A. Desain Penelitianrepository.upi.edu/28472/8/T_MTK_1402670_Chapter3.pdf · signifikansi kelas...

19
28 Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen atau eksperimen semu yang melibatkan dua kategori kelas sampel yang setara, hal ini dibuktikan dengan dilakukan uji kesamaan rataan KAM kedua kelas, didahului dengan uji normalitas dan homogenitas, ternyata nilai KAM kedua kelas normal dimana taraf signifikansi kelas VII-7 (PR) 0,060 dan taraf signifikansi kelas VII-8 (PEI) 0, 531, sedangkan uji homogenitas didapatkan taraf signifikansinya adalah 0,665, kemudian dilakukan uji t ternyata taraf signifikansi 2-tailed nya 0,904. Kedua kelas tersebut dibagi menjadi kelas eksperimen 1 yaitu kelas yang menggunakan Pembelajaran Reflektif dan kelas eksperimen 2 yaitu kelas yang menggunakan Explicit Instruction. Pada penelitian ini subyek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subyek apa adanya yaitu penelitian dilakukan melalui kelas-kelas seperti yang terjadi pada hari-hari biasa. Hal ini dilakukan mengingat saat penelitian sekolah berjalan seperti biasa, tidak dilakukan pengacakan ulang sehingga tidak mengganggu jadwal pelajaran yang telah ditetapkan oleh sekolah. Kemampuan komunikasi matematis diukur dengan melakukan pretes dan postes. Skala Kecemasan Matematika siswa diukur dengan memberikan angket sesudah pembelajaran selesai. Design penelitian yang digunakan yaitu kelas eksperimen 1 (X 1 ) menerima perlakuan 1 dan kelas eksperimen 2 (X 2 ) menerima perlakuan 2. Pada penelitian ini kelas eksperimen 1 diberikan pembelajaran reflektif dan kelas eksperimen 2 diberikan explicit instruction. Selanjutnya desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Kelas Eksperimen 1 O X 1 O Kelas Eksperimen 2 O X 2 O

Transcript of A. Desain Penelitianrepository.upi.edu/28472/8/T_MTK_1402670_Chapter3.pdf · signifikansi kelas...

28 Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen atau eksperimen semu

yang melibatkan dua kategori kelas sampel yang setara, hal ini dibuktikan dengan

dilakukan uji kesamaan rataan KAM kedua kelas, didahului dengan uji normalitas

dan homogenitas, ternyata nilai KAM kedua kelas normal dimana taraf

signifikansi kelas VII-7 (PR) 0,060 dan taraf signifikansi kelas VII-8 (PEI) 0, 531,

sedangkan uji homogenitas didapatkan taraf signifikansinya adalah 0,665,

kemudian dilakukan uji t ternyata taraf signifikansi 2-tailed nya 0,904. Kedua

kelas tersebut dibagi menjadi kelas eksperimen 1 yaitu kelas yang menggunakan

Pembelajaran Reflektif dan kelas eksperimen 2 yaitu kelas yang menggunakan

Explicit Instruction. Pada penelitian ini subyek tidak dikelompokkan secara acak,

tetapi peneliti menerima keadaan subyek apa adanya yaitu penelitian dilakukan

melalui kelas-kelas seperti yang terjadi pada hari-hari biasa. Hal ini dilakukan

mengingat saat penelitian sekolah berjalan seperti biasa, tidak dilakukan

pengacakan ulang sehingga tidak mengganggu jadwal pelajaran yang telah

ditetapkan oleh sekolah.

Kemampuan komunikasi matematis diukur dengan melakukan pretes dan

postes. Skala Kecemasan Matematika siswa diukur dengan memberikan angket

sesudah pembelajaran selesai. Design penelitian yang digunakan yaitu kelas

eksperimen 1 (X1) menerima perlakuan 1 dan kelas eksperimen 2 (X2) menerima

perlakuan 2. Pada penelitian ini kelas eksperimen 1 diberikan pembelajaran

reflektif dan kelas eksperimen 2 diberikan explicit instruction. Selanjutnya desain

penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Kelas Eksperimen 1 O X1 O

Kelas Eksperimen 2 O X2 O

29

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Keterangan:

X1 : Perlakuan berupa Pembelajaran Reflektif

X2 : Perlakuan berupa Explicit Instruction

: Subjek tidak dipilih secara acak

O : Pretes, Postes

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 7 salah satu SMP

swasta di Jakarta Pusat tahun ajaran 2015-2016 yang terdiri dari delapan kelas.

