Post on 10-Mar-2019
6 HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL DENGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL
DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN
6.1 Pendahuluan
Alasan utama sebagian spesies ikan berada di suatu perairan disebabkan 3
hal pokok, yaitu: (1) memilih lingkungan hidupnya yang sesuai dengan kondisi
tubuhnya; (2) mencari sumber makanan; (3) mencari tempat yang cocok untuk
pemijahan dan perkembangbiakan (Nomura dan Yamazaki 1977; Laevastu dan
Hayes 1981; Laevastu 1993). Variasi alami biomassa populasi ikan dewasa
pelagis dipengaruhi oleh daya dukung lingkungan, interaksi antar spesies dan
ketergantungan kepadatan (Parrish dan Mallicoate 1995). Dengan demikian
perubahan ketersediaan ikan pada suatu perairan dapat dianggap sebagai respons
ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan laut (Bakun 1996; Hartoko 1999;
Wudianto 2001; Sundermeyer et al. 2005; Amri et al. 2006; Brander 2007).
Selain itu perubahan jumlah produksi ikan juga merupakan indikator ketersediaan
ikan dalam skala waktu dan ruang yang berhubungan dengan perubahan kondisi
oseanografi (Bakun 1996; Sundermeyer et al. 2005; Hendriardi et al. 2005;
Hanesson 2007; Martin et al. 2008).
Ikan pelagis kecil dominan berada di kawasan pantai dengan populasi
terbesar berada di area upwelling. Ikan pelagis kecil adalah kelompok ikan yang
berenang cepat dan terdistribusi di perairan yang sesuai dengan keadaan fisiknya
(Fréon et al. 2005; Widodo et al. 1994). Kawasan pantai sebagai habitat ikan
pelagis kecil adalah wilayah epipelagik atau kawasan fotik, yaitu kawasan pelagik
yang mendapat cahaya.
Keberadaan ikan pelagis kecil tidak berada dalam suatu kawasan yang
sempit, tetapi tersebar secara luas sebagai respons terhadap perubahan kondisi
lingkungan. Respons ikan tidak terjadi secara mendadak atau segera setelah
terjadi perubahan lingkungan, namun dapat saja terjadi dengan selang waktu yang
berbeda akibat dinamika ekologi dan biologi (Bakun 1984; Rochet dan Trenkel
2003; Fréon et al. 2005). Dengan demikian melakukan evaluasi atau identifikasi
perubahan produksi ikan hubungannya dengan kondisi lingkungan laut perlu
115
dilakukan pada skala waktu yang panjang dan mencakup kawasan secara luas.
Selain itu juga perlu dievaluasi berdasarkan perbedaan phase waktu, baik bulanan,
kuartalan ataupun tahunan agar dapat diketahui respon ikan terhadap perbedaan
skala waktu dan ruang. Variabel utama yang mempengaruhi kelimpahan ikan pada
suatu kawasan laut adalah: makanan, predasi, suhu, salinitas, dan konsentrasi
oksigen terlarut. Variabel utama ini merupakan pendekatan yang dilakukan untuk
mengatasi permasalahan pengaruh faktor lingkungan terhadap kegiatan perikanan
(Fréon et al. 2005; Peltonen et al. 2007).
Identifikasi parameter lingkungan laut perlu dilakukan terutama parameter
utama yang berpengaruh terhadap distribusi ikan. Suhu perairan merupakan salah
satu parameter utama yang berpengaruh terhadap aktivitas ikan, karena suhu
merupakan salah satu faktor penting yang mengatur proses kehidupan dan
penyebaran organisme di laut (Nybakken 1982). Selain itu ketersediaan makanan
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi distribusi ikan di laut (Laevastu dan
Hayes 1981) yang mana kebiasaan makan ikan pelagis kecil adalah plankton dan
ini dapat dideterminasi melalui kandungan klorofil dalam suatu perairan (Martin
et al. 2008; Bellido et al. 2008).
Perubahan secara temporal dan spatial, kadang luput untuk dipertimbangkan
padahal pola-pola dinamika atau perubahan hanya dapat diketahui dari rangkaian
pengamatan dengan cakupan yang luas dengan jangka waktu yang relatif lama
(Sundermeyer et al. 2005). Pengamatan kondisi biofisik perairan dalam suatu
wilayah yang luas dan skala waktu yang runtun dengan memanfaatkan data hasil
penginderaan jarak jauh juga perlu dianalisis untuk dapat mendefinisikan
perubahan yang terjadi dari serangkaian data. Untuk mendefinisikan serangkaian
data dapat dilakukan dengan menggunakan parameter statistik. Parameter statistik
dibutuhkan untuk dapat mendeskripsikan ciri-ciri dari sekumpulan data yang
diamati sehingga dapat didefinisikan untuk berbagai kebutuhan analisis (Walpole
1997; Mattjik 2002). Ukuran pemusatan data (mean, median, modus) dan ukuran
penyebaran data (range dan standar deviasi) adalah statistik dasar yang dapat
digunakan untuk mendefinisikan sekumpulan data yang beragam (Mattjik 2002).
Perairan sebelah barat Sulawesi Selatan adalah perairan laut yang dilalui
oleh massa air utama dari Samudera Pasifik menuju ke Samudera Hindia dan di
116
perairan ini arus kontinyu sepanjang tahun mengalir dari arah utara ke selatan di
lapisan kedalaman >150 m (Hasanuddin 1998; Gordon et al. 1999; Gordon
2005). Namun pada lapisan permukaan Selat Makassar di pengaruhi oleh musim
munson khususnya di bagian selatan Sulawesi, dimana pada munson barat massa
air yang berasal dari Laut Jawa yang bersalinitas rendah masuk ke perairan bagian
selatan Selat Makassar demikian juga ketika terjadi munson timur, lapisan
permukaan Selat Makassar bagian selatan dipengaruhi massa air dari Laut Banda
yang bersalinitas tinggi (Masumoto dan Yamagata 1993; Gordon et al. 2003).
Evaluasi terhadap hubungan kondisi oseanografi dengan kelimpahan ikan
penting untuk dilakukan pada suatu kawasan, karena setiap kawasan perairan
memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga kondisi biofisik juga berbeda.
Selain pendekatan kawasan juga perlu dengan pendekatan skala waktu.
Penggunaan skala waktu penting dipertimbangkan, karena perairan di Indonesia
secara tetap dipengaruhi angin munson yang berbeda arah secara tetap dalam
setahun. Perairan pantai barat Sulawesi Selatan memiliki karakteristik perairan
yang berbeda dari utara ke selatan, sehingga dibutuhkan evaluasi terhadap
perubahan kondisi oseanografi dengan skala waktu yang berbeda hubungannya
dengan kelimpahan ikan. Di sisi lain, hasil pemantauan lingkungan laut dengan
satelit sudah banyak tersedia dan dapat diakses dengan mudah, di antaranya
melalui internet. Ketersediaan data tersebut seyogianya dimanfaatkan untuk
penelitian yang menunjang pengelolaan perikanan tangkap.
6.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah: 1) menentukan pola distribusi dan kelimpahan
ikan melalui menganalisis suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil hubungannya
dengan produksi, produktivitas, dan densitas ikan di perairan pantai barat
Sulawesi Selatan berdasarkan perbedaan skala waktu; 2) Menentukan parameter
statistik yang sesuai berdasarkan korelasiyang signifikan antara SPL dan klorofil
dengan produksi, produktivitas, densitas dengan memperhatikan skala waktu.
6.3 Metodologi
Analisis dalam kajian ini dilakukan menggunakan data dalam bentuk
kuartalan. Untuk data perikanan menggunakan produksi ikan, produktivitas dan
densitas. Produksi ikan adalah jumlah produksi dari 8 jenis alat tangkap,
117
sedangkan produktivitas ikan adalah produksi ikan dari setiap upaya penangkapan
dan densitas ikan adalah produksi ikan dalam luasan lokasi penangkapan ikan.
Data upaya penangkapan yang digunakan adalah data yang telah distandardisasi
ulang sebagaimana yang telah analisis pada Bab 5.
Terdapat perbedaan struktur waktu antara data suhu permukaan laut (SPL)
dan klorofil dengan data produksi ikan, dimana data SPL dan klorofil dalam
bulanan dan data produksi ikan dalam kuartalan. Sehingga perlu dilakukan
perhitungan untuk menyesuaikan dengan data produksi ikan. Perhitungan dari
data bulanan menjadi kuartalan dilakukan dengan menggunakan parameter
statistik, yaitu ukuran pemusatan data dan penyebaran data. Ukuran pemusatan
data menggunakan mean, median, modus, minimum, dan maksimum, sedangkan
ukuran penyebaran data menggunakan range dan standar deviasi.
Dalam perhitungan data SPL dan klorofil menjadi kuartalan dilakukan
dengan 2 kategori skala waktu kuartalan, yaitu kategori kalender dan kategori
musim. Kategori kalender adalah waktu kuartal sesuai kalender, dimana kuartal 1
diawali bulan Januari. Kategori musim, pada kuartal 1 diawali bulan Desember,
dimana kategori musim berdasarkan perubahan angin munson yang secara tetap
terjadi di Indonesia. Perubahan munson tersebut adalah: musim barat pada bulan
Desember-Februari; musim timur pada bulan Juni-Agustus. Bulan Maret-Mei
adalah peralihan musim barat ke musim timur dan September-November adalah
peralihan dari musim timur ke musim barat (Birowo 1982; Nontji 1987).
6.3.1 Sumber data
(1) Produksi ikan
Data produksi ikan bersumber dari statistik perikanan tangkap Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan untuk kurun waktu 5 tahun
(2002-2006). Data yang digunakan adalah kuartalan dan jenis data produksi
sebagaimana telah diuraikan pada Bab 3.
(2) SPL dan klorofil
Data SPL dan klorofil diperoleh dari Ocean Color Time-Series Online
Visualization hasil citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer) Aqua untuk data klorofil, sedangkan data SPL hasil citra
satelit MODIS-Terra yang dikeluarkan oleh NASA (National Aeronautics and
118
Space Administration). Data citra satelit yang digunakan adalah data bulanan
yang telah dianalisis berdasarkan GES-DISC Interactive Online Visualization and
Analysis Infrastructure (GIOVANNI) untuk kurun waktu 5 tahun (2002-2006).
Data di download dari http://reason.gsfc.nasa.gov/giovanni dalam bentuk image
dan ascii sesuai posisi geografi setiap zona di perairan pantai barat Sulawesi
Selatan.
Sifat-sifat air di permukaan secara menegak hampir tidak berubah sampai
pada kedalaman di mana terjadi transisi ke massa air yang dingin di bawahnya.
Lapisan ini bersifat homogen karena secara intensif terdai proses percampuran.
Kedalaman lapisan tercampur pada setiap perairan berbeda. Lapisan tercampur
(mixed layer depth) di perairan Indonesia rata-rata berada pada kedalaman 40 m
(Birowo 1982). Kedalaman lapisan tercampur di perairan Indonesia
memungkinkan untuk menggunakan data citra satelit untuk mengidentifikasi
distribusi dan kelimpahan ikan, walaupun sensor satelit hanya mendeteksi lapisan
yang tipis di bagian permukaan (Komunikasi pribadi dengan Bidawi Hasyim
2010).
