Hubungan Arsitektur Tajuk dengan Fotosintesis, Produksi ... · daun dan luas daun memberikan dampak...
Transcript of Hubungan Arsitektur Tajuk dengan Fotosintesis, Produksi ... · daun dan luas daun memberikan dampak...
HUBUNGAN ARSITEKTUR TAJUK DENGAN FOTOSINTESIS, PRODUKSI DAN KANDUNGAN
MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
INCE RADEN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Studi Arsitektur Tajuk Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Hubungannya dengan Fotosintesis, Produksi dan Kandungan Minyak” adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2009
Ince Raden NRP A361050081
ABSTRACT
INCE RADEN. Shoot Architecture and Its Relation to Photosynthesis, Production, and Seed Oil Content of Physic Nut (Jatropha curcas L.). Under supervisory of Bambang Sapta Purwoko as a chairman, Hariyadi, Munif Ghulamahdi, and Edi Santosa as members of the advisory committee.
Experiments on physic nut were conducted (1) to analyze branching and shoot pattern, and to observe flowering at various shoot architectures, (2) to determine physiological characteristics, leaf phyllotaxis and leaf morphology at canopy for determining reference’s leaf for photosynthetic measurement (3) to study shoot architecture with special emphasis on the number of primary branches that support optimum growth, production and oil content, and (4) to study shoot architecture by managing primary and secondary branches to support growth, production and oil content.
First experiment consisted of four treatments; those were stem pruned at height of 20 cm (T20), 30 cm (T30), 40 cm (T40) from soil surface, and control without stem pruning (T0). Second experiment observed morphological and physiological character of leaf with single factor, i.e., leaf age. Third experiment consisted of ten treatments, i.e., control, T20= stem was pruned at height of 20 cm from soil surface and without control on number of primary branches, T20-2= pruned at 20 cm and two primary branches, T20-3= pruned at 20 cm and three primary branches, T30= pruned at 30 cm and without control on number of primary branches, T30-2= pruned at 30 cm and two primary branches, T30-3= pruned at 30 cm and three primary branches, T40= pruned at 40 cm and without control on number of primary branches, T40-2= pruned at 40 cm and two primary branches, and T40-3= pruned 40 cm and three primary branches. Fourth experiment consisted of five treatments, those were K= control, TbP-2S = without control on number of primary branches and two secondary branches, 2P-2S= two primary branches and two secondary branches, 2P-3S= two primary branches and three secondary branches, 3P-3S= three primary branches and three secondary branches.
Result showed that physic nut tree formed branch before and after flowering. Primary branches were distributed spirally and the inflorescences were located at terminal apex. Canopy architecture naturally was conical, whereas plant canopy experienced with pruning became columnar. Physic nut leaf had phyllotaxy 5/13 with angular degree 1380. Chlorophyll a, b, and total content reached maximum at 9 week after immature leaf initial, i.e., 0.45 g/cm2, 0.19 g/cm2, and 0.62 g/cm2, respectively. Photosynthetic rate gained maximum at 6 week, i.e., 8.99 µmole CO2 /m2/s. Physic nut leaves had stomata at both upper and lower side of leaf. This finding implies that leaf number 11 to 13 from immature or aged 6 weeks after initial could be used as reference for photosynthetic measurement. Moreover, pruning practice increased seed production particularly stem pruning at height of 30 cm to 40 cm from soil followed by maintaining three primary branches or more. Regarding the seed production at first year, pruning main stem and control branch number substantially increased the seed production. T40 produced seed 323.81 g/plant equal to 0.810 ton/ha, while T30-3 produced 320.61 g/plant equal to 0.802 ton/ha with oil yield 244.56 kg/ha and 276.61 kg/ha,
respectively. The high productivity was concomitant with highest photosynthesis rate on treatment T40 (8.10 µmole CO2/m2/s). Similarly, controlling number of secondary branches increased production on physic nut, however, this role applicable only if the number of primary branch was maintained more than three (TbP-2S). Under this circumstance, the treatment produced seed 151.92 g/ plant equal to 0.380 ton per ha (≈ 117.52 kg crude oil per ha) with photosynthesis rate reaching 9.64 µmole CO2/m2/s.
Key words: analyses of branches, oil content, photosynthesis, production, pruning
RINGKASAN INCE RADEN. Hubungan Arsitektur Tajuk dengan Fotosintesis, Produksi dan Kandungan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Dibimbing oleh Bambang Sapta Purwoko selaku ketua komisi , Hariyadi, Munif Ghulamahdi, dan Edi Santosa sebagai anggota komisi pembimbing
Pemangkasan dilakukan untuk mengatur ukuran dan bentuk pohon sesuai dengan tipe pertumbuhan dan produksi yang diinginkan, meningkatkan tunas terminal, memperbaiki kualitas buah dengan pendekatan keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif, memperbaiki penetrasi cahaya ke dalam kanopi sehingga cahaya tersebut dapat digunakan untuk pengembangan tunas bunga, fruit set dan pertumbuhan buah.
Untuk membentuk arsitektur tajuk diperlukan pemahaman yang mendasar tentang fisiologi tanaman, bagaimana tanaman tersebut tumbuh dan merespon tipe intervensi melalui pemangkasan sehingga dapat mengubah pertumbuhan vegetatif dan reproduktif untuk menghasilkan buah sesuai dengan karakter yang diinginkan. Pola sistem percabangan, pembungaan, pembuahan, kapasitas fotosintesis, penyebaran dan distribusi daun sebagai “source”, potensi produksi biji dan kandungan minyak berdasarkan arsitektur tajuk yang diintervensi melalui pemangkasan perlu dipelajari dalam upaya meningkatkan produksi dan kandungan minyak tanaman jarak pagar.
Penelitian dilakukan dalam empat percobaan, (1) menganalisis pola percabangan, model tajuk (menggambarkan geometri tajuk) dan mengobservasi pembentukan bunga pada arsitektur tajuk tanaman jarak pagar, (2) studi karakteristik fisiologi dan morfologi daun berdasarkan posisi daun dan umur daun pada kanopi cabang tanaman jarak pagar dalam kaitannya dengan kemampuan fotosintesis, terutama dalam menentukan nomor daun terbaik sebagai referensi (3) menemukan arsitektur tajuk yang memiliki jumlah cabang yang dapat mendukung pertumbuhan dan meningkatkan produksi serta hasil minyak jarak pagar melalui : pengujian pengaruh arsitektur tajuk berdasarkan tinggi pangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara terhadap pertumbuhan, produksi, dan kandungan minyak, dan (4) menemukan arsitektur tajuk yang memiliki jumlah cabang primer dan sekunder yang dapat meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kandungan minyak serta menemukan laju fotosintesis berdasarkan arsitektur tajuk yang dibentuk.
Batang utama yang dipangkas dapat meningkatkan jumlah cabang primer. Cabang pada tanaman jarak pagar secara alami (kontrol) terbentuk melalui 2 cara, yaitu sebelum tanaman berbunga dan sesudah tanaman berbunga. Proyeksi posisi cabang menunjukkan bahwa cabang primer tanaman jarak pagar pada posisi batang utama terdistribusi secara spiral dan bunga terletak pada terminal apeks.
Tanaman jarak pagar yang ditanam alami (kontrol) memiliki model tajuk yang lebih kerucut, sedangkan tanaman jarak pagar yang diberi perlakuan pemangkasan batang utama lebih mendekati kulumnar. Daun jarak pagar memiliki filotaksis 5/13 dengan sudut antar daun 1380. Kandungan klorofil a, b, dan klorofil total daun jarak pagar tertinggi dicapai pada umur daun minggu ke-9 berturut-turut (0.45 g/cm2, 0.19 g/cm2, 0.62 g/cm2). Stomata daun jarak pagar ditemukan pada bagian atas dan bawah daun. Total kerapatan stomata daun bagian atas
tertinggi dicapai pada minggu ke-6, yaitu 42.14 per mm2 dan bagian bawah minggu ke-9 (238.59 per mm2). Daun mulai berfotosintesis sejak umur 1 minggu hingga umur 14 minggu, setelah itu daun mengalami senesen. Laju fotosintesis maksimum yang ditemukan pada penelitian ini, yaitu pada daun umur 6 minggu atau daun yang berada pada posisi daun 11 sampai 13 dari ujung pucuk cabang, yaitu 8.99 µmol CO2/m2/s. Oleh karena itu, daun ke-11 sampai 13 atau daun umur 6 minggu setelah terbentuk dapat dijadikan referensi untuk mengevaluasi laju fotosintesis.
Batang utama yang dipangkas secara umum dapat meningkatkan jumlah cabang primer yang dapat mencapai 6.7 (T30) lebih banyak dibandingkan kontrol (5.2). Peningkatan jumlah cabang akibat pemangkasan batang memberikan pengaruh terhadap peningkatan diameter batang, jumlah daun, luas daun total, tetapi menurunkan diameter cabang dan panjang cabang per tanaman jarak pagar.
Terjadi kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah cabang, jumlah daun dan luas daun memberikan dampak terhadap peningkatan intersepsi cahaya, kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total dan antosianin. Selain itu memberikan pengaruh positif terhadap produksi buah, jumlah biji, serta laju fotosintesis arsitektur tajuk. Tinggi pangkasan 30 sampai 40 cm dengan jumlah cabang primer 3 atau lebih (6 cabang primer) dapat meningkatkan produksi jarak pagar. Produksi tahun pertama mencapai 323.81 g/tanaman atau 0.810 ton/ha pada T40 dan 320.11 g/tanaman atau 0.802 ton/ha pada T30-3 dengan minyak yang dihasilkan masing-masing 244.56 kg/ha dan 276.61 kg/ha. Hal ini mengindikasikan tinggi pangkasan dan jumlah cabang tersebut dapat direkomendasikan untuk meningkatkan produksi dan kandungan minyak jarak pagar. Laju fotosintesis tertinggi dicapai pada perlakuan T40, yaitu 8.10 µmol CO2/m2/s dan yang terendah terjadi pada perlakuan T20-2, yaitu 4.71 µmol CO2/m2/s.
Jumlah cabang sekunder 2 dapat meningkatkan produksi jarak pagar bila jumlah cabang primer yang dipelihara lebih dari 3 cabang (TbP-2S) dengan potensi produksi 151.92 g per tanaman atau 0.380 ton per ha dengan hasil minyak 110.83 kg per ha. Adapun laju fotosintesis yang dicapai pada perlakuan TbP-2S, yaitu 9.64 μmol CO2/m2/s. Berdasarkan hasil tersebut, pada perlakuan jumlah cabang primer tidak dibatasi (7.3 cabang) dengan jumlah cabang sekunder dua dapat meningkatkan produksi jarak pagar. Jika hasil produksi dan minyak yang diperoleh pada tahun pertama pada percobaan 3 dan percobaan 4 diperbandingkan maka produksi dan hasil minyak per hektar percobaan 3 lebih tinggi dibandingkan percobaan 4. Hal ini berhubungan dengan pembentukan kerangka pohon yang memerlukan waktu dan energi.
Kandungan (rendemen) minyak biji jarak pagar tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pemangkasan batang utama, jumlah cabang primer, maupun jumlah cabang sekunder. Kandungan minyak (rendemen) rata-rata 32.44 % yang berkisar pada angka 30.49 % - 34.43 %, akan tetapi produksi minyak per satuan luas (ha) yang dicapai oleh perlakuan T40 dan T30-3 mencapai nilai tertinggi, berturut-turut 276.61 kg/ha dan 244.56 kg/ha.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
HUBUNGAN ARSITEKTUR TAJUK DENGAN FOTOSINTESIS, PRODUKSI DAN KANDUNGAN
MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
INCE RADEN
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
Judul Disertasi : Hubungan Arsitektur Tajuk dengan Fotosintesis, Produksi, dan Kandungan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Nama Mahasiswa : Ince Raden
Nomor Pokok : A361050081
Program Studi : Agronomi (AGR)
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Dr. Ir. Hariyadi, MS Ketua Anggota
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Edi Santosa, SP., M.Si Anggota Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Agronomi Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro M.Sc Tanggal Ujian : 16 Desember 2008 Tanggal Lulus : 21 Januari 2009
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga disertasi yang merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana di Institut
Pertanian Bogor dapat penulis selesaikan dengan baik.
Karya Ilmiah yang dihasilkan penulis yang diterbitkan sebagai bagian dari
disertasi adalah : Karakteristik Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Hubungannya dengan Fotosintesis. Artikel tersebut diterbitkan di Buletin
Agronomi Vol. XXXVI No. 2 Agustus 2008.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan tersebut merupakan bimbingan dan
bantuan yang tulus dan ikhlas dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, MSc. Selaku ketua komisi
pembimbing, Dr. Ir. Hariyadi, MS., Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS., dan
Dr. Edi Santosa, SP., MSi. Masing-masing selaku anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama
melakukan penelitian dan penyusunan disertasi.
2. Pimpinan beserta staf Institut Pertanian Bogor yang telah berkenan untuk
menerima penulis sebagai mahasiswa Program Doktor
3. Koordinator Kopertis Wilayah XI Kalimantan yang telah mengizinkan dan
merekomendasikan penulis untuk melanjutkan pendidikan ke Program
Doktor.
4. Rektor beserta staf Universitas Kutai Kartanegara yang telah
mengizinkan penulis untuk melanjutkan pendidikan ke Program Doktor.
5. Tim BPPS Dikti 2005 yang telah memberikan bantuan beasiswa selama
mengikuti pendidikan program Doktor di Institut Pertanian Bogor.
6. Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Pemerintah Propinsi
Kalimantan Timur yang telah membantu penulis untuk biaya penelitian
7. Tim Hibah Bersaing Dikti tahun 2008 yang telah memberikan bantuan
untuk biaya penelitian penulis
8. Pengelola University Farm dan lahan Kebun Percobaan di Cikabayan, para
laboran di Lab Fisiologi IPB, RGCI, dan PAU IPB.
9. Orang tua, mertua, istri (Dra. Saoda Nur) dan anak-anak tercinta (Raudhia
Zahra, Nurul Azmi Afifah, dan Mohamad Farras Arhab), beserta keluarga
kandung penulis: Ir. Asma Intje Gani, MSi, Drs. Muktasim, Ince Moh.
Hasan, Ince Nurfaida, SE., dan Ince Moh. Ikbal, ST. dan keluarga besar
penulis yang telah memberi motivasi, bantuan moril maupun materi
kepada penulis.
10. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana khususnya Ir. Bambang
Budi Santoso, MSc., Ir. Iskandar Lapanjang, MP., Ir. Abdul Haris Badrun,
MSi, Ir. Thamrin, M.P. serta teman-teman Program Studi Agronomi untuk
segala bantuan dan diskusinya
11. Semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis selama
mengikuti pendidikan di IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Semoga bimbingan dan segala bentuk bantuan yang telah diberikan dari
semua pihak mendapatkan nilai ibadah yang diterima oleh Allah
SWT…Amin.
Bogor, Januari 2009
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Poso pada tanggal 8 September 1967 dari ayah Drs.
H. Mansur Intje Gani dan Ibu Hj. Zaitun Abdul Samad. Penulis merupakan anak
ketiga dari enam bersaudara. Tahun 1996 penulis menikah dengan Dra. Saoda Nur
dan hingga saat ini dikaruniai 3 orang anak, yaitu Raudhia Zahra, Nurul Azmi
Afifah, dan Mohammad Farras Arhab.
Tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Program Studi
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako Palu. Tahun 1997
penulis melanjutkan pendidikan ke Program Magister di Universitas Padjadjaran
Bandung pada Bidang Ekofisiologi Tanaman dan menamatkannya pada tahun
1999. Selanjutnya, penulis melanjutkan Pendidikan Program Doktor di Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2005 pada Program Studi
Agronomi. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS Dikti sejak
tahun 2005.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar kopertis wilayah XI Kalimantan
dipekerjakan di Fakultas Pertanian Universitas Kutai Kartanegara di Tenggarong,
Kalimantan Timur sejak tahun 1994.
Selama mengikuti program S3, penulis menjadi Wakil Ketua Pengurus
Forum Mahasiswa Pascasarjana Agronomi periode 2005-2006, Koordinator
Bidang pada Forum Wacana Mahasiswa Pascasarjana IPB periode 2006-2007.
Ketua Forum Mahasiswa Asal Kalimantan Timur periode 2006-2007. Karya
Ilmiah yang dihasilkan penulis yang telah dan akan diterbitkan adalah : (1)
Pengaruh Alelopati Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) terhadap perkecambahan
benih Jagung, Tomat dan Padi Gogo, (2). Karakteristik Daun Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.) Hubungannya dengan Fotosintesis. (3). Pengaruh
Pemangkasan Batang Utama dan Jumlah Cabang Primer yang Dipelihara terhadap
Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)
Artikel (1) dan (2) berturut-turut telah diterbitkan di Buletin Agronomi April
2008 dan Agustus 2008. Sementara artikel (3) masih dalam tahap telaah reviewer
Buletin Agronomi.
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA.........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
DAFTAR TABEL..............................................................................................
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………….................. Tujuan Umum Penelitian...................................................................... Tujuan Khusus Penelitian..................................................................... Kegunaan Penelitian........................................................................... Ruang Lingkup Penelitian.....................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA
Biologi dan Ekologi Jarak Pagar........................................................... Fisiologi Pemangkasan......................................................................... Pembentukan Arsitektur Tajuk Melalui Pemangkasan......................... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Fotosíntesis………..…........
III. ANALISIS PERCABANGAN DAN MODEL TAJUK JARAK PAGAR
ABSTRACT………………………………………………………............. PENDAHULUAN………………………………………………………... Latar Belakang………………………………………………............. Tujuan………………………………………………………………... BAHAN DAN METODE………………………………………………... Tempat dan Waktu.……………………………………………........... Metode Percobaan................................................................................. Pelaksanaan Percobaan…………………………………..................... Peubah yang diamati……………………………................................. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. Komponen Vegetatif............................................................................ Analisis Percabangan.......................................................................... Analisis Pembungaan........................................................................... Proyeksi Cabang................................................................................... Model Tajuk.......................................................................................... SIMPULAN................................................................................................
ix
xii
xv
xviii
xx
1 4 5 5 6 8 10 15 17 23 23 23 24 24 24 24 25 25 25 25 27 29 30 31 33
IV. KARAKTERISTIK DAUN JARAK PAGAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN FOTOSINTESIS
ABSTRACT…………..……………………………………………....... PENDAHULUAN……………………………………………………... Latar Belakang…...……………………………………………… Tujuan…………………………………………………………… BAHAN DAN METODE…………………………………………….. Waktu dan Tempat……………………………………………..... Metode Percobaan…………………………………..................... Peubah yang Diamati.…………………………….................... HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. Posisi Daun................................................................................... Perkembangan Daun..................................................................... Kandungan Klorofil...................................................................... Stomata Daun…............................................................................ Laju Fotosintesis........................................................................... SIMPULAN........................................................................................... V. PENGARUH TINGGI PANGKASAN BATANG UTAMA DAN
JUMLAH CABANG PRIMER YANG DIPELIHARA TERHADAPPERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN MINYAKJARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
ABSTRACT…………..……………………………………………....... PENDAHULUAN……………………………………………………... Latar Belakang…...……………………………………………… Tujuan…………………………………………………………… BAHAN DAN METODE…………………………………………….. Waktu dan Tempat……………………………………………..... Bahan dan Alat............................................................................... Metode Percobaan..........................................................................
Pelaksanaan Percobaan…….......................................................... Peubah yang Diamati..................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ Komponen Vegetatif...................................................................... Intersepsi Cahaya .......................................................................... Kandungan Klorofil dan Antosianin Daun.................................... Kerapatan Stomata......................................................................... Laju Fotosintesis............................................................................ Komponen Generatif...................................................................... Produksi Buah dan Biji..................................................................
Kandungan Minyak dan Air........................................................... Korelasi Peubah Pertumbuhan dan Produksi...................................
Simpulan........................................................................................
34 34 34 35 35 35 36 36 37 37 38 41 43 44 46 47 47 47 48 49 49 49 50 51 52 54 55 60 62 63 64 66 67 69 72 72 xiii
VI. PENGARUH PENGENDALIAN JUMLAH CABANG PRIMER DAN JUMLAH CABANG SEKUNDER TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN MINYAK JARAK PAGAR
ABSTRACT…………..……………………………………………....... PENDAHULUAN……………………………………………………... Latar Belakang…...………………………………………………. Tujuan……………………………………………………………. BAHAN DAN METODE…………………………………………….... Waktu dan Tempat……………………………………………...... Bahan dan Alat............................................................................... Metode Percobaan... ......................................................................
Pelaksanaan Percobaan…….......................................................... Peubah yang Diamati..................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. Komponen Vegetatif...................................................................... Intersepsi Cahaya .......................................................................... Kandungan Klorofil dan Antosianin Daun.................................... Kerapatan Stomata......................................................................... Laju Fotosintesis............................................................................ Komponen Generatif..................................................................... Produksi Buah dan Biji..................................................................
Kandungan Minyak dan Air........................................................... Korelasi Peubah Pertumbuhan dan Produksi.................................. Simpulan.........................................................................................
PEMBAHASAN UMUM.................................................................................. Arsitektur Tajuk dan Sistem Percabangan................................................ Perkembangan Daun dan Fotosintesis...................................................... Pertumbuhan Vegetatif, Klorofil, dan Intersepsi Cahaya......................... Pertumbuhan Generatif, Tanah dan Iklim................................................. Kandungan dan Hasil Minyak................................................................... SIMPULAN DAN SARAN............................................................................... Simpulan…............................................................................................... Saran…...................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… LAMPIRAN…………………………………………………………………...
73 73 73 74 74 74 75 75 75 76 78 78 83 84 86 86 87 88 90 92 92 93 93 95 96 97 100 101 101 101 103 110
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Karakteristik jumlah cabang, diameter batang, sudut cabang, dan diameter cabang primer akibat pemangkasan pucuk …………………...
2. Kerapatan stomata pada bagian atas dan bawah daun berdasarkan posisi
daun (umur daun) pada cabang jarak pagar…………………………….. 3. Korelasi karakter fisiologi, fotosintesis dengan berbagai faktor
lingkungan…………………………………............................................. 4. Data hasil analisis sampel tanah tempat penelitian.................................... 5. Data iklim tempat penelitian di kebun Cikabayan IPB, Bogor………..... 6. Perkembangan jumlah cabang primer akibat pemangkasan batang
utama……………………………………………………………………. 7. Perkembangan diameter batang (cm) pada berbagai arsitektur tajuk........ 8. Perkembangan diameter cabang primer pada berbagai arsitektur tajuk....
9. Perkembangan panjang cabang pada berbagai arsitektur tajuk ................
10. Perkembangan jumlah daun total pada berbagai arsitektur tajuk..............
11. Perkembangan luas daun total pada berbagai arsitektur tajuk..................
12. Intersepsi cahaya berbagai arsitektur tajuk jarak pagar...........................
13. Kandungan klorofil a, b, dan total serta antosianin daun pada berbagai arsitektur tajuk jarak pagar........................................................................
14. Kerapatan stomata pada arsitektur tajuk jarak pagar..............................
15. Laju fotosintesis berbagai arsitektur tajuk jarak pagar...........................
16. Waktu berbunga, persentase cabang primer berbunga dan jumlah buah per tandan................................................................................................
17. Jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot kering per
biji ..........................................................................................................
18. Bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak, dan bobot kering biji per hektar...............................................................................
26
43
45
49
50
55
56
57
58
59
59
61
62
64
65
66
67
68
19. Kandungan minyak dan air biji kering jarak pagar.......... ..................... 20. Koefisien korelasi antara peubah pertumbuhan, fisiologi, produksi dan
minyak yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar ............................... 21. Penambahan jumlah cabang primer bulan ke-2 sampai ke-10 setelah
pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar....................... 22. Diameter batang tanaman bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas
batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar...................................... 23. Diameter cabang primer bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas
batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar..................................... 24. Diameter cabang sekunder bulan ke-4 sampai ke-10 setelah pangkas
batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar ..................................... 25. Panjang cabang bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang
utama pada arsitektur tajuk jarak pagar ................................................. 26. Jumlah daun total bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang
utama pada berbagai arsitektur tajuk jarak pagar ................................. 27. Luas daun total bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang
utama pada arsitektur tajuk jarak pagar ................................................ 28. Persentase intersepsi cahaya bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas
batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar .................................... 29. Kandungan klorofil a, b, dan total serta antosianin daun pada
arsitektur tajuk jarak pagar..................................................................... 30. Kerapatan stomata pada arsitektur tajuk jarak pagar............................. 31. Laju fotosintesis pada arsitektur tajuk jarak pagar................................ 32. Waktu berbunga, persentase cabang sekunder berbunga dan jumlah
buah per tandan....................................................................................... 33. Jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot kering
per biji..................................................................................................... 34. Bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak, dan bobot
kering biji per ha..................................................................................... 35. Kandungan minyak dan air jarak pagar .................................................
69
71
79
79
80
81
81
82
83
83
85
86
87
88
89
89
90
xvi
36. Koefisien korelasi antara peubah pertumbuhan, fisiologi, produksi dan minyak yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar ..............................
91
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alur penelitian ………………………………………………
2. Irisan membujur ujung pucuk tampak meristem apical, primordia daun dan primordia tunas samping .......................................................
3. Bagian sebuah dahan yang menunjukkan buku dan beberapa tipe
tunas (a), struktur tunas alternate (b), dan struktur tunas opposite (c)... 4. Apikal dormansi (a), pucuk yang tidak dipangkas (b), dan pucuk yang
dipangkas (c) ......................................................................................... 5. Cabang terbentuk sebelum berbunga (a) dan cabang terbentuk setelah
pucuk batang utama berbunga (b).......................................................... 6. Pembungaan dan buah jarak pagar (a) dan ilustrasi pembentukan
bunga dan cabang pada tanaman jarak pagar (b) = letak bunga dan buah ................................................................................................
7. Proyeksi posisi cabang jarak pagar yang tanpa pangkas (a1, a2, a3),
T20 (b1, b2, b3), T30 (c1, c2, c3), T40 (d1, d2, d3). Angka menunjukkan nomor cabang tampak atas dan garis putus-putus menunjukkan arah utara, selatan, timur dan barat................................................................
8. Model tajuk jarak pagar T0, angka (...) menyatakan nomor cabang
dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang caabang dalam cm ..........................................................................................................
9. Model tajuk jarak pagar T20, angka (...) menyatakan nomor cabang
dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang cabang dalam cm...........................................................................................................
10. Model tajuk jarak pagar T30, angka (...) menyatakan nomor cabang
dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang cabang dalam cm.........................................................................................................
11. Model tajuk jarak pagar T40, angka (...) menyatakan nomor cabang
dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang cabang dalam cm.........................................................................................................
12. Jumlah kumulatif daun pada cabang tanaman jarak pagar.................. 13. Filotaksis daun jarak pagar tampak dari atas......................................
7 10 12 14 28 29 31 32 32 32 33 37 38
14. Perkembangan luas daun (a), lebar daun (b), panjang daun (c), luas daun spesifik (d), dan panjang tangkai daun .....................................
15. Perkembangan bobot kering tangkai daun (a) dan bobot kering daun
(b) tanaman jarak pagar....................................................................... 16. Hubungan sudut inklinasi tangkai daun dengan umur daun (a),
kehijauan daun dengan umur daun (b) tanaman jarak pagar............... 17. Kandungan klorofil a, b, dan total (a) dan nisba klorofil a/b (b) daun
tanaman jarak pagar dari daun termuda hingga senesence.................. 18. Stomata bagian bawah (a) dan atas (b) daun jarak pagar..................... 19. Laju fotosintesis daun tanaman jarak pagar sejak umur 1 minggu
hingga 14 minggu…………………………………………………… 20. Data curah hujan, waktu pembibitan, penanaman di lapangan (tnm),
waktu pemangkasan batang utama (P.BU), dan pengataman pertama (PP)…………………………………………………...........................
21. Alat soxhlet yang digunakan untuk menganalisis kandungan
minyak………………………………………………………………. 22. Penempatan cuvet portable chamber leaf model ADC Bio scientific
Ltd. pada daun jarak pagar yang diukur…......................................... 23. Data curah hujan, waktu pembibitan, penanaman dilapangan (Tnm),
waktu pemangkasan batang utama (P.BU), dan pangkas cabang primer (P.CP)……………………………………………..................
24. Posisi dan letak daun tampak dari atas (a) dan tampak samping (b)...
39 40 41 42 43 44 52 53 54 76 95 xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur kerja penentuan kandungan klorofil daun............................... 2. Prosedur kerja penentuan jumlah stomata.............................................. 3. Analisis kandungan minyak jarak pagar metode soxhlet....................... 4. Prosedur kerja analisis antosianin..........................................................
110
111
112
113
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu masalah krusial yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah
kekurangan pasokan energi. Pasokan energi dalam negeri terutama berbasis fosil
dan minyak bumi mengalami kendala akibat produksi yang lebih rendah
dibanding tingkat konsumsinya yang berakibat ketergantungan pada impor.
Berdasarkan data migas terjadi impor bahan bakar minyak dari 86.6 juta barrel
tahun 2001 dengan nilai 2.6 milyar USD meningkat menjadi 124.8 juta barrel
dengan nilai 5.8 milyar USD tahun 2004. Pada tahun 2007 kebutuhan solar
nasional mencapai 30.40 juta liter. Kebutuhan solar ini akan meningkat pada
tahun 2010 hingga mencapai 34.89 juta liter. Kondisi ini harus diantisipasi
pemerintah dengan pengembangan berbagai sumber energi yang dapat
diperbaharui. Dalam periode 1995-2004, produksi minyak mentah nasional rata-
rata mengalami penurunan 12.06 juta barel per tahun, atau sekitar 2.31% per tahun
(BPS, 2005) dan berdasarkan data Pertamina (2005) persediaan minyak untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi Indonesia diperkirakan akan cukup hingga 20
tahun ke depan.
Indonesia memiliki ketersediaan sumber daya genetik tanaman penghasil
minyak nabati yang cukup tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
biodisel. Salah satu diantaranya adalah Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Minyak
jarak pagar (crude jatropha oil) memiliki sifat fisika dan kimia yang sesuai
dengan minyak diesel, sehingga pemerintah memprogramkan untuk mensubtitusi
10 % dari kebutuhan minyak diesel. Tanaman jarak pagar selain dapat dijadikan
sebagai sumber energi alternatif (penghasil minyak nabati non pangan) juga
bermanfaat sebagai obat tradisional, insektisida nabati, tanaman pelindung dan
pencegah erosi / konservasi, serta dapat diolah menjadi pakan ternak, pupuk
organik dan surfaktan (Gubitz et al., 1996).
Jarak pagar merupakan salah satu tanaman yang diunggulkan di Indonesia,
namun demikian, produktivitasnya masih relatif rendah, sehingga perlu upaya
untuk meningkatkan produktivitas menjadi prioritas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa produktivitas jarak pagar pada tahun pertama cukup
bervariasi, yaitu 0.3 kg/pohon atau 833 kg/ha (Heller, 1996), 400 kg/ha/tahun
(Jones dan Miller, 1992), dan 200 kapsul/tanaman atau 0.36 kg/pohon (Hasnam et
al., 2007), dan 880 kg/ha (Santoso et al., 2008). Sementara itu, kandungan minyak
biji (oil content in whole seed) yang dihasilkan oleh berbagai propenan di India
sekitar 33.50 % - 38.42 % (Ginwal et al., 2003), IP-2A 31 % - 32 %, IP-2P 32 %
- 34 %, dan IP-2M 31%-32% (Hasnam et al., 2008).
Perbaikan teknik budidaya untuk meningkatkan produksi jarak pagar di
Indonesia perlu dilakukan karena hingga saat ini teknologi budidaya berdasarkan
kondisi spesifik wilayah Indonesia masih sangat terbatas.
Observasi pendahuluan menunjukkan bahwa tanaman jarak pagar yang
ditanam atau tumbuh secara alami yang berasal dari biji mempunyai karakter (1)
secara alamiah percabangan (tajuk) yang terbentuk tidak teratur dan tidak
produktif, (2) cabang umumnya terbentuk setelah bunga atau buah pertama
terbentuk (memiliki 60 – 70 daun), (3) tinggi pohon mencapai 5-7 meter, (4) tunas
cabang umumnya terbentuk bersamaan dengan perkembangan reproduktif, (5)
bunga muncul pada ujung-ujung pucuk (bunga terminal).