Sampel penelitian yang digunakan adalah para siswa SMP Kanisius kelas VII-7

sebanyak 21 siswa dan VII-8 sebanyak 22 siswa. Pengambilan sampel dilakukan

dengan teknik purposive sampling, yaitu mengambil sampel dengan pertimbangan

tertentu (Sugiyono, 2014, hlm. 124). Pemilihan dua kelas tersebut berdasarkan

pertimbangan bahwa kedua kelas yang dijadikan sampel memiliki kemampuan

akademis yang setara. Pemilihan kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2

dilakukan secara acak. Hasil acak kelas tersebut adalah kelas VII-7 sebagai kelas

eksperimen 1 yang memperoleh pembelajaran reflektif dan kelas VII-8 sebagai

kelas eksperimen 2 yang memperoleh explicit instruction.

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang perbandingan kemampuan komunikasi

matematis dan kecemasan matematika antara siswa yang memperoleh

pembelajaran reflektif dengan explicit instruction, sedangkan variabel lain yang

perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah kemampuan awal matematis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, variabel bebas, variabel terikat dan variabel

kontrol dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Variabel Bebas :

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

penyebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono,

2013). Berdasarkan pengertian tersebut yang menjadi variabel bebas adalah

30

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Model pembelajaran yang digunakan, terdiri dari pembelajaran reflektif dan

explicit instruction.

Pembelajaran reflektif merupakan model pembelajaran yang mengacu

pada pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) yang mengikuti lima

tahap dinamika yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan akhirnya

evaluasi (Drost, 2001).

Explicit instruction adalah pembelajaran langsung khusus dirancang

untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan

pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi

selangkah (Rosenshine dan Stevens 1986).

2. Variabel Terikat :

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Berdasarkan penger-

tian tersebut, yang menjadi variabel terikat adalah peningkatan kemampuan

komunikasi matematis dan kecemasan matematika.

Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan: (1) menyatakan

suatu situasi atau ide-ide matematis dalam bentuk gambar, diagram atau

grafik; (2) menganalisis dan mengevaluasi terhadap suatu informasi yang

diberikan; (3) menjelaskan konsep, ide atau persoalan dengan bahasa sendiri;

(4) menyatakan situasi atau ide-ide matematis ke dalam model matematika.

Kecemasan matematika sebagai perasaan kegelisahan, cemas, takut,

gugup dan yang berkaitan dengan gejala tubuh siswa dalam situasi yang

melibatkan matematika

3. Variabel Kontrol :

Kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa.

Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa adalah kemampuan

matematis siswa sebelum penelitian dilakukan, yang ditentukan melalui nilai

rata-rata beberapa ulangan harian matematika siswa sebelum penelitian

dilakukan.

31

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

D. Instrumen Penelitian

Instrumen disusun dalam bentuk tes dan kuisioner / angket yang dijawab

oleh responden secara tertulis. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes

kemampuan komunikasi matematis dan angket skala sikap untuk mengukur

kecemasan matematika siswa, berikut ini adalah gambaran instrumen yang

digunakan dalam penelitian:

1. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Tes Kemampuan komunikasi matematis disusun dalam bentuk uraian. Tes

ini digunakan saat pretes dan postes, kedua tes tersebut diberikan kepada

siswa di dua kelas yang digunakan sebagai kelas eksperimen. Pretes dilaku-

kan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam hal komunikasi

matematis sebelum dilakukan perlakuan, selanjutnya hasil pretes dapat

digunakan sebagai tolok ukur peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa. Postes bertujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis

siswa setelah diberikan perlakuan, juga untuk mengetahui terjadi atau tidaknya

perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

signifikan setelah memperoleh perlakuan yang berbeda antara dua kelas.

Perlakuan yang dimaksud adalah memperoleh pembelajaran reflektif dan

memperoleh explicit instruction.