6.3.2 Analisis data
(1) Produksi ikan kuartal
Produksi ikan kuartalan 6 jenis ikan di setiap zona dihitung ulang guna
untuk kebutuhan analisis dalam kajian ini. Perhitungan ulang dilakukan untuk
menentukan produksi, produktivitas, dan densitas kuartal, dengan tahapan sebagai
berikut:
1) Menghitung total produksi setiap kuartal di masing-masing zona, sebagai
berikut:
K ∑ Kb nb 1 ………………………………………………………(21)
dimana,
Kz = total produksi setiap kuartal di masing-masing zona
z = zona dalam penelitian ini
b = jumlah kabupaten di masing-masing zona
Kb = total produksi setiap kuartal dari setiap kabupaten di masing-masing zona
119
2) Menjumlahkan total produksi setiap kuartal di masing-masing zona,
sebagai berikut:
TP ∑ K …………………………………………….……….. (22)
dimana, TPz = total produksi kuartal di masing-masing zona
Selanjutnya menghitung produksi kuartal dari setiap jenis ikan dan
dilakukan pada masing-masing zona, sebagai berikut:
3) Menghitung produksi kuartal setiap jenis ikan, sebagai berikut:
TI I ……………………………………………………. (23)
dimana,
TIz = total produksi kuartal setiap jenis ikan di masing-masing zona
Ik = total produksi setiap jenis ikan dari 8 unit penangkapan (persamaan 2).
Tahapan perhitungan produktivitas ikan kuartalan di masing-masing zona
adalah sebagai berikut:
4) Data upaya penangkapan ikan yang digunakan adalah data upaya
penangkapan ikan tahunan yang telah distandardisasi (SU).
5) Data upaya penangkapan ikan tahunan dihitung menjadi data kuartal
dengan pendekatan proporsi kegiatan penangkapan ikan, yaitu tinggi pada
kuartal 3 dan rendah pada kuartal 4. Hal ini berkaitan dengan pola
munson di perairan pantai barat Sulawesi Selatan. Dengan demikian
penentuan proporsi untuk setiap kuartal untuk data tahunan upaya
penangkapan ikan, sebagai berikut: kuartal 1: 20%; kuartal 2: 30%; kuartal
3: 35%; kuartal 4: 15%. Berdasarkan proporsi maka upaya penangkapan
kuartal di tiap zona, dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
UP ,, …………….………………………..……………… (24)
dimana,
UPK,z = upaya penangkapan setiap kuartal di setiap zona
SUk,d = upaya penangkapan ikan yang telah distandardisasi (analisis Bab
5)
PPK = proporsi upaya penangkapan setiap kuartal
6) Produktivitas kuartal dari 6 jenis ikan sebagai berikut:
120
SV , , …………………………………………………… (25)
dimana, SVK,z = Produktivitas kuartal setiap jenis ikan di setiap zona
Densitas kuartal dari 6 jenis ikan adalah perbandingan produksi ikan setiap
kuartal dengan luas kawasan setiap zona. Perhitungan luas kawasan setiap zona
dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:
7) Luas kawasan (Az) disesuaikan dengan posisi geografi lokasi penangkapan
ikan dari 8 unit penangkapan ikan dan dihitung dengan menjumlahkan
kotak yang berukuran 0,10 x 0.10 (1 sel dalam citra satelit) yang terdapat
dalam luasan posisi geografi yang telah ditentukan sebagai berikut: - zona A: 5,60LS – 4,80LS dan 119,10BT – 119,40BT, berjumlah 26
kotak setara dengan 936 mil laut persegi
- zona B: 4,70LS – 3,60LS dan 119,40BT – 119,60BT, berjumlah 24
kotak setara dengan 864 mil laut persegi
- zona C: 3,50LS – 2,10LS dan 118,90BT – 119,10BT, berjumlah 17
kotak setara dengan 612 mil laut persegi
8) Densitas dari 6 jenis ikan diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
DI , …………………………………………….……. (26)
dimana,
DIK,z = Densitas kuartal setiap jenis ikan di masing-masing zona
(2) SPL dan klorofil
Data bulanan SPL dan konsentrasi klorofil dianalisis dengan tahapan
sebagai berikut:
1) Data citra satelit SPL dan klorofil dalam bentuk ascii yang digunakan
untuk analisis pada posisi geografi sebagai berikut:
- zona A : 5,60LS – 4,80LS dan 119,10BT – 119,40BT
- zona B : 4,70LS – 3,60LS dan 119,40BT – 119,60BT
- zona C : 3,50LS – 2,10LS dan 118,90BT – 119,10BT
121
2) Data bulanan dan SPL dan klorofil pada setiap zona dideskripsikan dengan
menggunakan grafik. Guna mengetahui perbedaan perubahan bulanan
SPL dan klorofil pada setiap zona menggunakan koefisien keragaman,
dengan persamaan sebagai berikut (Walpole 1982):
100% …………………………………………………… (27)
dimana, V= koefisien keragaman yang dinyatakan sebagai persen;
s= simpangan baku; dan x= nilai rata-rata.
3) Nilai SPL dan klorofil bulanan dari setiap posisi lintang dan bujur
dihitung menjadi data kuartal menggunakan parameter statistik.
Perhitungan data SPL dan klorofil bulanan menjadi kuartalan dilakukan
dengan 2 kategori, yaitu kategori kalender dan musim (Tabel 16). Data
tahun 2002 hanya tersedia mulai bulan Juli hingga Desember. Perhitungan
parameter statistik mean, median, standar deviasi, range, minimum, dan
maksimum menggunakan compare means analytical pada SPSS ver.15.
Parameter statistik modus dihitung menggunakan Analysis tools histogram
pada microsoft excel 2007. Sebelum dilakukan perhitungan data SPL dan
klorofil, terlebih dahulu diurutkan sesuai kategori kalender dan musim.
Tabel 16 Kategori waktu yang digunakan dalam perhitungan data SPL dan klorofil dari bulanan menjadi kuartalan.
Kategori kalender Kuartal Kategori musim Januari Februari Maret
1 Desember
Januari Februari
April Mei Juni
2 Maret April Mei
Juli Agustus
September 3
Juni Juli
Agustus Oktober
November Desember
4 September Oktober
November
122
(3) Tipologi hubungan SPL dan klorofil dengan produksi ikan
Pola distribusi ikan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan
tipologi hubungan SPL dan klorofil dengan produksi, produktivitas dan densitas
ikan berdasarkan skala waktu kategori kalender dan musim. Kombinasi nilai
“tinggi” dan “rendah” dari SPL dan klorofil, akan menghasilkan 4 kuadran
sebagai basis untuk membuat tipe-tipe distribusi ikan.
Oleh karena itu dalam penelitian ini dihasilkan 15 tipe pola distribusi ikan
(Gambar 52). Masing-masing tipe tersebut adalah sebagai berikut:
Tipe 1: Ikan ada di perairan dengan klorofil tinggi pada SPL rendah. Tipe 2: Ikan ada di perairan dengan klorofil tinggi pada SPL tinggi. Tipe 3: Ikan ada di perairan dengan SPL tinggi pada klorofil rendah. Tipe 4: Ikan ada di perairan dengan SPL rendah pada klorofil rendah. Tipe 5: Ikan ada di perairan dengan klorofil tinggi dan SPL tinggi Tipe 6: Ikan ada di perairan dengan klorofil tinggi dan SPL rendah. Tipe 7: Ikan ada di perairan dengan klorofil rendah sampai tinggi pada
SPL rendah. Tipe 8: Ikan ada di perairan dengan klorofil rendah sampai tinggi pada
SPL tinggi. Tipe 9: Ikan ada di perairan dengan SPL rendah sampai tinggi pada
klorofil tinggi. Tipe 10: Ikan ada di perairan dengan SPL rendah sampai tinggi pada
klorofil rendah. Tipe 11: Ikan tersebar pada semua kondisi SPL dan klorofil.
123
Keterangan: =suhu permukaan laut (0C); = klorofil (mg/m3); = produksi, Prduktivitas, dan densitas ikan. Gambar 52 Tipologi hubungan suhu permukaan laut dan klorofil dengan
produksi, produktivitas, dan densitas ikan.
Pada tipe 11 terdiri dari 5 pola yang menunjukkan tidak adanya pengaruh
dari SPL dan klorofil terhadap distribusi ikan. Kegunaan tipe 11 ini relatif rendah.
Lingkaran-lingkaran pada Gambar 52 adalah posisi relatif ikan dalam konfigurasi
kombinasi SPL dan klorofil. Sebagai contoh pada tipe 2, ikan ada di perairan
yang memiliki suhu relatif tinggi. Pada tipe 9, ikan ada pada perairan suhu relatif
tinggi dan rendah, hanya pada perairan yang memiliki konsentrasi klorofil tinggi.
Garis-grais pemisah kuadran adalah nilai tengah dari biplot. Penentuan biplot
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak S-PLUS 2000.
Output biplot pada setiap jenis ikan dibuat menjadi tipologi umum sebagai
hasil untuk mengetahui pola distribusi ikan. Tipologi umum ditentukan dari
minimal 3 tipe yang sama dari 6 jenis ikan pada setiap parameter statistik. Pola
distribusi ikan berdasarkan tipologi di setiap zona ditentukan dari minimal 3 tipe
yang sama pada 7 parameter statistik.
Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4
Tipe 6 Tipe 7 Tipe 8 Tipe 9
Tipe 11
Tipe 5
Tipe 10
124
(4) Korelasi parsial
Pola kelimpahan ikan disetiap zona ditentukan dengan mengetahui indikator
yang terbaik sebagai prediktor, baik SPL maupun klorofil terhadap produksi,
produktivitas, dan densitas ikan. Indikator terbaik ditentukan dengan analisis
korelasi parsial. Korelasi parsial adalah bentuk hubungan antara X1, X2 …Xp
terhadap Y, dimana korelasi dijelaskan antara Y dan X1 ketika X2 …Xn tetap
diperhatikan tetapi dibuat tetap, dengan persamaan sebagai berikut (Walpole,
1997):
. !
…………………………………..………..… (28)
Analisis korelasi parsial digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan
antara suhu permukaan laut (X1) dan klorofil (X2) dengan produksi ikan, dimana
kedua faktor oseanografi tersebut mempengaruhi distribusi ikan pada suatu
wilayah perairan. Dengan demikian seberapa erat hubungan SPL dan klorofil
dengan produksi ikan diketahui dengan salah satu faktor dibuat tetap. Analisis
parsial korelasi dihitung menggunakan perangkat lunak SPSS ver.15.
6.4 Hasil
6.4.1 Perubahan kuartalan produksi ikan
Perubahan kuartalan produksi ikan di zona A menunjukkan tertinggi pada
kuartal 2 dan terendah pada kuartal 4 (Gambar 53). Produksi kembung, tembang
dan layang dominan pada setiap kuartal, sedangkan produksi teri cenderung tetap
setiap kuartal dalam kurun waktu tahun 2002-2006. Produksi ikan kuartalan di
zona B menunjukkan layang dan tembang dominan dalam kurun waktu tahun
2002-2006 (Gambar 54). Produksi ikan layang di zona B tinggi pada kuartal 3,
sedangkan untuk jenis ikan kembung, teri, lemuru, tembang, dan selar cenderung
tetap pada setiap kuartal. Pada zona C, produksi kuartalan layang dan selar
dominan pada setiap kuartal (Gambar 55). Produksi jenis selar di zona C
cenderung tetap pada setiap kuartal, untuk jenis layang tinggi pada kuartal 2.