Pembentukan arsitektur tajuk bertujuan untuk mengoptimalkan intersepsi
cahaya dan mengarahkan strategi pertumbuhan dan perkembangan ke arah yang
menguntungkan sehingga produktivitas tinggi dan memudahkan manajemen
kebun. Tujuan ini dapat dicapai dengan mengurangi kompetisi antara organ,
vegetatif dan generatif serta keseimbangan alokasi asimilat yang harus ditunjang
oleh intersepsi dan distribusi cahaya yang baik.
Menurut Curry (1991) hasil tanaman dapat diprediksi dari perkembangan
pertumbuhan tajuk (shoot), intersepsi cahaya dan distribusinya. Model hubungan
distribusi cahaya dengan proses fungsi fisiologi, seperti induksi pucuk bunga,
jumlah bunga menjadi buah (fruit set), dan kualitas buah dapat menjadi nilai yang
berguna untuk mendesain arsitektur tajuk. Selanjutnya dinyatakan bahwa dalam
kenyataannya aplikasi model intersepsi cahaya dan distribusinya dalam
memodifikasi kanopi pohon secara signifikan meningkatkan efisiensi dan kualitas
buah. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh George et al. (1993) dan
Mowat dan George (1994) yang menyatakan bahwa mikroklimat di dalam kanopi
pohon dapat mempengaruhi inisiasi pembungaan, pembungaan, bunga menjadi
buah (fruit set) dan kualitas buah. Guillermo (2000) menyatakan bahwa intersepsi
photosynthetically active radiation (PAR) selama periode pengisian biji
meningkatkan bobot biji dan konsentrasi minyak pada bunga matahari.
Menurut Costes et al. (2006), untuk menganalisis arsitektur pohon buah
yang berimplikasi pada manajemen pohon dan produksi buah, yang pertama kali
dilakukan adalah mengetahui fenomena pertumbuhan, proses percabangan dan
pembungaan pada kanopi pohon. Selanjutnya, aplikasi analisis arsitektur pada
tanaman difokuskan pada 2 hal, yaitu (1) struktur organ (organ arrangement),
termasuk vegetatif dan organ bunga, (2) cabang buah dan seluruh perilaku pohon.
Kedua hal ini sebagai struktur dasar yang digunakan untuk menginterpretasikan
pengaruhnya pada aspek agronomi secara praktis.
Seni membentuk pohon untuk mengubah tanaman yang berproduksi tinggi
telah dimulai sejak lama pada berbagai tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti
kakao, kopi (Halle et al. 1978), tanaman sub tropika apel, pir, peach (Verheij dan
Coronel, 1992) dan famili Rosaceae lain (Ryugo, 1988). Namun untuk tanaman
jarak pagar masih belum banyak diteliti.
Salah satu tindakan agronomis yang dapat dilakukan untuk perbaikan
teknik budidaya tanaman jarak pagar adalah pembentukan arsitektur tajuk
melalui pemangkasan. Pengaturan arsitektur tanaman melalui pemangkasan akan
dapat mengefisienkan ruang tempat tanaman tumbuh dan dapat meningkatkan
produktivitas terutama tanaman yang berbunga di ujung ranting (terminal) atau
hasil tanaman per satuan luas karena tujuan pembentukan arsitektur tajuk untuk
mengatur sistem percabangan, meratakan penerimaan cahaya, menyebarkan
percabangan agar dapat membagi ruang tumbuh secara merata, mempermudah
pengelolaan pohon dan mempermudah penyusunan anggaran kebun serta prediksi
hasil karena ukuran dan bentuk pohon seragam (Widodo, 1995).
Tindakan pembentukan arsitektur tajuk melalui pemangkasan pada
tanaman jarak pagar sangat diperlukan untuk memperoleh tajuk tanaman yang
efisien dalam memproduksi buah, meningkatkan produksi hasil panen,
membentuk struktur fisik tanaman (kanopi) seperti semak atau payung dan
meningkatkan cabang produktif. Semakin banyak cabang produktif yang
dihasilkan maka buah dan biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula sampai
pada jumlah cabang terminal tertentu (Mahmud, 2006). Hal ini sejalan dengan
pendapat Ginwal et al. (2003) yang menyatakan terdapat korelasi positif antara
jumlah cabang, jumlah kapsul per tandan dengan produksi tanaman jarak pagar
yang dihasilkan.
Cabang tempat tumbuhnya bunga dan buah jarak pagar (selanjutnya
disebut cabang terminal) sangat ditentukan oleh jumlah cabang primer dan
sekunder yang tumbuh dari batang utama. Oleh karena itu pengaturan arsitektur
tajuk yang berdasarkan jumlah cabang primer dan sekunder yang dipelihara
menjadi penting untuk diteliti agar dapat membentuk arsitektur tajuk yang baik
sehingga tanaman mampu menghasilkan bunga, buah serta kualitas minyak yang
berkualitas. Menurut Ferry (2006) jumlah cabang primer yang perlu dipelihara
antara 3 – 5 cabang sedangkan jumlah cabang sekunder yang perlu dipelihara
sebanyak 3 cabang, Hal ini dilakukan agar setiap pohon jarak pagar mempunyai
40-45 cabang terminal. Berdasarkan laporan Mahmud (2006), di India,
menunjukkan bahwa jumlah cabang terminal yang ideal per tanaman pada
tanaman jarak pagar adalah 40 cabang dan jumlah buah 10-15 per tandan.
Selanjutnya dikatakan jika jumlah cabang terminal per pohon lebih dari 40 cabang
maka jumlah buah per tandan akan berkurang dan ukurannya mengecil sehingga
akan mempengaruhi mutu biji yang dihasilkan.
Berdasarkan hal di atas, kajian model arsitektur tajuk, mekanisme
percabangan dan pembungaan yang terjadi pada tanaman jarak pagar, produksi
dan kandungan minyak biji dengan melakukan intervensi terhadap bentuk
arsitektur tajuk perlu untuk dilakukan dalam memperbaiki teknik budidaya
tanaman jarak pagar.
Tujuan Umum Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan arsitektur tajuk
yang memiliki jumlah cabang primer dan sekunder yang dapat mendukung
pertumbuhan, fotosintesis, produksi dan kandungan minyak jarak pagar melalui
berbagai level pemangkasan batang utama dan cabang primer dan sekunder.
Tujuan Khusus Penelitian
1. Menganalisis pola pembentukan cabang, model tajuk, dan mengobservasi
pembentukan bunga pada arsitektur tajuk tanaman jarak pagar.
2. Mengkaji karakteristik fisiologi dan potensi “source” daun secara morfo-
fisiologi berdasarkan posisi dan umur daun pada kanopi cabang tanaman jarak
pagar dalam kaitannya dengan kemampuan fotosintesis, terutama dalam
menentukan nomor daun terbaik sebagai referensi.
3. Mengkaji pengaruh arsitektur tajuk berdasarkan tinggi pangkasan batang utama
dan jumlah cabang primer yang dipelihara terhadap pertumbuhan, produksi
dan kandungan minyak jarak pagar
4. Mengkaji pengaruh arsitektur tajuk berdasarkan jumlah cabang primer dan
sekunder yang dipelihara terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan
minyak jarak pagar
Kegunaan Penelitian
Kegunaan hasil percobaan ditinjau dari konstribusinya untuk
pengembangan ilmu dan pembangunan di bidang pertanian adalah :
1. Menemukan model tajuk dan pola percabangan jarak pagar yang alami dan
dipangkas batang utamanya
2. Menemukan daun referensi untuk mengukur laju fotosintesis pada tanaman
jarak pagar
3. Menemukan tinggi pangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang
optimal terhadap pertumbuhan, produksi dan kadar minyak jarak pagar
4. Menemukan jumlah cabang primer dan sekunder yang optimal terhadap
pertumbuhan, produksi dan kadar minyak jarak pagar
5. Menemukan karakter fisiologi dan fotosíntesis arsitektur tajuk tanaman jarak
pagar
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dalam empat percobaan, (1) mengkaji pembentukan
cabang, model tajuk dan mengobservasi pembentukan bunga pada arsitektur tajuk
tanaman jarak pagar, (2) studi karakteristik daun pada arsitektur tajuk jarak pagar
secara morfologi dan fisiologi berdasarkan posisi daun dan umur daun pada
kanopi cabang tanaman jarak pagar dalam kaitannya dengan kemampuan
fotosintesis, terutama dalam menentukan nomor daun terbaik sebagai referensi,
(3) menemukan arsitektur tajuk yang memiliki jumlah cabang yang dapat
mendukung pertumbuhan dan meningkatkan produksi serta hasil minyak jarak
pagar melalui : pengujian pengaruh arsitektur tajuk berdasarkan tinggi pangkasan
batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara terhadap pertumbuhan,
produksi, dan kandungan minyak, dan (4) menemukan arsitektur tajuk yang
memiliki jumlah cabang primer dan sekunder yang dapat meningkatkan
pertumbuhan, produksi dan kandungan minyak serta menemukan laju fotosintesis
berdasarkan arsitektur tajuk yang dibentuk. Adapun alur penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1.
Masalah :
1. Percabangan tidak teratur 2. Produktivitas tanaman rendah Percobaan 1 : Análisis Percabangan Percobaan 2 : Karakteristik daun dan Model Tajuk jarak pagar hubunganya dengan fotosintesis (Pebruari 2007- Mei 2008) (November 2007-Pebruari 2008)
Studi Arsitektur Tajuk Jarak Pagar Hubungannya dengan Pertumbuhan, Produksi dan kandungan minyak jarak pagar melalui :
Percobaan 3 : Studi pangkas batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara (Pebruari 2007-Mei 2008) Percobaan 4 : Studi Jumlah cabang Primer dan Sekunder yang dipelihara (Pebruari 2007-Mei 2008) - Arsitektur tajuk yang teratur - Kapasitas fotosíntesis yang tinggi - Produksi dan kadar minyak tinggi - efisien dalam panen Gambar 1. Diagram alur penelitian jarak pagar guna mengatasi kendala cabang
yang tidak teratur dan prodiktivitas tanaman yang rendah
II. TINJAUAN PUSTAKA
Biologi dan Ekologi Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan saat ini menyebar
di seluruh daerah tropik di dunia. Dalam klasifikasinya, tanaman jarak pagar
termasuk divisi Spermatophyta, sub-divisi Angiospermae, klas Dicotyledonae,
ordo Euphorbiales, famili Euphorbiaceae, genus Jatropha, dan spesies Jatropha
curcas L. (Wiesenhutter, 2003; Hariyadi, 2005; Dwary dan Pramanick, 2006;
Prihandana dan Hendroko, 2006). Tanaman perdu dengan tinggi mencapai 5 m
(Heller, 1996; Wiesenhutter, 2003; Ginwal, 2004). Pada kondisi kandungan air
tanah yang baik perkecambahan membutuhkan waktu 10 hari dengan
memunculkan radikula dan empat akar peripheral (Heller, 1996). Percabangan
jarak pagar tidak teratur, batangnya berkayu, silindris dan bila terluka
mengeluarkan getah (Dwary dan Pramanick, 2006). Menurut Heller (1996) dan
Wiesenhutter (2003) jarak pagar termasuk tanaman sukulen yang menggugurkan
daunnya selama musim kering sehingga tanaman ini adaptif pada lahan arid dan
semi-arid.
Daun jarak pagar berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3 -5, tulang
daun menjari dengan 5 – 7 tulang utama, warna daun hijau (permukaan bagian
bawah lebih pucat dibandingkan permukaan bagian atas), panjang tangkai daun
antara 4 -15 cm. (Tim Jarak Pagar, 2006).
Hasnam (2006) mengemukakan bahwa bunga jarak pagar berupa bunga
majemuk tersusun dalam rangkaian (inflorescence) berumah satu, bunga
berwarna kuning kehijauan, persentase bunga betina 5 – 10 % dari 100 bunga atau
lebih, muncul di ujung batang, masa berbunga bunga betina 3-4 hari, bunga betina
membuka 1-2 hari sebelum bunga jantan, lama pembungaan inflorecence 10-15
hari, bunga menyerbuk dengan bantuan serangga.
Buah disebut buah kapsul, berbentuk bulat telur, panjang buah 2.5 cm,
berwarna hijau ketika masih muda dan kuning setelah matang, terdapat 420
buah dan 1580 biji per kg (Dwary dan Pramanick, 2006). Buah jarak terbagi
menjadi 2-4 ruang yang masing-masing berisi 1 biji yang bentuknya bulat lonjong
berwarna coklat kehitaman (Tim Jarak Pagar, 2006). Biji jarak pagar dari buah
kuning mengandung rendemen minyak sekitar 30 – 40% (Pusat Penelitian dan
Perkembangan Perkebunan, 2006); 36 %-38.73 % (Tim Peneliti, 2006); 31-37 %
(Dwary dan Pramanick, 2006)
Pembentukan buah membutuhkan waktu selama 90 hari dari pembungaan
sampai matang (Heller, 1996). Menurut Wiesenhutter (2003) di Cape Verde
produksi mencapai 780 sampai 2,250 kg biji per ha, di India produksi tanpa kulit
biji di atas 12 ton per ha yang dicapai dengan irigasi pada tahun ke enam, di Mali
produksi sekitar 2 – 2.4 ton per ha.
Menurut Heller (1996) jarak pagar beradaptasi baik pada lahan marginal
dengan lahan miskin hara dan curah hujan rendah. Di daerah Amazone jarak pagar
tumbuh baik pada daerah kering dengan rata-rata curah hujan antara 300 – 1000
mm per tahun dan juga dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan yang lebih
tinggi dengan aerasi baik. Wiesenhutter (2003) mengemukakan bahwa tanaman
jarak pagar membutuhkan curah hujan 500 – 600 mm per tahun dan di Cape
Verde juga tumbuh baik pada curah hujan 250 mm per tahun dengan kelembaban
yang tinggi dan kondisi kering dapat meningkatkan kandungan minyak pada biji.
Tanaman jarak pagar dapat tumbuh di daerah dataran rendah bahkan
pinggir pantai sampai ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut (dpl),
bahkan menurut Heller (1996) di Fogo, Afrika jarak pagar ditemukan pada
ketinggian 1700 m dpl. Daerah yang optimum untuk pengembangan jarak pagar
adalah daerah dengan ketinggian 0 – 500 m dpl, tanaman ini adaptif dengan suhu
tinggi dan daerah yang menjadi pusat koleksi berbagai provenan di Cape Verde
mempunyai rata-rata suhu tahunan 20-280C.
Berdasarkan informasi tersebut jarak pagar memiliki daya adaptasi yang
cukup luas akan tetapi untuk memperoleh pertumbuhan yang baik disertai
produksi dan mutu yang tinggi, kecukupan air dan unsur hara tanah harus
diperhatikan bila jarak pagar harus ditanam di daerah yang relatif kering dengan
intensitas radiasi yang tinggi karena kondisi kering dapat menyebabkan daun
tanaman gugur dan produktivitasnya menurun. Demikian pula halnya bila jarak
pagar ditanam pada daerah yang curah hujannya tinggi, pembuatan drainase perlu
diperhatikan karena akar tanaman jarak pagar tidak tahan genangan, jika hal ini
tidak diperhatikan maka akar tanaman akan segera busuk.
Fisiologi Pemangkasan
Syarat mutlak sebagai dasar untuk melakukan pemangkasan adalah harus
memahami aspek fisiologi pertumbuhan tanaman. Ada dua cara tanaman tumbuh
(1) pertumbuhan primer, yaitu peningkatan panjang pucuk (length of shoots) dan
akar yang menyebabkan peningkatan tinggi dan lebar kanopi, (2) pertumbuhan
sekunder, yaitu peningkatan ukuran (thickness) batang dan akar. Kedua tipe
pertumbuhan tersebut membutuhkan pembelahan sel yang diikuti pembesaran dan
diferensiasi sel (Marini, 2003)
Meristem adalah daerah sel membelah. Menurut Marini (2003) ada dua
tipe meristem tanaman (1) meristem apikal, terletak di ujung setiap pucuk (shoot)
dan akar (root) (Gambar 2). Pucuk dan akar memanjang seperti sel yang
tertumpuk satu dengan yang lainnya. Di belakang daerah pembelahan sel terdapat
daerah pembesaran dan diferensiasi sel untuk membentuk berbagai jaringan. (2)
meristem apikal kecil (small apical meristem) disebut axillary meristem
(meristem ketiak) yang membentuk axillary bud (kuncup/tunas ketiak) yang selalu
dorman sampai sebuah daun yang berhadapan dengannya berkembang penuh.
Sebuah tunas ketiak dapat dorman atau berkembang menjadi cabang lateral
(lateral branch) atau bunga (flower). Pada saat tunas vegetatif diiris secara
membujur tampak bahwa, meristem apikal berada di ujung, primordia daun
menjadi daun, meristem ketiak berkembang menjadi tunas ketiak, dan jaringan
prokambial berkembang menjadi kambium.
Gambar 2. Irisan membujur ujung pucuk tampak meristem apikal, primordia daun
dan primordia tunas samping (Marini, 2003).
Primordia daun
Meristem apikal
Tunas ketiak
Tunas sangat penting untuk menunjang pertumbuhan vegetatif dan
pertumbuhan reproduktif pohon. Pemangkasan dan pelatihan pohon buah
melibatkan manipulasi tunas. Memproduksi buah menggunakan berbagai teknik,
termasuk pruning untuk memanipulasi pertumbuhan dan pembungaan. Sering
teknik ini mempengaruhi dormansi tunas sehingga pengetahuan tentang tunas dan
dormansi tunas esensial untuk diketahui untuk memahami bagaimana pruning
mempengaruhi pertumbuhan. Selain itu juga penting untuk mengidentifikasi
berbagai tipe tunas pada pohon, terutama tunas bunga dan tunas vegetatif.
Marini (2003) menyatakan bahwa tunas diklasifikasikan dalam empat tipe
(1) klasifikasi berdasarkan kandungan (isi), dikenal tunas vegetatif yang hanya
berkembang menjadi pucuk vegetatif daun dan tunas bunga hanya memproduksi
bunga. Pohon buah batu (apricot dan cherry) menghasilkan tunas vegetatif dan
tunas bunga. Pohon apel dan pear memproduksi tunas vegetatif dan tunas
campuran (mixed bud). Pucuk daun dan bunga muncul dari tunas campuran. (2)
klasifikasi berdasarkan lokasi, tunas terminal terletak pada ujung pucuk. Pada
pohon buah batu (stone) tunas terminal adalah tunas vegetatif. Tunas terminal apel
dan pear selalu vegetatif, walaupun beberapa varietas seperti Rome Beauty secara
terminal memproduksi tunas campuran. Tunas lateral dibentuk dari ketiak daun
yang sering disebut tunas ketiak. Pohon buah stone (batu) tunas lateral dapat
membentuk vegetatif atau bunga. Buku (node) pada tajuk yang berumur satu
tahun mempunyai satu sampai tiga tunas, sebagian dapat membentuk bunga dan
yang lainnya membentuk tunas vegetatif. Tunas bunga berkarakter lebih besar
dengan ujung yang relatif bulat, sedangkan tunas vegetatif lebih kecil. (3)
klasifikasi berdasarkan struktur tunas pada batang, struktur tunas mempengaruhi
struktur cabang pohon buah dan bentuk pohon. Buku terdapat pada batang di
mana daun melekat (Gambar 3a). Pada tanaman apel hanya ada satu daun yang
melekat pada buku, sedangkan pada tanaman peach terdapat tiga daun. Tunas
opposite, ketika dua tunas/cabang, menempati tempat yang berlawanan pada buku
sama. Tunas alternate, ketika hanya ada satu tunas/cabang dari setiap buku dan
tidak ada tunas yang menempati tempat yang sama pada batang, seperti yang satu
di atas atau di bawah (Gambar 3b). Posisi daun pada batang disebut phyllotaxy.
(4) Klasifikasi berdasarkan aktivitas, tunas akan dorman ketika tunas tersebut
tidak nyata tumbuh. Ketika ada pemangkasan, tunas yang dorman akan tumbuh.
Gambar 3. Bagian sebuah dahan yang menunjukkan buku dan beberapa tipe tunas
(a), struktur tunas alternate (b), dan struktur tunas opposite (c) (Marini, 2003).
Hormon
Hormon adalah zat yang diproduksi dalam jumlah sangat kecil pada satu
bagian tanaman, ditranspor ke bagian lain (Wattimena, 1988, Coombs et al., 1992,
dan Marini, 2003), dan mempunyai efek fisiologi, pertumbuhan dan
perkembangan. Tanaman memproduksi sejumlah hormon yang mengontrol
berbagai aspek pertumbuhan seperti, panjang batang, dormansi tunas dan benih,
pembungaan, fruit set, pertumbuhan dan pemasakan buah, dan respon terhadap
cahaya dan gravitasi. Menurut Marini (2003) hormon promotor adalah giberelin
dan sitokinin dan hormon penghambat adalah auksin dan asam absisik. Hormon
promotor secara umum menyebabkan pertumbuhan tunas, pembelahan dan
perpanjangan sel, dan pertumbuhan batang. Hormon penghambat (inhibitor) selalu
diasosiasikan dengan dormansi, menghambat perkembangan pucuk biji dan tunas,
tetapi dilibatkan dalam induksi tunas bunga. Rasio promotor dan inhibitor lebih
menentukan pertumbuhan tanaman dibandingkan konsentrasi mutlaknya.
Produksi hormon tanaman selalu dikontrol oleh kondisi lingkungan seperti
suhu dan panjang hari. Selanjutnya, dinyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif
(a) (b) (c)
Tunas terminal
Tunas lateral
Tunas bunga telah gugur
node internode
node
selalu diasosiasikan dengan rendahnya rasio inhibitor terhadap promotor dan
dormansi selalu diasosiasikan dengan tingginya rasio inhibitor terhadap promotor.
Dormansi
Dormansi adalah suatu kondisi yang dicirikan dengan berhentinya
pertumbuhan yang sifatnya sementara dan metabolismenya tertekan atau tertahan.
Pada musim dingin pohon tampak tidak tumbuh, tetapi jaringannya tetap hidup
atau aktif, terjadi aktifitas metabolik dan sel berkembang dan berdiferensiasi
secara lambat (Marini, 2003). Selanjutnya Marini (2003) menyatakan para ahli
fisiologi saat ini mendiskripsikan dormansi dalam empat tipe, (1) para-dormansi
terjadi pada dipertengahan dan akhir musim panas ketika tunas tidak tumbuh
sebab inhibitor diproduksi di daun dan tunas terminal menghambat pertumbuhan
tunas ketiak. Para-dormansi dapat diatasi dengan cara menghilangkan daun (leaf
stripping) sepanjang bagian pucuk sehingga tunas ketiak berkembang menjadi
pucuk. Para penangkar bibit (nursery) selalu menggunakan teknik ini untuk
memproduksi pohon dengan cabang lateral. Heading cut dilakukan untuk
menghilangkan sebagian pucuk terminal dan membiarkan beberapa tunas ketiak
tumbuh dan berkembang. (2) ecto-dormansi, terjadi di awal musim gugur sebelum
daun gugur, tanaman tidak tumbuh disebabkan oleh kondisi lingkungan tidak
kondusif untuk pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan akan terlihat jika suhu dan
panjang hari cocok (suitable). (3) endo-dormansi terjadi selama musim dingin
sebab tingginya level inhibitor (absisic acid) di dalam tunas. Selama fase
dormansi, pohon tidak akan tumbuh bila kondisi untuk pertumbuhan ideal tidak
terjadi. (4) Eco-dormansi, terjadi di akhir musim dingin pada pertengahan Januari,
setelah persyaratan suhu dingin (chilling) terpenuhi. Pada saat tersebut pohon
tidak tumbuh sebab kondisi tidak mendukung untuk pertumbuhan. Pertumbuhan
akan mulai ketika pohon terekspos pada suhu panas.
Dominansi Apikal
Menurut Cline (2000), dominansi apikal didefinisikan sebagai kendali
yang dilakukan oleh ujung pucuk (shoot apex) terhadap pertumbuhan tunas ketiak
(axillary bud). Konsekuensi morfologinya adalah terhambatnya tunas ketiak
selama musim pertumbuhan yang sering dinyatakan dengan istilah “bud
dormancy”. Dominansi apikal berhubungan dengan mekanisme yang dimediasi
oleh auxin dan sitokinin (Cline, 2000) dan status nutrisi pada axillary buds
(Champagnat, 1989).
Dominansi apikal telah dipelajari lebih dari 80 tahun, tetapi mekanismenya
belum dipahami secara jelas, tetapi tampaknya dikontrol oleh konsentrasi relatif
hormon inhibitor dan promotor. Menurut Coombs (1992) dan Marini (2003),
pertumbuhan tunas ketiak dihambat oleh tingginya konsentrasi auksin yang
diproduksi oleh tunas terminal. Auksin bergerak ke bawah pucuk dari sel ke sel
dengan polar, sehingga konsentrasi paling tinggi dekat ujung pucuk. Promotor
diproduksi di akar dan ditransport ke bagian atas pohon. Pertumbuhan tunas
ketiak dapat terjadi pada bagian dasar dari pucuk, di mana konsentrasi hormon
inhibitor secara relatif rendah dan konsentrasi hormon promotor relatif tinggi.
Dominansi apikal dapat dihilangkan dengan cara menghilangkan ujung
pucuk yang berfungsi sebagai sumber auksin (Gambar 4) (Coombs et al., 1992
dan Marini, 2003). Tiga atau empat tunas segera tumbuh di bawah heading cut
selalu berkembang menjadi pucuk. Pinching (memetik pucuk) merupakan sebuah
bentuk dari heading yang akan menginduksi percabangan. Kadang-kandang
dominansi apikal dapat pula dihilangkan dengan penyemprotan pucuk dengan
promotor (giberelin atau sitokinin) sebelum waktu berbunga.
Pada iklim temperate, penelitian proses percabangan pohon buah
difokuskan pada pucuk yang berumur satu tahun (one-year-old shoot) pada
periode musim dingin, karena dominansi apikal dan dormansi tunas (bud
dormansi) terjadi pada periode waktu ini.
(a) (b) (c) Gambar 4. Apikal dominansi (a), pucuk yang tidak dipangkas (b), pucuk yang
dipangkas (c) (Marini, 2003).
Pembentukan Arsitektur Tajuk Melalui Pemangkasan
Pemangkasan bertujuan untuk membentuk pohon kokoh dan tegar,
memperbanyak percabangan (munculnya daun pada ketiak daun dan pucuk
cabang atau batang), menghindari terjadinya dominasi apikal (penekanan
pertumbuhan calon tunas ketiak daun (lateral) oleh ujung ranting yang aktif
tumbuh akibatnya tanaman memanjang), pemilihan tunas baru yang teratur dan
berpola serta meningkatkan jumlah bunga dan buah pada tanaman yang berbunga
terminal sehingga membentuk kerangka pohon yang dapat mendukung
pembungaan dan pertumbuhan buah (Widodo, 1995).
Pemangkasan dan pelatihan bertujuan untuk mengoptimalkan
penangkapan cahaya untuk mencapai produksi biomassa yang tinggi (Jackson,
1980), membuka ruang kanopi untuk menangkap cahaya (Lakso, 1994) sehingga
memperbaiki distribusi cahaya di antara struktur pembuahan (Lakso dan Corelli-
Grappadelli 1992; Wunsche dan Lakso, 2000) dan memperkecil variasi kualitas
buah, mengoptimalkan biomassa yang dipartisikan ke pucuk buah, seperti pada
apel (Lespinasse dan Delort, 1993), alpokat (Thorp and Stowell, 2001), dan
mengurangi ketidakseimbangan antara organ sink, serta menstimulasi
pertumbuhan pada kiwi (Miller et al., 2000).
Secara umum, ada 2 konsep untuk mendefisinikan sistem percabangan.
Pertama konsep ”Organized plan” menjelaskan level hierarchic antara susunan
cabang pada pohon (Costes et al., 2006). Pola hierarchic diperkenalkan untuk
mengindikasikan sebuah hierarchy antara pucuk utama (main shoot) dan
lateralnya secara berturut-turut. Kedua konsep ”excurrent (cabang lateral) versus
decurrent (batang utama tidak dapat dibedakan dengan cabang yang paling
tinggi)” telah diperkenalkan dalam hubungannya dengan dominansi apikal pada
tanaman pohon hutan (Brown et al. 1967). Pola ini merujuk definisi batang utama
menghasilkan cabang lateral atau batang utama yang terbentang tidak dapat
dibedakan dengan cabang yang paling atas (decurrent).
Berdasarkan intensitas pemangkasan dikenal beberapa istilah
pemangkasan diantaranya : Tipping/pinching (memangkas atau memetik pucuk
ranting), cutting back (memangkas sebagian cabang), stubbing (memangkas
cabang dekat pangkalnya menyisakan 2-5 ruas sehingga menyerupai”puntung
cerutu”), dan thinning (penjarangan cabang dengan cara memotong tepat pada
pangkalnya) (Widodo, 1995).
Menurut Widodo (1995) berdasarkan intensitas untuk tujuan pelatihan
tajuk (training) jenis pangkasan di bagi dua, yaitu heading back (pemotongan
batang, cabang atau ranting) dan thinning out (pembuangan cabang untuk
menjarangkan percabangan yang rapat).
Pada prinsipnya perlu ada penghematan bahan fotosintat sewaktu pohon
aktif memproduksi fotosintat, perlu efisiensi sistem jaringan dalam tubuh tanaman
agar hasil asimilasi (fotosintat) yang ada setelah digunakan untuk perawatan
tanaman itu sendiri cukup untuk membentukan bunga dan buah. Efisiensi pada
tanaman ini tidak dengan cara mengurangi fotosintat melainkan dengan menekan
pemborosannya. Caranya dengan memangkas bagian yang bersifat negatif (hanya
menyerap dan tidak menyumbangkan fotosintat sama sekali) atau dengan
mengurangi (memangkas) bagian pengguna fotosintat, seperti daun-daun yang
ternaungi, cabang-cabang yang tidak produktif dan cabang-cabang yang saling
tumpang tindih.
Jumlah cabang primer dan sekunder akan menentukan jumlah bunga, buah
dan biji jarak pagar. Oleh karena itu pemangkasan tajuk yang teratur dan berpola
dengan merujuk pada jumlah cabang primer dan sekunder akan membentuk tajuk
dan cabang yang ideal untuk meningkatkan produktivitas tanaman jarak pagar.
Bunga terminal, seperti jarak pagar, membutuhkan penyiapan tempat
berbunga (bearing unit) yang sebanyak-banyaknya dan diikuti dengan perakaran
pohon yang baik agar dapat menyangga buah yang lebat. Pembentukan tajuk jarak
pagar diperlukan untuk per tanaman agar tajuk tempat keluarnya bunga dan buah
dapat terbentuk, tetapi dengan percabangan yang kompak. Umumnya rumus
pangkas bentuk 3-9-27 memberikan hasil yang terbaik untuk tanaman berbunga
terminal. Setelah tipe tajuk yang cocok untuk menyediakan tempat pembungan
banyak terbentuk, maka pemangkasan selanjutnya hanya berupa pemeliharaan
bentuk dan kebersihan tajuk. Ranting membawa bunga pada pohon yang berbunga
pada terminal perlu dipangkas setelah pemanenan.
Pola tajuk membuka (open center) dapat meningkatkan pemerataan
intersepsi cahaya sehingga laju fotosintesis netto dan produksi per satuan luas
maksimum. Fotosintesis netto merupakan ukuran produksi asimilat yang
dimanifestasikan sebagai pertambahan bobot bahan kering total atau laju tumbuh
absolut (LTA), laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih atau LAB (net
assimilation rate, NAR) merupakan komponen fisiologi khususnya daun yang
menyumbangkan pertambahan bobot kering dan merefleksikan fungsi bentuk
tajuk dalam proses asimilasi (Lambers, 1987). Analisis pertumbuhan LAB dapat
disederhanakan sebagai pertambahan bobot bahan kering (dry weight basis) per
satuan luas daun sebagaimana tinjauan Wilson (1981). Pengertian LAB yang
sesungguhnya menyatakan hasil CO2 netto (Sitompul dan Guritno, 1995).