Instrumen tes kemampuan komunikasi matematis siswa dikembangkan

melalui penyusunan kisi-kisi tes kemampuan komunikasi matematis yang

mencakup kompetensi dasar, cakupan materi, indikator kemampuan

komunikasi matematis, indikator soal, dan nomor butir soal. Berdasarkan kisi-

kisi tersebut disusun soal tes kemampuan komunikasi matematis beserta kunci

jawabannya. Adapun kisi-kisi dari tes kemampuan komunikasi matematis

dapat ditemukan pada lampiran

32

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Kecemasan Matematika

Tes untuk mengukur tingkat kecemasan matematika berdasarkan pada

beberapa pertimbangan yang ditulis oleh para ahli diantaranya dalam The

Revised Mathematics Anxiety Rating Scale (RMARS) yang dikembangkan

oleh Alexander & Martray (1989) skala kecemasan dibagi dalam tiga kriteria,

yaitu: kecemasan terhadap pembelajaran matematika, kecemasan terhadap tes

atau ujian matematika dan kecemasan terhadap tugas-tugas dan perhitungan

numerikal matematika. Dari ketiga kriteria itu gejala kecemasan dapat

terdeteksi secara psikologis, fisiologis dan aktivitas sosial atau sikap dan

tingkah lakunya.

Selain itu Richardson & Suinn (1972 ) menyempurnakan Mahtematics

Anxiety Rating Scale. Dengan penyesuaian beberapa hal agar lebih cocok

untuk konteks penelitian ini, sehingga ditentukan kisi-kisi Instrumen seperti

terlampir dalam lampiran.

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan untuk melihat penerapan pembelajaran reflektif

terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis dan penurunan tingkat

kecemasan matematika siswa. Sebelum proses pembelajaran dimulai, kedua kelas

sampel diberi pretes. Tujuan pretes adalah untuk melihat kemampuan awal siswa

sebelum pembelajaran dimulai. Soal pretes berbentuk uraian terdiri dari 5 soal.

Sebelum soal pretes ini diterapkan untuk pengumpulan data terlebih dahulu

dilakukan konsultasi dengan dosen pembimbing, setelah dianggap memenuhi

syarat kemudian soal tersebut digunakan untuk ujicoba terhadap siswa yang

pernah mendapat materi yang diujicobakan yakni siswa kelas 8. Setelah ujicoba

dilakukan diberikan beberapa perbaikan demi lebih baiknya instrumen soal pretes

tersebut. Setelah proses pembelajaran juga diberikan postes. Soal pretes dan

Postes menggunakan instrumen yang sama. Hasil pretes dan postes dinilai sesuai

33

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan pedoman yang dibuat sebelumnya. Hasil penilaian menjadi data yang akan

dianalisis untuk menjawab pertanyaan penelitian yang akan dibahas.

Analisis pertama yang dilakukan adalah uji rata-rata dari kedua kelas, yaitu

kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum analisis dilakukan, data pretes dan

data N-Gain diuji terlebih dahulu normalitas dan homogenitas datanya. Jika data

pretes dan data N-Gain berdistribusi normal dan homogen, maka uji yang

dilakukan menggunakan uji-t. Jika data normal tetapi tidak homogen, maka uji

yang digunakan adalah uji-t’.

Jika data tidak normal, maka uji yang akan dipakai menggunakan uji

statistik non-parametrik sehingga normalitas dan homogenitas tidak menjadi

persoalan. Pada penelitian ini uji non-parametrik yang akan digunakan adalah uji

Mann-Whitney.

F. ANALISIS INSTRUMEN

1. Validitas Instrumen

Secara etimologi, validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti

sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi

ukurnya. Menurut Sugiyono (2014:363), “Validitas merupakan derajad ketepatan

antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh

peneliti”. Tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang

tinggi apabila tes atau instrumen pengukur tersebut menjalankan fungsi ukurnya,

yaitu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya

pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan

tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar,

2000).

34

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa suatu alat evaluasi disebut

valid (sahih atau sah) jika alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya

dievaluasi. Validitas atau keabsahan alat evaluasi bergantung pada ketepatan alat

evaluasi dalam menjalankan fungsinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa

suatu alat untuk mengevaluasi karakteristik X valid apabila yang dievaluasi itu

memiliki karakteristik X pula. Alat evaluasi yang valid untuk suatu tujuan tertentu

belum tentu valid untuk tujuan yang lain. Dengan kata lain, validitas suatu alat

evaluasi harus ditinjau dari karakteristik tertentu.