Produktivitas dari 6 jenis ikan di zona A menunjukkan tinggi pada kuartal 4
dan terendah kuartal 3. Produktivitas jenis teri dan kembung lebih besar
dibandingkan jenis lainnya (Gambar 56). Produktivitas ikan di zona B, dominan
125
jenis teri dan layang, dimana kedua jenis ikan tersebut tinggi pada kuartal 4 dan
rendah pada kuartal 2 (Gambar 57). Perubahan kuartalan produktivitas ikan
kuartalan di zona C menunjukkan jenis layang lebih tinggi dibandingkan jenis
lainnya, dimana produktivitas tinggi pada kuartal 4 dan rendah pada kuartal 3
(Gambar 58).
Densitas ikan di zona A menunjukkan tinggi pada kuartal 2 dan rendah pada
kuartal 4, dimana kembung, tembang, dan layang dominan pada setiap kuartal
(Gambar 59). Densitas ikan kuartalan di zona B menunjukan jenis layang dan
tembang dominan pada setiap kuartal (Gambar 60). Densitas layang tinggi pada
kuartal 3 dan rendah pada kuartal 1, sedangkan jenis tembang cenderung stabil
pada setiap kuartal. Pada zona C, densitas layang lebih tinggi dibandingkan jenis
lainnya, dimana perubahan setiap kuartal cenderung sama. Jenis ikan lainnya juga
menunjukkan kecenderungan yang sama pada setiap kuartal (Gambar 61).
Keterangan: = kembung; = teri; = lemuru; = tembang; = layang = selar
Gambar 53 Fluktuasi kuartalan produksi 6 jenis ikan untuk kurun waktu tahun 2002-2006 di zona A.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
1000
2000
3000
Prod
uksi
(ton
)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
1000
2000
3000
Prod
uksi
(ton
)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
126
Keterangan: = kembung; = teri; = lemuru; = tembang; = layang = selar
Gambar 54 Fluktuasi kuartalan produksi 6 jenis ikan untuk kurun waktu tahun 2002-2006 di zona B.
Keterangan: = kembung; = teri; = lemuru; = tembang; = layang = selar Gambar 55 Fluktuasi kuartalan produksi 6 jenis ikan untuk kurun waktu tahun
2002-2004 di zona C.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0
500
1000
1500
2000
Prod
uksi
(to
n)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
0
500
1000
1500
2000
Prod
uksi
(to
n)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 40
250
500
750
Prod
uksi
(ton
)
2002 2003 2004Tahun
0
250
500
750
Prod
uksi
(ton
)
2002 2003 2004Tahun
127
Keterangan: = kembung; = teri; = lemuru; = tembang; = layang = selar Gambar 56 Fluktuasi kuartalan produktivitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona A.
Keterangan: = kembung; = teri; = lemuru; = tembang; = layang = selar Gambar 57 Fluktuasi kuartalan produktivitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona B.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 41.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
Prod
uktiv
itas (
ton/
unit)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
Prod
uktiv
itas (
ton/
unit)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.0
4.0
8.0
12.0
Prod
uktiv
itas (
ton/
unit)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
0.0
4.0
8.0
12.0
Prod
uktiv
itas (
ton/
unit)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
128
Keterangan: = kembung; = teri; = lemuru; = tembang; = layang = selar Gambar 58 Fluktuasi kuartalan produktivitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2004 di zona C.
Keterangan: = kembung; = teri; = lemuru; = tembang; = layang = selar Gambar 59 Fluktuasi kuartalan densitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu tahun
2002-2006 di zona A.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 40.0
5.0
10.0
15.0
Prod
uktiv
itas (
ton/
unit)
2002 2003 2004Tahun
0.0
5.0
10.0
15.0
Prod
uktiv
itas (
ton/
unit)
2002 2003 2004Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
1.0
2.0
3.0
Den
sita
s (to
n/m
il la
ut p
erse
gi)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
1.0
2.0
3.0
Den
sita
s (to
n/m
il la
ut p
erse
gi)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
129
Keterangan: = kembung; = teri; = lemuru; = tembang; = layang = selar Gambar 60 Fluktuasi kuartalan densitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu tahun
2002-2006 di zona B.
Keterangan: = kembung; = teri; = lemuru; = tembang; = layang = selar Gambar 61 Fluktuasi kuartalan densitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu tahun
2002-2004 di zona C.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 40.0
1.0
2.0
Den
sita
s (to
n/m
il la
ut p
erse
gi)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
0.0
1.0
2.0
Den
sita
s (to
n/m
il la
ut p
erse
gi)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 40.0
0.5
1.0
Den
sita
s (to
n/m
il la
ut p
erse
gi)
2002 2003 2004Tahun
0.0
0.5
1.0
Den
sita
s (to
n/m
il la
ut p
erse
gi)
2002 2003 2004Tahun
130
6.4.2 Kondisi oseanografi
(1) Fluktuasi kuartalan suhu permukaan laut (SPL)
Fluktuasi SPL di zona A lebih besar dibandingkan zona B dan C; zona C
lebih stabil berdasarkan koefisien keragaman. Di setiap zona, SPL bulan Agustus
selalu lebih dingin dibandingkan bulan-bulan lainnya. Pada bulan Agustus, SPL di
zona C lebih hangat dibandingkan dengan di zona A dan B. Pada bulan Desember
dan Januari SPL di zona B lebih hangat dibandingkan dengan di zona A dan C.
(Gambar 62).
Pada umumnya mean SPL kategori kalender lebih hangat pada kuartal 2 dan
4 dan . Mean SPL di zona A lebih dingin dibandingkan zona B dan C pada
kuartal 2, 3, dan 4. Mean SPL di zona B lebih hangat dibandingkan zona A dan C
pada kuartal 1 dan 4. Mean SPL di zona C lebih hangat dibandingkan zona A dan
B pada kuartal 2 dan 3, namun lebih dingin pada kuartal 1 (Gambar 63). Nilai
mean SPL kategori kalender terdapat pada Lampiran 19.
Pada kategori musim, mean SPL di zona A lebih dingin dibandingkan zona
B dan C pada kuartal 3 dan 4. Mean SPL di zona B lebih hangat dibandingkan
zona A dan C pada kuartal 2. Mean SPL di zona C lebih hangat dibandingkan
zona A dan B pada kuartal 3, dan lebih dingin pada kuartal 2 (Gambar 63). Nilai
mean SPL kategori musim terdapat pada Lampiran 20.
Pada kategori kalender kuartal 2 dan 4, median SPL di setiap zona lebih
hangat pada kuartal 2 dan 4 dibandingkan kuartal 1 dan 3. Median SPL di zona A
lebih dingin dibandingkan zona B dan C pada kuartal 2 dan 3. Median SPL di
zona B lebih hangat dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1 dan 4. Median
SPL di zona C lebih hangat dibandingkan zona A dan B pada kuartal 3, sedangkan
pada kuartal 1 dan 4 lebih dingin dibandingkan zona A dan B (Gambar 64). Nilai
median SPL kategori kalender terdapat pada Lampiran 19.
Pada kategori musim, median SPL di zona A lebih dingin dibandingkan
zona B dan C pada kuartal 3 dan 4. Median SPL di zona B menunjukkan lebih
hangat dibandingkan zona A dan C pada kuartal 3. Median SPL di zona C
cenderung lebih dingin dibandingkasn zona A dan B pada kuartal 1 dan 2, namun
lebih hangat pada kuartal 3 (Gambar 64). Nilai median SPL kategori musim
terdapat pada Lampiran 20.
131
Pada umumnya modus SPL kategori kalender cenderung lebih hangat pada
kuartal 2 dan 4 di setiap zona. Pada kategori kalender, modus SPL di zona A
cenderung lebih dingin dibandingkan zona B dan C pada kuartal 1, 2 dan 3.
Modus SPL di zona B cenderung lebih hangat dibandingkan zona A dan C pada
kuartal 1, 2, dan 3. Modus SPL di zona C cenderung lebih hangat dibandingkan
zona A dan B pada kuartal 3 (Gambar 65). Nilai modus SPL kategori kalender
terdapat pada Lampiran 16.
Pada umumnya modus SPL kategori musim lebih hangat pada kuartal 2
pada setiap zona. Pada kategori musim, modus SPL di zona A cenderung lebih
dingin dibandingkan zona B dan C pada kuartal 3 dan 4. Modus SPL di zona B
cenderung lebih hangat dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1, 2, dan 4.
Modus SPL di zona C lebih hangat dibandingkan zona A dan B pada kuartal 3,
namun cenderung lebih dingin pada kuartal 1 dan 2 (Gambar 65). Nilai modus
SPL kategori musim terdapat pada Lampiran 17.
Pada kategori kalender, standar deviasi SPL di zona A cenderung lebih
besar dibandingkan zona B dan C pada kuartal 3 dan 4. Standar deviasi SPL di
zona B lebih besar dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1. Standar deviasi
SPL di zona C cenderung lebih kecil dibandingkan zona A dan B pada setiap
kuartal (Gambar 66). Nilai standar deviasi SPL kategori kalender terdapat pada
Lampiran 16.
Pada kategori musim, standar deviasi SPL di zona A cenderung lebih besar
dibandingkan zona B dan C pada kuartal 3 dan 4. Standar deviasi SPL di zona B
cenderung lebih besar dibandingkan zona A dan C pada kuartal 2. Standar deviasi
SPL di zona C cenderung lebih rendah dibandingkan zona A dan B pada setiap
kuartal (Gambar 66). Nilai standar deviasi SPL kategori musim terdapat pada
Lampiran 17.
Pada kategori kalender, range SPL di zona A lebih sempit dibandingkan
zona B pada setiap kuartal. Range SPL di zona B cenderung lebih lebar
dibandingkan zona A dan C pada setiap kuartal. Range SPL di zona C cenderung
lebih sempit dibandingkan zona A dan B pada setiap kuartal. (Gambar 67). Nilai
range SPL kategori kalender terdapat pada Lampiran 16.
132
Pada kategori musim, range SPL di zona A cenderung lebih sempit
dibandingkan zona B pada setiap kuartal. Range SPL di zona B lebih lebar
dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1 dan 2. Range SPL di zona C
cenderung lebih sempit dibandingkan zona A dan B pada setiap kuartal (Gambar
67). Nilai range SPL kategori musim terdapat di Lampiran 17.
Pada kategori kalender, minimum SPL di zona A lebih dingin dibandingkan
zona B dan C pada kuartal 2, 3, dan 4. Minimum SPL di zona B lebih dingin di
dibandingkan zona C pada kuartal 2 dan 3. Minimum SPL di zona C lebih hangat
dibandingkan zona A dan B pada kuartal 2 dan 3 (Gambar 68). Nilai minimum
SPL kategori kalender terdapat pada Lampiran 16.
Pada kategori musim, minimum SPL di zona A lebih dingin dibandingkan
zona B dan C pada kuartal 3 dan 4. Minimum SPL di zona B cenderung lebih
dingin dibandingkan zona C dan lebih hangat dibandingkan zona A pada setiap
kuartal. Minimum SPL di zona C lebih hangat dibandingkan zona A dan B pada
kuartal 3 dan 4 (Gambar 68). Nilai minimum SPL kategori musim terdapat pada
Lampiran 17.
Pada kategori kalender, maksimum SPL di zona A lebih dingin
dibandingkan zona B dan C pada kuartal 2 dan 3. Maksimum SPL di zona B lebih
hangat dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1, 2 dan 4. Maksimum SPL di
zona C lebih dingin dibandingkan zona A dan B pada kuartal 3 dan 4 (Gambar
69). Nilai maksimum SPL kategori kalender terdapat pada Lampiran 16.
