Post on 11-Mar-2019
29
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Perairan Lokasi Penelitian
Lamun dugong merupakan salah satu kelompok tumbuhan berbunga yang
terdapat di lingkungan laut. Tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang
dangkal dengan subtrat pasir berlumpur yang berbeda, pasir bermedium kasar, dan
pecahan koral kasar (Dahuri 2003). Dalam perairan yang sangat jernih, beberapa
jenis lamun bahkan ditemukan sampai kedalaman 8-15 meter dan 40 meter.
Lamun memiliki jumlah yang berlimpah serta sering membentuk padang yang
lebat dan luas di perairan tropik. Sifat-sifat lingkungan pantai cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan lamun ini. Parameter lingkungan utama yang
mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan ekosistem padang lamun yaitu
kecerahan, temperatur, salinitas, substrat dan kecepatan arus. Pengaruh
gelombang, sedimentasi, pemanasan air, pergantian pasang dan surut serta curah
hujan menyebabkan lamun harus melakukan penyesuaian morfologik terhadap
kondisi habitat tersebut (Romimohtarto dan Juwana 2007). Kondisi perairan
lamun dugong yang terdapat di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Kondisi perairan lokasi penelitian
Lamun dugong mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup
di lingkungan laut, yaitu mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal
dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang
30
baik, dan mampu melakukan penyerbukan serta daur generatif dalam keadaan
terbenam (Dahuri 2003). Lamun dugong sering dominan pada padang lamun
campuran dan biasa terbentuk di daerah intertidal yang lebih rendah dan subtidal
yang dangkal. Padang lamun tumbuh dengan baik di daerah yang terlindung dan
bersubstrat pasir, stabil serta dekat sedimen yang bergerak secara horizontal.
Padang lamun yang tumbuh pada sedimen karbonat yang berasal dari patahan
terumbu kurang dipengaruhi oleh faktor run off daratan yang berkaitan dengan
kekeruhan, suplai nutrien pada musim hujan, dan fluktuasi salinitas (Dahuri 2003;
Romimohtarto dan Juwana 2007).
4.2 Komposisi Proksimat dan Abu Tidak Larut Asam Lamun Dugong
Kandungan gizi pada lamun dugong dapat diketahui dengan analisis
proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya kandungan air,
lemak, protein, abu, dan karbohidrat. Kadar karbohidrat dalam lamun dugong
diperoleh melalui perhitungan by difference. Selain analisis proksimat (kadar air,
lemak, protein, abu, dan karbohidrat), pengujian abu tidak larut asam juga
dilakukan. Pengujian ini dilakukan karena lamun dugong tumbuh di perairan yang
dangkal dengan substrat pasir, lumpur, atau campuran dari keduanya. Sehingga
lamun dugong diduga mengandung abu tidak larut asam yang berasal dari
mineral-mineral dalam lumpur yang masih menempel pada tubuhnya akibat
penanganan yang kurang baik. Hasil analisis proksimat lamun dugong dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil uji proksimat dan abu tidak larut asam lamun dugong
Komponen Nilai (%)
Air 86,26 ± 0,59
Abu 2,34 ± 0,49
Lemak 0,78 ± 0,08
Protein
Karbohidrat (by difference)
0,81 ±0,04
9,81 ± 0,68
Abu tidak larut asam 0,39± 0,28
31
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta citra rasa makanan. Semua bahan
pangan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan
makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan
dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan
biopolimer, dan sebagainya. Kandungan air dalam bahan makanan ikut
menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Sebagian besar
dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang
ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri (Winarno 2008).
Lamun dugong memiliki kadar air yang cukup tinggi sebesar yaitu 86,26%.
Tingginya kadar air ini menyebabkan kadar protein dan lemaknya rendah. Kadar
air merupakan komponen terbesar dari sayuran dan kadarnya bervariasi berkisar
antara 81,0% sampai 96,1% (Muchtadi 2001).
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Abu terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik atau
kadar abu (Winarno 2008). Kadar abu lamun dugong basis basah sebesar 2,34%.
Nilai kadar abu lamun dugong basis kering yang diteliti (16,94%) memiliki nilai
yang lebih rendah dibandingkan dengan kadar abu lamun dugong yang diteliti
oleh Setyati et al. (2003), yaitu sebesar 62,43%. Tinggi rendahnya kadar abu
dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan lingkungan hidup yang berbeda.
Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda
bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Selain itu juga, masing-masing
individu organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
meregulasi dan mengabsorbsi mineral, hal inilah yang nantinya akan memberikan
pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing-masing bahan.