Intersepsi cahaya berperan penting terhadap pertambahan asimilat total
dan partisi asimilat ke arah sink (Gifford et al., 1984). Pada tanaman perkebunan,
kakao dan kopi (Ramaiah dan Venkataramanan, 1987 dan zaitun (Stuttle dan
Martin, 1986) partisi bahan kering ke cabang lateral relatif tinggi. Secara teoritis
menurut tinjauan Ryugo (1988) partisi demikian terjadi karena cahaya matahari
pagi yang kaya infra merah mendorong sintesis sitokinin dan menghambat
translokasi karbohidrat dari cabang ke batang karena jaringan kayu cabang-cabang
yang memperoleh training meregang sehingga cabang merupakan sink yang lebih
kuat dibandingkan batang. Pada masa reproduktif cabang merupakan source yang
baik.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis
Menurut Gardner et al. (1991) laju fotosintesis dipengaruhi oleh
berbagai faktor diantaranya adalah (1) cahaya, (2) karbondioksida (CO2), (3) suhu,
dan (4) status air. Radiasi surya yang diterima daun untuk digunakan dalam
fotosintesis hanya fraksi dalam panjang gelombang 400-700 nm yang dikenal
dengan PAR.
Intensitas cahaya tinggi mendukung terjadinya konduktansi stomata
terhadap CO2 sehingga mempunyai pengaruh sangat besar terhadap laju
fotosintesis maksimum. Pada intensitas cahaya rendah hampir tidak ada
penyerapan CO2 karena laju penyerapan CO2 melalui fotosintesis lebih rendah
dari pada laju evolusi CO2 dari respirasi mitokondria. Hal ini sejalan dengan
pendapat Bauer et al. (1997) menyatakan bahwa intensitas cahaya rendah (PAR
120) sangat mempengaruhi laju penutupan stomata sehingga menurunkan laju
pertukaran karbon. Stomata umumnya membuka pada siang hari dan menutup
pada malam hari, hal ini digunakan untuk meningkatkan kinerja fotosintesis. Laju
fotosintesis secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh keadaan stomata
(Salisbury dan Ross, 1995. Mohr dan Schopfer (1995) menyatakan bahwa
pembukaan stomata tanaman berkorelasi tinggi dengan laju fotosintesis. Proses
pembukaan stomata secara langsung merupakan fungsi cahaya karena sel penjaga
memiliki klorofil. Kecepatan pembukaan dipengaruhi oleh jenis cahaya, yaitu
cahaya merah dan biru. Berbeda dengan organel fotosintesis yang memerlukan
cahaya merah untuk laju optimum, stomata lebih membutuhkan cahaya biru untuk
pembukaan stomata. Perbedaan kepekaan antara fotosintesis dengan pembukaan
stomata diduga dipengaruhi oleh karakter klorofil sel penjaga (Salisbury dan Ross,
1995).
Pada cahaya penuh, faktor tahanan stomata pada sebagian besar tanaman
bukan merupakan faktor pembatas laju difusi CO2, namun lebih dikendalikan oleh
reaksi enzimatis dalam kloroplas (Mohr dan Schopfer, 1995). Konduktansi
stomata adalah jumlah CO2 yang dapat masuk melalui hambatan stomata, semakin
kecil hambatannya akan semakin besar konduktansinya. Semakin banyak jumlah
stomata, konduktansi per satuan luas daun akan semakin tinggi demikian juga
semakin lebar bukaannya (Mohr dan Schopfer, 1995). Selanjutnya dinyatakan
bahwa stomata merupakan satu-satunya jalan untuk fiksasi CO2. Santrucek dan
Sage (1996) menduga bahwa penurunan konduktansi stomata pada intensitas
cahaya rendah kemungkinan disebabkan oleh jumlah stomata per satuan luas daun
yang rendah.
Secara umum laju fotosintesis meningkat secara linear dengan
bertambahnya konsentrasi CO2 dalam ruang antar sel (Ci) pada tingkat konsentrasi
CO2 interseluler yang rendah, sebab RUBP (ribulase bisphosphate) tidak menjadi
pembatas. Pada tingkat konsentrasi CO2 interseluler tinggi, laju fotosintesis mulai
menurun sesuai dengan penurunan kemampuan memproduksi RUBP yang tidak
sebanding dengan meningkatnya penyediaan CO2. Laju pertukaran karbon dapat
digunakan untuk menghitung akumulasi bahan kering tanaman. Nilai laju
pertukaran karbon dapat dihitung berdasarkan pada laju konsumsi CO2 yang
melewati stomata. Semakin tinggi laju konsumsi CO2 maka nilai laju pertukaran
karbon akan semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu nilai laju
pertukaran karbon yang tinggi pada tanaman ditandai dengan hasil asimilat karbon
yang relatif lebih tinggi.
Suhu lingkungan yang bertambah akan meningkatkan laju fotosintesis
karena peningkatan aktivitas enzim yang mempertinggi kapasitas pemanfaatan
CO2. Fiksasi CO2 merupakan reaksi yang dikendalikan oleh enzim, dan fiksasi
CO2 ini meningkat seiring dengan peningkatan aktifitas enzim akibat
meningkatnya temperatur hingga mencapai temperatur yang menyebabkan
terjadinya denaturasi enzim-enzimnya
Keadaan stress air akan mendorong penutupan stomata sehingga
mengurangi difusi CO2 dan konsentrasi Ci yang pada gilirannya menurunkan laju
fotosintesis. Hanya sekitar 0.1 % dari jumlah air total digunakan oleh tumbuhan
untuk fotosintesis. Transpirasi meliputi 99 % dari seluruh air yang digunakan oleh
tumbuhan; kira-kira hanya 1 % yang digunakan untuk membasahi tumbuhan,
mempertahankan tekanan turgor, dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan.
Pengaruh utama kekurangan air terhadap laju pertukaran karbon, yaitu pada
peningkatan tahanan stomata karena tertutupnya stomata. Bila kekurangan air
semakin parah, tahanan mesofil juga akan meningkat karena adanya kerusakan
permanen pada peralatan fotosintesis (Gardner et al., 1991).
Pertumbuhan merupakan resultante dari integrasi berbagai proses fisiologi
dalam tubuh tanaman bersama dengan faktor luar (Sitompul dan Guritno, 1991).
Menurut Fisher (1984) pertumbuhan merupakan proses total yang mengubah
bahan mentah (CO2, zat-zat mineral, air, dan radiasi matahari) secara kimia dan
menambahkannya dalam tanaman. Manifestasi pertumbuhan dinyatakan dalam
peningkatan ukuran secara permanen (Taiz dan Zeiger, 2002).
Menurut Sinclair (1994), ketersediaan cahaya matahari menentukan batas
maksimal hasil tanaman karena radiasi yang diintersepsi menyediakan energi
untuk fotosintesis. Laju perolehan massa pada tanaman tergantung jumlah energi
cahaya yang diabsorpsi oleh tanaman dan efisiensi penggunaannya untuk
menggunakan gas CO2 di atmosfir untuk proses fotosintesis dalam memproduksi
bahan kering. Menurut Charles-Edward et al. (1986) jumlah energi cahaya yang
diabsorpsi oleh tanaman bergantung pada jumlah energi cahaya yang datang dan
proporsi cahaya datang yang diabsorpsi, yang merupakan fungsi sederhana dari
indeks luas daun dan intersepsi cahaya oleh kanopi yang tergantung dari beberapa
faktor seperti arsitektur kanopi daun, inklinasi dan orientasi komponen daun.
Proporsi energi cahaya terintersepsi diabsorpsi oleh sel-sel di dalam daun yang
mengandung organel fotosintesis aktif, yaitu kloroplas.
Charles-Edward et al. (1986) mengemukakan bahwa proporsi energi
cahaya yang diabsorpsi untuk digunakan pada fotosintesis secara nyata juga
dipengaruhi oleh kerapatan dan distribusi sel-sel kloroplas di dalam volume daun.
Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995) dan Jones (1992) mengemukakan bahwa
naungan menyebabkan terjadinya perubahan kandungan klorofil daun. Daun yang
ternaungi akan memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi, terutama klorofil b.
Menurut Elfarisna (2000) peningkatan kandungan klorofil a, klorofil b dan
penurunan rasio klorofil a dan b merupakan salah satu mekanisme adaptasi
tanaman yang mengalami cekaman naungan.
Sebagian besar klorofil terdistribusi dalam daun akan tetapi
penyebarannya tidak merata, banyaknya klorofil pada pangkal daun akan berbeda
dengan ujung, tengah serta kedua tepi daun. Rupp dan Traenkle (1995)
mengemukakan bahwa besarnya kandungan klorofil dipengaruhi oleh umur daun,
kandungan klorofil akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur daun.
Peningkatan tersebut terjadi karena selama pertumbuhan daun dari awal
pembentukannya sampai pada umur tertentu, daun tanaman melakukan biosintesis
klorofil. Akan tetapi peningkatan ini akan terhenti pada saat daun tanaman
mengalami penuaan (Mohr dan Schopfer, 1995) karena penuaan daun akan
menyebabkan degradasi klorofil.
Norman dan Arkerbauer (1991) mengemukakan bahwa akumulasi
pertumbuhan tergantung dari total karbon yang difiksasi oleh fotosintesis. Fraksi
dari karbon tersebut dapat dikonversi ke dalam bobot kering walaupun hanya
sebagian karbon yang difiksasi untuk fotosintesis ada pada bobot kering tanaman
dan sebagian lagi karbon hilang melalui respirasi tanaman.
Charles-Edward (1982) dan Hale dan Orcutt (1987) mengemukakan
bahwa secara umum daun-daun yang tumbuh pada lingkungan dengan tingkat
cahaya datang rendah lebih tipis dan memiliki luas permukaan yang lebih lebar
dibandingkan daun yang tumbuh pada tingkat cahaya yang lebih tinggi. Menurut
Taiz dan Zeiger (2002) dan Salisbury dan Ross (1995) hal ini disebabkan oleh
pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil pada daun. Selanjutnya Hale
dan Orcutt (1987) mengemukakan bahwa cara ini untuk mengurangi penggunaan
metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang
direfleksikan.
Jika daun terlalu banyak, daun-daun bagian bawah tidak menerima cahaya
yang cukup untuk fotosintesis bersih sehingga daun-daun tersebut hanya berfungsi
sebagai sink. Jika indeks luas daun kumulatif mencapai level yang sangat tinggi,
respirasi daun-daun bagian bawah akan seimbang dengan fotosintesis daun-daun
bagian atas, akibatnya laju asimilasi bersih dan laju tumbuh tanaman menurun
sampai nol. Sitompul dan Guritno (1995) mengemukakan bahwa semakin tinggi
kerapatan di antara daun akan menyebabkan semakin sedikit cahaya yang sampai
ke lapisan daun bawah. Nilai indeks luas daun (ILD) > 1 menggambarkan adanya
saling menaungi di antara daun pada lapisan bawah tajuk serta mendapat cahaya
yang kurang sehingga menyebabkan laju fotosintesis yang lebih rendah
dibandingkan yang tidak ternaungi. Akan tetapi nilai ILD < 1 tidak berarti tanpa
naungan karena tergantung pada posisi dan bentuk daun.
Pada prinsipnya tanaman secara fisiologis dan morfologis mampu
beradaptasi pada kondisi intensitas cahaya rendah. Kemampuan adaptasi tanaman
ini secara indigenus karena adanya mekanisme di dalam tanaman akibat pengaruh
lingkungan. Tanaman yang ternaungi mengandung klorofil a dan b empat sampai
lima kali lebih banyak per unit volume kloroplas dan mempunyai rasio klorofil b/a
yang lebih besar dibandingkan tanaman cahaya penuh (Lawlor, 1987).
Individu daun dan kanopi daun tanaman berfungsi sebagai penangkap
cahaya, mengabsorbsi cahaya yang datang dan mengubahnya ke dalam bentuk
energi kimia yang stabil dan dapat disimpan. Energi cahaya yang dapat diserap ini
digunakan untuk fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Jika karbohidrat ini
hanya disimpan di jaringan daun maka struktur tanaman non fotosintetik atau
struktur yang fotosintesis rendah seperti akar, batang, dan bunga tidak dapat
berkembang atau berkembang sangat lambat. Oleh karena itu, karbohidrat harus
dapat dipindahkan dari daun dan diangkut ke bagian-bagian lain untuk
metabolisme sehingga terjadi proses pertumbuhan dan produksi tanaman. Wright
(1989) mengemukakan bahwa fotosintat hasil fotosintesis kanopi merupakan
sumber karbohidrat yang akan ditranslokasikan ke organ buah, batang, daun, dan
akar. Jumlah alokasi karbohidrat ke masing-masing organ tersebut tergantung dari
aktivitas organ spesifik. Pada tanaman, biji merupakan sink paling kuat, diikuti
daging buah, pucuk dan daun yang sedang tumbuh, kemudian kambium, akar dan
organ penyimpanan lainnya. Oleh karena itu pada saat pertumbuhan buah akan
terjadi peralihan arah pergerakan hasil fotosintesis. Selanjutnya Cline (1997)
mengemukakan bahwa pada tanaman pohon, batang pun merupakan sink terhadap
asimilat yang dihasilkan cabang lateral dan kekuatan ini dikendalikan oleh suatu
mekanisme pengendalian apikal.
III. ANALISIS PERCABANGAN DAN MODEL TAJUK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
Analysis of branches and shoot model of Jatropha curcas L.
Abstract
The objective of this research was to analyze pattern of branching, shoot model, and flower form on Jatropha curcas L. This research was conducted using Randomized Complete Block Design with treatment of pruning height from soil i.e., (T0) control (without pruning), T20 (20 cm from soil), T30 (30 cm from soil), and T40 (40 cm from soil). The results showed that branching pattern of Jatropha was spiral. Branch grow from terminal bud to have the character of dichotom. Pruning increased number of primary branches as compared to control. Control plant (T0) shoot model was conical and the pruned plant was columnar. Flowering of Jatropha was terminal. The next flower from the new branch needed ten to seventeen leaves to support. If branching was vigor, three to four inflorescence (flower or fruit) emerged in the same branch. Branching of Jatropha was formed through two ways i.e., (1) before plant flowering, (2) after plant flowering Key words : height of pruning, shoot model, pattern of branching
PENDAHULUAN Latar Belakang
Arsitektur tanaman merupakan hasil dari aktivitas meristem. Menurut Bell
(1991), bentuk tanaman berbeda karena perbedaan organ morfologi dan
konstruksi organisasinya. Semua organ tanaman terbentuk dari sel dan jaringan
yang pada mulanya terorganisir di dalam zona merismatik.
Menurut Costes et al. (2006), untuk menganalisis arsitektur pohon buah
yang berimplikasi pada manajemen pohon dan produksi buah, yang harus
dilakukan pertama kali adalah mengetahui pertumbuhan, proses percabangan dan
pembungaan pada kanopi pohon. Selanjutnya, perkembangan aplikasi analisis
arsitektur pada tanaman difokuskan pada 2 hal, yaitu (1) struktur organ (organ
arrangement), termasuk vegetatif dan organ bunga dan hubungan keseimbangan
diantara keduanya, dan (2) Cabang buah dan seluruh perilaku pohon. Kedua hal
ini sebagai struktur dasar yang digunakan untuk menginterpretasikan pengaruhnya
pada aspek agronomi secara praktis pada pohon dan kebun buah-buahan.
Selanjutnya dinyatakan bahwa, untuk mengidentifikasi tipe tajuk dan
menganalisis arsitektur pohon membutuhkan studi semua perkembangan pohon
dan analisis posisi relatif tajuk yang satu dengan yang lainnya (topologi pohon).
Sehubungan dengan tanaman jarak pagar berbunga di terminal, maka
semakin banyak cabang diasumsikan memiliki bunga dan buah semakin banyak
pula. Oleh karena itu untuk meningkatkan jumlah cabang dalam penelitian ini
dilakukan pemangkasan pucuk dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah cabang
tanaman jarak pagar, dan menghindari terjadinya dominasi apikal yang dapat
menghambat pertumbuhan calon tunas lateral.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menganalisis pembentukan cabang, model tajuk,
dan pembentukan bunga pada tanaman jarak pagar.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Percobaan ini dilakukan di kebun percobaan Cikabayan University Farm,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Februari tahun 2007
sampai Mei 2008. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jarak
pagar asal Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat), pupuk Urea, SP-36, KCl, pupuk
kandang, insektisida dan fungisida.
Metode Percobaan
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok satu faktor.
Perlakuan terdiri atas : T0 kontrol (tanpa pangkas), T20 (pangkas batang utama 20
cm dari permukaan tanah), T30 (pangkas batang utama 30 cm dari permukaan
tanah), T40 (pangkas batang utama 40 cm dari permukaan tanah). Setiap
perlakuan diulang 5 kali, sehingga terdapat 4 x 5 = 20 satuan percobaan. Setiap
unit percobaan terdiri atas 6 tanaman sehingga keseluruhan tanaman 20 x 6 = 120
tanaman.
Pengujian perlakuan dilakukan dengan analisis ragam (uji F), jika terdapat
pengaruh nyata maka akan dilakukan uji beda nilai tengah dengan metode Tukey’s
significant difference (HSD) taraf 5 %.
Pelaksanaan Percobaan
Benih disemaikan pada media pembibitan berisi volume tanah top soil dan
pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1. Campuran media tersebut dimasukkan
ke dalam polibag berukuran 15 cm x 25 cm. Setelah bibit berumur 2 bulan lalu
dipindahkan ke lapangan. Luas petak untuk percobaan adalah 4 m x 6 m = 24 m2.
Penanaman dilakukan pada lubang tanam berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm
kemudian diberi pupuk 40 g Urea, 40 g SP-36, dan 40 g KCl per lubang tanam.
Khusus Urea diberikan 2 kali, yaitu 1/2 bagian (20 g) saat tanam dan sisanya 20 g
diberikan satu bulan kemudian. Pupuk tersebut diberikan hanya sekali dalam satu
tahun. Pupuk kandang ayam diberikan 2 kg/lubang tanam. Bibit ditanam sedalam
20-25 cm. Jarak tanam yang digunakan 2 m x 2 m. Selama penelitian dilakukan
pengendalian hama rayap menggunakan insektisida. Pemangkasan pucuk batang
utama dilakukan pada saat tanaman telah mencapai ± 50 hari di lapangan dan
tidak dilakukan penjarangan cabang.
Peubah yang Diamati
Pengamatan meliputi (1) mengidentifikasi dan menganalisis pembentukan
cabang dan pembungaan, (2) proyeksi sudut antara cabang, diamati dari bagian
atas tanaman dengan menentukan posisi cabang yang terbentuk dari batang utama
(3) Sudut cabang, menyatakan sudut yang terbentuk antara cabang primer dengan
arah atas batang utamanya yang diukur dengan menggunakan busur derajat, (4)
diameter batang, diukur pada pangkal batang 5 cm dari permukaan tanah dengan
menggunakan jangka sorong, (5) diameter cabang diukur 3 cm dari batang utama
dengan menggunakan jangka sorong (6) jumlah cabang yang terbentuk, dihitung
semua cabang yang terbentuk pada akhir penelitian, (7) model tajuk atau, diukur
dengan cara mengukur setiap panjang cabang dan mencatat posisinya dari
atas tajuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Vegetatif
Hasil penelitian mununjukkan bahwa pemangkasan batang utama dapat
meningkatkan jumlah cabang dan diameter batang secara nyata. Jumlah cabang
dan diameter tertinggi dicapai pada perlakuan berturut-turut T30 (6.7 cabang
primer) dan T40 (7.30 cm), sebaliknya jumlah cabang dan diameter batang
terendah masing-masing pada T0 (4.8 cabang primer ) dan T20 (5.23 cm) (Tabel
1). Jumlah cabang meningkat karena pemangkasan batang utama menyebabkan
hilangnya dominansi apikal tunas pucuk sehingga memicu tunas-tunas lateral
yang dorman untuk tumbuh dan berkembang. Selanjutnya, perkembangan jumlah
cabang akan mendorong terbentuknya daun sebagai sumber fotosintat yang lebih
banyak untuk mendukung pertumbuhan tanaman diantaranya diameter batang.
Data menunjukkan bahwa semakin tinggi pemangkasan, diameter batang semakin
tinggi pula. Hal ini terkait dengan semakin banyaknya akumulasi zat-zat makanan
(hasil fotosintat) yang ditranslokasikan dari cabang ke batang utama atau semakin
aktifnya pertumbuhan sekunder pada batang tanaman tersebut sehingga
menyebabkan peningkatan ukuran batang atau batang tanaman mengalami
pembesaran sehingga diameter batang semakin besar pula. Diameter batang yang
lebih besar pada jumlah cabang yang lebih banyak ini juga merupakan salah satu
mekanisme batang tanaman untuk menyokong jumlah cabang yang banyak
sehingga tanaman tersebut dapat mendukung tajuk untuk dapat berdiri kokoh dan
kuat.
Pemangkasan pucuk tidak berpengaruh secara nyata terhadap sudut cabang
primer dan diameter cabang tanaman jarak pagar. Sudut rata-rata cabang dan
diameter cabang yang terbentuk berturut-turut berkisar 40-45o dan 2.23 - 2.61 cm
(Tabel 1)
Tabel 1. Karakteristik jumlah cabang, diameter batang, sudut cabang primer, dan diameter cabang primer akibat pemangkasan pucuk
Perlakuan Jumlah
cabang Diameter
batang (cm) Sudut
cabang ( 0 ) Diameter
cabang (cm) T0 T20
T30 T40
4.8 b 4.9 b 6.7 a
6.2 ab
5.60 b 5.23 b
6.28 ab 7.30 a
43.62 41.00
40.60 45.92
2.29 2.23
2.37 2.61
HSD α 0.05 1.402 1.24 tn tn Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji HSD α 0.05; tn = tidak berbeda nyata
Sudut cabang memiliki fungsi yang strategis dalam pengoptimalkan
cabang atau tanaman dalam menyerap sinar matahari untuk digunakan dalam
proses fotosintesis dan sudut cabang primer dapat pula mempengaruhi induksi
jumlah cabang sekunder dari cabang primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua perlakuan sudut cabang primer tanaman jarak pagar berkisar 400-450
dengan jumlah cabang sekunder yang terbentuk 1-3 cabang. Minimnya jumlah
cabang sekunder yang terbentuk berhubungan dengan sudut cabang primer
(derajat vertikal dan horizontal cabang). Marini (2003) menyatakan bahwa
jumlah cabang yang tumbuh dari cabang primer akan meningkat bila posisi
cabang primer horizontal di atas 450 sampai 600. Selanjutnya dikatakan bahwa,
distribusi auksin di batang atau di cabang dikontrol oleh gravitasi. Ketika cabang
terorientasi vertikal sampai 600 dari vertikal, maka auksin akan terdistribusi secara
baik disepanjang cabang dan tunas berkembang menjadi pucuk atau tajuk (shoot)
secara simetrik di sekitar cabang, sebaliknya konsentrasi auksin rendah pada
bagian atas pucuk menyebabkan pertumbuhan tunas pucuk terhambat dan
menyebabkan watersprout (cabang-cabang yang tumbuh dari cabang primer)
berkembang menjadi kuat.
Perkembangan diameter cabang sangat ditentukan oleh jumlah cabang
yang terbentuk, kemampuan otonom daun-daun cabang berfotosintesis untuk
mengakumulasikan hasil fotosintat pada cabang tersebut, dan tinggi rendahnya
hasil fotosintat pada cabang untuk ditranslokasikan ke batang atau cabang yang
lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemangkasan batang utama dengan
ketinggian yang berbeda tidak mempengaruhi secara nyata pada diameter cabang
primer (Tabel 1). Hal ini mengindikasikan pertumbuhan diameter cabang primer
pada semua perlakuan memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang sama.
Analisis Percabangan
Berdasarkan hasil indentifikasi di lapangan tanaman kontrol (T0)
membentuk cabang melalui 2 cara : (1) cabang terbentuk sebelum tanaman
memasuki fase generatif (Gambar 5a), (2) setelah tanaman memasuki fase
generatif (bunga) (Gambar 5b). Kasus yang pertama terjadi karena dominasi
apikal pucuk batang utama yang lemah sehingga memungkinkan terinduksinya
tunas lateral, akan tetapi pertumbuhan tunas apikal batang utama masih lebih kuat
dibandingkan tunas lateral sampai pada tunas apikal batang utama menghasilkan
bunga. Sebaliknya, pada kasus yang kedua, pucuk batang utama mempunyai
dominasi apikal yang sangat kuat sehingga menghambat terbentuknya tunas
lateral. Tunas lateral pucuk batang utama tanaman kontrol diinisiasi dengan
terbentuknya bunga terminal dan menginduksi 2 percabangan (Gambar 5b).
Tanaman yang dipangkas pada ketinggian 20 cm, 30 cm, dan 40 cm menyebabkan
tumbuhnya tunas lateral. Tunas lateral yang tumbuh pada tanaman yang dipangkas
karena dominansi apikal pucuk batang utamanya telah hilang. Fenomena
dominansi apikal dan pertumbuhan tunas lateral (lateral bud) sangat terkait erat
dengan aktivitas hormon tumbuh. Menurut Srivastara (2002), auksin adalah
hormon yang disinyalir sebagai pengendali pertumbuhan tunas apikal, sedangkan
sitokinin adalah hormon yang mendukung pertumbuhan tunas lateral (lateral bud).
Bila rasio auksin dan sitokinin rendah (konsentrasi sitokinin tinggi) maka peluang
tunas lateral untuk tumbuh menjadi percabangan menjadi tinggi. Selanjutnya
Coombs (1994) dan Srivastava (2002) menyatakan bahwa peningkatan jumlah
sitokinin di batang yang berasal dari akar melalui xylem akan mendukung tunas-
tunas lateral yang dorman berkembang menjadi cabang. Sebaliknya auksin yang
tinggi pada tunas apikal, kemudian ditranslokasikan secara basipetal pada batang
sehingga konsentrasinya tinggi di batang akan menghambat perkembangan tunas
lateral (lateral bud).
(a1) (a2) (b1) (b2)
Gambar 5. Cabang terbentuk sebelum berbunga (a1) dan cabang terbentuk setelah pucuk batang utama berbunga (b1), a2 dan b2 adalah diagram proyeksi cabang
Analisis Pembungaan
Pembungaan tanaman jarak pagar terjadi pada bagian terminal yang
kemudian dari titik terminal tersebut umumnya dihasilkan 2 cabang. Hal ini
sejalan dengan model arsitektur tajuk Leeuwenberg yang pertumbuhan cabangnya
episodik dan tanaman berbunga pada terminal. Induksi pembungaan ini akan terus
berlangsung secara kontinyu bersamaan dengan induksi cabang dan daun baru.
Percabangan yang tumbuh bersamaan dengan perkembangan kuncup bunga akan
berbunga dengan membutuhkan 5-17 daun. Cabang yang sama dengan vigor yang
baik, umumnya memiliki 3-4 tangkai bunga atau buah dengan ukuran dan umur
yang berbeda (Gambar 6a dan 6b). Hal ini yang menyebabkan waktu panen dan
umur buah pertanaman jarak pagar berbeda dan tidak dapat dipanen secara
serempak.
Pembungaan pada tanaman jarak pagar terjadi pertama kali pada pucuk
batang utama, walaupun cabang dapat tumbuh sebelum tanaman berbunga.
Pembungaan pada cabang yang tumbuh sebelum pucuk utama berbunga
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berbunga, umumnya membutuhkan
35-40 daun untuk berbunga pertama.
(a) (b) Gambar 6. Pembungaan dan buah jarak pagar (a) dan ilustrasi pembentukan bunga
dan cabang pada tanaman jarak pagar (b). Tanda = letak bunga dan buah
Tangkai bunga jarak pagar terdiri atas bunga jantan, bunga betina dan
hermaprodit. Kuncup bunga jantan lebih kecil dibandingkan kuncup bunga betina
dan kuncup bunga betina lebih kecil dibandingkan kuncup bunga hermaprodit.
Pucuk bunga berkembang selama 2-3 minggu, bunga mekar kurang lebih 2-3
minggu. Dalam satu tangkai bunga, periode mekar bunga betina satu minggu dan
bunga jantan 2 minggu. Umumnya bunga yang berada di ujung malai utama
mekar terlebih dahulu kemudian disusul oleh bunga yang lainnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa kuncup yang terbentuk terlebih dahulu akan mekar lebih
awal. Setelah terjadi anthesis, maka kurang lebih 5-6 hari setelah antesis buah
sudah dapat diamati. Untuk membentuk buah berwarna kuning (masak fisiologis)
dibutuhkan 45-52 hari setelah antesis.
Proyeksi Cabang
Berdasarkan hasil observasi di lapangan secara umum, baik perlakuan T0
(kontrol), T20, T30 dan T40 menunjukkan bahwa posisi cabang yang tumbuh dan
berkembang pada tanaman jarak berbentuk spiral dan cabang yang tumbuh
bersamaan dengan perkembangan bunga tumbuh secara dikotom. Proyeksi cabang
pada Gambar 7a, 7b, 7c dan 7d adalah contoh proyeksi percabangan yang
merupakan representasi dari sampel setiap perlakuan. Semakin tinggi jarak
pangkasan dari permukaan tanah jumlah cabang yang terbentuk semakin banyak.
Walaupun, jumlah cabang dapat mencapai 11 cabang (T40d), posisi cabang
menempati posisi yang tidak saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya.
Adapun posisi cabang yang tumbuh dan berkembang pada tanaman jarak pagar
dapat dilihat pada Gambar 7.
(a1) (a2) (a3)
(b1) (b2) (b3)
Model Tajuk Hasil penelitian pada tanaman jarak yang diberi perlakuan pemangkasan
batang menunjukkan model tajuk yang berbeda. Model tajuk jarak pagar kontrol
(T0) berkarakter batang utama bertindak sebagai panutan utama, sedangkan
tanaman yang dipangkas pucuknya, yaitu perlakuan T20, T30, dan T40 terjadi
dominasi pertumbuhan cabang lateral (Gambar 9, 10, dan 11). Model tajuk jarak
pagar ditentukan berdasarkan panjang cabang relatif dan posisi cabang dari apeks
batang utama. Berdasarkan gambar menunjukkan bahwa model tajuk T0 (kontrol)
1
2
3 4
5
6
1
2 4
511
10
6
7
8
9
1
2
3
5
6
7
8
(d1) (d2) (d3) Gambar 7. Proyeksi posisi cabang jarak pagar yang tanpa pangkas (a1, a2, a3),
T20 (b1, b2, b3), T30 (c1, c2, c3), T40 (d1, d2, d3). Angka menunjukkan nomor cabang tampak atas dan garis putus-putus menunjukkan arah utara, selatan, timur dan barat
4 3
5
3
7
2
6 1
4 5
26
8
4
1 7
3
1
2
3 4
5
7
6
1
2 3
4
5
6 1
2
3 4
(1)
(2)
(3)
(4)
2
5
4
1 3
5 4
6
21
3 6 2
3
5 4 1
S
U
(c1) (c2) (c3)
berbentuk lebih kerucut dibandingkan tajuk perlakuan T20, T30 dan T40 yang
lebih mendekati kolumnar (Gambar 9, 10, dan 11).