Validitas Butir Soal

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk menjaring data adalah

butir-butir soal. Dengan demikian validitas butir soal menunjukkan sejauh mana

suatu butir soal tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas

butir soal pada penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus korelasi product

moment oleh Pearson

Dalam pelaksanaannya, validitas dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

validitas teoritik (logik) dan validitas empirik (kriterium). Validitas teoritik

terbagi kedalam tiga jenis yaitu validitas isi (content validity), validitas berdasar

kriteria (criterion-related validity), dan validitas konstruk (construct validity)

(Singh, 1986; Thorndike, 1997; Azwar, 2000; Suryabrata, 2000). Validitas

konstruk merujuk kepada kualitas alat ukur yang dipergunakan apakah sudah

benar-benar menggambarkan konstruk teoritis yang digunakan sebagai dasar

operasionalisasi ataukah belum. Secara singkat, validitas konstruk adalah

penilaian tentang seberapa baik seorang peneliti menerjemahkan teori yang

dipergunakan ke dalam alat ukur.

Agar lebih mudah dipahami jenis-jenis validitas alat evaluasi perhatikan hal-

hal di bawah ini:

1. Validitas Teoritik (Logik)

35

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Validitas teoritik adalah validitas alat evaluasi yang dilakukan berdasarkan

pertimbangan teoritik atau logika. Validitas teoritik terdiri atas tiga

macam, yaitu:

a. Validitas Isi (content validity)

b. Validitas berdasar kriteria (criterion-related validity)

c. Validitas Konstruksi (construct validity)

2. Validitas Empirik (Kriterium)

Validitas empirik adalah validitas alat evaluasi yang diperoleh melalui

pengalaman yang bersifat empirik. Menurut Sudijono (2008) Validitas

empirik terdiri atas dua macam, yaitu:

a. Validitas Banding (Concurrent Validity)

b. Validitas Ramal (Predictive validity)

Karena data yang ada merupakan data yang berasal dari kegiatan

observasi, validitas yang akan dihitung adalah validitas empirik

(kriterium).

Uji Validitas Kemampuan Komunikasi matematis

Validitas butir dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki

oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu

totalitas) dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut.

Sebuah butir soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap

skor total.

Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan rumus

korelasi Produk Moment Pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990: 154), yaitu :

𝑟𝑥𝑦 =𝑁 𝑋𝑌 − 𝑋 𝑌

𝑁 𝑋2 − 𝑋 2 𝑁 𝑌2 − 𝑌 2

Keterangan :

𝑟𝑥𝑦= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

36

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

𝑋 = Skor siswa pada tiap butir soal

𝑌 = Skor total tiap responden

𝑁 = Jumlah peserta tes

Tolok ukur untuk menginterprestasikan derajat validitas digunakan kriteria

Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:147)

Tabel 3.1

Klasifikasi Koefisien Korelasi

Besarnya 𝒓𝒙𝒚 Interpretasi

𝟎,𝟖𝟎 < 𝒓𝒙𝒚 ≤ 𝟏,𝟎𝟎 Validitas Sangat Tinggi (Sangat Baik)

𝟎,𝟔𝟎 < 𝒓𝒙𝒚 ≤ 𝟎,𝟖𝟎 Validitas Tinggi (Baik)

𝟎,𝟒𝟎 < 𝒓𝒙𝒚 ≤ 𝟎,𝟔𝟎 Validitas Sedang (Cukup)

𝟎,𝟐𝟎 < 𝒓𝒙𝒚 ≤ 𝟎,𝟒𝟎 Validitas Rendah (Kurang)

𝟎,𝟎𝟎 < 𝒓𝒙𝒚 ≤ 𝟎,𝟐𝟎 Validitas Sangat Rendah

𝟎,𝟎𝟎 ≤ 𝒓𝒙𝒚 Tidak Valid

Hasil validitas uji coba instrumen komunikasi matematis siswa disajikan

pada tabel berikut:

Tabel 3.2

Validitas Uji Coba Instrumen Butir Tes Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa

No. Soal Koefisien Validitas

(rxy)

Rtabel

(n=33, =0,05)