Lemak merupakan energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat
dan protein. Lemak berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin
A, D, E, dan K. Lemak nabati mengandung fitosterol dan asam lemak tak jenuh
seperti asam linoleat, lenolenat, dan arakidonat yang dapat mencegah
penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol. Berdasarkan hasil
análisis yang dilakukan, didapatkan kadar lemak lamun dugong basis basah
sebesar 0,78%. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Setyati et al. (2003),
32
kadar lemak lamun dugong (5,56 % bk) lebih rendah dibandingkan dengan lamun
dugong yang terdapat di Pantai Bandengan, Jepara yaitu sebesar 7,38% bk.
Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan karena kandungan air lamun dugong
sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun
secara drastis. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air
umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak.
Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam-asam amino
yang berikatan péptida dan mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung unsur logam
seperti besi dan tembaga. Protein memiliki bermacam-macam fungsi bagi tubuh,
yaitu sebagai enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, alat pengangkut,
dan lain-lain (Winarno 2008). Hasil análisis menunjukkan kadar protein lamun
dugong basis kering sebesar 5,91%. Hasil protein yang rendah ini juga ditemukan
pada lamun dugong lainnya yaitu sebesar 8,35% (Setyati et al. 2003).
Abu tidak larut asam adalah garam-garam klorida yang tidak larut asam,
yang sebagian merupakan garam-garam logam berat dan silika. Berdasarkan hasil
pengujian kadar abu tidak larut asam dapat diketahui bahwa lamun dugong
mengandung abu tidak larut asam sebesar 0,39%. Hal ini diduga masih
terdapatnya kontaminasi material-material abu tidak larut asam seperti pasir,
lumpur, silika dan batu yang berasal dari hábitat lamun dugong. Kadar abu tidak
larut asam dapat digunakan sebagai kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan
dalam proses penanganan dan pengolahan suatu produk (Basmal et al. 2003).
Karbohidrat merupakan konstituen yang paling banyak jumlahnya
dibandingkan dengan kandungan kimia lainnya yang terdapat dalam tanaman atau
hewan (Sirait 2007). Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena
karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hewan dan manusia.
Karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah dan dapat menghasilkan serat-
serat (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan. Pada tanaman, karbohidrat
dibentuk dari reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan sinar matahari melalui proses
fotosintesis dalam sel tanaman yang berklorofil (Dewick 2002). Hasil perhitungan
kadar karbohidrat dengan metode by difference menunjukkan bahwa lamun
dugong mengandung karbohidrat sebesar 9,81%. Karbohidrat banyak terdapat
33
dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun
karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan
lignin. Selulosa dan lignin berfungsi sebagai penyusun dinding sel tanaman.
4.2 Serat Pangan Lamun Dugong
Serat pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan
terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat-serat
tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan.
Secara kimia dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti
selulosa, hemiselulosa, pektin, dan nonkarbohidrat seperti polimer lignin,
beberapa gumi, dan mucilage. Karena itu dietary fiber pada umumnya merupakan
karbohidrat atau polisakarida. Berbagai jenis makanan nabati pada umumnya
banyak mengandung dietary fiber (Winarno 2008).
Komponen serat pangan total, serat pangan larut dan serat pangan tidak
larut pada lamun dugong telah ditentukan dengan menggunakan metode multi
enzim (Asp et al. 1983). Metode ini dapat memisahkan serat pangan larut (soluble
dietary fiber atau SDF) dan serat makan tidak larut (insoluble dietary fiber atau
IDF) dalam satu filtrasi tunggal, dimana SDF didapat dengan mengendapkan
filtrat menggunakan etanol. Nilai SDF dan IDF diperoleh sebagai residu yang
dikoreksi dengan residu protein dan abu. Nilai serat pangan total (total dietary
fiber atau TDF) merupakan penjumlahan SDF dan IDF. Hasil analisis serat
pangan lamun dugong dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Kandungan serat pangan lamun dugong
7,55 7,83
15,38
34
Berdasarkan analisis serat pangan diketahui bahwa nilai serat pangan larut
(7,55 g/100g) tidak berbeda jauh dengan serat pangan tidak larut (7,83 g/100g).