Pada kategori musim, maksimum SPL di zona A lebih dingin dibandingkan
zona B dan C pada kuartal 2 dan 3. Maksimum SPL di zona B lebih hangat
dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1, 3 dan 4. Maksimum SPL di zona C
lebih hangat dibandingkan zona A dan B pada kuartal 2 dan lebih dingin pada
kuartal 1 dan 4 (Gambar 69). Nilai maksimum SPL kategori musim terdapat
pada Lampiran 17.
133
Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 62 Perubahan bulanan SPL untuk kurun waktu tahun 2002-2006 di zona
A, B, dan C. Koefisien keragaman (cv) SPL di zona A =3,2; di zona B= 2,5 di zona C= 1,5.
(kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 63 Fluktuasi mean SPL (0C) pada setiap kuartal di zona A, B, dan C.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
27.0
27.5
28.0
28.5
29.0
Mea
n SP
L (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
27.0
27.5
28.0
28.5
29.0
Mea
n SP
L (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
27.0
27.5
28.0
28.5
29.0
Mea
n SP
L (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
27.0
27.5
28.0
28.5
29.0
Mea
n SP
L (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
2424.5
2525.5
2626.5
2727.5
2828.5
2929.5
30
123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112
2002 2003 2004 2005 2006
Rat
a-ra
ta S
PL (0 C
)
Bulan-Tahun
134
(kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 64 Fluktuasi median SPL (0C) pada setiap kuartal di zona A, B, dan C. (kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 65 Fluktuasi modus SPL (0C) pada setiap kuartal di zona A, B, dan C.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
27.0
27.5
28.0
28.5
29.0
Med
ian
SPL
(oC
)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
27.0
27.5
28.0
28.5
29.0
Med
ian
SPL
(oC
)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
27.0
27.5
28.0
28.5
29.0
Med
ian
SPL
(oC
)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
27.0
27.5
28.0
28.5
29.0
Med
ian
SPL
(oC
)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
27.0
28.0
29.0
Mod
us S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
27.0
28.0
29.0
Mod
us S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
27.0
28.0
29.0
Mod
us S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
27.0
28.0
29.0
Mod
us S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
135
(kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 66 Fluktuasi standar deviasi SPL (0C) pada setiap kuartal di zona A, B,
dan C. (kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 67 Fluktuasi range SPL (0C) pada setiap kuartal di zona A,B,dan C.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 40.2
0.4
0.6
0.8St
anda
r de
vias
i SPL
(oC
)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.2
0.4
0.6
0.8
Stan
dar
devi
asi S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.4
0.6
0.8
Stan
dar
devi
asi S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.4
0.6
0.8
Stan
dar
devi
asi S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
1.0
2.0
3.0
4.0
Ran
ge S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
1.0
2.0
3.0
4.0
Ran
ge S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
2.0
3.0
4.0
Ran
ge S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
2.0
3.0
4.0
Ran
ge S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
136
(kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 68 Fluktuasi minimum SPL (0C) pada setiap kuartal di zona A, B, dan C. (kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 69 Fluktuasi maksimum SPL (0C) pada setiap kuartal di zona A, B,
dan C.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
25.0
26.0
27.0
28.0M
inim
um S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
25.0
26.0
27.0
28.0
Min
imum
SPL
(oC
)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
25.0
26.0
27.0
28.0
Min
imum
SPL
(oC
)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
25.0
26.0
27.0
28.0
Min
imum
SPL
(oC
)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
28.0
29.0
30.0
Mak
sim
um S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
28.0
29.0
30.0
Mak
sim
um S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
28.0
29.0
30.0
Mak
sim
um S
PL (o
C)
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
28.0
29.0
30.0
Mak
sim
um S
PL (o
C)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
137
(2) Fluktuasi kuartalan klorofil
Fluktuasi konsentrasi klorofil di zona A lebih rendah dibandingkan zona B
dan C dalam kurun waktu tahun 2002-2006. Pada bulan September-November,
konsentrasi klorofil cenderung rendah di zona B dan C, sedangkan di zona A
cenderung tinggi (Gambar 70).
Pada kategori kalender, mean klorofil di zona A cenderung tinggi
dibandingkan zona B dan C pada setiap kuartal. Mean klorofil di zona B
cenderung lebih rendah dibandingkan zona A dan lebih tinggi dibandingkan zona
C pada kuartal 2,3, dan 4. Mean klorofil di zona C lebih rendah dibandingkan
zona A dan B pada setiap kuartal (Gambar 71). Nilai mean klorofil kategori
kalender terdapat pada Lampiran 18.
Pada kategori musim, mean klorofil di zona A cenderung lebih tinggi
dibandingkan zona B dan C pada kuartal 2,3, dan 4. Mean klorofil di zona B lebih
tinggi dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1. Mean klorofil di zona C
cenderung lebih rendah dibandingkan zona A dan B pada setiap kuartal (Gambar
71). Nilai mean klorofil terdapat pada Lampiran 19.
Pada kategori kalender, median klorofil di zona A cenderung lebih tinggi
dibandingkan zona B dan C pada kuartal 3 dan 4. Median klorofil di zona B
cenderung lebih tinggi dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1 dan 2. Median
klorofil di zona C cenderung lebih rendah dibandingkan zona A dan B pada setiap
kuartal (Gambar 72). Nilai median klorofil kategori kalender terdapat pada
Lampiran 18.
Pada kategori musim, median klorofil di zona A lebih tinggi dibandingkan
zona B dan C pada setiap kuartal. Median klorofil di zona B lebih rendah
dibandingkan zona A dan C pada kuartal 2 dan 3. Median klorofil di zona C
lebih rendah dibandingkan zona A dan B pada kuartal 1 dan 4 (Gambar 72). Nilai
median klorofil kategori musim terdapat pada Lampiran 19.
Pada kategori kalender, modus klorofil di zona A cenderung lebih tinggi
dibandingkan zona B dan C pada kuartal 2, 3 dan 4. Modus klorofil di zona B
lebih tinggi dibandingkan zona C dan lebih rendah dibandingkan zona A pada
kuartal 2, 3, dan 4. Modus klorofil di zona C cenderung lebih rendah
138
dibandingkan zona A dan B pada setiap kuartal (Gambar 73). Nilai modus klorofil
katergori kalender terdapat pada Lampiran 18.
Pada kategori musim, modus klorofil di zona A lebih tinggi dibandingkan
zona B dan C pada kuartal 3 dan 4. Modus klorofil di zona B lebih rendah
dibandingkan zona A dan lebih tinggi dibandingkan zona C pada kuartal 3 dan 4.
Modus klorofil di zona C lebih rendah dibandingkan zona A dan B pada setiap
kuartal (Gambar 73). Nilai fluktuasi modus klorofil kategori musim terdapat pada
Lampiran 19.
Pada kategori kalender, standar deviasi klorofil di zona A cenderung lebih
besar dibandingkan zona B dan C pada kuartal 2 dan 3. Standar deviasi klorofil di
zona B lebih besar dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1 dan 4. Standar
deviasi di zona C lebih kecil dibandingkan zona A dan B pada kuartal 1, 2, dan 4
(Gambar 74). Nilai standar deviasi klorofil kategori kalender terdapat pada
Lampiran 18.
Pada kategori musim, standar deviasi klorofil di zona A cenderung lebih
besar dibandingkan zona B dan C pada kuartal 3 dan 4. Standar deviasi klorofil di
zona B lebih besar dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1 dan 2. Standar
deviasi klorofil di zona C cenderung lebih kecil dibandingkan zona A dan B pada
kuartal 1 (Gambar 74). Nilai standar deviasi klorofil kategori musim terdapat pada
Lampiran 19.
Pada kategori kalender, range klorofil di zona A lebih lebar dibandingkan
zona B dan C pada kuartal 2. Range klorofil di zona B lebih lebar dibandingkan
zona A dan C pada kuartal 1 dan 4. Range klorofil di zona C cenderung lebih
sempit dibandingkan zona A dan B pada kuartal 1, 2, dan 4 (Gambar 75). Nilai
range klorofil kategori kalender terdapat pada Lampiran 18.
Pada kategori musim, range klorofil di zona A cenderung lebih lebar
dibandingkan zona B dan C pada kuartal 3 dan 4. Range klorofil di zona B lebih
lebar dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1. Range klorofil di zona C
cenderung lebih sempit dibandingkan zona A dan B pada kuartal 1 dan 2 (Gambar
75). Nilai range klorofil kategori musim terdapat pada Lampiran 19.
Pada kategori kalender, minimum klorofil di zona A lebih tinggi
dibandingkan zona B dan C pada setiap kuartal. Minimum klorofil di zona B
139
cenderung lebih rendah dibandingkan zona A dan lebih tinggi dibandingkan zona
C pada setiap kuartal. Minimum klorofil di zona C lebih rendah dibandingkan
zona A dan B pada setiap kuartal (Gambar 76). Nilai minimum klorofil pada
kategori kalender terdapat pada Lampiran 18.
Pada kategori musim, minimum klorofil di zona A lebih tinggi
dibandingkan zona B dan C pada setiap kuartal. Minimum klorofil di zona B
lebih tinggi dibandingkan zona C dan lebih rendah dibandingkan zona A pada
setiap kuatal. Minimum klorofil di zona C lebih rendah dibandingkan zona A dan
B pada setiap kuartal (Gambar 76). Nilai minimum klorofil pada kategori musim
terdapat pada Lampiran 19.
Pada kategori kalender, maksimum klorofil di zona A lebih tinggi
dibandingkan zona B dan C pada kuartal 2. Maksimum klorofil di zona B
cenderung lebih tinggi dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1 dan 4.
Maksimum klorofil di zona C lebih rendah dibandingkan zona A dan B pada
kuatal 1, 2, dan 4 (Gambar 77). Nilai maksimum klorofil kategori kalender
terdapat pada Lampiran 18.
Pada kategori musim, maksimum klorofil di zona A lebih tinggi
dibandingkan zona B dan C pada kuartal 3 dan 4. Maksimum klorofil di zona B
lebih tinggi dibandingkan zona A dan C pada kuartal 1. Maksimum klorofil di
zona C lebih rendah dibandingkan zona A dan B pada kuartal 1 dan 2 (Gambar
77). Nilai klorofil kategori musim terdapat pada Lampiran 19.
140
Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 70 Fluktuasi bulanan klorofil (mg/m3) untuk kurun waktu tahun 2002-
2006 di zona A, B, dan C. Koefisien keragaman (cv) klorofil di zona A=0,14; di zona B=0,16; dan di zona C=0,16.
(kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 71 Fluktuasi mean klorofil (mg/m3) pada setiap kuartal di zona A, B,
dan C.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.2
0.4
0.6
0.8
Mea
n kl
orof
il (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.2
0.4
0.6
0.8
Mea
n kl
orof
il (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.2
0.4
0.6
0.8
Mea
n kl
orof
il (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.2
0.4
0.6
0.8
Mea
n kl
orof
il (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112123456789101112
2002 2003 2004 2005 2006
Rata‐rata klorofil (m
g/m
3 )
Bulan-Tahun
141
(kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 72 Fluktuasi median klorofil (mg/m3) pada setiap kuartal di zona A, B,
dan C. (kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 73 Fluktuasi modus klorofil (mg/m3) pada setiap kuartal di zona A, B,
dan C.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Med
ian
klor
ofil
(mg/
m3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Med
ian
klor
ofil
(mg/
m3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.2
0.4
0.6
Mod
us k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.2
0.4
0.6
Mod
us k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.2
0.4
0.6
Mod
us k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.2
0.4
0.6
Mod
us k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.2
0.4
0.6
Med
ian
klor
ofil
(mg/
m3)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
0.2
0.4
0.6
Med
ian
klor
ofil
(mg/
m3)
2002 2003 2004 2005 2006Tahun
142
(kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 74 Fluktuasi standar deviasi klorofil (mg/m3) pada setiap kuartal di zona
A, B, dan C. (kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 75 Fluktuasi range klorofil (mg/m3) pada setiap kuartal di zona A, B,
dan C.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.1
0.2
0.3
0.4
Stan
dar
devi
asi k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.1
0.2
0.3
0.4
Stan
dar
devi
asi k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.5
1.0
1.5
Ran
ge k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.5
1.0
1.5
Ran
ge k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.1
0.2
0.3
0.4
Stan
dar
devi
asi k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.1
0.2
0.3
0.4
Stan
dar
devi
asi k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.50
1.00
1.50
Ran
ge k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.50
1.00
1.50
Ran
ge k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
143
(kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 76 Fluktuasi minimum klorofil (mg/m3) pada setiap kuartal di zona A, B, dan C. (kategori kalender) (kategori musim) Keterangan: = zona A; = zona B; = zona C Gambar 77 Fluktuasi maksimum klorofil (mg/m3) pada setiap kuartal di zona A,
B, dan C.
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.1
0.2
0.3
0.4
Min
imum
klo
rofil
(mg/
m3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.1
0.2
0.3
0.4
Min
imum
klo
rofil
(mg/
m3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.5
1.0
1.5
2.0
Mak
sim
um k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.5
1.0
1.5
2.0
Mak
sim
um k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.1
0.2
0.3
0.4M
inim
um k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.1
0.2
0.3
0.4
Min
imum
klo
rofil
(mg/
m3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
Kuartal 1 Kuartal 2
Kuartal 3 Kuartal 4
0.5
1.0
1.5
2.0
Mak
sim
um k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
0.5
1.0
1.5
2.0
Mak
sim
um k
loro
fil (m
g/m
3)
2002 2003 2004 2005 2006
Tahun
144
6.4.3 Pola distribusi ikan
Pola distribusi ikan ditentukan dengan memperhatikan SPL dan klorofil
ditentukan berdasarkan tipe yang sama dari tipologi tiap jenis ikan. Pada zona A,
B dan C, tipologi umum kategori kalender pada produksi ikan dominan tipe 10
dan 11 pada semua parameter statistik (Gambar 78, 79, 80, dan Tabel 17). Pada
parameter statistik mean dan median kategori kalender, tipologi dengan produksi
ikan adalah tipe 10 di setiap zona. Pada kategori musim, tipologi umum pada
mean dan standar deviasi dengan produksi ikan adalah tipe 11 pada setiap zona
(Gambar 81, 82, 83, dan Tabel 18).
Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan produktivitas
ikan, pada parameter statistik mean adalah tipe 3 di setiap zona. Pada parameter
statistik maksimum, tipe 8 di setiap zona (Gambar 84, 85, 86, dan Tabel 19).
Pada kategori musim, tipologi umum dengan produktivitas di zona A adalah tipe
10 pada parameter statistik mean, median dan modus. Pada zona B, tipologi
umum kategori musim dengan produktivitas didominasi tipe 11. Pada zona C,
tipologi umum kategori musim dengan produktivitas adalah tipe 10 pada
parameter statistik modus, minimum, dan maksimum (Gambar 87, 88, 89, dan
Tabel 20).
Pada kategori kalender, tipologi umum SPL dan klorofil dengan densitas
ikan pada semua parameter statistik cenderung tipe 11 di setiap zona (Gambar 92,
93, 94, dan Tabel 20). Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
densitas ikan cenderung tipe 11 pada semua parameter statistik, kecuali modus
dan minimum di setiap zona (Gambar 95, 96, 97, dan Tabel 21).
Hasil tipologi umum tersebut diatas merupakan output dari S-PLUS 2000
sebagaimana terdapat pada Lampiran 20, 21, 22, 23, 24, dan 25. Hasil tipologi
tersebut diatas menunjukkan pola distribusi ikan di zona A dan C adalah tipe 10,
skala waktu kuartal musim, dengan data produktivitas ikan. Pola distribusi ikan di
zona B adalah tipe 3, skala waktu kuartal kalender, dan data produktivitas ikan.
145
Gambar 78 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan produksi
ikan di zona A.
Gambar 79 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan produksi ikan di zona B.
146
Gambar 80 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan produksi ikan di zona C.
Tabel 17 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan produksi ikan.
Parameter statistik
Tipe hubungan SPL dan klorofil dengan produksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mean A B C
Median A B C
Modus A B C
Standar deviasi A B C
Range A B C
Minimum A B C
Maksimum A B C
Keterangan: huruf A, B, dan C adalah zona dalam penelitian ini.
147
Gambar 81 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan produksi
ikan di zona A.
Gambar 82 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan produksi
ikan di zona B.
148
Gambar 83 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan produksi ikan di zona C.
Tabel 18 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan produksi ikan. Parameter
statistik Tipe hubungan SPL dan klorofil dengan produksi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mean A B C
Median A B C
Modus A B C
Standar deviasi A B C
Range A B C
Minimum A B C
Maksimum A B C
Keterangan: huruf A, B, dan C adalah zona dalam penelitian ini.
149
Gambar 84 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
produktivitas ikan di zona A.
Gambar 85 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
produktivitas ikan di zona B.
150
Gambar 86 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan produktivitas ikan di zona C.
Tabel 19 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
produktivitas. Parameter
statistik Tipe hubungan SPL dan klorofil dengan produktivitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mean A B C
Median A B C
Modus A B C
Standar deviasi A B C
Range A B C
Minimum A B C
Maksimum A B C
Keterangan: huruf A, B, dan C adalah zona dalam penelitian ini.
151
Gambar 87 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan produktivitas ikan di zona A.
Gambar 88 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan produktivitas ikan di zona B.
152
Gambar 89 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan produktivitas ikan di zona C.
Tabel 20 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan produktivitas ikan.
Parameter statistik
Tipe hubungan SPL dan klorofil dengan produktivitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mean A B C
Median A B C
Modus A B C
Standar deviasi A B C
Range A B C
Minimum A B C
Maksimum A B C
Keterangan: huruf A, B, dan C adalah zona dalam penelitian ini.
153
Gambar 90 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan densitas
ikan di zona A.
Gambar 91 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan densitas ikan di zona B.
154
Gambar 92 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan densitas ikan di zona C.
Tabel 21 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan densitas ikan.
Parameter statistik
Tipe hubungan SPL dan klorofil dengan densitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mean A B C
Median A B C
Modus A B C
Standar deviasi A B C
Range B C A
Minimum B C A
Maksimum A B C
Keterangan: huruf A, B, dan C adalah zona dalam penelitian ini.
155
Gambar 93 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan densitas
ikan di zona A.
Gambar 94 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan densitas ikan di zona B.
156
Gambar 95 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan densitas
ikan di zona C.
Tabel 22 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan densitas ikan.
Parameter statistik
Tipe hubungan SPL dan klorofil dengan densitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mean A B C
Median A B C
Modus A B C
Standar deviasi A B C
Range A B C
Minimum A B C
Maksimum A B C
Keterangan: huruf A, B, dan C adalah zona dalam penelitian ini.
157
6.4.4 Pola kelimpahan ikan
Pola kelimpahan ikan ditentukan berdasarkan korelasi parsial SPL dan
klorofil dengan produksi, produktivitas, dan densitas ikan. Pada skala waktu
kuartal kategori kalender, hasil analisis korelasi parsial SPL dan klorofil dengan
produksi di zona A, menunjukkan signifikan dengan klorofil parameter statistik
standar deviasi pada kembung. Analisis korelasi parsial SPL dan klorofil dengan
produktivitas menunjukkan signifikan dengan SPL parameter statistik mean,
median, modus, minimum, dan maksimum pada 5 jenis ikan, kecuali lemuru yang
hanya signifikan dengan modus SPL. Selain itu signifikan produktivitas dengan
klorofil parameter statistik range pada kembung. Analisis korelasi parsial SPL
dan klorofil dengan densitas menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan (Tabel 23). Nilai korelasi SPL dan klorofil dengan produksi terdapat
pada Lampiran 26, produktivitas pada Lampiran 27, dan densitas pada
Lampiran 28.
Pada skala waktu kuartal kategori musim, hasil analisis SPL dan klorofil
dengan produksi di zona A, menunjukkan signifikan dengan SPL parameter
statistik standar deviasi, range, dan maksimum. Pada standar deviasi signifikan
dengan kembung, teri, layang, dan selar; parameter statistik range signifikan
dengan kembung dan teri; parameter statistik maksimum signifikan dengan 5 jenis
ikan, kecuali lemuru. Hasil analisis korelasi parsial SPL dan klorofil dengan
produktivitas signifikan dengan SPL dan klorofil parameter statistik modus pada
kembung, teri, tembang, dan layang. Selain itu pada jenis lemuru dan tembang
signifikan dengan klorofil parameter statistik standar deviasi. Hasil analisis
korelasi parsial dengan densitas menunjukkan signifikan dengan SPL parameter
statistik standar deviasi pada kembung, teri, layang, dan selar; dan parameter
statistik range pada kembung (Tabel 24). Nilai korelasi SPL dan klorofil dengan
produksi terdapat pada Lampiran 26, produktivitas pada Lampiran 27, dan
densitas pada Lampiran 28.
Pada skala waktu kuartal kategori kalender di zona B, hasil analisis korelasi
parsial SPL dan klorofil dengan produksi menunjukkan signifikan dengan klorofil
paramater statistik mean, median, standar deviasi, dan minimum pada kembung;
parameter statistik modus, range, dan maksimum signifikan pada kembung dan
158
tembang. Hasil analisis SPL dan klorofil dengan produktivitas menunjukkan
signifikan dengan SPL dan klorofil parameter statistik mean, minimum dan
maksimum pada kembung. Signifikan dengan SPL parameter statistik standar
deviasi pada tembang; parameter statistik range pada lemuru. Hasil analisis SPL
dan klorofil dengan densitas menunjukkan signifikan dengan klorofil parameter
statistik mean dan median pada kembung; parameter statistik modus pada
kembung dan tembang; parameter statistik range pada kembung dan selar;
parameter statistik minimum pada kembung; dan parameter statistik maksimum
pada kembung dan selar (Tabel 25). Nilai korelasi SPL dan klorofil dengan
produksi terdapat pada Lampiran 26, produktivitas pada Lampiran 27, dan
densitas pada Lampiran 28.