(1)
55
(2)
15
50
28
(3) 105
100
15 21
114
(5) 133
(6) (4)
63,5
32 49
100 79
(1) (2)
(3) (4)
53
41
51
96
120 128
(1) ( 2)
(3) 38
27
(4)
71
Gambar 8. Model tajuk jarak pagar T0, angka (…) menyatakan nomor cabang dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang cabang dalam cm
5
84
(1)
84
(2) (3)
85
(4)
98
36
35
48
Gambar 9. Model tajuk jarak pagar T20, angka (…) menyatakan nomor cabang dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang cabang dalam cm
25
28 58
(1)
82
(2)
30
33 75
(3)
40 38
(4) 65
(5)
55 70
77
50
50
23
(6)
88
81 89
103 109
93
(1)
(2)(3)
(6)
(5) (4) (5)
Gambar 10. Model tajuk jarak pagar T30, angka (…) menyatakan nomor cabang dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang cabang dalam cm
50
16
4
13
51 41 42
21
13
3
54
64 32
46
49
15
87 29
32 30
50 30 23
9 17
75 46 63
15
70
49
27
80 46
79
16 12 94
112 110
48
42
40 113
40
65
85
78
23
55
55 127
(1)
(2) (3)
(4) (5)
(6)
(7) (1) (2)
(3) (4)
(5) (8)
(6) (8)
(1) (2)
(3)
(4)
(5) (6)
(7) 35 28
(7)
20 cm
30 cm
SIMPULAN
Pola percabangan tanaman jarak pagar pada batang utama terdistribusi
secara spiral. Cabang yang tumbuh dari tunas terminal bersifat dikotom. Cabang
tanaman jarak pagar dapat terbentuk sebelum tanaman berbunga dan sesudah
tanaman berbunga. Tinggi pangkasan batang utama 30-40 cm dari permukaan
tanah dapat meningkatkan jumlah cabang primer dan diameter batang utama
tanaman jarak pagar. Tanaman jarak pagar yang ditanam alami (kontrol) memiliki
model tajuk yang lebih kerucut, sedangkan tanaman jarak pagar yang di pangkas
batang utamanya lebih mendekati kulumnar. Bunga jarak pagar terletak pada
bagian terminal, selama perkembangan bunga terjadi pula pembentukan cabang
sekunder yang membutuhkan 5-17 daun untuk menginduksi bunga.
Gambar 11. Model tajuk jarak pagar T40, angka (…) menyatakan nomor cabang dan nilai selain dalam kurung menyatakan panjang cabang dalam cm
95
65 30
20
17 (7)
40
48
50
20 98
57
76 80
55 45
68
83
48 48 22
22 95
(1) (2)
(3) (4)
(5)
(6)
80 73
70 25
87
70
65
138
50
62
128 45
45 40 63
94
89 123
25
83
47
85 30 (2)
(3) (4)
30
(8) (9)
(10)
(11) 30
50
105
30
99
53
56
49
43
36 113
59
48
35
32 59
50 (1)
(2) (3)
(4) (5)
(6)
(7)
(8)
50 (1)
33
40 cm
IV. KARAKTERISTIK DAUN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DAN HUBUNGANNYA DENGAN FOTOSINTESIS
Leaf characteristics of Jatropha curcas L. and its relation to photosynthesis
Abstract
The objective of this research was to study morphology and physiology of
Jatropha leaves and its relation to photosynthesis. Research was conducted using Randomized Complete Block Design with single factor i.e., leaf ages at the canopy with ten replications. The results showed that Jatropha had phyllotaxy 5/13 with angular divergence of 1380. At early growing stage, leaf enlarged sharply and then the growth was constant after 9 week, remained green for 14 weeks. Chlorophyll a, b, and total achieved maximum at 9 week, i.e., 0.45 g/cm2, 0.19 g/cm2, and 0.62 g/cm2, respectively. Photosynthesis rate was maximum at 6 week, i.e., 8.99 µmol CO2 /m2/s. Stomata were found at the adaxial and abaxial. This finding implies that leaf number 11 to 13 or age 6 weeks after emergence could be used as reference for photosynthetic evaluation.
Key words : Jatropha curcas L., leaf arrangement, photosynthesis, reference leaf
PENDAHULUAN
Latar belakang
Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman yang
diunggulkan di Indonesia sebagai penghasil minyak untuk biodisel. Namun
demikian, produktivitas jarak pagar masih relatif rendah, sehingga upaya untuk
meningkatkan produktivitas menjadi prioritas. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa produktivitas jarak pagar pada tahun pertama cukup bervariasi, yaitu
0.33 kg/pohon atau 833 kg/ha (Heller, 1996), 400 kg/ha/tahun (Jones dan Miller,
1992), 200 kapsul/tanaman atau 0.36 kg/pohon (Hasnam et al., 2007), dan 880
kg/ha (Santoso et al., 2008).
Produktivitas tanaman secara umum dipengaruhi oleh kapasitas sink dan
source, di mana daun sebagai “source” memegang peranan penting melalui
mekanisme fotosintesis. Secara umum fotosintesis dipengaruhi oleh karakteristik
daun (umur daun, dan morfologi daun), besarnya kebutuhan hasil asimilasi oleh
sink, dan faktor lingkungan seperti kesuburan tanah, kandungan CO2 atmosfir,
kelembaban, suhu, dan cahaya (Sinclair dan Torrie, 1989).
Karakteristik daun ditentukan oleh stadia perkembangan daun (umur daun),
posisi daun dan pola penyebaran daun yang dapat mempengaruhi kemampuan
fotosintesis tanaman. Kemampuan fotosintesis daun meningkat pada awal
perkembangan daun, kemudian akan menurun seiring dengan proses senescen
akibat adanya perombakan klorofil dan menurunnya fungsi kloroplas.
Karakteristik daun tersebut akan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan cahaya
oleh daun. Cahaya yang diterima pada permukaan daun terdiri atas empat
komponen, yaitu cahaya langsung, cahaya difus, cahaya refleksi, dan cahaya
transmisi (Valladares, 2003). Cahaya langsung banyak diperoleh oleh daun yang
berada pada lapisan kanopi atas (yang tidak ternaungi) sedangkan daun-daun
bagian bawah memperoleh cahaya tidak langsung dalam bentuk cahaya difus,
cahaya yang direfleksikan dan ditransmisikan oleh daun lain. Hal ini berarti
distribusi cahaya dalam tajuk berhubungan erat dengan karakteristik daun dan
arsitektur tajuk. Dengan kata lain distribusi cahaya dalam tajuk tanaman
ditentukan oleh arsitektur tajuk yang meliputi bentuk daun, sudut kedudukan, dan
pola distribusi daun (filotaksi) dalam ruang tajuk. Penyebaran daun dalam ruang
tajuk yang menyebar sedemikian rupa dapat mengakibatkan kuanta cahaya yang
diterima oleh setiap helaian daun tidak sama. Hal ini dapat mengakibatkan laju
fotosintesis daun-daun di lapisan tajuk bawah lebih rendah.
Tujuan
Penelitian ini mengkaji karakteristik fisiologi dan potensi “source” daun
secara morfo-fisiologi berdasarkan posisi daun dan umur daun pada kanopi
cabang tanaman jarak pagar dalam kaitannya dengan kemampuan fotosintesis,
terutama dalam menentukan nomor daun terbaik sebagai referensi.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan Institut
Pertanian Bogor (240 m di atas permukaan laut) November 2007 - Pebruari 2008.
Tanaman jarak pagar yang diamati berasal dari provenan Nusa Tenggara Barat
(Lombok Barat).
Metode Percobaan
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu
faktor, yaitu umur daun (1 sampai 14 minggu) pada kanopi dengan 10 ulangan.
Setiap ulangan terdiri atas 10 tanaman sehingga total tanaman yang digunakan 10
x 10 = 100. Setiap tanaman diamati 2 cabang sehingga total cabang yang diamati
100 x 2 = 200 cabang. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini berumur 6
bulan setelah tanam. Tanaman yang dipilih sebagai sampel adalah tanaman yang
sehat, pertumbuhannya seragam, memiliki daun yang sehat, panjang cabang
primer di antara 52-80 cm dan diameter cabang 1.78-2.70 cm. Semua daun pada
masing-masing 2 cabang per tanaman yang berumur sama pada awal penelitian
diberi label dan pengamatan daun dilakukan sejak daun berumur 1 minggu (sejak
bertunas) hingga daun mulai ada yang senescen (14 minggu) dengan selang
pengamatan mingguan. Setiap minggu dilakukan destruksi 10 daun sampel yang
berumur sama.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati meliputi: luas daun dihitung menggunakan
gravimetri (Sitompul dan Guritno, 2005); bobot kering daun diukur setelah dioven
pada suhu 75-800C selama 2x24 jam (Sitompul dan Guritno, 2005); panjang
tangkai daun (petiole) diukur dari titik helai daun sampai pangkal tangkai pada
cabang; kehijauan daun diukur dengan menggunakan chlorophyll tester (FHK
Chlorophyll Tester CT-120) pada empat titik pada setiap daun; klorofil a, b, a/b
dan total diamati dengan menggunakan alat spektrofotometer (Lampiran 1)
(Yoshida et al., 1976); luas daun spesifik dihitung berdasarkan nisbah luas daun
dengan bobot kering daun; dan sudut tangkai daun diukur dengan menggunakan
busur derajat pada bagian atas cabang tanaman; laju fotosintesis termasuk suhu,
radiasi aktif fotosintesis (PAR), CO2 sub-stomatal, dan CO2 (alami) daun diukur
pada pukul 10.00-12.00 menggunakan Leaf Chamber Analyser (LCA4) dan cuvet
daun lebar (PCL4) model ADC Bio Scientific Ltd yang ditempatkan pada bagian
tengah daun; jumlah dan bukaan stomata daun diamati di laboratorium yang
pengambilan sampelnya dilakukan pada pukul 10.00 pagi dengan cara
mengoleskan kutex transparan pada tiga tempat pada sisi atas dan bawah daun dan
setelah kering diangkat menggunakan selotip (Lampiran 2). Selotip yang
mengandung kutex hasil pola stomata diamati dengan mikroskop pembesaran
400x.
Analisis data dilakukan dengan anova (program SAS) dan statistik
deskriptif (descriptive statistics) serta analisis regresi dan korelasi yang
menggunakan program Microsoft Excel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Posisi Daun
Jumlah daun pada cabang setiap minggu bertambah kecuali minggu ke 1
menuju ke-2. Data menunjukkan bahwa umur fisiologi daun mencapai 14 minggu
(3.5 bulan) sejak kuncup hingga menguning, jumlah daun per cabang dari pucuk
hingga daun tertua menguning adalah 35.5 helai (Gambar 12).
Tanaman jarak pagar memiliki rumus filotaksi 5/13 artinya terdapat 5
garis spiral yang melingkar cabang atau batang dan melewati 13 daun untuk
mencapai daun yang tegak lurus dengan daun permulaan dan membentuk angular
divergence (sudut antar daun) 1380 (Gambar 13). Arah spiral, yaitu searah
dengan arah jarum jam.
Gambar 12. Jumlah kumulatif daun pada cabang tanaman jarak pagar yang
tumbuh tanpa dipangkas
3 3 5.5 7.5 9.5
11.514
1719.5
22.525
27.531
35.5
0 5
10 15 20 25 30 35 40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 minggu
Jum
lah
Dau
n
Gambar 13. Filotaksis daun tanaman jarak pagar tampak dari atas. Angka
menunjukkan nomor daun Perkembangan Daun
Seiring dengan umur, luas daun individu meningkat secara nyata pada
minggu ke-2, 3, 4, dan 7. Pada awal pertumbuhan peningkatan luas daun lebih
cepat sampai pada minggu ke-4 (118.65 cm2), kemudian peningkatannya lebih
lambat sampai pada minggu ke-9 (171.48 cm2) setelah itu tidak terjadi lagi
peningkatan luas daun (Gambar 14a).
Penambahan ukuran daun (lebar dan panjang) secara nyata meningkat
dengan cepat dari minggu ke-1 sampai minggu ke-4 kemudian mengalami
peningkatan tetapi tidak nyata (Gambar 14b dan 14c). Sebaliknya, terjadi
kecenderungan bahwa semakin bertambah umur daun maka luas daun spesifik
(LDS) semakin menurun. Namun demikian, pada minggu ke-4, terjadi
peningkatan LDS yang nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa laju peningkatan
bobot kering daun lebih rendah dibandingkan laju penambahan luas daun pada
daun minggu ke-4 (Gambar 14d)
(a) (b)
Gambar 14. Perkembangan luas daun (a), lebar daun (b), panjang daun (c), luas
daun spesifik (d), dan panjang tangkai daun (e). (Nilai x ± SE)
Panjang tangkai daun meningkat tajam sampai pada minggu ke-5 (15 cm),
kemudian penambahan panjang tangkai daun masih meningkat tetapi lebih lambat
hingga mencapai maksimum pada minggu ke-9 (18.8 cm). Sementara itu,
penambahan bobot kering tangkai daun pada awal pertumbuhan hingga minggu
ke-4 lebih lambat dibandingkan minggu ke-4 (0.07 g) menuju minggu ke-6 (0.21
g) yang peningkatannya tajam (Gambar 14e dan 15a).
Umur Daun (minggu) Umur Daun (minggu)
Umur Daun (minggu) Umur Daun (minggu)
(c) (d)
(e) Umur Daun (minggu)
Bobot kering daun mengalami peningkatan secara nyata dengan semakin
bertambahnya umur daun. Bobot kering daun minggu ke-2, 3, 5 dan 7, yaitu
berturut-turut 0.09 g, 0.30 g, 0.45 g dan 0.71 g. Bobot kering pada awal
pertumbuhan sampai pada minggu ke-7 mengalami peningkatan yang lebih cepat
dibandingkan minggu sesudahnya (Gambar 15b).
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Bob
ot K
erin
g Ta
ngka
i Dau
n (g
)
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Bob
ot K
erin
g da
un (g
)
Gambar 15. Perkembangan bobot kering tangkai daun (a) dan bobot kering daun
(b) tanaman jarak pagar (Nilai x ± SE).
Pada daun-daun muda, tangkai daun membentuk sudut kecil kemudian
melebar hingga mencapai maksimum umur 14 minggu (76o) terhadap posisi
cabang. Pengujian melalui regresi menunjukkan pengaruh yang nyata antara umur
daun dengan sudut inklinasi (P-value <0.05%) dengan nilai keeratan 86.0 %
(Gambar 16a).
Pada awal pertumbuhan kehijauan daun meningkat sampai pada minggu
ke-10 (1.06) setelah itu menurun seiring dengan bertambahnya umur daun.
Penurunan kehijauan daun diduga disebabkan oleh degradasi klorofil (Gambar
16b)
Umur Daun (minggu) Umur Daun (minggu)
(a) (b)
y = - 0.971+12.99x - 0.5674x2
R2 = 0.86
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Umur Daun (minggu)
Sud
ut In
klin
asi T
angk
ai D
aun
(o)
y = 0.413+0.1423x-0.0074x2
R2 = 0.7564
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Umur Daun (minggu)
Keh
ijaua
n D
aun
Gambar 16. Hubungan sudut inklinasi tangkai daun dengan umur daun (a),
kehijauan daun dengan umur daun (b) tanaman jarak pagar. Kandungan Klorofil
Kandungan klorofil a, b dan total klorofil daun berbeda bergantung pada
umur daun. Kandungan klorofil a, b dan total tertinggi pada daun umur 9 minggu,
yaitu masing-masing 0.45 g/cm2, 0.19 g/cm2 dan 0.62 g/cm2, kemudian
mengalami penurunan seiring dengan waktu (Gambar 17a). Hal ini sejalan dengan
pendapat Rupp dan Traenkle (1995) bahwa kandungan klorofil daun dipengaruhi
oleh umur.
Nisbah klorofil a/b pada awal pertumbuhan meningkat, yaitu 2.55,
kemudian relatif konstan pada minggu ke-3 sampai ke-5 (2.97-3.02) sebelum
menurun, dan pada minggu ke-11 (2.70) terjadi peningkatan kembali (Gambar
17b). Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada awal pertumbuhan, laju peningkatan
klorofil a lebih tinggi dibandingkan klorofil b kemudian peningkatannya relatif
konstan dan selanjutnya peningkatan klorofil b lebih tinggi dibandingkan klorofil
a dan pada akhir perkembangan penurunan klorofil b lebih lambat dibandingkan
klorofil a atau klorofil b diduga mulai terdegradasi. Hidema et al. (1992) dan
Evans dan Poorter (2001) menyatakan bahwa penurunan rasio klorofil a/b terjadi
karena peningkatan jumlah klorofil b lebih tinggi dibandingkan klorofil a.
Peningkatan klorofil b dapat terjadi karena daun bagian bawah menerima cahaya
yang lebih sedikit dan adanya konversi klorofil a menjadi klorofil b. Folly dan
Engel (1999) menyatakan bahwa konversi klorofil a menjadi klorofil b memegang
(a) (b)
peranan penting dalam pembentukan dan reorganisasi aparatus fotosíntesis
sehingga memungkinkan tanaman dapat beradaptasi dengan intensitas cahaya
rendah.
00,10,20,30,40,50,60,70,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Umur Daun (minggu)
Klo
rofil
(g/c
m2)
a b total
0
1
2
3
4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14Umur Daun (minggu)
Klo
rofil
a/b
Gambar 17. Kandungan klorofil a, b, dan total (a) dan nisbah klorofil a/b (b) daun
tanaman jarak pagar dari daun termuda hingga senesen.
Berdasarkan uji regresi dan korelasi pengukuran kehijauan daun dengan
menggunakan alat klorofil tester dan spektrofotometer menunjukkan adanya
hubungan yang sangat kuat ( r = 0.95 dan r2 = 91.2 %) yang berarti bahwa 91.2 %
variasi sampel kehijauan daun dapat dijelaskan oleh kandungan total klorofil daun,
yaitu kehijauan daun berkaitan erat dengan total klorofil. Makin tinggi total
klorofil maka tingkat kehijauan makin tinggi.
(a)
(b)
Stomata Daun
Daun jarak pagar memiliki stomata pada bagian atas dan bagian bawah
(Gambar 18). Kerapatan stomata maksimum ditemukan pada daun umur 9 minggu
(275.46 per mm2). Kerapatan stomata bagian bawah daun lebih rapat
dibandingkan bagian atas daun (Tabel 2).
Gambar 18. Stomata bagian bawah (a) dan atas (b) daun jarak pagar (pembesaran
400x). posisi stomata Tabel 2. Kerapatan stomata pada bagian atas dan bawah daun berdasarkan posisi
daun (umur daun) pada cabang jarak pagar Umur daun (ming- guan)
Kerapatan stomata (per mm2) Rasio total stomata bawah/ atas
Atas Bawah Buka Tutup Total Buka Tutup Total
1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
- - 12.28 10.53 - 10.53 - 10.53 8.77 - - - - -
- - 5.32 0.02 28.07 31.61 8.77 24.58 28.07 22.81 22.81 19.30 17.54 -
- - 17.60 bcd 10.55 cd 28.07 abc 42.14 a 8.77 cd 35.11 ab 36.87 ab 22.81 abc 22.81 abc 19.30 bcd 17.54 bcd -
101.75 133.33 105.26 131.58 152.63 110.53 78.95 82.46 100.00 78.95 70.18 54.39 45.61 43.86
24.561 85.965 91.228 89.474 26.316 50.877 149.123 110.526 138.596 142.105 112.281 110.526 126.316 110.526
126.32 i 219.29 b 196.49 c 221.05 b 178.95 def 161.40 hg 228.07 ab 192.98 cd 238.59 a 221.05 b 182.45 cde 164.91 fgh 171.93 efg 154.39 h
- - 11.42 b 25.89 a 3.93 bc 2.63 c 19.16 a 4.37 bc 5.04 bc 7.19 bc 5.23 bc 6.41 bc 6.69 bc -
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. - tidak teridentifikasi.
(a) (b)
Rasio total kerapatan stomata bagian bawah dan atas tertinggi dicapai pada
minggu ke-4 (25.89). Kerapatan stomata tertinggi pada bagian atas dicapai pada
minggu ke-6, yaitu 42.14 per mm2 dan bagian bawah minggu ke-9 (238.59 per
mm2). Pada stomata bagian bawah, perbandingan stomata membuka lebih banyak
dibandingkan menutup pada minggu ke-1 sampai ke-6, sebaliknya minggu ke-7
sampai ke-14 stomata tertutup lebih banyak dibandingkan terbuka.
Mohr dan Schopfer (1995) menyatakan bahwa proses pembukaan stomata
secara langsung merupakan fungsi cahaya karena sel penjaga memiliki klorofil,
cahaya (terutama cahaya biru) yang diserap oleh sel penjaga akan merangsang
masuknya ion kalium ke sel penjaga. Akumulasi ion kalium (K+) pada sel penjaga
mengakibatkan terbukanya stomata. Ada dugaan bahwa semakin bertambah umur
daun (posisi daun semakin berada di bawah) menyebabkan daun akan ternaungi
oleh daun yang ada di atasnya mengakibatkan intensitas cahaya yang sampai pada
permukaan daun tersebut lebih rendah dan menginduksi penutupan stomata.
Fahn (1995) melaporkan bahwa penurunan intensitas cahaya pada daun Iris sp.
menyebabkan penurunan jumlah stomata. Allard et al. (1991) juga melaporkan
bahwa perlakuan radiasi rendah pada tall fescue menyebabkan penurunan
kerapatan stomata pada kedua permukaan daun dan pengaruh paling kuat terjadi
pada stomata abaksial.
Laju Fotosintesis
Laju fotosintesis berkorelasi secara kuadratik dengan umur daun,
hubungan korelasinya bersifat kuadratik (Gambar 18).
y = -0.1289x2 + 1.7508x + 1.6057R2 = 0.5697**
0
2
4
6
8
10
12
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Umur Daun (minggu)
Laju
Fot
osin
tesi
s (A
) u m
ol C
O2/
m2̂/
s
Gambar 19. Laju fotosintesis daun tanaman jarak pagar sejak umur 1 minggu
hingga 14 minggu
Pada awal pertumbuhan daun, laju fotosintesis meningkat sampai daun
mengalami perkembangan penuh dan kemudian menurun secara berlahan seiring
dengan meningkatnya umur daun. Hal ini sejalan dengan pernyataan Lakitan
(2004) dan Salisbury dan Ross (1995) bahwa stadia perkembangan daun (umur
daun) mempengaruhi laju fotosintesis. Penurunan kemampuan fotosintesis pada
daun-daun tua tanaman jarak pagar disebabkan terjadinya degradasi klorofil dan
hilangnya fungsi kloroplas.
Sebagai sumber utama karbohidrat, potensi daun sebagai “source” yang
diukur melalui laju fotosintesis, maksimum dicapai pada daun umur 6 minggu
(8.99 µmol CO2/m2/s). Hal ini berimplikasi bahwa jumlah kumulatif daun ke-11
sampai daun ke- 13 atau berumur enam minggu setelah terbentuk dapat digunakan
sebagai referensi untuk mengevaluasi laju fotosintesis pada daun jarak pagar.
Uji korelasi laju fotosintesis dengan berbagai peubah yang lain
menunjukkan bahwa laju fotosintesis secara signifikan dipengaruhi oleh besarnya
selisih konsentrasi CO2 yang mengalir ke dalam dan keluar daun, suhu daun,
jumlah stomata yang terbuka, dan radiasi aktif fotosintesis daun (PAR), dan CO2
sub-stomatal (Tabel 3).
Tabel 3. Korelasi karakter fisiologi, fotosintesis dengan berbagai faktor lingkungan
A
(µmol CO2 /m2/s)
ΔC (µmol/ mol)
Tch (0C)
Jumlah stomata Terbuka
Q leaf (µmol/s/
m2) ΔC(µmol/mol) 0.634 z* Tch 0.587 * 0.449 tn Jumlah Stomata Terbuka
0.681 *
0.307 tn
0.527 tn
Q leaf 0.728 * 0.603 * 0.449 tn 0.179 tn Ci (µmol/mol) 0.460 * 0.540 * 0.362 tn 0.221 tn 0.736 *
Keterangan : * = berpengaruh nyata, tn = tidak berpengaruh nyata, dan z = nilai r2. A = laju fotosintesis, ΔC= perbedaan konsentrasi CO2 yang masuk dan keluar daun, Tch = suhu daun, dan Qleaf = PAR permukaan daun, serta Ci = konsentrasi CO2 dalam sub-stomatal
Data pada Tabel 3 memperkuat hasil penelitian bahwa fotosintesis daun
dipengaruhi oleh suhu dan cahaya (Campbell et al. 1990), konsentrasi CO2 di
udara (Wardlaw, 1990), radiasi aktif fotosintesis (Salisbury dan Ross, 1995), dan
konduktansi stomata (Ohashi et al. 1998).
SIMPULAN
Daun jarak pagar memiliki filotaksi 5/13 dengan sudut antar daun 1380.
Kandungan klorofil a, b, dan total meningkat seiring dengan bertambahnya umur
daun, klorofil a, b, dan total tertinggi dicapai pada umur daun minggu ke-9
berturut-turut (0.45 g/cm2, 0.19 g/cm2, 0.62 g/cm2). Stomata daun jarak pagar
terdapat pada bagian atas dan bawah daun, total kerapatan stomata daun bagian
atas tertinggi dicapai pada minggu ke-6, yaitu 42.14 per mm2 dan bagian bawah
minggu ke-9 (238.59 per mm2). Daun mulai berfotosintesis sejak umur 1 minggu
hingga umur 14 minggu, setelah itu daun mengalami senesen. Laju fotosintesis
maksimum ditemukan pada daun umur 6 minggu, yaitu 8.99 µmol CO2/m2/s.
Daun ke-11 sampai 13 atau umur 6 minggu setelah terbentuk dapat dijadikan
referensi untuk mengevaluasi laju fotosintesis.
V. PENGARUH TINGGI PANGKASAN BATANG UTAMA DAN JUMLAH CABANG PRIMER YANG DIPELIHARA TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
Effect of stem pruning and number of primary branches on growth, production
and seed oil content of Jatropha curcas L.
Abstract
The objective of this research was to determine shoot architecture to support growth, increase production and seed oil content through various stem pruning and number of primary branches. This research was conducted using Randomized Complete Block Design with single factor. It consisted of ten treatments, i.e., control, T20= height of stem pruning at 20 cm from soil and without control on number of primary branches, T20-2=height of stem pruning at 20 cm from soil and two primary branches, T20-3= height of stem pruning at 20 cm and three primary branches, T30= height of stem pruning at 30 cm and without control on number of primary branches, T30-2= height of stem pruning at 30 cm and two primary branches, T30-3=height of stem pruning 30 cm and three primary branches, T40=height of stem pruning at 40 cm and without control on number of primary branches, T40-2=height of stem pruning at 40 cm and two primary branches, and T40-3=height of stem pruning 40 cm and three primary branches. The results showed that pruning changed shape and size of physic nut canopy, and also increased number of branches. The highest seed oil content and seed production was achieved T40 and T30-3 treatments i.e., 323.81 g/plant or 0.810 ton/ha and 320.61 g/plant or 0.802 ton/ha with seed oil yield 244.56 kg/ha and 276.61 kg/ha, respectively. Key words : Jatropha curcas L., seed oil content, production, pruning
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengaturan arsitektur tanaman dapat mengefisienkan ruang tempat
tanaman tumbuh dan dapat meningkatkan produktivitas, terutama tanaman yang
berbunga di terminal. Pembentukan arsitektur tajuk bertujuan untuk mengurangi
sistem percabangan, meratakan penerimaan cahaya, menyebarkan percabangan
agar dapat membagi ruang tumbuh secara merata, mempermudah pengelolaan
pohon dan mempermudah penyusunan anggaran kebun serta prediksi hasil karena
ukuran dan bentuk pohon seragam (Widodo, 1995).
Salah satu tindakan agronomis yang dapat dilakukan untuk perbaikan
teknik budidaya tanaman jarak pagar adalah pembentukan arsitektur tajuk
melalui pemangkasan. Tindakan pembentukan arsitektur tajuk melalui
pemangkasan pada tanaman jarak pagar sangat diperlukan untuk memperoleh
tajuk tanaman yang efisien dalam memproduksi buah, meningkatkan produksi
hasil panen, membentuk struktur fisik tanaman (kanopi) seperti semak atau
payung dan meningkatkan cabang produktif, semakin banyak cabang produktif
yang dihasilkan maka buah dan biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula
sampai pada jumlah cabang terminal tertentu (Mahmud, 2006).
Cabang tempat tumbuhnya bunga dan buah jarak pagar (selanjunya disebut
cabang terminal) sangat ditentukan oleh jumlah cabang primer dan sekunder yang
tumbuh dari batang utama. Oleh karena itu pengaturan arsitektur tajuk yang
berdasarkan jumlah cabang primer dan sekunder yang dipelihara menjadi penting
untuk diteliti agar dapat membentuk arsitektur tajuk yang baik sehingga jumlah
bunga dan buah serta kualitas minyak yang dihasilkan mutunya berkualitas.
Menurut Ferry (2006) jumlah cabang primer yang perlu dipelihara antara 3 – 5
cabang sedangkan jumlah cabang sekunder yang perlu dipelihara sebanyak 3
cabang, hal ini dilakukan agar setiap pohon jarak pagar mempunyai 40-45 cabang
terminal. Berdasarkan laporan Mahmud (2006) hasil penelitian di India
menunjukkan bahwa jumlah cabang terminal yang ideal per tanaman pada
tanaman jarak pagar adalah 40 cabang dan jumlah buah 10-15 per tandan.
Selanjutnya dikatakan jika jumlah cabang terminal per pohon lebih dari 40 cabang
maka jumlah buah per tandan akan berkurang dan ukurannya mengecil sehingga
akan mempengaruhi mutu biji yang dihasilkan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menemukan arsitektur tajuk yang memiliki jumlah
cabang yang dapat mendukung pertumbuhan dan meningkatkan produksi serta
hasil minyak jarak pagar melalui, (1) pengujian pengaruh arsitektur tajuk
berdasarkan tinggi pangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang
dipelihara terhadap pertumbuhan, produksi, dan kandungan minyak, (2)
mengukur laju fotosintesis yang terjadi pada arsitektur tajuk jarak pagar
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan (University
Farm) Institut Pertanian Bogor (240 m di atas permukaan laut) pada Februari
2007 - Mei 2008. Hasil analisis tanah dari tempat penelitian yang dilakukan di
Laboratorium Puslit Tanah Bogor menunjukkan bahwa beberapa parameter
berada dalam kriteria rendah, sedang dan sangat rendah. Adapun hasil analisis
secara lengkap disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Data hasil analisis sampel tanah tempat penelitian
Parameter Hasil Kriteria * C. Organik (%) N (%) C/N P2O5 Bray (ppm) K2O (mg/100 g) KTK/CEC (Cmol (+)/kg) KB (%) Susunan Kation Ca (Cmol(+)/kg) Mg K Na pH H2O
1.05 0.14
8 5.3 6
16.73 45
6.24 1.02 0.08 0.114 5.3
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang
Sedang Sedang
Sangat Rendah Rendah Masam
* Menurut klasifikasi sifat kimia tanah Balai Penelitian Tanah (Balitan) Bogor (1980).
Bahan dan Alat
Tanaman jarak pagar yang diamati berasal dari Nusa Tenggara Barat
(Lombok Barat). Penelitian ini menggunakan pupuk Urea, SP-36, KCl, pupuk
kandang, insektisida dan fungisida. Alat utama yang digunakan adalah timbangan
analitik, light meter, leaf area meter, hand counter, labu soxhlet, oven, Leaf
Chamber Analyser (LCA4) dan cuvet daun lebar (PCL4) model ADC Bio
Scientific Ltd, dan spektrofotometer.
Data-data iklim yang diambil dari stasion klimatologi Dramaga disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Data iklim tempat penelitian di kebun Cikabayan IPB, Bogor.
Bulan
Temperatur (oC) Kelembaban Nisbi (%)
Penyinaran Curah Hujan
Rata- Rata
Max Min Rata-rata Lama (%)
Intensitas (kal/cm2/
menit)
(HH) Hari hujan
RR (mm/ bulan)
2007 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
26.1 25.1 25.7 25.8 26.0 25.6 25.6 25.4 26.0 26.0 25.9 25.3
31.7 29.7 30.7 31.6 31.8 31.4 31.7 31.9 32.6 32.7 32.0 30.0
22.4 22.6 22.9 22.9 22.9 22.3 21.8 21.3 21.6 22.3 22.1 22.4
81 90 86 85 86 83 81 79 77 81 81 89
61 43 45 59 71 76 86 89 90 75 63 39
223 254 240 257 254 253 272 317 355 356 315 201
11 18 24 29 19 21 12 15 12 25 20 31
140 611 276 473 198 274 134 248 206 236 444 476
Jumlah 795.1 3297.0 237.0 3715.1 Rata2 66.3 274.8 19.0 309.6
2008 Jan Peb Mar Apr Mei
25.7 24.4 25.1 26.5 25.8
31.1 28.1 30.9 31.5 31.7
22.1 22.1 22.0 22.2 21.9
84 90 87 86 82
61 18 53 65 81
223 254 240 257 254
20 29 28 25 18
251 377 673 527 277
Jumlah 278.6 1228.0 120.0 2104.3 Rata2 55.7 245.6 24 420.9
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Balai Wilayah Stasiun Klimatologi Kelas 1 Darmaga Bogor; Keterangan : RR = jumlah curah hujan
Metode Percobaan
Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok satu faktor, terdiri atas 10 perlakuan :
Kontrol = tanpa pangkas batang utama dan tanpa pengendalian cabang
primer
T20 = pangkas batang utama 20 cm dari permukaan tanah dan tanpa
pengendalian cabang primer
T20-2 = pangkas batang utama 20 cm dari permukaan tanah dan memelihara
2 cabang primer
T20-3 = pangkas batang utama 20 cm dari permukaan tanah dan memelihara
3 cabang primer
T30 = pangkas batang utama 30 cm dari permukaan tanah dan tanpa
pengendalian jumlah cabang primer
T30-2 = pangkas batang utama 30 cm dari permukaan tanah dan memelihara
2 cabang primer
T30-3 = pangkas batang utama 30 cm dari permukaan tanah dan memelihara
3 cabang primer
T40 = pangkas batang utama 40 cm dari permukaan tanah dan tanpa
pengendalian jumlah cabang primer
T40-2 = pangkas batang utama 40 cm dari permukaan tanah dan memelihara
2 cabang primer
T40-3 = pangkas batang utama 40 cm dari permukaan tanah dan memelihara
3 cabang primer).
Setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 10 x 3 = 30 satuan
percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 6 tanaman sehingga total tanaman
30 x 6 = 180 tanaman
Pengujian perlakuan dilakukan dengan analisis ragam (uji F), jika
berpengaruh nyata maka akan dilakukan uji beda nilai tengah dengan metode
Wilayah Berganda Duncan taraf 5 %.
Pelaksanaan Percobaan
Pembibitan menggunakan polibag, media tanam yang digunakan
perbandingan antara volume tanah top soil dan pupuk kandang 2 : 1. Setelah
umur bibit 2 bulan, bibit siap dipindahkan ke lapangan. Penelitian dilakukan pada
lahan seluas 720 m2 yang dibagi menjadi 30 petak tiap petak berukuran 4 m x 6
m. Jarak antara petak percobaan 2 m. Bibit ditanam dengan jarak tanam 2 m x 2
m dengan satu bibit per lubang tanam sehingga populasi per petak adalah 6
tanaman. Pemupukan dilakukan berdasarkan dosis pupuk pada tahun pertama,
yaitu 40 g Urea/tanaman, 40 g SP-36/tanaman, 40 g KCl/tanaman. Khusus Urea
dari 40 g, diberikan 1/2 bagian (20 g) saat tanam dan sisanya 20 g diberikan satu
bulan kemudian. Pemangkasan batang utama dilakukan pada saat tanaman telah
berumur 50 hari di lapangan. Adapun waktu pembibitan, jadwal penanaman dan
waktu pemangkasan batang utama dan data curah hujan (mm/bulan) disajikan
pada Gambar 20.
Gambar 20. Data curah hujan, waktu pembibitan, penanaman di lapangan (Tnm),
waktu pemangkasan batang utama (P.BU), dan pengamatan pertama (PP)
Pemeliharaan tanaman berupa penyiangan gulma dilakukan sebulan sekali
dan pengendalian hama rayap menggunakan insektisida dan pengendalian
penyakit secara kimia tidak dilakukan karena intensitas serangan di lapangan
sangat rendah.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam percobaan ini adalah :
1. Data pertumbuhan yang diamati meliputi : (a) panjang tunas cabang, diukur 3
cm dari batang sampai ujung tunas cabang, (b) jumlah daun, dihitung jumlah
daun yang telah terbuka sempurna. (c) diameter cabang, diukur 3 cm dari
batang dengan menggunakan jangka sorong, dan (d) diameter batang utama,
diukur 5 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong.
Pengamatan pertama dilakukan dua bulan setelah pemangkasan batang utama,
yaitu bulan September 2007 sampai bulan Mei 2008 yang dilakukan dua bulan
sekali.
2. Data produksi yang diamati meliputi : (a) waktu berbunga, ditentukan setelah
tanaman pertama kali berbunga, (b) persentase jumlah cabang primer yang
611
473
248
206 236
444 476
251
673
276
140 19
8
134
274
527
377
277
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov DesBulan Pembibitan dan Penanaman Jarak Pagar
Jum
lah
Cur
ah H
ujan
(mm
/bulan
2007
2008
2007
Pembibitan Tnm P. BU PP
berbunga, dihitung dari jumlah cabang primer yang terbentuk dibagi dengan
total jumlah cabang primer dikali 100 %, (c) jumlah buah per tandan, dihitung
dari jumlah buah per tandan yang terbentuk pada tanaman jarak pagar, (d)
jumlah buah per tanaman, menghitung total buah yang terbentuk per tanaman,
(e) jumlah biji per tanaman, dihitung dari total jumlah biji yang terbentuk per
tanaman, (f) bobot kering biji per tanaman, menimbang biji hasil panen yang
telah dikeringkan terlebih dahulu, (g) bobot kering per biji, dihitung dari bobot
kering biji per tanaman dibagi jumlah biji per tanaman, (g) bobot kering biji
per ha, diperoleh dari luas lahan per ha/ luas lahan per petak x hasil biji per
petak.
3. Kandungan minyak jarak pagar diamati dari biji yang buahnya berwarna kuning
dengan cara seluruh buah yang berwarna kuning digabung menjadi satu
kemudian dianalisis kandungan minyak biji menggunakan metode soxlet
(Gambar 21) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Bobot lemak terekstrak
% kandungan minyak = ------------------------------- x 100 %
Bobot sampel kering
Secara lengkap cara menentukan kandungan minyak biji pada Lampiran 3
Gambar 21. Alat soxhlet yang digunakan untuk menganalisis kandungan minyak
4. Luas daun jarak pagar, dilakukan dengan cara menciplak daun dengan
menggunakan kertas yang dilakukan pada daun bagian atas, tengah dan bawah.
Kertas hasil jiplakan dimasukan ke leaf area meter untuk mengetahui luas daun
contoh.
Luas daun total = Jumlah daun total x luas daun contoh
5. Intersepsi cahaya, diamati setiap dua bulan sekali dengan cara menempatkan
alat light meter di atas tajuk dan di bawah tajuk pada tiga titik yang berbeda
pada pukul 10.00, 12.00 dan 14.00. Adapun rumus intersepsi cahaya menurut
Curry (1991) sebagai berikut :
Rata-rata cahaya kanopi bagian bawah
Intersepsi cahaya (%) = 1 - --------------------------------------------- x 100 %
Rata-rata cahaya kanopi bagian atas
6. Kandungan klorofil a, klorofil b dan klorofil total dan antosianin diamati dari
daun jarak pagar yang berumur 6 minggu (daun ke-11 sampai 13) dari tunas
pucuk. Analisis klorofil dan antosianin menggunakan alat spektrofotometer
(Yoshida et al., 1976). Secara detail dijelaskan pada Lampiran 1 dan 4.
7. Kerapatan stomata diperoleh dari hasil perhitungan :
Jumlah stomata
Kerapatan stomata = ---------------------
Luas bidang pandang
Daun sampel diambil jam 10.00 dari daun yang berumur 6 minggu.
Permukaan bawah daun diolesi kutex transparan pada tiga tempat yang
berbeda dan setelah kering diangkat menggunakan selotif transparan. Hasil
kopian stomata daun tersebut diamati di bawah mikroskop pada pembesaran
400x. Secara detail dijelaskan pada Lampiran 2.
10. Laju fotosintesis diukur pada daun umur 6 minggu (daun ke 11, 12 dan 13)
pada pukul 10.00-14.00 menggunakan Leaf Chamber Analyser (LCA4) dan
cuvet daun lebar (PCL4) model ADC Bio Scientific Ltd yang ditempatkan
pada bagian tengah daun. Adapun penempatan daun pada cuvet disajikan
pada Gambar 22.
Gambar 22. Penempatan Cuvet portable chamber leaf model ADC Bio Scientific
Ltd pada daun jarak pagar yang diukur.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komponen Vegetatif Pemangkasan batang utama meningkatkan jumlah cabang primer yang
tidak dibatasi pada tanaman jarak pagar. Jumlah cabang primer tertinggi dicapai
pada perlakuan T30 (6.9) dan yang terendah pada kontrol, yaitu 5.2. Peningkatan
jumlah cabang kontrol pada umur 8-10 bulan setelah pangkas 5.2 cenderung sama
dengan perlakuan T20 (5.3) (Tabel 6).
Tabel 6. Perkembangan jumlah cabang primer akibat pemangkasan batang utama
Perlakuan
Bulan setelah pangkas Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-8 Ke-10
Kontrol T20 T20-2 T20-3 T30 T30-2 T30-3 T40 T40-2 T40-3
2.8 4.4 2.0 3.0 5.7 2.0 3.0 5.7 2.0 3.0
4.3 5.2 2.0 3.0 6.5 2.0 3.0 5.9 2.0 3.0
4.7 5.3 2.0 3.0 6.5 2.0 3.0 5.9 2.0 3.0
5.2 5.3 2.0 3.0 6.9 2.0 3.0 6.0 2.0 3.0
5.2 5.3 2.0 3.0 6.9 2.0 3.0 6.0 2.0 3.0
Keterangan : T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Peningkatan jumlah cabang primer pada tanaman yang dipangkas, sejalan
dengan pendapat Marini (2003) yang menyatakan bahwa pemangkasan batang
utama akan merangsang pembentukan cabang yang lebih banyak dan lebih cepat
dibandingkan tanpa pangkas. Menurut Salisbury dan Ros (1995) dan Widodo
(1995), penambahan jumlah cabang ini dapat terjadi karena hilangnya dominansi
apikal akibat pemangkasan tunas pucuk batang utama. Hal ini menyebabkan
tunas-tunas lateral pada batang utama tumbuh dan berkembang yang pada
akhirnya membentuk cabang tanaman.
Pemangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara
berpengaruh secara nyata terhadap diameter batang umur 2-10 bulan setelah
pangkas. Diameter batang tertinggi pada T40 (6.9 cm) dan yang terendah pada
T20-2 (4.50 cm). Terjadi kecenderungan, semakin banyak jumlah cabang maka
diameter batang semakin besar (Tabel 7).
Tabel 7. Perkembangan diameter batang (cm) pada berbagai arsitektur tajuk
Perlakuan
Bulan setelah pangkas Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-8 Ke-10
---------------------------------cm------------------------------------------- Kontrol T20 T20-2 T20-3 T30 T30-2 T30-3 T40 T40-2 T40-3
3.0 b 3.2 b 2.4 c 3.3 b
3.6 ab 3.2 b 3.4 b 3.9 a 3.2 b
3.5 ab
3.6 cd 3.9 bcd
3.5 d 4.3 abc 4.5 ab
3.9 bcd 4.1 bcd
4.9 a 3.7 cd
4.0 bcd
4.2 b 4.2 b 4.1 b
4.9 ab 5.0 ab 4.5 b
4.7 ab 5.4 a 4.4 b
4.9 ab
4.6 cd 4.8 bcd
4.5 d 5.6 abc 5.7 ab
5.2 abcd 5.4 abcd
6.1 a 5.1 bcd 5.6 abc
5.1 cd 5.3 bcd
4.5 d 6.4 ab
6.2 abc 5.7 bcd 6.1 abc
6.9 a 5.7 bcd 6.4 ab
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Hal di atas mengindikasikan bahwa translokasi hasil fotosintat dari daun
pada cabang yang lebih banyak lebih besar dibandingkan jumlah cabang yang
lebih sedikit untuk mendukung penambahan diameter batang (sebagai sink)
sehingga terjadi keseimbangan besarnya diameter batang dan jumlah cabang pada
tajuk tanaman jarak pagar. Hal ini sejalan dengan pendapat Cline (1997), batang
tanaman pohon merupakan sink terhadap asimilat yang dihasilkan cabang lateral
untuk mendukung pertumbuhan tajuk tanaman secara keseluruhan.
Pemangkasan pucuk dan jumlah cabang primer yang dipelihara
berpengaruh secara nyata terhadap diameter cabang dan panjang cabang tanaman
jarak pagar. Terjadi kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah cabang maka
diameter cabang dan panjang cabang lebih rendah. Diameter cabang dan panjang
cabang tertinggi terjadi pada T20-3 masing-masing (3.3 cm dan 97.2 cm) dan
yang terendah berturut-turut pada kontrol (1.70 cm dan 54.6 cm (Tabel 8 dan
Tabel 9 ).
Tabel 8. Perkembangan diameter cabang primer pada berbagai arsitektur tajuk
Perlakuan
Bulan setelah pangkas Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-8 Ke-10
--------------------- ----------------cm----------------------------------------- Kontrol T20 T20-2 T20-3 T30 T30-2 T30-3 T40 T40-2 T40-3
0.7 c 1.0 bc
1.1 b 1.4 a
1.1 ab 1.3 ab 1.2 ab 1.3 ab 1.0 bc 1.0 bc
0.9 b 1.5 b
1.8 ab 2.0 a 1.5 b
1.6 ab 1.6 ab 1.6 ab 1.5 b 1.5 b
1.4 d 1.6 cd 2.2 ab 2.4 a
1.7 bcd 2.0 abc
1.9 abcd 1.8 bcd 1.8 bcd 1.9 bcd
1.6 c 1.9 bc 2.4 ab
2.8 a 1.9 bc 2.3 ab 2.3 ab 2.1 b
2.2 ab 2.2 ab
1.7 c 2.1 bc 2.7 ab
3.3 a 2.2 bc 2.6 b 2.6 b 2.5 b 2.5 b 2.5 b
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan sekunder (secondary
growth) yang berperan dalam memperbesar diameter batang atau cabang dan
pertumbuhan primer (primary growth) yang berperan dalam meningkatkan
panjang, tinggi dan lebar kanopi (tajuk) pada perlakuan T20-3 lebih aktif tumbuh
dan berkembang. Keaktifan pertumbuhan dan perkembangan ini sangat didukung
oleh ketersediaan hasil fotosintat yang tersimpan pada cabang tersebut, zat hara
dan air. Hal ini sejalan dengan pendapat Marini (2003) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan diameter batang dan panjang tajuk tanaman membutuhkan
pembelahan sel yang diikuti pembesaran sel dan diferesensiasi sel yang akan
berimplikasi pada pertumbuhan primer dan sekunder tanaman.
Tabel 9. Perkembangan panjang cabang pada berbagai arsitektur tajuk
Perlakuan
Bulan setelah pangkas Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-8 Ke-10
---------------------------------cm------------------------------------------- Kontrol T20 T20-2 T20-3 T30 T30-2 T30-3 T40 T40-2 T40-3
10.9 c 15.5 bc 17.6 bc 25.6 a 26.1 a 27.3 a
20.5 ab 20.1 ab 17.4 bc 20.0 ab
20.7 c 28.5 bc 39.0 ab 49.0 a
42.4 ab 46.3 a 44.7 a
41.6 ab 37.3 ab 37.1 ab
30.4 c 36.5 bc 52.7 ab
64.2 a 51.0 ab
58.7 a 55.3 a
50.8 ab 51.9 ab 50.1 ab
62.6 c 49.8 bc 76.9 a 83.9 a
65.0 ab 82.3 a 73.6 a
66.0 ab 71.6 a 71.4 a
54.6 d 58.1 cd 88.6 ab 97.2 a
74.1 bc 93.2 ab 88.4 ab 77.4 b
83.9 ab 79.9 ab
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Pemangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara
berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun dan luas daun total jarak pagar
umur 2-10 bulan setelah pangkas (Tabel 10 dan Tabel 11). Semakin banyak
jumlah cabang menyebabkan jumlah daun yang terbentuk dan luas daun total
semakin meningkat (tinggi). Jumlah daun dan luas daun total tertinggi diperoleh
pada perlakuan T40, masing-masing 866.5 helai dan 5293.0 cm2, terendah T20-2
berturut-turut 234.4 helai dan 1319 cm2 (Tabel 10 dan Tabel 11).
Jumlah daun total berhubungan erat dengan luas daun total, semakin
banyak jumlah daun maka luas daun total akan semakin meningkat pula. Semakin
banyak daun maka kemampuan membentuk fotosintat akan semakin besar
sehingga pembentukan organ-organ vegetatif akan lebih baik karena daun pada
tanaman berfungsi sebagai organ fotosintesis yang mengkonversi energi cahaya
menjadi energi kimia (Taiz dan Zeiger, 2002).
Tabel 10. Perkembangan jumlah daun total pada berbagai arsitektur tajuk
Perlakuan
Bulan setelah pangkas Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-8 Ke-10
---------------------------------helai------------------------------------------- Kontrol T20 T20-2 T20-3 T30 T30-2 T30-3 T40 T40-2 T40-3
74.3 c 90.8 bc 37.5 c
91.2 bc 189.3 a
80.4 bc 99.8 bc 144.8 ab 55.6 c 68.4 c
173.2 c 210.5 abc 104.8 c
197.1 bc 341.2 a 148.3 c 208.9 abc 333.9 ab
147.5 c 217.2 abc
249.8 b 298.4 ab 165.6 b
301.9 ab 461.7 a 226.3 b
338.3 ab 466.6 a 214.6 b
316.9 ab
342.5 bcd 401.3 bcd
199.8 d 394.9 bcd 632.2 abc 342.7 bcd 512.4 abc
695.3 a 300.2 cd 432.0 abcd
423.6 bc 510.3 abc 234.4 c 465.4 bc 734.8 ab 368.5 bc 654.9 ab
866.5 a 396.2 bc 518.7 abc
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Tabel 11. Perkembangan luas daun total pada berbagai arsitektur tajuk
Perlakuan
Bulan setelah pangkas Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-8 Ke-10
---------------------------------cm2------------------------------------------- Kontrol T20 T20-2 T20-3 T30 T30-2 T30-3 T40 T40-2 T40-3
436.9bc 453.4bc
210.8c 518.6bc
1035.2 a 440.4bc 578.1bc 877.3 ab
313.2c 376.5c
1019.7 abc 1082.6 abc 602.3 c 1122.0 abc 1866.0 ab
814.0 bc 1213.0 abc 2035.1 a 844.5 bc 1241.7 abc
1471.0 abc 1524.1 abc 947.1 c 1708.0 abc 2517.3 ab 1240.5 bc 1964.9 abc 2817.0 a 1225.9 bc 1806.5 abc
2016.4 bc 2061.7 bc 1135.4 c 2232.1 abc 3421.9 ab 1882.5 bc 2977.7 abc 4239.3 a 1721.5 bc 2457.2 abc
2494.0 ab 2647.0 ab 1319.0 b 2633.0 ab 3979.0 ab 2022.0 b 3811.0 ab 5293.0 a 2277.0 b 2962.0 ab
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05.
Intersepsi Cahaya Pemangkasan batang utama dan pengaturan jumlah cabang primer
berpengaruh secara nyata terhadap persentase intersepsi cahaya oleh kanopi
tanaman jarak pagar pada bulan ke-2, 6 dan 10. Pada bulan ke-2 tanaman kontrol
sebagai central leader hanya berbeda nyata dengan perlakuan T30-2 (open center)
yang jumlah cabang primer dipelihara hanya 2 cabang. Pada bulan ke-6 tanaman
kontrol berbeda nyata dengan perlakuan T20-2 (2 cabang primer). Hal ini
berindikasi bahwa tanaman central leader memiliki intersepsi cahaya yang lebih
tinggi dibandingkan tanaman open center yang hanya menyimpan 2 cabang
primer. Perbedaan persentase intersepsi cahaya tanaman kontrol dengan T20-2
dan T30-2 terjadi karena tanaman kontrol dengan jumlah cabang yang lebih
banyak (Tabel 6), jumlah daun yang banyak (Tabel 10), dan luas daun total yang
lebih tinggi (Tabel 11) dibandingkan T20-2, T30-2 dan T40-2, memungkinkan
memiliki cahaya yang diintersepsi oleh daun lebih tinggi atau cahaya yang
diteruskan sampai ke permukaan tanah lebih rendah dibandingkan T20-2, T30-2
dan T40-2.
Sebaliknya jika tanaman kontrol (central leader) dibandingkan dengan
tanaman yang dipangkas batang utama (open center) dan dipelihara lebih dari 3
cabang primer (tanpa pangkas cabang primer), yaitu T20, T30, dan T40
menunjukkan bahwa jumlah cabang primer yang banyak (tidak dibatasi)
cenderung memiliki intersepsi cahaya yang lebih tinggi walaupun secara statistik
tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 12). Hal ini juga berimplikasi bahwa
jumlah cahaya yang tersedia di sekitar kanopi tanaman jarak pagar pada tanaman
yang memiliki jumlah cabang, jumlah daun dan total luas daun yang tinggi lebih
banyak akibat kemampuan arsitektur tanaman tersebut mengintersep atau
mengurangi cahaya yang diteruskan ke permukaan tanah di bawah kanopi pohon.
Hal ini sejalan dengan pendapat Jackson (1980) dan Lakso (1994) yang
menyatakan bahwa pruning akan meningkatkan penangkapan cahaya karena
terbukanya ruang kanopi tanaman. Kondisi ini memberikan peluang kepada daun-
daun yang ada pada kanopi tanaman tersebut dapat memanfaatkannya untuk
proses fotosintesis, mempengaruhi pembukaan dan penutupan stomata, dan
kandungan klorofil daun.
Intersepsi cahaya yang ada di sekitar tajuk tanaman jarak pagar
berfluktuasi sejak bulan ke-2 sampai bulan ke-10. Hal ini disebabkan oleh
berbedaan tingkat radiasi yang sampai kepermukan kanopi dan radiasi yang
diteruskan sampai di bawah permukaan tanah. Bulan ke-2 radiasi yang datang dan
radiasi yang diteruskan memiliki selisih yang jauh berbeda. Hal ini disebabkan
daun-daun yang berada pada batang utama dan cabang-cabang primer sebagian
besar belum gugur sehingga cahaya yang diteruskan sampai ke permukaan
tanah menjadi rendah (Tabel 12).
Tabel 12. Intersepsi cahaya berbagai arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan
Bulan setelah pangkas Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-8 Ke-10
------------------------------%------------------------------------------- Kontrol T20 T20-2 T20-3 T30 T30-2 T30-3 T40 T40-2 T40-3
71.5 ab 79.7 a
62.4 bc 64.9 abc 71.5 ab
54.8 c 61.1 bc 73.5 ab
64.9 abc 60.8 bc
49.1 53.2 47.7 48.8 55.4 47.3 48.8 57.4 46.5 47.1
49.9 ab 53.5 ab 34.1 c
50.1 ab 56.2 a
41.5 bc 56.5 a 59.5 a
47.5 ab 60.2 a
68.6 71.3
65.6 67.1 70.4 64.8 66.3 70.8
64.2 68.8
53.4 abc 57.5 ab 48.7 abc 53.8 abc 56.9 ab
45.5 bc 53.9 abc 61.5 a 41.1 c 59.3 ab
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Rendahnya cahaya yang diteruskan sampai kepermukaan tanah
berimplikasi kepada tingginya intersepsi cahaya pada kanopi (tajuk). Bulan ke-4
dan ke-6 intersepsi cahaya lebih rendah dibandingkan bulan ke-2. Hal ini
disebabkan radiasi yang datang dipermukaan tajuk, banyak diteruskan ke
permukaan tanah karena sebagian daun sudah gugur. Akan tetapi pada bulan ke-8
intersepsi cahaya meningkat kembali. Hal ini disebabkan sebagian daun-daun
pada batang utama dan cabang tumbuh kembali akibat pada bulan ini jumlah
curah hujannya mencapai 673 mm/bulan dengan hari hujan sebanyak 25 hari
sehingga cahaya yang diteruskan kepermukaan tanah mengalami penurunan
(selisih cahaya datang dan yang diteruskan besar). Kondisi ini berimplikasi pada
tingginya intersepsi cahaya.
Kandungan Klorofil dan Antosianin Daun
Tinggi pangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara
tidak berpengaruh secara nyata terhadap kandungan klorofil a, b, klorofil total dan
antosianin. Akan tetapi terjadi kecenderungan semakin banyak jumlah cabang
maka kandungan klorofil a, b, dan klorofil total lebih banyak pula. Perlakuan
T30, T40 dan T20 (tanpa pengendalian jumlah cabang primer) memiliki
kandungan klorofil a, b, dan total yang lebih tinggi dibandingkan kandungan
klorofil a, b, dan total pada perlakuan T20-2, T30-2 dan T40-2, walaupun secara
statistik tidak berbeda nyata (Tabel 13).
Tabel 13 Kandungan klorofil a, b, dan total serta antosianin daun pada berbagai arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan Klorofil a Klorofil b Klorofil total Antosianin
-------------------------------µmol/100 cm2--------------------------- Kontrol T20 T20-2 T20-3 T30 T30-2 T30-3 T40 T40-2 T40-3
1.79 1.97 1.61 1.82 2.04 1.76 1.86 1.98 1.77 1.86
0.83 0.87 0.71 0.86 1.01 0.83 0.85 0.94 0.83 0.90
2.62 2.76 2.32 2.68 3.05 2.60 2.71 2.93 2.76 2.76
1.19 1.49 0.39 1.61 1.75 1.56 1.30 1.60 1.36 1.50
DMRT α 0.05% tn tn tn tn Keterangan : tn = tidak berbeda nyata; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa
pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Banyaknya jumlah cabang menyebabkan jumlah daun yang lebih banyak
pula. Hal ini memungkinkan daun pada cabang dapat ternaungi oleh daun pada
cabang yang sama maupun dari cabang yang lain pada pohon yang sama. Kondisi
ini menyebabkan daun yang diambil dari kanopi yang jumlah cabangnya lebih
banyak memungkinkan memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi
dibandingkan daun yang diambil dari kanopi yang jumlah cabangnya lebih sedikit
(kanopi tajuk lebih terbuka). Hal ini sejalan dengan Salisbury dan Ross (1995);
Jones (1992) mengemukakan bahwa naungan menyebabkan terjadinya perubahan
kandungan klorofil daun. Daun yang ternaungi akan memiliki kandungan klorofil
yang lebih tinggi, terutama klorofil b. Lawlor (1987) juga menyatakan, tanaman
yang ternaungi mengandung klorofil a, klorofil b empat sampai lima kali lebih
banyak per unit volume kloroplas dan mempunyai rasio klorofil b/a yang lebih
besar karena mempunyai kompleks pemanen cahaya yang lebih banyak.
Selanjutnya Elfarisna (2000) mengemukakan, peningkatan kandungan klorofil a
dan klorofil b merupakan salah satu mekanisme adaptasi terhadap cekaman
naungan.
Kandungan antosianin pada perlakuan T30 memperoleh nilai tinggi
dibandingkan pada perlakuan T20-2. Terjadi kecenderungan pula bahwa tanaman
yang memiliki jumlah cabang primer yang lebih banyak mengandung antosianin
yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang memiliki jumlah cabang yang lebih
sedikit. Hal ini relevan dengan pendapat Hopkins dan Huner (2004) yang
menyatakan bahwa daun yang berkembang dalam cahaya 100 % memiliki
kandungan antosianin yang lebih rendah karena pada daun yang demikian,
antosianin terakumulasi dalam vakuola sel epidermis. Sebaliknya Gould et al.
(2000) menyatakan pada daun yang berkembang dalam naungan, kandungan
antosianin lebih tinggi karena antosianin terakumulasi dalam vakuola sel
epidermis dan sel-sel
mesofil
Kerapatan Stomata Kerapatan stomata dipengaruhi oleh pemangkasan batang utama dan
jumlah cabang primer yang dipelihara. Terjadi kecenderungan bahwa kerapatan
stomata berkurang pada arsitektur tajuk yang memiliki jumlah cabang yang lebih
banyak. Pada tanaman dengan jumlah cabang yang lebih banyak (lebat) (T20, T30
dan T40) kerapatan stomata lebih rendah dibandingkan tanaman dengan jumlah
cabang yang lebih sedikit (T20-2, T30-2 dan T40-2). Kerapatan stomata tertinggi
diperoleh pada perlakuan T20-2 (228.1 per mm2), sebaliknya yang terendah
diperoleh pada perlakuan T30-0 (142.1 per mm2). Kerapatan stomata pada
berbagai arsitektur tajuk disajikan pada Tabel 14. Pembukaan stomata, selain
dikendalikan oleh faktor genetik juga dikendalikan oleh intensitas cahaya. Fahn
(1995) menyatakan bahwa daun Iris sp. yang diberi intensitas cahaya rendah
mempunyai jumlah stomata berkurang. Penurunan kerapatan stomata pada
intensitas cahaya rendah dapat juga disebabkan oleh semakin melebarnya daun
sebagai respon untuk menangkap cahaya yang lebih banyak.
Tabel 14. Kerapatan stomata pada arsitektur tajuk jarak pagar Perlakuan Kerapatan stomata (per mm2) Kontrol T20 T20-2 T20-3 T30 T30-2 T30-3 T40 T40-2 T40-3
182.5 ab 170.2 ab
228.1 a 198.3 ab
142.1 b 198.3 ab 191.2 ab 180.7 ab 201.8 ab 189.5 ab
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Laju Fotosintesis
Laju fotosintesis dipengaruhi oleh berbagai faktor, satu diantaranya adalah
meningkatnya kebutuhan sink. Semakin tinggi sink maka laju fotosintesis akan
semakin tinggi pula. Hal ini terjadi karena tanaman membutuhkan hasil fotosintat
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis arsitektur tajuk akibat
pemangkasan batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara berbeda
nyata. Laju fotosintesis pada Tabel 15 menunjukkan bahwa tanaman perlakuan
(T20, T30 dan T40) yang memiliki jumlah daun dan luas daun yang besar dan
produksi (jumlah buah, jumlah biji dan bobot biji per tanaman) yang lebih tinggi,
memiliki laju fotosintesis yang tinggi pula, sebaliknya tanaman yang memiliki
pertumbuhan dan produksi yang lebih rendah memiliki laju fotosintesis rendah.
Laju fotosintesis tertinggi dicapai oleh perlakuan T40 (8.10 µmol CO2 /m2/s),
sebaliknya terendah pada perlakuan T20-2, yaitu 4.71 µmol CO2 /m2/s. Hal ini
sejalan dengan Lakitan (2004) yang menyatakan bahwa laju fotosintesis secara
internal dipengaruhi oleh laju translokasi hasil fotosintat (sukrosa) dari daun ke
organ-organ penampung yang berfungsi sebagai sink. Selanjutnya Wright (1989)
mengemukakan bahwa peralihan arah pergerakan hasil fotosintesis sangat
dipengaruhi oleh kekuatan sink. Pada tanaman, biji merupakan ”sink” yang paling
kuat, diikuti daging buah, pucuk dan daun yang sedang tumbuh kemudian
kambium, akar dan organ peyimpanan.
Tabel 15. Laju fotosintesis berbagai arsitektur tajuk jarak pagar Perlakuan Laju fotosintesis (A)
μmol CO2/m2/s Kontrol T20 T20-2 T20-3 T30 T30-2 T30-3 T40 T40-2 T40-3
5.12 ab 6.68 ab
4.71 b 6.06 ab 7.57 ab 5.75 ab 7.13 ab
8.10 a 5.34 ab 6.30 ab
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Komponen Generatif
Pemangkasan pucuk batang utama secara nyata dapat menunda umur
berbunga. Tanaman kontrol lebih cepat berbunga (88 HST) dibandingkan tanaman
yang dipangkas batang utama (Tabel 16). Hal ini terjadi karena tanaman yang
dipangkas pucuk batang utamanya membutuhkan waktu untuk menginduksi
pertumbuhan tunas vegetatif baru, terutama cabang lateral sehingga umur
berbunga lebih lambat dibandingkan tanaman kontrol.
Persentase cabang primer berbunga berbeda nyata satu dengan yang
lainnya. Terjadi kecenderungan, semakin banyak jumlah cabang primer yang
dipelihara maka persentase cabang primer berbunga lebih sedikit (Tabel 16). Hal
ini mengindikasikan bahwa seluruh cabang primer yang terbentuk pada tahun
pertama belum dapat menghasilkan bunga dan buah dan terjadi kompetisi hasil
fotosintat diantara cabang untuk menginduksi atau membentuk bunga dan buah.