Fraksi SDF sebagian besar terdapat buah, sayuran, kacang-kacangan; sedangkan
IDF paling banyak terkandung dalam sereal dan kacang-kacangan. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa secara fisiologis, SDF lebih efektif dalam mereduksi
plasma kolesterol yaitu low density lipoprotein (LDL), meningkatkan kadar
high density lipoprotein (HDL), dan membuat perut merasa cepat kenyang, dan
mereduksi absorpsi glukosa dalam usus. Serat pangan tidak larut (IDF) tidak
terlalu signifikan sebagai agen hipokolesterolemik, tetapi peranannya sangat
penting dalam pencegahan disfungsi alat pencernaan.
Total serat pangan lamun dugong yang diuji memiliki nilai sebesar
15,38 g/100g. Komponen serat pangan yang terkandung dalam suatu bahan
dipengaruhi oleh spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman, dan perlakuan
terhadap bahan tersebut seperti perebusan, pengukusan, dan penumisan
(Muchtadi 2001).
4.3 Rendemen Ekstrak Lamun Dugong
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif suatu bahan
dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi dilakukan dengan tujuan
untuk memperoleh bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung
komponen-komponen aktif (Harborne 1987). Metode ekstraksi yang dilakukan
pada penelitian ini yaitu maserasi tipe pelarut tunggal. Pelarut yang digunakan
adalah pelarut organik dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda yaitu
n-heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar), dan metanol (polar). Penggunaan
ketiga pelarut tersebut bertujuan untuk mengetahui rendemen dan identifikasi
komponen aktif dari lamun dugong yang masih belum diketahui kepolarannya.
Ekstrak kasar masing-masing pelarut yang dihasilkan dari proses evaporasi
menghasilkan karakteristik yang berbeda. Ekstrak n-heksana berwarna coklat
kekuningan, ekstrak etil asetat memiliki warna coklat tua, sedangkan ekstrak
metanol memiliki warna coklat kehijauan. Ekstrak dari ketiga jenis pelarut ini
berbentuk pasta dan memiliki aroma khas. Hasil ekstrak lamun dugong dengan
menggunakan tiga pelarut dengan tingkat kepolaran berbeda yaitu pelarut metanol
35
(polar), etil asetat (semipolar) dan n-heksana (nonpolar) dapat dilihat pada
Gambar 6.
(a) (b) (c)
Gambar 6 Ekstrak kasar metanol (a), etil asetat (b) dan n-heksana (c)
Rendemen ekstrak hasil ekstrasi tiga pelarut berbeda menmberikan nilai
yang berbeda pula. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan jumlah ekstrak
yang dihasilkan dengan jumlah sampel awal yang diekstrak dan hasilnya
dinyatakan dalam persen. Nilai rendemen ekstrak dari masing-masing pelarut
dapat dilihat pada Gambar 7.
.
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf (a,b) menunjukkan jenis pelarut
memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai rendemen
Gambar 7 Nilai rendemen ekstrak kasar lamun dugong
Rendemen ekstrak lamun dugong dipengaruhi secara nyata oleh jenis
pelarut. Rendemen ekstrak tertinggi dari sampel lamun dugong terdapat pada
0,74(a)
0,64(a)
17,11(b)
36
ekstrak metanol (17,11%), diikuti oleh ekstrak n-heksana (0,74%), dan ekstrak etil
asetat (0,64%). Data tersebut menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang
bersifat polar banyak terkandung pada jaringan lamun dugong, karena dapat larut
dalam pelarut polar yaitu metanol sedangkan komponen bioaktif yang bersifat
semipolar dan nonpolar terdapat dalam jumlah yang lebih kecil pada lamun
dugong. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun dugong mengandung senyawa-
senyawa fenol yang cenderung larut dalam pelarut polar dan sangat banyak
terdapat dalam tanaman (Harborne 1987).
4.4 Kandungan Total Fenol Ekstrak Lamun Dugong
Fenol merupakan senyawa yang mempunyai sebuah cincin aromatik
dengan satu lebih gugus hidroksil. Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal
dari tumbuhan. Senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan ini
memiliki aktivitas antioksidan karena senyawa ini dapat menangkap radikal-
radikal peroksida dan dapat mengkelat logam besi yang mengkatalis peroksida
lemak. Biasanya senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah
senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi
ortho dan para terhadap gugus –OH dan –OR (Andayani et al. 2008).
Flavonoid merupakan golongan fenol terbesar dan umumnya terdapat pada
semua tumbuhan hijau sebagai glikosida dan terdapat pada seluruh bagian
tanaman, termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Komponen bioaktif ini
berperan terhadap warna dalam organ tumbuhan seperti bunga, buah, daun, atau
warna pada pigmen (Sirait 2007). Selain itu flavonoid dapat juga menangkap
spesies oksigen reaktif (ROS) yang terbentuk selama proses pencernaan makanan
di dalam tubuh (Pietta et al. 1996 dalam Muchtadi 2001).