Pada skala waktu kuartal kategori musim di zona B, hasil analisis korelasi
parsial SPL dan klorofil dengan produksi menunjukkan signifikan dengan SPL
dan klorofil parameter statistik range pada selar. Signifikan dengan klorofil
parameter statistik mean, median, standar deviasi, dan range pada kembung;
parameter statistik maksimum signifikan pada kembung dan selar. Hasil analisis
korelasi parsial SPL dan klorofil dengan produktivitas, menunjukkan signifikan
dengan SPL dan klorofil parameter statistik mean pada kembung. Signifikan
dengan klorofil parameter statistik median pada kembung, tembang, dan selar;
parameter statistik standar deviasi pada selar; parameter statistik range pada
kembung; dan parameter maksimum pada kembung dan selar. Hasil analisis
korelasi parsial SPL dan klorofil dengan densitas, menunjukkan signifikan dengan
SPL dan klorofil parameter statistik range pada selar. Signifikan dengan klorofil
parameter statistik mean, standar deviasi, range pada kembung; parameter statistik
maksimum pada kembung dan selar (Tabel 26). Nilai korelasi SPL dan klorofil
dengan produksi terdapat pada Lampiran 26, produktivitas pada Lampiran 27, dan
densitas pada Lampiran 28.
Pada skala waktu kuartal kategori kalender di zona C, hasil analisis korelasi
parsial SPL dan kloril dengan produksi, menunjukkan tidak signifikan. Hasil
analisis korelasi parsial SPL dan klorofil dengan produktivitas, menunjukkan
signifikan dengan SPL dan klorofil parameter statistik standar deviasi pada
tembang dan layang. Signifikan dengan SPL parameter standar deviasi pada
159
kembung; parameter statistik range pada tembang dan layang. Signifikan dengan
klorofil parameter statistik standar deviasi pada selar. Hasil analisis korelasi
parsian dengan densitas, menunjukkan tidak signifikan (Tabel 27). Nilai korelasi
SPL dan klorofil dengan produksi terdapat pada Lampiran 26, produktivitas pada
Lampiran 27, dan densitas pada Lampiran 28.
Pada skala waktu kuartal kategori musim di zona C, hasil analisis korelasi
parsial SPL dan Klorofil dengan produksi, menunjukkan signifikan dengan
klorofil parameter statistik standar deviasi pada teri; parameter statistik range dan
maksimum pada kembung, teri, dan lemuru. Hasil analisis korelasi parsial SPL
dan klorofil dengan produktivitas, menunjukkan tidak signifikan. Hasil analisis
korelasi parsial SPL dan klorofil dengan densitas, menunjukkan signifikan dengan
klorofil parameter statistik range pada teri dan lemuru; dan parameter statistik
maksimum pada kembung, teri, dan lemuru (Tabel 28). Nilai korelasi SPL dan
klorofil dengan produksi terdapat pada Lampiran 26, produktivitas pada Lampiran
27, dan densitas pada Lampiran 28.
Tabel 23 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil dengan produksi, produktivitas, dan densitas ikan pada kategori kalender di zona A.
Parameter statistik
kembung teri lemuru tembang layang selar P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D
mean
median
modus
standar deviasi
range
minimum
maksimum
Keterangan: P = produksi; Pv = produktivitas; D = densitas. = korelasi yang signifikan dengan SPL, = korelasi yang signifikan dengan klorofil.
160
Tabel 24 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil dengan produksi, produktivitas, dan densitas ikan pada kategori musim di zona A.
Parameter statistik
kembung teri lemuru tembang layang selar P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D
mean
median
modus
standar deviasi
range
minimum
maksimum
Keterangan: P = produksi; Pv = produktivitas; D = densitas. = korelasi yang signifikan dengan SPL, = korelasi yang signifikan dengan klorofil.
Tabel 25 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil dengan
produksi, produktivitas, dan densitas ikan pada kategori kalender di zona B.
Parameter statistik
kembung teri lemuru tembang layang selar P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D
mean
median
modus
standar deviasi
range
minimum
maksimum
Keterangan: P = produksi; Pv = produktivitas; D = densitas. = korelasi yang signifikan dengan SPL; =korelasi yang signifikan dengan klorofil.
161
Tabel 26 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil dengan produksi, produktivitas, dan densitas ikan pada kategori musim di zona B.
Parameter statistik
kembung teri lemuru tembang layang selar P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D
mean
median
modus
standar deviasi
range
minimum
maksimum
Keterangan: P = produksi; Pv = produktivitas; D = densitas. = korelasi signifikan dengan SPL, = korelasi signifikan dengan klorofil.
Tabel 27 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil dengan
produksi, produktivitas, dan densitas ikan pada kategori kalender di zona C.
Parameter statistik
kembung teri lemuru tembang layang selar P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D
mean
median
modus
standar deviasi
range
minimum
maksimum
Keterangan: P = produksi; Pv = produktivitas; D = densitas. = korelasi signifikan dengan SPL, = korelasi signifikan dengan klorofil.
162
Tabel 28 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil dengan produksi, produktivitas, dan densitas ikan pada kategori musim di zona C.
Parameter statistik
kembung teri lemuru tembang layang selar P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D P Pv D
mean
median
modus
standar deviasi
range
minimum
maksimum
Keterangan: P = produksi; Pv = produktivitas; D = densitas. = korelasi signifikan dengan SPL, = korelasi signifikan dengan klorofil.
6.5 Pembahasan
6.5.1 Deskripsi fluktuasi SPL, klorofil, dan produksi ikan
Fluktuasi bulanan SPL dan klorofil di setiap zona perairan pantai barat
Sulawesi Selatan berbeda. Keragaman fluktuasi SPL di zona C lebih rendah
dibandingkan zona A dan B. Pada zona A, keragaman fluktuasi SPL lebih tinggi
dibandingkan zona B dan C. Perbedaan keragaman fluktuasi SPL
mengindikasikan fluktuasi SPL di zona C lebih stabil dibandingkan zona A dan B.
Kestabilan SPL di zona C berkaitan dengan posisi geografi, dimana perairan
pantai di zona C yang terletak di bagian utara dominan dipengaruhi aliran massa
air Selat Makassar yang sepanjang tahun mengalir dari utara ke selatan. Berbeda
dengan perairan pantai zona A dan B yang terletak bagian selatan Sulawesi,
walaupun berada pada aliran massa air Selat Makassar namun juga dipengaruhi
angin munson. Secara bergantian antara musim timur dan barat menyebabkan
arah aliran massa air berbeda yang berdampak terhadap perubahan SPL. Pada
musim timur (Juni-September) massa air di perairan Indonesia bergerak dari timur
ke barat dengan volume yang besar dari Laut Banda pada bagian permukaan akan
menyebabkan penaikan massa air (up welling) untuk menggantikan massa air
yang keluar (Nontji 1987) atau Ekman Up Welling (Gordon 2005). Penaikan
massa air menyebabkan massa air yang dingin pada lapisan bawah akan terangkat
163
menyebabkan SPL lapisan permukaan lebih dingin atau rendah dibandingkan pada
musim barat. Massa air yang dingin tersebut juga akan masuk ke Selat Makassar
bagian selatan Sulawesi, sehingga perairan bagian selatan Sulawesi dipengaruhi
munson ( Masumoto dan Yamagata 1993). Sifat munson yang mempengaruhi
perairan zona A dan B, sehingga menyebabkan SPL di zona A lebih rendah pada
bulan Juni-September dibandingkan zona C.
Pada klorofil, keragaman di zona A lebih rendah dibandingkan zona B
dan C, dimana keragaman fluktuasi klorofil di zona C lebih tinggi dibandingkan
zona A dan B. Perbedaan fluktuasi bulanan SPL dan klorofil menunjukkan
adanya perbedaan kondisi perairan di perairan pantai barat Sulawesi Selatan.
Perbedaan fluktuasi SPL dan klorofil di setiap zona adalah juga gambaran umum
perairan di Indonesia, yang dipengaruhi oleh munson sebagai pengaruh utama.
Selain itu pada perairan pantai juga dipengaruhi oleh topografi dan garis pantai
(Birowo 1982). Selain perbedaan karena munson, tingginya klorofil di zona A
disebabkan karakteristik perairan. Zat hara dibutuhkan oleh plankton untuk
bertumbuh khususnya phytoplankton sebagai produsen dalam proses fotosintesa
(Grahame 1987; Nybakken 1982). Ketersediaan zat hara yang tinggi di perairan
Indonesia dipengaruhi, 1) penambahan zat hara dari daratan yang terbawa aliran
sungai; 2) adanya pengadukan (turbulensi); dan 3) penaikan massa air (up
welling). Proses perombakan atau regenerasi zat hara berlangsung di dasar
perairan. Pada perairan dangkal hasil perombakan zat hara akan mudah terangkat
ke lapisan permukaan atau ke lapisan euphotik (lapisan di bagian lautan yang
terkena cahaya matahari) akibat percampuran secara menegak (tubulensi),
sehingga ketersediaan zat hara dapat berlangsung terus menerus. Berbeda dengan
perairan laut dalam yang hanya dapat terjadi jika adanya penaikan massa air dan
hal ini hanya terjadi pada lokasi tertentu (Birowo 1982). Dengan demikian
konsentrasi klorofil yang lebih tinggi di zona A dibandingkan zona C karena
karakteristik perairan pantai zona A yang dangkal sehingga ketersediaan zat hara
yang dibutuhkan fitoplankton lebih banyak dibandingkan zona C.
Posisi geografi dari setiap zona di perairan pantai barat Sulawesi Selatan
sebagai penyebab utama adanya perbedaan keragaman pada SPL dan klorofil.
Kawasan perairan zona A, berdasarkan posisi geografi berada di bagian selatan
164
Sulawesi Selatan. Hasil penelitian Masumoto dan Yamagata (1993) yang
membuat simulasi sirkulasi musiman (munson) di perairan Indonesia,
menunjukkan pada musim barat massa air dari Laut Jawa juga berbelok ke Selat
Makassar. Pada musim timur, aliran massa air di bagian selatan Sulawesi Selatan
di pengaruhi aliran utama Selat Makassar yang bergerak dari utara ke selatan.
Perbedaan aliran massa air tersebut, dari hasil citra satelit menunjukkan dibagian
selatan Sulawesi Selatan (zona A), SPL lebih hangat pada musim barat
dibandingkan musim timur (Gordon et al. 2003; Gordon 2005). Dengan
demikian tingginya keragaman fluktuasi SPL di zona A dibandingkan zona B dan
C akibat pengaruh munson. Pada zona C, dari citra satelit menunjukkan dalam
kurun waktu tahun 2002-2006 fluktuasi SPL bulanan bervariasi namun cenderung
lebih hangat dibandingkan zona A dan B (Lampiran 13). Fluktuasi SPL
sebagaimana hasil analisis Gordon et al. (2003) menggunakan citra satelit
menunjukkan pada posisi geografi zona C cenderung lebih hangat dibandingkan
zona A dan B, baik pada musim barat maupun musim timur.
Pada fluktuasi klorofil, dari citra satelit menunjukkan pada bagian pantai
zona A cenderung konsentrasi klorofil lebih tinggi dibandingkan zona B dan C.
Perubahan klorofil berdasarkan munson menunjukkan bahwa pada musim timur
konsentrasi klorofil lebih tinggi dibandingkan musim barat dari hasil analisis citra
satelit oleh Gordon (2005). Namun citra satelit tersebut pada bagian selatan
Sulawesi Selatan konsentrasi klorofil cenderung stabil, khususnya pada bagian
pantai. Perbedaan konsentrasi klorofil pada musim timur dan barat adalah pada
musim timur luasan konsentrasi klorofil lebih luas dibandingkan musim barat.
Citra satelit hasil analisis Gordon (2005), pada perairan pantai di bagian utara
Sulawesi selatan (zona C) menunjukkan konsentrasi yang cenderung stabil, baik
musim timur maupun musim barat, namun konsentrasi klorofil pada bagian utara
Sulawesi Selatan lebih rendah dibandingkan bagian selatan.