Kesimpulan

1A ,388

,344

Valid

1B ,397 Valid

2A ,427 Valid

2B ,595 Valid

3A ,043 Tidak Valid

3B ,547 Valid

37

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3C ,270 Tidak Valid

4A ,515 Valid

4B ,471 Valid

4C ,167 Tidak Valid

5A ,151 Tidak Valid

5B ,433 Valid

5C ,287 Tidak Valid

Berdasarkan hasil perhitungan Tabel 3.2, terdapat 8 soal valid dan 5 soal

tidak valid. Setelah dilakukan analisa, ternyata pada soal no 3A banyak siswa

hanya membuat sketsa tidak lengkap, tanpa ada keterangan yang diperlukan,

akibatnya rumusan soal bukan hanya “Buatlah sketsa gambar berdasarkan situasi

tersebut” namun ditambah dengan “dan lengkapilah dengan keterangan yang

diperlukan. Soal no 3C, 8 siswa tidak bisa menjawab dengan sempurna sehingga

baik siswa yang pintar maupun kurang pintar dapat menjawab soal ini, dengan

demikian soal menjadi sangat mudah. Hal ini menyebabkan korelasi antara skor

pada soal ini dengan total skor menjadi rendah, akibatnya menjadi tidak valid.

Tindak lanjutnya soal ini diganti dengan soal yang memiliki tingkat kesulitan

lebih tinggi. Soal no 4C, hanya 3 siswa bisa menjawab dengan sempurna

akibatnya kebanyakan siswa baik yang pintar maupun kurang pintar tidak dapat

menjawab soal ini, sehingga soal menjadi sangat sulit. Hal ini menyebabkan

korelasi antara skor pada soal ini dengan total skor menjadi rendah, akibatnya

menjadi tidak valid, selanjutnya rumusan soal diberi panduan untuk mengaitkan

dengan panjang sisi-sisi segitiga siku-siku. Soal no 5A banyak siswa hanya

membuat sketsa tidak lengkap, tanpa ada keterangan yang diperlukan, tindak

lanjutnya rumusan soal bukan hanya “Buatlah sketsa gambar berdasarkan situasi

tersebut” namun ditambah dengan “dan lengkapilah dengan keterangan yang

diperlukan. Soal no 5C banyak siswa hanya menulis hasil akhirnya saja tetapi

38

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

caranya tidak lengkap, tindak lanjutnya rumusan soal ditambahkan dengan

berikan alasan bagaimana mendapatkan jawaban itu.

2. Reliabilitas Instrumen

Reabilitas suatu alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang

memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama), jika pengukurannya diberikan

pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang

berbeda, dan tempat yang berbeda pula. Tidak terpengaruh oleh perilaku, situasi,

dan kondisi. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel.

Istilah relatif tetap bukan dimaksudkan tepat sama, tetapi mengalami perubahan

yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa diabaikan. Perubahan hasil evaluasi ini

disebabkan adanya unsur pengalaman dari peserta tes dan kondisi lainnya.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan suatu instrumen dan

untuk mewujudkan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya. Suatu alat evaluasi

dikatakan reliabel jika hasil evaluasi relatif tetap dan digunakan untuk subjek

yang sama. Koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk uraian dapat

diketahui dengan menggunakan rumus Alpha,(Suherman dan Sukjaya, 1990: 194)

yaitu :

𝑟11 = 𝑛

𝑛 − 1 1 −

𝑠𝑖2

𝑠𝑡2

Keterangan

n = Banyaknya butir soal

𝑟11= Koefisien reliabilitas

𝑠𝑖2 = jumlah varians skor setiap butir soal

𝑠𝑖2 = varians skor total

Tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi

digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:177).

39

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.3

Klasifikasi Reliabilitas

Besarnya 𝒓𝟏𝟏 Interpretasi

𝟎,𝟖𝟎 < 𝒓𝟏𝟏 ≤ 𝟏,𝟎𝟎 Sangat Tinggi

𝟎,𝟔𝟎 < 𝒓𝟏𝟏 ≤ 𝟎,𝟖𝟎 Tinggi

𝟎,𝟒𝟎 < 𝒓𝟏𝟏 ≤ 𝟎,𝟔𝟎 Sedang

𝟎,𝟐𝟎 < 𝒓𝟏𝟏 ≤ 𝟎,𝟒𝟎 Rendah

𝒓𝟏𝟏 ≤ 𝟎,𝟐𝟎 Sangat Rendah

Hasil yang diperoleh berdasarkan uji reliabilitas tes kemampuan komunikasi

matematis siswa adalah 0,655, berdasarkan klasifikasi tabel reliabilitas nilai

tersebut termasuk tinggi.