Penentuan kandungan fenol total pada lamun dugong menggunakan
pelarut Folin-Ciocalteu dan sebagai pembanding digunakan asam galat. Kadar
total fenol dalam lamun dugong dihitung menggunakan persamaan regresi linier
dengan terlebih dahulu menentukan konsentrasi larutan sampel dengan cara
mengukur absorban sampel kemudian menggunakan kurva kalibrasi. Kandungan
total fenol pada ekstrak kasar lamun dugong dengan menggunakan pelarut
n-heksana, etil asetat, dan metanol dapat dilihat pada Gambar 8.
37
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf (a,b) menunjukkan jenis pelarut
memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai rendemen
Gambar 8 Nilai total fenol lamun dugong
Ekstrak lamun dugong dalam pelarut metanol memiliki kandungan total
fenol tertinggi yaitu sebesar 1022,58 mg GAE/1000g ekstrak , diikuti oleh ekstrak
etil asetat sebesar 36,19 mg GAE/1000g ekstrak dan ekstrak n-heksan sebesar
5,23 mg GAE/1000g ekstrak. Senyawa fenol cenderung larut dalam pelarut polar
namun kelarutannya dapat berbeda pada setiap jenis pelarut dan sumbernya
(Harborne 1987). Muchtadi (2001) juga menyebutkan bahwa kadar total fenol
pada tumbuhan dipengaruhi oleh perbedaan komposisi sel, ketebalan dinding sel,
dan permeabilitas membran plasma.
4.5 Komponen Fitokimia
Pengujian komponen bioaktif pada ekstrak kasar n-heksana (nonpolar),
etil asetat (semipolar), dan metanol (polar) dilakukan dengan menggunakan
uji fitokimia. Fitokimia memiliki peran penting dalam penelitian obat yang
dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan. Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui
komponen bioaktif yang terdapat pada masing-masing ekstrak kasar lamun
dugong. Uji fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji alkaloid,
steroid, triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan tannin. Hasil uji
fitokimia ekstrak lamun dugong dapat dilihat pada Tabel 3.
5,23(a)
36,19 (b)
1022,58 (b)
38
Tabel 3 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar lamun dugong
Uji Fitokimia Jenis Pelarut
Standar (warna)
N-heksan
Etil
asetat Metanol
Alkaloid:
a. Dragenford - - - Endapan merah atau jingga
b. Meyer - - - Endapan putih kekuningan
c. Wagner - - - Endapan coklat
Steroid + ++ -
Perubahan dari merah menjadi
biru/hijau
Triterpenoid + ++ ++
Perubahan dari merah menjadi
biru/hijau
Flavonoid ++ +++ ++
Lapisan amil alkohol berwarna
merah/kuning/hijau
Fenol
hidrokuinon + ++ ++ Warna hijau atau hijau biru
Tanin - - -
Perubahan warna dari hijau
menjadi biru hingga hitam
Saponin - - - Terbentuk busa
Keterangan: - = tidak terdeteksi
+ = lemah
++ = kuat
+++ = sangat kuat
Secara umum, komponen fitokimia yang terdapat dalam lamun dugong
yang diamati meliputi steroid, triterpenoid, flavonoid, dan fenol hidrokuinon.
Ketiga ekstrak dengan pelarut yang berbeda mengandung keempat komponen
bioaktif tersebut kecuali ekstrak dengan pelarut metanol tidak mengandung
komponen steroid. Hal ini dikarenakan proses ekstraksi dengan pelarut yang
memiliki kepolaran yang berbeda akan mengekstrak senyawa yang berbeda pula.
Steroid/triterpenoid pada ekstrak lamun dugong diuji dengan
menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard, yang memberikan warna biru-
hijau. Triterpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis
dan terdistribusi secara luas dalam dunia tumbuhan dan hewan (Sirait 2007).
Berbeda dengan steroid yang pada mulanya dipertimbangkan hanya sebagai
komponen pada substansi hewan saja (sebagai hormon seks, homon adrenal, asam
empedu, dan lain sebagainya), akan tetapi akhir-akhir ini steroid juga ditemukan
pada substansi tumbuhan (Harborne 1987).