Klorofil berkaitan dengan produktivitas primer, dimana produktivitas primer
didefinisikan sebagai laju produksi senyawa organik dari senyawa anorganik
lewat proses fotosintesis. Proses fotosintesis di alam hanya dapat berlangsung
pada tumbuh-tumbuhan yang mengandung klorofil (Birowo 1982; Nybakken
1982; Grahame 1987). Tumbuh-tumbuhan dalam hal ini fitoplankton
165
membutuhkan zat hara untuk proses produksi dan melakukan fotosintesis.
Konsentrasi zat hara di perairan dangkal dan laut dalam berbeda. Pada laut
dangkal, dimana konsentrasi zat hara tinggi pada kolon air akan mudah terangkat
ke lapisan permukaan sebagai akibat dari proses percampuran secara vertikal.
Pada perairan laut dalam atau laut terbuka akan terbentuk stratifikasi thermal atau
lapisan thermoklin, dimana kerapatan massa air berbeda antara lapisan permukaan
dengan lapisan dalam. Struktur thermal yang semakin dalam mengakibatkan sulit
terjadi proses percampuran secara vertikal, akibatnya zat hara tidak terangkat ke
bagian permukaan (Birowo 1982; Nybakken 1992). Dengan demikian perbedaan
konsentrasi klorofil, dimana zona A lebih tinggi dibandingkan zona C terindikasi
dari perbedaan struktur kedalaman perairan. Perairan pantai zona C adalah
perairan terbuka, sedangkan perairan zona A, dangkal dan merupakan gugusan
pulau-pulau.
Pada perhitungan SPL dan klorofil dari bulanan menjadi kuartalan
menggunakan parameter statistik dengan perbedaan kategori skala waktu, yaitu
kategori kalender dan musim. Fluktuasi mean SPL menunjukkan adanya
perbedaan antara kategori kalender dan musim. Pada kuartal 3 kategori kalender,
zona C lebih hangat dibandingkan zona A dan B, namun pada kategori musim
zona C lebih dingin dibandingkan zona A dan B. Pada kuartal 4 kategori musim
fluktuasi mean SPL lebih dingin dibandingkan kuartal 4 kategori kalender di
setiap zona. Fluktuasi mean SPL, baik kategori kalender maupun musim
menunjukkan zona B cenderung lebih hangat dibandingkan zona A dan C.
Fluktuasi modus SPL pada kuartal 4 kategori kalender lebih hangat dibandingkan
kuartal 4 kategori musim di setiap zona. Pada fluktuasi maksimum SPL, kuartal 2
kategori kalender lebih hangat dibandingkan kuartal 2 kategori musim di setiap
zona. Fluktuasi maksimum SPL menunjukkan zona B cenderung lebih hangat
dibandingkan zona A dan C, baik kategori kalender maupun kategori musim.
Berdasarkan parameter statistik ukuran pemusatan data, fluktuasi mean
klorofil di zona A lebih tinggi dibandingkan zona B dan C pada setiap kuartal,
kecuali kuartal 1 kategori musim. Pada fluktuasi modus klorofil juga
menunjukkan zona A lebih tinggi dibandingkan zona B dan C, kecuali pada
kuartal 1 kategori kalender. Pada fluktuasi maksimum klorofil, zona A cenderung
166
lebih tinggi dibandingkan zona B dan C, namun terdapat variasi fluktuasi
kuartalan klorofil pada setiap tahun (2002-2006) yang berbeda antara kategori
kalender dan musim. Kecenderungan perbedaan konsentrasi klorofil berdasarkan
parameter statistik mean, modus, dan maksimum pada setiap kuartal merupakan
klasifikasi adanya perbedaan kondisi ekosistim diantara zona pada perairan pantai
barat Sulawesi Selatan. Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi
klorofil yang lebih tinggi di zona A karena tipe perairan pantai yang dangkal,
sehingga proses pengadukan akan mencapai dasar perairan dimana terdapat zat
hara hasil perombakan yang akan mudah terangkat ke lapisan permukaan. Selain
itu pengaruh munson di perairan zona A. Berbeda dengan zona B dan C yang
relatif dalam, dimana pengadukan perairan bergantung pada proses penaikan
massa air dan kedalaman lapisan termoklin.
Fluktuasi kuartalan SPL dan klorofil berdasarkan parameter statistik mean,
modus, dan maksimum, baik kategori kalender maupun musim menunjukkan
variasi fluktuasi tahunan (2002-2006) yang berbeda pada setiap kuartal, baik
kategori kalender maupun kategori musim. Fluktuasi SPL sebagaimana uraian
tersebut di atas, cenderung zona B lebih hangat dibandingkan zona A dan C.
Fluktuasi kuartalan klorofil berdasarkan parameter statistik menunjukkan zona A
cenderung lebih tinggi dibandingkan zona B dan C. Terdapat perbedaan fluktuasi
kuartalan antara kategori kalender dan musim di setiap zona, mengindikasikan
dibutuhkan penggunaan parameter statistik agar dapat mendefinisikan variasi
fluktuasi kondisi oseanografi. Fluktuasi SPL dan klorofil merupakan faktor
oseanografi utama yang sering digunakan untuk mengetahui ketahui keberadaan
dan kelimpahan ikan. Variabilitas pada kondisi lingkungan laut akan
menyebabkan terjadi pergeseran kelimpahan ikan dalam jangka waktu tertentu
pada suatu wilayah perairan dan ini berdampak terhadap ketersediaan ikan untuk
perikanan (Bakun et al. 1982; Kawasaki 1991; Bakun 1996).
Fluktuasi kuartalan kelimpahan ikan di setiap zona mengindikasikan adanya
respons ikan terhadap fluktuasi perubahan kondisi lingkungan laut. Selain faktor
oseanografi, posisi geografi zona A, B, dan C di perairan pantai barat Sulawesi
Selatan menunjukkan perbedaan kondisi ekosistem dan terdapat fluktuasi
kuartalan berdasarkan faktor produksi perikanan tangkap, yaitu produksi,
167
produktivitas, dan densitas yang berbeda di setiap zona. Pada fluktuasi produksi
ikan, zona A yang dominan adalah jenis kembung, zona B dan C dominan jenis
layang. Pada fluktuasi produktivitas ikan di zona A, jenis teri lebih besar
dibandingkan jenis lainnya pada setiap kuartal. Pada zona B, fluktuasi
produktivitas jenis layang lebih besar dibandingkan jenis lainnya pada setiap
kuartal. Pada zona C, fluktuasi produktivitas jenis layang lebih besar
dibandingkan jenis lainnya pada setiap kuartal. Pada fluktuasi densitas ikan, zona
A yang tinggi adalah jenis kembung pada setiap kuartal. Pada zona B, fluktuasi
densitas ikan yang tinggi adalah jenis layang pada setiap kuartal. Pada zona C,
fluktuasi densitas ikan yang tinggi adalah jenis layang.
Perbedaan kelimpahan ikan di setiap zona berdasarkan faktor produksi
perikanan tangkap sebagaimana diuraikan sebelumnya, mengindikasikan posisi
geografi dan ekosistem berpengaruh terhadap perbedaan tersebut. Faktor
lingkungan merupakan faktor utama yang menentukan perubahan kelimpahan
ikan pelagis kecil (Bakun 1996; Cury et al. 2000; Fréon et al. 2005). Faktor
lingkungan berdasarkan fluktuasi SPL dan klorofil telah mengindikasikan adanya
perbedaan pada setiap zona yang memiliki keunikan ekosistem. Selain itu
perbedaan berdasarkan faktor produksi perikanan tangkap berkaitan dengan
peluang penangkapan. Peluang tertangkap suatu jenis ikan lebih banyak
dibandingkan jenis lainnya oleh berbagai jenis unit penangkapan, karena
konsentrasi jenis ikan tertentu lebih tinggi dibandingkan jenis ikan lainnya.
Dengan demikian perbedaan dalam faktor produksi perikanan tangkap
mengindikasikan keunikan ekosistem dimana aktivitas penangkapan dilakukan.
Keunikan ekosistem yang menyebabkan adanya perbedaan jenis ikan yang
dominan pada setiap zona. Jenis kembung berada pada pelagik neritik dan relatif
berada pada kedalaman dengan kisaran 20-90 m. (http://www.fishbase.org/
Summary/SpeciesSummary.php?id=111) yang diakses tanggal 20 Januari 2010.
Jenis ikan layang bersifat benthopelagic dan berada kisaran kedalaman 40-275 m
(http://www.fishbase.org/Summary/SpeciesSummary.php?id=374) yang diakses
pada tanggal 20 Januari 2010.
Keunikan ekosistem pada perairan pantai barat Sulawesi Selatan dapat
terlihat dari penelitian Anggraini (2008) dan Najamuddin 2004). Penelitian
168
Anggraini (2008) di perairan kabupaten Pangkep menunjukkan jumlah hasil
tangkapan ikan layang tertinggi sebesar 1 291 kg pada SPL 29.00C. Penelitian
Najamuddin (2004) di perairan Mamuju dan Majene menunjukkan jumlah hasil
tangkapan ikan layang tertinggi sebesar 5 042 kg pada SPL 29.00C. Perairan
kabupaten Pangkep dalam penelitian ini adalah zona A dan perairan kabupaten
Majene dan Mamuju adalah zona C. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan
kelimpahan ikan layang yang lebih besar di zona C dibandingkan zona A. Selain
itu hasil penelitian tersebut juga mengindikasikan habitat ikan layang di perairan
pantai barat Sulawesi Selatan berada pada SPL 290C.
6.5.2 Pengaruh fluktuasi SPL dan klorofil terhadap pola distribusi dan kelimpahan ikan.
Keberadaan ikan pada suatu perairan menjelaskan prilaku ekologis terhadap
fluktuasi kondisi lingkungan. Prilaku ekologis adalah respons ikan untuk
mendapatkan kondisi lingkungan yang sesuai dengan aktivitas, misalnya mencari
makan, rekruitmen, pertumbuhan dan berbagai aktivitas lainnya yang berkaitan
dengan fungsi fisiologi dan biologi. Prilaku ekologis yang menyebabkan ikan
terkonsentrasi pada lokasi tertentu dalam suatu perairan. Tipologi SPL dan
klorofil adalah pemetaan untuk mengetahui respons ikan pelagis kecil terhadap
fluktuasi SPL dan klorofil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan. Keberadaan
ikan pada suatu lokasi perairan, karena sesuai dengan kondisi lingkungan yang
dibutuhkan (Laevastu dan Hayes 1982; Bakun 1996; Agenbag et al. 2003; Fréon
et al. 2005; Bellido et al. 2008; Martin et al. 2008).
Analisis dengan grafik biplot untuk menentukan keberadaan ikan
berdasarkan fluktuasi SPL dan klorofil menunjukkan kecenderungan tipologi yang
berbeda pada skala waktu kalender dan musim di zona A, B, dan C. Namun
analisis biplot berdasarkan densitas ikan cenderung menunjukkan tipe 11, baik
pada skala waktu kalender maupun musim di setiap zona. Tipe 11 adalah
keberadaan ikan tidak menunjukkan secara spesifik terhadap fluktuasi SPL dan
klorofil. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa untuk menentukan keberadaan
ikan berdasarkan densitas, tidak dapat mengklarifikasi secara spesifik akibat
fluktuasi SPL dan klorofil di setiap zona.