Tabel 16. Waktu berbunga, persentase cabang primer berbunga dan jumlah buah per tandan
Perlakuan Waktu berbunga
(HST) % Cabang primer
berbunga Jumlah buah per tandan
Kontrol 88.0 b 64.62 de 6.6 ab T20 123.7 a 58.76 e 6.8 ab T20-2 122.0 a 83.33 abc 6.3 b T20-3 116.0 a 80.78 abcd 7.3 ab T30 120.7 a 66.05 cde 6.6 ab T30-2 114.3 a 88.50 ab 7.0 ab T30-3 111.7 a 91.67 a 8.1 a T40 119.7 a 71.19 bcde 7.3 ab T40-2 115.7 a 92.50 a 7.5 ab T40-3 121.3 a 82.33 abcd 7.5 ab
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Jumlah buah per tandan secara signifikan dipengaruhi oleh pemangkasan
batang utama dan penyimpanan jumlah cabang primer yang dipelihara. Jumlah
buah per tandan tertinggi dicapai pada T30-3 (8.1) dan terendah pada T20-2 (6.3)
Tabel 16. Terjadi kecenderungan, tanaman yang memiliki jumlah cabang 3
dengan ketinggian pangkas yang berbeda memiliki jumlah buah per tandan yang
lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
Produksi Buah dan Biji
Pemangkasan pucuk batang utama dapat meningkatkan jumlah buah per
tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot kering per biji, bobot kering biji per
tanaman, dan bobot kering biji per ha dibandingkan kontrol. Penyimpanan 3
cabang primer yang dipelihara, yaitu perlakuan T20-3, T30-3, dan T40-3 atau
jumlah cabang primer yang tidak dibatasi, yaitu T20, T30 dan T40 pada
ketinggian pangkas pucuk yang berbeda memiliki produksi yang lebih baik
dibandingkan penyimpanan 2 cabang primer (T20-2, T30-2 dan T40-2)
dan kontrol (Tabel 17 dan Tabel 18).
Tabel 17. Jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot kering per biji
Perlakuan Jumlah buah per
tanaman Jumlah biji per tanaman
Bobot kering/biji (g)
Kontrol 65.0 cd 174.33 bc 0.62 b T20 72.7 cd 188.05 bc 0.74 a T20-2 49.7 d 130.59 c 0.75 a T20-3 69.7 cd 181.33 bc 0.68 ab T30 129.6 bc 353.33 ab 0.67 b T30-2 63.7 cd 173.00 bc 0.69 ab T30-3 188.3 ab 500.67 a 0.64 b T40 207.3 a 506.00 a 0.63 b T40-2 98.7 cd 202.00 bc 0.67 b T40-3 99.3 cd 262.67 bc 0.65 b
Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Tabel 18. Bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak, dan bobot kering biji per hektar
Perlakuan Bobot kering
biji/tanaman (g) Bobot kering biji/petak (g)
Bobot kering biji/ha (ton)
Kontrol 108.63 c 651.8 c 0.272 c T20 139.66 c 838.0 c 0.349 c T20-2 98.85 c 593.1 c 0.247 c T20-3 121.78 c 730.7 c 0.304 c T30 235.84 b 1415.0 b 0.590 b T30-2 119.87 c 719.2 c 0.299 c T30-3 320.61 a 1923.6 a 0.802 a T40 323.81 a 1942.9 a 0.810 a T40-2 135.54 c 813.2 c 0.339 c T40-3 170.08 bc 1020.5 bc 0.425 bc
Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Secara spesifik perlakuan T30-3 dan T40 mempunyai jumlah buah per
tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot kering biji per tanaman dan bobot kering
biji per ha tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Data ini mengindikasikan
bahwa tinggi pangkasan 30 cm dan 40 cm dari permukaan tanah dan penyimpanan
3 atau lebih cabang primer (6 cabang primer) memiliki potensi produksi (jumlah
buah, jumlah biji per tanaman, bobot kering biji per tanaman dan bobot kering biji
per ha) yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Mahmud (2006) dan Ginwal
et al. (2004) yang menyatakan semakin banyak cabang produktif yang dihasilkan
pada tanaman jarak pagar maka buah dan biji yang dihasilkan akan semakin
banyak pula. Selanjutnya menurut Ferry (2006) menyatakan jumlah cabang
primer yang perlu dipelihara untuk mendukung produksi yang tinggi pada
tanaman jarak pagar 3 – 5 cabang primer.
Bobot kering biji per tanaman dan bobot kering biji per ha yang dicapai
pada perlakuan T40 (323.81 g/tanaman atau 0.810 ton/ha) dan T30-3 (320.61
g/tanaman atau 0.802 ton/ha) hampir sama dengan hasil penelitian Heller (1996)
300 g/tanaman dan Hasnam et al. (2007) 360 g/tanaman pada produksi tahun
pertama.
Bobot kering per biji juga berbeda nyata antara perlakuan satu dengan
yang lainnya. Terjadi kecenderungan, semakin banyak jumlah buah dan biji
menurunkan bobot kering per biji (Tabel 17). Hal ini sejalan pendapat Forshey
(1986) dan McFadyen et al. (1996) yang menyatakan bahwa semakin banyak
jumlah buah pada suatu tanaman akan menurunkan bobot dan ukuran per buah
Kandungan Minyak dan Air Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan minyak dan air biji jarak
pagar tidak berpengaruh secara nyata, tetapi hasil minyak yang dihasilkan dalam
satuan hektar berpengaruh nyata (Tabel 19). Kadar air pada biji jarak pagar
berkisar antara 8.19 % sampai 11.09 % dan kandungan minyak (rendemen) biji
jarak pagar berkisar 30.39 % sampai 34.43 %. Hasil minyak per hektar tertinggi
dicapai perlakuan T30-3, yaitu 276.61 kg/ha yang tidak berbeda nyata dengan
hasil minyak perlakuan T40, yaitu 244.56 kg/ha.
Tabel 19. Kandungan minyak dan air biji kering jarak pagar Perlakuan Kandungan
Minyak biji (%) Minyak biji/ha (kg) Kandungan air
biji (%) Kontrol 31.79 86.33 b 9.97 T20 32.87 114.88 b 10.01 T20-2 34.13 84.43 b 9.11 T20-3 33.87 106.86 b 9.01 T30 30.39 178.74 ab 9.56 T30-2 31.44 94.59 b 8.19 T30-3 34.43 276.61 a 9.46 T40 30.49 244.56 a 11.09 T40-2 32.50 110.39 b 10.52 T40-3 32.43 138.28 b 9.98
Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji DMRT α 0.05; T20= pangkas batang utama 20 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T20-2= pangkas batang utama 20 cm dan 2 cabang primer, T20-3= pangkas batang utama 20 cm dan 3 cabang primer, T30= pangkas batang utama 30 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T30-2= pangkas batang utama 30 cm dan 2 cabang primer, T30-3= pangkas batang utama 30 cm dan 3 cabang primer, T40= pangkas batang utama 40 cm dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer, T40-2= pangkas batang utama 40 cm dan 2 cabang primer, T40-3= pangkas batang utama 40 cm dan 3 cabang primer.
Berdasarkan data, jika dikaji dari aspek kandungan minyak yang
dihasilkan biji jarak pagar terjadi kecenderungan tanaman yang memiliki jumlah
cabang yang banyak (T40, T30, T20 dan kontrol) mempunyai kandungan minyak
biji (rendemen) yang lebih rendah dibandingkan yang memiliki cabang lebih
sedikit (T20-2, T30-2, T40-2, T20-3, T30-3, dan T40-3). Hal ini terjadi karena
jumlah cabang yang banyak menyebabkan jumlah daun dan luas daun total juga
meningkat sehingga cahaya yang sampai pada permukaan daun dan buah akan
lebih rendah dibandingkan pada tanaman yang memiliki cabang yang lebih sedikit,
selain itu tingginya jumlah buah, jumlah biji pada tanaman yang bercabang
banyak menyebabkan rendemen minyak bijinya dapat berkurang. Hal ini sejalan
dengan Santoso et al. (2008) yang menyatakan bahwa terjadi kecenderungan
penurunan kandungan minyak seiring dengan peningkatan jumlah buah per tandan
atau pertanaman, walaupun penurunannya tidak berbeda nyata, akan tetapi setelah
dikonversi ke satuan hektar, minyak yang dihasilkan tanaman yang bercabang
banyak lebih tinggi dibandingkan bercabang primer sedikit, terutama bercabang
primer 2. Hal ini disebabkan jumlah buah, jumlah biji dan bobot kering biji per
tanaman yang bercabang banyak lebih tinggi sehingga meningkatkan hasil minyak
per satuan hektar atau per satuan luas. Tinggi rendahnya kandungan minyak biji selain dipengaruhi oleh faktor
genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut George et al. (1993)
dan Mowat and George (1994) kondisi mikroklimat di dalam kanopi pohon dapat
mempengaruhi kualitas buah. Kondisi mikroklimat tersebut saling terkait dengan
arsitektur tajuk, yaitu struktur cabang atau posisi cabang secara topologi fisik dan
susunan serta distribusi daun (filotaksi). Hal tersebut menyebabkan pergerakan
udara termasuk CO2, oksigen, suhu dan intersepsi cahaya akan berbeda pula di
dalam kanopi pohon. Selanjutnya Guillermo (2000) menyatakan intersepsi
photosynthetically active radiation (PAR) akan mempengaruhi bobot biji dan
meningkatkan konsentrasi kandungan minyak pada tanaman bunga matahari.
Tabel 20. Koefisien korelasi antara peubah pertumbuhan, fisiologi, produksi dan minyak yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar
Ka Kb K.
total Atsn Stoma LF JCP LD IC JB/ T
JB/ Tan
JBj/ Tan
BK/ B
BK/ Tan
HM/ ha
BKB/ ha
Ka 0.93* 0.92* 0.77* -0.91* 0.88* 0.82* 0.80* 0.52tn 0.16tn 0.57* 0.60* -0.31tn 0.61* 0.56* 0.61* Kb 0.96* 0.84* -0.89* 0.83* 0.74* 0.78* 0.61* 0.18tn 0.55* 0.57* -0.46tn 0.58* 0.51tn 0.58* K.total 0.83* -0.86* 0.82* 0.70* 0.80* 0.45tn 0.27tn 0.62* 0.61* -0.46tn 0.61* 0.54* 0.61* Atsn -0.71* 0.66* 0.44 0.57 0.48tn 0.37tn 0.35tn 0.36tn -0.43tn 0.36tn 0.31tn 0.36tn
Stoma -0.7* -0.8* -0.6* -0.50tn 0.07tn -0.40tn -0.40tn 0.30tn -0.4tn -0.4tn -0.41tn
LF 0.65* 0.93* 0.58* 0.35tn 0.82* 0.85* -0.35tn 0.86* 0.82* 0.86* JCP 0.67* 0.55* -0.3tn 0.38tn 0.42tn -0.28tn 0.43tn 0.34tn 0.65* LD 0.66* 0.39tn 0.91* 0.91* -0.6* 0.90* 0.85* 0.90* IC 0.11tn 0.45tn 0.52tn -0.64* 0.49tn 0.44tn 0.49tn
JB/T 0.59* 0.56* -0.49tn 0.54* 0.61* 0.55*
JB/Tan 0.98* -0.57* 0.98* 0.96* 0.98* JBj/Tan -0.57* 0.99* 0.98* 0.99* BK/B -0.5* -0.5tn -0.51tn
BK/Tan 0.99* 0.99* HM/ha 0.99* BKB/ha
Keterangan : Ka=klorofil a, Kb=klorofil b, K.total=klorofil total, Atsn=antosianin, Stoma= kerapatan stomata, LF=laju fotosintesis, JCP=jumlah cabang primer, LD=luas daun, IC=intersepsi cahaya, JB/T=jumlah buah/tandan, JB/Tan=Jumlah buah per tanaman, JBj/Tan=jumlah biji per tanaman, BK/B= bobot kering per biji, BK/Tan=bobot kering biji per tanaman, HM/ha=hasil minyak per hektar, BKB/ha= bobot kering biji per ha.
Korelasi Peubah Pertumbuhan dan Produksi
Uji korelasi berbagai peubah fisiologi, pertumbuhan dan produksi
menunjukkan bahwa bobot kering biji per ha (BKB/ha) berkorelasi positif dan
berpengaruh secara nyata dengan klorofil a, klorofil b, klorofil total, laju
fotosintesis, jumlah cabang primer, luas daun, jumlah buah per tanaman, jumlah
biji per tanaman, bobot kering biji per tanaman, dan minyak yang dihasilkan per
ha. Sementara itu, hasil minyak per ha berkorelasi positif dan berpengaruh secara
nyata dengan laju fotosintesis, luas daun, jumlah buah per tandan, jumlah buah per
tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot kering biji per tanaman, dan bobot kering
biji per ha (Tabel 20).
SIMPULAN
Pemangkasan batang utama dapat meningkatkan jumlah cabang primer
mencapai 6.9 (T30-0) lebih tinggi dibandingkan kontrol, yaitu 5.2. Peningkatan
jumlah cabang akibat pemangkasan batang utama memberikan pengaruh terhadap
peningkatan diameter batang, jumlah daun, luas daun total, sebaliknya
menurunkan diameter cabang dan panjang cabang per tanaman jarak pagar.
Tinggi pangkasan 30 sampai 40 cm dengan jumlah cabang primer 3 atau
lebih (6 cabang primer) dapat meningkatkan produksi jarak pagar. Produksi tahun
pertama mencapai 323.81 g/tanaman atau 0.810 ton/ha pada T40 dan 320.61
g/tanaman atau 0.802 ton/ha pada T30-3 dengan minyak yang dihasilkan masing-
masing 244.56 kg/ha dan 276.61 kg/ha.
Laju fotosintesis tertinggi dicapai pada arsitektur tajuk perlakuan T40,
yaitu 8.10 µmol CO2/m2/s dan yang terendah terjadi pada arsitektur tajuk
perlakuan T20-2, yaitu 4.71 µmol CO2/m2/s.
VI. PENGARUH PENGENDALIAN JUMLAH CABANG PRIMER DAN JUMLAH CABANG SEKUNDER TERHADAP PERTUMBUHAN,
PRODUKSI DAN KANDUNGAN MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
Effect of primary branches pruning and number of secondary branches on growth,
production and seed oil content of Jatropha curcas L.
Abstract The objective of this research were to determine shoot architecture to support growth, increase production and seed oil content through pruning of stem and control on number of primary branches and control on number of secondary branches. This research was conducted using Randomized Complete Block Design with single factor. The treatment consist of 5 levels, i.e., K=control, TbP-2S=without control on number of primary branches and two secondary branches, 2P-2S=two primary branches and two secondary branches, 3P-2S= three primary branches and two secondary branches, 3P-3S=three primary branches and three secondary branches. The results showed that pruning stem increased the number of branches. The highest seed oil content and seed production was achieved by TbP-2S with production 151.92 g/plant or 0.380 ton/ha, photosynthesis rate 9.64 µmol CO2/m2/s and seed oil yield 117.52 kg/ha. Key words : Jatropha, production, primary branches, seed oil content
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu tujuan pembentukan arsitektur tajuk adalah menyederhanakan
bentuk tajuk dan mengarahkan strategi pertumbuhan dan perkembangan ke arah
yang menguntungkan sehingga produktivitas tinggi dan manajemen kebun mudah.
Tujuan ini dapat dicapai dengan mengurangi kompetisi antara organ, antagonisme
pertumbuhan vegetatif dan generatif serta keseimbangan alokasi asimilat dalam
menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman.
Jumlah cabang primer dan sekunder jarak pagar dapat menyebabkan
produksi biji jarak pagar bervariasi. Menurut Wiesenhutter (2003), di Cape Verde
produksi biji sekitar 780 sampai 2,250 kg biji per ha, di India produksi tanpa kulit
biji di atas 12 ton per ha yang dicapai dengan irigasi pada tahun ke enam, di Mali
produksi sekitar 2 – 2.4 ton per ha. Sementara itu hasil penelitian sebelumnya
produksi biji tertinggi diperoleh pada arsitektur tajuk yang mempunyai 3 cabang
primer (T30-3) dan tanpa pengendalian jumlah cabang primer (T40) berturut-turut
320.61 g/tanaman atau 0.802 ton/ha dan 323.81 g/tanaman atau 0.810 ton/ha.
Arsitektur tajuk jarak pagar merupakan refleksi dari perkembangan sistem
cabang, akar, daun, batang dan struktur produksinya. Arsitektur tajuk dapat
mempengaruhi intersepsi cahaya dan kandungan pigmen pada daun tanaman.
Intersepsi cahaya dan pigmen pada organ tersebut akan mempengaruhi
fotosíntesis yang memegang peranan kunci dalam siklus hidup tanaman. Oleh
karena itu, kajian pertumbuhan dan produksi tanaman jarak pagar yang ditinjau
dari aspek pengaturan arsitektur tajuk yang dikaitkan dengan aspek lingkungan
dan fisiologi perlu untuk dipelajari.
Tanaman jarak pagar, selain memiliki cabang primer sebagai cabang
pembentuk arsitektur tajuk dan tempat tumbuhnya buah dan biji, juga mempunyai
cabang sekunder yang memiliki peran yang sama pentingnya untuk menghasilkan
buah dan biji. Oleh karena itu pengaturan jumlah cabang sekunder yang tepat
dalam menunjang pertumbuhan, produksi dan kandungan minyak jarak pagar
perlu untuk diketahui.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh arsitektur tajuk
berdasarkan jumlah cabang primer dan sekunder yang dipelihara terhadap
pertumbuhan, produksi dan kadar minyak serta mengukur laju fotosintesis
berdasarkan arsitektur tajuk yang dibentuk.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan (University
Farm) Institut Pertanian Bogor (240 m di atas permukaan laut) Februari 2007 -
Mei 2008. Kondisi tanah tempat penelitian sama dengan percobaan 3 (Tabel 4).
Analisis tanaman (klorofil, antosianin dan jumlah stomata) dilakukan di
Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura. Data-data penunjang,
yaitu data iklim diambil dari stasion klimatologi Dramaga dengan data yang sama
dengan percobaan 3 (Tabel 5).
Bahan dan Alat
Tanaman jarak pagar yang diamati berasal dari provenan Nusa Tenggara
Barat (Lombok Barat). Penelitian ini menggunakan pupuk Urea, SP-36, KCl,
pupuk kandang, insektisida dan fungisida. Alat utama yang digunakan adalah
timbangan analitik, light meter, leaf area meter, hand couter, labu soxhlet, oven,
Leaf Chamber Analyser (LCA4) dan cuvet daun lebar (PCL4) model ADC Bio
Scientific Ltd, dan spectrophotometer.
Metode Percobaan
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok satu faktor, terdiri atas 5 perlakuan, yaitu :
K = kontrol (tanpa pangkas)
TbP-2S = tanpa pengendalian jumlah cabang primer dan memelihara 2
cabang sekunder
2P-2S = memelihara 2 cabang primer dan memelihara 2 cabang sekunder
3P-2S = memelihara 3 cabang primer dan memelihara 2 cabang sekunder
3P-3S = memelihara 3 cabang primer dan memelihara 3 cabang sekunder
Setiap perlakuan diulang 4 kali, sehingga terdapat 5 x 4 = 20 satuan
percobaan. Setiap unit percobaan terdiri atas 6 tanaman sehingga keseluruhan
tanaman 20 x 6 = 120 tanaman.
Pengujian perlakuan yang berbeda nyata dilakukan dengan analisis ragam
(uji F), jika ternyata berbeda nyata maka akan dilakukan uji beda tengah dengan
metode uji Tukey’s significant difference (HSD) α 0.05.
Pelaksanaan Percobaan
Pembibitan menggunakan polibag, media tanam yang digunakan
perbandingan antara volume tanah top soil dan pupuk kandang 2 : 1. Setelah
umur bibit 2 bulan, bibit siap dipindahkan ke lapangan. Penelitian dilakukan pada
lahan yang dibagi menjadi 20 petak tiap petak berukuran 4 m x 6 m. Jarak antara
petak percobaan 2 m. Bibit ditanam dengan jarak tanam 2 m x 2 m dengan satu
bibit per lubang tanam sehingga populasi per petak adalah 6 tanaman. Pemupukan
dilakukan berdasarkan dosis pupuk pada tahun pertama, yaitu 40 g Urea/tan, 40 g
SP-36/tan, 40 g KCl/tan. Khusus Urea dari 40 g, diberikan 1/2 bagian (20 g) saat
tanam dan sisanya 20 g diberikan satu bulan kemudian. Pemangkasan batang
utama dilakukan pada saat tanaman telah berumur 50 hari di lapangan pada
ketinggian 30 cm dari permukaan tanah sedangkan pemangkasan cabang primer
dilakukan saat cabang telah mencapai panjang 20-40 cm dari batang utama pada
saat tanaman jarak pagar berumur 110 hari setelah tanam atau 60 hari setelah
pemangkasan batang utama.
Gambar 23. Data curah hujan, waktu pembibitan, penanaman di lapangan (Tnm),
waktu pemangkasan batang utama (P.BU), dan pangkas cabang primer (P.CP)
Pemeliharaan tanaman berupa penyiangan gulma dilakukan sebulan sekali
dan pengendalian hama dan penyakit tanpa menggunakan bahan kimia.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam percobaan ini adalah :
1. Data pertumbuhan yang diamati setiap dua bulan sekali meliputi : (a) panjang
cabang primer dan sekunder, diukur 3 cm dari pangkal cabang sampai ujung
cabang, (b) jumlah daun, dihitung dari jumlah daun yang telah terbuka
sempurna. (c) diameter cabang primer dan sekunder, diukur 3 cm dari pangkal
cabang dengan menggunakan jangka sorong, dan (d) diameter batang utama,
diukur 5 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong
2. Data produksi yang diamati meliputi : (a) waktu berbunga, ditentukan setelah
tanaman pertama kali berbunga, (b) persentase jumlah cabang sekunder yang
611
473
248
206 236
444 47
6
251
673
276
140 19
8
134
274
527
377
277
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov DesBulan Pembibitan dan Penanaman Jarak Pagar
Jum
lah
Cur
ah H
ujan
(mm
/bul
an
2007
2008
Pembibitan Tnm P. BU P.CP
2007
berbunga, dihitung dari jumlah cabang sekunder yang berbunga dibagi dengan
total jumlah cabang sekunder dikalikan 100 %, (c) jumlah buah per tandan,
dihitung dari jumlah buah per tandan yang terbentuk pada tanaman jarak pagar,
(d) jumlah buah per tanaman, menghitung total buah yang terbentuk per
tanaman, (e) jumlah biji per tanaman, dihitung dari total jumlah biji yang
terbentuk per tanaman, (f) bobot kering biji per tanaman, menimbang biji hasil
panen yang telah dikeringkan terlebih dahulu, (g) bobot kering per biji,
dihitung dari bobot kering biji per tanaman dibagi jumlah biji per tanaman, (g)
bobot kering biji per ha, diperoleh dari luas per ha/luas per petak x hasil biji
kering/petak.
3. Kandungan minyak jarak pagar diamati dari buah yang berwarna kuning
dengan cara seluruh buah yang berwarna kuning digabung menjadi satu
kemudian dianalisis kandungan minyak biji menggunakan metode soxhlet
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Bobot lemak terekstrak
% kandungan minyak = ------------------------------- x 100 %
Bobot sampel kering
Secara lengkap cara menentukan kandungan minyak biji pada Lampiran 3.
4. Luas daun jarak pagar, dilakukan dengan cara menciplak daun dengan
menggunakan kertas yang dilakukan pada daun bagian atas, tengah dan bawah.
Kertas hasil ciplakan dimasukan ke leaf area meter untuk mengetahui luas
daun contoh. Untuk mengetahui luas daun total menggunakan rumus :
Luas daun total = Jumlah daun total x luas daun contoh
5. Intersepsi cahaya, diamati setiap dua bulan sekali dengan cara menempatkan
alat light meter di atas tajuk dan di bawah tajuk pada tiga titik yang berbeda
pada pukul 10.00, 12.00 dan 14.00. Adapun rumus intersepsi cahaya menurut
Curry (1991) sebagai berikut :
Rata-rata cahaya kanopi bagian bawah
Intersepsi cahaya (%) = 1 – ------------------------------------------------ x 100 %
Rata-rata cahaya kanopi bagian atas
6. Kandungan klorofil a, klorofil b dan klorofil total dan antosianin diamati dari
daun jarak pagar yang berumur 6 minggu (daun ke-10 sampai 13) dari tunas
pucuk. Analisis klorofil dan antosianin menggunakan alat spektrofotometer
(Yoshida et al., 1976). Secara detail analisis klorofil dan antosianin dijelaskan
pada Lampiran 1 dan 4.
7. Kerapatan stomata diperoleh dari hasil perhitungan :
Jumlah stomata
Kerapatan stomata = ---------------------
Luas bidang pandang
Daun sampel diambil jam 10.00 dari daun yang berumur 6 minggu.
Permukaan bawah daun diolesi kutex transparan pada tiga tempat yang
berbeda dan setelah kering diangkat menggunakan selotif transparan. Hasil
kopian stomata daun tersebut diamati di bawah mikroskop pada pembesaran
400x. Secara detail dijelaskan pada Lampiran 2.
10. Laju fotosintesis diukur pada daun umur 6 minggu (daun 11, 12 dan 13) pada
pukul 10.00-14.00 menggunakan Leaf Chamber Analyser (LCA4) dan cuvet
daun lebar (PCL4) model ADC Bio Scientific Ltd. ditempatkan pada bagian
tengah daun. Pengukuran pada daun umur 6 minggu berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya bahwa daun tersebut memiliki laju fotosintesis
maksimum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Vegetatif
Jumlah cabang primer pada perlakuan tanpa pengendalian jumlah cabang
primer (TbP-2S) dan kontrol (K) terus mengalami peningkatan seiring dengan
bertambahnya umur tanaman. Jumlah cabang primer pada bulan ke-10 pada
perlakuan Tbp-2S, mencapai 7.3 cabang primer, kemudian diikuti oleh perlakuan
kontrol, yaitu 5.3 cabang primer. Pada perlakuan 2P-2S, 2P-3S dan 3P-3S
berturut-turut jumlah cabang primer dibatasi, yaitu 2, 2 dan 3 cabang primer
(Tabel 21). Tingginya jumlah cabang primer pada perlakuan TbP-2S disebabkan
hilangnya dominansi apikal akibat pemangkasan batang utama. Hal ini sejalan
dengan pendapat Marini (2003), Salisbury dan Ross (1995), Widodo (1995) dan
Srivastava (2002) menyatakan bahwa pemangkasan pucuk batang utama
menyebabkan hilangnya dominansi apikal sehingga meningkatkan pertumbuhan
calon tunas lateral untuk tumbuh menjadi cabang tanaman.
Tabel 21. Penambahan jumlah cabang primer bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan Bulan setelah pangkas
ke-2 Ke-4 ke-6 Ke-8 Ke-10 K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
3.0 6.3 2.0 2.0 3.0
3.9 7.0 2.0 2.0 3.0
4.1 7.3 2.0 2.0 3.0
4.8 7.3 2.0 2.0 3.0
5.3 7.3 2.0 2.0 3.0
Keterangan: K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Seiring dengan umur, diameter batang terus mengalami peningkatan.
Pertumbuhan diameter batang sejak bulan ke-2 sampai bulan ke-10 setelah
pemangkasan batang utama tidak terjadi perbedaan yang nyata diantara perlakuan,
akan tetapi terjadi kecenderungan tanaman yang memiliki jumlah cabang primer
yang lebih banyak memiliki diameter batang lebih besar (Tabel 22). Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, bahwa jumlah cabang
yang banyak dapat meningkatkan diameter batang utama karena hasil fotosintat
dari daun sebagian besar ditranslokasikan ke batang melalui floem dalam upaya
mendukung ketegaran dan kekokohan batang menopang cabang yang banyak.
Tabel 22. Diameter batang tanaman bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan Bulan setelah pangkas
ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-8 Ke-10 ---------------------------------- cm --------------------------------- K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
3.68 4.02 3.08 3.58 3.92
4.46 4.67 3.89 4.24 4.48
4.99 5.38 4.34 4.98 5.00
6.10 6.57 5.26 5.94 6.01
6.47 6.85 5.86 6.32 6.33
HSD α 0.05 tn tn tn tn tn Keterangan: tn = tidak berbeda nyata; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa
pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Pertumbuhan diameter cabang primer tidak terjadi secara nyata pada bulan
ke-2, sampai bulan ke- 10 setelah pangkas batang utama, akan tetapi terjadi
kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah cabang primer maka diameter
cabang primer juga mengalami penurunan (Tabel 23)
Tabel 23. Diameter cabang primer bulan ke-2 sampai ke- 10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan Bulan setelah pangkas
Ke-2 Ke-4 Ke-6 ke-8 ke-10 -------------------------------- cm ----------------------------------
K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
1.00 1.25 1.00 1.28 1.42
1.61 1.66 1.65 1.85 1.88
1.86 1.87 1.90 2.43 2.11
2.05 2.38 2.42 3.17 2.70
2.11 2.42 2.56 3.37 2.84
HSD α 0.05 tn tn tn tn tn Keterangan: tn = tidak berbeda nyata; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa
pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Penurunan diameter cabang primer pada arsitektur tajuk yang memiliki
jumlah cabang yang banyak membuktikan terjadi kompetisi yang kuat diantara
masing-masing cabang primer yang menggunakan fotosintat untuk tumbuh dan
berkembang pada masing-masing cabang tersebut sehingga proporsi hasil
fotosintat yang tersimpan per cabang primer pada tanaman yang memiliki jumlah
cabang yang banyak lebih sedikit. Sebaliknya, tanaman dengan jumlah cabang
yang lebih sedikit memiliki diameter cabang yang lebih tinggi karena hasil
fotosintat yang ditraslokasikan dan diperoleh per cabang lebih banyak.
Diameter cabang sekunder mengalami peningkatan seiring dengan umur
tanaman. Pertumbuhan diameter cabang sekunder bulan ke-4, 6, 8 dan 10 setelah
memangkas batang utama dan memangkas cabang primernya memiliki diameter
cabang sekunder yang tidak berbeda nyata antara perlakuan tanaman yang
dipangkas, tetapi umumnya berbeda nyata dengan kontrol. Ada kecenderungan
tanaman yang dipangkas cabang primer memiliki diameter cabang sekunder yang
lebih besar dibandingkan tanaman kontrol (tanpa pangkas batang utama dan
cabang primer) (Tabel 24). Hal ini terjadi karena pemangkasan cabang primer
menyebabkan induksi cabang sekunder lebih cepat terbentuk, dibandingkan
induksi cabang sekunder tanaman kontrol. Pertumbuhan cabang sekunder yang
lebih awal, menyebabkan perlakuan yang dipangkas cabang primernya memiliki
diameter cabang sekunder yang lebih besar jika dibandingkan kontrol.
Tabel 24. Diameter cabang sekunder bulan ke-4 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan Bulan setelah pangkas
Ke-4 Ke-6 ke-8 ke-10 ----------------------------------------- cm ----------------------------- K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
0.64 b 0.90 ab 0.94 ab 0.85 ab
1.05 a
0.74 b 1.06 a 1.27 a 1.15 a 1.16 a
0.91 b 1.24 ab 1.61 a
1.51 ab 1.53 a
1.07 b 1.39 ab 1.81 a 1.76 a
1.65 ab HSD α 0.05 0.30 0.30 0.52 0.68
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji HSD α 0,05; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Pertumbuhan panjang cabang tidak berbeda nyata antara perlakuan satu
dengan perlakuan yang lainnya, tetapi ada kecenderungan semakin banyak jumlah
cabang primer maka semakin pendek ukuran panjang cabang (Tabel 25). Hal ini
disebabkan tanaman yang memiliki jumlah cabang yang banyak memiliki
kompetisi yang kuat untuk memperebutkan hasil fotosintat yang digunakan
untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan cabang sehingga kondisi
tersebut mempengaruhi panjang cabang.