39
Hasil pengujian fitokimia pada lamun dugong menunjukkan bahwa
komponen steroid/triterpenoid ini terdeteksi pada ekstrak kasar lamun dugong
dalam pelarut etil asetat dan n-heksana, sedangkan triterpenoid terdeteksi pada
ketiga jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Prekursor dari
pembentukan triterpenoid/steroid adalah kolesterol yang bersifat nonpolar
(Harborne 1987), sehingga diduga triterpenoid/steroid dapat larut pada pelarut
organik (nonpolar). Hal ini terbukti pada penelitian yang telah dilakukan bahwa
komponen triterpenoid/steroid terdeteksi pada ekstrak kasar lamun dugong dengan
pelarut n-heksana (non polar) dan etil asetat (semipolar). Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa triterpenoid/steroid juga terdeteksi pada ekstrak kasar
dengan pelarut metanol (polar). Hal ini dapat terjadi mengingat metanol
merupakan pelarut polar, yang juga dapat mengekstrak komponen lainnya yang
bersifat non polar ataupun semipolar. Hasil uji steroid/triterpenoid ekstrak lamun
dugong dapat dilihat pada Gambar 9.
+ ++ ++
+ ++ -
(a) (b) (c)
Gambar 9 Hasil uji steroid/triterpenoid ekstrak n-heksan (a),
etil asetat (b), dan metanol (c)
Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida dan
terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari, dan akar
(Sirait 2007). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ketiga ekstrak lamun dugong
mengandung komponen flavonoid dan ditunjukkan dengan terbentuknya warna
kuning pada lapisan amil alkohol yang dapat dilihat pada Gambar 10. Flavonoid
Uji Triterpenoid
Uji Steroid
40
sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan karena komponen bioaktif ini
merupakan komponen fenol terbesar. Senyawa-senyawa fenolat yang terkandung
dalam tumbuhan mampu menangkap radikal-radikal peroksida dan dapat
mengkelat logam besi yang mengkatalis peroksida lemak. Efektivitas sebagai
antioksidan tergantung pada jumlah dan posisi OH, senyawa flavonoid ini banyak
terdapat pada bagian daun tanaman. Selain itu sebagai antioksidan, senyawa ini
dapat juga menangkap spesies oksigen reaktif (ROS) yang terbentuk selama
proses penceraan makanan di dalam tubuh (Muchtadi 2001).
++ +++ ++
(a) (b) (c)
Gambar 10 Hasil uji flavonoid ekstrak n-heksan (a),
etil asetat (b), dan metanol (c)
Kuinon adalah senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar. Kuinon
dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu, benzokuinon, naftokuinon.
antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Senyawa kuinon yang terdapat sebagai
glikosida sedikit larut dalam air, kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan
terekstraksi dalam tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa lamun dugong mengandung komponen fenol
hidrokuinon. Hal ini ditandai dengan adanya warna hijau atau hijau biru pada
ketiga ekstrak dengan pelarut berbeda. Hasil uji fenol hidrokuinon ditunjukkan
pada Gambar 11.
41
++ ++ -
(a) (b) (c)
Gambar 11 Hasil uji fenolhidrokuinon ekstrak metanol (a),
etil asetat (b), dan n-heksan (c)
4.5 Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Aktioksidan alami banyak terdapat pada berbagai macam jenis tumbuhan
baik dalam buah-buahan maupun sayuran. Keberadaan senyawa antioksidan ini
dalam suatu bahan dapat dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan.
Uji aktivitas antioksidan pada tiga ekstrak kasar lamun dugong yang memiliki
tingkat kepolaran yang berbeda, dilakukan dengan menggunakan metode
uji DPPH.
Metode uji DPPH memberikan informasi reaktivitas senyawa yang diuji
dengan suatu radikal stabil (Kuncahyo dan Sunardi 2007). Radikal bebas yang
digunakan adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl. Prinsip kerja dari metode ini
yaitu berdasarkan pada kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam
menetralisir radikal bebas. Metode serapan radikal bebas DPPH dipilih karena
metode ini sederhana, mudah, waktu pengujian singkat dan sampel yang
digunakan sedikit serta tidak membutuhkan banyak reagen seperti halnya
uji xantin-xantin oksidase, tiosianat, antioksidan total (Juniarti et al. 2009).