3. Indeks Kesukaran

Menurut Arikunto (2009: 207), bilangan yang menunjukkan sukar atau

mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Semakin tinggi

indeks kesukaran, soal tersebut semakin mudah. Soal yang baik adalah soal tidak

terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Analisis tingkat kesukaran soal adalah

mengkaji soal-soal dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana

yang termasuk rendah, sedang, dan sukar.

Menurut Witherington dalam Sudijono (2008: 371) dan Arikunto (2009:

207) angka indeks kesukaran butir itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai

dengan 1,00. Semakin besar angka indeks kesukaran maka soal semakin mudah.

Indeks kesukaran butir dapat dihitung dengan formula :

XIK

SMI

Keterangan:

IK = Indeks Kesukaran

X = Rata-rata

SMI = Skor Maksimal Ideal

40

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Klasifikasi penafsiran indeks kesukaran yang digunakan menurut Suherman dan

Sukjaya (1990:202) adalah :

Tabel 3.4

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Besarnya 𝑰𝑲 Interprestasi

𝑰𝑲 = 𝟏,𝟎𝟎 Sangat Mudah

𝟎,𝟕𝟎 < 𝑰𝑲 < 𝟏,𝟎𝟎 Mudah

𝟎,𝟑𝟎 < 𝑰𝑲 ≤ 𝟎,𝟕𝟎 Sedang

𝟎,𝟎𝟎 < 𝑰𝑲 ≤ 𝟎,𝟑𝟎 Sukar

𝑰𝑲 = 𝟎,𝟎𝟎 Terlalu Sukar

Pada penelitian ini perhitungan indeks kesukaran menggunakan software

Anates V.4 for Windows. Adapun hasil indeks kesukaran soal kemampuan

komunikasi matematis disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.5 Data Hasil Uji Indeks Kesukaran Instrumen

Jenis Tes Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

Komunikasi

Matematis

1a 0,889 Sangat Mudah

1b 0,778 Mudah

2a 0,796 Mudah

2b 0,778 Mudah

3a 1 Sangat Mudah

3b 0,778 Mudah

3c 0,861 Sangat Mudah

4a 0,861 Sangat Mudah

4b 0,778 Mudah

41

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4c 0,305 Sangat Mudah

5a 0,889 Sangat Mudah

5b 0,805 Mudah

5c 0,694 Sedang

Dari hasil uji coba tes yang terdiri dari 13 nomor, didapatkan data 6 soal

tergolong sangat mudah, 6 soal mudah dan 1 soal sedang. Pada uji instrumen di

atas tidak ditemukan soal sukar dan terlalu sukar, hal ini terjadi mengingat siswa

kelas 8 rata-rata telah menguasai instrumen tes tersebut secara baik.

4. Daya Pembeda

Daya pembeda (Discriminating Power) dari sebuah butir soal menyatakan

seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara jumlah

responden yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan jumlah responden

yang tidak dapat menjawab soal tersebut. Galton (dalam Erman 2003) berasumsi

bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa

yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah (Erman, 2003: 159). Daya

pembeda (DP) soal dapat ditentukan dengan rumus:

DP = (rata-rata KA – Rata-rata KB) : Skor Maksimum

Dimana :

KA = Kemampuan Atas

KB = Kemampuan Bawah

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interprestasi

𝑫𝑷 ≤ 𝟎,𝟎𝟎 Sangat Jelek

𝟎,𝟎𝟎 < 𝑫𝑷 ≤ 𝟎,𝟐𝟎 Jelek

42

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

𝟎,𝟐𝟎 < 𝑫𝑷 ≤ 𝟎,𝟒𝟎 Cukup

𝟎,𝟒𝟎 < 𝑫𝑷 ≤ 𝟎,𝟕𝟎 Baik

𝟎,𝟕𝟎 < 𝑫𝑷 ≤ 𝟏,𝟎𝟎 Sangat Baik

Adapun hasil daya pembeda soal kemampuan komunikasi matematis

dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.7 Data Hasil Daya Pembeda Instrumen