Tabel 25. Panjang cabang bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan Bulan setelah pangkas
Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-8 ke-10 ---------------------------------------- cm -----------------------------
K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
36.67 24.75 36.50 34.00
30.25
47.21 39.96 51.06 50.34 48.88
61.21 55.03 78.48 75.36 71.87
83.03 77.29 108.98
98.81 93.87
89.56 93.19 121.22 116.15 101.62
HSD α 0.05 tn tn tn tn tn Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
Jumlah daun total pada bulan ke-2 sampai bulan ke 10 setelah pangkas
menunjukkan pengaruh yang nyata. Seiring dengan bertambahnya umur tanaman
jumlah daun total sampai bulan ke-10 tertinggi dicapai pada perlakuan TbP-2S,
yaitu 1088.4 helai, sebaliknya yang terendah diperoleh pada 2P-2S (310.0)
helai (Tabel 26).
Tabel 26. Jumlah daun total bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan Bulan setelah pangkas
Ke-2 ke-4 Ke-6 ke-8 Ke-10 --------------------------------- helai ---------------------------------- K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
71.7 bc 201.2 a 38.3 c 64.8 bc 117.8 b
119.2 b 312.5 a 93.1 b 147.3 b 197.3 ab
237.8 b 546.9 a 160.0 ab 338.9 b
377.2 ab
380.0 bc 892.2 a 243.3 c 526.3 abc 684.8 ab
442.0 b 1088.4 a 310.0 b 589.1 ab
775.4 ab HSD α 0.05 59.6 129.4 232.9 424.3 514.4
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji HSD α 0.05; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Umur daun dan umur tanaman yang bertambah, menyebabkan luas daun
total tanaman jarak pagar terus mengalami peningkatan. Pemangkasan batang
utama dan pemangkasan cabang primer secara nyata mempengaruhi luas daun
total bulan ke-2 sampai bulan ke-10 setelah pangkas. Luas daun total pada bulan
ke-10 setelah pangkas batang utama tertinggi diperoleh pada perlakuan TbP-2S,
yaitu 12898.83 cm2, sedangkan yang terendah terjadi pada 2P-2S, yaitu 3405.80
cm2 (Tabel 27).
Data menunjukkan bahwa perlakuan TbP-2S memiliki jumlah daun dan
luas daun yang berbeda nyata dengan perlakuan 2P-2S dan kontrol pada akhir
pengamatan (Tabel 26 dan Tabel 27). Hal ini menunjukkan jumlah daun yang
terus meningkat pada kanopi yang lebat (jumlah cabang banyak) menyebabkan
luas daun total juga mengalami peningkatan. Jumlah daun dan luas daun total
yang tinggi memungkinkan tanaman tersebut memiliki pertumbuhan dan produksi
yang tinggi.
Tabel 27. Luas daun total bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan Bulan setelah pangkas
Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-8 Ke-10 ------------------------------ cm2 -------------------------------------------
K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
873.95 b 2363.91 a
420.63 b 708.03 b
1340.70 b
1482.60 b 3647.88 a 1013.93 b 1622.53 b 2284.38 ab
2905.50 b 6478.78 a 1764.28 b 3776.71 ab
4103.30 ab
4662.33 ab 10595.31 a 2677.73 b 5856.48 ab 7543.41 ab
5743.48 b 12898.83 a 3405.80 b 6709.08 ab 8572.95 ab
HSD α 0.05 1001.02 1814.40 3247.30 6138.10 7143.70 Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji HSD α 0.05; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Intersepsi Cahaya
Intersepsi cahaya yang diterima tajuk tanaman tidak berbeda nyata satu
dengan yang lainnya pada bulan ke-2, 4, 6 dan 10, kecuali pada bulan ke-8 setelah
pemangkasan (Tabel 28).
Tabel 28. Persentase intersepsi cahaya bulan ke-2 sampai ke-10 setelah pangkas batang utama pada arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan Bulan setelah pangkas
Ke-2 ke-4 Ke-6 Ke-8 Ke-10 ------------------------------ % --------------------------------------
K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
65.19 74.45 67.98 68.74 74.62
61.62 63.48
46.14 43.23
51.68
71.11 73.24 71.53 70.89 71.99
55.49 ab 61.93 a 45.14 b 44.44 b 49.13 b
51.54 51.67 38.11 42.23 40.38
HSD α 0.05 tn tn tn 11.62 tn Keterangan: tn = tidak berbeda nyata; angka yang diikuti oleh huruf yang sama
pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji HSD α 0.05; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Terjadi kecenderungan bahwa tajuk yang memiliki jumlah cabang, jumlah
daun dan luas daun total yang tinggi mempunyai intersepsi cahaya yang tinggi,
sebaliknya tanaman yang memiliki jumlah daun dan luas daun total yang rendah
mempunyai intersepsi cahaya yang rendah pula. Pada perlakuan TbP-2S tanaman
mempunyai penyebaran daun dalam ruang tajuk akibat penyebaran cabang
menyebabkan kuanta cahaya yang diterima helaian daun lebih banyak, akibatnya
cahaya yang menembus kanopi hingga sampai pada permukaan tanah lebih rendah.
Daun yang berada pada bagian bawah menerima cahaya yang lebih sedikit
dibandingkan daun bagian atas karena adanya penyerapan cahaya oleh lapisan
tajuk atau daun bagian atas daun.
Intersepsi cahaya bulan ke-2 ke bulan ke-4 mengalami penurunan,
kemudian presentase intersepsi cahaya meningkat kembali pada bulan ke-6,
setelah itu presentase intersepsi cahaya terus mengalami penurunan (bulan ke-8
dan ke-10). Turunnya presentase intersepsi cahaya bulan ke-2 ke bulan ke-4
disebabkan pada saat tersebut tanaman belum lama pengalami pemangkasan
cabang primer sehingga kondisi ini memungkinkan cahaya yang masuk ke kanopi
daun bagian bawah sampai pada permukaan tanah lebih tinggi sehingga cahaya
yang terintersepsi di tajuk (kanopi) tanaman lebih rendah dibandingkan di bulan
ke-2. Selanjutnya, pada bulan ke-6 pertumbuhan cabang-cabang sekunder yang
diiringi penambahan jumlah dan luas daun pada cabang-cabang tersebut
menyebabkan presentase intersepsi cahaya meningkat kembali. Hal ini disebabkan
daun-daun tersebut mengurangi transmisi cahaya yang sampai di atas permukaan
tanah. Kemudian pada bulan ke-8 dan ke-10 batang dan pangkal cabang primer
mulai menggugurkan daunnya karena pucuk-pucuk cabang telah berbunga dan
berbuah sehingga sebagian besar hasil fotosintat diarahkan ke pertumbuhan
generatif dan sebagian cabang-cabang jarak pagar mengemban beban buah yang
banyak sehingga terkulai ke bawah. Kondisi ini yang menyebabkan cahaya yang
tertransmisikan sampai ke permukaan tanah menjadi tinggi sehingga presentase
intersepsi cahaya menjadi rendah. Kandungan Klorofil dan Antosianin Daun Kandungan klorofil a, b dan total tidak berbeda secara nyata diantara
arsitektur tajuk, akan tetapi perlakuan TbP-S2 cenderung memiliki kandungan
klorofil a, b, dan total serta antosianin yang lebih tinggi, kemudian berturut-turut
diikuti kontrol, 3P-S3, 2P-S3 dan 2P-S2 (Tabel 29). Kecenderungan ini
menunjukkan bahwa tanaman yang memiliki jumlah cabang dan jumlah daun
yang lebih tinggi memiliki kandungan klorofil a, b, total dan antosianin juga
tinggi. Gejala ini menunjukkan bahwa banyaknya cabang menyebabkan jumlah
daun dan luas daun serta indeks luas daun juga mengalami peningkatan, akibatnya
terjadi saling menaungi diantara daun. Diduga bahwa tingginya kandungan
pigmen-pigmen fotosíntesis pada perlakuan TbP-2S berhubungan dengan
optimalisasi fungsi daun untuk memanen cahaya sehingga terjadi peningkatan
efisiensi pemanenan cahaya. Hal ini sejalan dengan mekanisme daun pada
tanaman toleran naungan yang meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya
dengan cara meningkatkan kandungan klorofil a dan b. Hal ini juga menunjukkan
bahwa intensitas cahaya rendah memiliki potensi meningkatkan kandungan
klorofil. Dugaan tersebut sesuai dengan hasil pengamatan ultra struktur yang
menunjukkan bahwa pada intensitas cahaya rendah kloroplas daun kedelai yang
toleran naungan memiliki grana yang lebih banyak (Tyas, 2006).
Tabel 29. Kandungan klorofil a, b, dan total serta antosianin daun pada arsitektur tajuk jarak pagar
Perlakuan Klorofil a Klorofil b Klorofil total Antosianin
-------------------------------µmol/100cm2----------------------------- K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
1.70 1.70 1.52 1.64 1.69
0.78 0.79 0.67 0.70 0.71
2.48 2.49 2.19 2.35 2.39
1.22 1.55 0.97 1.04 1.19
HSD α 0.05 tn tn tn tn Keterangan : tn = tidak berbeda nyata; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa
pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Selain klorofil, kandungan antosianin juga meningkat pada perlakuan TbP-
2S diikuti kontrol, 3P-3S, 2P-3S dan 2P-2S. Gould et al. (2000) menyatakan
bahwa daun yang berkembang dalam kondisi cahaya yang lebih rendah,
antosianin terakumulasi dalam vakuola sel epidermis dan sel-sel mesofil
Kerapatan Stomata Stomata adalah aparatus fotosíntesis yang mempunyai peranan penting
untuk masuknya CO2 yang diperlukan untuk proses fotosintesis. Pemangkasan
cabang primer dan jumlah cabang sekunder yang dipelihara berpengaruh secara
nyata terhadap kerapatan stomata daun jarak pagar. Daun dengan kerapatan
stomata tertinggi ditemukan pada perlakuan 2P-2S, yaitu 221.05 mm2, sedangkan
yang terendah terjadi pada perlakuan TbP-2S, yaitu 160.53 mm2 (Tabel 30). Hal
ini diduga disebabkan tanaman yang jumlah cabangnya banyak (TbP-2S),
mempunyai jumlah daun dan luas daun lebih tinggi sehingga terjadi saling
menaungi antara daun sehingga daun yang diukur mendapat intensitas cahaya
yang lebih rendah akibatnya kerapatan stomata menjadi lebih rendah pula jika
dibandingkan dengan tanaman yang memiliki cabang dan daun yang lebih
sedikit sehingga peluang daun saling menaungi lebih kecil yang pada akhirnya
memperoleh intensitas cahaya yang lebih tinggi.
Tabel 30. Kerapatan stomata pada arsitektur tajuk jarak pagar Perlakuan Kerapatan stomata (mm2) K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
209.21 ab 160.53 b 221.05 a
218.42 ab 214.47 ab
HSD α 0.05 58.28 Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji HSD α 0.05; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Laju Fotosintesis Laju fotosíntesis daun jarak pagar pada berbagai tipe arsitektur tajuk
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata, akan tetapi Tabel 31 menunjukkan
bahwa TbP-S2 memiliki laju fotosíntesis arsitektur tajuk yang lebih tinggi (9.64
µmol CO2/m2/s) jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Tabel 31. Laju fotosintesis pada arsitektur tajuk jarak pagar Perlakuan Laju fotosintesis (A)
μmol CO2/m2/s K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
6.65 9.64 6.84 6.89 9.62
HSD α 0.05 tn Keterangan : tn = tidak berbeda nyata; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa
pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Tingginya laju fotosíntesis ini diduga berhubungan dengan tingginya sink
pada arsitektur tajuk TbP-2S. Pertumbuhan vegetatif (jumlah cabang, jumlah daun,
diameter batang dan cabang) dan reproduktif (% cabang berbunga, jumlah buah,
jumlah biji per tanaman dan bobot kering biji per tanaman) lebih tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya. Selain itu tingginya laju fotosíntesis dapat
disebabkan oleh tingginya intersepsi cahaya atau cahaya yang tersedia di sekitar
kanopi atau tajuk tanaman, tingginya kandungan klorofil a, b atau total klorofil
sebagai zat hijau daun yang dibutuhkan untuk menyerap foton (cahaya) yang
digunakan untuk reaksi fotosintesis daun jarak pagar pada perlakuan TbP-2S.
Komponen Generatif
Pemangkasan pucuk batang dan pemangkasan cabang primer secara nyata
dapat menunda umur berbunga. Tanaman kontrol lebih cepat berbunga (78.5
HST) dibandingkan tanaman yang dipangkas pucuk batang utama (Tabel 32). Hal
ini menunjukkan bahwa tanaman yang dipangkas batang utamanya dan dipangkas
cabang primernya membutuhkan waktu untuk menginduksi pertumbuhan tunas
vegetatif baru, terutama cabang lateral sehingga umur berbunga lebih lambat
dibandingkan tanaman kontrol.
Secara umum persentase cabang sekunder berbunga lebih tinggi pada
tanaman yang dipangkas dibandingkan kontrol, kecuali perlakuan TbP-2S
persentase cabang berbunga hanya 69 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun
pertama cabang sekunder yang terbentuk akibat pemangkasan cabang primer
maupun cabang sekunder yang dihasilkan tanaman kontrol belum dapat
menghasilkan bunga 100 %. Hal ini mengindikasikan hasil fotosintat yang
dihasilkan oleh daun tanaman sebagian digunakan untuk pertumbuhan bunga dan
buah dan sisanya dimanfaatkan untuk mendukung pertumbuhan vegetatif.
Tabel 32. Waktu berbunga, persentase cabang sekunder berbunga dan jumlah buah per tandan
Perlakuan Waktu berbunga
(HST) % Cabang sekunder
berbunga Jumlah buah Per tandan
K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
78.5 c 156.6 ab 160.0 a 160.3 a 120.5 b
70 69 98 79 85
6.7 7.1 6.6 6.8
6.6 HSD α 0.05 39.50 tn tn
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji HSD α 0.05; tn = berbeda tidak nyata; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Pemangkasan batang utama dan pemangkasan cabang primer tidak
mempengaruhi jumlah buah per tandan. Jumlah buah per tandan yang dicapai oleh
perlakuan TbP-2S mencapai 7.1 buah/tandan dan pada perlakuan 2P-2S dan 3P-
S3 mencapai 6.6 buah/tandan (Tabel 32).
Produksi Buah dan Biji
Pemangkasan batang utama dan pemangkasan cabang primer dapat
meningkatkan jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, bobot kering
biji per tanaman, bobot kering biji per petak dan bobot kering biji per ha pada
tanpa pengendalian jumlah cabang primer. Perlakuan TbP-S2 menghasilkan 88.9
buah per tanaman, 215.9 biji per tanaman, 151.92 g biji kering per tanaman,
911.5 g biji kering per petak, 0.380 ton biji kering per ha. Produksi buah dan biji
tersebut jika dibandingkan diantara perlakuan 2P-3S, 3P-3S dan kontrol tidak
berbeda nyata satu dengan yang lainnya, akan tetapi berbeda nyata bila
dibandingkan dengan perlakuan 2P-2S (Tabel 33 dan Tabel 34).
Tabel 33. Jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot kering per biji
Perlakuan Jumlah buah per
tanaman Jumlah biji per
tanaman Bobot kering/biji (g)
K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
54.5 ab 88.9 a 30.5 b
50.2 ab 59.8 ab
144.6 ab 215.9 a 77.2 b 121.3 ab 162.2 ab
0.68 b 0.70 ab 0.73 ab 0.77 a
0.71 ab HSD α 0.05 47.2 128.7 0.09
Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan uji HSD α 0.05; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Tabel 34. Bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak, dan bobot
kering biji per ha.
Perlakuan Bobot biji kering/
tanaman (g)
Bobot biji kering/petak
(g)
Bobot kering biji/ha (ton)
K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
97.71 ab 151.92 a
60.24 b 93.38 ab 115.36 ab
586.3 ab 911.5 a
361.5 b 560.3 ab 692.1 ab
0.244 ab 0.380 a 0.151 b
0.233 ab 0.288 ab
HSD α 0.05 65.92 395.54 0.16 Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf sama dalam kolom yang sama tidak
berbeda nyata dengan uji HSD α 0.05; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Data Tabel 34 menunjukkan bahwa pemeliharaan 3 cabang primer dengan
3 cabang sekunder atau memelihara jumlah cabang primer lebih dari 3 dan 2
cabang sekunder memiliki potensi produksi (jumlah buah, jumlah biji dan bobot
kering biji per tanaman dan produksi bobot kering biji per ha) yang tinggi. Hal ini
sejalan dengan pendapat Mahmud (2006) yang menyatakan semakin banyak
cabang produktif yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar maka buah dan biji
yang dihasilkan akan semakin banyak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi buah dan biji penelitian III
dan IV tidak sama. Produksi buah dan biji hasil percobaan III lebih tinggi
dibandingkan produksi buah dan biji pada percobaan IV. Jika produksi bobot
kering biji hasil penelitian 3, yaitu 151.66 g/tanaman dibandingkan dengan hasil
penelitian Heller (1996) 300.00 g/tanaman dan Hasnam et al. (2007) 360
g/tanaman pada produksi tahun pertama juga lebih rendah. Rendahnya produksi
ini disebabkan adanya pemangkasan cabang primer, yang menyebabkan waktu
berbunga tanaman lebih lambat dan produksi buah pada terminal batang utama
dan terminal cabang primer tidak terjadi karena adanya pemangkasan batang
utama dan cabang primer.
Kandungan Minyak dan Air Kandungan air dan minyak biji jarak pagar tidak berpengaruh nyata pada
percobaan ini (Tabel 35).
Tabel 35. Kadungan minyak dan air jarak pagar
Perlakuan Kandungan minyak biji (whole
seed) (%)
Hasil minyak biji/ha (kg)
Kadar air (%)
K (kontrol) TbP-2S 2P-2S 2P-3S 3P-3S
30.88 30.91 33.67 32.75 30.50
73.63 b 117.52 a
50.56 b 76.05 ab 88.25 ab
9.86 10.87
8.71 9.10 10.20
HSD α 0.05 tn 42.80 tn Keterangan : tn = tidak berbeda nyata; K=kontrol (tanpa pangkas), TbP = tanpa
pengendalian jumlah cabang primer, 2P = 2 cabang primer, 3P = 3 cabang primer, 2S = 2 cabang sekunder, 3S = 3 cabang sekunder.
Berdasarkan data Tabel 35, terjadi kecenderungan tanaman yang memiliki
jumlah cabang yang banyak mempunyai kadar minyak biji yang lebih rendah
dibandingkan yang memiliki cabang lebih sedikit, tetapi setelah dikonversi ke
satuan hektar hasil minyak yang diperoleh pada tanaman yang memiliki cabang
yang banyak mempunyai hasil minyak biji per ha lebih tinggi.
Tabel 36. Koefisien korelasi antara peubah pertumbuhan, fisiologi, produksi dan minyak yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar
Ka Kb K.
total Atsn Stoma LF JCP LD IC JB/ T
JB/ Tan
JBj/ Tan
BK/ B
BK/ Tan
HM/ ha
BKB/ ha
Ka 0.79* 0.96* 0.71* -0.49tn 0.50* 0.65* 0.68* 0.71* 0.38tn 0.78* 0.84* -0.49tn 0.82* 0.78* 0.82* Kb 0.92* 0.86* -0.76* 0.31tn 0.95* 0.63* 0.98* 0.56tn 0.79* 0.80* -0.71* 0.75* 0.80* 0.75* K.total 0.81* -0.64* 0.41tn 0.81* 0.70* 0.87* 0.51tn 0.83* 0.86* -0.58tn 0.83* 0.83* 0.83* Atsn -0.95* 0.69* 0.94* 0.88* 0.79* 0.72* 0.96* 0.95* -0.58tn 0.93* 0.96* 0.93* Stoma -0.6* -0.8* -0.87* -0.7* -0.8* -0.90* -0.85* 0.42tn -0.84* -0.90* -0.84* LF 0.45tn 0.77* 0.14tn 0.36tn 0.74* 0.78* -0.29tn 0.80* 0.72* 0.80* JCP 0.70* 0.91* 0.64* 0.84* 0.83* -0.72* 0.79* 0.84* 0.79* LD 0.55* 0.83* 0.96* 0.93* -0.17tn 0.96* 0.96* 0.96* IC 0.59* 0.71* 0.70* -0.63* 0.65* 0.72* 0.65* JB/T 0.77* 0.67* 0.06tn 0.69* 0.79* 0.70* JB/Tan 0.98* -0.40tn 0.99* 0.99* 0.99* JBj/Tan -0.49tn 0.99* 0.98* 0.99*BK/B -0.40tn -0.38tn -0.40tn
BK/Tan 0.98* 0.99* HM/ha 0.98 BKB/ha
Keterangan : Ka=klorofil a, Kb=klorofil b, K.total=klorofil total, Atsn=antosianin, Stoma= kerapatan stomata, LF=laju fotosintesis, JCP=jumlah cabang primer, LD=luas daun, IC=intersepsi cahaya, JB/T=jumlah buah/tandan, JB/Tan=Jumlah buah per tanaman, JBj/Tan=jumlah biji per tanaman, BK/B= bobot kering per biji, BK/Tan=bobot kering biji per tanaman, HM/ha=hasil minyak/hektar , BKB/ha= bobot kering biji per ha.
Korelasi Peubah Pertumbuhan dan Produksi
Uji korelasi berbagai peubah pertumbuhan dan produksi menunjukkan
bahwa peubah yang memiliki korelasi positif dan berpengaruh secara nyata pada
bobot kering biji per ha adalah klorofil a, klorofil b, klorofil total, antosianin, laju
fotosintesis, jumlah cabang primer, luas daun, intersepsi cahaya, jumlah buah per
tandan, jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot kering biji
per tanaman, dan minyak yang dihasilkan per ha. Sementara itu, hasil minyak per
hektar dipengaruhi oleh klorofil a, klorofil b, klorofil total, antosianin, laju
fotosintesis, jumlah cabang primer, luas daun, intersepsi cahaya, jumlah buah per
tandan, jumlah buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot kering biji
per tanaman (Tabel 36)
SIMPULAN
Perlakuan pemangkasan batang utama dapat meningkatkan jumlah cabang
primer mencapai 7.3 pada perlakuan TbP-2S yang lebih tinggi dibandingkan
kontrol, yaitu 5.0. Arsitektur tajuk dengan jumlah cabang sekunder 2 dapat
meningkatkan produksi jarak pagar bila jumlah cabang primer yang dipelihara
lebih dari 3 cabang (TbP-2S) dengan potensi produksi 151.92 g per tanaman atau
0.380 ton per ha dengan laju fotosintesis yang dicapai yaitu 9.64 μmol CO2/m2/s
dan hasil minyak 117.52 kg per ha.
PEMBAHASAN UMUM
Arsitektur Tajuk dan Sistem Percabangan
Arsitektur tajuk merupakan refleksi dari pola pertumbuhan batang, sistem
percabangan, struktur dan distribusi daun, tempat induksi pembungaan dan buah
(pembentukan pucuk terminal) (Halle et al., 1978). Tanaman jarak pagar secara
alami mempunyai pola pertumbuhan cabang secara spiral, tipe percabangan yang
tumbuh dari tunas terminal yang sedang berbunga dichotomus (membagi dua),
berbunga terminal dan bersifat indeterminate. Sudut cabang jarak pagar berkisar
40-450, hal ini menunjukkan bahwa arah tumbuh atau sifat percabangan jarak
pagar condong ke atas (patens). Tjitrosoepomo (2005) menyatakan bahwa cabang
dengan batang pokok membentuk sudut kurang lebih 450 disebut condong ke atas.
Pola percabangan prolepsis, yaitu percabangan terbentuk dengan perkembangan
ritmik (episodik), yaitu memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangan
yang secara morfologi ditandai dengan adanya segmentasi pada cabang.
Pemangkasan batang utama dapat mengubah bentuk dan ukuran tajuk
(model tajuk) tanaman jarak pagar. Model tajuk tanaman kontrol berbentuk
kerucut dan yang dipangkas batang utamanya lebih kolumnar. Perubahan model
tajuk ini merupakan indikasi dari stuktur visual bentuk pohon yang merefleksikan
perilaku bentuk pohon akibat dominansi apikal. Tanaman yang dipangkas batang
utamanya kehilangan dominansi apikal atau auksin sebagai pengendali tunas
apikal dihilangkan dari pucuk batang utama sehingga tunas-tunas lateral dapat
tumbuh dan berkembang menjadi cabang. Hasil penelitian ini sejalan dengan
pendapat Marini (2003) yang menyatakan bahwa pemangkasan pucuk batang
utama dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dekat bagian yang dipangkas.
Pemangkasan merangsang pertumbuhan tunas lateral. Tumbuhnya tunas-tunas
lateral tepat pada posisi pangkas pucuk batang utama, dengan panjang tunas
lateral (cabang) relatif yang tidak jauh berbeda dengan cabang-cabang (tunas-
tunas lateral) bagian bawah, menyebabkan bentuk tajuk (model tajuk) tanaman
yang dipangkas (T20, T30, dan T40) mendekati kolumnar (Gambar 9, 10, dan 11).
Sebaliknya tanaman kontrol dengan tunas apikal yang tidak dipangkas
pertumbuhan tunas apikalnya masih dominan sehingga model tajuk yang
terbentuk lebih kerucut (Gambar 8). Hal ini sejalan dengan pendapat Wilson
(2000) dan Cline (1997) yang menyatakan bahwa arsitektur tajuk tanaman pohon
dikendalikan oleh dominansi apikal.
Bentuk arsitektur tajuk T20, T30, dan T40 yang mengalami pemangkasan
batang utamanya sering dapat menyebabkan penetrasi cahaya yang masuk ke
dalam kanopi tanaman lebih tinggi karena kanopi pohon lebih terbuka dan
memperbaiki sirkulasi udara dalam kanopi tanaman. Kondisi ini dapat mencegah
atau mengurangi serangan penyakit karena pergerakan udara kering sepanjang
kanopi meningkat. Selain itu menurut Marini (2003), cahaya sangat dibutuhkan
oleh tanaman untuk perkembangan tunas bunga, fruit set, pertumbuhan dan
perkembangan buah.
Semakin tinggi jarak pangkasan dari permukaan tanah, induksi jumlah
cabang yang dihasilkan semakin banyak pula. Hal ini terjadi karena batang utama
yang lebih tinggi dari permukaan tanah memiliki tunas-tunas lateral (axillary bud)
lebih banyak dibandingkan batang utama yang dipangkas lebih pendek dari
permukaan tanah. Demikian pula yang terjadi pada diameter batang yang
menunjukkan fenomena bahwa semakin tinggi pangkasan dari permukaan tanah
memiliki diameter batang yang lebih besar pula. Hal ini berhubungan erat dengan
karakter batang utama tanaman untuk mendukung percabangan yang banyak. Hal
ini terbukti terlihat pada percobaan I (Tabel 1).
Percabangan yang terbentuk, baik tanpa maupun melalui pemangkasan
batang utama, selain mengubah model atau bentuk struktur pohon juga membawa
dampak terhadap pertumbuhan generatif (bunga, buah dan biji) tanaman jarak.
Tanaman jarak pagar yang berbunga terminal, produktivitasnya berkorelasi positif
dengan jumlah cabang. Semakin banyak jumlah cabang primer dan sekunder,
maka produksi buah dan biji semakin banyak pula, akan tetapi berdasarkan hasil
percobaan 3 dan 4 tidak semua cabang primer yang terbentuk menghasilkan bunga
dan buah pada tahun pertama. Bunga pertama terinduksi dari pucuk batang utama
(terminal 1) dengan hanya membutuhkan rata-rata 10-17 daun, induksi bunga ke-2
kembali terjadi (terminal 2), demikian seterusnya induksi bunga ke-3 (terminal 3)
dan ke-4 (terminal 4) terjadi pada cabang primer yang sama jika kondisi cabang
pertumbuhannya baik (vigor). Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan
bunga pada masing-masing terminal atau pada terminal yang sama (bunga
dalam satu tandan) terjadi dalam waktu yang tidak bersamaan sehingga dapat
menyebabkan waktu panen yang tidak bersamaan pula.
Perkembangan Daun dan Fotosintesis
Daun dalam arsitektur tajuk mempunyai peran utama sebagai organ
fotosintesis dalam mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman jarak pagar.
Oleh karena itu mempelajari posisi daun dan pola penyebaran daun (filotaksis
daun) pada arsitektur tajuk jarak pagar menjadi penting karena selain memberi
informasi tentang struktur visual daun (filotaksis) juga dapat mempengaruhi
kemampuan fotosintesis tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stadia
perkembangan daun (umur daun) mempengaruhi karakter morfologi dan fisiologi
daun jarak pagar. Daun jarak pagar dapat bertahan sampai umur 14 minggu (3.5
bulan) dengan posisi dan penyebaran daun yang memiliki filotaksi 5/13 dengan
sudut antar daun 1380. Fenomena ini memberikan peluang yang cukup baik
kepada daun jarak pagar yang berada pada posisi cabang yang sama pada daun
bagian bawah untuk tetap mendapatkan sinar matahari sehingga dapat menyerap
cahaya. Posisi dan letak daun dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24. Posisi dan letak daun tampak dari atas (a) dan tampak samping (b)
Daun jarak pagar saat masih muda berwarna merah kecoklatan, seiring
dengan bertambahnya umur daun, warna daun berubah dari hijau muda, menjadi
hijau tua hingga pada akhirnya mengalami senesen. Hal ini sejalan dengan hasil
pengukuran kehijauan daun dan kandungan klorofil daun yang menggunakan alat
SPAD dan spektrofotometer.
(a) (b)
Stomata atau kerapatan stomata daun jarak pagar berbeda menurut umur
daun. Bagian atas daun jarak pagar memiliki stomata yang lebih sedikit
dibandingkan daun bagian bawah. Hal ini membawa keuntungan bagi daun jarak
pagar karena kondisi tersebut dapat mengurangi kecepatan hilangnya air dari
permukaan daun pada saat intensitas cahaya atau udara kering tinggi di sekitar
tanaman. Selain itu, daun tanaman jarak pagar akan cepat gugur bila terjadi
musim kering yang berkepanjangan. Hal ini dapat diartikan sebagai mekanisme
adaptasi tanaman jarak pagar terhadap ketersediaan air, karena jika hujan turun
daun akan tumbuh dan berkembang kembali. Dengan kata lain daun jarak pagar
sangat sensitif terhadap ketersediaan air.
Fotosintesis daun pada tanaman jarak pagar telah terjadi sejak umur daun 1
minggu hingga umur 14 minggu, setelah itu daun mengalami senesen. Daun ke-11
sampai 13 atau umur 6 minggu setelah terbentuk dapat dijadikan referensi untuk
mengevaluasi laju fotosintesis karena dari penelitian ini ditemukan bahwa laju
fotosintesis maksimum terjadi pada daun umur 6 minggu, yaitu 8.99 µmol
CO2/m2/s. Berdasarkan hasil uji korelasi, laju fotosintesis daun jarak pagar dari
hasil penelitian ini dipengaruhi oleh besarnya selisih konsentrasi CO2 yang
mengalir ke dalam dan keluar daun, suhu daun, jumlah stomata yang terbuka, dan
radiasi aktif fotosintesis daun (PAR) dan CO2 sub-stomatal (Ci) (Tabel 3).
Pertumbuhan Vegetatif, Klorofil dan Intersepsi Cahaya
Arsitektur pohon yang ingin dibentuk dalam penelitian ini adalah
arsitektur pohon yang mempunyai hubungan yang efektif dan efisien antara
arsitektur tajuk (struktur tajuk) dengan fungsi pertumbuhan, perkembangan dan
produksi buah dengan melakukan kajian pertumbuhan vegetatif dan generatif
melalui pemangkasan batang utama dan pengaturan jumlah cabang primer,
pemangkasan cabang primer dan pengaturan jumlah cabang sekunder yang
dipelihara dengan harapan mendapatkan gambaran potensi produksi tanaman
jarak pagar.
Pengaruh perlakuan tinggi pangkasan batang utama dan pemeliharaan
jumlah cabang primer pada percobaan ketiga dan pemeliharaan jumlah cabang
sekunder setelah pemangkasan cabang primer pada percobaan keempat, secara
umum memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan kontrol pada berbagai
peubah pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Semakin banyak jumlah
cabang primer yang dipelihara (T20, T30, dan T40) dan TbP-2S menyebabkan
luas daun total per tanaman semakin banyak pula. Hal ini menyebabkan intersepsi
cahaya pada tanaman perlakuan (T20, T30 dan T40) dan TbP-2S tersebut lebih
tinggi dibandingkan perlakuan jumlah cabang primer yang dipelihara lebih sedikit
(T20-2, T30-2 dan T40-2) (Tabel 12) dan 2P-2S, 2P-3S dan 3P-3S (Tabel 28).