169
Analisis biplot berdasarkan produksi dan produktivitas menunjukkan
kecenderungan keberadaan ikan adalah tipe 10 di zona A dan C, sedangkan di
zona B adalah tipe 3. Tipe 10 adalah ikan ada di perairan SPL rendah hingga
tinggi pada klorofil rendah. Tipe 3 adalah ikan ada di perairan dengan SPL tinggi
pada klorofil rendah. Tipologi tersebut mengindikasikan bahwa respons ikan di
setiap zona cenderung dipengaruhi fluktuasi SPL atau dengan kata lain klorofil
tidak berpengaruh terhadap pola distribusi ikan. Klorofil sebagai indikator
produktivitas perairan, pada setiap kuartal dalam kurun waktu tahun 2002-2006
klorofil di zona A cenderung lebih tinggi dibandingkan zona B dan C. Fluktuasi
klorofil yang cenderung stabil, karena ketersediaan zat hara yang dibutuhkan
fitoplankton selalu tersedia berdampak terhadap konsentrasi klorofil. Kondisi
tersebut akan menyebabkan ikan merespons faktor lingkungan lain dalam hal ini
SPL. Hal tersebut di duga karena ketersediaan klorofil yang stabil, sehingga tetap
berada dalam batas toleransi, akibatnya ikan pelagis kecil akan cenderung
merespons fluktuasi SPL. Sebagaimana asas ekologi bahwa apabila unsur
kebutuhan dibawah toleransi minimum suatu spesies, maka spesies tersebut akan
menghindar (Odum 1994; Nybakken 1982). Terdapat perbedaan konsentrasi
klorofil diantara zona namun dapat dikatakan pola distribusi ikan di perairan
pantai barat Sulawesi Selatan berada pada konsentrasi klorofil rendah. Hal
tersebut dapat terjadi selain penjelasan sebelumnya berdasarkan asas ekologi, juga
dapat diduga hubungan fungsional dalam rantai makanan. Dalam rantai makanan
terdapat berbagai tingkatan tropik, dimana fitoplankton adalah produser primer,
tingkatan berikutnya adalah zooplankton, ikan pemakan plankton, dan ikan
omnivora (Grahame 1987; Smith dan Link 2005). Dalam rangkaian rantai
makanan tersebut dapat saja terjadi diperairan pantai barat Sulawesi Selatan telah
terjadi proses grazing oleh zooplankton, dimana dalam penelitian ini tidak
dilakukan pengamatan zooplankton. Komposisi makanan ikan pelagis kecil
umumnya zooplankton (Widodo et al 1994), dengan demikian jika terjadi proses
grazing maka fitoplankton rendah sehingga dapat dipahami mengapa pola
distribusi ikan di perairan pantai barat Sulawesi Selatan relatif sama.
Parameter statistik yang digunakan untuk mensimulasi perubahan SPL dan
klorofil di setiap zona bertujuan untuk mendefinisikan variasi fluktuasi SPL dan
170
klorofil, sehingga dengan tepat dapat mengklarifikasi hubungan dengan faktor
produksi perikanan tangkap (Bakun 1996). Penggunaan pendekatan parameter
statistik, menunjukkan respon ikan terhadap perubahan SPL dan klorofil di setiap
zona berbeda sebagaimana teridentifikasi dari koefisien korelasi yang signifikan.
Penilaian berdasarkan korelasi parsial juga dilakukan dengan mempertimbangkan
faktor delay dalam perhitungan data bulanan SPL dan klorofil menjadi kuartalan,
pendekatan faktor delay dengan asumsi pengaruh faktor lingkungan akan
berdampak kemudian.
Keeratan hubungan dalam analisis korelasi parsial harus dipahami sebagai
batas-batas nilai kesalahan 5% (α = 0,05) dari sejumlah sampel, sehingga
signifikan atau tidak sangat bergantung pada jumlah sampel (n), dimana makin
besar n makin rendah batas signifikan (Hadi 2004). Dapat dipahami bahwa
jumlah sampel di zona C adalah n=10 dibandingkan zona A dan B yang memiliki
n=18, sehingga koefisien korelasi sebesar 0,5 di zona C belum menunjukkan
korelasi signifikan sebagaimana di zona A dan B.
Bentuk hubungan antara kelimpahan ikan dengan fluktuasi SPL dan klorofil
bersifat kompleks, karena perubahan SPL dan klorofil terjadi sebagai akibat
interaksi antara atmosfir dan lautan, selain itu keberadaan ikan pada suatu perairan
juga merupakan sebab dari proses fisika-biologi, mortalitas dan pertumbuhan,
serta proses tingkah laku ikan untuk mencari habitat yang sesuai (Jennings et al.
2001). Selain itu mendefinisikan data kurun waktu yang bervariasi dari suatu
rangkaian waktu cukup sulit untuk memilah hubungan yang empiris (Bakun
1996).
Penggunaan parameter statistik untuk mendefinisikan variasi fluktuasi SPL
dan klorofil telah mandefinisikan bentuk hubungan SPL dengan faktor produksi
perikanan tangkap. Korelasi signifikan di zona A, produktivitas ikan dengan SPL
berdasarkan parameter statistik ukuran pemusatan data kategori kalender.
Signifikansi ukuran pemusatan data tersebut mengindikasikan respons ikan
terhadap SPL berada pada kisaran tertentu dalam fluktuasi SPL di zona A. Lebih
lanjut signifikansi SPL dengan produksi ikan pada kategori kalender di zona A,
dapat dijelaskan menggunakan mean SPL dan modus SPL. Pada kategori
kalender kisaran perubahan mean SPL adalah 26,6 – 28,80C dan kisaran modus
171
SPL adalah 26,5-29,30C dalam kurun waktu tahun 2002-2006 (data pada
Lampiran 20), sehingga dapat diklarifikasi bahwa kelimpahan ikan di zona A
berada pada kisaran perubahan SPL sebagaimana parameter statistik mean dan
modus tersebut dengan produktivitas.
Pada zona B, korelasi signifikan antara klorofil dengan produksi dan
densitas ikan, baik kategori kalender maupun musim. Koefisen korelasi signifikan
menunjukkan negatif, dimana terdapat hubungan yang berlawanan antara fluktuasi
klorofil dengan produksi maupun densitas ikan. Respons ikan di zona B
sebagaimana tipologi SPL dan klorofil dengan produktivitas ikan pada kategori
kalender yang menunjukkan tipe 3 pada parameter statistik mean, median, dan
minimum. Tipe 3 adalah keberadaan ikan di perairan dengan SPL tinggi pada
klorofil rendah, yang mana tipe ini menjelaskan signifikan yang negatif antara
klorofil dengan produktivitas ikan. Respons ikan di zona B dapat dijelaskan
sebagai proses ekologi, dimana organisme-organisme dapat memiliki kisaran
toleransi yang lebar pada satu faktor dan kisaran yang sempit pada faktor lain,
sebagaimana hukum toleransi Shelford (Odum 1994). Signifikansi di zona C sulit
untuk diidentifikasi, karena cenderung tidak signifikan. Sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya bahwa nilai signifikan berkaitan dengan banyaknya data
yang digunakan.
Pada kategori musim, produktivitas di zona A signifikan dengan SPL dan
klorofil yang dijelaskan parameter statistik modus. Perbedaan signifikan pada
kategori kalender dan musim mengindikasikan bahwa aktivitas ikan melakukan
penyesuaian dengan perubahan kondisi lingkungan, baik SPL maupun klorofil.
Korelasi signifikan berdasarkan fluktuasi SPL dan klorofil menunjukkan setiap
jenis ikan memiliki toleransi terhadap perubahan kondisi oseanografi, dimana
tingkat toleransi bergantung pada habitat asli (Bellido et al. 2008; Martin et al.
2008). Ikan umumnya memiliki kisaran terhadap lingkungan berdasarkan letak
lintang, dimana kisaran tolorensi akan semakin sempit pada lintang tropis (Odum
1994; Jennings et al. 2001). Sebagaimana hasil penelitian di Laut Cina Selatan,
kajian standing stock menjelaskan kepadatan ikan pelagis yang semakin
berkurang dengan meningkatnya suhu perairan dan konsentrasi klorofil kurang
berpengaruh (Masrikat et al. 2009).
172
Tidak mudah untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan korelasi
yang signifikan antara SPL dan klorofil dengan faktor produksi perikanan tangkap
di setiap zona perairan pantai barat Sulawesi Selatan. Misalnya di zona A,
hubungan SPL dan klorofil dengan produktivitas yang menunjukkan pada kategori
kalender signifikan dengan SPL, tetapi pada kategori musim signifikan dengan
SPL dan klorofil yang dijelaskan parameter statistik modus. Jika memperhatikan
variasi fluktuasi modus klorofil dalam kurun waktu tahun 2002-2006 terdapat
perbedaan antara kategori kalender dan musim. Sebagaimana diketahui setiap
jenis ikan maupun ukuran membutuhkan kondisi lingkungan yang berbeda dalam
aktivitas (Laevastu dan Hayes 1982). Dengan demikian penelitian dengan
pendekatan biologi dan ekologi (biologi perikanan dan rantai makanan),
dibutuhkan untuk dapat menjelaskan secara konprehensif fenomena keberadaan
dan kelimpahan ikan di setiap zona perairan pantai barat Sulawesi Selatan yang
memiliki keunikan ekosistem.
Namun demikian dari hasil ini telah menunjukkan pentingnya penggunaan
parameter statistik untuk mendefinisikan variasi data fluktuasi kondisi oseanografi
(SPL dan klorofil). Parameter statistik menjelaskan terdapat variasi SPL dan
klorofil yang berbeda pada setiap kuartal di setiap zona yang memiliki keunikan
ekosistem. Selain itu penggunaan pendekatan skala waktu yang berbeda, juga
menunjukkan adanya variasi fluktuasi pada setiap kuartal dan berbeda di setiap
zona. Perbedaan variasi fluktuasi SPL dan klorofil yang didefenisikian dengan
parameter statistik pada kategori kalender dan musim, menunjukkan respons ikan
yang berbeda yang diketahui dari signifikansi korelasi parsial.
6.6 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis SPL dan klorofil dapat disimpulkan sebagai
berikut:
(1) Fluktuasi SPL dan klorofil bulanan dalam kurun waktu tahun 2002-2006
menunjukkan keragaman fluktuasi SPL di zona C lebih kecil dibandingkan
zona A dan B. Keragaman fluktuasi klorofil di zona A lebih kecil
dibandingkan zona B dan C.
(2) Perubahan kuartalan produksi ikan menunjukkan jenis ikan kembung
dominan di zona A, jenis ikan layang dominan di zona B dan C.
173
(3) Pola distribusi ikan di zona A dan C pada skala waktu kategori musim dengan
produktivitas ikan menunjukkan berada pada klorofil rendah. Pola distribusi di
zona B pada skala waktu kalender dengan produktivitas menunjukkan berada
pada SPL tinggi dengan klorofil rendah.
(4) Pola kelimpahan ikan di zona A berhubungan erat dengan fluktuasi SPL pada
kategori kalender, sedangkan pada kategori musim berhubungan erat dengan
SPL dan klorofil berdasarkan parameter statistik modus.
(5) Kelimpahan ikan di zona B berkorelasi signifikan negatif dengan fluktuasi
klorofil, baik kategori kalender maupun musim.
(6) Kelimpahan ikan di zona C cenderung tidak menunjukkan korelasi signifikan
dengan fluktuasi SPL dan klorofil, baik kategori kalender maupun musim.