Jenis Tes Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

Komunikasi

Matematis

1a 0,148 Jelek

1b 0,148 Jelek

2a 0,333 Cukup

2b 0,222 Cukup

3a 0 Sangat Jelek

3b 0,444 Baik

3c 0,167 Jelek

4a 0,278 Cukup

4b 0,333 Cukup

4c 0,056 Jelek

5a 0,111 Jelek

5b 0,278 Cukup

5c 0,167 Jelek

Dari hasil daya pembeda uji instrumen didapatkan bahwa 1 nomor yaitu

nomor 3a kategori daya pembedanya sangat jelek, 6 soal termasuk kategori daya

pembeda jelek, 5 soal kategori daya pembedanya cukup, 1 soal kategori daya

43

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pembeda baik, selanjutnya soal nomor 3a diadakan modifikasi dimana siswa

diminta untuk melengkapi sketsa dengan keterangan-keterangn secara lengkap

meliputi tanda-tanda sisi dan sudut yang sama. Untuk kategori jelek diadakan

modifikasi seperlunya, dengan demikian diharapkan saat instrumen itu diterapkan

pada sampel hasilnya akan lebih baik.

G. Angket Kecemasan Matematika Siswa

Pembuatan angket bertujuan untuk mengetahui kecemasan matematika

siswa yang dibagi menjadi tiga kriteria, yaitu kecemasan terhadap pembelajaran

matematika, kecemasan terhadap tes atau ujian matematika, dan kecemasan

terhadap tugas-tugas dan perhitungan numerikal matematika. Angket kecemasan

matematika siswa memuat 27 pertanyaan yang terdiri dari 14 pertanyaan positif

dan 13 pertanyaan negatif. Jawaban pertanyaan mengacu pada skala Likert dengan

empat alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Jarang (J), dan

Tidak Pernah (TP), tanpa pilihan netral dengan tujuan untuk menghindari

keraguan siswa dalam menentukan pilihan yang diajukan dan mendorong siswa

untuk menunjukkan keberpihakan dari pernyataan yang diajukan. Sebelum dibuat

pernyataan-pernyataan dalam angket terlebih dahulu dibuat kisi-kisi instrumen

kecemasan belajar matematika yang memenuhi validitas konstruk dari

pertimbangan ahli, dalam hal ini dosen pembimbing.

H. Kemampuan Awal Matematis

Pada penelitian ini KAM dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu

kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan KAM ini dibuat

berdasarkan hasil nilai rata-rata ulangan siswa yang diperoleh selama dua kali

mengikuti ulangan di semester yang sedang berjalan yaitu semester genap tahun

pelajaran 2015/2016. Kategori KAM dalam penelitian ini didasarkan pada

pengelompokkan yang diajukan oleh Arikunto (2009) seperti yang tertera pada

tabel di bawah ini:

44

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.8

Kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM) Siswa

Interval skor Kategori

Xi ≥ rataan skor + standar deviasi tinggi

rataan skor - standar deviasi ≤Xi ≤ rataan skor + standar deviasi sedang

Xi ≤ rataan skor - standar deviasi rendah

Arikunto (2009)

Berdasarkan aturan pengelompokan di atas, didapat pengelompokan KAM

dari skor yang diperoleh rata-rata nilai siswa dari dua kali ulangan yang

diperolehnya seperti pada lampiran.

Adapun rangkuman dari data KAM siswa disajikan dalam tabel di bawah

ini:

Tabel 3.9

Hasil pengelompokan siswa berdasarkan kategori KAM

Kategori Jumlah siswa

Tinggi 8

Sedang 26

Rendah 9

Jumlah 43

Jika kita lihat lebih jauh terlihat bahwa siswa yang memperoleh KAM tinggi

ada 8 siswa atau 18,6 % sedangkan siswa yang memperoleh KAM sedang

adaa 26 siswa atau 60,4 % dan siswa yang memperoleh KAM rendah ada 9

siswa atau 21 %.

45

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

I. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.1

Penetapan Subjek Penelitian

Uji coba instrumen

Penyusunan Instrumen dan Bahan Ajar

Studi pendahuluan: Identifikasi Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Studi Pustaka, dan lain-lain

46

Dionisius Warsito Wardoyo, 2017 PERBANDINGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA ANTARA SISWA YANG MEMPEROLEH PEMBELAJARAN REFLEKTIF DENGAN SISWA YANG MEMPEROLEH EXPLICIT INSTRUCTION Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu