarakat atau bangsa yang layak dibangun, apalagi membela
(Pidato Lee Kuan Yew).
Speak Good English Movement awalnya merupakan program yang
ditujukan untuk meningkatkan kesadaran bahasa Inggris tanpa diagendakan
sebagai program tahunan, namun karena melihat keadaan dan urgensi yang
mendesak maka program ini bernaung dibawah pemerintah pusat Singapura dan
59
wajib diselenggarakan setiap tahun secara rutin. Pemerintah secara aktif
mempromosikan program tersebut melalui koran dan membahas mengenai
program-program yang akan dilakukan. Salah satu program Speak Good English
Movement adalah menjadikan koran sebagai media tanya jawab penggunaan
Bahasa Inggris yang baik dan benar, sehingga program tersebut merangkul rakyat
luas dan dapat menjangkau masyarakat di berbagai lapisan (Bockhorst-Heng,
1999).
Obyektif dari implementasi Speak Good English Movement adalah
penggunaan Bahasa Inggris standar dan bahasa ibu standar, begitu juga kebijakan
Kebijakan Bilingual yang menghimbau masyarakat untuk membiasakan
penggunaan Bahasa Inggris standar. Sebagai negara yang bertransisi menjadi
negara dunia pertama dari negara dunia ketiga dalam 50 tahun, Singapura krisis
identitas karena derasnya arus globalisasi. Sebagai salah satu negara yang paling
terglobalisasi, masyarakat Singapura mulai menunjukkan ciri-ciri lemahnya ikatan
emosional dengan negaranya. Contohnya adalah renggangnya ikatan terhadap
masyarakat, menjamurnya sikap apatis dan kurangnya apresiasi terhadap arti
pengorbanan (Moyer, 2015).
Bahasa inggris juga digunakan sebagai “afirmasi positif” yang tidak
menggungulkan satu ras atau bahasa tertentu di Singapura sehingga tidak
menimbulkan rasa “superioritas” atau “inferioritas” dan sebagai media untuk
memetakan bahwa semua ras memiliki kedudukan sama (Echaniz, 2015).
Walaupun bahasa nasional Singapura adalah Bahasa Melayu menurut Konstitusi
Singapura (Singapura Statutes Online, 2019) dan mayoritas populasi Singapura
adalah ras Tionghoa, pemerintah tetap tidak memprioritaskan bahasa apapun
kecuali penggunaan Bahasa Inggris standar yang baik dan benar. Bahasa Inggris
adalah bahasa universal sehingga bisa diadaptasi tanpa harus mempraktikkan
budaya tertentu, namun dibutuhkan karena akses ke teknologi membutuhkan itu
(Echaniz, 2015). Disebut universal karena Inggris Raya, Amerika Serikat dan
Australia, penggunaan bahasa tersebut telah mendunia dan telah dijadikan sebagai
bahasa nasional oleh banyak negara.
60
Sebuah budaya kolektifis akan menonjolkan kelompok daripada individu
karena seseorang sering merasakan ikatan emosional yang kuat dengan identitas
etnisnya, nasionalnya atau kolektifnya (Golob et al, 2016). Singapura merdeka
sebagai negara tanpa bangsa serupa dan sejak jaman kolonial tidak ada inisiasi
langsung dari penduduknya untuk membaur atau berintergrasi menjadi satu,
sehingga pemerintah yang segera mengambil peran aktif dalam membangun
bangsa. Konstruksi identitas nasional itu betul-betul state-driven (Kwok & Ali
1998). Apabila negara tidak mengambil tindakan ini, penduduk mungkin tidak
akan memiliki masa depan karena pola pikir dan tujuan yang berbeda-beda
sebagai penduduk sebuah negara dan akan sangat mudah sekali terpecah karena
satu hal dan lainnya. Lee Kuan Yew begitu signifikan dalam sejarah
pembangunan Singapura dan kemajuan yang tidak dapat dipisahkan dari gaya
pemerintahannya. Perannya begitu sentral bagi Singapura (Hong, 2002) begitupun
partai yang beliau bentuk yaitu PAP (People’s Action Party) sejak awal
kemerdekaan Singapura. Singapura mencoba mendefinisikan dirinya terhadap
dunia dengan sedikit kontradiktif. Di satu sisi ia ingin menjadi crossroads antara
barat dan timur tapi di sisi lain ia ingin mengotentikkan dirinya sendiri yang
mempromosikan nilai-nilai Asia (Heng, 1989). Disini ada dua konsep paradoks
yang ingin dicapai, pertama mempertahankan multikulturalisme Singapura dan ke
dua menghomogenisasi semua golongan di Singapura untuk menjadi sama-sama
“Asia” (Echaniz, 2015). Ideologi nasional Singapura adalah untuk
mempertahankan norma masyarakat Asia dengan membentuk budaya yang tidak
kebarat-baratan namun modern, namun di satu sisi tertap berbudaya Asia (Hee,
2016). Calhoun (2002) mendeskripsikan ideologi nasional sebagai cara berbicara,
menulis dan berpikir mengenai budaya, politik dan kepemilikan yang membantu
membentuk negara sebagai dimensi sosial yang kuat. Disebut dimensi sosial yang
kuat karena ideologi nasional merepresentasikan cara berbicara, menulis dan
berpikir suatu kelompok secara menyeluruh sehingga menimbulkan suatu ciri
khas.
Speak Good English Movement kemudian digunakan pemerintah sebagai
media promosi identitas nasional yang dengan mudah menjangkau seluruh
61
masyarakatnya dengan berbagai program untuk mendukung unifikasi bahasa
vernakular.
5.2 SGEM untuk Memperoleh Kekuasaan
Saat pertama kali Inggris menginjakkan kaki di Singapura, hanya ada
segelintir orang saja yang menghuni wilayah tersebut, yaitu beberapa gipsi laut
dari India, nelayan Melayu, dan petani gambir Tiongkok. Penduduk dari latar
belakang yang berlainan tersebut berbicara bahasa ibunya masing-masing, yaitu
Bahasa India, Bahasa Melayu dan Bahasa Tiongkok, yang erat dengan nilai-nilai
yang dianut sebagai masing-masing ras (Bloodworth, 1986). Pemerintah koloni
kemudian mengajarkan Bahasa Inggris supaya dapat berinteraksi dengan
masyarakat dan berkooperasi dengan mereka.
Akuisisi bahasa kolonial di Singapura pertama kali dikenalkan dan dimulai
sejak kedatangan Raffles. Salah satu visi pengajaran Bahasa Inggris Raffles
adalah untuk mendirikan perguruan tinggi dan Raffles Institute (1823) yang tidak
hanya melayani wilayah Melayu namun juga menjangkau Tiongkok, Jepang dan
India (Raffles, 1835). Walaupun visi Raffles tidak berhasil menjangkau wilayah
seperti yang diharapkannya, Raffles berhasil mengoperasikan sebagian besar di
wilayah Singapura bagi anak-anak dari keluarga Tiongkok yang mampu. Institusi
ini yang kemudian membentuk dan menghasilkan orang-orang berpendidikan
yang kemudian memegang posisi penting seperti Lee Kuan Yew maka itu
pendidikan Bahasa Inggris dianggap memiliki prestis lebih tinggi. Beberapa tahun
kemudian pemerintah koloni membangun Free School yang sepenuhnya mereka
dukung dan atur, termasuk penyediaan beasiswa, dalam rangka menyaring siswa
siswi terbaik untuk melanjutkan pendidikan di universitas di Inggris. Tujuan
utama sekolah Bahasa Inggris adalah untuk mencetak orang-orang yang nantinya
dapat bekerja dibawah pemerintah Inggris dan untuk membantu pekerjaan
administratif dan perdagangan (Straits Settlements, 1894). Proses akuisisi bahasa
kolonial oleh ras-ras pribumi merupakan proses yang dapat mengubah cara
62
pandang seseorang mengenai teknis berbicara, seperti cara belajar cara
mengucapkan fonetik yang benar, tata bahasa yang berbeda, dan seperangkat
aturan bahasa lainnya. Tidak hanya sejauh itu, proses akuisisi bahasa baru juga
dapat merubah cara berpikir seseorang secara mental dan spiritual dan dapat
menyebabkan cultural shock karena peran bahasa baru tersebut yang
menggantikan bahasa aborigin. Bilingualisme bisa disebut sebagai bukan hanya
kecakapan dua bahasa namun juga dua cara pikir, selain itu bilingualisme juga
bukan hanya teknis saja melainkan memiliki peran dan sudut pandang bidang
psikologi bahkan masalah agama (Anderson, 1990). Proses akuisisi pemerintah
memiliki tujuan untuk mencetak orang-orang yang cakap berbahasa koloni
sehingga dapat membantu pekerjaan pemerintah kolonial dengan lebih mudah.
Disebut lebih mudah karena akuisisi bahasa juga merupakan proses pembelajaran
dan penyerapan nilai budaya dari bahasa tersebut sehingga dapat lebih mengerti
cara pikir dengan lebih mudah.