Kondisi ini akan memberikan dampak positif kepada tanaman karena dengan luas
daun total yang lebih tinggi akan mampu mengoptimalkan penangkapan cahaya.
Tingginya intersepsi cahaya pada perlakuan T20, T30 dan T40 dan TbP-2S
akan memacu meningkatnya laju fotosintesis dan akumulasi hasil fotosintat lebih
banyak karena pada tanaman yang mendapat perlakuan tersebut mempunyai
jumlah daun yang lebih banyak pula sehingga memiliki kemampuan yang besar
untuk mendukung terakumulasinya hasil fotosintat dan akan mensuplai ke bagian-
bagian yang membutuhkan (sink). Laju fotositesis yang tinggi untuk
mengakumulasikan hasil fotosintat pada tanaman jarak sangat dibutuhkan untuk
mendukung pertumbuhannya karena tanaman ini berbunga terminal dan bersifat
indeterminate. Pada saat terjadi pembungaan juga diikuti oleh pertumbuhan
bagian vegetatif (cabang dan daun) untuk membentuk bunga dan buah berikutnya
sebagaimana ditunjukkan pada hasil penelitian pertama.
Kandungan klorofil a, b dan total, luas daun, serta intersepsi cahaya yang
lebih tinggi pada daun tanaman yang memiliki arsitektur tajuk yang lebih lebat
(jumlah cabang lebih banyak) berkorelasi positif dengan laju fotosintesis (Tabel
20). Hal ini berarti apabila terjadi peningkatan nilai pada karakter-karakter
tersebut, laju fotosintesis akan meningkat. Jadi upaya untuk meningkatkan laju
fotosintesis dapat dilakukan dengan peningkatan kandungan klorofil a, b dan total,
luas daun, dan intersepsi cahaya pada arsitektur tajuk tanaman jarak pagar.
Pertumbuhan Generatif, Tanah dan Iklim
Pemangkasan batang utama secara nyata dapat menunda waktu berbunga
tanaman. Penundaan waktu berbunga lebih lama terjadi pada percobaan empat
dibandingkan percobaan tiga. Hal ini terjadi karena pada percobaan empat
dilakukan pemangkasan batang utama dan cabang primer. Penundaan waktu
berbunga tanaman yang dipangkas batang utama (percobaan tiga) dan pangkas
cabang primer (percobaan empat) disebabkan tanaman tersebut membutuhkan
waktu untuk menginduksi pertumbuhan tunas-tunas vegetatif baru terutama
cabang lateral sehingga waktu berbunga lebih lambat dibandingkan kontrol. Hal
ini sejalan dengan pendapat Coombs et al. (1994) yang menyatakan bahwa
tanaman yang dipangkas menyebabkan pohon menunda pembungaan karena
tanaman tersebut memerlukan waktu untuk membentuk kerangka (frame) tajuk.
Secara umum persentase cabang berbunga dan jumlah buah per tandan
lebih rendah pada tanaman yang dipangkas batang utama dengan jumlah cabang
primer yang tidak dibatasi (T20, T30 dan T40) dibandingkan perlakuan lainnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua cabang primer pada tahun pertama
menghasilkan bunga dan buah.
Pemangkasan batang utama dapat meningkatkan jumlah buah per tanaman,
jumlah biji per tanaman, bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji/ha, dan
minyak yang dihasilkan/ha. Perlakuan T40 dan T30-3 memiliki jumlah buah,
jumlah biji, bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji/ha, dan hasil
minyak/ha tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa tinggi pangkasan 30 sampai
40 cm dari permukaan tanah dan pemeliharaan 3 atau lebih cabang primer (6
cabang primer) memiliki potensi produksi yang tinggi. Sementara itu pada
percobaan 4 pemangkasan batang utama dan cabang primer dengan jumlah
cabang primer yang lebih banyak (7 cabang) dan 2 cabang sekunder (TbP-2S)
mempunyai produksi lebih tinggi dibandingkan tanaman yang memiliki jumlah
cabang primer 2 dan sekunder 2 (2P-2S). Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah
cabang primer yang banyak dapat meningkatkan produksi. Hal ini sejalan dengan
pendapat Mahmud (2006) dan Ginwal et al. (2004) yang menyatakan semakin
banyak cabang produktif yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar maka buah
dan biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Selanjutnya, Ferry (2006)
menyatakan bahwa jumlah cabang primer yang perlu dipelihara untuk mendukung
produksi yang tinggi pada tanaman jarak pagar adalah 3 – 5. Jumlah buah per
tanaman dan bobot kering biji per tanaman yang dicapai pada perlakuan T40
(323.81 g/tanaman atau 0.810 ton/ha) dan T30-3 (320.61 g/tanaman atau 0.802
ton/ha) (Tabel 18 dan Tabel 34) hampir sama dengan hasil penelitian Heller
(1996) 333 g/tanaman, Hasnam et al. (2007) 360 g/tanaman, dan Santoso et al.
(2008) 0.880 ton/ha pada produksi tahun pertama. Bila produksi tersebut
dibandingkan dengan produksi percobaan IV, maka jumlah buah dan bobot kering
biji pada percobaan IV lebih rendah. Hal ini disebabkan pemangkasan batang
utama dan cabang primer pada pembentukan arsitektur tajuk pada percobaan IV
menyebabkan produksi buah pada batang utama (terminal 1) dan cabang primer
(terminal 2) tidak dapat dipanen karena adanya pemangkasan tersebut.
Produksi tanaman jarak pagar bervariasi, kondisi kesuburan tanah dan
iklim terutama ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap produktivitas
tanaman jarak pagar. Semua percobaan yang dilakukan pada penelitian ini pada
lahan bersifat masam dengan pH 5.3 dengan kriteria sifat kimia tanah C. Organik,
N, C/N rasio, P2O5, dan K2O rendah. Sementara itu KTK dan KB termasuk
kriteria sedang, dan hasil susunan kation hasil analisis sampel tanah menunjukkan
bahwa Ca dan Mg dalam kriteria sedang, K kriteria sangat rendah dan Na pada
kriteria rendah. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kesuburan tanah tempat
penelitian berada dalam katagori rendah (Tabel 4). Data iklim sejak 2007 sampai
Mei 2008 di tempat penelitian berturut-turut, curah hujan 3715.1 mm/tahun dan
2104.3 mm/tahun, bulan hujan 12 dan 5 bulan, hari hujan 237 dan 120 mm,
dengan suhu udara rata-rata minimum/maksimum 22.3/31.5 dan 22.1/30.7, dan
kelembaban udara rata-rata 83.3% dan 85.9 %.
Kondisi tanah dan iklim ini menggambarkan bahwa jarak pagar masih
dapat ditanam pada lahan masam sesuai dengan pendapat Mulyani (2007) bahwa
jarak pagar dapat tumbuh pada kisaran pH 4.5-7.8. Jika data tersebut di atas
disesuaikan dengan kriteria klasifikasi kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman
jarak pagar yang dibuat oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
(2006) menunjukkan bahwa curah hujan tahunan dan bulan hujan (bulan basah)
termasuk dalam kriteria kurang sesuai karena termasuk dalam kategori tinggi.
Namun demikian pendapat tersebut bertentangan dengan pendapat Hasnam
(2006b) yang menyatakan bahwa tingkat produktivitas tanaman jarak pagar sangat
dipengaruhi oleh kesuburan tanah dan ketersediaan air. Selanjutnya dinyatakan
bahwa curah hujan tinggi per tahun dapat meningkatkan produktivitas jarak pagar
yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Santoso et al. (2008) pada tanaman
asal biji (tanpa pangkas) dan biji yang mengalami pemangkasan batang utama
yang ditanam di Nusa Tenggara Barat (curah hujan rendah) menunjukkan
produksi bobot kering biji masing-masing 0.749 ton/ha dan 0.484 ton/ha,
sebaliknya produksi bobot kering biji yang ditanam di Cikabayan Bogor (curah
hujan tinggi) (Tabel 5) dapat mencapai 0.809 ton/ha pada perlakuan T40 dan
0.805 ton/ha pada perlakuan T30-3. Hal ini memberikan bukti bahwa produksi
yang dicapai pada tempat penanaman yang memiliki curah hujan yang tinggi
(Bogor) memiliki potensi produksi yang lebih tinggi dibandingkan Nusa Tenggara
Barat. Curah hujan yang tinggi tersebut harus diantisipasi dengan pembuatan
drainase yang baik karena akar tanaman jarak pagar tidak tahan akan genangan air
dan dapat menyebabkan akar tanaman menjadi busuk.
Selama penelitian hama yang paling banyak menyerang adalah rayap,
hama ini menyerang dan melubangi kambium (batang) jarak pagar. Gejala yang
ditimbulkan umumnya nampak setelah tanaman telah terserang parah sehingga
serangan rayap ini dapat mematikan tanaman baik yang masih muda maupun yang
telah dewasa.
Kandungan dan Hasil Minyak
Pemangkasan batang utama dan pengaturan jumlah cabang primer yang
dipelihara (percobaan III) dan pemangkasan batang utama dan pemangkasan
cabang primer (percobaan IV) tidak berpengaruh secara nyata terhadap persentase
kandungan minyak biji tetapi berpengaruh nyata terhadap minyak biji yang
dihasilkan per satuan luas (ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
kandungan minyak biji (rendemen) yang dihasilkan oleh semua perlakuan
32.44 % (30.49 %-34.43 %). Nilai tersebut bila dibandingkan dengan kandungan
minyak (rendemen) yang dihasilkan dari hasil penelitian Hasnam et al. (2008)
pada populasi komposit IP-2A hasil seleksi massa populasi IP-1A kadar minyak
(rendemen) 31 % - 32 %, IP-2P hasil seleksi massa populasi IP-1P 32 % - 34 %,
dan IP-2M hasil seleksi massa populasi IP-1P 31%-32% menunjukkan nilai yang
hampir sama. Terjadi kecenderungan bahwa tanaman yang memiliki jumlah
cabang yang banyak (T20, T30 dan T40) dan TbP-2S mempunyai kadar minyak
lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnnya, walaupun tidak berbeda nyata.
Rendahnya kadar minyak dapat disebabkan tingginya kompetisi antara biji karena
pada perlakuan tersebut jumlah biji per tanaman yang dihasilkan tinggi. Hal ini
sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa bila jumlah buah banyak pada
suatu tanaman akan menyebabkan ukuran dan bobot per buah berkurang (Forshey,
1986) dan komponen kualitas buah menurun (McFadyen et al., 1996). Selanjutnya,
Leon et al. (2003) menyatakan hasil minyak suatu tanaman ditentukan oleh
jumlah biji per tandan atau per malai dan bobot biji.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pembentukan arsitektur tajuk pada tahun pertama pada tanaman jarak
pagar perlu untuk dilakukan. Pengaturan arsitektur tajuk melalui pemangkasan
batang utama dan pemeliharaan jumlah cabang primer dan sekunder memberikan
kontribusi positif terhadap peubah pertumbuhan, kandungan klorofil, intersepsi
cahaya, laju fotosintesis, peningkatan produksi, dan hasil minyak per ha.
Peningkatan jumlah cabang primer, meningkatkan luas daun total,
kandungan klorofil, intersepsi cahaya dan laju fotosintesis, produksi buah dan biji
per tanaman, dan produksi per satuan luas semakin meningkat pula. Produksi
tertinggi dicapai pada tanaman yang memiliki jumlah cabang primer 3-6 cabang
dengan 2-3 cabang sekunder per cabang primer pada tinggi pangkasan 30-40 cm.
Produksi yang dicapai 323.81 g/tanaman atau 0.810 ton/ha pada tanpa
pengendalian jumlah cabang primer (T40), 320.61 g/tanaman atau 0.802 ton/ha
pada 3 cabang primer (T30-3), dan 151.91 g per tanaman atau 0.380 ton per ha
pada tanpa pengendalian jumlah cabang primer dan 2 cabang sekunder (TbP-2S).
Kandungan (rendemen) minyak biji jarak pagar yang diperoleh rata-rata
32.44 % yang berkisar pada angka 30.49 % - 34.43 %. Produksi minyak per
satuan luas (ha) yang dicapai oleh perlakuan T40 dan T30-3 mencapai nilai
tertinggi, berturut-turut 276.61 kg/ha dan 244.56 kg/ha.
Saran
1. Pemangkasan batang utama pada awal pertumbuhan dapat dilakukan untuk
meningkatkan jumlah cabang primer pada umur 50 hari setelah tanam (umur
bibit di pembibitan 2 bulan) pada ketinggian pangkas 30 – 40 cm dari
permukaan tanah. Perbaikan teknik budidaya dengan mengendalikan jumlah
cabang primer 3-6 dan 2 – 3 cabang sekunder dapat digunakan untuk
meningkatkan produksi per tanaman atau per satuan luas dan meningkatkan
hasil minyak per satuan luas.
2. Kajian penelitian ini perlu untuk dilanjutkan pada arsitektur tajuk tahun ke-2
dengan membandingkan produksi tahun pertama dengan produksi tahun ke-2.
DAFTAR PUSTAKA
Allard, G., C.J. Nelson, and S.G. Pallardy. 1991. Shade effect on growth of tall
fescue: I. Leaf anatomy and dry matter partitioning. Crop Sci. 31:163-167. Bauer, J.S., E.J. Sadler and J.R. Frederick. 1997. Intermittent shade effect on gas
exchange of cotton leaves in humid southeastern USA. Agron.J. 89:163-166.
Bell, A. D. 1991. Plant form, an ilustrated guide to flowering plant morphology.
Oxford Univ. Press, Oxford. Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Indikator Ekonomi September 2005. BPS.
Jakarta.
Brown, C.L., R.G. McAlpine, and P.P. Kormanik. 1967. Apical dominance and form in woody plants: a reappraisal. Am.J.Bot. 54:153-162.
Campbell, W.J., L. H. Jr. Allen, G. Bowes. 1990. Response of soybean canopy
photosynthesis to CO2 concentration, light and temperature. Journal of Exp. Bot. 41:427-433.
Champagnat, P. 1989. Rest and activity in vegetative buds of tree. Ann.Sci.Forest.
46:9-26. Charles-Edward, D. A. 1982. Physiological Determinants of Crop Growth.
Academic Press. Sidney. Charles-Edward D. A., D. Doley, and G. M. Rimmington. 1986. Modelling Plant
Growth and Development. Academic Press. Sidney. 235 p. Cline, M. G. 1997. Concepts and terminology of apical dominance. Am. J. Bot.
84:1064-1069. Cline., 2000. The role of hormones and apical dominance. New approaches to an
old problem in plant development. Physiol. Plantarum. 90:230-237. Cook, N. C., E. Rabe, and G. Jacobs. 1999. Early expression of apical control
regulates length and crotch angle of sylleptic shoot in peach and nectarine. Hort. Sci. 34(4):604-606.
Coombs, D., P. Blackburne-Maze, M. Cracknell, R. Bentley. 1994. The Complete
Book of Pruning. Ward Lock. 224p. Costes, E., P. E. Lauri, and J. L. Regnard. 2006. Analysing fruit tree architecture:
implication for tree management and fruit production: Hort. Review.32:1-61.
Costes, E., Y. Guedon. 1997. Modelling the sylleptic branching on one-year-old trunks of apple cultivars. J. Am. Soc. Hort. Sci. 122:53-62.
Curry, E. A. 1991. Introduction. Canopy development in model system:
measurement, modification, modelling. HortSci. 26:998. Dwary, A., and M. Pramanick, 2006. Jatropha-a biodisel for future. Everyman’s
Science 40(6): 430-432. Elfarisna. 2000. Adaptasi Kedelai terhadap Naungan: Studi Morfologi dan
Anatomi. Tesis. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. 88 hal. Evans, J.R., and H. Poorter. 2001. Photosynthetic acclimation of plants to growth
irradiance: the relative importance of specific leaf area and nitrogen partition in maximizing carbon gain. Plant Cell and Env. 24:755-767.
Fahn A. 1995. Anatomi Tumbuhan. (Terjemahan Tjitrosomo SS). Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press 493pp Ferry, Y. 2006. Menghitung perkiraan produksi Jarak Pagar. Info Tek Jarak Pagar
(Jatropha curcal L.) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 1(2) Pebruari 2006.
Fisher, N.M., 1984. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Terjemahan.Tohari dan
Soodharoedjian. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 421p Folly, P., and N. Engel. 1999. Chlorophyll b chlorophyll a conversion precedes
chlorophyll degradation in Hordeum vulgare L. J. Biol. Chem. 274:2181-2181.
Forshey, C.G. 1986. Chemical fruit thinning of apples. New York’s Food and Life
Sci. Bull. 116:1-7. Gardner, F. P., R. B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Terjemahan Susilo, H. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. 428 p.
George, A.P., M. J. Morley Bunker, R. J. Nissen, and R. J. Collins. 1993. Effect
of pollination and irradiance on fruiting of persimmon (Diospyros kaki L.) in subtropical Australia. J. Hort. Sci. 68:54-447.
Gifford, R. M., J. H. Thorne, W. D. Hitz, and R. T. Giaquinta. 1984. Crop
productivity and photoassimilate partitioning. Science. 225:801-808. Ginwal, H. S., P. S. Rawat, and R. L. Srivastava. 2004. Seed source variation in
growth performance and oil yield of Jatropha curcas Linn. in Central India. Silvia Genetica 53 (4): 186-192.
Gould, K. S., KR Markham, R.H. Smith., and J.J. Goris. 2000. Functional role of anthocyanins in the leaves of Quintinia serrata A. Cunn. J. Exp. Bot. 51: 1107-1115.
Gubitz, G.M., M. Mittelbach, and M. Trabi. 1996. Exploitation of the tropical oil
seed plant Jatropha curcas L. Biores. Technol. : 67 (1999) 73-82. Guillermo, A.A.D., L. A. N. Aguirrezabal, F. H. Andrade, and V. R. Pereyra.
(2000). Solar radiation intercepted during seed filling and oil production in two sunflower hybrids. Crop Sci. 40:1637-1644.
Halle, F., R. A. A. Oldeman, and P.B. Tomlinson. 1978. Tropical Trees and
Forests. Springer-Verlag, Berlin. Hale, M. G., and D. Orcutt. 1978. The Physiology of Plant Under the Stress. John
Willey and Son, New York. 206p. Hariyadi, 2005. Sistem budidaya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn.).
Makalah disampaikan pada seminar nasional Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas) untuk Biodiesel dan Minyak Bakar. Diselenggarakan Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Institut Pertanian Bogor. 22 Desember 2005.
Hasnam. 2006a. Biologi bunga jarak pagar. Info Tek Jarak Pagar (Jatropha
curcas L). Puslitbangbun, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.1 (4) Maret 2006.
Hasnam. 2006b. Teka-teki produktivitas jarak pagar. Infotek Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.). Vol.1(8), Agustus 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Hasnam., C. Syukur, R.S. Hartati, S. Wahyuni, D. Pranowo, E. Susilowati, E.
Puslani, dan B. Heliyanto. 2007. Pengadaan bahan tanaman jarak pagar di Indonesia; desa mandiri energi serta strategi penelitian di masa datang. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Jarak Pagar III di Balittas Malang, 5 November 2007.
Hasnam, Cheppy, S. Wahyuni, D. Pranowo, E. Purlani, dan S.E. Susilowati. 2008.
populasi komposit jarak pagar (Jatropha curcas L.). Diskripsi populasi Komposit IP-2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Heller, J. 1996. Physic Nut. Jatropha curcas L.- Promoting the Conservation and
Use of Underutilized and Neglected Crops. 1. Institute of Plant Genetics and Crop Plant Research, Gatersleben/International Plant Genetic Resource Institute. Rome. 66p.
Hidema, J., A. Makino, Y. Kurita, T. Mae, and K. Ohjima. 1992. Changes in the level of chlorophyll and light-harvesting chlorophyll a/b protein of PSII in rice leaves age under different irradiances from full expansion through senescence. Plant Cell Physiol. 33:1209-1214.
Hopkins, W. G., and N. P. A. Huner. 2004. Introduction to Plant Physiology.
Third Editin. USA. John Wiley and Sons Inc. 560p. Jackson, J. E. 1980. Light interception and utilization by orchard systems. Hort.
Rev. 2:208-267. Jones, H. G. 1992. Plant and Microclimate. A Quantitative Approach to
Enviromental Plant Physiology. 2 nd ed. Cambridge Univ. Press. 428p. Jones, N., and J.H. Miller. 1992. Jatropa curcas. A Multipurpose Spesies for
Problematic Sites. The World Bank Report. Asia Technical Department. Agriculture Division.
Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta. Rajawali Press. 205p. Lakso, A. N. 1994. Apple. In: B. Schaffer, P. Andersen (eds.). Handbook of
Environmental Physiology of Fruit Crops. 1-Temperate Crops. CRC Press Univ. of Florida. Boca Raton, FL. p3-35
Lakso, A. N., and L. Corelli-Grappadelli. 1992. Implication of pruning and
training practice to carbon partitioning and fruit development in apple. Acta Hort. 322:231-239.
Lambers, H. 1987. Does variation in photosynthetic rate explain variation in
growth rate and yield. Neth. J. Agric. Sci. 35:505-519.
Lawlor, D.W. 1987. Photosynthesis : Metabolism, Control and Physiology. Longman Scientific and Technical. John Wiley and Son Inc. New York. 262p.
Leon, A.J., F.H. Andrade, and M. Lee. 2003. Genetic analysis of seed-oil
concentration across generation and environments in sunflower. Crop Sci. 43:135-140.
Lespinasse, J.M., and F. Delort. 1993. Regulation of fruiting in apple. Role of the
bourse and crowned brindles. Acta Hort. 349:229-246
Mahmud, Z. 2006. Pemangkasan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) Info Tek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.1 (6), Juni 2006.
Marini, R. P. 2003. Physiology of pruning fruit trees. Virginia Cooperative Extension. p422-025.
McFadyen, L.M., R.J. Hutton, and E.W.R. Barlow. 1996. effect of crop load on
fruit water relation and fruit growth in peach. J. of Hort. Sci. 71(3):469-480.
Miller, S. A., F. D. Broom, T.G. Thorp, and A.M., Barnett. 2000. Effect of leader
pruning on vine architecture, productivity and fruit quality in kiwifruit (Actinidia deliciosa cv. Hayward). Scientia Hort. 91:189-199.
Mohr, H., and P. Schopfer. 1995. Plant Physiology. Springer-Verlag.
Berlin.NY.629 p. Mowat, A. D., and A. P. George. 1994. Ecophysiology of persimmon. In Schaffer,
B. and P. Andersen (eds) Handbook of Environmental Physiology of Fruit Crops CRC Press. Inc., Boca Raton, Florida, USA, p32-209.
Mulyani. A. 2007. Karakteristik dan evaluasi kesesuaian lahan untuk
pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Indonesia. Dalam: Solusi miskelola tanah dan air untuk memaksimalkan kesejahteraan rakyat. Prosiding Kongres Nasional IX Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI); Yogyakarta 5-7 Desember 2007. p819-836
Munandar, A. 2001. Studi arsitektur pohon dalam hubungannya dengan
pertumbuhan dan perkembangan durian. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. 88p.
Norman, J.M. and T. J. Arkebauer. 1991. Predicting canopy light-use efficiency
from leaf characteristic. In Modelling Plant and Soil System. Agronomy Monograph No. 31. p125-143.
Ohashi, K., A. Makino, and T. Mae. 1998. Gas exchange characteristics in rice
leaves grown under the condition of physiologically low temperature and irradiance. Plant Cell Physiol. 39:1384-1387.
Pertamina (2005). Perkembangan Harga BBM. http://www.pertamina.com/harga BBM/Perkembangan Harga BBM. htm.
(September 2006) Prihandana, R., R. Hendroko, R. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar.
Agromedia Pustaka. Depok Jakarta. Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan 2006. Petunjuk Teknis Budidaya
Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor.
Pusat Penelitian Tanah (1980). Klasifikasi Sifat Kimia Tanah. Balai Penelitian Tanah (Balitan) Bogor.
Ramaiah, P. K., and D. Venkataramanan, 1987. Coffea,. In M. R. Sethuraj, A. S.
Raghavendra (eds). Tree Crop Physiology. Elsevier, Amsterdam. p247-262
Ryugo, K. 1988. Fruit Culture: Its Science and Art. John Wiley and Sons. New
York, 344p. Rupp, D. L., and Traenkle. 1995. A non destructive measurement method for
chlorophyll in grapevine. Staatliche Lehr Ver suchsanstalt Weinobstbau, Weinsberg, Germany. 45:139-142.
Salisbury, F.B., and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 2. (Terjemahan
Diah R. Lukman dan Sumaryono). Bandung : ITB. 173p. Santrucek, J. and R.F. Sage. 1996. Acclimation of stomatal conductance to a
CO2-enriched atmosphere and elevated temperature in Chenopodium album. Aust. J. Plant Physiol. 23:467-478.
Santoso, B.B., Hasnam, Hariyadi, S. Susanto, and B.S. Purwoko. 2008. Potensi
hasil jarak (Jatropha curcas L.) pada tahun pertama budidaya di lahan kering Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Bul.Agron. 36:161-167.
Sinclair, T.R.R. 1994. Limit to crop yield. In K.J. Boote (ed.) Physiology and
Determination of Crop Yield. ASA, Inc, CSSA, Inc and SSSA, Inc. Madison, WI.
Sinclair, T.R.R., and T. Torrie. 1989. Leaf nitrogen, photosynthesis and crop
radiation use efficiency. Crop Sci. 29:90-98. Sitompul, S.M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 412p. Srivastava, L.M. 2002. Plant Growth and Development Hormones and
Environment. Academic Press. An imprint Elsevier Science. 772p. Stuttle, G. W., and G. C. Martin. 1986. Effects of light intensity and carbohydrate
reserves on frowering in olive. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 111(1):27-31. Taiz, L., and E. Zeiger. 2002. Plant Physiology. California. The
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc., Redwood City, CA. 690p. Thorp, T.G., and B. Stowell. 2001. Pruning height and selective limb removal
affect yield of large ‘Hass’ avocado three. HortScience 36:699-702.
Tim Jarak Pagar. 2006. Buku Saku, Tanya Jawab Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Rajawali Nusantara Indonesia.
Tim Peneliti. 2006. Uji Adaptasi Jarak Pagar di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Kerjasama Universitas Kutai Kartanegara dan Balitbangda Kukar. Universitas Kutai Kartanegara, Tenggarong, Kalimantan Timur.
Tyas, K.N. 2006. Adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah melalui
efisiensi penangkapan cahaya (thesis). Bogor. Sekolah Pascasarjasan Institut Pertanian Bogor. 126p.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
266p. Valladares, F. 2003. Light heterogenity and plants: from ecophysiology to species
coexistence and biodiversity. In: K. Esser, U. Luttge, W. Beyschlag, F. Hellwig (Eds). Progress in Botany. Vol. 64. Berlin Heidelberg. Springer-Verlag.
Verheij, E. W. M., and R. E. Coronel. 1992. Plant Resources of South-East Asia
No. 2:Edible Fruit and Nut. PROSEA Bogor, p:1-56. Yoshida, S., D.A. Forno, J.H. Coock, and K.A. Games. 1976. Laboratory Manual
for Physiologal Studies of Rice. The International Rice Research Institute. Manila.
Wardlaw, I. F. 1990. The control of carbon partitioning in plants. Tansley Rev.
No. 27. New Phytol 116:341-381. Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas,
Institut Pertanian Bogor Bekerjasama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi-IPB. 145p.
Widodo, W. D. 1995. Pemangkasan Pohon Buah-Buahan. Penebar Swadaya.
Jakarta. 103 Hal. Wiesenhutter, J. 2003. Use of Physic Nut (Jatropha curcas L.) to Combat
Desertification and Reduce Poverty. Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ). Convention Project to Combat Desertification (CCD Project). www.gtz.de/desert (September 2005).
Wilson, B. F. 2000. Apical control of branch growth and angle in woody plants.
Amer. J. Bot. 87:601-607. Wright, C. J. 1989. Interactian between vegetative and reproductive growth,. In C.
J. Wright (ed). Manipulation of Fruiting. Butterworths. London. p15-23.
Wunsche, J. N., and A. N. Lakso. 2000. The relationship between leaf area and light interception by spur and extension shoot leaves and apple orchard productivity. HortScience 35:1202-1206.
Lampiran 1. Prosedur kerja penentuan kandungan klorofil daun Pereaksi : Aseton 80 % dan nitrogen cair bila dibutuhkan
Alat : sentrifuge, mortar, pestle, labu takar 10 ml, tabung ependorf 2 ml dan
spektrofotometer
Prosedur kerja :
1. Timbang daun segar 50-100 mg, kemudian dihaluskan dalam mortar dan
ditambahkan aseton 2 ml sehingga terbentuk campuran, lalu campuran ini
dimasukkan ke dalam tabung ependorf dan disentrifuge.
2. Fitrat dipisahkan ke dalam labu takar, residu diekstraksi kembali sampai
tidak ada warnanya
3. Tambahkan aseton 80% pada fitrat sampai tanda tera
4. Ukur absorban ekstrak tersebut pada λ 663 nm dan λ 645 nm
Dengan persamaan di bawah ini diperoleh Klorofl a (mg/g) = { (12.7 x A 663) – (2.69 x A 645)} x fp Bobot sample (g) Klorofl b (mg/g) = { (22.9 x A 645) – (4.68 x A 663) } x fp Bobot sample (g) fp = 10 ml x 1 liter 1000 ml
Lampiran 2. Prosedur kerja penentuan jumlah stomata Bahan : Safranin, gliserin, aquades dan kutex bening
Alat : Object glass, cover glass, jaras preparat, hand couter, pinset, silet,
mikroskop Olympus
Prosedur kerja :
1. bagian atas daun dikerik untuk mendapatkan epidermis bagian bawah
2. kemudian epidermis diwarnai dengan safrafin dan dicuci dengan aquades
3. object glass ditetesi dengan glyserin, lalu diambil epidermis yang telah
dicuci, tempelkan pada kertas saring dan diletakan di atas object glass
4. object glass ditutup dengan cover glass
5. di sekeliling cover glass ditutup dengan kutex bening agar tidak masuk
udara
6. kemudian dilihat di mikroskop dan jumlah stomata dihitung dengan hand
counter
Lampiran 3. Analisis kandungan minyak jarak pagar metode soxhlet Bahan : heksana, kapas, dan kertas saring,
Alat : timbangan, labu soxhlet, dan oven
Prosedur kerja :
1. timbang 2 gram sample biji kering jarak pagar yang telah dihaluskan
2. kemudian biji yang telah dihaluskan tersebut sebarkan di atas kapas yang
beralas kertas saring dan digulung membentuk thimble
3. lalu gulungan yang membentuk thimble yang berisi biji yang telah
dihaluskan masukan ke dalam labu soxhlet
4. kemudian dilakukan ekstraksi selama 6 jam dengan menggunakan pelarut
lemak berupa heksana sebanyak 150 ml
5. lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C
selama 1 jam
Bobot lemak terekstrak
Kadar minyak (lemak) : -------------------------------------- x 100 %
Bobot sampel kering
Lampiran 4. Prosedur kerja analisis antosianin Bahan : HCl 1N dan ethanol
Alat : Timbangan analitik, mortar, labu ukur, dan spektrofotometer
Cara kerja :
1. Daun sampel yang sudah difreeze dryer (kering) dan dihaluskan,
ditimbang, kemudian dilarutkan dalam ethanol :HCl 1N(85:15;v/v)
sampai homogen
2. Suparnatan disaring ke dalam labu ukur 25 ml
3. mengukur kandungan antosianin pada panjang gelombang 535 nm dan
dihitung menggunakan persamaan :
Total antosianin = [(D535 x fp)/98.2][1/W]
D535 = nilai absorban pada panjang gelombang 535 nm
fp = faktor pengenceran
W = bobot sampel yang diukur kandungan antosianinnya
98.2 = nilai E 1% untuk pelarut ethanol-HCl. Dalam pengukuran ini
serapan antosianin dalam ethanol-HCl diukur pada sel 1 cm, panjang
gelombang 535 nm pada konsentrasi 1% (w/v).