Antioksidan pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah
antioksidan sintetik butylated hydroxytoluene (BHT) dengan beberapa
konsentrasi. Begitu pula dengan konsentrasi larutan ekstrak lamun dugong pada
ketiga jenis pelarut. Konsentrasi tersebut diperoleh melalui pengenceran dari
masing-masing larutan stok ekstrak kasar lamun dugong dengan pelarut metanol
dan etil asetat 500 ppm serta 1000 ppm untuk pelarut n-heksana. Menurut
Andayani et al. (2008) menyatakan bahwa pengujian aktivitas antioksidan pada
42
berbagai konsentrasi dimana semakin tinggi konsentrasi yang diuji maka semakin
tinggi pula aktivitas antioksidannya.
Aktivitas antioksidan yang terdapat pada sampel dinyatakan dalam
persentase inhibisinya terhadap radikal DPPH. Persentase inhibisi ini didapatkan
dari serapan antara absorban DPPH dengan absorban sampel yang diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis. Salah satu parameter yang biasa digunakan untuk
menginterpretasikan hasil dari pengujian aktivitas antioksidan dengan metode
DPPH adalah efficient concentration 50 value (EC50 value) atau biasa disebut
dengan inhibition concentration 50 value (IC50 value). Nilai ini dapat
didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang dapat menyebabkan berkurangnya
50% aktivitas DPPH (Molyneux 2004).
Antioksidan BHT sebagai antioksidan pembanding yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki nilai IC50 sebesar 15,92 ppm. Presentase penghambatan
yang tinggi dan nilai IC50 yang rendah membuktikan bahwa BHT bersifat
antioksidan yang sangat kuat (<50 ppm) menurut klasifikasi Blois (1958) dalam
Molyneux (2004). BHT memiliki nilai IC50 yang lebih rendah dibandingkan
dengan ekstrak metanol, etil asetat, dan n-heksana. Hal ini dapat terjadi karena
ekstrak lamun dugong yang digunakan pada penelitian ini masih tergolong
sebagai ekstrak kasar. Sehingga masih diperlukan proses pemurnian pada ekstrak
kasar tersebut. Karena pada ekstrak kasar ini diduga masih terkandung senyawa
lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Hasil pengujian antioksidan
menunjukkan bahwa ketiga ekstrak kasar lamun dugong memiliki aktivitas
antioksidan yang berbeda. Nilai rata-rata IC50 ekstrak kasar lamun dugong, dapat
dilihat pada Gambar 12.
Aktivitas antioksidan lamun dugong terbaik berturut-turut dimiliki oleh
ekstrak metanol (73,72 ppm), ekstrak etil asetat (250,72 ppm), dan ekstrak
n-heksana (8134,70 ppm). Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat
kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50 antara 50-100 ppm,
sedang jika IC50 bernilai 100-150 ppm dan lemah jika IC50 bernilai 150-200 ppm
(Molyneux 2004). Dari ketiga ekstrak yang diamati, ekstrak lamun dugong
dengan pelarut metanol termasuk ke dalam antioksidan kuat, karena nilai IC50
berada diantara 50-100 ppm. Jumlah komponen bioaktif yang terlarut pada
43
masing-masing pelarut akan berbeda sehingga akan berpengaruh pula pada nilai
IC50 yang dihasilkan. Nilai IC50 akan semakin besar jika ekstrak yang terlarut pada
pelarut yang digunakan semakin sedikit.
Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf (a,b) menunjukkan jenis pelarut
memberikan pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai rendemen
Gambar 12 Nilai rata-rata IC50 ekstrak kasar lamun dugong
Ekstrak metanol memiliki nilai antioksidan yang kuat bila dibandingkan
dengan ekstrak etil asetat dan n-heksana dengan menggunakan metode pengujian
DPPH. Hal ini dikarenakan metode pengujian ini cocok bagi komponen
antioksidan yang bersifat polar, karena kristal DPPH hanya dapat larut dan
memberikan absorbansi maksimum pada pelarut metanol (Febryanti 2010). Hal
ini mengisyaratkan bahwa perlu dilakukan pengujian aktivitas antioksidan dengan
menggunakan metode pengujian lainnya yang universal, baik untuk komponen
yang bersifat polar, semipolar, ataupun nonpolar. Bila dilihat dari faktor lainnya,
kadar total fenol dalam ekstrak metanol juga memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan dengan dua ekstrak lainnya. Menurut Andayani et al. (2008),
senyawa-senyawa fenolat yang terkandung dalam tumbuhan memiliki aktivitas
antioksidan karena senyawa ini dapat menangkap radikal-radikal peroksida dan
dapat mengkelat logam besi yang mengkatalis peroksida lemak. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hubungan antara aktivitas antioksidan dan kandungan total
fenol memiliki kolerasi yang positif.
8134,70 (a)
250,72 (b)
73,72 (b)